BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Melalui hasil observasi selama penulis melakukan Praktek Pengenalan Lapang (PPL) dan sesi wawancara kepada guru di SMP Muhammadiyah 2 Batu diperoleh informasi bahwa model pembelajaran yang diterapkan oleh guru masih belum bisa direspon dengan baik oleh siswa. Terdapat sebagian kecil dari siswa sudah aktif dan memperhatikan dalam proses pembelajaran tetapi sebagian besar dari mereka cenderung ribut
sendiri pada
proses
pembelajaran
berlangsung.
Mereka
terkesan tidak
memperdulikan apa yang dijelaskan oleh guru di depan kelas. Dan pada saat diberi tugas kebanyakan dari mereka hanya mengeluh sulit. Hal ini disebabkan oleh belum tepatnya pembelajaran yang diterapkan dikelas. Sebab akibatnya hasil belajar siswa kurang memuaskan yaitu pada prosentase 56,25. Begitu juga dengan kemampuan pemahaman yang kurang. Selain itu, dalam proses pembelajaran kelas VIII SMP Muhammadiyah 2 Batu yang terjadi guru menjelaskan bab terpenting dan siswa mendengarkan, lalu diakhiri dengan latihan soal. Komunikasi yang terjadi hanya satu arah, dengan fokus kegiatan hanya pemberian materi dan latihan. Apabila pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator pembelajaran tidak akan tercapai secara maksimal, sehingga bermuara pada hasil belajar yang kurang optimal. Dari pengalaman observasi di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah selama ini masih didominasi oleh pendekatan ekspositorik, dimana siswa hanya sebagai wadah ketika berceramah. Hal ini diumpamakan seperti botol kosong yang diisi dengan ilmu pengetahuan. Budimansyah (2003) mengungkapkan bahwa kondisi seperti ini membuat siswa tidak dapat memperkaya dan mengasah pengetahuannya untuk berpikir sendiri dan memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do) dengan meningkatkan interaksi dengan lingkungannya, sehingga tidak akan bisa membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitar. Lebih jauh lagi mereka pun tidak memiliki kesempatan untuk membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya (learning to be), maupun kemampuan berinteraksi dengan berbagai individu atau kelompok yang beragam (learning to live 1
together) di masyarakat. Salah satu proses pembelajaran yang mengedepankan daya nalar dari peserta didik adalah matematika. Matematika merupakan disiplin ilmu yang dibutuhkan oleh berbagai ilmu pengetahuan lainnya, karena matematika adalah suatu cara berfikir yang jelas dan tepat sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan alat yang efisien untuk membantu ilmu pengetahuan Sudjono dalam Hidayat (2002: 1). Sebagai sebuah materi pelajaran, matematika memiliki karakteristik, yaitu mempunyai objek yang bersifat abstrak. Sehingga sifat matematika yang abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam memahami matematika. Seperti
yang
dilaporkan
Third
International Mathematics and
Science Study (TIMSS) dalam Suharta (2002: 1) bahwa rata-rata skor matematika di Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional yang berada pada ranking 34 dari 38 negara. Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yang memahami matematika secara komprehensif atau parsial. Selain itu, dalam proses pembelajaran matematika siswa belum berhasil menangkap makna pembelajaran. Sehingga pemahaman siswa tentang konsep sangat lemah, bahkan sebagian siswa beranggapan bahwa konsep tidaklah penting. Oleh karena itu, proses pembelajaran matematika yang diterapkan harus sesuai dengan kondisi siswa. Pernyataan tersebut memberikan makna bahwa pembelajaran adalah kegiatan aktif siswa dalam membangun makna dan pemahaman (Rohman, 2002: 1). Selama ini model pembelajaran disekolah masih bersifat klasikal meskipun sudah beberapa kali dirubah kurikulumnya. Sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran matematika dilapangan kurang efektif. Misalnya, meskipun pada tahun ini telah melaksanakan kurikulum 2013 guru jarang menggunakan alat peraga, hanya menggunakan media laptop dan terkadang guru hanya mengajak siswa berangan-angan tentang bentuk benda yang tidak ditunjukkan wujud nyatanya, sehingga dalam pembelajaran ini siswa harus belajar secara abstrak. Selain model pembelajaran di atas, penulis juga masih menemukan berbagai model pembelajaran matematika yang bernuansa tradisional, yaitu siswa dituntut menghafal rumus-rumus yang diajarkan. Sebenarnya model pembelajaran ini membuat siswa menjadi jenuh dan bosan. Hal itu dikarenakan guru dalam pembelajaran dikelas tidak mengkolaborasikan skema yang telah dimiliki oleh siswa dengan teori yang ada dan 2
siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkontruksi sendiri ide-ide matematika. Mengkolaborasi pengalaman yang telah didapat siswa dalam kehidupan nyata dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran dikelas sangatlah penting dilakukan agar pembelajaran mudah diikuti oleh siswa dan lebih bermakna. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekolah tersebut maka dalam proses belajar mengajar seharusnya guru hanya bertindak sebagai fasilitator saja yang mampu menyajikan proses belajar secara kontekstual dengan melibatkan langsung peran siswa secara aktif. Sebaik apapun substansi materi ajar, tetapi jika guru tidak mampu mengemas dengan baik dalam penyampaiannya, maka materi tersebut tidak sampai kepada siswa. Bahkan hal ini yang membuat siswa menjadi bosan, jenuh dan kurang memiliki responsibilitas dan antusiasme dalam mengikuti proses pembelajaran dikelas. Beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika antara lain pengajaran kooperatif, Salah satu pendekatan dalam rangka memberikan aktivitas kelompok adalah pendekatan pembelajaran kooperatif, dimana siswa dikondisikan untuk aktif secara fisik dan mental. Melalui aktivitas mental inilah diharapkan terciptanya kesempatan bagi siswa untuk meningkatkan pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Selama proses tukar pendapat, sharing informasi maupun adu argumentasi yang berlangsung dalam pembelajaran kooperatif, setiap siswa berkesempatan untuk mengekspresikan apa yang dipahaminya kepada oranglain, mengkalsifikasi ide, ataupun menawarkan alternatif ide. Menurut Eggen dan Kauchak dalam Fauzi (2002) mengemukakan bahwa pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan), Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru, hasil belajar tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berfikir siswa. Keefektifan pembelajaran yang dimaksud disini adalah sejauh mana pembelajaran matematika berhasil menjadikan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang dapat dilihat dari ketuntasan belajar, keaktifan siswa, serta respon siswa terhadap pembelajaran tersebut. Dari latar belakang paparan di atas, Model Pembelajaran kooperatif berperan dengan menawarkan suatu konsep pembelajaran yang tidak membosankan bagi siswa. Pada dasarnya pembelajaran yang kooperatif menuntun siswa untuk lebih aktif secara fisik maupun mental seperti halnya penjelasan sebelumnya, hal ini dapat menumbuhkan 3
komunikasi dua arah yaitu antara guru dan murid, maupun sebaliknya atau sesama murid. Cooperative learning menurut Slavin (2005: 4-8) merujuk pada berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Hal inilah yang membuat siswa belajar untuk saling menghargai antar individu dan lebih banyak berfikir kreatif dalam bertukar ide dalam kegiatan berkelompok. Untuk membuat siswa semakin antusias dalam pembelajaran kooperatif, diadakan sistem penilaian yang sesuai dengan pembelajaran ini yaitu penilaian portofolio. Pada saat Proses Pengenalan Lapang peneliti menemukan kenyataan bahwa praktik penilaian di kelas kurang menggunakan cara dan alat yang lebih bervariasi. Termasuk aspek yang dinilai pun, masih lebih menekankan aspek (ranah) kognitif, dengan sedikit psikomotor, dan hampir tidak disentuh penilaian aspek afektif, itu pun masih belum sampai pada taraf kognitif yang tinggi. Oleh karena itu peneliti menggunakan penilaian yang menyeimbangkan ketiga ranah psikologis tersebut dengan menggunakan penilaian portofolio. Portofolio sering diartikan sebagai kumpulan hasil pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduanpanduan yang ditentukan, setiap portofolio harus memuat bahan-bahan yang menggambarkan usaha terbaik siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya, serta mencakup pertimbangan terbaiknya tentang bahan-bahan mana yang paling penting untuk ditampilkan. Melalui model pembelajaran dengan penilaian portofolio
ini
siswa
bisa
memiliki
kemampuan
untuk
mengungkapkan
dan
mengekspresikan dirinya sebagai individu dan kelompok. Kemampuan tersebut diperoleh siswa melalui pengalaman belajar, sehingga memiliki kemampuan mengorganisir informasi yang ditemukan, membuat laporan dan menuliskan apa yang ada dalam pikirannya, dan selanjutnya dituangkan secara penuh dalam pekerjaanya atau tugastugasnya (Fajar, A, 2002). Karakteristik utama pendekatan portofolio ini terdiri dari: (1) menekankan pada prinsip belajar siswa aktif (student active learning), (2) kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), (3) pembelajaran partisipatorik (partisipatorik learning), (4) mengajar yang reaktif (reactive learning). Budimansyah (2002: 8) Konsep pendekatan portofolio tersebut akan sangat berpengaruh jika diterapkan 4
di sekolah pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang secara psikologis peserta didik berada pada usia 12-14 tahun. Pada umur ini peserta didik berada pada masa kritis pertama atau biasa disebut periode pubertas. Periode ini merupakan masa transisi awal terpenting dalam kehidupan manusia, rata-rata mereka mulai belajar secara berkelompok daripada harus menyelesaikan permasalahan sendiri, sebab proses adaptasi dengan lingkungan sosial di sekitarnya telah mulai nampak. (Saiful, 2002: 106) Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bangun ruang sisi datar. Dalam materi ini siswa sulit dalam menghafal rumus-rumusnya. Dan dari pengalamanpengalaman sebelumnya ketuntasan hasil belajar siswa memuaskan. Hal ini dikarenakan siswa hanya menerima informasi dari guru dan kurang atusias mereka dalam meningkatkat kreativitas mereka dalam menghafal rumus-rumus tersebut. Berdasarkan uraian pada latar belakang dan melihat kenyataan yang terjadi, maka penulis mengambil judul “Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Penilaian Portofolio Pada Pelajaran Matematika di SMP Muhammadiyah 2 Batu.
1.2 Rumusan Masalah Pada pembelajaran sebelum-sebelumnya telah dilakukan beberapa macam model pembelajaran tetapi dikarenakan pembelajaran kurang menarik perhatian siswa dan siswa terkesan hanya menghafal rumus-rumus matematika yang terlihat monoton. Jika siswa melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat membangkitkan keingin dirinya untuk belajar berkelompok dan mengungkapkan dalam suatu dokumen pada setiap pertemuan. Hal tersebut dapat mempermudah siswa dalam menghafal karena kreatifitasnya sendiri. Oleh karena itu pada penelitian ini peneliti ingin meneliti penggunakan model pembelajaran kooperatif dengan penilaian portofolio untuk mengatasi hal tersebut, adapun rumusan masalah sebagai berikut: a.
Bagaimanakah aktifitas siswa selama pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran kooperatif dengan penilaian portofolio pada pelajaran matematika di SMP Muhammadiyah 2 Batu?
b.
Bagaimanakah ketuntasan hasil belajar siswa setelah digunakannya pembelajaran kooperatif
dengan
penilaian
portofolio
Muhammadiyah 2 Batu?
5
pada
pelajaran
matematika
SMP
1.3 Tujuan Penelitian Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan penilaian portofolio bertujuan untuk membuat siswa lebih aktif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengasah kreatifitasnya, dimana hal tersebut dapat membantu siswa dalam hal menghafal. Karena itu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dan diperoleh tujuan penelitian sebagai berikut: a. Mendeskripsikan
aktifitas
siswa
selama
pembelajaran
dengan
menerapkan
pembelajaran kooperatif dengan penilaian portofolio pada pelajaran matematika SMP Muhammadiyah 2 Batu. b. Mengetahui ketuntasan hasil belajar siswa setelah digunakannya pembelajaran kooperatif
dengan
penilaian
portofolio
pada
pelajaran
matematika
SMP
Muhammadiyah 2 Batu. 1.4 Pembatasan Masalah Untuk memfokuskan pada tujuan penelitian maka peneliti membatasi masalah yang diambil dalam skripsi ini yang hanya akan membahas berkaitan dengan permasalahan model pembelajaran beserta cara penilaiannya yang sesuai dengan permasalahan pada rumusan masalah. Adapun yang menjadi batasan masalah adalah sebagai berikut: a. Model pembelajaran yang dipakai dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) b. Penilaian yang digunakan pada pembelajaran menggunakan portofolio proses. c. Materi ajar yang di pakai adalah Bangun Ruang Sisi Datar, kubus dan balok. d. Siswa yang menjadi obyek penelitian pada skripsi ini adalah siswa kelas VIII A SMP Muhammadiyah 2 Batu 1.5 Manfaat Penelitian Pembelajaran kooperatif dengan penilaian portofolio ini diharapkan dapat bermafaat bagi pengajar dalam mengembangkan model pembelajaran dikelas. Apabila dilihat dari latar belakang di atas di dapat manfaat dari penelitian ini sebagai berikut: a. Secara Teoritis Secara Teoritis penelitian ini menambah wawasan dan informasi berkaitan dengan pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Depdiknas, 2003:5). Sedangkan pada penilaian 6
portofolio meruapakan penilaian yang bersifat continue dimana guru dapat melihat gambaran kemampuan siswa secara keseluruhan. b. Secara Praktis Secara praktis penelitian ini menekankan kepada pengajar, dimana dapat memberikan tambahan ilmu dalam model pembelajaran dikelas yang setidaknya membuat siswa tidak jenuh. Dalam model pembelajaran ini menekankan adanya interaksi dua arah antara guru dengan siswa ataupun siswa dengan teman sejawatnya.
1.6 Definisi Operasional Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dibuat definisi-definisi yang dipakai dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. b. Pembelajaran Kooperatif adalah cara belajar yang menempatkan siswa dalam beberapa kelompok kecil, kemudian memberikan sebuah atau beberapa tugas dengan tujuan agar siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. c. Penilaian Portofolio adalah proses penilaian yang berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi berupa dokumentasi siswa yang menunjukkan perkembangan kemampuan unjuk kerja dalam proses pembelajaran. d. Hasil belajar merupakan perubahan yang dihasilkan siswa setelah diterapkan pembelajaran kooperatif dengan penilaian portofolio, dimana hal ini dilihat dari kemampuan hasil yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu tuntas dan tidak tuntas. e. Ketuntasan hasil belajar, hasil belajar yang dikatakan tuntas apabila nilai mencapai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu ≥ 70.
7