BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Curah hujan dan ketersediaan air tanah merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Terutama untuk tanaman pertanian. yang diusahakan di lahan tadah hujan iklim kering, dimana sumber air semata-mata berasal dari curah hujan, kedua faktor itu merupakan penentu keberhasilan panen. Penelitian dalam pengukuran intensitas curah hujan merupakan salah satu hal yang penting terutama dalam keberhasilan panen tersebut. Oleh karena itu penelitian di daerah iklim kering, potensi ketersediaan air harus dapat diperkirakan dengan baik agar air yang tersedia harus dapat diperkirakan secara optimal dalam budi daya tanaman. Daerah tropis terutama di bagian daerah tropis yang beriklim kering, curah hujannya sangat fluktuatif, apabila dibandingkan dengan elemen iklim lainnya. Sifat curah hujan seperti ini sering menjadi permasalahan bagi petani yang mengharapkan kestabilan pola curah hujan pada musim hujan dan musim kemarau maupun pada musim peralihan untuk memanfaatkan air hujan khususnya dalam kegiatan pertanian tadah hujan. Namun demikian dalam jangka panjang curah hujan memiliki pola yang relatif tetap. Dengan demikian apabila sifat curah hujan diperkirakan secara tepat maka dapat diperoleh informasi yang lebih berarti yang dapat langsung digunakan untuk mendukung kegiatan pertanian. Daerah tropis umumnya memiliki tiga tipe neraca air yaitu perbandingan curah hujan lebih besar dari nilai evapotranspirasi potensial sepanjang tahun, kedua evapotranspirasi potensial lebih besar dari nilai curah hujan dan ketiga adalah tipe campuran. Di Indonesia, neraca air umumnya dicirikan oleh neraca air tipe campuran. Oleh karena itu, analisis neraca air sangat penting artinya dalam
I-1
kegiatan pertanian, untuk mengetahui waktu-waktu dimana air tersedia cukup untuk tanaman dan sebaliknya. Tanaman pertanian yang diamati dalam penelitian ini, akan dilihat sebarannya berdasarkan metode Oldeman yang mengklasifikasikan daerah tumbuh tanaman dari urutan bulan basah / kering, daerah pesisir Utara dan Selatan Jawa Timur termasuk dalam zona iklim dengan karakteristik kering pada tipe D3-E. Didaerah beriklim kering pengusahaan tanaman pangan sering mengalami kegagalan, terutama karena keterlibatan kuantitas air yang terbatas untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, oleh sebab itu keterbatasan air yang terjadi harus dapat diketahui kapan tersedianya air hujan sehingga dapat dioptimalkan penggunaannya. Dengan demikian analisa karakteristik curah hujan membantu memberikan info yang bermanfaat dalam perencanaan pertanian untuk optimasi pemanfaatan air bagi tanaman, terutama untuk lahan beriklim kering. Atas dasar latar belakang pemikiran ini, perlunya penelitian mengenai karakteristik curah hujan didaerah beriklim kering di Jawa Timur khususnya di daerah yang bercurah hujan lebih kecil atau sama dengan 1500 mm per tahun untuk dapat dimanfaatkan secara optimal terutama dalam kegiatan pertanian pada umumnya.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk: 1. Menentukan karakteristik wilayah curah hujan yaitu distribusi musiman, dan bulanan (Nieuwolt, 1977). 2. Menentukan implementasi karakteristik curah hujan dan evaporasi di daerah beriklim kering berdasarkan metode analisa cluster, oldeman, dan ketersediaan air untuk pertanian di daerah bercurah hujan tahunan kurang dari 1500 mm per tahun (Gambar 136).
I-2
Gambar 1. Peta Jawa Timur dengan posisi stasiun pengamatan Curah Hujan
Gambar 2. Peta Jawa Timur dengan posisi stasiun pengamatan Evaporasi
1.3 Pernyataan dan Batasan Masalah Daerah pesisir utara Jawa timur dan beberapa di selatan pesisir Jawa timur berdasarkan
klasifikasi
iklim
metode
Schmidt-Ferguson
(1967-1976),
perbandingan bulan kering lebih banyak daripada daerah pesisir lainnya di Pulau Jawa (T.H.K, Bayong. 2004). Daerah tropis terutama daerah tropis yang beriklim kering memiliki curah hujan yang fluktuatif, sulit untuk diketahui kapan awal, akhir kemunculan hujan, dan intensitas hujannya (Pálfai 1994, Jankó Szép et al 2005), dibandingkan dengan unsur iklim lainnya (temperatur, kelembaban, kelembaban tanah, dan sirkulasi atmosfer). Apakah kecenderungan karakteristik curah hujan di daerah beriklim kering Jawa timur dipengaruhi oleh pengaruh lokal atau regional ?. Adapun batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah : •
Mencari masa tanam tanaman pertanian padi berdasarkan metode oldeman dengan batasan curah hujan kurang dari 200 mm per bulan.
3
•
Parameter ketersediaan air untuk daerah pertanian dibatasi pada pembahasan parameter air, dan iklim, sedangkan untuk parameter tanah tidak dibahas karena membutuhkan tanaman padi yang ditanam di suatu rumah kaca pada kondisi ideal.
1.4 Hipotesis Pertanian dengan sistem tadah hujan atau irigasi di wilayah bercurah hujan tahunan kurang dari 1500 mm per tahun berdasarkan kriteria kekeringan dari metode Oldeman yang digunakan dan pengelompokan dari metode Cluster pada beberapa stasiun mengalami pengaruh yang sama akibat fenomena iklim pada wilayah curah hujan di daerah kering.
1.5 Kajian Pustaka
1.5.1 Daerah Beriklim Kering Wilayah yang mengalami kekeringan di Indonesia tidak hanya pulau Madura, namun daerah-daerah lain juga mengalami kekeringan dengan periode yang berbeda-beda apabila daerah kering sebagai fungsi dari posisi Bujur Timur maka semakin ke timur semakin panjang masa keringnya. (Sudjono, 1968). Pengetahuan karakteristik curah hujan akan sangat berguna untuk mengetahui bagaimana
karakteristiknya
mempengaruhi
daerah
tertentu,
sehingga
mengakibatkan perbedaan pola curah hujan dengan daerah lainnya. Untuk mengetahui kepastian jangka waktu kekeringan digunakan pengertian kekeringan dari Glossary Meteorology Kementrian Lingkungan London dan Institut Geologi Amerika di Washington yaitu suatu keadaan kering karena kekurangan hujan yang didefinisikan dengan kekeringan absolut yaitu jangka waktu 15 hari berurutan tanpa hujan dari intensitas 0,254 mm per 15 hari (0.01 inci) atau lebih. Kekeringan parsial yang merupakan suatu periode kekeringan pada jangka waktu 29 hari berurutan, dengan rata-rata harian yang tidak melebihi intensitas 0,254
I-4
mm per 15 hari (British Rainfall, Kementrian Lingkungan London). Kondisi kering merupakan keadaan 15 hari berurutan tanpa hujan hingga tidak pernah hujan sama sekali dengan batas intensitas hujan 1,016 mm per 15 hari (0.04 inci) atau lebih (American Geology Institute). Menurut Thornthwaite dan Matter (1955) kekeringan dibagi kedalam 4 macam, yaitu : • Permanent Drought, yaitu kekeringan permanen yang terjadi pada iklim sangat kering dimana pertanian tidak mungkin ada tanpa pemberian irigasi di sepanjang musim tanam. • Seasonal Drought, yaitu kekeringan musiman yang terjadi pada iklim yang mempunyai perbedaan musim hujan dan musim kemarau jelas. Agar memperoleh hasil panen diperlukan waktu tanam yang tepat sehingga tanaman berkembang biak dengan baik, di musim penghujan tidak kekurangan air. Tanaman perlu irigasi pada musim kemarau. • Continent Drought, yaitu kekeringan yang diakibatkan perbedaan musim yang tidak jelas, curah hujan tidak teratur dan berubah-ubah. Terjadi di daerah humid, dan sub-humid. • Invisible Drought, yaitu kekeringan yang tidak terlihat langsung. Akibat curah hujan yang kurang maka tidak dapat memenuhi kebutuhan evapotranspirasi, sehingga menghambat pertumbuhan. Berdasarkan pendapat umum, Pulau Jawa memiliki dua musim, hujan dan kemarau, namun tiap-tiap musim memiliki tipe yang berbeda apakah itu normal, kering atau basah. Jadi musim hujan dapat memiliki tipe hujan-normal, hujankering, dan hujan-basah. Begitu juga pada musim kemarau. (Sudjono, 1963) menyatakan kriteria kekeringan menjadi 4 yang dilihat dari kriteria periode masa kering yaitu curah hujan kurang dari 60 mm per bulan sebagai periode masa kering, periode musim kemarau yaitu curah hujan bulan Mei-Oktober dengan nilai 100 mm per bulan, periode musim hujan yaitu curah hujan bulan November-April dengan nilai 100 mm per bulan, dan kriteria periode
I-5
tahunan. Pembatasan oleh Sudjono ini sangat fleksibel tergantung dari daerah yang diamati dan besar curah hujan yang dicatat di daerah pengamatan. Tabel 1. Data Stasiun Pengamatan Curah Hujan Bulan\Stasiun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
Asembagus 198 170 165 93 79 28 24 8 4 12 51 145
D.Praadjekan 377 284 295 126 102 49 31 9 11 44 138 265
Berdasarkan tabel 1 dan pengelompokan kriteria kekeringan dari Sudjono, maka periode masa kering untuk kedua stasiun hanya berlangsung selama 5 bulan untuk stasiun D.Praadjekan, dan 6 bulan untuk stasiun Asembagus, untuk periode musim kemarau bulan Mei-Oktober Stasiun Asembagus tergolong kepada musim kemarau-kering hingga akhir musim, dan musim kemarau-normal untuk stasiun D.Praadjekan. Untuk periode musim hujan bulan November-April stasiun Asembagus tergolong kepada hujan-normal sedangkan stasiun D.Praadjekan tergolong hujan-basah. Banyak definisi mengenai pengertian daerah kering, daerah beriklim kering yang dimaksud dalam tulisan ini adalah daerah dengan curah hujan yang tidak cukup untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan tanaman (McIntosh, 1972), menurut (Warwick R.A 1975) kekeringan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan air yang berdampak terhadap flora, fauna, dan manusia pada luas wilayah tertentu. Secara meteorologi definisi kekeringan adalah suatu jangka waktu dari cuaca kering yang tidak normal yang berlangsung cukup lama untuk menghasilkan ketidakseimbangan hidrologi pada daerah yang diamati (Huschke, R.E, ed., 1959), Kekeringan dapat terjadi di daerah yang curah hujannya banyak.
I-6
1.5.2 Daerah Pertanian Curah hujan di daerah tropis memiliki variasi yang cukup besar, sehingga dapat menjadi salah satu penentu tipe iklim di suatu wilayah. Terlalu banyak air akan merusak tanaman padi, sedangkan kekurangan air pada musim tumbuh padi akan menyebabkan kematian bagi tanaman padi. Dalam membahas kebutuhan air di daerah pertanian, terdapat 3 parameter utama yaitu : tanaman, tanah dan iklim. Hubungan yang terdapat antara ketiga parameter ini sangatlah rumit karena melibatkan mekanisme alamiah lainnya seperti : fisiologis, biologis, fisis dan kimia. (Suriadikusumah, 1993).
1.5.3 Klasifikasi Iklim Iklim adalah perpaduan dari semua unsur dalam satu gabungan yang berasal dari proses iklim terkait. Faktor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim. Akan tetapi kriteria yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri. Klasifikasi iklim di Indonesia menggunakan metode, Koeppen dan Thornthwaite yang mengklasifikasikan iklim berdasarkan dua unsur iklim, yaitu curah hujan dan
suhu,
Sedangkan
metode,
Schmidt-Fergusson
dan
Oldeman
mengklasifikasikan iklim berdasarkan satu unsur iklim saja yaitu curah hujan (T.H.K Bayong dalam Zulfakriza, 2004). Dalam penelitian ini digunakan metode Oldeman yang lebih menekankan penggunaannya terhadap bidang pertanian.
1.5.4 Metode Oldeman Metode ini berhubungan dengan pertanian. dan berdasarkan klasifikasi SchmidtFergusson yang menitik beratkan kepada kelengasan tanah (1967-1976) (T.H.K Bayong, 1999) daerah Jawa Timur termasuk zona D dan zona C. Klasifikasi iklim
I-7
ini menyatakan bahwa daerah Jawa Timur terutama di pesisir utara memiliki karakteristik iklim daerah kering. Oldeman yang menitik beratkan kepada pertanian menyarankan untuk menggunakan akumulasi curah hujan sebesar 75 mm per bulan untuk tanaman Palawija, dan 200 mm per bulan untuk tanaman Padi (Oldeman dalam Prihanarko, 1995).
1.5.5 Karakteristik Curah Hujan Karakteristik curah hujan meliputi hal-hal yang menyangkut distribusi (tahunan, musiman, bulanan, atau harian, intensitas, lamanya hujan, maupun frekuensi hari hujan (Nieuwolt, 1997). Sedangkan menurut Odumodu (1983) mengemukakan bahwa didaerah tropis curah hujan merupakan faktor yang menentukan karena kebanyakan produksi pertanian diproduksi dari pertanian lahan kering, dimana air yang diperlukan berasal dari curah hujan, sehingga karakteristik curah hujan merupakan faktor yang perlu diperhatikan terutama dalam hubungannya dengan studi tanaman. Disamping itu diantara faktor-faktor iklim curah hujan merupakan faktor yang paling fluktuatif menurut ruang dan waktu, sehingga apabila karakteristik curah hujan disuatu wilayah dapat diperkirakan, maka kegiatan pertanian akan lebih berhasil. Sosrodarsono dan Takeda (1978) mengemukakan pentingnya distribusi curah hujan dalam penyusunan rencana pembangunan dibidang pertanian, karena interpretasi statistik dari distribusi curah hujan, dapat digunakan untuk menentukan prospek pemanfaatan air dikemudian hari. Selanjutnya dikemukakan walaupun karakteristik curah hujan dapat dilihat disuatu titik tertentu (curah hujan menurut satu stasiun curah hujan), tetapi ditekankan bahwa untuk menyusunan suatu rancangan pemanfaatan air disuatu wilayah maka karakteristik curah hujan harus dilihat sebagai suatu keseluruhan wilayah yang bersangkutan, bukan hanya
I-8
pada suatu titik tertentu. Oleh sebab itu dikenal istilah curah hujan wilayah, yang dapat diperkirakan dengan berbagai metode dari beberapa titik pengamatan curah hujan (stasiun penangkar hujan). Curah Hujan di Indonesia khususnya Jawa timur memiliki pola dua maksimal dan satu minimal, pola itu dipengaruhi oleh dua fenomena Monsun yaitu monsun timur laut yang bersifat basah pada periode November-Maret, dan monsun tenggara yang bersifat kering pada periode Mei-September (Susanto, Aldrian, 2003) seperti terlihat pada gambar berikut,
Gambar 3. Karakteristik Curah Hujan di Jawa timur (Sumber : Susanto, Aldrian, 2003)
Gambar 4. Pola Curah Hujan Wilayah A di Indonesia (Sumber : Susanto, Aldrian, 2003)
I-9
1.6 Sistematika Pembahasan Tugas akhir ini akan dibahas kedalam urutan sebagai berikut : Bab I Pendahuluan, menerangkan latar belakang masalah, tujuan penelitian, pernyataan dan batasan masalah, hipotesis, kajian pustaka, serta sistematika pembahasan. Bab II Teori Dasar, membahas teori-teori dasar meteorologi yang bersangkutan dengan pembahasan dalam tugas akhir, khususnya implementasi karakteristik curah hujan dan evaporasi untuk pertanian di daerah beriklim kering di Jawa timur. Bab III Data dan Metodologi membahas data yang digunakan dan metoda apa saja yang digunakan dalam tugas akhir ini, untuk mencapai hasil yang diharapkan. Bab IV Pembahasan dan Analisa membahas intepretasi dari hasil pengolahan data yang diperoleh berdasarkan teori dasar, tujuan, dan aspek meteorologi. Bab V Kesimpulan membahas mengenai tujuan yang diinginkan dari pengolahan data yang di lakukan. Daftar Pustaka, berisi pustaka-pustaka yang digunakan dalam tugas akhir ini. Lampiran berisi gambar-gambar yang dihasilkan, juga tabel, grafik, dan peta yang digunakan dalam tugas akhir ini.
I-10