BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pada
dasarnya
pendidikan
matematika
dituntut
harus
mampu
mengembangkan kemampuan berfikir yang dilandaskan pada kaidah-kaidah komunikasi, baik secara lisan maupun tulisan sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika. Menurut Nation Council Teachers of Mathematics (2000), terdapat lima standar pokok dalam pembelajaran matematika yaitu: belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasioning), belajar untuk memecahkan masalah matematika (problem solving), belajar untuk mengaitkan ide matematika (mathematical connection), dan pembentukan sikap positif siswa terhadap matematika (positif attitude toward math). Saat ini prestasi dan hasil belajar matematika siswa masih menjadi suatu permasalahan yang sering dibicarakan oleh para orang tua maupun guru matematika itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian Saragih (2007) menyatakan bahwa pada beberapa provinsi di Indonesia hasil tes matematika masih rendah, khusunya pada soal cerita matematika (aplikasi matematika). Selain itu Saragih mengungkapkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam kemampuan mengajukan argumentasi serta menentukan penulisan pola dan penggunaan bentuk umumnya. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah. Hal senada juga diungkapkan oleh Latifah (2011) yang menyatakan bahwa kebanyakan guru matematika hanya menekankan pada penguasaan materi semata dan lebih banyak menjalankan komunikasi satu arah dengan siswanya (teacher centered) sehingga siswa kurang aktif dalam menyampaikan ide-ide mereka. Penumpukan informasi dari guru matematika tersebut menjadikan gaya belajar siswa cendrung menghafal. Selain itu, Latifah mengungkapkan bahwa kebanyakan dari guru matematika yang lebih mengutamakan hasil dari pada proses yang dilakukan oleh siswa. Hal ini menyebabkan proses penyampaian ide-ide matematika dalam 1
menyelesaiakan suatu permasalahan, urutan penyelesaian masalah, serta penggunaan simbol-simbol untuk menyelesaiakan masalah itu menjadi terabaikan. Permasalahan secara khusus mengenai kemampuan komunikasi matematis siswa juga didapatkan oleh peneliti setelah melakukan observasi di SMP Muhammadiyah 8 Batu. Berdasarkan pada hasil observasi yang dilakukan di SMP Muhammadiyah 8 Batu pada tanggal 20 Agustus 2014, diperoleh beberapa fakta sekaligus sebagai informasi dalam pembelajaran matematika khususnya di kelas VIII bahwa secara umum siswa mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi matematis baik secara tertulis maupun lisan. Dalam hal kemampuan komunikasi matematis secara tertulis, siswa mengalami kesulitan dalam menuangkan ide matematika ke dalam bentuk tulisan, membuat model matematika tertulis dari soal cerita yang diberikan oleh guru, penggunaan simbol-simbol matematika yang benar, serta kesulitan dalam membuat aturan penyelesaian masalah yang sistematis. Dalam hal kemampuan komunikasi matematis secara lisan, siswa mengalami kesulitan dalam membaca presentasi matematika tertulis, siswa kesulitan dalam menjelaskan ide matematika pada saat diskusi kelompok maupun pada saat pembahasan bersama, siswa kesulitan dalam menyampaikan argumentasi serta tanggapannya pada saat diskusi kelompok dan terutama pada saat salah satu kelompok mempresentasikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas. Dari beberapa fakta tersebut dapat didindikasikan bahwa siswa masih mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi matematis secara tertulis maupun secara lisan. Jika ditinjau berdasarkan lima standar pokok pembelajaran matematika, maka dalam pembelajaran matematika siswa seharusnya akan mendapatkan kemampuan yang baik dalam berkomunikasi matematika, kemampuan dalam menyelesaikan masalah, kemampuan dalam bernalar, kemampuan dalam mengkoneksi, serta memiliki sikap positif terhadap pemebelajaran matematika. Namun, jika melihat kembali hasil observasi di SMP Muhammadiyah 8 Batu, maka tentu hal ini menjadi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh tujuan pokok pembelajaran matematika tersebut khusunya dalam hal ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. 2
Hal ini jelas menjadi masalah karena apa yang seharusnya didapatkan siswa di dalam pembelajaran tidak sesuai dengan apa yang mereka dapatkan di dalam kelas. Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Melalui kemampuan komunikasi matematis ini siswa dapat mengembangkan pemahaman matematika bila menggunakan bahasa matematika yang benar untuk menulis tentang matematika, mengklarifikasi ide-ide dan belajar membuat argumen serta merepresentasikan ideide matematika secara lisan, gambar dan simbol (Armiati, 2009). Kemampuan komunikasi matematis perlu dilatihkan kepada peserta didik di sekolah, karena pembelajaran matematika akan lebih bermakna dengan adanya penekanan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan kehidupan sehari- hari atau disiplin ilmu lain (Hariwijaya, 2009). Selain itu, Hariwijaya (2009) menjelaskan bahwa kemampuan komunikasi sangat diperlukan untuk merunutkan dan menjabarkan kontruksi solusi hasil analisis atau penjabaran logis dari permasalahan matematika yang timbul. Baroody (dalam Ansari, 2009) mengungkapkan bahwa sedikitnya ada dua alasan penting mengapa komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di sekolah, Pertama, matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan tetapi matematika juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas, Kedua, sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika di sekolah, matematika juga sebagai wahana interaksi antar pesrtta didik dan juga sebagai sarana komunikasi pesrta didik dan guru. Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa dibutuhkan indikator-indikator yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa. Dengan indikator-indikator tersebut para guru atau peneliti dapat lebih mudah mengamati serta mengukur kemampuan komunikasi siswa. National Council of Teacher of Mathematics (2000) mengemukakan beberapa 3
indikator-indikator komunikasi matematis dimana kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari: (1) kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual, (2) kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual lainnya, (3) kemampuan dalam
menggunakan
istilah-istilah,
notasi-notasi
matematika
dan
struktur-
strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa tentunya disebabkan oleh beberapa hal. Untuk melihat apa penyebab tersebut, maka salah satu yang perlu dicermati adalah proses pelaksanaan pembelajaran. Dalam hal ini guru memiliki peran penting dalam mempersiapkan pembelajaran yang dapat menggali kemampuan siswa untuk berkomunikasi matematis secara maksimal. Seorang guru harus cermat dalam menentukan sekaligus menggunakan pendekatan, model, maupun metode pembelajaran yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu, selain pemilihan model atau metode pembelajaran, maka pemilihan pendekatan pemebelajaran juga menjadi hal yang penting dalam mengarahkan siswa untuk mencapai lima kemampuan dasar dalam pembelajaran matematika khususnya dalam hal ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Menurut Darkasyi (2014), pendekatan pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah untuk memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide-idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran yang sering digunakan oleh para guru dalam pembelajaran matematika dan dianggap dapat melatih kemampuan komunikasi matematis siswa, antara lain seperti pendekatan pembelajaran problem solving, pendekatan pembelajaran problem possing, pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), pendekatan pembelajaran Quantum 4
Learning, dan sebagainya. Namun, pendekatan pembelajaran problem solving khususnya model SSCS (search, solve, create, and share) dianggap dapat memberi lebih banyak waktu kepada siswa untuk melatih kemampuan komunkasi matematis siswa baik komunikasi matematis secara tertulis maupun tulisan. Menurut Warmini (2012), problem solving model SSCS (Search, Solve, Create, and Share) merupakan sebuah
pembelajaran
yang terpusat
pada
pebelajar
yang didesain
untuk
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan meningkatkan pemahaman konsep ilmu dan melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat siswa untuk bertanya dan berargumentasi serta memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari . Oleh karena itu, dengan pendekatan pembelajaran ini akan lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktifitas dalam menyelesaikan masalah serta berinterakasi kepada guru dan siswa sehingga dapat melatih kemampuan komunikasi matematis secara tertulis maupun secara lisan. Secara umum Model SSCS ini terdiri dari 4 fase, yaitu fase mendefinisikan masalah (Search), fase mendesain solusi (Solve), fase memformulasikan hasil (Create) dan fase mengkomunikasikan hasil (Share) (Raehanah, 2012). Pada fase search, diharapkan siswa mampu untuk merumuskan suatu masalah dalam matematika dan mereka juga dibantu untuk menghubungkan konsep-konsep yang terkandung dalam permasalahan tersebut dengan konsep- konsep pengetahuan yang lalu ataupun pengetahuan lain yang relevan. Pada fase solve, peserta didik diharuskan untuk dapat menghasilkan dan menerapkan rencana mereka untuk memperoleh suatu jawaban. Pada fase create, peserta didik diharuskan untuk dapat menghasilkan jawaban dari permasalahan yang telah dirumuskan dalam bentuk produk,
dan
pada
fase
share,
peserta
didik
diharuskan
untuk
dapat
mengkomunikasikan jawaban terhadap permasalahan atau jawaban pertanyaan (Rahmi, 2011). Melaui setiap tahapan dalam pendekatan ini siswa bekerja secara sistematis dan terarah sehingga dapat melatih kemampuan komunikasi matematis mereka. Pada tahap search, solve, dan create siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis tertulis mereka, sedangkan pada tahap share pada 5
pendekatan ini siswa dilatih untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis secara lisan. Dengan demikian, praktis melalui pendekatan problem solving model SSCS ini guru dapat mengaktifkan siswa untuk dapat belajar bermakna dan dapat melatih kemampuan komunikasi matematis mereka. Pada dasarnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan maka seorang guru memerlukan perencanaan pembelajaran, penerapan pembelajaran, dan evaluasi. Di dalam rencana pembelajaran terdapat unsur penting yaitu materi ajar, cara belajar yang termasuk di dalamnya adalah sebuah pendekatan pembelajaran, dan sumber belajar. Sehingga pada tahap perencanaan ini guru menentukan apa saja yang akan dilakukan dan akan dipenuhi guna mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Selanjutnya pada tahap penerapan pembelajaran seorang guru menerapkan apa yang sudah direncanakan dalam perencanaan pembelajaran, sehingga tahap ini menjadi inti dari pembelajaran sebab seorang akan guru terlibat langsung dengan siswa, serta terlibat langsung dengan cara belajar yang direncanakan dalam hal ini dengan menggunakan pendekatan problem solving model SSCS. Tahap evaluasi digunakan untuk melihat kembali dan menilai kebarhasilan pembelajaran yang sudah berlangsung sebelumnya. Keberhasilan seorang guru dalam mengajar juga ditentukan oleh kesesuaian apa yang sudah direncanakan dengan penerapannya di dalam kelas. Oleh sebab itu, pada penelitian ini langkah penerapan dianggap sebagai bagian penting dalam upaya implementasi pendekatan pembelajaran yang akan digunakan yakni pendekatan problem solving model SSCS. Berdasarkan pada permasalahan dan uraian diatas, maka penulis tertarik mengambil judul “Penerapan Pendekatan Problem Solving Model SSCS (Search, Solve, Create, and Share) dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa di SMP Muhammadiyah 8 Batu”. Dengan diterapkannya pendekatan ini maka diharapkan dapat melatih dan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa baik secara tertulis maupun secara lisan, serta dapat menjadikan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas menjadi lebih bermakna.
6
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan hasil observasi di SMP Muhammdiyah 8 Batu, maka kesimpulan
yang dapat ditarik adalah adanya kesulitan siswa dalam melakukan komunikasi matematis secara tertulis dan secara lisan. Selain itu, pembelajaran yang berlangsung dikelas masih bersifat masih bersifat satu arah (teacher oriented learning) sehingga dapat diyakini bahwa pembelajaran seperti itu belum dapat melatih kemampuan komunikasi matematis siswa, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu sangat perlu suatu penerapan pembelajaran yang membuat siswa menjadi aktif serta dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa baik komunikasi matematis tertulis sekaligus komunikasi matematis lisan secara bersamaan. Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : a. Bagaimana penerapan pendekatan Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create and Share) dalam pembelajaran matematika? b. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa pada penerapan pendekatan Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create and Share) ? 1.3
Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini digunakan agar tidak terjadi
kesalahpahaman dalam penegasan istilah yang digunakan, serta digunakan agar dapat memberikan informasi mengenai batasan terhadap apa saja yang akan diteliti. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi kelas VIII yang akan disesuaikan dan mendukung tujuan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan. Dalam hal ini adalah “Persamaan Garis Lurus” b. Kemampuan komunikasi yang diteliti adalah kemampuan komunikasi matematis secara tertulis dan komunikasi matematis secara lisan. c. Penerapan pendekatan problem solving model SSCS (search, solve, create and share) akan ditinjau dari aktivitas siswa
7
1.4
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan: a.
Penerapan pendekatan Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create and Share) dalam pembelajaran matematika.
b.
Kemampuan komunikasi matematis siswa dalam penerapan pendekatan Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create and Share).
1.5
Manfaat Penelitian. Manfaat penelitian dapat berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat
teoritis yaitu menggambarkan sumbangan hasil penelitian terhadap pengembangan teori tertentu, kemanfaatan praktis terkait dengan kemanfaatan hasil penelitian dalam praktik pembelajaran, meliputi kemanfaatan bagi siswa, guru, sekolah dan peneliti. Manfaat teoritis dan praktis yang diperoleh sebagai berikut: a. Manfaat Teoritis, Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran matematika, serta dapat digunakan sebagai informasi jika memungkinkan adanya penelitian lain. b. Manfaat Praktis, Memberikan informasi pada guru mata pelajaran matematika untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran problem solving model SSCS (search, solve, create and share) sebagai salah satu alternatif menarik dan upaya untuk mengaktifkan siswa guna melatih dan membangun kemampuan komunikasi matematis siswa.
1.6
Definisi Operasional. Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam mengartikan istilah yang
digunakan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan penjelasan istilah-istilah pokok sebagai berikut : a. Pendekatan pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya sesuatu 8
proses yang sifatnya masih umum, yang didalamnya mewadahi, menginsfirasi, menguatkan, serta melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. b. Problem Solving merupakan pilihan yang diambil seorang guru dalam melaksanakan
pembelajaran
untuk
mencapai
pemahaman
konsep
yang
memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan penalaran siswa yang telah dimiliki untuk dapat memcahkan masalah yang diberikan. c. SSCS (Search, Solve, Create, and Share) merupakan empat tahapan pembelajaran yang akan dilalui oleh siswa mulai dari tahap mengidentifikasi masalah (search), mendesain
solusi
(solve),
mengkonstruksi
masalah
(create),
dan
mengkomunikasikan hasil (share). d. Pendekatan Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create, and Share) merupakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang didesain untuk
mengembangkan
keterampilan
berpikir
kritis
dan
meningkatkan
pemahaman konsep ilmu dan melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat siswa untuk bertanya dan berargumentasi serta memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari serta lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk beraktifitas dalam menyelesaikan masalah dan berinterakasi kepada guru dan siswa sehingga dapat melatih kemampuan komunikasi matematis baik tertulis maupun lisan. e. Kemampuan komunikasi matematis siswa secara tertulis adalah kemampuan siswa dalam mengapresiasikan ide-ide matematik secara tertulis yang diukur dari dapat menggambarkan situasi masalah pada soal dalam bentuk gambar, dapat menuliskan model matematika dengan menggunakan simbol secara tepat serta dapat menarik kesimpulan dari suatu penyelesaian. f. Kemampuan komunikasi matematis siswa secara lisan adalah kemampuan siswa dalam mengapresiasikan ide-ide matematik melalui verbal yang diukur dari dapat menjelaskan situasi masalah pada soal, dapat menjelaskan model matematika dengan menggunakan simbol secara tepat serta dapat menarik kesimpulan dari suatu penyelesaian. 9
1.7
Kerangka Konseptual. Pembelajaran matematika merupakan kegiatan pendidikan yang mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, dan merumuskan sebagai kendaraan
siswa
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran.
Pembelajaran
matematika sekolah (SMP) tetap memiliki ciri – ciri yang dimiliki matematika, yaitu memiliki objek kejadian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten. Pembelajaran matematika seekolah (SMP) harus dibelajarkan kepada siswa dan bukan hanya diajarkan, karena dengan dibelajarkan siswa akan mendominasi kegiatan pembelajaran matematika sehingga setiap siswa dapat aktif dan memiliki banyak waktu untuk mengembangkan dirinya. Dengan dibelajarkan, maka siswa akan mendapatkan perubahan penrgetahuan dan tingkah laku yang terus berkembang. Dalam proses mewujudkan hal tersebut maka dirumuskan beberapa tujuan dalam pembelajaran matematika yang harus dicapai yaitu dalam hal ini adalah kemampuan komunikasi matematis. Untuk dapat mencapai kemampuan tersebut maka diperlukan sebuah rencana pembelajaran. Di dalam suatu rencana pembelajaran terdapat beberapa unsur penting lainnya yaitu materi, cara, dan sumber belajar. Cara dalam pelaksanaaan proses pembelajaran mencakup pendekatan pembelajaran yang akan digunakan. Pendekatan pembelajaran merupakan suatu pilihan seorang guru dalam menjalankan proses pembelajaran agar menjadi sesuai dengan kondisi siswa dan dapat bermakna, didalamnya terdapat metode dan strategi pembelajaran
yang
digunakan
untuk
efektifitas
tercapainya
tujuan
pembelajaran. Pada penelitian ini, cara dalam pelaksanaan pembelajaran yang digunakan adalah dengan menerapkan pendekatan pembelajaran Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create, and Share). Untuk dapat menggunakan cara tersebut maka dilakukan langkah implementasi dari perencanaan pembelajaran tersebut. Langkah implementasi dalam hal ini adalah 10
dengan melaksanakan penerapan pembelajaran matematika dengan pendekatan Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create, and Share) yang diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Setelah dilaksanakan penerapan pembelajaran dengan pendekatan Problem Solving model SSCS (Search, Solve, Create, and Share) ini, maka tahap selanjutnya adalah evaluasi. Tahap evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan kemampuan komunikasi matematis siswa sehingga tujuan pokok pada pembelajaran matematika dapat tercapai. Evaluasi ini juga digunakan untuk menentukan berhasil atau tidaknya suatu pendekatan yang digunakan yang dalam hal ini adalah pendektan problem solving model SSCS (Search, Solve, Create, and Share). Kerangka konseptual digunakan untuk menggambarkan tahapan/alur teori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Berikut akan disajikan kerangka konseptual dalam penelitian ini.
11
Pembelajaran Matematika SMP
Tujuan Pembelajaran Matematika SMP
Rencana Pembelajaran Matematika Materi Problem Solving model SSCS (search, solve, create, and share)
Cara Sumber
Keterlaksanaan
Implementasi
Kemampuan Komunikasi Matematis
Evaluasi
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
12