BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Udang galah (Macrobrachium rosenbergii de Man) merupakan salah satu
komoditas perikanan air tawar yang sangat potensial, karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal ini terlihat dari kecenderungan meningkatnya harga udang galah di pasaran domestik maupun internasional. Pada tahun 2003 harga udang galah ukuran konsumsi (size 30-35 ekor/kg) Rp. 33.000. Sedangkan pada bulan Januari 2009 naik menjadi Rp. 52.000/kg (size 30 ekor/kg) (Herdiana 2009). Salah satu penyebab timbulnya penyakit adalah akibat rusaknya lingkungan tambak sebagai akibat dari pencemaran internal tambak. Bahan organik ini bersumber dari kotoran udang dan ikan, feses yang tidak terurai serta adanya organisme yang mati adalah sumber pencemaran. Optimalisasi cara pemberian pakan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap besarnya limbah yang dihasilkan melalui residu dan bahan yang dicerna (Smith 2003). Hasil penelitian yang dilakukan Pusat Penelitian Budidaya Udang di Probolinggo menunjukkan bahwa udang yang terserang bakteri patogen disertai kematian massal maupun parsial, selalu ditemukan bakteri dari golongan Vibrio spp dalam jumlah cukup banyak yaitu V. alginoloiticus dan Vibrio harveyi masing-masing dengan kepadatan 105 sel/ml dan 102 sel/ml, baik di kolam budidaya maupun dalam hepatopankreas udang (Agus 2003). Faktor abiotik yang mempengaruhi aktifitas dan pertumbuhan bakteri tersebut adalah faktor fisik yaitu suhu, osmose, cahaya dan radiasi, serta faktor kimia yang mencakup pH, salinitas, bahan organik dan zat-zat kimia (Holt 1979). Jenis bakteri penyerang udang dapat tumbuh dengan baik pada medium mineral yang mengandung D-glukosa dan NH4Cl (Bauman, dkk 1984). Penyakit pada udang diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme patogen seperti parasit, jamur, bakteri dan virus yang dapat menular dari satu inang ke inang lainnya melalui air, sentuhan langsung antar inang perantara,
1
2
peralatan dan aktifitas manusia (Rodriguez dan Lee Moullac 2000). Penyakit non infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan non patogen seperti nutrisi, racun dan penanganan (Murdjani 2002). Penyakit yang sering menyerang udang baik di pembenihan maupun pembesaran adalah vibriosis. Penyakit vibriosis dapat menyebabkan kerugian akibat kematian yang ditimbulkannya. Penyakit tersebut biasanya disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Penyakit yang diakibatkan Vibrio harveyi bersifat sangat akut dan ganas karena dapat mematikan populasi benih udang yang terserang dalam waktu 1 sampai 3 hari sejak awal dampak (Rukyani et al. 1992). Nimba (Azadirachta indica A. Juss) merupakan salah satu alternatif tumbuhan yang daat digunakan sebagai obat alami. Senyawa aktif yang terkandung pada tanaman nimba seperti flavonoid dan kandungan minyak atsiri diketahui dapat menghambat aktifitas makan dan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serangga (Sukrasno 2003). Bahan aktif nimba bersifat toksik pada bakteri dan virus. Kontak langsung ekstrak nimba dengan bakteri Vibrio harveyi memiliki efek mematikan, karena bahan aktif nimba yaitu flavonoid yang bersifat toksik tersebut merusak atau mengganggu membran sel sehingga mengakibatkan membran sel bakteri Vibrio harveyi menjadi pecah (Gilman et al. 1991). Daya kerja ekstrak ini dapat bekerja secara maksimal dengan konsentrasi tertentu tanpa harus membutuhkan waktu yang lama jika dibandingkan dengan pengobatan dengan menggunakan bahan kimia.
1.2
Perumusan Masalah Faktor lingkungan budidaya udang galah sangat berpengaruh langsung
terhadap keberhasilan budidaya udang galah. Faktor lingkungan diantaranya kebutuhan air baku yang bagus untuk pertumbuhan udang galah. Air sebagai sarana
3
hidup udang dapat menjadi sumber masuknya bibit penyakit yang mengancam keberhasilan budidaya udang galah. Bakteri Vibrio harveyi yang sering menyerang udang pada fase larva dapat sangat berpengaruh dalam tingkat kelangsungan hidup udang pada fase selanjutnya. Penanganan dalam mengatasi berjangkitnya bakteri Vibrio harveyi pada udang galah sangat penting dilakukan maka inovasi yang dilakukan adalah penambahan ekstrak tepung daun nimba dalam formulasi pakan untuk meningkatkan ketahanan udang galah terhadap bakteri Vibrio harvey. Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini adalah : a. Apakah penambahan ekstrak daun nimba dapat meningkatkan ketahanan udang galah terhadap serangan bakteri Vibrio harveyi ? b. Berapakah dosis yang optimum dalam pemberian ekstrak daun nimba ke dalam pakan udang galah ? 1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas penambahan
ekstrak daun nimba kedalam pakan dalam peningkatan ketahanan udang galah terhadap serangan bakteri Vibrio harveyi. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah menghasilkan inovasi menjadi acuan untuk petani
udang galah, yaitu memformulasi pakan udang
berbasis
herbal
yang
ramah
lingkungan. 1.5
Kerangka Pemikiran
Munculnya penyakit merupakan akibat adanya interaksi antara agen penyebab penyakit, inang dan lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan dapat menjadi penyebab munculnya penyakit, karena pada saat lingkungan memburuk, seperti adanya fluktuasi kualitas air secara ekstrim menyebabkan udang mudah stress dan akibatnya
4
rentan terhadap penyakit, serta dapat mengakibatkan kematian atau penurunan sintasan (Tidwell 1998). Selain penggunaan antibiotik untuk menanggulangi penyakit vibriosis juga telah dilarang karena dapat menyebabkan resistensi bakteri terhadap antibiotik, perlu alternatif lain yang aman dan tidak memiliki dampak negatif dalam menanggulangi penyakit vibriosis pada udang, khususnya udang galah (Sukadi et al. 2006). Dalam usaha mengendalikan penyakit, tindakan pencegahan akan lebih baik daripada pengobatan. Beberapa strategi penanggulangan dan pengendalian penyakit ini menurut Rukyani (1992) dapat dilakukan melalui usaha pencegahan secara dini yaitu pembebasan agen patogen dari reservoir air, pakan, induk, peralatan dan manusia. Usaha pengendalian secara terpadu dapat dilakukan dengan usaha sanitasi, pengobatan dan monitoring lapangan. Pencegahan penyakit melalui pakan dapat dilakukan dengan memberikan imunomodulator yang mampu meningkatkan pertahanan non spesifik dan menyediakan
resistensi
terhadap
mikroorganisme
patogen.
Penelitian
yang
menggunakan ekstrak tanaman yang ditambahkan kedalam pakan pada budidaya udang masih sangat sedikit. Citarasu et al. (2006) telah meneliti penambahan ekstrak metanol campuran dari lima jenis tanaman obat (Cyanodon dactylon, Eagle marmelos, Tinospora corditolia, Picrorizha kuroa dan Eclipta alba) untuk meningkatkan imunitas udang windu terhadap WSSV. Hasil penelitian menunjukan setelah 25 hari pemberian pakan yang ditambahkan ekstrak sebanyak 800mg/kg pakan secara signifikan mampu meningkatkan kelangsungan hidup terhadap uji tantang WSSV. Dampak dari pemberian pakan yang ditambahkan ekstrak adalah peningkatan aspek imunologis dan haemotologis. Penelitian serupa akan diujicoba terhadap udang galah dengan memanfaatkan ekstrak daun nimba untuk meningkatkan ketahanan melalui penambahan pada pakan yang diberikan pada udang. Penelitian mengenai peningkatan ketahanan pada udang galah belum ada sebelumnya sehingga perlu dilakukan penelusuran terhadap uji LC50 48 jam dan uji zona bening. Uji LC50 48 jam berfungsi untuk mendapatkan batas
5
konsentrasi yang aman bagi udang galah, sedangkan uji zona bening untuk membuktikan bahwa terdapat kandungan antibakteri khususnya terhadap Vibrio harveyi dalam ekstrak daun nimba. Dalam penelitian Lapu (2007), ekstrak etanol daun nimba konsentrasi 0,0%; 0,7%; 0,1%; 0,3%; 0,6%; dan 1,2% diujikan toksisitasnya terhadap larva udang windu. Nilai LC50 yang diperoleh lebih kecil daripada konsentrasi ekstrak terkecil yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri V. alginolyticus, maka etanol daun nimba tidak dapat langsung digunakan untuk menanggulangi pertumbuhan bakteri di tambak udang. Menurut Biswas dkk (2002) daun nimba ini memiliki fungsi sebagai antibakterial, antimalarial, antioksidan, imunostimulan, antiulcer, serta antifertility. Imunomodulator pada ekstrak daun nimba dapat meningkatkan ketahanan pada udang. Konsentrasi yang tepat sangat diperlukan dalam penelitian ini, karena konsentrasi yang berlebihan dapat mengakibatkan larva udang mati, sedangkan konsentrasi yang terlalu rendah tidak akan memberi pengaruh terhadap penularan bakteri Vibrio harveyi. Selain itu juga waktu pemberian pakan yang dicampur dengan tepung atau ekstrak daun nimba perlu diperhatikan karena dapat berpengaruh terhadap daya serap tubuh udang terhadap zat aktif yang ada pada daun nimba untuk mencegah penularan bakteri Vibrio harveyi tersebut. Pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan diperoleh hasil uji zona hambat dari ekstrak daun nimba terhadap bakteri Vibrio harveyi terbesar yaitu 11,32 mm pada konsentrasi 100.000 ppm, kemudian 12,70 mm pada konsentrasi 10 ppm, 9,97 mm pada konsentrasi 10.000 ppm, 9,47 mm pada konsentrasi 100 ppm dan 8,80 mm pada konsentrasi 1.000 ppm (Lampiran 1). Hal tersebut membuktikan bahwa ekstrak daun Nimba memiliki zat anti bakteri khususnya terhadap bakteri Vibrio harveyi. Hasil
uji
LC5048 didapatkan
konsentrasi
sebesar
177
ppm
yang
mengindikasikan mortalitas hewan uji sebanyak 50% dari jumlah total selama 48 jam
6
(Lampiran 2). Hal tersebut membuktikan bahwa konsentrasi diatas 177 ppm dapat menyebabkan kematian pada udang galah. 1.6
Hipotesis Ekstrak daun nimba dapat mengurangi potensi menularnya bakteri Vibrio
harveyi pada benih udang galah dengan cara meningkatkan ketahanan dengan memberi pakan yang ditambahkan dengan ekstrak daun nimba dengan konsentrasi sebesar 90 ppm.