BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan pelajaran tentang perhitungan-perhitungan yang memberikan hasil yang pasti dan tunggal. Kenyataannya bahwa pelajaran matematika diberikan disemua sekolah baik dari jenjang dasar maupun pendidikan menengah (Soedjadi, 2000). Matematika suatu ilmu yang bersifat abstrak, sehingga anggapan bahwa Matematika merupakan salah satu pelajaran yang menjadi momok bagi para siswa sampai saat ini masih terus terjadi. Faktor penyebab rendahnya prestasi belajar Matematika diantaranya adalah keterbatasan guru dalam pengelolaan pembelajaran matematika, sehingga siswa tidak mencapai kompetensi secara optimal. Suatu persoalan di dalam pembelajaran matematika adalah bagaimana meningkatkan kemampuan pengembangan konseptual siswa. Pandangan berdampingan
kontruktivisme
dalam
proses
piaget
dan
pembelajaran
Vygotsky
konturktivisme.
dapat
berjalan
Piaget
yang
menekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang dihadapi dan pengalaman yang dimiliki orang tersebut. Sedangkan kontrutivisme Vygotsky menekankan pada iteraksi sosial dan melakukan kontruksi pengetahuan dari lingkungan sosialnya. Berkaitan dengan penjelasan piaget dan vygotsky, para kontruktivis menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya melalui pembentukan kelompok belajar, dan siswa diberikan kesempatan secara aktif untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan kepada temannya. Peran guru adalah mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik (Seran dkk, 2009). Salah satu prinsip paling penting dari psikologi pendidikan adalah guru tidak dapat hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri (Nur, 2002).
1
Hasil observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 4 Juli 2014 di kelas VIII B SMP Negeri 01 Rengel, diketahui bahwa aktifitas dalam pemberajaran masih terkesan pasif. Terlihat ketika guru menjelaskan dan memberikan latihan soal mereka tak satupun yang mau bertanya dan maju kedepan untuk mengerjakan soal latihan sehingga menimbulkan pembelajaran tersebut kurang efektif. Beberapa siswa bahkan terlihat enggan menyelesaikan masalah yang mereka anggap sulit, sehingga mereka hanya mengandalkan jawaban teman lain atau menunggu penjelasan dari guru tanpa berusaha untuk menemukan sendiri solusi dari permasalahan yang mereka hadapi. Hasil observasi kepada siswa dari 30 siswa, beberapa siswa lebih menyenangi sistem belajar yang tidak terlalu fokus hanya kepada guru yang ceramah mereka lebih senang jika dilibatkan dalam proses belajar. Salah satu model pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa yaitu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar yang berpusat pada siswa, terutama mengatasi masalah yang ditemukan oleh guru untuk mengaktifkan siswa, dan siswa yang agresif yang tidak peduli pada yang lain. Berdasarkan Bahan Uji Publik Kurikulum 2013 yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 29 November 2012, terdapat empat elemen perubahan dalam kurikulum 2013 yang terdiri dari: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian. Kurikulum 2013 mempunyai SKL yang menempatkan domain sikap pada tingkatan paling atas yang kemudian dilanjutkan dengan domain keterampilan dan domain pengetahuan. Kurikulum 2013 juga melengkapi kurikulum sebelumnya yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi menjadi pembelajaran yang berbasis
pendekatan ilmiah yang terdiri dari mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2012). Adanya elemen perubahan dalam kurikulum 2013 menyebabkan kegiatan harus menyesuaikan dengan perubahan yang ada.
2
pembelajaran yang dilakukan
Menurut Anita Lie (2007) bahwa model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Belajar secara kooperatif mampu melibatkan siswa secara aktif melalui prosesproses mentalnya dan meminimalkan adanya perbedaan-perbedaan antar individu, serta meminimalisasi pengaruh negatif yang timbul dari kondisi pembelajaran kompetitif (persaingan belajar yang tidak sehat). Sebagai teknologi pembelajaran, belajar kooperatif memiliki sinergisitas peluang munculnya keterampilan sosial di antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal. Keterpaduan peluang tersebut dapat dilihat dari (1) dalam realisasi praktik hidup di luar kelas (sekolah), membutuhkan keterampilan dan aktivitas-aktivitas kolaboratif mulai dari dalam kelompok (tim) di tempat bekerja hingga ke dalam kehidupan sosial sehari-hari; (2) tumbuh dan berkembangnya kesadaran mengenai nilai-nilai interaksi sosial untuk mewujudkan pembelajaran bermakna (Warpala, 2009). Menurut (Arends, 2007) model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Ketiga tujuan dalam model pembelajaran ini dapat memenuhi SKL kurikulum 2013. Model pembelajaran koopertif juga mempunyai beberapa variasi atau tipe, salah satunya adalah STAD (Student Teams Achievement Divisions). Menurut (Slavin, 2005) melalui pendekatan STAD siswa dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Pada tipe STAD seorang guru dapat mengembangkan sikap kemandirian dan kerjasama antar peserta didik dalam satu kelompok. Salah satu tujuan model pembelajaran kooperatif seperti yang dikemukakan oleh Arends adalah academic achievement.
3
Model pembelajaran ini dapat membantu siswa untuk memahami konsep pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan sumber yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2013 dengan judul konsep pendekatan santifik, salah satu kriteria materi pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah materi pembelajaran tersebut berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu, bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotovasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal pada proses pelaksanaan pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi 1) tahap penyajian materi, 2) tahap kegiatan kelompok, 3) tahap tes individu, 4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, dan 5) tahap pemberian penghargaan (Isjoni, 2010). Model pembelajaran kooperatif tipe STAD akan lebih efektif jika pembelajaran tersebut diterapkan pada kurikulum 2013. Pengembangan Kurikulum 2013 mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Disebutkan pula, bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik
dengan
sifat
pembelajaran
yang
kontekstual.
(Sumber:
Pengembangan Kurikulum 2013, Bahan Uji Publik, Kemendikbud). Segala sesuatu yang dirancang untuk membantu perencanaan dan pengamatan pengajaran ini tidak didasarkan pada suatu model pengajaran tertentu. Subtansinya adalah mengatur siswa kedalam suatu kelompok belajar. pengolahan pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu upaya untuk merancang belajar kooperatif yang dapat di kombinasikan dengan berbagai pendekatan pengajaran khususnya pada kurikulum 2013.
4
1.2 Rumusan Masalah 1.
Bagaimana tingkat keterlaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kurikulum 2013 ?
2.
Bagaimana respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kurikulum 2013
1.3 Tujuan Penelitian 1.
Untuk mendeskripsikan tingkat keterlaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kurikulum 2013 apakah dapat mencapai tujuan pembelajaran.
2.
Mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran metematika menggunakan model pembelajaran kooperatif
1.4 Batasan Masalah Karena mengingat terbatasnya waktu, sarana, dan kemampuan maka peneliti membatasi pokok permasalahan. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu hanya mendeskripsikan bagaimana pelaksanaan pembelajaran melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kurikulum 2013. 1.5 Manfaat 1.
Manfaat bagi sekolah Manfaat bagi sekolah dapat mengetahui dan memperoleh gambaran tentang manfaat belajar kooperatif tipe STAD, sehingga dapat menambah atau memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada sekolah
2.
Manfaat bagi penulis Dengan adanya penelitian maka penulis dapat mengetahui secara langsung proses belajar kooperatif tipe STAD dan sekaligus dapat mengambil kesimpulan yang telah didapat didalam pelaksanaan penelitian.
3.
Manfaat bagi para guru Guru dapat mengetahui sejauh mana model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap prestasi belajar matematika sehingga dapat mengembangkan dan memberi motivasi tentang cara belajar yang efektif terhadap siswa. 5
1.6 Penegasan Istilah 1.
Model Pembelajaran kooperatif tipe STAD Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah teknik proses belajar mengajar yang mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah atau tugas untuk mencapai tujuan bersama lainnya, Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas 4 atau 5 orang untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru.
2.
Kurikulum 2013 Pengembangan Kurikulum 2013 mengisyaratkan bahwa proses pembelajaran yang dikehendaki adalah pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi (menyimak, melihat, membaca, mendengar), asosiasi, bertanya, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan.
3.
Pembelajaran Matematika adalah pross belajar mengajar yang dilakukan adanya interaksi langsung antara dua pihak yaitu peserta didik dan pendidik pada pembelajaran matematika
6