1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pesisir dalam geografi dunia merupakan tempat yang sangat unik. Di tempat ini air tawar dan air asin bertemu seperti yang dinyatakan ”Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (QS. Ar-Rahman: 19 20). Ayat Al-quran lainnya menyatakan ‘‘ Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS. Al-Furqaan: 53). Kenyataan ini menjadikan pesisir kaya akan ekosistem yang memiliki keaneka ragaman dan aktivitas manusia yang sangat produktif. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (Dinas Kelautan dan Perikanan Bone Bololango, 2011) menyebutkan garis pantai yang mengelilingi daratan Indonesia saat ini adalah sekitar 104.000 km. Angka ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki garis pantai tropis terpanjang atau terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Dahuri (1996) menyatakan tidak semua pantai di Indonesia berbentuk beach, karena beach merupakan tempat daerah akumulasi dari sedimen lepas seperti diantaranya kerikil dan pasir. Kadangkadang hanya sampai pada batas backshore ( yaitu daerah pasang tertinggi sampai daerah tertinggi terkena ombak ) dan bahkan pada batas foreshore (yaitu antara daerah pasang tersurut sampai daerah pasang ). Tidak semua pantai di Indonesia terdiri atas pasir (beach). Terdapat pula pantai dengan gelombang dan arus pantainya sangat kuat sehingga proses sedimentasi kerikil, pasir dan lainnya hanyut lebih cepat dari sedimen yang terbawa ke pinggir pantai. Pulau Sulawesi merupakan bagian dari wilayah Indonesia dikenal sebagai gerbang ekonomi dari Asia Timur dan kawasan Pasifik, yang dapat
2
menghubungkan tiga jalur laut internasional. Dua jalur diantaranya melewati bagian Timur dan Barat Sulawesi yang didukung oleh dua bandara Internasional (Bandara Hasanuddin di Makassar dan Bandara Sam Ratulangi di Manado). Pelabuhan Internasional Makassar di Sulawesi Selatan dan Bitung di Sulawesi Utara. Pulau Sulawesi terdiri atas enam (6) provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Gorontalo. Provinsi-provinsi ini memiliki daya saing relatif di atas rata-rata nasional. Pulau Sulawesi memiliki Teluk yang terkenal bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di mancanegara yakni Teluk Tomini. Teluk Tomini satu-satunya teluk di dunia yang dilewati oleh garis khatulistiwa dan berbatasan langsung dengan tiga provinsi yakni Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo. Teluk Tomini terletak di tengah-tengah Coral Triangle (Pusat Biodiversiti Karang Dunia). Provinsi Gorontalo, merupakan salah satu provinsi baru di Pulau Sulawesi (dibentuk berdasarkan UU No.38 Tahun 2000 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tanggal 16 Februari 2001). Luas wilayahnya mencapai 11.967,64 km². Provinsi Gorontalo dibandingkan dengan wilayah Indonesia lain, memiliki luas wilayahnya sebesar 0,63 % (BPS Provinsi Gorontalo, 2011). Provinsi Gorontalo memiliki historis yang unik, adat dan budaya yang terbuka. Kelemahan yang ada saat ini antar lain potensi budayanya belum dikembangkan untuk mendukung kegiatan pariwisata. Partisipasi masyarakat dalam bidang pariwisata cukup baik, namun masih belum optimal. Belum terdapat paket-paket wisata dengan atraksi dan informasi yang jelas. Promosi mengenai kawasan dan objek wisata sebagai tujuan pariwisata belum optimal. Sarana dan prasarana pendukung kegiatan pariwisata juga belum memadai. Berdasarkan survei lapangan yang dilakukan peneliti tahun 2010-2012 kehidupan masyarakat pesisir Gorontalo masih tradisional dan perlu ditingkatkan kesejahteraannya khususnya di Perairan Olele. Perkembangan Provinsi Gorontalo
dari tahun ke tahun
cukup pesat
sehingga berdampak pada konsekuensi positif dan negatif baik bagi masyarakat maupun bagi lingkungan. Fokus program pemerintah Provinsi Gorontalo bertitik
3
pada tiga program unggulan:
1) pengembangan pertanian berupa jagung
(agropolitan), 2) perikanan dan kelautan (etalase perikanan), 3) pengembangan sumberdaya manusia
(Balihristi, 2008). Keragaman potensi budaya hanyalah
merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki. Provinsi Gorontalo juga kaya akan sumberdaya alam lautnya. Keindahan dan potensi lautnya begitu besar, namun masih kurang pemanfaatan dan pemeliharaannya, terutama di sekitar wilayah pesisirnya. Kenyataan ini terlihat dengan kurangnya ketersediaan akses / jaringan jalan (transportasi), dan sarana - prasarana lainnya di berbagai tempat yang potensial terutama di bidang kelautan serta kurangnya pemeliharaan lingkungan pesisir. Daya tarik potensi alam laut dan budaya, tidak akan memberikan manfaat maksimal bagi pengembangan wilayah, jika potensi alam termasuk lingkungan laut tidak dimanfaatkan, dikelola dan dipelihara secara berkelanjutan. Akses transportasi sangat penting untuk menghubungkan antarprovinsi/antar kabupaten / kota atau antarkawasan, sehingga mudah dijangkau. Khusus tentang kondisi masyarakat pesisir di Provinsi Gorontalo terdapat beberapa hal. 1. Kurangnya sarana produksi perikanan dan penunjang lainnya (alat tangkap dan armada tangkap, cool box, sarana pengolahan) yang dimiliki oleh nelayan, masih tingginya kebutuhan es, kurangnya pasokan listrik dan masalah bahan bakar minyak (BBM) pada sentra-sentra produksi dan lainnya. 2. Sumberdaya ikan (SDI) pada daerah pesisir, sudah mulai menurun akibat ilegal fishing . 3. Kurangnya
sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan yang
memadai. 4. Kurangnya infrastruktur dasar lainnya seperti akses jalan, sarana air bersih, sanitasi dan rumah layak huni. 5. Rendahnya akses pasar produk hasil perikanan. 6. Kurangnya akses permodalan bagi nelayan dalam peningkatan usahanya
4
Pemerintah Provinsi Gorontalo menjadikan Gorontalo sebagai daerah wisata bahari utama di Kawasan Timur Indonesia yang berbeda dengan wisata bahari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Tujuan ini untuk mencapai salah satu program unggulan daerah Provinsi Gorontalo. Secara ideal ada empat (4) hal yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan wisata bahari utama di Provinsi Gorontalo. Hal ini mengingat masyarakat pesisir di Gorontalo sangat bergantung kehidupannya dan dekat dengan laut. 1) Pengembangan pariwisata Provinsi Gorontalo hendaknya menyelaraskan antara kegiatan pariwisata dengan kegiatan konservasi pesisirnya dengan dukungan budaya masyarakat lokal dan menjaga keberadaan taman laut, kekayaan laut dan kehidupan sekitar wilayahnya. Ambo (2011) menyatakan, jika pemerintah dan masyarakat berhasil mengembangkan ekowisata pesisir dan laut, maka akan diperoleh tiga manfaat sekaligus. Tiga manfaat itu yakni kelestarian sumberdaya pesisir dan laut terjamin, kesejahteraan meningkat dan hal penting lainnya, yaitu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk konservasi sumberdaya pesisir dan laut, karena kelestarian sumberdaya laut akan terjaga dengan sendirinya jika dikelola dengan baik. 2) Masyarakat di sekitar kawasan konservasi dan wilayah wisata bahari adalah ujung tombak pelaksanaan strategi pengelolaan kawasan konservasi dan wisata bahari. Wilayah pesisir dan lautan sebagai satu kesatuan dan modal sebuah wisata bahari tidak bisa lepas dan berdiri sendiri dalam perencanaannya. Wilayah dan lautan Indonesia termasuk di wilayah Taman Konservasi Olele, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo memiliki beragam sumber daya dan kaya akan berbagai keindahan laut serta jenis hewan dan tumbuhan bawah laut. Berbagai sumberdaya laut ini merupakan sebuah potensi besar yang harus dikembangkan baik untuk sumber daya hewani dan juga memiliki fungsi lain seperti rekreasi, pariwisata, dan penelitian. Wilayah lain memiliki fungsi seperti transportasi, pelabuhan, kawasan industri, agrobisnis dan agroindustri. Permasalahan yang ada baik secara aktual maupun potensial harus diketahui untuk dapat memaksimalkan
5
keragaman potensi tersebut. Permasalahan selanjutnya dapat diselesaikan jika data dan informasi tentang potensi pembangunan yang ada dikelola agar dapat diselesaikan. 3) Usaha pengelolaan sebuah wilayah pesisir, memerlukan pemahaman tentang kehidupan masyarakat di sekitar wilayah pesisir. Pada kasus ini di Desa Olele, Kecamatan Kabila Bone, Kabupaten Bone Bolango, perencana tidak hanya mempertimbangkan
komunitas yang bergerak di sektor perikanan
(nelayan) saja. Pemerintah juga melihat hubungan sosial kemasyarakatan satu sama lain seperti pedagang, petani, pegawai dan bidang lainnya yang saling mempengaruhi dalam aktivitas ekonomi. Berbagai unsur sosial dimasyarakat
adalah sosok komunitas yang menjadi penentu dalam
pengelolaan masa depan sebuah wilayah pesisir serta potensi pesisir dan kelautan itu sendiri. 4) Desa Olele dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah / KKLD, karena memiliki kekayaan taman laut yang disebut dengan Taman Konservasi Laut Olele. Berdasarkan alasan - alasan inilah, maka peneliti mengambil tema penelitian tentang “Pengelolaan Kawasan Pesisir Berbasis Masyarakat di Taman Konservasi Laut Olele
Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango
Provinsi Gorontalo”. Hasil penelitian ini
berguna sebagai acuan dalam
pengelolaan sumberdaya pesisir untuk menjaga kelestarian Taman Konservasi Laut Olele khususnya dan taman laut lainnya guna mendukung pemanfaatan dan pemeliharaa sumberdaya pesisir yang berkelanjutan. Keberlanjutan wilayah pesisir bermanfaat dalam rangka pengembangan wilayah dan peningkatan kesejahteraan. Manfaat itu semua untuk mencapai sebuah perubahan di segala bidang serta pencapaian tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir yang lebih baik.
6
1.2. Rumusan Masalah Provinsi Gorontalo memiliki gerakan pembangunan yang agresif dalam pemanfaatan pengelolaan wilayahnya, namun potensi pesisir masih perlu dikembangkan lagi secara maksimal. Pengelolaan yang maksimal itu perlu menjaga dan melindungi sumberdaya alam yang menjadi salah satu andalan pembangunanannya. Provinsi Gorontalo merupakan wilayah perairan yang memiliki dua wilayah pesisir dan laut, yaitu wilayah Utara Gorontalo , berhadapan dengan perairan Laut Sulawesi (panjang garis pantai 270 km dan luas teritorial 310 km2). Wilayah Selatan berhadapan langsung dengan perairan Teluk Tomini (panjang garis pantai 320 km dan luas teritorial 7,4 km2). Kelestarian alam dan modal kelautan yang dimiliki ini perlu dijaga. Kondisi perairan Provinsi Gorontalo menjadi hal yang strategis bagi pengembangan perikanan dan kelautan. Peneliti merasa penting untuk menemukan cara bagaimana menjaganya lewat kegiatan konservasi berbasis masyarakat di pesisir khususnya di kawasan Taman Konservasi Olele dengan melibatkan masyarakatnya. Potensi wisata bahari di Provinsi Gorontalo penting dikembangkan lewat kegiatan konservasi di pesisir sebagai salah satu strategi mengembangkan wilayahnya secara keseluruhan. Strategi pembangunan itu salah satunya adalah dengan menyusun model pemanfaatan dan pengelolaan konservsi berbasis masyarakat di pesisir Desa Olele guna mendukung kegiatan ekowisata bahari yang berkelanjutan. Sebaliknya potensi bahari menjadi sebuah rangkaian objek wisata bahari dengan bermodalkan pada potensi yang ada pada masyarakat sekitar pesisir kawasan wisata baharinya. Aktivitas
ini guna mendukung kegiatan
konservasi laut dan pesisir bagi keberlanjutan ekosistem dan lingkungan di kawasan Taman Konservasi
Olele. Berdasarkan uraian-uraian tersebut, dapat
dirumuskan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Provinsi Gorontalo merupakan salah satu representasi provinsi dari hasil pemekaran. Provinsi Gorontalo belum memiliki cukup data dan kurangnya kesiapan masyarakat
untuk dijadikan dasar bagi pengelolaan taman
7
konservasi
sumberdaya
pesisir.
Pengelolaan
ini
untuk
menunjang
pengembangan potensi usaha wisata bahari dan konservasi laut khususnya di kawasan Taman Konservasi Laut Olele, Kecamatan Kabila Bone Kabupaten Bone Bolango. 2. Partisipasi masyarakat dalam usaha menjadikan Taman Konservasi Laut Olele sebagai salah satu kawasan konservasi laut daerah perlu ditingkatkan. Peningkatan itu bertujuan untuk menjadikan wilayah Taman Konservasi Laut Olele sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam menjalani kesehariannya. Diperlukan kajian yang dapat menghasilkan temuan untuk memberikan masukan dalam pengelolaan kebijakan konservasi perairan laut. Temuan ini dapat juga memberikan manfaat bagi wilayah lain dengan masalah yang hampir sejenis. 3. Salah satu langkah pembangunan, khususnya untuk menunjang program konservasi kawasan laut daerah, adalah dengan mengembangkan sebuah pengelolaan ekosistem di pesisir yang berbasis masyarakat. Masalahnya, masih diperlukan kajian pengelolaan taman konservasi berbasis masyarakat di pesisir yang sesuai dengan tipologi masyarakat agar dapat diketahui manfaatnya dan dapat dilaksanakan dalam pengelolaannya.
1.3. Pertanyaan Penelitian Konservasi pesisir dan ekowisata bahari merupakan bentuk usaha dan kegiatan yang menggunakan dan memanfaatkan potensi lingkungan pantai sebagai daya tarik utama apalagi pada ekowisata bahari. Usaha konservasi di pesisir laut penting untuk menunjang kelestarian dan kekayaan laut sebuah wilayah sedangkan ekowisata bahari sangat penting bagi kehidupan manusia guna memenuhi kebutuhan dasarnya. Berekreasi atau sekedar untuk mengembangkan hobi (kesenangan), atau ingin mengetahui, mengamati perairan pantai beserta daratannya akan keindahan dan keanekaragaman hayati merupakan salah satu
8
bentuk kebutuhan manusia. Kenyataannya masyarakat masih kurang menyadari dampak pentingnya konservasi laut dan ekowisata bahari bagi pengembangan suatu daerah. Pertanyaan yang muncul adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana potensi sumberdaya di Kawasan Pesisir Taman Konservasi Olele Kabupaten Bone Bolango? 2. Mengapa masyarakat pesisir di kawasan Taman Konservasi Olele, belum dapat memanfaatkan potensi wilayah demi kesejahteraan hidupnya? 3. Mengapa partisipasi masyarakat di sekitar kawasan pesisir Taman Konservasi Olele dalam mengkonservasi taman lautnya yang kaya akan terumbu karang dan sumberdaya lainnya belum maksimal? 4. Bagaimana model pengelolaan di kawasan pesisir Taman Konservasi Olele, Kabupaten Bone Bolango agar pemberdayaan wilayah tersebut dapat diakselerasikan?
1.4. Tujuan Penelitian Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menginventarisasi potensi sumberdaya
pesisir di daerah penelitian yang
memiliki keaneragaman biota laut. 2. Mengkaji optimalisasi
pemanfaatan SDA Taman Konservasi Laut Olele
berbasis masyarakat pesisir dalam mensejahterakan kehidupannya. 3. Mengkaji alasan kurangnya partisipasi masyarakat Pesisir Olele dalam mengkonservasi taman laut terhadap potensi terumbu karang dan kelestarian lingkungan. 4. Menyusun model pengelolaan kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele berbasis masyarakat sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah / KKLD.
9
1.5. Sasaran Penelitian Sasaran yang dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Inventarisasi potensi sumberdaya
kawasan pesisir Taman Konservasi
Olele, Kabupaten Bone Bolango. 2. Kondisi penghidupan masyarakat dari sisi tipologi (sosial, ekonomi dan budaya) di kawasan Pesisir Taman Konservasi Olele, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. 3. Partisipasi masyarakat di sekitar kawasan Pesisir Taman Konservasi Olele dalam mengkonservasi taman lautnya yang kaya akan terumbu karang dan wilayah pesisir guna mempertahankan hidupnya di kawasan tersebut. 4. Model pengelolaan kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. 1.6. Arti Penting Penelitian Penelitian ini memberikan gambaran tentang potensi kawasan pesisir yang memiliki kekayaan taman laut yang banyak terdapat batugamping, terumbu terangkat dan batugamping klastik. Kekayaan lainnya di wilayah penelitian ini
juga terdapat jenis karang Montipora yang mendominasi
sebaran karang di Taman Konservasi Olele, diikuti oleh Acropora, Porites, Fungia dan Pectinia. Penelitian ini memberikan gambaran di sebuah wilayah timur Indonesia, tentang bagaimana partisipasi masyarakat dan upaya-upaya masyarakat dalam menjaga kelestarian pesisir di sekitarnya. Penelitian ini juga memberikan gambaran
bagaimana sebaiknya pengelolaan kawasan
pesisir taman konservasi laut dilakukan bersama, antara stakehoulders di kawasan Taman Konservasi Olele, Provinsi Gorontalo, Pulau Sulawesi.
10
Penelitian ini dapat memberikan tambahan literatur penelitian mengenai pengelolaan kawasan pesisir taman konservasi laut daerah bagi para akademisi dan peneliti, khususnya akademisi dan peneliti di bidang social, ekologi dan ekonomi masyarakat pesisir dan kelautan. 1.7. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini dapat memberikan kegunaan sebagai berikut. 1. Bagi akademisi, sebagai perluasan wawasan dan mendorong penelitian lebih lanjut tentang pengelolaan
Taman Konservasi Laut Olele
di Provinsi
Gorontalo. 2. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh instansi terkait di Gorontalo khususnya dan Indonesia pada umumnya sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun rencana kerja serta kebijakan yang mengarah pada pengelolaan taman laut yang merupakan wilayah konservasi laut berbasis masyarakat . 3. Menambah koleksi/literatur karya penelitian tentang bentuk kebijakan pada pengelolaan kawasan pesisir taman konservasi laut berbasis masyarakat yang dapat digunakan sebagai dasar penelitian lanjutan ataupun sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang akan datang.
1.8. Hasil Penelitian 1.
Invetarisasi potensi sumberdaya pesisir di kawasan Taman Konservasi Laut Olele, Bone Bolango, Provinsi Gorontalo
2.
Kondisi masyarakat dalam pengelolaan Taman Konservasi Laut Olele Bone Bolango Provinsi Gorontalo.
3.
Kajian kondisi kehidupan dan
bentuk partisipasi masyarakat di wilayah
penelitian 4.
Model pengelolaan di kawasan Taman Konservasi Laut
Olele
Kawasan Konservasi Laut Daerah yang terintegrasi secara spasial.
sebagai
11
1.9. Penelaahan Penelitian Sebelumnya Berbagai penelitian telah dilakukan yang berhubungan dengan pengarahan pengelolaan berbasis masyarakat di kawasan pesisir Taman Konservasi Olele. Penelitian yang dilakukan menggunakan berbagai metode antara lain skalling, skoring, deskriptif analitik, observasi, wawancara mendalam, interpretasi citra dan foto udara, pendekatan SIG (Sistem Geografi Informasi) dan penginderaan jauh. Penelitian tersebut yakni Supriatno, ( 2008 ) dilakukan di Provinsi Gorontalo. Penelitian daerah lainnya di luar Pulau Sulawesi (Nurul Khakhim, 2008; Sunarto, 2004; Latif Sahubawa, 2000; Kosswara, 1993; Baiquni; 2007, Parikesit; 2000, Rudi; 2003 dan Diaz, 2003). Para peneliti mengkaji mengapa dan bagaimana kondisi pesisir laut dan metode pemanfaatannya. Nurul Khakim, (2008), dengan pendekatan interpretasi data penginderaan jauh dipadukan dengan pengolahan data spasial GIS dan survei lapangan. Khakim menganalisis tipologi pantai berdasarkan parameter fisik lahan, potensi pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir. Hasilnya berupa model pengembangan wilayah
pesisir
pengembangannya. dilakukan
pada
berdasarkan
tipologi
fisiknya
serta
rekomendasi
Penelitian Khakim dibandingkan dengan penelitian yang penelitian
ini,
terdapat
perbedaan
dan
kesamaannya.
Kesamaannya yakni penelitian keduanya berada pada wilayah pesisir, sedangkan perbedaannya pada tujuan dan metode yang dilakukan. Latif Sahubawa (2000), bertujuan mengidentifikasi karakteristik limbah hasil aktivitas manusia di pesisir teluk yang berpengaruh potensial terhadap penurunan sifat oseonografi biofisik-kimia perairan laut Teluk Ambon. Mengevaluasi perubahan sifat oseonografi biofisik–kimia perairan dalam kaitan dengan penyimpangan persyaratan peruntukan sebagai tempat budidaya perikanan. Mengevaluasi pengaruh penyimpangan persyaratan peruntukan badan air laut terhadap potensi dan densitas ikan pelagis kecil, serta produksi ikan teri pada musim timur dan barat. Metode yang digunakan yaitu survei, analisis
12
laboratorium, wawancara dan kuesioner. Analisisnya dengan kurva normal, kuadrat kecil rancangan acak lengkap pola faktorial dan berblok dengan Uji-F. Koefisien nilai nutrisi (KNN), produksi surplus, hidroakustik dan sedimentasi utermohl. Terdapat banyak perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan peneliti mulai dari tujuan, metode hingga analisis yang digunakan. Persamaannya adalah keduanya berkaitan dengan bidang kelautan. Agus Dermawan (2007) mengkaji peraturan perundang-undangan dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut. Mengidentifikasi faktor dominan yang mempengaruhi pengelolaan Taman Nasional Bunaken dan daerah perlindungan Laut Blongko. Memberikan rekomendasi alternatif kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut yang menunjang perikanan. Persamaan pada kedua penelitian ini yakni menemukan bentuk pengelolaan kawasan konservasi bidang kelautan. Bedanya pada penelitian yang dilakukan oleh Agus Dermawan fokus pada kawasan laut serta mengkaji peraturan perundang-undangannya, sedangkan pada penelitian ini titik fokusnya di wilayah pesisir laut dengan melihat partisipasi masyarakat. Pemanfaatan sumberdaya laut dan pariwisata di Karimunjawa, Kajian etnoekologi, Ahimsa, (2007) bertujuan memetakan sumberdaya di kawasan Kepulauan Karimunjawa yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai atraksi
wisata.
Penelitian
ini
mendeskripsikan
berbagai
pola
kegiatan
kemasyarakatan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan. Merumuskan
arah
pengembangan
kepariwisataan
kawasan
kepulauan
Karimunjawa yang berkelanjutan. Metode yang digunakan adalah metode partisipasi observasi dan wawancara mendalam. Hasilnya SDA (Sumber Daya Alam) di Karimunjawa terdiri atas dua jenis yakni SDA daratan dan SDA perairan. SDA daratan dan lautan belum dimanfaatkan maksimal untuk meningkatkan kegiatan pariwisata. Sumber daya budayanya belum dikembangkan untuk mendukung kegiatan pariwisata. Partisipasi masyarakat dalam bidang pariwisata cukup baik, namun masih belum optimal. Belum terdapat paket-paket wisata dengan atraksi dan informasi yang jelas. Promosi mengenai kawasan
13
Karimunjawa sebagai tujuan pariwisata belum optimal. Terdapat beberapa kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yakni pendekatan secara Community Based, artinya masyarakat sebagai bagian yang diutamakan. Bedanya pada penelitian ini adalah pada kegiatan konservasi pesisir dan strategi pengelolaannya. Koswara (1993) menggunakan metode pendekatan secara deskriptik analitik, sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan dengan metode deskriptik
kualitatif.
Supriyatno
Kusnadi
(2008)
bertujuan
untuk
mengidentifikasikan faktor-faktor menentukan wisata bahari pada kawasan Olele dalam Sistem klaster destinasi Provinsi Gorontalo. Menyusun arahan pola kebijakan pengembangan wisata bahari pada Kawasan Olele dalam sistem klaster destinasi Provinsi Gorontalo. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk menginventarisasi potensi dan partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan kawasan pesisir. Kesamaannya adalah kedua penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pada jenis lokasi yang sama yakni wilayah pesisir namun beda tempat . Raditya Jati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul model pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu untuk pengembangan sistem pendukung keputusan perencanaan pembangunan kota pesisir berkelanjutan (kasus Kota Semarang dan Kota Cilacap). Metode yang digunakan adalah survei dengan riset partisipatif
dan
wawancara
yang
mendalam
dengan
para
multipihak
(stakeholders). Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitif dengan membangun model untuk pengelolaan wilayah kepesisiran yang berkelanjutan serta menginisiasikan model awal dalam mengintegrasikan sistem pembuat keputusan.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini memiliki metode
yang hampir sama, perbedaannya ada pada tahap analisis. Analisis yang digunakan oleh Raditya (2012) adalah deskriptif kualitif dengan membangun model untuk pengelolaan wilayah kepesisiran yang berkelanjutan serta menginisiasikan model awal dalam mengintegrasikan sistem pembuat keputusan. Penelitian ini metode yang digunakan yakni gabungan metode penelitian
14
deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Data primer berupa potensi kekayaan alam, potensi terumbu karang sebagai modal ekowisata bahari. Bentuk partisipasi masyarakat
diketahui melalui wawancara, diskusi kelompok, wawancara
mendalam, kuesioner dan survei lapangan. Data sekunder berupa hasil penelitian dan data kependudukan dikumpulkan dari berbagai sumber yang ada. Data diolah menurut Evaluasi Faktor Eksternal / EFE dan Evaluasi Faktor Internal /EFI lalu dianalisis dengan Matriks SWOT. Data yang telah diolah disimpulkan
dengan
Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix /QSPM. Metode ini dilakukan dengan pendekatan Rapid Rural Appraisal (RRA) dan Pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA). Penelitian Raditya ( 2012 ) hasil yang diperoleh berasal dari pemrograman untuk pengambilan keputusan di Kota Semarang dan Kota Cilacap tidak jauh berbeda. Skenario untuk pengembangan wilayah kepesisiran dengan skenario pembangunan yang berkelanjutan menjadi fokus utama dalam penyelesaian permasalahan wilayah kepesisiran. Mekanisme yang ada bersifat dari atas ke bawah (top down) untuk penyelesaian yang bersifat kebijakan, misalnya mitigasi bencana. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti hasilnya sangat berbeda, karena tujuan yang hendak dicapai juga berbeda yakni. Hasilnya ekosistem pesisir utama yang terdapat di Desa Olele adalah mayoritas terumbu karang. Kondisi terumbu karang di Pantai Olele bervariasi dari kondisi cukup baik sampai baik (57.5 % – 70 %) yang didominasi oleh karang masif dengan ukuran koloni yang kecil. Kehidupan
masyarakat di Kawasan Konservasi Olele, belum mampu
memanfaatkan peluang utama berupa pasar ekowisata bahari yang terbuka. Peluang lainnya berupa pengembangan sarana dan prasarana pesisir yang berwawasan lingkungan serta dukungan dari pemerintah pusat dan daerah. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan Taman Konservasi Olele terlihat dalam bentuk langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung seperti antusias dalam mengikuti berbagai pertemuan, penyuluhan dan pembinaan. Keterlibatan langsung yaitu masyarakat menjaga keamanan laut, ketertiban lingkungan, mencegah kegiatan penangkapan ikan dengan bom ikan, pukat harimau,
15
perusakan terumbu karang serta bersedia memberikan tempat bagi wisatawan untuk berganti pakaian karena belum adanya penginapan dan semacamnya di kawasan Taman Konservasi Olele. Masyarakat menyediakan perahu untuk digunakan oleh wisatawan serta membentuk kelompok untuk mengelola kawasan konservasi Taman Konservasi Olele. Pengelolaan yang sesuai untuk kawasan pesisir Taman Konservasi Olele adalah model pengelolaan secara kolaboratif partisipatif. Model pengelolaan ini berupa konseptual. Rangkuman hasil-hasil penelitian tentang laut dan pesisir selanjutnya bisa dilihat pada Tabel 1.1.
16
Tabel 1.1 Ringkasan Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu Dan Yang Dilakukan, Untuk Menunjukkan perbedaan / Keaslian Penelitian Ini. NO Judul
1.
2.
Model pengembangan dan pengelolaan Wilayah Pesisir DIY berdasarkan tipologi fisik pesisir
Pembuangan limbah dalam perairan kaitannya dengan distribusi keruangan sifat oseonegrafi biofisik –kimia dan produksi ikan teri ( Stolephorus spp) Perairan Laut Teluk Ambon
Nama dan Tahun
Nurul Khakhim, 2008/ disertasi
Latif Sahubawa 2000/Disertasi
Tujuan
Metode dan Analisis
Hasil
Menganalisis tipologi pantai berdasarkan parameter fisik lahan, potensi pemanfaatan SD wilayah pesisir dan model pengembanagn wilayah pesisir berdasarkan tipologi fisiknya. Serta rekomendasi pengembangannya
Menggunakan pendekatan interpretasi data penginderaan jauh dipadukan dengan pengolahan data spasial GIS dan survei lapangan
Wilayah pesisir Kab. Bantul model yg sesuai adalah Managed realignment: mengatur kembali semua bangunan untuk menjauh dari garis pantai dan move seaword : memindahkan bentang alam alami spt gumuk pasir ke arah laut. Wilayah pesisisr kab.Kulonprogo, model yang sesuai adalah hold the line: membuat bangunan(talut) sepanjang garis pantai untuk menahan gelombang laut
Identifikasi karakteristik limbah hasil aktivitas manusia di pesisir teluk yang berpengaruh potensial terhadap penurunan sifat oseonografi biofisikkimia perairan laut Teluk Ambon, evaluasi perubahan sifat oseonografi biofisik –kimia perairana dalam kaitandengan penyimpangan persyaratan peruntukan sebagai tempat budidaya perikanan dan evaluasi pengaruh penyimpangan
Survei, analisis laboratorium, wawancara dan kuesioner, anilisisnya dengan kurva normal, kuadrat kecil rancangan acak lengkap pola faktorial dan berblok dengan Uji-F. Koefisien nilai nutrisi (KNN), produksi surplus,
Total limbah cair domestik yang dibuang ke perairan laut teluk Ambon: rata-rata 66,0 liter/orang/hari. Tingkat eksploitasi sumber daya ikan pelagis kecil perairan teluk Ambon 30 % ( status sedang berkembang )
17
3.
Videografi sebagai alternatif sistem pemantauan wilayah pesisir yang murah
Catur Aries R (UGM), I Nyoman Jelun (UNTAG Surabaya) / 2005
persyaratan peruntukan badan air laut terhadap potensi dan densitas ikan pelagis kecil, serta produksi ikan teri pada musim timur dan barat
hidroakustik dan sedimentasi utermohl.
mengetahui terjadinya perubahan pada objek yang menjadi indokator kawasan pesisir
Arah perekaman kamera video (consumers grade) dapat dilakukan pada arah vertikal dengan menempatkan kamera pada wahana pesawat ringan dan pada pada arah pandangan miring (oblique) dari tepi pantai. Dari kedua teknik tersebut akan diperoleh citra hasil rekaman yang dapat diproses untuk kepentingan surveipemetaan dan analisis fisik beberapa objek yang menjadi indikator bagi perubahan kawasan pesisir
Hasil pemrosesan video oblique dapat memberikan informasi bentuk 3 dimensi dari gelombang laut, pola perubahan sand-bar, bentuk garis pantai, dan pola aktivitas manusia di pantai. Sementara hasil pemrosesan video udara dapat memberikan citra orto-mosaik dan data DTM.
18
4.
5.
Perubahan Fenomena Geomorfik daerah kepesisiran di sekeliling Gunungapi Muria Jawa Tengah (Kajian Paleogeomorfologi)
Sunarto/ 2004/
Kajian kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut yang menunjang perikanan berkelanjutan pada era otonomi daerah (kasus taman nasional Bunaken dan daerah perlindungan Laut Blongko, Sulut )
Agus Dermawan
Disertasi
2007/ Penelitian
Mengetahui perubahan spasiotemporal fenomena morfologi Delta Wulan dari waktu ke waktu dan pengaruh perubahan tersebut terhadap pantai sekitarnya, mengetahui sebabsebab perbedaan perkembangan beting gisik di daerah kepesisiran sebelah barat dan sebelah timur Gunungapi Muria serta mengetahui perkembangan spasiotemporal paleogeomorfologi daerah kepesisiran di sekeliling Gunungapi Muria.
Deskriptif –eksplanatori yang berusaha menginterpretasikan genesis dan evolusi sekuensial daearah kepesisiran di sekeliling Gunungapi Muria berdasarkan data morfologi Pantai, sedimen pantai,kelautan, dan penarikhan radiokarbon. Dengan menganalisis sebab akibat dan analogi melalui tingkat eksplanasi.
Hasil penelitian dapat digeneralisasi, bahwa daerah kepesisiran di sekeliling Gunungapi Muria telah terjadi perubahan fenomena geomorfik. Perubahan tersebut diakibatkan oleh dinamika iklim dan dinamika kepesisiran.Salah satu temuan itu: pembentukan dan perkembangan Delta Wulan. Selama 70 tahun(1925-1995) telah berubah bentuk arcuate menjadi digitate, mengalami perluasan rata – rata 0,393 km2//tahun. Panjang garis pantainya bertambah ratarata 338,57 m/tahun. Panjang sungai utamanya bertambah ratarata 72,86 m/tahun.
Mengkaji peraturan perundangundangan dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut, mengidentifikasi faktor dominan yang mempengaruhi pengelolaan taman nasional Bunaken dan daerah perlindungan Laut Blongko serta rekomendasi alternatif kebijakan pengelolaan kawasan konservasi laut yang menunjang perikanan berkelanjutan
Mengkaji dan menelaah undang-undang ttg pengelolaan kawasan konservasi laut
Merekomendasi alternatif kebijakan ynag tepat adalah dengan penguatan pengelolaan kawasan konservasi laut skala nasioanl dan lokal dalam satu kesatuan jaringan kawasan konservasi laut serta pengembangan pengelolaan zonasi Taman Nasional Bunaken dengan dukungan data ilmiah yang memadai dgn mempertimbangkan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan
19
6.
7..
8.
Kajian Pengembangan Daerah perlindungan laut berbasis masyarakat (kasus Pulau Sekate, Batam Provinsi Kepulauan Riau)
Simon Boyke Sinaga,
Aktivitas pembangunan secara koordinatif dan sinergis pada sektor pariwisata (kasus Johor, Batam,Singapura)
Koswara
Pemanfaatan sumberdaya laut dan Pariwisata di Karimunjawa,Kajian Etnoekologi
Putra, Heddy., Baiquni, M., Raharjana, Destha Titi., 2007/ Penelitian
2009/ Thesis
1993 / Disertasi
Mengetahui kondisi perairan dan perubahan ekosistem terumbu karang sebelum dan sesudah dijadikan DPL, mengkaji nilai ekonomi karang, mengkaji peran serta masyarakat dalam pengembangan DPL serta menentukan kebijakan dan strategi pengelolaan kawasan konservasi terumbu karang secara terpadu dan berkelanjutan
Dengan pendekatan komprehensif
Hasil penelitian menunjukkan manfaat ekosistem terumbu karang di wilayah DPL pulau sekate memiliki manfaat langsung seperti perikanan.kondisi parameter keadaan kawasandapat mendukung untuk pertumbuhan karang secara alami.
Mempelajari berbagai alternatif dan cara kerja instansi-instansi terkait yang menyebabkan aktivitas pembangunan belum berjalan secara koordinatif dan sinergis.
Dengan pendekatan deskriptif analitik dengan menggunakan data sekunder
Dalam kepariwisataan peran Singapura dan Johor sangat dominan, termasuk penentuan harga paket wisata.
Partisipasi observasi dan wawancara mendalam
Partisipasi masyarakat dalam bidang pariwisata cukup baik, namun masih belum optimal. Belum terdapat paket-paket wisata dengan atraksi dan informasi yang jelas. Promosi mengenai kawasan Karimunjawa sebagai tujuan pariwisata belum optimal.
Menelaah faktor-faktor determinan dan kendala yang di hadapi dalam menjalankan pembangunan pariwisata yang sinergis. Memetakan sumberdaya di kawasan kepulauan karimunjawa yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai atraksi wisata, Mendeskripsikan berbagai pola kegiatan kemasyarakatan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan, Merumuskan arah pengembangan kepariwisataan kawasan Kepulauan Karimunjawa yang berkelanjutan
20
9.
10.
11.
Mengidentifikasikan Faktor-faktor menentukan Wisata Bahari pada Kawasan Olele dalam Sistem Klaster Destinasi Provinsi Gorontalo, Menyusun Arahan Pola Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari pada Kawasan Olele dalam Sistem Klaster Destinasi Provinsi Gorontalo
Deskriptif kualitatif
Kawasan Bahari Pantai Olele termasuk dalam kriteria Kawasan Andalan.
Parikesit, Danang., 2000/ Penelitian
Mencari potensi permintaan wisata bahari untuk wisata asing dan wisatawan nusantara terutama yang sedang mengunjungi Jogjakarta, Mencari faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan untuk mengunjungi objek wisata bahari dan hal lain yang penting, Mencari kebiasaan perjalanan wisata ketika wisatawan sedang menghadapi berbagai pilihan antara objek wisata dan wisata budaya.
Teknik stated preference
Hasil pemodelan menunjukkan bahwa kondisi kelengkapan sarana prasarana wisata, keragman atraksi dan waktu tempuh yang sama, probabilitas untuk memilih ODTW alam bahari adalah 47,7 % dan 9,98%. Hal ini menunjukkan bahwa DIY masih merupakan daerah yang penting untuk wisata budaya.
Dwi Sulistiawati, 2011/ Disertasi
Menganalisis interaksi sifat ekologis perairan dan mengestimasi daya dukung lingkungan dan sumber daya kawasan gugus Pulau Batuda yang dapat dimanfaatikan bagi kegiatan Wisata dan perikanan berkelanjutan Merumuskan pengelolaan wisata perikanan yg terintegrsi secara spasial di Gugus Pulau Batudaka
Secara umum analisis data dilakukan secara bertahap yakni deskriptif, kolaborasi dan implementasi.
Keterkaitan sifat ekologis perairan menghasilkan kesesuaian ruang untuk wisata perikanan dan estimasi daya dukung kawasan gugus Pulau Batudaka masih layak untuk kegiatan wisata dengan kategori sangat sesuai.
Pola Perencanaan Wisata bahari kawasan Olele dalam sistem kluster destinasi Provinsi Gorontalo
Supriyatno Kusnadi
Permintaan Untuk Perjalanan Wisata Bahari Bagi Wisatawan di DIY
Model integrasi wisata perikanan di gugus pulau Batudaka kabupaten Tojo UnaUna Provinsi Sulawesi Tengah
2008/ UGM
21
12.
13.
14.
Partisipasi masyarakat Wana ( Tau Taa Wana Bulang) dalam mengkonservasi hutan berdasar kearifan lokal di Provinsi Sulawesi Tengah.
Sahlan, 2011/ Disertasi
Mengidentifikasi strategi partisipasi kultural berdasarkan kearifan lokal yang dikembangkan oleh masyarakat Wana untuk berkelanjutan fungsi hutan dan komuditas hutan.
Metode Kuantitatif dan Kualitatif
Strategi masyarakat wana dalam melestarikan dan mempertahankan kearifan lokalnya adalah melanjutkan eksistensi hukum adat dan kerjasama dengan pemerintah melestarikan hutan, menggunakan kelembagaan adat untuk mengelola kerusakan hutan.
Environmental marketing pada ekowisata pesisir: menggerakkan ekonomi rakyat daerah otonom.
Rudy Aryanto
Mempelajari fenomena yang berkaitan dengan berbagai profil dan aktifitas wisata di Kawasan Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi.
Untuk mendapatkan inventarisasi dan pemetaan sumber daya alam digunakan metode pendekatan GIS dan teknologi penginderaan (inderjaya/remote sensing)
Untuk mempromosikan dan meningkatkan manfaat sumberdaya ekowisata secara berkelanjutan dan terintegrasi, maka Environmental Marketing , perlu dilakukan guna meningkatkan perekonomian dari komunitas lokal dengan program pengembangan Sustainopreneurs bidang wisata.
Kajian spasial ekologis keruskan ekosistem terumbu karang akibat perilaku manusia di cagar alam/taman Laut Banda Provinsi Maluku
Muhamad Arief Hussein/ 2008/Disertasi
Mengidentifikasi berbagai faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pembentukan perilaku masyarakat bagaimana memperlakukan ekosistem terumbu karang, mengetahui kualitas dan potensi kerusakan terumbu karang, membuat zonasi serta memberikan alternativ pemberdayaan kegiatan usaha perikanan masyarakat
Metode dgn perhitungan analisis regresi linier berganda
Faktor sosial ekonomi secara signifikan memepengaruhi pada pembentukan manusia terhadap tingkat kualitas ekosistem terumbu karang
2003/ Disertasi
22
15.
16.
17.
Strategi pembangunan berkelanjutan pada kawasan pesisir : peranan pariwisata Dalam pembangunan Wilayah Pesisir Lebih, Gianyar, Bali
I Wayan Lanang Nala/ 2012
Pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia (studi kasus pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat di kepulauan Riau)
Yuniarti.
Pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan
Abida Muttaqiena Dewi, Diah Ayu, Indriyani, Liris,
Penelitian/Prosiding seminar nasional
Penelitian ini ingin mengetahui tentang strategi pembangunan yang berkelanjutan di kawasan pesisir Lebih., Provinsi Bali
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan melakukan observasi, wawancara, serta dokumentasi melalui literature yang berkaitan dengan pengembangan kawasan Lebih. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
diperlukan rencana pengembangan pariwisata yang tertuang dalam rencana induk pengembangan pariwisata daerah yang nantinya dapat dijadikan panduan dalam rangka pengembangan pariwisata secara lebih menyeluruh baik yang menyangkut program pemasaran maupun pengembangan sumberdaya manusia dan kelembagaan
melihat sumberdaya pesisir yang ada di Kepulauan Riau
Survey lapangan dengan riset partisipasi lewat wawancara
ekosistem terumbu karang di Kepulauan Riau terbentang dipaparan dangkal hampir disemua pulau-pulau. Tipe terumbu yang terdapat dikepulauan riau umumnya berupa karang tepi (fringing reef). Kondisi terumbu karang di Kepulauan Riau bervariasi di suatu daerah ke daerah lain dengan kategori sedang hingga baik, meskipun ada beberap spot terumbu mempunyai kondisi karang yang buruk
Mendeskripsikan konsep pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan. 2) Menjelaskan penerapan
Survei dan studi literatur yang berkaitan dengan bencana
Konsep pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan berfokus pada karakteristik
Karya tulis ilmiah
23
pascatsunami Aceh Desember 2004
Sa’adillah Fitri F. Dania
pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan di Aceh pascatsunami
tsunami. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
ekosistem pesisir yang bersangkutan, yang dikelola dengan memperhatikan aspek parameter lingkungan, konservasi, dan kualitas hidup masyarakat, selanjutnya diidentifikasi secara komprehensif dan terpadu melalui kerjasama Masyarakat, Ilmuwan &Pemerintah, untuk menemukan strategi-pengelolaan pesisir yang tepat.
Penelitian ini merupakan kajian kebutuhan untuk menuju wilayah kepesisiran di Kota Semarang dan Kota Cilacap di masa mendatang dengan tujuan mempelajari dan menyusun model pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu untuk kota pesisir yang berkelanjutan khususnya mengenai lingkungan di daerah penelitian; dan mengembangkan suatu sistem model pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu yang berkelanjutan untuk daerah penelitian sebagai masukan dalam sistem pendukung keputusan atau DSS
Metode yang digunakan adalah survei dengan riset partisipatif FGD dan wawancara yang mendalam dengan para multipihak (stakeholders). Analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitif dengan membangun model DPSIR untuk pengelolaan wilayah kepesisiran yang berkelanjutan serta meinisiasikan model awal dalam mengintegrasikan sistem pembuat keputusan.
Hasil yang diperoleh dari pemrograman untuk DSS di Kota Semarang dan Kota Cilacap tidak jauh berbeda. Skenario untuk pengembangan wilayah kepesisiran dengan skenario pembangunan yang berkelanjutan menjadi fokus utama dalam penyelesaian permasalahan wilayah kepesisiran. Meskipun demikian ada mekanisme yang bersifat dari atas ke bawah (top down) untuk penyelesaian yang bersifat kebijakan, misalnya mitigasi bencana.
Karya Ilmiah
18.
Model pengelolaan wilayah kepesisiran secara terpadu untuk pengembangan sistem pendukung keputusan perencanaan pembangunan kota pesisir berkelanjutan (kasus Kota Semarang dan Kota Cilacap)
Raditya Jati/ UGM/ 2012\ Disertasi
24
19.
Pengelolaan Kawasan Pesisir Berbasis Masyarakat di Taman konservasi Laut Olele Kec. Kabila Bone, Kab.Bone Bolango Provinsi Gorontalo
Beby S.D Banteng /2013/Disertasi
1.Menginventarisir potensi sumberdaya pesisir di daerah penelitian. 2.Mengkaji alasan belum maksimalnya pemanfaatan SDA Taman Konservasi Olele, oleh masyarakat Pesisir Olele dalam mensejahterakan kehidupannya. 3.Mengkaji alasan kurangnya partisipasi masyarakat Pesisir Olele dalam mengkonservasi Taman lautnya yang kaya akan terumbu karang dan lingkungannya. 4. Menyusun model pengelolaan kawasan pesisir Taman Konservasi Olele sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah
Metode Kuantitatif dan Kualitatif. metode perumusan melalui tiga tahap ; A) Evaluasi Faktor Eksternal /EFE dan. Evaluasi Faktor Internal /EFI B) tahap analisis, dengan Analisa Matriks SWOT C) tahap keputusan dengan Analisis Quantitative Strategies Planning Matrix /QSPM dengan pendekatan metode RRA dan PRA
1)Taman Konservasi Olele berpotensi dibidang pendidikan, penelitian, pariwisata dan bioteknologi kelautan. Survei lapangan tahun 2010-2012 dan data sekunder menunjukkan terdapat ekosistem terumbu karang dalam kondisi cukup baik dengan keanekaragaman biota dalam kondisi cukup tinggi. Ekosistem pesisir itu utamanya adalah mayoritas terumbu karang. 2)Nelayan Pesisir Olele yang menguasai ilmu pengetahuan serta terlatih dalam perencanaan dan pengelolaan pemanfaatan wilayah pesisir dan laut terbatas. Persepsi sebagian masyarakat salah tentang lingkungan pesisir (wilayah pesisir dianggap sebagai daerah akhir tempat pembuangan sampah. 3) persepsi masyarakat terhadap pengelolaan pesisir dan terumbu karang masih sebatas pada kegiatan pemanfaatan saja. pengelolaan Taman Konservasi Olele berbasis pemerintah 4) pengelolaan yang sesuai untuk kawasan pesisir Taman Konservasi Laut Olele adalah model pengelolaan secara kolaboratif partisipatif.