BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan bidang kesehatan merupakan salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam program pembangunan jangka panjang, yakni untuk menciptakan sumberdaya manusia yang sehat dan berkualitas (Martiningrum, 2004). Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Permasalahan utama pembangunan kesehatan adalah masalah perilaku masyarakat. Sampai saat ini, sebagian anggota masyarakat belum berperilaku hidup bersih dan sehat. Upaya untuk menjadikan pembangunan nasional berwawasan kesehatan sebagai salah satu misi serta strategi yang baru harus dapat dijadikan komitmen semua pihak, disamping menggeser paradigma pembangunan kesehatan yang lama menjadi paradigma sehat dimana upaya kesehatan yang dilakukan akan lebih mengutamakan upaya preventif (pencegahan) dan promotif (promosi kesehatan), tanpa meninggalkan upaya kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (rehabilitasi) (Depkes, 2005). Apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN, Indonesia memiliki derajat kesehatan yang jauh tertinggal terutama derajat kesehatan masyarakat miskin (Thabrany, 2005). Indikator derajat kesehatan masyarakat miskin dapat dilihat dari Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI) dan Umur Harapan Hidup (UHH). Dikatakan derajat kesehatan masyarakat Indonesia rendah karena angka yang ditunjukkan adalah AKB sebesar 26,9 per 100.000 kelahiran hidup serta Umur Harapan Hidup 70,5 tahun (BPS, 2007 dalam Depkes RI, 2008). Rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin diakibatkan karena sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti tidak adanya kemampuan secara ekonomi yang dikarenakan biaya kesehatan sangat mahal. Selain itu, masyarakat miskin biasanya rentan terhadap penyakit dan mudah terjadi penularan penyakit karena berbagai kondisi seperti kekurangan kebersihan lingkungan dan perumahan yang saling berhimpitan. Hal tersebut diakibatkan karena perilaku hidup bersih masyarakat yang belum membudaya, pengetahuan terhadap kesehatan dan pendidikan yang umumnya masih rendah (Depkes RI, 2008). Upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia ditunjukkan oleh program penjaminan kesehatan dari pemerintah terhadap pembiayaan kesehatan dalam bentuk subsidi untuk masyarakat kurang mampu atau miskin. Subsidi diberikan sebagian besar dalam bentuk investasi untuk penyediaan sarana pelayanan kesehatan masyarakat yaitu Rumah Sakit dan Puskesmas. Guna menanggulangi dampak krisis dalam bidang kesehatan pemerintah Indonesia telah menyelenggarakan pendanaan kesehatan bagi penduduk miskin sejak dua dekade yang lalu. Periode sebelum krisis moneter (krismon) tahun 1997 dan periode setelah krismon (Depkes RI, 2008). Program-program tersebut memperlihatkan bahwa pemerintah Indonesia telah sejak lama memiliki komitmen terhadap pendanaan kesehatan, pendidikan dan sosial pada rakyat miskin. Program pendanaan kesehatan bagi masyarakat miskin saat ini dikenal dengan program Jaminan Kesehatan Masyarakat yang disebut Jamkesmas. Adanya penjaminan kesehatan untuk masyarakat miskin maka memerlukan penentuan definisi serta indikator kemiskinan terlebih dahulu agar tepat sasaran. Thabrany (2005) menyatakan bahwa penentuan indikator kemiskinan yang digunakan masih beragam, sehingga prediksi jumlah penduduk miskin pun masih beragam. Banyak indikator kemiskinan yang dirasakan masih kurang sensitif. Masing-masing instansi atau badan pemerintah menentukan sendiri kriteria miskin karena sesuai kebutuhan instansi bersangkutan. Misalnya, BKKBN membutuhkan data keluarga sejahtera untuk memberi bantuan kredit dan kontrasepsi. BPS lebih cenderung untuk memenuhi data kemiskinan secara makro, Dinas Kesehatan atau Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) menggunakan kriteria miskin yang dilihat dari tingkat akses ke pelayanan kesehatan pemerintah. Faktor lain penyebab terjadinya
perbedaan jumlah penduduk miskin seperti dilaporkan oleh sekretariat JPSBK karena adanya bias identifikasi oleh Tim Desa. Secara alamiah, dengan adanya penjaminan kesehatan untuk masyarakat miskin maka akan menyebabkan kelompok yang tidak tergolong miskin menyatakan dirinya juga miskin. Banyak program penjaminan sosial bagi masyarakat miskin dari pemerintah yang menimbulkan protes komunitas akibat dari perbedaan suatu definisi miskin antara komunitas dan pemerintah. Salah satunya adalah warga Kelurahan Cibadak Kecamatan Tanah Sareal Bogor yang akan dijadikan penelitian kali ini. Program yang digulirkan kepada 2.058 jiwa (458 KK), banyak menimbulkan protes dari masyarakat karena ternyata masyarakat mempunyai cara pandang yang berbeda mengenai kemiskinan. Pemegang kartu Jamkesmas dirasakan kurang memenuhi indikator miskin menurut komunitas karena masih banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan kartu Jamkesmas. Di sisi lain, masyarakat yang dikategorikan mampu justru mendapatkan kartu Jamkesmas. Penentuan kriteria miskin itu sendiri masih dirasakan kurang sensitif. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian lebih lanjut mengenai indikator miskin menurut masyarakat serta upaya masyarakat miskin dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya dengan berperilaku sehat guna tercapainya pembangunan kesehatan.
1.2 Perumusan Masalah Sejak pencanangan program pembangunan kesehatan jangka panjang, terlihat bahwa pemerintah Indonesia telah lama memiliki komitmen terhadap pendanaan kesehatan dan sosial pada rakyat miskin. Pemerintah telah berupaya maksimal untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia sebagai aset dalam pembangunan nasional, mulai dari penyusunan program sampai pada penyediaan anggaran. Hal tersebut dilakukan agar terwujudnya pembangunan kesehatan yang dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin. Namun, terdapat perbedaan penentuan kriteria miskin antara komunitas dan pemerintah menyebabkan program jaminan kesehatan tersebut belum dinyatakan sukses. Pada kenyataannya masih
banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik karena tidak tercatat sebagai peserta Jamkesmas (Jaminan Kesehatan Masyarakat). Hal yang sama terjadi pada masyarakat di Kelurahan Cibadak Bogor. Komunitas ini mempunyai cara pandang yang berbeda dengan pemerintah mengenai kemiskinan. Perbedaan tersebut menimbulkan banyak protes dari masyarakat mengenai penentuan perserta Jamkesmas. Pemberian kartu Jamkesmas dirasakan kurang tepat sasaran karena masih banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan kartu Jamkesmas, sedangkan masyarakat yang dianggap mampu mendapatkan kartu Jamkesmas. Penentuan kriteria miskin dinilai masih kurang sensitif dan hanya berdasarkan kuantitatif. Selain itu, pembangunan kesehatan pun bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Permasalahan utama pembangunan kesehatan adalah masalah perilaku masyarakat. Sampai saat ini, sebagian anggota masyarakat belum berperilaku hidup bersih dan sehat (Depkes, 2005). Sebaik apapun program apabila tidak diikuti dengan sikap proaktif dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya kesehatan maka program tersebut hanya akan menjadi sebuah fatamorgana dan kurang berhasil guna (Gani, 2007). Beberapa perumusan masalah yang diteliti lebih lanjut yaitu: 1. Sejauh mana tingkat pemahaman komunitas terhadap kondisi kemiskinan yang dihadapi sehari-hari? 2. Sejauh mana tingkat kesenjangan indikator miskin antara komunitas dengan pemerintah yang memunculkan program Jamkesmas tidak tepat sasaran? 3. Bagaimana keterkaitan antara realitas kemiskinan dengan perilaku kesehatan komunitas miskin?
1.3 Tujuan Penulisan Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan tingkat pemahaman komunitas terhadap kondisi kemiskinan yang dihadapi sehari-hari 2. Menganalisis tingkat kesenjangan indikator miskin antara komunitas dengan pemerintah yang memunculkan program Jamkesmas tidak tepat sasaran. 3. Menganalisis keterkaitan antara realitas kemiskinan dengan perilaku kesehatan komunitas miskin.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat dari penulisan hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk: 1. Bagi mahasiswa akan berguna sebagai rujukan dan wawasan dalam menyusun penelitian selanjutnya. 2. Bagi civitas akademika berguna sebagai bahan referensi yang memperkaya wawasan tentang realitas kemiskinan antara komunitas dan pemerintah dalam program penjaminan kesehatan masyarakat miskin. 3. Bagi masyarakat umum berguna sebagai pertimbangan dan wawasan tentang indikator pemerintah mengenai penentuan masyarakat miskin dalam jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin di Indonesia. 4. Bagi pemerintah akan berguna untuk mengetahui perbedaan karakteristik miskin dan kebutuhan jaminan kesehatan pada setiap komunitas. Sehingga program penjaminan kesehatan tepat sasaran. 5. Mengetahui kebutuhan penelitian, khususnya tentang perbedaan pandangan mengenai karakteristik kemiskinan antara komunitas dan pemerintah serta hubungannya dengan program Jamkesmas dan pentingnya perilaku hidup sehat.