1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan energi terbarukan dan upaya konservasi energi. Salah satu bentuk energi terbarukan yang dapat dikembangkan adalah energi biomassa. Energi biomassa bersumber dari bahan organik misalnya tanaman dari perkebunan atau limbah hasil pertanian, hutan, peternakan dan sampah. Penemuan baru di bidang energi alternatif dari biomassa semakin berkembang. Salah satu energi alternatif yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan adalah bioetanol. Bioetanol diharapkan dapat menggantikan sebagian penggunaan bensin, terutama untuk keperluan transportasi (Greer, 2005). Selain upaya penanggulangan krisis energi, upaya pengurangan pemakaian bensin juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan akibat emisi gas berbahaya dari penggunaan bahan bakar fosil seperti NO2, sulfur dan lain lain. Oleh karena itu, secara bertahap bioetanol diharapkan dapat mensubstitusi sebagian bensin. Hal ini sesuai dengan road map dari kementerian riset dan teknologi dimana secara bertahap produksi bioetanol akan ditingkatkan menjadi 4,99 juta kilo liter atau sekitar 20% menggantikan bensin pada tahun 2015-2025. Beberapa hal di atas menjadi pertimbangan untuk mengembangkan teknologi dalam hal memproduksi bioetanol dari biomassa. Bahan baku biomassa yang dapat dikembangkan untuk memproduksi bioetanol adalah bahan lignoselulosa. Bahan lignoselulosa merupakan tanaman yang dapat diperoleh dari sampah atau limbah hasil pertanian. Salah satu bahan lignoselulosa yang berpotensi dikembangkan untuk memproduksi bioetanol adalah enceng gondok, yang merupakan gulma air yang tumbuh pada daerah rawa dan perairan air tawar. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada enceng gondok cukup tinggi (sekitar 25% dan 35% dari total berat keringnya) (Gunnarsson and Petersen, 2007). Selain kadar selulosa dan hemiselulosa yang tinggi, tanaman ini juga sangat berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku bioetanol karena memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, hanya memerlukan waktu 4 hari untuk tumbuh menjadi dua kali lipat sehingga ketersediaannya di alam sangat melimpah (Hronich et al. 2008).
2
Secara umum, lignoselulosa terdiri dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Secara alamiah lignin merupakan pelindung dari selulosa dan hemiselulosa. Tahapan utama untuk mengkonversi lignoselulosa menjadi bioetanol adalah menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa dan xylosa yang selanjutnya akan difermentasi menjadi bioetanol. Berkaitan dengan hal ini, untuk menghasilkan bioetanol yang maksimum maka harus diupayakan proses hidrolisis menghasilkan glukosa yang maksimum pula. Produksi glukosa maksimum sangat tergantung dari ketersediaan selulosa sebelum proses hidrolisis dilakukan. Oleh karena itu sebelum proses hidrolisis diperlukan perlakuan khusus agar dihasilkan selulosa yang siap dihidrolisis sehingga yield glukosa yang dihasilkan tinggi. Pada
proses
hidrolisis
enzimatik,
selulosa
biasanya
dihidrolisis
menggunakan enzim selulase. Keberadaan lignin yang merupakan pelindung selulosa dan hemiselulosa, akan menghalangi akses enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa. Oleh karena itu lignin harus dihilangkan.
Proses
penghilangan lignin ini dapat dilakukan dengan proses pretreatment. Proses pretreatment ini bisa berbagai metode, baik fisik, kimia, biologi atau kombinasinya. Pada penelitian ini dipilih proses pretreatment secara biologi karena dianggap lebih ramah lingkungan. Hal ini disebabkan proses pretreatment secara biologi berlangsung pada suhu ruang dan hampir tidak menghasilkan limbah. Pretreatment biologi yang dipilih pada penelitian ini adalah pretreatment menggunakan jamur. Pretreatment menggunakan jamur ini telah diterapkan pada berbagai jenis bahan lignoselulosa, tetapi baru pada tahap ujicoba proses pretreatment belum pada kajian pengembangan dan optimasi sehingga proses pretreatment ini masih membutuhkan waktu inkubasi yang sangat lama dan dipandang kurang efektif jika dikembangkan secara komersial. Oleh karena itu diperlukan pengembangan dan optimasi proses pretreatment sehingga akan dihasilkan proses pretreatment yang efektif dan efisien misalnya dengan cara pemilihan jamur, pemilihan kondisi proses dan seleksi bahan lignoselulosa yang akan dijadikan bahan baku bioetanol. 1.2. Perumusan dan Batasan Masalah Penerapan proses pretreatment dengan jamur kebanyakan menggunakan lignoselulosa yang berkadar lignin tinggi seperti tandan kosong kelapa sawit,
3
kayu, jerami padi dan sebagainya. Pada bahan lignoselulosa yang berkadar lignin tinggi proses pretreatment bertujuan mendegradasi lignin semaksimal mungkin sehingga waktu pretreatment sangat lama. Bahkan, seringkali diperlukan kombinasi dengan pretreatment yang lain, seperti pretreatment fisik dan kimia sehingga proses pretreatment memerlukan biaya yang mahal dan sulit untuk dikembangkan secara komersial. Selain lignoselulosa yang berkadar lignin tinggi, terdapat juga bahan lignoselulosa yang berkadar lignin rendah. Salah satu bahan lignoselulosa yang berkadar lignin rendah adalah enceng gondok. Enceng gondok memiliki lignin yang relatif rendah hanya sekitar 7-10% (Gunnarson and Peterson, 2007). Dalam mempersiapkan enceng gondok menjadi bahan baku bioetanol maka diperlukan evaluasi yang lengkap sehingga dapat dihasilkan proses pretreatment yang tepat. Adanya perbedaan kadar lignin dengan penerapan proses pretreatment yang telah dilakukan sebelumnya menggunakan kadar lignin tinggi menyebabkan adanya kemungkinan perbedaan proses yang terjadi selama pretreatment berlangsung. Salah satu yang perlu dievaluasi adalah perlu atau tidak dilakukan proses pretreatment pada bahan lignoselulosa berkadar lignin rendah. Dari kajian
literatur didapatkan
bahwa
lignoselulosa
berkadar
lignin
rendah
diperkirakan masih membutuhkan proses pretreatment. Hal ini disebabkan walaupun lignin rendah, tetapi struktur morfologi lignin akan tetap menghalangi akses enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa. Hal ini didukung dari penyataan Chandra et al (2007) bahwa lignin dapat menghalangi akses enzim pada proses hidrolisis enzimatik, tidak hanya tergantung pada konsentrasi lignin, tetapi tergantung juga pada struktur morfologinya. Oleh karena itu lignin pada bahan lignoselulosa berkadar lignin rendah diduga masih tetap harus dihilangkan dengan proses pretreatment. Pretreatment ini tidak bertujuan menghilangkan lignin secara maksimal tetapi bertujuan memecah struktur morfologi lignin dan hanya berfungsi untuk membuka akses enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa dan dapat menghasilkan yield glukosa yang tinggi. Secara
umum
permasalahan
pada
pretreatment
dengan
jamur
membutuhkan waktu yang relatif lama, sehingga perlu diupayakan untuk mempersingkat waktu pretreatment. Permasalahan lain yang perlu dipecahkan pada proses pretreatment lignoselulosa berkadar lignin yang rendah adalah potensi terjadinya kehilangan selulosa dan hemiselulosa. Jika lignin didegradasi oleh jamur maka lignin akan mengalami kerusakan struktur morfologi sehingga
4
jamur dapat mengakses selulosa dan hemiselulosa yang terletak pada bagian dalam, selanjutnya selulosa dan hemiselulosa ini akan didegradasi untuk memenuhi kebutuhan sumber karbon untuk pertumbuhan. Jika struktur morfologi ini telah rusak dan proses pretreatment belum dihentikan maka diduga akan menyebabkan selulosa dan hemiselulosa pada akhir proses pretreatment akan lebih sedikit dan jika dihidrolisis pada proses hidrolisis enzimatik maka yield glukosa yang dihasilkan akan rendah. Oleh karena itu, pada pretreatment lignoselulosa berkadar lignin rendah, faktor kerusakan struktur morfologi diduga sangat penting, untuk menentukan waktu yang tepat menghentikan proses pretreatment
dan selanjutnya dilakukan proses hidrolsis. Hal ini dapat
menghindari terjadinya kehilangan selulosa dan hemiselulosa, dan pada akhir proses pretreatment akan dihasilkan selulosa maksimal dan jika dilanjutkan pada proses hidrolisis enzimatik diharapkan dapat menghasilkan yield glukosa yang tinggi. Penentuan terjadinya kerusakan struktur morfologi lignin pada pretreatment enceng gondok dengan jamur ini sangat penting, sehingga perlu dievaluasi secara lengkap sehingga proses pretreatment pada bahan lignoselulosa berkadar lignin rendah dapat mendukung upaya meningkatkan yield glukosa pada proses hidrolisis enzimatik. . 1.3. Keaslian Penelitian Proses pretreatment secara biologi dapat diterapkan di berbagai bidang seperti pembuatan biopulping, pakan ternak dan keperluan untuk bioenergi, tetapi terdapat perbedaan tujuan dari proses pretreatment tersebut. Jika pada biopulping dan pakan ternak, pretreatment bertujuan untuk mendegradasi lignin semaksimal mungkin sehingga dihasilkan serat yang putih untuk biopulping dan serat yang mudah dicerna untuk pakan ternak. Untuk mempersiapkan bahan lignoselulosa menjadi bahan baku bioetanol, tujuan dari proses pretreatment adalah
mengurangi/merusak
lignin
sehingga
lignoselulosa
akan
mudah
dihidrolisis dan dapat menghasilkan yield glukosa yang tinggi. Dalam rangka mempersiapkan lignoselulosa menjadi bahan baku bioetanol maka diperlukan penelitian yang mengevaluasi pengaruh proses pretreatment terhadap perolehan yield glukosa pada proses hidrolisis enzimatik. Penelitian yang mengevaluasi pengaruh proses pretreatment secara biologi menggunakan jamur terhadap perolehan yield glukosa pada proses hidrolisis
5
enzimatik sudah dilakukan oleh beberapa peneliti (Taniguchi et al. 2005; Zhang et al. 2007; Yu et al. 2009; Sun et al. 2011). Penelitian terdahulu pada umumnya menggunakan bahan lignoselulosa
yang berkadar lignin tinggi diatas 15%
seperti pada jerami padi, tongkol jagung, batang bambu dan kayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghilangan lignin yang signifikan dapat meningkatkan perolehan glukosa hasil hidrolisis enzimatik. Pada lignoselulosa berkadar lignin tinggi seperti batang kapas yang berkadar lignin sekitar 30,52% dan dilakukan pretreatment pada batang kapas ini sehingga kadar lignin turun menjadi 7% (Shi et al. 2008). Hasil penelitian Shi et al (2008) menunjukkan bahwa degradasi lignin ini menyebabkan terjadinya kerusakan yang signifikan pada struktur morfologi lignin, hal ini dapat membuka akses enzim selulase dan meningkatkan yield glukosa pada proses hidrolisis enzimatik. Kebaruan dari penelitian ini adalah bahan lignoselulosa yang digunakan memiliki lignin rendah, tetapi lignin masih perlu dirusak oleh jamur untuk menghasilkan yield glukosa yang tinggi. Target proses pretreatment pada enceng gondok adalah memecah struktur morfologi enceng gondok dan membuka akses enzim selulase pada proses hidrolisis enzimatik. Secara khusus penelitian ini akan mempelajari bagaimana pengaruh proses pretreatment dengan jamur terhadap kerusakan struktur morfologi enceng gondok dan korelasinya terhadap peningkatan yield glukosa pada proses hidrolisis. Pretreatment enceng gondok untuk mempersiapkan tanaman ini menjadi bahan baku bioetanol, terutama mengevaluasi pengaruh pretreatment terhadap yield glukosa pada proses hidrolisis masih jarang dilaporkan. Sebelumnya telah ada yang melakukan pretreatment enceng gondok dengan metode asam sulfat dan kombinasi jamur Echinodontium taxodii dan asam sulfat (Ma et al. 2010), penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi pretreatment biologi dengan asam sulfat dapat meningkatkan yield glukosa pada proses hidrolisis sebesar 1,13-2,11 kali lipat dibandingkan dengan hanya pretreatment asam. Penelitian Ma et al (2010) hanya sebatas membandingkan perolehan yield glukosa antara pretreatment asam dan kombinasinya dengan pretreatment biologi sehingga tidak secara mendalam mempelajari proses yang terjadi selama pretreatment dengan jamur. Sampai saat ini belum banyak laporan mengenai penelitian yang mempelajari pretreatment pada lignoselulosa berkadar lignin rendah dan proses yang terjadi selama pretreatment tersebut. Pada penelitian ini dilakukan
6
pretreatment enceng gondok dengan jamur yang diketahui cukup selektif mendegradasi lignin. Pemilihan jamur ini hanya merupakan kajian literatur. Jamur yang selektif dapat mendegradasi lignin pada penelitian terdahulu diharapkan dapat cukup selektif pula mendegradasi lignin dalam enceng gondok. Karakteristik enceng gondok yang berkadar lignin rendah menyebabkan adanya potensi terjadinya kehilangan selulosa dan hemiselulosa sehingga hal ini diperkirakan dapat menurunkan keselektifan jamur yang digunakan, tetapi pemilihan kondisi proses pretreatment dan penambahan nutrisi atau sumber karbon lain diharapkan dapat meningkatkan kinerja jamur mendegradasi lignin sekaligus menghindari terjadinya degradasi selulosa dan hemiselulosa. Hasil akhir dari proses pretreatment ini diharapkan dapat menghasilkan yield glukosa yang tinggi.
Kajian proses pretreatment pada enceng gondok ini diharapkan
dapat menjadi acuan dalam mempersiapkan bahan lignoselulosa yang berkadar lignin rendah lainnya sebagai bahan baku untuk memproduksi bioetanol. 1.4.Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempersiapkan enceng gondok sebagai bahan baku untuk memproduksi bioetanol. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1. Menurunkan konsentrasi lignin dan mempersingkat waktu degradasinya 2. Menentukan waktu optimum pretreatment untuk mendegradasi lignin 3. Mendapatkan korelasi antara penurunan lignin dengan yield glukosa 4. Meminimalkan terjadinya kehilangan selulosa dan hemiselulosa 5. Mendapatkan parameter-parameter kinetika untuk pertumbuhan jamur dan degradasi lignin, selulosa dan hemiselulosa yang dipengaruhi oleh kondisi proses pretreatment.
Manfaat Keberhasilan penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat antara lain : 1. Memberikan data dan informasi yang dapat digunakan untuk proses pretreatment secara biologi pada bahan lignoselulosa yang berkadar lignin rendah dalam rangka meningkatkan yield glukosa pada hidrolisis enzimatik
7
2. Mendapatkan cara yang tepat untuk mempersiapkan enceng gondok atau bahan lignoselulosa yang berkadar lignin rendah lainnya sebagai bahan baku pembuatan bioetanol 3. Menumbuhkembangkan
studi
peningkatan
nilai
ekonomi
dari
bahan
lignoselulosa lainnya selain enceng gondok untuk keperluan pencarian bahan baku alternatif untuk keperluan pembuatan sumber bahan bakar alternatif 4. Meningkatkan kinerja dan selektivitas jamur untuk mendegradasi lignin 5. Mendapatkan data kinetika proses peruraian enceng gondok untuk keperluan pengembangan