BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Energi menjadi peran penting dalam menunjang kehidupan manusia.
Ketersediaan energi Indonesia saat ini masih didominasi oleh energi fosil. Energi fosil Indonesia jumlahnya terbatas dan harus menghadapi masalah pertumbuhan konsumsi energi yang semakin meningkat. Konsumsi energi Indonesia dalam satu dasawarsa terahkir menunjukkan peningkatan rata-rata 7-8% per tahun seiring dengan pertambahan populasi dan pertumbuhan ekonomi yang terus membaik. Kondisi
ini
menuntut
ketersediaan
energi
untuk
mendukung
aktivitas
perekonomian dan dinamika sosial masyarakat. Namun demikian, berbagai tantangan dan kendala untuk memenuhi kebutuhan energi diantaranya produksi minyak bumi yang cendrung menurun sementara akselerasi pengembangan energi baru terbarukan (EBT) yang diharapkan dapat jadi tulang punggung baru energi nasional masih belum maksimal [1]. Mengacu pada data kondisi energi Indonesia tahun 2013 dari Dewan Energi Nasional (DEN) kontribusi energi baru terbarukan yang meliputi panas bumi, air, biomassa, dan surya
hanya 8% dari total pemakaian energi di Indonesia.
Meskipun data menunjukkan kontribusi energi baru terbarukan yang semakin meningkat, tetapi kontribusinya masih sangat jauh dari target Kebijakan Energi Nasional (KEN) yaitu 21% (tanpa biomassa) di tahun 2025. Panas bumi tercatat pada tahun 2012 memiliki potensi total sebesar 28,617 GW namun pemanfaatannya masih kecil yaitu kapasitas terpasang masih sebesar 1,341 GW. Pulau Sumatera memiliki potensi terbesar yaitu 12,760 GW kemudian diikuti oleh Pulau Jawa yaitu 9,717 GW. Besar potensi tersebut tidak diikuti oleh besarnya pemanfaatan, di lihat bahwa pada Pulau Sumatera hanya 122 MW potensi panas bumi yang dapat dimanfaatkan, dan pada Pulau Jawa hanya 1.134 MW potensi yang telah dimanfaatkan.
1
2
Tabel 1.1. Potensi panas bumi di Indonesia 2012 [2]
No.
Pulau
Jumlah Lokasi
2012 Potensi Energi (Mwe) Sumber Daya Cadangan
Total
Terpasang
Spekulatif Hipotesis Terduga Mungkin Terbukti
1
Sumatera
90
3,089
2,427
6,849
15
380
12,760
122
2
Jawa
71
1,710
1,826
3,708
658
1,815
9,717
1,134
3
Bali-Nusa Tenggara
28
360
417
1,013
-
15
1,805
5
4
Kalimantan
12
145
-
-
-
-
145
5 6 7
Sulawesi Maluku Papua Total
65 30 3 299
1,374 429 13,373
150 823 16,484
78 2,288
3,044 1,071 75 28,617
1,323 119 545 97 75 7,247 4,886 12,133
Sebagian besar lokasi panas bumi di Indonesia terletak di lingkungan vulkanik dan sisanya di lingkungan batuan sedimen metamorf, sehingga sebagian besar sumber panas bumi di Indonesia tergolong mempunyai entalpi tinggi dengan suhu 250-300ºC [1]. Panas bumi merupakan energi terbarukan yang mana konversi energi terjadi dari fluida panas bumi yang idealnya berfasa uap digunakan langsung untuk memutar turbin sehingga dapat menggerakkan generator dan menghasilkan listrik. Uap panas bumi berasal dari hasil pemanasan air tanah oleh perut bumi, ketika air yang tidak memiliki suhu tinggi kontak dengan batuan panas maka air akan berubah fasa menjadi uap bersuhu dan tekanan tinggi sehingga dapat dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB). Pada kenyataannya tidak semua fluida panas bumi didominasi fasa uap, banyak juga fluida yang di dominasi fasa cair oleh karena itu pemanfaatan potensi panas bumi dibagi menjadi 3 macam yaitu dry steam, flash steam, dan binary cycle. Teknologi dry steam merupakan teknologi untuk fluida yang didominasi fase uap sehingga fluida langsung dimanfaatkan untuk memutar turbin. Teknologi
80
1,341
3
flash steam merupakan teknologi untuk fluida panas bumi yang cukup banyak mengandung fasa cair, oleh karena itu fluida dipisahkan melalui separator terlebih dahulu kemudian uap yang sudah dipisahkan digunakan untuk memutar turbin. Teknologi binary cycle merupakan teknologi untuk fluida panas bumi yang hampir seluruhnya didominasi fasa cair, sehingga fluida hanya akan masuk ke penukar panas di siklus biner untuk mengubah fasa fluida kerja menjadi uap dan dapat digunakan untuk memutar turbin. Teknologi flash steam memisahkan fluida 2 fasa menjadi uap yang dimanfaatkan untuk memutar turbin dan air panas buang untuk diinjeksikan kembali ke sumur. Air panas buang atau brine water sebelum diinjeksikan biasanya ditampung terlebih dahulu di kolam penampung atau thermal pond untuk menurunkan suhunya agar cukup dingin untuk di injeksikan kembali ke sumur. Air panas buang hasil pemisahan biasanya masih memiliki suhu yang tinggi, sehingga memilik potensi untuk membangkitkan listrik dalam skala kecil. Siklus Rankine Organik (Organic Rankine Cycle) yang untuk selanjutnya disingkat ORC adalah modifikasi dari siklus Rankine. Siklus Rankine adalah siklus termodinamika tertutup yang mengubah kalor menjadi kerja. ORC memodifikasi siklus Rankine dengan menggunakan fluida kerja organik dan mengganti peran boiler dengan evaporator untuk mengubah fluida menjadi fasa uap. Fluida organik ini yang mendasari perbedaan siklus Rankine dan ORC. Teknologi ORC telah diproduksi oleh berbagi manufaktur seperti Turboden, ORMAT, Adoratec, GE CleanCycle, dan lain sebagainya. Masing-masing manufaktur mempunyai fungsi untuk aplikasi tertentu diantaranya biomassa, surya, panas bumi, Waste Heat Recovery (WHR), dan Combine Heat Recovery (CHP). Masing-masing manufaktur dan aplikasi mempunyai rentang daya dibangkitkan yang berbeda-beda.
4
Tabel 1.2. Daftar manufaktur utama ORC [3] Manufacture
Applications
Power Range
Heat Source
[kWe]
Temperature [°C]
ORMAT, US
Geo., WHR, Solar
200-70.000
150-300
Turboden, Italy
Biomass-CHP, WHR, Geo.
200-20.000
100-300
Adoratec, Germany
Biomass-CHP
315-1.600
300
Opcon, Sweden
WHR
350-800
<120
GMK, Germany
WHR, Geo., Biomass-CHP
50-5.000
120-350
Bosch KWK, Germany
WHR
65-325
120-150
Turboden PureCycle, US
WHR, Geo.
280
91-149
GE CleanCycle
WHR
125
>121
Cryostar, France
WHR, Geo.
n/a
100-400
Tri-o-gen, Netherlands
WHR
160
>350
Electratherm, US
WHR, Solar
50
>93
ORC memiliki komponen-komponen utama yaitu evaporator sebagai penukar kalor, turbin sebagai expander untuk memutar generator, kondensor sebagai penurun suhu, dan pompa untuk menaikkan tekanan. Teknologi ORC yang disediakan dalam bentuk satu modul dapat langsung diterapkan, namun diperlukan sistem pendukung agar ORC dapat beroperasi. Balance of Plant (BOP) atau sistem pendukung yang dibutuhkan terdiri unit penukar panas, unti suplai refrigeran, unit menara pendingin, dan unit suplai air pendingin. Selain itu juga dibutuhkan layout pembangkit daya berbasis ORC.
Gambar 1.1. Diagram skematik sistem menara pendingin [4]
5
Unit menara pendingin atau cooling tower dibutuhkan untuk membantu kinerja kondensor. Kondensor berfungsi menurunkan suhu fluida kerja membutuhkan air pendingin. Oleh karena peran menara pendingin yang selalu menyupali air dingin ke kondensor maka menara pendingin harus menurunkan suhu air panas dari kondensor agar kondensor dapat bekerja optimal. Menara pendingin menurunkan suhu air panas dengan cara menguapkan air panas dengan udara lingkungan. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka disusun perumusan masalah yaitu: 1. Brine water pada panas bumi memiliki potensi untuk membangkitkan listrik dalam skala kecil menggunakan ORC, pemilihan rancangan sistem yang paling optimal ditentukan oleh variabel efisiensi dan daya dibangkitkan. 2. ORC memiliki salah satu komponen yaitu kondensor yang mana membutuhkan sistem pendukung atau Balance of Plant (BOP) yang berupa menara pendingin untuk mendukung kerjanya. Desain konseptual menara pendingin harus disesuaikan dengan kebutuhan air pendingin di kondensor. 1.3. Batasan Masalah Adapun batasan masalah yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah: 1. Pemodelan sistem ORC pada keadaan steady state. 2. Simulasi sistem ORC menggunakan Cycle Tempo 5. 1. 3. Data sumber panas di sistem pembangkit ini adalah data sekunder yang diambil di PT. Geo Dipa Energi Dieng. 4. Data suhu lingkungan untuk perancangan menara pendingin adalah data sekunder yang diambil di PT. Geo Dipa Energi Dieng. 5. Suhu udara lingkungan menggunakan suhu rerata harian tertinggi. 6. Dinding menara pendingin bersifat adiabatik.
6
1.4. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Memperoleh rancangan sistem ORC pada pemanfaatan air panas buang Geotermal. 2. Memperoleh bagian-bagian menara pendingin apa saja yang dibutuhkan untuk proses pendinginan air sehingga dapat mencapai kebutuhan kondensor. 3. Mendapatkan perhitungan (desain konsep baik secara geometri maupun bentuk) dari tiap-tiap bagian menara pendingin tersebut. Tujuan ke- 1 dikerjakan bersama dengan peneliti lain yaitu Fahmi Fahrurozi, Rizky Rachmadi, dan Ramanda. 1.5. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang menara pendingin dan metode pemanfaatan sumber panas bumi dengan sistem ORC yang dapat diterapkan bagi pelaku bisnis panas bumi maupun pemerintah dalam mengembangkan potensi panas bumi di Indonesia, khususnya di PT. Geo Dipa Energi Dieng untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik skala kecil