BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam periode tahun 2006 hingga 2014, daya beli masyarakat Indonesia mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya pendapatan perkapita masyarakat setiap tahunnya. Sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan primer (kebutuhan yang harus segera dipenuhi pemuasannya untuk menjaga kelangsungan hidup dengan baik), sekunder (kebutuhan pelengkap yang pemuasannya dapat ditunda), hingga kebutuhan tersier (kebutuhan yang pemenuhannya setelah kebutuhan primer dan sekunder telah terpenuhi dan hanya bisa dipenuhi dengan mengkonsumsi benda yang tergolong mewah) (Ahli, 2014). Dapat dilihat pada grafik dibawah ini, terjadi peningkatan pendapatan perkapita Indonesia.
Grafik 1.1 Pendapatan Perkapita Indonesia
sumber : tradingeconomics.com
1
Dengan terjadinya peningkatan pendapatan perkapita diatas $3.000 merupakan sebuah momentum yang penting bagi suatu negara. Karena jika pendapatan perkapita suatu negara melampaui angka $3.000 negara tersebut akan menikmati pertumbuhan ekonomi yang begitu cepat (Yuswohady, 2012). Pada semester pertama tahun 2015, Indonesia mengalami penurunan laju ekonomi yang berada di angka 4,7 persen dibandingkan dengan semester pertama tahun 2014 yang berada di angka 5,17 persen. Hal tersebut dipicu oleh melambatnya perekonomian dunia dan pelemahan harga komoditas (Ariyanti, 2015). Meski mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia atau Fast Moving Consumer Goods (FMCG) tetap mengalami pertumbuhan sebesar 15 persen pada awal tahun 2015. Pertumbuhan paling tinggi terdapat pada sektor kebutuhan rumah tangga sebesar 18 persen dan kebutuhan pangan sebesar 15 persen (Istianur, 2015). Dapat dilihat bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia yang cukup besar disebabkan oleh tingginya pendapatan perkapita masyarakat setiap tahunnya.
Ekonomi kreatif tumbuh menjadi potensi yang besar dalam meningkatkan perekonomian bangsa. Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo bahwa ekonomi kreatif dapat menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia untuk kedepannya. Nilai tambah ekononi kreatif Indonesia pada tahun 2013 (data sementara) sebanyak Rp 641,8 triliun atau berkontribusi sebesar 7,05 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka tersebut naik dari periode tahun 2011 (Rp 527,0 Triliun atau 7,1 persen) dan tahun 2012 (Rp 578,8 triliun atau 7,02 persen) (Kompas, 2015) seperti yang ada pada gambar dibawah ini. 2
Grafik 1.2 Nilai Tambah Ekonomi Kreatif
sumber : Kompas, 2015
Sebagai sektor andalan baru, pengembangan ekonomi kreatif membutuhkan rencana dan strategi untuk mengahadapi persaingan global. Kreativitas dalam ekonomi kreatif akan mendorong inovasi bagi para pelaku bisnis untuk menghadirkan nilai tambah yang begitu tinggi (Kompas, 2015). Dalam periode tahun 2011 sampai 2013 industri kuliner menjadi unggulan dalam sektor perokonomian kreatif karena menyumbangkan nilai yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Masyarakat dan tentunya para pelaku bisnis diminta menghadirkan sesuatu yang baru bagi para konsumen
untuk meningkatkan
perekonomian bangsa.
Gaya hidup masyarakat Indonesia berubah cukup pesat. Dapat dilihat dari meningkatnya penerbangan domestik maupun international, ramainya pusat 3
perbelanjaan, mulai tumbuh kesadaran terhadap kesehatan dengan memilih makanan berbahan organik dan berubahnya pola hidup yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Terjadinya pertumbuhan middle class atau yang biasa disebut kelas menengah mengalami peningkatan yang tajam. Pertumbuhan kelas menengah terjadi diberbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Kecepatan laju perkembangan ekonomi membawa dampak positif diberbagai sektor, antara lain menurunkan rasio kemiskinan, pengangguran serta turut dalam peningkatan kecerdasan masyarakat.
Kelas menengah mempunyai tiga karakteristik utama, yaitu Buying Power, Knowledge Abillity dan Social Connection (Iryanah, 2014). Yang pertama adalah Buying Power. Buying power dapat diartikan sebagai kemampuan daya beli seseorang akan suatu produk, baik barang maupun jasa dan sangat menentukan perilaku individu dalam pembelian. Kelas menengah merupakan jenis konsumen yang memiliki pendapatan yang mulai meningkat dan memiliki selera yang sangat beragam. Konsumen kelas menengah mempunyai wawasan yang cukup tinggi, sehingga mereka menjadi konsumen yang sadar akan value, kritis dan global taste. Keterbatasan daya beli yang dimilikinya, membuat konsumen kelas menengah semakin jeli dan pintar dalam memilih produk (Iryanah, 2014). Lalu yang kedua, Knowledge Ability. Konsumen kelas menengah mempunyai kemampuan dan wawasan yang tinggi. Sebelum melakukan pembelian, konsumen kelas menengah sudah mencari tahu akan informasi terkait dengan produk yang diinginkan. Karakteristik ini yang mendorong konsumen kelas menengah semakin terbuka terhadap politik, mulai tumbuhnya patriotisme, selera humor semakin 4
tinggi, sadar akan lingkungan, kesehatan, dan tahu spiritual benefit, dan lain-lain. Faktor knowledge ability sangat kuat dalam menentukan perilaku dan preferensi pembelian pada konsumen kelas menengah (Iryanah, 2014). Dan yang terakhir adalah Social Connection. Karakteristik ini merupakan sebuah dimensi baru pada jenis konsumen kelas menengah. Dengan didukung oleh kemajuan tekhnologi pada saat ini, social connection memberikan dampak positif terhadap sosialisasi seorang individu. Social connection dapat dirasakan jika kebutuhan dasar telah terpenuhi (Iryanah, 2014).
Secara umum ada dua pendekatan untuk mendefinisikan kelas menengah, yaitu dengan cara pendekatan absolut dan relatif. Kelemahan pendekatan relatif adalah setiap negara memiliki angka median pendapatan yang berbeda-beda sehingga definisi kelas menengah dari berbagai negara akan berbeda-beda. Pendekatan absolut memperbaiki kelemahan itu dengan menetapkan rentang pendapatan atau pengeluaran tertentu untuk mendefinisikan kelas menengah (Yuswohady, 2012). Brasil dan Italia menggunakan pendapatan per kapita sebagai batas bawah (floor) dan batas atas (ceiling) untuk mendefinisikan kelas menengah. Definisi itu menghasilkan angka rentang pendapatan per kapita per hari kelas menengah sekitar $12-50 (berdasarkan purchasing-power parity, PPP, tahun 2000). Definisi yang lebih cocok untuk negara-negara Asia dikeluarkan oleh Asia Development Bank (ADB). ADB (2010) mendefinisikan kelas menegah dengan rentang pengeluaran per kapita sebesar $2-20. Rentang pengeluaran itu dibagi lagi ke dalam tiga kelompok, yaitu masyarakat kelas menegah bawah (lower middle class) dengan pengeluaran per kapita per hari sebesar $2-4, kelas menengah 5
tengah (middle-middle class) sebesar $4-10, dan kelas menengah atas (upper middle class) sebesar $10-20 (berdasarkan PPP tahun 2005) (Yuswohady, 2012). Sebelumnya, wilayah Asia tidak diperkirakan bahwa kelas menengah akan bertumbuh secepat ini. China menduduki posisi pertama dan Indonesia menempati posisi ke-3 setelah India dalam peningkatan GDP periode 2000-2010 seperti pada grafik dibawah ini.
Grafik 1.3 Peningkatan GDP Periode 2000-2010
Sumber : thepresidentpostindonesia.com
Kawasan asia memiliki wilayah ekonomi yang dinamis. Salah satu penyebab terpentingnya adalah tumbuhnya kelas menengah yang besar jumlahnya serta didukung oleh kualitas SDM (sumber daya manusia) yang cukup baik. Peningkatan kualitas SDM turut serta dalam kemajuan ekonomi suatu negara, yang turut membangun negara lebih modern dan efisien. Seperti yang ditulis oleh Peter Drysdale dari EAF menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia 6
dalam beberapa decade terakhir memungkinkan adanya pengurangan jumlah kemiskinan sebesar 750 juta manusia. Sedangkan menurut perkiraan informal lebih dari 500 juta jiwa warga Asia sudah tergolong sebagai kelas menengah (Suryo, 2012). China dan Hongkong memiliki jumlah kelas menengah yang paling besar, diikuti India, Indonesia dan Korea Selatan seperti pada grafik dibawah ini.
Grafik 1.4 Kelas Menengah Asia 2010
Sumber : thepresidentpostindonesia.com
Wilayah Asia diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan akan memiliki kelas menengah yang mungkin akan berjumlah sekitar satu milyar jiwa. Golongan kelas menengah di Asia umumnya terdiri dari warga Asia yang lebih muda (yang baik tingkat pendidikannya) serta terdiri dari kaum muda yang lebih profesional dan lebih berorientasi internasional. Golongan ini mudah dalam mengikuti perkembangan di dunia yang kompleks, antara lainnya dalam bidang keuangan, 7
bidang perdagangan dan bidang investasi. Di Indonesia pertumbuhan kelas menengah tersebut sudah berjumlah cukup besar. Jumlah tersebut melebihi jumlah penduduk dibeberapa negara ASEAN, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand. Menurut beberapa angka yang dikeluarkan oleh instansi antara lain oleh CLSA menunjukan bahwa sebagian besar kurang lebih 71% dari kelas menengah yang tergolong “taraf pengeluaran $2-$4 perkapita” (Suryo, 2012).
Gaya hidup kelas menengah mulai berubah menjadi gaya hidup sehat, sehingga produk makanan-minuman sehat dan medical check-up mengalami peningkatan permintaan yang cukup signifikan (Iryanah, 2014). Dapat dilihat pada grafik dibawah ini, sebuah survei membuktikan bahwa dalam periode tahun 1999-2009, pertumbuhan luas area pertanian organik di dunia mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya.
Grafik 1.5 Pertumbuhan Luas Area Pertanian Organik Dunia Periode 1999-2009
Sumber : biofach.fibl.org
8
Pada kurun waktu yang sama, adanya pertumbuhan penghasil bahan organik di dunia yang mengalami peningkatan setiap tahunnya, dapat dilihat pada grafik dibawah ini.
Grafik 1.6 Pertumbuhan Pengasil Pangan Organik Dunia Periode 1999-2009
Sumber : biofach.fibl.org
Masyarakat dunia sudah mulai sadar akan pentingnya kesehatan dengan mengkonsumsi makanan yang berbahan dasar organik. Pangan organik merupakan pangan segar hasil dari produksi budidaya pertanian organik, menggunakan bahan-bahan alami dan tidak menggunakan bahan kimia untuk pertanian. Bahan kimia berdampak negatif pada ekosistem alam dan kesuburan tanah, serta dapat mempengaruhi kesehatan manusia akibat bahan kimia tersebut yang dikonsumsi melalui makanan yang mengakibatkan berbagai macam penyakit.
9
Dari total penghasil pangan organik dunia pada tahun 2009, yang memiliki tingkat penghasilan terbesar yaitu kawasan Asia sebanyak 40%, lalu diikuti oleh Afrika sebanyak 28% seperti pada grafik dibawah ini.
Grafik 1.7 Penghasil Pangan Organik Berdasarkan Wilayah Periode 2009
Sumber : biofach.fibl.org
Di Indonesia, permintaan akan makanan yang berbahan dasar organik memiliki presentase pertumbuhan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah permintaan bahan makanan organik setiap tahunnya. Seperti yang dikutip dalam buku data Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) pada tahun 2010 menuliskan bahwa adanya peningkatan sebesar 10% dengan luas area 238,872.24 Ha lahan pertanian organik dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2009) (Aliansi Organis Indonesia, 2011). Pada tahun 2012, Indonesia termasuk kedalam 10 negara dengan lahan organik terbesar dikawasan Asia dan menjadi urutan ke-4.
10
Grafik 1.8 Asia : 10 negara dengan lahan organik terbesar periode 2012
sumber : FiBL-IFOAM survey 2014
Pencapaian tersebut dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang cukup tinggi dan merubah pola hidup masyarakat akan kesadaran pentingnya kesehatan. Masyarakat Indonesia khususnya Daerah Ibukota, sudah aware akan pentingnya kesehatan untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Dapat dilihat dari gaya hidup per individu dengan rutinitas berolah raga dan mengkonsumsi jenis makanan yang berbahan dasar organik. Olah raga yang cukup harus di iringi dengan mengkonsumsi makanan organik untuk melengkapi nutrisi yang diperlukan dan menjaga kekebalan tubuh dari berbagai macam penyakit. Makanan organik itu sendiri adalah makanan tanpa zat kimia tambahan yang membahayakan bagi tubuh, tidak menggunakan bahan radiasi sinar X dengan tujuan pengawetan produk, dan aman untuk dikonsumsi. Makanan organik menekankan seminimal mungkin penggunaan bahan non alami. Go green menjadi sebuah misi yang dilakukan diberbagai belahan dunia dan menjadi budaya yang kembali trend di masyarakat, serta meningkatnya para pelaku bisnis kuliner. 11
Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) memperkirakan nilai penjualan makanan dan minuman pada tahun 2015 mencapai Rp 1.000 triliun. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan masyarakat konsumen kelas menengah, membaiknya proyeksi perekonomian yang disertai peningkatan daya beli masyarakat. Pertumbuhan angka penjualan makanan dan minuman dinilai cukup baik dan mengalami peningkatan tiap tahunnya (Bank Mandiri, 2015). Berikut grafik nilai penjualan produk makanan dan minuman pada tahun 2008-2015.
Grafik 1.9 Nilai Penjualan Produk Makanan dan Minuman (Rp Triliun)
Sumber : bankmandiri.co.id
Meningkatnya populasi masyarakat middle class income akan memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan industri makanan dan minuman di Indonesia. Healthy, convenience and lifestyle food product diperkirakan akan tumbuh pesat seiring meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan perubahan gaya hidup (Bank Mandiri, 2015). Subsektor kuliner menyumbangkan pendapatan 12
terbesar bagi industri kreatif di Indonesia atau sekitar 32,2 % dari total kontribusi industri kreatif terhadap produk domestic bruto (PDB) pada tahun 2011 atau sekitar Rp 169,62 triliun (Investor Daily, 2012). Kita dapat melihat pertumbuhan industri kuliner yang begitu cepat. Semakin menjamurnya restoran dengan berbagai ide kreatif dan memberikan value lebih kepada para pelanggan di daerah Ibu kota dan sekitarnya. Hal tersebut bertujuan agar menarik perhatian dari masyarkat yang semakin picky dalam menentukan pilihan. Karena pada saat ini masyarakat rela membayar mahal demi mendapatkan value yang lebih.
Suatu rasa keinginan tahu terhadap makanan organik semakin besar dengan mencari sumber informsai yang relevan dan dapat dipercaya. Dengan meningkatnya permintaan akan makanan organik, para pelaku bisnis pun menemui sebuah celah yang di nilai mempunyai potensi yang cukup besar dengan searah perkembangan zaman. Pada zaman yang sudah modern seperti saat ini, para pelaku bisnis mulai menjangkau para pelanggannya melalui sebuah toko online. Sudah banyak para entrepreneur lokal yang menawarkan produk kuliner dengan bahan dasar makanan organik, kemudahan dalam memesan dan menyajikan berbagai macam pilihan untuk para konsumen. Sebagian masyarakat kini mulai berpikir untuk menjaga kebugaran dan kesehatan tubuh melalui makanan yang dimakan setiap harinya. Makanan yang dimakan pun harus memiliki nilai gizi yang baik untuk menunjang aktivitas sehari-hari. Ide, kreatifitas dan inovasi yang dilakukan para pelaku bisnis kuliner, menjadi pertimbangan tersendiri bagi para calon konsumen.
13
Di Indonesia khususnya di Jakarta, sudah banyak pelaku bisnis kuliner yang menawarkan produk dengan berlabel organik. Akan tetapi ada salah satu pelaku bisnis kuliner yang mampu menjawab semua kebutuhan masyarakat hampir diseluruh Indonesia. Perusahaan tersebut adalah Gorry Gourmet. Gorry Gourmet merupakan perusahaan makanan yang berlabel makanan organik. Bahan-bahan yang digunakan tidak memakai zat kimia tambahan yang dapat membahayakan tubuh. Kebutuhan akan makanan berlabel organik semakin meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat akan hidup sehat. Berdasarkan informasi yang penulis dapatkan ketika melakukan in depth interview dengan owner Gorry Gourmet, bahwa Gorry Gourmet sudah memiliki 10.000 aktif customer dan 100.000 potential customer. Ide dan variasi makanan yang ditawarkan cukup menarik perhatian konsumen. Gorry Gourmet pun dapat mengirim seluruh paketnya keseluruh pelosok Indonesia. Sehingga konsumen memiliki banyak pilihan menu untuk dikonsumsi. Gorry Gourmet menawarkan berbagai paket healthy catering berdurasi satu minggu sampai dengan satu bulan. Berbasis pada internet dalam penjualan melalui website serta media sosial yang dapat membantu penjualan dengan iklan-iklan yang menarik. Penelitian ini dibuat untuk mencakup 100.000 potential customer Gorry Gourmet menjadi aktif customer berdasarkan faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya.
1.2 Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Pada awalnya masyarakat masih belum sadar terhadap kesehatan. Seiring dengan perkembangan zaman dan bertambahnya ilmu pengetahuan, masyarakat mulai sadar akan pentingnya kesehatan bagi mereka. Selain itu tumbuhnya kesadaran 14
akan lingkungan dan kekhawatiran terhadap keamanan makanan yang dikonsumsi, menyebabkan seseorang mempertanyakan praktek pertanian modern pada saat ini. Di Indonesia, sudah semakin marak bisnis kuliner. Alasan kebutuhan manusia akan pangan yang membuat bisnis ini tak pernah pudar. Produk kuliner yang ditawarkan pun cukup beragam. Para pelaku bisnis kuliner melakukan pendekatan kepada konsumen dengan ide-ide kreatif agar produk yang ditawarkan laku dipasar. Akan tetapi potensi bahaya yang terdapat pada makanan seperti penggunanaan pestisida dan zat kimia lainnya menjadi suatu permasalahan jangka panjang terhadap kesehatan. Pasar makanan organik menjadi salah satu sektor yang berkembang pesat terhadap perekonomian pertanian didunia. Meskipun tidak ada bukti yang mengatakan bahwa makanan organik lebih sehat dibandingkan dengan makanan non organik. Oleh karena itu, tujuan pertama penelitian ini adalah untuk memahami pola hidup konsumen terhadap makanan organik, yang nantinya akan mempengaruhi dalam pembelian produk (Ajzen, 1991).
Food choice motives merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam pembelian makanan berlabel organic. Aspek sensorik dari makanan telah terbukti menjadi faktor paling penting dalam pemilihan makanan dari beberapa penelitian (Magnusson, 2001); (Torjusen, Lieblein, Wandel, & Francis, 2001) Tidak adanya zat aditif dan pengawet pada makanan (Wilkins & Hiller, 1994), harga (Vickers, 1993) dan suasana hati (emosi positif atau negatif) (Furst, Connors, Bisogni, Sobal & Falk, 1996) juga mempengaruhi pengambilan keputusan individu dalam memilih makanan. Menurut penelitian (Eagly & 15
Chaiken, 1993 dalam Chen, 2007) bahwa subjective norm merupakan motivasi konsumen dalam melakukan sebuah perilaku dengan harapan atau dukungan dari orang-orang terdekat. Masalah yang dihadapi adalah Perceived difficulty. Ketidakmampuan yang dimiliki konsumen untuk mengidentifikasi dan percaya atau yakin terhadap pengaruh healthy catering (Bredahl, Grunert & Frewer, 1998). Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap perilaku konsumen dalam pembelian healthy catering. Seperti yang dikatakan oleh (Ajzen, 1991) bahwa persepsi konsumen terhadap sesuatu yang harus dibeli atau dikonsumsi dan ia percaya terhadap pengaruh dan resiko dari organic food itu sendiri. Penelitian ini menjadi penting karena komponen yang akan diteliti dapat menjadi acuan bagi pelaku bisnis kuliner tanah air untuk memahami perilaku masyarakat terhadap organic food. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti dapat merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah Food Choice Motives berpengaruh positif terhadap Attitude to Organic Foods? 2. Apakah Attitude to Organic Foods berpengaruh positif terhadap Attitude to Organic Foods Purchase? 3. Apakah Attitude to Organic Foods Purchase berpengaruh positif terhadap Intentions to Purchase Organic Foods? 4. Apakah Subjective Norm berpengaruh positif terhadap Intentions to Purchase Organic Foods? 5. Apakah Perceived Behavioral Control berpengaruh positif terhadap Intentions to Purchase Organic Foods? 16
6. Apakah Perceived Difficulty berpengaruh positif terhadap Intentions to Purchase Organic Foods?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, adapun beberapa tujuan penelitian ini dan bersifat menjawab pertanyaan penelitian. Beberapa tujuan penelitian tersebut antara lain : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Food Choice Motives terhadap Attitude to Healthy Catering 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Attitude to Organic Foods terhadap Attitude to Healthy Catering Purchase 3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Attitude to Healthy Catering Purchase terhadap Purchase Intention 4. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Subjective Norm terhadap Purchase Intention 5. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Perceived Behavioral Control terhadap Purchase Intention 6. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Perceived Difficulty terhadap Purchase Intention
1.4 Batasan Penelitian Peneliti membatasi ruang lingkup penelitian berdasarkan konteks penelitian. Pembatasan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Penelitian ini dibatasi 6 variabel, yaitu : Food Choice Motives, Attitude to Healthy Catering, Attitude to Healthy Catering Purchase, Subjective 17
Norm, Perceived Behavioral Control, Perceived Difficulty dan Purchase Intention. 2. Gorry Gourmet dipilih sebagai objek penelitian karena Gorry Gourmet tergolong salah satu healthy catering baru yang ada di Jakarta dari beberapa perusahaan healthy catering lainnya dan menggunakan pangan organik sebagai bahan dasar utama. Karena sekarang sudah mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat akan kesehatan dengan menjalankan pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan organik dan olah raga secara teratur. Service yang diberikan Gorry Gourmet cukup baik dengan memberikan konsultasi kepada konsumen, varian menu yang cukup beragam dan produk yang ditawarkan dapat didistribusikan hampir keseluruh Indonesia. 3. Penyebaran kuesioner dilakukan dalam rentang waktu dari tanggal 20 Desember 2015 sampai 10 Januari 2016.
4. Penyebaran kuisioner dilakukan secara online, yaitu dengan cara menyebarkan link kuisioner secara online dengan menggunakan social media dan messenger seperti Facebook dan Line. 5. Peneliti menggunakan program SPSS versi 23 pada tahap pre-test dengan teknik factor analysis untuk mekakukan uji validitas dan reliabilitas. Selain itiu, peneliti menggunakan program AMOS versi 23 dengan teknik analisis structural equation modeling (SEM) untuk melakukan uji validitas, uji reliabilitas, uji kecocokan model, dan uji hipotesis.
18
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini : 1. Manfaat akademis Dapat memberikan kontribusi dan referensi kepada pembaca mengenai ilmu pemasaran khususnya dalam hal Food Choice Motives, Attitude to Healthy Catering, Attitude to Healthy Catering Purchase, Subjective Norm, Perceived Behavioral Control, Perceived Difficulty dan Purchase Intention yang dapat digunakan oleh peneliti selanjutnya. 2. Manfaat kontribusi praktis Dapat memberikan gambaran informasi, pandangan, dan saran bagi perusahaan yang bergerak dalam katering sehat. Sehingga perusahaan dapat mengetahui betapa pentingnya perhatian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen serta keputusan pembelian konsumen.
1.6 Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terbagi atas lima bab. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini menjelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang dijadikan dasar dalam melakukan penelitian ini, tujuan penelitian, batasan penelitian, manfaat yang diharapkan serta sistematika penulisan
19
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini berisi tentang teori-teori yang mendukung penelitian, seperti definisi Food Choice Motives, Attitude to Healthy Catering, Attitude to Healthy Catering Purchase, Subjective Norm, Perceived Behavioral Control, Perceived Difficulty dan Purchase Intention. Selanjutnya dari konsep tersebut akan dirumuskan hipotesis dan akhirnya terbentuk suatu kerangka penelitian teoritis yang melandasi penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan menguraikan tentang gambaran umum objek, metode yang digunakan, desain penelitian, variabel penelitian, teknik pengumpulan data, prosedur pengambilan data, serta teknik analisis data untuk mencapai tujuan penelitian.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian secara sistematis yang kemudian akan dianalisis dengan metode analisis data yang ditetapkan dan selanjutnya dilakukan pembahasan tentang analisis tersebut.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian serta saran yang dapat diberikan dari penulis kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.
20
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Food Choice Motives Dengan berubahnya gaya hidup masyarakat dan meningkatnya pendapatan perkapita pertahunnya, membuat masyarakat cendurung dengan berhati-hati dalam membeli sebuah barang. Driver utama lahirnya consumer 3000 yaitu meningkatnya
pendidikan
konsumen
yang
menjadikan
lebih
modern,
berpengetahuan, beradab, fasih dalam menggunakan tekhnologi, berwawasan global, sadar kesehatan dan peduli lingkungan (Yuswohady, 2012). Hal tersebut menjadikan konsumen sebagai “hyper-value consumer” yang cerdas dalam memilih dan mengambil sebuah keputusan (Yuswohady, 2012). Dengan keterbatasan pendapatan, jenis konsumen tersebut akan teliti dalam memilih sesuatu, baik yang digunakan maupun dikonsumsi. Sebagai contoh dalam pembelian makanan untuk menunjang kehidupan kesehariannya. Konsumen akan memilih suatu produk atau barang dengan value yang tinggi dan bermanfaat bagi kehidupannya. Dengan memiliki tingkat motivasi yang tinggi akan kesehatan, konsumen mulai memilih makanan organik yang mempunyai nutrisi yang baik untuk tubuh.
Motivasi itu sendiri menurut Luthans (1998) dalam Tella, Ayeni & Popoola (2007) adalah kondisi psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi suatu perilaku untuk tercapainya sebuah tujuan dalam pembelian healthy catering. Luthans (1998) dalam Tella et al., (2007) juga menegaskan bahwa motivasi 21
merupakan sebuah proses yang dapat membangkitkan, mengarahkan, memberikan suatu energi dalam menjaga suatu perilaku dan kinerja seseorang. Dessler (2001) dalam Ololube (2004) mengatakan bahwa motivasi adalah keinginan seseorang untuk melakukan sebuah perilaku. Sedangkan menurut Davis, Bagozzi & Warshaw (1992) personal motivation adalah persepsi seseorang jika ingin melakukan suatu aktivitas tertentu karena adanya alasan yang kuat dari dalam diri dibandingkan melakukan aktivitas lain. Solomon, Marshall & Stuart (2009) mengatakan motivasi adalah suatu keadaan internal yang mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dengan menentukan sebuah tujuan. Pada awalnya penelitian ini meliputi motivasi konsumen terhadap organic foods, yang pada akhirnya penulis mengaitkan dengan produk healthy catering.
Motivasi yang terdapat dalam diri seseorang sangatlah penting karena dengan adanya sebuah motivasi, seseorang dapat mengambil sebuah keputusan untuk melakukan suatu hal, termasuk dalam memilih jenis makanan yang akan dikonsumsi.
Sehingga
konsumen
memiliki
semangat
tersendiri
dalam
mengkonsumsi sebuah makanan. Furst et al., (1996) mengatakan bahwa seseorang dapat memilih untuk menentukan nutrisi apa saja yang akan masuk kedalam tubuh. Pilihan makanan tertentu akan berkesinambungan terhadap perilaku atau kebiasaan jangka panjang. Wandel & Bugge (1997) mengatakan ketertarikan konsumen dalam pembelian makanan meliputi kualitas, rasa, kebersihan, bentuk, kaya akan nutrisi, dan yang terpenting adalah keamanan dari makanan itu sendiri pada saat dikonsumsi. Yang dimaksud dengan keamanan makanan yaitu bebas dari zat kimia yang dapat membahayakan tubuh (Wandel & Bugge, 1997). Tetapi 22
ketertarikan tersebut berbeda berdasarkan lingkungan sekitar dan waktu. Pembelajaran atau pengalaman hidup dapat menjadi kunci utama dalam proses membentuk pengaruh untuk memilih jenis makanan. Sedangkan kehidupan sosial dan pengaruh fisik dapat membangun kesadaran terhadap pemilihan jenis makanan (Furst et al., 1996). Kesadaran konsumen akan pola hidup sehat dapat dilihat dari jenis makanan yang dikonsumsi dan healthy catering menjadi sebuah pilihan konsumen dalam kehidupannya. Vickers (1993) mengatakan terdapat 4 faktor yang mempengaruhi atau memotivasi konsumen terhadap pembelian healthy catering, yaitu rasa makanan tersebut, merek dari sebuah makanan, harga, dan faktor kesehatan. Rasa makanan dan faktor kesehatan merupakan hal terpenting dalam pengaruh pembelian healthy catering. Karena konsumen akan mencari value yang lebih terhadap apa yang akan dikonsumsi. Health motivation didefinisikan sebagai sebuah dorongan atau keinginan yang kuat untuk selalu menjaga kesehatan (Moorman & Matulich, 1993).
Berdasarkan uraian diatas, definisi food choice motives pada penelitian ini merupakan kondisi psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi suatu perilaku dalam pembelian healthy catering untuk tercapainya sebuah tujuan yaitu kesehatan (Luthans, 1998 dalam Tella et al., 2007).
23
2.2 Attitude to Healthy Catering Attitude seseorang dapat menentukan dalam pengambilan suatu keputusan. Attitude itu sendiri menurut (Schiffman & Kanuk, 2007) adalah kecenderungan untuk
berperilaku
secara
konsisten
terhadap
suatu
perilaku
baik
itu
menguntungkan atau tidak menguntungkan. Menurut Eagly & Chaiken (1993) dalam Eagly & Chaiken (2007) attitude berasal dari psikologis seseorang yang diekspresikan melalui perilaku tertentu baik menguntungkan atau merugikan. Perilaku yang dimaksud adalah sikap atau tanggapan konsumen terhadap healthy catering. Armitage & Conner (1999) mengatakan bahwa attitude adalah sebuah penilaian positif atau negatif seseorang terhadap suatu perilaku. Menurut Ajzen & Fishbein (1980) dalam Ajzen (1991) attitude sebagai sebuah penentu untuk melakukan suatu perilaku dengan sesegera mungkin. Sedangkan menurut (Ajzen & Madden, 1986) mengacu pada sejauh mana pemikiran seseorang tentang sebuah produk healthy catering baik mempunyai manfaat
atau merugikan.
Sedangkan (Tarkiainen & Sundqvist, 2005) mengatakan semakin besar niat tercipta, semakin besar suatu perilaku terwujud.
Berdasarkan uraian diatas, definisi attitude to healthy catering pada penelitian ini adalah kecenderungan untuk berperilaku secara konsisten terhadap healthy catering baik itu menguntungkan atau tidak menguntungkan (Schiffman & Kanuk, 2007).
24
2.3 Attitude to Healthy Catering Purchase Schiffman & Kanuk (2007) mengatakan bahwa attitude to healthy catering purchase merupakan sikap seseorang terhadap sebuah perilaku untuk bertindak lebih sehubungan dengan objek tertentu. Objek yang dimaksud adalah dalam pembelian healthy catering. Schiffman & Kanuk (2007) juga menjelaskan attitude yang dimaksud bukan hanya memiliki persepsi positif terhadap healthy catering, tetapi lebih kepada potensi dalam pembelian. Wandel & Bugge (1997) mengatakan bahwa seseorang dengan tingkat edukasi yang tinggi bersedia membayar lebih untuk melakukan pembelian healthy catering. Seorang wanita memiliki sikap positif terhadap organic foods dibandingkan dengan seorang pria, mempunyai kepercayaan lebih terhadap karakteristik suatu produk berbahan organik dan niat yang lebih terhadap pembelian produk healthy catering. Menurut (Ajzen, 1991) sikap dapat menentukan niat terhadap sebuah perilaku. Dengan kata lain sikap seseorang terhadap healthy catering dapat mempengaruhi niat yang sudah ada dalam pembelian healthy catering. Organic foods dianggap lebih sehat dibandingkan dengan makanan non organic, sehingga konsumen memiliki niat yang lebih dan sikap positif terhadap pembelian healthy catering. Sedangkan (Chen, 2007) mengatakan sikap yang seseorang miliki terhadap pembelian healthy catering baik menguntungkan atau tidak menguntungkan.
Berdasarkan uraian diatas, definisi attitude to healthy catering purchase pada penelitian ini adalah sikap seseorang terhadap sebuah perilaku pembelian healthy catering untuk bertindak lebih sehubungan dengan kesehatan (Schiffman & Kanuk, 2007). 25
2.4 Subjective Norm Finlay, Trafimow, & Jones (1997) mengatakan bahwa subjective norm adalah tentang pendapat perilaku seseorang agar individu lainnya dapat mengikutinya. Menurut (Ajzen, 1991), pengaruh sosial yang telah dirasakan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu. Sama halnya menurut (Aertsens, Verbeke, Mondelaers, & Huylenbroeck, 2009) bahwa seorang individu mendapatkan suatu tekanan atau pengaruh sosial untuk terlibat atau tidak terlibat dalam sebuah perilaku. Sedangkan menurut (Armitage & Conner, 1999) sebuah persepsi umum terhadap pengaruh sosial untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Ajzen & Madden (1986) mengatakan bahwa subjective norm mengacu pada tekanan atau pengaruh sosial yang telah dirasakan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sebuah perilaku. Dengan kata lain bahwa subjective norm merupakan sebuah motivasi yang didasari oleh pengaruh lingkungan sekitar agar seorang individu dapat melakukan perilaku tersebut (melakukan pembelian healthy catering).
Berdasarkan uraian diatas, definisi subjective norm pada penelitian ini adalah pengaruh sosial yang telah dirasakan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu (Ajzen, 1991).
2.5 Perceived Behavioral Control Menurut (Chen, 2007) perceived behavioral control merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol diri terhadap apa yang akan dia konsumsi. Ajzen (1991) mengatakan bahwa peran penting terhadap perceived behavioral 26
control adalah diri sendiri. Faktor psikologis berperan dalam menentukan suatu perilaku yang berpengaruh terhadap niat dan tindakan. (Ajzen, 2002 dalam Sudiyanti, 2009) mengatakan sebuah tingkat kontrol yang telah seseorang rasakan dalam melakukan suatu perilaku. Sedangkan menurut (Rotter, 1966) perceived behavioral control adalah konsisten terhadap faktor yang secara langsung terkait dengan suatu perilaku tertentu dan mengacu pada persepsi seseorang tentang kemudahan atau kesulitan dalam melakukan sebuah perilaku. Ajzen & Madden (1986) mendefinisikan sebagai keyakinan seseorang tentang bagaimana suatu kinerja baik mudah atau sulit dalam melakukan perilaku tersebut. Konsep perceived behavioral control yang dimaksud adalah untuk mencerminkan suatu persepsi, baik internal (pengetahuan, keterampilan, dan kemauan) maupun eksternal (waktu, ketersediaan, dan bekerja sama dengan orang lain) bagi orang yang menjalankannya.
Berdasarkan uraian diatas, definisi perceived behavioral control pada penelitian ini merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol diri terhadap apa yang akan dia konsumsi (Chen, 2007).
2.6 Perceived Difficulty Perceived difficulty menurut (Sparks, 1997) merujuk pada sejauh mana perilaku yang dianggap mudah atau sulit bagi seseorang untuk melakukannya. Sedangkan Trafimow et al., (2002) mengatakan perceived difficulty mengacu pada anggapan seseorang terhadap suatu perilaku yang mudah atau sulit untuk dilakukan dan dapat memprediksi niat atau tindakan. Bredahl, Grunert & Frewer (1998) 27
mengatakan bahwa perceived difficulty merupakan ketidakmampuan yang dimiliki konsumen untuk memahami dan percaya atau yakin terhadap pengaruh healthy catering. Hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku konsumen terhadap pembelian healthy catering.
Berdasarkan uraian diatas, definisi perceived difficulty control pada penelitian ini merupakan ketidakmampuan yang dimiliki konsumen untuk memahami dan percaya atau yakin terhadap pengaruh healthy catering (Bredahl et al., 1998)
2.7. Purchase Intention Purchase intention mengacu pada kemungkinan konsumen dalam situasi pembelian tertentu untuk memilih suatu merek dari kategori produk (Crosno et al., 2009 dalam Ghalandari & Norouzi, 2012). Menurut Morwitz et al., (2007) dalam Irshad (2012), purchase intention didefinisikan sebagai situasi di mana konsumen didorong untuk membeli produk sesuai dengan kondisi tertentu. Yoo, Donthu, & Lee (2000) mengatakan bahwa purchase intention merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli sebuah produk di masa yang akan datang dan menolak untuk berpindah atau menggunakan brand lain. Sama hal nya seperti yang dikatakan oleh (Wu, Yeh, & Hsiao, 2011) bahwa purchase intention juga di artikan sebagai kemungkinan konsumen akan merencanakan atau bersedia untuk membeli produk atau jasa tertentu di masa yang akan datang.
28
Berdasarkan uraian diatas, definisi purchase intention pada penelitian ini sebagai kemungkinan konsumen akan merencanakan atau bersedia untuk membeli produk atau jasa tertentu di masa yang akan dating (Wu, Yeh, & Hsiao, 2011).
2.8 Hipotesis Penelitian 2.8.1 Hubungan Antara Food Choice Motives terhadap Attitude to Healthy Catering Schifferstein & Oude Ophuis (1998) mengatakan bahwa kesehatan merupakan hal terpenting terhadap motivasi konsumen dalam memilih makanan. Konsumen melakukan pembelian healthy catering tidak hanya untuk kesehatan melainkan karena alasan lingkungan. Menurut (Chen, 2007) bahwa ketika konsumen memiliki kekhawatiran tentang kesehatan dan perlindungan terhadap lingkungan, maka konsumen tersebut cenderung memiliki sikap yang positif terhadap healthy catering. Konsumen dengan tingkat umur yang relatif muda, melakukan pembelian healthy catering berdasarkan pengaruh lingkungan sekitar. Sedangkan bagi konsumen dengkan tingkat umur relatif tua melakukan pembelian healthy catering berdasarkan untuk kesehatan dirinya (Wandel & Bugge, 1997).
Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah :
H1 : Food Choice Motives berpengaruh positif terhadap Attitude to healthy catering.
29
2.8.2 Hubungan Antara Attitude to Healthy Catering terhadap Attitude to Healthy Catering Purchase Attitude memegang peranan penting dalam melakukan sebuah pembelian, karena diyakini dapat mempengaruhi sebuah perilaku seseorang (Churchill & Labocci, 2005 dalam Sudiyanti, 2009). Squires, Juric & Cornwell (2001) mengatakan bahwa individu yang memiliki sikap positif terhadap healthy catering, mempunyai kemungkinan untuk mengkonsumsi dalam jumlah besar proporsi dalam asupan makanannya. Menurut (Chen, 2007) ketika konsumen memiliki sikap positif terhadap healthy catering, maka konsumen tersebut cenderung memiliki sikap positif terhadap pembelian healthy catering.
Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah :
H2 : Attitude to Healthy Catering berpengaruh positif terhadap Attitude to Healthy Catering Purchase
2.8.3 Hubungan Antara Attitude to Healthy Catering Purchase terhadap Purchase Intention Sikap di yakini menjadi sebuah faktor paling berpengaruh dalam memprediksi suatu niat pembelian (Bagozzi, Wong, Abe & Bergami, 2000 dalam Sudiyanti, 2009). Alwitt & Pitts (1996) mendukung hubungan antara sikap dengan niat yang menunjukan bahwa konsumen yang memiliki sikap kepedulian lingkungan berdampak terhadap niat dalam pembelian healthy catering. Sementara itu 30
(Tarkiainen & Sundqvist, 2005) menemukan adanya hubungan positif antara sikap konsumen terhadap sebuah pembelian healthy catering. Semakin besar sikap positif konsumen tercipta terhadap healthy catering, maka semakin besar niat yang terwujud dalam pembeliannya. Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah :
H3 : Attitude to Healthy Catering Purchase berpengaruh positif terhadap Purchase Intention
2.8.4 Hubungan Antara Subjective Norm terhadap Purchase Intention Chen (2007) mengatakan jika konsumen percaya dengan pendapat positif orang terdekat dan lingkungan sekitar terhadap pengaruh healthy catering, maka konsumen tersebut memiliki niat yang lebih untuk membeli healthy catering. Menurut (Ajzen & Fishbein, 2000) semakin baik sebuah pendapat seseorang terhadap healthy catering, maka semakin besar niat yang tercipta untuk melakukan pembelian healthy catering. Sedangkan (Dean, Raats, & Shepherd, 2008) menemukan hubungan positif yang signifikan antara pendapat seseorang terhadap niat pembelian healthy catering.
Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah :
H4 : Subjective Norm berpengaruh positif terhadap Purchase Intention 31
2.8.5 Hubungan Antara Perceived Behavioral Control terhadap Purchase Intention Ajzen (1991) mengatakan bahwa jika persepsi seseorang positif terhadap healthy catering, maka orang tersebut memiliki niat yang lebih terhadap pembelian healthy catering. Menurut Ajzen & Fishbein (1980) dalam Oliver & Bearden (1985) sebuah perilaku yang baik diprediksi oleh sebuah niat yang ditunjukan untuk melakukan pembelian healthy catering. Sedangkan menurut (Ajzen & Fishbein, 2000) semakin besar suatu kontrol diri yang dirasakan seseorang, maka semakin besar niat yang tercipta untuk melakukan pembelian healthy catering. Jika sebuah persepsi konsumen positif dalam melakukan kontrol diri untuk melakukan sebuah perilaku, maka konsumen akan lebih mungkin untuk memiliki niat pembelian (Chen, 2007).
Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah :
H5 : Perceived Behavioral Control berpengaruh positif terhadap Purchase Intention
2.8.6 Hubungan Antara Perceived Difficulty terhadap Purchase Intention Chen (2007) mengatakan jika konsumen merasakan sebuah kesulitan dalam mengidentifikasi makanan berlabel organik, maka niat untuk membeli healthy catering rendah. Jika keyakinan dalam diri konsumen pada makanan non organic tinggi, maka akan berdampak negatif terhadap pembelian produk healthy catering 32
Alvensleben and Altmann (1987) dalam Squires et al., (2001). Oleh karena ini, berdasarkan penelitian tersebut maka hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah :
H6 : Perceived Difficulty berpengaruh negatif terhadap Purchase Intention
2.9 Model Penelitian Penulis menggunakan model penelitian yang dilakukan oleh Chen (2007) dan modelnya sebagai berikut : Gambar 2.1 Model Penelitian
Sumber : Chen (2007)
33
2.10 Penelitian Sebelumnya Terdapat beberapa penelitian dan jurnal pendukung yang berkaitan dengan pengaruh Food Choice Motives, Attitude to Organic Foods, Attitude to Organic Foods Purchase, Subjective Norm, Perceived Behavioral Control, dan Perceived Difficulty yang berpengaruh terhadap Intention to Purchase Organic Foods.
Beberapa jurnal dan hasil penelitiannya dirangkum dalam tabel 2.1 Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya No Peneliti 1 Hendrik N. J. Schifferstein & Peter A. M. Oude Ophuis (1998) 2 Mei-Fang Chen (2007)
Judul Health Related determinants of Organic Food Consumption in Netherland Consumer attitudes and purchase intentions in relation to organic foods in Taiwan: Moderating effects of foodrelated personality traits
Temuan Inti Kesehatan merupakan hal terpenting terhadap motivasi konsumen dalam memilih makanan • Kesadaran terhadap kesehatan dan kepedulian dengan lingkungan, menjadi kontribusi utama terhadap sikap dalam pembelian healthy catering. • Ketika konsumen memiliki sikap positif terhadap healthy catering, maka konsumen tersebut cenderung memiliki sikap positif terhadap pembelian healthy catering. • Subjective norm berpengaruh positif terhadap niat pembelian healthy catering • Jika sebuah persepsi konsumen positif dalam melakukan kontrol diri untuk melakukan sebuah perilaku, maka konsumen akan lebih mungkin untuk memiliki niat pembelian • Jika konsumen merasakan sebuah kesulitan dalam mengidentifikasi makanan berlabel organik, maka niat untuk membeli healthy catering rendah 34
3
Margareta Wandel & Annechen Bugge (1997)
Environtmental Concern in Consumer Evaluation of Food Quality
Motivasi konsumen dengan tingkat umur lebih muda, dipengaruhi berdasarkan lingkungan sekitar, sedangkan motivasi konsumen pada tingkat umur lebih tua berdasarkan dengan faktor kesehatan.
4
Churchill, J. G. & Labocci, D (2005) dalam Sudiyanti (2009)
Predicting Women Purchase Intention For Green Food Products in Indonesia
Attitude memegang peranan penting dalam melakukan sebuah pembelian, karena diyakini dapat mempengaruhi sebuah perilaku seseorang.
5
Lisa Squires, Biljana Juric & T. Bettina Cornwell (2001)
Level of market development and intensity of organic food consumption: cross-cultural study of Danish and New Zealand consumers
Individu yang memiliki sikap positif terhadap healthy catering, mempunyai kemungkinan untuk mengkonsumsi dalam jumlah besar proporsi dalam asupan makanannya
6
Bagozzi, R. P., Wong, N., Abe, S. & Bergami, M. (2000) dalam Sudiyanti (2009) Linda F. Alwitt & Robert E. Pitts (1996)
Predicting Women Purchase Intention For Green Food Products in Indonesia
Sikap di yakini menjadi sebuah faktor paling berpengaruh dalam memprediksi suatu niat pembelian
Predicting Purchase Intentions for an Environmentally Sensitive Product
Konsumen yang memiliki sikap kepedulian lingkungan berdampak terhadap niat dalam pembelian healthy catering
Anssi Tarkiainen and Sanna Sundqvist (2005)
Subjective norms, attitudes and intentions of Finnish consumers in buying organic food
Semakin besar sikap positif konsumen tercipta terhadap healthy catering, maka semakin besar niat yang terwujud dalam pembeliannya.
7
8
35
9
Icek Ajzen & Martin Fishbein (2000)
Attitudes and the Attitude-Behavior Relation: Reasoned and Automatic Processes
•
•
10
Semakin baik sebuah pendapat seseorang terhadap healthy catering, maka semakin besar niat yang tercipta untuk melakukan pembelian Semakin besar suatu kontrol diri yang dirasakan seseorang, maka semakin besar niat yang tercipta untuk melakukan pembelian
Moira Dean, Monique M. Raats, & Richard Shepherd (2008) Icek Ajzen (1991)
Moral Concerns and Menemukan hubungan positif Consumer Choice of yang signifikan antara pendapat Fresh and Processed seseorang terhadap niat pembelian Organic Foods The Theory of Planned Behavior
Jika persepsi seseorang positif terhadap healthy catering, maka orang tersebut memiliki niat yang lebih terhadap pembelian healthy catering
12
Richard L. Oliver & William O. bearden (1985)
Sebuah perilaku yang baik diprediksi oleh sebuah niat yang ditunjukan untuk melakukan pembelian.
13
Alvensleben and Altmann (1987) dalam Squires et al., (2001)
Crossover Effects in The Theory of Reasoned Action : A Moderating Influence Attempt Level of market development and intensity of organic food consumption: cross-cultural study of Danish and New Zealand consumers
11
Jika kepercayaan konsumen pada makanan non organic tinggi, maka akan berdampak negatif terhadap pembelian produk healthy catering
36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bisnis kuliner merupakan bisnis yang memiliki potensi untuk berkembang dan memiliki jangka waktu yang lama. Karena setiap individu memerlukan makanan yang dapat menunjang aktivitas kesehariaannya. Melihat adanya suatu kesempatan, para pelaku bisnis kuliner tidak ingin melewatkan kesempatan tersebut. Melalui ide, kreativitas, dan inovasi para pelaku bisnis kuliner berkompetisi untuk menarik perhatian konsumen.
3.1.1 Sejarah Gorry Gourmet Gorry Gourmet merupakan perusahaan yang bergerak dibidang Food and Beverage dengan bahan pangan organik serta memiliki pekerja yang professional dibidangnya. Gambar 3.1 Logo Gorry Gourmet
Sumber: gorrygourmet.com
37
Gorry Gourmet berdiri pada tahun 2014 dan didirikan oleh Herry Budiman dan William Susilo. Ditengah kesibukan rutinitas setiap harinya dan kurangnya pemahaman akan pentingnya makanan sehat, Gorry Gourmet menawarkan suatu makanan yang sehat dan dapat dikonsumsi setiap harinya. Para pendiri Gorry Gourmet memiliki misi menjadikan Gorry Gourmet sebagai pioneer dibidang food and beverage dengan berbasis online healthy food yang dapat dijangkau sampai keseluruh Indonesia. Sehingga para konsumen dapat memesan melalui website yang telah disediakan. Berikut adalah tampilan website Gorry Gourmet.
Gambar 3.2 Tampilan Website Gorry Gourmet
sumber : gorrygourmet.com
Gorry Gourmet menawarkan varian produk yang cukup beragam dengan tujuan yang berbeda. Gorry Gourmet merintis penjualan dengan mengikuti bazaar dan event kuliner yang berada di daerah Ibu kota serta pendekatan dengan komunitas
38
food blogger dan melalui kampanye pemasaran digital. Berikut adalah pemasaran digital yang dilakukan oleh Gorry Gourmet :
1. Fan Page Facebook Gorry Gourmet menggunakan akun Fan Page Facebook dalam memberikan sebuah informasi seputar upcoming event yang akan dilakukan oleh Gorry Gourmet kedepannya, kerja sama yang dilakukan oleh Gorry Gourmet dengan para partner, serta Gorry Goumet memberikan sebuah informasi dengan membuka lowongan pekerjaan seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.3 Fan Page Facebook Gorry Gourmet
sumber : facebook.com/gorrygourmet
39
Melalui akun Facebook, Gorry Gourmet juga memberikan sebuah challenge atau suatu kompetisi yang dapat di ikuti oleh para customer dengan hadiah berupa free meal for one week.
2. Instagram Sama halnya dengan para kompetitor dalam menarik perhatian customer, Gorry Gourmet menggunakan media sosial Instagram untuk melakukan pendekatan kepada para customer. Follower Instagram yang telah dimiliki oleh Gorry Gourmet terbilang cukup banyak, sehingga sangat mudah bagi Gorry Gourmet dalam melakukan pendekatan dengan para customer seperti pada gambar dibawah ini. Gambar 3.4 Instagram Gorry Gourmet
sumber : instagram.com/gorrygourmet
40
Melalui akun Instagram, Gorry Gourmet memberikan sebuah informasi tentang menu baru, promo, serta testimonial dari para customer maupun artis yang telah mengkonsumsi Gorry Gourmet.
3. Twitter Dengan semakin meningkatnya pengguna media sosial, Gorry Gourmet hadir dengan akun Twitter dengan tujuan mendekatkan diri dengan para customer. Gorry Gourmet terbilang cukup aktif di media sosial Twitter, meskipun follower Twitter yang dimilikinya belum terbilang cukup banyak. Dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.5 Twitter Gorry Gourmet
sumber : twitter.com/gorrygourmet
41
Menggunakan akun Twitter, Gorry Gourmet sangat aktif dalam memberikan informasi seputar diet yang baik dan benar, kegiatan yang akan dilakukan Gorry Gourmet serta melayani keluhan dari para customer.
Keunggulan lain yang dimiliki oleh Gorry Gourmet yaitu menyediakan beberapa metode dalam pembayaran, seperti pembayaran dengan transfer, menggunakan kartu kredit, dan cash and swipe on delivery. Gorry Gourmet menyediakan fitur khusus untuk pelanggan tetap berupa Gorry Credit. Dengan menggunakan Gorry Credit, pelanggan dapat mengisi saldo untuk berbelanja di website Gorry Gourmet.
3.1.2 Produk Makanan Gorry Gourmet Didukung oleh tim chef dan dokter gizi yang profesional, Gorry Gourmet menawarkan beberapa menu sehat dengan cita rasa yang tinggi. Varian produk yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet cukup beragam. Gorry Gourmet memiliki varian produk seperti Weight Management, Healthy Eats, Pembentukan Otot, Kebutuhan Khusus, Business, dan Events. Hal ini dilakukan agar konsumen dapat memilih produk makanan berdasarkan kebutuhan yang diinginkan. Berikut adalah fungsi dan tujuan dari varian produk Gorry Gourmet:
1. Weight Management Gorry Gourmet mengerti bahwa cita rasa makanan dan nutrisi sama pentingnya. Sesuai dengan anjuran dokter gizi Gorry Gourmet, konsumen
42
dapat menurunkan, menjaga, maupun menaikan berat badan dengan asupan nutrisi yang cukup dan baik bagi tubuh.
Berikut adalah beberapa menu yang disajikan dan harga (belum termasuk biaya pengiriman) yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet dari varian Weight Management seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.6 Daftar Menu Varian Weight Management
sumber : gorrygourmet.com
43
Berikut adalah daftar harga yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet dengan varian Weight Management dan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.7 Daftar Harga Varian Weight Management
sumber : gorrygourmet.com
2. Healthy Eats Gorry Gourmet menggunakan bahan alami berkualitas, tanpa pengawet, dan bernutrisi tinggi. Dalam varian produk ini terdiri dari beberapa menu seperti makanan utama, makanan ringan, dan minuman yang sehat dan dapat menunjang aktivitas sehari-hari.
Berikut adalah contoh menu yang disajikan oleh Gorry Gourmet dari varian Healthy Eats berdasarkan urutan makanan utama, makanan ringan, dan minuman sehat seperti pada gambar dibawah ini.
44
Gambar 3.8 Menu Makanan Utama Varian Healthy Eats
sumber : gorrygourmet.com
Harga yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet untuk menu makanan utama varian Healthy Eats berkisar dari Rp 50.000 sampai dengan Rp 100.000 per porsi.
Berikut merupakan contoh menu makanan ringan varian Healthy Eats yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet seperti pada gambar dibawah ini.
45
Gambar 3.9 Menu Makanan Ringan Varian Healthy Eats
sumber : gorrygourmet.com
Harga yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet untuk menu makanan ringan varian Healthy Eats berkisar dari Rp 25.000 sampai dengan Rp 75.000 per porsi.
Berikut merupakan contoh menu minuman sehat varian Healthy Eats yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet seperti pada gambar dibawah ini.
46
Gambar 3.10 Menu Minuman Sehat Varian Healthy Eats
sumber : gorrygourmet.com
Harga yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet untuk menu minuman sehat varian Healthy Eats berkisar dari Rp 18.000 sampai dengan Rp 38.000 per porsi.
3. Pembentukan Otot Dalam proses pembentukan otot harus didukung oleh jenis makanan yang dikonsumsi. Gorry Gourmet menawarkan sebuah jawaban untuk kebutuhan unik konsumen dengan Diet tinggi Protein. Seorang konsultan gizi dan edukator kebugaran turut berkontribusi dalam menciptakan menu Gorry Gourmet. Sehingga konsumen dapat mencapai target bentuk tubuh dan pembentukan otot yang diinginkan. Berikut adalah beberapa menu yang disajikan dan harga (belum termasuk biaya pengiriman) yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet dari varian Pembentukan Otot seperti pada gambar dibawah ini. 47
Gambar 3.11 Daftar Menu Varian Pembentukan Otot
sumber : gorrygourmet.com
Berikut adalah daftar harga yang ditawarkan oleh Gorry Gourmet dengan varian Pembentukan Otot dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3.12 Daftar Harga Varian Pembentukan Otot
sumber : gorrygourmet.com
4. Kebutuhan Khusus Setiap individu memiliki kebutuhan asupan makanan yang berbeda, bergantung pada usia dan keadaan fisik. Gorry Gourmet menawarkan sebuah menu khusus sesuai dengan panduan dokter gizi untuk kebutuhan
48
spesifik seperti ibu menyusui, penderita kolesterol, diabetes, hipertensi, autism, dan lainnya.
5. Business Kesehatan merupakan kunci dari produktivitas. Seorang karyawan yang produktif didukung oleh makanan sehat dengan pilihan bahan berkualitas, proses memasak yang higienis, dan harga yang terjangkau. Karena kesehatan karyawan merupakan aset yang tak ternilai harganya. Berikut adalah contoh menu yang disajikan oleh Gorry Gourmet dari varian Business. Gambar 3.13 Menu Varian Business
sumber : gorrygourmet.com
6. Events Gorry Gourmet siap memeriahkan momen berharga konsumen seperti pesta ulang tahun, acara pernikahan, acara keluarga, dan lainnya dengan sajian makanan sehat. Berikut adalah contoh menu yang disajikan oleh Gorry Gourmet dari varian Event. 49
Gambar 3.14 Menu Varian Event
sumber : gorrygourmet.com
3.2 Desain Penelitian Desain penelitian adalah sebuah kerangka untuk melakukan suatu proyek riset pemasaran, yang membutuhkan prosedur yang spesifik untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan serta dapat menyelesaikan masalah pada projek tersebut. Desain penelitian tersebut dibagi menjadi dua, yaitu exploratory research design dan conclusive research design (Malhotra, 2012).
Exploratory research design adalah sebuah penelitian yang memiliki tujuan utama dalam memberikan pandangan dan pemahaman dari situasi masalah yang dihadapi. Conclusive research design adalah sebuah penelitian yang bertujuan dalam membantu pengambilan keputusan dalam menentukan, mengevaluasi dan memilih tindakan yang terbaik untuk situasi tertentu (Malhotra, 2012).
50
Berikut adalah gambar klasifikasi Marketing Research Designs seperti yang ada dibawah ini.
Gambar 3.15 Klasifikasi Marketing Research Designs
Research Design
Exploratory Research Design
Conclusive Research Design Descriptive Research
Causal Research
Sumber: Malhotra, 2012
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian descriptive. Penelitian descriptive adalah jenis penelitian yang mempunyai tujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan karakteristik maupun sifat pasar serta perilaku pelanggan.
Penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu meneliti sampling unit dengan menggunakan kuisioner. Kuesioner tersebut disusun secara sistematis dan terstruktur, kemudian diberikan kepada sample dari sebuah populasi untuk mendapatkan informasi spesifik dari responden. Pengambilan informasi melalui
51
kuesioner hanya dilakukan satu kali pada satu periode waktu saja atau menggunakan desain single cross-sectional (Malhotra, 2012).
3.3 Ruang Lingkup Penelitian Sampling design process terdiri dari lima tahap yang setiap tahapnya berhubungan dengan seluruh aspek marketing research project. Ruang lingkup penelitian ini mencakup definisi populasi yang akan diteliti, menentukan sampling frame, memilih sampling techniques, menentukan sample size, dan sampling process (Malhotra, 2012:369). Berikut adalah gambar dari tahap – tahap sampling design process : Gambar 3.16 Sampling Design Process
Sumber : Malhotra, 2012
52
3.3.1 Target Populasi Target populasi adalah kumpulan dari elemen atau objek yang memiliki informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dan peneliti akan membuat suatu kesimpulan. Target populasi terdiri dari Element, Sampling Unit, Extent dan Time Frame (Malhotra, 2012). Dalam menjelaskan target populasi, akan digunakan 4 aspek, yaitu element, sampling unit, extent, dan time frame. Untuk lebih jelasnya, 4 aspek tersebut dapat dilihat pada gambar 3.18 Gambar 3.17 Defining the Target Population
Time Frame
Sampling
Extent
Element
Sumber : Malhotra, 2012:370
Element adalah objek yang memiliki informasi yang dicari oleh peneliti dan sesuai dengan kebutuhan peneliti (Malhotra, 2012:366). Element dalam penelitian ini adalah : a. Seseorang yang beraktivitas di Jakarta b. Berdomisili di Jabodetabek 53
c. Sudah pernah mengetahui tentang healthy catering Gorry Gourmet d. Belum pernah melakukan pembelian paket Gorry Gourmet e. Lingkungan sekitar dan teman pergaulan belum pernah mengkonsumsi healthy catering Gorry Gourmet
Sampling unit adalah unit dasar yang berisi rangkuman elemen populasi yang akan dilakukan sampel. Sampling unit harus memuhi syarat element yang dibuat oleh peneliti (Malhotra, 2012). Sample dari penelitian ini adalah seseorang yang beraktivitas di Jakarta, berdomisili di Jabodetabek, sudah mengetahui tentang healthy catering Gorry Gourmet tetapi belum pernah melakukan pembelian paket healthy catering Gorry Gourmet dan lingkungan sekitar dan teman pergaulan belum pernah mengkonsumsi healthy catering Gorry Gourmet. Extent adalah batas geografis dari penelitian (Malhotra, 2012). Pada penelitian ini, batas geografis yang diterapkan adalah negara Indonesia dan difokuskan untuk konsumen yang beraktivitas di Jakarta dan berdomisili didaerah Jabodetabek. Pembatasan extent ini dikarenakan penyebaran kuesioner penelitian dibatasi pada daerah Jabodetabek. Time Frame adalah waktu pelaksanaan penelitian dan pengambilan data (Malhotra, 2012). Waktu pelaksanaan pengambilan data penelitian dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan kepada responden dalam penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2015 – Januari 2016. Sedangkan keseluruhan penelitian berlangsung dari bulan Oktober 2015 hingga Januari 2016
54
3.3.2 Sampling Techniques Menurut Malhotra (2012) teknik yang digunakan dalam pengambilan sample terdiri dari dua jenis, yaitu probability sampling dan nonprobability sampling. Probability sampling dimana setiap bagian dari populasi memiliki peluang yang sama untuk diambil sebagai sampel (Malhotra, 2012). Sedangkan nonprobability sampling adalah teknik sampling dimana tidak semua bagian dari populasi memiliki peluang yang sama untuk diambil sebagai sampel, tetapi responden dipilih berdasarkan penilaian pribadi dan kemudahan peneliti dalam mengambil sampel (Malhotra, 2012).
Teknik pengambilan sample yang digunakan oleh peneliti adalah nonprobability sampling karena tidak semua anggota populasi mempunya kesempatan yang sama untuk menjadi responden. Berikut adalah gambar dari sampling techniques seperti yang ada dibawah ini. Gambar 3.18 Sampling Techniques Sampling Techniques
Nonprobability Sampling
Convenience Sampling
Judgemental Sampling
Quota Sampling
Probability Sampling
Snowball Sampling
Sumber : Malhotra, 2012
55
Menurut Malhotra (2012), nonprobability sampling memiliki 4 teknik yang bisa digunakan. Seperti terlihat pada gambar 3.19, keempat teknik tersebut antara lain adalah convenience sampling, judgemental sampling, quota sampling, dan snowball sampling.
Convenience Sampling adalah
teknik
sampling
yang
bergantung
pada
kenyamanan peneliti dalam pencarian sampel. Teknik ini dapat memberikan kemudahaan pada peneliti karena peneliti bisa mengumpulkan sampel dengan cepat dengan biaya yang murah.
Judgemental Sampling adalah suatu bentuk dari convenience sampling dengan elemen populasi tertentu yang dipilih berdasarkan kriteria dan pertimbangan yang peneliti tentukan.
Quota Sampling yaitu teknik nonprobability sampling yang terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama adalah menentukan quota dari masing – masing elemen populasi. Tahap kedua adalah mengambil sampel dari quota yang telah diambil berdasarkan teknik convenience maupun judgemental.
Snowball Sampling merupakan teknik sampling yang didasarkan pada referensi para responden. Responden diminta untuk mereferensikan orang lain yang memenuhi kriteria sebagai responden setelah melakukan interview.
56
Penelitian ini menggunakan metode nonprobability sampling dengan teknik judgemental sampling.
Judgmental sampling digunakan
karena
peneliti
menerapkan beberapa screening untuk menyesuaikan profil responden dengan kriteria yang dicari oleh peneliti. Poin – poin screening yang peneliti terapkan dalam memilih responden dapat dilihat pada element sampling yang telah dijelaskan sebelumnya.
3.3.3 Sampling Size Penentuan jumlah sampel ditentukan berdasarkan teori (Hair, Black, & Andreson, 2010) bahwa penentuan banyaknya sampel sesuai dengan banyaknya jumlah item pertanyaan
yang
digunakan
pada
kuesioner
tersebut,
dimana
dengan
mengasumsikan n x 5 observasi sampai n x 10 observasi. Maka, dengan jumlah indikator sebanyak 29 buah, dapat ditentukan bahwa jumlah sampel minimum yang akan diambil pada penelitian ini adalah sebanyak : 29 x 5 = 145 responden. Dan pada penelitian ini, peneliti mendapatkan sebanyak 160 responden.
3.3.4 Sampling Process 3.3.4.1 Data Riset Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang sebelumnya telah dikumpulkan untuk beberapa tujuan selain dari tujuan sekarang yang sangat relevan dengan penelitian saat ini (Zikmund, Babin, Carr, & Griffin, 2013). Dalam penelitian ini, data sekunder 57
yang digunakan adalah jurnal penelitian terdahulu, artikel, website seperti Gorrygourmet.com, marketeers, marketplus, id.techinasia serta textbook. Menurut Malhotra (2012), data primer adalah data yang didapatkan secara langsung oleh peneliti untuk tujuan spesifik yang mengarah pada objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer didapat langsung dari responden yang sudah mengetahui tentang healthy catering Gorry Gourmet tapi belum melakukan pembelian paket Gorry Gourmet.
3.3.4.2 Cara Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data primer didapat langsung dari survey kepada responden yang termasuk ke dalam target population. Karena penelitan ini menggunakan metode nonprobability sampling, pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang disebarkan secara acak.
Pre-test terlebih dahulu dilakukan untuk menguji validitas dan realibilitas measurement pada kuisioner. Sebanyak 30 kuisioner disebar secara personal untuk kepentingan pre-test. Kuisioner yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas pre-test kemudian disebarkan secara offline maupun online menggunakan Google Docs. Pada penelitian ini juga menggunakan data sekunder, data yang digunakan adalah data-data dari jurnal penelitian terdahulu, artikel, website seperti Gorrygourmet.com, marketeers, marketplus, id.techinasia serta textbook untuk merancang model penelitian serta memperkuat landasan teori
58
untuk masing-masing variabel penelitian. Selain itu data sekunder juga digunakan untuk mendukung urgensi dan fenomena penelitian.
3.3.4.3 Prosedur Pengumpulan data Pengumpulan data primer dilakukan baik secara online maupun offline. Secara offline, peneliti meminta secara personal kepada setiap responden dengan menanyakan pertanyaan – pertanyaan screening terlebih dahulu untuk memastikan calon reponden tergolong target populasi penelitian. Responden yang telah memenuhi kualifikasi akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai petunjuk pengisian dan diminta untuk mengisi kuisioner. Secara online, peneliti akan mengirinkan link formulir kuisioner yang dibuat pada Google Docs. Link tersebut akan disebar melalui aplikasi instant messaging maupun dibagikan pada grup dan komunitas virtual. Adapun link kuisioner yang akan disebar oleh peneliti adalah http://goo.gl/forms/HZFYCEzpw6
3.4 Identifikasi Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Eksogen Variabel Eksogen adalah variabel yang selalu muncul sebagai variabel bebas pada semua persamaan yang ada dalam model. Notasi matematik dari variabel laten eksogen adalah huruf Yunani ξ (“ksi”) (Hair et al., 2010). Variabel eksogen digambarkan sebagai lingkaran dengan semua anak panah menuju keluar. Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel eksogen adalah food choice motives, subjective norm, perceived behavioral control dan perceived difficulty. Berikut adalah gambar variabel eksogen : 59
Gambar 3.19 Variabel Eksogen
Eksogen (ξ )
Sumber : Hair et al., 2010
3.4.2 Variabel Endogen Variabel Endogen merupakan variabel terikat pada paling sedikit satu persamaan dalam model, meskipun di semua persamaan sisanya variabel tersebut adalah variabel bebas. Notasi matematik dari variabel laten endogen adalah η (“eta”) (Hair et al., 2010). Variabel endogen digambarkan sebagai lingkaran dengan setidaknya memiliki satu anak panah yang mengarah pada variabel tersebut. Dalam penelitian ini, yang termasuk variabel endogen adalah attitude to healthy catering, attitude to healthy catering purchase dan purchase intention. Berikut adalah gambar variabel endogen :
Gambar 3.20 Variabel Endogen
Endogen (η)
Sumber : Hair et al., 2010
60
3.4.3 Variabel Teramati Variabel teramati (observed variable) atau variabel terukur (measured variable) adalah variabel yang dapat diamati atau dapat diukur secara empiris, dan dapat disebut juga sebagai indikator. Pada metode survey menggunakan kuesioner, setiap pertanyaan atau measurement pada kuesioner mewakili sebuah variabel teramati. Simbol diagram dari variabel teramati adalah bujur sangkar / kotak atau persegi empat panjang (Hair et al., 2010). Pada penelitian ini, terdapat total 29 pertanyaan pada kuesioner, sehingga jumlah variabel teramati dalam penelitian ini adalah 29.
3.5 Definisi Operasional Variabel-variabel pada penelitian memiliki tingkat abstraksi yang tinggi. Untuk itu diperlukan indikator-indikator yang sesuai untuk mengukur variabel tersebut. Penggunaan indikator juga dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan menghindari kesalahpahaman dalam mendefinisikan variabel-variabel yang dianalisis. Definisi operasional disajikan dalam tabel sebagai berikut :
61