BAB I BENCANA (DISARTER) A. Pengertian Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia definisi bencana adalah peristiwa / kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar. Pengertian bencana atau disaster menurut Wikipedia: disaster is the impact of a natural or man-made hazards that negatively effects society or environment (bencana adalah pengaruh alam atau ancaman yang dibuat manusia yang berdampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan). Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan
Bencana.
Dikenal
pengertian dan beberapa istilah terkait dengan bencana.
1
Bencana rangkaian
adalah peristiwa
peristiwa/masyarakat yang
mengancam
dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh
peristiwa/serangkaian
peristiwa
yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami,
gunung
meletus,
banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh
peristiwa
atau
rangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana
sosial
adalah
bencana
yang
diakibatkan oleh peristiwa / serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi 2
konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror. Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO adalah setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia / memburuknya derajat kesehatan / pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena. Bencana adalah situasi dan kondisi yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Tergantung pada cakupannya, bencana ini bisa merubah pola kehidupan dari kondisi kehidupan masyarakat yang normal menjadi rusak, menghilangkan harta benda dan jiwa manusia, merusak struktur sosial masyarakat
serta
menimbulkan
lonjakan
kebutuhan dasar (BAKORNAS PBP). B. Jenis Bencana Usep
Solehudin
(2005)
mengelompokkan
bencana menjadi 2 jenis yaitu:
3
1. Bencana alam (natural disaster) yaitu kejadiankejadian alami seperti kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa bumi, gunung meletus, badai, kekeringan, wabah, serangga dan lainnya. 2. Bencana ulah manusia (man made disaster) yaitu
kejadian-kejadian
karena
perbuatan
manusia seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, huru-hara, sabotase, ledakan, gangguan listrik, ganguan komunikasi, gangguan transportasi dan lainnya. Sedangkan berdasarkan cakupan wilayah, bencana terdiri dari: a. Bencana Lokal Bencana ini biasanya memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan. Bencana terjadi pada sebuah gedung atau bangunan-bangunan disekitarnya. Biasanya adalah karena akibat faktor manusia seperti kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia dan lainnya. 4
b. Bencana Regional Jenis bencana ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis yang cukup luas, dan biasanya disebabkan oleh faktor alam, seperti badai, banjir, letusan gunung, tornado dan lainnya. C. Fase-fase bencana Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana, yaitu : 1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi di dapat dari badan
satelit
dan
meteorologi
cuaca.
Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga masyarakat. 2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat dimana manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini terus berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat dilakukan. 5
3. Fase post impact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat, juga tahap di mana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas normal. Secara umum dalam fase post impact ini para korban akan mengalami tahap respon psikologis mulai penolakan, marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan. D. Evolusi pandangan terhadap bencana 1. Pandangan Konvensional Bencana merupakan sifat alam. Terjadinya bencana : a. Kecelakaan (accident) b. Tidak dapat diprediksi c. Tidak menentu d. Tidak terhindarkan e. Tidak terkendali. Masyarakat dipandang sebagai ‘korban’ dan ‘penerima bantuan’ dari pihak luar.
6
2. Pandangan Ilmu Pengetahuan Alam Bencana merupakan unsur lingkungan fisik yang
membahayakan
kehidupan
manusia.
Karena kekuatan alam yang luar biasa, proses geofisik, geologi dan hidro meteorologi tidak memperhitungkan manusia sebagai penyebab bencana. 3. Pandangan Ilmu Terapan Besaran
(magnitude)
bencana
tergantung
besarnya ketahanan / kerusakan akibat bencana. Pengkajian bencana ditujukan pada upaya meningkatkan kekuatan fisik struktur bangunan untuk memperkecil kerusakan. 4. Pandangan Progresif Menganggap bencana sebagai bagian dari pembangunan
masyarakat
yang
‘normal’.
Bencana adalah masalah yang tidak pernah berhenti. Peran sentral dari masyarakat adalah mengenali bencana itu sendiri. 5. Pandangan Ilmu Sosial Fokus pada bagaimana tanggapan dan kesiapan masyarakat menghadapi bahaya. Ancaman 7
adalah alami, tetapi bencana bukan alami. Besaran bencana tergantung perbedaan tingkat kerawanan masyarakat. 6. Pandangan Holistik Menekankan
pada
ancaman
(threat)
dan
kerentanan (vulnerability), serta kemampuan masyarakat dalam menghadapi risiko. Gejala alam menjadi ancaman jika mengancam hidup dan harta-benda. Ancaman akan berubah menjadi
bencana
jika
bertemu
dengan
kerentanan. Hal-hal yang mendorong pergeseran paradigmatic 1. Kesadaran akan beragamnya postur bencana 2. Ukuran spektakular atau kecil 3. Meluas atau local 4. Homogen atau kompleks Pendekatan konvensional tidak lagi mampu menjelaskan fenomena bencana Infus pelajaran dari berbagai lapangan termasuk dari disiplin studi pembangunan.
8
E. Paradigma penanggulangan bencana 1. Daur Penanggulangan Bencana Memandang bencana sebagai rentetan kejadian dengan fokus ketika, sebelum dan sesudah bencana. 2. Model Kue-marmer Upaya
penanggulangan
dilaksanakan
setiap
bencana
saat,
dapat
masing-masing
meluas / menyempit, tergantung pada risiko yang dihadapi. 3. Tabrakan Unsur Upaya
mengatasi
(melepaskan
tekanan)
kerentanan (tekanan) yang berakar pada prosesproses sosial ke arah masyarakat yang aman, berdaya tahan, dan berkesinambungan. 4. Pengurangan Risiko Upaya-upaya
untuk
mengatasi
secara
komprehensif dan terpadu untuk mengurangi risiko bencana
. 9
F. Sumber dan penyebabnya, Bencana dapat dibagi menjadi : 1. Bencana alam adalah segala jenis bencana yang sumber, perilaku, dan faktor penyebab atau pengaruhnya berasal dari alam, seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, erupsi gunung api, kekeringan, angin ribut dan tsunami. 2. Bencana non alam adalah adalah bencana yang diakibatkan peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 3. Bencana
sosial
adalah
bencana
yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok / antar komunitas masyarakat, dan teror. Bencana dapat berupa kebakaran, tsunami, gempa bumi, letusan gunung api, banjir, longsor, badai tropis, dan lainnya, oleh karena itu peran mitigasi 10
benncana
sangat
diperlukan
agar
dapat
mengurangi dampak dari bencana yang terjadi. a) Bencana Banjir Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana banjir antara lain: 1) Pengawasan
penggunaan
lahan
dan
perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman. 2) Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat. 3) Pembangunan infrastruktur harus kedap air. 4) Pembangunan tembok penahan dan tanggul disepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat
membantu
untuk
mengurangi
bencana banjir. 5) Pembersihan sedimen. 6) Pembangunan pembuatan saluran drainase. 7) Peningkatan
kewaspadaan
di
daerah
dataran banjir. 11
8) Desain bangunan rumah tahan banjir (material tahan air, fondasi kuat) 9) Meningkatkan
kewaspadaan
terhadap
penggundulan hutan. 10) Pelatihan tentang kewaspadaan banjir seperti
cara
penyimpanan/pergudangan
perbekalan, tempat istirahat/ tidur di tempat yang aman (daerah yang tinggi). b) Bencana Tanah Longsor Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana tanah longsor antara lain: 1) Pembangunan permukiman dan vasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana. 2) Menyarankan relokasi. 3) Menyarankan pembangunan pondasi tiang pancang
untuk
menghindari
bahaya
liquefation 4) Menyarankan pembangunan pondasi yang menyatu, untuk menghindari penurunan yang
tidak
seragam
(differential
settlement). 12
5) Menyarankan pembangunan utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel. 6) Mengurangi tingkat keterjalan lereng. c) Bencana Gunung Berapi Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gunung Api antara lain: 1) Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana. 2) Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar 3) Perkenalkan struktur bangunan tahan api. 4) Penerapan desain bangunan yang tahan terhadap tambahan beban akibat abu gunung api 5) Membuat
barak
pengungsian
yang
permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering meletus, misal G. Merapi (DIY, Jateng), G. Semeru (Jatim), G. Karangetang (Sulawesi Utara) dsb. 13
6) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api harus mengetahui posisi tempat tinggalnya pada Peta kawasan rawan bencana gunung api (penyuluhan). 7) Mensosialisasikan kepada masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api hendaknya faham cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunung api (penyuluhan) 8) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar paham arti dari peringatan dini yang diberikan oleh aparat / Pengamat Gunung api (penyuluhan). 9) Mensosialisasikan kepada masyarakat agar bersedia melakukan koordinasi dengan aparat / Pengamat Gunung api. d) Bencana Gempa Bumi Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana Gempa Bumi antara lain : 1) Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa. 14
2) Memastikan perkuatan bangunan dengan mengikuti standard kualitas bangunan. 3) Pembangunan
fasilitas
umum
dengan
standard kualitas yang tinggi. 4) Memastikan kekuatan bangunan-bangunan vital yang telah ada. 5) Rencanakan untuk
penempatan
mengurangi
pemukiman
tingkat
kepadatan
hunian di daerah rawan bencana. e) Bencana Tsunami Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Peningkatan
kewaspadaan
dan
kesiapsiagaan tenhadap bahaya tsunami. 2) Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik
dan
pengenalan
bahaya
tsunami. 3) Pembangunan tsunami Early Warning System (EWS) 4) Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang beresiko.
15
5) Penanaman
mangrove
serta
tanaman
lainnya sepanjang garis pantai meredam gaya air tsunami. 6) Pembangunan
tempat-tempat
evakuasi
yang aman di sekitar daerah pemukiman. Tempat/ bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses untuk menghidari ketinggian tsunami. f) Bencana Kebakaran Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Pembuatan
dan
sosialisasi
kebijakan
pencegahan dan penanganan kebakaran. 2) Peningkatan penegakan hukum. 3) Pembentukan
pasukan
pemadaman
kebakaran khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini. 4) Pembuatan
waduk-waduk
kecil,
Bak
penampungan air dan Hydran untuk pemadaman api. 5) Melakukan pengawasan pembakaran lahan untuk pembukaan lahan secara ketat. 16
6) Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen. 7) Meningkatkan
partisipasi
aktif
dalam
pemadaman awal kebakaran di daerahnya. g) Bencana Kekeringan Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana,
yaitu
dengan
mengganti
penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien. 2) Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check DAM, reboisasi. 3) Pengalihan menjadi
bahan
bahan
bakar
bakar
kayu
bakar
minyak
untuk
menghindari penebangan hutan/tanaman. 4) Pendidikan dan pelatihan. 5) Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan 17
Iahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi. h) Bencana Angin Siklon Tropis Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Memastikan
struktur
bangunan
yang
memenuhi syarat teknis untuk mampu bertahan terhadap gaya angin. 2) Penerapan aturan standar bangunan yang memperhitungkan beban angin khususnya di daerah yang rawan angin topan. 3) Penempatan lokasi pembangunan fasilitas yang penting pada daerah yang terlindung dari serangan angin topan. 4) Penghijauan di bagian atas arah angin untuk meredam gaya angina i) Bencana Wabah Penyakit Secara lebih rinci upaya pengurangan bencananya antara lain: 1) Menyiapkan
masyarakat
secara
luas
termasuk aparat pemerintah khususnya di jajaran kesehatan dan lintas sektor terkait untuk memahami resiko bila wabah terjadi 18
serta bagaimana cara-cara menghadapinya bila suatu wabah terjadi melalui kegiatan sosialisasi yang berkesinambungan. 2) Menyiapkan produk hukum yang memadai untuk mendukung upaya pencegahan, respon cepat serta penanganan bila wabah terjadi. 3) Menyiapkan infrastruktur untuk upaya penanganan seperti sumberdaya manusia yang
profesional,
sarana
pelayanan
kesehatan, sarana komunikasi, transportasi, logistik serta pembiayaan operasional. 4) Upaya penguatan surveilans epidemiologi untuk
identifikasi
menentukan
faktor
strategi
risiko
dan
intervensi
dan
penanganan maupun respon dini di semua jajaran. j) Bencana Konflik Secara lebih rinci upaya pengurangan bencana akibat konflik antara lain :
19
1) Mendorong peran serta seluruh lapisan masyarakat dalam rangka memelihara stabilitas ketentraman dan ketertiban 2) Mendukung kelangsungan demokratisasi politik
dengan
keberagaman
aspirasi
politik, serta di tanamkan moral dan etika budaya politik berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 3) Mengembangkan supremasi hukum dengan menegakkan hukum secara konsisten, berkeadilan dan kejujuran. 4) Meningkatkan pemahaman dan penyadaran serta
meningkatnya
perlindungan
penghormatan, dan penegakkan HAM. 5) Meningkatkan kinerja aparatur negara dalam rangka mewujudkan aparatur negara yang
berfungsi
profesional,
melayani
masyarakat,
berdayaguna,
produktif,
transparan, bebas dari KKN.
20
G. Apakah penanggulangan bencana itu Merupakan serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Tujuan dari penanggulangan bencana adalah : 1) Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana 2) Menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; 3) Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana
secara
terencana,
terpadu,
terkoordinasi, dan menyeluruh; 4) Menghargai budaya lokal; 5) Membangun partisipasi dan kemitraan public serta swasta; 6) Mendorong
semangat
gotong
royong,
kesetiakawanan, dan kedermawanan; dan 7) Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
21
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi: a. Prabencana Penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
pada tahapan prabencana meliputi: 1) Dalam situasi tidak terjadi bencana meliputi: a) Perencanaan penanggulangan bencana Yang
terdiri
atas
pengenalan
pengkajian
ancaman
pemahaman
tentang
masyarakat, dampak
analisis
bencana,
dan
bencana, kerentanan kemungkinan
pilihan
tindakan
pengurangan risiko bencana; penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana, dan alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. b) Pengurangan risiko bencana, Yang
terdiri
atas
pengenalan
dan
pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipatif,
penanggulangan
bencana,
pengembangan budaya sadar bencana, 22
peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana, dan penerapan upaya fisik, non fisik, dan pengaturan penanggulangan bencana. 2) Pencegahan, yang terdiri atas identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya / ancaman bencana, kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan
berangsur
berpotensi
menjadi
atau
sumber
bahaya bencana, pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan atau berangsur
berpotensi
menjadi
sumber
ancaman / bahaya bencana, penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup, dan penguatan ketahanan sosial masyarakat. 3) Pemaduan dalam perencanaan pembangunan yang dilakukan dengan cara mencantumkan unsur-unsur
rencana
penanggulangan
bencana ke dalam rencana pembangunan pusat dan daerah, dilakukan secara berkala dikoordinasikan oleh suatu Badan. 23
4) Analisis resiko bencana 5) Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana yang mencakup pemberlakuan peraturan tentang penataan ruang, standar keselamatan, dan penerapan sanksi terhadap pelanggar. 6) Pendidikan dan pelatihan; dan 7) Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. 8) Dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana, meliputi kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana. b. Saat tanggap darurat Penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
pada saat tanggap darurat meliputi: 1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi,
kerusakan,
dan
sumber
daya,
mengidentifikasi, cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan prasarana dan sarana; gangguan terhadap fungsi pelayanan 24
umum serta pemerintahan, dan kemampuan sumber daya alam maupun buatan. 2) Penentuan status keadaan darurat bencana; 3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana melalui upaya pencarian dan
penyelamatan
korban,
pertolongan
darurat, dan atau evakuasi korban. 4) Pemenuhan kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan air bersih dan sanitasi; pangan, sandang; pelayanan kesehatan, pelayanan psikososial, dan penampungan dan tempat hunian. 5) Perlindungan terhadap kelompok rentan yaitu dengan memberikan prioritas kepada kelompok rentan (bayi, balita, dan anakanak, ibu yang sedang mengandung atau menyusui, penyandang cacat, dan orang lanjut usia) berupa penyelamatan, evakuasi, pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. 6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital, dilakukan dengan memperbaiki 25
dan
atau mengganti
kerusakan akibat
bencana. c. Pascabencana Penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
pada tahap pascabencana meliputi: 1) Rehabilitasi, melalui kegiatan: perbaikan lingkungan
daerah
bencana;
perbaikan
prasarana dan sarana umum, pemberian bantuan
perbaikan
rumah
masyarakat,
pemulihan sosial psikologis, pelayanan kesehatan, rekonsiliasi dan resolusi konflik, pemulihan
sosial
ekonomi
pemulihan
keamanan
pemulihan
fungsi
dan
budaya, ketertiban,
pemerintahan,
dan
pemulihan fungsi pelayanan publik. 2) Rekonstruksi, dilakukan melalui kegiatan pembangunan yang lebih baik, meliputi pembangunan kembali prasarana dan sarana, pembangunan
kembali
masyarakat,
pembangkitan
kehidupan
sosial
sarana
budaya
sosial kembali
masyarakat,
penerapan rancang bangun yang tepat dan 26
penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana, partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat, peningkatan kondisi
sosial,
ekonomi
dan
budaya,
peningkatan fungsi pelayanan public, dan peningkatan
pelayanan
utama
dalam
masyarakat.
27
BAB II PENYEDIAAN AIR MINUM, BERSIH
1.
Standar minimum yang umum untuk semua jenis kebutuhan dalam penanggulangan bencana a. Partisispasi Semua masyarakat yang terkena dampak harus berpartisipasi
dalam
melaksanakan,
membuat,
monitoring
dan
menilai, evaluasi
program bantuan. b. Penilaian awal Penilaian memberikan pemahaman tenatang situasi bencana dengan jelas, analisis ancaman terhadap kehidupan, martabat, kesehatan dan mata pencaharian. Di konsulatasikan dengan instansi terkait apakah diperlukan respon eksternal atau tidak, jika ya, bagaimana sifat respon tersebut. c. Respon. Suatu respn kemanusiaan diperlukan dalam situasi di mana pihak berwenang tidak mampu 28
dan atau tidak mau menanggapi kebutuhan akan perlindungan dan kebutuhan penduduk. d. Penargetan Bantuan kemanusiaan untuk layanan yang disediakan secara adil dan tidak memihak berdasarkan kerentanan dan kebutuhan individu dan kelompok yang pengaruhi oleh bencana. e. Monitoring Efektifitas program dalam menanggapi masalah diidentifikasikan dan di pantau terus dengan maksud menigkatkan program. f. Evaluasi Untuk
menigkatkan
kebijakan
dan
akuntabilitas. g. Kompetensi relawan Relawan harus memiliki kualifikasi yang tepat, sikap dan pengalaman untuk merencanakan dan melaksanakan program secara efektif. h. Pengawasan, manajemen dan support personil Relawan harus mau menerima pengawasan dan dukungan
untuk
memastikan
pelaksanaan
program bantuan kemanusiaan yang efektif. 29
2.
Standar Pokok Minimum Kebutuhan Pada Situasi Bencana a. Air, sanitasi, promosi kesehatan b. Ketahanan pangan, gizi c. Bantuan pangan d. Shelter, pemukiman dan produk non makanan e. Pelayanan kesehatan
3.
Standar
minimal
(Keputusan
kebutuhan
Menteri
air,
Kesehatan
1357/Menkes/SK/XII/2001
tentang
sanitasi. RI
No
Standar
Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana dan Penanganan Pengungsi) Standar Minimal adalah ukuran terkecil atau terendah dari kebutuhan hidup (air bersih dan sanitasi, persediaan pangan, pemenuhan gizi, tempat tinggal dan pelayanan kesehatan) yang harus dipenuhi kepada korban bencana atau pengungsi untuk dapat hidup sehat, layak dan manusiawi. Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut adalah : 30
a. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciri–ciri demografinya. b. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta. c. Ketersediaan obat dan alat kesehatan. d. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas. e. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, ibu nifas dan manula) f. Kemampuan dan sumberdaya setempat Kebijakan dalam Bidang Sanitasi : Mengurangi penyakit
risiko
melalui
terjadinya
media
penularan
lingkungan
akibat
terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada di tempat pengungsian, melalui pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih. a. Pengadaan Air. Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga bersihan 31
pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak di kunsumsi menjadi paling mendesak. Namun biasanya problema–problema kesehatan yang berkaitan dengan air muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai tingkat tertentu. Tolok ukur kunci 1) Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikit–dikitnya 15 liter per orang per hari 2) Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik. 3) Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter 4) 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang 5) Waktu antri di sebuah sumber air tidak lebih dari 15 menit. 6) Untuk mengisi wadah 20 liter tidak lebih dari 3 menit
32
b. Kualitas air Air di sumber–sumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa menyebabkan timbulnya
risiko–risiko
besar
terhadap
kesehatan akibat penyakit–penyakit maupun pencemaran kimiawi atau radiologis dari penggunaan jangka pendek. Tolok ukur kunci ; 1) Di sumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter 2) Hasil penelitian kebersihan menunjukan bahawa resiko pencemaran semacam itu sangat rendah. 3) Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air 33
harus didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar yang bisa di terima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU) 4) Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa di minum Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat konsumsi air itu.
34
c. Prasarana dan Perlengkapan Tolok ukur kunci : 1) Setiap
keluarga
mempunyai
dua
alat
pengambil air yang berkapasitas 10–20 liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup 2) Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan. 3) Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki-laki. 4) Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum, satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang. d. Pembuangan Kotoran Manusia Jumlah jamban dan akses masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang 35
cukup dan jaraknya tidak jauh dari pemukiman mereka, supaya bisa di akses secara mudah dan cepat kapan saja diperlukan, siang ataupun malam Tolok ukur kunci : 1) Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang 2) Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan atau menurut pembedaan jenis kelamin (misal jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban permpuan) 3) Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah / barak di kamp pengungsian). Atau bila di hitung dalam jam perjalanan ke jamban hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki. 4) Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik pembagian sembako, pusat–pusat layanan kesehatan dsb
36
5) Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak 30 meter dari sumber air bawah tanah. 6) Dasar penampung kotoran sedikitnya 1,5 meter di atas air tanah. 7) Pembuangan limbah cair dari jamban tidak merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai, dan sebagainya. 1 (satu) Latrin untuk 6–10 orang e. Pengelolaan Limbah Padat 1) Pengumpulan dan pembuangan limbah padat
masyarakat
lingkungan
yang
harus cukup
memiliki bebas
dari
pencemaran akibat limbah padat, termasuk limbah medis. 2) Sampah
rumah
tangga
dibuang dari
pemukiman atau dikubur di sana sebelum sempat
menimbulkan
ancaman
bagi
kesehatan. 3) Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik bekas pakai, perban–perban
kotor,
obat–obatan 37
kadaluarsa, dsb) di daerah pemukiman atau tempat–tempat umum. 4) Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan
kesehatan,
terdapat
empat
pembakaran limbah padat yang di rancang, di bangun, dan dioperasikan secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam. 5) Terdapat lubang sampah, keranjang / tong sampah / tempat–tempat khusus untuk membuang sampah baik di pasar dan pejagalan, dengan sistem pengumpulan sampah secara harian. 6) Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada di lokasi tertentu sedemikian rupa
sehingga
problema–problema
kesehatan, dan lingkungan hidup dapat terhindarkan. 7) 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang 8) Tempat/lubang Sampah Padat 9) Masyarakat
memiliki
cara-cara
untuk
membuang limbah rumah tangga sehari– hari secara nyaman dan efektif. 38
Tolok ukur kunci : a) Tidak satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga / lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang sampah umum. b) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat. f. Pengelolaan Limbah Cair (pengeringan) Sistem pengeringan : Masyarakat memiliki lingkungan hidup sehari–hari yang cukup bebas dari risiko pengikisan tanah dan genangan air, termasuk air hujan, air luapan dari sumbersumber limbah cair rumah tangga, dan limbah cair dari prasarana–prasarana medis. Hal–hal berikut dapat di pakai sebagai ukuran untuk melihat keberhasilan pengelolaan limbah cair : 1) Tidak terdapat air yang menggenang di sekitar titik–titik pengambilan/sumber air untuk
keperluan
sehari–hari,
didalam
maupun di sekitar tempat pemukiman 39
2) Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran pembuangan air. 3) Tempat tinggal, jalan-jalan setapak, serta prasana-prasana pengadaan air dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air. 4.
Standar Minimum Dalam Bantuan Pangan. Bantuan pangan diberikan dalam bentuk bahan makanan / masakan yang disediakan oleh dapur umum. Bantuan pangan bagi kelompok rentan diberikan dalam bentuk khusus. Standar minimal bantuan : a. Bahan makanan berupa beras 400 gram perorang perhari atau bahan makanan pokok lainya dan bahan lauk pauk. b. Makanan yang disediakan dapur umum berupa makanan siap saji sebanyak 2 kali makan dalam sehari. c. Besarnya bantuan makan setara dengan 2100 kalori/orang/hari, 10-20 % dari total energi tersedia dari protein, 17 % dari total energi disediakan oleh lemak 40
d. Asupan mikronutrien dapat diperoleh dari makanan segar. Tahapan
penanggulangan
masalah
gizi
di
pengungsian adalah sebagai berikut : a. Tahap Penyelamatan Fase ini maksimum selama 5 hari. Fase ini bertujuan
memberikan
makanan
kepada
masyarakat agar tidak lapar. Sasarannya adalah seluruh pengungsi, dengan kegiatan : 1) Pemberian makanan jadi dalam waktu sesingkat mungkin. 2) Pendataan awal, jumlah pengungsi, jenis kelamin, golongan umur. 3) Penyelenggaraan dapur umum (merujuk ke Depsos), dengan standar minimal. b. Fasse kedua (fase II) adalah saat : 1) Setiap orang diperhitungkan
menerima
ransum senilai 2.100 Kkal, 40 gram lemak dan 50 gram protein per hari. 2) Diusahakan memberikan pangan sesuai dengan kebiasaan dan ketersediaan setempat, 41
mudah
di
angkut,
di
simpan
dan
didistribusikan. 3) Harus memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral. 4) Mendistribusikan
ransum
sampai
di
tetapkannya jenis intervensi gizi berdasarkan hasil data dasar (maksimum 2 minggu) 5) Memberikan penyuluhan kepada pengungsi tentang kebutuhan gizi dan cara pengolahan bahan makanan masing–masing anggota keluarga. c. Tahap Tanggap Darurat Tahap ini dimulai selambat–lambatnya pada hari ke 20 di tempat pengungsian. Kegiatan : 1) Melakukan
penapisan
(screening)
bila
prevalensi gizi kurang balita 10 - 14.9 % atau 5 - 9.0 % yang disertai dengan faktor pemburuk. 2) Menyelenggarakan
pemberian
makanan
tambahan sesuaidengan jenis intervensi yang telah ditetapkan pada tahap 1 fase II (PMT 42
darurat / Ransum, PMT darurat terbatas serta PMT terapi). 3) Melakukan penyuluhan baik perorangan atau kelompok dengan materi penyuluhan sesuai dengan butir b. 4) Memantau perkembangan status gizi melalui surveilans. 5) Melakukan modifikasi / perbaikan intervensi sesuai dengan perubahan tingkat kedaruratan a) Jika prevalensi gizi kurang > 15 % / 10 14 % dengan faktor pemburuk, diberikan paket pangan dengan standar minimal per orang per hari (ransum), dan diberikan PMT darurat untuk balita, ibu hamil ibu meneteki dan lansia serta PMT terapi bagi penderita
gizi
buruk.
Ketentuan
kecukupan gizi pada PMT darurat sama seperti standar ransum. b) Jika prevalensi gizi kurang 10–14.9% atau 5–9.9% dengan faktor pemburuk diberikan PMT darurat terbatas pada balita, ibu hamil, ibu meneteki dan lansia 43
yang kurang gizi serta PMT terapi kepada penderita gizi buruk. c) Jika prevalensi gizi kurang < 10% tanpa faktor pemburuk atau < 5% dengan faktor pemburuk maka dilakukan penanganan penderita gizi kurang melalui pelayanan kesehatan setempat. 5.
Standar minimum dalam bantuan pendidikan (terutama promosi kesehatan) Standar minimum pendidikan dalam keadaan darurat terutama menyebarkan pesan-pesan kunci yang berfungsi untuk menopang kehidupan, struktur penawaran, stabilitas dan harapan untuk masa depan selama masa krisis, khususnya untuk anak- anak dan remaja. Pendidikan dalam keadaan darurat juga membantu untuk menyembuhkan rasa takut
dari
pengalaman
buruk,
membangun
keterampilan dan konflik resolusi dukungan dan perdamaian.
44
6.
Standar Minimum Pelayanan Kesehatan a. Pelayanan Kesehatan Masyarakat Pelayanan
kesehatan
masyarakat
korban
bencana didasarkan pada penilaian situasi awal serta data informasi kesehatan berkelanjutan, berfungsi untuk mencegah pertambahan / menurunkan tingkat kematian dan jatuhnya korban akibat penyakit melalui pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan. Tolok Ukur : 1) Puskesmas setempat, puskesmas pembantu bidang desa dan Pos kesehatan yang ada. 2) Bila mungkin, RS swasta, balai pengobatan swasta,
LSM
lokal
maupun
LSM
Internasional yang terkait dengan bidang kesehatan
bekerjasama
serta
mengkoordinasikan upaya–upaya pelayanan kesehatan bersama. 3) Memakai standar pelayanan puskesmas. 4) Dalam kasus–kasus tertentu rujukan dapat dilakukan melalui system rujukan yang ada. 45
5) 1 (satu) Pusat Kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang. 6) 1 (satu) Rumah Sakit untuk 200.000 orang b. Kesehatan Reproduksi Kegiatan
yang
harus
dilaksanakan
pada
kesehatan reproduksi adalah : 1) Keluarga Berencana (KB) 2) Kesehatan Ibu dan Anak antara lain Pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas. Pelayanan pasca keguguran. 3) Deteksi Dini dan penanggulangan PMS dan HIV/AIDS 4) Kesehatan Reproduksi Remaja c. Kesehatan Jiwa Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan di lini lapangan sampai ke tingkat rujukan tertinggi, dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan, konseling, dalam bentuk
kegiatan
penyuluhan,
bimbingan,
konseling, yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan dan kewenangan petugas disetiap jenjang pelayanan. Penanggulangan penderita 46
stress paska trauma di lini lapangan dapat dilakukan oleh para relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat atau keagamaan maupun petugas pemerintah di tingkat
desa
dan
atau
kecamatan,
Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan dalam 3 (tiga) jenis kegiatan, yaitu : 1) Penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang) 2) Ahli Psikologi 3) Kader masyarakat yang telah dilatih. 7.
Standar minimum pencegahan penyakit menular a. Vaksinasi Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dalam kekeadaan darurat. Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga
kesehatan,
perlengkapan
lain
vaksin, sudah
peralatan tersedia,
dan tanpa
menunda–nunda lagi.
47
b. Manajemen Kasus Semua anak yang terkena penyakit menular di rawat selayaknya agar risiko lebih jauh terhindarkan, termasuk kematian. c. Surveilans Surveilans
dilakukan
terhadap
beberapa
penyakit menular. 8.
Standar Minimal Ketenagaan Jumlah
kebutuhan
tenaga
kesehatan
untuk
penanganan pengungsi antara 10.000 – 20.000: a. Pekerja kesehatan lingkungan 10 – 20 orang b. Bidan 5 – 10 orang c. Para medis 4 – 5 orang d. Dokter 1 orang e. Asisten Apoteker 1 orang f. Teknisi Laboratorium 1 orang g. Pembantu Umum 5 – 10 orang h. Pengawas Sanitasi 2 – 4 orang i. Asisten Pengawas Sanitasi 10 –20 orang 9.
Standar minimal penampungan keluarga (shelter) Pada saat keadaan darurat berawal, warga memperoleh ruang tertutup yang cukup untuk 48
melindungi mereka dari dampak–dampak iklim yang dapat membahayakan mereka. Mereka memperoleh papan yang cukup memenuhi syarat kesehatan (hangat, berudara segar, aman dan memberi keleluasaan pribadi) demi menjamin martabat dan kesejahteraan mereka.
49
BAB III LIMBAH
A. Pengertian Pengertian
limbah
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan manusia. Pada dasarnya, orang akan menganggap bahwa limbah adalah sampah yang sama sekali tidak ada gunanya dan harus dibuang, akan tetapi jika limbah terus
di
tumpuk
maka
akan
menimbulkan
penumpukan sampah. Dan sejatinya, limbah tidak selamanya harus di buang karena banyak juga limbah yang masih bisa diolah menjadi produk yang bermanfaat. Bahkan beberapa macam limbah bisa menjadi sangat berguna dan juga mempunyai nilai jual tinggi apabila diolah kembali secara baik dan benar. Limbah yang tidak diolah kembali maka selanjutnya akan menyebabkan berbagai polusi baik itu udara, air maupun tanah. Seperti misalnya, pada lingkungan yang dipakai sebagai tempat 50
pembuangan sampah maka udara disekitarnya tidak akan sehat dan baunya cenderung tak sedap. Tak sampai di situ karena bisa saja sumber air di sekitar lingkungan tersebut akan terkontaminasi dengan zat kimia limbah sehingga menyebabkan tanahnya menjadi tandus. Limbah merupakan suatu barang (benda) sisa dari
sebuah
kegiatan
produksi
yang
tidak
bermanfaat / bernilai ekonomi lagi. Limbah sendiri dari tempat asalnya bisa beraneka ragam, ada yang limbah dari rumah tangga, limbah dari pabrikpabrik besar dan ada juga limbah dari suatu kegiatan tertentu. Dalam dunia masyarakat yang semakin maju dan modern, peningkatan akan jumlah limbah semakin meningkat. Logika yang mudah seperti ini; dahulunya manusia hanya menggunakan jeruk nipis untuk mencuci piring, namun sekarang manusia sudah menggunakan sabun untuk mencuci piring sehingga peningkatan akan limbah tak bisa di elakkan lagi. Berdasarkan bentuknya dapat di bedakan menjadi 3, yaitu : 51
1. Berdasarkan wujudnya : Pada
pengelompokan
limbah
berdasarkan
wujud lebih cenderung di lihat dari fisik limbah tersebut. Contohnya limbah padat, di sebut limbah padat karena memang fisiknya berupa padat, sedangkan limbah cair dikarenakan fisiknya berbentuk cair, begitu pula dengan limbah gas. Limbah Gas, merupakan jenis limbah yang berbentuk gas, contoh limbah dalam bentuk Gas antara lain Karbondioksida (CO2), Karbon Monoksida (CO), SO2, HCL, NO2. dan lain-lain. a. Limbah cair, adalah jenis limbah yang memiliki fisik berupa zat cair misal Air Hujan, Rembesan AC, Air cucian, air sabun, minyak goreng buangan, dan lainlain b. Limbah padat merupakan jenis limbah yang
berupa
padat,
contoh
bungkus
jajanan, plastik, ban bekas, dan lain-lain.
52
2. Berdasarkan sumbernya Pada pengelompokan limbah nomor 2 ini lebih difokuskan kepada dari mana limbah tersebut dihasilkan. Berdasarkan sumbernya limbah bisa berasal dari: a. Limbah industri; limbah yang dihasilkan oleh pembuangan kegiatan industry b. Limbah Pertanian; limbah yang ditimbulkan karena kegiatan pertanian c. Limbah pertambangan; adalah limbah yang asalnya dari kegiatan pertambangan d. Limbah domestik; Yakni limbah yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran dan pemukiman-pemukiman penduduk yang lain. 3. Berdasarkan senyawa Berdasarkan senyawa limbah di bagi lagi menjadi dua jenis, yakni limbah organik dan limbah anorganik. a. Limbah Organik, merupakan limbah yang bisa dengan mudah diuraikan (mudah membusuk), limbah organik mengandung 53
unsur karbon. Contoh limbah organik dapat anda temui dalam kehidupan sehari-hari, contohnya kotoran manusia dan hewan. b. Limbah anorganik, adalah jenis limbah yang sangat sulit atau bahkan tidak bisa untuk di uraikan (tidak bisa membusuk), limbah an organik tidak mengandung unsur karbon. Contoh limbah an organik adalah Plastik dan baja. B.
Jenis-Jenis Limbah 1) Limbah Domestik Limbah domestik lebih kita kenal dengan istilah limbah rumah tangga. Limbah domestik ini berasal dari pembuangan dalam rumah tangga, seperti sampah dan sejenisnya. Limbah ini dihasilkan dari sisa pembuangan makanan, sisa barang-barang yang sudah tidak terpakai dan ingin segera di buang, air bekas mencuci atau mandi dan kotoran yang berasal dari tubuh manusia (feses dan urin). Sejatinya limbah domestik tidak berbahaya seperti limbah 54
industri. Akan tetapi jika pembuangannya tidak tepat bisa menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Pengertian Limbah Domestik Menurut Para Ahli Pengertian
limbah
domestik
secara
pandangan umum sudah kita ketahui. Beberapa para ahli berusaha menambahkan tentang pengertian limbah domestik sebagai berikut: a. Sugiharto (1987) Limbah domestik dapat berupa cairan. Limbah cair yang dihasilkan dari rumah tangga ini cenderung merupakan kotoran umum. b. Stokes (1991) Bila pembuangan limbah domestik tidak tepat,
limbah
itu
dapat
dikategorikan
menjadi limbah infeksius yang berarti limbah yang dapat menjadi penyebab munculnya penyakit.
55
c. Tchobanoglous dan Elliassen (1979) Limbah domestik merupakan sampah yang terbawa air dan berasal dari rumah tangga. d. Ir. Hieronymus Budi Santoso Limbah
domestik
adalah
bahan
yang
terbuang / sengaja dibuang dari satu sumber yang berasal dari aktivitas manusia dalam rumah. Limbah ini belum memiliki nilai ekonomi yang bermanfaat dan bisa jadi malah berdampak negatif. e. Cahyono Budi Utomo Limbah domestik bisa berasal dari benda / zat dari aktivitas manusia yang sudah tidak digunakan lagi dan sengaja dibuang. f. Darmadi Produk akhir yang berasal dari proses pencucian atau metabolisme tubuh dapat dinamakan
sebagai
limbah
domestik.
Bentuknya bisa cair, padat / setengah padat.
56
Berikut adalah klasifikasi limbah cair: 1. Limbah cair domestik (Domestic waste water) Yaitu limbah cair hasil buangan dari perumahan (rumah tangga), perkantoran, bangunan perdagangan, dan sarana sejenis. Contoh : air deterjen sisa cucian. 2. Limbah cair industri (Industrial waste water) Yaitu limbah cair hasil buangan industri. Contoh : air sisa cucian daging, buah dan sayur dari industri pengolahan makanan, cairan sisa pewarna tekstil dari industri tekstil. 3. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow) Yaitu limbah cair yang berasaldari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukaan. Contoh luapan air buangan talang atap, pendingin ruangan, pertanian / perkebunan. 57
4. Air hujan ( storm water ) Yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan tanah. Contoh pengolahan air limbah domestik adalah dengan menggunakan bak penangkap minyak dan lemak, bak pengendapan awal, bak aerasi, bak pengendapan akhir, filtrasi dan desinfeksi. Meski demikian, sistem pengolahan air bersih maupun air limbah domestik yang digunakan dalam hunian di bangun dengan menyesuaikan keadaan setempat, seperti sinar matahari, suhu yang tinggi di daerah tropis yang dapat dimanfaatkan. Konsultasikanlah dengan pihak terkait untuk mendapatkan sistem pengolahan air bersih maupun air limbah domestik yang baik dalam hunian maupun perusahaan Anda. 2) Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah kelompok limbah yang secara langsung maupun tidak
langsung
dapat
mencemarkan,
membahayakan lingkungan, kesehatan dan 58
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya. a) Definisi limbah B3 menurut BAPEDAL (1995) Limbah B3 adalah setiap bahan sisa (limbah) suatu
kegiatan
proses
produksi
yang
mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity, flammability, reactivity. dan corrosivity) serta konsentrasi / jumlahnya tidak langsung dapat merusak, mencemarkan
lingkungan,
atau
membahayakan kesehatan manusia. b) Definisi limbah B3 menurut Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1999. B3 adalah semua bahan/senyawa baik padat, cair ataupun gas yang mempunyai potensi merusak terhadap kesehatan manusia serta lingkungan akibat sifat-sifat yang di miliki
senyawa
tersebut.
Selain
pengelompokan limbah-limbah diatas masih ada lagi jenis limbah yang lain, yakni limbah B3. Dari pengertian umumnya limbah 59
merupakan suatu barang sisa yang bisa berupa padat, cair dan gas. Limbah B3 sendiri merupakan jenis limbah yang sangat berbahaya, suatu limbah dapat dikatakan sebagai limbah B3 jika mengandung bahan yang berbahaya serta beracun karena sifat dan konsentrasinya bisa mencemari lingkungan dan membahayakan kehidupan manusia dan lingkungan. Limbah B3
sendiri
masih
memiliki
beberapa
karateristik lagi yakni; Beracun, mudah meledak mudah terbakar, bersifat korosif, bersifat reaktif, dapat menyebabkan infeksi dan masih banyak lagi. Sifat limbah B3 Dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, di kenal sampah spesifik, yaitu sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan / volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mengandung satu atau lebih senyawa berikut : Mudah meledak (explosive) 60
Pengoksidasi (oxidizing) Beracun (moderatelytoxic) Berbahaya (harmful) Korosif (corrosive) Bersifat mengiritasi (irritant) Dll Macam-macam limbah B3 Berdasarkan
sumbernya,
limbah
B3
dikelompokan menjadi : a) Primary sludge b) Chemicial sludge c) Excess actived sludge d) Digested sludge Berdasarkan karakteristiknya tersebut, limbah B3 dapat dikelompokan sebagai berikut : a) Limbah mudah meledak b) Limbah mudah terbakar c) Limbah reaktif d) Limbah beracun e) Limbah yang menyebabkan infeksi f) Limbah yang bersifat korosif 61
Senyawa B3 Contoh limbah B3 antara lain logam berat seperti Al, Cr, Cd, Cu, Fe, Pb, Mn, Hg, dan Zn serta zat kimia seperti pestisida, sianida, sulfida, fenol, dan lain sebagainya. Limbah B3 dalam rumah tangga Contoh produk limbah rumah tangga berpotensi B3, yaitu sebagai berikut : a) Dapur : pembersih lantai, kompor gas, pembersih kaca, plastik, racun tikus, dan bubuk pembersih. b) Tempat cucian : pembersih, detergen, pembersih lantai, bahan pencelup, dan pembuka sumbat saluran air kotor. c) Kamar mandi : aerosol, disifektan, hair spray, pewarna rambut, pembersih toilet, dan medicated shampoo. d) Kamar tidur : kamper, obat anti nyamuk, baterai, cat kuku, dan pembersih. e) Garasi dan gudang : oli dan aki mobil, minyak rem, catwax, pembesih karburator, 62
cat dan tiner, lem, pembunuh tikus, semir sepatu, dan genteng asbes. f) Ruang tamu : pembersih karpet, pembersih lantai, pembersih perabotan, pembersih kaca, pengharum ruangan. g) Taman : pupuk dan insektisida. h) Ruang makan : bumbu dan obat C. Cara pembuangan limbah Limbah, baik limbah cair, padat, gas dan limbah B3 memiliki cara tersendiri dalam penanganan pembuangan. Limbah B3 tidak bisa disamakan pembuangannya dengan limbah cair ataupun limbah padat begitu pula sebaliknya. Untuk penanganan limbah cair sendiri masih di bagi lagi menjadi beberapa bagian, untuk lebih jelasnya perhatikan bagaimana cara penanganan limbah di bawah ini. 1. Penanganan limbah cair Penanganan limbah cair sangatlah sulit, setiap bahan yang berbeda harus ditangani dengan cara yang berbeda pula. Dalam penanganan 63
limbah cair terdapat beberapa cara yakni sebagai berikut : a) Pengolahan primer b) Pengolahan sekunder c) Pengolahan tersier d) Desinfeksi e) Pengolahan lumpur 2. Pengolahan limbah padat Pada pengolahan limbah padat berbeda dengan penanganan limbah cair, dalam penanganan limbah padat dibagi dalam beberapa cara yakni: a) Penimbunan terbuka b) Sanitary landfill c) Daur ulang d) Insinerasi e) Dijadikan kompos 3. Pengolahan limbah gas Untuk penanganan limbah gas lebih ditekankan pada bagaimana mencegah gas pencemar tersebut mencemari lingkungan, misal dengan memasang filter (penyaring) pada knalpot kendaraan
bermotor,
pengendap
siklon, 64
mengontrol emisi gas buang dan masih banyak lagi. 4. Pengolahan limbah B3 Pengolahan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)
memiliki
cara
yang
berbeda,
berhubung jenis limbah ini bisa menimbulkan bahaya bagi lingkungan maka penanganan dengan benar haruslah diperhatikan. Untuk pembuangan limbah B3 haruslah berhati-hati karena tidak bisa dibuang begitu saja, limbah haruslah di olah terlebih dahulu baik melalui pengolahan fisik, biologi dan kimia dengan tujuan dapat menghilangkan efek berbahaya yang terdapat di dalam limbah. Berikut ini beberapa cara pengolahan limbah B3: a) Kolam
penyimpanan
(surface
impoundments) b) Sumur dalam/Sumur injeksi c) Secure landfill/lanfill untuk limbah B3 Limbah telah menjadi persoalan penting di negeri ini, untuk menciptakan negeri yang bersih dan sehat tentunya harus kita mulai dengan cara 65
hidup bersih dan sehat pula. Untuk itu mulailah dengan kehidupan sehari-hari misal membersihkan halaman rumah, selokan di depan rumah dan juga sadarkan diri akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya. Kesadaran ini juga harus dilakukan oleh semua pihak, terutama jangan lagi ada pabrik-pabrik yang membuang limbah di sungai. Selain merugikan bagi kesehatan limbah yang di buang di sungai juga bisa membawa efek yang lain, misal biota sungai seperti ikan, plankton dan tanaman air akan mati. Sungai yang tercemar juga akan sangat buruk di pandang, mestinya sungai bisa kita manfaatkan sebagai tempat rekreasi dan mencari rezeki namun jika sudah tercemar seperti ini mau bagaimana lagi. Semoga kedepannya Indonesia menjadi negara yang bersih, sehat dan bersih dari limbah.
66
BAB IV SAMPAH
A. Pengertian Sampah adalah bahan yang tidak mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”. Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.” (Istilah lingkungan untuk manajemen, Ecolink, 1996). Sampah yang harus dikelola tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari: 1.
Rumah tangga
2.
Kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran, tempat hiburan.
3.
Fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara,
rumah
sakit,
klinik,
puskesmas 67
4.
Fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman, jalan,
5.
Industri
6.
Hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.
B. Dampak Sampah bagi Manusia dan lingkungan 1. Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah tangga sangat merugikan manusia, baik
secara
langsung
maupun
tidak
langsung. Melalui kegiatan perindustrian dan
teknologi
kehidupan
dapat
diharapkan lebih
kualitas
ditingkatkan.
Namun seringkali peningkatan teknologi juga menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit. Dampak bagi kesehatan Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti 68
lalat dan anjing yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: 1. Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah yang pengelolaan sampahnya kurang memadai. Dampak Terhadap Lingkungan Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam
drainase
atau
sungai
akan
mencemari air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau 69
kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi dapat meledak. 2. Pengelolaan
sampah
memadai
menyebabkan
tingkat
kesehatan
yang
tidak
rendahnya
masyarakat.
Hal
penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas). C. Usaha Pengendalian Sampah Untuk menangani
permasalahan sampah
secara menyeluruh perlu dilakukan alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan
dapat
menyelesaikan
masalah
lingkungan akibat sampah, justru memberikan permasalahan lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar akibat air
lindi,
sudah
mencapai
tahap
yang
membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya dari segi sanitasi lingkungan. Gambaran yang 70
paling mendasar dari penerapan teknologi lahan urug saniter (sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk tiap satuan volume sampah
yang akan
diolah.
Teknologi ini memang direncanakan untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan murah. Pada kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini, penerapan lahan urug saniter sangatlah tidak sesuai. Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi yang paling tepat untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi pemusnahan sampah yang hemat dalam penggunaan
lahan.
Konsep
utama
dalam
pemusnahan sampah selaku buangan padat adalah reduksi volume secara maksimum. Salah satu teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah teknologi pembakaran yang terkontrol atau insinerasi,
dengan
menggunakan
insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan disertai dengan reduksi 71
volume residu yang tersisa (fly ash dan bottom ash) dibandingkan dengan volume sampah semula. Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak memberikan dampak negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran udara. Produk pembakaran yang terbentuk berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan. Selain itu proses insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan masalah pertumbuhan. Global Anti-Incenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan sumber utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat kuat, yang mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem kesadaran. Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma penanganan sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung untuk dibuang begitu 72
saja harus diubah. Produksi Bersih (Clean Production) merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan untuk mencari cara-cara pengurangan produkproduk samping yang berbahaya, mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis. D. Prinsip-prinsip
Produksi
Bersih
adalah
prinsip-prinsip yang juga bisa diterapkan dalam
keseharian,
misalnya,
dengan
menerapkan Prinsip 4R, yaitu: 1. Reduce
(Mengurangi);
sebisa
mungkin
lakukan minimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan
material,
semakin
banyak
sampah yang dihasilkan. 2. Re-use (Memakai kembali); sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang disposable (sekali pakai, buang). Hal ini 73
dapat
memperpanjang
waktu
pemakaian
barang sebelum ia menjadi sampah. 3. Recycle (Mendaur ulang); sebisa mungkin, barang-barang yg sudah tidak berguna lagi, bisa didaur ulang. Tidak semua barang bisa didaur ulang, namun saat ini sudah banyak industri non-formal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain. Teknologi daur ulang, khususnya bagi sampah plastik, sampah kaca, dan sampah logam, merupakan suatu jawaban atas upaya memaksimalkan material setelah menjadi sampah, untuk dikembalikan lagi dalam siklus daur ulang material tersebut. 4. Replace (Mengganti); teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang barang yang hanya bisa dipakai sekalai dengan barang yang lebih tahan lama. Juga telitilah agar kita hanya memakai barang-barang yang lebih ramah lingkungan, Misalnya, ganti kantong keresek kita dnegan keranjang bila berbelanja, dan jangan pergunakan styrofoam karena kedua 74
bahan ini tidak bisa didegradasi secara alami. Penggunaan
kompos
sebagai
produk
pengolahan sampah organik juga harus diikuti dengan
kebijakan
dan
strategi
yang
mendukung. Pemberian insentif bagi para petani yang hendak mengaplikasikan pertanian organik dengan menggunakan pupuk kompos, akan
mendorong
menjalankan
petani
sistem
lainnya
pertanian
untuk organik.
Kelangkaan dan makin membubungnya harga pupuk kimia saat ini, seharusnya dapat dimanfaatkan
oleh
pemerintah
untuk
mengembangkan sistem pertanian organic. E. Sampah padat pada umumnya dapat di bagi menjadi dua bagian : 1. Sampah Organik Sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam / dihasilkan dari kegiatan pertanian, 75
perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran dll. 2. Sampah Anorganik Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang
sebagian
lainnya
hanya
dapat
diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plastik. Dan botol kaleng. Kertas, koran, dan karton merupakan
pengecualian.
Berdasarkan
asalnya, kertas, koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas, kaleng, dan 76
plastik),
maka
dimasukkan
ke
dalam
kelompok sampah anorganik. F. Pengelolaan
sampah
agar
memiliki
nilai
ekonomis Apapun contoh dari materi materi yang dapat didaur ulang di golongkan kedalam beberapa kelompok. 1.
Botol Bekas wadah kecap, saos, sirup,
2.
Kertas, terutama kertas bekas di kantor, koran, majalah, kardus
3.
Aluminium bekas wadah minuman ringan, bekas kemasan kue dll.
4.
Besi bekas rangka meja, besi rangka beton dll.
5.
Plastik bekas wadah shampo, air mineral, jerigen, ember dll
6.
Sampah basah dapat diolah menjadi kompos. Namun bila di lihat kembali dalam segi proses
masih banyak juga sampah sampah dan barang yang tidak berguna lain yang masih mempunyai nilai guna, antara lain :
77
1. Bahan bangunan Material
bangunan
dikumpulkan
bekas
dihancurkan
yang
telah
dengan
mesin
penghancur, terkadang bersamaan dengan aspal, batu bata, tanah, dan batu. Hasil yang lebih kasar bisa dipakai menjadi pelapis jalan semacam aspal dan hasil yang lebih halus bisa di pakai untuk membuat bahan bangunan baru semacam bata. 2. Baterai Banyaknya variasi dan ukuran baterai membuat proses daur ulang bahan ini relatif sulit. Mereka harus disortir terlebih dahulu, dan tiap jenis memiliki
perhatian
khusus
dalam
pemrosesannya. Misalnya, baterai jenis lama masih mengandung merkuri dan kadmium, harus ditangani secara lebih serius demi mencegah kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Baterai mobil umumnya jauh lebih mudah dan lebih murah untuk didaur ulang.
78
3. Barang Elektronik Barang
elektronik
yang
populer
seperti
komputer dan handphone umumnya tidak di daur ulang karena belum jelas perhitungan manfaat ekonominya. Material yang dapat di daur ulang dari barang elektronik misalnya adalah logam yang terdapat pada barang elektronik tersebut (emas, besi, baja, silikon, dll) ataupun bagian-bagian yang masih dapat di pakai (microchip, processor, kabel, resistor, plastik, dll). Namun tujuan utama dari proses daur ulang, yaitu kelestarian lingkungan, sudah jelas dapat menjadi tujuan diterapkannya proses daur ulang pada bahan ini meski manfaat ekonominya masih belum jelas. . G. Keuntungan Daur-Ulang Sampah Anorganik Selain membantu penanganan sampah di perkotaan, upaya daur-ulang sampah anorganik yang dilakukan masyarakat di Indonesia memiliki beberapa fungsi dalam aspek lingkungan dan
79
ekonomi yang seringkali diabaikan oleh berbagai pihak. Besar.Pengelolaan sampah dapat dilakukan untuk memulihkan sumber daya alam .salah satu cara yang dapat kita lakukan adalah dengan cara mendaur ulang sampah-sampah tersebut. Daur
ulang
adalah
salah
satu
strategi
pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan , pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material bekas pakai, Maanfaat lain yang dirasakan dalama mendaur ulang sampah antara lain : 1. Menghemat sumber daya alam 2. Menghemat Energi 3. Mengurangi uang belanja 4. Menghemat lahan TPA 5. Lingkungan asri Sampah bisa didaur ulang serta dipilah untuk dijadikan produk yang bernilai ekonomis. Peluangpeluang untuk mengolah sampah tersebut bisa di mulai dari tingkat rumah tangga. Sampah organik di olah menjadi produk kompos yang bisa di serap 80
petani serta bisa dimanfaatkan oleh pengusaha tanaman hias.Di samping itu, sampah daur ulang juga bisa dimanfaatkan untuk industri kreatif seperti membuat tas dari sampah plastik dan kerajinan lainnya.
81
BAB V REHABILITASI DAN REKONTRUKSI
A. Kondisi Pasca Bencana Kondisi pasca bencana adalah keadaan suatu wilayah dalam proses pemulihan setelah terjadinya bencana. Pada kondisi ini dipelajari langkah apa yang dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam hal
upaya
untuk
mengembalikan
tatanan
masyarakat seperti semula sebelum terjadinya bencana. Beberapa hal yang dipelajari dalam kondisi pasca bencana ini adalah kecepatan dan ketepatan terutama dalam hal: a. Penanganan korban (pengungsi) b. Livelyhood recovery c. Pembangunan infrastruktur d. Konseling trauma e. Tindakan-tindakan preventif ke depan f. Organisasi kelembagaan g. Stakeholders yg terlibat Dalam
hal
ini,
dipelajari
kebijakan
pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga 82
secara
positif
turut
mencegah/menghambat
terjadinya bencana, serta kebijakan pembangunan apa yang telah dilakukan sehingga secara negatif turut memacu/menyebabkan timbulnya bencana. Ruang lingkup studi ini meliputi kajian berbagai aspek penanggulangan bencana alam yang terjadi di Indonesia, Fase pasca bencana: meliputi penanggulangan korban (misalnya pengungsi), pendanaan, rehabilitasi bangunan, rekonstruksi fisik dan non fisik, organisasi dan kelembagaan, dan social capital (Sunarti, 2009). B. Manajemen Pasca Bencana Manajemen pemulihan (pasca bencana) adalah pengaturan
upaya
penanggulangan
bencana
dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan
kondisi
masyarakat
dan
lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenyanya yaitu : 83
a) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. b) Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. C. Manajemen Risiko Gempa Bumi Manajemen risiko gempa bumi dapat dilakukan melalui beberapa cara di bawah ini (Asian Institute of Technology, 2005 dalam Widiyati, 2008) : 84
a. Pengaturan ruang : 1) Mengidentifikasi lokasi-lokasi yang aman dari gempa bumi, antara lain melalui analisis jenis tanah dan struktur geologi. 2) Mengalokasikan perumahan dan fasilitas umum yang vital (rumah sakit, sekolah, pemadam kebakaran, dan sebagainya) pada area yang aman dari gempa bumi. Merujuk UU No 24 Tahun 2007, ada hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam upaya mencegah, atau mengurangi resiko timbulnya bencana, yaitu penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko menimbulkan bencana. Setiap kebijakan pembangunan harus mempertimbangkan pertama, dampak negatif dari
kegiatan
kemungkinannya menimbulkan pembangunan
pembangunan yang
kelak
dapat
dan
kedua,
bencana
(disaster
bencana, bervisi
dan
awareness).
85
b. Pengembangan
sistem
informasi
dan
keteknikan : 1) Mengembangkan teknik konstruksi tahan gempa bumi untuk fasilitas umum maupun rumah
penduduk,
berupa
penggunaan
bangunan dari kayu dan bahan ringan 2) Verifikasi
kapabilitas
bendungan
dan
pekerjaan rekayasa untuk menahan kekuatan gempa bumi. 3) Mengkaji ulang kesempurnaan bangunan fasilitas penting (rumah sakit, sekolah, instalasi komunikasi, dan sebagainya) dan menyempurnakannya jika perlu. 4) Merencanakan alternatif cadangan air. 5) Menyiapkan sistem komunikasi emergensi dan pesan-pesan kepada khalayak umum menyangkut keamanan mereka. c. Peningkatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat : 1) Penyebaran informasi untuk meningkatkan kesiapan masyarakat, isinya mencakup: penyebab gempa, tanda peringatannya; 86
risiko gempa, cara meminimasi kerentanan pribadi; serta yang harus dilakukan saat gempa, melalui latihan evakuasi, serta penyebaran poster yang komunikatif dengan bahasa yang sederhana. 2) Memperkenalkan teknik konstruksi yang sudah diperbaiki kepada masyarakat. 3) Menyebarkan poster atau brosur kepada masyarakat dengan bahasa yang mudah di fahami, yang memuat informasi berikut : a) Pengenalan tempat yang aman dan berbahaya di rumah/bangunan umum. b) Tidak menyalakan korek api, lampu listrik, dan kompor gas (mencegah ledakan andai ada kebocoran gas) c) Tindakan yang diperlukan di dalam rumah/bangunan,
seperti
mengaitkan
benda berat di dalam rumah (misalnya lemari), melepas hiasan dinding yang besar dari dinding di dekat tempat tidur. d) Menyiapkan helm, peluit, dan senter. 87
e) Menyiapkan jalur keluar darurat yang aman. f) Tidak berlari menuju tempat tinggi yang berpotensi longsor, tidak berlindung di bawah tiang, pohon besar dan menara, menghindari tempat yang berbau gas. g) Jika dekat laut, mengenali tempat tinggi yang stabil dan aman dari kemungkinan tsunami yang mengiringi gempa. D. Kelembagaan a. Menggunakan
paket
insentif
untuk
memindahkan bangunan yang tidak/kurang aman ke lokasi yang lebih aman. b. Memberi insentif pada masyarakat
yang
memakai konstruksi bangunan yanglebih aman, mendorong dan mengarahkan pembangunan di area yang lebih aman melalui pengawasan penggunaan lahan, penerapan standar-standar dan
undangundang
bangunan,
penerapan
perpajakan yang masuk akal, pinjaman, atau subsidi. 88
c. Melatih tim-tim operasi SAR dan menjamin cepat tersedianya peralatan deteksi. d. Melatih personil menghadapi trauma. e. Koordinasi dengan organisasi sukarela.
89
BAB VI KESEHATAN LINGKUNGAN
A. Pengertian Kesehatan Lingkungan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan
Dunia
(WHO)
tahun
1948
menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”. Kesehatan lingkungan adalah kesehatan yang sangat penting bagi kelancaran kehidupan dibumi, karena lingkungan adalah tempat dimana pribadi itu tinggal. Lingkungan yang sehat dapat dikatakan sehat
bila
sudah
memenuhi
syarat-syarat
lingkungan yang sehat. Kesehatan lingkungnan yaitu bagian integral ilmu
kesehatan
masyarakat
yang
khusus
menangani dan mempelajari hubungan manusia dengan
lingkungan
dalam
keseimbangan 90
ekologis.Jadi kesehatan lingkungan merupakan bagian dari ilmu kesehatan mayarakat. Ada 3 pengertian yang dikemukakan para ahli tentang kesehatan lingkungan, masing-masing pengertian
lahir
dalam
masalah
kesehatan
upaya
memecahkan
sesuai
jaman
dan
kebutuhannya. Ketiga pengertian tersebut adalah : 1. Pengertian Kesehatan Lingkungan sebagai suatu upaya, dikemukakan oleh P.Halton Purdon (1971). Purdon menyatakan bahwa “Kesehatan Lingkungan merupakan bagian dari dasar-dasar kesehatan bagi masyarakat modern, kesehatan lingkungan adalah aspek kesehatan masyarakat
yang
meliputi
semua
aspek
kesehatan manusia dalam hubungannya dengan lingkungan. Tujuannya untuk mempertahankan dan
meningkatkan
masyarakat
pada
derajat
tingkat
yang
kesehatan setinggi-
tingginya dengan jalan memodifikasi factor social, factor fisik lingkungan, sifat-sifat dan kelakuan lingkungan yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. 91
2. Pengertian kesehatan Lingkungan sebagai Kondisi
dikemukakan
Kesehatan
se
oleh
Dunia
Organisasi
(World
Health
Organization). WHO menyatakan Environment health refers to ecological balance that must exist beetwen man and his environment in order to
ensure
Lingkungan
his
weel
being.
merupakan
Kesehatan terwujudnya
keseimbangan ekologis antara manusia dan lingkungan harus ada, agar masyarakat menjadi sehat dan sejahtera. Sehingga Kesehatan Lingkungan menurut WHO adalah Those aspects of human health and disease that are determined by factors in the environment. It also refers to the theory and practice of assessing and controlling factors in the environment that can potentially affect health. Atau bila disimpulkan "Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia". Menurut HAKLI (Himpunan Ahli
Kesehatan
Lingkungan
Indonesia) 92
kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi lingkungan
yang
mampu
menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Dalam pengertian ini titik pusat pandang dari Kesehatan Lingkungan adalah bahwa tercapainya tujuan kesehatan yaitu masyarakat sehat dan sejahtera apabila kondisi lingkungan sehat. 3. Kesehatan Lingkungan adalah ilmu dan seni dalam mencapai keseimbangan lingkungan dan manusia, ilmu dan seni dalam pengelolaan lingkungan sehingga dicapai kondisi yang bersih, sehat, aman dan nyaman dan terhindar dari gangguan penyakit. Pengertian kesehatan lingkungan sebagai suatu ilmu, seni dan teknologi dikemukakan oleh beberapa ahli diantaranya dikemukakan oleh Umar Fahmi Achmadi. Menurut Umar Fahmi Achmadi (1991), Kesehatan Lingkungan adalah ilmu yang mempelajari keterkaitan antara kualitas 93
lingkungan dengan kondisi kesehatan suatu masyarakat.
Ilmu
Kesehatan
Lingkungan
mempelajari dinamika hubungan interaktif antara kelompok penduduk dengan segala macam perubahan komponen lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman atau berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat. B. Syarat-syarat Lingkungan Yang Sehat 1. Keadaan Air Air yang sehat adalah air yang tidak berbau, tidak tercemar dan dapat dilihat kejernihan air tersebut, kalau sudah pasti kebersihannya dimasak dengan suhu 1000C, sehingga bakteri yang di dalam air tersebut mati. 2. Keadaan Udara Udara yang sehat adalah udara yang didalamnya terdapat yang diperlukan, contohnya oksigen dan di dalamnya tidak tercemar oleh zat-zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2 (zat carbondioksida).
94
3. Keadaan tanah Tanah yang sehat adalah tanah yamh baik untuk penanaman suatu tumbuhan, dan tidak tercemar oleh zat-zat logam berat. 4. Suara/kebisingan Yaitu keadaan dimana suatu lingkungan yang kondisinya
tidak
mengganggu
bising
aktifitas/alat
yang
dapat
pendengaran
manusia. C. Cara-cara pemeliharaan kesehatan lingkungan 1. Tidak mencemari air dengan membuang sampah disungai 2. Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor 3. Mengolah tanah sebagaimana mestinya 4. Menanam tumbuhan pada lahan-lahan kosong D. Tujuan Pemeliharaan Kesehatan Lingkungan 1. Mengurangi
Pemanasan
Global.
Dengan
menanam tumbuhan sebanyak-banyaknya pada lahan kosong, maka kita juga ikut serta mengurangi pemanasan global, karbon, zat O2 95
(okseigen) yang dihasilkan tumbuh-tumbuhan dan zat tidak langsung zat CO2 (carbon) yang menyebabkan atmosfer bumi berlubang ini terhisap oleh tumbuhan dan secara langsung zat O2 yang dihasilkan tersebut dapat dinikmati oleh manusia tersebut untuk bernafas. 2. Menjaga Kebersihan Lingkungan. Dengan lingkungan yang sehat maka kita harus menjaga kebersihannya, karena lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bersih dari segala penyakit dan sampah.Sampah adalah mush kebersihan yang paling utama. Sampah dapat dibersihkan dengan cara-cara sebagai berikut ; a. Membersihkan
Sampah
OrganikSampah
organik adalah sampah yang dapat dimakan oleh zat-zat organik di dalam tanah, maka sampah organik dapat dibersihkan dengan mengubur dalam-dalam sampah organik tersebut, contoh sampah organik : 1) Daun-daun tumbuhan 2) Ranting-ranting tumbuhan 3) Akar-akar tumbuhan 96
b. Membersihkan
Sampah
Non
Organik.
Sampah non organik adalah sampah yang tidak dapat hancur (dimakan oleh zat organik) dengan sendirinya, maka sampah non organik dapat dibersihkan dengan membakar
sampah
tersebut
dan
lalu
lingkup
kesehatan
menguburnya. Tujuan lingkungan
dan
ruang
dapat
dibagi
menjadi
2,secara
umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara umum, antara lain : 1. Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia. 2. Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia. 3. Melakukan
kerja
sama
dan
menerapkan
program terpadu di antara masyarakat dan institusi
pemerintah
serta
lembaga
non 97
pemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular. Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus, antara lain: 1. Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan. 2. Makanan dan minuman yang di produksi dalam skala besar dan di konsumsi secara luas oleh masyarakat. 3. Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batu bara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem. 4. Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain. 5. Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya. 6. Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan. 98
7. Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja. 8. Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan. E. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan
kontribusi
terbesar
terhadap
timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan, yaitu: 1.
Penyediaan Air Minum
2.
Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3.
Pembuangan Sampah Padat
4.
Pengendalian Vektor
5.
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6.
Higiene makanan, termasuk higiene susu
7.
Pengendalian pencemaran udara 99
8.
Pengendalian radiasi
9.
Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan 11. Perumahan dan pemukiman 12. Aspek kesling dan transportasi udara 13. Perencanaan daerah dan perkotaan 14. Pencegahan kecelakaan 15. Rekreasi umum dan pariwisata 16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk. 17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. Di
Indonesia,
ruang
lingkup
kesehatan
lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8, yaitu : 1. Penyehatan Air dan Udara 2. Pengamanan Limbah padat/sampah 3. Pengamanan Limbah cair 4. Pengamanan limbah gas 5. Pengamanan radiasi 100
6. Pengamanan kebisingan 7. Pengamanan vektor penyakit 8. Penyehatan dan pengamanan lainnya, sepeti keadaan pasca bencana F. Masalah-Masalah Kesehtan Lingkungan Di Indonesia Masalah Kesehatan lingkungan merupakan masalah kompleks yang untuk mengatasinya dibutuhkan integrasi dari berbagai sector terkait. Di
Indonesia
permasalah
dalam
kesehatan
lingkungan antara lain : 1. Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
sehari-hari
yang
kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum. Syarat-syarat Kualitas air bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
101
1. Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna 2. Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks 500 mg/l) Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air) 2. Pembuangan Kotoran/Tinja Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai berikut : a. Tanah
permukaan
tidak
boleh
terjadi
kontaminasi b. Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau sumur c. Tidak boleh terkontaminasi air permukaan d. Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain e. Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar / bila memang benar-benar diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin 102
f. Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal. 3. Kesehatan Pemukiman Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu b. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah c. Memenuhi
persyaratan
pencegahan
penularan penyakit antar penghuni rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman dari 103
pencemaran, di samping pencahayaan dan penghawaan yang cukup d. Memenuhi
persyaratan
pencegahan
terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir. 4. Pembuangan Sampah Teknik pengelolaan sampah yang baik dan benar harus memperhatikan faktor-faktor / unsur, berikut : a. Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola kehidupan/tk sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan kemajuan teknologi b. Penyimpanan sampah c. Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali 104
d. Pengangkutan e. Pembuangan Dengan
mengetahui
unsur-unsur
pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat memecahkan masalahmasalah ini secara efisien. 5. Serangga dan Binatang Pengganggu Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian disebut sebagai vektor misal pinjal tikus untuk penyakit pes / sampar, Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan tersebut
diantaranya
dari
dengan
penyakit merancang
rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat penampungan 105
air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang angin di rumah / dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan usaha-usaha sanitasi. Binatang menularkan
pengganggu penyakit
misal
yang
dapat
anjing dapat
menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara perpindahan bibit
penyakit
ke
makanan
sehingga
menimbulakan diare. Tikus dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah terinfeksi bakteri penyebab. 6. Makanan dan Minuman Sasaran higene sanitasi
makanan dan
minuman adalah restoran, rumah makan, jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
106
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman
tempat
pengelolaan
makanan
meliputi : a. Persyaratan lokasi dan bangunan b. Persyaratan fasilitas sanitasi c. Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan d. Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi e. Persyaratan pengolahan makanan f. Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi g. Persyaratan peralatan yang digunakan Pencemaran Lingkungan Pencemaran
lingkungan
diantaranya
pencemaran air, pencemaran tanah, pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan problem perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll. Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang 107
sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan
bahwa
ada
kecenderungan
peningkatan. Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak pencemaran pada
beberapa
kelompok
resiko
tinggi
penduduk kota di banding pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini, bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang. Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil kayunya ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut, iritasi pada mata,
terganggunya
jadual
penerbangan,
terganggunya ekologi hutan. 108
DAFTAR ISI
Alexander, D.Principles of Emergency Planning and Management.Harpenden: Terra Publishing, 2002. Amir, A. 2013. “Penanggulanagan bencana”. Makalah pada Universitas Sumatera Utara: Medan Anonim. 2011. Modul 5 Surveilans dan managemen bencana. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada : Yogyakarta _______, 2009. “Kedokteran Disaster”. Jurnal dari Bagian Bedah Orthopaedi dan Traumatologi RS Dr. Sardjito Yogyakarta Anonim. Kesehatan Lingkungan. Dari http://www.scribd.com/doc/14974253/Kesehatanlingkungan. Diakses pada tanggal 7 Desember 2016 pukul 23.23 Anonim. Prospek Kesehatan Lingkungan. Dari http://www.docstoc.com/docs/34033756/prospekkesehatan-lingkungan. Diakses pada tanggal 8 Desember 2016 pukul 00.10 Arrizal, Murtanti Jani Rahayu dan Rutiana, 2007. Strategi Perencanaan Pembangunan Permukiman Kumuh. Jurnal Gema Teknik. Hal 1-8.
109
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Jakarta : BNPB Badan Nasional Penaggulangan Bencana (2012). Pedoman Pengelolaan Data dan Informasi Bencana Indonesia. Jakarta : BNPB Brewster, R. Natural Disaster Recovery Planning, Paper to the Conference on uilt Environement Issues in Small Island State”. Kingston: UniversitY of Technology, 2005. Danu Surya Permadi, Ishak Kadir, 2010. Studi karakteristik dan pola penanganan kawasan kumuh kota bau-bau. Fakultas Teknik - Universitas Haluoleo. Hal 1-9. Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, Undangundang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, RI (2009). Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Dynes, R.R. Problems in Emergency Planning. Energy 8, 1983. Elnasai, A.S., Kim, S.J. Yun, G.J., and Sidharta, D, 2010, “The Yogyakarta of May 27, 2006”, MAE Center Report No. 07- 02, University of Illinois at Urbana- Champaign, 57 pp. 110
Emami MJ, Tavakoli, AR, Alemzadeh H, Abdimejad F, et al. 2009. Strategies in Evaluation and Management of Bam Earthquake Victims. J Prehosp and Disast Med .20(5):327-30. Fadillah, Adi Yanuar. 2010. Penentuan Variabel Bencana pada Universitas Indonesia Jakarta : Tidak Diterbitkan Gunn SWA. 2010. Multilingual Dictionary of Disaster Medicine and International Relief. Boston: Kluwer Academic Publishers.p. 23-24 Haifani, Akhmad Muktaf. 2009. “Managemen Resiko Bencana Gempa Bumi”. Jurnal pada Seminar Nasional IV Sumber Daya Teknologi Nuklir : Yogyakarta Hidayat, Aep Nurul. 2014. “Pengertian Bencana”. Makalah pada Politeknik TEDC Bandung : Bandung Haddow, George D. dan Jane A. Bullock. Introduction to Emergency Management. Amsterdam: Butterworth-Heinemann, 2004. https://encryptedtbn1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcSAJSJcv f9.K01DiaWJYXVDizwO4EcSlCyqvvqL4oY5qi O4KFEPDg (diakses 17 April 2013, 05:15 AM) http://arumsn.blogspot.com (diakses 17 April 2013, 05:13 AM) 111
http://indonesiaberkaryadalambisnis.blogspot.com (diakses 17 April 2013, 05:01 AM) http://www.muroielbarezy.com/2012/09/berapalamakah-sampah-bisa-terurai.html (diakses April 2013, 07:47 PM)
15
http://www.isomwebs.com/search/makalahkerusakan-lingkungan-akibat-sampah (diakses 15 April 2013, 07:38 PM) http://internasional.kompas.com/read/2012/11/21/141 65917/Sampah.Meningkat.Singapura.Naikkan.De nda (diakses 15 April 2013, 06:15 PM) http://www.scribd.com/doc/14974253/MakalahKesehatan http://www.docstoc.com/docs/34033756/prospekkesehatan-lingkungan Indra Alamsyah, Sri Kurniasih, Usaha Perbaikan Pemukiman Kumuh Di Petukangan Utara-Jakarta Selatan. Teknik Arsitektur Universitas Budi Luhur. Hal 1-10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah Makan dan Restoran Kertapati, E. K., Januari 2009; ”Aktivitas Gempabumi di Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan 112
Geologi”, Jurnal dari Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral : Jakarta Menteri Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan No 416 tahun 1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air. Oktiavenny, Rizky, 2010, “Definisi dan jenis bencana”, Makalah pada Universitas Negeri Yogyakarta , Yogyakarta Pandey, Bishu dan Kenji Okazaki.Community-based Disaster Management: Empowering Communities to Cope with Disaster Risk. Japan: United Nations Centre for Regional Development, 2004. Paripurno, Eko Teguh. 2010. “Mereduksi Resiko Bencana dan Konflik dalam Pengelolaan Lingkungan dan Sumber Daya Alam” Jurnal dari UPN Veteran Yogyakarta : Yogyakarta Perry, R. Disaster Response Operation. In T.E. Drabek dan G. Hoeetmer (Eds). Emergency Management: Principles and Practice for Local Government. Washington: International City Management Association, 1991. Quaranteli E.L.Ten Criteria for Evaluating the Management of Community Disasaster.Disaster Research center, University of Delaware, 1997. 113
Rahmat, Agus. 2009. “Manajemen dan Mitigasi Bencana” Jurnal dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Barat : Bandung Republik Indonesia. 2007. Undang undang no 27 tahun 2007 tentang Penanggulangan Benacana. Saunder KO, Birnbaum ML. 2009. Health disaster Management Guidelines for Evaluation and Research in the Utstein Style. Prehospital and Disaster Medicine Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumidan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2010). Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Edisi 2. Jakarta : BNPB Smith J, Greaves I. 2009. Crush injury and crush syndrome: A review. J Trauma ; 54:S226-S230. Soemirat, Juli. 2011. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Gadjah Mada University Press .Jakarta Suoriyadi Rahim, Ngaka Putu Sueca, 2004. Pemukiman kumuh masah atau solusi. Jurnal pemukiman natah. Hal 1-4. Sudiharto, SKp. M.Kes. 2011. “Managemen disaster”. Jurnal dari Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan : Jakarta 114
Scheneid, Thomas D. dan Larry R Collins.Disaster Management and Preparadness.CIC Press.2000 Setiyabudi R. 2007. Dasar Kesehatan Lingkungan. Bandar Lampung: Gramedia. Soeparman dan Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Suatu Pengantar. Jakarta : EGC. United Nations Environment Programme (UNEP). Environmental Management and Disaster Reduction, Session Concept Paper UNEP Thematic Paper on: “Environmental Management and Disaster Reduction: Building a Multistakeholder Partnership”, 2005. United Nations Development Programme (UNDP). An Overview of Disaster Management, 1992. UNISDR, 2009. ”Terminologi on Disaster Risk Reduction”. United Nations International Strategy for Disaster Reduction: Geneva. Widodo, Amien. 2010. “Belajar dari Bencana Luapan Lumpur Sidoarjo”. Jurnal dari UPN Veteran Yogyakarta : Yogayakarta Wilonoydho, Saratri. 2009. “Perencanaan Kota Berbasis Manajemen Bencana”. Jurnal dari Universitas Negeri Semarang : Semarang
115
Wulan, Retno. 2014. “Epidemologi Bencana dan Kedaruratan”. Makalah pada Universitas Jember : Jember World Health Organization (WHO). Environmental Health in Emergencies and Disaster: A Practical Guide, 2002. Bahan ajar dan handout mata kuliah Kesling Bencana dan Tanggap Darurat. World Health Organization (WHO). Environmental Health. Disitasi dari : http://www.WHO.int. Last Update : Januari 2008 Zulkarzaen, Wahyuni Pudjiastuti, 2002. Strategi Mengatasi Masalah Kesehatan Dan Lingkungan Hidup Di Pemukiman Kumuh Lewat Program Pemasaran Sosial. Jurnal Makara, Sosial Humaniora. Hal 1-6.
116