BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terhadap bencana tanah longsor. Berdasarkan Data dan Informasi Bencana Indonesia (DIBI) dari BNPB atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor merupakan bencana dengan frekuensi kejadian terbesar ketiga di Indonesia. BNPB menyebutkan bahwa persentase urutan kejadian bencana terbesar di Indonesia yaitu banjir sebesar 31,1%, puting beliung sebesar 20,2%, tanah longsor sebesar 16,4%, kebakaran sebesar 12,8%, kekeringan sebesar 8,7%, dan persentase sisa dibagi oleh berbagai macam bencana yang lainnya. Gambar 1.1 menunjukkan diagram perbandingan kejadian bencana di Indonesia dari tahun 1815 hingga bulan Januari tahun 2016.
Gambar 1.1 Diagram Perbandingan Kejadian Bencana di Indonesia Sumber: BNPB (2016) 1
2
Kejadian tanah longsor sangat dimungkinkan terjadi di Indonesia, karena wilayah Indonesia terletak pada pertemuan Lempeng Eurasia dengan Lempeng India dan Australia, Lempeng Filipina, Lempeng Pasifik dengan Lempeng Eurasia. Pertemuan lempeng-lempeng tersebut menjadikan Indonesia menjadi aktif tektonik dan volkanik. Ciri daerah yang aktif tektonik dan aktif volkanik adalah banyak kejadian gempabumi dan kegiatan gunungapi. Kedua kegiatan tersebut akan mempengaruhi proses tanah longsor (Sutikno, 1994: 3). Sejalan dengan Sutikno, Sudibyakto (2011: 71) juga menambahkan bahwa potensi tanah longsor sangat tinggi terutama pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi, kondisi geologis batuan yang telah lapuk, kedalaman solum tanah cukup tebal, dan di bawah lapisan tanah tebal itu terselip lapisan-lapisan batuan yang tidak tembus air (impermeable layers) yang berfungsi sebagai bidang gelincir, serta mempunyai kemiringan lereng lebih dari 30o. Berdasarkan data dari International Landslide Centre, Durham University, Indonesia merupakan negara kedua terbanyak kejadian tanah longsor yang menyebabkan kematian pada tahun 2007 dengan 465 korban (Petley, 2008). Hadmoko dkk. (2010: 623-624), menjelaskan bahwa korban jiwa yang disebabkan oleh tanah longsor di Pulau Jawa saja sudah sangatlah tinggi. Hal ini dikarenakan tingginya frekuensi kejadian tanah longsor dan tingginya kerentanan masyarakat. Christanto dkk. (2009), menjelaskan bahwa tatanan geologi, karakteristik topografi, dan karakteristik iklim mengakibatkan Pulau Jawa merupakan wilayah yang paling terekspos terhadap bahaya tanah longsor. Tanah longsor berkaitan erat dengan beberapa faktor: (1) lokasi di atas zona subduksi, 60% wilayah Pulau
3
Jawa berupa pegunungan, dengan rantai gunung volkano-tektonik dan terdapat 36 gunungapi aktif dari 129 gunungapi di Indonesia, dan material volkanik ini telah terlapukkan secara intensif (2) Pulau Jawa terpengaruh iklim tropis lembab yang berasosiasi dengan tingginya intensitas curah hujan pada musim penghujan antara Oktober hingga April. Pada puncak dari kondisi “natural” ini, aktivitas manusia yang mengurangi kestabilan lereng seperti pemotongan lereng merupakan faktor tambahan terjadinya tanah longsor. Aktivitas manusia tersebut diketahui melalui tingginya kepadatan demografi. 1.2 Perumusan Masalah DAS Bompon merupakan salah satu Sub-DAS dari DAS Kodil yang terletak di antara Kabupaten Magelang dan Kabupaten Puworejo. DAS Bompon secara administratif termasuk di wilayah Kabupaten Magelang, terletak di antara Kecamatan Kajoran dan Kecamatan Salaman, dan meliputi 3 desa yakni Desa Margoyoso, Desa Wonogiri, dan Desa Kuwaderan. Berdasarkan survei pra penelitian, diketahui bahwa tanah longsor di Dusun Kalisari terjadi pada tahun 2011. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian tersebut, namun material tanah longsor tersebut telah menutup dan membendung sungai. Air sungai yang terbendung kemudian membanjiri sawah yang ada di Dusun Kalisari. Hal ini berdampak pada kerugian material bagi pemilik sawah yang terbanjiri oleh air sungai. Gambar 1.2 merupakan salah satu tanah longsor yang terdapat di Dusun Kalisari, Desa Margoyoso, DAS Bompon.
4
Gambar 1.2 Tanah Longsor di Desa Margoyoso Lokasi tanah longsor di Dusun Kalisari hingga sekarang masih mengalami pergerakan dan belum mencapai titik stabil. Ketidakstabilan tersebut disebabkan oleh air sungai yang menggerus material kaki tanah longsor sehingga material yang diatasnya akan bergerak kebawah secara alami. Singkapan tanah longsor juga menunjukkan bahwa solum tanah di bagian lereng mahkota dapat dikatakan tebal. Ketebalan tanah tersebut merupakan salah satu syarat terjadinya tanah longsor, yakni adanya material tanah yang dilongsorkan. Berdasarkan penggunaan lahan di DAS Bompon, tanah longsor di Dusun Kalisari Desa Margoyoso terjadi pada lahan kebun. Lahan kebun tersebut merupakan perkebunan campuran yang terdiri dari bambu, pohon kelapa, pohon sengon, pohon mahoni, dan pohon sonokeling. Pada beberapa area DAS Bompon juga terdapat pemotongan lereng yang digunakan oleh penduduk sebagai area permukiman dan jalan. Survei pra penelitian juga memperlihatkan bahwa terdapat
5
penggunaan lahan permukiman di Dusun Bompon Desa Wonogiri yang merupakan area bekas tanah longsor. Berdasarkan survei pra penelitian, diketahui bahwa belum terdapat peta persebaran tanah longsor dan belum diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tanah longsor di DAS Bompon. Peta kerawanan tanah longsor di DAS Bompon juga belum ada. Berdasarkan hal-hal tersebut, penggunaan Bivariate Statistical Analysis diperlukan dalam penelitian di DAS Bompon ini. Metode Bivariate Statistical Analysis diperlukan untuk mengetahui persebaran tanah longsor dan faktor-faktor yang mempengaruhi tanah longsor di DAS Bompon. Penggunaan metode Bivariate Statistical Analysis juga diperlukan dalam pembuatan peta kerawanan tanah longsor di DAS Bompon. Berdasarkan peta kerawanan tanah longsor tersebut, masyarakat dapat mengetahui daerah mana saja yang rawan terhadap tanah longsor di DAS Bompon. Kesiapsiagaan masyarakat terhadap tanah longsor di DAS Bompon juga perlu dianalisis. Tingkat kerawanan tanah longsor merupakan dasar yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesiapsiagaan masyarakat terhadap tanah longsor. Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka peta kesiapsiagaan masyarakat terhadap kerawanan tanah longsor di DAS Bompon dapat dibuat. Rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Bagaimana tingkat kerawanan tanah longsor dengan menggunakan Bivariate Statistical Analysis di DAS Bompon? b. Bagaimana kesiapsiagaan masyarakat terhadap tanah longsor berdasarkan tingkat kerawanan longsor di DAS Bompon?
6
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Menentukan tingkat kerawanan tanah longsor dengan menggunakan Bivariate Statistical Analysis di DAS Bompon. b. Menganalisis kesiapsiagaan masyarakat berdasarkan tingkat kerawanan tanah longsor di DAS Bompon. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama dalam hal penentuan kerawanan tanah longsor dengan menggunakan Bivariate Statistical Analysis dan penganalisisan kesiapsiagaan masyarakat terhadap kerawanan tanah longsor di DAS Bompon, Provinsi Jawa Tengah. b. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi bagi pemerintah Desa Kuwaderan, Desa Wonogiri, dan Desa Margoyoso dalam menentukan kebijakan mengenai program kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana tanah longsor di DAS Bompon. Manfaat praktis lainnya yaitu agar masyarakat menjadi lebih siaga terhadap kerawanan tanah longsor, khususnya masyarakat yang bermukim atau masyarakat yang mempunyai harta benda di daerah rawan tanah longsor di DAS Bompon.
7
1.5 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian merupakan hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Keaslian penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel. Tabel 1.1 menunjukkan keaslian penelitian dalam penelitian ini. Berdasarkan Tabel 1.1, hal-hal yang menjadi dasar persamaan dan perbedaan antara penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya antara lain adalah fokus penelitian, penggunaan metode pemetaan, dan lokasi penelitian. Fokus penelitian ini adalah kerawanan tanah longsor dan kesiapsiagaan masyarakat. Metode pemetaan penelitian ini menggunakan Bivariate Statistical Analysis. Lokasi penelitian ini berada di DAS Bompon Kabupaten Magelang.
8
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian No 1
Nama Peneliti / Jenis / Tahun Dwi Haryanto / Tesis / 2009
Judul Penelitian
Tujuan
Metode
Hasil
Persamaan dan Perbedaan Persamaan: Metode berupa pemetaan dan salah satu hasilnya berupa peta kerawanan tanah longsor. Perbedaan: Lokasi penelitian, fokus penelitian berupa risiko tanah longsor.dan tidak dibahas mengenai kesiapsiagaan. Persamaan: Metode berupa pemetaan tanah longsor. Perbedaan: Lokasi penelitian, metode pemetaan menggunakan AHP, dan tidak dibahas mengenai kesiapsiagaan. Persamaan: Metode pemetaan tanah longsor. Perbedaan: Lokasi penelitian, fokus penelitian terhadap risiko tanah longsor, dan tidak dibahas mengenai kesiapsiagaan.
Kajian Risiko Tanah Longsor di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah
Penyusunan Peta Kerentanan, Kerawanan, Peta Risiko
Peta
Skoring dan Pemetaan.
Peta Kerentanan Tanah Longsor, Peta Kerawanan Tanah Longsor, Peta Risiko Tanah Longsor skala 1:110000
Kajian Bahaya Tanah Longsor dan Upaya Mitigasi oleh Masyarakat Gunungapi Tengger (Desa Ngadas Kecamatan Poncokusuman Kabupaten Malang Jawa Timur) Penilaian Risiko Longsor dengan Pendekatan Geomorfologi di Sepanjang Kiri-Kanan Jalan Kolektor dan Jalan Lokal: Studi Kasus di DAS Secang, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta Tingkat Kerentanan dan Indeks Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Bantarkawung Kabupaten Brebes
Mengetahui sebaran spasial tanah longsor dan pengaruh bentuk lahan terhadap longsor, mempelajari dampak tanah longsor, dan menganalisis mitigasi yang telah dilakukan.
Pemetaan dengan menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP).
Peta Bahaya Tanah Longsor Tiap Bentuklahan skala 1:100000
Menganalisis tingkat kerentanan dan tingkat bahaya, memprediksi risiko, dan menentukan pola pengelolaan DAS.
Model matematis dan Pemetaan.
Peta Risiko Langsung Periode 3 dan 5 Tahun di Kiri-Kanan Jalan Kolektor dan Jalan Lokal skala 1:10000
Menentukan tingkat kerawanan, menentukan tingkat kerentanan dari elemen berisiko berdasarkan zona kerawanan, menilai indeks kesiapsiagaan, dan menganalisis korelasi antara indeks kesiapsiagaan dengan tingkat kerawanan terhadap bencana tanah longsor.
Pembobotan untuk pembuatan peta kerawanan dan Uji Statistik antara peta kerawanan, tingkat kerentanan, dan indeks kesiapsiagaan. Kuantitatif dengan quasi eksperimen dengan rancangan one pre post test design.
Peta Tingkat Kerawanan dan Peta Indeks Kesiapsiagaan masyarakat terhadap Bencana Tanah Longsor skala 1:150000
Persamaan: Salah satu hasil berupa peta tingkat kerawanan tanah longsor dan membahas tentang kesiapsigaan. Perbedaan: Lokasi penelitian dan metode kerawanan tidak menggunakan Bivariate Statistical Analysis.
Adanya pengaruh pelatihan siaga bencana dengan kesiapsiagaan anak, semua anak mampu dan terlibat setelah melakukan 5 kali simulasi sedangkan kesiapsiagaan anak dalam kategori kurang siap. Peta Kesiapsiagaan Masyarakat Berdasarkan Kerawanan Tanah Longsor Skala 1:20.000.
Persamaan: Membahas tentang kesiapsiagaan. Perbedaan: Lokasi Penelitian, dan fokus penelitian terhadap gempabumi.
2
Evi Dwi Lestari / Tesis / 2013
3
Efrinda Ari Ayuningtyas / Tesis / 2015
4
Zayinul Farhi / Tesis / 2011
5
Fika Nur Indriasari / Tesis / 2014
Pengaruh Pelatihan Siaga Bencana Gempabumi terhadap Kesiapsiagaan Anak Sekolah Dasar dalam Menghadapi Bencana di Yogyakarta
Mengetahui pengaruh pelatihan siaga bencana terhadap kesiapsiagaan anak, untuk mengetahui kemampuan dan keterlibatan anak dalam melakukan simulasi serta kesiapsiagaan anak sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.
6
Resi Sadewa Permana / Tesis / 2016
Kesiapsiagaan Masyarakat terhadap Kerawanan Tanah Longsor di DAS Bompon Kabupaten Magelang
Menentukan tingkat kerawanan tanah longsor di DAS Bompon dan menganalisis kesiapsiagaan masyarakat berdasarkan tingkat kerawanan tanah longsor di DAS Bompon.
Pemetaan menggunakan Bivariate Statistical Analysis
Hal yang menjadi dasar persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya: Fokus penelitian, penggunaan metode Bivariate Statistical Analysis, dan lokasi penelitian.