BAB 6: ANALISIS KONFLIK
Pokok Bahasan Analisis Konflik dan Tujuannya Apa Saja Unsur-unsur yang Dianalisis Lembar Kasus
Penulis Mohamad Nabil Penyelia Tulisan
Wahidah Rosyadah Pengajar Pondok Pesantren Al-Quran Babussalam Bandung
Zulkarnaen Pengajar Pondok Pesantren Nur Medina Tangerang
Nasif Ubadah Pengajar Pondok Pesantren Al-Azhar Salatiga
Rosifi Pengajar Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep
Hasan Mahfudh Pengajar Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta
ANALISIS KONFLIK
B
anyak sekali lebah, tapi Anda harus mengetahui mana yang menyengat Anda. Demikian pepatah Suku Malawi yang mendiami wilayah Afrika Selatan. Pepatah itu mengajarkan orang Malawi bahwa untuk mengobati bengkak yang diakibatkan sengatan lebah seseorang harus tahu jenis lebah apa yang menyengat. Agar bisa dipastikan ramuan seperti apa yang cocok untuk mengobati akibat sengatan tersebut. Pepatah ini berlaku dalam menghadapi sebuah kasus konflik. Manifestasi sebuah konflik bisa saja sama: kekerasan, penyerangan, dan bahkan perang. Tapi siapa yang terlibat dalam konflik serta apa saja faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik tidaklah sama. Analisis konflik adalah cara mendiagnoisis konflik sebelum diputuskan cara terbaik untuk mengatasinya. Bab “Analisis Konflik” merupakan bagian tak terpisahkan dari bab sebelumnya “Memahami Konflik”. Kalau bab sebelumnya menekankan tinjauan umum hakekat sebuah konflik, bab ini menfokuskan perhatian pada bagaimana menganalisis sebuah kasus konflik. Yaitu semacam tools untuk mendiagnosis secara sistematis konflik sebelum diambil tindakan mengatasinya. Bab ini mencakup pengertian dan tujuan analisis konflik dan apa saja unsur atau komponen utama yang perlu dianalisis. Setelah pembahasan dua aspek ini akan diberikan sebuah lembar kasus konflik. Peserta bisa menggunakan kasus tersebut untuk mempraktikkan analisis konflik sederhana.
235
Tujuan Setelah menyelesaikan topik ini, peserta dimungkinkan: 1. Mampu memahami pengertian analisis konflik 2. Mampu memahami tujuan analisis konflik 3. Mampu melakukan analisis sebuah konflik
Indikator 1.
Peserta mampu menjelaskan pengertian analisi konflik
2.
Peserta mampu menjelaskan tujuan analisis konflik
3.
Peserta mampu mempraktikkan analisis sebuah konflik
Waktu 90 menit
Metode 1. Curah pendapat (Brainstorming) 2. Ceramah kecil (Small lecturing) 3. Diskusi kelompok kecil (Small group discussion) 4. Studi kasus
Alat & Bahan 1. 2. 3. 4. 5.
236
Flip Chart Spidol Karton Isolastip Gambar-gambar
Langkah-Langkah 1. Setelah memperkenalkan diri, fasilitator menjelaskan tujuan dari sesi ini: yaitu memahami apa itu analisis konflik dan tujuannya serta bagaimana menerapkannya dalam sebuah kasus konflik. 2. Fasilitator menjelaskan tentang definisi analisis konflik serta tujuannya. Selanjutnya menjelaskan tentang komponen pokok yang harus ada dalam analisis konflik. Yaitu: Sejarah konflik, Isuisu yang Dipertentangkan, Aktor-aktor konflik, Pandangan para aktor terhadap isu, Hubungan antara aktor, serta Akar konflik. Untuk memudahkan mengingat unsur-unsur analisis tersebut dapat disingkat SIAPHA. 3. Fasilitator membagi peserta ke dalam 4 (empat) kelompok lalu kepada mereka dibagikan lembar kasus (KH. Afwan dilaporkan ke Polsek Hinggil). Mereka diminta untuk mempelajari Lembar Kasus tersebut dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan di akhir cerita. 4. S e t e l a h s e l e s a i s e t i a p k e l o m p o k d i m i n t a u n t u k mempresentasikan hasil diskusi. Untuk menyingkat waktu kepada kelompok pertama diminta menjelaskan tentang sejarah konflik . Untuk kelompok kedua, isu-isu yang dipertentangkan dan pandangan para aktor. Untuk kelompok ketiga, aktor-aktor dan hubungan antara aktor (pemetaan aktor). Dan untuk kelompok keempat menjelaskan tentang akar-akar konflik. 5. Fasilitator meminta kelompok lain untuk memberikan komentar atau mengajukan pertanyaan kepada kelompok lainnya. Sementara itu fasilitator menjelaskan poin-poin penting. 6. Fasilitator mengakhiri sesi dengan memberikan tepuk tangan dan mengapresiasi peserta yang aktif dan kontribusi selama sesi berlangsung.
237
Bahan Bacaan
MEMBACA KASUS KONFLIK BERNUANSA KEAGAMAAN
A. ANALISIS KONFLIK DAN TUJUANNYA Menganalisis kasus konflik apapun itu tidaklah semudah merangkum informasi dari berbagai berita. Ini bukanlah pekerjaan yang dapat diselesaikan dengan satu kali kerja, namun analisis konflik merupakan sebuah proses yang berlangsung terus menerus seiring dengan perkembangan situasi konflik di lapangan. Karena situasi selalu dinamis (berubah-ubah), maka tindakan dalam mengatasi konflik nantinya harus disesuaikan dengan dinamika (ingat Dinamika Konflik?), faktor-faktor penyebab konflik dan juga keadaan lingkungan yang berubah.
Analisis Konflik Analisis Konflik merupakan sebuah proses yang berlangsung terus menerus seiring dengan perkembangan situasi konflik di lapangan.
238
Selain berlangsung dalam proses yang memakan waktu, analisis konflik juga menuntut kita menggunakan berbagai sudut pandang. Mengetahui siapa saja yang terlibat dalam konflik (aktor konflik) adalah satu sudut pandang yang penting. Tapi itu saja tidak memadai. Kita juga harus memahami latar belakang konflik, kejadian-kejadian yang berlangsung sebelum analisis dilakukan, termasuk apakah sudah ada upaya untuk meredakan suhu konflik (deeskalasi konflik). Selain itu juga penting mendalami masalah apa yang dipertentangkan oleh aktor-aktor konflik tersebut. Pendek kata, ada banyak hal yang perlu diketahui dan dipahamai mengenai sebuah kasus konflik. Selain itu analisis konflik berguna untuk menjadi dasar bagi pihakpihak yang bermaksud mengatasi konflik atau menyelesaikannya (resolusi konflik). Tanpa memahami secara menyeluruh hakikat konflik yang terjadi dikhawatirkan solusi yang ditawarkan tidak mengenai sasaran. Dengan demikian analisis konflik dapat diibaratkan seperti diagnosis dokter terhadap penyakit yang diderita pasien sebelum tindakan pengobatan dilakukan. Apabila
dokter salah melakukan diagnosis maka dapat dipastikan obat yang diberikan atau tindakan medis yang diambil tidak akan mengubah apapun. Malahan bisa memperburuk keadaan. Demikian halnya dengan analisis konflik, sebelum menentukan strategi, metode dan langkah-langkah mengatasi konflik (resolusi konflik), sangat penting memahami konflik dari berbagai sudut pandang. Hal ini berlaku dalam memahami konflik bernuansa keagamaan. Konflik bernuansa keagamaan adalah salah satu konflik yang sulit untuk diuraikan. I’tiqad (keyakinan) seorang yang beragama seringkali dijadikan tameng. Kitab Suci bukannya digunakan sebagai kitab petunjuk, namun digunakan untuk menghakimi pihak lain dan untuk membela diri. Maka seringkali dipakai kosakata “kami dan mereka, benar dan batil, surga dan neraka, lurus-sesat” dan sebagainya. Justru inilah strategi yang dijalankan oleh aktor konflik yang terlibat agar mereka dianggap benar dari sisi agama. Yang paling fatal ialah konflik bernuansa agama di Indonesia seringkali menjadi konflik terbuka yang penuh dengan kekerasan. Sebabnya ada tiga poin, yaitu 1) bila dialog dibungkam dan orang tidak dapat mengutarakan pendapatnya; 2) bila keluhan-keluhan tidak ditanggapi; dan 3) bila banyak ketidakadilan, ketakutan dan keadaan yang tidak stabil dalam masyarakat. B. APA SAJA UNSUR-UNSUR YANG DIANALISIS? Maka dalam membaca kasus konflik, kita membutuhkan enam poin rumusan yang dirangkum menjadi SIAPHA (Sejarah, Isu, Aktor, Pandangan aktor, Hubungan antar aktor dan Akar konflik). 1. Sejarah konflik Sejarah konflik di sini meliputi latar belakang dan sejarah suatu konflik. Terutama kejadian-kejadian penting yang terjadi sebelum analisis konflik dilakukan. Dinamika konflik (ingat eskalasi dan deeskalasi konflik pada bab “Memahami Konflik”) dapat dijadikan sebagai patokan untuk mengurai sejarah konflik. Jadi sejarah konflik tidak hanya terbatas pada kejadian-
239
kejadian kekerasan, tapi juga mencakup kejadian-kejadian yang menggambarkan perbedaan, pertentangan, dan polarisasi pihak-pihak yang berkonflik. 2. Isu-isu pokok Isu-isu pokok di sini mencakup masalah-masalah yang dipertentangkan dalam konflik. Misalnya, masalah hak atas tanah, atau izin mendirikan rumah ibadah, atau akidah yang dinilai sesat, atau hak penggunaan bahu jalan untuk jualan Pedagang Kaki Lima, dan sebagainya. Isu-isu pokok sangat erat kaitannya dengan pandangan para aktor karena sebuah isu dalam konflik akan dilihat secara berbeda dan bahkan bertentangan oleh pihak-pihak yang berkonflik. Mengetahui isu-isu pokok dalam suatu konflik menjadi sangat penting, karena tidak semua isu yang berkembang itu adalah suatu isu pokok, namun adakalanya isu lain diciptakan agar masalah menjadi makin runyam dan konflik makin meluas. 3. Aktor-aktor yang terlibat Aktor-aktor yang bertikai tidak hanya dua orang atau dua pihak yang langsung terlibat konflik saja, namun bisa saja aktor-aktor yang mendukung atau bersimpati kepada salah satu pihak. Jadi ada aktor utama dan ada aktor pendukung. Komponen ini erat kaitannya dengan komponen lain, yaitu hubungan antar aktor. 4. Pandangan antar aktor Yang dimaksud pandangan antar aktor di sini mencakup pandangan mereka masing-masing tentang isu yang dipertentangkan serta alasan-alasan yang dikemukakan. Misalkan yang paling gampang isu mengenai hak atas sebidang tanah. Masing-masing pihak yang bersengketa sudah tentu memiliki persepsi yang bertentangan mengenai hak atas tanah tersebut serta alasan-alasan mereka. Misalkan, Pihak X akan mengatakan bahwa mereka yang paling berhak atas tanah tersebut dengan alasan mereka memegang sertifikatnya yang sah. Di pihak yang berlawanan, Pihak Y akan mengatakan
Diagnosis Analisis konflik dapat diibaratkan seperti diagnosis dokter terhadap penyakit yang diderita pasien sebelum tindakan pengobatan dilakukan. Apabila dokter salah melakukan diagnosis maka dapat dipastikan obat yang diberikan atau tindakan medis yang diambil tidak akan mengubah apapun. Malahan bisa memperburuk keadaan.
241
sebaliknya, mereka lah yang lebih berhak karena mereka sudah puluhan tahun mendiami rumah di atas tanah tersebut. Selain itu, mereka memiliki hak adat aats tanah tersebut yang diakui oleh pemerintah berdasarkan aturan hukum masa kolonial. Memahami pandangan para aktor terhadap isu pokok yang dipertentangkan akan membantu kita melihat hubungan antara aktor-aktor tersebut. Tidak perlu menjustifikasi pandangan mereka terhadap konflik. Artinya tidak boleh pelaku analisis konflik membenarkan atau menyalahkan pandangan aktor. Yang harus dilakukan adalah mendengarkan dan mencoba memahami apa yang mereka inginkan dan benar-benar inginkan. 5. Hubungan antar aktor Seperti dikatakan di atas untuk mengetahui hubungan para aktor, terlebih dahulu kita harus memahami pandangan mereka terhadap isu yang dipertentangkan. Atas dasar itu dapat kita tarik garis-garis yang menjelaskan seperti apa relasi antara aktor-aktor tersebut.
SIAPHA Enam poin rumusan yang dibutuhkan untuk membaca kasus konflik (SIAPHA): 1. Sejarah Konflik 2. Isu-isu Pokok 3. Aktor-aktor yang terlibat 4. Pandangan Antar Aktor 5. Hubungan Antar Aktor 6. Akar Penyebab Konflik
242
Hubungan antar aktor dalam analisis konflik tidak terbatas pada satu jenis hubungan saja, tapi beberapa jenis hubungan, baik yang bersifat konflik atau yang bersifat non-konflik. Hal ini mengingat aktor-aktor yang dianalisis tidak hanya mereka yang secara langsung bertikai, tapi juga aktor lain yang ikut mendukung. Hubungan yang bersifat konflik terdiri dari tiga jenis: ada konflik utama ada konflik kecil, dan ada aliansi yang retak, yakni sebelumnya bersekutu tapi kemudian retak. Demikian pula hubungan yang bersifat non-konflik terbagi ke dalam tiga jenis hubungan: ada hubungan biasa, ada hubungan kuat dan ada aliansi. Hubungan kuat sekilas terkesan sama dengan aliansi, tapi keduanya berbeda. Hubungan kuat biasanya terjadi antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan jangka pendek, selama kedua belah pihak saling menguntungkan. Kuatnya hubungan itu sangat ditentukan oleh sejauhmana kedua belah pihak
memenuhi kepentingan masing-masing. Uang dan fasilitas dapat menjadi dasar bagi terbangunnya hubungan yang kuat antara dua pihak. Sedangkan aliansi terjadi antara dua pihak yang memiliki kepentingan yang luas dan tujuan jangka panjang. Jadi aliansi lebih luas daripada sekadar hubungan yang kuat. C. AKAR PENYEBAB KONFLIK Seperti yang telah dibahas pada Bab “Memahami Konflik”, berbagai studi tentang konflik menyimpulkan bahwa secara umum konflik itu berakar pada masalah psikologis, pengetahuan dan sosiologis. Ketiga dimensi itu tentu saja saling berkaitan satu sama lain dimana masalah-masalah psikologis dan pengetahuan menyumbang kepada masalah sosiologis. Masalah psikologis mencakup egoisme, esklusivisme, prasangka negatif pada orang lain, emosi yang kuat, dan sebagainya. Sedangkan dimensi pengetahuan mencakup wawasan yang sempit dan dangkal tentang satu perkara. Kurangnya informasi yang akurat dan komprehensif juga dapat menyumbang kepada konflik. Akar sosiologis dari konflik biasanya paling tidak mencakup enam aspek yang juga saling terkait satu sama lain, yaitu: 1. Kesenjangan Posisi/Pendirian Orang-orang yang berkonflik memiliki pendirian yang bertentangan terhadap satu masalah. Pertentangan itu demikian kontradiktif sehingga terkesan sulit dipertemukan. 2. Polarisasi Sosial Yaitu, orang-orang cenderung berhadap-hadapan satu sama lain, cenderung membuat pengkubuan dan menghindari komunikasi dan interaksi dengan pihak-pihak yang tidak disukainya. Prasangka, egoisme, sempitnya wawasan terhadap kelompok lain menjadi bahan-bahan utama yang mendorong orang-orang untuk terpolarisasi.
Hubungan kuat biasanya terjadi antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan jangka pendek, selama kedua belah pihak saling menguntungkan. Kuatnya hubungan itu sangat ditentukan oleh sejauhmana kedua belah pihak memenuhi kepentingan masingmasing. Uang dan fasilitas dapat menjadi dasar bagi terbangunnya hubungan yang kuat antara dua pihak. Sedangkan aliansi terjadi antara dua pihak yang memiliki kepentingan yang luas dan tujuan jangka panjang. Jadi aliansi lebih luas daripada sekadar hubungan yang kuat.
243
3. Kebutuhan Dasar yang Tidak Terpenuhi
Tapi yang pasti PKL biasanya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Klaim mereka biasanya “bagaimana kami memberi makan istri dan anak-anak kami kalau tidak berjualan di sini (ruas jalan)?” Dari situ dapat disimpulkan akar masalah konflik PKl adalah kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi dengan baik.
Para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di ruas-ruas jalan berkonflik dengan Pemda yang menghendaki ruas jalan bersih. Satpol PP akan diperintahkan oleh Bupati atau Walikota untuk menertibkan mereka. Biasanya mereka menolak dan acap melakukan perlawanan. Apa akar masalahnya? Apakah keduanya memiliki pendirian yang bertentangan mengenai hak atas ruas jalan? Atau mereka hidup dalam kubu-kubu yang bertentangan antara kubu PKL dan kubu pemerintah. Boleh jadi kedua faktor tadi terkait dengan konflik ini. Tapi yang pasti PKL biasanya dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Klaim mereka biasanya “bagaimana kami memberi makan istri dan anak-anak kami kalau tidak berjualan di sini (ruas jalan)?” Dari situ dapat disimpulkan akar masalah konflik PKl adalah kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi dengan baik. 4. Identitas yang Terancam Begini ilustrasinya, sekelompok orang-orang Islam melakukan unjuk rasa di depan sebuah gereja. Mereka menuntut agar gereja tersebut ditutup atau bahkan kalau bisa dibongkar. Alasan mereka pembangunan gereja tersebut belum memperoleh izin sesuai Peraturan Bersama Menteri (PBM). Jemaat gereja menolak klaim pengunjuk rasa karena mereka dapat menunjukkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diberikan oleh Pemda setempat. Sekilas ini memang konflik mengenai izin pembangunan rumah ibadah. Seolah masalahnya lebih terletak pada posisi masing-masing mengenai izin pembangunan gereja. Namun, apabila didalami lebih jauh, dapat kita gali bahwa keberatan orang-orang terhadap pendirian gereja di lingkungan mereka didorong oleh kekhawatiran merosotnya identitas mereka sebagai Muslim. Pada tempat-tempat yang fanatisme agamanya kental, maka isu-isu seperti ini gampang terjadi. Bagi orang-orang tertentu identitas adalah sesuatu yang berharga, kadang lebih bernilai dari harta dan kekayaan. Terancamnya identitas adalah sesuatu yang sangat dikhawatirkan. Perilaku menolak pembangunan
244
gereja seperti ini memang terkait dengan masalah hukum, tapi jauh di dasar masalah ini adalah problem identitas. 5. Kesalahpahaman Budaya Orang-orang Madura yang tinggal di Kalimantan Tengah pernah mengalami konflik dengan suku Dayak. Salah satu sebabnya adalah kesalahpahaman budaya. Bagi orang Madura, berjalan di muka umum sambal menyelipkan clurit atau parang di sarung bagian depan, adalah hal yang lumrah. Hal itu biasa dilakukan di Madura. Malah kalau tidak bisa dianggap sok jago karena senjata adalah cara yang sah untuk menjaga diri dari bahaya. Namun, bagi orang Dayak, membawa senjata di muka umum bisa dimaknai sebagai tanda menantang duel orang, atau sok jago. Ini adalah salah satu contoh kesalahpahaman budaya, yang apabila ditambah dengan faktor-faktor lainnya dapat mendorong terjadinya konflik. 6. Ketidakadilan Sosial Ini adalah masalah struktural yang juga berkontribusi bagi terjadinya konflik. Para ahli konflik di Indonesia menilai berbagai konflik yang terjadi di Indonesia, seperti konflik di Aceh dan Papua erat kaitannya dengan kesenjangan ekonomi antara Pusat dan Daerah atau antara Jawad dan Luar Jawa. Hasil pendapatan di daerah yang kaya Sumber Daya Alam (SDA) diambil sebagian besar untuk membangun Jakarta dan Pulau Jawa, sedangkan daerah dibiarkan jalan di tempat. Kebijakan Otonomi Daerah diyakini merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mencegah konflik sosial yang diakibatkan oleh isu ketidakadilan sosial. Keenam poin tersebut menjadi sangat penting untuk digali dan didalami ketika kita ingin memahami suatu konflik. Kadangkala mendalami keenam poin ini menjadi begitu sulit, karena interest (kepentingan) yang diucapkan dengan yang diinginkan berbeda. Dalam pepatah, beda di mulut, beda di hati. Inilah sebabnya kita harus memahami konflik seobyektif mungkin.
245
Lembar Evaluasi
LEMBAR KASUS: KH. AFWAN DILAPORKAN KE POLSEK HINGGIL Kecamatan Hinggil adalah lokasi yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kecamatan ini terdiri dari beberapa kelurahan, yakni: Kalibuthek, Hinggil Lor, Hinggil Tengah, Kotabangun, Sidoharjo Kidul dan Gulingan. Di kelurahan Kalibuthek ada sebuah Pondok Pesantren yang masyhur, Pondok Pesantren Bidayatul Hidayah yang berusia setengah abad, dan sekarang dipimpin oleh KH. Afwan, generasi kedua dari pengasuh pondok pesantren. Keberadaan pondok pesantren ini dirasakan besar sekali manfaatnya bagi penduduk sekitar. Berbondong-bondong mereka belajar agama dari pondok pesantren ini. Dan tidak dipungkiri dari pesantren inilah para alumni kelak menjadi Kyai-Kyai dan tokoh agama di tempat tinggalnya masing-masing. KH. Afwan adalah Kyai kharismatik yang dikenal keras dan tegas. Dalam ceramah dan pidato beliau selalu bersuara lantang, keras, berapi-api hingga tak jarang menyenggol pihakpihak lain yang menurutnya salah, memaki-maki orang atau pihak yang dianggap sesat, hingga memarahi para pendengar pidatonya bila mereka selama ini dianggap salah. Pengetahuan agama yang dalam dan mumpuni membuat beliau disegani. Dalam bertindak beliau. Suatu ketika KH. Afwan diminta untuk memberikan pengajian pada acara walimatul ‘ursy di Kelurahan Hinggil Lor. Seperti biasa, beliau mengisinya dengan suara keras dan lantang, serta berapi-api. Namun kali ini pidatonya sama sekali tidak berisi nasehat bagi pasangan suami-istri yang baru merangkai mahligai keluarga, namun justru memarahi masyarakat Hinggil Lor, lantaran ada masjid baru di sana yang didirikan dan dikelola oleh Islam “Ali Kacong”, alias kathok congkrang (celana
246
cingkrang). Dalam acara tersebut, dengan hujjah agama berupa nukilan dari kitab-kitab kuning, beliau menjustifikasi bahwa shalat mereka tidak sah. Bahkan beliau menghina mereka dengan kata “Goblok!” Yang fatal, ternyata ada diantara golongan “Ali Kacong” tersebut yang menjadi pendengar pengajiannya. Beberapa anggota Polsek Hinggil beberapa hari kemudian mendatangi rumah KH. Afwan. Tidak lain karena ingin memanggil beliau untuk bersaksi dan memberikan keterangan atas pengajiannya dalam acara walimatul ‘ursy tempo hari lalu. Seketika beliau dan keluarga kaget. Biasanya anggota kepolisian baik dari Polsek atau Polres datang untuk silaturahmi atau berkonsultasi dengan beliau, namun kali ini justru beliau yang dipersalahkan. Usut punya usut, ternyata diantara pendengar pengajian tempo hari lalu terdapat salah satu anggota “Ali Kacong” yang disebut oleh KH. Afwan sebagai orang goblok. Merasa golongannya dihina, ia akhirnya pergi ke Masjid Sanggrahan dan curhat kepada Imamnya. Perlu diketahui, Masjid Sanggrahan inilah yang menjadi pusat kegiatan “Ali Kacong” selama ini. Merasa harga diri dan kehormatan kelompoknya dihina, maka si Imam melaporkan peristiwa ini ke Polsek Hinggil atas penghinaan dan pencemaran nama baik. Menurutnya, menyelesaikan secara hukum mungkin dapat membuat KH. Afwan jera, sehingga beliau tidak akan menghina ia dan kelompoknya. Polsek Hinggil menindaklanjuti laporan tersebut hingga melakukan pemanggilan kepada KH. Afwan. Saat dipanggil, tentu beliau merasa shock dan malu, bagaimana mau dikata, Kyai yang dihormati oleh banyak orang akan mendekam di sel. Atau setidaknya memiliki catatan kriminal. KH. Afwan meminta waktu kepada Polsek untuk menenangkan diri dan mencari bantuan hukum. Waktu yang diberikan selama dua hari beliau gunakan untuk menghimpun pendukung.
247
Akhirnya pada hari kedua, beliau mengumpulkan seluruh santri, kyai kampung, alumni, sanak saudara, hingga Banser untuk turut serta mendukung beliau. Tidak tanggung-tanggung, jumlahnya mencapai 500 orang. Polsek yang seharusnya datang untuk memanggil beliau datang ke Mapolsek menjadi bingung menghadapi massa yang banyak. Akhirnya Kapolsek diundang dan acara pemanggilan berubah menjadi mediasi. Kapolsek Hinggil menjadi penengah, dengan menjamin keamanan bagi semua pihak yang hadir di sana. Ia juga meminta anggota Barisan Serba Guna (Banser) yang ada untuk dapat turut mengamankan kondisi, dengan tidak berpihak pada salah satu kubu. Pelapor (Imam Masjid Sanggrahan) dipanggil untuk membeberkan alasan pelaporan, sementara itu pengikutnya berkumpul di Masjid Sanggrahan untuk berjaga-jaga sembari memonitor perkembangan mediasi melalui handphone. KH. Afwan mewakilkan dirinya kepada seorang negosiator yang juga seorang Kyai. Harga diri dan kehormatan masing-masing dipertahankan dengan alot. Seorang Kyai pengasuh pondok pesantren merasa harga dirinya diinjak-injak, kehormatannya dirusak, dan nama baiknya dicoreng karena ia menjadi terlapor kasus tersebut. Namun sang Imam Masjid sebagai pelapor juga merasakan hal yang sama, karena sang Kyai menghina dan merendahkan ia dan kelompoknya. Dalam mediasi yang alot itu, akhirnya Kapolsek memberikan solusi: kasus tidak akan dilanjutkan ke ranah hukum, namun diselesaikan secara kekeluargaan. KH. Afwan diminta untuk meminta maaf secara terbuka kepada kelompok Ali Kacong, dan bagi golongan Ali Kacong juga diminta untuk berbaur dengan masyarakat, tidak hanya melulu di Masjid Sanggrahan saja. Dan akhirnya, kedua belah pihak bersalaman dan keluar ruangan dengan dirangkul oleh Kapolsek diiringi dengan bacaan shalawat Nabi.
248
Lembar Tugas 1
Setelah membaca kasus di atas, ada beberapa pertanyaan penting yang perlu dijawab sesuai dengan rumusan SIAPHA: 1. Bagaimana sejarah konflik muncul, kapan dan dimana? 2. Apa saja kejadian-kejadianyang terjadi? 3. Isu-isu pokok apa saja yang dipertentangkan dalam kasus tersebut? 4. Siapa saja pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut? 5. Bagaimana pandangan antar aktor terhadap isu yang dipertentangkan? 6. Bagaimana hubungan antar aktor? 7. Siapa yang memiliki hubungan konflik? 8. Siapa yang memiliki aliansi atau hubungan yang kuat? 9. Apa akar dari konflik tersebut yang paling dominan?
249
Lembar Tugas 2 Berdasarkan Lembar Kasus diatas buatlah garis yang menghubungkan aktor-aktor yang tertera pada bagan di bawah ini. Garis-garis tersebut menjelaskan siapa yang mengalami konflik besar, konflik kecil, siapa yang memiliki hubungan biasa, hubungan kuat dan siapa yang bersekutu (aliansi).
KH. Afwan
Pendukung KH. Afwan
Imam Ali
BANSER
Kapolsek Hinggil
Berilah tanda penghubung antar pihak dengan garis di bawah: : Hubungan yang Kuat : Hubungan Biasa : Aliansi : Konflik Utama : Konflik Kecil : Aliansi yang Retak
250
Jamaah Imam Ali
SUMBER PUSTAKA Abubakar, Irfan, Modul Resolusi Konflik Agama dan Etnis di Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006. Abubakar, Irfan (ed), Modul Pelatihan Advokasi Kebijakan Publik Keagamaan non Diskriminatif, Jakarta: Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Budaya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Stoner, James A.F., dan R. Edward Freeman, Management. USA: Prentice-Hall International Editions, 1989. De Cenzo, David A., dan Stephen P. Robbins, Human Resource Management. New York: John Wiley & Sons, Inc, 1996. Greenhalgh, Leonard, “Menangani Konflik”. Dalam A.Dale Timpe, (Ed.), Memimpin Manusia. Alih bahasa oleh Sofyan Cikmat. Jakarta: PT.Gramedia, 1999. Ichwan, Moch Nur, dan Ahmad Muttaqien (ed), Agama dan Perdamaian: Dari Potensi Menuju Aksi. Yogyakarta: CR-Peace, 2012. Ismahfudi MH, "Iklan dan Konsumerisme," Media YLKI, edisi Oktober 2000. Bikhu Parekh, Rethinking Multiculturalism. Yogyakarta: Kanisius, 2008. S.T. Guntur Narwaya (dkk), Modul Penanganan Konflik Bernuansa Keagamaan. Yogyakarta: PUSHAM UII, 2013. Simon Fisher dkk, Mengelola Konflik: Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak (Terj. S.N. Karikarasi, dkk) judul asli Working with Conflict: Skill & Strategies for Action, Zed Books Ltd, London, 2000
251