BAB 4 METODE PERANCANGAN
4.1
Strategi Kreatif 4.1.1
Profil Target Calon mahasiswa desain komunikasi visual adalah siswa siswi yang
akan atau sudah lulus dari jenjang pendidikan sekolah menengah atas atau sederajat, dan mahasiswa mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan desain di perguruan tinggi. Jenjang umur dominan pada usia 18-23 tahun. Mereka memiliki ketertarikan untuk melanjutkan pendidikannya ke bidang desain komunikasi visual di jenjang perguruan tinggi di Indonesia. Berdasarkan suvei penulis (Februari 2014) yang direspon oleh 140 mahasiswa desain komunikasi visual semester 2 dan 4 di BINUS University, Universitas Tarumanegara, Universitas Trisakti, Institut Teknologi Bandung, Institut Kesenian Jakarta, Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Dipenogoro Padang, dan Universitas Pelita Harapan, niat calon mahasiswa desain komunikasi visual didasari oleh 3 dorongan ketertarikan: •
Ketertarikan terhadap image kehidupan desainer (cenderung beda dari yang lain, bebas, tidak kaku, mempunyai karya, imajinatif, kreatif, nyentrik)
•
Ketertarikan dan apresiasi terhadap melihat dan memproduksi gambar atau visual
•
Ketertarikan dengan pembelajaran desain yang kelihatannya seolaholah jauh dari hitungan, hafalan, dan segala pembelajaran yang dianggap monoton
Banyak dari peminat pembelajar desain komunikasi visual saat ini masih buram dalam memahami dan memberi gambaran jelas tentang bidang yang akan dipelajarinya, seperti pemahaman atas definisi, alasan ketertarikan, dan tujuan mempelajari desain. Pemahaman atas definisi didominasi oleh tingkat pemahaman:
15
16 •
Desain hanya sebagai definisi yang sempit pada satu segmen saja (misalnya: pengertian kata “desain” masih sama diartikan dengan kata “desain grafis”)
•
Desain hanya sebagai sesuatu yang cenderung artistik
•
Tidak mampu mendefinisikan apa-apa
Keburaman dalam mendefinisikan bidang desain komunikasi visual, mengetahui alasan ketertarikan, dan menentukan tujuan, membuat 32% dari koresponden memiliki kesulitan untuk memberi gambaran jelas tentang desain kepada orangtuanya. Walaupun 99% koresponden mengaku orangtua mendukung proses pembelajaran mahasiswa, namun setelah melalui pengamatan terhadap beberapa koresponden secara kualitatif/tatap muka, ketidakpahaman orang tua ternyata mempengaruhi dukungan orang tua terhadap proses pembelajaran mahasiswa baik dari segi moril maupun finansial, meski tidak sepenuhnya membuat orang tua tidak mendukung secara penuh. Kekurangan dalam dukungan moril maupun finansial membuat mahasiswa tidak bisa menjalani proses pembelajaran secara nikmat dan serius. Hal ini mempengaruhi kualitas hasil pembelajaran mahasiswa dalam memahami desain. 50%
koresponen
mengaku
bahwa
internet
adalah
sumber
pembelajaran desain yang paling bermanfaat. Sumber internet yang paling menarik bagi koresponden adalah website-website yang memuat gambar kompilasi karya-karya jadi desainer seperti Behance, Design TAXI, Juxtapoz, Dribble, Kreavi, Instagram, dan Facebook. Peminat pembelajar desain komunikasi visual di Indonesia saat ini berada dalam usia generasi muda yang menurut Profil Internet Indonesia Desember 2012 oleh Asosiasi Penyelenggara
Jasa
Internet
Indonesia
(APJII)
adalah
58%
yang
mendominasi pengguna internet di Indonesia. 3 alasan terbanyak pengguna internet Indonesia untuk mengakses internet adalah aktivitas social media, browsing, dan news update. Pemaparan ini membuktikan bahwa koresponden saat ini cenderung lebih menyukai pola pembelajaran yang bersifat praktis, sederhana, dan memahami permukaan materi seperti internet browsing,
17 dibandingkan dengan pembelajaran kompleks, analitis, dan memahami pendalaman materi yang berorientasi pada sumber literatur seperti artikel, buku, jurnal, dan majalah.
4.1.2
Big Idea Memahami bahwa selalu ada kerumitan dibalik kesederhanaan karya
desain komunikasi visual.
4.1.3
Positioning Menjadi satu-satunya buku panduan bagi calon mahasiswa desain
komunikasi visual di Indonesia sebelum dan dalam mengawali proses pembelajaran.
4.1.4
Keyword Memahami, sederhana, informatif.
4.1.5
Tagline Sederhana
memahami
DKV,
untuk
calon
mahasiswa
dan
orangtuanya.
4.2
Strategi Desain 4.2.1
Pendekatan Rasional Visual dikomunikasikan dengan menggunakan pembahasan konkret
yang aktual dan relevan dengan kehidupan peminat pembelajar desain di Indonesia sehari-hari agar efektif dalam penyampaian materinya (Rustan, 2013: http://dgi-indonesia.com/aktualitas-matakuliah/).
4.2.2
Pendekatan Emosional Perancangan visual buku secara keseluruhan mencoba melakukan
pendekatan pada kebutuhan peminat pembelajar desain akan aktualisasi diri sebagaimana dipaparkan oleh Maslow dalam Hierarchy of Needs bahwa keinginan untuk terus menjadi lebih adalah untuk menjadi apapun yang
18 mampu mereka capai. Pendekatan melalui ilustrasi dan infografis menyinggung rasa ingin tahu, dan pembuktian akan fakta yang buram yang ada di benak peminat pembelajar desain. Perancangan visual sampul buku secara khusus mencoba melakukan pendekatan pada salah satu dorongan peminat pembelajar desain akan ketertarikannya terhadap image kehidupan desainer yang cenderung beda dari yang lain, bebas, tidak kaku, imajinatif, kreatif, dan nyentrik. Hal ini akan menjadi batu loncatan yang mampu membangkitkan kepercayaan diri peminat pembelajar desain untuk memahami dan memberi gambaran jelas tentang desain.
4.2.3
Tone & Manner Sederhana dan informatif. Komunikasi visual yang sederhana efektif dalam menjelaskan
jawaban yang masih buram akan pemahaman tentang subjek, pembelajaran, dan pekerjaan bidang desain komunikasi visual di Indonesia. Dominan calon mahasiswa dan mahasiswa DKV di Indonesia saat ini tidak tertarik dalam mempelajari referensi pembelajaran desain yang berbasis teks. Orientasi konsumsi media terhadap konten internet yang dapat dikendalikan mengasah benak peminat pembelajar desain di Indonesia untuk semakin hanya memperhatikan pada hal yang bagi mereka menarik saja. Kemudahan untuk dipahami dibutuhkan untuk memicu imajinasi peminat pembelajar desain di Indonesia dalam proses pemahaman gambaran jelas tentang desain.
4.2.4
Strategi Verbal Keseluruhan materi dikomunikasikan dengan pola golden circle oleh
Simon Sinek. Pada pola ini, terdapat 3 unsur gagasan: 1. Why = The purpose, what is your cause? What do you believe? (abstrak). 2. How = The process, spesific actions taken to realize the why (abstrak-konkret).
19 3. What = The result, what do you do? The result of Why. Proof (konkret).
Pola ini mencoba memutar balik susunan penyampaian komunikasi yang konvensional / luar ke dalam (What-How-Why). Pada pola golden circle penyampaian komunikasi disampaikan dari dalam ke luar (Why-How-What). Pola Golden Circle berfungsi untuk membuat materi menjadi inspiratif dan menyentuh langsung sistem limbik manusia yang mengatur pola kebiasaan seseeorang. Sehingga materi penggambaran jelas tentang desain mampu diterima, melekat, dan menjadi insting kesehariannya dalam menjalani proses pembelajaran.
4.2.5
Strategi Visual Gambar secara umum lebih mudah menarik perhatian dan diingat
dibandingkan dengan kata-kata. Namun ingatan akan kombinasi gambar dan kata-kata secara bersamaan akan sangat bisa diingat dibanding gambar atau kata-kata yang berdiri sendiri (Lidwell, Holden, Butler, 2003: 152). Penggunaan ilustrasi gambar dan kata-kata digunakan untuk membuat ide dasar pemaparan gambaran tentang desain menjadi lebih jelas ditangkap di benak peminat pembelajar desain secara sederhana dibanding penyampaian gambaran tentang desain saat ini yang hanya menggunakan kata-kata saja. Desain yang estetis lebih terkesan “mudah dipakai”, “siap diterima”, dan digunakan berkali-kali, dan mengangkat jiwa berpikir kreatif dan penyelesaian masalah. Desain yang estetis juga mampu mendorong hubungan yang positif dengan pembaca, membuat mereka lebih toleran dengan masalah yang terdapat pada sebuah desain (Lidwell, Holden, Butler, 2003: 18). Hubungan yang tidak baik antara peminat pembelajar desain dengan referensi penggambaran tentang desain yang ada saat ini membuat pemikiran yang pendek dan tidak menumbuh kembangkan kreatifitas. Perancangan estetika dipertimbangkan agar desain mampu menarik peminat pembelajar desain untuk mempelajarinya. Kita mampu belajar dengan sangat baik melalui contoh, karena contoh mampu menarik perhatian dan menggugah rasa penasaran kita karena
20 terdapat kemudahan untuk membandingkan (Winschenk, 2011:81) Secara visual, pemaparan gambaran tentang desain yang ada saat ini masih berorientasi pada penyampaian verbal. Kehadiran ilustrasi sebagai contoh penggambaran akan membantu mempermudah proses pemahaman pembaca sebagai seseorang yang tidak memiliki acuan penggambaran di benaknya tentang desain sebelumnya. Kertas, catatan, gambar coret-coretan, komputer, teknologi bukan merupakan rekaman dari proses berpikir, mereka justru adalah bagian dari proses berpikir (Thompson, 2013:17). Gambar coret-coretan merupakan instrumen utama dalam berdiskusi. Dalam mencacah produk hasil jadi desain komunikasi visual dan memetakannya menjadi gambaran pemahaman yang sederhana tentang desain komunikasi visual, sketsa coretan menjadi cara yang cepat dan mudah diikuti jika secara inisiatif pembaca mau melakukannya secara nyata di luar buku.
4.3
Implementasi Media •
Desain buku
•
Sampul
•
Namestyle
•
Grid
•
Tipografi
•
Skema Warna
•
Gaya Ilustrasi
•
Halaman Daftar Isi
•
Halaman Kolofon
•
Halaman Divider
•
Halaman Isi
•
Penjilidan
•
Marker
•
Sketchbook