BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) 1. Pengertiannya Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai bagian dari bidang manajemen memiliki peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan oarganisasi. Tidak seperti bidang lainnya, manajemen sumber daya manusia memiliki cakupan permasalahan yang sangat kompleks. Kontribusi dari manajemen sumber daya manusia dalam organisasi hampir dirasakan oleh seluruh bidang yang ada. Sebagai contoh, kualitas pelayanan pada bagian pemasaran ditentukan oleh seberapa tinggi kualitas sumber daya manusia yang direkrut. Begitu pula dengan hasil proses produksi, Kualitas produk tidak hanya ditentukan oleh kecanggihan mesin semata akan tetapi juga didukung oleh kemampuan sumber daya manusia yang mengendalikan. Menurut Handoko (2012:4) manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai baik tujuan–tujuan individu maupun organisasi. Mathis dan Jackson (2006:3) manajemen sumber daya manusia adalah rancangan sistemsistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan organisasional.
8
9
Sedangkan menurut
Hasibuan (2008:10) manajemen sumber daya
manusia adalah ilmu yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Dessler (2006:5) manajemen sumber daya manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada karyawan, memerhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan, keamanan, dan masalah keadilan. 2. Kepentingan Manajemen Sumber Daya Manusia Ada tiga kepentingan dalam manajemen sumber daya manusia (karyawan), menurut Mangkunegara (2008:5) yaitu: a. Kepentingan individu Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi setiap individu keryawan karena dapat membantu meningkatkan potensinya. Begitu pula kepuasan karyawan dapat dicapai mulai perencanaan karier. b. Kepentingan organisasi Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi organisasi (perusahaan) dalam mendapatkan calon pegawai yang memenuhi kualifikasi dengan adanya manajemen sumber daya manusia, dapat dipersiapkan calon-calon karyawan yang berpotensi untuk menduduki posisi manajer untuk masa yang akan datang. c. Kepentingan nasional Manajemen sumber daya manusia sangat bermanfaat bagi kepentingan nasional. Hal ini karena pegawai-pegawai yang berpotensi tinggi dapat
10
dimanfaatkan pula oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan produktivitas nasional. Mereka dapat dijadikan tenaga-tenaga ahli dalam bidang tertentu untuk membantu program pemerintah.
2.1.2 Kepemimpinan Dalam kehidupan sehari-hari istilah pimpinan dan kepemimpinan sudah umum
dan menjadi bahan pembicaraan di kalangan masyarakat. Hal ini
disebabkan karena masalah kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia, baik karena kepentingannya maupun karena kedudukannya selaku makhluk sosial yang cenderung hidup berkelompok. Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan faktor yang menentukan atas berhasil tidaknya suatu organisasi atau usaha. Kepemimpinan atau
leadership
merupakan inti dari
kepemimpinan yang menggunakan prinsip hubungan manusia (human relations). Maka baik buruknya kepemimpinan seseorang tergantung pada baik buruknya human relations para pemimpin atau manajer-manajer yang melaksanakan kepemimpinan. Menurut Nawawi (2010:162) kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain dalam hal ini para bawahan sehingga mau dan mampu melakukan kegiatan-kegiatan tertentu meskipun secara pribadi hal tersebut mungkin
tidak
disenanginya,
sedangkan
menurut
Martoyo
(2007:192)
kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mepengaruhi orangorang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama.
11
Dari uraian di atas terlihat dengan jelas bahwa kepemimpinan adalah seni kemampuan seorang pimpinan untuk menggerakkan dan mengarahkan perilaku orang yang dipimpinnya dalam suatu organisasi agar perilaku sesuai dengan dengan keinginan pimpinan dalam mencapai tujuan tertentu. Kemampuan manajerial seseorang tidak diukur dengan menggunakan kriteria kemampuan operasional karena kriteria tersebut diterapkan kepada mereka yang bertugas sebagai pelaksana melainkan dengan menggnakan tolok ukur kemampuan dan keterampilan mempengaruhi orang lain yaitu para bawahan masing-masing agar mereka bertindak, berprilaku dan berkarya sedemikian rupa sehingga mau dan mampu memberikan kontribusi yang optimal, bahkan kalau mungkin maksimal, demi tercapainya tujuan dan berbagai sasaran yang telah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya.
2.1.3 Tipe Gaya Kepemimpinan Pentingnya pengenalan berbagai tipe kepemimpinan terletak pada pemahaman ciri-cirinya secara tepat karena ciri-ciri tertentu dapat digunakan pada situasi dan kondisi tertentu dalam menjalankan roda organisasi. Dengan kata lain agar seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinannya dengan kemampuan tinggi menggunakan gaya situasional yang artinya gaya yang berbeda pada situasi dan kondisi yang berlainan Benar kiranya pendapat dari berbagai ahli yang mengatakan bahwa seorang pemimpin dibandingkan dengan pemimpin lainnya tentulah berbeda
12
dalam sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadiannya, sehingga tingkah laku dan gayanya tentunya tidak sama diantara mereka, sehingga gaya atau style hidup pemimpin yang berbeda-beda tersebut akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya (Martoyo, 2007:198). Pentingnya pengenalan berbagai tipe kepemimpinan terletak pada pemahaman ciri-cirinya secara tepat karena ciri-ciri tertentu dapat digunakan pada situasi dan kondisi tertentu dalam menjalankan roda organisasi. Dengan kata lain agar seseorang yang menduduki jabatan pemimpin dapat meningkatkan efektivitas kepemimpinannya dengan kemampuan tinggi menggunakan gaya situasional yang artinya gaya yang berbeda pada situasi dan kondisi yang berlainan. Tiga tipe dasar gaya kepemimpinan sebagai bentuk-bentuk proses pemecahan masalah dan mengambil keputusan, adalah sebagai berikut (Heidjrachman dan Husnan, 2004:224): 1. Gaya kepemimpinan otokratis Gaya kepemimpinaan yang bersifat otokratis memperlihatkan ciri-ciri sebagai berikut: memberikan perintah-perintah yang selalu diikuti, menentukan kebijaksanaan karyawan tanpa sepengetahuan mereka. Tidak memberikan penjelasan secara terperinci tentang rencana yang akan datang, tetapi sekedar mengatakan kepada anggotanya tentang langkah-langkah yang mereka lakukan dengan segera dijalankan. Memberikan pujian kepada mereka yang selalu menurut kehendaknya dan melontarkan kritik kepada mereka yang tidak mengikuti kehendaknya. Selalu jauh dengan anggota sepanjang masa.
13
2. Gaya kepemimpinan demokratis Gaya kepemimpinan demokratis hanya memberikan perintah setelah mengadakan musyawarah dahulu dengan anggotanya dan mengetahui bahwa kebijaksanaannya hanya dapat dilakukan setelah dibicarakan dan diterima oleh anggotanya. Gaya kepemimpinannya yaitu, tidak akan meminta anggotanya mengerjakan sesuatu tanpa terlebih dahulu memberitahukan rencana yang akan mereka lakukan. Baik atau buruk, benar atau salah adalah persoalan anggotanya dimana masing-masing ikut serta bertanggung jawab sebagai anggotanya. 3. Gaya kepemimpinan liberal atau laissez-faire Gaya kepemimpinan liberal yaitu kebebasan tanpa pengendalian. Gaya kepemimpinannya yaitu, tidak memimpin atau mengendalikan bawahan sepenuhnya dan tidak pernah ikut serta dengan bawahannya. Sedangkan
menurut
Siagian
(2006:75)
ada
lima
tipe
gaya
kepemimpinan yaitu: 1. Tipe Otoriter Tipe Otoriter adalah seorang pemimpin yang tergolong sebagai orang yang otoriter memiliki ciri-ciri yang pada umumnya negatif. Karena itu tipe yang diandalkan, terutama apabila dikaitkan dengan upaya meningkatkan produktifitas kerja. Yang antara lain memerlukan suasana demokratis. 2. Tipe Paternalistik Pengalaman para praktisi dan penelitian para ahli menunjukkan bahwa banyak pejabat pemimpin dalam berbagai jenis organisasi termasuk organisasi bisnis tergolong pada tipe ini; terutama dalam organisasi yang dikelola dengan
14
menggunakan norma-norma “tradisional”. Ciri-cirinya dapat dilihat dikatakan merupakan penggabungan antara beberapa ciri negatif dan positif. Berarti agar efektif, penguasaan kiat dan kemampuan menggunakan ciri mana, menghadapi situasi yang bagaimana, menjadi sangat penting. Akan tetapi kiat dan kemampuan tersebut hanya bersifat gaya, bukan ciri sebagaimana ditekankan dimuka, tipe ini bukanlah tipe yang ideal dan juga tidak didambakan. Dari ulasannya tentang ciri-ciri pemimpin dengan tipe paternalistik terlihat bahwa tipe ini bukanlah tipe yang ideal karena meskipun pemimpin beritikad baik dalam interaksinya dengan para bawahannya, itikad baik tersebut sering menjelma menjadi suatu bentuk pemasungan. Akan tetapi perlu dicatat bahwa ada ciri tertentu yang untuk sementara dapat digunakan dalam menghadapi situasi atau perilaku bawahan yang memerlukan gaya tertentu pula, seperti gaya „mengajar‟ jika tingkat keterampilan para bawahannya rendah atau perlu ditingkatkan. 3. Tipe Laissez Faire Tipe ini ditandai oleh ciri-ciri yang mungkin dapat dikatakan „aneh‟ dan sulit membayangkan situasi organisasional dimana tipe ini dapat digunakan secara efektif. Jika berbagai ciri khas Laissez Faire disimak secara cermat, mungkin seseorang akan tiba pada kesimpulan bahwa tipe ini bukanlah tipe pemimpin yang efektif, karena sulit membayangkan adanya organisasi yang dihadapkan kepada situasi dimana tipe ini tepat. Misalnya, organisasi yang tidak pernah mengalami krisis, bawahan yang mau dan mampu mengambil keputusan yang tepat tanpa arahan, dan situasi sejenis.
15
4. Tipe Demokratik Tidak sedikit orang yang mendambakan atasan yang tergolong sebagai pemimpin yang demokratik. Bahkan ada pendapat bahwa tipe ini ideal. Karena mendengarkan saran bawahan yang disampaikan langsung kepada atasan. Ciri-ciri positif yang demikianlah yang mengakibatkan banyak orang yang mengatakan bahwa tipe demokratik adalah tipe yang didambakan. Pada tingkat tertentu, padangan ini benar. Hanya saja tetap tidak boleh dilupakan bahwa tipe ini pun tidak bisa diterapkan secara konsisten dan terus menerus terlepas dari situasi organisasi yang dihadapi dan terlepas dari karakteristik bawahan yang dipimpin. Jelasnya, gaya kepemimpinan yang demokratik mungkin ada waktunya harus „disesuaikan‟ dengan situasi nyata yang dihadapi oleh organisasi, dalam arti, untuk sementara waktu menggantinya dengan gaya yang lain. Hal ini akan diungkap lebih lanjut dalam pembahasan kepemimpinan berdasarkan „Teori Situasional‟. 5. Tipe Kharismatik Di muka telah disinggung bahwa salah satu faktor yang membedakan seorang manajer dengan pemimpin ialah bahwa seorang manajer adalah orang yang mempunyai bawahan, sedangkan pemimpin adalah seorang yang mempunyai pengikut. Terlepas dari apakah yang bersangkutan berfungsi sebagai pemimpin formal atau informal. Dalam kaitan inilah ciri utama seorang pemimpin yang kharismatik terlihat, yaitu bahwa ia mempunyai daya tarik yangkuat bagi orang lain sehingga orang lain itu bersedia mengikutinya tanpa selalu bisa menjelaskan apa penyebab kesediaan itu. Para pakar belum sepakat tentang
16
faktor-faktor yang menjadi „magnit‟ tersebut. Latar belakang biografikal, pendidikan, kekayaan dan penampilan mungkin ikut berperan akan tetapi mungkin juga tidak. Karena ketidakmampuan para ahli mengidentifikasikan faktor-faktor penyebab yang dominan, akhirnya hanya ditekankan bahwa seseorang pemimpin yang kharismatik memiliki „kekuatan supranatural‟ yang tidak dimiliki oleh orang lain. Pemahaman tentang efektivitas seseorang pemimpin yang kharismatik diperole dengan mengenali ciri-cirinya. Pemimpin yang kharismatik mampu membaca situasi organisasional yang dihadapinya dan mampu mengenali karakteristik para bawahannya sehingga dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya dengan situasi yang dihadapi itu. Karena itulah pemimpin yang kharismatik pada suatu saat mungkin menggunakan gaya yang otoriter, pada kesempatan lain menggunakan gaya yang paternalistik, pada waktu lain lagi mungkin bergaya laissez faire, dan tidak menghadapi kesulitan menggunakan gaya yang demokratik. Menurut Sitohang (2002:264) indikator tipe gaya kepemimpinan : 1. Tipe Otokratis Pemimpin yang beranggapan bahwa dirinya berkuasa absolute dan dirinya dapat melakukan apa saja sesuka hatinya di dalam organisasi tanpa konsultasi dan pertimbangan dari para bawahannya. 2. Tipe Paternalistik Tipe pemimpin yang bersifat kebapakan dan selalu melindungi bawahannya layaknya seorang ayah kepada anaknya yang masih kecil dan belum dewasa.
17
3. Tipe Pribadi Kepemimpinan didasarkan pada kontak probadi secara langsung pada bawahannya. Tipe pemimpin pribadi ini sangat efektif dan sederhana cara pelaksanaannya, tetapi tipe ini cocok pada organisasi yang relative kecil karena pendekatannya langsung antarpribadi. 4. Tipe Demokratis Tipe Pemimpin yang terpilih secara demokrasi dan menjalankan kekuasaannya juga secara demokrasi dengan cara meminta pertimbanganpertimbangan kelompok. 5. Tipe Karismatik Tipe seorang pemimpin yang sangat dikagumi dan ditaati oleh para pengikutnya tanpa mengetahui dengan jelas apa alasan mereka mengagumi pemimpin tersebut. Menurut Matutina (2000:120-125) Corak atau tipe kepemimpinan yang dijumpai dalam suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang juga jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksaaan dan penentuan strategi organisasi yang bersangkutan. Hal ini penting mendapat perhatian karena seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya memperlihatkan beberapa bentuk, sikap yang berbeda. Dengan adanya perbedaan sikap ini melahirkan beberapa corak atau tipe kepemimpinan yang berbeda pula yaitu : 1. Tipe Pemimpin Otoriter Suatu bentuk kepemimpinan yang mempunyai hak dan kekuasaan penuh untuk bertindak atau memerintah. Tipe kepemimpinan sejenis ini suka
18
memaksakan kehendaknya tanpa lebih dahulu konsultasi dan sukar menerima pendapat orang lain lebih tepat bila dikatakan tipe jenis ini tidak relevan dipakai dalam organisasi yang menghormati hak asasi manusia, namun demikian dalam situasi tertentu atau dalam keadaan darurat dan pada jabatan yang memerlukan pemimpin yang direktif yaitu pegawai yang sifatnya menunggu perintah tipe kepemimpinan otoriter dibutuhkan tetapi hanya terbatas sampai di situ. 2. Tipe kepemimpinan paternalitas (kebapakan) Suatu tipe pemimpin yang bersifat seperti bapak yaitu sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing, penasihat, tukang memerintah dan kurang mau menerima pendapat pengikutnya. Hal ini di sebabkan menganggap pengikut-pengikutnya manusia yang tidak dapat berkembang dan kepercayaan akan diri sendiri dan kesanggupan sendiri pada bawahannya tidak dapat berkembang. Akibatnya tidak ada semangat dan gairah kerja di kalangan pegawai. 3. Tipe pemimpin yang bertahan dan serba terima Suatu tipe kepemimpinan yang mempunyai kepercayaan penuh terhadap pembantu-pembantu atau penasihat-penasihatnya. Dia lebih suak menerima yang dianggap baik dari orang-orang kepercayaannya senang mendelegasikan kekuasaan dan wewenang sehingga dalam organisasi yang dia pimpin ditandai dengan pembagian tugas da tanggung jawab dalam struktur organisasi. Kelemahannya selalu menuntut kesetiaan pembantunya atau penasehatnya terhadap dirinya sendiri dan menggambarkan kesetiaan untuk organisasi disamping itu terjadi.
19
4. Tipe Pemimpin Demokrasi Dalam tipe kepemimpinan Demokratis golongan pelaksana berpartisipasi penuh dalam mencapai tujuan organisasi tanpa ada rasa paksaan, disamping itu turut mengembangkan pemikiran-pemikiran dalam menentukan dan atau memutuskan metode-metode yang terbaik dalam pelaksanaan pekerjaan atau dengan pengertian lain, pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang merupakan katalisator dari berbagai pendapat yang ada di antara pengikutpengikutnya. 5. Tipe Kepemimpinan Kharismatis Suatu tipe kepemimpinan yang mempunyai daya tarik yang amat besar terhadap pengikut-pengikutnya, seakan-akan dalam diri pemimpin tersebut terdapat suatu kekuatan yang luar biasa sehingga dalam waktu singkat banyak pengikutnya, dan pengikut-pengikutnya tersebut tidak mengerti mengapa mereka terbius
untuk
mengikutinya.
Untuk
menjadi
pemimpin
dengan
corak
kepemimpinan kharismatik tidak melihat usia, kekayaan, namun demikian kepemimpinan ini dapat bertahan atau langgeng apabila memegang teguh moral yang tinggi dan tidak mengabaikan hukum-hukum yang berlaku.
2.1.4 Usaha yang Mendukung Gaya Kepemimpinan Adapun usaha-usaha yang mendukung gaya kepemimpinan, antara lain: Siagian (2006:75): 1. Mengetahui dan menumbuhkan kebutuhan-kebutuhan para bawahan untuk menghasilkan sesuatu yang bisa dikontrol oleh para pimpinan.
20
2. Memberikan insentif kepada bawahan yang mampu mecapai hasil dalam kerja. 3. Membuat suatu jalan yang mudah dilewati oleh bawahan untuk menaikan prestasinya dengan cara pelatihan dan pengarahan. 4. Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan darinya. 5. Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi. 6. Menaikkan
kesempatan-kesempatan
untuk
memuaskan
bawahan
yang
memungkinkan tercapainya efektifitas kerja.
2.1.5 Perilaku Gaya Dasar kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan. Erat kaitannya dengan gaya dasar kepemimpinan di atas, maka dalam hal ini sewaktu pemimpin tersebut dilakukan proses pemecahan masalah dan pembuatan keputusan, ada 4 (empat) gaya kepemimpinan (Thoha, 2005: 67-68) : 1. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan (G.1), dirujuk sebagai instruksi karena gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah. 2. Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan (G.2), dirujuk sebagai konsultasi karena dalam menggunakan gaya ini pemimpin masih banyak memberikan pengarahan dan masih membuat hampir sama dengan keputusan, tapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya komunikasi dua arah dan perilaku pendukung dengan berusaha mendengar perasaan bawahan tentang keputusan yang dibuat serta ide-ide dan saran-saran masukan.
21
3. Perilaku pemimpin yang toinggi dukungan dan rendah pengarahan (G.3), dirujuk sebagai partisipasi karena posisi kontrol atas pemecahan masalah dan pembuatan keputusan di pegang secara bergantian. 4. Perilaku pimpinan yang rendah dukungan maupun pengarahan (G-4), dirujuk sebagai delegasi karena pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudoian proses pembutan keputusan didelegasikan secara keseluruhan pada bawahan.
2.1.6 Komunikasi Ada beberapa definisi tentang komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain: Menurut Werther and Davis (2003:334): “Communication is transfer of information and understanding from one person to another person”. (Komunikasi merupakan pemindahan informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain). Koont et., al. (2008:461): “Communication is transfer of information from the sender to the receiver, with the information being understood by the receiver”. (Komunikasi adalah pemindahan informasi dari pengirim kepada penerima, dengan informasi yang dimengerti oleh penerima). Berdasarkan definsi di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses saling berbagi dan berinteraksi dalam menggunakan suatu informasi secara bersama atau disebut juga proses penyampaian dan pertukaran berita antara dua pihak (si pengirim dan si penerima) atau lebih yang merupakan salah satu aktivitas yang sangat penting dan berpengaruh terhadap tindakan manajerial.
22
2.1.7 Arus komunikasi Menurut Katz (2004:13) mengatakan bahwa disetiap arus komunikasi terdapat beberapa saluran utama yaitu ada 3 (tiga) hal: 1. Arus ke bawah Manajemen berkomunikasi ke bawah melalui peraturan organisasi manual dan spesifikasi kerja. Komunikasi tersebut sangat penting, namun bersifat statis, komunikasi yang lebih dinamis yang menunjukkan perubahan setiap hari, dilakukan melalui: presentasi, rapat, papan pengumuman organisasi, surat, majalah organisasi dan koran. 2. Arus ke atas Salah satu saluran terpenting dalam komunikasi keatas adalah laporan-laporan dibuat resmi secara tertulis dan dipresentasikan secara verbal. Komunikasi keatas dilakukan melalui dewan staf atau manajemen. 3. Arus Lateral Komunikasi lateral atau menyamping dilakukan melalui hubungan sosial yang tercipta dalam hubungan sehari-hari. Salurannya adalah melalui memo, percakapan tatap muka, percakapan telepon dan rapat. 2.1.8 Metode dan Macam-macam komunikasi Koontz (2008:527) membagi beberapa metode komunikasi yang terbagi dalam : 1. Kelompok yang berdasarkan struktur organisasi, yaitu hubungan yang sering dilakukan didalam organisasi yang disebut juga formal group.
23
2. Kelompok yang timbul dari sebab akibat organisasi yaitu hubungan yang dilakukan di luar organisasi yang disebut juga informal group. Selain daripada itu lanjut Koontz (2008:528) juga menjabarkan macam macam cara melaksanakan komunikasi sebagai berikut : 1. Komunikasi Tertulis Komunikasi dengan cara tertulis mempunyai kebaikan yang antara lain : a. Dapat disebarkan seluas-luasnya. b. Dapat diperbanyak dalam waktu yang singkat. c. Merupakan dokumentasi yang tertulis. d. Dapat merupakan pegangan yang lebih pasti dari penerima komunikasi. e. Lebih tegas. Meskipun demikian komunikasi tertulis pun mempunyai kelemahankelemahan tertentu yaitu : a. Bilamana latar belakang pendidikan penerima komunikasi kurang baik. b. Tidak semua hal dapat dikomunikasikan secara tertulis. c. Tidak ada penjelasan lebih lanjut selain yang tertulis. Berdasarkan hal itu, maka komunikasi tertulis akan mempunyai kemampuan efek yang positif, bilamana penerima komunikasi mempunyai kemampuan untuk menerima komunikasi secara tertulis dan apa yang dikomunikasikan adalah hal-hal yang bersifat rutin yang tidak memerlukan penjelasan lebih mendalam.
24
2. Komunikasi Lisan Komunikasi lisan ini dapat didalam bentuk pembicaraan langsung (face to face), diskusi kelompok, ceramah dan sebagainya. Nitisemito (2006:251) Pada umumnya komunikasi lisan ini mempunyai kebaikan-kebaikan yang antara lain a. Penjelasan dapat dilakukan dengan lebih mendetail. b. Dapat menimbulkan partisipasi secara langsung. c. Dapat menimbulkan komunikasi timbal balik secara langsung. Meskipun demikian komunikasi lisanpun mempunyai kelemahankelemahan tertentu yang antara lain yaitu : a. Kurang ketegasan. b. Tidak dapat dipakai sebagai dokumentasi tertulis.
2.1.9 Komunikasi Interpersonal Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Efektivitas dalam komunikasi interpersonal akan mendorong terjadinya hubungan yang positif antara
teman,
keluarga,
masyarakat,
maupun
pihak-pihak
yang
saling
berkomunikasi. Hal tersebut memberikan manfaat dan memelihara hubungan antar pribadi. Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, Communis, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Daryanto (2011:134) bahwa komunikasi sebagai situasi situasi yang
25
memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Proses komunikasi minimal terdiri dari tiga unsur utama yaitu pengirim pesan, pesan itu sendiri dan target penerima pesan. Sedangkan menurut Suranto (2011:110) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal merupakan komunikasi antara orang–orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal Komunikasi interpersonal tidak hanya dengan apa yang dikatakan, yaitu bahasa yang digunakan, tapi bagaimana dikatakan misalnya non-verbal pesan yang dikirim, seperti nada suara dan ekspresi wajah. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi sekurangkurangnya dua orang atau lebih, dilakukan secara tatap muka dan tindakannya untuk menyampaikan dan menerima pesan secara timbal-balik. Komunikasi interpersonal yang dilakukan karyawan di perusahaan dapat memberikan dukungan, keterbukaan, kerjasama, saling menghargai dan kesetaraan antar karyawan, antar karyawan dengan pimpinan maupun antar karyawan dengan manajemen.
2.1.10 Semangat Kerja 1. Pengertian Semangat Kerja Menurut Nitisemito (2006:96). “Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat
26
diharapkan lebih cepat dan lebih baik” Hasibuan (2008:105) : “Semangat kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang mengerjakan pekerjaannya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal” Dari kutipan diatas disimpulkan bahwa semangat kerja adalah sesuatu hasil yang terlihat pada mental seseorang dalam melakukan pekerjaan secara lebih cepat dan lebih baik untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal dalam suatu organisasi. Sedangkan menurut Moekijat (2006:130) semangat kerja adalah kemampuan sekelompok orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekwen dalam mengerjakan tujuan bersama “bekerja sama”, menekankan dengan tegas hakikat saling berhubungan dari satu kelompok dengan keinginan yang nyata untuk bekerja sama dengan “giat dan konsekwen”, menunjukkan cara untuk sampai pada tujuan melalui disiplin bersama “tujuan bersama”, menjelaskan bahwa tujuannya adalah suatu hal yang merasakan semua menginginkannya. Pada dasarnya semangat kerja merupakan suatu keadaan yang mencerminkan kondisi rohaniah atau perilaku individu-individu yang menimbulkan suasana senang dimana akan mendorong untuk melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan. Semangat kerja merupakan dorongan dari dalam diri setiap individu. Semangat kerja buruh/pekerja merupakan hal yang sangat penting antara lain dengan diberikannya motivasi oleh pimpinan perusahaan, semangat kerja yang rendah dapat menghambat tercapainya tujuan organisasi. Seorang pemimpin harus dapat mengetahui indikator-indikator atau tanda-tanda menurunnya semangat kerja para buruh/kerja. Dalam mengukur semangat kerja karyawan dapat digunakan indikator-indikator menurut Nitisemito (2006:96) terdiri dari:
27
a. Tingkat Produktivitas kerja Merupakan perbandingan antara output dengan input, dimana output adalah hasil yang memberikan manfaat pada individu dan perusahaan. b. Tingkat Absensi pekerja Merupakan ketidakhadiran pekerja pada hari kerja karena sakit, ijin, mangkir dan skorsing. c. Tingkat Perputaran pekerja Merupakan perbandingan antara masuk dan keluarnya pada suatu perusahaan pada periode tertentu. d. Tingkat Kerusakan Merupakan naiknya tingkat kerusakan tersebut menunjukkan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang terjadinya kecerobohan dalam pekerjaan. e. Kegelisahan/Keluhan Kegelisahan yang timbul akan dapat terwujud dalam bentuk ketidaksenangan kerja, keluh kesah, ketidaktenangan pekerja dalam melaksanakan tugas. f. Tuntutan Merupakan perwujudan dari ketidak puasan pekerja, dimana tiap tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. g. Pemogokan Pemogokan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, kegelisahan dan lain sebagainya.
28
2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja Faktor-faktor yang mempengaruhi semangat kerja seorang karyawan untuk bekerja terdiri dari faktor individu dan faktor organisasi. Faktor-faktor individu terdiri dari kebutuhan, tujuan, sikap dan kemampuan pegawai tersebut. Sedangkan faktor organisasi terdiri dari pembayaran atau gaji, keamanan dalam bekerja, hubungan sesama pegawai, pengawasan, pujian dan pekerjaannya itu sendiri (Gomes, 2006:180-181). Secara umum faktor-faktor yang dapat mempengaruhi semangat kerja pegawai adalah (Moekijat, 2006:131): a. Memberikan kompensasi kepada pegawai secara adil dan wajar. b. Menciptakan kondisi fisik pekerjaan yang menggairahkan bagi semua pihak. c. Adanya motivasi dari pimpinan supaya pegawainya mempunyai minat yang besar terhadap pekerjaannya. d. Pimpinan menempatkan kepentingannya dalam kepentingan organisasi secara keseluruhan. e. Memberikan perhatian berupa penghargaan kepada pegawai yang berprestasi. f. Kesempatan bagi pegawai untuk memberikan saran-saran/aspirasinya pada organisasi g. Hubungan yang harmonis antara pegawai dangan pegawai maupun dangan masyarakat.
29
2.1.11 Peranan Semangat Kerja Karyawan Apabila suatu perusahaan mampu meningkatkan semangat kerja maka akan menimbulkan (Nitisemito, 2006:100): 1. Pekerjaan akan cepat diselesaikan Semangat kerja yang dimiliki oleh personel dalam perusahaan menumbuhkan gairah dan motivasi yang tinggi terhadap penyelesaian pekerjaan. 2. Kerusakan akan dapat dikurangi Semangat kerja yang tinggi cenderung menimbulkan kehati-hatian dalam melaksanakan pekerjaan. 3. Absensi akan dapat diperkecil Indikator yang jelas dari semangat kerja adalah tentang absensi. Absensi yang rendah menunjukkan semangat kerja karyawan yang tinggi. Sebaliknya absensi yang tinggi menunjukkan gairah kerja karyawan menurun. 4. Perpindahan Karyawan dapat diperkecil seminimal mungkin Karyawan yang bersemangat cenderung menunjukkan gejala untuk keluar dari perusahaan sangat kecil.
2.1.12 Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Semangat Kerja Karyawan Istilah kepemimpinan berasal dari bahasa inggris leadership berasal dari kata dasar pimpin yang artinya pimpin atau tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja memimpin, kata benda pemimpin artinya orang yang berfungsi memimpin, membimbing dan menuntun. Pemimpin dapat timbal balik dari kelompokkelompok yang sama sekali tidak terorganisasi. Namun kepemimpinan merupakan
30
suatu kemampuan untuk memimpin secara efektif yang merupakan salah satu kunci untuk menjadi pemimpin yang efektif (Isyandi, 2004 :148). Menurut Martoyo (2007:176) kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Kepemimpinan yang dimaksud adalah kepemimpinan kepala UPT. Balai Yasa sebagai suatu jabatan yang bertanggung jawab penuh atas berjalannya dan terlaksananya tujuan organisasi. Dalam menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan, faktor kepemimpinan sangatlah menentukan dimana kepemimpinan yang sukses dapat menentukan adanya pengelolaan yang dilaksanakan dengan sukses pula. Keberhasilan dalam pengelolaan organisasi ditentukan pula oleh kegiatan pengelolaan sumber daya manusianya. Dari sini dapat dipahami bahwa pemimpin dalam organisasi harus mempunyai teknik-teknik untuk dapat memelihara prestasi dan kepuasan kerja bawahan dengan memberikan motivasi atau dorongan kepada bawahan agar dapat melaksamnakan tugasnya sesuai aturan dan pengarahan. Oleh karena itu pengetahuan tentang motivasi perlu diketahui dan dimiliki sebaikbaiknya oleh setiap pemimpin atau setiap orang yang bekerja dengan bantuan orang lain. Adanya kebutuhan dan keinginan yang beraneka ragam dari setiap bawahan adalah merupakan tugas pimpinan dalam menyeleraskan antara kebutuhan-kebutuhan individu dengan kebutuhan-kebutuhan organisasi. Sehingga dengan demikian segala tingkah laku bawahannya dapat didorong dan diarahkan untuk mencapai tujuan bersama yang dilandasi dengan bekerjasama yang baik diantara pimpinan dan bawahan.
31
Tidak mungkin seorang pemimpin dapat memanfaatkan kemauan dan kemampuan
individu-individu
untuk
mencapai
tujuan
organisasi,
tanpa
mengetahui terlebih dahulu apa yang diinginkan seseorang. Sesudah itu seorang pemimpin harus dapat menciptakan keadaan guna mengambil manfaat ari keinginan masing-masing individu. Para pemimpin harus tahu tentang bagaimana caranya berkomunikasi dan mengarahkan pegawainya, sehingga mereka akan dapat melihat sendiri tentang bagaimana melayani kepentingannya sendiri dengan bekerja secara efisien dalam organisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perilaku pemimpin dapat diterima dan memuaskan bawahan apabila mereka memandang itu sebagai sumber kepuasan mereka. Selain itu perilaku pemimpin akan meningkatkan upaya pegawai, oleh karenanya memotivasi, sehingga pemuasan kebutuhan bawahan tergantung pada motivasi yang efektif dan perilaku pemimpin, meningkatkan lingkungan pegawai melalui bimbingan, arahan, dukungan dan ganjalan (Simamora, 2004:145).
2.1.13 Pengaruh antara Komunikasi
Interpersonal Terhadap Semangat
Kerja Dalam usaha meningkatkan prestasi kerja menuntut keterlibatan seluruh bagian dalam perusahaan. Melalui penelitian ini hendak dilihat bagaimana komunikasi yang mengalir pada semua lini komunikasi di perusahaan seperti informasi, teguran, motivasi, perintah, pengarahan, pujian, serta komunikasi yang terbentuk dari karyawan pelaksana dan manajer tingkat menengah seperti pendapat, keluhan laporan dapat berjalan dengan baik.
32
Salah satu tantangan besar didalam komunikasi adalah bagaimana menyampaikan informasi keseluruh bagian organisasi dan bagaimana menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Komunikasi adalah suatu proses dimana informasi dipertukarkan dan dimengerti oleh dua orang atau lebih, biasanya dengan maksud untuk mempengaruhi perilaku mereka. Atasan dan Bawahan para pimpinan organisasi berusaha memecahkan masalah dalam situasi kerja dan masalah – masalah yang menimpa para karyawan secara individual, sehingga dengan demikian dapat menambah semangat kerja yang lebih produktif. Menurut Robbins (2005:121) bahwa komunikasi berperan penting dalam usaha meningkatkan semangat dan kinerja pegawai, karena proses ini berhubungan dengan aliran informasi dimana dalam aliran informasi ada tiga cara yaitu serentak, berurutan dan kombinasi keduanya. Maka dalam hal itu sangat dibutuhkan kerjasama yang baik, antara pimpinan, bawahan maupun antara sesema pegawai dalam hal pemberian perintah/ laporan ataupun bermusyawarah. Suatu hubungan yang tercipta dalam organisasi baik antara pimpinan dan bawahan atau dengan sesama karyawan sangat mempengaruhi semangat kerja karyawan.
2.1.14 Penelitian Terdahulu Dalam rangka mencari perbandingan dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan hasil-hasil penelitian sebelumnya beserta pembahasan, hal tersebut dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran terkait dengan permasalahan yang
33
ada. Penelitian yang menjadi referensi bagi peneliti untuk melakukan penelitian sebagai berikut: Tonapa (2013) meneliti “ Pengaruh Komunikasi Pemimpin Terhadap Semangat Kerja Pegawai Pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur”. Hasil penelitian menyimpulkan: Terdapat pengaruh komunikasi pemimpin terhadap semangat kerja pegawai pada kantor Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur, meskipun peningkatan pada semangat kerja pegawai tidak terlalu pesat. Dari hasil analisis diperoleh Ŷ= 1.054 + 0.638X, artinya setiap peningkatan satu poin komunikasi pemimpin akan meningkatkan semangat kerja pegawai pada kantor Dinas Kesehtan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 0,638. Ikhsanudin (2012) meneliti “Pengaruh Komunikasi Interpersonal Dan Lingkungan
Keluarga
Terhadap
Intensi
Berwirausaha
Siswa
SMK
Muhammadiyah 3 Yogyakarta”. Hasil penelitian menyimpulkan: (1) Terdapat pengaruh yang signifikan komunikasi interpersonal terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta, untuk nilai koefisien regresi 0,131 pada taraf signifikan 5% dan menyumbangkan sebesar 2,9%.; (2) Terdapat pengaruh yang signifikan lingkungan keluarga terhadap intensi berwirausaha siswa SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta, untuk nilai koefisien regresi 0,161 pada taraf signifikan 5% dan menyumbangkan Ahmad, S. 2010. meneliti “ Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada PT. Jasa Raharja (persero) Cabang Riau”. Hasil penelitian menyimpulkan: (1) kepemimpinan mempengaruhi positif dan signifikan terhadap semangat kerja karyawan pada PT. Jasa Raharja (Persero)
34
Cabang Riau; (2) (motivasi) secara parsial memiliki hubungan yang kuat dalam mempengaruhi semangat kerja karyawan pada PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Riau; (3) hasil penelitian yang dilakukan, maka variabel yang lebih dominan mempengaruhi semangat kerja karyawan adalah variabel motivasi yang dilakukan perusahaan. Rochim dan Triyani. 2011. meneliti Analisis Pengaruh Komunikasi, Kepemimpinan Dan Lingkungan Kerja Terhadap Semangat Kerja Guru dan Karyawan”. Hasil penelitian menyimpulkan: (1) Komunikasi berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja, artinya bahwa semakin inten komunikasi yang dilakukan maka akan semakin meningkatkan semangat kerja; (2) Pengaruh kepemimpinan terhadap semangat kerja adalah
signifikan, artinya semakin
meningkat kepemimpinan yang dilakukan akan semakin menambah semangat kerja; (3) Lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap semangat kerja, artinya semakin kondusif lingkungan kerja, maka akan semakin meningkatkan semangat kerja. Abdullah dan Herdiansyah (2008) meneliti “Peranan Komunikasi dan Semangat Kerja Untuk Meningkatkan Prestasi Kerja Karyawan Pada PT. Indoraya Primatex””. Hasil penelitian menyimpulkan: (1) Komunikasi (X1) mempunyai hubungan positif dengan prestasi kerja (Y). Artinya setiap penambahan komunikasi satu satuan akan mempengaruhi prestasi kerja sebesar 0,263 kali, dengan asumsi semangat kerja tetap; (2) Semangat kerja (X2)
mempunyai
hubungan positif dengan prestasi kerja (Y). Artinya setiap penambahan semangat
35
kerja satu satuan akan mempengaruhi prestasi kerja sebesar 0,472 kali, dengan asumsi komunikasi tetap. Tabel 1 Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Sekarang No 1.
Peneliti Tonapa (2013)
Judul Penelitian Pengaruh komunukasi pemimpin terhadap semangat kerja pegawai pada Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur
Persamaan 1. Untuk mengetahui semangat kerja karyawan 2. Hasil dari penelitian terdapat persamaan pengaruh antara variabel bebas dan terikat
Perbedaan 1. Penelitian terdahulu menggunakan regresi sederhana dan penelitian sekarang menggunakan regresi linier berganda 2. Obyek yang digunakan dalam penelitian.
2.
Ikhsanudin (2012)
Pengaruh komunikasi interpersonal dan lingkungan keluarga terhadap intensitas berwirausaha siswa SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta.
1. Menggunakan metode analisis yang sama yaitu analisis regresi linier berganda 2. Hasil dari penelitian terdapat persamaan pengaruh antara variabel bebas dan terikat
Menggunakan variabel bebas yang berbeda. Peneliti terdahulu menggunakan variabel komunikasi interpersonal dan lingkungan keluarga sedangkan peneliti sekarang menggunakan variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal.
3.
Ahmad (2010)
Pengaruh Kepemimpinan dan Motivasi Terhadap Semangat Kerja Karyawan pada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Riau
1. Menggunakan metode analisis yang sama yaitu analisis regresi linier berganda 2. Hasil dari penelitian terdapat persamaan pengaruh antara variabel bebas dan terikat
Menggunakan variabel bebas yang berbeda. Peneliti terdahulu menggunakan variabel kepemimpinan dan motivasi sedangkan peneliti sekarang menggunakan variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal. Menggunakan variabel bebas yang berbeda. Peneliti terdahulu menggunakan variabel komunikasi, kepemimpinan dan lingkungan kerja sedangkan peneliti sekarang menggunakan variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal.
4.
Rochim dan Triyani (2011)
Analisis pengaruh komunikasi, kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap semangat guru dan karyawan
1. Menggunakan metode analisis yang sama yaitu analisis regresi linier berganda 2. Hasil dari penelitian terdapat persamaan pengaruh antara variabel bebas dan terikat
5.
Abdullah dan Herdiansyh (2008)
Peranan Komunikasi dan Semangat Kerja untuk meningkatkan Prestasi Kerja Karyawan Pada PT Indoraya Primatex
1. Untuk mengetahui semangat kerja karyawan. 2. Hasil dari penelitian terdapat persamaan pengaruh antara variabel bebas dan terikat
Menggunakan variabel bebas yang berbeda. Peneliti terdahulu menggunakan variabel komunikasi dan semangat kerja sedangkan peneliti sekarang menggunakan variabel gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal.
Sumber: Konsep yang dikembangkan dalam penelitian ini, 2013. Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Sekarang.
36
2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan teoretis, seperti diutarakan terdahulu maka rerangka pemikiran penelitian ini dapat ditunjukkan seperti pada gambar 1 sebagai berikut:
-
Gaya Kepemimpinan (GK) Pemberian penghargaan Pemberian pujian Tingkat kejelasan Pemberian petunjuk Obyektifitas pimpinan Dorongan dan arahan Frekuensi pengambilan keputusan Fasilitas yang diberikan
Komunikasi Interpersonal (KI) - Frekuensi - Intensitas - Durasi - Ketergantngan komunikasi
Semangat Kerja (SK) -
Tingkat produktivitas kerja Tingkat absensi Tingkat perputaran Tingkat kerusakan Kegelisahan/keluhan Tuntutan Pemogokan
Sumber: GK (Romadhon, 2013); KI (Ikhsanudin, 2012); SK (Nitisemito, 2006:96) Gambar 1 Rerangka Pemikiran Pada gambar 1 di atas dapat dilihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan dan parsial. Selanjutnya untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing masing variabel baik secara simultan dan parsial akan dilakukan pembuktian empiris dengan cara melakukan pengumpulan data dan informasi dari para responden dengan menggunakan instrumen penelitian yaitu kuesioner.
37
2.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, yang kebenarannya masih harus diuji secara empirik (Narbuko dan Achmadi, 2012:29). Narimawati (2008:63) hipotesis adalah suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan. Belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian dan tinjauan teoretis yang telah dikemukakan, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal memiliki pengaruh simultan terhadap semangat kerja karyawan UPT. Balai Yasa Surabaya Gubeng. 2. Gaya kepemimpinan dan komunikasi interpersonal memiliki pengaruh parsial terhadap semangat kerja karyawan UPT. Balai Yasa Surabaya Gubeng. 3. Komunikasi interpersonal berpengaruh dominan terhadap semangat kerja karyawan UPT. Balai Yasa Surabaya Gubeng.