BAB 2
DATA DAN ANALISA
2.1
Data dan Literatur
Metode yang dipakai untuk mendapatkan data adalah melalui: •
Tinjauan pustaka: melalui buku (Pustaka Nada), koran (Kompas) dan internet (wikipedia.org, tokohindonesia.com)
•
Survey lapangan: survey (TK & SD swasta di Jakarta dan Tangerang) dan wawancara dengan narasumber pemerhati buku anak (Murti Bunanta, Kelompok Pencinta Bacaan Anak)
2.1.1 Perkembangan Lagu Anak Indonesia Berikut kutipan dari berita di Kompas hari Kamis, 30 Oktober 2008 yang ditulis oleh Joshua Igho B. G. , seorang musisi yang juga menulis. “Hilangnya Lagu Anak” Pada era 70 hingga 80an, setiap pekan TVRI menayangkan acara Ayo Menyanyi, yang mulai mengudara 3 Juni 1968. Acara ini memperkenalkan lagu-lagu baru dari pencipta lagu ternama seperti Ibu Sud, Pak Dal, Pak Tono, S.M. Moechtar, Kasim St. M. Syah, A.E. Wairata, S. Anjar Sumyana, C. Tuwuh, Martono, Andana Kusuma, Angkama Setiadipradja, Pak Sut, Pak Rat, Kusbini, Daeng Soetigna, Hs. Mutahar, L. Manik, M.P. Siagian, A. Simanjuntak, R.C.
3
4
Hardjosubrata, Sancaya HR, dan Mus K. Wirya. Lagu-lagu ini dibawakan oleh artis-artis cilik yang sedang tenar pada masanya, di antaranya Adi Bing Slamet, Chica Koeswoyo, Diana Papilaya, Dina Mariana, Vien Isharyanto, dan Yoan Tanamal atau dari sanggar-sanggar berprestasi. Berlanjut ke dekade 90-an silam, di mana Joshua Suherman, Sherina, Tasya, Trio Kwek-kwek, dan Agnes Monica masih berjaya sebagai penyanyi cilik. Anakanak seusia para penyanyi itu masih dimanjakan oleh lagu-lagu manis. Setiap pagi, RCTI dan SCTV masih ‘sudi’ menayangkan lagu-lagu anak-anak. Ada pula, Kak Seto (Dr. Seto Mulyadi, mantan ketua Komnas Anak) dengan lagunya Si Komo, atau AT Mahmud dengan lagunya Libur Telah Tiba merupakan pencipta lagu yang memberikan kontribusi besar bagi perkembangan dunia anak. Namun apa yang terjadi pada masa sekarang? Hanya terpaut sekitar 10 tahun, blantika musik anak-anak sudah mengalami lompatan cukup jauh. Televisi dan radio dipenuhi lagu-lagu orang dewasa. Dari genre pop, lagu-lagu semacam “Kekasih Gelapku” (Ungu), “Ketahuan” (Matta), “Teman Tapi Mesra” (Ratu) mengajak anak-anak berpikir layaknya orang dewasa. Sementara dari genre dangdut ada “Kucing Garong”, “Cucakrawa”, “Bokong Gatel”, “Prapatan Celeng”, atau “Putri Panggung” yang dalam setiap penampilan, baik di layar kaca maupun di tengah publik, para penyanyinya selalu menonjolkan goyangan yang seronok dan menantang syahwat. Hiburan yang semestinya hanya boleh dikonsumsi oleh kalangan usia dewasa, itu menjadi menu sehari-hari yang juga ‘disantap’ oleh anak-anak.
5
Kita tidak menampik, di antara hiruk-pikuk peredaran lagu seronok dan bertema percintaan (perselingkuhan) yang membahayakan bagi perkembangan anak, terselip pula lagu cukup mendidik seperti yang dirilis Ada Band (duet bersama Gita Gutawa) berjudul Yang Terbaik Bagimu atau Melly Goeslaw dengan lagunya Bunda dan Kupu-kupu. Namun akan muncul pertanyaan, apakah tiga lagu tersebut sanggup menghadapi kepungan si Kucing Garong, Bokong Gatel, Putri Panggung, Prapatan Celeng, Cucakrawa, Ketahuan, dan Kekasih Gelapku? Dengan amat berat hati saya tidak berani memasang taruhan kemenangan, apalagi ‘filter’ anak-anak zaman sekarang sudah bocor. Tanpa bimbingan orang tua, mereka lebih tertarik pada goyangan penyanyi daripada mengapresiasi kualitas melodi dan syair lagu. Melesunya blantika musik anak-anak akibat tenggelamnya gairah para pencipta lagu menghasilkan lagu anak-anak dewasa ini sebenarnya ditangkap oleh beberapa stasiun televisi dalam bentuk kompetisi seperti AFI Junior (Indosiar, kini sudah tidak tayang) atau Idola Cilik (RCTI). Acara itu dipandang bermanfaat untuk mencari dan memandu bakat menyanyi bagi anak-anak. Namun sayangnya, kemasan yang disajikan masih saja ‘memaksa’ anak-anak untuk menjadi dewasa, bukan apa adanya sesuai perkembangan pikiran mereka. Hal tersebut dapat ditengarai dari jenis lagu yang dibawakan para penampil, hampir semuanya lagu orang dewasa. Akhirnya, kita tidak dapat melihat letak itikad baik stasiun televisi, melainkan eksploitasi anak-anak demi mengejar rating acara yang ujung-ujungnya keuntungan.
6
Dan berikut ini dikutip dari surat pembaca di Kompas tertanggal Senin, 9 Juni 2008 mengenai keprihatinan seorang Ibu terhadap penyelenggara acara yang tidak perduli terhadap lagu untuk anak-anak dalam sebuah event lomba mewarnai. Mau share saja tentang ketidakpedulian salah satu EO acara anak-anak yang bernama Maharani Fitri. Di hari Sabtu, tanggal 7 Juni 2008 lalu putri saya yang masih kelas 1 SD mengikuti lomba mewarnai yang diselenggarakan di ITC Permata Hijau dengan EO Maharani Fitri (contact numbers : 70455603, 7234131, 0856 7858 753, 0813 1417 5643). Begitu lomba akan dimulai, tampillah seorang penyanyi cilik (namanya tidak sempat saya tanya) yang dengan mengagetkannya menyanyikan lagu Dokter Cinta dan mengajak adikadik kecil para peserta lomba untuk menyanyi bersama. Saat itu juga saya menyampaikan keluhan secara baik-baik kepada Panitia (Ibu Neneng) bahwa lagu yang dipilih tidak sesuai dengan audiens-nya. Saya pikir pihak panitia akan dengan berbesar hati mengganti lagunya dengan lagu anak- anak, walaupun tanpa musik pengiring. Tetapi tetap saja lagu itu diperdengarkan dan diteruskan lagi dengan 1 lagu dewasa lain. Setelah itu lomba pun dimulai sampai sekitar 2 jam. Kemudian sambil menunggu penjurian, munculah kembali sang penyanyi cilik, kali ini dengan lagu Separuh Nafas, dan lagi-lagi mengajak para peserta lomba cilik ini untuk menyanyi bersama. Lagi-lagi saya datangi pihak panitia dengan agak jengkel, karena sepertinya mereka tidak peduli dengan perkembangan psikis anak-anak peserta lomba. Mungkin yang ada di pikiran pihak panitia adalah secara komersial mereka sudah untung, tak peduli dengan apa yang dilihat dan didengar oleh anak
7
anak peserta lomba. Ibu Neneng berpendapat bahwa acara tersebut adalah ditujukan untuk umum dalam rangka acara batik, bukan anak-anak semata. Padahal jelas-jelas di formulir pendaftaran dituliskan rentang usia para peserta lomba yang berkisar di antara usia TK dan SD. Ketika saya berargumen lebih lanjut, Ibu Neneng hanya berkomentar bahwa ia tidak punya waktu untuk melayani saya, yang notabene adalah orangtua adalah peserta lomba acara yang diadakannya. Sungguh saya sedih dengan situasi seperti ini. Betapa EO Maharani Fitri tidak peduli dengan kekhawatiran orangtua. Melalui surat pembaca ini saya himbau agar para orangtua tidak mengikutsertakan putra-putrinya dalam acara-acara yang diadakan EO tersebut.
Rina Palupi Budisusilowati, SE, MM Jl. Cipulir IV No. 22, Kebayoran Lama Jakarta Selatan
AT Mahmud pun mengungkapkan keprihatinan serupan terhadap perkembangan lagu anak Indonesia. Demikian kutipan dari wawancara beliau dengan wartawan TokohIndonesia.com di kediamannya di Jakarta Selatan, Senin, 8 September 2003. Menurutnya, banyak sekali lagu yang dinyanyikan anak-anak bukan lagu anak melainkan lagu orang dewasa dengan pikiran dan kemauan orang dewasa. Anakanak hanya menyanyikan saja. Tanpa pemahaman dan penghayatan akan isi lagu. AT Mahmud mencontohkan dua lagu yaitu “Aku Cinta Rupiah” dan “Mister
8
Bush”. “Anak kecil mana tahu nilai rupiah atau dolar atau ringgit dan mata uang lainnya. Mereka juga tidak begitu kenal dan hirau dengan George Bush Junior yang melakukan invasi ke Iraq. Mereka belum memikirkan hal itu. Semua itu adalah pikiran dan kemauan orang dewasa yang dipaksa disuarakan anak-anak,” paparnya. Menurut beliau, lagu anak-anak hendaknya mengungkapkan kegembiraan, kasih sayang, dan memiliki nilai pendidikan yang sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis anak. Bahasa dalam lagu anak pun harus menggunakan kosakata yang akrab di telinga anak.
2.1.2
Data Primer
Data kualitatif hasil dari wawancara penulis: Berdasarkan wawancara penulis dengan beberapa guru TK, SD di Jakarta dan Tangerang, penulis mendapatkan gambaran jelas mengenai pengajaran lagu anak di sekolah. Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan: 1. Lagu apa saja yang biasa diajarkan di sekolah? 2. Manakah yang lebih banyak dinyanyikan? Lagu berbahasa Inggris, Mandarin, atau Indonesia? Mengapa?
9
3. Menurut Anda, apakah lagu yang diajarkan di sekolah berpengaruh terhadap perkembangan pikiran dan psikologis anak? 4. Seberapa intens pengajaran lagu anak di sekolah? 5. Bagaimana pendapat Anda mengenai lagu ciptaan AT Mahmud?
Berikut adalah jawaban mereka: 1. Pujian rohani, lagu-lagu yang sesuai dengan tema yang akan di ajarkan di kelas. 2. Lagu indonesia dan Inggris. Tentunya, untuk menambah kosakata anak-anak baik dalam bahasa Indonesia maupun Inggris. selain itu juga untuk mengasah daya komunikasi anak. 3. Cukup berpengaruh. Misalnya untuk lagu-lagu rohani, anak jadi lebih mengenal tentang Tuhan (Tuhan yang penuh kasih, Tuhan yang penolong, Tuhan yang mengampuni). Sedangkan untuk lagu-lagu reguler, kata-katanya yang positif dapat memotivasi anak utnuk bertindak serupa. Selain itu, kata-kata yang membangun dapat mengajarkan anak untuk memiliki sikap yang lebih positif. 4. Setiap hari anak-anak di ajak untuk menyanyi. 5. Lagu-lagu tersebut merupakan lagu yang sederhana tetapi baik untuk di ajarkan kepada anak-anak dan mudah dimengerti anak-anak, apalagi sekarang semakin sedikit lagu-lagu untuk anak-anak Debora Natalia, guru kelompok bermain IPEKA Tomang
10
1. Lagu anak-anak seperti Lihat Kebunku, Kasih Ibu dan beberapa lagu Sekolah Minggu. 2. Lagu Indonesia. Karena saya mengajar Bahasa Indonesia. Lagu berbahasa Inggris dan Mandarin diajarkan oleh guru bahasa yang bersangkutan atau guru Musik. 3. Ya. Lagu anak jelas memliki pengaruh terhadap perkembangan pikiran anak. Misalnya lagu Dua Mata saya yang mengajarkan tentang panca indera manusia. 4. Setiap hari sebelum belajar anak-anak selalu menyanyi dulu. 5. Bagus dan memotivasi anak untuk belajar. Melly, guru bahasa Indonesia kelas 1SD BPK Penabur Kota Modern
1. Days of the week songs, Counting songs, Alphabet songs, Weather songs, Animals song, dan lain-lain. 2. Hanya lagu berbahasa Inggris, karena memang tujuan pengajaran kami adalah menciptakan lingkungan yang berbahasa Inggris. 3. Ya. Berpengaruh. Menambah pengetahuan anak dan juga membentuk cara pikir mereka. 4. Pre-school = 75% ; Kindergarten = 50%, Primary = 25% 5. It’s okay. Esther Siwi, guru pra TK dan TK Tumbletots dan Kinderfield
11
1. Lagu-lagu rap dan r&b, (The ABC Rap, Counting Skillz, etc) Lagu-lagu anak sejenis ini sedang in di Amerika. 2. Bahasa Inggris karena saya mengajar di sekolah nasional plus dan internasional. 3. Sangat berpengaruh. Pengaruhnya terutama di ingatan, cara berpikir dan kemampuan anak berpikir kreatif (otak kanan). 4. Saya tidak langsung mengajar anak menyanyi. 5. Wah, saya tidak kenal AT Mahmud. Saya dulu lama bersekolah di luar negeri. Henry Ulaan, guru 1-3SD I-Tutor.net, Mindlab Indonesia & Christian Internasional School
1. Semua lagu sesuai tema yang hendak diajarkan di sekolah. Contoh lagunya seperti, Apple Red, Everybody Clap Your Hands, dan lain-lain. Anak-anak suka lagu yang ada gerakannya. 2. Lagu berbahasa Inggris. Mulai K1 (TK A) semua anak diharapkan sudah dapat berbahasa Inggris sehari-hari dan tidak lagi berbahasa Indonesia demikian juga lagu-lagu mereka. Beberapa guru primary orang asing. Dan kurikulum kami mengacu pada sekolah Cambridge. Anak dipersiapkan menjadi bagian dari “warga dunia”. 3. Jelas berpengaruh. Anak lebih cepat menangkap pelajaran dari lagu disbanding dari pengajaran verbal biasa.
12
4. Setiap hari Nursery selalu diajarkan menyanyi termasuk saat senam pagi sebelum pelajaran dimulai. Semakin dewasa, pengajaran lagu semakin sedikit. Di K1 makin sedikit, dan di K2 hanya untuk mengisi kekosongan materi saja. 5. Anak mungkin akan mengenal lagu-lagu AT Mahmud dari rumah, bukan dari sekolah. Diana, guru Nursery Sekolah Internasional Pelangi Kasih, PIK
Dari hasil wawancara, penulis berkesimpulan bahwa sekolah swasta masih mengajarkan lagu anak-anak Indonesia kepada siswanya. Sedangkan sekolah nasional plus dan internasional tidak.
2.2
Data Pendukung
2.2.1 Tentang A.T. Mahmud Abdullah Totong Mahmud lahir di Palembang, Kampung 5 Ulu Kedukan Anyar, 3 Februari 1930. Ia anak kelima dari sepuluh bersaudara dari pasangan Masayu Aisyah dan Masagus Mahmud. Di rumah, kampung, dan teman sekolah, ia lebih dikenal dengan nama Totong. AT Mahmud masuk Sekolah Rakyat (SD) ketika tinggal di Sembilan Ilir. Setahun
13
kemudian, 7 tahun, ia dipindahkan ke Hollandse Indische School (HIS) 24 Ilir. Di sini guru musiknya mengenalkan notasi angka dengan cara menarik, yaitu dengan kata-kata “do-dol-ga-rut-e-nak-ni-an”. Setelah murid menguasai tinggi urutan nada dengan baik, naik dan turun, melalui latihan dengan kata-kata, guru mengganti kata-kata dengan notasi. Latihan lanjut membaca notasi angka pun diberikan, seperti menyanyikan bermacam-macam jarak nada (interval), bentuk dan nilai not. Sesudah itu barulah muridmurid diberi nyanyian baru secara lengkap untuk dipelajari. Pada tahun 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah pada bala tentara Jepang. Saat itu ia duduk di kelas V HIS. Dalam keadaan peralihan kekuasaan pemerintahan itu, ia pindah ke Muaraenim. Di sana, ia dimasukkan ke sekolah eks HIS, yang telah berganti nama menjadi Kanzen Syogakko. Di sinilah ia mulai bermain sandiwara dan mengenal musik. Sandiwara yang pernah ia ikuti adalah ketika sekolah mengadakan pertunjukan pada akhir tahun ajaran bertempat di gedung bioskop. Cerita yang ditampilkan legenda dari Sumatra Barat, berjudul Sabai Nan Aluih dan ia berperan sebagai Mangkutak Alam. Di kota ini pula ia berkenalan dengan Ishak Mahmuddin, seorang pemimpin orkes musik Ming yang terkenal di kota Muaraenim. Ishak kemudian mengajarinya bermain gitar. Selain itu, Ishak yang pandai mengarang lagu itu turut membimbingnya mengarang lagu. Melihat kemampuan Mahmud yang terus meningkat, Ishak pun mengajaknya bergabung dengan Orkes Ming umtuk memainkan alat musik, dan kadang-kadang ukulele serta bas. Pada tahun 1962, Pada tahun yang sama ia dipindahtugaskan ke Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak (SGTK) di Jalan Halimun, Jakarta Selatan. Di sini seolah ia menemukan lahan subur untuk mengembangkan bakat musiknya, khususnya mencipta lagu anak
14
anak. Ia pun meninggalkan kuliah bahasa Inggris, keluar dari Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, dan menekuni musik. SGTK memiliki suasana yang mendorongnya untuk menekuni dunia musik. Pimpinan sekolah sendiri senang akan musik. Guru Seni Musik pandai bermain piano dan mengarang lagu. Siswa SGTK turut memberikan dorongan baginya untuk mengarang lagu anak-anak. Tiap kali siswa SGTK melakukan latihan praktek mengajar, ada yang memerlukan lagu dengan tema tertentu menurut tugasnya. Pada masa itu, mencari lagu anak-anak yang sesuai dengan anak-anak agak sulit. Siswa yang memerlukan lagu baru datang kepadanya meminta dibuatkan lagu. Dan ternyata, lagu tersebut disukai. Hal ini membesarkan hatinya dan membuatnya makin tekun mengarang lagu anak-anak. Lagu anak-anak tentu berbeda dengan lagu untuk orang dewasa yaitu pada pikiran, perasaan, dan perilaku anak itu sendiri. Ia pun mempelajari lagu anak-anak yang telah ada, seperti lagu-lagu Ibu Sud, Pak Dal, dan pencipta lagu anak-anak yang lain. Dorongan untuk membuat lagu datang pula dari guru-guru. Salah satunya adalah Ibu Rosna Nahar. Para siswa pun senang dengan lagu-lagu ciptaannya. Ia kemudian membentuk kelompok paduan suara siswa SPG. Lagu ciptaannya terus bertambah, dan mulai tersebar di Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar terdekat, kemudian melebar di sekolah-sekolah lain. Radio Repulik Indonesia (RRI) memintanya membantu mengisi acara anak-anak pada sore hari, dengan memperkenalkan lagu lama maupun baru. Kesempatan ini ia pergunakan untuk memperkenalkan lagu ciptaannya sendiri. Pelan tapi mantap, lagu-lagunya mulai dikenal di kalangan anak-anak, guru sekolah, dan orang tua. Tahun 1968, Televisi Republik Indonesia (TVRI) mengundangnya. Salah
15
seorang pejabat di sana menjelaskan bahwa TVRI ingin menyelenggarakan sebuah acara baru, yaitu musik anak-anak tingkat SD. Ia diminta untuk mengoordinasi acara ini. Akhirnya jadilah sebuah acara bertajuk “Ayo Menyanyi” yang mulai mengudara tanggal 3 Juni 1968. Dari lagu-lagu yang dikirimkan, dan masih dikenal, antara lain: "Terima Kasihku" oleh Sri Widodo dari Yogyakarta, "Bunga Nusa Indah" oleh Djoko Sutrisno, dan 'Anugerah" oleh Indra Budi (putra Bu Meinar). Ayo Menyanyi telah menjadi salah satu wadah bagi mereka yang berminat untuk membuat lagu anak-anak, pendidikan musik anak-anak khususnya. Bertanggal April 1968, ia menerima sebuah lagu dari Mochtar Embut, berjudul "Ibu Guru Kami", yang kemudian disiarkan di TVRI. Atas usul AT Mahmud, tahun 1969 TVRI menambah acara lagu anak yaitu “Lagu Pilihanku”. Jika “Ayo Menyanyi” berbentuk pelajaran untuk menyanyikan lagu baru, maka “Lagu Pilihanku” bersifat lomba. Jumlah peserta lima orang yang dipilih melalui tes. Untuk testing, calon peserta harus melapor diri pada Kepala Sub Bagian Pendidikan, yang kemudian akan memperoleh Surat Peserta Testing. Testing dilakukan oleh dua orang yang ditunjuk koordinator acara, berlangsung di studio TVRI. Acara ini ditayangkan dua kali sebulan, bergantian setiap seminggu sekali dengan Ayo Menyanyi. Setelah kedua acara di atas berlanjut dan berkesinambungan selama 20 tahun, pada tahun 1988, atas suatu kebijaksanaan pimpinan TVRI, seluruh tim diminta mundur dari kedua acara tersebut. Untuk beberapa saat acara Ayo Menyanyi dengan nama lain dilanjutkan dengan pembawa acara seorang artis, yang berlangsung tidak lama. Kemudian, pembawa acara digantikan seorang artis lain. Itu pun hanya bertahan
16
sebentar, kemudian untuk seterusnya menghilang sama sekali dari tayangan di TVRI. Kehadiran acara Ayo Menyanyi dan Lagu Pilihanku, ternyata telah menarik minat kalangan perusahaan rekaman untuk merekam lagu anak-anak pada piringan hitam. Tercatat nama perusahaan rekaman, seperti: Remaco, Elshinta, Bali, Canary Records, Fornada, J & B Records. Lagu-lagu ciptaan AT Mahmud pun mendapat perhatian. Di samping lagu-lagu ciptaan pencipta lainnya, ada sekitar 40-an lagu A. T. Mahmud tersebar pada 7 (tujuh) piringan hitam antara tahun 1969, 1972, dan tahun-tahun sesudah itu, yakni Citaria, Musim Panen. Jangkrik, Gelatikku. Layang-Layangku, Ade Irma Suryani, Kereta Apiku, Jakarta Berulang Tahun, Pemandangan, Timang Adik Timang, Pulang Memancing, Hadiah untuk Adik, Tidurlah Sayang, Mendaki Gunung, Sekuntum Mawar, Tepuk Tangan, Kincir Air, Dua Ekor Anak Kucing, Bulan Sabit, Lagu Tor-Tor, Tupai, Burung Nuri, Di Pantai, Senam, Bintang Kejora, Aku Anak Indonesia, Aku Anak Gembala, Kunang-Kunang, Naik Kelas, dan Awan Putih. AT Mahmud juga menciptakan lagu anak bernapaskan islami atas usulan dari salah satu lembaga pendidikan Islami. Mulailah ia mencari buku-buku referensi. Dari beberapa buku Islami yang dibaca, ia mulai mempelajari tentang seni Islam, musik Islam. Ia menemukan jawaban pada buku yang ditulis M. Quraish Shihab "Wasasan Al-Quran", bagian keempat: "Wawasan Al-Quran tentang Aspek-Aspek Kegiatan Manusia" subbab "Seni". Selain itu, AT Mahmud juga menghimpun semua lagu yang diciptakan dalam bentuk buku. Beberapa buku yang pernah diterbitkan antara lain: 1. “Lagu Anak-Anak Kami Menyanyi” (44 lagu) disusun pada tahun 1969 dan
17
“Lagu Anak-Anak Main Ayunan” (30 lagu) pada tahun 1970 yang dicetak dengan biaya sendiri. 2. “Nyanyianku” (30 Lagu) Penerbit PT Sinar Bandung. 3. “Lagu Anak-Anak” tahun 1976, I. Elisa dari Bandung menerbitkan sendiri 8 lagu cipaannya dalam gubahan untuk iringan piano. 4.
“Merdu Berlagu” dalam 4 jilid. Penerbit Yudhistira Jakarta.
5. “Mustiqa Dzikir Nyanyian Islami Berdasarkan Hadis Rasulullah”. Grasindo. 6. Buku Musik 1, 2, 3, dan 4 untuk SPG. Proyek Penyedian Buku Sekolah Guru Tahun ke-5 Pembangunan Lima Tahun I 1973/1974. 7. “Musik di Sekolah Kami Belajar Seni Musik Aktif dan Kreatif untuk Sekolah Dasar” yang diterbitkan Balai Pustaka tahun 1994, ditulis bersama Bu Fat. 8.
“Musik dan Anak” atas permintaan Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan 1994/1995 Direktorat Jenderal Pendidikan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
9. Pustaka Nada 230 Lagu Anak-Anak. Grasindo, 2008. Sekitar bulan Oktober 1999, Seli (Seli Theorupun Pontoh) dari Sony Music bertamu ke rumahnya. Dia datang bersama Dian Hadipranowo yang ternyata pernah menjadi guru piano cucunya, Sasti. Seli menjelaskan maksud kedatangan mereka, pertama ingin berkenalan dengan AT Mahmud, kedua, Sony Music bermaksud memunculkan kembali lagu anak-anak yang dahulu akrab di telinga anak-anak Indonesia. Mereka yakin, di kalangan orang tua pada umumnya ada rasa kerinduan akan lagu semacam itu. AT Mahmud terkejut dengan apa yang disampaikan. Ia sangat senang lagu-lagu karyanya diperhatikan. Segera ia serahkan sejumlah koleksi lagu-lagu yang kebetulan
18
telah difotokopi dari naskah asli. Menjelang bulan Mei 2000, Sony Music telah memilih 15 (lima belas) lagu dengan penyanyi Tasya (Shafa Tasya Kamila), dan penata musik Dian Hadipranowo. Pada 4 Mei 2000 lagu-lagu yang terpilih dengan label Sony Wonder berjudul "Libur Telah Tiba" dengan subjudul "Karya Abadi A. T. Mahmud" diedarkan. Setahun kemudian tanggal 5 Juni 2001 Sony Wonder mengedarkan album kedua dengan semua lagu ciptaannya berjudul "Gembira Berkumpul". Kemudian 18 Oktober 2001, menjelang bulan Ramadan 1422 H, Sony Wonder meluncurkan album "Ketupat Lebaran" yang memuat 11 (sebelas) lagu Islami. Tiga di antara lagu itu, liriknya ditulis oleh Ni Luh Dewi Chandrawati, yakni "Ketupat Lebaran", "Sahur Telah Tiba", dan "Tanganku Ada Dua". Dua lagu diambil dari lagu lama yang tidak dikenal nama penciptanya. Atas prestasinya di bidang musik, AT Mahmud telah banyak menerima penghargaan. Beberapa penghargaan pernah diberikan pada beliau, di antaranya, Hadiah Seni dari Pemerintah (Oktober 1999), penghargaan lontar dari wakil presiden terdahulu, Megawati Soekarno Putri (Februari 2001), Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Pemerintah RI (Keppres No. 052/TK/Tahun 2003), Lifetime Achievement Award dari Anugerah Musik Indonesia (2003) atas sumbangsihnya terhadap dunia musik.
19
2.2.2
Daftar Lagu Ciptaan A. T. Mahmud
Berikut adalah beberapa judul lagu ciptaan A. T. Mahmud yang terhimpun dalam buku Pustaka Nada (Grasindo, 2008). •
Siapa Namamu
•
Bungaku
•
Mata Angin
•
Naik Turun
•
Ayamku
•
Merah Putih
•
Tangan di Mana
•
Dua Ekor Anak
•
Jam Dinding
•
Tangkaplah Aku
Kucing
•
Tukang Sayur
•
Bagaimana
•
Jari-Jari
•
Pohon Rindang
•
Taman Kanak
•
Rumah Kami
•
Trala Trili
Kanak
•
Lagu Bermain
•
Betapa Segar
•
Tidurlah
•
Ikut Aku
•
Jika
Mengitari
•
Senam
•
Anak yang
Bintang
•
Di Kebun
Pandai
•
Cicak
•
Aku Sayang Ibu
•
Bermain Tepuk
•
Terima Kasih,
Binatang •
tangan
Ayam Dik Yanto
Ya Tuhan
•
Rotiku
•
Bulan
•
Warna-Warni
•
Terompetku
•
Kunang-Kunang
•
Tasku yang Baru
•
Lonceng Ayah
•
Angin
•
Gendang dan
•
Menerima Tamu
•
Hadiah Untuk
Terompet
•
Tinggal Berapa
Gajah
•
Daun
•
Sehabis Mandi
Ibu dan Ayah •
Cemara
20
•
Pamanku Datang
•
Si Manis
•
Layang-Layang
•
Bintang Kejora
•
Irdam temanku
•
Tupai
•
Loncengku
•
Ruri Abangku
•
Capung
•
Pergi Belanja
•
Belalang
•
Hujan
•
Tiup Sulingmu
•
Putri Malu
•
Hujan Rintik-
•
Tepuk Tangan
•
Awan Putih
(I)
•
Gelatikku
•
Buih
•
Aku Berenang
•
Lagu Jangkrik
•
Tepuk tangan
•
Di Pabrik
•
Seperti Kupu
•
Pelangi
•
Amelia
•
Ayo Menyanyi
•
Jika Ibuku Tua
•
Ade Irma
•
Ayo Menari
Suryani
•
Tari rebana
•
Anak dengan
Nanti •
Tujuh Ekor Ikan
•
Lagu Nasihat
Mas
•
Raja Kecil
•
Larilah Kudaku
•
Tukang Semir
•
Aku Anak Gembala
•
Lagu Bebek
•
Burung
•
(II)
Daun •
•
•
Membuang Sampah
Sepatu
Bernyanyi (I) •
Rintik
Hadiah Untuk
•
Bersih dan Sehat
Adik
•
Prajurit Rakyat
Timang Adik
•
Main Musik
Timang
•
Musik Sedang
Kupu-Kupu
•
Cilupba
yang Lucu
•
Main Ayunan
•
Barisan Musik
Kupu-Kupu
•
Main Galah
•
Melihat Pawai
Bermain
21
•
Gerak Jalan
•
Kereta Apiku
•
Kereta Api
•
Senam Irama
•
Burung Nuri
•
Di Stasiun
•
Menjual Koran
•
Kembang dan
•
Bis Kota
•
Naik Kelas
•
Tuhan yang Esa
•
Libur Telah Tiba
•
Tuhan
•
Libur telah Usai
•
Bintang
•
Kembali ke
•
Nelayan (I)
•
Aku dan Bintang
Sekolah
•
Nelayan (II)
•
Nasehat Ibu
•
Gendang
•
Kincir Air
•
Aku Tahu
•
Lagu Tor Tor
•
Senja
•
Bu Guru Sakit
•
Tari Kipas
•
Pantun
•
Helikopter
•
Ketupat lebaran
•
Angklung
•
Aku Ingin Jadi
•
Lebaran
•
Selamat Jalan
Penerbang
•
Idul Fitri
•
Perilaku
Jika Aku
•
Maaf Lahir
•
Berikan Dunia
Batin
Selamat Pagi
•
Tahun Baru
Matahari
•
Buai-Buai
•
Pencinta Alam
•
Mengapa
•
Anggrek
•
Bungaku •
Irina
Menangis •
Pulang Memancing
Gembira Berkumpul
Kami
Nahkoda
•
•
Kumbang •
Bendera Berkibar
Pramuka •
Aku Putra Indonesia
•
Gemar Membaca
•
Di Sini Kita Bertemu
22
•
Kembangkan
•
•
Halamanku
Kemah-Kemah
Bintang di Puncak
Mendaki
•
Perahu Laju
•
Lagu Tari
Gunung
•
Tuhanku
•
Di Mata Mama
•
Pramuka Sejati
•
Teratai
•
Lagu Gembira
•
Burung Layang-
•
Pantun Pramuka
•
Aku Anak
•
Burung Pipit
•
Sasti
Indonesia
•
Ke Laut
•
Masa Muda
•
Cinta Negeri
•
Di Pantai
•
Buang Jauh
•
Di Bawah
•
Angin Bertiup
Langit Malam
•
Sekuntum
•
•
Kampung
Ada Bintang •
Ayu
Layang
Praja Muda
Selamat Tidur,
Rasa Resah •
Burung-Burung Kecil
Mawar
Karana
•
Tari Tanggai
•
Lembah Hijau
•
Pemandangan
•
Ibu
•
Sukacita
•
Tanah Terpuji
•
Tidurlah Sayang
•
Indonesiaku
•
Bulan Sabit
•
Tertib Lalu
•
Burung
•
Bulan Telah
bernyanyi (II)
Lintas
Terbit
•
Ibuku Tersayang
•
Hijau Lestari
•
Ambilkan Bulan
•
Mawar Merah di
•
Desaku Indah
•
Ombak
Atas Meja
•
Lestari
•
Air Terjun
Awan
•
Bulan di Atas
•
Kampungku
•
Musi
23
•
Burung-Burung
•
Burung Camar
Masih
•
Azan
Bernyanyi
•
Doa
•
Sahabat Lama
•
Senja di Pantai
•
Indah Tanah
•
Pemuda Pembangunan
•
Indonesia Tanah Tercinta
Kuta
•
Musim Panen
Airku
•
17 Agustus 1945
•
Langit
•
Suara Suling
•
Perata P-3
•
Wawasan
•
Pulanglah
•
Mengamalkan
Nelayan
Pancasila
•
Senja di Desa
•
Sumpah Pemuda
•
Indah Indah
•
Maju Berjuang
•
Lagu Buaian
2.2.3
Nusantara •
Bangun Negeriku
•
Untuk Guruku
•
Citaria
Sejarah Awal Buku Pop Up
Movable book (buku yang dapat digerakkan) diciptakan sudah lama sekali, jauh sebelum orang-orang mulai menyadarinya. Awalnya movable book tidak dibuat untuk anak-anak, tetapi untuk orang dewasa. Dipercaya bahwa movable book pertama kali muncul di manuskrip tentang astrologi pada tahun 1306. Lalu pada tahun 1560an, movable book pertama yang dicetak muncul. Pada tahun 1564 movable book lainnya muncul dalam buku astrologi yang berjudul Cosmographia Petri Apiani mulai dipublikasikan. Beberapa tahun setelahnya, kalangan medis menggunakan format serupa, yakni untuk
24
menggambarkan banyak anatomi tubuh dengan menampilkan lapisan (layer) dan bukaan (flap) yang menunjukkan tubuh manusia Mulai tahun 1700an, movable book baru dibuat untuk anak-anak. Produk buku yang dapat digerakkan pertama yang sukses di pasaran adalah serial Harlequinade, didesain oleh London Printer dan Robert Sayer. 1765, Sayer mengembangkan gaya buku buka tutupnya (lift the flap).
Gambar 2.2.3.1 The Harlequinade
Dean and Son adalah penerbit pertama yang memfokuskan diri memproduksi buku yang dapat digerakkan dalam skala besar. Thomas Dean, pendirinya sebelum tahun 1800, adalah yang pertama mencari keuntungan dari proses cetak pertama, litografi, yang diciptakan di Jerman tahun 1798. Bisnis mereka secara khusus membuat buku mainan (toy book) , bentuk yang banyak dipakai di awal abad 19. Anaknya, George menjadi partner tahun 1847, toy book mereka merajai pasaran dari tahun 1840 hingga 1880an.
25
Tahun 1856, Dean meluncurkan serial fairy tale dan cerita petualangan dengan judul New Scenic Books yang memiliki konsep pop up pertama. Pada tahun 1860, Dean dikenal sebagai pelopor buku yang dapat digerakkan.
Gambar 2.2.3.2 The Royal Punch & Judy as Played before the Queen at Windsor Castle & the Crystal Palace. London: Dean & Son, (1861).
Beauty and the Beast. Home Pantomime Toy Books. London: Dean & Son, (1873).
Selama abad ke-19, Perancis memulai ketertarikannya terhadap boneka kertas dan mulai memproduksi mainan kertas, termasuk buku yang dapat digerakkan. Penerbit A. Capendu dari Paris meluncurkan beberapa buku yang dapat digerakkan dalam serial Libraire Enfantine Illustrare yang mengedepankan teknik “pull-the-tab”.
26
Gambar 2.2.3.3 Le Chaperon rouge. Librairie enfantine illustrare. Paris: A. Capendu, Editeur, (1890).
Sedangkan, dari Jerman ada Lothar Meggendorfer yang mengembangkan buku yang dapat digerakkan. Hasil karya pertamanya adalah Living Pictures (1878), yang dibuatnya sebagai hadiah Natal untuk anaknya, Adolf. Selanjutnya, ia mendesain dan mengilustrasikan 200 buku yang dapat digerakkan. Buku-bukunya yang kebanyakan mengedepankan teknik “pull-the-tab” kompleks diterbitkan dalam bahasa Jerman dan Inggris, disesuaikan untuk pasar yang berbeda.
27
Gambar 2.2.3.4 The Sportsman
The Lady Singer
Meggendorfer, Lothar. Comic Actors: A New Movable Toybook. London: H. Grevel & Co., (1895)
Pada tahun 1880, Mc Loughlin Brothers menjadi produser movable book terbesar di Amerika. Perusahaan ini mengambil ide dari Dean dan menawarkan produk serupa kepada masyarakat Amerika. Movable book yang paling terkenal dari Mc Loughlin adalah Little Showman’s Series.
28
The Lions' Den. Little Showman's Series (1st series). New York: McLoughlin Bros.,(1880).
Raphael Tuck adalah orang Jerman pertama yang membuat buku movable yang unik. Ia pindah dari Jerman ke Inggris sewaktu muda, saat ia masih berprofesi sebagai pembuat mebel. Pada tahun 1866, ia membuka toko kecil yang menjual dan membuat bingkai untuk gambar juga membuat chromolithograph, yang kebanyakan dicetak di Jerman. Tuck and Sons memproduksi movable book yang mengedepankan teknik pop up dengan efek 3 dimensi. Bukunya yang terkenal adalah Fun at The Circus, sebuah serial buku yang terkenal dan dijual dengan harga terjangkau. Buku ini diproduksi dalam 2 jenis, berwarna dan hitam putih (untuk diwarnai oleh pemiliknya).
29
"Piggie's Jump" Fun at the Circus. London; Paris; New York: Raphael Tuck & Sons, [ca. 1900]. Sayangnya, pada tahun 1940, rumah Rahael dibom dalam suatu serangan militer di London sehingga bisnisnya hancur. Selain Raphael Tuck, ada pula seorang berkebangsaan Jerman, Ernest Nister yang membuat movable book. Tempat usaha Nister berpusat di Nuremburg, pusat pembuatan mainan pada abad ke 19. Sedangkan percetakannya di Bavaria, di mana hasil cetakan terbaik dihasilkan di sini. Sepanjang tahun 1891-1900, perusahaan Nister memproduksi banyak buku berkualitas baik dari segi ilustrasi maupun cetakan. Buku-bukunya didistribusikan melalui perwakilan Nister di London untuk pasar Inggris dan penerbit Dutton untuk pasar Amerika. Salah satu kontribusi Nister pada sejarah movable book adalah picture book dengan gambar yang dapat “menghilang”. Dean juga pernah menggunakan teknik sejenis ini yang mengadaptasi dari prinsip kerai Venesia. Ilustrasi dari buku sejenis ini berbentuk kotak dibagi menjadi 4 atau 5 bagian mendatar ataupun tegak. Ketika tab di samping
30
buku ditarik, gambar sebelumnya menghilang berubah membentuk gambar baru. Nister kemudian membuat variasi dari teknik ini menjadi bentuk lingkaran. Dan menyempurnakan teknik ini tanpa perlu menarik tab (tarikan) secara manual, tapi otomatis begitu buku dibuka.
Magic Windows: An Antique Revolving Picture Book. New York: Philomel Books, 1980. Originally published under the title In Wonderland, London: Nister, 1895.
Pada awal tahun 1829, penerbit Inggris, Louis “The Wizzard” Giraud menciptakan serial dari buku yang berdimensi berjudul Daily Express Children’s Annual and the Bookano Stories. Buku berseri ini memberkenalkan struktur kertas yang akan memiliki dimensi apabila buku dibuka 180 derajat. Dipercaya, Theodore Brown, seorang penemu yang bekerja membuat motion picture awal, adalah paper engineer yang mendesain buku tersebut.
31
Istilah pop up pertama kali diperkenalkan oleh penerbit Amerika, Blue Ribbon pada tahun 1932 untuk memperkenalkan buku pop up berseri Harold Lentz, seorang seniman dari Ohio, yang juga ilustrator dan paper engineer dari buku ini. Pada pertengahan 1960an, seorang pengusaha buku pop up Amerika, Waldo Hunt dan Ib Penick, paper engineer memulai pergerakan baru buku pop up. Dengan menciptakan buku secara domestik di New York, Hunt menetapkan standar baru dari buku pop up yang kompleks dengan harga terjangkau. Bekerjasama dengan penulis, ilustrator, dan paper engineer dari seluruh dunia, Hunt berhasil menerbitkan ribuan buku pop up yang dipublikasikan ke seluruh dunia.
Jabberwocky. Nick Bantock. 1991. Penerbit: Viking Penguin.
32
Alice’s Adventures in Wonderland. Robert Sabuda. 2003. Penerbit: Simon & Schuster.
Pada masa sekarang, desainer, paper engineers, dan ilustrator bekerja pada perusahaan sejenis ICI (Intervisual Communications) memproduksi model movable book untuk berbagai penerbit internasional. Buku-buku pop up ini kemudian dikonstruksi di Meksiko, Amerika Selatan, atau Singapura. Meskipun desain buku pop up dan konstruksinya biasanya hasil dari kerja tim, beberapa nama seperti Robert Sabuda, Nick Bantock, Jan Pienkowski, dan David Pelham, dikenal akan karyanya dan teknik mereka yang inovatif di dunia buku pop up.
2.2.4
Data Pembanding
Berikut adalah 5 buku pembanding yang digunakan penulis sebagai referensi:
33
1.
Dora the Explorer: Music to Go
Penerbit
: Publications International Ltd. (Juli 2006)
Deskripsi
: Anak-anak dapat menyanyi dengan karakter favorit mereka
menggunakan MP3 player yang terpisah. Bukunya berisi 20 lirik lagu, masingmasing dengan icon tersendiri. MP3 player termasuk tombol Play, Shuffle, dan Stop. Di LCD nya terdapat icon pixel yang dapat bergerak. Lagu yang ada di dalam buku ini antara lain: Dora the Explorer Theme Song, We Did It Song, Good Morning to You, Come On/Vamonos. 28cm x 28cm, 3 baterai AAA yang dapat diganti. $ 25.5.
2.
Disney’s Princess Music Player
34
Penerbit
: Reader’s Digest Children’s Publishing Inc. (Agustus 2004)
Deskripsi
: Buku cerita 32 halaman berisi cerita baru dari putri-putri Disney
dilengkapi CD player lagu-lagu theme song di film. $ 25.
3.
Elmo’s Tappin’ Tunes
Penerbit
: Publication International Ltd. (Desember 2007)
Deskripsi
: Belajar bermain xylophone dengan karakter favorit Sesame
Street. Mainkan lagunya hingga selesai, kemudian ikuti lampu yang menyala sesuai bunyi lagu yang tadi didengar. Ada 10 lagu di dalam bukunya, di antaranya adalah The Muffin Man, Alphabet Song, Skip to My Lou, Sign a Song with Big Bird, Rain Rain Go Away. 30cm x 30cm, 3 baterai AAA yang dapat diganti. $24.
35
4.
Finding Nemo: Explorers Rock!
Penerbit
: Publication International Ltd. (Mei 2006)
Deskripsi
: Buku pop up bercerita mengenai petualangan mencari Nemo
dilengkapi 10 lagu yang dapat dimainkan dengan menekan tombol karakter Nemo di sebelahnya.
36
5.
Birdscapes a Pop Up Celebration of Bird Songs in Stereo Sound
Penulis : Miyoko Chiu (The Cornell Lab of Ornithology, New York) Deskripsi
: buku pop up 7 halaman berisi jenis-jenis keanekaragaman
burung dilengkapi suara burung yang dapat didengar di 7 daerah tertentu, meliputi: Gurun Sonora, Koloni Burung Laut Pasifik, Hutan Pemisah di Timur, Tundra di Arktik, Rawa Siprus, Padang Rumput, dan Hutan Hujan Pasifik. Telah terjual 400.000 copy di seluruh dunia. $60.
2.3
Target Audience
2.3.1 Demografi Usia: 30-40 tahun yang memiliki anak usia 5-7 tahun Jenis kelamin: laki-laki dan perempuan Pendidikan: SMA, perguruan tinggi
37
Kelas ekonomi: menengah ke atas (SES A-B)
2.3.2 Psikografi •
Target primer: orang tua yang memiliki anak usia 5-7 tahun yang ingin anaknya mengenal lagu anak Indonesia.
•
Target sekunder: semua orang tua yang ingin anaknya mengenal lagu anak Indonesia.
2.3.3 Geografi •
Target primer: Jakarta
•
Target sekunder: kota-kota besar dan daerah pinggir kota lainnya yang ada di Indonesia
2.4
Produk
Berikut ini adalah spesifikasi untuk buku lagu pop-up AT Mahmud dengan pemutar musik:
•
Jenis
: buku pop-up dengan pemutar musik
•
Ukuran
: 26 cm x 21 cm, pemutar musik 8 cm x 26 cm
•
Isi
: 13 halaman spread
•
Harga
: Rp 250.000,-
38
2.5
Data Penyelenggara
PT. GRAMEDIA WIDIASARANA INDONESIA Jalan Palmerah Selatan 22-28 Jakarta 10270 - Indonesia (021) 5483008, 5480888, 5490666 PT Gramedia Widiasarana Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Grasindo adalah salah satu anak usaha dari Kelompok Kompas Gramedia. Grasindo didirikan pada tahun 1990 seiring dengan diluncurkannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasionaln yang membuka cakrawala baru di bidang pengembangan jasa peningkatan mutu pendidikan. Sejak saat itu, banyak pengusaha yang kemudian beralih ke industri penerbitan. Grasindo diciptakan untuk berpartisipasi dan mengantisipasi derasnya jasa pendidikan yang tidak jarang bergeser dari misi semula. Grasindo memilih untuk mengembangkan sumber daya manusia Indonesia yang mayoritas berada pada umur produktif. Tahun 1990, sebuah majalah pendidikan yang bernama ARIF terbit perdana. ARIF diterbitkan untuk mengisi kebutuhan anak-anak terutama di usia sekolah dasar, dalam mempersiapkan diri ke tingkat pendidikan selanjutnya. Seiring dengan kebutuhan dari berbagai kalangan, maka Grasindo juga mengembangkan sayapnya ke buku-buku di luar buku teks atau buku pelajaran. Diawali dengan diterbitkannya buku cerita-cerita rakyat, lagu anak-anak karya komposisi Indonesia yang
39
diakui handal seperti bapak AT Mahmud dan ibu Kasur, permainan anak-anak yang menunjang kepiawaian anak dalam bidang matematik yaitu Polydron, dan buku-buku "Bagaimana" atau "How To" untuk orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Alasan lain pengembangan beberapa produk ini adalah mengantisipasi lajunya media elektronika yang menampilkan film-film ataupun cerita-cerita yang sebenarnya kurang sesuai dengan usia anak-anak terutama anak-anak di tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Terlebih lagi, kurangnya pendampingan para orang tua ketika mereka mengkonsumsi tayangan-tayangan atau permainan-permainan tersebut.
2.6
Analisa SWOT
2.6.1
Strength •
Lagu AT Mahmud yang banyak dikenal generasi terdahulu dan karyanya sesuai dengan perkembangan pikiran dan jiwa anak-anak.
•
Idenya adalah memilih beberapa lagu ciptaan AT Mahmud, lalu menggabungkannya dalam satu kesatuan cerita yang membuat lagunya lebih mudah diingat. Anak juga dapat belajar dari cerita, selain dari lagu.
•
Buku yang bersifat interaktif, mengundang partisipasi, keaktifan motorik dan sensorik anak.
•
Dilengkapi alat pemutar musik yang dapat mengeluarkan suara sehingga anak dapat langsung mempelajari lagu melalui pendengaran, di samping membaca dan menikmati keindahan ilustrasi yang ada.
40
2.6.2
Weakness •
Harga relatif mahal.
•
Biaya produksi yang mahal karena banyak memerlukan perhatian pada detail buku dan kemampuan craftsmanship yang tinggi.
•
Format pop-up dan alat elektronik yang relatif mudah rusak di tangan anak yang usianya lebih kecil/tidak hati-hati.
2.6.3
Oportunity •
Masih sedikit produksi buku interaktif pop-up buatan Indonesia.
•
Di Indonesia masih sedikit buku anak yang dilengkapi alat elektronik sederhana yang menunjang isi buku.
•
2.6.4
Buku bergambar cenderung lebih menarik perhatian anak.
Threat •
Banyaknya buku impor serupa (interaktif dan dilengkapi alat elektronik sederhana) dengan karakter kartun yang lebih dikenal anak-anak (seperti Dora, Nemo, Spongebob).
•
Paradigma orang tua mengenai buku anak buatan Indonesia yang kualitasnya masih belum baik.
•
Anak tidak familiar dengan lagu-lagu AT Mahmud.