BAB 1V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian Setelah mengadakan kegiatan wawancara yang dilakukan dengan beberapa orang guru yang telah disertifikasi melalui PLPG pada Sekolah Dasar di Kecamatan Tilongkabila Kabupaten Bone Bolango, di peroleh gambaran tentang perkembangan kompetensi guru terutama pada kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian dan profesional sebagai berikut: 1.
P engembangan kompetensi pedagogik guru a. Pemahaman terhadap peserta didik Pemahaman terhadap peserta didik merupakan salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru. Sedikitnya terdapat tiga hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu tingkat perkembangan afektif, psikomotor dan perkembangan kognitif. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan informan 1 selaku Guru Kelas II di SDN I Tilongkabila di ruangannya. beliau menyatakan bahwa: “Penilain tingkat kecerdasan peserta didik dimulai dari pengelompokkan peserta didik yang sudah mampu dan yang belum mampu untuk mengembangkan pemahamannya terhadap proses pembelajaran, sehingga bagi peserta didik yang belum mampu diberikan tugas tambahan untuk diselesaikan pada waktu peserta didik tersebut kembali dari sekolah”. ( 1.1//W/GK. II /4.4.2012). Hasil wawancara dengan informan 2 selaku guru kelas IV di SDN II Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa:
“Kecerdasan peserta didik dapat dibuktikan melalui kemampuan mental dasar peserta didik yang diiringi dengan kemampuan memahami ide-ide yang diekspresikan dengan kata dan kalimat, dan dapat berpikir secara logis”. (1.1/W/GK. IV/5.4.2010). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 3 selaku guru kelas VI di SDN III Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa: “ Pemahaman peserta didik dapat dilihat dan dinilai dari kecakapan peserta didik dalam memahami materi pelajaran serta dapat dinilai pada kreativitas peserta didik dalam mengaktualisasikan pemahamannya dalam bidang keterampilan, dan kesehatan baik fisik maupun psikis peserta didik”. ( 1.1/W/GK. VI /6.4.2012) Penjelasan ini diperkuat oleh informan 4 selaku guru kelas VI di SDN 6 Tilongkabila, beliau menyatakan bahwa: “Penilain tingkat kecerdasan peserta didik dapat dilihat melalui golongan IQ yang terendah dan IQ tertinggi. Pada golongan IQ terendah misalnya memberi penguatan (reinsforcement) contoh anak yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, jika anak tersebut sudah mulai mengenal atau membaca akan diberikan hadiah berupa permen atau coklat sampai anak itu lancar membaca, sedangkan pada golongan IQ tertinggi itu termasuk peserta didik yang dapat dilatih misalnya pada kegiatan belajar membaca, menulis, berhitung sederhana, dan dapat mengembangkan kecakapan secara terbatas.”. (1.1/W/GK. VI /10.4.2012) Sependapat dengan informan 5 selaku guru kelas V yang menyatakan bahwa: “ Dalam memahami peserta didik, langkah yang pertama beliau lakukan adalah memahami latar belakang peserta didik, misalnya dalam hal kesehatan, beliau akan memantau kesehatan peserta didiknya dalam setiap menerima materi pelajaran, kemudian langkah yang kedua yaitu dengan melihat tingkat kecerdasan peserta didik, disini beliau akan mengelompokkan peserta didik yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi dan yang rendah. Bagi peserta didik yang tingkat kecerdasannya rendah akan selalu dibimbing dan diberi motivasi dalam kegiatan belajar. Langkah yang ketiga yaitu dengan melihat kreativitas peserta didik dalam menerima materi pelajaran”. (1.1/W/GK. V/10.4.2012)
Uraian di atas menggambarkan bahwa sebagai guru harus memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak, sehingga mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati masa-masa sulit dalam usia yang dialami anak. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemahaman terhadap peserta didik dapat disesuaikan dengan tingkat kecerdasan peserta didik, latar belakang peserta didik, kreativitas peserta didik dan kondisi fisik peserta didik. b. Perancangan Pembelajaran Perancanagn pembelajaran merupakan salah satu kompetensi pedagogis yang harus dimiliki guru yang akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran. Perancangan pembelajaran sedikitnya mencakup tiga kegiatan yaitu identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran. Menurut informasi yang diperoleh dari guru kelas II menyatakan bahwa: “ Penyususnan RPP merupakan suatu proses yang sistematik untuk menghasilkan suatu pembelajaran yang biasanya dapat dilakukan melalui pembuatan silabus, program mingguan, program tahunan
serta melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang disesuikan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan”. (1.2/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya menurut informan 2 melalui hasil wawancara guru kelas IV, diperoleh informasi bahwa: “Perancangan pembelajaran akan dimulai dari penyusunan RPP yang kemudian diikuti dengan penyusunan silabus. Dalam silabus ini, semua rencana pembelajaran pada tiap-tiap mata pelajaran mengacu pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)”. (1.2/W/GK.IV/5.4.2012). Sesuai informasi yang diperoleh melalui hasil wawancara dengan informan 3 selaku guru kelas VI diruangannya yakni: “Penyusunan program pembelajaran akan dimulai dari pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus. RPP merupakan bagian dari perencanaan proses pembelajaran yang meliputi tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar. Sedangkan silabus merupakan rencana pembelajaran pada kelompok mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar”. (1.2/W/GK. VI /6/4/2012). Pernyataan ini sesuai dengan informasi dari guru kelas II di SDN I Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: Pernyataan ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan 4 selaku guru kelas VI di SDN 6 Tilongkabila diruang kepala sekolah. Beliau menyatakan bahwa: “ disamping RPP sebagai suatu peran penting dalam menentukan arah pembelajaran, juga sebagai produk jangka pendek yang mencakup komponen program kegiatan belajar dan proses pelaksanaan program. Sehingga pada hakikatnya rencana pelaksanaan pembelajaran ini hakikatnya merupakan suatu sistem yang terdiri dari kompenen yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan pembelajaran”. (1.2/W/GK. VI /10.4.2012).
Hal senada disampaikan oleh informan 5 selaku guru kelas V dalam wawancaranya: “Bahwa penyusunan program pembelajaran terdiri dari penyusunan silabus, penyusunan program tahunan, program semester, rencana pelaksanaan pembelajaran, penyusunan bahan ajar yang mencakup kompenen program kegiatan belajar dan proses pelaksanan program. Dan kompenen program mencakup kompetensi dasar, materi standar, metode dan tehnik, media dan sumber belajar, waktu belajar dan daya dukung lainnya.”. (1.2/W/GK. V/10.4.2012). Dari informasi ini dapat disimpulkan bahwa penyusunan program pembelajaran ini merupakan kegiatan guru yang dilakukan dari awal sampai akhir dapat direncanakan secara strategis, termasuk guru dalam mengantisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan. c. Pemahaman guru terhadap landasan pendidikan Disamping guru memahami peserta didik, guru juga dituntut untuk memahami dan mengkaji landasan pendidikan. Menurut hasil wawancara dengan informan 1 menyatakan bahwa: “Landasan pendidikan mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pada sila 1; Ketuhanan yang maha esa, 2; Kemanusian yang adil dan beradab, 3; Persatuan indonesia, 4; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan 5; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”. (1.3/W/GK.II/4.4.2012). Menurut informasi yang diperoleh dari guru kelas IV di SDN II Tilongkabila menyatakan bahwa:
“Guru memahami landasan pendidikan melalui Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi setiap warga negara indonesia
berhak
mendapatkan
pendidikan”.
(1.3/W/GK.
IV/5.4.2012). Selanjutnya menurut hasil wawancara dengan informan 3 selaku guru kelas VI di SDN III Tilongkabila menyatakan bahwa: “Landasan pendidikan itu megacu pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Ayat 2 berbunyi setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib untuk membiayainya”. (1.3/W/GK. VI /6.4.2012). Sependapat dengan informan 4 selaku Guru Kelas VI di SDN 6 Tilongkabila dalam wawancaranya menyatakan bahwa : “Guru memahami landasan pendidikan melalui Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 yang berbunyi semua warga indonesia berhak mendapat pendidikan yang sama”. (1.3/W/GK. V/10.4.2012). Hal senada disampaikan oleh informan 5 selaku Guru Kelas V di SDN 6 Tilongkabila dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Landasan pendidikan itu mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1dan 2”. (1.3/W/GK.V/10.4.2012). Paparan data diatas menyatakan bahwa pemahaman guru terhadap landasan pendidikan mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pada pasal 31 ayat 1 dan 2 d. Pelaksanaan pembelajaran yang kondusif. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran, salah satu kompetensi pedagogik yang harus dimiliki guru seperti dirumuskan dalam Standar
Nasional Pendidikan dan Rencana Peraturan Pemerintah tentang guru adalah bahwa guru harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Hal ini berarti, bahwa pelaksanaan pembelajaran harus berangkat dari proses dialogis antar sesama subjek pembelajaran, sehingga melahirkan pemikiran kritis dan komunikasi. Tanpa komunikasi tidak akan ada pendidikan yang sejati. Menurut hasil wawancara dari informan 1 yang dilakukan diruangannya. Beliau menyatakan bahwa: “ Agar supaya pelaksanaan pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh peserta didik, hal yang pertama saya lakukan adalah bersikap ramah terhadap anak-anak didik saya kemudian menyiapkan alat-alat peraga yang sesuai dengan materi pelajaran yang dicapai pada saat itu. (1.4/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya menurut hasil wawancara informan 2. Beliau menyatakan bahwa: “ Bahwa dalam melaksanakan pembelajaran yang menyenangkan, beliau menciptakan suasana kelas yang teratur, tidak bersifat diskriminatif terhadap peserta didik, contoh riilnya misalnya dalam hal penilaian, disini beliau tidak memandang peserta didik dari latar belakang keluarganya. kemudian menyampaikan materi pelajaran dengan bahasa yang baik dan benar yang bisa dipahami oleh peserta didik, sehingga proses pembelajaran berjalan sesuai dengan kurikulum yang sudah ditetapkan. (1.4/W/GK. IV/5.4.2012). Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang disampaikan oleh informan 3 selaku guru kelas VI, yakni: “Bahwa dalam menciptakan pembelajaran yang kondusif atau menyenangkan, saya akan melaksanakan pembelajaran yang berbentuk pakem yang dalam arti semua pelajaran yang saya
ajarkan akan melibatkan peserta didik agar supaya tujuan pembelajaran dapat tercapai” (1.4/W/GK. VI/6.4.2012). Menurut informasi yang diperoleh dari guru kelas VI, beliau menyatakan bahwa: “Guru bisa menciptakan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan apabila semua bahan atau materi pelajaran sudah dipersiapkan sebelumnya, kemudian melibatkan peserta didik dalam kelompok diskusi. Dan hal itu beliau sudah laksanakan”. (1.4/W/GK. VI/10.4.2012). Selanjutnya menurut hasil wawancara informan 5. Beliau menyatakan bahwa: “Dalam melaksanakan pembelajaran yang bisa menyenangkan peserta didik, saya selaku penanggung jawab kelas itu akan berusaha menciptakan suasana kelas yang benar-benar bisa menciptakan suasana yang menyenangkan dengan cara tidak berpatokan pada satu metode pelajaran tetapi akan mengganti metode lainnya dengan membentuk suatu kelompok kecil agar suasana pembelajaran pada saat itu akan benar-benar dapat dinikmati oleh peserta didik. Kemudian memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeluarkan pendapat atau argumennya terhadap pertanyaan yang diberikan”. (1.4/W/GK. V/10.4.2012). Hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa pada tahap pelaksanaan pembelajaran yang kondusif atau menyenangkan sudah dilaksanakan sesuai dengan rancangan pembelajaran. Guru sudah dapat mengelola kelas dengan baik. e. Guru melaksanakan evaluasi dan hasil belajar dengan berbagai metode pembelajaran.
Penentuan alat evaluasi pembelajaran ini telah ditentukan sebelummnya dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dalam menentukan evaluasi. Beberapa alat yang digunakan dalam melakukan evaluasi, yakni alat yang berupa tes dan non tes. Alat yang berupa tes yakni soal-soal yang dikerjakan secara tertulis oleh peserta didik pada akhir proses pembelajaran. Sedangkan alat evaluasi berupa non tes yaitu pertanyaan secara lisan dan tes unjuk kerja. Penilaian hasil kerja dan kemampuan guru dalam melakukan proses pembelajaran sebagian besar ditunjang oleh hasil evaluasi. Jika hasil evaluasi baik maka guru telah berhasil, jika hasilnya kurang baik maka perlu dilakukan tindak lanjut. Menurut informan 1 dalam wawancaranya: “sebenarnya alat evaluasi yang akan digunakan telah ditentukan dalam penyusunan RPP, guru tinggal melaksanakannya saja. Jika ada hambatan guru akan mencari solusi karena hasil evaluasi ini menjadi penunjang dalam pencapaian nilai oleh guru”. (1.5/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya menurut hasil wawancara informan 2. Beliau menyatakan bahwa: “Alat evaluasi yang digunakan dalam mengukur kemampuan peserta didik adalah berupa alat evaluasi tes. Disini saya bisa menilai peserta didik dengan kemampuan yang ada yang dimiliki oleh peserta didik itu sendiri. Dan hal itu sudah dituangkan dalam rencana pembuatan pembelajaran”. (1.5/W/GK.IV/5.4.2012).
Banyak guru yang merasa keberatan dengan penggunaan alat evaluasi dalam bentuk tes ini. Sebagaimana yang diutarakan oleh informan 3 selaku guru kelas VI dalam wawancaranya: “Penentuan alat evaluasi berupa tes ini sangat merugikan guru, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor peserta didik. Banyak peserta didik kurang mampu memahami pelajaran walaupun guru sudah maksimal dalam melakukan proses pembelajaran, jika peserta didik tersebut tidak mampu mengisi tes maka guru dinilai tidak berhasil. Nilai guru tergantung dari hasil evaluasi peserta didik. Jelas ini sangat merugikan guru. Saya pribadi sangat keberatan dengan adanya hal ini”. (1.5/W/GK. VI/6.4.12). Hal serupa diungkapkan oleh informan 4 dan 5. Dalam wawancaranya: “Sebenarnya saya kurang setuju dengan penggunaan alat evaluasi berupa tes yang selama ini dilakukan ditiap-tiap sekolah. Karena dalam proses pembelajaran kita sebagai guru sudah mengetahui karakter peserta didik, ada yang acuh terhadap guru, ada yang bandel dan ada pula yang daya tangkapnya terhadap pelajaran sangat kurang. Ini disebabkan oleh kurangnya bimbingan orang tua dirumah, sehingga peserta didik sering tidak memperhatikan guru pada saat pelajaran sedang berlangsung. Walaupun guru sudah berusaha semaksimal mungkin dalam melakukan proses pembelajaran dengan sebaikbaiknya. Saya keberatan jika nilai yang saya peroleh tergantung pada nilai hasil evaluasi tersebut. Saya lebih setuju bila alat evaluasi ini menggunakan alat berupa non tes, seperti pertanyaan lisan dan unjuk kerja peserta didik, dengan evaluasi ini kita bisa langsung melakukan pengamatan dan melakukan penilaian”. (1.5/W/GK. VI/10.4.2012). Paparan wawancara diatas dapat diketahui bahwa dalam penentuan alat evaluasi lebih banyak menggunakan alat berupa tes. Hal ini dianggap guru sangat merugikan mereka. Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru kurang setuju dengan alat evaluasi tersebut, antara lain: (1) faktor peserta didik yang kurang paham terhadap pelajaran; (2) kurangnya perhatian peserta didik dalam proses pembelajaran; (3) prilaku negatif peserta didik.
Alat evaluasi berupa non tes, seperti pertanyaan lisan dan ujuk kerja lebih disetujui oleh guru. Beberapa alasan guru lebih menyetujui hal ini adalah: (1) proses penilaian langsung dapat dilakukan; (2) peserta didik akan berusaha untuk menjawab pertanyaan dalam bentuk lisan; (3) tes unjuk kerja menjadikan peserta didik lebih fokus pada materi yang dibahas. f. Membimbing peserta didik untuk mengembangkan potensinya. Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas,
berbasis pada perencanaan dan solusi atau
masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar anak dapat meningkat dan target perencanaan guru dapat tercapai. Pada prinsipnya, kesemua aspek kompetensi pedagogik di atas senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan kajian masalah dan alternatif solusi.
Menurut hasil wawancara dari informan 1 selaku guru kelas II. Beliau menyatatakan bahwa: “Disamping peserta didik dapat mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, sekolah juga melaksanakan kegiatan pengayaan
dan remedial untuk mengulang mata pelajaran yang belum dipahami oleh peserta didik”. (1.6/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya menurut hasil wawancara informan 2. Beliau menyatakan bahwa: “Beliau dapat membimbing peserta didiknya untuk mengembangkan potensinya melalui kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah baik itu melalui kegiatan kurikuler maupun ekstra kurikuler”. (1.6/W/GK. IV/5.4.2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 3 selaku guru kelas VI. Beliau menyatakan bahwa: “ Mengembangkan potensi peserta didik bisa saja dilakukan dengan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang bisa disebut eskul yang dilaksanakan diluar sekolah misalnya peserta didik dapat mengikuti kegiatan kesenian, olah raga, kepramukaan, keagamaan dan sebagainya. Kegiatan ini disamping membentuk bakat peserta didik, juga dapat membentuk watak dan kepribadian anak didik dalam suatu kelas dengan kelas lainnya”. (1.6/W/GK. VI/6.4.2012). Menurut hasil wawancara dari informan 4 selaku guru kelas VI. Beliau menyatatakan bahwa: “ Untuk membimbing peserta didik dalam mengembangkan potensinya misalnya mengikutsertakan peserta didik untuk mengikuti berbagai lomba bidang studi. Disini beliau membina peserta didik yang ikut lomba tersebut sampai pada tingkat anak tersebut sudah memahami betul soal yang diberikan”. (1.6/W/GK. VI/10.4.2012).
Hal senada disampaikan oleh informan 5. Beliau menyatakan bahwa: “Dalam membimbing peserta didik untuk mengembangkan potensinya melalui kegiatan berupa lomba bidang studi dan mengikuti kegiatan kepramukaan. Dan kegiatan kepramukaan ini dilaksanakan setiap pada hari sabtu”. (1.6/W/GK. VI.10.4.2012). Selanjutnya implementasi pengembangan kompetensi pedagogik guru di lapangan menunjukkan bahwa arah pengembangan kompetensi pedagogik guru adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara
operasional,
kemampuan
mengelola
pembelajaran
menyangkut tiga fungsi manajerial seperti yang tertera pada Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir a dikemukakan bahwa ketiga fungsi manajerial itu adalah perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian. Dimana pada perencanaan ini guru harus menetapkan tujuan proses pembelajaran, sedangkan pada pelaksanaan atau inplementasi , guru harus memberikan kepastian bahwa proses belajar mengajar telah memiliki sumber daya manusia dan sarana prasarana yang diperlukan, sehingga dapat membentuk kompetensi yang mencapai tujuan yang diinginkan. Selanjutnya pada pengendalian, guru harus mengambil tindaka-tindakan perbaikan apabila terdapat perbedaan yang signifikan
atau
adanya
kesenjangan
proses
untuk
melaksanakan
kegiatan
pembelajaran yang aktual di dalam kelas dengan yang telah direncanakan. 2. Pengembangan kompetensi kepribadian guru. a. Kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor kepribadian guru yang kurang mantaf, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan tidak senonoh yang merusak citra martabat guru. Sesuai hasil wawancara dengan informan 1, selaku Guru Kelas II di SDN I Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Kompetensi Kepribadian (Personal) Guru adalah kemampuan pribadi guru dalam melaksanakan tugasnya, hal ini terkait dengan kepribadian yang mantap dalam melakukan suatu tindakan terhadap peserta didik, guru-guru lainnya, orang tua maupun masyarakat. Contoh misalnya dalam bertindak terhadap peserta didik yang tidak memahami pelajaran yang diberikan yaitu dengan cara mengulang kembali materi yang diajarkan sampai anak tersebut memahami materi yang diberikan, kemudian disusul dengan pemberian tugas untuk dikerjakan pada waktu anak akan pulang kerumah”. (2.1/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 2, selaku Guru Kelas IV di SDN II Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “ Kepribadian guru merupakan sifat atau prilaku yang dimiliki oleh setiap manusia termasuk guru yang berada disekolah ini. Menurut beliau jika ada peserta didik yang tidak mematuhi peraturan yang
diberlakukan disekolah ini walaupun sudah ditegur secara berulang-ulang maka beliau akan mengambil tindakan untuk memberitahukan masalah tersebut kepada orang tua peserta didik agar perbuatannya tidak diulangi kembali. Dalam proses pembelajaran jika kedapatan ada anak yang mengganggu temantemannya sementara anak tersebut sedang mengerjakan tugas yang diberikan, maka beliau akan menghukum anak tersebut sesuai dengan hasil perbuatannya. Misalnya dengan memberikan tugas untuk menghafal perkalian dimuka kelas atau memaparkan kembali materi yang sudah diajarkan”. (2.1/W/GK. IV/5.4.2012). Penuturan wawancara dari informan 3, selaku Guru Kelas VI di SDN III Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “kompetensi Kepribadian (personal) Guru adalah kemampuan pribadi guru dalam berkomunikasi dengan peserta didik, misalnya pada mata pelajaran matematika ada anak yang tidak memahami cara-cara untuk memecahkan soal tersebut. Disini beliau akan mengulang kembali materi yang diajarkan sampai anak-anak didiknya memahami betul untuk memecahkan soal-soal itu. Kalaupun ada anak yang belum mamahaminya, beliau tetap membimbingnya tetapi dilanjutkan nanti sesudah anak-anak pulang sekolah. Dan menurut beliau bahwa tindakan tersebut bukan berupa hukuman tetapi cara untuk mendorong anak-anak tersebut untuk tetap belajar walaupun waktunya diperpanjang sampai minimal 1 jam kedepan”. ( 2.1/W/GK. VI/6.4.2012). Menurut hasil wawancara dari informan 4, selaku Guru Kelas VI di SDN 6 Tilongkabila dan informan 5, selaku Guru Kelas V. Beliau menjelaskan bahwa: “ Ujian bagi guru dalam melaksanakan tanggungjawabnya adalah dengan memberi tindakan kepada peserta didiknya, contoh riilnya dalam masalah anak yang tidak memahami materi pembelajaran walaupun beliau sudah berupaya agar anak tersebut tetap dibina sampai berulang-ulang kali. Tetapi hasilnya tidak memuaskan. Disini beliau mengambil tindakan anak tersebut setiap harinya diberikan tugas tambahan atau istilahnya pekerjaan rumah dengan berharap agar anak didiknya bisa dibantu oleh orang tuanya. Tetapi walaupun sudah diberikan tugas kerumah, anak tersebut masih tetap tidak bisa memahami pelajaran yang diberikan”. (2.1/W/GK. VI/10.4.2012).
Dari pemaparan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa guru selalu memberikan hukuman kepada peserta didiknya yang belum memahami materi yang diberikan, tetapi hukuman yang diberikan oleh guru disini hanya berupa pemberian tugas agar supaya anak tersebut dapat termotivasi untuk lebih giat belajar. b. Kepribadian yang disiplin, arif dan berwibawa. Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi pribadi guru disiplin, arif, dan berwibawa. Kita tidak bisa berharap akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kurang disiplin, kurang arif, dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif, dan berwibawa. Menurut hasil wawancara dari informan I, selaku Guru Kelas II di SDN I Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa: “Guru bisa menempatkan diri sebagai seorang pendidik apabila memiliki pribadi yang disiplin, arif dan berwibawa. Beliau menyatakan bahwa ketiga hal itu sangat perlu, dan hal itu sudah dilaksanakan meskipun banyak diantara peserta didik yang kurang prilakunya terhadap orang-orang yang berada dilingkungannya tetapi kami sebagai guru-guru disekolah ini dapat mengatasinya”. (2.2/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 2, selaku Guru Kelas IV di SDN II Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Kedisiplinan merupakan tata tertib yang harus dipatuhi oleh semua yang berada disekolah manapun. Jika ada guru yang tidak disiplin terhadap peraturan maka kemungkinan besar peserta
didiknya akan mengikuti guru tersebut. Tetapi jika ada peserta didik yang melanggar aturan yang sudah diberlakukan disekolah, maka saya sebagai guru akan menegur dan memberi hukuman terhadap anak tersebut. Supaya perbuatannya tidak ditiru oleh peserta didik lainnya”. (2.2/W/GK. IV/5.4.2012). Penuturan wawancara dari informan 3, selaku Guru Kelas VI di SDN III Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Guru bertindak terhadap peserta didik melalui membantu peserta didik dalam mengembangkan pola prilaku dirinya. Contoh riilnya, ada seorang anak yang berprilaku tidak sesuai bahkan bertentangan dengan sikap moral yang baik. Misalnya rambut dicat sendiri, membolos, tidak mengerjakan pekerjaan rumah, membuat keributan di kelas, melawan guru, berkelahi. Disini beliau akan memperlihatkan terhadap anak tersebut bahwa dalam menangani kasus seperti itu, beliau tidak terlalu menekan terhadap anak yang sudah melanggar aturan tetapi beliau akan memperlihatkan prilaku seorang guru yang baik dalam mendisiplinkan anak dengan harapan agar anak tersebut tidak mengulangi perbuatan yang tidak sesuai dengan norma yang ada di sekolah maupun masyarakat”. (2.2/W/GK. VI/6.4.2012). Hal senada disampaikan oleh informan 4, selaku Guru Kelas VI di SDN 6 Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Guru bertindak terhadap peserta didik disesuaikan dengan perbuatan yang dilakukannya dilingkungan sekolah. Jika kita menghukum anak yang bersalah dalam proses pembelajaran berlangsung hukumannya berupa pemberian tugas yang berupa menjawab soal-soal pelajaran pada saat itu. Dan menurut saya itu merupakan hukuman berupa memberi motivasi untuk anak yang kurang memahami materi pelajaran”. (2.2/W/GK. VI/10.4.2012). Melihat dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam bertindak terhadap peserta didik, harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa.
c. Ahlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik Kompetensi kepribadian guru yang dilandasi akhlak mulia tentu saja tidak mudah akan tetapi memerlukan usaha sungguh-sungguh, kerja keras, tanpa mengenal lelah, dengan niat ibadah tentunya. Melalui guru yang demikianlah, kita berharap pendidikan menjadi ajang pembentukan karakter bangsa. Yang akan menentukan warna masa depan masyarakat Indonesia, serta harga dirinya di mata dunia. Demikian pula guru merupakan teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Menurut hasil wawancara dari informan I, selaku Guru Kelas II di SDN I Tiolngkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Sebenarnya dalam memberikan teladan pada peserta didik itu sudah merupakan tanggungjawab kita sebagai guru yang ada disekolah manapun termasuk beliau, untuk itu beliau memberikan keteladan terhadap peserta didik dengan berpenampilan dengan menarik, dalam arti menarik disini yaitu berpakaian sopan, kemudian memberikan contoh bekerja keras dalam melaksanakan kegiatan yang diselenggarakan disekolah”.(2.3/W/GK. II/4.4.2012). Penuturan wawancara dari informan 2, selaku Guru Kelas IV di SDN II Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Memberikan teladan bukan saja dilihat dari penampilan berpakaian yang sopan, tetapi dilakukan dengan perbuatan yang sesuai dengan norma-norma yang ada disekolah maupun masyarakat. Contoh riilnya didalam lingkungan sekolah, kita sebagai guru harus memperlihatkan kerjasama antar sesama
pendidik untuk membimbing agar peserta didik tidak berbuat sesuatu yang melanggar etika yang ada disekolah tersebut”. (2.3/W/GK.IV/5.4.2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 3, selaku Guru Kelas VI, informan 4, selaku Guru Kelas VI dan informan 5, selaku Guru Kelas 6. Beliau menyatakan bahwa: “Contoh keteladan yang dilaksanakan disekolah adalah tidak membeda-bedakan peserta didik, melakukan kerjasama dengan guru-guru lainnya, datang tepat sebelum peserta didik berada disekolah, melaksanakan aturan yang sudah disepakati bersama”. (2.3/W/GK.VI/6.4.2012). Dari informasi ini dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sebagai seorang guru tidak boleh berbuat dan melakukan suatu tindakan yang dapat merusak martabat sebagai guru. 3. Pengem bangan kompetensi sosial guru a. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Sebagaimana telah dikemumkakan, bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunkasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Jika disekolah guru diamati dan dinilai oleh peserta didik, dan oleh teman sejawat serta atasannya, maka di masyarakat dinilai dan diawasi oleh masyarakat.
Dalam
kesempatan
tertentu
sejumlah
peserta
didik
membicarakan kebaikan gurunya, tetapi dalam situasi lain mereka membicarakan kekurangannya, demikian pula dimasyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya guru sering minta pendapat teman sejawat atau peserta didik tentang penampilannya sehari-hari, baik disekolah maupun dimasyarakat,
dan segera memanfaatkan pendapat yang telah diterima dalam upaya mengubah atau memperbaiki penampilan tertentu yang kurang tepat. Menurut hasil wawancara dengan informan 1 selaku guru kelas II di SDN I Tilongkabila, menyatakan bahwa: “Dalam berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, beliau berusaha untuk bersikap ramah dan menunjukkan sikap memahami kesulitan peserta didik, guru lainnya yang kemudian dapat memberikan saran perbaikan apabila ada peserta didik yang memiliki kesulitan dalam pembelajaran”. (3.1/W/GK. II/4/4/2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 2 diperoleh informasi bahwa: “Berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik bukan saja dilakukan pada waktu didalam kelas, tetapi bisa saja dilakukan diluar sekolah contoh riilnya adalah memotivasi anak untuk lebih giat belajar, mendorong anak untuk mengembangkan bakatnya seperti bermain sepak bola, bulu tangis, takraw dan lain sebagainya”. (3.1/W/GK. IV/5.4.2012). Penuturan wawancara dari informan 3. Beliau menyatakan bahwa: “Komunikasi yang efektif dengan peserta didik dilakukan pada saat memberikan materi pembelajaran, misalnya dalam tindakan apersepsi, guru memberikan pertanyaan kepada peserta didik dan peserta didik menjawab apa yang dipertanyakan pada saat itu. Sehingga komunikasi antara guru dengan peserta didik memang benar-benar terjadi”. (3.1/W/GK. VI/6.4.2012). Hal senada disampaikan oleh informan 4 dan 5 dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Komunikasi itu terjadi kapan saja dengan peserta didik, misalnya dalam kegiatan belajar mengajar, disini guru selalu berkomunikasi dengan peserta didiknya melalui dalam penyampaian materi pelajaran”. (3.1/W/GK. VI/10.4.2012).
b. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan serta orang tua/wali peserta didik. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif bukan saja dilakukan dengan peserta didik, tetapai juga dilakukan dengan sesama pendidik. Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 1, selaku Guru Kelas II di SDN I Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa: “Berkomunikasi dengan guru atau teman sejawat melalui suatu program, dimana kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang secara rutin dilaksanakan, mengingat bahwa hal tersebut merupakan salah satu tugas yang dituntut untuk dilakukan guru-guru dalam mengembangkan kompetensi sosial ini. Menurut informan ini bahwa pengembangan kompetensi ini dibuat untuk mengembangkan profesionalisme guru dalam melaksanakan tugas. Dan hal ini dapat dilaksanakan pada Kelompok Kerja Guru (KKG),” .(3.2/W/GK. II/4.4.2012). Penuturan dari informan 2, selaku Guru Kelas IV di SDN II Tilongkabila. Diperoleh informasi bahwa: “Sikap yang dilaksanakan untuk mengembangkan kompetensi sosial yaitu memotivasi guru lain untuk proaktif baik dalam kegiatan organisasi profesi seperti PGRI, Forum Ilmiah Guru, serta organisasi kependidikan lainnya. Dalam konteks ini banyak para guru terlibat secara proaktif dalam seluruh kegiatan yang dilakukan oleh organisasi profesi tersebut dan banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan kualitas tugasnya sebagai guru”. (3.2/W/GK. IV/5.4.2012). Selanjutnya, implementasi pengembangan kompetensi sosial guru dilapangan menunjukkan bahwa arah pengembangan kompetensi sosial guru adalah kemampuan guru untuk melakukan hubungan baik sesama teman sejawat, peserta didik , pimpinan dan masyarakat lingkungan tempat
dia hidup. Sebagaimana dikemukakan informan 3, selaku Guru Kelas VI di SDN III Tilongkabila, bahwa: “Pengembangan kompetensi sosial guru yang dilakukan diarahkan pada pengembangan 3 kemampuan, yaitu (1) kemampuan untuk bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi, (2) kemampuan untuk beradaptasi ditempat bertugas diseluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman budaya, (3) kemampuan untuk berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan. ( 3.2/W/GK. VI/6.4.2012). Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan informan 4, selaku Guru Kelas VI di SDN 6 Tilongkabila, menjelaskan bahwa: “Materi pengembangan kompetensi sosial guru tersebut merujuk pada instrumen yang terdapat dalam Permen Diknas No. 16 Tahun 2007. Dalam permen tersebut dirinci 3 kompetensi sosial yang perlu dilaksanakan guru dalam menjelaskan aktivitas profesinya. Sesuai hasil wawancara dengan informan 1 bahwa setiap materi pengembangan kompetensi sosial guru dibina secara bertahap oleh kepala kepala sekolah. Contoh riil untuk kompetensi guru bersikap inklusif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi, misalnya guru tersebut membuat rincian instrumen tentang sikap yang perlu guru dalam menjalankan tugasnya. Contoh sikap non diskriminatif terhadap peserta didik dalam pembelajaran”. (3.2/W/GK. VI/10.4.2012) Informan 5, selaku Guru Kelas V di SDN 6 Tilongkabila, menjelaskan pula bahwa: “Dalam pengembangan kompetensi guru harus dilakukan komunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang, tua dan masyarakat. Sikap yang positif untuk berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan efektif dalam mengembangkan kompetensi ini”. (3.2/W/GK. VI/10.4.2012).
Informan 1, selaku guru kelas II di SDN I Tilongkabila lebih lanjut mengklarifikasi secara mendetail tentang aspek yang dikembangkan dalam kompetensi sosial guru dengan menghargai keragaman sosial budaya indonesia serta mampu melakukan penggalian terhadap potensi budaya daerah dan memperkenalkannya melalui kegiatan pembelajaran kepada peserta didik. c. Berinteraksi secara efektif dengan masyarakat dan lingkungan hidup sekitarnya. Dalam pandangan masyarakat, guru memiliki tempat tersendiri karena fakta menunjukkan bahwa ketika seorang guru berbuat kurang senonoh, menyimpang dari ketentuan atau kaidah-kaidah masyarakat dan menyimpang dari apa yang diharapkan masyarakat, langsung saja masyarakat memberi suara sumbang kepada guru itu. Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 1, selaku Guru Kelas II di SDN I Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa: “Guru berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitarnya melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Desa. Misalnya mengikuti bakti sosial yang diselenggarakan oleh masyarakat berupa kegiatan lingkungan bersih dan sehat, mengikuti lombalomba kesenian baik ditingkat desa maupun kecamatan”. (3.3/W/GK. II/4.4.2012). Penturan dari informan 2, selaku Guru Kelas IV di SDN II Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa: “Guru berinteraksi dengan masyarakat melalui memotivasi anak dalam kegiatan belajar melalui orang tua. Sebab orang tua juga termasuk kelompok masyarakat yang sering berhubungan dengan
guru dalam memotivasi peserta didik terutama setelah jam sekolah sudah habis”. (3.3/W/GK. IV/5.4.2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 3, selaku Guru Kelas VI di SDN III Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa: “Guru berinteraksi dengan masyarakat melalui kegiatan-kegiatan disekolah misalnya melalui rapat komite sekolah, rapat penyerahan raport hasil penilaian terhadap peserta didik atau melalui kegiatan lainnya berupa mengikuti arisan pengajian”. (3.3/W/GK.VI/6.4.2012). Informan 4, selaku Guru Kelas VI di SDN 6 Tilongkabila, menjelaskan pula bahwa: “Berinteraksi dengan masyarakat merupakan kewajiban guru sebagai tenaga pendidik disekolah, apalagi masyarakat itu termasuk orang tua peserta didik. Melalui orang tua ini kita bisa memotivasi anak-anak mereka untuk tetap lebih giat belajar meskipun anak tersebut banyak mengikuti kegiatan diluar sekolah”. (3.3/W/GK.VI.10.4.2012). Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan informan 5, selaku Guru KelasV di SDN 6 Tilongkabila yang menjelaskan bahwa: “Berinteraksi dengan masyarakat bukan saja dilakukan didalam sekolah tetapi dilakukan pada saat dimana ada kesempatan untuk mengadakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan program sekolah. Ini dapat dibuktikan melalui kegiatan kemah bakti dalam rangka memperingati hari-hari besar pendidikan”. (3.3/W/GK.VI/10.4.2012). Dengan demikian dalam berinteraksi dengan masyarakat sangat bermanfaat bagi guru, terutama pada pembinaan hubungan antara guru dengan masyarakat melalui memotivasi anak dan mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat setempat.
d. Bentuk kerja sama guru dengan orang-orang yang berada diluar sekolah. Penilain bentuk kerjasama bukan saja dilakukan disekolah, tetapi bisa dilakukan diluar sekolah. Menurut informan 1, selaku Guru Kelas II di SDN I Tilongkabila dan informan 5, selaku Guru Kelas V di SDV 6 Tilongkabila dalam wawancaranya: “Bentuk kerjasama bisa saja dilakukan oleh guru melalui programprogram pemerintah setempat misalnya, mengikuti kegiatan darmawanita atau PKK, mengikuti pendataan sensus penduduk, mengikuti lomba kebersihan lingkungan keluarga, serta dapat mengikuti kegiatan bakti sosial masyarakat dengan menyumbangkan tenaga atau pikiran dalam menangani bencana yang terjadi diwilayah republik indonesia ini”. (3.4/W/GK.II/4.4.2012). Penturan dari informan 2, selaku Guru Kelas IV di SDN II Tilongkabila, informan 3 selaku Guru Kelas VI di SDN III Tilongkabila dan informan 4, selaku Guru Kelas VI di SDN 6 Tilongkabila, diperoleh informasi bahwa: “Bentuk kerjasama dengan orang-orang yang berada diluar sekolah bisa saja dilakukan melalui kegiatan komite sekolah. Misalnya pada sekolah itu membutuhkan ruangan perpustakaan. Disini kepala sekolah dan guru-guru akan mengadakan rapat komite yang melibatkan ketua komite dan orang-orang yang mendukung pelaksanaan pembangunan ini”. (3.4/W/GK.IV/5.4.2012) Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan dan kerjasama
bukan saja dilakukan dengan peserta didik melainkan
dilakukan dengan masyarakat sekitarnya.
4. pengembangan Kompetensi Profesional Guru a. Memahami jenis-jenis materi pembelajaran. Seorang guru harus memahami jenis-jenis materi pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan menjabarkan materi standar dalam kurikulum. Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu menentukan secara tepat materi yang relevan dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Menurut informan 1, selaku Guru Kelas II di SDN I Tilongkabila dalam wawancaranya: “Dalam melaksanakan proses pembelajaran guru harus menguasai materi yang di ajarkan, jika guru menguasai materi tersebut maka dalam menjelaskan kepada peserta didik guru tidak mengalami kesulitan. Hal ini dapat dibuktikan melalui guru membantu peserta didik dalam memecahkan soal-soal materi pelajaran, kemudian menggunakan waktu seefisien mungkin agar supaya materi tersebut selesai tepat waktunya dan melakukan penilaian terhadap peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung”. (4.1/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 2, selaku Guru Kelas IV di SDN II Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Dalam memahami jenis materi pembelajaran, guru harus menguasai materi yang diajarkan, untuk itulah harus mampu mengembangkan wawasannya agar tidak terfokus dalam buku panduan saja. Hal ini menjadi tanggungjawab dari guru itu sendiri tentang bagaimana caranya agar guru tersebut mampu menguasai materi yang diajarkan. Jika guru menguasai materi pelajaran berarti guru dapat menguasai keterampilan menjelaskan (4.1/W/GK.IV/5.4.2012). Informan 3 selaku guru kelas VI di SDN III Tilongkabila menjelaskan bahwa: “Dalam memahami jenis materi yang dijelaskan. Guru harus menguasai materi tersebut. Jika guru menguasai materi tersebut
berarti guru mampu untuk menjelaskan materi tanpa melihat buku atau panduan. Ini berarti bahwa penguasaan materi ini merupakan kemampuan guru dalam mengimlementasikan atau mendemonstrasikan materi pelajaran, sehingga peserta didik dapat memahami materi yang diajarkan tersebut”. (4.1/W/GK. VI/6.4.2012). Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan informan 4, selaku Guru Kelas VI di SDN 6 Tilongkabila, yang menjelaskan bahwa: “Guru yang baik adalah yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan jenis-jenis materi pelajaran. Ini berarti guru dituntut untuk memahami serta mampu untuk mengimplementasikan keahliannya dalam bidang pendidikan”. (4.1/W/GK.VI/10.4.2012). Hal senada disampaikan oleh informan 5, selaku Guru Kelas V di SDN 6 Tilongkabila dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Guru harus mampu menguasi dan menjabarkan materi pelajaran. Jika guru tidak menguasai materi pembelajaran maka tujuan pembelajaran tidak dapat dicapai dengan baik. Untuk itu guru harus mampu memahami setiap pelajaran yang sudah direncanakan melalui RPP”. (4.1/W/GK.VI/10.4.2012). Paparan diatas dapat dipahami bahwa pengusaan materi dalam proses pembelajaran sangat perlu, untuk itu guru harus terus belajar dan mengembangkan daya pikirnya. Untuk penguasaan materi ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru, yakni dengan mengembangkan pengetahuan melalui internet dan atau mengikuti perkuliahan. Guru dapat menguasai keterampilan menjelaskan yang terangkai dalam keterampilan mengajar.
b. Menguasai struktur dan metode keilmuannya. Guru yang memiliki kompetensi profesional memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan funsinya sebagai guru dengan hasil yang baik. Misalnya dalam dengan memperdalam bidang studi yang digelutinya. Hal ini sesuai hasil wawancara dengan informan 1, selaku guru kelas II dan informan 4 selaku guru kelas VI. Beliau menyatakan bahwa: “Guru menguasai dan memperdalam pengetahuannya adalah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan dan lokakarya yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota setempat”. (4.2/W/GK. II/4.4.2012). Selanjutnya hasil wawancara dengan informan 2, selaku guru kelas VI di SDN II Tilongkabila. Beliau menyatakan bahwa: “Guru memperdalam pengetahuannya dengan mengikuti pelatihan dan seminar dan melanjutkan perkuliahan sampai pada tingkat yang lebih tinggi”. (4.2/W/GK.IV/5.4.2012). Informan 5 selaku guru kelas V di SDN 6 Tilongkabila menjelaskan bahwa: “Dalam menguasai struktur dan metode keilmuannya, guru harus mengikuti pendidikan sampai ketingkat perguruan tinggi, disamping itu guru juga harus mengikuti KKG yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten setempat”. (4.2/W/GK.VI/6.4.2012). Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa guru menguasai struktur dan metode keilmuannya melalui kegiatan mengikuti pelatihanpelatihan dan seminar pendidikan.
B. Temuan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian dari data yang berhasil dikumpulkan dan hasil wawancara yang diperoleh dari semua informan tentang pengembangan kompetensi pedagogik, temuan yang dikemukakan pada bagian ini berdasarkan pada paparan data yang diperoleh dilapangan dan dirumuskan berdasarkan interpretasi data. Penyajian temuan ini bertujuan untuk menjawab permasalahan penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab pendahuluan. Berdasarkan pada fokus penelitian dan pemaparan data yang telah disajikan sebelumnya, akhirnya dihasilkan temuan-temuan sebagai berikut: 1. Pengembangan Kompetensi Pedagogik guru. a.
Pemahaman terhadap peserta didik. Guru memiliki pemahaman akan psikologi perkembangan anak,
sehingga mengetahui dengan benar pendekatan yang tepat yang dilakukan pada anak didiknya. Guru dapat membimbing anak melewati masa- masa sulit dalam usia yang di dialami anak. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasikan problem-problem yang dihadapi anak serta menentukan solusi dan pendekatan yang tepat.
b. Perancangan Pembelajaran
Guru memiliki kemampuan merencanakan sistem pembelajaran yang memanfaatkan sumber daya yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk antisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan. c. Pemahaman wawasan atau landasan pendidikan. Guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar ( akta mengajar) dari lembaga pendidikan yang di akreditasi pemerintah. d. Pelaksanaan pembelajaran yang kondusif. Guru menciptakan situasi belajar bagi anak yang kreatif, aktif, menyenangkan. Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk dapat mengeksplor potensi dan kemampuannya sehingga dapat dilatih dan dikembangkan.
e. Evaluasi hasil belajar.
Guru memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan pendekatan. Untuk dapat mengevaluasi, guru harus dapat merencanakan penilaian yang tepat, melakukan pengukuran dengan benar, dan membuat kesimpulan dan solusi secara akurat. Dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran guru-guru di SDN Kecamatan Tilongkabila melakukannya sesuai dengan RPP yakni alat evaluasi dalam bentuk tes tertulis, akan tetapi sebagian guru merasa keberatan dengan hal ini. Mereka tidak setuju jika penilaian yang dilakukan pada saat pembelajaran didasarkan pada hasil evaluasi itu. Alat evaluasi tes tertulis menurut mereka kurang tepat jika dijadikan sebagai ukuran tingkat keberhasilan guru dalam mengajar. Beberapa faktor yang menyebebkan alat evaluasi yang berupa tes ini kurang disetujui dan menyebabkan hasil evaluasi peserta didik menjadi rendah, yakni: 1) kurangnya perhatian peserta didik terhadap materi pelajaran; 2) kondisi lingkungan pembelajaran; 3) prilaku negatif siswa. f. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah dengan
melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada perencanaan dan soslusi atau masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar anak dapat meningkat dan target perencanaan guru dapat tercapai. Pada prinsipnya, kesemua aspek kompetensi pedagogik di atas senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan kajian masalah dan alternatif solusi.
1.Pemahaman terhadap peserta didik. 2.Merancang Pembelajaran 3.Memahami Landasan Kompetensi Pedagogik Guru,
Pendidikan. 4.Pelaksanaan pembelajar-
Guru Bermutu (Guru Berkualitas)
an yang kondusif. 5.Evaluasi hasil belajar. 6.Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
Gambar 1.1 Diagram Kompetensi Pedagogik Guru
2. Pengembangan Kompetensi Kepribadian Guru a. Kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa. Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu, guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi prilaku peserta didik, terutama pada jam-jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan prilaku atau tindakan yang indisiplin. Untuk kepentingan tersebut, dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh teladan, pengawas, dan pengendali seluruh prilaku peserta didik. b. Kepribadian yang disiplin, arif dan berwibawa. Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengarahkan prilaku peserta didik kearah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan prilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas guru, guru harus senantiasa mangawasi seluruh prilaku peserta didik terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik
c. Ahlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik. Guru harus berahlak mulia, karena ia adalah seorang penasehat bagi peserta didik , bahkan bagi orang tua. Untuk itu guru merupakan teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggapnya sebagai guru. Sehingganya sebagai teladan, guru harus memberikan contoh pribadi yang baik yang bisa diteladani oleh peserta didik maupun masyarakat sekitarnya.
1.Kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. 2.Kepribadian yang disipKompetensi
lin, arif dan berwibawa.
Guru Bermutu
Kepribadian
3.Ahlak mulia dan menja-
(Guru Berkualitas
Guru. di teladan bagi peserta didik.
Gambar 2.1 Diagram Kompetensi Kepribadian Guru 3. Pengembangan Kompetensi sosial a. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Guru dalam menjalani kehidupannya seringkali menjadi tokoh, panutan, dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Di sekolah guru diamati dan dinilai oleh peserta didik, dan oleh teman
sejawat serta atasannya, maka dimasyarakat dinilai dan diawasi oleh masyarakat.
Dalam
kesempatan
tertentu
sejumlah
peserta
didik
membicarakan kebaikan gurunya, tetapi dalam situasi lain mereka membicarakan kekurangnnya, demikian halnya dimasyarakat. Oleh karena itu, sebaiknya guru sering minta pendapat teman sejawat atau peserta didik tentang penampilannya sehari-hari, baik disekolah maupun masyarakat. b. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif terhadap masyarakat Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Oleh karena itu, guru harus membantu sekolah dalam melaksanakan tehnik-tehnik hubungan sekolah dengan masyarakat. Meskipun kepala sekolah merupakan orang kunci dalam pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat, akan tetapi kepala sekolah tidak mungkin melaksanakan program tersebut tanpa bantuan guru-guru. Para guru dapat ditugasi kepala sekolah melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Misalnya, apabila kepala sekolah ingin melaksanakan kunjungan kerumah siswa, maka kepala sekolah dapat mendelegasikan tugas tersebut kepada guru. Guruguru dapat ditugasi kepala sekolah untuk membuat program kerja yang mempunyai dampak terhadap popularitas sekolah.
c. Berinteraksi secara efektif dengan masyarakat dan lingkungan hidup sekitarnya. Dalam berkehidupan bermasyarakat, guru harus memperlihatkan sikap dan prilaku yang baik, karena dengan hal tersebut masyarakat akan memperlakukan mereka sebagai prilaku yang bisa bekerja dengan masyarakat lainnya. Hal ini dapat dibuktikan melalui kerjasama mereka terhadap masyarakat yang ada di Kecamatan Tilongkabila ini. d. Bentuk kerjasama guru dengan orang-orang yang berada diluar sekolah. Bentuk kerjasama guru SDN Tilongkabila bukan saja dilakukan disekolah, tetapi
dilakukan diluar sekolah. Hal ini dapat dibuktikan
melalui kerjasama mereka dalam kegiatan dimasyarakat.
1.Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. 2.Berkomunikasi dan bergaul secara efektif terhadap masyarakat. Kompetensi Sosial Guru
Mutu Guru 3.Berinteraksi secara
(Guru Berkualitas)
efektif dengan peserta didik. 4.Bentuk kerjasama guru dengan orang-orang yang berada di luar sekolah. Gambar 3.1 Diagram Kompetensi Sosial Guru 4. Pengembangan Kompetensi Profesional a. Memahami jenis-jenis materi pelajaran Penguasaan materi merupakan salah satu aspek yang penting dalam pembelajaran. Untuk itu guru selalu belajar untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan wawasannya, baik dengan mengakses internet maupun mengikuti perkuliahan. Melalui cara ini guru dapat mampu mengusai materi pelajaran dan mengembangkan wawasan dan daya pikirnya.
b. Mengusai struktur dan metode keilmuannya. Guru yang profesional harus memiliki kemampuan dan keahlian yang khusus dalam bidangnya sehingga ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan hasil yang baik.
1.Memahami jenis-jenis materi pelajaran. Kompetensi Profesional Guru.
Guru Bermutu 2.Menguasai struktur dan
(Guru Berkualitas)
metode keilmuannya.
Gambar 4.1 Diagram Kompetensi Profesional Guru
I.Kompetensi Pedagogik Guru. a.Pemahaman terhadap peserta didik b.Perancangan pembelajaran. c.Pemahaman terhadap landasan pendidikan. d.Pelaksanaan pembelalaran yang kondusif. e.Pelaksanaan evaluasi hasil belajar dengan berbagai metode. f.Pengembangan potensi peserta didik.
II.Kompetensi Kepribadian Guru. a.Kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. b.Kepribadian yang disiplin, arif dan berwibawa. c.Ahklak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik.
KOMPETENSI GURU.
s IV.Kompetensi Profesional Guru. a.Penguasaan materi secara mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum di sekolah. b.Penguasaan struktur dan metode pembelajaran.
III.Kompetensi Sosial Guru. a.Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. b.Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, serta orang tua/wali peserta didik. d.Berinteraksi secara efektif dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. e.Bentuk kerjasama guru dengan orang-orang yg berada dilingkungan sekitar.
Gambar 5: Diagram Kompetensi Guru.
C. Pembahasan Hasil Penelitian. 1. Pengembangan Kompetensi Pedagogik Guru. Kompetensi pedagogik dapat diartikan sebagai kemampuan memahami peserta didik secara mendalam dan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik. Pemahaman tentang peserta didik meliputi pemahaman psikologi perkembangan anak. Sedangkan pembelajaran yang mendidik
meliputi
kemampuan
mengimplementasikan
pembelajaran,
merancang menilai
pembelajaran,
proses
dan
hasil
pembelajaran, dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Menurut Peraturan Pemerintah tentang Guru (No. 18 Tahun 2007), bahwa kompetensi pedagogik guru merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi: a. Pemahaman terhadap peserta didik. Pemahaman terhadap peserta didik merupakan kemampuan guru dalam memahami perkembangan akan psikologi anak, sehingga guru dapat mengetahui dengan benar pendekatan apa yang tepat yang dilakukan terhadap peserta didiknya. Selain itu, guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap latar belakang pribadi anak, sehingga dapat mengidentifikasi problem-problem yang dihadapi anak serta menentukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan problem tersebut.
b. Perancangan pembelajaran Perancangan pembelajaran merupakan kegiatan guru dalam merencanakan sistem pembelajaran yang memanfaatkan sumber yang ada. Semua aktivitas pembelajaran dari awal sampai akhir telah dapat direncanakan secara strategis, termasuk mengantisipasi masalah yang kemungkinan dapat timbul dari skenario yang direncanakan. c. Pemahaman wawasan atau landasan pendidikan. Guru memiliki latar belakang pendidikan keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar ( akta mengajar) dari lembaga pendidikan yang di akreditasi pemerintah. d. Pelaksanaan pembelajaran yang kondusif. Guru menciptakan situasi belajar bagi anak yang kreatif, aktif, menyenangkan. Memberikan ruang yang luas bagi anak untuk dapat mengeksplor potensi dan kemampuannya sehingga dapat dilatih dan dikembangkan.
e. Evaluasi hasil belajar. Guru memiliki kemampuan untuk mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan meliputi perencanaan, respon anak, hasil belajar anak, metode dan pendekatan. Untuk dapat mengevaluasi, guru harus dapat merencanakan penilaian yang tepat, melakukan pengukuran dengan benar, dan membuat kesimpulan dan solusi secara akurat. Alat evaluasi yang digunakan dalam program pembelajaran telah ditentukan dalam RRP, yakni alat evaluasi tes dan non tes. Hasil dari evaluasi pembelajaran merupakan salah satu aspek yang dinilai dalam pelaksanaan pembelajaran. Dalam pelaksanaan evaluasi pembelajaran guru-guru di SDN Kecamatan Tilongkabila melakukannya sesuai dengan RPP yakni alat evaluasi dalam bentuk tes tertulis. f. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Guru memiliki kemampuan untuk membimbing anak, menciptakan wadah bagi anak untuk mengenali potensinya dan melatih untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kemampuan ini adalah dengan melaksanakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas, berbasis pada perencanaan dan soslusi atau masalah yang dihadapi anak dalam belajar. Sehingga hasil belajar anak dapat meningkat dan
target perencanaan guru dapat tercapai. Pada prinsipnya , kesemua aspek kompetensi pedagogik di atas senantiasa dapat ditingkatkan melalui pengembangan kajian masalah dan alternatif solusi. Keilmuan sehingga memiliki keahlian secara akademik dan intelektual. Merujuk pada sistem pengelolaan pembelajaran yang berbasis subjek (mata pelajaran), guru seharusnya memiliki kesesuaian antara latar belakang keilmuan dengan subjek yang dibina. Selain itu, guru memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Secara otentik kedua hal tersebut dapat dibuktikan dengan ijazah akademik dan ijazah keahlian mengajar ( akta mengajar) dari lembaga pendidikan yang di akreditasi pemerintah. 2. Pengembangan kompetensi kepribadian guru. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. a. Kepribadian yang mantap, stabil, dan dewasa. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa. Hal ini penting, karena banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor kepribadian guru yang kurang
mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Kondisi kepribadian yang demikan sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan-tindakan yang tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru. Berbagai kasus yang disebabkan oleh kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa sering kita dengar berita-berita melalui media elektronik atau kita baca diberbagai majalah atau surat kabar. Misanya adanya oknum guru yang menghamili peserta didik, adanya oknum guru yang terlibat pencurian, penipuan, dan kasus-kasus lain yang tidak pantas dilakukan oleh guru. Ujian berat bagi guru dalam hal kepribadian ini adalah ransangan yang sering memancing emosinya. Kestabilan emosi sangat diperlukan, namun tidak semua orang mampu menahan emosi terhadap rangsangan yang menyinggung perasaan, dan diakui bahwa tiap orang mempunyai tempramen yang berbeda dengan orang lain. b. Kepribadian yang disiplin, arif, dan berwibawa. Dalam pendidikan, mendisiplinkan peserta didik harus dimulai dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Kita tidak bisa berharap akan terbentuknya peserta didik yang disiplin dari pribadi guru yang kurang disiplin, kurang arif, dan kurang berwibawa. Oleh karena itu, sekaranglah saatnya kita membina disiplin peserta didik dengan pribadi guru yang disiplin, arif dan berwibawa. Dalam hal ini disiplin harus
ditunjukkan untuk membantu peserta didik menemukan diri, mengatasi, mencegah timbulnya masalah disiplin, dan berusaha menciptakan situasi yang menyenagkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka mentaati segala peraturan yang telah ditetapkan. Mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang dapat dilakukan secara demokratis, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan guru tut wuri handayani. Reismen and Payne (1987: 239-241) mengemukakan strategi untuk mendisiplinkan peserta didik sebagai berikut: 1). Konsep diri (self-concept); strategi ini menekankan bahwa konsepkonsep peserta didik merupakan faktor penting dari setiap prilaku. Untuk menumbuhkan konsep diri, guru disarankan bersikap empatik, menerima, hangat, dan terbuka, sehingga peserta didik dapat mengekplorasikan pikiran dan perasaannya dalam memecahkan masalah. 2). Keterampilan berkomunikasi (communication skills); guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan, dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta didik. 3) konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural and logical consequeces); prilaku-prilaku yang salah terjadi karena peserta didik telah mengembangkan kepercayaan yang salah terhadap dirinya. Hal ini mendorong munculnya prilaku-prilaku salah. Untuk itu, guru disarankan: a) menunjukkan secara tepat tujuan prilaku yang salah, sehingga
membantu
peserta
didik
dalam
mengatasi
prilakunya,
dan
b)
memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari prilaku yang salah. 4) Klarifikasi nilai (values clarification); strategi ini dilakukan untuk membantu peserta didik dalam menjawab pertanyaannya sendiri tentang nilai-nilai dan membentuk sistem nilainya sendiri. 5) Analisis transaksional (transactional analysis) ; disarankan agar guru bersikap dewasa, terutama apabila berhadapan dengan peserta didik yang menghadapi masalah. 6) Terapi realitas (reality therapy); guru perlu bersikap positif dan bertanggungjawab terhadap seluruh kegiatan di sekolah, dan melibatkan peserta didik secara optimal terhadap pembelajaran. 7)
Disiplin
yang
terintegrasi
(assertive
discipline);
guru
harus
mengendalikan, mengembangkan dan mempertahankan peraturan, dan tata tertib sekolah, termasuk pemanfaatan papan tulis untuk menuliskan namanama peserta didik yang berprilaku menyimpang. 8) Modifikasi prilaku (behavior modification); guru harus menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, yang dapat memodifikasi prilaku peserta didik. 9) Tantangan bagi disiplin (dare to discipline); guru harus cekatan, terorganisasi , dan tegas dalam mengendalikan disiplin peserta didik.
c. Akhlak mulia dan menjadi teladan bagi peserta didik. Guru merupakan teladan bagi peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat serotan peserta didik serta orang sekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Sehubungan dengan itu, beberapa hal di bawah ini perlu mendapat perhatian guru: a. Sikap dasar: faktor psikologis yang akan nampak dalam masalahmasalah penting, seperti keberhasilan, kegagalan, pembelajaran, kebenaran, hubungan antar manusia, agama, pekerjaan, permainan dan diri, b. Bicara dan gaya bicara: penggunaan bahasa sebagai alat berpikir. c. Kebiasaan bekerja: gaya yang dipakai oleh seseorang dalam bekerja yang ikut mewawarnai kehidupannya. d. Sikap melalui pengalaman dan kesalahan: pengertian antara hubungan luasnya pengalaman nilai serta nilai tidak mungkinnya mengelak dari kesalahan. e. Pakaian: merupakan perlengkapan pribadi yang amat penting dan menampakkan ekspresi seluruh kepribadian. f. Hubungan kemanusiaan: diwujudkan dalam semua pergaulan manusia, intelektual, moral, keindahahn, terutamam bagaimana berprilaku.
Secara teoritis, menjadi teladan merupakan bagian integral dari seorang guru, sehingga menjadi guru berarti menenrima tanggungjawab untuk menjadi teladan. Sedangkan guru berakhlak mulia merupakan penasehat bagi peserta didik, bahkan bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalalm beberapa hal tidak dapat menasehati orang. Banyak guru cenderung menganggap bahwa kegiatan guru terlalu banyak membicarakan siswa, seakan-akan mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi itu. Padahal menjadi guru tingkat mananpun menjadi penasehat dan orang kepercayaan yang harus berakhlak mulia, kegiatan pembelajaran pun meletakkannya pada posisi tersebut. 3. Pengembangan kompetensi sosial guru. Kompetensi sosial adalah kemampuan sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Hal tersebut diuraikan lebih lanjut dalam RPP tentang guru, bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk: a. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat; b. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
c. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; d. Bergaul dengan santun dengan masyarakat. Guru adalah mahluk sosial, yang dalam kehidupannya tidak terlepas dari kehidupan sosial masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang memadai, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan, yang tidak terbatas pelajaran di sekolah tetapi juga pada pendidikan yang terjadi dan berlangsung dimasyarakat. Sehingga guru akan mampu memfungsikan dirinya sebagai mahluk sosial di masyarakat dan lingkungannya, sehingga mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik serta masyarakat sekitar. Guru dalam menjalani kehidupannya seringkali menjadi tokoh atau panutan dan identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Abduhzen (dalam Mulyasa, 2007: 174) mengungkapkan bahwa: ImanGhazali menempatkan profesi guru pada posisi tertinggi dan termulia dalam berbagai tingkat pekerjaan masyarakat. Guru dalam pandangan AlGhazali mengemban dua misi sekaligus. Pertama, tugas keagamaan, ketika guru melakukan kebaikan dengan menyampaikan ilmu pengetahuan kepada manusia sebagai mahluk termulia di muka bumi ini. Sedangkan yang
termulia
dari
tubuhnya
adalah
hatinya.
Guru
bekerja
menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, dan membawakan hati itu
mendekati Allah Azza wa Jalla. Kedua, sosiopolitik (kekhalifahan), di mana guru membangun, memimpin, dan menjadi teladan yang menegakkan keteraturan, kerukunan, dan menjamin keberlangsungan masyarakat, yang keduanya berujung pada pencapaian kebahagian di akhirat. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualifikasi pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab, wibawa, mandiri, dan disiplin. a.
Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa kompetensi sosial adalah
kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial guru memegang peranan penting, karena sebagai pribadi yang hidup yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru perlu memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat. Jika disekolah guru diamati dan dinilai oleh peserta didik, dan oleh teman sejawat serta atasannya, maka di masyarakat dinilai dan diawasi oleh masyarakat. Sedikitnya terdapat tujuh kompetensi sosial yang harus
dimiliki guru agar dapat berkomunikasi dan bergaul secara efektif, baik di sekolah maupun di masyarakat yang diantaranya sebabgai berikut: a. Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama. b. Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi. c. Memliki pengetahuan tentang inti demokrasi. d. Memiliki pengetahuan tentang estetika. e. Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial. f. Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan. g. Setia terhadap harkat dan martabat manusia. b. Berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan serta orang tua/wali peserta didik. Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Oleh karena itu ia harus memiliki kompetensi untuk melakukan membantua sekolah dalam melaksanakan tehnik-tehnik hubungan sekolah dengan masyarakat. Meskipun kepala sekolah merupakan orang kunci dalam pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat, akan tetapi kepala sekolah tidak mungkin melaksanakan program tersebut tanpa bantuan guru-guru. Para guru dapat ditugasi kepala sekolah melaksanakan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan hubungan sekolah dengan masyarakat. Misalnya, apabila kepala sekolah ingin melaksanakan kunjungan kerumah siswa , maka kepala sekolah dapat mendelegasikan tugas tersebut kepada guru. Guru-guru dapat ditugasi
kepala sekolah untuk membuat program kerja yang mempunyai dampak terhadap popularitas sekolah. Guru dapat membuat dirinya lebih baik lagi dalam masyarakat. Guru adalah tokoh milik masyarakat. Tingkah laku atau sepak terjang yang dilakukan guru di sekolah dan di masyarakat menjadi sesuatu yang penting. Apa yang dilakukan atau tidak dilakukan guru menjadi panutan masyarakat.
Dalam
posisi
yang
demikian
inilah
guru
harus
memperlihatkan prilaku yang prima. Disamping itu guru juga sebagai petugas kemasyarakatan. Guru bertugas membina masyarakat agar masyarakat berpartisipasi dalam pembangunan. Untuk melaksnakan tugas itu, guru harus memiliki kompetensi sebagai berikut: (1) aspek normatif kependidikan, yaitu untuk menjadi guru yang baik tidak cukup digantungkan kepada bakat, kecerdasan, kecakapan saja, tetapi juga harus memliki kecerdasan emosional dan spritual yang tinggi. (2) membuat program meningkatkan kemajuan masyarakat dan kemajuan pendidikan. (3) melakukan kerjasama dengan semua komponen dan lapisan masyarakat. (4) melakukan komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. (5) mudah bergaul dengan siapa saja.
c. Berinteraksi secara efektif dengan masyarakat dan lingkungan hidup sekitar. Dalam pandangan masyarakat, guru memiliki tempat tersendiri karena fakta membuktikan bahwa ketika seorang guru berbuat kurang senonoh, menyimpang dari ketentuan atau kaidah-kaidah masyarakat dan menyimpang dari apa yang diharapkan masyarakat, langsung saja masyarakat memberikan suara sumbang kepada guru itu. Dalam kedudukan seperti itu, guru tidak lagi dipandang sebagai pengajar dikelas, tetapi darinya diharapkan pula tampil sebagai pendidik, baik terhadap peserta didiknya di kelas maupun sebagai sebagai pendidik di masyarakat. d. Bentuk kerjasama guru dengan orang-orang yang berada diluar sekolah. Selain sebagai mahluk individu dan mahluk ketuhanan, manusia juga adadlah mahluk sosial. Manusia hidup berkelompok dan membentuk komunitasnya. Manusia hidup saling memerlukan dan saling tergantung satu sama lain. Manusia akan merana jika dikucilkan atau dijauhi oleh masyarakat komunitasnya. Oleh karena itu, agar manusia diterima dengan baik oleh kelompoknya, maka ia harus menjadi manusia yang berguna, yang menyenangkan, dan dapat diajak bekerja sama.
4. Pengembangan kompetensi profesional guru. Kompetensi profesional mencakup dimensi kemampuan, yaitu penguasaan materi ajar secara luas dan mendalam, serta menguasai sturuktur dan metode keilmuannya. Menurut Soedijarto, guru yang memiliki kompetensi profesional perlu menguasai antara lain: (a) disiplin ilmu pengetahuan sebagai sumber bahan pelajaran; (b) bahan ajar yang diajarkan; (c) pengetahuan tentang karakteristik siswa; (d) pengetahuan tentang filsafat dan tujuan pendidikan; (e) pengetahuan serta penguasaan metode dan model mengajar; (f) penguasaan terhadap prinsip-prinsip teknologi pembelajaran; (g) pengetahuan terhadap penilain, dan mampu merencanakan, memimpin guna kelancaran proses pendidikan. Dengan demikian, menjadi guru profesional yang memiliki akuntabilitas dalam melaksanakan tugasnya harus bertekad dan berkeinginan yang kuat dalam mewujudkan tugas yang diembannya.