BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati posisi strategis untuk terus ditingkatkan kinerjanya. Sejak krisis ekonomi tahun 1997, kinerja industri manufaktur mengalami penurunan cukup drastis. Kondisi tersebut disebabkan terutama karena beban hutang, terutama yang berasal dari luar negeri, di banyak perusahaan besar yang membengkak akibat merosot drastisnya nilai tukar Rupiah serta masih terus menurunnya daya saing pada banyak produk ekspornya. Dalam rangka mengembalikan kinerjanya, berbagai upaya pemulihan dan restrukturisasi industri telah diprogramkan sejak 1999. Namun berbagai upaya tersebut masih juga belum cukup berhasil mengembalikan kinerja sektor ini pada keadaan sebelum krisis. Situasi yang dinilai masih banyak mengganggu adalah belum terdapatnya lingkungan usaha yang kondusif dan masih terbatasnya kapasitas infrastruktur di dalam mendukung proses peningkatan produksi yang diharapkan. Menurut perhitungan sementara, pertumbuhan industri pada tahun 2004 diperkirakan sekitar 6,5 persen. Tingkat pertumbuhan ini relatif lebih baik dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Namun demikian, rata-rata tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang industri secara nasional diperhitungkan masih sekitar 62 persen. Indikasi untuk perkiraan capaian ini dapat dilihat dari peningkatan impor bahan baku/penolong pada tahun 2004 sebesar 40,4 persen dari tahun sebelumnya. Walaupun secara nasional tingkat utilisasi ini masih relatif rendah, namun pada komoditi tertentu operasionalisasi kapasitas terpasang justru telah dapat dilampaui. Contohnya adalah pada industri kendaraan roda dua yang pada tahun 2003 kapasitas terpasangnya adalah 3,5 juta unit sedangkan produksinya melebihi 3,5 juta unit. Perkembangan industri manufaktur tidak terlepas dari peran industri kecil dan menengah. Industri kecil dan menengah memberikan kontribusi penting kepada pertumbuhan ekonomi, terutama perluasan kesempatan kerja. Jumlah industri kecil dan menengah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2004 diperkirakan lebih dari 3,0 juta unit. Potensi ekspornya juga cukup besar walaupun kontribusinya masih rendah. Dari data yang tersedia, peranan ekspor industri kecil dan menengah tahun 2003 baru mencapai 10,0 persen dari total ekspor non migas.
Kondisi industri manufaktur di tahun 2005 diperkirakan juga akan lebih baik dengan pertumbuhan sekitar 7,3 persen dengan pemanfaatan kapasitas terpasang rata-rata secara nasional menjadi sebesar 65 persen pada tahun 2005. Ekspansi ini dapat dilihat dari peningkatan impor barang modal pada tahun 2004 sebesar 41,29 persen dari tahun sebelumnya. Meningkatnya pemanfaatan teknologi informasi di berbagai sektor ternyata turut mendorong tumbuhnya industri manufaktur lokal, meski sebagian besar skalanya masih kecil dan menengah. Tahun 2005 ini, penetrasi penggunaan komputer pribadi (personal computer/PC) di Indonesia diperkirakan mencapai 3,05 juta unit, atau meningkat 29,8 persen dari total pemakaian PC tahun 2004. Tantangan yang dihadapi pada tahun 2006 adalah masih lemahnya daya saing produk industri di pasar internasional yang antara lain disebabkan tingginya biaya yang tidak produktif akibat sarana dan layanan publik yang belum baik. Tantangan berikutnya adalah masih lemahnya keterkaitan antara industri hilir dengan industri kecil dan menengah, lemahnya struktur klaster industri-industri unggulan kita, serta penguasaan teknologi yang belum terbangun dengan baik. Sementara itu, dengan tingkat utilisasi kapasitas masih di bawah 70 persen, sektor ini belum dapat diharapkan untuk berperan penting di dalam mendukung upaya penyerapan tenaga kerja baru, padahal tingginya tingkat pengangguran adalah masalah yang mendesak untuk diselesaikan. Dengan demikian, tantangan utamanya adalah meningkatkan tumbuhnya investasi baru di dalam kegiatan produksi. Selain itu, dalam rangka memperluas basis produksi, permasalahan dan berbagai keterbatasan yang dihadapi industri kecil dan menengah kepada akses permodalan, sumberdaya, pemasaran dan informasi merupakan masalah yang perlu dipecahkan bersama agar industri skala ini dapat didorong perkembangannya. Oleh karena itu, arahan kebijakan yang operasional untuk tumbuhnya basis industri baru merupakan tantangan yang perlu dirumuskan dengan seksama, yang antara lain melalui penumbuhan industri pengolahan hasil-hasil pertanian di perdesaan untuk sekaligus mendukung revitalisasi pertanian, dan mengintensifkan penyebaran industri pengolahan ke luar Pulau Jawa. Perlu dicermati bahwa terbatasnya kapasitas infrastruktur, rendahnya kualitas SDM serta kecilnya jumlah penduduk sebagai basis tenaga kerja dan pasar produk yang sangat terbatas membuat investasi di Luar Pulau Jawa bisa menjadi kurang menarik. Dengan demikian, perlu ada rumusan kebijakan komprehensif yang tepat untuk menerobos kondisi ini. Semua tantangan ini diperkirakan masih menjadi masalah yang perlu mulai dibenahi pada tahun 2006.
B. SASARAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 1. Meningkatnya pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untuk bahan baku maupun produk akhir, sebagai cerminan daya saing sektor ini dalam II.17 - 2
menghadapi produk-produk impor; 2. Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur, terutama pada produk ekspor industri manufaktur yang daya saingnya masih potensial untuk ditingkatkan, guna mendorong kenaikan pemanfaatan kapasitas terpasang; dan 3. Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor penguat daya saing produk nasional.
C. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN TAHUN 2006 1. Perbaikan iklim usaha baik bagi pembangunan usaha baru maupun pengoperasiannya di segala mata-rantai produksi dan distribusi. Memperhatikan kinerjanya selama ini, upaya tersebut perlu dikordinasikan secara lintas lembaga dan lintas tingkat pemerintahan; 2. Peningkatan pengamanan pasar dalam negeri dari produk-produk impor ilegal dan penggalakan penggunaan produk dalam negeri; 3. Perumusan koordinasi pembangunan dan rencana aksi yang operasional dan rinci untuk mendorong pendalaman industri pada 10 kelompok industri sebagaimana disebutkan di dalam RPJM 2004–2009; 4. Pemberdayaan peran industri kecil dan menengah dalam rangka perkuatan struktur industri, terutama fasilitasi akses kepada sumberdaya produktif; dan 5. Merumuskan intervensi langsung pemerintah yang lebih efektif, baik untuk 10 kelompok industri prioritas dan kelompok-kelompok industri lainnya, terutama pada: (1) pengembangan litbang (R & D) untuk pembaruan dan inovasi teknologi produksi, termasuk pada pengembangan manajemen produksi yang memperhatikan kesinambungan lingkungan dan teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production); (2) peningkatan kompetensi dan keterampilan tenaga kerja; (3) penyediaan layanan informasi pasar produk dan faktor produksi baik di dalam maupun luar negeri; (4) pengembangan fasilitasi yang lebih efektif di dalam proses alih teknologi memanfaatkan aliran masuk FDI; dan (5) penyediaan sarana dan prasarana umum pengendalian mutu dan pengembangan produk.
II.17 - 3
D. MATRIKS PROGRAM PEMBANGUNAN TAHUN 2006 No. 1.
Program/ Kegiatan Pokok RPJM
Program/ Kegiatan Pokok RKP 2006
Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah
Kegiatan-kegiatan pokok: 1. Pengembangan sentra-sentra potensial dengan fokus pada 10 (sepuluh) subsektor yang diprioritaskan; 2. Pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM; 3. Perkuatan alih teknologi proses, produk, dan disain bagi IKM dengan fokus kepada 10 (sepuluh) subsektor prioritas; dan 4. Pengembangan dan penerapan layanan informasi yang mencakup peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha, dan akses peningkatan kualitas SDM.
Kegiatan-kegiatan pokok: 1. Pengembangan sentra-sentra potensial terutama pada 10 (sepuluh) subsektor prioritas yang diarahkan untuk mendorong penyerapan tenaga kerja baru dan peningkatan jumlah perusahaan; 2. Pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM dengan mendorong perluasan akses ke sumberdaya produktif seperti teknologi dan pasar; 3. Perluasan fasilitasi bagi IKM terutama pada 10 sub-sektor prioritas dalam mendorong alih teknologi proses, produk, dan disain; 4. Fasilitasi dan penyediaan kemudahan akses informasi untuk dimanfaatkan IKM terkait dengan peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha, dan peningkatan kualitas SDM sehingga mampu berkembang ke skala usaha yang lebih besar;
Sasaran Program Meningkatnya jumlah perusahaan IKM yang mendapat kontrak pasokan dari industri hilir, memperoleh sertifikat kualitas, memperoleh kredit dari perbankan dengan prestasi pengembalian yang baik, serta yang berhasil tumbuh ke skala lebih besar.
II.17 - 4
Instansi Pelaksana Dep. Perindustrian
Pagu Sementara (Juta Rupiah) 202.859,1
No.
Program/ Kegiatan Pokok RPJM
Program/ Kegiatan Pokok RKP 2006
Sasaran Program
Instansi Pelaksana
Pagu Sementara (Juta Rupiah)
5. Peningkatan kapasitas industri kecil dan menengah, terutama yang berbasis komoditi unggulan daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memanfaatkan potensi daerah; dan 6. Pemberdayaan industri kecil dan menengah, terutama di wilayah luar Jawa dalam rangka memperkuat jaringan klaster industri. 2.
Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri
Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri
Kegiatan-kegiatan pokok: 1. Meningkatkan dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di industri baik dalam bentuk insentif pajak, asuransi teknologi terutama untuk usaha kecil, menengah, dan koperasi; 2. Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi yang memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan hidup, serta teknik produksi yang ramah lingkungan (clean
Kegiatan-kegiatan pokok: 1. Fasilitasi dan pemberian dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan teknologi di industri melalui insentif fiskal dan keuangan; 2. Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi melalui penguatan kelembagaan litbang dan pembuatan berbagai rintisan (pilot-proyek) dalam rangka penerapan teknik produksi yang ramah lingkungan; 3. Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur melalui penguatan kelembagaan standarisasi dan sosialisasi yang intensif;
Meningkatnya daya saing industri nasional dengan tumbuhnya basis baru industri dalam bentuk tumbuhnya produk-produk baru rancangan dalam negeri, lahirnya industri baru yang meningkatkan nilai tambah sumberdaya alam, serta lahirnya wiraswastawan berbasis pengetahuan dan teknologi.
II.17 - 5
Dep. Perindustrian, Badan Standardisasi Nasional
286.422,4
No.
Program/ Kegiatan Pokok RPJM
Program/ Kegiatan Pokok RKP 2006
production); 3. Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur yang sesuai (compliance) dengan standar internasional; 4. Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi, pengujian, dan kualitas (MSTQ/measurement, standardisasi, testing, and quality); 5. Pengembangan klaster industri berbasis teknologi; dan 6. Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi agar mampu mempercepat efektivitas kemitraan antara litbang industri dan lembaga litbang pemerintah; dan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya teknologi nasional yang tersebar di berbagai litbang pemerintah, perguruan tinggi, lembagalembaga swasta, dan tenaga ahli perorangan.
4. Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi, pengujian, dan kualitas melalui modernisasi sarana dan peningkatan SDM; 5. Pengembangan klaster industri berbasis teknologi melalui penyusunan rencana aksi dan pemetaan potensi; dan 6. Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi melalui penyediaan insentif kebijakan dan keuangan yang mampu mendorong penciptaan kemitraan litbang industri dan lembaga litbang pemerintah sehingga memberi nilai tambah pada pemanfaatan sumber daya alam.
Sasaran Program
II.17 - 6
Instansi Pelaksana
Pagu Sementara (Juta Rupiah)
No. 3.
Program/ Kegiatan Pokok RPJM
Program/ Kegiatan Pokok RKP 2006
Sasaran Program
Program Penataan Struktur Industri
Program Penataan Struktur Industri
Kegiatan-kegiatan pokok: 1. Pengembangan sistim informasi potensi produksi dari industri penunjang dan industri terkait; 2. Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait; 3. Pengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10 (sepuluh) sub-sektor prioritas; 4. Perkuatan kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang terampil terutama sesuai kebutuhan 10 (sepuluh) subsektor industri prioritas; 5. Memfasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, terutama prasarana teknologinya; dan 6. Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengembangan pada pusatpusat pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa, khususnya Kawasan Timur
Kegiatan-kegiatan pokok: 1. Pengembangan sistim informasi potensi produksi dari industri penunjang dan industri terkait, melalui penyusunan profil database komoditi berpotensi ekspor di 31 propinsi; 2. Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait, melalui koordinasi dan sinkronisasi berbagai kebijakan sektor dan daerah, serta penyusunan pola pengembangannya; 3. Pengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10 (sepuluh) sub-sektor prioritas, melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif; 4. Perkuatan kapasitas kelemba-gaan penyedia tenaga kerja industrial yang terampil, diarahkan untuk peningkatan mutu dan produktivitas sumber daya manusia industrial melalui pengadaan sarana, pelatihan teknis dan fungsional, serta manajemen usaha; 5. Fasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, dengan
Terbentuknya struktur penguasaan pasar yang makin sehat dan kompetitif; serta terbangunnya klaster-klaster industri yang sehat dan kuat dengan jaringan industri pendukung setimpal dan sarana umum yang memadai.
II.17 - 7
Instansi Pelaksana Dep. Perindustrian
Pagu Sementara (Juta Rupiah) 183.222,6
No.
Program/ Kegiatan Pokok RPJM Indonesia.
Program/ Kegiatan Pokok RKP 2006
Sasaran Program
memberikan berbagai kemudahaan untuk penyediaan prasarana teknologi; dan 6. Fasilitasi dan koordinasi yang intensif melibatkan berbagai stakeholder dalam rangka identifikasi dan inisiasi pusat-pusat pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa.
II.17 - 8
Instansi Pelaksana
Pagu Sementara (Juta Rupiah)