BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan No. 44 tahun 2009, menyebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Untuk mendukung mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau dengan menitik beratkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas, tanpa mengabaikan mutu pelayanan perorangan (Depkes RI, 2009). Rumah sakit sebagai institusi yang bersifat sosio ekonomis mempunyai fungsi dan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara paripurna. Jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat tergantung pada kapasitas dan kualitas tenaga di institusi pelayanan kesehatan untuk mencapai kinerja yang optimal. Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran tenaga medis dan non medis, salah satu di antaranya adalah tenaga perawat. Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24 jam secara berkesinambungan (Depkes RI, 2001). Pada hakekatnya keperawatan merupakan suatu ilmu dan kiat, profesi yang berorientasi pada pelayanan, memiliki empat tingkatan klien (individu, keluarga,
Universitas Sumatera Utara
kelompok dan masyarakat) serta pelayanan yang mencakup seluruh rentang pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Hidayat, 2004). Pelayanan keperawatan, diharapkan dapat memberikan pelayanan secara berkualitas (Alimul, 2004). Oleh karena itu, kualitas pelayanan kesehatan sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan keperawatan dan kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh keefektifan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawat sebagai sumber daya terpenting dalam menjalankan roda suatu rumah sakit, maka perawat dituntut untuk memiliki kemampuan intelektual, interpersonal, kemampuan teknis dan moral. Hal ini bertujuan memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Keperawatan memberikan pelayanan di rumah sakit selama 24 jam sehari, serta mempunyai kontak yang konstan dengan pasien. Oleh karena itu pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Kontribusi yang diberikan perawat sangat menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit. Dengan demikian upaya untuk peningkatan pelayanan rumah sakit harus diikuti upaya peningkatan kualitas pelayanan keperawatan (Nursalam, 2007). Perawat dihadapkan pada permasalahan beban kerja yang berat, teknologi kesehatan yang berkembang sangat pesat serta sikap masyarakat yang semakin kritis. Hal ini akan berdampak pada lingkungan kerja yang pada gilirannya akan memengaruhi kemampuan kerja para perawat di rumah sakit (Aditama, 2003). Sistem Jaminan Kesehatan Sosial merupakan salah satu komponen dalam SJSN dan merupakan trend arah reformasi sistem pembiayaan kesehatan di Indonesia
Universitas Sumatera Utara
dan juga dunia. Jaminan kesehatan sosial menjadi tanggung jawab pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Peran Pemerintah Daerah dalam menjamin kesehatan masyarakatnya diperkuat dengan dikabulkannya Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi atas UU No. 40 Tahun 2004 yang memberikan kewenangan sekaligus amanah konstitusi kepada Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Dalam pengembangan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah harus diperhatikan beberapa unsur penting seperti efisiensi, kualitas, keterjangkauan (affordability), keberlanjutan (sustainability), susbsidi silang, keadilan dan pemerataan (equity), portabilitas dan desentralisasi. Namun satu hal yang berkaitan dengan semangat desentralisasi bahwa penyelenggaraan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah tidak boleh bersifat eksklusif hanya untuk warganya atau tidak sinergi dengan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, karena sangat diperlukan integrasi antar Sistem Jaminan Kesehatan Daerah maupun dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional khususnya bidang Jaminan Kesehatan. Oleh karena itu semangat desentralisasi dalam Sistem Jaminan Kesehatan sangat menuntut dan memberikan tanggung jawab konstitusi kepada Pemerintah Daerah untuk mengembangkan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah dengan pendekatan konsep desentralisasi terintegrasi (Mukti, 2009). Program Jamkesda berdasar pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten dan Kota yang menetapkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
“pengelolaan/penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan sesuai kondisi lokal dan Pemda melaksanakan tugas pembantuan dalam penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan nasional. Tahun 2010, penduduk Indonesia yang telah terlindungi jaminan kesehatan sosial (59.07%) sedikit di atas penduduk yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan sosial (40.93%). Penduduk yang telah terlindungi jaminan kesehatan sosial terbagi menjadi enam program : Jamkesmas, Jamkesda, Askes PNS dan TNI Polri, Jamsostek, Asuransi Swasta dan lain, dan Jamkes Perusahaan. Tahun 2010, mayoritas penduduk yang telah terlindungi jaminan kesehatan sosial merupakan peserta Program Jamkesmas (32.37%), disusul Program Jamkesda (13,37%), Askes PNS dan TNI Polri (7,32%), Jamsostek (4,10%) dan Asuransi Swasta dan lain (1,21%). Hasil penelitian Subhan (2011) tentang aksesibilitas masyarakat miskin pada pelayanan program Jamkesda di Kecamatan Banawa Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah menemukan bahwa pelaksanaan program Jamkesda masih ditemukan sejumlah persoalan seperti pendataan secara valid dalam aspek kepersertaan masyarakat miskin belum tuntas. Kemudian persoalan sosialisasi program yang tidak pernah dilakukan oleh pihak yang berwenang maupun persoalan pendataan yang kurang lengkap, tidak adanya kartu pengguna Jamkesda seperti kartu Jamkesmas dan tentunya dikarenakan pendanaan yang kurang memadai. Hal ini berdampak pada aksesibilitas masyarakat miskin di Kecamatan Banawa sebagai pengguna Jamkesda yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan Untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat miskin disarankan agar adanya perubahan alur pelayanan kesehatan yang
Universitas Sumatera Utara
bisa mempermudah masyarakat miskin untuk memanfaatkan program Jamkesda, dan perlunya petunjuk pelaksanaan secara detail program Jamkesda khususnya dalam hal pembayaran klaim ke pihak PT Askes (Persero) serta peningkatan pendanaan untuk program Jamkesda. Hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Sulawesi Selatan menjelaskan tingkat kepuasan pasien dari hasil kegiatan analisis dampak pelayanan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan yang dianalisa pada RSU Andi Makassar Kota Parepare, RSU Sawerigading Kota Palopo dan RSU Labuang Baji Kota Makassar, ditemukan bahwa tingkat kepuasan pasien Jamkesda di RSU Sawerigading merupakan yang tertinggi mencapai 93,8%. Ketiga rumah sakit tersebut dipilih sebagai lokasi analisa karena merupakan tiga dari lima rumah sakit rujukan daerah dan ketiganya merupakan rumah sakit paling tinggi tingkat kunjungan pasiennya. Secara umum, dampak pelayanan kesehatan gratis di Sulawesi Selatan mampu meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang terukur dari jumlah kunjungan serta cakupan program yang meningkat sejak diterapkannya program. Hasil kajian Pusat Pengembangan Sistem Pembiayaan dan Manajemen Asuransi/Jaminan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (2009) tentang kesiapan pengembangan Jamkesda di Kabupaten Kutai Timur menemukan bahwa : (1) hasil analisis pendahuluan diketahui bahwa 67% responden menyatakan belum memiliki jaminan kesehatan. Jika hasil penelitian ini digeneralisasikan maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat di Kabupaten Kutai Timur
Universitas Sumatera Utara
sangat memerlukan perlindungan jaminan kesehatan terutama bagi mereka yang tidak mampu tetapi tidak tergolong miskin sehingga tidak dapat dicover oleh Jamkesmas atau miskin tetapi diluar kuota Jamkesmas. (2) hampir seluruh responden (80%) tertarik untuk menjadi peserta program jaminan kesehatan jika Pemerintah Daerah Kutai Timur mengembangkan sebuah program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). (3) sebanyak 3.7% responden yang menyatakan tidak tahu, sehingga tidak memilki keputusan mengenai sejauh mana tingkat ketertarikannya terhadap Jaminan Kesehatan. Hal ini menjadi tantangan bagi Badan Penyelenggara Jamkesda Kabupaten Kutai Timur untuk terus melakukan upaya sosialisasi kepada masyarakat secara intensif dan kontinyu. (4) harapan responden terhadap Pelaksana Pelayanan Kesehatan (PPK) 72.9% diharapkan tidak membeda-bedakan antara pasien umum dengan pasien Jamkesda, tentunya hal ini menyangkut kepuasan pelayanan pasien. PPK juga diharapkan melayani pasien Jamkesda dengan ramah, ada rasa empati, profesional serta responsif terhadap pasien. Penyelenggaraan Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat mengisyaratkan pentingnya kemitraan antara pemerintah, badan penyelenggara dan masyarakat dalam penyelenggaraan suatu jaminan kesehatan. Oleh karena JPKM bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan pesertanya dengan pelayanan komprehensif, bermutu, berkesinambungan, dan terjangkau melalui konsep dasar JPKM yaitu sistem kendali mutu dan kendali biaya pelayanan kesehatan dikenal degan istilah prinsip managed care.
Universitas Sumatera Utara
Di Provinsi Sumatera Utara kepedulian pemerintah daerah terhadap kesehatan warganya masih sangat rendah. Buktinya, dari 33 kabupaten/kota, hanya 17 daerah yang mengalokasikan dana untuk program Jamkesda. Berdasarkan data dari Pengelola Jamkesda Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2011) bahwa tahun 2009 terdapat delapan kabupaten/kota di Sumatera Utara yang memprogramkan Jamkesda. Kemudian tahun 2010 hanya bertambah enam pemerintah daerah saja. Beberapa daerah itu di antaranya, Medan, Tanjung Balai, Dairi, Padangsidimpuan, Labuhanbatu, Asahan, Binjai dan Serdang Bedagai. Konsep dasar Jamkesmas diadopsi oleh pemerintah Kabupaten Labuhanbatu dalam mengembangkan Jamkesda. Program Jamkesda merupakan gebrakan yang luar biasa dalam melihat kepentingan masyarakat untuk meperoleh pelayanan kesehatan. Hal tersebut ditandai dengan diterbitkannya Keputusan Bupati Labuhanbatu No. 445/17/RSUD/2010 tanggal 25 Januari 2010 tentang pelayanan kesehatan gratis bagi pasien di Poliklinik dan Kelas III RSUD Rantauprapat. Keputusan tersebut menyebutkan bahwa Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) Kabupaten Labuhanbatu adalah cara penyelenggaraan pemeliharaan dan pembiayaan kesehatan berdasarkan azas usaha bersama dan
kekeluargaan untuk menggabungkan
resiko sakit
seseorang ke dalam suatu kelompok masyarakat termasuk keluarga miskin, ditanggung biaya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat dengan mutu terjamin serta pembiayaan yang ditanggung oleh pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu, diketahui jumlah penduduk yang menjadi sasaran Jamkesda sebesar 262.129 jiwa (23,5%) dari seluruh penduduk Kabupaten Labuhanbatu. Jumlah penduduk yang menggunakan Jamkesda untuk mendapatkan pelayanan di RSUD Rantauprapat selama tahun 2012 sebesar 9.153 pasien, data kunjungan pasien Jamkesda dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Jumlah Pasien Jamkesda di RSUD Rantauprapat Tahun 2012 Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus
Jumlah Pasien Jamkesda Rawat Jalan Rawat Inap 1.537 228 830 145 953 133 956 138 1.035 137 902 149 875 147 875 113
Total 1.765 975 1.086 1.094 1.172 1.051 1.022 988
Sumber : RSUD Rantauprapat, 2012.
Dari tabel diatas terlihat di bulan Januari merupakan jumlah pasien tertinggi sebesar 1.765 pasien, dan mengalami penurunan pada bulan Pebruari dan Agustus. Sedangkan pada bulan Maret sampai dengan Juli jumlah pasien Jamkesda relatif stabil. Rumah sakit sebagai suatu institusi tidak hanya membutuhkan pegawai yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi juga pegawai yang mau bekerja giat (memiliki motivasi) dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Kemampuan
Universitas Sumatera Utara
dan kecakapan pegawai tidak ada artinya bagi organisasi jika mereka tidak mau bekerja giat. Supaya perawat pelaksana mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal, maka perlu dimotivasi oleh pimpinan rumah sakit. Berdasarkan survei pendahuluan di RSUD Rantauprapat terhadap 10 orang perawat yang diobservasi dan didukung wawancara, ditemukan semua perawat kurang termotivasi dalam bekerja melayani pasien pengguna Jamkesda, khususnya melaksanakan setiap tahapan dalam asuhan keperawatan. Selanjutnya di cross check melalui wawancara penulis kepada 10 orang pasien Jamkesda di ruang rawat inap Kelas III sebagai tempat perawatan untuk pasien pengguna Jamkesda, yaitu 5 orang pada ruang perawatan laki-laki dan 5 orang ruang perawatan wanita. Hasil wawancara ditemukan tingkat kepuasan pasien yang menggambarkan kinerja perawat yaitu sebanyak 7 orang (70,0 %) yang tidak puas, sedangkan yang puas hanya 3 orang (30,0%), selanjutnya ditanyakan tentang penyebab ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan adalah : perawat kurang ramah serta kurang sabar dalam menghadapi pasien pengguna Jamkesda dibandingkan dengan pasien lain. Berdasarkan hasil survei pendahuluan tersebut menggambarkan kondisi pelayanan keperawatan di RSUD Rantauprapat kepada pasien pengguna Jamkesda menghadapi masalah pada diri (karakteristik) perawat yang terkait dengan masa kerja, status perkawinan serta pernah tidaknya mengikuti pelatihan tentang asuhan keperawatan. Demikian juga dengan faktor pada program Jamkesda yang menyebabkan perawat kurang termotivasi dalam melayani pasien.
Universitas Sumatera Utara
Permasalahan tentang kinerja perawat yang rendah dalam pelayanan keperawatan kepada pasien pengguna Jamkesda yang diduga disebabkan faktor karakteristik dan motivasi perawat merupakan alasan untuk melakukan penelitian dengan judil “pengaruh karakteristik dan motivasi terhadap kinerja perawat dalam penanganan pasien pengguna jamkesda di RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu tahun 2012”
1.2 Permasalahan Bagaimana pengaruh karakteristik dan motivasi terhadap kinerja perawat dalam penanganan pasien pengguna Jamkesda di RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu tahun 2012.
1.3 Tujuan Penelitian Menganalisis pengaruh karakteristik dan motivasi terhadap kinerja perawat dalam penanganan pasien pengguna Jamkesda di RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu tahun 2012.
1.4 Hipotesis Karakteristik dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam penanganan pasien pengguna Jamkesda di RSUD Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu tahun 2012.
Universitas Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat dan masukan bagi : 1. Bagi peneliti menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang ilmu kesehatan masyarakat dan pelayanan keperawatan. 2. Bagi RSUD Rantauprapat dalam meningkatkan manajemen pengelolaan pelayanan keperawatan pada pasien jamkesda.
Universitas Sumatera Utara