BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang bertujuan menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, lebih difokuskan pada upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif) dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU RI No. 44 Tahun 2009). Operasionalisasi Rumah Sakit di era globalisasi membutuhkan pengelolaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) mengingat perlindungan pekerja, pengunjung, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit terhadap gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja baik sebagai dampak yang ditimbulkan baik dari proses kegiatan pemberian pelayanan kesehatan maupun karena kondisi sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Rumah Sakit menggunakan sumber daya manusia sebagai alat utama dalam menjalankan organisasi yang perlu dilindungi agar didalam aktivitas pekerjaannya bebas dari adanya bahaya pekerjaan (terutama penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja) melalui upaya kesehatan kerja di tempat kerja. Kebijakan perlindungan tenaga kerja terhadap bahaya-bahaya pekerjaan di sektor kesehatan (Rumah Sakit) melalui upaya kesehatan kerja dinyatakan dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada:
Universitas Sumatera Utara
1. Pasal 164: (1) Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. (2) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pekerja di sektor formal dan informal. (3) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi setiap orang selain pekerja yang berada di lingkungan tempat kerja. (4) Upaya kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga bagi kesehatan pada lingkungan tentara nasional Indonesia baik darat, laut, maupun udara serta kepolisian Republik Indonesia. (5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). (6) Pengelola tempat kerja wajib menaati standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan menjamin lingkungan kerja yang sehat serta bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. (7) Pengelola tempat kerja wajib bertanggung jawab atas kecelakaan kerja yang terjadi di lingkungan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Universitas Sumatera Utara
2.
Pasal 165: (1) Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja. (2) Pekerja wajib menciptakan dan menjaga kesehatan tempat kerja yang sehat dan mentaati peraturan yang berlaku di tempat kerja. (3) Dalam penyeleksian pemilihan calon pegawai pada perusahaan/instansi, hasil pemeriksaan kesehatan secara fisik dan mental digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Pasal 166: (1) Majikan atau pengusaha wajib menjamin kesehatan pekerja melalui upaya pencegahan,
peningkatan,
pengobatan
dan
pemulihan
serta
wajib
menanggung seluruh biaya pemeliharaan kesehatan pekerja. (2) Majikan atau pengusaha menanggung biaya atas gangguan kesehatan akibat kerja yang diderita oleh pekerja sesuai dengan peraturan perundangundangan. (3) Pemerintah memberikan dorongan dan bantuan untuk perlindungan pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan upaya kesehatan kerja sebagaimana dikemukan di atas merupakan salah
satu
kebijakan
yang
menjadi
pertimbangan
dengan
ditetapkannya
http://www.konsultasik3.com/p/hukum-peraturan-k3.htmltentang
Standar
Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit. K3 menjadi suatu kebutuhan di industri pelayanan kesehatan mengingat potensi bahaya pekerjaan berisiko tinggi. Bahaya-bahaya potensial di Rumah Sakit yang disebabkan oleh faktor biologi (virus, bakteri, jamur, parasit); faktor kimia (antiseptik, reagen, gas anestesi); faktor ergonomi (lingkungan kerja, cara kerja, dan posisi kerja yang salah); faktor fisik (suhu, cahaya, bising, listrik, getaran, dan radiasi); faktor psikososial (kerja bergilir, beban kerja, hubungan sesama pekerja/atasan) dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087 Tahun 2010). Penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja merupakan masalah K3 yang dominan di Rumah Sakit. Data dan fakta masalah K3 Rumah Sakit diungkap baik secara global maupun nasional (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087 Tahun 2010) yaitu: 1.
Secara global, WHO menyatakan bahwa dari 35 juta pekerja kesehatan: a. 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus Hepatitis B Virus, 0,9 juta terpajan virus Hepatitis C Virus dan 170.000 terpajan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) /AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome)) b. Dapat terjadi: 15.000 Hepatitis C Virus, 70.000 Hepatitis B Virus dan 1.000 kasus HIV.
Universitas Sumatera Utara
c. Lebih dari 90% terjadi di negara berkembang. d. 8 - 12% pekerja Rumah Sakit sensitif terhadap lateks. International Labour Organization (ILO) (2000) menyatakan bahwa kematian akibat penyakit menular yang berhubungan dengan pekerjaan: laki-laki 108.256 orang dan perempuan 517.404 orang. 2.
Di luar negeri: a. USA: 5.000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B per tahun, 47 positif HIV dan setiap tahun 600.000 - 1.000.000 luka tusuk jarum dilaporkan (diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan). b. Safety Commision-Amerika (1998) mencatat frekuensi angka kecelakaan kerja di Rumah Sakit lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain dengan angka kecelakaan kerja terbesar adalah cedera jarum suntuk (needle stick injuries). c. Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara signifikan meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan mengalami kelainan kongenital (studi retrospektif di Rumah Sakit Ontario terhadap 8.032 orang selama tahun 1981 - 1985). d. 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang belakang akibat kerja (occupational low back pain) (Harber P. et. al., 1985).
3.
Indonesia. Data penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di Rumah Sakit belum tergambar dengan jelas. Namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di Rumah Sakit berhubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di Rumah Sakit (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432 Tahun 2007), seperti:
Universitas Sumatera Utara
a. Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan subjektif low back pain didapat pada 83,3% pekerja. Penderita terbanyak usia 30 - 49 tahun sebanyak 63,3% (Instalasi Bedah Sentral di RSUD di Jakarta tahun 2008). b. 65,4% petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita dermatitis kontak iritan tangan. c. Penelitian dr.Joseph tahun 2005 - 2007 mencatat bahwa angka Kecelakaan Akibat Kerja/KAK NSI (Needle Stick Injuries) mencapai 38 - 73% dari total petugas kesehatan. d. Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada perawat di suatu Rumah Sakit di Jakarta berhubungan bermakna dengan stresor kerja. e. Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi pada pekerja Rumah Sakit dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis kelamin, ras, umur, dan status pekerjaan (Gun, 1983). Pekerja Rumah Sakit berisiko 1,5 kali lebih besar dari golongan pekerja lain. Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi HIV 4 : 1.000. Risiko penularan Hepatitis B Virus setelah luka tusuk jarum suntik yang terkontaminasi Hepatitis B Virus 27- 37 : 100. Risiko penularan Hepatitis C Virus setelah luka tusuk jarum suntik yang mengandung Hepatitis C Virus 3 - 10: 100. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi K3 Rumah Sakit (K3 RS) baik di tingkat global/internasional maupun di tingkat nasional begitu cepat
Universitas Sumatera Utara
terutama penerapannya di Rumah Sakit, maka sangat diperlukan adanya standar K3 di Rumah Sakit, tentunya standar ini menyesuaikan dengan perkembangan yang ada. Dengan adanya standar K3 RS maka pihak manajemen Rumah Sakit dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk pekerja, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung, masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit berjalan baik dan lancar (Departemen Kesehatan RI, 2009). Latar belakang disusunnya standar K3 RS adalah sebagai upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh proses pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan logistik lainnya yang ada di lingkungan Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kedaruratan termasuk kebakaran dan bencana yang berdampak pada pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung dan masyarakat disekitarnya (Departemen Kesehatan RI, 2009). Ditetapkannya standar K3 RS menunjukkan bahwa K3 mendapat posisi penting dalam industri pelayanan kesehatan. Standar K3RS ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1087 Tahun 2010 mencakup 5 komponen yaitu: 1. Standar Pelayanan K3RS 2. Standar K3 Perbekalan Kesehatan di Rumah Sakit 3. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun 4. Standar Sumber Daya Manusia K3RS 5. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
Universitas Sumatera Utara
Standar K3 RS harus dipenuhi secara menyeluruh (komprehensif) tanpa ada satupun dari komponennya yang tidak dipenuhi. Bila salah satu komponen standar K3 RS tidak dipenuhi, maka pelaksanaan K3 RS tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan. Oleh karena itu dibutuhkan langkah dan strategi pelaksanaan K3 RS agar standar K3 RS dapat dipenuhi. Dampak dari tidak berhasilnya implementasi standar K3 RS mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, dan kondisi lingkungan kerja tidak nyaman yang bermuara pada rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Ramli (2006) menyatakan bahwa K3 berperan dalam pengendalian kerugian kecelakaan kerja tenaga kerja dan orang lain atau inefisiensi usaha, meyakinkan terpenuhinya norma-norma, standar dan peraturan perundangan K3 di perusahaan, sebagai pedoman unit kerja dan tenaga kerja dalam penerapan K3, dan alat manajemen dalam menjalankan fungsi kontrolnya dalam aspek K3. K3 harus menjadi bagian dalam kegiatan bisnis dan rencana strategis yang dilaksanakan sebagai pendekatan yang terpadu dalam perusahaan.Tujuan utama dari pelaksanaan K3 untuk pencegahan cedera, mengurangi biaya (kerugian), dan memanfaatkan sumber daya yang efisien (Tweedy, 2005). Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan (sekelas Rumah Sakit Kelas B Departemen Kesehatan RI) merupakan instalasi pelaksana Kesdam I/BB di bidang penyelenggaraan kegiatan pengobatan, perawatan dan rehabilitasi penderita bagi prajurit TNI Angkatan Darat dan PNS Hankam beserta keluarganya di
Universitas Sumatera Utara
jajaran Kodam I/BB serta memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat umum. Disamping itu juga menyelenggarakan pendidikan tenaga kesehatan. Susunan organisasi Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan dipimpin oleh pimpinan puncak yang disebut dengan Eselon pimpinan. Di bawah Eselon Pimpinan terdapat Komite Medik yang diikuti dengan Eselon Pembantu Pimpinan. Eselon Pembantu Pimpinan terdiri dari 3 seksi yaitu seksi pelayanan medis, penunjang medis dan penunjang umum. Seterusnya Eselon Pelayanan terdiri dari pelayanan teknis dan umum. Eselon Pelaksana terdiri dari teknis medis dan penunjang pelayanan. Departemen yang dibawahi teknis medis adalah Departemen Bedah, Gawat Darurat dan Anestesi, Departemen Obgyn dan Anak, Departemen Penyakit Dalam, Jantung dan Paru, Departemen Mata, THT dan Kulit Kelamin, Departemen Gigi dan Mulut, Departemen Penyakit Syaraf dan Jiwa. Instalasi yang dibawahi oleh bagian penunjang pelayanan terdiri dari 8 instalasi yaitu instalasi kamar bedah, instalasi rehabilitasi medik, instalasi rawat jalan (Watlan), instalasi rawat inap (Watnap), instalasi penunjang diagnostik, instalasi farmasi, instalasi penunjang perawatan, instalasi pendidikan (Instaldik). Di bawah Eselon Pelaksana terdapat staf medik fungsional (Laporan Tahunan Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan, 2012). Berdasarkan hasil survei pendahuluan di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan melalui wawancara dengan staf pelayanan medis, penunjang medis, penunjang umum, dan panitia akreditasi diperoleh informasi bahwa standar K3 RS telah dijalankan dalam rangka akreditasi Rumah Sakit, namun implementasi
Universitas Sumatera Utara
standar K3 RS belum dievaluasi. Standar K3 RS belum dipenuhi secara menyeluruh seperti standar pelayanan K3 RS (belum dilakukan koordinasi dengan tim panitia pencegahan dan pengendalian infeksi mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien, sebagian kegiatan surveilens kesehatan kerja belum berjalan, pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan kesehatan kerja belum dilakukan, pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan belum berjalan, pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja belum berjalan); standar K3 perbekalan kesehatan di Rumah Sakit(sarana dan prasarana serta peralatan Rumah Sakit belum semua dilengkapi dengan sertifikasi operator, pencegahan dan penanggulangan kebakaran); pengelolaan bahan berbahaya dan beracun; standar SDM K3 RS; dan pembinaan, pengawasan, pencatatan dan pelaporan belum berjalan sebagaimana yang ditetapkan. Tweedy (2005) menyatakan bahwa banyak pucuk pimpinan organisasi pelayanan kesehatan mengabaikan kegiatan pengendalian bahaya, pengelolaan risiko, dan program K3 proaktif. Bila program K3 tidak diorganisasi dengan baik, maka penyediaan pelayanan pasien tidak efektif. Pada prinsipnya standar K3 RS dapat dipenuhi apabila Rumah Sakit telah menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) secara komprehensif yang pedomannya telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 432 Tahun 2007. Pemenuhan standar K3 RS merupakan bagian dari penerapan SMK3. Tingkat pemenuhan standar K3 yang rendah berakibat terhadap rendahnya kemampuan Rumah Sakit untuk berkompetisi dalam pelayanan
Universitas Sumatera Utara
kesehatan, bahkan bermuara pada pencabutan izin usaha dicabut sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 147 Tahun 2010 tentang Perizinan Rumah Sakit. Alli (2009) menyatakan bahwa penerapan K3 merupakan investasi bagi perusahaan agar dapat melakukan efisiensi terhadap biaya-biaya yang tak terduga akibat kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kebakaran, peledakan, dan pencemaran udara di lingkungan kerja. Upaya strategis yang dapat dilakukan untuk menggiring pola pikir manajemen agar berorientasi terhadap K3 melalui: 1. Pendekatan kebijakan regulasi (peraturan perundangan) K3 agar dilaksanakan dan dilakukan penegakan hukum bila terjadi pelanggaran. 2. Pendekatan psikologis melalui upaya menumbuhkan kesadaran terhadap K3. 3. Pendekatan hak azasi dalam bentuk perlindungan tenaga kerja dan pemenuhan hak mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dalam rangka mengevaluasi implementasi pemenuhan standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan.
1.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana hasil implementasi standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui implementasi tingkat pencapaian pemenuhan standar K3 secara komprehensif di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan.
2.
Mengetahui implementasi tingkat pencapaian pemenuhan tiap standar dari 5 standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan.
3.
Mengetahui apa saja kendala dalam pemenuhan standar K3 di Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan.
1.4. Manfaat Penelitian 1.
Memberikan informasi tentang tingkat pencapaian pemenuhan standar K3 RS bagi manajemen Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan.
2.
Menjadi masukan dan acuan bagi manajemen Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan untuk melakukan tindakan koreksi (perbaikan) terhadap komponen standar K3 RS yang belum dipenuhi.
3.
Menyiapkan Rumah Sakit Tingkat II Putri Hijau Kesdam I BB Medan menuju akreditasi Rumah Sakit.
Universitas Sumatera Utara