18
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin lama semakin tinggi intensitas persaingan di dalam dunia usaha yang berkembang dalam perusahaan dagang, perusahaan manufaktur, maupun perusahaan jasa. Hal ini disebabkan oleh lingkungan bisnis yang kompleks karena meningkatnya proses globalisasi yang melanda hampir semua negara, termasuk Indonesia. Untuk mampu bertahan dalam lingkungan bisnis tersebut, maka perusahaan harus dapat mengelola seluruh sumber daya untuk dapat menyusun kebijakan-kebijakan dan membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam berbagai kegiatan perusahaan, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang sehingga tujuan perusahaan tercapai secara maksimal. Pertumbuhan ekonomi nasional didukung tersedianya kesempatan berusaha yang cukup terbuka sehingga mengakibatkan tumbuh dan berkembangnya dunia usaha di berbagai sektor. Memerlukan Keberadaan perusahaan, baik perusahaan negara maupun
perusahaan
swasta
semakin
memegang
peran
penting
dalam
pembangunan ekonomi, perusahaan dalam menjalankan kegiatannya akan selalu diarahkan pada pencapaian tujuan tersebut, perusahaan memerlukan suatu strategi yang tepat yang kemudian akan menjadi prestasi bagi pihak manajemen apabila tujuan tersebut dapat dicapai, dan prestasi itu ditunjukan dengan kinerja perusahaan.
19
Dalam menjalankan usaha, pemilik melimpahkan kepada pihak lain yaitu manajer. Menurut Schroederet (2001 dalam Jogi dan Josua, 2007) hubungan manajer dengan pemegang saham di dalam agency theory digambarkan sebagai
hubungan
antara
agent
dan principal.
Manajer yang diberi
kepercayaan oleh pemegang saham disebut sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Manajer harus mengambil keputusan bisnis terbaik untuk meningkatkan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (shareholder) sehingga tujuan utama perusahaan dalam meningkatkan nilai perusahaan dapat tercapai (Brigham Gapensi, 1996). Namun demikian pemegang saham tidak dapat mengatasi semua keputusan dan aktivitas yang dilakukan oleh manajer. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Inilah yang menjadi masalah dasar timbulnya konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham yang sering disebut konflik keagenan (agency conflict) selain dapat juga terjadi karena perbedaan informasi yang disebut sebagai asymmetric information. Menurut teori keagenan Jensen dan Meckling (1976 dalam Wahidahwati, 2002) dinyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi
pengelolaan
dengan
fungsi kepemilikan
rentan
terhadap
konflik
keagenan. Masalah agensi tersebut menimbulkan biaya agensi (agency cost). Keputusan dan aktivitas manajer yang memiliki saham perusahaan tentu akan berbeda dengan manajer yang murni sebagai manajer (Christiawan dan Tarigan, 2007). Pemegang saham ingin imbal hasil yang sesuai dengan risiko yang ditanggungnya itu sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya. Imbal hasil atas dana
20
yang dipinjamkan yang sesuai kesepakatan dan risiko serta pengembalian yang tepat waktu juga diinginkan oleh kreditor. Untuk itu, manajemen diharapkan dapat membuat kebijakan keuangan yang menguntungkan kedua belah pihak. Bila keputusan manajemen merugikan bagi pemegang saham dan kreditor maka akan terjadi masalah keagenan (Ismiyanti dan Hanafi, 2003). Konflik kepentingan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan yang terkait tersebut. Aspek-aspek
masalah
keagenan
selalu dimasukkan
ke
dalam
keuangan perusahaan karena banyaknya keputusan yang berkaitan dengan konflik keagenan, seperti kebijakan hutang. Di dalam usaha untuk mengelola dan menjalankan kegiatan perusahaan, manajer memerlukan dana untuk kegiatan ekspansi bisnisnya. Salah satu alternatif bagi perusahaan dalam memenuhi dana tersebut adalah meningkatkan pendanaan dengan
hutang.
Hutang merupakan
mekanisme
yang
bisa
digunakan untuk mengurangi atau mengontrol konflik keagenan (internal control). Hal ini bisa mengurangi keinginan manajer untuk menggunakan free cash flow guna membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak optimal dan juga penggunaan hutang meningkatkan resiko. Menurut Jensen (1986 dalam harjito dan Nurfauziah, 2006) mengusulkan bahwa kebijakan hutang digunakan sebagai alat untuk mendisiplinkan manajer karena manajer harus bekerja lebih keras untuk membayar kembali hutang dan bunganya. Hutang dapat memberikan suatu keuntungan terhadap perusahaan, yaitu melaluipemberian keuntungan atas pengurangan pembayaran beban pajak atas penghasilan
21
perusahaan. Hingga suatu jumlah tertentu hutang akan dapat memaksimalkan harga saham perusahaan. Tetapi jika hutang yang dimiliki perusahaan melebihi batasan yang ditetapkan, maka hal ini akan dapat mengakibatkan turunnya kinerja perusahaan (Horne dan Wachoicz, 1997:378). Oleh karena itu dalam melakukan pengambilan keputusan terhadap kebijakan hutang, pihak manajemen perusahaan harus mempertimbangkan kapasitas pendanaan dari hutang. perusahaan, khususnya pihak manajemen dituntut untuk lebih berhati-hati dalam pengelolaan hutangnya karena besar kecilnya proporsi hutang dalam struktur modal perusahaan akan mempengaruhi risiko yaitu adanya perubahan biaya modal perusahaan. Perubahan biaya modal ini tentunya akan berpengaruh terhadap penciptaan nilai EVA. Perusahaan yang memperoleh keuntungan lebih banyak dari biaya modal akan menciptakan EVA yang positif. Tetapi jika perusahaan memperoleh keuntungan lebih kecil dari biaya modal maka EVA yang dihasilkan adalah negatif (O‟Byrne, 1997:5). Selain hutang, agency cost dapat dikurangi dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (external control) yang berkaitan langsung dengan pembuatan keputusan dalam perusahaan, yaitu direksi dan komisaris. Dengan meningkatnya kepemilikan saham oleh manajer, maka manajer akan lebih berhati-hati dalam hal pengambilan keputusan mengenai kebijakan hutang perusahaan yang bertujuan meminimumkan biaya modal perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Biaya modal yang minimum dapat membantu menciptakan nilai (create value) bagi pemilik perusahaan.
22
Biaya modal merupakan tingkat pengembalian yang harus dicapai oleh perusahaan agar dapat menutup beban finansial atas penggunaan sumber dana jangka panjangnya. Penilaian biaya modal ini harus dilakukan dengan cepat dan teliti, karena penilaian perusahaan sangat peka terhadap penggunaan biaya modal ini. Kalkulasi biaya modal dihitung dari cara pembiayaan yang digunakan yaitu pada pos-pos yang terdapat disisi kanan neraca misal utang, saham preferen dan sham biasa. Besarnya biaya modal menentukan besarnya biaya secara riil harus ditanggung oleh perusahaan untuk memperoleh dana dari suatu sumber (Riyanto,1995:245). Nilai tambah pada perusahaan dapat diukur dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA). Economic Value Added (EVA) yang di Indonesia lebih dikenal dengan istilah konsep nilai tambah ekonomi (NITAMI). EVA dilandasi oleh konsep bahwa dalam pengukuran laba suatu perusahaan harus dengan dalil mempertimbangkan harapan sistem penyedia dana (Kreditur, pemegang saham), dan karyawan serta manajer. Konsep EVA merupakan suatu konsep penilaian kinerja keuangan perusahaan yang dikembangkan oleh Stem Stewart & Co, sebuah perusahaan konsultan manajemen keuangan di Amerika Serikat. Konsep EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian ke upaya penciptaan nilai perusahaan dan menilai kinerja keuangan perusahaan secara adil yang diukur dengan mempergunakan ukuran tertimbang (weighted) dari struktur modal awal yang ada (Widayanto,1994:188). EVA menunjukkan sisa laba setelah semua biaya modal, termasuk modal ekuitas, dikurangkan (Brigham, 2001). Adanya Economic Value Added (EVA) menjadi relevan untuk mengukur
23
kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena EVA adalah ukuran nilai tambah ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau strategi manajemen. Suad Husnan dan Padjiastuty (2004:66) mengatakan “EVA menunjukan ukuran yang baik sejauh mana perusahaan telah menambah nilai terhadap para pemilik perusahaan”. Perhitungan EVA suatu perusahaan merupakan proses yang kompleks dan terpadu karena perusahaan harus menentukan terlebih dahulu biaya modalnya. Berdasarkan
uraian
di
atas,
adanya
kepemilikan
manajerial
akan
mempengaruhi manajer dalam membuat kebijakan hutang perusahaan yang berkaitan dengan proporsi penggunaan hutang dan ekuitas yang menghasilkan biaya modal, dimana biaya modal tersebut akan mempengaruhi EVA. BEI membagi perusahaan-perusahaan yang tercatat (listing) ke dalam berbagai-bagai sektor berdasarkan kegiatan usahanya. Salah satu sektor di dalam Bursa Efek Indonesia adalah Sektor Manufaktur. Pada penelitian ini, data yang akan digunakan berasal dari perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, dimulai dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kebijakan Hutang Dan Dampaknya Pada Economic Value Added Perusahaan Manufaktur Yang Go Public Di Bursa Efek Indonesia”.
24
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif signifikan terhadap Economic Value Added. 2. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan hutang. 3. Apakah kebijakan hutang berpengaruh negatif signifikan terhadap Economic Value Added. 1.3 Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan yang ada, maka tujuan penelitian ini yaitu: 1. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap Economic Value Added. 2. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang. 3. Untuk menganalisis pengaruh kepemilikan manajerial dan kebijakan hutang terhadap Economic Value Added. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, antara lain:
25
1. Kontribusi Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak perusahaan untuk memberikan pemahaman kepada manajer agar dapat membuat kebijakan keuangan yang baik, terutama kebijakan hutang perusahaan yang diharapkan dapat menjadi hal yang diperhatikan dalam upaya mengurangi konflik keagenan, serta menciptakan nilai tambah perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan secara maksimal. 2. Kontribusi Teoretis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan kepustakaan/referensi empiris mengenai pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan hutang dan dampaknya pada Economic Value Added (EVA) perusahaan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup dengan mengambil data perusahaan dibidang industry Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia (BEI). Penelitian ini hanya dibatasi selama tiga tahun yaitu dari tahun 2009 – 2011 kemudian dianalisis untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajerial dan kebijakan hutang terhadap Economic Value Added ( EVA) perusahaan Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia. Dalam pengambilan sampel, peneliti menggunakan kriteria-kriteria untuk membatasi jumlah sampel yang digunakan. Penggunaan kriteria itu juga dikarenakan keterbatasan waktu dalam penelitian ini.