1
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah maupun nasional serta mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri1. Atas dasar kepentingan tersebut di atas, maka adalah sebuah keniscayaan bahwa Indonesia merupakan negara yang sangat membutuhkan dan menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing. Secara teoritis maupun praktis, faktor investasi dapat dijadikan salah satu instrumen atau faktor utama untuk memacu dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jadi, ada hubungan yang linier dan berkelanjutan antara investasi dengan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja bagi masyarakat2. Sejalan dengan hal tersebut Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengatakan bahwa investasi merupakan kunci untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7% dalam 3 tahun mendatang. Tahun ini, investasi juga menjadi faktor penting untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi sampai 5,8%3. Naiknya peringkat investasi Indonesia ke level investment grade zone dengan outlook positif dan stabil yang disematkan oleh sejumlah lembaga pemeringkat 1
Huruf C Konsideran Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Didik J Rachbini, Arsitektur Hukum Investasi Indonesia, Indeks, Jakarta, 2008, hlm. 12. 3 http://finance.detik.com/read/2015/01/26/103834/2813669/4/ingin-pertumbuhan-ekonomi-tahunini-58-jokowi-kuncinya-investasi 2
2
internasional seperti The Fitch, Moodys, S&P, merupakan modal bagi kesinambungan pembangunan di masa mendatang. Indonesia kini di mata dunia menjadi destinasi investasi utama di tengah perlambatan ekonomi global sejak tahun 20084. Berkat peringkat investasi Indonesia ke level investment grade zone dengan outlook positif dan stabil tersebut realisasi investasi di Indonesia mengalami peningkatan yang menjanjikan. Realisasi investasi pada Januari–Juni 2014 adalah sebesar Rp 222,8 T, meningkat 15,6 % dari tahun sebelumnya yaitu Januari-Juni 2013 (Rp 192,8 T), dari investasi sebesar Rp 222,8 Triliun tersebut, jumlah penanaman modal asing adalah sebesar Rp 150,0 Triliun (67,3%) dan penanaman modal dalam negeri sebesar Rp 72,8 Triliun (32,7%)5. Sementara penanaman modal asing di Provinsi DIY pada Januari–Juni 2014 adalah sebesar US$ 24,97 juta dengan jumlah 33 proyek, sedangkan realisasi penanaman modal dalam negeri adalah sebesar Rp 125,52 Miliar dengan jumlah 5 proyek6. Meningkatnya realisasi investasi pada Januari–Juni 2014 dari realisasi tahun sebelumnya, yaitu Januari-Juni 2013, merupakan sebuah prestasi yang cukup membanggakan, namun apabila melihat potensi ekonomi Indonesia yang sangat besar maka seharusnya peningkatan realisasi investasi tersebut diharapkan dapat lebih signifikani, karena masih banyak sektor usaha yang membutuhkan penanaman modal untuk pengembangannya, salah satunya adalah sektor industri. Sektor industri tidak saja berpotensi memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 4
Firmanzah, Investasi dan Perekonomian Indonesia, Jakarta, 2014, Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, diakses melalui http://setkab.go.id/investasi-dan-perekonomian-indonesia/. 5 Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia, “Realisasi Penanaman Modal PMDNPMA Triwulan II dan Januari-Juni Tahun 2014”,hlm. 4. 6 Ibid., hlm. 21.
3
memberikan kontribusi menuju transformasi cultural masyarakat ke arah modernisasi yang menunjang daya saing suatu wilayah7. Pembangunan bidang industri merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang harus dilasanakan secara terpadu dan berkelanjutan, sehingga pembangunan bidang industri dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat8. Kontribusi sembilan sektor lapangan usaha Indonesia menunjukkan bahwa industri manufaktur tetap sebagai the leading sector yang memberikan sumbangan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia9. Pada tahun 2014 pertumbuhan kumulatif sektor industri manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) tanpa migas sebesar 5,30% sampai triwulan III tahun 201410. Sedangkan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB pada triwulan III tahun 2014 sebesar Rp 188.155,6 miliar atau sebesar 23,38%11. Mengingat pentingnya sektor industri manufaktur terhadap PDB Nasional, maka tentunya diperlukan langkah konkret dari pemerintah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi pada sektor industri manufaktur, yakni salah satunya dengan mendorong penanaman modal. Dalam rangka peningkatan nilai tambah sumber daya alam, Pemerintah mendorong pengembangan Industri pengolahan di dalam negeri12. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai bagian integral dari Pemerintah Republik Indonesia, turut berperan serta dan melakukan tindakan proaktif dalam
7
Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, “Berita Resmi Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta No. 47/08/34/Th.XVI”, 4 Agustus 2014, hlm. 1” 8 Ibid. 9 Badan Pusat Statistik, “Perkembangan Indeks Industri Manufaktur 2012-2014”, Badan Pusat Statistik, 2014, Jakarta. Hlm. 11. 10 Ibid. 11 Ibid. hlm. 12. 12 Pasal 31 Undang-undang No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian
4
upaya mendorong pengembangan industri pengolahan atau industri manufaktur di Provinsi DIY sesuai dengan amanat Pasal 31 Undang-undang No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian tersebut. Sektor industri manufaktur menjadi salah satu sektor industri yang mampu menggerakkan kegiatan ekonomi sehingga lapangan kerja, pendapatan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara serta penerimaan devisa meningkat melalui upaya pengembangan dan pendayagunaan berbagai potensi industri. Oleh karena itu sektor industri manufaktur sangat berperan sebagai penyumbang dalam peningkatan perekonomian Provinsi DIY. Bahkan menurut Berita Resmi Statistik Provinsi DIY tanggal 5 Agustus 2014, industri manufaktur/pengolahan memiliki peranan yang cukup signifikan dalam struktur perekonomian Provinsi DIY pada triwulan II 2014, yakni sebesar 14,32%. Nilai tersebut menempati urutan ketiga dalam struktur perekonomian Provinsi DIY pada triwulan II 2014, yakni sektor perdagangan, hotel, dan restoran, yaitu sebesar 21,44 persen, sektor jasa-jasa sebesar 20,46 persen, sektor industri pengolahan sebesar 14,32 persen, sektor pertanian sebesar 12,15 persen, sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan sebesar 10,78 persen, sektor konstruksi 10,39 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 8,47, sektor Listrik, Gas dan Air Bersih sebesar 1,36, dan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,6413. Demikian pula terkait dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor industri manufaktur yang meningkat sebesar 1,72% pada tahun 2012 sehingga
13
sebanyak
300.539
orang
Badan Pusat Statistik Provinsi DIY, 48/08/34/Th.XVI”, l5 Agustus 2014, hlm. 5.
terserap
“Berita
Resmi
dalam
sektor
Statistik
Provinsi
industri
DIY
No.
5
manufaktur/pengolahan14, jumlah terebut tentunya telah meningkat hingga dengan tahun 2015 ini. Dengan Kontribusinya yang sangat signifikan terhadap struktur perekonomian Provinsi DIY, maka idustri manufaktur seyogyanya mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah provinsi DIY demi mempertahankan dan sekaligus meningkatkan kegiatan ekonomi pada sektor usaha tersebut. Penanaman
modal
sebagai
salah
satu
sumber
pembiayaan
dalam
pembangunan diharapkan dapat menjadi solusi pembangunan industri manufaktur demi meningkatkan dan mengembangkan kegiatan ekonomi pada sektor industri tersebut. Namun dalam rangka mendorong penanaman modal ke daerah perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien, dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi daerah dan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah perkara mudah, diperlukan komitmen nyata pemerintah daerah untuk dapat menarik investor ke daerahnya. Hasil survei tahunan terhadap perusahaan-perusahaan di 131 negara dari World Economic Forum (2007) yang berpusat di Geneva (Swiss) untuk
The
Global
Competitiveness
Report
2007-2008
memperlihatkan
permasalahan-permasalahan utama yang dihadapi pengusaha-pengusaha di Indonesia, infrastruktur yang buruk (dalam arti kuantitas terbatas dan kualitas buruk) tetap pada peringkat pertama, dan birokrasi pemerintah yang tidak efisien pada peringkat kedua, serta keterbatasan akses keuangan berada di peringkat ketiga15. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pelaksanaan otonomi daerah
14
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY, “Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) DIY tahun 2015”, hlm. 188. 15 Tulus Tambunan, Daya Saing Indonesia dalam Menarik Investasi Asing, Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti & Kadin Indonesia, 2008, hlm. 9.
6
yang berdampak pada rumitnya masalah perizinan, padahal perizinan merupakan faktor vital yang menentukan apakah investor bersedia menanamkan modalnya atau tidak. Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa dampak perubahan bagi bangsa Indonesia, perubahan tersebut tidak hanya berdampak pada sistem penyelanggaraan pemerintah tetapi juga pada perubahan kebijakan-kebijakan dalam pembangunan daerah16. Tiga perubahan pokok yang dirasakan oleh daerah adalah: 1.
Perubahan kewenangan pengelolaan sumberdaya alam
2.
Perubahan kewenangan pengelolaan sumber-sumber keuangan (pajak dan retribusi)
3.
Perubahan alokasi anggaran dari pusat ke daerah17. Ketiga perubahan kewenangan tersebut secara langsung berimplikasi pada
rencana pembangunan dan indikator ekonomi makro regional (provinsi) terutama terhadap investasi, kesempatan kerja, laju pertumbuhan ekonomi lokal dan regional, ketimpangan antar daerah (lokal) serta perubahan dalam struktur perekonomian lokal maupun regional18. Sebagai wujud dari komitmen pemerintah Provinsi DIY untuk menciptakan iklim yang kondusif dalam memberi pelayanan dan kepastian berusaha bagi investor, maka dibentuklah Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY yang ditetapkan berdasarkan Perda Provinsi DIY Nomor 7 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tatakerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi
16
Martini Husaeni, Potensi Daerah di Otonomi Daerah; Peluang dan Tantangan Otonomi Daerah, PT. Permata Artistika Kreasi, Jakarta, 2011, hlm. 45. 17 Ibid. 18 Ibid.
7
Pamong Praja, dan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 36 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas dan Unit Pelaksana Teknis Lembaga Teknis Daerah Provinsi DIY sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 40 Tahun 2010. Hal tersebut menjadikan BKPM Provinsi DIY sebagai garda terdepan dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY. Oleh karena itu, penulis menilai diperlukan sebuah penelitian yang kiranya dapat menjelaskan mengenai peranan BKPM Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY, yang diharapkan dapat berguna untuk memberikan gambaran kepada pemerintah pusat mengenai pelaksanaan penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY, serta sekaligus sebagai bahan pertimbangan bagi BKPM Provinsi DIY dalam menentukan model pelayanan penanaman modal yang tepat demi meningkatkan penanaman modal pada sektor industri manufaktur dalam rangka pembangunan ekonomi Provinsi DIY.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY?
8
2.
Apakah kendala yang dihadapi oleh Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal mengenai tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini, yaitu: 1.
Tujuan Objektif a.
Untuk mengetahui peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY.
b.
Untuk Mengetahui kendala yang dihadapi oleh Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY.
2.
Tujuan Subjektif Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan penulisan hukum sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
D. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan dan penelusuran yang dilakukan oleh Penulis di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, belum pernah ada
9
penulisan hukum yang mengangkat topik mengenai “Peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam Upaya Mendorong Penanaman Modal Pada Sektor Industri Manufaktur di Provinsi DIY”. Akan tetapi telah ada beberapa penelitian dengan topik seputar investasi, diantaranya: 1.
Tesis yang ditulis oleh mahasiswa S2 Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, Anwar (2011), yang berjudul “Peran dan Fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah untuk Menarik Investasi Asing di Provinsi Papua” Penulisan ini membahas mengenai strategi pemerintah Provinsi Papua untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui peran dan fungsi Badan Koordinasi
Penanaman
Modal
Daerah
sebagai
lembaga
yang
menyelenggarakan kegiatan investasi. Pada penulisan hukum ini diambil kesimpulan bahwa Strategi utama BKPMD Provinsi Papua adalah dengan memberikan dukungan penuh kepada dunia usaha dan kerjasama antar daerah, lembaga teknis terkait serta masyarakat, sehingga Peran dan fungsi Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Provinsi Papua untuk menarik investasi asing telah memberikan hasil yang maksimal, hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan dan peningkatan investasi asing yang masuk ke Provinsi Papua mengalami kenaikan yang cukup signifikan. 2.
Penulisan Hukum yang ditulis dalam bentuk skripsi oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada, Riza Ayu Prihandini (2012), dengan judul “Peran Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Penanaman Modal Pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi”. Penulisan ini membahas mengenai kewenangan BKPM
10
Pemerintah Provinsi DIY sebagai penyelenggara fungsi kordinasi penanaman modal di Provinsi DIY dalam mendorong penanaman modal pada Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi UMKMK. Pada penulisan hukum ini diambil kesimpulan bahwa BKPM Pemerintah Provinsi DIY tidak memiliki kewenangan dalam menyentuh urusan yang terkait dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi karena belum adanya peraturan pelaksana yang jelas untuk menjalankan amanat pasal 13 Undang-undang Penanaman Modal yakni pengembangan penanaman modal pada koperasi. Dari beberapa penelitian yang ditemukan oleh penulis, maka penulis beranggapan bahwa penulisan hukum yang dibuat oleh penulis memiliki perbedaan dengan penulisan hukum yang telah ada sebelumnya. Adapun perbedaan tersebut terletak pada: 1) Lokasi Penelitian Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis berencana untuk melakukan penelitian di a)
Kantor Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Pemerintah Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta, yang beralamat di Jalan Malioboro, Kompleks Kepatihan, Unit 6-7, Danurejen, Yogyakarta.
b) Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu BKPPM DIY, yang beralamat di Kompleks Taman Hiburan Rakyat (THR), Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta. c)
Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM Provinsi DIY, yang beralamat di jl. Kusuma Negara No.9 kota Yogyakarta.
11
2) Isi/Objek Penelitian Penelitian ini difokuskan pada peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Pemerintah Provinsi DIY sebagai bagian dari Pemerintah Provinsi DIY dalam upaya meningkatkan penanaman modal pada sektor industri manufaktur di Provinsi DIY, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perannya tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penulis beranggapan bahwa penelitian yang akan dilakukan oleh penulis adalah dengan itikad baik tanpa adanya maksud untuk melakukan tindakan plagiarisme. Apabila terdapat penelitian yang serupa, maka diharapkan penelitian ini dapat menambah dan memperkaya khasanah penulisan hukum yang bersifat akademis.
E. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi ilmu pengetahuan, bagi pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, serta menjadi refrensi literatur khususnya dalam hukum penanaman modal, khususnya mengenai peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Daerah dalam upaya meningkatkan penanaman modal pada sektor industri manufaktur.
12
2.
Bagi Pemerintah Pusat Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan
gambaran kepada pemerintah pusat mengenai peranan Badan Kerjasama dan Penanaman Modal Provinsi DIY dalam upaya mendorong penanaman modal pada sektor usaha industri manufaktur di Provinsi DIY. Hasil penelitian hukum ini juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah pusat dalam menentukan kebijakan yang tepat demi menghindari kendala-kendala dalam pelayanan penanaman modal. 3.
Bagi Pemerintah Daerah Hasil penelitian hukum ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan
pertimbangan bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan model pelayanan penanaman modal yang tepat dalam rangka meningkatkan penanaman modal khususnya pada sektor industri manufaktur demi meningkatkan pembangunan ekonomi daerah dan nasional.