Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Setiap bahasa yang digunakan di masing-masing negara memiliki bunyi yang berbeda-beda. Lain bahasa, lain pula bunyinya, dan tidaklah mudah mempelajari suatu bahasa, baik dari cara membunyikannya maupun membangun sebuah kalimat secara lisan ataupun tertulis. Sutedi (2004: 2) mengungkapkan: Bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan sesuatu ide, pikiran, hasrat dan keinginan kepada orang lain. Memang terkadang kita menggunakan bahasa bukan untuk menyampaikan isi pikiran kepada orang lain, tetapi hanya ditujukan pada diri sendiri, seperti saat berbicara sendiri baik yang dilisankan maupun hanya di dalam hati. Tetapi, yang paling penting adalah ide, pikiran, hasrat dan keinginan tersebut dituangkan melalui bahasa. Agar bahasa dapat digunakan sebagai alat komunikasi seperti yang dijelaskan di atas, serta dapat memenuhi fungsinya secara baik, maka diperlukanlah pengetahuan yang cukup mengenai bunyi suatu bahasa. Karena di sini lebih banyak disoroti tentang fonetik dan fonologi (ilmu bunyi suatu bahasa). Dalam bahasa Jepang, fonologi disebut dengan onseigaku. Dalam fonologi, penulis mencoba menganalisis kesalahan pelafalan bunyi し (shi), つ (tsu), dan ず/づ (zu) dalam kata-kata bahasa Jepang yang masih sering salah diucapkan oleh pemelajar asing, yang berbahasa ibu bahasa Indonesia. Setiap pengguna bahasa di seluruh dunia tentu memiliki bunyi ujaran yang berbeda-beda. Dan perbedaan ucapan tersebut membuat suatu perbedaan yang khas antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lainnya. Bahkan kita dapat membedakan bunyi ujaran orang yang satu dengan yang lain, walaupun bahasa yang digunakan adalah bahasa yang sama. Menurut 1
Kentjono dalam Kushartanti, dkk. (2005: 159-160), perbedaan ucapan tidak hanya timbul karena penuturnya berbeda. Perbedaan tersebut dapat terjadi pada setiap orang, yang berarti ucapan setiap orang bergeser-geser kualitas dan kuantitasnya. Selain itu ada dua macam pergeseran bunyi yang kita ucapkan, yaitu pergeseran yang terjadi karena bunyi yang bersangkutan terdapat pada posisi atau lingkungan yang berbeda, dan yang kedua yaitu pergeseran yang terjadi meskipun posisi atau lingkungan bunyi tersebut tetap sama. Jenis pergeseran pertama terjadi karena bunyi cenderung dipengaruhi lingkungannya. Lingkungan yang dimaksud di sini yaitu lingkungan suatu bunyi. Misalnya vokal yang berada di belakang konsonan ‘sengauan’ akan tersengaukan karena pengaruh konsonan tersebut. Seperti pada kata nganga, bunyi vokal a akan tersengaukan karena pengaruh konsonan sengauan [ŋ]. Jenis pergeseran kedua terjadi karena alat-alat ucap kita tidak mampu dengan sengaja mengucapkan dua bunyi yang benar-benar sama. Contohnya seperti pergeseran di antara [e] dan [ε] atau di antara [o] dan [ɔ]. Kita dapat mengucapkan vokal e seperti pada kata rela, meja, dan beda sebagai [e] maupun sebagai [ε]. Dan kita dapat pula mengucapkan vokal o seperti pada kata bola, roda, dan kota sebagai [o] maupun [ɔ]. Dengan memperhatikan pergeseran-pergeseran seperti itu, maka tidak hilang kemungkinan bahwa kita dapat saja melakukan pergeseran pelafalan bahasa lain dengan melakukan penyesuaian lafal dengan bahasa sendiri, baik disadari maupun tidak disadari. Masih banyak orang Indonesia yang melafalkan bahasa Jepang dengan tidak sesuai bunyi aslinya. Memang, kita sebagai bangsa Indonesia tidaklah harus dapat melafalkan 2
bahasa lain dengan ketepatan yang sama persis, namun dalam mempelajari suatu bahasa, kita dituntut untuk dapat melafalkan paling tidak mendekati bunyi aslinya tanpa menghiraukan bunyi asli bahasa asing tersebut. Tentu saja dalam beberapa kasus, hal ini akan menimbulkan masalah pengertian makna maupun kesalahan penulisan. Misalnya bunyi つき (tsuki) yang memiliki makna “bulan”, dan seharusnya dilafalkan [tsɯki] sering dilafalkan sebagai すき(suki) yang memiliki makna “suka”, dan seharusnya dilafalkan [sɯki]. Atau kasus lainnya yaitu pada saat melakukan dikte, jika pendikte salah melafalkan suatu kata, maka si penulis kata yang didiktekan akan menuliskannya dengan salah pula. Sebagai contoh lain, huruf つ (tsu) dengan lambang fonem /tsɯ/ sering sekali dilafalkan sebagai ちゅ (chu) yang lambang fonemnya /tʃɯ/; huruf konsonan ‘z’ atau [dz] dilafalkan sebagai ‘j’ atau [dӡ], seperti pada kata ‘shizuka’ [ʃidzɯka] yang dilafalkan menjadi ‘shijuka’ [ʃidӡɯka]; atau bunyi ‘shi’ dengan lambang fonem /ʃi/ dilafalkan [si], dan masih banyak contoh kesalahan yang lain. Sebagai penelitian pendahuluan, penulis tertarik mencoba melakukan penelitian ini karena penulis menganggap hal ini merupakan hal yang esensial. Penulis bermaksud untuk mengajak para pemelajar bahasa Jepang menjadi sadar akan kesalahan-kesalahan yang sering terjadi dalam pelafalan bahasa Jepang, sehingga timbul keinginan untuk memperbaiki kesalahan tersebut agar tidak terjadi lagi.
3
1.2. Rumusan Permasalahan Seperti pada latar belakang permasalahan, bahwa banyak ditemuinya kesalahan pengucapan bunyi bahasa Jepang yang diucapkan oleh pemelajar berbahasa ibu bahasa Indonesia, maka penulis bermaksud meneliti, bunyi apa saja di antara bunyi し (shi), つ (tsu), dan ず/づ (zu) dalam bahasa Jepang yang masih sering dilafalkan secara tidak benar oleh pemelajar berbahasa ibu bahasa Indonesia, serta meneliti perbedaan kekhasan bunyi bahasa Jepang dengan bahasa Indonesia. Selain itu penulis juga
bermaksud
menjelaskan bagaimana dan mengapa kesalahan tersebut dapat terjadi.
1.3. Ruang Lingkup Permasalahan Ruang lingkup permasalahan penelitian ini adalah mahasiswa sastra Jepang tingkat akhir atau semester delapan tahun 2008 Universitas Bina Nusantara. Penulis akan menganalisis seberapa banyak kesalahan pelafalan sukukata dalam kata-kata bahasa Jepang yang masih sering dilakukan oleh mahasiswa sastra Jepang tingkat akhir Universitas Bina Nusantara. Penulis menjadikan mahasiswa semester delapan sastra Jepang tahun 2008 Universitas Bina Nusantara sebagai responden bahan penelitian, karena mahasiswa sastra Jepang tingkat akhir tentu sudah mempelajari bahasa Jepang sekurang-sekurangnya tiga setengah tahun, dan waktu selama ini sudah cukup untuk mahasiswa mengenal bunyi bahasa Jepang. Penulis juga melakukan pembatasan mengenai bunyi yang diteliti. Penulis hanya melakukan penelitian pada bunyi-bunyi tertentu saja (tidak semua bunyi sukukata bahasa Jepang). Bunyi yang akan diteliti atau disoroti oleh penulis yaitu bunyi shi (し)
4
[ʃi], tsu (つ) [tsɯ], dan zu (ず/づ) [dzɯ]. Karena interferensi atau pergeseran bunyi dapat terjadi pada dua bidang, yaitu bidang segmental (vokal, konsonan, diftong, dan gugus konsonan) dan bidang suprasegmental (jangka, tekanan, dan nada), maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada bidang segmental saja, khususnya pada konsonannya. Alasan dari hal tersebut yaitu karena penelitian di bidang suprasegmental membutuhkan peralatan yang lebih lengkap dan canggih serta membutuhkan waktu yang lama.
1.4. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis kesalahan pengucapan bunyi し (shi), つ (tsu), dan ず/づ (zu) dalam bahasa Jepang, yaitu lebih tepatnya mengetahui bunyi apa saja di antara bunyi し (shi), つ (tsu), dan ず/づ (zu) dalam bahasa Jepang yang masih sering dilafalkan secara tidak benar oleh pemelajar berbahasa ibu bahasa Indonesia, serta mengetahui alasan terjadinya kesalahan tersebut yang dilakukan oleh mahasiswa sastra Jepang tingkat akhir Universitas Bina Nusantara, juga memperbaiki kesalahan pengucapan tersebut yang relevan bagi setiap pemelajar bahasa Jepang. Selain itu untuk membantu mengingatkan para pemelajar bahasa Jepang agar memperhatikan hal ini sebagai hal yang penting dalam mempelajari suatu bahasa. Sedangkan manfaat dari penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran dan refleksi pada para pemelajar bahasa Jepang dalam melihat kesalahan yang paling sering dilakukan saat mengucapkan bahasa Jepang.
5
1.5. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode survei, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan melalui perekaman suara responden yang diminta untuk melafalkan kata-kata bahasa Jepang yang akan diteliti. Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data yang penulis peroleh adalah sebagai berikut: pertama, penulis melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari hasil rekaman, lalu penulis mentranskripsikan hasil rekaman secara fonetik dan mengidentifikasi kesalahan pelafalan bahasa Jepang yang diperoleh dari pengumpulan data untuk dianalisis. Setelah itu, kesalahan yang sudah diidentifikasi dikelompokkan menurut jenis kesalahannya. Dan yang terakhir penulis akan mengoreksi kesalahan-kesalahan tersebut serta memberikan jawaban yang tepat atas kesalahan tersebut.
1.6. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terbagi dalam lima bab, yaitu: Bab 1 Pendahuluan, pada bab ini penulis akan menjelaskan latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini, metodologi penelitian yang digunakan, serta sistematika penulisan penelitian ini. Bab 2 Landasan Teori, pada bab ini penulis akan menuliskan beberapa landasan teori yang digunakan dalam menganalisis kesalahan pengucapan bahasa Jepang dari hasil perekaman suara responden. Bab 3 Analisis Data, pada bab ini penulis akan menganalisis kesalahan pengucapan bahasa Jepang yang didapatkan dari hasil perekaman suara responden. Lalu melakukan analisis data dengan cara mentranskripsikan hasil rekaman, mengelompokkan kesalahan pengucapan tersebut menurut jenis kesalahannya, lalu mengoreksi kesalahan tersebut. 6
Bab 4 Simpulan dan Saran, pada bab ini penulis akan menuliskan kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini serta saran-saran untuk peneliti selanjutnya. Bab 5 Ringkasan, pada bab ini penulis akan menuliskan ringkasan dari hasil analisis data penelitian ini.
7