BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pupuk bersubsidi merupakan suatu bantuan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk para petani guna untuk meningkatkan mutu dari hasil pertanian atau perkebunan di Indonesia. Ironisnya para petani yang seharusnya mendapatkan produk pupuk bersubsidi tersebut tidak menerimanya. Mereka kesulitan dalam mendapatkan produk pupuk bersubsidi tersebut. Banyaknya praktik yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengakali produk pupuk bersubsidi ini untuk keuntungan sebagian pihak merupakan alasan dibalik kelangkaan produk bersubsidi ini. Terjadi suatu ketimpangan atau penyelewengan dalam distribusi produk pupuk bersubsidi ini. Dilihat dari data yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, tentang alokasi pupuk bersubsidi pada tahun 2015 menunjukan bahwa telah dialokasikan 9,55 juta ton pupuk bersubsidi. Dengan perincian Urea: 4.100.000 ton, SP:-36 850.000 ton, ZA: 1.050.000 ton, NPK: 2.550.000 ton dan pupuk organik: 1.000.000 ton. Tentunya angka-angka tersebut telah dihitung sebagai estimasi dari kebutuhan pupuk subsidi nasional oleh Kementrian Pertanian. Tetapi di sisi lain, petani-petani yang memenuhi persyaratan untuk mendapatkan pupuk subsidi dengan harga yang telah ditentukan masih saja sulit untuk membeli pupuk bersubsidi. Hal ini diperkirakan karena adanya permainan dari distributor-distributor pupuk bersubsidi yang tidak mengalokasikan pupuk bersubsidi kepada petani, melainkan menjualnya kepada para pengusaha dan pemilik modal. Biasanya produk pupuk bersubsidi terdapat di KUD. Ketika petani ingin membeli produk pupuk bersubsidi, pupuk bersubsidi tersebut tidak tersedia. Hal ini mengakibatkan petani harus membeli pupuk dari pedagang atau pengusaha, dan tentunya pupuk yang dibeli oleh petani ialah pupuk non-subsidi. Misalnya saja untuk pupuk urea bersubsidi paling tinggi Rp 155.000,- per karung ukuran 50 kg, sedangkan untuk harga pupuk urea non-subsidi adalah Rp 170.000,- per karung ukuran 50 kg. Selisih Rp 25.000,- per karung merupakan keuntungan yang diterima oleh spekulan yang menjual pupuk subsidi dengan harga non-subsidi. Produk pupuk bersubsidi yang jarang untuk bisa didapatkan oleh petani, menjadi tanda tanya besar dengan alokasi pupuk bersubsidi yang telah diperhitungkan dengan matang oleh 9
10 pihak kementerian pertanian. Dengan sistem monopoli yang didapatkan oleh BUMN yang menyediakan pupuk bersubsidi, menyebabkan terbuka lebarnya permainan dan juga peluang untuk melakukan rent-seeking. Permainan pupuk bersubsidi bukan hanya dimaikan secara langsung oleh BUMN yang ditunjuk tersebut, tetapi juga oleh pihak yang menjadi distributor di setiap wilayah di Indonesia, terutama di kabupatenkabupaten di Indonesia. Distributor yang ada di setiap wilayah tentu saja ditunjuk oleh BUMN atau merupakan anak perusahan dari BUMN tersebut. Disamping itu, RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) sebagai dasar penebusan pupuk ke kios pengecer belum sepenuhnya berjalan dengan sesuai dengan yang diharapkan, dibuktikan dari masih adanya kios pengecer yang belum memiliki RDKK pada saat penyaluran pupuk ke Kelompok Petani. Masih lemahnya sistem administrasi penjualan di tingkat kios pengecer bisa menimbulkan penyimpangan pupuk bersubsidi. Setiap celah yang ada tentunya dapat dimanfaatkan oleh spekulan dalam mencari keuntungan. Dalam hal ini, pelaku atau spekulan yang sering ditemui ialah pihak pengusaha yang memiliki modal dan juga oknum di lapisan distributor pupuk bersubsidi. Oknum dari lapisan distributor ini tentunya berhubungan dengan setiap kebijakan pemerintah, karena pupuk bersubsidi adalah kebijakan pemerintah yang dimana dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan juga kesejahteraan dari petani. Secara otomatis distributor merupakan perantara yang ditunjuk pemerintah sebagai alokator. Dengan kata lain, maka oknum pengusaha dan oknum distributor menjadi rent-seeker. Menurut Tullock dalam Tollison (2012:74), konsep dari rent-seeking adalah ide bahwa pemindahan diubah ke dalam biaya sosial ketika individu-individu mengeluarkan sumber daya dan kemauan untuk merebut sumber daya tersebut. Pengertian rent-seeking biasanya berhubungan dengan pemerintah dan regulasi, dimana kontestan melakukan lobby kepada pemerintah agar memudahkan kontestan untuk mendapatkan keuntungan dari penguasa, dan kontestan cenderung untuk membujuk agar terjadinya monopoli pada usahanya. Proses rent-seeking terjadi ketika adanya keinginan untuk merebut sumber daya dengan cara melakukan lobbying ke pemerintah. Kegiatan oknum untuk mendapatkan pupuk bersubsidi yang nantinya akan dijual dengan harga dan kemasan pupuk bersubsidi adalah indikasi terjadinya rent-seeking. Tentunya ada peranan dari oknum distributor yang menyalurkan pupuk bersubsidi bukan ke kelompok petani,
L11
melainkan kepada oknum pengusaha yang memiliki modal. Dalam praktiknya diduga bahwa pengusaha membeli pupuk bersubsidi dengan harga lebih tinggi dari yang mampu dibayarkan oleh kelompok petani, sehingga dari hal ini, selisih dari harga pupuk bersubsidi yang ditentukan oleh pemerintah dengan harga yang dibayarkan oleh pengusaha merupakan keuntungan atau rent (laba) yang diterima oleh pihak distributor. Implikasi dari kegiatan rent-seeking ini berimbas pada tidak tersedianya stok pupuk di KUD atau kios pengecer. Ketidakadaan stok pupuk ini tentunya berimbas pada petani. Petani dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit, seperti harus membeli pupuk non-subsidi, atau menunggu tersedianya pupuk bersubsidi di KUD atau Kios Pengecer. Jika petani memilih untuk membeli pupuk non-subsidi, maka petani harus menyiapakan dana lebih besar, jika petani tidak memiliki dana lebih besar, maka petani hanya mampu untuk membeli pupuk dengan volume yang lebih sedikit, hal ini nantinya akan berimbas pada proporsi kebutuhan pupuk pada tanaman, ketika tanaman tidak mendapatkan proporsi pupuk yang baik, maka otomatis penurunan kualitas dan juga kuantitas akan terjadi. Jika petani memilih untuk menunggu tersedianya pupuk bersubsidi, maka siklus tanam petani akan terganggu, dan juga waktu panen pun menjadi terlambat. Dengan terlambatnya panen maka prediksi petani akan kebutuhan dan permintaan akan produk akan menyimpang, sehingga menimbulkan kerugian pada petani tersebut. Implikasi dari kurangnya pupuk bersubsidi pastinya memberikan kerugian bagi petani, tertama untuk petani yang memiliki modal yang kecil. Setiap pilihan yang ada tetap tidak mampu menghindarkan petani dari kerugian. Gembar-gembor pemerintah untuk melakukan peningkatkan pada produk berbasis agraria ini tampaknya tidak dapat terealisasikan dengan baik jika adanya praktek rent-seeking yang masih terjadi. Kegiatan rent-seeking mengakibatkan perekonomian menjadi tidak sehat, karena terjadinya monopoli. Monopoli seringkali mengalami penyelewengan dalam prakteknya, menjadikan kekuatan dan kekuasaan untuk memeras konsumen untuk mendapatkan suatu barang atau jasa. Dalam kasus pupuk bersubsidi, perusahaan penyedianya adalah Badan Usaha Milik Negara. Tetapi yang harus diperhatikan adalah distributor di setiap wilayah. Kekuasaan untuk menyalurkan pupuk bersubsidi dapat diselewengkan dengan mudah ketika pasar hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu. Ketika pasar tidak dapat mengontrol, maka lebih mudah lagi suatu perusahaan untuk melakukan penyelewengan.
12 Subsidi selalu menjadi dilema bagi pemerintah. Bertujuan untuk mengurangi beban dari penerima subsidi, tetapi malah seringkali menjadi sarana untuk memperkaya sekelompok orang, dan tidak menutup kemungkinan untuk oknum pemerintah juga menjadi sekelompok orang tersebut. Menurut Lofland (2006:9), bahwa peneliti memiliki motivasi penelitian. Motivasi penelitian yang dikategorikan menjadi tiga, yaitu: 1. Biografi dan pengalaman pribadi Peneliti memulai penelitian berdasarkan pengalaman pribadinya (relasi, kepahitan dalam hidup, aktivitas yang menyenangkan, dan susunan kehidupan) dan biodrafi dari diri mereka sendiri ataupun orang lain. 2. Keresahan intelektual Keresahan intelektual sebagai kekuatan motivator dari penelitian yang berasal dari sebuah ide ketertarikan akademik yang dapat memulai penelitian. 3. Tradisi dan justifikasi Melakukan penelitian berdasarkan penelitian terdahulu yang masih memerlukan penelitian selanjutnya dan berdasarkan hati nurani untuk mau meneliti hal tersebut. Motivasi peneliti dalam melakukan penelitian ini ialah berdasarkan keresahan intelektual dari peneliti dimana peneliti melihat dan mendengar terdapat fenomena dimana
adanya
penyelewengan
pupuk
bersubsidi
yang
menimbulkan
ketidaktersediaan pupuk pada petani yang diduga karena adanya praktik rent seeking.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana
proses
terjadinya
aktivitas
rent
seeking
dalam
pendistribusian pupuk bersubsidi? 2. Bagaimana dampak dari adanya aktivitas rent seeking dalam pendistribusian pupuk bersubsidi terhadap petani? 3. Bagaimana dampak dari adanya aktivitas rent seeking dalam pendistribusian pupuk bersubsidi terhadap pemerintah?
L13
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Menjelaskan
proses
terjadinya
aktivitas
rent
seeking
dalam
pendistribusian pupuk bersubsidi 2. Menjelaskan dampak dari adanya aktivitas rent seeking dalam pendistribusikan pupuk bersubsidi. 3. Menjelaskan dampak dari adanya aktivitas rent seeking dalam pendistribusikan pupuk bersubsidi terhadap pemerintah.
1.4
Fokus Penelitian Adapun fokus penelitian yang akan dibahas dalam penulisan adalah: 1. Peneliti membahas perilaku rent-seeking dalam proses distribusi pupuk bersubsidi dan kemungkinannya diperjualbelikan dengan harga pupuk non-subsidi. 2. Wilayah penelitian berada di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. 3. Petani yang menjadi subjek penelitian adalah petani yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. 4. Penelitian yang dimaksud ialah berada pada lini terakhir dalam distribusi pupuk bersubsidi, yaitu di lini 3 dan 4 5. Dampak dari aktivitas rent seeking hanya sebatas pada petani dan pemerintah
1.5
Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah: 1. Bagi Pemerintah Pemerintah dapat mengetahui dan meminimalkan celah yang ada dalam proses distribusi pupuk bersubsidi yang dimainkan oleh oknum-oknum (rent-seekers) tertentu, dan dapat melakukan pengkajian dan evaluasi terhadap kebijakan yang telah dikeluarkan, serta melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam distribusi pupuk bersubsidi. 2. Bagi Penulis Penulis dapat mengetahui praktik-praktik rent-seeking yang terjadi dalam bidang pertanian di Kabupaten Muaro Jambi, dan dampak rent-seeking terhadap para aktor yang terlibat didalamnya.
14
3. Bagi Pembaca Pembaca dapat menjadikan penelitian ini sebagai referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan sebagai penambah wawasan dalam ranah political economy, khususnya dalam masalah pemburuan rente atau rent-seeking.
1.6 State of The Art (Tinjauan Pustaka) Table 1. 1 State Of Art No 1
2
Nama Jurnal
Metode
Hasil
International Journal of Public Choice The Economy Theory of Rent Seeking Robert D. Tollison (2012)
Kualitatif
pemburuan rente dalam ekonomi private, perbedaan profit seeking dengan rent seeking, estimasi biaya yang dikeluarkan seorang rent seeker dalam aktivitas rent-seeking, peranan monopoli dalam rentseeking, dan mengungkapkan sisi positif dari rent-seeking.
International Journal of Agricultural & Economics The Impact of Indonesian Agricultural Policies on Indigenous Populations, Natural Resources and the Economy: The Limits of Democratic SelfDetermination Under Capitalist Regimes Brainard, Scott (2012)
Sumber: Peneliti, 2015
Kualitatif
Temuan perubahan pola politisasi dalam industri minyak kelapa sawit dalam era Soeharto (orde baru) dengan era reformasi. Mengungkapakan pemanfaatan kekuasaan dari birokrat di provinsi di Indonesia, serta peranan kapitais atau pemilik modal yang dapat memenangkan pemindahan sumber daya alam yang sangat berperan penting yaitu minyak kelapa sawit. Mengungkapakan kelanjutan dari orde baru dan era reformasi dalam hal transaksi antara penguasa dan pemilik modal.
Adaptasi Adaptasi didapat dari jurnal ini adalah teorinya.
Adaptasi yang didapat dari jurnal ini ialah unit analis yang sama yaitu perkebunan kelapa sawit dan juga mengadaptasi perilaku individu dalam kasus yang hampir serupa.
L15
Table 1. 1 State of The Art (lanjutan) No
Nama Jurnal
Metode
Hasil
Adaptasi
3
Journal of Social Research & Policy Rent-Seeking as Social Policy: A UK Case Study John, Nick & Barton, Ardian (2013)
Kualitatif (Case Study)
Adaptasi yang diambil dari jurnal ini ialah pendekatan studi kasus yang dilakukan oleh peneliti
4
Journal of Indonesian Applied Economics ANALISIS EKONOMI TERHADAP STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PASAR PUPUK DI JAWA TIMUR (Kasus di Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Ngawi) Burhan, M. Umar, et al (2011)
Kuantitatif (Analisis Deskriptif)
Jurnal ini membahas praktik rent-seeking di Inggris. Membahas mengenai pembuatan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan sebagian orang. Pendekatan dilakukan oleh perusahaan swasta yang mendapatkan pembagian saham lebih dari yang seharusnya. Membahas kasus “Run to The Sun”, memamparkan rent seeking behavior yang dilakukan oleh agenagent rent seeking, serta memaparkan proses rent seeking yang terjadi di birokrasi. Jurnal ini menganalisis struktur pasar dari pupuk bersubsidi di Jawa Timur, menganalisis kebutuhan pupuk subsidi yang dibutuhkan oleh petani di lahan mereka, dan mengobservasi penyimpangan distribusi pupuk bersubsidi. Dari hasil yang ditemukan aktivitas rent seeking dalam distribusi pupuk bersubsidi.
Sumber: Peneliti, 2015
Adaptasi dari jurnal ini ialah sebagai gambaran atas fenomena yang terjadi dalam distribusi pupuk.
16 Table 1.1 State of The Art (lanjutan) No
Nama Jurnal
5
Jurnal Litbag Pertanian TINJAUAN KRITIS DAN PERSPEKTIF SISTEM SUBSIDI PUPUK Critical Review and Perspective of Fertilizer Subsidy Rachman, Benny (2012)
Sumber: Peneliti, 2015
Metode Kualitatif (Critical Review)
Hasil
Adaptasi
Jurnal ini mengkritisi tahap perencanaan, sistem distribusi, harga eceran tertinggi (HET) dan jumlah subsidi. Memaparkan mengenai pengawasan yang kurang maksimal yang menimbulkan tidak tepat sasarannya distribusi pupuk.
Adaptasi dari jurnal ini ialah kebijakan dan juga sistematis distribusi pupuk bersubsidi.