BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Disahkannya undang-undang RI No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air yang menggantikan Undang-undang No. 11 Tahun 1974 Tentang Pengairan menandai secara formal pergeseran paradigma tata pengelolaan (governance) sumber daya air yang berlaku di Indonesia, yang rintisannya telah dimulai sejak awal dekade 90-an. Undang-undang ini merupakan bentuk pengakuan eksplisit bahwa, pertama, air bukan hanya barang sosial melainkan juga barang ekonomi yang untuk mendapatkannya memerlukan pengorbanan, sehingga pemanfatannya harus mengikuti asas efisiensi dan keadilan. Kedua, karena sifatnya sebagai common pool resource maka di dalam pengelolaan sumber daya air diperlukan penerapan asas desentralisasi, partisipasi dan keterpaduan.
Selaras dengan pelaksanaan otonomi daerah (UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah), maka pelaksanaan kebijakan sumber daya air (SDA) tidak hanya sekedar implementasi seperangkat teknologi artefak, melainkan juga harus melaksanakan amanat peningkatan kapasitas kelembagaan SDA, khususnya di daerah. Hal tersebut sebagaimana tercantum pada Pasal 2 ayat (4) yang
berbunyi
“Pemerintah
daerah
dalam
menyelenggarakan
urusan
pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya” dan pasal 2 ayat (5) yang berbunyi “Hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya”.
Landasan tersebut lebih diperjelas dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, yaitu urusan pemerintahan yang
Halaman | 1
dibagi bersama antar tingkatan atau susunan pemerintahan yang meliputi 31 bidang urusan pemerintahan, diantaranya penataan ruang, lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat dan desa, pertanian dan ketahanan pangan. Salah satu program yang mengimplementasikan kebijakan tersebut antara lain bidang keirigasian dan konservasi lahan dalam rangka pengentasan kemiskinan. Program tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu meningkatkan pendapatan petani, mensejahterakan masyarakat, meningkatkan peran masyarakat dalam mengelola program pemerintah, menciptakan masyarakat yang mandiri dan otonom.
Program-program yang mengimplementasikan pemberdayaan dan penguatan kelembagaan di bidang keirigasian, konservasi sumber daya air dan lahan dalam rangka pengentasan kemiskinan, baik yang bersumber dari PHLN maupun APBN antar lain program Water Resources and Irrigation Sector Management Program (WISMP) yang dilaksanakan di 13 Provinsi dan 99 Kabupaten, Nusa Tenggara Barat - Water Resources Management Program (NTB-WRMP) dan Participatory Irrigation Sector Project (PISP), Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK), dan Penanganan Lahan Kritis.
Mengingat fasilitas teknis terkait dengan kelembagaan sumber daya air dan irigasi perlu diperkuat juga dengan penguatan kapasitas kelembagaan pada aspek pemberdayaan, perencanaan, koordinasi, dan sinkronisasi program pembangunan daerah, maka Ditjen Bina Bangda sesuai dengan kewenangannya telah mengembangkan suatu program Pembinaan dan Perkuatan Kelembagaan Sumber Daya Air (PPKSDA) baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) maupun Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN).
Pencapaian tujuan dan keberlanjutan program PPKSDA dalam membangun basis data yang baik perlu didukung melalui fasilitas sekretariat yang dapat mengkoordinir dan mengkonsolidasikan program, serta menginventarisir
Halaman | 2
berbagai kebutuhan peningkatan percepatan program pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan irigasi, sehingga diperoleh berbagai gambaran kemajuan pelaksanaan program mulai dari pusat hingga daerah. Basis data yang terkait dengan program PPKSDA akan memberikan manfaat kepada para pihak yang berkepentingan (stakeholders) sebagai bahan masukan dalam rangka perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan di bidang sumber daya air dan irigasi, serta perencanaan program yang akan datang.
Melalui implementasi program PPKSDA yang sudah berlangsung selama ini dalam kerangka program pengelolaan sumber daya air dan irigasi dalam tataran pelaksanaan perlu terus didukung dan difasilitasi sehingga diharapkan implementasi program dapat sesuai capaian program PPKSDA dan tidak keluar dari sasaran yang telah ditetapkan. Dengan demikian perencanaan program dan realisasi program dapat tepat dilaksanakan, serta anggaran dapat digunakan secara efektif dan efisien. Pada tataran implementasi program PPKSDA pun diperlukan
suatu
kesekretrariatan
yang
dapat
mengkoordinir
dan
mengkonsolidasikan program, serta menginventarisir berbagai kebutuhan peningkatan percepatan program pengembangan dan pengelolaan sumber daya air dan irigasi sehingga diperoleh berbagai gambaran kemajuan pelaksanaan program mulai dari Pusat hingga Daerah.
Selain
daripada
itu,
sekretariat
pengelola
program
PPKSDA
dapat
mendeterminasi pencapaian target program dan proses pelaksanaan program kegiatan apakah telah berjalan sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau belum. Konteksnya adalah sebagai evaluasi program dan media umpan balik untuk mendapatkan berbagai informasi penunjang yang diharapkan dapat mendorong ke arah perbaikan pelaksanaan program PPKSDA untuk tahun-tahun berikutnya.
Halaman | 3
Berkaitan dengan pemantauan kegiatan yang menjadi bagian tugas manajemen pengelola program di tingkat Pusat, maka kegiatan monitoring dan pengawasan pengelolaan sumber daya air dan irigasi di provinsi dan kabupaten dilaksanakan oleh Tim Pusat. Kegiatan tersebut selain merupakan upaya untuk mendapatkan gambaran kemajuan pencapaian tujuannya juga dapat dijadikan sebagai media konsultasi, advising, asistensi dan koordinasi berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi, monitoring dan evaluasi program PPKSDA di lapangan, guna mencari berbagai alternatif solusi pemecahan masalah sebagai bahan peningkatan keinerja sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian tersebut dan dalam rangka memperoleh berbagai gambaran program PPKSDA maka dipandang perlu untuk dilakukan kegiatan koordinasi, konsolidasi, dan sinkronisai program PPKSDA melalui “Bantuan Teknis Sekretariat Pembinaan Perkuatan Kelembagaan Sumber Daya Air Tahun Anggaran 2011” sebagai lanjutan dari kegiatan yang sama pada Tahun Anggaran sebelumnya (Tahun Anggaran 2009 & 2010).
1.2
Tujuan, Sasaran, dan Keluaran
1.2.1 Tujuan Tujuan dari Bantuan Teknis Sekretariat Pengelolaan Program PPKSDA Tahun Anggaran 2011 adalah melanjutkan pencapaian tujuan kegiatan sebagai berikut: (1) Membantu Ditjen Bangda dalam perencanaan dan pelaksanaan program pembinaan pengelolaan sumber daya air dan irigasi di provinsi dan kabupaten pada beberapa program baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN. (2) Membantu Ditjen Bangda dalam mengidentifikasi permasalahan dan menginventarisir upaya pemecahan masalah berikut rencana tindak lanjut kegiatannya pada beberapa program baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN.
Halaman | 4
(3) Membantu Ditjen Bangda dalam melaksanakan pengelolaan PPSKDA pada beberapa program baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN. (4) Membantu Ditjen Bangda dalam memantau dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan pembinaan pengelolaan sumber daya air dan irigasi yang dilakukan oleh unsur pengelola program di tingkat provinsi, kabupaten maupun Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) pada beberapa program baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN. (5) Membantu merumuskan tindak lanjut dan rekomendasi perencanaan kegiatan dan pembiayaan program pembinaan pengelolaan sumber daya air dan irigasi sebagai bahan peningkatan kinerja pada tahun berikutnya baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN.
1.2.2 Sasaran Sasaran dari kegiatan Bantuan Teknis Sekretariat Pengelolaan Program PPKSDA Tahun Anggaran 2011 adalah adanya fasilitasi identifikasi, inventarisasi, dan pengelolaan kesekretariatan seluruh program kegiatan terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPKSDA dalam mendukung inventarisasi dokumen hasil kegiatan dan pencapaian tujuan kepustakaan.
1.2.3 Keluaran Keluaran yang diharapkan dari kegiatan Bantuan Teknis Sekretariat Pengelolaan Program PPKSDA Tahun Anggaran 2011 adalah: (1) Terkoordinasinya dan terkonsolidasinya program PPKSDA pada beberapa program baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN. (2) Teridentifkasi berbagai data dan informasi terkait dengan perencanaan, pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan baik di tingkat provinsi dan kabupaten. (3) Diperolehnya hasil evaluasi kegiatan untuk tahun berikutnya dapat berupa Dokumen kemajuan fisik dan keuangan program PPKSDA baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN tingkat provinsi dan kabupaten.
Halaman | 5
(4) Diperolehnya Informasi permasalahan dan isu-isu pokok yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan program PPKSDA dan PPSIP sebagai pijakan bagi pengembangan program untuk tahun berikutnya. (5) Teridentifikasinya perkembangan kemajuan kinerja pengelolaan sumber daya air dan irigasi baik tingkat provinsi maupun kabupaten.
1.3
Ruang Lingkup Pekerjaan
Ruang lingkup pekerjaan pada kegiatan Bantuan Teknis Sekretariat Pengelolaan Program PPKSDA Tahun Anggaran 2011 adalah sebagai berikut: (1)
Penyusunan perencanaan dan pelaksanaan program pembinaan pengelolaan sumber daya air dan irigasi di provinsi dan kabupaten baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN.
(2)
Melakukan identifikasi permasalahan dan menginventarisir upaya pemecahan masalah berikut rencana tindak lanjut kegiatannya pada beberapa program baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN.
(3)
Melaksanakan pengelolaan program PPSKDA baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN.
(4)
Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap kegiatan pembinaan pengelolaan sumber daya air dan irigasi yang dilakukan oleh unsur pengelola program di tingkat provinsi, kabupaten baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN.
(5)
Membantu dalam mengevaluasi perencanaan dan implementasi program pembinaan pengelolaan sumber daya air dan irigasi sebagai bahan peningkatan kinerja pada tahun berikutnya baik yang bersumber dari APBN maupun PHLN.
(6)
Menginventarisir kebutuhan operasional sekretariat PPKSDA melalui proses need assessment terhadap apa yang menjadi kebutuhan operasional bagi persiapan dan pelaksanaan program pengelolaan sumber daya air dan irigasi pada tahun yang berjalan dan tahun selanjutnya.
(7)
Penyusunan rekapitulasi berbagai kebutuhan operasional sekretariat PPKSDA Ditjen Bina Bangda.
(8)
Melakukan proses pengaturan atau pengelolaan PPKSDA dan pertemuan sinkronisasi, koordinasi, konsolidasi PPKSDA.
Halaman | 6
(9)
Menyusun instrumen kebutuhan untuk pelaksanaan PPSKDA dan jadwal pelaksanaan PPKSDA.
(10) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang penyelenggaraan kegiatan PPKSDA dan subdit P2SDA.
terkait
dengan
(11) Mengumpulkan dan menganalisis seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan program PPKSDA baik yang diselenggarakan secara swakelola maupun kontraktual. (12) Membantu penyelenggaraan kegiatan PPKSDA dan subdit P2SDA baik pada proses perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam hal penyusunan perumusan dan proses kompilasi dan pencetakan prosiding hasil kegiatan. (13) Membantu penyusunan laporan akhir pelaksanaan kegiatan program PPKSDA.
1.4
Sistematika Pembahasan
Sistematika penyusunan Laporan Akhir Bantek Pengelolaan Sekretariat PPKSDA Tahun 2011 terdiri dari 8 bab, yaitu: Bab 1, Pendahuluan Bab awal ini menguraikan tentang latar belakang, tujuan, sasaran dan keluaran, ruang lingkup pekerjaan, pembiayaan, dan sistematika pembahasan. Bab 2 , Program Participatory Irrigation Sector Project (PISP) Bab ini berisi uraian singkat tentang rangkuman Perencanaan, Pendanaan, Hasil yang dicapai, Kendala, Rekomendasi pelaksanaan kegiatan Program Participatory Irrigation Sector Project (PISP) dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Bab 3, Program Water Resources and Irrigation Sektor Management Program (WISMP) Bab ini berisi uraian singkat tentang rangkuman Perencanaan, Pendanaan, Hasil yang dicapai, Kendala, Rekomendasi pelaksanaan kegiatan Program Water Resources and Irrigation Sektor Management Program (WISMP) dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 Bab 4, Program Nusa Tenggara Barat - Water Resources Management Program (NTB - WRMP) Bab ini berisi uraian singkat tentang rangkuman Perencanaan, Pendanaan, Hasil yang dicapai, Kendala, Rekomendasi pelaksanaan kegiatan Program Nusa
Halaman | 7
Tenggara Barat - Water Resources Management Program (NTB - WRMP) dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010. BAB 5, Program Bantuan Teknis Pusat Program Konservasi Kabupaten Sumbawa Bab ini berisi uraian singkat tentang rangkuman Perencanaan, Pendanaan, Hasil yang dicapai, Kendala, Rekomendasi pelaksanaan kegiatan Program Bantuan Teknis Pusat Program Konservasi Kabupaten Sumbawa dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Bab 6 , Program Bantuan Teknis Pengembangan dan Tindak Lanjut Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK) Bab ini berisi uraian singkat tentang Perencanaan, Pendanaan, Hasil yang dicapai, Kendala, Rekomendasi pelaksanaan kegiatan Program Bantuan Teknis engembangan dan Tindak Lanjut Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK) tahun 2010. Bab 7, Program Bantuan Teknis Pengembangan Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Komisi Irigasi di Daerah Bab ini berisi uraian singkat tentang Perencanaan, Pendanaan, Hasil yang dicapai, Kendala, Rekomendasi pelaksanaan kegiatan Program Bantuan Teknis Pengembangan Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Komisi Irigasi di Daerah dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 Bab 8, Program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Semarang Atas (PKLPKSA) Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, metodologi dan pendekatan, perencanaan kegiatan, lokasi proyek dan pemilihan desa prioritas, financial monitoring reports, hasil yang dicapai, dan kesimpulan Program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Semarang Atas (PKLPKSA)
Halaman | 8
BAB 2 PROGRAM PARTICIPATORY IRRIGATION SECTOR PROJECT (PISP)
2.1. Pendahuluan Proyek Sektor Irigasi Partisipatif (selanjutnya disebut PISP) dilaksanakan sesuai kebijakan reformasi pengelolaan irigasi yang baru-baru ini dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif atau disingkat PPSIP dan ditetapkan berdasarkan beberapa peraturan perundang-undangan. Dua peraturan kunci di antaranya adalah kebijakan dan peraturan reformasi sumber daya air nasional, sebagaimana ditetapkan di UU No. 7 tahun 2004 dan peraturan pelaksanaannya tentang kebijakan reformasi irigasi partisipatif sebagaimana dimaksud di Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 tahun 2006.
Kebijakan pengembangan dan pengelolaan system irigasi partisipatif atau PPSIP ini disemangati oleh lima prinsip dasar: 1) Redefinisi tugas dan tanggung jawab; 2) Pemberdayaan petani; 3) Partisipasi P3A/GP3A; 4) Pembiayaan yang memadai secara partisipatif dan transparan; dan 5) Kesinambungan operasi daerah irigasi.
2.2. Tujuan dan Sasaran 2.2.1. Tujuan Tujuan jangka panjang PISP adalah (1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan (2) mengurangi kemiskinan di pedesaan di 26 kabupaten tersebar di 6 provinsi (Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan). Tujuan jangka pendek PISP adalah mendorong desentralisasi pengelolaan irigasi
Halaman | 9
sehingga mampu berkelanjutan di kabupaten-kabupaten sasaran seiring dengan peningkatan produksi pertanian dan hasil panen lahan irigasi.
2.2.2. Sasaran (1) Terwujudnya kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam pengelola irigasi. (2) Terwujudnya
penguatan
kapasitas
kelembagaan
kab/kota
dan
P3A/GP3A/IP3A dalam pengelolaan irigasi. (3) Terwujudnya sinkronisasi program keirigasian antara lembaga pengelola irigasi terkait di daerah (4) Terwujudnya kinerja pengelolaan irigasi jaringan irigasi yang efisien , efektif dan akuntabel (5) Penguatan kapasitas kelembagaan Dinas Provinsi dan Kabupaten (6) Tersusunnya pedoman perencanaan pembangunan daerah bagi Bappeda Provinsi dan Kab/Kota (7) Tersusunnya pedoman penyusunan Peraturan Daerah bidang irigasi
Tabel 2.1. Lokasi Proyek PISP Kabupaten (26) No.
Provinsi (6)
2006 Core (5)
1.
Lampung
2.
Seleksi I (5) -
Banten
Lampung Selatan -
3.
Jawa Barat
Garut
Kuningan
4.
Jawa Tengah
Banyumas
Purworejo
5.
Jawa Timur
Madiun
Tulungagung
Lebak
2007
2008
Seleksi II (15)
(I)
Lampung Timur, Lampung Tengah Pandeglang Indramayu, Cirebon Brebes, Tegal, Cilacap Bojonegoro, Lamongan, Ngawi, Kab. Malang
Halaman | 10
Pasawaran
6.
Sulawesi Selatan
Sinjai
Maros
Bone, Bulukumba, Tana Toraja
2.3. Pendanaan Proyek Sektor Irigasi Partisipatif (PISP) merupakan sebuah proyek reformasi pengelolaan irigasi, didanai oleh Asian Development Bank dan Pemerintah Belanda (ADB Loan 2064 (SF)/2065-INO/Grant GON 4299-INO) yang saat ini tengah dilaksanakan di 27 kabupaten di 6 provinsi: Lampung Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten dan Sulawesi Selatan. Alokasi dana bantuan ADB (19,0 juta US dollar dari Asian Development Funds dan 54,0 juta dollar lainnya bersumber dari Ordinary Capital Resources) dinyatakan efektif terhitung tanggal 2 Juni 2005 dengan closing date dijadwalkan tanggal 30 Juni 2011. Sementara itu, dana hibah (grant) dari Pemerintah Belanda sudah tersedia tanggal 5 Mei 2005. Tujuh puluh lima persen dari total biaya proyek (126,0 juta dollar) berasal dari ADB dan Pemerintah Belanda. Sedang 38,0 juta sisanya dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten serta P3A/GP3A/IP3A.
2.3.1.
Status Anggaran dan Penyerapan Keuangan Pelaksanaan PISP untuk Konsultan PISP – 2
(1) Rekalibrasi Bulan Juni 2008 dan Realokasi Indikatif Alokasi Anggaran PISP Bangda Bulan Juni 2008, alokasi anggaran PISP (Juli 2007) untuk Bangda sebesar USD 9.771.307 dikurangi USD 1.336.743 (atau 13,7%) hingga menjadi USD 8.434.564. Kemudian di tahun 2009, alokasi anggaran aslinya (sebesar USd 9.771.307) dikembalikan melalui revisi alokasi. Perubahan-perubahan komponen (atau kategori) pinjamannya adalah sebagai berikut:
Halaman | 11
Tabel 2.2. Perubahan Alokasi Komponen Pinjaman Kontrak Konsultan: 3 Revisi (31 Desember, 2010) Loan Item
1. Vehicles 2. Equipment & Materials 3. Capacity Building 4. Surveys, Studies & Audits 5a. Consultants (Foreign Costs) 5b. Consultants (National Costs) 6. NGO Services Total
Original USD (“000) Allocation 021.9 684.1 2,418.4 1,820.7 1,098.6 1,968.7 1,758.9 9,771.3
Revised 2008 USD (‘000) Allocation 021.9 325.4 3,629.1 688.5 462.5 1,600.0 1,707.5 8,434.6
Revised 2009 USD (‘000) Allocation 021.9 684.1 2,418.4 1,820.7 1,098.6 1,968.7 1,758.9 9,771.3
(2) Status Akumulasi Pemanfaatan DIPA: 2006 – 2010 Tabel berikut memuat status akumulasi DIPA untuk 7 kategori pinjaman PISP yang berhubungan dengan Bangda dari tahun 2006 sampai 2010. Tabel 2.3. Ringkasan DIPA PISP Bangda dan Realisasi DIPA dari 2006 – 2010 (31 Desember 2010)
Loan Item 1. Vehicles 2. Equipment & Materials 3. Capacity Building 4. Surveys, Studies & Audits 5a. Consultants (Foreign Costs) 5b. Consultants (National Costs) 6. NGO Services Total
Total DIPA 2006 - 2010 Mil. of Rp.
Total DIPA Expenditures 2006 – 2010 Mil. of Rp.
198.5 2,029.3 56,586.1 5,676.9 7,702.0 21,169.9 26,537.4 119,900.1
198.5 2,029.3 48,342.2 4,139.7 4,695.3 18,328.6 15,723.3 93,456.9
Unutilized Balance from 2006 – 2010 Mil. of Rp. --8,243.9 1,537.2 3,006.7 2,841.3 10,814.1 26,443.2
Dari data di atas tampak, jumlah pemanfaatan dana Bangda melalui DIPA adalah Rp. 119.900,1 juta dengan penyerapan aktual atau realisasi DIPA mencapai Rp. 93.456,9 juta sehingga sisanya sebesar Rp. 26.443,2 juta dari anggaran yang
Halaman | 12
disetujui. Dengan jumlah sisa anggaran tercatat pada kategori NGO Services (TPM/KTPMs) dan Capacity Building categories.
2.4
Hasil Yang Dicapai
2.4.1 Kegiatan Peningkatan Kapasitas (Capacity Building) Sumber Daya Daerah (1) Kemajuan penetapan Perda Irigasi selama tahun 2010, atau antara akhir 2009 dan akhir 2010 adalah sebagai berikut: Tabel 2.4. Status Kemajuan Penetapan Perda Irigasi tahun 2010, termasuk Kamajuan hingga akhir 2009 Sasaran
1. Provinsi 2. Kabupaten 3. Total
6 26 32
Kemajuan sampai Desember, 2009 No. 5 24 29
% 83% 92% 91%
Kemajuan di tahun 2010 No. -1 1
Akumulasi Kemajuan hingga 31 Desember, 2010 No. % 5 83% 25 96% 30 94%
(2) Status Kemajuan Penetapan Perda Irigasi menurut Provinsi Tabel 2.5. Status Kemajuan Penetapan Perda Irigasi di Daerah Peserta PISP: (30 September 2010)
Nama Provinsi Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulsel Total N
Status Kemajuan Penetapan Perda Irigasi Tingkat Provinsi Tingkat Kabupaten Jumlah % Jumlah % Ditetapkan Ditetapkan Ditetapkan Ditetapkan --3 75 1 100 2 100 1 100 4 100 1 100 5 100 1 100 6 100 1 100 5 80 5 83 25 96 6 100 26 100
Halaman | 13
(3) Status Kemajuan Pembentukan Komir Tabel 2.6. Ringkasan Status Pembentukan Komisi Irigasi (Komir) : (31 December 2010) Jumlah Unit (Provinsi, Kabupaten) Tingkat Prov. Tingkat Kab. Total
Tahap
No. 6
1. Jumlah Provinsi 2. Jumlah Kabupaten 3. Tahap Penetapan 3.1 Draft Konsep Komir 3.2 SK Penetapan*
6 5
% 100
100 83
No.
% 100
No. 6 26
% 100 100
26 26 26
100 100
32 32
100 100
* Penetapan oleh SK Gubernur (provinsi) dan SK Bupati (kabupaten)
Tabel 2.7. Status Kemajuan Pembentukan Komir PISP menurut Provinsi (31 December 2010)
Nama Provinsi
Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Total N
Status Kemajuan Pembentukan Komir Tingkat Provinsi Tingkat Kabupaten Jumlah % Dibentuk Jumlah % Dibentuk Dibentuk Dibentuk 1 100 3 75 1 100 2 100 1 100 4 100 --5 100 1 100 6 100 1 100 5 100 6 6
100 100
25 26
96 100
(4) Redefinisi Tugas dan Fungsi Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) PPSIP (Bagian A.1.2): Status Kemajuan Penyusunan Perda Terkaitnya di tahun 2010. Kemajuan penyusunan perda tentang redefinisi tugas Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) selama tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Halaman | 14
Tabel 2.8. Status Kemajuan Penetapan Perda Redefinisi Tugas dan Tanggung Jawa KPI di tahun 2010 Sasaran (jml. Daerah)
1. Provinsi 2. Kabupate n 3. Total
Kemajuan sampai 31 Desember, 2009
Kemajuan di tahun 2010
6 26
Jml. 1 12
% 17% 46%
Jml. -6
32
13
41%
6
Akumulasi Kemajuan sampai 31 Desember, 2010 Jml. % 1 17% 18 69%
19
59%
(5) Program Pelatihan 2009 dan 2010 di Daerah dan Kemajuannya Tabel 2.9. Cakupan dan Kemajuan Pelatihan Daerah Tahun 2009 Kemajuan Program Pelatihan PISP-2 (Kursus, Peserta) Jenis Pelatihan
1. Pelatihan TPM/KTPM 2. Pelatihan PSETK 3. Pelatihan TNA Total
Jumlah unit (Provinsi, Kabupaten) Rencana Kemajuan Kemajuan (jml.) (%) 6 6 6 38 38 100% 8 1 12% 52 45 87%
Kemajuan: Jml. Peserta 436 2.298 40 2.774
Tabel 2.10. Status Perserta Perempuan dalam Pelatihan TPM tahun 2009 Menurut Provinsi
Provinsi Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Total
Jumlah Peserta Menurut Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total 31 11 42 25 11 36 85 28 113 83 23 106 103 6 109 19 11 30 346
90
436
% Peserta menurut Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 74% 26% 69% 31% 75% 25% 78% 22% 94% 6% 73% 37% 79%
21%
Halaman | 15
Tabel 2.11. Status Jender Peserta Pelatihan PSETK tahun 2009 menurut Provinsi
Provinsi Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulsel Total
Jumlah Peserta Menurut Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total 210 105 268 852 291 350 2,066
31 31 36 32 10 82 232
241 136 304 884 301 432 2,298
% Peserta menurut Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 87% 77% 88% 96% 97% 81% 90%
13% 23% 12% 4% 3% 19% 10%
Tabel 2.12. Peserta Seluruh Jenis Pelatihan di tahun 2009 Berdasarkan Jender menurut Provinsi Jumlah Peserta Provinsi Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Total
Rincian Jender %
Male
Female
Total
Male
Female
241 130 353 935 394 397 2.450
42 42 64 55 16 105 324
283 172 417 990 410 502 2.774
85% 76% 85% 94% 96% 79% 88%
15% 24% 15% 6% 4% 21% 12%
Halaman | 16
Tabel 2.13. Status Jender Peserta Pelatihan KTPM dan TPM 2010 (31 Des. 2010) Jumlah
Provinsi
Juml. KTPM + TPM dilatih
KTPM
TPM
Laki-laki
Perempuan
Total
3 4 5 6 3 10 31
40 26 57 58 25 122 328
34 24 50 51 26 100 285
9 6 12 13 2 32 74
43 30 62 64 28 132 359
1. Lampung 2. Banten 3. Jawa Barat 4. Jawa Tengah 5. Jawa Timur 6. Sulawesi Selatan Total KTPM+ TPM
% Perempuan 21% 20% 19% 20% 7% 24% 21%
2.4.2. Kegiatan Pemberdayaan P3A/GP3A (Bagian A.2) Tabel beriku menampilkan data status jender dan pengurus P3A sampai saat ini. (Lihat juga Lampiran 6.15 pada Lampiran bagian 6 untuk data lebih terinci hingga tingkat kabupaten) Tabel 2.14. Status Data Partisipasi Kaum Perempuan dalam Keanggotaan (Pengurus) P3A (30 September 2010)
Provinsi
1. Lampung 2. Banten 3. Jawa Barat 4. Jawa Tengah 5. Jawa Timur 6. Sulsel Total
Jml. P3A Sasaran
Jml. P3A dgn Data Jender
293 288 722 1,084 977 918 4,282
240 242 647 867 720 918 3,687
Status Jender Keanggotaan P3A Jml Anggota
% LakiLaki
% Perempuan
% P3A dengan pengurus perempuan
1,132 2,423 4,076 5,938 5,062 5,195 23,826
98.9 94.2 99.7 92.9 98.6 93.1 95.7
1.1 5.8 0.3 7.1 1.4 6.9 4.3
4.1 41.3 2.2 33.1 6.3 34.4 21.0
Halaman | 17
Tabel 2.15. Status Perekrutan KTPM dan TPM tahun 2010 (31 Desember, 2010) Provinsi PISP 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lampung Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Sulawesi Selatan Total
KTPM 3 4 5 6 3 10 31
Jumlah TPM/KTPM TPM Total 40 43 26 30 57 62 58 64 25 28 122 132 328 359
Orang Bulan 323 300 744 548 225 943 3,083
2.5. Isu-isu Kunci dan Rekomendasi 2.5.1. Keterlambatan Penetapan Perda Irigasi dan Akibatnya terhadap Produk Hukum Lainnya Keterlambatan penetapan perda Irigasi telah berdampak pada dan menghambat pelaksanaan kegiatan PISP terkait lainnya, mis. Pembentukan Komisi Irigasi (Komir) dan penetapan Perda Redefinisi Tugas Kelembagaan Pengelolaan Irigasi. Namun, status terkininya menunjukkan hampir semua Perda Irigasi sudah ditetapkan, dimana kemajuan di tingkat provinsi dan kabupaten masing-masing mencapai 83% dan 92%. Kemajuan untuk produk hukum lainnya juga dipercepat dan tetap dijadikan sebagai fokus prioritas kegiatan Bappeda dibantu konsultan PISP-2 selama paruh pertama tahun 2011.
2.5.2. Kajian terhadap Perda Irigasi Eksisting dan Draft Perda Irigasi untuk Menjamin Kesesuaiannya dengan Kebijakan Nasional tentang Reformasi Irigasi dan Menampung Kebutuhan dan Aspirasi Setempat Beberapa Perda Irigasi yang sudah ditetapkan, sepertinya mengacu ke konsep lama sebagaimana tertuang di PP 77 sehingga kurang menampung semangat Halaman | 18
kebijakan reformasi pengelolaan irigasi saat ini sebagaimana ditetapkan pada PP 20 tahun 2006. Masalah kedua adalah banyaknya Draft Perda Irigasi yang disalin dari model umum tanpa adaptasi memadai sesuai karakteristik kondisi irigasi dan aset prasarana irigasi setempat. Karena itu baik draft Perda Irigasi maupun yang sudah
ditetapkan
perlu
dikaji
ulang
untuk
diperbaiki
dengan
lebih
memperhatikan kondisi setempat sebelum dituangkan dalam pedoman pelaksanaannya.
2.5.3. Pengoperasian Komisi Irigasi atau Komir Sebagian besar daerah peserta proyek sudah menetapkan SK pembentukan Komisi Irigasi, yaitu 100% untuk provinsi dan 96% untuk kabupaten. Diharapkan sisa Perda Irigasi yang belum ditetapkan akan selesai awal 2010, sehingga Komisi Irigasi yang belum dibentuk akan dapat diwujudkan dalam waktu dekat. Selama awal 2010 telah berlangsung diskusi dengan dinas-dinas daerah dan konsultan bersamaan dengan Road Show dan pihak lain terkait pengoperasian Komisi Irigasi. Ini seharusnya menjadi kegiatan fokus utama selama paruh pertama tahun 2011 dengan menyediakan ruang kantor permanen, pengadaan peralatan, penunjukkan petugas (mungkin cukup paruh waktu) bertugas menyusun rencana dan menangani kegiatan Komir, menjamin alokasi dana pembiayaan dan menjadwalkan pertemuan rutin.
2.5.4. Pemuatan Aspek-Aspek Jender dan Sasarannya di Produk-Produk Hukum (Perda Irigasi, Komir) baik Melalui Revisi Draft atau Penambahan Klausul melalui Penetapan Peraturan Lainnya Saat ini tengah diambil langkah-langkah untuk menambahkan klausul aspekaspek jender, dengan menggunakan klausul model yang sudah dirumuskan dan dibagikan sebelumnya, baik melalui revisi draft atau menambahkan klausulklausul amendemen melalui penetapan peraturan penggantinya yang bisa berupa “Lembar tambahan”, atau bisa pula peraturan Bupati/Gubernur (Perbup, Halaman | 19
Pergub) sambil menunggu amendemen berikutnya terhadap produk hukum aslinya. Sasaran jender adalah (a) 15% pengurus P3A berasal dari kaum hawa dan (b) 33% peserta pelatihan di bawah program PISP adalah kaum perempuan.
2.5.5. Pemanfaatan Modul Aspek-Aspek Jender Pedoman Teknis dan Kegiatan Pelatihan 2010
sebagai
Selama tahun 2011, perlu tetap memanfaatkan modul-modul gender di berbagai jenis pelatihan dan pembekalan teknis dengan sasaran peserta P3A dan petani, termasuk pelatihan TPM/KTPM berikutnya. Khusus pelatihan TPM/KTPM, modul jender yang dipakai selama pelatihan TOT TPM/KTPM tahun 2008 mengalami sejumlah perubahan dan revisi termasuk teori-teori jender dan aspek-aspek hukum yang disesuaikan dengan sasaran jender PISP sebagaimana tertuang dalam program aksi jender (GAP) PISP.
Bahan-bahan pendukungnya termasuk
PISP GAP sudah ditambahkan sebagai Lampiran.
2.5.6. Penetapan Perda Redefinisi Pengelola Irigasi (KPI)
Tugas
Kelembagaan
Selama tahun 2011 di tingkat daerah, perserta proyek memiliki kebutuhan serupa dan saling berkaitan yaitu perlunya menyelesaikan formulasi dan penetapan Peraturan Bupati dan Gubernur tentang Redefinisi Tugas dan Fungsi Kelembagaan Pengelola Irigasi dan personilnya, sesuai dengan kebijakan reformasi PPSIP. Sampai saat ini, produk-produk hukum tersebut sudah selesai hanya di satu (17%) provinsi dan 12 (46%) dari 26 kabupaten sasaran. Kendala utama di masa lalu yang menghambat langkah-langkah berikutnya adalah (a) keharusan menetapkan terlebih dulu Perda Irigasi sebelum penetapan Perda “Redefinisi Tugas” dan (b) pembentukan Komisi Irigasi, dan (c) perlunya bantuan teknis dan finansial untuk memfasilitasi proses tersebut. Banyak daerah belum menetapkan produk-produk hukum tadi, tetapi sudah menyusun draft-nya.
Halaman | 20
2.5.7. Pembentukan dan Aktivasi KPCMO dan KPIU PISP di Kabupaten Baru Toraja Utara Di kabupaten baru Toraja Utara hasil pemekaran kabupaten Tana Toraja, dimana sejumlah DI eksisting PISP berada, masih perlu dilakukan konsolidasi langkahlangkah dasar untuk memenuhi persyaratan ikut serta dan partisipasi dalam program PISP. Terutama sekali membentuk dan mengaktifkan lembaga-lembaga koordinasi dan pengelolaan PISP, misalnya KPCMO (Kabupaten Project Coordination and Monitoring Office) dan PIUs (Project Implementation Units) di lingkungan Bappeda, Dinas Pertanian dan Dinas SDA.
2.5.8. Perekrutan, Mobilisasi, Pelatihan dan Koordinasi TPM/KTPM di 15 Kabupaten PISP dimana proses perekrutan ini direncanakan berlangsung pada tahun 2011 Di tahun 2011, terdapat 15 kabupaten PISP di 6 provinsi yang membutuhkan mobilisasi, pelatihan dan penugasan TPM/KTPM secepatnya agar dukungan kepada P3A/GP3A terkait kegiatan konstruksi dan O&M menjadi optimal, dimana kegiatan ini di bawah pengelolaan dinas SDA dan dinas Pertanian. Hal lain yang perlu mendapat perhatian oleh Bappeda adalah bagaimana mengkoordinasi kegiatan TPM/KTPM sehingga penempatan mereka serta input pekerjaan mereka sesuai dengan kebutuhan Dinas SDA dan Dinas Pertanian setempat.
2.5.9. Melanjutkan Penyusunan Profil Kelembagaan DaerahDaerah Peserta PISP (Provinsi, Kabupaten) Untuk daerah yang belum menyelesaikan penyusunan profil kelembagaan mereka atau belum menyerahkan ke Bangda, mada daerah tersebut wajib menyelesaikannya awal tahun 2011. Tenaga ahli Institutional Specialist daerah akan membantu mengedit dan finalisasi laporan profil kelembagaan. Dalam profil kelembagaan, status perkembangan dinas-dinas penanggung jawab irigasi
Halaman | 21
maupun kemajuan PISP beserta data terbaru tentang kondisi sosial-ekonomi daerah akan dievaluasi yang mencakup berbagai macam aspek.
2.5.10. Penyelesaian Pengumpulan Data Berdasarkan Jender tentang Personil di lingkungan Institusi pelaksana PISP dan Irigasi sebagai bahan penyusunan Laporan Penyelesaian Proyek (PCR) Sebagai bagian dari kegiatan dokumentasi dan penilaian peran kaum perempuan dalam pelaksanaan proyek PISP untuk kemudian dimuat pada Laporan Tahunan 2010 dan Laporan Penyelesaian Proyek (PCR), Konsultan PISP-2 tetap terus melakukan pengumpulan dan tabulasi data menurut jender terkait partisipasi dan peran kaum perempuan di sejumlah institusi pelaksana proyek maupun P3A dan GP3A. Institusi dimaksud termasuk (a) PPCMO dan KPCMO PISP, (b) PPIU dan KPIU Bappeda, Dinas SDA dan Dinas Pertanian, (c) Komir dan (d) TPM/KTPM dan (e) P3A dan GP3A. Untuk memfasilitasi kegiatan ini, arahan teknis, pedoman wawancara dan kuesioner sederhana perlu dirumuskan untuk selanjutnya disosialisasikan berdama konsultan PISP daerah selama triwulan terakhir 2010. Terkait data tentang partisipasi kaum perempuan sebagai pengurus P3A dan GP3A hendaknya terus dicari untuk memastikan peran dan jabatan yang mereka sandang di organisasi tersebut.
2.5.11.Melanjutkan Upaya-Upaya Tenaga Ahli Institutional Planning Specialist Membantu Kegiatan RP2I di Daerah Kegiatan utama dari ke 6 tenaga ahli Institutional Planning Specialist yang dimobilisasi bulan Januari 2010 adalah pemberian bantuan teknis dalam perencanaan dan operasionalisasi konsep RP2I termasuk pelatihan staff dinas daerah. Meskipun tanggung jawab penetapan TOR dan ruang lingkup tugas
Halaman | 22
tenaga ahli RP2I Specialist berada di tangan Dinas SDA, dibantu Konsultan PISP-1 tetapi masih dibutuhkan kerjasama erat antara Bangda, NPCMO dan Ditjen SDA dan terutama sekali antar Bappeda dan Dinas SDA. Proses ini membutuhkan dukungan dan bantuan teknis dari Konsultan PISP-1 dan PISP-2 di daerah untuk memastikan bahwa kegiatan fasilitasi RP2I benar-benar dilaksanakan secara tepat waktu dan terpadu.
Halaman | 23
BAB 3 PROGRAM WATER RESOURCES AND IRRIGATION SEKTOR MANAGEMENT PROGRAM (WISMP)
3.1. Pendahuluan Program WISMP (Water Resources and Irrigation Sector Managament Program) merupakan salah satu program yang dikembangkan dalam mewujudkan reformasi kebijakan pengelolaan irigasi. Program WISMP mengandung inspirasi dan semangat konsolidasi sektor sumberdaya air dan irigasi yang sudah didesentralisasi, serta Kelembagaan Pengelolaan Irigasi di tingkat masyarakat yang sudah dibentuk dalam rangka reformasi. Desentralisasi yang menjadi “roh” program WISMP mengandung pengertian kemandirian daerah dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang pengelolaan sumber daya air dan irigasi.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka program WISMP 1 dilaksanakan melalui penyelenggaraan proses penguatan kapasitas kelembagaan baik di tingkat pemerintahan daerah maupun masyarakat petani pemakai air dalam meningkatkan kinerja pengaturan dan perencanaan sektor sumber daya air dan irigasi, serta kemampuan manajemen dan pendanaan dari instansi-instansi pemerintah terkait dan masyarakat petani pemakai air di tingkat daerah irigasi dalam menjaga keberlanjutan kebijakan sektor sumber daya air dan irigasi sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistim Irigasi Partisipatif.
Halaman | 24
Perencanaan program WISMP-1 diterapkan anggaran
dalam
AWP selama 5 tahun
yang berlangsung dari 2006 -2010 yang pelaksanaan kegiatannya
dalam dua program, yang pertama untuk Pusat (NPIU Ditjen Bangda Kementerian Dalam Negeri) dan kedua untuk Daerah (Bappeda Provinsi dan Kabupaten) yang terfokus pada Peningkatan Kemampuan Pemerintahan dan P3A, Peningkatan Kemampuan SKPD terkait dengan Pengairan dan Pengelolaan Proyek.
Tabel 3.1. Lokasi Proyek WISMP No.
Provinsi (13)
1.
Prov. NAD
2.
Prov. Sumatera Utara
3.
Prov. Sumatera Barat
4. 5. 6.
Prov. Sumatera Selatan Prov. Lampung Prov. Jawa Barat
7.
Prov. Jawa Tengah
8.
Prov. D.I. Yogyakarta Prov. Jawa Timur
9.
10.
Prov. Sulawesi Selatan
Kabupaten (99) Kab. Pidie; Kab. Bireun; Kab. Aceh Barat Daya; Kab. Pidie jaya. Kab. Simalungun; Kab. Deli Sedang; Kab. Serdang Baedagi; Kab. Humbang Hasundutan. Kab. Tanah Datar; Kab. Solok; Kab. Solok Selatan; Kab. Lima Puluh kota; Kab. Padang Pariaman; Kab. Pesisir Selatan; Kab. Pasaman; Kab. Agam; Kab. Kotamadya Padang. Kab. OKU Timur; Kab. Musi Rawas; Kab. OKU Selatan; kab. Lahat. Kab. Lampung Utara; Kab. Tulang Bawang. Kab. Cianjur; Kab. Bogor; Kab. Karawang; Kab. Sukabumi; Kab. Bekasi; Kab. Purwakarta; Kab. Subang; Kab. Bandung; Kab. Bandung Barat. Kab. Semarang; Kab. Magelang; Kab. Pati; Kab. Grobogan; Kab. Klaten; Kab. Blora; Kab. Sukoharjo; Kab. Sragen; Kab. Rembang; Kab. Jepara; Kab. Kudus; Kab. Demak; Kab. Boyolali; Kab. Temanggung; Kab. Kendal; Kab Wonogiri; Kab. Karanganyar; Kab. Pubalingga. Kab. Kulon Progo; Kab. Bantul; Kab. Sleman; Kab. Gunung Kidul. Kab. Bangkalan; Kab. Pasuruan; Kab. Banyuwangi; Kab. Kediri; Kab. Mojokerto; Kab. Nganjuk; Kab. Probolinggo; Kab. Jombang; Kab. Sidoarjo; Kab. Jember; Kab. Bondowoso; Kab. Situbondo; Kab. Sumenep; Kab. Sampang; Kab. Pamekasan. Kab. Wajo; Kab. Sidrap; kab. Enrekang; Kab. Pinrang; Kab. Luwu Utara; Kab. Luwu; Kab. Jeneponto; Kab. Barru; Kab. Gowa; Kab. Pangkep.; Kab. Soppeng; Kab. Takalar; Kab. Bantaeng; kab. Luwu Timur.
Halaman | 25
11.
Prov. Sulawesi Tengah
12.
Prov. Sulawesi Barat
13.
Prov. NTT
Kab. Donggala; Kab Toli-Toli; Kab. Parigi Moutong; Kab. Banggai; Kab. Yojo Una-una; kab. Buol; Kab. Morowali; Kab. Poso. Kab. Mamuju; Kab. Polewali Mandar. Kab. Manuju Utara; Kab. Majene. Kab. Manggarai; Kab. Manggarai Barat; Kab. Sumba Timur; Kab. Manggarai Timur.
3.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran Program WISMP 1 dimaksudkan untuk membantu Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) dalam rangka pemantapan dan pencapaian tujuan program reformasi kebijakan pengelolaan sektor sumber daya air dan irigasi secara lebih komprehensif, serta pengembangan program peningkatan kemampuan daya dukung kelembagaan yang dibutuhkan untuk memperkuat kelanjutan kerangka kelembagaan WATSAL.
Tujuan program WISMP 1 secara umum adalah agar dapat memulai proses peningkatan kemampuan mencakup: 1. Memperbaiki
pemerintahan,
penyempurnaan
sistem
pengaturan,
pengelolaan kelembagaan, keberlanjutan fiskal, perencanaan dan kinerja dalam pengelolaan sumber daya air dan irigasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku; 2. Fasilitasi untuk meningkatkan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi; dan 3. Mengembangkan proyek APL tahap 2. Rencana pelaksanaan proyek untuk WISMP APL 1 adalah hanya untuk mencapai dua tujuan umum yang pertama
Sedangkan tujuan khusus program pengelolaan irigasi partisipatif meliputi: 1. Program peningkatan kemampuan pengaturan pengelolaan jaringan irigasi agar perkumpulan petani pemakai air berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi sesuai dengan kemampuannya;
Halaman | 26
2. Proses peningkatan kemampuan untuk meningkatkan partisipasi lembaga pengelola irigasi dan meningkatkan kinerja pengelolaannya; 3. Keberlanjutan fiskal dalam pendanaan irigasi, dan 4. Peningkatan kemampuan untuk program pertanian beririgasi.
Sasaran yang ingin dicapai adalah peningkatan kemampuan dan penguatan kelembagaan pengelolaan irigasi secara demokratis dan partisipatif baik di tingkat Pusat maupun Daerah, termasuk di tingkat masyarakat petani pemakai air dalam pelaksanaan kegiatan Pengembangan dan Pengelolaan Sistim Irigasi Partisipatif (PPSIP) secara berkelanjutan.
3.3. Pendanaan Program Water Resources and Irrigation Sektor Management Program (WISMP) Anggaran dana dalam pelaksanaan program WISMP-1 dilaksanakan selama 5 tahun, dimulai sejak tahun 2006 dan berakhir di tahun 2010 yang bersumber dari PHLN (Peminjaman Hibah Luar Negeri). Alokasi dana untuk program keseluruhan kegiatan WISMP-1 mencapai sebesar USD 84 juta (Loan dan Grant) atau sebesar Rp. 714.000.000.000,- (1 USD setara dengan Rp. 8500). Besaran anggaran yang bersumber loan/grant tersebut dalam program kegiatan WISMP-1 untuk NPIU Bangda beserta PPMU/PPIU Bappeda Kabupaten yang mencapai sebesar Rp. 197.698.377.100,-
dengan
dialokasikan
kepada
daerah
sebesar
Rp.
145.138.471.100,- sedangkan untuk pusat sebesar Rp. 52.559.906.000,- selama 5 tahun masa kegiatan, besaran jumlah anggaran tersebut digunakan untuk peningkatan irigasi partisipatif dan pengelolaan proyek yang besaran anggaran masing-masing mencapai Rp. 95.489.424.500,-.
Sumber dana dalam pelaksanaan program WISMP-1 tidak hanya berasal dari PHLN, tetapi juga bersumber dari GoI (Goverment of Indonesia) baik dari pusat
Halaman | 27
ataupun daerah sebesar Rp. 48.040.125.399,- yang ditujukan untuk NPIU Bangda dan Satker Bappeda (Provinsi dan Kabupaten) selama 5 tahun masa kegiatan (2006-2010), dengan alokasi dana yang diberikan kepada pusat sebesar Rp. 10.271.432.000 atau sebesar 21.38 %, dan kepada daerah sebesar Rp 37.768.693.399 atau sebesar 78.62 %.
Bila dilihat secara keseluruhan besar anggaran dalam kegiatan program WISMP-1 yang bersumber dari GoI mencapai 24.3 % atau lebih besar dari ketentuan porsi pembiayaan antara GoI dan Loan yang masing-masing sebesar 20 % (GoI) dan 80 % (Loan). Berdasarkan pada Pelaksanaan Program khususnya yang dikelola oleh NPIU Ditjen Bina Bangda, PPMU/PPIU Bappeda provinsi dan KPMU/KPIU Bapeda Kabupaten selama 5 tahun (2006-2010) menunjukan indikasi yang positif terlihat dari penyerapan kegiatan dari tahun ke tahun yang mengalami peningkatan yang cukup nyata.
3.4. Hasil Yang Dicapai 3.4.1. Kemajuan Redefinisi Tugas Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Target WISMP 1 terkait dengan ditetapkannya redefinisi tugas KPI oleh pemerintah daerah adalah terbentuknya 112 produk dari 13 provinsi dan 99 kabupaten/kota. Berkaitan dengan hal tersebut, maka capaian dokumen daerah terkait dengan redefinisi tugas, wewenang, dan tanggungjawab KPI dapat dilihat dari Perda tentang Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), SK Gubernur/Bupati tentang SPTK, dan SK Gubenrur/Bupati tentang Redefinisi Tugas KPI.
Selama pelaksanaan kegiatan prorgam WISMP 1 sudah tercapai 100% terhadap target terakhir terkait dengan penetapan Perda tentang SOTK atau sudah 13 provinsi yang menetapkan Perda tersebut, sedangkan pada tingkat kabupaten
Halaman | 28
tercapai sebesar 98% atau sudah 97 kabupaten yang menetapkan Perda tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1. dan Gambar 3.2. 14 12 10 8 6 4 2 0
13
13 11
10
2
1
0
Provinsi
0
Gambar 3.1. Perkembangan Perda SOTK Tingkat Provinsi Program WISMP 1 (20062010)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
99
97 77
70
16 4
0 2006
2007
2008
2009
0 2010
Total
Target Target Original Terakhir
Gambar 3.2. Perkembangan Perda SOTK Tingkat Kabupaten Program WISMP 1 (20062010)
3.4.2. Kemajuan Pemberdayaan Organisasi P3A/GP3A/IP3A Pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam pengelolaan irigasi sekurangkurangnya mengandung 2 (dua) hal pokok sebagai berikut:
Halaman | 29
(1) Penguatan dalam organisasi yang dilakukan secara demokratis hingga memiliki status hukum jelas atau berbadan hukum sesuai kebutuhannya dan mempunyai hak dan tanggung jawab atas pengelolaan irigasi diwilayahnya. (2) Memfasilitasi organisasi, mengembangkan kemampuan sendiri dibidang teknis, keuangan, manajerial, administrasi dan organisasi agar dapat mengelola daerah irigasi secara mandiri dan berkelanjutan dalam proses dinamis dan bertanggung jawab. Target yang diharapkan secara nasional meliputi pembentukan P3A sebanyak 11.500 unit, pembentukan GP3A sebanyak 1.150 unit,dan legalisasi badan hukum GP3A sebanyak 1.500 unit (1.150 unit dari WISMP 1 dan 350 unit dari program sebelumnya baik JIWMP maupun IWIRIP).
Capaian kinerja
pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A dalam pelaksanaan program WISMP 1 (2006-2010) dijelaskan sebagai berikut.
Sejalan dengan hal tersebut, kemudian Gubernur dan Bupati menetapkan Keputusan Daerah terkait dengan Satuan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di setiap daerahnya.
Status kemajuan perkembangan penetapan Keputusan
Gubernur dan Bupati tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.3. sebagai berikut. 14 12 10 8 6 4 2 0
13 11 9 6
0
1
2
Provinsi
0
Gambar 3.3. Perkembangan SK Gubernur Tentang SOTK Provinsi Program WISMP 1 (2006-2010)
Halaman | 30
Pada gambar tersebut di atas terlihat bahwa kinerja penetapan SK Gubernur tentang SOTK baru tercapai sebesar 69.2% terhadap target terakhir (13 provinsi) atau sebesar 81.8% terhadap target original (11 provinsi). Sedangkan pada tingkat kabupaten kinerjanya menunjukkan capaian sebesar 88.9% terhadap target terakhir (99 kabupaten) atau sebesar 125.6% terhadap target original (70 kabupaten), sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.4. sebagai berikut. 99 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
88 70
64
18 0 2006
4 2007
2 2008
2009
2010
Total
Target Target Original Terakhir
Gambar 3.4. Perkembangan SK Bupati Tentang SOTK Kabupaten Program WISMP 1 (2006-2010)
Pengaturan SOTK tersebut dilanjutkan dalam bidang pengelolaan irigasi melalui penetapan SK Gubernur dan SK Bupati terkait dengan Redefinisi Tugas KPI. Pemerintah Provinsi partisipan program WISMP 1, melalui Satuan Kerja Pengembangan Peningkatan Kelembagaan Sumber Daya Air umumnya telah membentuk Tim untuk melaksanakan penyusunan SK Gubernur tentang Redefinisi Tugas KPI melalui tahapan kegiatan sebagai berikut: a. Pengkajian ulang tugas pokok dan fungsi SKPD yang termasuk dalam kelembagaan pengelolaan irigasi; b. Menyusun draft Rancangan Peraturan Gubernur tentang Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Provinsi Jawa Timur;
Halaman | 31
c. Melaksanakan konsultasi publik tentang draft Rancangan Peraturan Gubernur tentang Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab KPI untuk mendapatkan masukan dan menjaring inspirasi dari para pihak/stakeholder irigasi guna menyempurnakan draft tersebut; d. Revisi draft Rancangan Peraturan Gubernur berdasarkan hasil konsultasi publik; e. Mengirimkan draft Rancangan Peraturan Gubernur kepada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi untuk diproses lebih lanjut guna ditetapkan; dan f. Mensosialisasikan Peraturan Gubernur tentang Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab KPI Provinsi Jawa Timur yang telah diundangkan.
Capaian pembentukan SK Gubernur tentang Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Kelembagaan Pengelolaan Irigasi yang telah ditetapkan di provinsi baru sebesar 46.2% terhadap target terakhir (13 provinsi) atau sebesar 54.5% terhadap target original (11 provinsi), sebagaimana disajikan pada Gambar 3.5. sebagai berikut.
13
14 11
12 10 8
6
6 4 2
3
2 0
0
Provinsi 1
0
Halaman | 32
Gambar 3.5. Perkembangan SK Gubernur Tentang Redefinisi Tugas KPI Provinsi Program WISMP 1 (2006-2010)
Sedangkan pada tingkat kabupaten kinerjanya menunjukkan capaian sebesar 19.2% terhadap target terakhir (99 kabupaten) atau sebesar 27.2% terhadap target original (70 kabupaten), sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.6. sebagai berikut.
99 100 90 80
70
70 60 50 40 30
19
20 10
0
0
6
11 2
0 2006
2007
2008
2009
2010
Total
Target Target Original Terakhir
Gambar 3.6. Perkembangan SK Bupati Tentang Redefinisi Tugas KPI Kabupaten Program WISMP 1 (2006-2010)
3.4.3. Pembentukan P3A Pembentukan organisasi P3A adalah upaya yang dilakukan oleh petani pemakai air di tingkat tersier untuk membentuk wadah petani yang secara demokratis dalam rangka PPSIP di wilayah kerjanya. Secara umum tujuan pembentukan P3A adalah sebagai berikut: (1) Menyelenggarakan PPSIP pada jaringan irigasi tersier yang menjadi tanggung jawabnya. (2) Peningkatan kemampuan untuk berperan serta dalam PPSIP pada jaringan primer dan sekunder. Halaman | 33
(3) Menampung masalah dan aspirasi petani yang berhubungan dengan air untuk tanaman dan bercocok tanam. (4) Sebagai wadah bertemunya petani untuk saling bertukar pikiran, curah pendapat
serta
membuat
keputusan-keputusan
guna
memecahkan
permasalahan yang dihadapi petani. (5) Memberi pelayanan kebutuhan petani terutama dalam memenuhi kebutuhan air irigasi untuk usaha pertaniannya. (6) Menjadi wakil petani dalam melakukan kerjasama dengan pihak luar termasuk pemerintah daerah atau lembaga lain yang berhubungan dengan kepentingan petani.
Berdasarkan pengalaman pembelajaran proses pembentukan organisasi P3A/GP3A/IP3A selama program WISMP 1 sudah tercapai kemajuan dengan indikasi perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat antara lain dari indikasi pembentukan untuk organisasi P3A secara total (13 provinsi dan 99 kabupaten) mencapai kinerja sebesar 82.9% atau sudah terbentuk sebanyak 9.533 unit P3A dari target 11.500 unit P3A. Sebaran pembentukan tersebut menunjukkan indikasi capaian tertinggi terdapat di provinsi DI Yogyakarta (203.2%) dan terendah di provinsi Sumatera Selatan (40.3%).
Status perkembangan kemajuan pembentukan P3A tersebut
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1. sebagai berikut.
Halaman | 34
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Tabel 3.1. Status Kemajuan Pembentukan Organisasi P3A Unit Program WISMP 1 (2006 -2010) Provinsi Target Kemajuan Persentase (%) Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Barat Nusa Tenggara Timur Jumlah
364 617 300 814 457 1.313 2.159 342 2.455 1.786 440 196 257 11.500
465 370 279 328 207 1.359 1.686 695 2.193 1.024 463 213 251 9.533
127.7 60 93 40.3 45.3 103.5 78.1 203.2 89.3 57.3 105.2 108.7 97.7 82.9
3.5. Permasalahan, Rekomendasi, dan usulan Program WISMP 2 3.5.1. Permasalahan Inventarisasi permasalahan yang ditemukan selama ini pada aspek implementasi kegiatan adalah sebagai berikut: (1)
Banyak Peraturan dan Panduan dari Pusat yang terlambat/belum diterima oleh daerah sehingga mempengaruhi pelaksanaan kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
(2)
Kegiatan atau undangan dari Pusat (NPIU Bangda dan NPMU) dilakukan secara beruntun pada waktu yang berurutan, sehingga membuat daerah kesulitan mengatur jadwalnya.
(3)
Sering terjadi rolling jabatan di daerah yang berdampak pada pergantian personil yang menangani WISMP.
(4)
Kurang tersedianya sarana penunjang operasional lapangan berupa kendaraan bermotor (roda 4/2)
Halaman | 35
(5)
Kesulitan mendapatkan realisasi keuangan di tingkat Satuan Kerja (Satker).
(6)
SK Satker tidak bisa ditetapkan disebabkan keterlambatan DIPA
(7)
Kurangnya koordinasi antara instansi pengelola (Bappeda, PU dan
program WISMP
Pertanian) terutama dalam perencanaan dan
pelaksanaan kegiatan (8)
Terbatasnya jumlah dan kemampuan sumber daya manusia yang menangani Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI) di daerah
(9)
Penyusunan program kerja KOMIR dan pertemuan rutin/berkala oleh KOMIR belum terlaksana di beberapa kabupaten. Ini dikarenakan beberapa faktor antara lain: (i) Pembentukan KOMIR belum mengkuti peraturan yang ada; (2) Belum terbentuk dan beroperasinya sekretariat Komir; (3) Tidak tersedianya dana operasional.
(10)
Masih minimnya penerbitan Perda tentang Irigasi baik di Provinsi maupun kabupaten dikarenakan: (1) Besarnya pendanaan yang dibutuhkan dalam rangka penetapan Perda; dan (2) Penetapan Perda tentang Irigasi seringkali menunggu penetapan Perda terkait lainnya.
(11)
Belum optimalnya koordinasi dan sistem pelaporan antara PPMU (provinsi) dengan KPMU (kabupaten) sehingga mengakibatkan kurangnya informasi perkembangan kegiatan di kabupaten.
(12)
Kemajuan pengesahan Profil KPI Provinsi oleh gubernur masih rendah, disebabkan adanya proses administrasi birokrasi yang harus dilewati untuk bisa di tandatangani oleh gubernur.
(13)
Progress Penyusunan Success Story WISMP 1 belum semua Provinsi bisa menyusunnya, disebabkan masih rendahnya pemahaman tentang substansi dalam penulisan success story, dan metode dalam penulisan itu sendiri.
(14)
Adanya perbedaan data kemajuan kegiatan WISMP 1 yang disampaikan melalui laporan QPR maupun laporan pertengahan tahun (SACPR) oleh
Halaman | 36
konsultan IDPIM dan IMRI seperti data jumlah Perda, Komir, daerah irigasi, Jumlah P3A/GP3A/IP3A dan lain sebagainya. (15)
Masalah yang terjadi dalam implementasi aplikasi PMIS adalah masih banyaknya kekurangan data di tingkat organisasi P3A/GP3A/IP3A dari aspek iuran dan pelatihan, sedangkan untuk kegiatan di tingkat Bappeda ketidaktersediaan data data adalah dari aspek realisasi keuangan untuk kegiatan di Tahun Anggaran 2006 dan 2007, hal ini disebabkan karena mobilisasi konsultan baru dilaksanakan pada akhir tahun 2008 sehingga sangat sulit untuk mendapatkan data realisasi keuangan tersebut.
(16)
Pelaksanaan kegiatan pada tahun 2010 sangat terlambat, ini seiring dengan belum terbitnya DIPA 2010. sehingga pencairan anggaran Loan/Grant masih 0% (belum ada realisasi).
(17)
Pencairan anggaran dari APBD (Paralel Financing) sampai dengan Bulan September 2010 baru sekitar 15%, atau Rp 1,6 milyar dari yang teralokasi dalam AWP sebesar Rp 10,4 milyar. Ini dikarenakan daerah masih menunggu terkait dengan terbitnya DIPA 2010 (Loan/Grant) dari Bangda.
(18)
Daerah juga ada yang meragukan apakah DIPA 2010 akan terbit atau tidak, karena DPRD sering menanyakan. Jika memang DIPA 2010 tidak terbit ada beberapa daerah akan mengalokasikan APBD-nya (paralel financing) ke “pos” yang lain yang lebih membutuhkan.
3.5.2. Rekomendasi Rekomendasi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program WISMP 1 dapat diupayakan melalui beberapa hal adalah sebagai berikut: (1)
Telah diupayakan revisi buku panduan pelaksanaan kegiatan baik untuk kegiatan
PSETK
maupun
program
pendampingan
dan
dilakukan
perbanyakan untuk dibagikan kepada sleuruh daerah program partisipan.
Halaman | 37
(2)
Perlu adanya sinkronisasi jadual pelaksanaan kegiatan di Pusat dengan rencana pelaksanaan kegiatan di Daerah.
(3)
Perlu adanya himbauan dari Pusat agar tidak terjadi pergantian posisi jabatan terlalu cepat, atau diupayakan priode transisi dimana pejabat lama masih dilibatkan untuk mentransfer pengetahuan dan kemampuannya kepada petugas yang baru.
(4)
Diupayakan adanya penambahan kendaraan bermotor untuk program selanjutnya sesuai dengan penilaian kebutuhan yang tepat.
(5)
Adanya surat edran untuk percepatan pelaoran kemajuan kegiatan dan realisasi keuangan.
(6)
Perlu komunikasi yang lebih intensif dalam penetapan SK Satker dengan pejabat di tingkat Pusat terkait dengan penerbitan DIPA.
(7)
Perlu upaya pengembangan program fasilitasi koordinasi melalui peningkatan rapat pertemuan teknis diantara satker yang terkait.
(8)
Diupayakan peningkatan kemampuan sumber daya manusia aparatur pelaksana yang didukung pule oleh tenaga pendukung sekerteariat yang handal.
(9)
Perlu revitalisasi pengembangan Komisi Irigasi sesuai dengan peraturan perundanga nyang berlaku, yang didukung oleh tenaga sekretariat secara lebih tepat dan anggaran pendanaan dari sumber APBD setempat.
(10) Upaya percepatan pembentukan Perda Irigasi melalui surat edaran dari Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, dan fasilitasi konsep secara tepat dari konsultan (IDPIM maupun IMRI) untuk menunjang kegiatan tersebut. (11) Perlu pengembangan system pelaporan yang efektif dari setiap pelaksana kegiatan sehingga memudahlan Bapeda sebagai unit pengelola dalam melakukan koordinasi perencanaan.
Halaman | 38
(12) Untuk mempercepat penyelesaian pengesahan profil KPI provinsi oleh gubernur segera dikeluarkan surat oleh NPIU Bangda untuk mendukung kelancaran pengesahannya. (13) Memberikan penegasan kembali kepada daerah bahwa Profil KPI merupakan produk daerah perlu pengesahan Kepala Daerah sehingga dapat dijadikan sumber acuan yang syah bagi keperluan perencanaan pembangunan. (14) Untuk mempercepat Penyusunan success story WISMP 1 dilakukan melalui fasilitasi pertemuan antara konsultan IDPIM dengan berbagai pemangkju kepentingan baik di Pusat maupun Daerah. (15) Untuk mendapatkan atau menyamakan data collecting yang dilakukan oleh konsultan IDPIM dan IMRI akan dilakukan pertemuan konsultan di regional masing-masing maupun di pusat dalam rangka sinkronisasi data, selanjutnya data tersebut akan di gunakan oleh PPMU/KPMU dalam pelaporan nantinya. (16) Untuk mengatasi kekurangan data seperti yang disebutkan diatas, maka konsultan akan memaksimalkan fungsi asisten teknis untuk mencari data sampai ke tingkat organisasi P3A/GP3A/IP3A dengan bekerjasama dengan Tenaga Pendamping Masyarakat (KTPM/TPM) yang bertugas di daerah irigasi yang bersangkutan. (17) Program WISMP 2 perlu dibentuk semacam Sekretariat Pengolahan Data dan Informasi WISMP yang berfungsi khusus untuk melakukan pengolahan data (pemasukan/pemutakhiran data) kedalam sistem informasi yang ada. Hal ini diupayakan untuk memperkuat peran Bappeda dalam hal koordinasi, sinkronisasi, serta konsolidasi data terkait peran Bappeda sebagai Project Manajemen Unit. (18) DIPA pada tahun mendatang sebaiknya tepat waktu terbitnya, sehingga tidak menghambat pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran di daerah.
Halaman | 39
(19) Perlu dorongan dari NPIU Bangda (melalui surat atau pertemuan pertemuan) untuk dapat melaksanakan kegiatan yang sumber dananya dari APBD (paralel financing) yang sudah tertuang dalam AWP dan tidak perlu menunggu DIPA yang terlambat terbit. (20) Perlunya surat dari Ditjen Bina Bangda secara berkelanjutan yang dikirim ke daerah terkait terlambatnya DIPA. Ini diperlukan daerah sebagai informasi terkini sehingga daerah tidak selalu bertanya tanya bagaimana dari kelanjutan atau berita terkait DIPA yang terlambat.
3.5.3. Usulan Program WISMP 2 Komponen B1 Penguatan Kelembagaan Pengelolaan Irigasi Partisipatif (NPIU Bangda dan PPMU/PPIU, KPMU/KPIU Bappeda) Berdasarkan pengalaman pembelajaran program WISMP 1, maka NPIU Ditjen Bina Bangda mengusulkan pengembangann program 15 kegiatan baru baik di tingkat Pusat maupun Daerah, yaitu sebagai berikut: (1) Usulan Program pada NPIU Ditjen Bina Bangda, meliputi kegiatan sebagai berikut: a. Jambore PPSIP, indikator keberhasilannya adalah adanya tukar pengalaman pembelajaran keberhasilan PPSIP dan penguatan KPI. b. Penyusunan modul pelatihan KPI dalam rangka pelaksanaan program PPSIP (metode dan syllabus), indikator keberhasilannya adalah tersedianya modul pelatihan KPI (metode dan syllabus). c. Pengembangan Pusat Pengolahan Data dan Informasi KPI, indikator keberhasilannya adalah tersedianya data dan informasi program PPSIP dan KPI yang berkelanjutan. d. Penyusunan penetapan konsep pedoman evaluasi kinerja Komir, indikator keberhasilannya adalah adanya pedoman evaluasi kinerja Komis di Daerah
Halaman | 40
e. TOT PSETK, indikator keberhasilannya adalah tersedianya tenaga pelatih PSETK di Prov. dan Kab. f. Monitoring dan evaluasi penyusunan PSETK, indikator keberhasilannya adalah peningkatan pemanfaatan PSETK dalam perencanaan dan pembangunan DI.
(2) Usulan Program pada NPIU Ditjen Bina Bangda, meliputi kegiatan sebagai berikut: a. Tindak Lanjut Perda melalui Penyusunan Renstra PPSIP/RP2I dan Penguatan KPI, indikator keberhasilannya adalah adanya sinkronisasi Renstra PPSIP/RP2I dan Penguatan KPI dengan Perda Irigasi b. Rapat koordinasi rutin dan berkala program penguatan KPI, indikator keberhasilannya adalah terselenggaranya rapat rutin dan berkala c. Lokakarya
kinerja
KPI,
indikator
keberhasilannya
adalah
terselenggaranya lokakarya di tingkat provinsi dan Adanya proses tukar informasi kinerja KPI antar kabupaten. d. Pelaksanaan
monitoring
dan
evaluasi
kinerja
KPI,
indikator
keberhasilannya adalah peningkatan kinerja KPI e. Pengembangan Pusat Pengolahan Data dan Informasi KPI, indikator keberhasilannya adalah tersedianya data dan informasi program PPSIP dan KPI yang berkelanjutan f. Penyusunan penetapan konsep pedoman evaluasi kinerja Komir, Adanya pedoman evaluasi kinerja Komisi di Daerah g. Pelatihan Peningakan Kemampuan dan Kinerja Komir, indikator keberhasilannya adalah adanya peningkatan kemampuan penyusunan dan pelaksaaan program kerja Komir h. Sinkronisasi program pendampingan dengan Fasilitasi pembinaan dan penguatan KPL, indikator keberhasilannya adalah terintegrasinya
Halaman | 41
program pendampingan oleh TPM/KTPM dengan KPL dan Terlaksananya program pendampingan berbasis KPL i.
Sosialisasi pemanfaatan dokumen PSETK, indikator keberhasilannya adalah telah digunakannya dokumen PSETK sebagai rujukan dalam Musrenbang, termasuk dalam design dan rehabilitasi jaringan irigasi serta pertanian beririgasi
j.
Monitoring dan evaluasi penyusunan PSETK, indikator keberhasilannya adalah peningkatan pemanfaatan PSETK dalam perencanaan dan pembangunan Daerah Irigasi (DI).
Halaman | 42
BAB 4 PROGRAM NUSA TENGGARA BARAT – WATER RESOURCES MANAGEMENT PROGRAM (NTB – WRMP) 4.1. Latar Belakang Nusa Tenggara Barat Water Resources Managament Program (NTB – WRMP) Grant TF - 055997 dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkonsolidasikan sektor Sumber Daya Air dan irigasi yang sudah didesentralisasi, serta lembaga pengelola irigasi di tingkat masyarakat yang sudah dibentuk dalam rangka pengelolaan sumber daya air. Program ini akan
reformasi
dilaksanakan melalui
penyelenggaraan proses penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah dalam mencapai peningkatan kinerja pengaturan dan perencanaan sektor sumber daya air dan irigasi, serta untuk meningkatkan kemampuan manajemen dan pendanaan dari masyarakat petani pemakai air dan instansi - instansi pemerintah terkait dalam menjaga keberlanjutan sektor sumber daya air dan irigasi.
Secara umum, Program NTB – WRMP telah mengadopsi kebijakan sumber daya air yang terbaru (Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air) dan pada saat implementasinya telah mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 20 Tentang Irigasi, beserta rancangan produk turunannya.
Dalam konteks
tersebut, kegiatan program NTB – WRMP yang sudah disusun dan ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan kebijakan terbaru dan siap dilaksanakan di seluruh lokasi kegiatan program sejak tahun 2006.
Program NTB – WRMP dilaksanakan di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan tersebar di 7 (tujuh) Kabupaten yaitu : Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Halaman | 43
Timur, Dompu, Bima, Sumbawa dan Sumbawa Barat, diselenggarakan selama 5 tahun (2006 – 2010), dengan garis besar uraian program yaitu membantu Pemerintah peningkatan
dan
Pemerintah
kemampuan
Daerah
untuk
dalam
mengembangkan
program
keberlanjutan
program
memperkuat
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP). Salah satu komponen kegiatan program NTB – WRMP terkait dengan aspek kelembagaan (masyarakat petani dan pemerintah daerah) berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Sesuai ketetapan pembagian peran (role sharing) Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif pada bulan Juni 2008, peran dari Ditjen Bangda Kementerian Dalam Negeri mencakup kegiatan sebagai berikut: 1.
Aspek regulasi (peraturan daerah) bidang irigasi
2.
Fasilitasi pedoman dan standar pelaksanaan pemerintahan di bidang irigasi.
3.
Aspek penguatan kelembagaan Pemerintahan Daerah dan Masyarakat.
4.
Koordinasi dan sinkronisasi penyelenggaraan bidang irigasi.
5.
Fasilitasi perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan evaluasi kelembagaan irigasi.
6.
Pendidikan dan pelatihan kelembagaan irigasi.
7.
Fasilitasi pemberdayaan melalui Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM)
4.2. Maksud dan Tujuan Program NTB – WRMP (Tahun 2009) Maksud pelaksanaan kegiatan program NTB – WRMP adalah menyelaraskan, memantapkan dan mencapai tujuan program reformasi kebijakan sektor sumber daya air dan irigasi secara lebih komprehensif.
Tujuan program NTB – WRMP secara umum sebagaimana tertuang dalam Project Management Manual (PMM) secara umum adalah untuk memulai proses peningkatan kemampuan pada provinsi dan 7 kabupaten yang mencakup:
Halaman | 44
Menyempurnakan sistem pengaturan, pengelolaan lembaga, perencanaan dan kinerja dalam pengelolaan sumber daya air dan irigasi sesuai kebijakan yang dituangkan dalam Undang – Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang – Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang – Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Undang – Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan Peraturan Presiden No 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Fasilitasi untuk peningkatan produktivitas fisik dan ekonomi pertanian beririgasi.
Sedangkan tujuan khusus program untuk pengelolaan sumber daya air wilayah sungai, meliputi : (i)
Proses peningkatan kemampuan pengaturan dan perencanaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai
(ii)
Proses peningkatan kemampuan untuk kinerja lembaga pengelola wilayah sungai yang lebih baik
(iii)
Pengelolaan dan Pelaksanaan RIM di wilayah sungai.
(iv)
Program konservasi sumber daya air.
Tujuan khusus program untuk penguatan pengelolaan irigasi partisipatif yang lebih baik, meliputi : (i) Program peningkatan kemampuan pengaturan dan P3A (ii) Proses peningkatan kemampuan untuk lembaga pengelola irigasi Kabupaten (iii) Pengelolaan & pelaksanaan sub proyek A–1, A–2, B–1, dan B–2. (iv) Peningkatan kemampuan untuk program pertanian beririgasi.
Halaman | 45
Pelaksanaan Program NTB – WRMP dibagi menjadi 3 (tiga) komponen : Komponen A : Pengelolaan SDA Wilayah Sungai A.1. Sektor Pengaturan dan Perencanaan A.2. Peningkatan Lembaga Pengelola Wil.Sungai A.3. Pengelolaan Wilayah Sungai dan RIM A.4. Pengelolaan dan Pemeliharaan Infrastruktur Wilayah Sungai A.5. Studi Khusus (Konservasi)
Komponen B : Penguatan Pengelolaan Irigasi Partisipatif B.1.Peningkatan Tata Pemerintahan dan P3A B.2.Peningkatan Kapasitas Instansi Kabupaten B.3.Pengelolaan Pembiayaan Irigasi / DPI B.4.Peningkatan Pertanian Beririgasi
Komponen C : Pengelolaan Proyek dan Bantuan Teknis Berkaitan dengan peran dan kewenangan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, maka tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan program NTB – WRMP adalah sebagai berikut : (1)
Meningkatkan kemampuan kelembagaan pengelola irigasi baik di tingkat Pemerintah maupun masyarakat petani pemakai air.
(2)
Terwujudnya pemahaman tentang program penguatan dan peningkatan kemampuan
kelembagaan
melalui
berbagai
bentuk
kegiatan
penyadaran publik. (3)
Tercapainya koordinasi pelaksanaan program dengan baik diantara pemangku kepentingan terkait dengan pengelolaan irigasi.
(4)
Terselenggaranya berbagai fasilitasi kegiatan program penguatan kemampuan kelembagaan pengelolaan irigasi baik di tingkat provinsi
Halaman | 46
maupun kabupaten / kota sebagai input pencapaian tujuan
NTB –
WRMP. (5)
Tersusunnya berbagai pedoman pelaksanaan kegiatan program penguatan & peningkatan kemampuan kelembagaan pengelola irigasi.
(6)
Tersusunnya rencana program kegiatan tahunan (Annual Work Program / AWPR) tahun 2009.
4.3. Sasaran Program NTB – WRMP Sasaran yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan program
NTB – WRMP
adalah sebagai berikut: (1)
Koordinasi dan sinkronisasi diantara kelembagaan pengelola irigasi melalui pemahaman yang optimal terhadap program reformasi kebijakan pengelolaan irigasi pada tahap awal program NTB – WRMP.
(2)
Pengembangan
kelembagaan
yang
memiliki
kemampuan
dalam
pengelolaan sumber daya air dan irigasi yang berkelanjutan.
4.4. Pendanaan dan Realisasi Program NTB – WRMP 4.4.1. Tahun Anggaran 2009 a. Pendanaan Berdasarkan DIPA TA 2009, total pembiayaan untuk program NTB – WRMP komponen B Ditjen Bina Bangda dan Bappeda Provinsi dan Kabupaten adalah sebesar Rp 11.437.918.000,-
b. Realisasi Fisik dan Keuangan Berdasarkan SPM / SP2D yang telah diterima oleh NPIU Ditjen Bina Bangda per bulan Desember 2009, maka realisasi keuangan adalah sebagai berikut:
Pusat : Rp. 7.438.718.202,- atau 94 %
Halaman | 47
Provinsi NTB : Rp 439.858.427,- atau 88 %
Kabupaten Lombok Barat : Rp. 258.680.000,- atau 74 %
Kabupaten Lombok Tengah : Rp. 286.794.000,- atau 82 %
Kabupaten Lombok Timur : Rp. 326.430.476,- atau 93 %
Kabupaten Sumbawa : Rp. 546.964.400,- atau 50 %
Kabupaten Dompu : Rp. 292.517.500,- atau 98 %
Kabupaten Bima : Rp 299.717.000,- atau 100 %
Kabupaten Sumbawa Barat : Rp. 338.3773500,- Atau 100 %
Sehingga secara keseluruhan penyerapan keuangan per Bulan Desember 2009 adalah Rp. 10.228.057.505,- atau 89 %
Sedang realisasi fisik adalah sebagai berikut: Pusat : 94 % Provinsi NTB : 88 % Kabupaten Lombok Barat : 74 % Kabupaten Lombok Tengah : 82 % Kabupaten Lombok Timur : 93 % Kabupaten Sumbawa : 50 % Kabupaten Sumbawa Barat : 100 % Kabupaten Dompu : 98 % Kabupaten Bima : 100 %
4.4.2. Tahun 2010 a. Pendanaan Berdasarkan DIPA TA 2010, total pembiayaan untuk program NTB – WRMP komponen B Ditjen Bina Bangda dan Bappeda Provinsi serta Kabupaten adalah sebesar Rp 13.848.424.000,b. Realisasi Fisik dan Keuangan
Halaman | 48
Berdasarkan SPM / SP2D yang telah diterima oleh NPIU Ditjen Bina Bangda per bulan Desember 2010, maka realisasi keuangan adalah sebagai berikut :
Pusat : Rp. 1.173.139.019,- atau 11 %
Provinsi NTB : Rp 100.000.000,- atau 20 %
Kabupaten Lombok Barat : Rp. 34.000.000,- atau 14.53 %
Kabupaten Lombok Tengah : Rp. 37.000.000,- atau 15.82 %
Kabupaten Lombok Timur : Rp. 52.000.000,- atau 22.22 %
Kabupaten Sumbawa : Rp. 25.000.000,- atau 1.77 %
Kabupaten Dompu : Rp. 141.300.000,- atau 47.41 %
Kabupaten Bima : Rp. 64.000.000,- atau 27.35 %
Kabupaten Sumbawa Barat : Rp. 52.000.000,- Atau 22.22 %
Sehingga secara keseluruhan penyerapan keuangan per Bulan Desember 2009 adalah Rp. 1.678.439.019,- atau 12.12 %
Sedang realisasi fisik adalah sebagai berikut:
Pusat : 11 %
Provinsi NTB : 20 %
Kabupaten Lombok Barat : 14.53 %
Kabupaten Lombok Tengah : 15.82 %
Kabupaten Lombok Timur : 22.22 %
Kabupaten Sumbawa : 1.77 %
Kabupaten Sumbawa Barat : 22.22 %
Kabupaten Dompu : 47.41 %
Kabupaten Bima : 27.35 %
4.5. Manfaat dan Dampak kegiatan 4.5.1 Tahun 2009 a.
Pembentukan Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A)
Halaman | 49
Dari 208 GP3A terbentuk, 192 GP3A telah berbadan hukum dan 17 GP3A sedang dalam proses legalisasi. Pendampingan oleh TPM dengan P3A/GP3A di Kabupaten Bima telah menjalin kerjasama konstruksi dengan program PNPM - PISEW (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah) dengan menanda tangani SP3 antara GP3A dengan PPK PNPM PISEW sebanyak 16 P3A/GP3A.
P3A/GP3A di Kab. Bima juga mulai menarik iuran IPI untuk pengelolaan Irigasi sebesar ± 1,2 ton pada musim tanam pertama. TPM/KTPM melaksanakan
sosialisasi
pembentukan
LEPLI
dan
direncanakan
Pembentukan LEPLI sebanyak 7 buah pada 7 Kecamatan Wilayah Kerja TPM/KTPM yaitu Daerah irigasi pada Kecamatan : Mada Pangga, Bolo, Woha, Monta Palibelo, Belo, dan Sape LEPLI Damai Sepakat telah dibentuk merupakan gabungan GP3A Damai dan Gapoktan Sepakat yang berlokasi di DI Pela Cempaka, Kec.Monta Kab. Bima
Selama 4 tahun perjalanan program NTB-WRMP telah menunjukan prestasi cukup baik yaitu dengan berhasilnya GP3A ”Kembang Renga” di Daerah Irigasi Renga, Kecamatan Wanasaba & Aikmel Kabupaten Lombok Timur meraih Juara harapan pada lomba GP3A Tingkat Nasional Tahun 2009. Sedangkan P3A Moge Rukun , Daerah Irigasi Moge Rukun Kab. Lombok Barat berhasil meraih Juara II Lomba P3A Tingkat Nasional Tahun 2009.
Adapun kemajuan kinerja GP3A Program NTB-WRMP yang telah dicapai dari tahun 2006 – 2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1. Kemajuan Kinerja GP3A Program NTB - WRMP periode Tahun 2006 – 2009
Halaman | 50
No.
Daerah Irigasi
Kabupaten
Hasil Pendampingan
P3A/GP3A/IP3A
1.
Dompu
Laju
P3ADoro Bonto
2.
Sumbawa
Moyo Hilir
GP3A Orong Rea
3.
Lombok Tengah
Jurang Sate, Kecamatan Pringgarata
GP3A Jurang Sate Hulu
4.
Lombok Timur
Renga
Kembang Renga
5.
Lombok Barat
Gegutu
P3A Moge Rukun
Juara I Lomba P3A Provinsi NTB Tahun 2007 Juara I GP3A Tingkat Provinsi NTB Tahun 2006 Juara III Nasional Lomba GP3A Tingkat Nasional Tahun 2008 Juara Harapan Lomba GP3A Tingkat Nasional Tahun 2009. Juara II Lomba P3A Tingkat Nasional 2009
Dari hasil monitoring Kabupaten Bima, Dompu dan Kabupaten Sumbawa pada tanggal 13 – 18 Desember 2009 dilokasi program Konstruksi partisipatif, bahwa masyarakat petani pemakai air yang telah tergabung dalam
organisasi
GP3A
sepenuhnya
telah
dilibatkan
dalam
tahapan/proses yaitu dimulai dari kegiatan penelusuran jaringan irigasi dalam rangka pelaksanaan penyusunan PSETK dan pelaksanaan konstruksi partisipatif.
Petani yang telah terorganisir dalam wadah P3A/GP3A umumnya sangat antusias dalam pelaksanaan konstruksi paritisipatif terlihat dari kwalitas campuran /spesi. Rata-rata spesi yang mereka kerjakan 1 : 4 pada DI. Roi Roka dan DI. Pela Cempaka di Kabupaten Bima, DI. Seneo dan DI. Nae di Kabupaten Dompu, dan DI. Pungka dan Embung Serading di Kabupaten Sumbawa. Disamping kwalitas campuran yang sesuai dengan ketentuan yang ada juga bahan material berupa batu, pasir dan PC mempunyai kwalitas yang memadai seperti: batu berasal dari batu gunung, pasir
Halaman | 51
berasal dari sungai yang tidak terkontaminasi lumpur dan PC dari semen Tiga Roda.
GP3A memberikan kontribusi berupa pengembangan jaringan irigasi dengan jumlah tidak sedikit. Kontribusi yang mereka berikan antara satu Daerah Irigasi dengan Daerah Irigasi lainnya cukup bervariasi baik bentuk maupun jumlah kontribusi yang mereka berikan seperti: memperpanjang saluran primer, saluran skunder, penggalian sedimen, maupun berupa upah dan atau secara swadaya khususnya untuk tukang maupun upah tenaga kerja biasa (peladen). Contohnya konstribusi yang telah dilakukan di DI. Pungka (GP3A Ai Awak) di kabupaten Sumbawa sebanyak 20 M3 diperoleh dari keuntungan biaya pengangkutan batu pasir yang umumnya diangkut menggunakan truk biayanya Rp 400.000/truk, sementara biaya pengangkutan yang dilakukan anggota GP3A sebesar 250.000/truk, sehingga diperoleh keuntungan sebesar Rp. 150.000/truk. Disamping itu biaya tambahan lainnya diperoleh dari upah tukang/hari berdasarkan ketentuan yang ada sebesar Rp. 60.000/orang/hari dibayar sebesar Rp. 50.000/hari, sehingga berdasarkan ketentuan tersebut biaya yang berhasil dihemat sebesar 10.000/orang/hari. Disamping itu, sumber dana lainnya diperoleh dari iuran Anggota GP3A sebesar 20.000/ha/tahun, sehingga total dana yang terkumpul sebesar Rp. 1.050.000,-
Selain monitoring terhadap kwalitas fisik jaringan irigasi yang telah direhab/dibangun
yang terdiri dari kwalitas spesi, dilakukan juga
terhadap pengembangan sebagai kontribusi yang telah diberikan GP3A. Sebagai wujud nyata partisipasi GP3A juga tidak kalah pentingnya yaitu berupa partisipasi GP3A dalam pelaksanaan Operasi dan Pemeliharan (O & P) jaringan irigasi yang telah direhabilitasi/dikonstruksi. Salah satu wujud nyata partisipasi GP3A yang perlu mendapat apresiasi yaitu apabila
Halaman | 52
GP3A mampu menggali dan mengelola iuran Pengelolaan Irigasi (IPI) sesuai dengan target program NTB - WRMP. Disamping itu prestasi lainya yang perlu mendapat apresiasi bilamana wanita terlibat langsung sebagai pengurus GP3A maupun ikut dalam proses/tahapan Disain partisipatif, konstruksi partisipatif dan O & P partisipatif.
Peranan wanita dalam pelaksanaan desain, konstruksi maupun
O&P
partisipatif berdasarkan hasil monitoring Tim AHT konsultan yang telah berlangsung dipulau Sumbawa belum menunjukan prestasi yang signifikan. Keterlibatan/peran serta aktif wanita dalam pelaksanaan konstruksi di pulau Sumbawa (Bima, Dompu, Sumbawa) masih sangat kurang karena masyarakat masih menganggap tabu bilamana wanita ikut terlibat dalam pelaksanaan konstruksi jaringan irigasi yang umumnya dikerjakan oleh kaum pria. Wanita hanya berperan sebatas menyiapkan dan mengantar makanan untuk pekerja. Pelaksanaan monitoring konstruksi partisipatif di 6 Daerah Irigasi se-pulau Sumbawa yang terdiri dari : Kabupaten Bima 2 DI yaitu DI. Roi Roka di Kecamatan Belo dan DI. Pela Cempaka di Kecamatan Monta. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan monitoring & evaluasi konstruksi partisipatif di Kabupaten Dompu yang meliputi 2 DI yaitu: DI. Nae Kempo di Kecamatan Kempo dan Embung Saneo di Kecamatan Woja. Selanjutnya pelaksanaan monitoring konstruksi partisipatif diwilayah DI. Pungka di Kecamatan Untir Iwis dan Embung Serading di Kecamatan Lape.
Monitoring di P. Sumbawa oleh Tim AHT Konsultan yang terdiri dari Project Liasion Coordinator (PLC) bidang Pertanian, Community Development Specialist, Agriculture suport Service Specialist, Ass. Agricultural Subprof. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan tidak hanya memonitor pelaksanaan konstruksi semata, namun
Halaman | 53
juga melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap hasil pelaksanaan program NTB-WRMP secara menyeluruh baik tentang pelaksanaan pelatihan & penyusunan PSETK, pelaksanaan program Dem area SRI, peran fungsi TPM dalam pelaksaanaan pendampingan, peran Komir, redefinisi Tugas KPI dan berbagai kegiatan lainnya.
Sampai pertengahan bulan Desember 2009 progres fisik dari ke - 6 lokasi DI yang telah
dicapai rata-rata 95 % dan diharapkan pada akhir bulan
Desember 2009 target fisik mencapai 100 %. Adapun nama DI, lokasi, prosentase progres fisik, volume,
dan
kontribusi
GP3A
dalam
pelaksanaan konstruksi partisipatif dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Data Hasil Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Konstruksi Partisipatif Kabupaten Bima, Dompu, dan Sumbawa Program NTB-WRMP Tahun 2009, status Desember 2009. Lokasi No
Nama DI
I.
Kabupaten Bima
1.
DI. Roi Roka
2. II. 1.
DI. Pela Cempaka
2.
Embung Seneo
III.
Kabupaten Sumbawa
Luas Areal
Volume
803
Ilurasi
373 M3
Monta
280
Damai
560 M3
662 M3
100 %
Kempo Woja
315
Sama Ncaha
398 M3
72 M3
90 % 90 %
300
Laboga
201 M3
18 M3
100%
100%
Desa
Ha
Roka
Belo
Sie Nae
Kontribusi
Progres fisik (%)
Nama GP3A
Kecamat an
Mengangkat sedimen sepanjang 373 M3
90 %
Kabupaten Dompu
DI. Nae
Saneo
1.
DI. Pungka
Pungka
2.
Embung Serading
Lab. Kuris
Untir Iwis
185
Aik Awak
22 M3
Tenaga kerja sebanyak 8 or, 10 hr, Rp 30.000 = Rp 2.400.000,-
Lape
189
Balong Niat
55M3
20 M3
Halaman | 54
Disamping keberhasilan yang telah juga ditemukan kendala / permasalahan. permasalahan yang mendasar yang dijumpai berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi dijumpai beberapa permasalahan yaitu: (1).
Dijumpai sebagian besar GP3A belum memahami dan belum mampu menggali potensi yang dimiliki di wilayah kerjanya masing-masing untuk menambah kas GP3A melalui usaha ekonomi produktif, untuk itu kedepan diperlukan adanya pelatihan-pelatihan bagi para pengurus GP3A dengan materi pelatihan yang lebih aplikatif bukan teori semata. Atau bila memungkinkan diperlukan adanya program studi banding kedaerah-daerah yang telah melaksanakan kegiatan usaha ekonomi produktif.
(2)
Kendala yang dihadapi petani umumnya dibidang pemasaran hasil pertanian, untuk
itu diperlukan adanya fasilitasi dari pihak Dinas
Pertanian untuk melakukan terobosan – terobosan khususnya terkait dengan pemasaran hasil-hasil pertanian melalui program aplikatif bukan pelatihan teoritis semata.
b.
Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM), Peraturan Daerah, PSETK, dan Redefinisi Tugas KPI Pengadaan/ rekrutmen kembali Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) kewenangan provinsi tahun 2009 saat ini telah dilakukan oleh Bappeda Provinsi NTB dengan total TPM provinsi = 21 orang. Sedangkan TPM /KTPM kabupaten ditempatkan di 7 (tujuh) kabupaten sebanyak 81 orang. Beberapa penggantian personil TPM dikarenakan dari evaluasi kinerja TPM oleh Bappeda Prov. NTB menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.
Salah satu tugas konsultan adalah membantu
PPIU dan KPIU didalam
mengimplementasikan Panduan Pendampingan oleh Tenaga Pendamping Masyarakat (TPM) dan Kelompok Pendamping Lapangan (KPL) mengacu
Halaman | 55
kepada Panduan Pendampingan oleh TPM untuk Pemberdayaan Organisasi P3A/GP3A/IP3A yang diterbitkan oleh Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri tahun 2007. Sebagai tahapan awal kegiatan pendampingan yang sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program PPSIP NTB– WRMP yaitu: Pengadaan TPM/KTPM yang kemudian dilanjutkan dengan dengan kegiatan Pelatihan bagi TPM/KTPM dan
Pelaksanaan kegiatan
pendampingan.
Komposisi penempatan TPM Provinsi didasarkan kepada DI. Kesepakatan provinsi NTB tahun 2009-2010 yang telah ditandatangani Dinas/Instansi terkait antara lain : Dinas PU Provinsi NTB, Bappeda Provinsi NTB dan Dinas Pertanian Provinsi NTB.
Daerah irigasi kesepakatan berjumlah 21 (Dua
Puluh Satu) DI. tersebar di 7 (tujuh) Kabupaten dengan Komposisi sebagai berikut:
Tabel 4.3. Daftar DI. dan Rencana jumlah penempatan TPM pada DI. Kesepakatan Kewenangan Provinsi (areal 1000-3000 ha) Provinsi NTB tahun 2009 No 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11
Kabupaten/Nama DI Lombok Barat Bagik Kembar Santong Lombok Tengah Bisok Bokah Gede Bongoh Katon Parung Mujur I & Batu Ngampah Lombok Timur Pelapak Sambelia Belanting Sumbawa Barat Kalimantong I
Kecamatan
Jumlah Penempatan TPM 2
Gangga Gangga 5 Kopang Batukliang Utara Praya Timur Janapria Praya Timur 3 Sakra Barat Sambelia Sambelia 2 Taliwang
Halaman | 56
No
Kabupaten/Nama DI
12
Kalimantong II Sumbawa Beringin Sila Meronge/Tiu kulit Kakiang Buer Komplek Dompu Baka DahaI, II Laju Bima Ncanga Kai Sumi
13 14 15 16 17 18 19 20 21
Total
Kecamatan
Jumlah Penempatan TPM
Taliwang Utan Rhee Plampang Moyo Hilir Alas
4
3 Woja Hu’u Dompu 2 Bolo Sape 18
21
Sedangkan dimasing-masing Kabupaten melalui Bappeda Kabupaten selaku KPMU/KPIU tahun 2009 telah pula direkrut sebanyak 81 TPM / KTPM tersebar di 7 (tujuh) Kabupaten. Kabupaten yang terbanyak menempatkan TPM / KTPM yaitu Kabupaten Sumbawa, sedangkan Kabupaten yang terkecil
dalam penempatan TPM yaitu Kabupaten
Lombok Barat.
Tabel. 4.4. Data TPM / KTPM per - Kabupaten berdasarkan DI kewenangan Provinsi (1000 - 3000 ha) dan Kabupaten (<1000 ha) NTB - WRMP Tahun 2009. Jumlah TPM/KTPM (Orang) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Provinsi/Kabupaten
Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Sumbawa Barat Dompu Bima
DI. Kewenangan Provinsi (1000-3000 ha) 2 5 3 4 2 3 2
DI.Kewenangan Kabupaten (<1000 ha) 5 12 11 18 12 14 9
Jumlah (org)
Halaman | 57
7 17 14 22 14 17 11
Total
c.
21
81
102
Perda dan PSETK Konsultasi Publik Draft Perda tentang Irigasi Provinsi NTB telah dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2009. Hasil konsultasi publik ini telah dikonsultasikan oleh Tim beranggotakan unsur komisi III DPRD Prov NTB, Bappeda Prov dan Dinas PU Prov NTB ke Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri pada tanggal 28 – 30 Desember 2009, dan akan dibahas di legislatif pada Januari 2010. Sementara itu raperda Irigasi Kabupaten Lombok Barat hingga akhir Desember 2009 baru akan diagendakan pembahasan di tingkat legislatif pada Januari 2010.
Tahun
2009
diseluruh
Kabupaten
akan
melaksanakan
kegiatan
Pelaksanaan dan Penyusunan Profil Sosial Ekonomi Teknis dan Kelembagaan (PSETK), dan akan dijadikan basis data dalam mendukung sequence (urutan) pelaksanaan rehabilitasi partisipatif. ToT PSETK NTB WRMP kepada seluruh pengelola program di NTB telah dilaksanakan oleh Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri pada 22 – 25 Juli 2009 di Hotel Lumire Jakarta.
Tabel 4.5. Perkembangan pelaksanaan dan penyusunan PSETK sampai Desember 2009 No. 1.
2
Kabupaten Lombok Barat
Lombok Tengah
Kegiatan
Hasil kegiatan
Sampai Tahun 2008 melaksanakan PSETK di 10 DI Tahun 2009 : PSETK dilaksanakan di 19 DI.
Pelaksanaan dan penyusunan PSETK akan dilakukan September 2008 di 16 DI melalui Lokakarya Penyusunan PSETK. Tahun 2009 : dilaksanakan di 5
Data profil P3A/GP3A pada DI wilayah program NTB-WRMP di Kabupaten Lombok Barat. PSETK tahun 2009 sedang dalam proses finalisasi PSETK 2009 sedang dalam tahap finalisasi
Halaman | 58
No.
Kabupaten
3.
Lombok Timur
4.
Sumbawa Barat
5.
Sumbawa
6.
Dompu
Kegiatan DI. PSETK 2008 = 11 DI PSETK 2009 dilaksanakan di 11 DI PSETK 2009 = 2 DI PSETK tahun 2006 di 24 DI, Namur tidak mengacu pada panduan PSETK, dan dilaksanakan oleh Dinas PU. PSETK 2009 = 1 DI PSETK 2009 dilaksanakan di 14 DI
Hasil kegiatan
PSETK 2009 dalam proses finalisasi.
PSETK 2009 dalam proses finalisasi.
PSETK 2009 dalam proses finalisasi.
Data dalam bentuk dokumen tertulis belum terkumpul PSETK 2009 dalam proses finalisasi. Masih menggunakan data yang telah ada sebelumnya Masih dalam proses finalisasi
7.
Bima
8.
Provinsi NTB
d.
PSETK 2009 dilaksanakan di 11 DI PSETK 2009 dilaksanakan di 21 DI luasan provinsi (10003000 ha)
Komisi Irigasi Kegiatan rapat komisi irigasi provinsi dan kabupaten sudah menunjukkan hasil yang cukup baik. Sekretariat komisi irigasi di provinsi dan kabupaten sudah mulai berfungsi sebagai dapur kegiatan komisi irigasi.
Pada bulan Agustus 2009 komisi irigasi Lombok Tengah (27 Agustus) dan Lombok Timur (3 dan 10 Agustus) dan Komisi Irigasi Kab. Lombok Barat (6 Juli dan Oktober 2009) telah bersidang dan mengesahkan proposal GP3A dalam rangka pelaksanaan konstruksi partisipatif. Komir Lombok Tengah mengesahkan 14 Proposal GP3A, diikuti Komir Lotim sebanyak 25 proposal GP3A, dan Komir Lobar sebanyak 12 GP3A.
Pada tanggal 5 Oktober 2009 Komisi Irigasi Kab. Sumbawa telah melaksanakan rapat dan merekomendasikan 13 usulan GP3A untuk pelaksanaan rehabilitasi partisipatif di 13 daerah irigasi tahun 2009.
Halaman | 59
GP3A Kab . Sumbawa tersebut adalah GP3A Brang Kolong (DI E. Brang Kolong), Jompong (DI E. Jompong), GP3A Sejari (DI E. Sejari), GP3A Sepakat (DI E. Selante), GP3A Sepayung (DI E Sepayung Dalam), GP3A Kokar Pakir (DI E. Lamenta), GP3A Kasuangi (DI E. Kaswangi), GP3A Tiu Nawa (DI Marente), GP3A Saling Beme (DI Ai Putik), GP3A Blong Niat (DI E Serading), GP3A Nangka Jolo (DI Kuang Rako), GP3A Ai Awak (DI Pungka) dan GP3A Srinani (DI Tiu Bulu).
Pada 23 Oktober 2009 Komisi Irigasi Kab Dompu telah menyetujui dan mengesahkan 9 usulan GP3A untuk kegiatan konstruksi partisipatif.
Pada 31 Oktober 2009 Komisi Irigasi Kab. Bima telah menyetujui dan mengesahkan 11 usulan GP3A untuk kegiatan konstruksi partisipatif. Hasil rapat komir tersebut adalah:
Ada 11 GP3A di Kab. Bima yang mengajukan proposal dengan kelengkapan proposal yang diajukan GP3A terdiri dari : Akte notaris, rekening, NPWP, Surat Perjanjian Kerja Sama, Peta DI, Skema DI, verifikasi, RAB, kuantitas harga dan gambar rencana.
Proposal GP3A yang disahkan Komir Kab. Bima terdiri dari: 1.
GP3A Sekar Kuning, DI Sumi, Rencana Anggaran Biaya (RAB), Rp. 137 juta
2.
GP3A Sama Ngawa – DI Sape, RAB Rp. 142 juta
3.
GP3A Ilu Rasi – DI Roi Roka, RAB Rp. 146 juta
4.
GP3A Angi Dai – DI Leho, RAB 137 juta
5.
GP3A La Raji – DI Embung Cera, RAB 146 juta
6.
GP3A Wu’u – DI Wu’u, RAB 73 juta
7.
GP3A Sama Kai – DI Bonto Kape, RAB 110 juta
8.
GP3A Damai – DI Pela Cempaka, RAB 113 juta
9.
GP3A Sama Ngawa – DI Kalate
Halaman | 60
10.
GP3A Mori Sama2 – DI Rade, RAB 112 juta
11.
GP3A Maci Ntanda – DI Nggewu, RAB 60 juta
Sedangkan Komisi Irigasi Prov NTB telah melaksanakan rapat pada 9 Nop 2009, dan telah menyetujui 19 proposal GP3A untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi partisipatif di DI provinsi (1000 – 3000 ha). Komir Kab. Sumbawa Barat telah menyetujui 1 proposal GP3A Kecamatan Seteluk pada rapat komir tanggal 23 Nopember 2009 yang kemudian akan ditindaklanjuti dengan konstruksi partisipatif tahun 2009. Komir Sumbawa Barat kembali bersidang pada tanggal 30 Nopember 2009 untuk membahas pengalokasaian Dana Pengelolaan Irigasi/DPI.
Komir Kab. Sumbawa telah melaksanakan rapat pada tanggal 21 Nopember 2009 untuk menentukan Rencana Tata Tanam Global (RTTG) DI Kabupaten masa tanam 2009/2010 di 35 DI, dan telah terbit Keputusan Bupati Sumbawa No 1248/ 2009 , tanggal 16 Desember 2009 : tentang Penetapan Rencana Tata Tanam Tahunan yang meliputi RTTG dan RTTD MT 2009-2010. Komir Kab. Sumbawa juga telah melaksanakan rapat pada tanggal 21 Desember 2009 untuk membahas draft Perbup Sumbawa tentang Jasa Lingkungan.
e. Pekerjaan Fisik ( Desain dan Konstruksi / Rehabilitasi Partisifasif ) Penyusunan Nota Kesepahaman (MoU) untuk sub proyek A2 dan B2 antara Bupati dengan GP3A di tahun 2009 dilaksanakan di 7 kabupaten yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Sumbawa Barat, Dompu, dan Bima. MoU GP3A Kab. Sumbawa Barat akan diselesaikan pada bulan Oktober 2009.
Halaman | 61
Sampai dengan bulan Desember 2009, 149 (seratus empat puluh sembilan) MoU (Nota Kesepahaman) antara Gubernur/ Bupati dengan Gabungan P3A untuk PPSIP telah ditandatangani oleh Gubernur NTB dan Bupati di 7 (tujuh) kabupaten yaitu : MoU Gubernur NTB dan GP3A tahun 2009 telah ditandatangani dengan 20 GP3A. MoU Gub NTB dengan GP3A Tahun 2008 telah dilaksanakan pada 16 Agustus 2008 untuk 22 GP3A Kabupaten Lombok Barat sebanyak 12 GP3A dengan rincian : 4 MoU Bupati Lombok Barat (Mei 2009) dengan 4 (empat) GP3A : No. 690/379/PU.PE/2009 sampai No. 690/382/PU.PE/2009, dan dengan 8 GP3A dengan Nomor MoU : 610/1002/PU-PE/2009. Kabupaten Lombok Tengah melalui 14 MoU Bupati Lombok Tengah dengan 14 (empat belas) GP3A : No 01/HKM/2009 sampai 014/HKM/2009. Kabupaten Lombok Timur melalui MoU Bupati No 181/12/PU/2009 tanggal 24 April 2009, sebanyak 25 GP3A. Kabupaten Dompu melalui 12 MoU Bupati dengan 12 GP3A. Kabupaten Sumbawa telah melaksanakan MoU dengan 21 GP3A, (8 GP3A pada tahun 2008 dan 13 GP3A tahun 2009). Kabupaten Sumbawa Barat telah melaksanakan MoU dengan 5 GP3A : melalui MoU Bupati No : 63 – 67 Tahun 2009. Kabupaten Bima, sebanyak 18 GP3A dengan MoU Bupati No: 24/2009 M/1430 H
Telah terbit Surat Edaran Dirjen Sumber Daya Air No.IK.01.02-DA/404 tanggal 22 Juni 2009 tentang Komisi Irigasi dan Kerjasama Pengelolaan Irigasi secara Partisipatif, dan harus digunakan sebagai acuan pelaksanaan konstruksi partisipatif.
Halaman | 62
Pekerjaan desain & konstruksi partisipatif di provinsi dan masing-masing kabupaten tetap dilanjutkan dengan tetap mengacu daerah irigasi prioritas yang menjadi kesepakatan. 3 (tiga) Panduan pelaksanaan rehabilitasi partisipatif telah diterbitkan oleh Direktorat Irigasi, Ditjen Sumber Daya Air , Dep. Pekerjaan Umum pada bulan Mei 2008. Tiga panduan tersebut adalah :
Panduan Penyusunan Kerangka Acuan Kerja untuk pekerjaan Survei, Investigasi, dan Desain Partisipatif (SID Partisipatif) ;
Panduan Pelaksanaan Survei, Investigasi, Desain Partisipatif untuk pekerjaan Rehabilitasi Partisipatif , dan ;
Panduan Pelaksanaan Konstruksi Partisipatif
Provinsi dan Kabupaten dapat menggunakan Panduan ini sebagai acuan kegiatan fisik dengan menyesuaikan kondisi lokal. Namun di beberapa kabupaten tingkat pemahaman pengelola program terhadap konstruksi partisipatif masih terbatas pada pemahaman proyek bukan program, sehingga panduan ini masih perlu disosialisasikan secara lebih komprehensif.
Tabel dibawah ini adalah luasan kegiatan desain dan
konstruksi partisipatif yang akan dilaksanakan di provinsi dan 7 kabupaten TA 2009.
Tabel 4.6. Pekerjaan Desain dan Konstruksi Partisipatif (Sub. Comp.B.3) di Provinsi dan Kabupaten TA 2009 Status Desember 2009 Kegiatan Design Partisipatif (Provinsi)
Rencana 2009 (ha) 29,592 di 18 DI
Realisasi 2009 (ha) 100%
Konstruksi Partisipatif (Provinsi)
30,355 di 19 DI
100%
Catatan Perlu sosialisasi lebih komprehensif terhadap 3 (tiga) panduan yaitu : kerangka acuan kerja SID, panduan survei, investigasi, desain partisipatif, dan Halaman | 63
Kegiatan Design Partisipatif (Kabupaten)
Rencana 2009 (ha) 25,270 di 71 DI
Realisasi 2009 (ha) 100%
Catatan
panduan konstruksi partisipatif Luasan yang dilaksanakan Konstruksi Partisipatif 33,449 di 91 90% hanya disesuaikan dengan dana yang tersedia, belum (Kabupaten) DI seluruhnya luasan D.I. yang bersangkutan Sumber: Verifikasi Data dari DIPA Dinas PU Prov. NTB dan Kabupaten Tahun 2009. Pelaksanaan konstruksi partisipatif dilaksanakan atas dasar usulan / proposal selektif dari GP3A untuk pekerjaan rehabilitasi partisipatif secara swakelola dan kontraktuil , dan dilaksanakan melalui Surat Kesepakatan Kerjasama – SKKS, dan atau Surat Perjanjian Kerjasama/SPKS. Desain Partisipatif DI kewenangan provinsi (1000-3000 ha) Pelaksanaan Desain partisipatif Tahun 2009 untuk DI Kewenangan provinsi (1000 – 3000 ha) secara swakelola (7 DI) di WS. P.Lombok dilaksanakan di DI. Bagik Kembar (1305 ha), DI. Santong (1807 ha), DI. Parung (1270 ha), DI. Katon (1885 ha), DI Mujur – I/Bt. Ngapah (1301) , DI. Sambelia (1666 ha ) dan DI. Pelapak (1424 ha). Total areal = 10.658 ha Sedangkan Pelaksanaan desain partisipatif secara swakelola (6 DI) di WS. Sumbawa dilaksanakan di DI. Kalimantong I (1550 ha), DI. Beringin Sila (2400 ha), DI. Kalimantong II (1550 ha), DI. Tiu Kulit (Ka-Ki) = 1877 ha, DI. Buer Komplek Kiri (1639 ha) dan DI. Pongal Kakiang (2743 ha) . Total areal = 11.759 ha Pelaksanaan Desain partisipatif secara swakelola (5 DI) di WS. Bima Dompu Tahun 2009 adalah di : DI. Baka (1810 ha) , DI. Ncangakai (1065 ha) , DI. Daha I,II (1273 ha), DI. Laju (1050 ha), dan DI. Sumi (1977). Total areal = 7.175 ha. Sementara itu, desain partisipatif untuk kabupaten telah dilaksanakan di 71 DI dengan total area 25,270 ha. Pada bulan Nopember Halaman | 64
2009 kegiatan desain partisipatif telah selesai seluruh DI kewenangan provinsi dan DI kewenangan kabupaten. Rehabilitasi Partisipatif DI kewenangan provinsi (1000-3000 ha) Pelaksanaan Rehabilitasi dan Peningkatan dengan Metode Partisipatif tahun 2009 DI kewenangan provinsi (1000-3000 ha) dilaksanakan di 19 Daerah Irigasi, dengan luas 30,355 ha dengan keterangan sebagai berikut : DI WS. Pulau Lombok Rehabilitasi Partisipaitif dilaksanakan di 9 DI , yaitu DI. Bagik Kembar (1305 ha), DI. Santong II (1807 ha), DI Bisok Bokah (1255 ha) , DI. Parung (1270 ha), DI. Katon (1885 ha), DI Mujur – I/Bt. Ngapah (1301) , DI. Sambelia (1666 ha ) , DI. Pelapak (1424 ha) dan DI Belanting ( 1300 ha) . Sedangkan pelaksanaan Rehabilitasi dengan Metode Partisipatif di WS. Pulau Sumbawa tahun 2009 dilaksanakan di 5 DI , yaitu DI. Kalimantong I (1550 ha), DI. Beringin Sila (2400 ha), DI. Kalimantong II (1550 ha), DI. Tiu Kulit (Ka-Ki) = 1877 ha, DI. Buer Komplek Kiri (1639 ha) . Pelaksanaan rehabilitasi partisipatif secara swakelola (5 DI) di WS. Bima Dompu Tahun 2009 adalah di : DI. Baka (1810 ha) , DI. Ncangakai (1065 ha) , DI. Daha I,II (1273 ha) , DI. Laju (1050 ha), dan DI. Sumi (1977). Sedangkan pekerjaan konstruksi partisipatif untuk DI kewenangan Kabupaten sedang dilaksanakan di 91 DI dengan total area 33,449 ha . Direkomendasikan pada pelaksanaan sub proyek A1/A2 dan B1/B2 pada Tahun 2009 dan 2010 harus mengikuti urutan (sequence) sebagai berikut (sesuai dalam Aide Memoire NTB WRMP Bank Dunia November 2008) : a. Penempatan TPM ; b. Pelaksanaan PSETK (Profil Sosial Ekonomi, Teknis dan Kelembagaan); c. Pembentukan dan Penguatan GP3A;
Halaman | 65
d. Pelatihan design dan konstruksi partisipatif ; e. Penandatanganan MoU antara Prov/Kab – GP3A yang berlaku multiyear f. Pengesahan Proposal GP3A oleh Komir ; g. Implementasi konstruksi partisipatif.
Pekerjaan fisik yang tidak mengikuti sequence / urutan seperti tersebut di atas maka tidak dapat memproses pengalokasian dana grant. Sampai dengan akhir Desember 2009, total proposal GP3A yang telah direkomendasikan oleh komisi irigasi adalah 106 proposal konstruksi partisipatif TA. 2009, proposal tersebut diantaranya adalah : Provinsi NTB : 19 Proposal (9 GP3A di Pulau Lombok dan 10 GP3A di Pulau Sumbawa) Kab. Lombok Barat : 12 proposal Kab. Lombok Tengah : 14 proposal Kab. Lombok Timur : 25 proposal Kab. Sumbawa Barat : 1 proposal. Kab. Sumbawa : 13 proposal Kab. Dompu : 9 proposal Kab. Bima : 13 proposal
Kab Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur telah memulai pekerjaan konstruksi partisipatif pada Bulan September 2009. Sedangkan Kab Sumbawa, Dompu dan Kab. Bima mulai melaksanakan kegiatan fisik di bulan Oktober 2009. Khusus kabupaten Sumbawa Barat & Provinsi NTB pekerjaan konstruksi partisipatif baru dimulai pada pertengahan November 2009.
Halaman | 66
Untuk DI Tiu Bulu 998 ha di Kecamatan Alas Barat, Kab. Sumbawa yang dilaksanakan melalui CDD (sub kontrak) telah mendapatkan NOL (No Objection Letter) dari Bank Dunia pada 2 Desember 2009 , dan telah tandatangan kontrak pada 14 Desember 2009. Kemudian karena paket pekerjaan ini akan dikerjakan pada 2010 , maka Bank Dunia mengeluarkan Form 384 pada tanggal 15 Desember 2009 sebagai jaminan bahwa pekerjaan ini dapat dilaksanakan pada 2010. Selanjutkan satker Dinas PU Kab. Sumbawa akan melakukan revisi DIPA 2010. Secara keseluruhan progres fisik konstruksi partisipatif di 7 kabupaten hingga akhir Desember rata -rata mencapai 100 %. Dinas PU Prov. NTB telah melakukan verifikasi proposal GP3A dan konsultasipublic kerjasama pengelolaan (KSP) pada tanggal 7 – 8 November 2009. Rapat Komisi Irigasi Prov. NTB dengan agenda pengesahan proposal GP3A dilaksanakan pada 9 November 2009. Dari hasil verifikasi akhirnya ditentukan 19 GP3A kewenangan Prov. NTB (30,355 Ha) yang dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi partisipatif 2009. Seluruh pekerjaan konstruksi partisipatif 2009. Seluruh pekerjaan konstruksi partisipatif DI kewenangan Prov. Dilaksanakan melalui SPKS.
4.5.2 Tahun 2010 a. Redefinisi Tugas Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI) Di antara 4 kabupaten peserta NTB-WRMP di Pulau Sumbawa, kabupaten Sumbawa, Bima dan Sumbawa Barat telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) tentang redefinisi tugas KPI. SK redefinisi tugas KPI tersebut secara legal formal merupakan turunan dari Undang-undang yaitu UU 32/2004, tentang Pemerintahan Daerah. Pada tingkat lapangan SK tersebut merupakan instrumen kebijakan yang mengatur penyelenggaraan pengembangan pengelolaan irigasi partisipatif. Halaman | 67
Pertimbangan-pertimbangan perlunya menerbitkan SK redefinisi mengikuti perkembangan-perkembngan
dan
perubahan-perubahan
tata
kelola
pemerintahan (setelah pemberlakuan Otonomi Daerah) sebagai konsekuensi proses reformasi yang terjadi di negara kita. Alasan-alasan utama yang menjadi dasar (logical basis) antara lain sebagai berikut ini.
Merupakan sebagian dari reformasi kebijakan pengelolaan irigasi,
Adanya
perubahan-perubahan
dalam
praktek
penyelenggaraan
pengembangan dan pengelolaan irigasi,
Perangkat pemerintahan daerah (yang diredefinisi) merupakan bagian dari Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI),
Diperlukan kesiapan perangkat daerah dalam pengaturan dan pelaksanaan tugas dan tanggung-jawab pengelolaan irigasi,
Tugas dan tanggung-jawab perangkat daerah ditetapkan berdasarkan Perda selanjutnya dirinci dalam SK.
Secara fungsional ada 2 tujuan utama yang hendak dicapai dengan menerbitkan SK redefinisi ini yaitu:
Memperoleh acuan yang nantinya digunakan dalam merumuskan tugas pokok dan fungsi (tupoksi), struktur organisasi, dan tata kerja koordinasi, serta;
Memperjelas pembagian tugas dan hubungan kerja perangkat daerah (provinsi dan kabupaten).
Pentingnya merumuskan kembali (redefinisi) tugas-tugas perangkat daerah dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi mendapat perhatian yang serius dari pihak donor (pemberi dana bantuan) dengan didanainya kegiatan ini melalui DIPA tahun anggaran 2010. Hanya kabupaten Bima yang melaksanakan kegiatan dengan sumber dana APBD.
Halaman | 68
Dalam proses pembuatannya produk regulasi tersebut (sesuai dengan Panduan Redefinisi Tugas yang dijadikan sebagai acuan) harus mempunyai ruang lingkup dan kelengkapan sebagai berikut: Ruang lingkup, menguraikan tupoksi perangkat daerah dan semua komponen KPI dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi, Kelengkapan SK redefinisi (lampiran) meliputi : -
Struktur organisasi
-
Matriks wewenang
-
Uraian tugas
-
Tata-kerja koordinasi.
Mencermati produk regulasi yang telah diterbitkan (baik oleh kabupaten Sumbawa maupun kabupaten Bima), mengacu kepada Pedoman Redefinisi yang ada maka tidak satupun dari kedua SK tersebut memenuhi syarat kelengkapan (adequacy condition) dan syarat perlu (necessary condition). Namun demikian pernyataan ini tidak diartikan bahwa SK tersebut tidak sah, karena sah tidaknya suatu produk hukum harus diuji dan tidak boleh bertentangan dengan system dan prinsip hukum yang dianut oleh Negara (basic principle of laws of a state).
Tabel 4.7. Status Kelengkapan SK Redefinisi Tugas KPI Kelengkapan Kabupaten
No, Tanggal SK
Struktur Organisasi
Uraian Tupoksi
Matriks Wewenang
Sumbawa
1530 Tahun 2010, Tgl 18-10-2010
tidak ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
SK tidak lengkap
Bima
188.45/835/003/ 2010 tgl 29-102010
tidak ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
SK tidak lengkap
-
-
-
-
-
belum ada SK
Dompu
Uraian Tugas
Tatakerja Koordinasi
Halaman | 69
Ket.
Kelengkapan Kabupaten
Sumbawa Barat
b.
No, Tanggal SK
Sk Bupati No 828/2010
Struktur Organisasi
Uraian Tupoksi
Matriks Wewenang
tidak ada
ada
tidak ada
Uraian Tugas tidak ada
Tatakerja Koordinasi tidak ada
Status Kegiatan Rehab dan Peningkatan Partisipatif 1)
Pelaksanaan Konstruksi Partisipatif di DI Provinsi Di dalam hirarki program NTB-WRMP Komponen A kegiatan rehab dan peningkatan irigasi partisipatif termasuk kegiatan Sub Komponen A3, Pengelolaan Wilayah Sungai (Basin Water Resources Management) yaitu kegiatan Penguatan Pengelolaan Alokasi Air yang difokuskan pada pengelolaan irigasi. Untuk mendukung fokus kegiatan tersebut perlu dilakukan rehab jaringan irigasi yang ada di DAS prioritas. Kondisi jaringan irigasi yang baik merupakan syarat utama untuk mewujudkan: i) efisiensi pemberian air irigasi, ii) penyusunan skenario rencana pembagian air (RPA), dan iii) menjamin keberlanjutan (sustainability) pengelolaan air irigasi. Pelaksanaan kegiatan rehab partisipatif DI Kewenangan Provinsi TA 2010 ada di 7 lokasi, 5 lokasi antaranya sudah selesai 100% yaitu di DI. Kalimantong I, DI. Kalimantong II di kabupaten Sumbawa Barat, DI. Buer Kompleks, DI. Bringin Sila, dan DI. Tiu Kulit.
di kabupaten
Sumbawa. Analisis Dampak Rehabilitasi Partisipatif Penilaian dampak merupakan salah satu aktivitas evaluasi proyek (project evaluation) yang dapat dilakukan melalui pendekatan pengelolaan
kegiatan
berbasis
hasil
(result-based
project
management) atau RBM. Evaluasi dan pengelolaan dampak itu sendiri
Halaman | 70
Ket.
SK tidak lengkap
mengandung pengertian bahwa adanya upaya pengendalian intervensi proyek
untuk
memperoleh
dampak
jangka
panjang
dan
berkesinambungan (long-term, and sustainability) melalui rangkaian saling keterkaitan hasil yaitu: input menghasilkan output yang meningkatkan hasil, dan berkontribusi terhadap timbulnya dampak yang diinginkan. Dampak yang terpenting perlu dievaluasi antara lain adalah:
Dampak terhadap fungsi dan kinerja jaringan irigasi
Peningkatan partisipasi petani
Keberlanjutan sistem pengelolaan partisipatif
Tabel 4.8. Pedoman kerja untuk melakukan analisis dampak No
Rangkaian Kegiatan
Karakter
1
Output
Memerlukan input bahan mentah, SDM, dan sistem produksi Diperoleh langsung sebagai proses produksi
2
Hasil (outcome)
Timbul sebagai konsekuensi adanya output yang dihasilkan Berlaku dalam jangka pendek, dan menengah Tergantung kondisi output
3
Dampak (impact)
Merupakan kontribusi dari adanya pengaruh outcome Berlaku jangka panjang dan berkesinambungan Mempunyai implikasi positif maupun negatif, menguntungkan, atau merugikan
Tabel 4.9. Skema umum dampak pengelolaan irigasi partisipatif Halaman | 71
Input
Paket pekerjaan Terlaksana rehab partisipatif kegiatan rehab (DI > 1000 ha) TA partisipatif TA 2010 2010
2)
Hasil
Dampak1
Jaringan irigasi kembali berfungsi Areal/luas tanam meningkat Intensitas tanam meningkat Keterampilan petani meningkat Petani lebih berdaya
Produksi pertanian lahan beririgasi meningkat Kemandirian petani meningkat Dukungan terhadap keberlanjutan sistem produksi lahan beririgasi
Output
Pelaksanaan Konstruksi Partisipatif di DI Kabupaten Secara umum status pelaksanaan konstruksi partisipatif untuk Pulau Sumbawa meliputi 4 kabupaten saat ini sudah mendekati 100%. Kegiatan di kabupaten Sumbawa sudah selesai 100%. Kabupaten Bima dan
Sumbawa
Barat
sedang
dalam
pelaksanaan
mendekati
penyelesaian. Kabupaten Dompu sebanyak 4 lokasi DI yang dibiayai dengan dana NTB-WRMP TA 2010 sedang dalam penyelesaian, sedang sisanya 4 lokasi DI lagi (dana APBD) sudah selesai 100%. Pelaksanaan kegiatan konstruksi partisipatif dapat lebih dioptimalkan dengan
kehadiran
P3A/GP3A/IP3A
yang
telah
diberdayakan.
Mengikutsertakan petani dalam menangani konstruksi partisipatif merupakan salah satu upaya meningkatkan keterampilan teknis di bidang keirigasian dalam rangka pembangunan, peningkatan, O&P dan rehabilitasi jaringan irigasi. Sejauh mana kegiatan sub proyek rehab partisipatif ini memberikan dampak yang berarti kepada petani dan lingkungannya akan diulas secara umum. Dampak terpenting perlu dievaluasi meliputi:
Dampak terhadap fungsi dan kinerja jaringan irigasi
Halaman | 72
Pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat
Keberlanjutan sistem pengelolaan partisipatif
Selanjutnya untuk mengidentifikasi potensi dampak kita tetap menggunakan pedoman kerja dan memanfaatkan struktur kerangka logik (logframe) mata rantai keterkaitan hasil proyek. Tabel 4.10 Skema umum dampak kegiatan rehab partisipatif
c.
Input
Output
Paket pekerjaan rehab partisipatif sub proyek komponen B TA 2010
Terlaksana kegiatan rehab partisipatif TA 2010
Hasil Jaringan irigasi kembali berfungsi Areal/luas tanam meningkat Intensitas tanam meningkat Keterampilan petani meningkat Petani lebih berdaya
Dampak2 Produksi pertanian lahan beririgasi meningkat Kemandirian petani meningkat Dukungan terhadap keberlanjutan sistem produksi lahan beririgasi
Perkembangan Kegiatan Komir Sebagai kosekuensi Komir sebagai salah satu unsur kelembagaan multipihak maka sudah selayaknya lembaga ini berperan aktif dan aspiratif memberikan kontribusi berupa pemikiran, saran dan material dalam pengembangan sektor irigasi. Aktualisasi peran Komir ini diwujudkan berupa rapat-rapat rutin maupun rapat-rapat pembahasan hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas pengelolaan irigasi di masingmasing kabupaten.
Halaman | 73
Untuk dapat memberikan penilaian sosok Komir dan kinerjanya perlu mempertimbangkan hal-hal berikut : koherensi dengan statut yang menjadi asas pembentukannya (statutory instrument) yaitu Permen PU No. 31 tahun 2007 kesekretariatan dan fasilitasnya keterkaitan dengan indikator kinerja NTB-WRMP agenda dan frekuensi rapat/pertemuan yang dilakukan permasalahan apa saja yang masih dihadapi oleh Komir dalam melaksanakan perannya.
Kalau dilihat dari struktur organisasi dan bentuk kepengurusan semua kelembagaan Komir yang ada di pulau Sumbawa telah sesuai dengan ketentuan yang diinginkan oleh Permen No. 31 tahun 2007 tentang Komir. Namun hal penting yang hingga kini sebagian besar belum terpenuhi adalah kesekretariatan dan fasilitas pendukungnya seperti ruang kantor, perabot, serta peralatan keperluan operasional kantor lainnya. Faktor pendanaanlah yang mungkin menjadi kendala utama belum terpenuhinya hal ini. Kinerja Komir dapat pula dilihat dari aktivitas maupun frekuensi lembaga tersebut melakukan pembahasan usulan Dana Pengelolaan Irigasi (DPI) di wilayah kerjanya. Menyangkut hal tersebut indikator kinerja di dalam dokumen Project Management Manual (PMM) menyebutkan sebagai berikut :
Sekurang-kurangnya 160 GP3A dalam 7 kabupaten yang berpartisipasi telah menyerahkan usulan DPI kepada Komisi Irigasi yang bersangkutan, disahkan oleh Dinas PUP yang
Halaman | 74
bersangkutan, berdasarkan rencana tahunan (AWP) dan profil pengelolaan asset.
Di 7 kabupaten yang berpartisipasi Komisi Irigasi yang bersangkutan telah menerima, mengkaji ulang, mengevaluasi dan merekomendasi, tidak kurang dari 100 usulan GP3A tentang pembiayaan melalui DPI yang telah disahkan oleh Dinas PUP yang bersangkutan dan mempublikasikan manfaatnya kepada masyarakat.
Indikator tersebut dijabarkan lebih spesifik lagi menjadi target kinerja tahunan NTB-WRMP pulau Sumbawa. Sampai sejauh ini dalam menjalankan misinya membantu pemerintah daerah merumuskan kebijakan pengelolaan irigasi, Komir masih memiliki kelemahan-kelemahan antara lain:
Masih lemahnya pemahaman visi dan misi Komir (terutama yang tertuang dalam Permen PU No. 31 tahun 2007)
Kapasitas
SDM
yang
melaksanakan
aktivitas
Komir
(kesekretariatan Komir) masih belum maksimal
Pendanaan masih terbatas
Kegiatan Komir belum jadi prioritas
Sejauh menyangkut aktivitas rapat-rapat rutin maupun pembahasan isu aktual, fungsi Komir sebagai media komunikasi dan koordinasi di tingkat kabupaten sebenarnya dapat dikatakan sudah berjalan baik namun fungsi kesekretariatannya sajalah yang belum bekerja sebagaimana mestinya. Hal ini diindikasikan dari belum tertibnya administrasi yang sebenarnya merupakan unsur utama penunjang keberhasilan suatu organisasi. Di samping itu fasilitas pendukung
Halaman | 75
kesekretariatan baik berupa perabotan maupun alat kelengkapan kerja lainnya belum tersedia.
d. Kinerja TPM/KTPM Salah satu upaya yang dikembangkan dalam program PPSIP untuk pemberdayaan
kelembagaan
pengelolaan
irigasi
tersebut
diimplementasikan dalam bentuk program pendampingan melalui NTB-WRMP. Kegiatan pendampingan oleh TPM/KTPM ditujukan untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A dalam mengatasi berbagai masalah dalam pengelolaan irigasi. Peran tenaga pendamping masyarakat (TPM) maupun koordinator TPM dalam program
NTB-WRMP
berperan
sebagai
fasilitator,
katalisastor,motivator, dan dinamisator dalam meningkatkan kinerja pemberdayaan sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan motivasi petani untuk lebih berdaya dalam pengambilan keputusan pengelolaan irigasi di wilayahnya masing-masing. TPM/KTPM melaksanakan fungsinya perlu disorot lebih mendalam meliputi aspek-aspek : i) pelaksanaan pendampingan, ii) program pemberdayaan, iii) rapat pertemuan dan koordinasi, iv) fasilitasi pelatihan, dan v) sistem pelaporan. Konsultan ahli Community Development telah sering melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan ini. Evaluasi dilakukan menggunakan pendekatan pengumpulan data dan informasi dari berbagai sektor pendampingan di mana TPM/KTPM menjalankan misinya (sektor primer), dan di luar sektor pendampingan (sektor sekunder) namun mempunyai tingkat saling keterkaitan yang tinggi. Tabel 4.11 Data perkembangan penugasan TPM/KTPM TA 2010
Halaman | 76
Jumlah TPM/KTPM No.
Kabupaten
DI. Kewenangan Provinsi (1000-3000 ha)
1. 2. 3. 4.
Sumbawa Sumbawa Barat Dompu Bima Jumlah
4 2 2 2 10
DI. Kewenangan Kabupaten (<1000 ha) 7 12 12 9 40
Jumlah (orang)
11 23 15 12 50
e. Perkembangan Pelaksanaan PSETK Pada tahun anggaran 2010 ini 4 KPIU Bappeda di pulau Sumbawa melaksanakan kegiatan penyusunan PSETK untuk 12 lokasi DI. Dalam pelaksanaan penyusunan PSETK ini konsultan diminta oleh penanggungjawab kegiatan untuk ikut mendampingi memberikan bantuan sebagai narasumber serta mengikuti jalannya pelatihan sampai selesai. PSETK sudah mulai dilaksanakan sejak tahun anggaran 2008. Evaluasi secara deskriptif mengindikasikan bahwa telah banyak kemajuan diperoleh oleh stakeholder terutama terkait dengan peningkatan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif. Adapun yang sangat ingin diketahui adalah apa yang telah dapat dilakukan oleh peserta pelatihan, apa hasil nyata dari kegiatan penyusunan PSETK ini, dan apa dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ini terutama terhadap peningkatan kinerja pengelolaan irigasi di lokasi DI bersangkutan. Jangkauan yang hendak dicapai dalam evaluasi ini hanya dibatasi pada proses pelaksanaan, keluaran, hasil jangka pendek, serta perkiraan dampak yang mungkin timbul setelah pelaksanaan PSETK itu sendiri selesai dilaksanakan. Metodologi yang hendak diterapkan dalam penilaian pelaksanaan penyusunan PSETK tidak terlepas dan tetap mempertimbangkan aspek aspek pelaksanaan PSETK itu sendiri antara lain terkait dengan metode pelaksanaan dan ruang lingkup PSETK serta indicator penyusunan
Halaman | 77
PSETK. Pemilihan metodologi mengikuti strategi sebagai berikut : i) jenis informasi yang diinginkan dan sumbernya, ii) rencana dan bagaimana cara mendapatkan informasi, iii) analisis data/informasi, iv) identifikasi hasil (outcome). Untuk
memperoleh
gambaran
menyeluruh
dari
keberhasilan
pelaksanaan PSETK review hanya difokuskan pada tahapan sebagai berikut yakni : tahap persiapan pelaksanaan, pelaksanaan pelatihan, penelusuran jaringan, kegiatan focal group discussion (FGD), dan penyusunan laporan. Fakta yang dijumpai selama pelaksanaan pelatihan PSETK, pola interaksi pelatih
(narasumber)
(performance)
maupun
dan
peserta,
perubahan
serta sikap
tingkat
yang
kemahiran
timbul
selama
penyelenggaraan PSETK merupakan input yang akan dikaji untuk menentukan efektifitas pelatihan. Kesimpulan dan rekomendasi hanya dapat dirumuskan setelah semua data dan informasi dikumpulkan dan dianalisis menggunakan pendekatan manajemen berbasis hasil (results based management) yang disajikan dalam matriks rangkaian konsekuensi sebab-akibat (the results chain of an activity) sebagai gambar berikut di bawah ini.
4.6
Pencapaian performance indicator untuk komponen B sesuai dengan yang tercantum dalam PMM
4.6.1 Tahun 2009 Berdasarkan indikator keberhasilan NTB – WRMP pada Grant Agreement tanggal 20 Desember 2005 menyatakan bahwa pada waktu selesainya proyek yaitu tanggal 31 Desember 2010 , harus dicapai hal – hal sebagai berikut:
Halaman | 78
1) Sekurang – kurangnya 60.000 ha lahan pada sistem irigasi, GP3A telah berpartisipasi dalam pengelolaannya, yang akan menjadi percontohan dalam pelaksanaan O & P, peningkatan produksi, penggunaan air yang efisien dan berkurangnya tingkat kerusakan prasarana jaringan irigasi. 2) Sekurang-kurangnya 160 GP3A dalam 7 kabupaten yang berpartisipasi telah menyerahkan usulan Dana Pengelolaan Irigasi (DPI) kepada Komisi Irigasi yang bersangkutan, disahkan oleh Dinas PU Provinsi yang bersangkutan, berdasarkan rencana tahunan (AWP) dan profil pengelolaan asset. 3) Di 7 kabupaten yang berpartisipasi Komisi Irigasi yang bersangkutan telah menerima, mengkaji ulang, mengevaluasi dan merekomendasi, tidak kurang dari 100 usulan GP3A tentang pembiayaan melalui DPI yang telah disahkan oleh Dinas PUP yang bersangkutan dan mempublikasikan manfaatnya kepada masyarakat. 4) Sekurang-kurangnya
di
3
kabupaten
yang
berpartisipasi
telah
mengalokasikan dana APBD nya untuk DPI diwilayah kerjanya dengan jumlah sekurang-kurangnya Rp 60.000 /hektar/tahun bagi seluruh areal irigasi yang terletak di kabupaten yang bersangkutan disamping penyediaan dana pendamping untuk program komponen sub proyek A.1 dan A.2.
Progres kelembagaan dan penyusunan regulasi hingga akhir Desember 2009 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4.12. Progres Kelembagaan dan Regulasi NTB - WRMP Grant TF 055997 (Status Akhir Desember 2009)
No .
Prov/Ka b
Jumla h GP3A
Jumla h TPM
Komir ( Ada / Belum )
Perda tentang Irigasi (draft, atau sudah ditetapkan)
Kep. Redef. Tugas (ada/ belum)
MoU antara Bupati /Gubernur dengan GP3A untuk Sub Proyek A2 dan B2
Halaman | 79
No .
Prov/Ka b
1.
Nusa Tenggara Barat
2.
Lombok Barat
Jumla h GP3A
62
12
Jumla h TPM
21
5
3.
Lombok Tengah
20
12
4.
Lombok Timur
32
11
5.
Sumbaw a
24
18
6.
Sumbaw a Barat
5
12
7.
Dompu
27
8.
Bima
26
9
208
102
14
Total
Komir ( Ada / Belum )
SK.Gub NTB No. 396 Tahun 2009 hasil review dan telah mengacu pada Permen PU No 31/2007 tentang Pedoman Komir
Telah direview sesuai Permen 31/2007 (SK.Bup. No 1349/17/Bappeda/2009)tangg al 7 Juli 2009
Perda tentang Irigasi (draft, atau sudah ditetapkan)
Kep. Redef. Tugas (ada/ belum)
MoU antara Bupati /Gubernur dengan GP3A untuk Sub Proyek A2 dan B2
Draft ke IV dan telah dikonsultasi public pada 11 juni 2009 Akan segera diagendaka n dilegislatif
SK Gub. No. 60 Tahun 2007
Draft
Draft
MoU Tahun 2008 dengan 22 GP3A MoU Tahun 2009 sebanyak 20 GP3A
Selesai sebanyak 12 GP3A
SK Bupati No.530 tahun Perda No 5 2009 Telah direview sesuai Permen Tahun Selesai bulan Juli tanggal 31/2007 (SK Bup. No. 2008, 2009 dengan 14 11 Nov 270/2009) tanggal 9 GP3A 2009 Juni 2008 tentang redefinis i tugas KPI Telah direview sesuai Permen Kep. Bupati No. 31/2007. (SK. Bup. No 181/12//PU/200 188.45/176/PD/2009 tanggal Perda No. 5 9 sebanyak 25 Draft Tahun 2007 27 Maret 2009) GP3A
SK. Bup No. 863/2008 tanggal 21 Juli 2008
Perda No. 19 Tahun 2007
Kep. Bupati No.16 tahun 2009 Perda No.2 Tahun 2008 SK. Bup No.309/2009 tanggal Perda No, 10 Sept 2009 15 Tahun 2008 SK. Bup No.825 Tahun 2009 Perda No 7 tanggal 9 Sept 09 Tahun 2008 6 Perda 8 Komir terbentuk telah ditetapkan
Draft
Selesai Agustus 2008, sebanyak 8 GP3A dan April 2009 dengan 13 GP3A Selesai dengan 5 GP3A Sudah, sebanyak 12 GP3A
Draft
Sudah, sebanyak 18 GP3A
Draft
Draft
Halaman | 80
Tabel 4.13 : Pembentukan GP3A s/d Desember 2009 GP3A No
1 2 3 4 5 6 7 8
Provinsi/Kabupaten
Luas Areal (ha)
Nusa Tenggara Barat Lombok Barat Lombok Tengah Lombok Timur Sumbawa Barat Sumbawa Dompu Bima Total
59.789 10.595 12.167 29.152 4.959 6.710 7.516 14.066
Rencana Sesuai indikator kinerja di 31 Des 2010 65 12 14 32 6 7 9 15
144.954
160
Legalisasi Badan Hukum
Terbentuk
Sisa
Sudah
Belum
62 12 20 32 5 24 27 26
3 1 -
60 12 17 32 5 19 21 26
208
4
192
2 dalam proses 3 dalam proses 1 dalam proses 5 dalam proses 6 dalam proses 17 dlm proses legalisasi
4.6.2 Tahun 2010 a.
Pencapaian performance indicator untuk komponen B sesuai dengan yang tercantum dalam PMM. Berdasarkan indikator keberhasilan NTB – WRMP pada Grant Agreement tanggal 20 Desember 2005 menyatakan bahwa pada waktu selesainya proyek yaitu tanggal 31 Desember 2010 , harus dicapai hal – hal sebagai berikut : 1) Sekurang – kurangnya 60.000 ha lahan pada sistem irigasi, GP3A telah berpartisipasi dalam pengelolaannya, yang akan menjadi percontohan dalam pelaksanaan O & P, peningkatan produksi, penggunaan air yang efisien dan berkurangnya tingkat kerusakan prasarana jaringan irigasi. 2) Sekurang-kurangnya 160 GP3A dalam 7 kabupaten yang berpartisipasi telah menyerahkan usulan Dana Pengelolaan Irigasi (DPI) kepada Komisi Irigasi yang bersangkutan, disahkan oleh Dinas PU Provinsi yang bersangkutan, berdasarkan rencana tahunan (AWP) dan profil pengelolaan asset.
Halaman | 81
3) Di 7 kabupaten yang berpartisipasi Komisi Irigasi yang bersangkutan telah menerima, mengkaji ulang, mengevaluasi dan merekomendasi, tidak kurang dari 100 usulan GP3A tentang pembiayaan melalui DPI yang telah disahkan oleh Dinas PUP yang bersangkutan dan mempublikasikan manfaatnya kepada masyarakat. 4) Sekurang-kurangnya di 3
kabupaten
yang berpartisipasi telah
mengalokasikan dana APBD nya untuk DPI diwilayah kerjanya dengan jumlah sekurang-kurangnya Rp 60.000 /hektar/tahun bagi seluruh areal irigasi yang terletak di kabupaten yang bersangkutan disamping penyediaan dana pendamping untuk program komponen sub proyek A.1 dan A.2.
Tabel 4.14. Progres kelembagaan dan penyusunan regulasi hingga akhir Desember 2010 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. MoU antara Bupati Kep. /Gubernur Jumlah Jumlah Komir Redef. Tugas No. Prov/Kab dengan GP3A GP3A TPM ( Ada / Belum ) (ada/ untuk Sub belum) Proyek A2 dan B2 Selesai pada 16 Agustus Nusa Telah direview SK.Gub Perda No.2 SK Gub. No. 160 2008 untuk 22 1. Tenggara 64 21 NTB No. 396 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2007 GP3A, dan 8 Barat GP3A tahun 2010 Sudah SK Bup Lombok No.894/20/BAPPEDA/2010 Perda No.2 sebanyak 18 2. 18 5 No.2141A/4/Bappeda Barat tanggal11 Mei 2010 Tahun 2010 GP3A hingga 2009 tanggal 9 Des Mei 2010 Perda No 5 14 GP3A pada Lombok SK Bupati No.530 3. 27 12 SK Bup No. 270/2009 Tahun Juli 2009 dan Tengah tahun 2009 2008, 15 GP3A di Perda tentang Irigasi (draft, atau sudah ditetapkan)
Halaman | 82
tanggal 9 Juni 2008
4.
Lombok Timur
38
11
Telah direview sesuai Permen 31/2007. (SK. Bup. No 188.45/176/PD/2009 tanggal 27 Maret 2009)
Perda No. 5 Tahun 2007
SK Bupati No. 716 tahun 2010
30 GP3A
Perda No. 19 Tahun 2007
SK Bupati No. 1530 Tahun 2010
Thn 2008 = 8 GP3A, 2009 = 13 GP3A, 2010 = 2 GP3A
SK Bupati No. 828 Tahun 2010
5 GP3A
SK Bupati No. 497 tahun 2010
12 GP3A
SK Bupati No. 188 tahun 2010
18 GP3A
5.
Sumbawa
24
7
SK. Bup No. 863/2008 tanggal 21 Juli 2008
6.
Sumbawa Barat
2
12
Kep. Bupati No.16 tahun 2009
7.
Dompu
16
12
SK. Bup No.309/2009 tanggal 10 Sept 2009
8.
Bima
25
9
SK. Bup No.825 Tahun 2009 tanggal 9 Sept 09
214
89
8 Komir terbentuk
Total
2010
Perda No.2 Tahun 2008 Perda No, 15 Tahun 2008 Perda No 7 Tahun 2008 6 Perda telah ditetapkan
BAB 5 PROGRAM BANTUAN TEKNIS PUSAT PROGRAM KONSERVASI KABUPATEN SUMBAWA 5.1. Latar Belakang
Halaman | 83
Seiring dengan perubahan paradigma kehutanan dari state based forest management (pengelolaan berbasis negara) pada community based forset management (berbasis masyarakat), diperlukan upaya re-orientasi pemerintah (pusat dan daerah). Upaya tersebut untuk merespon berbagai faktor eksternal terutama tuntutan masyarakat sekitar hutan dalam berbagai bentuk. Salah satu faktor yang banyak mendapat perhatian publik adalah kemiskinan masyarakat sekitar hutan yang memerlukan ruang kelola dan akses terhadap sumber daya hutan. Tuntutan pengelolaan sumber daya alam yang berdimensi keadilan menjadi tuntutan publik bahkan telah menjadi mandat hukum yang mesti diimplementasikan oleh semua stakeholders kehutanan. Sumbawa memiliki kawasan hutan terluas di Nusa Tenggara Barat. Kawasan hutan Kabupaten Sumbawa 516.242,90 Ha atau sekitar 48% dari total luas hutan di Provinsi NTB (1.050.000 Ha). Dari luas tersebut fungsi lindung merupakan yang terluas sekitar 232.992,19 Ha atau 45,21% dari luas hutan Sumbawa. Sebanyak 56,78% luas hutan Pulau Sumbawa berada di Kab. Sumbawa dari 905.659,64 Ha. Sebaran kekayaan alam tersebut saat ini mengalami penurunan (degradasi) akibat pemanfaatan sumber daya hutan kurang bijaksana antara lain: pemanfaatan berlebihan, illegal logging, dan kebakaran. Luas hutan dan lahan yang mengalami degradasi yang kemudian mengakibatkan lahan kritis semakin lama semakin bertambah. Data luas lahan kritis berdasarkan DAS Dinas Kehutanan Provinsi NTB 2002, total luas lahan kritis Kab. Sumbawa 124.256 Ha dengan rincian dalam kawasan 89.627 Ha dan luar kawasan 34.629 Ha. Luas lahan kritis ini 36,70% dari total luas lahan kritis Provinsi NTB. Tahun 2004 luas lahan kritis berdasarkan DAS, Data BP DAS Dodokan Moyosari 2005 dengan total 200.771,03 Ha, dengan rincian dalam kawasan 115.651,74 dan luar kawasan 85.373,75. hal ini akan berdampak pada kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) mengalami penurunan daya dukung mengingat tingkat kekritisan lahan bertambah tinggi. DAS wilayah Sumbawa, antara lain: DAS Brang Rea, Rhee,
Halaman | 84
Brang Beh, Moyo Hulu, Sumpe, Ampang dan Moyo. Berdasarkan data 2005 luasan lahan kritis dalam dan luar kawasan berdasarkan DAS. Berdasarkan surat Gubernur NTB Nomor: 690/01/05 tanggal 30 Desember 2003, diketahui bahwa jumlah mata air di Provinsi NTB tahun 1985 sebanyak 702 titik, sedangkan akhir tahun 2003 tinggal 262 titik (sebagian besar berada di dalam kawasan hutan), dimana 148 titik mati suri. Disamping itu, masih terdapat beberapa lokasi mata air yang berada di luar kawasan hutan yang belum teridentifikasi. Laju kehilangan titik air ini, diakibatkan degradasi sumber daya hutan yang tidak terkendali, akibat pola/paradigma pengelolaan hutan belum memberikan ruang partisipasi, transparansi dan akuntabilitas para pihak yang terlibat.
5.2.
Maksud dan Tujuan
Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk membantu Direktorat Jenderal Bina Pebangunan Daerah dalam fasilitasi teknis dan asistensi pelaksanaan program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Kabupaten Sumbawa. Secara umum tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan bantuan teknis kepada tim pelaksana proyek di tingkat Pusat, terutama Ditjen Bina Pembangunan Daerah untuk keberhasilan pengelolaan proyek, antara lain : 1. Meningkatkan efektivitas kelembagaan petani dalam mengelola konservasi lahan dan meningkatkan pendapatan. 2. Meningkatkan efektivitas manajemen/ pengelolaan program mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi untuk umpan balik perbaikan program.
5.3.
Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan bantuan teknis ini adalah:
Halaman | 85
1. Kelembagaan petani peserta program semakin efektif dalam mengelola kegiatan konservasi lahan dan usaha tani dalam mendorong peningkatan pendapatan. 2. Pengelolaan program berjalan lebih baik dan diperoleh umpan balik untuk perbaikan pelaksanaan program secara simultan.
5.4.
Lokasi Kegiatan
Progam Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan ini dilaksanakan di Desadesa prioritas terpilih di Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sedangkan Tim Bantuan Teknis akan berkedudukan di Bangda Jakarta. Tabel 5.1. Lokasi kegiatan Program Konservasi Kabupaten Sumbawa (KKS) No. 1. 2. 3. 4.
Desa Batudulang Pelat Karekeh Hutan Produksi Jumlah
Kecamatan Batubunteh Unter Iwis Unter Iwis
Luas areal
-
150 ha 75 ha
Status kepemilikan tanah Lahan milik masyarakat Lahan milik masyarakat Lahan milik masyarakat Lahan Negara
225 ha
Khusus untuk kegiatan studi konservasi akan dilaksanakan di seluruh kabupaten (7 kabupaten) di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
5.5.
Pendanaan Realisasi Penyerapan Biaya
Program Bantuan Teknis Pusat Program Konservasi Kabupaten Sumbawa mendapatkan dana dari Grant European Union dengan nomor kontrak
TF
055997-IND. Program ini mulai mobilisasi sejak bulan Mei 2009 sampai dengan Akhir tahun 2010, dengan jumlah pagu dana Rp. 789.085.000,- (Tujuh Ratus Delapan Puluh Sembilan Juta Delapan Puluh Lima Ribu Rupiah) dengan penyerapan dana 100% dan program berakhir tepat waktu diakhir tahun 2010 sesuai dengan kontrak.
Halaman | 86
Tabel 5.2. Realisasi Biaya di KPIU Daerah (Bappeda Kab. Sumbawa Cq. Dinas Kaehutanan dan Perkebunan Kab. Sumbawa). No
Kegiatan
1
2
A
Tahun 2008
1
Pagu Anggaran (Rp)
Realisasi Anggaran (Rp)
HIBAH
APBD
HIBAH
APBD
3
4
5
6
262.199.000
24.770.000
213.959.200
18.332.920
Penyusunan data dasar (baseline) calon lokasi program Workshop program membangun kesepahaman parapihak
28.080.000
7.020.000
28.080.000
7.020.000
25.330.000
-
24.580.000
-
Penyusunan dokumen pendukung program Pengadaan Buku Agroforestry
14.400.000
3.600.000
14.400.000
3.600.000
14.000.000
3.500.000
12.800.000
2.336.200
9.600.000
2.400.000
4.800.000
1.200.000
5.400.000
-
4.050.000
-
7
Penyiapan Lokasi dan Masyarakat Calon Program Lembaga Pendamping Masyarakat Diskusi Masyarakat (FGD) Penyusunan Rencana Kerja Kelompok Pelatihan Kader Konservasi Desa
22.785.000
-
22.718.000
-
8
Rapat Koordinasi dan Konsultasi
109.604.000
-
73.517.600
-
9
Pengadaan Peralatan Penunjang Operasional Tahun 2009
33.000.000
8.250.000
29.013.600
4.176.720
749.635.500
258.524.320
225.148.900
60.517.160
240.412.500
59.400.000
150.092.000
26.100.000
18.190.000
15.600.000
16.510.000
-
5.610.000
-
-
-
81.923.000
41.762.160
58.546.900
34.417.160
3.500.000
41.762.160
-
-
400.000.000
100.000.000
-
-
1.178.566.000
292.630.880
796.316.468
199.635.140
29.370.000
21.300.000
23.754.000
18.600.000
135.645.000
32.850.000
120.941.818
30.000.000
140.275.000
44.100.000
128.900.000
41.310.000
2
3 4 5
6
B 1 2 3 4
Pembuatan Tanaman Rehabilitasi Lahan untuk Konservasi DAS Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Penyadaran Publik
5
Operasional, Workshop, AWP, Koordinasi dan Konsultasi ke Pusat Pengadaan Peralatan
6
Konsultan Services
C
Tahun 2010
1
Pemeliharaan Tanaman Konservasi Tahun Pertama Pada Desa Prioritas Penanaman Tanaman Konservasi Pada Desa Prioritas Penanaman Tanaman Konservasi Pada Lahan Negara
2 3
Halaman | 87
4
Pelatihan-Pelatihan
84.730.000
-
-
17.007.880
5
Kampanye Publik
23.923.000
-
3.000.000
-
6
Operasional, Workshop, AWP,Koordinasi dan Konsultasi ke Pusat Consultan Servise
84.623.000
24.380.880
14.991.450
17.007.880
680.000.000
170.000.000
504.729.200
75.709.380
7
Jumlah Total dari Tahun 2008 s/d Tahun 2010
2.190.400.500
575.925.200
1.235.424.568
278.485.220
Pusat (Ditjen Bina Pembangunan Daerah – Kementerian Dalam Negeri) Tabel 5.3. Realisasi Penyerapan dana Pusat (Ditjen Bina Bangda) No.
Kegiatan
Pagu Anggaran (Rp)
Realisasi Anggaran (Rp)
1
2
A
Tahun 2009
500.000.000
-
112.904.000
15.088.080
1.
Invoice I Bantek
150.000.000
-
112.904.000
15.088.080
HIBAH
RM
HIBAH
RM
3
4
5
6
JUMLAH 2009
112.904.000
15.088.080
B 1.
Tahun 2010 Invoice II Bantek
689.430.000 -
130.000.000 -
517.783.464 100.158.080
69.194.699 13.384.762
2.
Invoice III Bantek
-
-
175.617.024
23.468.820
3.
Invoice IV Bantek
-
-
137.940.440
18.433.859
4.
Invoice V Bantek
-
-
104.067.920
13.907.258
JUMLAH REALISASI 7
127.992.080 127.992.080
JUMLAH 2010
517.783.464
69.194.699
586.978.163 586.978.163
JUMLAH T.A 2009-2010
630.687.464
84.282.779
714.970.243
5.6. Kegiatan Yang Sudah Dilaksanakan 5.6.1. Administarsi dan Rapat-rapat koordinasi a.
Administrasi Kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas administrasi yang telah rutin berjalan dan dilaksanakan antara lain adalah administrasi surat keluar masuk surat dari dan ke beberapa dinas/ instansi baik ditingkat pusat maupun daerah. Disamping itu, kegiatan bantuan teknis juga mendokumentasikan dan mengadministrasikan hasil-hasil notulensi pertemuan-pertemuan dan Halaman | 88
rapat-rapat koordinasi antar berbagai instansi terkait pelaksanaan Program Konservasi Kabupaten Sumbawa. Kegiatan administrasi lainnya adalah yang berkaitan dengan administrasi keuangan berupa dokumentasi SPM, SPPD, penyusunan rekapitulasi dan konsolidasi finansial dengan induk program NTB-Water Resources Management Program.
b. Rapat-rapat koordinasi Untuk kegiatan rapat koordinasi, selama Tahun 2010 telah dilaksanakan beberapa kali rapat koordinasi sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Tabel. 5.4. Kegiatan Rapat Koordinasi Program Konservasi Kab. Sumbawa Tahun 2010 No.
Rapat koordinasi
Peserta
Waktu
Tempat
1.
Rakor untuk membahas evaluasi 2009, permasalahan yang muncul, dan rekom untuk perbaikan 2010 Rakor Bangda - Tim Bantek LP3ES . Agenda : 1. Surat WB tentang Laporan 2010 2. Rencana kunjungan misi WB ke Sumbawa 26 Maret 2010 3. Studi Konservasi NTB – WRMP Rapat internal Tim Bantek di Slipi . Agenda : 1. Persiapan ke lapangan 2. Mengusulkan rekomendasi utk penguatan dokumentasi proses di lapangan Rapat Koordinasi Program Konservasi Sumbawa, Rapat koordinasi CO
Semua Konsultan WISMP, PISP,NTB WRMP, Konservasi Sumbawa dll Bangda, LP3ES
12 Januari 2010
Lt 5 Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri
10 Maret 2010
Lt 5 Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri
Anggota Tim Bantek
12 Maret 2010
Kantor LP3ES di Slipi
LP3ES, CO, Bappeda Kab. Sumbawa, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Sumbawa
4-5 Oktober 2010
Hotel Lombok Raya
2.
3.
4.
Halaman | 89
5.6.2. Supervisi dan Asistensi terhadap pelaksanaan bantuan teknis daerah dalam penguatan kelembagaan Kelompok Tani Konservasi. Bersama-sama dengan Tim Ditjen Bina Bangda, Tim Bantuan Teknis Pusat melakukan supervisi dan asistensi pelaksanaan kegiatan lapangan yang dilaksanakan oleh Bappeda Kabupaten Sumbawa Cq. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sumbawa. Kegiatan supervisi dan asistensi dilaksanakan secara simultan bersamaan dengan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan di lapangan.
5.6.3. Monitoring dan Evaluasi teknis pelaksanaan program di lapangan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengukur pencapaian kemajuan kegiatan KKS di lapangan, baik dalam hal kemajuan fisik kegiatan, kemajuan penguatan kelembagaan, maupun kemajuan realisasi penyerapan dana (keuangan). Sampai Desember 2010, telah dilaksanakan 11 kali monitoring. Hal yang menjadi fokus kegiatan monitoring ini antara lain : perkembangan tanaman pokok dan tanaman sela di lahan masyaraka), perkembangan kegiatan pendampingan kelompok tani, perkembangan penguatan kelembagaan, serta perkembangan komitmen para pihak (multistakeholder) terhadap pelaksanaan program KKS. Kegiatan lain yang tidak bisa dilewatkan adalah kemajuan pengurusan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Bupati Sumbawa, pencapaian rumusan PERDES di tiap lokasi program, tingkat penyerapan dana program pada akhir 2010, laporan-laporan kegiatan tahun 2010, dan permasalahan-permasalahan yang ditemui selama awal 2010. Sampai dengan Mei 2010 ini telah dilaksanakan monitoring dan evaluasi lapangan sebanyak 3 (tiga) kali sebagaimana dalam tabel berikut ini :
Halaman | 90
Tabel 5.5. Pelaksanaan monitoring Program Konservasi Kab. Sumbawa 2010 No.
Kegiatan
Peserta
Waktu
Tempat Kantor BAPPEDA, Dinas Kehutanan Kab. Sumbawa, lokasi Brang Pelat dan Batudulang Kantor BAPPEDA, Dinas Kehutanan Kab. Sumbawa, lokasi Brang Pelat dan Batudulang Kantor Dinas Kehutanan Kab. Sumbawa, calon lokasi penanaman th 2010 di Dusun Selang Desa Karekeh. Dinas Kehutanan & Perkebunan Kab. Sumbawa, Lapangan Dinas Kehutanan & Perkebunan Kab. Sumbawa, Lapangan Dinas Kehutanan & Perkebunan Kab. Sumbawa, Lapangan Dinas Kehutanan & Perkebunan Kab. Sumbawa, Lapangan Dinas Kehutanan & Perkebunan Kab. Sumbawa, Lapangan Dinas Kehutanan & Perkebunan Kab. Sumbawa, Lapangan Dinas Kehutanan & Perkebunan Kab. Sumbawa, Lapangan Kantor Pemkab Sumbawa/ Bappeda Kab Sumbawa, Lapangan
1.
Monitoring Th 2010
1
Bangda, LP3ES, Depkeu
22-26 Februari 2010
2.
Monitoring Th 2010
2
Bangda, LP3ES
17-20 Maret 2010
3.
Monitoring Th 2010
3
LP3ES
19-22 Mei 2010
4.
Monitoring 4 Th 2010 Monitoring 5 Th 2010 Monitoring 6 Th 2010 Monitoring 7 Th 2010 Monitoring 8 Th 2010 Monitoring 9 Th 2010 Monitoring 10 Th 2010 Monitoring 11 Th 2010
LP3ES
14-17 Juni 2010 13-16 Juli 2010
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
LP3ES LP3ES LP3ES LP3ES Bangda, LP3ES LP3ES Worldbank, Bangda, LP3ES
9-12 Agustus 2010 1-4 Sept 2010 29 Sept – 2 Okt 2010 11-14 Okt 2010 26-29 Okt 2010 3-6 Nov 2010
5.6.4. Studi Konservasi Lahan dan Air di Provinsi NTB. Penelitian Konservasi Sumber Daya Air dan Lahan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi salah satu tugas Tim Bantuan Teknis Pusat untuk Program Konservasi Kabupaten Sumbawa NTB-WRMP. Untuk persiapan pelaksanaan lapangan, maka sejak minggu kedua bulan November 2009, telah disusun Desain Penelitian Konservasi Sumberdaya Air dan Lahan Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara umum, tujuan dari studi ini adalah untuk melihat secara umum penurunan kondisi dan perkembangan sumberdaya air dan lahan baik secara kuantitas maupun kualitas.
Halaman | 91
Sementara tujuan khusus dari studi ini adalah sebagai berikut: 1. Memotret ketimpangan antara kondisi penurunan sumberdaya air dan lahan dibandingkan dengan kegiatan konservasi baik dari sisi jenis kegiatan yang dilakukan dan hasil yang dicapai. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab dari merosotnya kuantitas dan kualitas sumberdaya air dan lahan, termasuk lambannya kegiatan konservasi 3. Merumuskan beberapa isu penting yang dapat digunakan sebagai pelajaran bagi kerangka pengembangan kebijakan dan program untuk perbaikan kualitas konservasi dalam mendukung kelangsungan sumberdaya air dan lahan. Dengan tujuan tersebut diatas, maka sejumlah output yang akan dicapai dari kegiatan studi ini adalah: 1. Data base kondisi konservasi dan sumberdaya air dan lahan dalam 3 tahun terakhir. 2. Rumusan permasalahan dan langkah kebijakan tentang pengelolaan sumberdaya air dan lahan. Mendasarkan pada latar belakang dan tujuan studi seperti disebutkan diatas, maka ruang lingkup data dan informasi yang akan digali mencakup : 1. Kondisi penduduk (luka,sekarat dan mati) 2. Kondisi Sumberdaya Air dan Lahan. 3. Kondisi Kawasan Konservasi 4. Kondisi Prasarana dan Sarana Sumberdaya Air 5. Kondisi Daerah Aliran dan Wilayah Sungai 6. Masalah dan Isu Pengelolaan Sumberdaya Air dan Lhan 7. Kebijakan dan Program Konservasi dan Sumberdaya Air dan Lahan
Halaman | 92
8. Inisiatif masyarakat dan peranan stakeholder dalam konservasi dan perlindungan SDA 9. Lingkup persoalan pengelolaan SDA dan daerah airan sungai 10. Kebijakan dan program pemerintah dalam perlindungan kawasan konservasi dan sumberdaya air dan lahan
5.6.5. Pembentukan dan Pendampingan Kelompok Tani. Pendampingan kelompok tani oleh Pendamping Masyarakat dan Petugas Kehutanan Lapangan secara intensif baru dimulai pada Februari 2010. Kegiatan pendampingan masyarakat yang paling awal dilakukan oleh Tim Bantuan Teknis Daerah ini adalah dengan melakukan ”social assessment”. Penilaian sosial ini dimaksudkan sebagai usaha untuk memilah dan mengumpulkan data sosial paling awal, sehingga potensi, permasalahan, kendala dan harapan-harapan masyarakat berkaitan dengan program konservasi bisa tergambar dengan lebih jelas.
5.6.6. Kegiatan Konservasi a. Penyusunan Rencana Konservasi 2010 Rencana konservasi telah disusun tiap awal dan pertengahan tahun anggaran. Khusus untuk tahun 2010 rencana teah mulai disusun pada AprilMei tahun 2010. Perencanaan konservasi desa dilaksanakan dengan partisipatif dengan melibatkan masyarakat secara langsung sebagai penerima manfaat. Penyusunan rencana konservasi desa diputuskan dalam forum
Halaman | 93
pertemuan kelompok/ workshop tingkat desa, yang difasilitasi CO wilayah tersebut. Bentuk-bentuk kegiatan konservasi desa yang dipilih disesuaikan dengan pilhan masyarakat, dan urutan prioritas juga disesuaikan dengan prioritas yang disepakati dalam workshop tingkat desa. Hasil pertemuan kelompok di 3 (tiga) desa lokasi program disampaikan berturut-turut sebagai berikut. 1. Hasil Pertemuan Kelompok di Desa Pelat sebagai berikut: Fasilitasi kelompok dilakukan oleh P. Nur Dayat (fasiltator/ CO) untuk wilayah Desa Pelat. Kerja kelompok dibagi dalam beberapa materi bahasan/ diskusi, antara lain : a.
Volume kegiatan yang akan dilakukan, jumlah kebutuhan bibit.
b. Berapa tenaga yang tersedia. c.
Pembagan kerja dan tata waktu kegiatan.
Untuk volume kerja, pada tahun 2010 ini di Kelompok Biling Desa dibebani tanggungjawab penanaman 25 hektar lahan milik. Jika jarak tanam adalah 3 X 4 m, maka luasan 25 ha akan dibutuhkan bibit sejumlah 20.834 bibit. Jika asumsi kematian bibit di pengangkutan 10%, maka perlu ditambahkan sejumlah 2.084 bibit untuk cadangan. Sebagaimana diketahui, selain kegiatan penanaman lokasi baru, di tingkat kelompok juga diwajibkan melakukan kegiatan pemeliharaan pada lokasi tanam tahun 2009 yang lalu. Salah satu kegiatan pemeliharaan adalah melakukan penyulaman tanaman yang mati dilapangan. Berdasarkan informasi awal bahwa kematian tanaman dilapangan yang MPTS cukup tinggi (bisa mencapai 25%) dan tanaman Jati kematiannya kecil (kurang dari 3%). Maka perlu juga disiapkan tambahan bibit tanaman untuk
Halaman | 94
penyulaman ini sekitar 30%. Jika dihitung
akan diperoleh tambahan
kebutuhan bibit sejumlah 6.251 batang. Sehingga total bibit yang dibutuhkan di lokasi Brang Pelat (di Kelompok Tani Biling Desa) adalah sejumlah 20.834 btg + 2.084 btg + 6.251 btg = 29.169 btg bibit tanaman konservasi. Khusus untuk jenis bibit yang dipilih, berdasarkan pengalaman penanaman th 2009 dimana banyak tanaman MPTS (nangka, alpokat, kemiri) yang mati, maka pada kesempatan ini banyak petani yang mengusulkan untuk semuanya tanaman kayu (jati dan mahoni). Sebagian besar menginginkan jati, sebagian kecil yang lain mengingkan mahoni. Mengenai komposisi Jati Vs Mahoni berapa banding berapa disesuaikan dengan usulan masyarakat. Masyarakat yang mengusulkan jati paling banyak, sekitar 90% sedangkan sisanya menginginkan mahoni (10%). Sedangkan tenaga kerja yang tersedia hanya sejumlah anggota kelompok tani Biling Desa (29 orang). Oleh arena itu perlu pembagian kerja yang tepat sehingga anggota tidak merasa terbebani. Sebisa mungkin luasan lahan dari tap petai yang diikutkan program disesuaikan kemampuan petani dalam melakukan penanaman. Berdasarkan pengalaman th 2009, prestasi kerja penyiapan lahan adalah 0,5 ha/HOK, dan prestasi kerja penanaman 0,25 ha/HOK, dan pemeliharaan 0,5 ha/HOK, maka untuk rencana penanaman th 2010 diharapkan mempertimbangkan kemampuan masyarakat mengolah lahan tersebut. Tabel 5.6. Tata waktu yang disepakati untuk kegiatan penanaman tanaman konservasi di Desa Pelat No. 1. 2.
3. 4.
Waktu Maret – Des 2010 April, Juni, Agts, Okt tahun 2010 April-Mei 2010 Sept – Okt 2010
Kegiatan Pemeliharaan rutin tanaman 2009 Pembuatan teras, penanaman penguat teras dan pemeliharaannya Penanaman tanaman sela (jagung) Panen tanaman sela (jagung)
Keterangan 0,5 ha/ HOK 10 mtr/ HOK
0,25 ha/ HOK 0,25 ha/ HOK
Halaman | 95
5.
Minggu II Nov 2010
6. 7.
Minggu I Des 2010 > Mid Des 2010
Penyiapan lahan utk penanaman 2010 Penanaman tanaman 2010 Pemeliharaan tanaman 2010
0,5 ha/HOK 0,25 ha/HOK 0,5 ha/ HOK
2. Hasil pertemuan kelompok di Desa Karekeh diringkaskan sebagai berikut: Kerja kelompok dibagi dalam beberapa materi bahasan/ diskusi, antara lain : a.
Volume kegiatan yang akan dilakukan, jumlah kebutuhan bibit.
b.
Berapa tenaga yang tersedia.
c.
Pembagian kerja dan tata waktu kegiatan.
Untuk volume kerja, pada tahun 2010 ini di Kelompok Ai Lemar dibebani tanggungjawab penanaman 25 hektar lahan milik. Jika jarak tanam adalah 3 X 4 m, maka luasan 25 ha akan dibutuhkan bibit sejumlah 20.834 bibit. Jika asumsi kematian bibit di pengangkutan 10%, maka perlu ditambahkan sejumlah 2.084 bibit untuk cadangan. Selain kegiatan penanaman lokasi baru, di tingkat kelompok juga diwajibkan melakukan kegiatan pemeliharaan pada lokasi tanam tahun 2009 yang lalu. Salah satu kegiatan pemeliharaan adalah melakukan penyulaman tanaman yang mati dilapangan. Berdasarkan informasi awal bahwa kematian tanaman dilapangan yang MPTS cukup tinggi (bisa mencapai 25%) dan tanaman Jati kematiannya kecil (kurang dari 3%). Maka perlu juga disiapkan tambahan bibit tanaman untuk penyulaman ini sekitar 30%. Jika dihitung
akan diperoleh tambahan kebutuhan bibit
sejumlah 6.251 batang. Sehingga total bibit yang dibutuhkan di lokasi Brang Pelat (di Kelompok Tani Biling Desa) adalah sejumlah 20.834 btg + 2.084 btg + 6.251 btg = 29.169 btg bibit tanaman konservasi. Khusus untuk jenis bibit yang dipilih, sebagian besar mengusulkan Jati. Sebagian kecil saja yang mengusulkan Mahoni. Tentang komposisinya diserahkan kepada kebijakan pemerintah, yang pasti tiap petani harus mendapatkan baik Jati maupun Mahoninya dengan adil.
Halaman | 96
Dari sisi jumlah tenaga kerja yang tersedia hanya sejumlah anggota kelompok tani Ai Lemar (21 orang). Tata waktu yang disepakati untuk kegiatan penanaman tanaman konservasi adalah sebagai berikut:
Tabel 5.7. Tata waktu yang disepakati untuk kegiatan penanaman tanaman konservasi di Desa Karekeh No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Waktu Rutin Rutin Maret 2010 Juli 2010 Akhir Nov 2010 Awal Desember 2010 Rutin
Kegiatan Pemeliharaan tanaman 2009 Pembuatan teras Penanaman tan. sela (jagung) Panen tanaman sela (jagung) Penyiapan lahan 2010 Penanaman tanaman 2010 Pemeliharaan tanaman 2010
Keterangan -
3. Hasil pertemuan kelompok di Desa Batudulang diringkaskan sebagai berikut: Kerja kelompok dibagi dalam beberapa materi bahasan/ diskusi, antara lain : a.
Volume kegiatan yang akan dilakukan, jumlah kebutuhan bibit.
b.
Berapa tenaga yang tersedia.
c.
Pembagian kerja dan tata waktu kegiatan.
Untuk luasan 25 ha pada tahun 2010 ini dg jarak tanam 3 X 4 m, Kelompok Batu Dulang Utama memerlukan bibit sejumlah 20.834 bibit. Jika asumsi kematian bibit di pengangkutan 10%, maka perlu ditambahkan sejumlah 2.084 bibit untuk cadangan. Selain kegiatan penanaman lokasi baru, di tingkat kelompok juga diwajibkan melakukan kegiatan pemeliharaan pada lokasi tanam tahun
Halaman | 97
2009 yang lalu. Salah satu kegiatan pemeliharaan adalah melakukan penyulaman tanaman yang mati dilapangan. Penyulaman kematian tanaman di 2009 diperkirakan 30%, maka perlu juga disiapkan tambahan bibit tanaman untuk penyulaman ini sekitar 6.251 batang. Sehingga total bibit yang dibutuhkan di lokasi Brang Pelat (di Kelompok Tani Biling Desa) adalah sejumlah 20.834 btg + 2.084 btg + 6.251 btg = 29.169 btg bibit tanaman konservasi.
Khusus untuk jenis bibit yang dipilih, sebagian besar mengusulkan Jati. Sebagian kecil saja yang mengusulkan Mahoni. Sebagian lain ada yang masih mengusulkan Alpokat dan Kemiri. Dari sisi jumlah tenaga kerja yang tersedia hanya sejumlah anggota kelompok tani Batu Dulang Utama (19 orang). Tabel 5.8. Tata waktu yang disepakati untuk kegiatan penanaman tanaman konservasi di Desa Batudulang No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Waktu Maret, Juni, Sept Okt, Nov 2010 Maret 2010 Juli 2010 Akhir Nov 2010 Awal Desember 2010 Setelah Des 2010
Kegiatan Pemeliharaan tanaman 2009 Pembuatan teras Penanaman tan. sela (jagung) Panen tanaman sela (jagung) Penyiapan lahan 2010 Penanaman tanaman 2010 Pemeliharaan tanaman 2010
Keterangan -
b. Penyiapan Lahan Konservasi Lahan konservasi untuk penanaman tahun 2010 telah mulai disiapkan pada Mei 2010. Kegiatan yang dilaksanakan berkaitan dengan persiapan antara lain pengukuran/ konfigurasi lahan, pembagian lahan sejumlah peserta yang ikut, pembersihan lahan, pemasangan ajir, dan pembuatan lubang tanam.
Halaman | 98
c. Pembuatan Teras pada Lahan Konservasi Pembuatan teras dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Teras dibuat di masing-masing lahan kelompok tani atas kerjasama semua petani anggta kelompok tani yang bersangkutan. Teras yang dibuat sebagian adalah berupa teras bangku dari bahan batu alam, dan sebagian yang lain dari batang kayu. Teras yang dibuat dari batu terlihat di lahan di Desa Pelat, dan Karekeh. Sedangkan di lokasi Batudulang teras dibuat dari batang kayu yang direbahkan. Intinya fungsiu teras adalah untuk mengurangi air larian (run off), dan memberikan kesempatan air untuk meresap lebih banyak kedalam tanah. d. Penanaman Tanaman Konservasi Penanaman tanaman konservasi tahun anggaran 2010 dilakukan pada akhir Desember 2010, setelah sebelumnya dilakukan droping bibit di tiap lokasi program. Droping bibit telah mulai dilaksanakan pada minggu kedua bulan Desember 2010. e. Penyiraman dengan Sistem Tetes Pada kunjungan lapangan sejak awal tahun 2010, di lokasi masih sering turun hujan. Walaupun demikian, pada hari-hari tidak turun hujan, kondisi panas yang menyengat sangat terasa. Berdasarkan pengalaman Program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Sumbawa Atas, banyak tanaman pokok konservasi yang mampu bertahan hidup pada usim panas panjang hanya dengan penyiraman dengan teknik tetes, maka Tim Bantek LP3ES merekomendasikan kepada Tim Pendamping Lapangan dan Petugas Kehutanan Lapangan (PKL) dan petani peserta program untuk menyiapakan penyiraman tanaman dengan cara ini.
5.6.7. Kegiatan Peningkatan Pendapatan a. Penanaman Tanaman Sela Halaman | 99
Penanaman tanaman sela telah dimulai pada akhir 2009. Beberapa jenis tanaman sela yang ditanam antara lain jagung, padi, dan kacang hijau. Khusus untuk jagung difasilitasi oleh program, sedangkan jenis padi gogo/ padi ladang, dan kacang hijau bibit berasal dari swadaya masyarakat. b. Panen Tanaman Sela Panen tanaman sela dilakukan pada awal tahun 2010. Tanaman sela ini ditanam pada akhir 2009, dan inventarisasi hasilnya kepada para petani dilakukan pada September 2010. Total nilai panen tanaman sela pada 2010 ini bernilai ± Rp 150 juta.
5.6.8. Pelatihan – pelatihan Pelatihan-pelatihan yang telah direalisasikan antara lain : TA 2009, pelatihan petani konservasi telah dilaksanakan pada tanggal 19 – 20 Oktober 2009, diikuti 30 peserta yang terdiri dari petani perwakilan petani pesertanprogram dan perwakilan daerah. Untuk tahun 2010, Pelatihan Kelembagaan Kelompok Tani 13 – 14 April 2010. Fasilitasi
keikutsertaan
perwakilan
Kelompok
Tani
Konservasi
(
5
orang/kelompok) untuk ikut Pelatihan Konservasi yang diadakan oleh BPM (Badan Pemberdayaan Masyarakat), 11 – 14 September 2010.
5.6.9. Workshop
Akhir
Program
Konservasi
Kabupaten
Sumbawa Workshop Akhir Program Konservasi dilaksanakan di Hotel Dewi Tanggal 9 – 11 Desember 2010 di Sumbawa Besar. Workshop dihadiri oleh Perwakilan Petani Konservasi Peserta Program, Dinas Kehutanan dan erkebunan Kabupaten Sumbawa, Bappeda Kabupaten Sumbawa, LP3ES dan CO/ faslitator dan Koordinator CO/ fasilitator. Ada beberapa rekomendasi hasil workshop yang dilampirkan dalam laporan ini.
Halaman | 100
5.6.10. Persiapan Lahan Tanam Tahun 2010 a. Lahan Milik Masyarakat Lokasi tanam untuk lahan milik pada tahun 2010 ini antara lain berada di Desa Pelat, Kecamatan Unter Iwis (yang dikelola oleh Kelompok Tani Lumak silih), Lokasi Semongkat Sampar, Desa Klungkung, Kecamatan Batulanteh (yang dikelola oleh Kelompok Tani Ai Bulu II), dan lokasi Desa Karekeh, Kecamatan Unter Iwis (yang dikelola oleh Kelompok Tani Karya Baru). b. Lahan Negara Lokasi tanam pada lahan negara tanam th 2010 dilakukan di lokasi Buin Sawai, Dusun Selang, Desa Karekeh. Lokasi ini merupakan lokasi tanaman untuk lahan negara. Ada 2 pilihan lokasi berdekatan. Berdasarkan pilihan lokasi yang ada, diharapkan lokasi penanaman dipilih pada lokasi yang lebih kritis lahannya, lebih rendah tingkat penutupan lahannya, dan lebih jauh dari lahan budidaya masyarakat, sehingga terhindarkan dari ganggguan pihak lain yang tidak menjadi peserta program.
5.6.11. Droping Bibit dan Penanaman Tahun 2010 Droping bibit telah dilakukan mulai minggu kedua bulan Desember 2010. Jumlah bibit yang didrop disampaikan dalam tabel berikut:
Tabel 5.9. Daftar Lokasi dan Jenis Bibit Tanaman Tahun 2010 No.
Nama Paket, Lokasi dan Jenis Bibit Tanaman
Rincian Jenis Banyaknya
1 A.
Luas/ Kali
Jumlah
Paket I : Pengadaan Bibit Tanaman kayu dan MPTS Lokasi Brang Pelat
Halaman | 101
No.
Nama Paket, Lokasi dan Jenis Bibit Tanaman
Rincian Jenis Banyaknya
Luas/ Kali
Jumlah
- Jati
40
Batang
25
Ha
1,000
Batang
- Mahoni
17
Batang
25
Ha
425
Batang
- Mangga Okulasi
4
Batang
25
Ha
100
Batang
- Jambu Mete
20
Batang
25
Ha
500
Batang
Jenis Kayu-kayuan
Jenis MPTS
2,025 B.
Lokasi Batu Dulang Jenis Kayu-kayuan - Mahoni
16
Batang
25
Ha
400
Batang
- Suren
18
Batang
25
Ha
450
Batang
- Durian Okulasi
4
Batang
25
Ha
100
Batang
- Kemiri
19
Batang
25
Ha
475
Batang
Jenis MPTS
1,425 C.
Lokasi Ai Ngelar Jenis Kayu-kayuan - Jati
40
Batang
25
Ha
1,000
Batang
- Mahoni
16
Batang
25
Ha
400
Batang
- Mangga Okulasi
8
Batang
25
Ha
200
Batang
- Nangka
8
Batang
25
Ha
200
Batang
Jenis MPTS
1,800 2
Paket II : Pengadaan Bibit Tanaman Kayu dan MPTS
A.
Lokasi Pelat Jenis Kayu-kayuan - Jati
200
Batang
25
Ha
5,000
Batang
- Mangga Okulasi
32
Batang
25
Ha
800
Batang
- Jambu Mete
150
Batang
25
Ha
3,750
Batang
Jenis MPTS
9,550 B.
Lokasi Semongkat Sampar Jenis Kayu-kayuan - Jati
130
Batang
25
Ha
3,250
Batang
- Mahoni
120
Batang
25
Ha
3,000
Batang
- Mangga Okulasi
24
Batang
25
Ha
600
Batang
- Nangka
120
Batang
25
Ha
3,000
Batang
Jenis MPTS
9,850
Halaman | 102
No. C.
Nama Paket, Lokasi dan Jenis Bibit Tanaman
Rincian Jenis Banyaknya
Luas/ Kali
Jumlah
- Jati
96
Batang
25
Ha
2,450
Batang
- Mahoni
80
Batang
25
Ha
2,000
Batang
- Jambu Mete
54
Batang
25
Ha
1,350
Batang
- Kemiri
150
Batang
25
Ha
3,750
Batang
- Durian Okulasi
5
Batang
25
Ha
125
Batang
Lokasi Sampa Jenis Kayu-kayuan
Jenis MPTS
9,675 3
Paket III : Pengadaan Bibit Tanaman Kayu dan MPTS
A.
Lokasi Selang Jenis Kayu-kayuan - Jati
360
Batang
25
Ha
9,000
Batang
- Mahoni
180
Batang
25
Ha
4,500
Batang
- Sengon
180
Batang
25
Ha
4,500
Batang
- Durian
40
Batang
25
Ha
1,000
Batang
- Kemiri
160
Batang
25
Ha
4,000
Batang
- Alpukat
160
Batang
25
Ha
4,000
Batang
Jenis MPTS
27,000 Total
61,325
5.6.12. Pemeliharaan Tanaman. Pemeliharaan tanaman konservasi dalam bentuk pendangiran tanaman merupakan salah satu rekomendasi sebagai hasil umpan balik atas kegiatan monitoring yang dilaksanakan pada Februari 2010. Berdasarkan monitoring lapangan LP3ES dan Ditjen Bina Bangda, diketahui bahwa tanaman konservasi yang ditanam di lahan masyarakat (penanaman tahun 2009) tidak dilakukan kegiatan persiapan berupa pembuatan lubang tanaman. Akibatnya disekeliling tanaman pokok, tumbuh berbagai tanaman lain dan gulma yang bisa mengganggu pertumbuhan tanaman pokok. Disamping itu, dengan kondisi ini, tanaman pokok menjadi tidak terlalu terlihat/ tidak bisa menjadi “eye catching”
Halaman | 103
yang bisa menjadi “focus of interest” dan menarik bagi yang melihat karena bercampur dengan tanaman pengganggu lainnya.
5.7. Isu / Permasalahan Yang Ada 5.7.1. Keterpaduan
Program
(keterkaitan
program
Konservasi dengan Program lain – WISMP – PPISP – NTB WRMP). Keterpaduan Program Konservasi dengan Program lainnya, termasuk Irigasi (NTB-WRMP, PISP, dan WISMP) sama dengan aporan ini dibuat masih samar terlihat. Sampai dengan Mei 2010, baru sedikit terlihat konsep keterpaduan ini diakomodasi, terutama dengan rencana memfasilitasi kegiatan penanaman tanaman konservasi di lahan negara akan lebih banyak melibatkan Kelompok Tani Irigasi dan Gabungan Petani Pengguna dan Pemanfaat Air (GP3A) yang diwadahi dalam Program WISMP, PISP dan NTB WRMP. Walaupun demikian, realisasi masih tertunda, mengingat DIPA daerah belum bisa dicairkan sampai laporan ini dibuat. Disisi lain pada musim kemarau pasokan air tanah dari hulu akan tetap terjaga akibat simpanan air tanah yang melimpah. Simpanan air yang banyak akan menjaga pasokan air yang cukup untuk irigasi, budidaya masyarakat, kebutuhan air minum, dan kebutuhan sosial ekonomi lainnya pada daerah tengah dan hilir yang menjadi domain wilayah program PISP, WISMP dan NTB WRMP. Diharapkan WISMP akan memberikan andil terhadap fasilitasi DI (daerah Irigasi) yang besarbesar di daerah tengah/ hilir (daerah budidaya), PISP memfasilitasi juga DI / Daerah Irigasi (dengan berbagi wilayah WISMP dan NTB WRMP) dengan penekanan pada pendekatan partisipatifnya dan penguatan kelembagaan P3A (Perkumpulan Petani Pemakai Air) dan KOMIR (Komisi Irigasi). Realisasi pelaksanaan konsep keterpaduan diwujudkan dengan kegiatan konservasi yang dilaksanakan tepat didaerah upstream dari aliran sungai pada DAS Moyo Hulu.
Halaman | 104
5.7.2. DIPA Keterlambatan DIPA tahun 2010 juga menjadi permasalahan yang berakibat beruntun terhadap keterlambatan pelaksanaan kegiatan lapangan. Beberapa kegiatan yang sifatnya bukan kontraktual atau yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Kabupaten Sumbawa menjadi terhambat akibat keterlambatan DIPA. Pelaksanaan kegiatan di lapangan menunggu pencairan dana dari DIPA yang sering masih terhambat proses administratif, misalnya belum adanya SK Per Dirjen, SK Satker, dan permasalahan administratif lainnya. Dampak keterlambatan DIPA ini diperparah oleh kekurangsigapan staf pendukung program untuk mempersiapkan kegiatan administratif yang berkaitan dengan proses pengadaan. Sehingga ketika SK per Dirjen, SK Satker, dan lain-lain untuk pencairan dana telah siap, ternyata Panitia Pengadaan masih harus menyiapkan terlebih dahulu prosedur administratif pengadaan yang sebenarnya sudah bisa dipersiapkan lebih awal.
5.7.3. Pembagian Hasil Usaha Mengingat salah satu tujuan dalam program ini adalah peningkatan pendapatan, maka perlu dipersiapkan suatu draft MOU atau perjanjian pengelolaan lahan yang mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik Pemerintah Kabupaten Sumbawa maupun petani peserta program. Perjanjian ini diperlukan terutama untuk pengelolaan pada lahan negara. Sedangkan untuk lahan milik, dalam konsep program hasilnya memang dialokasikan untuk peserta program.
5.7.4. Strategi Keberlanjutan Perlu dirumuskan beberapa langkah untuk menyiapkan keberlanjutan program, baik dari sisi subyek pelaksana program, komitmen kebijakan pemerintah, fasilitasi pembiayaan lanjutan dan seterusnya. Perlu juga ditetapkan peran masing-masing Dinas Teknis (Dinas Kehuatan dan Perkebunan, Dinas Pertanian,
Halaman | 105
Dinas PU dll) untuk melanjutkan program melalui anggaran rutin tiap-tiap lenbaga teknis tersebut di atas.
5.8. Rekomendasi Program
Mengantisipasi keterlambatan turunnya DIPA dengan mempercepat rapat koordinasi untuk percepatan kegiatan 2010 dan segera melakukan mobilisasi lapangan.
Menindaklanjuti permasalahan Penguatan Kelembagaan Kelompok Tani yaitu dengan Melengkapi administrasi dan pembukuan kelompok tani, mengevaluasi dan mengaktifkan anggota kelompok. Menghidupkan kas keuangan kelompok (menghidupkan kembali iuran wajib dan iuran sukarela dan menyisihkan sebagian hasil tanaman sela untuk
kas
kelompok), kemudian dengan meningkatkan kegiatan pelatihan.
Tindak lanjut dari permasalahan Keterpaduan kegiatan Konservasi dengan Irigasi (keterpaduan Hulu – Hilir) dengan saat pelatihan kelompok konservasi atau aksi penanaman 2010 harus mengikutkan perwakilan P3A/ GP3A, untuk pelaksanaan workshop konservasi hulu – hilir, diharapkan juga mengikutkan P3A/ GP3A, penanaman tanaman konservasi di lahan negara disepakati akan mendapat dukungan P3A/ GP3A.
Menindaklanjuti permasalahan yang terakhir, kurang jalannya kegiatan fasilitasi teknis kepada Kelompok Tani yaitu dengan
meningkatkan
fasilitasi teknis kepada Kelompok Tani dan mendorong Dinas/ Instansi Teknis untuk meningkatkan fasilitasi kepada Kelompok Tani.
Halaman | 106
Halaman | 107
BAB 6 PROGRAM BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN DAN TINDAK LANJUT PROFIL SOSIAL EKONOMI TEKNIS KELEMBAGAAN (PSETK) 6.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi telah diamanatkan bahwa perlu adanya reformasi kebijakan pengelolaan irigasi, yang salah satunya adalah penguatan Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI). Salah satu KPI dalam pengembangan dan pengelolaan system irigasi adalah organisasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/GP3A/IP3A) pada tingkat daerah irigasi. Untuk menguatkan dan mengembangkan organisasi P3A/GP3A/IP3A, maka perlu didasarkan pada perencanaan yang tepet sesuai dengan kebutuhan dan kondisi setempat. Untuk itu, maka dibutuhkan instrument perencanaan yang tepat yang dapat memberikan masukan yang positif bagi peningkatan penguatan dan pengembangan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju kemandirian pengelolaan irigasi partisipatif.
Salah satu instrument yang digunakan dalam perencanaan progam, khususnya progam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi bagi KPI adalah Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK). PSETK secara konseptual dapat didefinisikan sebagai gambran informasi atau data mengenai keadaan, sosial, ekonomi, teknis dan kelembagaan pada suatu daerah irigasi yang dibutuhkan oleh Kelembagaan Pengelolaan Irigasi (KPI) untuk proses perencanaan progam pemberdayaan
organisasi
P3A/GP3A/IP3A
dalam
meningkatkan
kinerja
pengelolaan irigasi patisipatif. Sedangkan tujuannya adalah untuk mendapatkan
Halaman | 108
informasi dan data yang tepat dan aktual sebagai bahan masukan bagi perencanaan progam pemberdayaan organisasi P3A/GP3A/IP3A menuju peningkatkan kinerja pengelolaan irigasi partisipatif pada suatu daerah irigasi berdasarkan potensi sumber daya lokal. Kegiatan-Kegiatan yang dilakukan dalam PSETK ini antara lain adalah sebagai berikut:
Penyusunan profil sosial dan ekonomi serta mengidentifikasi potensi sumber daya lokal.
Penyusunan profil teknis pengelolaan irigasi (operasi, pemeliharaan dan rehabilitasi jaringan irigasi) termasuk gambaran ketersediaan air, kondisi fisik dan kefungsian jaringan irigasi serta lahan pertanian beririgasi.
Penyusunan profil kelembagaan dengan mengidentifikasi kelembagaan lokal yang ada, kebutuhan pembentukan organissi P3A/GP3A/IP3A dan upaya pengembangannya berdasarkan hasil penelusuran kebutuhanpetani; dan
Mengidentifikasi
kebutuhan
pelatihan
dalam
rangka
peningkatan
kemampuan organisasi P3A/GP3A/IP3A baik pada aspek tenis, kelembagaan maupun usaha tani dan usaha eknomi produktif.
Penyusunan PSETK ini telah dilaksanakan baik melalui kegiatan Water Resources And Irtigation Sector Management Progam (WISMP), Participatory Irrigation Sector Project (PISP) dan Nusa Tenggara Barat-Water Resources Management Progam (NTB-WRMP). Dibeberapa lokasi kegiatan proyek tersebut telah dilakukan kegiatan tindak lanjut dari hasil PSETK sebuah daerah irigasi. Kegiatan tersebut adalah rehabilitasi jaringan irigasi serta pemeliharaan jaringan irigasi, yang pengerjaannya dilakukan oleh P3A/GP3A. Di lain pihak hasil dari kegiatan PSETK tersebut belum banyak diimplementasikan oleh kelembagaan pengelolaan irigasi di daerah.
6.2. Maksud dan Tujuan
Halaman | 109
Pekerjaan bantuan teknis fasilitas pengembangan dan tindak lanjut profil sosial ekonomi teknis kelembagaan (PSETK) ini dimaksudkan untuk membantu mengembangkan hasil kegiatan PSETK sebagai input perencanaan pembangunan daerah disektor sumber daya air dan irigasi. Sedangkan tujuan yang diharapkan dari pekerjaan bantuan teknis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Membantu ditjen bina bangda dalam mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan PSETK di daerah; 2. Mengembangkan instrument PSETK sebagai alat perencanaan pengembangan dan pengelolan system irigasi partisipatif (PPSIP) di daerah; 3. Mengupayakan mekanisme tindak lanjut hasil PSETK sebagai input perencanaan dan penyusunan progam bagi SKPD terkait dan kelembagaan di tingkat petani (P3A/GP3A/IP3A). 4. Mendorong upaya kerjasama dan konsolidasi progam diantara kelompok pendamping lapangan (KPL) dan komisi irigasi (KOMIR); dan 5. Membantu pengembangan konsep pelaksanaan dan pengendalian PSETK didaerah secara lebih baik.
6.3. Sasaran Sasaran yang ingin Dicapai Dari Pelaksanaan Kegiatan Bantuan Teknis Fasilitas Dan Tindak Lanjut profil Sosial Ekonomi Teknis (PSETK) adalah memperkuat kinerja pengembangan dan tindak lanjut hasil PSETK di daerah lebih efisien, efektif, dan terpadu.
6.4. Keluaran Keluaran yang diharapkan dari kegiatan bantuan teknis fasilitas pengembangan dan tindak lanjut profil sosial ekonomi teknis kelembagaan (PSETK) ini adalah sebagai berikut: 1. Adanya dokumentasi proses dan profil pelaksanaan kegiatan PSETK di daerah;
Halaman | 110
2. Adanya pengembangan konsep panduan pelatihan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan PSETK; 3. Adanya konsep pengembangan instrument atau format PSETK sesuai dengan pembelanjaran pengalaman pelaksanaan kegiatan lapangan di daerah; 4. Adanya konsep mekanisme kegiatan pelatihan yang tersistematis dalam meningkatkan kemampuan aparatur pemerintah daerah dan masyarakat petani pemakai air (P3A/GP3A/IP3A) untuk dapat melaksanakan kegiatan PSETK di daerah secara lebih baik; 5. Adanya mekanisme koordinasi dan perencanaan progam yang lebih terpadu diantara pelaku kegiatan PSETK di daerah; 6. Adanya
manajemen
informasi
yang
memuat
data
terkait
dengan
pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan PSETK di daerah; 7. Terwujudnya mekanisme tindak lanjut hasil PSETK di daerah secara lebih efektif dan praktis. 8. Adanya mekanisme penyusunan progam kerjasama berdasarkan hasil pelaksanaan kegiatan PSETK; dan 9. Tercapainya kinerja pelaksanaan kegiatan pelatihan, pelaksanaan, evaluasi, dan pelaporan, kegiatan PSETK di daerah secara lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan untuk epentingan pembangunan daerah.
6.5. Sumber Pendanaan Kegiatan Pendanaan Program Bantuan Teknis Pengembangaan Dan Tindak Lanjut Profile Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK) bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) pada unit kerja Subdit Perencanaan, Pemanfaatan dan Pengendalian Sumber Daya Buatan (P3SDB) pada Direktorat Fasilitasi Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup Ditjen Bina Bangda Kementrian Dalam Negri untuk Tahun Anggaran 2010, sebesar Rp. 1.595.220.000,- (Satu milyar lima ratus sembilan puluh lima juta dua ratus dua puluh ribu rupiah), berdasarkan nomor kontrak No. 2818/SD.III/FPRLH/2010, Tanggal 10 Juni 2010.
Halaman | 111
Lokasi kegiatan Program Bantuan Teknis Pengembangaan Dan Tindak Lanjut Profile Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK) adalah di 4 (empat) provinsi dan 2 (dua) sampel kabupaten di tiap provinsi, Provinsi jawa barat dengan kabupatenya Karawang dan Kuningan, Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan kabupatenya Lombok Barat dan Lombok Tengah, Provinsi Sumatra Utara dengan Kabupatenya Deli Serdang dan Simalungun, dan Provinsi Sulawesi Selatan dengan Kabupatenya Maros dan Singkep.
6.6. Masalah Dan Hambatan Permasalahan yang paling utama dihadapi dalam pengembangan dan pengolaan sistem irigasi (PPSIP) saat ini setelah berjalan lama dengan berbagai program yang dilaksanakan adalah masalah kelembagaan dan pembiayaan. Percepatan kerusakan jaringan irigasi, rendahnya partisipasi masyarakat PPSIP salah satunya adalah tergantung dari kedua masalah tersebut Beberapa permasalahan yang dapat Tim Bantek menarik kesimpulan sementara yang telah ditemukan dilapangan antara lain: 1. Adanya pergantian pejabat pemangku kegiatan di instansi tersebut. 2. Adanya perpindahan kantor sehingga banyak administrsi dalam pengarsipan harus dicari dan ditempatkan penyimpananya. 3. PSETK yang dilaksanakan belum diaplikasikan secara mendetail oleh pejabat yang mendapat pelatihan TOT kepada para P3A dan GP3A di Deli Serdang. 4. Laporan yang masuk kepada Bappeda tidak kontinyu 5. Adanya egosentris di masing – masing instansi pelaksanaan WISMP APLI Di Provinsi Sumut
Dari hasil analisis pelatihan PSETK di daerah dapat di simpulkan bahwa proses kegiatan tersebut belum sesuai dengan yang diharapkan, mengingat ada waktu awal berjalan WISMP berjalan (2006 – 2008) belum ada buku panduan secara
Halaman | 112
teknis tentang pelatihan dan penyusunan PSETK, sehingga daerah dalam implementasi kegiatan masih memakai panduan atau pengalaman pelaksanaan kegiatan dari program sebelumnya seperti IWIRIP, NSIASP, maupun PKPI. Pada pelatihan yang telah dilaksanakan di Sumut belum kelihatan secara detail tentang pengisian PSETK dan kajianya karena dalam hal ini pelaksanaan pelatihan mengalami kesulitan diantaranya: 1. Waktu yang dilaksanakan pelatihan dilaksanakan pada bulan Desember 2009 dimana, pendamping (TMP) dalam hal ini masa kerja kontraknya berakhir. 2. Sumber Daya Manusia P3A masih rendah sehingga dalam pengisian formulir mengalami kesulitan dan TMP masa kerjanya sudah berakhir jadi pendampinganpun berakhir pula. 3. Anggaran yang sangat relativ kecil, sehingga Pelatihan PSETK tidak maksimal diserap oleh para P3A, praktek lapangan juga belum dilaksanakan.
Banyak hal penyebab tidak terisinya data – data yang di minta oleh kerangka acuan dalam penyusunan laporan PSETK suatu daerah irigasi. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan dana dalam menggali data yang diminta, sehingga data hanya bisa diambil atau disajikan data – data yang mudah saja. Penyebab kedua adalah keterbatasan sumber daya manusia Petani untuk mengisi instrument – instrument yang cukup berat dari instrument PSETK, dan yang ketiga adalah terlalu beratnya atau lengkapnya data yang di minta sehingga para petani tidak mampu mengisinya.
Halaman | 113
6.7. Kesimpulan dan Rekomendasi 6.7.1. Kesimpulan Kesimpulan yang bisa diambil dalam rangka kegiatan Bantuan Teknis Fasilitasi Pengembangan dan Tindak Lanjut Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK) selama pekerjaan ini adalah: 1. Konsolidasi hasil-hasil pelaksanaan PSETK yang meliputi: pelatihan, pelaksanaan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, serta pelaksanaan dari rencana tindak lanjut telah dilakukan dengan baik,dan dilanjutkan dengan pembuatan Sistem informasi terhadap hasil-hasil PSETK tersebut. 2. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan PSETK, maka telah disusun Konsep Panduan PSETK untuk pengembangan pelaksanaan PPSIP dimasa yang akan datang. 3. Pelaksanaan PSETK di daerah telah menghasilkan beberapa manfaat yang cukup besar terhadap P3A/GP3A maupun SKPD terkait. 4. Spirit pelaksanaan PSETK, selain utuk mendapat data sebagai basis perencana kegiatan, didalamnya juga terkandung muatan “capacity building” atau pemberdayaan bagi petani maupun birokrasi. 5. Pada beberapa daerah di lokasi kegiatan telah melaksanakan kegiatan SID partisipatif, Design dan Konstruktif partisipatif, Serta Pekerjaan Rehabilitasi Partisipatif sebagai tindak lanjut hasil PSETK. Pekerjaan – pekerjaan ini telah dikerjasamakan dengan P3A/GP3A, baik secara KSO, SPKS, dan SKKS serta didanai baik dari Loan maupun APBD. 6. Pelaksanaan Pelatihan PSETK di daerah pada umumnya telah dilakukan secara standar, baik materi maupun narasumber, kelemahan hanya terjadi pada penyelenggaraan pelatihan yang hanya 1 – 2 hari, serta pelaksanaan praktek lapang yang belum dikerjakan hampir di semua daerah. 7. Penyusunan laporan PSETK umumnya sudah dibuat walaupun belum semua mengisi isian – isian yang digariskan dalam panduan, di daerah tertentu
Halaman | 114
hanya mengumpulkan isian instrument saja karena TPM masa kerjanya sudah berakhir sedang pelaksanaan PSETK baru akan dilaksanakan. 8. Pada penyusunan laporan PSETK, rata-rata penyusun laporan tidak mampu mengisi atau menyajikan data yang lengkap untuk keadaan umum, analisis dan tindak lanjut, serta lampiran – lampiran. Ini dikarenakan mungkin keterbatasan anggaran untuk menggali dana lebih lengkap, keterbatasan SDM pelaksana, dan beratnya atau terlalu lengkapnya instrument yang ada. 9. Hasil inventarisasi pelaksanaan PSETK tahun 2009, di Provinsi Jawa Barat untuk Kabupaten Karawang, terdapat 24 DI, luas 7,039 Ha dan Kabupaten Kuningan terdapat 12 DI dengan luas 4,906 Ha; Di Provinsi NTB, Kabupaten Lombok Tengah terdapat 5 DI, luas 1.704,79 Ha ; Kabupaten Lombok Barat 19 DI, luas 5.880,0 Ha. Di Provinsi Sumatra Utara-Kabupaten Deli Serdang terdapat 5 DI dengan luas 378.841 Ha ; Kabupaten Simalungan terdapat 9 DI dengan luas 68.652 Ha. 10. Pelaksanaan
Kegiatan
PSETK
di
beberapa
daerah
masih
banyak
permasalahan dan kendala baik dalam pelaksanaannya maupun dalam pelaprannya.
Halaman | 115
6.7.2. Rekomendasi Rekomendasi yang dapat disampaikan selama menjalankan kegiatan Bantek Fasilitasi Pengembangan dan Tindak Lanjut PSETK ini antara lain: 1. Kegiatan PSETK di daerah tiap kabupaten, mulai dari pelatihan, pelaksanaan sampai dengan pelaporan, diharapkan dapat dilaksanakan secara lebih seksama dan kontinyu, sehingga akan didapat data dan informasi yang lengkap, tepat serta aktual sebagai bahan dalam pembuatan Sistem Informasi Manajemen PSETK (SIM – PSETK) yang lebih lengkap, dengan demikian, SIM – PSETK dapat dijadikan acuan/sumber data yang handal proses perencanaan progam teknik, kelembagaan, uasaha tani, dan usaha ekonomi lainnya pada suatu daerah irigasi berdasarkan potensi sumber daya lokal di tiap daerah irigasi. 2. Dibuat surat edaran dari Pejabat terkait sesuai dengan kewenangannya untuk mengintruksikan bahwa kegiatan – kegiatan Desain Partisipatif, Rehabilitasi Jaringan Irigasi, Kontruksi Partisipatif hendaknya dilakukan pada daerahdaerah yang telah melaksanakan kegiatan penyusunan PSETK. 3. Untuk meningkatkan kuantitas serta kualitas narasumber dalam pelaksanaan PSETK dalam rangka PPSIP di daerah, hendaknya dilaksanakan ToT yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat pusat sampai provinsi serta melibatkan staf yang berkompeten, disamping pejabat struktural, stakeholders lain. Sehingga dengan demikian, kesinambungan pelaksanaan PSETK dalam rangka PISP dapat berjalan dengan baik. 4. Mengingat begitu besarnya manfaat pelaksanaan dan hasil PSETK, diharapkan daerah kedepan mau menyediakan anggaran dari APBD untuk melaksanakan PSETK secara mandiri. 5. Pihak Bappeda provinsi maupun kabupaten sendiri diharapkan dalam kegiatan PSETK di daerah ikut memantau dalam segala aspek kegiatannya, sehingga pelaksanaan dan pelaporan dapat dilaksanakan dengan baik. 6. Pengembangan dan tindak lanjut hasil PSETK diharapkan dapat terus dikembangkan sebagaimana telah dilaksanakan dalam progam WISMP, NTB WRMP dan PISP dengan bersumber dari dana APBD. 7. Hasil Pelaksanaan PSETK seyogyanya dapat dijadikan referensi untuk menysun perencanaan dan implementasi progam SKPD terkait melalui mekanisme musrenbag mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan Pusat. 8. Hasil pelaksanaan PSETK hendaknya digunakan tidak hanya oleh P3A dan Instansi terkait, namun juga dapat dijadikan refernsi yang dapat diandalkan
Halaman | 116
oleh pihak lain/swasta, terutama dalam mengembangkan potensi sumberdaya lokal yang ada. 9. Untuk meningkatkan pendapatan petani, kegiatan penggalian dan pengembangan usaha tani non pangan di lahan beririgasi (diversifikasi usaha tani), sesuai dengan potensi lokal yang ada, sebaiknya lebih dikedepankan, agar pendapatan P3A/GP3A (IPI) bisa meningkat. Sehingga dengan demikian kelembagaan P3A/GP3A mampu mengelola Jaringan Irigasi di wilayahnya kerjanya. 10. Modul –modul dan Buku pedoman penyusunan PSETK perlu disempurnakan mengikuti perkembangan dan sesuai kebutuhan masyarakat setempat, serta disebarluaskan termasuk hasil-hasil PSETK.
Halaman | 117
BAB 7 BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN FASILITASI PENGUATAN KELEMBAGAAN KOMISI IRIGASI DI DAERAH 7.1. Latar Belakang Salah satu lembaga perwujudan dari hasil reformasi kebijakan tentang sumber daya air dan irigasi adalah Komisi Irigasi yang biasa disebut dengan Komir. Penguatan Komir di daerah (Provinsi, Kabupaten / Kota) merupakan bagian dari upaya penguatan tugas, peran dan kewenangan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan di bidang sumber daya air dan irigasi sebagai urusan wajib dalam desentralisasi dan pelayanan hak dasar setiap warga di daerah sesuai amanat Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Proses pelembagaan Komisi Irigasi memerlukan komitmen praksis yang melibatkan elemen - elemen pemerintahan, masyarakat, serta kelompok - kelompok peduli, seperti LSM, Perguruan Tinggi maupun pihak - pihak swasta lainnya.
Fungsi Komisi Irigasi di daerah adalah untuk menyelenggarakan koordinasi di antara pemangku kepentingan terkait dengan pengelolaan irigasi di daerah. Fungsi koordinasi tersebut dilakukan untuk melaksanakan tugas - tugas strategis yang membantu proses penyelenggaraan kegiatan pengelolaan irigasi di daerah. Keberadaan Komisi Irigasi dalam konstelasi pengelolaan irigasi di Indonesia ditetapkan aturannya melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31/PRT/M/2007 tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi. Semangat penguatan kelembagaan menjadi salah satu roh reformasi dan desentralisasi kebijakan irigasi Indonesia yang membutuhkan peningkatan kemampuan pada semua lembaga dan institusi yang baru dibentuk. Namun demikian, mengingat pembentukan Komisi Irigasi relatif masih baru sehingga
Halaman | 118
cukup banyak ditemukan berbagai kendala. Kondisi demikian tentunya membutuhkan fasilitasi dari Pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri dalam membina penguatan kelembagaan di daerah. Apalagi jika dihadapkan pada Provinsi dan Kabupaten yang belum membentuk Komisi irigasi tentunya fasilitasi tersebut menjadi sedemikian penting.
Keterlibatan berbagai elemen diharap dapat merumuskan 3 (tiga) kepentingan guna menjawab persoalan mendasar pengembangan pembangunan dibidang SDA air dan irigasi di daerah, yakni: mendesaknya perioritas pembangunan bidang SDA dan irigasi yang akomodatif dan berpihak pada peningkatan kesejahteraan petani; Pentingnya pengarus-utamaan isu politik yang mendukung pembangunan bidang SDA dan irigasi untuk kesejahteraan petani; dan penguatan kapasitas kelembagaan Komisi Irigasi dalam penyelenggaraan pembangunan SDA dan irigasi.
Keterbatasan kinerja Kelembagaan Irigasi di daerah merupakan persoalan kongkrit yang berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan bidang SDA dan irigasi yang telah ditetapkan. Beberapa hal yang sangat ditegaskan dalam Bantuan Teknis Pengembangan Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Komisi Irigasi di Daerah ini, bahwa upaya perubahan menuju pengembangan dan penguatan kelembagaan Komisi Irigasi di daerah tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah secara sendirian, tetapi memerlukan unsur pendukung dari luar pemerintahan. Parameter pengembangan yang disampaikan dalam pernyataan pernyataan parametrik menjadi bagian yang penguraiannya memerlukan proses kajian dialogis antar pelaku dan subyek pengembangan kelembagaan Komisi Irigasi. Ditekankan pentingnya reorientasi kelembagaan Irigasi, terutama terkait dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007.
Halaman | 119
7.1.1. Maksud dan Tujuan Maksud diselenggarakannya kegiatan ”Bantuan Teknis Pengembangan Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Komisi Irigasi di Daerah” adalah untuk membantu proses peningkatan kinerja dan fungsi Komisi Irigasi dalam membantu Gubernur atau Bupati / Walikota dalam membantu koordinasi pencapaian tujuan pengelolaan irigasi secara lebih terpadu. Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Tersusunnya konsep pengembangan fasilitasi penguatan kelembagaan Komisi Irigasi di daerah;
2.
Terwujudnya koordinasi, sinkronisasi dan sinergitas antara Pusat dan Daerah dalam perencanaan penguatan kelembagaan Komisi Irigasi di daerah;
3.
Adanya fasilitasi pengembangan kinerja dan fungsi Komisi Irigasi dalam pengelolaan irigasi di daerah;
4.
Adanya fasilitasi penyadaran publik dalam rangka persiapan pembentukan Komisi Irigasi di provinsi dan Kabupaten yang berada di luar program berbantuan luar negeri (WISMP, PISP, dan NTB WRMP);
5.
Terinventarisasinya berbagai permasalahan terkait dengan program penguatan kelembagaan Komisi Irigasi di daerah; dan
6.
Tersusunnya rencana strategis pengembangan dan penguatan Komisi Irigasi di daerah.
7.1.2. Sasaran Sasaran kegiatan yang ingin dicapai dari pelaksanaan kegiatan ”Bantuan Teknis Pengembangan Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Komisi Irigasi di Daerah” adalah adanya fasilitasi pengembangan dan penguatan Komisi Irigasi di daerah dalam mendukung implementasi kebijakan pengembangan serta pengelolaan sistem irigasi partisipatif di daerah. Sedangkan tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Membantu Ditjen Bina Bangda dalam sosialisasi dan diseminasi kebijakan
Halaman | 120
penanganan KOMIR dalam rangka pengentasan kemiskinan; 2.
Membantu Pemerintah Daerah didalam kegiatan perencanaan dan pengembangan KOMIR di daerah;
3.
Melakukan kajian, analisis, dan rekomendasi terhadap hasil - hasil perencanaan dan pengembangan KOMIR berdasarkan masukan dari daerah;
4.
Memfasilitasi fungsi koordinasi dalam perencanaan dan pengembangan KOMIR Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
7.1.3. Keluaran Dengan Program ”Bantuan Teknis Pengembangan Fasilitasi
Penguatan
Kelembagaan Komisi Irigasi di Daerah”, diharapkan kinerja Komisi Irigasi yang sudah terbentuk maupun baru terbentuk dapat optimal. Sehingga Pengelolaan Irigasi secara Partisipatif dapat meningkat dengan hasil sebagai berikut: 1. Adanya dokumentasi masalah peningkatan kinerja dan fungsi Komisi Irigasi di daerah; 2. Adanya program pelatihan Komisi Irigasi berbasis kemampuan koordinasi dan perencanaan di daerah; 3. Adanya konsep petunjuk pelaksanaan teknis penyusunan program kerja Komisi Irigasi Tahunan dan Lima Tahunan di Daerah dikaitkan dengan program Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah; 4. Adanya konsep petunjuk pelaksanaan teknis mekanisme pengajuan proposal dari GP3AIIP3A kepada Komisi Irigasi sebagai bahan rekomendasi secara lebih tepat; 5. Adanya konsep pelaksanaan tugas Komisi Irigasi sebagaimana yang dituangkan dalam PP 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 31/PRT/M/2007 tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi:Adanya konsep pembentukan dan pengembangan tugas pokok dan fungsi Komisi Irigasi berbasis Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah di lokasi yang berada di luar program berbantuan luar negeri
Halaman | 121
(WISMP, PISP, dan NTB WRMP); dan 6. Adanya model pengembangan dan penguatan kelembagaan Komisi irigasi di daerah yang bersinergi dengan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah.
7.1.4. Ruang Lingkup Lingkup kegiatan ”Bantuan Teknis Pengembangan Fasilitasi Penguatan Kelembagaan Komisi Irigasi di Daerah” secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Kajian kebijakan terkait dengan program penguatan kelembagaan pengelolaan irigasi berdasarkan berbagai dokumen penunjang (Undang Undang, Peraturan Pemerintah, Pedoman, dan Panduan) yang terkait secara tepat sebagai bahan implementasi kegiatan di Daerah; 2. Melakukan berbagai bentuk pertemuan koordinasi yang menunjang kegiatan program pengembangan fasilitasi penguatan kelembagaan Komisi Irigasi berbasis baik di tingkat Pusat maupun Daerah; 3. Menyusun berbagai instrumen pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan tim daerah untuk menunjang pelaksanaan kegiatan di lapangan; 4. Memfasilitasi kebutuhan Daerah dalam peningkatan kemampuan dan kinerja komisi irigasi dalam pengembangan dan pengelolaan sistim irigasi partisipatif; 5. Menyusun dan mengkompilasi dokumentasi masalah kinerja dan fungsi Komisi Irigasi di Daerah; 6. Penyusunan dan mengkompilasi program pelatihan Komisi Irigasi berbasis kemampuan koordinasi dan perencanaan Pengembangan dan Pengelolaan Sistim Irigasi Partisipatif; 7. Melaksanakan fasiiitasi bantuan konsep dan tugas (Assist Task And Concept) secara umum yang diperlukan sebagai bahan masukan dalam implementasi kegiatan di lapangan;
8. Menyusun dan mengkompilasi konsep petunjuk pelaksanaan teknis Halaman | 122
program kerja Komisi Irigasi Tahunan dan Lima Tahunan di Daerah dikaitkan dengan program Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah; 9. Menyusun dan mengkompilasi konsep petunjuk pelaksanaan teknis mekanisme pengajuan proposal dari GP3A/P3A kepada Komisi Irigasi sebagai bahan rekomendasi secara lebih tepat; 10. Menyusun dan mengkompilasi konsep petunjuk pelaksanaan teknis pelaksanaan tugas Komisi Irigasi sebagaimana yang dituangkan dalam PP 20 Tahun 2006 tentang Irigasi dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 31/PRT/M12007 tentang Pedoman Mengenai Komisi Irigasi; 11. Menyusun dan mengkompilasi konsep pembentukan dan pengembangan tugas pokok dan fungsi Komisi Irigasi berbasis Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah di lokasi yang berada di luar program berbantuan luar negeri (WISMP, PISP, dan NTB WRMP); 12. Merumuskan dan mengkompilasi model pengembangan dan penguatan kelembagaan Komisi irigasi di daerah yang bersinergi dengan kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah; dan 13. Menyusun pelaporan kegiatan secara tepat berdasarkan kompilasi hasil laporan Tim Daerah.
7.2. Analisis
Situasi,
Kegiatan
dan
Pemberdayaan
Kelembagaan Irigasi 7.2.1. Provinsi Sumatera Selatan
Halaman | 123
A. Analisis Kebijakan Daerah 1. Peraturan tentang Irigasi Peraturan Daerah tentang Irigasi di wilayah Sumatera Selatan masih dalam proses penyusunan dan pengesahan. Rekapitulasi penyusunan dan penetapan perda irigasi terdapat dalam tabel berikut:
Tabel 5.10. Penyusunan dan penetapan PERDA Irigasi PERDA IRIGASI No.
Prov/Kabupaten
Draft
Konsultasi
Progres
Publik
Pengesahan √
1.
Prov. SumSel
√
√
2.
Kab. OKU Timur
√
√
3.
Kab. OKU Selatan
√
√
4.
Kab. Musi Rawas
5.
Kab. Lahat
√
No. SK
No 11 tahun 2009
Perda Irigasi untuk wilayah provinsi Sumatera Selatan masih dalam proses pengesahan DPRD. Sedangkan untuk wilayah Kabupaten Musi Rawas dan Lahat masih dalam proses penyusunan.
2. Aspek Legalitas Komir Komir di Sumatera Selatan terbentuk sejak tahun 2009 di lima wilayah yaitu provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Lahat, Kabupaten OKU Timur dan Kabupaten OKU Selatan. Komir telah ditetapkan dalam SK Gubernur maupun SK Bupati.
Tabel 5.11. Legalitas Komir di Sumatera Selatan No. 1.
Wilayah Prov. Sumatera Selatan
Legalitas 589/KPTS/ BAPPEDA 2009
Halaman | 124
2.
Kab. Musi Rawas
472/KPTS/BAPPEDA/2009
3.
Kab. Lahat
85/KPTS/BAPPEDA/2009
4.
Kab. OKU Timur
289 thn 2009
5.
Kab. OKU Selatan
35/KPTS/BAPEDA-PM/2009
B. Identifikasi masalah Komisi Irigasi Daerah Masalah yang dapat diidentifikasi dari Komisi Irigasi di wilayah Sumatera Selatan yaitu: Komisi Irigasi telah memiliki legalitas pembentukan, namun Komisi Irigasi
di tingkat provinsi maupun Kabupaten belum dapat
melakukan tugas dan fungsinya dengan baik.
C. Analisis permasalahan a. Organisasi Komisi Irigasi di wilayah Sumatera Selatan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten sudah memiliki legalitas berupa SK gubernur dan SK Bupati. Personel Keorganisasian KOMIR di tingkat provinsi Sumatera Selatan, Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Rawas sudah terbentuk dan sesuai dengan permen PU. Keanggotaan Komir di wakili oleh berbagai kalangan baik itu pemerintah maupun perwakilan petani.
b. Program Kerja Komir provinsi maupun kabupaten masih belum memiliki program kerja. Penyusunan program kerja terkendala dengan tingkat pertemuan yang minim bahkan belum pernah dilakukan dikalangan pengurus provinsi maupun kabupaten dikarenakan koordinasi yang lemah dan mobilitas yang tinggi diantara pengurus-pengurusnya. Selain itu pengurus-pengurus komir terkendala dengan tugas dinas dari instansi terkait. Dengan belum tersusunnya program kerja maka keberadaan Komir masih bersifat pasif. Aktivitas Komir di Kab. Musi Rawas masih terbatas pada
Halaman | 125
pengumpulan masalah-masalah yang disampaikan oleh perwakilan petani dan lewat kotak pos. Komir belum dapat berperan secara aktif.
D. Rekomendasi usulan pemecahan masalah Berdasarkan permasalahan yang timbul di lapangan maka usulan pemecahan masalah yang direkomendasikan yaitu: a. Sosialisasi kelembagaan dan penyamaan persepsi terhadap kinerja komisi irigasi, permasalahan teknis. b. Perbaikan koordinasi ditingkat pelaksana komisi irigasi. c. Pembentukan pelaksana kesekretariatan yang bukan dari instansi daerah sehingga memudahkan dalam aktifitas dan koordinasi. d. Adanya mekanisme penganggaran komisi irigasi yang jelas.
7.2.2. Provinsi Nusa Tenggara Timur A. Analisis Kebijakan Daerah 1. Aspek legalitas komir Komir yang sudah terbentuk di Provinsi Nusa Tenggara Timur berada di wilayah provinsi dan 2 (dua) kabupaten. Legalitas pembentukannya sebagaimana pada tabel di bawah. Tabel 5.12. Legalitas Komir di Nusa Tenggara Timur No.
Wilayah
Legalitas
1.
Provinsi Nusa Tenggara Timur
SK Gubernur Nomor 75 Tahun 2007
2.
Kabupaten Sumba Timur
SK Bupati No. 266/Bap.611/2539/X/2006
3.
Kabupaten Manggarai Barat
SK Bupati No. 210/KEP/2009
B. Identifikasi Masalah komisi Irigasi di Daerah WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu atau lebih DAS atau pulau-pulau kecil yang luasnya < 2.000 km2. DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai
Halaman | 126
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau laut
secara alami yang batas di darat
merupakan pemisahan topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Berdasarkan
kondisi tersebut
tanggungjawab
pengelolaan
diatas, SDA
pengaturan
oleh
kewenangan
pemerintah
Provinsi
dan dan
kabupaten/kota mengacu pada WS dengan kriteria kewenangan sebagai berikut: 1) Kewenangan Pemerintah: WS lintas Provinsi, WS Lintas negara dan WS Strategis nasional (Stranas yang ditetapkan dengan kriteria khusus); 2) Kewenangan Pemerintah Provinsi: WS lintas Kabupaten/Kota 3) Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota: WS yang utuh berada dalam satu kabupaten/kota; 4) Kewenangan Pemerintah Desa: sepanjang kewenangan yang ada belum dilaksanakan, oleh masyarakat atau pemerintah kabupaten/kota.
Implikasi UU. No.7 Tahun 2004 Tentang SDA terhadap institusi Pemerintah dan Pemerintah Daerah tercantum pada pasal 14 – 19 dan pasal 41 UU. N0. 7/2004 Tentang SDA tersebut di atas yang dituangkan dalam bentuk matrik. Sedangkan kewenangan lainnya : 1) Bertanggungjawab
dalam
pembiayaan
pengelolaan
SDA
yang
menjadiwewenang dan tanggungjawanya (pasal 78 ayat 2); 2) Menyediakan dana pelaksanaan konstruksi dan OP sitem irigasi primer dan sekunder yang menjadi wewenang dann tanggungjawabnya (pasal 78 ayat 3a); 3) Menyediakan dana pelaksanaan bangunan sadap , saluran sepanjang 50 m dari bangunan sadap dan books tersier serta bangunan pelengkap lainnya (pasal 78 ayat 3b);
Halaman | 127
4) Membantu pembiayaan OP sistem irigasi tersier yang menjadi tanggungjawab petani (pasal 78 ayat 3c); 5) Bertanggungjawab dalam pengembangan sistem irigasi primer dan sekundar (pasal 41 ayat 2); 6) Menyediakan informasi SDA bagi semua pihak yang berkepentingan dalam bidang SDA (Pasal 67 ayat 1); 7) Bertanggungjawab menjamin keakuratan, kebenaran dan ketepatan waktu atas informasi SDA (pasal 67 ayat 2); 8) Menyelenggarakan pemberdayaan para pemilik kepentingan dan kelembagaan SDA melalui diklat, litbang dan pendampingan (pasal 70 ayat 1 dan 4); 9) Mengumumkan secara terbuka kepada seluruh masyarakat atas rancangan rencana pengelolaan SDA (pasal 62 ayat 2); 10) Melaksanakan pengawasan terhadap seluruh proses dan hasil pelaksanaan pengelolaan SDA di setiap WS (pasal 55 ayat 1); 11) Bertindak apabila mendapat indikasi masyarakat menderita akibat pencemaran dan atau kerusakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat (pasal 91); 12) Pemerintah pusat bertanggungjawab terhadap penanggulangan bencana akibat daya rusak air yang berskala nasional (pasal 55 ayat 1); 13) Dalam keadaan yang membahayakan, Gubernur dan Bupat/Walikota berwenang mengambil tindakan darurat guna penanggulangan daya rusak air (pasal 55).
Sebagian wewenang pemerintah dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah,
tetapi
jika
Pemda
belum
dapat
melaksanakan
sebagian
wewenangnya, Pemda dapat menyerahkannya kepada pemerintah diatasnya. Pemerintah di atasnya wajib mengambil alih jika pemda tidak melaksanakan
Halaman | 128
sebagian wewenangnya, sehingga membahayakan kepentingan umum atau karena ada konflik antar Provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk melaksanakan kewenangan pemerintah pusat atas pengelolaan SDA yang ada didaerah sesuai pembagian WS (Permen PU 11ª/PRT/M/2006 tentang kriteria dan penetapan wilayah Sungai) telah dibentuk Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) dan Balai Wilayah Sungai (BWS). Berdasar Permen PU No.12/PRT/M/2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Wilayah Sungai dibentuk sejumlah 6 BBWS (eselon Iib) yang semuanya terletak di Pulau Jawa, yaitu BBWS tipe A dan 1 unit BBWS tipe B. C. Analisis permasalahan 1. Masalah Komisi Irigasi Kepekaan dan kepedulian kebijakan dan pelaksanaan pembangunan bidang sumberdaya air dan irigasi ini masih lemah atau malah cenderung resisten. Ini merupakan masalah paradigmatik yang secara umum menjadi salah satu penyebab munculnya permasalahan Komisi Irigasi di Daerah, baik tingkat Provinsi maupun Komisi Irigasi Kabupaten.
Permasalahan yang dihadapi kelembagaan Komisi Irigasi di NTT adalah lemahnya koordinasi antara institusi yang tergabung dalam Komisi Irigasi. Masing-masing institusi/lembaga yang ada belum dapat bekerja secara bersama dan terkoordinir untuk dapat saling mendukung program pengelolaan sumberdaya air. Konsep ”One Raiver, One Plan, One Integrated Management” belum dapat diterapkan dalam pengelolaan SDA di NTT.
Oleh sebab itu, permasalah strategis kelembagaan Komisis Irigasi belum mantap. Terdapat kelemahan hubungan antara perencanaan, penyediaan sumber
pendanaan/keuangan
dan
kemampuan/kapasitas
untuk
Halaman | 129
menerapkannya. Kelembagaan Komisi Irigasi belum dapat menjalankan fungsi sebagai pembangun (provider), pemberdaya (enabler) maupun pengatur/pengelola (regulator) dalam penyelenggaraan pembangunan sumberdaya air dan irigasi yang berpihak pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Keterbatasan kinerja tata pemerintahan di seluruh tingkat merupakan persoalan kongkrit kelembagaan yang berdampak pada lemahnya implementasi kebijakan yang telah ditetapkan, inkonsistensi di dalam pemanfaatan lahan, munculnya dampak negatif terhadap lingkungan maupun pemenuhan jaminan dan pelayanan hak atas sumberdaya air dan irigasi kepada warga secara adil, terutama untuk warga petani miskin dan kelompok berpenghasilan rendah yang posisinya selalu termarginalkan. Sementara kelembagaan masyarakat seperti Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A/IP3A/GP3A) belum dapat berfungsi secara maksimal, diantaranya disebabkan lemahnya kemampuan kelembagaan tersebut, baik kapasitas intermnal kelembagaannya maupun akses kelembagaan tersebut kepada sumberdaya kunci untuk terlibat dalam perencanaan maupun pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air. Oleh sebab itu perlu adanya upaya pemberdayaan secara maksimal terhadap kelembagaan masyarakat seperti P3A/IP3A/GP3A.
2. Tantangan Komisi Irigasi di Daerah NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah memiliki Komisi Irigasi yang disahkan oleh Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 75 Tahun 2007. Permasalahannya adalah
tidak efektif dan rendahnya
kinerja Komisi Irigasi merupakan pokok yang sangat mendasar, terutama pada saat ini dan ke depan. Hal ini terkait dengan persoalan belum terlembaganya struktur dan sistem pengelolaan sumberdaya air dan
Halaman | 130
irigasi yang menuntut pendekatan multi-sektoral. Pendekatan multisektoral berarti koordinasi dan kerja sama antar pelaku menjadi kunci keberhasilan dan penguatan kapasitas kelembagaan Komisi Irigasi.
Berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait dengan pembangunan Sumberdaya Air, khususnya kelembagaan Komisi Irigasi saat ini adalah: 1) Kualitas sumber daya manusia yang pada umumnya masih rendah mempengaruhi kemampuan pengelolaan irigasi dan juga eksistensi Komisi Irigasi; 2) Kondisi
pelayanan
dan
penyediaan
infrastruktur
mengalami
penurunan kuantitas dan kualitas yang akhirnya mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat pengguna air irigasi. Dalam kondisi demikian, Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur telah melakukan reorientasi pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi melalui format Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP); 3) Aspek kebijakan daerah dalam mengantisipasi perubahan kebijakan pengelolaan irigasi (kelembagaan pengeloaan irigasi menjadi bagian diantaranya); 4) Pergantian personil yang sedemikian cepat melalui perubahan SOTK di Daerah menambah permasalahan penguatan kelembagaan Komisi Irigasi di NTT. Implikasinya antara lain terlihat dari pola manajemen strategis terhadap daya dukung keberlanjutan pengelola irigasi menjadi semakin tidak jelas baik pengelolaan terhadap aspek sumber dan ketersediaan air, kondisi jaringan irigasi, lahan pertanian beririgasi, serta permasalahan kelembagaan lainnya; 5) Pengelolaan sumberdaya air diwarnai dengan hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antar kepentingan yang unik, sebagai
Halaman | 131
berikut : (a) Antara pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan lingkungan terkait (geografi dan sumber air), (b) Kelompok penerima manfaat dan kelompok yang harus berkorban, (c) Keuntungan nilai manfaat ekonomis dan fungsi sosial, dan (d) Konservasi dan pengembangan prasarana wilayah, dan sebagainya; 6) Banyak instansi/dinas terkait yang secara administratif terlibat, dimana setiap instansi mempunyai aturan dan kebijakan yang berbeda. Kondisi ini menyulitkan koordinasi dan sinkronisasi pada semua tingkat manajemen, sehingga pengelolaan sumberdaya air menjadi tidak terkendali; 7) Belum berfungsinya P3A secara optimal di lapangan disebabkan oleh berbagai aspek, diantaranya adalah: a) Aspek Kapasitas kelembagaan yang rendah; b) Aspek manajemen kelembagaan yang kurang memadai; c) Aspek pendanaan; dan d) Aspek kapasitas personil pengurus lembaga yang rendah.
D. Rekomendasi usulan pemecahan masalah Memperhatikan berbagai persoalan yang dihadapi Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait dengan Komisi Irigasi, perlu kiranya ada perhatian pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah kabupaten/kota untuk lebih meningkatkan sinergitas Komisi Irigasi dan meningkatkan: 1)
Kualitas sumber daya manusia, yang pada umumnya masih rendah mempengaruhi kemampuan pengelolaan irigasi dan juga eksistensi Komisi Irigasi;
2)
Koordinasi dan sinkronisasi pada semua tingkat manajemen, agar komisi irigasi efektif didalam melaksanakan fungsi dan tugas didalam pengelolaan sumberdaya air;
Halaman | 132
3)
Optimalisasi P3A secara optimal di lapangan, dengan memperhatikan berbagai aspek, diantaranya
aspek Kapasitas kelembagaan, aspek
manajemen kelembagaan, aspek pendanaan, dan aspek kapasitas personil pengurus lembaga.
Di luar permasalahan yang perlu diperhatikan di atas, apabila Pemerintah Pusat berkepentingan dengan pengembangan komisi irigasi, ada langkah yang didapatkan di daerah yang menghendaki keberadaan komisi irigasi ini berada dibawah satu kebijakan kementrian tertentu agar pelaksanaan tugas dan fungsi komisi irigasi ini berjalan lebih efektif.
7.2.3. Provinsi Banten A. Analisis Kebijakan daerah 1. Peraturan tentang irigasi Seluruh perda irigasi di Provinsi dan Kabupaten sudah ditetapkan pada tahun yang sama. Perda Irigasi di Lebak yaitu Perda No. 5 Tahun 2008 tentang Irigasi ditetapkan Tanggal 30 Mei 2008, di Pandeglang yaitu Perda No. 3 Tahun 2008 tentang Irigasi, ditetapkan Tanggal 23 Juni 2008, dan di Provinsi yaitu Perda No. 15 Tahun 2008 tentang Irigasi, ditetapkan tanggal 17 Desember 2008. Perda-perda tersebut telah mengikuti ketentuan di dalam UU No. 7 tentang Sumber Daya Air dan PP. 20 tentang Irigasi.
Perda ini sebagai payung pengembangan dan pengelolaan irigasi masih perlu
direvisi
dengan
memasukan
paradigma
partisipatif
dan
restrukturisasi peran dan fungsi di dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi sesuai dengan ketentuan di dalam UU No.7/ 2004 tentang Sumber Daya Air dan PP No.20/ 2006 tentang Irigasi. Perda irigasi Provinsi Banten dapat dilihat pada tabel 5.13.
Halaman | 133
Tabel 5.13. Perda Irigasi Kabupaten/Provinsi Banten No.
Provinsi/Kab
No. Perda
Penetapan
1.
Provinsi Banten
No. 15 Tahun 2008
17 Des 2008
2.
Kab. Lebak
No. 5 Tahun 2008
30 Mei 2008
3.
Kab. Pandeglang
No. 3 Tahun 2008
23 Juni 2008
Proses penyusunan dan penetapan perda dinilai sangat lamban terutama dalam pembahasan di dewan sehingga baru ditetapkan tahun 2008. Tahapan penyusunan Perda tentang Irigasi yang telah dilakukan di tingkat provinsi dimulai dengan penyusunan Naskah Akademik tentang Pengelolaan Irigasi yang kemudian menjadi bahan dalam penyusunan Konsep Perda tentang Irigasi.
Kendala yang menyebabkan terlambat / tertundanya pembentukan Perda tentang Irigasi di PPIU provinsi adalah terkait dengan keterlambatan secara umum pelaksanaan PISP. Selain itu, Provinsi ini sebelumnya belum memiliki Perda tentang Irigasi, jadi harus melalui tahapan penyusunan Naskah Akademik tentang Pengelolaan Irigasi pada Tahun 2007, sebelum dapat dihasilkan Raperda tentang Irigasi.
Penyusunan dan penetapan perda irigasi di Kabupaten Lebak dari tahun 2007 s/d 2008 telah dilaksanakan melalui beberapa tahapan, baik tahap penyusunan draf oleh tim perumus. Tahap berikutnya adalah konsultasi publik yang dihadiri oleh berbagai stakeholder, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Kendala tertundanya pembentukan Perda tentang Irigasi di Kabupaten Lebak, adalah karena banyaknya perda-perda lain yang masih dalam proses pembahasan di Dewan.
Halaman | 134
Sama halnya yang terjadi di Pandeglang, adalah diperlukannya waktu yang cukup untuk penyusunan Konsep Perda oleh Bappeda, Dinas PU dan Pertanian dan koreksi legal text-nya oleh bagian hukum. Selain itu pembahasan di Dewan memerlukan persiapan jadual yang sesuai dengan aktifitas di Dewan.
2. Aspek legalitas komir Secara umum profil KOMIR di daerah Banten sudah terbentuk dan memiliki aspek legalitas yang jelas melalui keputusan gubernur ataupun keputusan/peraturan Bupati. Berikut disampaikan aspek legalitas dari komisi irigasi di provinsi Banten dan kabupaten pilihan (Lebak dan Pandeglang).
Tabel 5.14. Komisi Irigasi Kabupaten/Provinsi Banten No.
Provinsi/Kab
No. SK Keputusan Gubernur
1.
Provinsi Banten
2.
Kab. Lebak
No. 611/kep.193/Bappeda/2009
3
Kab. Pandeglang
Perbup No. 31 Tahun 2007
611.05/Kep.485-Huk/2009
Penetapan 8 Okt 2009 29 Mei 2009 5 Des 2007
B. Identifikasi Masalah Komisi Irigasi di Daerah Permasalahan yang berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Kurang optimalnya fungsi dan tugas dari KOMIR. Dari hasil evaluasi, permasalahan terbesar KOMIR adalah kurangnya koordinasi dan rapat rutin antar anggota KOMIR. 2. Dalam pembuatan program kerja, belum ada rekomendasi program atau kegiatan yang berasal dari usulan KOMIR, baik itu di tingkat Kabupaten maupun Provinsi.
Halaman | 135
3. Adanya kendala pembiayaan untuk operasional kegiatan KOMIR.. 4. Kurangnya pemahaman dari pejabat KOMIR mengenai irigasi umumnya dan KOMIR khususnya.
C. Analisis Permasalahan Analisis dari permasalahan yang berhasil diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Struktur organisasi KOMIR yang sesuai dengan Permen PU, pada prakteknya menyebabkan kurang optimalnya fungsi dan tugas dari tiap unsur KOMIR tersebut, dimana diantaranya disebabkan kesibukan dan terpecahnya konsentrasi pekerjaan. Sebenarnya dalam Permen PU tersebut ada solusi lain sebagai pelaksana sekretariat, yaitu adanya Kepala Sekretariatan yang bekerja penuh waktu. Namun dalam pelaksanaannya, kepala sekretariat masih dijabat oleh pegawai atau staf pemerintah daerah bukan dari pihak swasta maupun pihak P3A. Tidak adanya kepala sekretariat yang bekerja penuh waktu berdampak pada tidak optimalnya kinerja KOMIR, padahal kesekretariatan merupakan roda yang menggerakkan organisasi. 2. Dalam kaitannya dengan Musrenbang, sampai saat ini belum ada rekomendasi program atau kegiatan yang berasal dari usulan KOMIR, baik itu di tingkat Kabupaten maupun Provinsi. Hal yang menjadi pertimbangan adalah memang belum ada standing point yang jelas terhadap
rekomendasi
KOMIR.
Artinya
perlu
diperjelas
status
rekomendasi KOMIR, apakah hanya berupa himbauan, saran atau terikat dengan kebijakan kelada daerah (Gubernur maupun Bupati). 3. Dalam Permen PU pasal 39 mengenai pembiayaan KOMIR, disebutkan bahwa pembiayaan untuk operasional KOMIR dibebankan pada APBD melalui satuan kerja pada tempat dimana sekretariat KOMIR berada. Sementara itu dari hasil evaluasi terhadap KOMIR di Provinsi Banten, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang, ada pemahaman yang
Halaman | 136
rancu, dimana sekretariat dipahami bertempat di kantor Sekretaris, dimana pejabat sekretaris KOMIR berasal dari instansi yang menangani irigasi atau pertanian. Hal ini pada akhirnya menyebabkan tidak adanya dukungan penganggaran untuk KOMIR. 4. Pergantian pejabat dan pegawai di lingkungan pemerintah daerah menyebabkan pergantian pejabat dalam struktur organisasi KOMIR. Dampak yang timbul adalah setiap kali ada pergantian pejabat maka setiap kali juga lah pemahaman terhadap Irigasi kembali lagi ke nol.
Halaman | 137
D. Rekomendasi Usulan Pemecahan Masalah Rekomendasi usulan pemecehan masalah dari Konsultan berdasarkan identifikasi masalah di atas adalah: 1. Review Permen PU tentang Komisi Irigasi berkaitan dengan pemahaman mengenai kelembagaan Komisi irigasi, khususnya berkaitan dengan keorganisasian. (kepala kesekretariatan bukan melekat pada jabatan, tetapi dari unsur Komisi Irigasi seperti P3A) 2. Hasil komisi Irigasi harus memiliki standing position yang jelas, misalnya bersifat mengikat terhadap instansi dan unit kerja terkait dengan irigasi ataupun menjadi dasar atau acuan kepala daerah dalam membuat program kerja. 3. Adanya dukungan yang jelas terhadap kelembagaan komisi irigasi, yaitu:
kebijakan
anggaran
perencanaan
kapasitas
4. Adanya program pelatihan pembuatan program kerja berkaitan dengan tata cara penentuan indicator dan sasaran 5. Mekanisme yang jelas mengenai pendanaan kelembagaain irigasi
7.2.4. Provinsi Nusa Tenggara Barat A. Analisis Kebijakan Daerah 1. Peraturan tentang irigasi Permen PU No.11A/PRT/M/2006 tentang Kriteria dan penetapan wilayah sungai (menggantikan Permen PU 39/PRT/1989 dan Permen PU 48/PRT/1990). Dalam Permen PU tersebut diantaranya disebutkan bahwa dalam provinsi NTB terdapat WS Lombok sebagai WS Strategis nasional (Stranas), sedangkan WS lintas Kabupaten/ Kota di Pulau Sumbawa yaitu WS Sumbawa dan WS Bima-Dompu. Dengan demikian
Halaman | 138
pembagian WS di NTB mengikuti Permen PU 11A/PRT/M/2006, sedangkan pembagian Sub WS dalam setiap WS mengacu kepada Keputusan Gubernur NTB 147/1999. 2. Aspek legalitas Komir Komir yang sudah terbentuk di Provinsi Nusa Tenggara Barat berada di wilayah provinsi dan 2 (dua) kabupaten. Aspek legalitas pembentukannya sebagaimana pada tabel di bawah.
Tabel 5.15. Legalitas Komir di Nusa Tenggara Timur No.
Wilayah
Legalitas
1.
Provinsi Nusa Tenggara Barat
SK Gubernur No. 244/KEP/HK/2010
2.
Kabupaten Sumba Timur
SK Bupati No. 266/Bap.611/2539/X/2006
3.
Kabupaten Manggarai Barat
SK Bupati No. 210/KEP/2009
B. Identifikasi Masalah Komisi Irigasi di Daerah Permasalahan paradigmatik yang menjadi dasar dari munculnya persoalan di tingkat strategis maupun operasional pemerintah daerah, terkait dengan pembangunan di bidang irigasi, adalah belum mantapnya Komisi Irigasi di daerah ditengarai menyangkut 3 (tiga) hal, yakni: 1) Pemerintah daerah belum menempatkan investasi di bidang irigasi sebagai prioritas, terutama dalam mengakomodasi kebutuhan petani secara merata di NTB; 2) Pembangunan bidang Irigasi belum menjadi isu politik yang penting di daerah; dan 3) Terdapat kelemahan hubungan antara perencanaan, penyediaan sumber pendanaan/keuangan dan kemampuan/kapasitas untuk menerapkannya.
Halaman | 139
C. Analisis Permasalahan Permasalahan penguatan kelembagaan Komisi Irigasi merupakan permasalahan yang bersifat multi-dimensional. Hal ini menyangkut hubungan yang bersifat lintas sektoral, lintas dinas, lintas kepentingan dan lintas kewilayahan. Mempertemukan berbagai sektor, kedinasan dan kepentingan menjadi esensi dari kegiatan penguatan Komisi Irigasi, diharapkan dapat mendorong berfungsinya Komisi irigasi. Dengan demikian diharapkan meningkatnya hubungan dan kerjasama sinergis lintas dinas, dukungan politik dari DPRD Kabupaten, dukungan pembiayaan dari swasta serta meningkatnya partisipasi masyarakat.
Sasaran strategis penguatan Komisis Irigasi secara substansial merupakan tujuan dan sasaran strategis kegiatan Bantek. Ini berarti langkah penguatan Komisi Irigasi di tingkat (pemerintah) daerah menuju ”sinergi keberlanjutan
kegiatan
pembangunan
bidang
irigasi”.
Sinergi
keberlanjutan ini diwujudkan dengan terbangunnya sistem dukungan bagi program penyediaan air irigasi, mencakup komponen dukungan di tingkat kebijakan, perencanaan, pembiayaan dan dukungan lintas pelaku.
Tantangan Pembangunan Pokja AMPL Belum kuatnya eksistensi Komisis rigasi, menuntut pendekatan multisektoral dan penyelenggaraan yang terdesentralisasi. Hal ini berarti membutuhkan pendekatan multi-sektoral, koordinasi dan kerja sama antar pelaku menjadi kunci keberhasilan penguatan Komisi Irigasi sekarang dan yang akan datang. Desentralisasi dalam pembangunan irigasi, berarti tugas, wewenang dan tanggung jawab pembangunan irigasi berada pada pemerintahan kabupaten. Fungsi Pemerintah Kabupaten dalam hal ini adalah:
Halaman | 140
1)
Mengarahkan dan mengendalikan pembangunan irigasi yang memungkin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat petani terhadap air irigasi;
2)
Memberikan pelayanan prasarana dan sarana dasar irigasi bagi masyarakat petani; dan
3)
Menjamin terselenggaranya hak dasar petani terhadap air irigasi yang cukup untuk kebutuhan pertanian dan kebutuhan lainnya.
D. Rekomendasi usulan pemecahan masalah 1. Sasaran Strategis Penguatan Komisi Irigasi Tujuan dan sasaran strategis penguatan Komisis Irigasi secara substansial merupakan tujuan dan sasaran strategis kegiatan Bantek. Ini berarti langkah penguatan Komisi Irigasi di tingkat (pemerintah) daerah menuju ”sinergi keberlanjutan kegiatan pembangunan bidang irigasi”. Sinergi keberlanjutan ini diwujudkan dengan terbangunnya sistem dukungan bagi
program penyediaan air irigasi, mencakup
komponen dukungan di tingkat kebijakan, perencanaan, pembiayaan dan dukungan lintas pelaku. 2. Dukungan Kebijakan Keberlanjutan kegiatan pembangunan bidang irigasi harus didukung oleh kebijakan pemerintah daerah dan pengalokasian anggaran yang adil dan realistis. Mengingat pembangunan irigasi merupakan sektor strategis dalam meningkatkan kesejahteraan
dan produktivitas
masyarakat petani, maka seharusnya dalam perumusan kebijakan pembangunan bidang irigasi di daerah haruslah menjadi prioritas. 3. Dukungan Perencanaan Kedepan mendesak perlu dirumuskan rencana pembangunan bidang irigasi sebagai bentuk program atau kegiatan pembangunan yang konkret. Perumusan dilakukan secara partisipatif dengan keterlibatan
Halaman | 141
P3A/GP3A/IP3A sebagai subyek pembangunan dan lintas pelaku di daerah. Dokumen rencana program berisi rangkaian langkah atau strategi yang rinci (jelas dan tegas) untuk mencapai visi, misi atau tujuan pembangunan bidang irigasi; serta, memuat tujuan, indikator, cara/metode, lokasi, prakiraan biaya, tahapan waktu pelaksanaan, kejelasan keterkaitan dengan kontribusi terhadap pencapaian visi dan misi serta tujuan pembangunan irigasi di daerah. 4. Dukungan Pembiayaan Salah satu permasalahan utama pembangunan bidang irigasi adalah belum melembaganya sistem pembiayaan yang bersifat jangka panjang. Pemerintah daerah perlu menemukan cara menggali sumber-sumber
pembiayaan
baik
oleh
pemerintah
daerah,
masyarakat maupun dunia swasta. Penggalian sumber-sumber pembiayaan tersebut dapat dilakukan melalui dua sisi, yaitu mencari sumber pembiayaan melalui kerjasama dengan lembaga keuangan daerah dan menggali kemampuan pembiayaan melalui keswadayaan masyarakat secara kolektif dan berkelanjutan. 5. Dukungan Lintas Pelaku Dukungan kelompok peduli seperti kalangan swasta/pengusaha, perguruan tinggi, organisasi masyarakat dan organisasi profesi sangat diperlukan untuk memberikan sumbangan pemikiran maupun dalam bentuk lain guna mendukung program pembangunan bidang irigasi di daerah secara berkelanjutan. Sistem dukungan keberlanjutan dalam kegiatan pembangunan irigasi diharapkan dapat dikembangkan oleh pihak pemerintah dan masyarakat
di
daerah
melalui
kegiatan
replikasi
dengan
mengimplementasikan dan melembagakan model-model penanganan dan pendekatan WMRP NTB, untuk pengembangan kelembagaan irigasi. Replikasi harus terus diinisiasi dan diimplementasikan oleh
Halaman | 142
pihak
pemerintah
daerah
(SKPD
terkait)
dengan
dukungan
pembiayaan dari anggaran daerah (APBD) serta kontribusi pihak swasta di daerah maupun pihak masyarakat. Kegiatan bantuan teknis penguatan kelembagaan komisi irigasi dimasa yang akan datang harus dapat membuka ruang membuka ruang
bagi
proses
pembelajaran
bersama
elemen
dalam
pemerintahan daerah, masyarakat dan lintas pelaku (kalangan Perguruan Tinggi, LSM serta seluruh kelompok peduli) untuk keberlanjutan pembangunan bidang irigasi. 6. Dimensi Penguatan Kelembagaan Komisi Irigasi Esensi
penguatan
kelembagaan
Komisi
Irigasi,
maupun
P3A/GP3A/IP3A adalah terjadinya internalisasi nilai dan paradigma ideologis
pembangunan
bidang
irigasi
yang
pro-poor
good
governance untuk menjadi landasan sikap, pikiran dan tindakan seluruh pihak yang berkompeten, baik dari unsur pemerintahan di daerah, masyarakat maupun pelaku non-pemerintahan.
Pemerintah Daerah beserta seluruh jajaran SKPD terkait dituntut menyadari untuk tidak sekedar mengandalkan proses pelembagaan Komisi irigasi pada aspek formal saja, tetapi memahami dan menyadari pentingnya membangun relasi intensif, baik pada dimensi struktural, kultural maupun peran dan fungsi bagi penguatan kelembagaan Komisi Irigasi. a. Dimensi Struktural Diperlukan Kelembagaan Komisi Irigasi yang tangguh bagi daerah untuk
menjalankan
koordinasi tugas dalam
penyelenggaraan
pembangunan bidang irigasi di daerah. 3 (tiga) unsur struktural kelembagaan Komisi irigasi yang harus ada, adalah keberadaan sistem, lembaga dan aparat.
Halaman | 143
b. Dimensi Sistem Substansi teknis dan esensi Komisi irigasi terkait dengan pelakupelaku (subyek) dan bidang kerja/garapan (obyek). Kejelasan dan ketegasan dalam pengelolaan tata hubungan antar pihak, antar bidang dan antar unsur terkait yang sesuai dengan tugas pokok, peran dan fungsinya harus dilakukan. Sistem dan tata hubungan yang dibangun dan dijalankan dituntut untuk membuka ruang, sehingga akseptabel dan aksesabel, bagi peran dan partisipasi masyarakat sipil, dalam hal ini adalah P3A/GP3A/IP3A. Menilik kebutuhan dan nilai strategis air irigasi, memerlukan legitimasi yang kuat dan pasti. Peraturan Daerah dapat disusun dan diputuskan untuk kebutuhan ini. c. Dimensi Lembaga Air irigasi secara esensial menyangkut hak dasar dan hidup keseharian masyarakat petani. Hal ini secara teknis memerlukan pemrograman dan
penggarapan
usaha
penyelenggaraan,
serta
intensitas
pengorganisasian lintas sektoral, lintas pelaku dan lintas kepentingan. Pembangunan bidang irigasi
sebagai suatu sistem pelayanan
kebutuhan petani, kiranya memerlukan badan atau kelembagaan khusus
(seperti
Komisi
Irigasi
dan
P3A/GP3A/IP3A)
untuk
menanganinya. Apakah badan atau kelembagaan khusus tersebut bersifat kedinasan atau non-kedinasan, hal paling pokok adalah keberadaannya untuk mengkoordinasikan sumberdaya di daerah, terutama pada aspek kebijakan, teknis dan pengorganisasian pembangunan bidang irigasi.
d. Dimensi Personil Diperlukan personil yang kompeten dan kapabel untuk penugasan, kewenangan dan tanggung jawab yang jelas dan tegas dalam
Halaman | 144
mengelola program dan kegiatan pembangunan bidang irigasi secara pro-poor. Mengoperasikan Komisis irigasi sesuai dengan peran dan fungsinya serta menjalankan dan mengelola sistem dengan baik sesuai koridor hukum, politik dan pelayanan birokrasi yang akseptabel dan aksesabel bagi seluruh warga. Keberadaan personil aparat sangat menentukan bagaimana sistem dan struktur kelembagaan Komisi Irigasi berjalan dan berfungsi. Penguatan terhadap aparat sebagai bagian dari proses yang terus berjalan
dalam
pembangunan
bidang
irigasi,
adalah
upaya
peningkatan kemampuan kerja, keterampilan teknis, keahlian manajerial, pengetahuan/wawasan luas, kesadaran dan sikap-pikir kritis, perhatian dan keberpihakan sebagai sikap dan daya tanggap terhadap realitas sosial, serta keteguhan menjaga nilai etik, moral dan kaidah konstitusional. e. Dimensi Kultural Aspek kultural yang dimaksud di sini, adalah bangunan sikap, perilaku dan kebiasaan dalam praktek pengelolaan program atau kegiatan teknis yang dalam esensi pembangunan dan pelayanan kepentingan masyarakat tidak dapat mengabaikan atau meninggalkan antara satu dengan lainnya. Program pembangunan bidang irigasi bukanlah semata kegiatan pekerjaan sipil dan urusan dinas teknis tertentu saja, melainkan terkait banyak lembaga dan institusi pemerintah daerah (SKPD) lainnya. Selain hubungan lintas dinas dan aparat, aspek bangunan nilai/kultural kelembagaan ini juga terkait dengan landasan paradigmatik dan kesadaran ideologis-konstitusional sebagai basis penyelenggaraan pembangunan pembangunan bidang irigasi, serta profesionalitas dan etos kerja aparat sebagai pelaksana operasional dinas/instansi dan program/kegiatan.
Halaman | 145
7.2.5. Provinsi Jawa Timur A. Analisis Kebijakan Daerah 1. Peraturan tentang irigasi Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 Kabupaten dan 9 kota merupakan daerah potensi Pertanian yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah HIPPA/GHIPPA/IHIPPA sebanyak sekitar 6.281 HIPPA, 525 GHIPPA dan 7 IHIPPA. Sedangkan jumlah Daerah Irigasi 510 DI dengan luas 670077,47 km2. Dari 38 Kab/Kota sebagian besar berperan serta dalam Program PISP dan WISMP sehingga telah terfasilitasi pembentukan KOMIR dan Perda Irigasi. Adapun Kabupaten yang sudah terbentuk KOMIR sebanyak 20 kabupaten dan 1 kabupaten dalam proses (Kab. Lamongan) dan 11 Perda tentang Irigasi, dimana dalam Perda maupun KOMIR sudah memperhatikan tentang keikutsertaan perempuan (Gender) walaupun perda Gender masih dalam proses.
Tabel 5.16. Peraturan Daerah tentang Irigasi dan KOMIR No.
Kab./Kota
No. Perda
SK KOMIR
Keterangan
Jawa Timur
No. 3/2009
SK. 183/330/KPTS/013/2008 tgl. 22/08/2008
I 1. 2. 3. 4.
Kabupaten Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung
No. 9/2007
SK. 188.45/1168/012/2007 tgl. 19/12/2007
5. 6.
Blitar Kediri
7.
Malang
No. 2/2007
8. 9.
Lumajang Jember
No. 2/2008
10.
Banyuwangi
11.
Bondowoso
No. 13/2008
SK.188.45/264/418.32/2009 tgl. 02/09/2009 SK. 180/452/Kep/421.013/2008 tgl. 14/11/2008 SK. 188.45/521/012/2009 tgl. 05/11/2009 SK.188/608/KEP/429.012/2007 tgl. 02/10/2007 SK. 611/818A/430.42/2009 Halaman | 146
No.
Kab./Kota
No. Perda
SK KOMIR
Keterangan
tgl. 10/08/2009 SK. 188/550/P/004.2/2009 tgl. 05/11/2009 SK. 610/875/426/12/2009 tgl. 02/11/2009 SK. 050/263/HK/424.013/2009 tgl. 08/05/2009 SK. 188/1453/404.1.3.2/2009 tgl. 23/12/2009
12.
Situbondo
13.
Probolinggo
14.
Pasuruan
15.
Sidoarjo
16. 17.
Mojokerto Jombang
18.
Nganjuk
19.
Madiun
No. 7/2008
20. 21.
Magetan Ngawi
No. 8/2009
22.
Bojonegoro
No. 2/2009
23. 24.
Tuban Lamongan
No. 14/2007
Proses
25. 26.
Gresik Bangkalan
No. 10/2008
27.
Sampang
No. 22/2008
28.
Pamekasan
29.
Sumenep
SK.188.45/339/Kpts/433.013/2007 tgl. 10/04/2007 SK. 188/396/KEP/434.013/2009 tgl. 09/11/2009 SK. 188/208/441.131/2009 tgl. 29/05/2009 SK. 188/229/KEP/435.013/2009 tgl. 23/06/2009
II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kota Kediri Blitar Malang Probolinggo Pasuruan Mojokerto Madiun Surabaya Batu
No. 6/2009
SK.188.4.45/160A/415.10.10/2009 tgl. 23/05/2009 SK. 188/65/K/411.013/2009 tgl. 04/05/2009 SK.188.45/612/KPTS/402.013/2008 tgl. 20/10/2008 SK. 188/187/404.012/2009 tgl. 20/11/2009 SK. 188/17/Kep/412.11/2010 tgl. 26/01/2010
Halaman | 147
2. Aspek legalitas komir Program PISP maupun WISMP yang melibatkan semua stakeholders telah berhasil mengadakan legalisasi baik untuk pelaku dibawah yaitu P3A/GP3A/IP3A (di Jawa Timur biasa disebut HIPPA/GHIPPA/IHIPPA) maupun sektor birokrasi yang telah menghasilkan produk legalisasi Perda dan KOMIR. Adapun jumlah HIPPA/GHIPPA/IHIPPA, Perda dan KOMIR yang sudah dibentuk dapat dilhat pada berikut.
Tabel 5.17. Jumlah HIPPA, GHIPPA dan IHIPPA tiap kabupaten No. I 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kab./Kota Kabupaten Pacitan Ponorogo Trenggalek Tulungagung Blitar Kediri Malang Lumajang Jember Banyuwangi Bondowoso Situbondo Probolinggo Pasuruan Sidoarjo Mojokerto Jombang Nganjuk Madiun Magetan Ngawi Bojonegoro Tuban Lamongan Gresik Bangkalan
HIPPA
GHIPPA
132 236 171 242 211 503 355 186
17 20
166 194 123 283 278 281 343 306 470 206 197 221 111 140 377 149 103
28 19 49 44
IHIPPA
29
73 28
19 13 25 60 22 25 9
1 3
3
22 2 1 Halaman | 148
No. 27. 28. 29. II 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kab./Kota Sampang Pamekasan Sumenep Kota Kediri Blitar Malang Probolinggo Pasuruan Mojokerto Madiun Surabaya Batu
HIPPA 70 22 119
GHIPPA 5
IHIPPA
2
24
30
7 2
9
23
4
B. Identifikasi Masalah komisi Irigasi di Daerah Berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, terkait dengan pembangunan Sumberdaya Air, khususnya kelembagaan Komisi Irigasi saat ini adalah: 1. Kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur mengalami penurunan kuantitas dan kualitas yang akhirnya mempengaruhi pelayanan kepada masyarakat pengguna air irigasi. Dalam kondisi demikian, Pemerintah Daerah Jawa Timur telah melakukan reorientasi pembaharuan kebijakan pengelolaan irigasi melalui format Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif (PPSIP); 2. Aspek kebijakan daerah dalam mengantisipasi perubahan kebijakan pengelolaan irigasi (kelembagaan pengeloaan irigasi menjadi bagian diantaranya); 3. Pergantian personil yang sedemikian cepat melalui perubahan SOTK di Daerah menambah permasalahan penguatan kelembagaan Komisi Irigasi di Jawa Timur. Implikasinya antara lain terlihat dari pola manajemen strategis terhadap daya dukung keberlanjutan pengelola irigasi menjadi semakin tidak jelas baik pengelolaan terhadap aspek sumber dan
Halaman | 149
ketersediaan air, kondisi jaringan irigasi, lahan pertanian beririgasi, serta permasalahan kelembagaan lainnya; 4. Pengelolaan sumberdaya air diwarnai dengan hubungan timbal balik dan saling ketergantungan antar kepentingan yang unik, sebagai berikut : (a) Antara pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan lingkungan terkait (geografi dan sumber air), (b) Kelompok penerima manfaat dan kelompok yang harus berkorban, (c) Keuntungan nilai manfaat ekonomis dan fungsi sosial, dan (d) Konservasi dan pengembangan prasarana wilayah, dan sebagainya; 5. Banyak instansi/dinas terkait yang secara administratif terlibat, dimana setiap instansi mempunyai aturan dan kebijakan yang berbeda. Kondisi ini menyulitkan koordinasi dan sinkronisasi pada semua tingkat manajemen, sehingga pengelolaan sumberdaya air menjadi tidak terkendali; 6. Belum berfungsinya HIPPA secara optimal di lapangan disebabkan oleh berbagai aspek, diantaranya adalah: (a) Aspek Kapasitas kelembagaan yang rendah, (b) Aspek manajemen kelembagaan yang kurang memadai, (c) Aspek pendanaan, dan (d) Aspek kapasitas personil pengurus lembaga yang rendah.
C. Analisis permasalahan Memperhatikan identifikasi masalah yang ada permasalahan yang paling mencolok yang dihadapi Komisi irigasi yang ada adalah sebagai berikut: 1. Kurang tersosialisasinya kelembagaan komisi irigasi baik dari tingkat instansi maupun tingkat masyarakat pengguna air, tidak meratanya sosialisasi kelembagaan, keanggotaan HIPPA yang tergabung ke dalam komir masih dari obrolan-obrolan kedekatan personel 2. Belum terkoordinasnya program-program yang ditangani instansi terkait dalam wadah komisi irigasi. Misal: pekerjaan-pekerjaan swa kelola yang dapat dikerjakan masyarakat belum melibatkan HIPPA/GHIPPA/IHIPPA,
Halaman | 150
belum
banyaknya
pekerjaan
KSO
yang
melibatkan
peran
HIPPA/GHIPPA/IHIPPA. 3. Belum adanya koordinasi yang menyeluruh sehingga belum dapat membuat program kerja 4. Pemahaman yang kurang dari lebaga legislative/DPRD, sehingga pengajuan anggaran tidak dapat terealisasi yang mengakibatkan tidak berjalanya kelembagaan komir. 5. Pendelegasian dari anggota komir ke staf/kasi sering berganti-ganti, sehingga kesinambungan informasi tidak ada kesinambungan.
D. Rekomendasi usulan pemecahan masalah Secara garis besar rekomendasi untuk mengatasi permasalahan yang ada adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi yang intensif perlunya lembaga komisi irigasi kepada Institusi pengambil kebijakan baik Eksekutif, legislatif baik tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota maupun stakeholder yang lain agar ada perhatian kepada komisi irigasi, sehingga dapat mengakomodasi pembiayaan komisi irigasi. 2. Sosialisasi kelembagaan komir secara berkala, baik ditingkat pelaksana, maupun masyarakat luas yang dalam hal ini adalah pengguna irigasi seperti P3A, IP3A, GP3A. 3. Adanya
kejelasan
dalam
masalah
pembiayaan
/
pendanaan
kesekretariatan / kelembagaan Komisi Irigasi 4. Diadakannya lokakarya, workshop dan training mengenai kinerja komisi irigasi, berkaitan dengan sosialisasi kelembagaan, permasalahan teknis, serta teknis penganggaran. 5. Masalah pendanaan bersifat stimulan base share, untuk merangsang daerah agar membuat anggaran.
Halaman | 151
6. Adanya dukungan yang jelas terhadap kelembagaan komisi irigasi, yaitu: Kebijakan, Anggaran, Perencanaan, dan Kapasitas.
Halaman | 152
BAB 8 PROGRAM KONSERVASI LAHAN DAN PENGENTASAN KEMISKINAN DI SEMARANG ATAS (PKLPKSA) 8.1. Latar Belakang Program Upper Semarang Land Conservation and Poverty Alleviation (USLCPAP) atau Program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Semarang Atas (PKLPKSA) merupakan wujud rencana aksi (action plan) yang diprakarsai oleh Pemerintah Kota dan Masyarakat Semarang, serta difasilitasi oleh Pemerintah Jepang melalui grant Japan Social Development Fund (JSDF). Program tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan kualitas lingkungan Kota Semarang Atas yang mampu berfungsi menjadi daerah konservasi lahan dan air secara berkelanjutan serta sekaligus dapat meningkatkan kegiatan partisipatif petani kecil dan buruh tani, dalam mencapai kesejahteraan rakyat.
Berkaitan dengan program ini, maka dalam implementasinya ditempuh strategi kebijakan melalui mekanisme insentif, yaitu berupa pemberian akses kepada masyarakat untuk mengelola lahan Negara baik untuk kepentingan konservasi maupun budidaya tanaman pangan. Pendekatan insentif dimaksudkan agar masyarakat penerima program mempunyai kesempatan dan kemampuan melakukan usaha-usaha pemeliharaan dan perbaikan erosi tanah secara berkelanjutan yang didasarkan atas sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian, pendekatan ini diharapkan dapat menjamin biaya rehabilitasi menjadi lebih murah dibandingkan strategi program rehabilitasi lahan yang ada selama ini. Pendekatan program dalam kegiatan rehabilitasi sejauh ini kurang cukup effektif hasilnya karena bersifat jangka pendek, top-down dalam proses perencanaannya serta orientasi fisik atas bentuk kegiatannya.
Halaman | 153
Dengan adanya insentif berupa akses untuk mengelola lahan, maka biaya pengembangan dapat dikurangi karena petani akan melakukan perluasan kegiatan penanaman pada lahan yang dimilikinya (kebun dan pekarangan) dengan teknologi agroforestry atau kebun 3 strata. Hasil dari aktivitas tumpangsari petani di lahan Negara menjadi sumber pendapatannya dalam rangka melakukan kegiatan pengelolaan di lahan lain. Sehingga biaya fasilitasi dapat dikurangi menjadi sekitar 50 % dari biaya input kegiatan rehabilitasi yang berlangsung selama ini. Pada jangka panjang, kumpulan petani miskin yang menerima insentif berupa lahan dan didukung oleh kondisi sosial kelembagaan, ekonomi dan ekologi yang baik, akan melakukan kegiatan penanaman kayu dan jenis tanaman keras untuk fungsi konservasi. Sekalipun untuk ini tidak didukung bantuan pemerintah.
Mekanisme pemberian insentif berupa akses terhadap lahan dilakukan melalui kelompok atau organisasi sejenis yang dibentuk dan dilegitimasi oleh masyarakat petani anggotanya.
Insentif
telah disampaikan
melalui
kerjasama
pengelolaan lahan antara Pemerintah Kota Semarang dengan petani selama 15 tahun. Lahan yang tersedia
kemudian dialokasikan kepada setiap individu
petani terpilih untuk mengelola lahan kurang lebih seluas 0,25 hektar. Meskipun demikian, surat perjanjian ini bukan sebagai alat bukti pemilikan lahan yang tidak dapat diagunkan dan dipindah tangankan karena status pemilikan lahannya tetap menjadi milik Pemerintah.
8.2. Tujuan dan Sasaran Tujuan: Tujuan utama dari pelaksanaan program dan kegiatan konservasi lahan dan pengentasan kemiskinan di wilayah Semarang Atas adalah: 1. Memperbaiki kondisi lingkungan Semarang Atas terutama dalam aspek konservasi lahan.
Halaman | 154
2. Meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yang tinggal di wilayah Semarang Atas terutama yang terlibat sebagai peserta program. 3. Mengembangkan model kerjasama antara berbagai pihak (stakeholders) yang terdiri pemerintah, masyarakat, LSM, dan Perguruan Tinggi dalam menangani masalah lingkungan (konservasi) dan mengentaskan masyarakat miskin.
Sasaran: Berdasarkan atas arah tujuan diatas, maka secara spesifik sasaran yang akan dicapai dari pelaksanaan program dan kegiatan ini meliputi; 1.
Membantu masyarakat miskin di wilayah Semarang Atas dengan memanfaatkan lahan pemerintah
untuk kegiatan produksi melalui pola
agro-forestry. 2. Meningkatkan pengelolaan lahan milik Pemerintah yang kurang produktif dalam rangka penanggulangan masalah longsor, erosi, dan banjir. 3. Membantu petani miskin pemilik lahan melalui penanaman tanaman pola agro-forestry pada lahan sendiri di wilayah Semarang Atas.
8.3. Metodologi dan Pendekatan Kegiatan program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Kota Semarang dilaksanakan dengan metode Partisipatif dengan memanfaatkan Fasilitator lapangan untuk memfasilitasi kegiatan pendampingan masyarakat.
Partisipasi/ dialog masyarakat, akan selalu dilaksanakan dalam setiap tahapan kegiatan yang dilaksanakan di lapangan. Tahap paling awal yang akan dilaksanakan adalah need assesment untuk melihat kebutuhan masyarakat (yang berkaitan dengan konservasi, ekonomi, usaha tani, jenis-jenis tanaman yang diharapkan, teknik budidaya yang dikuasai, kemampuan organisasi, kelembagaan yang sudah ada, keadaan kelembagaan tersebut, tokoh-tokoh masyarakat yang
Halaman | 155
ada, peran tokoh masyarakat, interaksi antar masyarakat/ lembaga masyarakat, serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat secara umum). Hal ini sangat penting untuk memotret kondisi awal sebelum program dilaksanakan.
Pendekatan dengan memanfaatkan Fasilitator diperlukan untuk mempermudah fasilitasi kegiatan teknis pendampingan lapangan. Mulai dari workshopworkshop perencanaan tingkat desa, workshop pemilihan jenis tanaman konservasi, pendampingan teknik budidaya tanaman terpilih, teknik-teknik konservasi, prosedur pengajuan dana bergulir, pengelolaan dana bergulir, sistem perguliran, pendampingan administrasi kelompok, dan lain-lain.
8.4. Perencanaan Kegiatan 1. AWP I (tahun 2005), meliputi beberapa kegiatan persiapan, need assessment, pemilihan desa/kelurahan prioritas sebagai wilayah pilot project, pemilihan dan penetapan peserta program, inventarisasi lahan bengkok, workshop-worshop perencanaan tingkat desa (workshop pemilihan jenis tanaman, workshop kebutuhan bibit/pupuk, rapat/ musyawarah kelompok), penanaman tanaman konservasi tahun pertama, workshop kebutuhan pelatihan dan kegiatan lainnya. Total dana yang dialokasikan pada AWP I bersumber dari DIPA Semarang senilai Rp 4.276.834.000 dan DIPP Pusat senilai Rp 211.679.000. 2. AWP II (tahun 2006), meliputi beberapa kegiatan workshop, penanaman tanaman konservasi tahun kedua, pengadaan bibit dan pupuk, survai geolistrik, persiapan pengadaan air siraman, persiapan dana bergulir, hibah pedesaan studi banding dan lain-lain. Total dana yang dialokasikan pada AWP II bersumber dari DIPA Revisi Semarang senilai Rp 7.382.232.000 dan DIPA Revisi Jakarta senilai Rp 220.546.401.
Halaman | 156
3. AWP III (tahun 2007), meliputi kegiatan rakor, workshop, pelatihan, pengadaan air siraman, pupuk, bibit, alat pertanian, penyaluran dana bergulir,
pelaksanaan
hibah
pedesaan,
studi
banding,
bantuan
operasional Apvasi, dan kegiatan operasional lainnya. Total dana yang dialokasikan pada AWP III bersumber dari DIPA Revisi Semarang senilai 4.736.902.000 dan DIPA Revisi Jakarta senilai Rp 812.464.000. 4. AWP IV (tahun 2008) – Perpanjangan Closing date, meliputi kegiatan rakor, workshop, pelatihan, perluasan jaringan air siraman, pupuk, bibit, penyaluran dana bergulir, pelaksanaan hibah pedesaan, studi banding, magang di Warso Farm, dan kegiatan operasional lainnya. Total dana yang dialokasikan pada AWP IV bersumber dari DIPA Semarang senilai
Rp 2.230.871.000 dan DIPA Jakarta senilai
Rp
528.398.000.
8.5. Lokasi Proyek dan Pemilihan Desa Prioritas Program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Semarang Atas (PKLPKSA) dilaksanakan di Kota Semarang. Alasan pemilihan Kota Semarang, terutama daerah Semarang Atas sebagai lokasi program adalah dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 1. Adanya komitmen kuat dari Pemerintah Kota Semarang untuk melaksanakan konservasi lahan dan sekaligus pengentasan kemiskinan. Komitmen yang kuat terlihat dari kesanggupan Pemerintah Kota Semarang mengalokasikan lahan bengkok milik Pemerintah Kota Semarang untuk dikerjasamakan dengan petani dengan memberikan hak kelola selama 15 tahun. 2. Daerah Semarang Atas adalah daerah tangkapan air (cathment area) bagi Semarang Bawah (Kota Semarang), sehingga konservasi wilayah Semarang Atas tersebut diharapkan akan mengurangi bahaya banjir dan tanah longsor bagi Kota Semarang.
Halaman | 157
3. Adanya antusiasme warga masyarakat di daerah Semarang Atas yang tinggi untuk melaksanakan kegiatan konservasi.
8.6. Financial Monitoring Reports (FMRS) Sampai dengan bulan Desember 2008, telah termanfaatkan dana hibah sebesar Rp 7.920.080.786 (tanpa S-BUN), atau Rp 10.831.975.136 (dg S-BUN). Sedangkan dalam nilai USD telah termanfaatkan senilai USD 838.712, 41 (tanpa S_BUN) atau senilai USD 1.161.893,82 (dg S-BUN). Ini berarti sampai dengan bulan Desember 2008, dari Total Nilai Hibah berdasarkan grant agreement sebesar USD 1.299.030, telah termanfaatkan senilai USD 1.161.893,82 (dg SBUN) ada selisih sisa sebesar USD 137.136, 18. Sedangkan jika dilihat pada rekening koran program KLPKSA, saldo akhir program KLPKSA pada tanggal 31 Desember 2008 adalah sebesar
USD 128.591, 19.
(Sumber: Rekening koran program KLPKSA tgl 31 Desember 2008, halaman 1). Laporan administrasi FMRs ini dibuat dalam periode tiga bulanan (quarterly) yang tiap tahunnya terdiri dari periode I (Januari-Maret), periode II (April-Juni), periode III (Juli-September), dan periode IV (Oktober-Desember). Rincian penyerapan dana tiap periode FMR disajikan dalam tabel dibawah ini.
Tabel 8.1. Nilai Transaksi Kegiatan Program KLPKSA dalam berbagai Periode FMR Periode FMR FMR Sept, 2005 FMR Des, 2005 FMR Mar, 2006 FMR Jun, 2006 FMR Sept, 2006 FMR Des, 2006 FMR Mar, 2007 FMR Jun, 2007
Amount (USD) 0 57,324.61 24,053.26 75,983.73 41,476.87 437,038.35 1,587.37 56,569.39
IDR 0 562,450,675 218,480,000 680,797,000 377,132,660 3,948,148,330 14,380,000 505,820,479
Catatan
FMR Des, 2006 sudah termasuk S-BUN senilai Rp 2,911,894,350 (USD 323181.41)
Halaman | 158
FMR Sept, 2007 FMR Des, 2007 FMR Mar, 2008 FMR Jun, 2008 FMR Sept, 2008 FMR Des, 2008 Jumlah
56,233.29 251,446.68 8,064.44 12,401.59 38,918.82 100,795.42 1,161,893.82
516,807,224 2,338,046,135 75,944,400 113,983,013 362,289,093 1,117,696,127 10,831,975,136
Saldo reksus 31 Des 2008 Senilai USD 128,591.19
8.7. Hasil yang dicapai 1. Administrasi Pencapaian kegiatan administrasi diukur dari tersusunnya atau terselenggaranya kegiatan administrasi sehingga bisa menunjang pelaksanaan program KLPKSA. Kegiatan yang dilakukan berupa penyusunan beberapa dokumen administrasi penunjang pelaksanaan PKLPKSA, antara lain tersusunnya Pedoman Umum (PEDUM) Program KLPKSA, tersusunnya Pedoman Monitoring Program KLPKSA, Perjanjian kerjasama pengelolaan lahan, kegiatan yang bersifat pencatatan kegiatan keuangan (Financial Monitoring Reports/FMRs), Penyusunan Annual Work Plan (AWP) Program JSDF, kegiatan-kegiatan dalam rangka penyusunan petunjuk teknis dana bergulir, notulensi kegiatan, laporan-laporan kegiatan, dan kegiatan dalam rangka penyusunan kerangka acuan kerja (Term of Reference/TOR) dari tiap kegiatan yang dilaksanakan. 2. Komponen A (Lahan Bengkok) a. Kesiapan Lahan Bengkok: Tabel 8.2. Kesiapan Lahan dan Penanaman Tanaman Pokok KLPKSA s/d 2008
No.
1.
Kecamatan/
Luas lahan
Realisasi
Realisasi
Kelurahan
Bengkok (Ha)
2005 (Ha)
2006 (Ha)
Realisasi 2007 & 2008 (Ha)
Kec. Gunungpati 1. Gunungpati
15,57
12,20
-
-
2. Mangunsari
17,87
3,00
13,30
-
Halaman | 159
No.
2.
Kecamatan/
Luas lahan
Realisasi
Realisasi
Kelurahan
Bengkok (Ha)
2005 (Ha)
2006 (Ha)
4.
2007 & 2008 (Ha)
3. Cepoko
4,81
-
4,80
-
4. Sekaran
0,80
-
1,80
-
5. Sukorejo
1,00
-
-
-
6. Jatirejo
5,30
-
4,70
-
7. Plalangan
5,70
-
3,90
1,80
8. Sumurrejo
15,99
-
11,29
-
9. Nongkosawit
4,30
-
3,64
-
10. Ngijo
7,60
-
7,74
-
11. Patemon
9,70
-
6,42
-
12. Pakintelan
3,90
-
3,94
-
13. Kalisegoro
4,40
-
4,30
-
14. Pongangan
3,20
-
2,20
-
4,08
3,50
3,23
-
16. Purwosari
27,30
13,80
2,40
6,40
17. Polaman
3,40
-
1,10
-
18. Karangmalang
2,49
-
1,90
-
19. Mijen
1,09
-
-
1,00
20. Ngadirgo
7,29
-
-
-
21. Jatisari
1,00
-
-
-
22. Bubakan
1,50
-
-
2,42
23. Wonoplumbon
3,00
-
-
-
24. Pudakpayung
2,90
2,14
-
-
25. Jabungan
3,00
4,00
-
-
26. Gedawang
3,10
-
3,10
3,10
27. Padangsari
0,60
-
0,60
0,60
Kec. Mijen 15. Kedungpane
3.
Realisasi
Kec. Banyumanik
Kec. Tembalang
Halaman | 160
No.
5.
Kecamatan/
Luas lahan
Realisasi
Realisasi
Kelurahan
Bengkok (Ha)
2005 (Ha)
2006 (Ha)
Realisasi 2007 & 2008 (Ha)
28. Rowosari
5,96
5,60
-
-
29. Sendangmulyo
1,90
-
-
-
30. Kedungmundu
0,20
-
-
-
31. Gondoriyo
0,70
-
0,70
-
32. Podorejo
1,70
-
1,70
-
33. Beringin
4,54
-
-
2,40
34. Ngaliyan
0,10
-
-
-
35. Wates
1,07
-
-
0,80
36. Tambakaji
1,65
-
-
-
Jumlah
162,2
52,93
72,30
10,28
Kec. Ngaliyan
b. Peserta Program di Lahan Bengkok Beberapa kriteria yang ditentukan antara lain: 1. Orang tersebut harus warga penduduk di wilayah Semarang Atas yang dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk (KTP) setempat. 2. Orang tersebut bersedia mengelola lahan bengkok untuk tujuan konservasi. 3. Yang bersangkutan merupakan penduduk miskin yang tidak mempunyai lahan. 4. Orang tersebut sanggup dan mampu melakukan kegiatan konservasi di lahan bengkok sesuai dengan program yang ada.
Tabel 8.3. Jumlah Petani Lahan Bengkok s/d 2008 Tahun 2005
Kelurahan 7 Kelurahan Pilot Project
∑ Petani 248 org
Halaman | 161
2006 2007 2008 Jumlah
20 Kelurahan + 1 Kel. Pilot Project (Mangunsari) 4 Kelurahan 27 Kelurahan
302 org 71 org 18 org 639 org
c. Pengadaan dan Pengelolaan Air Siraman Tabel 8.4. Rekap kegiatan Civil Works Dam Pengadaan Air Siraman Tahun 2006 Fase dan Tahap kegiatan Fase I
Tahap 1
Tahap 2
Fase II
Paket I Pelaksana: CV. Umbul Siti Kontrak tgl 14/6/06, nilai: Rp. 65.832.000 PHLN Rp. 16.458.000 APBD Waktu: 15/6–12/9 Thn 2006 Pelaksana: CV. Umbul Siti Kontrak tgl 8/09/06, nilai: Rp. 96.120.800 PHLN Rp. 24.030.200 APBD Waktu: 11/9–10/10 Thn 2006 Pelaksana: CV. KaryaTeknik Kontrak tgl 18/10/06,nilai: Rp. 179.680.000 PHLN Rp. 44.920.000 APBD Waktu: 18/10–16/12 Thn 2006
Keterangan Paket II Pelaksana: CV. Tresno Aji Kontrak tgl 14/6/06, nilai: Rp. 147.816.000 PHLN Rp. 36.954.000 APBD Waktu: 15/6–12/9 Thn 2006 Pelaksana:CV. Tresno Aji Kontrak tgl 8/09/06, nilai: Rp. 72.432.000 PHLN Rp. 18.109.600 APBD Waktu: 11/9–10/10 Thn 2006 Pelaksana: CV. Dian Sarana Kontrak tgl 18/10/06, nilai: Rp. 207.968.000 PHLN Rp. 51.992.000 APBD Waktu: 18/10–16/12 Thn 2006
Paket III Pelaksana: CV. Dian Sarana Kontrak tgl 14/6/06, nilai: Rp. 48.000.000 PHLN Rp. 12.000.000 APBD Waktu: 15/6–12/9 Thn 2006 Pelaksana: CV. Dian Sarana Kontrak tgl 8/09/06, nilai: Rp. 139.052.000 PHLN Rp. 34.763.000 APBD Waktu: 11/9–10/10 Thn 2006 Pelaksana: CV. Tresno Aji Kontrak tgl 18/10/06, nilai: Rp. 207.016.000 PHLN Rp. 51.754.000 APBD Waktu: 18/10–16/12 Thn 2006
Tabel 8.5. Rekap kegiatan Civil Works Dam Pengadaan Air Siraman Tahun 2007 Paket Paket I
Kegiatan Pengadaan Air Siraman Tahun 2007 Pelaksana: CV. Umbul Siti, Kontrak No. 050/7139/2007 tgl 30/10/2007, Nilai Rp 281.528.000 PHLN dan Rp 77.420.200 APBD, Waktu:30/10–29/12 Th2007
Paket II
Pelaksana:CV. Tresno Aji, KontrakNo. 050/7141/2007 tgl 12/12/2007, Nilai Rp 325.456.000 PHLN dan Rp 89.500.400 APBD Waktu:30/10–29/12 Th2007
Halaman | 162
Paket III
Tidak ada kegiatan
Total
Akumulasi (2006 + 2007) = Rp 1.770.970.000 PHLN dan 457.901.400 APBD.
d. Penyediaan Bibit, Pupuk dan Peralatan Pertanian Pemenuhan kebutuhan bibit, pupuk dan alat pertanian dilakukan dengan bekerjasama dengan pemasok pemenang pelaksanaan lelang pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan di Pemerintah Kota Semarang. Tabel 8.6. Realisasi Pupuk dan Alat Pertanian Tahun 2007
No.
Kecamatan / Kelurahan
Pupuk (kg) Kandang
Alat Pertanian s/d 2007
NPK
Cangkul
Sabit
Sprayer
Kec. Gunungpati 1.
Sukorejo
3.300
12,10
5
5
5
2.
Sekaran
8.250
15,13
10
10
-
3.
Ngijo
24.930
91,41
-
-
4
4.
Patemon
-
-
32
32
4
5.
Pakintelan
12.600
23,10
16
16
-
6.
Sumurrejo
37.260
68,31
56
37
3
7.
Gunungpati
14.190
-
60
60
1
8.
Mangunsari
42.570
-
15
15
-
9.
Plalangan
12.840
23.540
15
15
-
10.
Nongkosawit
12.030
-
15
15
-
11.
Kalisegoro
14.190
-
21
21
1
12.
Pongangan
8.250
-
10
10
-
13.
Jatirejo
15.390
-
25
25
-
3.600
13,20
8
5
5
10.680
39,16
3
13
1
6.450
11,83
-
-
1
Kec. Mijen 14.
Mijen
15.
Polaman
16.
Karangmalang
Halaman | 163
No.
Kecamatan / Kelurahan
Pupuk (kg) Kandang
Alat Pertanian s/d 2007
NPK
Cangkul
Sabit
Sprayer
17.
Patemon
24.090
88,33
32
32
4
18.
Kedungpane
14.190
-
15
15
-
19.
Purwosari
8.250
-
121
121
4
20.
Pakintelan
12.600
23,10
16
16
-
Kec. Banyumanik 21.
Padangsari
2.040
7,48
3
3
-
22.
Gedawang
10.230
37,51
15
15
-
23.
Jabungan
14.190
-
20
20
-
24.
Pudakpayung
8.250
-
12
12
-
Kec. Ngaliyan 25.
Podorejo
5.610
20,57
8
-
-
26.
Gondoriyo
2.310
8,47
3
3
-
27.
Beringin
12.990
47,63
-
-
2
Rowosari
-
-
28
28
-
Total
352.830
721,13
607
556
28
Kec. Tembalang 28.
3. Komponen B (Social Planting dan Hibah Keluarahan) Point yang akan diuraikan dalam komponen ini antara lain tentang persiapan peserta untuk konservasi lahan di lahan milik masyarakat sendiri (social planting), pengajuan usulan hibah kelurahan untuk prakarsa konservasi, pembagian bibit dan bimbingan teknis pada social planting, kampanye konservasi lahan dan realisasi kegiatan hibah kelurahan untuk prakarsa konservasi.
a. Persiapan Peserta Program di Lahan Masyarakat (Social Planting) Jumlah peserta program KLPKSA pada lahan hak milik ini jauh lebih besar dibandingkan dengan peserta pada lahan bengkok, hal ini karena tidak adanya persyaratan-persyaratan yang bersifat mengikat, juga karena banyaknya
Halaman | 164
masyarakat yang ingin melaksanakan konservasi lahan milik. Masyarakat terdorong untuk meningkatkan konservasi dilahan milik mereka, karena disamping akan meningkatkan konservasi lahan, sekaligus bisa meningkatkan produktivitas lahan mereka. Sebelum adanya program KLPKSA dorongan untuk konservasi sudah ada, tetapi terkendala kurangnya dana (untuk pembelian bibit), dan kurangnya informasi tentang sumber-sumber penangkaran bibit unggul.
b. Pembagian Bibit dan Bimbingan Teknis (Social Planting) Pembagian bibit tanaman pokok yang terdiri dari durian, mangga, jati, dan kelapa pada lahan social planting lebih banyak melibatkan pihak kelurahan dan RW yang setempat. Pada prakteknya droping bibit sebagian besar adalah lewat kelurahan. Setelah bibit yang dipasok dinilai telah sesuai dengan spek dan ukuran sebagaimana kesepakatan awal, maka tim penilai spesifikasi bibit memberikan suatu tanda terima dan atau membuatkan suatu berita acara droping bibit atau serah terima bibit dari pemasok kepada Pemerintah Kota Semarang yang diwakili oleh Tim verifikasi spesifikasi teknis atau diwakili pihak kelurahan. Selanjutnya, pihak kelurahan membagi-bagikan bibit tersebut kepada tiap kelompok tani bila bibit tersebut untuk kegiatan konservasi lahan bengkok atau membagikan langsung kepada penduduk sekitar melalui perangkat kelurahan/RW bila bibit tersebut untuk konservasi lahan pada lahan hak milik (social planting). Fasilitasi kepada petani yang bisa secara langsung diberikan di tingkat lapangan adalah dalam bentuk pendampingan-pendampingan oleh fasilitator kelurahan, juga pendampingan oleh motivator desa (yang telah dicobakan sejak tahun 2007).
c. Kampanye Konservasi Lahan Tahun 2006, sosialisasi di tingkat kota dan kecamatan dilaksanakan dengan mengundang stakeholder tingkat kota dan kecamatan di Kantor Bappeda Kota Semarang Lantai 8. Beberepa pihak yang ikut hadir dalam acara tersebut antara
Halaman | 165
lain: Ketua Bappeda Kota Semarang, Kuasa Pengguna Anggaran Program KLPKSA, Tim Teknis, Konsultan Pendamping, Konsultan Individu (Manajemen Program dan Dana Bergulir), Camat
(5 Kecamatan), Lurah dari 36 kelurahan lokasi
program dan 27 kelurahan lain diluar program dalam 5 kecamatan, dan Penyuluh Pertanian Kecamatan.
Untuk tahun 2007, sosialisasi juga dilaksanakan dalam bentuk rapat-rapat koordinasi dan konsultansi dengan anggota DPRD, rapat penyusunan anggaran program KLPKSA, seta rapat-rapat pertanggungjawaban Pemerintah Kota Semarang dengan DPRD Kota Semarang.
Tahun 2007, disamping kampanye program KLPKSA sebagaimana tersebut diatas, kegiatan
dengan cara sosialisasi
kampanye juga dilakukan dengan
membuat alat publikasi seperti pamflet dan
buletin (bulanan) kemudian
menyebarkannya kepada masyarakat. Selain itu juga dilaksanakan kegiatankegiatan rutin berupa pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat (RT. RW dan lain-lain).
Tahun 2008, untuk mendukung kegiatan publikasi program KLPKSA dibuat poster dan booklet program KLPKSA oleh Technical Assistance LP3ES. Ada 2 (dua) jenis poster yang dibuat masibg-masing tentang pentingnya konservasi lahan dan pentingnya patisipasi masyarakat untuk kesuksesan program. Sedangkan booklet berisi informasi yang sifatnya global tentang program KLPKSA, mulai dari tujuan, gambaran umum kegiatan, komponen kegiatan, aktivitas yang dilakukan, dan hasil-hasil yang telah dicapai.
Realisasi Kegiatan Hibah Kelurahan Realisasi kegiatan Hibah Kelurahan Program KLPKSA sampai dengan tahun 2007 disampaikan dalam tabel-tabel berikut ini:
Halaman | 166
Tabel 8.7. Daftar Kelurahan Penerima Hibah Prakarsa Konservasi Tahap I Tahun 2006 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Kelurahan Penerima Hibah Rowosari (Kec. Tembalang) Sekaran (Kec. Gunungpati) Sukorejo (Kec. Gunungpati) Patemon (Kec. Gunungpati) Kalisegoro (Kec. Gunungpati) Ngijo (Kec. Gunungpati) Mangunsari (Kec. Gunungpati) Plalangan (Kec. Gunungpati) Gunungpati (Kec. Gunungpati) Cepoko (Kec. Gunungpati) Jatirejo (Kec. Gunungpati) Nongkosawit (Kec. Gunungpati) Pongangan (Kec. Gunungpati) Sadeng (Kec. Gunungpati) Polaman (Kec. Mijen) Karangmalang (Kec. Mijen) Bubakan (Kec. Mijen) Cangkiran (Kec. Mijen) Mijen (Kec. Mijen) Purwosari (Kec. Mijen) Babankerep (Kec. Ngaliyan) Ngaliyan (Kec. Ngaliyan) Beringin (Kec. Ngaliyan) Gondoriyo (Kec. Ngaliyan) Wates (Kec. Ngaliyan) Podorejo (Kec. Ngaliyan) Jumlah
Nilai Hibah (Rp.) 36.725.000 47.084.000 45.031.000 45.797.000 42.779.000 34.843.000 42.727.000 42.894.000 46.508.000 45.004.000 41.075.000 41.181.000 42.559.000 38.301.000 42.968.000 48.337.000 39.664.000 38.668.000 42.442.000 42.442.000 39.995.000 37.317.000 36.689.000 45.328.000 46.436.000 40.484.000 1.099.245.000
Proposal Ditolak Sendangmulyo- Kec.Tembalang Ngesrep-Kec. Banyumanik Kalipancur- Kec. Ngaliyan Wonosari- Kec. Ngaliyan (Ditolak karena dinilai tidak layak)
Tabel 8.8. Kelurahan Penerima Hibah Prakarsa Konservasi Tahap II Tahun 2007 – 2008 No. Kelurahan Penerima Hibah 1. Kel. Mangunharjo (Kec. Tembalang) 2. Kel. Jangli (Kec. Tembalang)
Nilai Hibah (Rp.) 49.500.000 49.980.000
Keterangan -
Halaman | 167
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kel. Jabungan (Kec. Banyumanik) Kel. Kandri (Kec. Gunungpati) Kel. Sumurrejo (Kec. Gunungpati) Kel. Pakintelan (Kec. Gunungpati) Kel. Ngadirgo (Kec. Mijen) Kel. Kalipancur (Kec. Ngaliyan) Kel. Purwoyoso (Kec. Ngaliyan) Kel. Wonosari (Kec. Ngaliyan) Kel. Beringin (Kec. Ngaliyan) UNNES (Kec. Sekaran) UNDIP (Kec. Tembalang) Kwartir ranting Pramuka Jumlah
47.300.000 49.800.000 48.500.000 48.900.000 48.900.000 43.046.000 42.068.000 41.316.000 18.000.000 50.000.000 50.000.000 47.974.000 587.654.000
Luncuran Th 2006 Perguruan Tinggi Perguruan Tinggi Th 2008
4. Komponen C (Pengembangan Kapasitas Masyarakat dan Pemerintah Kota Semarang) Kegiatan yang termasuk dalam komponen ini antara lain Workshopworkshop, Pelatihan-pelatihan, dan Studi Banding.
a. Pembentukan dan Perkembangan Kelompok Tani Konservasi Sampai dengan akhir tahun 2007, sudah terbentuk ± 43 kelompok tani konservasi di 36 kelurahan di 5 kecamatan wilayah program KLKPKSA. Data tentang jumlah kelompok tani disampaikan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 8.9. Jumlah Kelompok Tani Konservasi s/d Tahun 2008 No.
Kecamatan / Kelurahan
1. Kec. Banyumanik 1. Pudakpayung 2. Jabungan 3. Gedawang 4. Padangsari Jumlah
Kelompok Tani Bumi Subur Sigeblok asri Suka Maju Mugi Makmur 4
Jumlah Anggota 12 20 15 3 50
Halaman | 168
2. Kec. Gunungpati 5. Gunungpati
6. Mangunsari
7. Sumurrejo
8. Sekaran 9. Plalangan 10. Jatirejo 11. Cepoko 12. Ngijo 13. Patemon 14. Nongkosawit 15. Pongangan 16. Pakintelan 17. Kalisegoro 18. Sukorejo Jumlah 3. Kec. Tembalang 19. Rowosari 20. Sendangmulyo 21. Kedungmundu Jumlah 4. Kec. Mijen 22. Mijen 23. Kedungpane 24. Purwosari
Gunungpati I Gunungpati II Gunungpati III Teger Teger 1 Teger 2 Teger 3 Teger 4 Teger 5 Sido Makmur Amrih Makmur Among Tani Tani Makmur Ngudi Rahayu Sidosari Tani Rejo Cepoko Mulyo Ngudi Bogo I Ngudi Bogo II Sumber Makmur I Sumber Makmur II Sumber Rejeki Pangudi Mulyo Mitra Makmur Siprahu 25
19 24 13 15 11 15 13 11 10 19 16 23 9 14 6 25 24 10 15 15 13 20 10 16 20 386
Usaha Mulya I Usaha Mulya II 2
28 28
Sidodadi Makmur Ngudi Subur Bangun Karso Loh Jinawi Sido Makmur Subur Makmur
4 15 24 14 23
Halaman | 169
25. Polaman 26. Karangmalang 27. Ngadirgo 28. Jatisari 29. Bubakan 30. Wonoplumbon Jumlah 5. Kec. Ngaliyan 31. Gondoriyo 32. Podorejo 33. Beringin 34. Ngaliyan 35. Wates 36. Tambakaji Jumlah
Mabrur Sido Dadi Gemah Ripah 9
13 6 12 111
Asri Rawapitut Asri
3 8
Tunas Harapan
4
3
15
b. Pelaksanaan Workshop dan Pelatihan Kegiatan yang dilaksanakan di tahun 2005 dan 2006 yang berkenaan dengan Pengembangan Kapasitas Masyarakat (baik workshop-workshop, pelatihan, maupun studi banding, antara lain: Tabel 8.10. Realisasi kegiatan Workshop, Pelatihan dan Studi Banding Tahun 2005 -2006 No. 1.
2.
3.
Jenis Kegiatan untuk Peningkatan Kapasitas Workshop Nasional Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan Workshop I. Evaluasi Kegiatan 2005 & Rencana 2006
Jumlah Peserta 40 orang
Tempat/waktu Pelaksanaan Hotel Millenium, Jakarta, 28 Nov – 1 Des 2005
40 orang
Hotel Permata Bandungan, 10 -12 Februari 2006
Workshop II. Evaluasi Tengah Tahun 2006, Hibah
40 orang
Ruang komisi D Lt 8 Balaikota Semarang, 18-
Asal Peserta Jakarta, Semarang, PT. Virama Karya Staf program, Tim teknis, KDB, KMP, PPKIJ + fasilitator KMP, KDB, Pemkot, PPKIJ dll
Halaman | 170
No.
4.
Jenis Kegiatan untuk Peningkatan Kapasitas Pedesaan & Pembahasan Pedoman RF Workshop III. Pelaksanaan Program Tahun 2006
Jumlah Peserta
Tempat/waktu Pelaksanaan 19 Juli 2006
50 orang
Hotel Santika Semarang, 12-14 Desember 2006
Workshop IV. Penyusunan Rencana Kegiatan th 2007 Pelatihan Manajemen Proyek bagi Bendahara Instansi TOT Teknik Motivasi dan Konservasi Lahan Pelatihan bagi PPL dan Fasilitator
40 orang
Ruang sidang komisi B Lt 8, Balaikota Semarang Ruang Rapat BPD Juni 2006
9.
Pelatihan Manajemen Klpk Tani
30 orang
10.
Capacity Building Instansi, tentang Gender/PKK
40 orang
11.
Studi Banding Agroforestry
30 orang
5. 6.
7. 8.
20 orang
40 orang 40 orang
Ruang Data Setda Pemkot Semarang, Juli 2006 Ruang Rapat Kantor Dinas Pertanian Kota Semarang, Agustus 2006 Wisma Pelatihan Outbond Sekatul, Juli 2006 Lt VIII Ruang Moch. Ikhsan Balaikota, September 2006 Warso Farm, Taman Herba Sringganis, Saung Wira, Pameran Agroindustri, Taman Mekarsari, Rumah Bunga”Rizal” & Supermarket Tanaman di Lembang
Asal Peserta
Bangda Depdagri, World Bank, Smrg Pemkot Smrg, PPKIJ,KMP,Apvasi Bendahara Instansi Ketua Kelompk Tani Konservasi PPL Dinas Pertanian dan Fasilitator Petani Fasiitator, APVASI, Kelompok Tani Kader PKK Kota Semarang, Kec, dan Kelurahan Ketua Kelompok Tani, Pengurus Apvasi, PMUBappeda Kota Semarang.
Tabel 8.11. Realisasi kegiatan Workshop, Pelatihan dan Studi Banding Th 2007 & 2008 No. 1.
Jenis Kegiatan untuk Peningkatan Kapasitas Workshop AWP JSDF Th 2008
Jumlah Peserta 12 orang
Tempat/waktu Pelaksanaan Hotel Millenium Jkt, 20 Sept2007
Asal Peserta Pemkot Semarang, Ditjen Bangda, Depkeu, Bappenas
Halaman | 171
No.
Jenis Kegiatan untuk Peningkatan Kapasitas Pelatihan Manajemen Kelompok Masyarakat Pelatihan untuk komoditi baru
Jumlah Peserta 55 orang
4.
Pelatihan Capacity Building Instansi
40 orang
Semarang, Th 2007
5.
Pelatihan Manajemen Pemasaran
60 orang
Semarang, Th 2007
6.
Pelatihan Paska Panen
46 orang
Semarang, Th 2007
7.
Pelatihan Pengembangan Produksi
118 orang
Semarang, Th 2007
8.
Studi Banding 2007
30 orang
9.
Workshop Perumusan Indikator Kinerja, Manfaat dan Dampak Program KLPKSA Studi Banding 2008
40 orang
Bandung, Bogor, Jakarta,Nov 2007 Hotel Maharani, Des 2007
2. 3.
10.
48 orang
35 orang
Tempat/waktu Pelaksanaan Semarang, Th 2007 Semarang, Th 2007
Asal Peserta Perwakilan pengurus Kelompok Tani Konservasi Perwakilan APVASI, Kel Tani Konservasi, Kader Petani konservasi dan PPK PKK Kota Semarang, Kecamatan dan petugas PPK Dinas Pertanian Semarang Pengurus kel. Tani, APVASI, PKK Kota Semarang, Kecamatan dan petugas PPK Dinas Pertanian Semarang Pengurus kel. Tani, APVASI, PKK Kota Semarang, Kecamatan dan petugas PPK Dinas Pertanian Kota Semarang Pengurus kel. Tani, APVASI, PKK Kota Semarang, Kecamatan dan petugas PPK Dinas Pertanian Semarang Petani, APVASI, Staf Manajemen Program, PKK
Bangda, LP3ES, WB, Pemkot Semarang, Dinas Teknis , PPKIJ, Petani, APVASI
Pertanian organik di IPSA, Pabrik Bokashi, Badung, serta BBITP Kebun benih–Bali 19-22 ov 2008
Halaman | 172
6. Komponen D (Dukungan Operasional dan Manajemen Program) Kegiatan yang termasuk dalam dukungan operasional dan manajemen program antara lain: Pengembangan manajemen program, Koordinasi kegiatan antar para pihak (Tim Teknis, PCU, PMU), Asistensi Kegiatan, Workshop, Monitoring dan supervisi.
a. Pengembangan Manajemen Program KLPKSA Kegiatan tahun 2007 yang berkaitan dengan pengembangan manajemen program lebih diarahkan dalam rangka persiapan penguatan kelembagaan untuk mengantisipasi phase out program KLPKSA.
Berkaitan dengan hal tersebut, hal yang paling disorot pada pertengahan tahun 2007 dan awal tahun 2008 adalah belum optimalnya fungsi beberapa fasilitator di lapangan. Bahkan ada kecenderungan muncul potensi-potensi konflik yang tidak kecil. Beberapa fasilitator terlihat agak menjaga jarak dengan petani yang didampingi, hal ini tentu akan kontra produktif terhadap pencapaian tugas-tugas utama seorang fasilitator.
Pengembangan kelembagaan lain yang juga dicoba untuk diwujudkan adalah pembentukan LKM (Lembaga Keuangan Mikro), yang sebenarnya secara konseptual sudah terdapat pada Pedoman Umum Pengelolaan Dana Bergulir, tetapi belum pernah direalisasikan oleh Konsultan Dana Bergulir sebelumnya. Realisasi pengelolaan dana bergulir selama ini baru sebatas realisasi pencairan, tetapi belum menyentuh tentang skema pengembalian dana bergulir tersebut. Untuk memperkuat kelembagaan pengelolaan dana bergulir, Pengelola Program KLPKSA telah menyediakan personal tambahan bantuan teknis untuk menyempurnakan skema pengelolaan dana bergulir. Tetapi sampai dengan akhir tugas personal tambahan bantuan teknis pada akhir September 2008,
Halaman | 173
rekomendasi yang dihasilkan oleh Ahli kelembagaan Dana Bergulir LP3ES belum ditindaklanjuti oleh Pemerintah Kota Semarang, bahkan sampai akhir program KLPKSA.
b. Koordinasi Kegiatan (Tim Teknis, PCU, dan PMU) Koordinasi menjadi hal yang sangat penting untuk kesuksesan suatu kegiatan. Tanpa koordinasi yang baik, pemecahan suatu masalah hanya akan menjadi beban sebagian orang. Beban akan semakin besar ketika masukan dari banyak pihak tidak diperoleh. Oleh karena itu koordinasi yang baik akan sangat dipelukan. Selama 2005-2008 telah dilaksanakan beberapa kali rapat koordinasi sebagaimana tabel dibawah.
Tabel 8.12. Daftar Kegiatan Rapat Koordinasi Program KLPKSA 2005 - 2008 No. Rapat Koordinasi 1. Rakor kemajuan program, kesepahaman 2. Rakor review 2005, Susunan rencana 2006 3. Rakor Review monev dan kemajuan program 4. Rakor kemajuan program, monev, asistensi, FMR 5. Rakor Kemajuan KLPKSA 2006 6.
7.
RakorPCU, penyerapan , kinerja Konsultan Rakor kemajuan, Pedoman RF, HP
Peserta Bangda, Pemkot Semarang, Konsultan
Waktu 24-27 Agustus 2005
Tempat Aston Atrium Hotel, Jakarta
Bangda, Pemkot Semarang, PPKIJ, Petani Bangda, Pemkot Semarang, PPKIJ,LP3ES, petani Bangda, LP3ES, Pemkot, PPKIJ
26 April 2006
Ditjen Bina BangdaDepdagri
20-21 Juli 2006
Balaikota Semarang
2 Okt 2006
Semarang
Bangda, Pemkot Semarang, petani, PPKIJ Bangda, WB, PPKIJ, LP3ES
11-12 Okt 2006
Hotel Maharani, Jakarta
8 Nov 2006
Bangda, Jakarta
Bangda, Pemkot Semarang, Petani, PPKIJ, LP3ES
6 Desember 2006
Prajabakti Lt 2 Bangda, Jakarta
Halaman | 174
No. Rapat Koordinasi 8. Rakor Realokasi & Extend Prog. KLPKSA 9. Rakor Realokasi & Extend Prog. KLPKSA 10. Rakor Misi World Bank 11. Rakor Realokasi dan Extend
Peserta Pemkot Semarang, Bangda, T.A Pemkot Semarang, Bangda, T.A Pemkot Semarang, Bangda, T.A Ditjen Bina Bangda, Depkeu
12.
Ditjen Bina Bangda, Depkeu Pemkot Semarang, Ditjen Bangda, T.A. Bangda, Pemkot Semarang, PKIJ, Tani, Warso Farm
13. 14.
Rakor Revisi DIPA 2007 Rakor Progress Report dan Rencana Rakor JSDF th 2008
Waktu 18 Jan 2007 27 Feb 2007 6 Maret 2007 26 April 2007
6-7 Juni 2007
Tempat Ditjen Bina Bangda, Depdagri Ditjen Bina Bangda, Depdagri Balaikota Semarang Ditjen Perbendaharaan Kas Negara Ruang I Lt 5 Jkt Jakarta
13-15 Nop 2007
Jakarta
15-16 Sept 2008
Hotel Mercure Rekso, Jakarta
c. Asistensi Kegiatan Asistensi kegiatan diberikan dalam semua tahapan kegiatan, mulai dari penyusunan Pedoman Umum Program KLPKSA, Petunjuk Teknis Program, Petunjuk Pelaksanaan Program, kelengkapan administratif, penyusunan rencana kegiatan, tahunan/ AWP (Annual Work Plan), FMR, monitoring, evaluasi, dan rekomendasi untuk memberikan umpan balik bagi perbaikan program KLPKSA. Untuk memperoleh gambaran lebih detil tentang bentuk-bentuk asistensi yang dilakukan bisa dilihat lebih lengkap pada dokumentasi kegiatan bulanan (kemjuan kegiatan bulanan), notulensi-notulensi rapat koordinasi, rapat kerja, workshop-workshop
pelaksanaan
kegiatan
KLPKSA,
serta
rekomendasi-
rekomendasi dari laporan monitoring/ evaluasi program.
Selain asistensi dalam bentuk masukan dan rekomendasi atas teknis pelaksanaan kegiatan, asistensi juga dilakukan dalam bentuk konsultasi rutin Tim Bantuan Teknis dengan Executing Agencies (EA) Ditjen Bina Bangda, konsultasi dengan
Halaman | 175
Project Management Unit (PMU) – Pemerintah Kota Semarang dan juga konsultasi dengan Bank Dunia.
Asistensi juga diberikan dalam bentuk supervisi Tim Bantuan Teknis dan Ditjen Bina Bangda kepada pelaksana kegiatan di tingkat lapangan, terutama saat dilakukan monitoring dan evaluasi program KLPKSA.
d. Workshop/ lokakarya Workshop/ lokakarya pelaksanaan program KLPKSA tiap tahun sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2008, meliputi Workshop/ lokakarya penyusunan rencana kegiatan tahunan/ AWP (Annual Work Plan), Workshop Kebutuhan Bibit, Pupuk, Peralatan Pertanian, dan Kebutuhan Pelatihan, Workshop Program JSDF tahun berjalan (tema disesuaikan dengan kebutuhan tahun yang bersangkutan, ada workshop evaluasi pertengahan tahun, workshop akhir tahun, workshop exit strategi, workshop evaluasi kinerja, dampak dan manfaat pogram serta workshop lainnya).
e. Monitoring dan Supervisi (Bangda, Pemerintah Kota Semarang dan Misi WB). Monitoring dan supevisi program KLPKSA yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Semarang kepada pelaksanaan program KLPKSA adalah monitoring dan supervisi yang sifatnya pengendalian internal. Manfaatnya adalah untuk mengukur pencapaian kemajuan KLPKSA dibandingkan terhadap rencana yang telah disusun. Biasanya dilaksanakan secara bulanan. Monitoring, supervisi dan pengendalian kegiatan KLPKSA oleh Ditjen Bina Bangda dan LP3ES adalah merupakan monitoring 3 bulanan. Monitoring ini dilakukan untuk mengetahui pencapaian target-target kegiatan, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan program KLPKSA. Untuk tingkat pusat, monitoring yang dilaksanakan oleh Ditjen Bina Bangda dan LP3ES biasanya dilaksanakan 3 bulanan, sehingga dalam 1 tahun
Halaman | 176
anggaran 2007, telah terlaksana 4 kali kegiatan monitoring dan supervisi KLPKSA. Walaupun demikian, karena padatnya jadwal kegiatan program KLPKSA yang lain dan belum adanya tambahan kegiatan lapangan yang baru, kadang monitoring dan evaluasi lapangan tidak bisa dilaksanakan sebagaimana semestinya, oleh karena itu akan ada penyesuaian pelaksanaannya.
Monitoring yang dilaksanakan selama Tahun 2007 dan 2008, disampaikan dalam tabel 8.13. dibawah ini:
Tabel 8.13. Realisasi monitoring & supervisi KLPKSA oleh Ditjen Bangda dan LP3ES No.
Monev
Tanggal
Tempat
1.
Monitoring VII Th 2007
21 – 24 Mei 2007
Semarang
2.
Monitoring VIII Th 2007
11 – 14 Juli 2007
Semarang
3.
Monitoring IX Th 2007
September 2007
Semarang
4.
Monitoring X Th 2007
13 – 15 Nov 2007
Semarang
5.
Misi Bank Dunia
13 – 15 Nov 2007
Semarang
6.
Monitoring XI Th 2008
13 – 15 Mei 2008
Semarang
7.
Audit BPKP & Bangda
Mei 2008
Semarang
8.
Monitoring XII Th 2008
25 – 28 Agustus 2008
Semarang
9.
Monitoring XIII Th 2008
13 – 15 Desember 2008
Semarang
8.8. Kesimpulan Berdasarkan pengalaman pelaksanaan kegiatan Progam Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Semarang Atas (PKLPKSA) selama 3 tahun (sejak tahun 2005) dan 1 tahun waktu perpanjangan, didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa program kegiatan yang dimulai akhir tahun 2005 secara umum dirasakan bermanfaat bagi masyarakat petani sasaran, baik yang terkait
Halaman | 177
dengan usaha untuk melakukan konservasi lahan dan upaya meningkatkan pendapatan masyarakat miskin yang terlibat. 2. Status tingkat penyerapan/ pemanfaatan dana adalah sebagai berikut:
Nilai Dana Hibah yang disepakati dalam Grant Agreement Program Konservasi Lahan dan Pengentasan Kemiskinan di Semarang Atas TF 053816-IND tanggal 22 Desember 2005 adalah sebesar USD 1.299.030.
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2008, telah terserap dana hibah sebesar USD 1.161.893,82
Saldo rekening khusus Program KLPKSA tgl 31 Desember 2008 adalah sebesar USD 128.591,19.
3. Potensi yang bisa dihasilkan dari program sangat besar, baik potensi konservasi lahan maupun potensi pendapatan ekonomi. Potensi konservasi tidak hanya diperhitungkan dari peningkatan tingkat penutupan lahan, melainkan juga dari meningkatnya daya ikat tanah oleh perakaran tanaman dan berkurangnya potensi air larian (run off) pada lahan yang dikelola petani konservasi. Sedangkan potensi pendapatan ekonomi akan diperoleh dari hasil tanaman pokok dan tanaman sela (semusim). 4. Ringkasan kuantitas kemajuan pelaksanaan program KLPKSA sampai dengan Desember 2008 adalah sebagai berikut : (a). Telah ditandatangani 639 dokumen
perjanjian
kerjasama
pengelolaan
lahan
bengkok
antara
Pemerintah Kota Semarang dan Petani Konservasi dengan luas lahan oleh tiap petani sekitar 0,25 ha. (b). Telah tertanam 135,51 ha lahan bengkok dari 162 ha yang direncanakan (83,65%), (c). Tanaman pokok yang hidup dilokasi sampai dengan saat ini sejumlah 17.354 batang berbagai jenis tanaman konservasi. (d). Untuk tanaman social planting, telah disampaikan bibit kepada petani dan ditanam sejumlah 3.364 durian, 2.546 mangga, 2.272 jati, dan 630 rambutan. (e). Telah terbentuk 43 kelompok tani yang beranggotakan 639 petani yang tersebar di 5 kecamatan dan 1 (satu) lembaga Asosiasi Petani Konservasi (APVASI) di tingkat Kota Semarang. (f).
Halaman | 178
Telah berhasil digulirkan dana bergulir senilai Rp 445.139.000 kepada 38 kelompok tani konservasi. (g). Telah direalisasikan Hibah Pedesaan senilai Rp 1.686.899.000 kepada 39 kelurahan yang tersebar di dalam dan diluar wilayah progra, diwujudkan dalam bentuk chek DAM, tanggul, sumur resapan, embung, dan penghijauan lahan. (h). Berhasil dilaksanakan beberapa pelatihan dalam rangka peningkatan kapasitas masyarakat dan personal instansi pemerinta, antara lain pelatihan manajemen proyek, pelatihan manajemen dan administrasi kelompok, pelatihan pemasaran, pelatihan budidaya tanaman dan lain-lain. (i). Juga telah direalisasikan fasilitas air siraman (5 sumur bor dalam, 16 sumur bor dangkal, 30 sumur gali, 8 intake, dan 1 gravitasi), yang bermanfaat untuk penyiaraman tanaman pokok dan pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat selama musim kemarau. 5. Penguatan kelembagaan kelompok tani dan APVASI penting dalam menentukan efektivitas pelaksanaan program dan pasca kegiatan program. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan fungsi kelompok tani dan APVASI sangat perlu untuk diteruskan. 6. Untuk menyiapkan kegiatan pasca proyek, pihak PMU perlu menyiapkan keberlangsungan program melalui optimalisasi dana APBD-nya. 7. Untuk mengelola dana Revolving Fund (RF) yang berkelanjutan dan akuntabel, maka perlu segera ada penetapan kelembagaan pengelola dana RF dan mekanisme pengelolaan RF, bilamana perlu dicantumkan dibuat mekanisme pemberian penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) dalam pelaksanaannya. 8. Dalam rangka menjamin keberlangsungan kegiatan paska program dan kemandirian petani, maka perlu ada kesiapan kelembagaan petani yang lebih berkembang dalam membangun dinamika organisasinya, seperti: adanya satu kelembagaan asosiasi yang mempunyai kejelasan kewenangan, adanya
Halaman | 179
kepastian mekanisme kerja antara kelompok tani dan asosiasi, dan sebagainya. 9. Untuk lebih menjamin keberlanjutan program dalam jangka panjang perlu segera disusun suatu usulan regulasi (Perda) yang mengatur tentang adanya Ruang Terbuka Hijau, adanya rencana program kegiatan pembinaan oleh Pemerintah Kota pasca program, dan adanya program kegiatan yang terpadu baik secara horisontal dan vertikal (dengan Camat-Lurah).
Halaman | 180
BAB 9 REKOMENDASI Beberapa hal penting terkait dengan peranan dan fungsi Bantek Sekretariat Pengelolaan Program PPKSDA T.A 2011, tercermin dari Kerangka Acuan Kerja khususnya tentang Sasaran, Keluaran, dan Ruang Lingkup Bantek Sekretariat Pengelolaan Program PPKSDA 2011. Sesuai tujuannya dalam membantu Ditjen Bangda Kemendagri merumuskan tindak lanjut dan rekomendasi perencanaan kegiatan dan pembiayaan program pembinaan pengelolaan sumber daya air dan irigasi sebagai bahan peningkatan kinerja pada tahun berikutnya, maka peranan dan fungsi Bantek Sekretariat adalah:
Fasilitasi identifikasi, inventarisasi, dan pengelolaan kesekretaritan seluruh program kegiatan terkait dengan pelaksanaan kegiatan PPKSDA dalam mendukung inventarisasi dokumen hasil kegiatan dan pencapaian tujuan kepustakaan.
Failitasi koordinasi dan konsolidasi perencanaan, pelaksanaan dan hasil pelaksanaan program PPKSDA.
Fasilitasi evaluasi kegiatan untuk memperoleh Informasi permasalahan dan isu-isu pokok yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan program PPKSDA sebagai pijakan bagi pengembangan program untuk tahun berikutnya.
Selain daripada itu, peranan dan fungsi juga tercermin dari Ruang Lingkup, yaitu:
Mendokumentasikan
seluruh
kegiatan
yang
terkait
dengan
penyelenggaraan kegiatan PPKSDA dan subdit P2SDA;
Mengumpulkan dan menganalisis seluruh dokumen pelaksanaan kegiatan program PPKSDA baik yang diselenggarakan secara swakelola maupun kontraktual.
Halaman | 181
Berdasarkan uraian di atas, maka sebagai upaya meningkatkan kinerja Bantek dalam mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi Subdit P2SDA, khususnya terkait dengan operasional program-program PPKSDA pada masa mendatang, Tim Teknis Bantek Sekretariat PPKSDA 2011 memandang perlu untuk merekomendasikan perlunya hal-hal sebagai berikut:
1. Dukungan Fasilitas Perpustakaan Produk-produk Program PPKSDA dan Irigasi Dalam hal ini yang dimaksud Fasilitas Perustakaan adalah suatu unit kerja yang menghimpun dan menyimpan seluruh hasil (produk) pelaksanaan kegiatan Program PPKSDA yang dikelola secara khusus dan sistematis, dan setiap saat dapat digunakan oleh pemakainya sebagai sumber informasi.
Aktifitas utama dari perpustakaan adalah menghimpun informasi dalam berbagai bentuk atau format untuk pelestarian dokumen produk-produk Program PPKSDA, dan sumber informasi serta sumber ilmu pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, maksud dari adanya fasilitas perpustakaan adalah:
Sebagai sarana atau wahana untuk menghimpun berbagai sumber informasi terkait Program PPKSDA dan informasi lainnya yang dikoleksi secara terus menerus dan diproses sesuai dengan disiplin ilmu perpustakaan.
Sebagai sarana atau wahana untuk melestarikan produk-produk Program PPKSDA dan sumber informasi lainnya melalui aktifitas penataan, pemeliharaan dan pengawetan koleksi.
Sebagai pusat data dan informasi, yang akan berguna bagi perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan tentang program pengelolaan SDA dan irigasi.
Halaman | 182
2. Dukungan Sistem Basis Data Program PPKSDA dan Irigasi. Sebagaimana diketahui bahwa program tentang Sumber Daya Air dan Irigasi meliputi program Water Resources and Irrigation Sector Management Program (WISMP), Nusa Tenggara Barat – Water Resources Management Program (NTB-WRMP), Participatory Irrigation Sector Project (PISP), Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK), Konservasi Sumbawa, Penanganan Lahan Kritis dan SDA Berbasis Masyarakat, dan Integrated Citarum Water Resources Management and Investment Program (ICWRMIP).
Suatu keniscayaan bahwa elemen data yang terkandung di dalam programprogram tersebut perlu dikelola dengan baik melalui suatu sistem basis data yang baik dan benar, agar data dimaksud dapat meberikan manfaat layanan informasi secara cepat, tepat, dan akurat, serta terjaga dan terawat.
Dalam hal ini yang dimaksud dengan Basis Data program PPKSDA dan Irigasi adalah himpunan terpadu data program PPKSDA dan Irigasi yang saling berelasi (berhubungan),
disimpan dalam media penyimpanan eletronik,
dirancang untuk memenuhi kebutuhan layanan informasi secara cepat, tepat, dan akurat. Komponen – komponen utama dari sebuah sistem basis data adalah sebagai berikut:
Perangkat keras (hardware);
Sistem operasi (operating system);
Basis data (database);
Sistem (aplikasi/perangkat lunak) pengelola basis data (DBMS);
Aplikasi (perangkat lunak) lain.
Demikian rekomendasi, untuk kiranya menjadi bahan pertimbangan Subdit P2SDA Direktorat FPRLH Ditjen Bina Bangda dalam pengelolaan programprogram PPKSDA di masa mendatang.
Halaman | 183