BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi, khususnya kemacetan, sudah menjadi permasalahan utama di wilayah Jabodetabek. Kemacetan umumnya terjadi ketika jam puncak, yaitu ketika pagi hari dan malam hari. Tempat yang sering menjadi titik kemacetan antara lain wilayah perkantoran, wilayah pertokoan, dan jalan penghubung antar kota.
Gambar 1.1 Kondisi kemacetan Jakarta Sumber: Kompas.com
Menurut penelitian yang dilakukan JICA dan BAPPENAS (2004) dalam Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek tahap II, kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh kemacetan di Jabodetabek mencapai 5,5 triliun rupiah per tahunnya. Studi tersebut juga mengamati dampak lingkungan yang terjadi akibat kemacetan, yaitu polusi udara yang pada akhirnya mengakibatkan masalah kesehatan. Kerugian akibat masalah kesehatan dapat mencapai 2,8 triliun rupiah per tahun. Pada studi berbeda yang dilakukan oleh Suryani yang berjudul Studi Beban Emisi Pencemaran Udara Karbon Monoksida dari Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta pada tahun 2010, didapati bahwa kualitas udara dalam kategori baik di Jakarta hanya terdapat 22 – 62 hari dalam satu tahun. Dalam studi tersebut
1
2
dijelaskan bahwa sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara, yaitu mencapai 70 persen. Penyebab tingginya polusi udara yang ditimbulkan oleh sektor transportasi adalah karena tingginya jumlah kendaraan pribadi. Berdasarkan artikel berita yang ditulis oleh Amelia (2014), di tahun 2012 jumlah kendaraan di kawasan Jakarta mencapai 14.618.313 unit. Lebih lanjut dijelaskan, menurut data terakhir hingga tanggal 21 Desember 2013, jumlah kendaraan di Jakarta mencapai 16.043.689 unit. Jumlah kendaraan di Jakarta terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. Namun, jumlah kendaraan yang banyak dan mengalami kenaikan tiap tahunnya tidak dibarengi dengan kenaikan jumlah angkutan umum. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryani pada tahun 2010, diketahui bahwa hanya sekitar 2% dari jumlah tersebut yang merupakan kendaraan angkutan umum. Sisanya merupakan kendaraan pribadi baik berupa sepeda motor, mobil, dan lainnya. Sayangnya dari banyaknya jumlah kendaraan pribadi di Jakarta, jumlah tersebut hanya mengakomodasi 49,7% dari total jumlah penumpang yang melakukan perjalanan. Dari berbagai macam jenis angkutan umum di Jabodetabek, angkutan umum yang menjadi andalan warga adalah TransJakarta dan KRL Commuter Line. TransJakarta yang merupakan angkutan umum berbasis bus menjadi pilihan warga yang ingin melakukan perjalanan pada jarak relatif dekat. Warga yang ingin melakukan perjalanan dengan jarak lebih jauh hingga ke luar wilayah Jakarta dapat menggunakan KRL Commuter Line. KRL Commuter Line sering digunakan oleh warga dari luar wilayah Jakarta untuk melakukan perjalanan komuter sehari-hari. KRL Commuter Line sebagai penyedia jasa transportasi komuter warga Jabodetabek masih memiliki banyak permasalahan. Permasalahan yang sering muncul yaitu keterlambatan KRL. Keterlambatan KRL lebih sering terjadi pada jadwal keberangkatan daripada kedatangan, penyebab dominan keterlambatan ini adalah antrean yang terjadi pada stasiun. Faktor lainnya yang menyebabkan
3
keterlambatan adalah faktor internal KRL sendiri, seperti kerusakan sistem sinyal, pantograf, dan kerusakan komponen jalur kereta seperti kerusakan wesel. Selain keterlambatan, satu lagi permasalahan yang dihadapi oleh KRL Commuter Line yaitu cakupan layanan. Masih banyak daerah di Jabodetabek yang belum terjangkau oleh jalur KRL Commuter Line. Seperti dapat dilihat pada Gambar 1.2, jalur kereta api yang ada saat ini hanya dapat melayani area yang cukup terbatas. Jalur kereta api yang ada hanya menjangkau ke 4 daerah di luar Jakarta, yaitu Tangerang, Serpong, Bekasi, dan Bogor. Sebagai moda transportasi yang diharapkan sebagai tulang punggung transportasi massal, kondisi ini tentu masih jauh dari ideal.
Gambar 1.2 Jalur kereta api komuter eksisting Sumber: Google Earth
Bila dibandingkan dengan kota metropolitan di negara lain terkait transportasi massal berbasis kereta api, kondisi Jakarta tertinggal cukup jauh. Kota metropolitan seperti Singapura, London, New York, dan lainnya, sudah mengikutsertakan pembangunan transportasi massal sebagai poin penting dalam sistem tata kota. Studi yang dilakukan oleh Ibrahim, yang berjudul Persiapan
4
Teknis Pembangunan Transportasi Cepat Massal di Jakarta, pada tahun 2010 menggambarkan kondisi transportasi massal berbasis kereta api di beberapa kota metropolitan. Kondisi transportasi massal berbasis kereta api tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1. Kota London dan New York bahkan sudah mulai mengoperasikan transportasi massal berbasis kereta api dari sebelum tahun 1900. Pengembangan transportasi massal berbasis kereta api di Indonesia berjalan lamban dan cenderung mengalami kemunduran sejak jaman kemerdekaan. Salah satu penyebab hal tersebut adalah rendahnya kesadaran pemerintah akan peran penting transportasi massal. Hal ini dapat dilihat pada postur APBN 2013. Pada APBN 2013 anggaran untuk subsidi BBM mencapai 282,1 triliun rupiah, di mana sebagian besar yang menikmati subsidi ini adalah kendaraan pribadi dari masyarakat kelas menengah ke atas. Sedangkan anggaran untuk pengembangan infrastruktur transportasi massal berbasis kereta api, yang disalurkan melalui Kementrian Pekerjaan Umum dan Kementrian Perhubungan, jumlahnya sangat kecil bila dibandingkan dengan subsidi BBM tersebut. Pembangunan infrastruktur di bidang transportasi umum membutuhkan biaya yang besar, sehingga pemerintah akan kesulitan untuk membangunnya dalam waktu singkat. Maka dari itu diperlukan kerja sama dengan pihak swasta. Namun, bagi pihak swasta yang ingin bekerja sama membangun infrastruktur transportasi, terdapat beberapa kendala. Salah satu kendala yang dihadapi yaitu pada umumnya pembangunan infrastruktur transportasi tidak layak secara finansial. Penyebabnya adalah biaya investasi yang tinggi dan tingkat pengembalian modal yang rendah. Namun, proyek pembangunan infrastruktur transportasi akan memberikan manfaat ekonomi yang cukup banyak ke masyarakat. Model pengembangan transportasi dengan menerapkan integrasi jalur kereta api dengan pengembangan properti seperti yang telah diterapkan oleh perusahaan transportasi dari Hongkong, MTRC, dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan pembangunan transportasi kereta api di Jabodetabek. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dapat berperan dalam menentukan jalur kereta api dan pengembangan wilayah. Peran pemerintah juga diperlukan dalam memberikan
Tabel 1.1 Kondisi transportasi kereta di berbagai negara Sumber: Ibrahim (2010) Nama
Moscow Metro
Paris Metro
London Underground
Munich SBahn
Shanghai Metro
Mass Rapid Transit
NYC Subway
Lingkup operasi
Moscow, Krasnogorsk, Moscow Oblast
Paris
Greater London, Chiltern, Epping Forest, Three Rivers & Watford
Munich
Shanghai, China
Singapore
New York City
Tipe
Metro
Rapid Transit
Rapid Transit
Rapid Transit
Rapid Transit
Rapid Transit
Rapid Transit
Jumlah Lintasan
12
16
11
10
12 di luar Maglev
4
24
Penumpang Harian
8,95 juta (2009)
4,5 juta
3,4 juta
800.000
4,78 juta (2010)
1,95 juta (2009)
5,09 juta (2009)
Mulai Beroperasi
15 Mei 1935
19 Juli 1900
10 Januari 1863
28 Mei 1972
1995
7 November 1987
9 Oktober 1863
Operator
Moskovsky Metropoliten
RATP
Transport for London
S-Bahn Munchen
Shanghai No.1 – No.4 Metro Operation Company
SMRT Corporation SBS Transit
New York City Transit Authority
Panjang
301,2 km
214 km
400 km
442 km
420 km (di luar Maglev)
129,7 km
369 km
Lebar Lintasan
1.520 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
Lebar Lintasan
1.520 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
1.435 mm
5
6
izin operasional proyek sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Pihak swasta sebagai investor memiliki peran utama untuk menanamkan modal untuk pembangunan. Sebagai gantinya, pihak swasta mendapatkan keuntungan dari operasional kereta api dan pengembangan properti selama masa konsesi yang sudah disepakati sebelumnya bersama pemerintah. Kerja sama pemerintah dengan pihak swasta inilah yang diharapkan dapat mempercepat pembangunan, demi terwujudnya transportasi massal yang aman, nyaman, dan dapat diandalkan. Kondisi-kondisi tersebut mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang analisis kelayakan finansial proyek integrasi jalur kereta api dengan pengembangan properti Jabodetabek. Peneliti melakukan kajian pada koridor Jakarta – Serpong. Sebagai dasar penelitian ini, peneliti menggunakan preliminary design sebagai bahan acuan perhitungan kelayakan finansial. Beberapa bagian pada perhitungan kelayakan finansial dilakukan penyederhanaan agar dapat dianalisis sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuh peneliti. Selain penyederhanaan, beberapa asumsi juga harus dilakukan mengingat luas dan kompleksnya kajian kelayakan finansial pada kondisi sebenarnya. 1.2 Rumusan Masalah Sebagai wilayah Megapolitan, Jabodetabek, seharusnya memiliki transportasi massal yang aman, nyaman, dan dapat diandalkan. Kondisi transportasi kereta api di Jabodetabek saat ini yang masih jauh dari ideal tentu menjadi penghambat pengembangan wilayah Jabodetabek. Untuk mempercepat pembangunan transportasi massal tentu memerlukan bantuan dari berbagai pihak, salah satunya dari pihak swasta. Namun, peran swasta sendiri saat ini masih rendah. Seperti apakah gambaran kelayakan pembangunan kereta api komuter koridor Jakarta – Serpong dari sisi finansial? Lalu, adakah langkah-langkah tertentu agar pihak swasta tertarik untuk berinvestasi di sektor ini?
7
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kelayakan finansial rencana proyek pembangunan kereta api komuter koridor Jakarta – Serpong. 2. Memberikan gambaran sejauh mana pihak swasta dapat berperan aktif dalam pembangunan kereta api komuter koridor Jakarta – Serpong. 3. Mengetahui kesesuaian penerapan konsep integrasi jalur kereta api dengan pengembangan properti. 1.4 Batasan Masalah Batas penelitian pada Tugas Akhir ini adalah: 1. Pada penelitian ini, koridor yang akan dikaji hanya koridor Jakarta – Serpong. 2. Penelitian ini hanya mengkaji kelayakan finansial. Sedangkan untuk kelayakan ekonomi, sosial, dan lingkungan tidak dibahas dalam penelitian ini. 3. Kelayakan finansial pada penelitian ini menggunakan 3 indikator, yaitu Internal Rate of Return, Pay Back Period, Net Present Value, dan Analisis Sensitivitas. 4. Nilai manfaat proyek yang diperhitungkan adalah pendapatan tiket, sewa lahan komersial, dan pengembangan properti. 5. Nilai biaya proyek yang diperhitungkan adalah engineering fee, biaya konstruksi,
biaya
perawatan,
biaya
operasional,
biaya
pembaruan/penggantian, contingencies, dan pajak pendapatan. 6. Data bangkitan dan tarikan berasal dari data sekunder yang sudah di analisis pada penelitian sebelumnya. 7. Pada penelitian ini pembangunan dan pengoperasian jalur kereta api serta pengembangan properti dikelola oleh 1 perusahaan swasta. 8. Kerja sama pemerintah dan pihak swasta (investor) dengan pihak pengembang properti yang sudah ada tidak dibahas dalam penelitian ini.
8
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada khususnya dan Pemerintah Pusat pada umumnya dalam mengembangkan kereta api komuter. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan dan wawasan kepada mahasiswa tentang pengembangan kereta api komuter, sehingga mahasiswa dapat ikut berperan aktif pada masa mendatang. 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada pihak swasta terkait investasi di bidang infrastruktur transportasi massal, khususnya kereta api, sehingga semakin banyak pihak swasta yang berperan aktif dalam pembangunan di Indonesia 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kelayakan finansial sudah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Salah satu penelitian mengenai kelayakan finansial sudah dilakukan oleh Abida (2001). Abida (2001) melakukan penelitian terkait Studi Kelayakan Finansial Pengoperasian KA Prameks dengan jalur ganda JS 60. Penelitian mengenai pengembangan jalur kereta api baru pernah dilakukan oleh Pratomo (2013) dan Suwarsono (2013). Penelitian tersebut membahas mengenai pengembangan jalur kereta api baru untuk rencana bandara baru di Kulon Progo. Pratomo (2013) dan Suwarsono (2013) meneliti tentang analisis permintaan penumpang yang akan timbul. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian kali ini membahas tentang pengembangan jalur kereta api yang reintegrasi dengan pengembangan properti dengan studi kasus di koridor Jakarta – Serpong. Penelitian ini pun berfokus mengenai analisis kelayakan finansial pengembangan jalur kereta api. Dengan demikian penelitian ini dapat dikatakan bersifat asli.