AUDITING II Prinsip-prinsip Umum ISA
Disusun oleh : 1. 2. 3. 4. 5.
Bella Dwi S. Sufiah Anang Wahyu S. Bayu Saputro U. Shinta Desyderia F.
(13080694015) (13080694027) (13080694061) (13080694095) (13080694105)
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA 2016
ISA 200 “Overall Objectives of the Independent Auditor and the Conduct of an Audit in Accordance with International Standards on Auditing” (Audit Informasi Keuangan Historis) ISA 200 Keseluruhan tujuan auditor independen dan perilaku audit di sebuah sesuai dengan standar internasional tentang audit Pada ISA 200 diberikan penjelasan pemahaman mengenai audit berbasis resiko dan etika auditor. Saat ini dunia telah menerapkan audit berbasis ISA, termasuk di Indonesia. Ciri penting dari audit berbasis ISA adalah berbasis risiko (risk-based audit). Terdapat beberapa konsep dasar sebagai pemahaman untuk audit berbasis risiko yang saling berkaitan dengan SA 200 sebagai acuannya, yaitu: Reasonable assurance (Asurans yang layak) Ketika auditor memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk menekan risiko audit, namun tidak mungkin sampai ke tingkat nol, karena adanya kendala bawaan dalam setiap audit Audit scope (Lingkup audit) Perluasan tanggung jawab dari tanggung jawab audit yang utama yang mewajibkan auditor untuk melaksanakan pekerjaan tambahan. Material misstatement (Salah saji yang material) Konsep materialitas diterapkan oleh auditor dalam pelaksanaan audit, serta dalam pengevaluasian dampak kesalahan penyajian dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi yang teridentifikasi terhadap laporan keuangan. Kesalahan penyajian termasuk penghilangan penyajian, dipandang material jika kesalahan penyajian tersebut diperkirakan secara wajar akan mempengaruhi keputusan ekonomi pengguna laporan keuangan. Assertion (Asersi) Representasi manajemen yang tertanam dalam laporan keuangan, yang digunakan oleh auditor untuk mempertimbangkan berbagai bentuk potensi salah saji yang bisa saja terjadi. ISA 210 “Agreeing The Term Of Audit Engagement” (Menerima Dan Melanjutkan Penugasan)
Tujuan auditor dalam menerima atau melanjutkan penugasan audit hanya jika dasar untuk melaksanakan penugasan sudah disetujui dengan: a. Memastikan bahwa prasyarat untuk suatu audit memang ada b. Menegaskan adanya pemahaman yang sama antara auditor dan manajemen, dan jika perlu dengan TCWG (those charged with governance) mengenai syarat-syarat penugasan audit.
ISA 230 “Audit Documentation” (Dokumentasi Audit) Dalam pekerjaannya, Auditor diwajibkan untuk membuat dokumentasi atas pekerjaannya secara tepat waktu. Pada dokumentasi tersebut auditor harus tahu tentang: a. Sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit yang dilakukannya telah sesuai dengan ISAs. b. Hasil dari prosedur audit yang dilakukan, dan bukti yang telah ia peroleh. c. Hal-hal yang signifikan yang ditemukan dalam proses audit yang telah dilakukan. Auditor juga diharuskan untuk mendokumentasikan: a. pembahasan hal-hal penting (seperti isi dari hal yang dibahas, kapan, dan dengan siapa dibahas) dengan pihak manajemen, TCWG, dan pihak lain. b. Penyimpangan yang dapat dilakukan oleh auditor dari ketentuan/persyaratan/kewajiban yang relevan dalam ISA yang mungkin terjadi jika ada suatu situasi yang istimewa. Sifat dan Tujuan Dokumentasi Audit: a. Sifat Dokumentasi Audit Bukti sebagai dasar bagi auditor untuk menarik suatu kesimpulan tentang pencapaian tujuan keseluruhan auditor, dan Bukti bahwa audit telah direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan SA dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Tujuan Dokumentasi Audit Membantu tim perikatan untuk merencanakan dan melaksanakan audit. Membantu anggota tim perikatan yang bertanggung jawab dalam supervisi untuk mengarahkan dan mensupervisi proses audit, serta menunaikan tanggung jawab
penelaahan sebagaimana diatur dalam SA 220. Memungkinkan tim perikatan untuk mempertanggungjawabkan pekerjaan mereka. Menyimpan catatan atas hal-hal signifikan yang berkelanjutan untuk audit di masa yang akan datang.
Memungkinkan dilaksanakannya penelaahan dan inspeksi atas pengendalian mutu sesuai
dengan SPM 1 atau Ketentuan setara lainnya. Memungkinkan dilaksanakannya inspeksi eksternal sesuai dengan peraturan perundangundangan atau Ketentuan lain yang berlaku
ISA 240 “The Auditor’s Responsibility to Consider Fraud in an Audit of Financial Statements” (Tanggung Jawab Auditor Terkait dengan Kecurangan dalam Suatu Audit Atas Laporan Keuangan) Standar Audit ini berhubungan dengan tanggung jawab auditor yang berkaitan dengan kecurangan, dalam suatu audit atas laporan keuangan. Secara spesifik, SA ini memperluas bagaimana SA 315 (Mengidentifikasi dan Menilai Risiko atas Salah Saji Material Melalui Pemahaman atas Entitas dan Lingkungannya) dan SA 330 (Respon Auditor atas Risiko yang Telah Dinilai) harus diterapkan dalam kaitannya dengan risiko salah saji material karena kecurangan. Tanggung Jawab Perusahaan Tanggung jawab utama untuk pencegahan dan pendeteksian kecurangan berada pada dua pihak, yaitu yang bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen. Merupakan hal penting bahwa manajemen, dengan pengawasan oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola, menekankan pencegahan kecurangan, yang dapat mengurangi peluang terjadinya kecurangan dan pencegahan (fraud deterrence), yang dapat membujuk individu-individu agar tidak melakukan kecurangan karena memungkinkan akan terdeteksi dan terkena hukuman. Hal ini memerlukan komitmen untuk menciptakan budaya jujur dan perilaku etis yang dapat ditegakkan dengan pengawasan aktif oleh pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola. Tanggung Jawab Auditor Memperoleh keyakinan memadai apakah laporan keuangan secara keseluruhan bebas dari kesalahan penyajian material, yang disebabkan oleh kecurangan atau kesalahan. Dalam memperoleh keyakinan yang memadai, auditor bertanggung jawab untuk menjaga skeptisisme profesional selama audit, mempertimbangkan potensi terjadinya pengabaian pengendalian oleh
manajemen, dan menyadari adanya fakta bahwa prosedur audit yang efektif untuk mendeteksi “kesalahan” mungkin tidak akan efektif dalam mendeteksi “kecurangan”. Kesimpulannya, auditor bertanggung jawab kepada kecurangan hanya sebatas sepengetahuannya dalam proses audit, karena dalam audit laporan keuangan tidak terdapat kewajiban untuk menelusuri kecurangan tersebut hanya sebatas menilai dan melaporkan saja, karena untuk menelusuri kecurangan dibutuhkan teknik dan jasa audit lain yang disebut audit investigatif.
ISA 250 “Consideration Of Laws And Regulations In An Audit Of Financial Statement” (Pertimbangan Hukum Dan Ketentuan Perundang-Undangan Dalam Suatu Audit Laporan Keuangan) Tujuan auditor berkenaan dengan pertimbangan hukum dalam audit laporan keuangan: a. Memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, mengenai kepatuhan terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan yang secara umum diketahui berdampak langsung terhadap penentuan materialitas dan pengungkapan dalam laporan keuangan b. Melaksanakan prosedur audit tertentu untuk membantu mengidentifikasi ketidakpatuhan terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan yang dapat berdampak material terhadap laporan keuangan c. Menanggapi secara tepat ketidakpatuhan atau dugaan ketidakpatuhan terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan yang ditemukan selama audit.
ISA 260 dan ISA 265 adalah standar audit yang digunkan sebagai acuan terkait tentang Komunikasi dengan TCWG ISA 260 “Communication with Those Charged with Governance” (Komunikasi dengan TCWG) Ringkasan
Secara garis besar dalam ISA 260 memberikan petunjuk mengenai bagaimana mondorong komunikasi dua arah yang efektif antara auditor dengan TCWG. Dalam tahap ini merupakan salah satu bagian dari tahap pelaporan dalam proses audit. Adapun penjelasan terkait tujuan auditor dalam ISA 260.9 sebagai berikut : a. Mengomunikasikan dengan jelas kepada TCWG tanggungjawab auditor berkenaan dengan audit atas laporan keuangan, dan tinjauan umum mengenai lingkup audit yang ditrencanakan dan waktu pelaksanaan audit yang direncanakan b. Memperoleh informasi yang relevan untuk audit dari TCWG c. Memberikan kepaada TCWG pengamatan yang berasal dari pelaksanaan audit, yang penting dan relevan bagi tanggungjawab pengawasan umum atas proses pelaporan keuangan d. Mendorong komunikasi dua arah yang efektif antara auditor dan TCWG Untuk terjemahan alinea terkait dengan ISA 260 disajikan dalam buku tuanakota (2013:552)
ISA 265 “Communicating Deficiencies in Internal Control to Those Charged with Governance and Management” (Pengomunikasian Defisiensi dalam Pengendalian Intern Kepada Pihak yang Bertanggungjawab Atas Tata Kelola dan Manajemen) Ruang lingkup Tanggungjawab auditor untuk mengkomunikasikan dengan tepat kepada pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola dan manajemen tentang defisiensi dalam pengendalian internal yang diidentifikasi oleh auditor dalam audit atas laporan keuangan Tujuan Tujuan auditor adalah untuk mengomunikasikan dengan semestinya kepada pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola dan manajemen tentang defisiensi dalam pengendalian auditor adalah cukup penting untuk mendapatkan perhatian dari pihak pihak yang bersangkutan.internal yang diidentifikasi oleh auditor selama audit dan menurut pertimbangan professional.
Kutipan dari ISA 265.9 tentang kelemahan signifikan pengendalian intern bahwa auditor wajib mengkomunikasikan secara tertulis kepada TCWG tentang kelemahan signifikan dalam pengendalian intern yang ditemukan selama proses audit secara tepat waktu.
KASUS Kepala Unit Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kecamatan Tapung Raya, Kabupaten Kampar, Riau, Masril, ditahan oleh Kepolisian Resor Kampar karena melakukan transfer fiktif sebesar Rp1,6 miliar. Kasus transfer fiktif ini dilaporkan oleh Kepala BRI Kabupaten Kampar, Sudarman dan seorang pegawai di BRI Rustian Marta. Pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan maupun dokumen kegiatan usaha. Laporan atau transaksi rekening bank yang dilakukan tersangka sebesar Rp1,6 miliar itu tanpa disertai uangnya. Hanya dalam catatan ada transfer uang, faktanya fiktif. Seperti dilansir detikcom, kronologi transfer fiktif ini bermula pada Rabu (23/02) lalu. Saat tim pemeriksa internal dari BRI Cabang Bangkinang, Ibukota Kabupaten Kampar melakukan pemeriksaan ke Unit BRI Tapung, ditemukan kejanggalan transaksi. Hasil pemeriksaan itu menyebutkan, adanya kejanggalan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, adanya pembukaan setoran kas sebanyak Rp1,6 miliar. Uang sebanyak itu diketahui ditransfer dari BRI Unit Pasir Pangaraian II ke Unit BRI Tapung. ''Dalam hal ini tersangka membuat laporan adanya transaksi Rp1,6 miliar, namun dalam pemeriksaan tim BRI Bangkinang, transfer tersebut tidak disertai uangnya. Kejanggalan inilah yang akhirnya tim pemeriksaan internal BRI mencium adanya transaksi fiktif tersebut. Sehingga kasus penggelapan ini dilaporkan ke pihak kepolisian,'' terang Muttaqien. Dalam kasus ini, tersangka dijerat dengan UU No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang perbankan. Tersangka diancam hukuman 10 tahun kurungan ditambah denda. ''Kita juga masih memerisa sejumlah saksi dari pihak BRI sendiri serta tim ahli perbankan. Tersangka sekarang sudah kita tahan,'' jelas Muttaqien.
KESIMPULAN KASUS Pada kasus ini terdapat kejanggalan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, adanya pembukaan setoran kas sebanyak Rp1,6 miliar sehingga tim pemeriksaan internal BRI mencium kasus ini dan melaporkannya. Oleh sebab itu tersangka diancam hukuman 10 tahun kurungan ditambah denda.
ANALISIS KASUS Dari kasus tersebut, dapat dianalisis bahwa terdapat pelanggaran atau penyimpangan pada beberapa SA yang berlaku, antara lain: SA 200 Berdasarkan kasus tersebu terdapat kendala bawaan dari perusahaan terkait (BRI) karena masih terjadi kecurangan berupa transaksi fiktif yang dilakukan oleh pihak perusahaan. Nilai dari transaksi fiktif sebesar Rp 1,6 miliar tersebut menyebabkan salah saji yang bersifat material dan akan mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan. Hal tersebut juga menyebabkan ketidakcocokan antara saldo neraca dengan saldo kas perusahaan
SA 240 Penyimpangan yang terjadi pada SA 204 adalah kecurangan pada Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kecamatan Tapung Raya, Kabupaten Kampar, Riau dalam bentuk transfer fiktif sebesar Rp1,6 miliar yang dilakukan oleh Kepala Unit BRI (Masril). Pada kasus ini pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola dan manajemen kurang menegakkan budaya jujur dan perilaku etis, sehingga timbul peluang untuk melakukan kecurangan. Namun pihak audit internal BRI tetap dapat menjaga skeptisisme profesional selama audit, sehingga kecurangan dapat terdeteksi.
SA 250 Dari kasus tersebut dapat diketahui bahwa pelaku kecurangan telah melanggar Undang-undang yang berlaku, yaitu UU No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU No 7 tahun 1992 tentang Perbankan, sehingga tersangka diancam hukuman 10 tahun kurungan ditambah dengan denda. Karena ketidakpatuhan terhadap hukum dan ketentuan perundang-undangan tersebut, kecurangan yang terjadi pada BRI dapat berdampak material terhadap laporan keuangan yang membuat saldo neraca dan saldo kas tidak seimbang.