Caring, Vol.2, No.1, September 2015
EFFECTIVENESS MUSCLE PROGRESSIVE RELAXATION (PMR) TOWARD TO BLOOD GLUCOSE LEVELS OF DIABETES MELLITUS TYPE 2 PATIENTS GROUP IN THE MARTAPURA PUBLIC HEALTH CENTRE
Asni Hasaini1
ABSTRACT Background: Diabetes Mellitus (DM) became a serious health problem because of its incidence continues to increase, the proportion on incident DM type 2 is 95% of the world population. Treatment of hyperglycemia can be done nonpharmacologic but people with DM type 2 but still showed mixed result so given the alternative, namely is progressive muscles relaxation (PMR). Objective: The purpose of this research is the effectiveness of progressive muscles relaxation on blood glucose in a group of patients DM Type 2 in Puskesmas Martapura. Methods: The methodology which is used is quasi experimental with the unthreated control group design with pretest and posttest. There are 34 patients. Progressive muscles relaxation is given 1 to 3 times a day for ± 15-20 menit. Result: The result of this research is there is different significant blood glucose 1 day, 2 day, and 3 day between the intervention group with control group (p value<0,05) with a mean 1 day at 35,18 mg/dl, 2 day at 26,41 mg/dl, 3 days at 21,24 mg/dl. Progressive muscles relaxation can be used a independent nursing interventions for DM type 2. However, to be able to implement PMR need sosialisation, training or workshop.
Key Words: Progressive Muscles Relaxations, Blood Glucose, DM Type 2.
1
Akper Intan Martapura
Efektifitas Progresive Muscles Relaxation (PMR) Terhadap Kadar Glukosa Darah Pada Kelompok Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Martapura
16
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
EFEKTIFITAS PROGRESSIVE MUSCLES RELAXATION(PMR) TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA KELOMPOK PENDERITA DIABETES 1 MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS MARTAPURA Asni Hasaini1
INTISARI Latar Belakang: Diabetes Mellitus (DM) menjadi masalah kesehatan yang serius karena insidennya yang terus meningkat, proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia. Terapi hiperglikemia dapat dilakukan secara nonfarmakologis tetapi penderita DM Tipe 2 tetapi masih menujukkan hasil yang bervariasi sehingga diberikan alternative lain yaitu relaksasi relaksasi otot progresif (Progressive Muscle Relaxation (PMR) Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengukur efektifitas latihan relaksasi otot progresif terhadap kadar glukosa darah pada kelompok penderita DM tipe 2 di Puskesmas Martapura. Metode: Jenis penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan The Unthreatad Control Group Design with Pretest and posttest. Sampel 34 responden yang terdiri dari kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Relaksasi otot progresif diberikan 1 kali dalam 3 hari selama ± 15-20 menit. Hasil: Hasil analisis uji beda mean ada perbedaan yang signifikan selisih mean KGD hari 1, hari ke 2 dan hari ke 3 antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol dengan (p value <0,05) dengan selisih mean KGD hari 1 sebesar 35,18 mg/dl, KGD hari ke 2 sebesar 26,41 mg/dl dan KGD hari ke 3 sebesar 21,24 mg/dl dengan nilai efektifitas sebesar 67%. Progressive Muscles Relaxations (PMR) dapat dijadikan salah satu intervensi keperawatan mandiri bagi klien dengan DM Tipe 2. Namun untuk dapat melaksanakan latihan PMR, perawat pelaksana harus dapat melaksanakannya dengan benar sehingga diperlukan sosialisasi kemudian pelatihan atau seminar. Kata Kunci: Progressive Muscles Relaxations, Kadar Glukosa Darah, DMT2.
1
Akper Intan Martapura
PENDAHULUAN Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
17
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
Peningkatan kesejahteraan masyarakat di negara berkembang, diiringi meningkatnya juga penyakit degenaratif yaitu Diabetes Mellitus (DM). Meningkatnya prevalensi kejadian DM semakin menarik perhatian terutama kalangan kesehatan di negara berkembang. DM dikenal dengan penyakit metabolik akibat tingginya kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa perlu dipertahankan dalam batas normal (tidak terjadi hiperglikemia) karena glukosa dapat berpengaruh terhadap tekanan osmotik cairan ekstra seluler (Robbin, et al, 2007; Ignatavicius & Walkman, 2006). Saat ini DM menjadi masalah global dan menjadi salah satu penyakit degeneratif kronis penyebab kematian, kecacatan, dan kesakitan tertinggi baik akibat tertinggi, baik akibat perjalanan penyakitnya sendiri maupun akibat komplikasi yang ditimbulkannya. (WHO, 2006). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita Diabetes di atas 20 tahun berjumlah 150 juta orang, dan pada tahun 2025 akan terus meningkat menjadi 300 juta orang (Suroyo dalam Soegondo et al, 2009). WHO memprediksi bahwa negara berkembang akan menanggung beban epidemik penyakit ini di abad 21 (Show, 2010). Angka prevalensi oleh International Diabetes Federation (IDF) tahun 2006 dimana angka prevalensi Amerika Serikat 8,3% dan China 3,9%. Sedangkan di Indonesia menurut Litbang Depkes tahun 2008 adalah 5,7%, meningkat 1,1% dari 4,6% pada tahun 2000. Sehingga di Indonesia Diabetes Mellitus (DM) menjadi masalah kesehatan yang serius dikarenakan insidennya yang terus meningkat (Suroyo dalam Soegondo et al, 2009). Prevalensi angka kejadian diabetes mellitus pada tahun 2012 berjumlah 371 juta jiwa dari populasi dunia (IDF, 2013), dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1 (CDC, 2014). Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti ini, diperkirakan pada tahun 2020 akan ada 178 juta penduduk beusia di atas 20 tahun, dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% dari 8,2 juta penderita
diabetes (Diabetes Atlas 2000 dalam Suyono, 2009). Pedoman pengelolaan DM sudah ada dan disepakati oleh para ahli Diabetes di Indonesia yang dituangkan dalam suatu konsensus pengelolaan DMT2 yang mulai disebarluaskan sejak tahun 1994 dan beberapa kali mengalami revisi, yang terakhir tahun 2006 (Soegondo, 2006). Berdasarkan konsensus tersebut disepakati ada 5 pilar pengelolaan DM, yaitu perencanaan makan (diit), latihan jasmani, obat hipoglikemi, edukasi, dan pemantauan kadar gula glukosa darah secara mandiri (home monitoring). (Subekti, 2009; Batubara, 2009). Salah satu intervensi wajib yang bisa dilakukan penderita DM Tipe 2 adalah Latihan jasmani yaitu yang dianjurkan seperti jalan kaki, jogging, naik turun tangga, bersepeda merupakan alternatif pilihan yang dianjukan bagi penderita DM Tipe 2 tetapi masih menujukkan hasil yang bervariasi sehingga diberikan alternative lain yaitu relaksasi. Sebuah penelitian oleh Rooijen, et al (2004) yang meneliti Efek latihan dibandingkan relaksasi terhadap Hb A1C pada wanita hitam penderita DM Tipe 2 di Afrika Selatan. Didapatkan hasil relaksasi lebih efektif 97% dengan CI 95% -1,38-0,55 dibanding latihan yang hanya 39% dengan CI 95% -0,80-0,02. Berbagai penelitian dan evidence menunjukkan beberapa terapi sudah diterapkan, namun hasilnya masih sangat bervariasi (Game, 2011). Penelitian tentang relaksasi di Indonesia sudah banyak dilakukan relaksasi salah satunya PMR telah terbukti efektif mengurangi ketegangan dan kecemasan. Yildirim & Fadiloglu (2006) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa PMR menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialysis. Penelitian oleh Mashudi (2012) dengan tujuan ingin mengetahui pengaruh Progressive Muscle Relaxation (PMR) terhadap penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Didapatkan hasil adanya pengaruh PMR secara signifikan dalam menurunkan KGD pasien DMT2. Berdasarkan penelitian Istiarini (2009) menilai pengaruh terapi refleksologi terhadap kadar glukosa darah pada pasien diabetes di Yogyakarta. Serta penelitian menurut Kuswandi (2008) menyatakan bahwa
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
18
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
relaksasi dapat menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian lain oleh Ekowati, dkk (2006), Nursiswati, dkk (2008) disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kadar gula darah pengukuran pertama dan kedua pada kelompok intervensi begitu juga pada kelompok kontrol. Berdasarkan data di Puskesmas Martapura jumlah anggota Program Prolanis sebanyak 154 orang dengan jumlah penderita DM tipe 2 sebanyak 60 orang. Berdasarkan hasil rekapitulasi pelayanan pemeriksaan penunjang (glukosa darah puasa) bulan Februari 2015 didapatkan dari 17 penderita DM tipe 2 didapatkan 6 penderita (35%) mengalami hiperglikemia, pada Maret 2015 didapatkan dari 21 penderita DM tipe 2 didapatkan 12 penderita (57%) mengalami hiperglikemia. dari data tersebut didapatkan bahwa KGD masih ada yang mengalami peningkatan padahal latihan jasmani seperti senam diabetes rutin dilaksanakan setiap kamis. Dan berdasarkan keterangan pengurus program belum ada intervensi progressive muscle relaxations (PMR), hanya senam diabetes setiap minggu serta edukasi tentang DM yang diberikan. Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan peran terapi non farmakologis adalah sangat penting, tetapi latihan relaksasi otot progresif merupakan terapi komplementer dalam keperawatan sehingga keberadaan perawat profesional memiliki posisi kunci yang dapat memberikan kegiatan perawatan utama. Penelitian yang berfokus pada latihan relaksasi otot progresif dan efeknya terhadap kadar gula darah sampai sekarang ini di Indonesia masih belum banyak dipublikasikan dan masih ada perbedaan pada hasil penelitian. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah diketahuinya masih sedikit bukti efektifitas latihan relaksasi otot progresif terhadap kadar glukosa darah dengan penderita DM tipe 2.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan The Unthreatad Control Group Design with Pretest and posttest. Sampel 34 responden yang masing-masing 17 kelompok intervensi dan kelompok control dengan menggunakan consecutive sampling. Relaksasi otot progresif diberikan 1 kali dalam 3 hari selama ± 15-20 menit. pengumpulan data dimulai pada bulain mei sampai bulan agustus 2015 di Puskesmas Martapura. Data dianalisis secara univariat dan bivariat. HASIL Umur responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol hampir sama. Rata-rata umur responden kelompok intervensi adalah 55,00 tahun dengan standar deviasi 6,423 tahun. Sedangkan rata-rata umur responden kelompok kontrol adalah 58,35 tahun dengan standar deviasi 5,098 tahun. Jenis kelamin perempuan lebih banyak, yaitu sebanyak 9 orang (52,9%) untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Paling banyak lama responden menderita DM Tipe 2 kurang atau sama dengan 10 tahun, yaitu sebanyak 16 orang (94,1%) untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Paling banyak responden menderita DM Tipe 2 disertai dengan penyakit penyerta, yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Paling banyak responden menggunakan terapi obat, yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dan paling banyak responden mengalami tingkat stres ringan sebanyak 14 orang (82,4%) pada kelompok intervensi, serta paling banyak IMT responden tergolong normal sebanyak 8 orang (47,1%) pada kelompok intervensi. Responden dengan ada penyakit penyerta lebih banyak, yaitu sebanyak 10 orang (58,8%) untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dengan jenis penyakit hipertensi paling banyak sebesar 5 orang (50%) pada kelompok intervensi dan 7 orang (70%) pada kelompok control. Paling banyak responden menderita DM Tipe 2 ada melakukan aktivitas fisik, yaitu sebanyak 12 orang (64,7%) dengan jenis senam diabetes sebanyak 10 orang (83,3%) pada kelompok intervensi dan 9 orang
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
19
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
(75%) pada kelompok kontrol. Dan berdasarkan uji homogenitas didapatkan nilai p > 0,05 sehingga data dikatakan homogen. Rata-rata kadar glukosa darah (KGD) pada hari 1 sebelum dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 158,47 mg/dl, dengan standar deviasi 34,966 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa darah (KGD) setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 123,29 mg/dl, dengan standar deviasi 26,828 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa darah (KGD) pada hari 2 sebelum dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 153,29 mg/dl, dengan standar deviasi 38,363 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa darah (KGD) setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 126,88 mg/dl, dengan standar deviasi 23,919 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa darah (KGD) pada hari 3 sebelum dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 147,06 mg/dl, dengan standar deviasi 31,671 mg/dl. Rata-rata kadar glukosa darah (KGD) setelah dilakukan PMR pada kelompok intervensi adalah 125,82 mg/dl, dengan standar deviasi 26.099 mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar glukosa darah (KGD) pada hari 1 sebelum pada kelompok kontrol adalah 147,41 mg/dl, dengan standar deviasi 28,014 mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar glukosa darah (KGD) setelah pada kelompok kontrol adalah 138,88 mg/dl, dengan standar deviasi 22,605 mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar glukosa darah (KGD) pada hari 2 sebelum pada kelompok kontrol adalah 127,24 mg/dl, dengan standar deviasi 21,329 mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar glukosa darah (KGD) setelah pada kelompok kontrol adalah 126,18 mg/dl, dengan standar deviasi 14,209 mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar glukosa darah (KGD) pada hari 3 sebelum pada kelompok kontrol adalah 131,12 mg/dl, dengan standar deviasi 24,275 mg/dl. Rata-rata pengukuran kadar glukosa darah (KGD) setelah dilakukan pada kelompok kontrol adalah 152.59 mg/dl, dengan standar deviasi 25,483 mg/dl. Setelah itu dilakukan uji normalitas data terhadap KDG hari 1, hari ke 2 dan hari ke 3 baik pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol adalah berditribusi normal (p>0,05). Hasil analisis terhadap perbedaan KGD sebelum dan setelah intervensi pada
20
kelompok kontrol dan intervensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 1 Perbedaan PMR terhadap rerata kadar glukosa darah DM Tipe 2 sebelum dan setelah pada kelompok intervensi dan kontrol di Puskesmas Martapura, 2015 Variabel
KGD hari 1
Kelom pok Inter vensi Sebelum Setelah
KGD hari 2
Sebelum Setelah
KGD hari 3
Sebelum Setelah
KGD hari 1
Kontrol Sebelum Setelah
KGD hari 2
Sebelum Setelah
KGD hari 3
Sebelum Setelah
Mean
SE
SD
158.4 7
8. 92 8
36.8 09
123.2 9 153.2 9 126.8 8 147.0 6
P value
95%CI
0.001
16.251 54.102
8. 85 7
36.5 17
0.009
7.63645.187
9. 63 8
39.7 37
0.043
0.80441.666
7. 24 3
29.8 62
0.258
6.82423.883
5. 28 9
21.8 07
0.844
10.153 12.271
7. 12 3
29.3 68
0.015
34.453 +4.253
125.8 2
147.4 1 138.8 8 127.2 4 126.1 8 131.2 4 152.5 9
Hasil analisis terhadap perbedaan KGD setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 1
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
Hasil Analisis Perbedaan Selisih Mean Antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol pada Kelompok DM Tipe 2 Di Puskesmas Martapura, 2015 Kelompok
Mean
SD
P value
95%CI
KGD hari 1 Intervensi
35.18
36.809
0.027
7.68652.666
8.53
29.862
26.41
36.517
0.020
4.34046.366
0.002
18.98966.423
Kontrol KGD hari 2 Intervensi Kontrol KGD hari 3 Intervensi
1.06
31.807
21.24
39.737
Kontrol
-19.35
29.368
Hasil Analisis Analisis Efektifitas Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar Glukosa Darah Selama 3 Hari dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 3 Hasil Analisis Analisis Efektifitas Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar Glukosa Darah pada Kelompok Penderita DM Tipe 2 Di Puskesmas Martapura, 2015 Penderita DM Tipe 2 Diberikan latihan PMR Tidak diberikan latihan PMR Total
Kadar Glukosa Darah Hari 2 Menurun Meningkat 13 4
Total 17
5
12
17
18
16
34
Dapat disimpulkan efektifitas pemberian latihan relaksasi otot progresif dalam menurunkan kadar glukosa darah pada kelompok penderita DM Tipe 2 selama 3 hari adalah 67% dan sebaliknya risiko peningkatan kadar glukosa darah adalah 33% pada kelompok penderita DM Tipe 2 yang tidak mendapatkan latihan PMR. Dan dari analisis hubungan dengan variabel pengganggu didapatkan tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin,lama menderita, penyakit penyerta, terapi obat, usia dengan selisish KGD (p>0,05) dan terdapat hubungan
stres,IMT, aktivitas fisik dengan selisih kadar glukosa darah pada kelompok penderita DM tipe 2 dengan nilai p<0,05.
PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok penderita DMT2 yang sebelumnya selama 1 bulan 4x pertemuan latihan PMR pada kelompok intervensi sebelum penelitian, dan selama tiga hari dengan frekuensi latihan satu kali sehari dan durasi ± 15-20 menit adalah adanya perbedaan rata-rata KGD baik KGD hari 1, hari 2 dan hari 3 sebelum dan setelah latihan PMR, yaitu mengalami penurunan kadar glukosa darah. Dengan nilai efektifitas rerata selama 3 hari adalah 67% dalam penelitian ini dengan beberapa alasan, diantaranya penelitian ini menggunakan desain quasi eksperiman dengan pre and post with control group, variabel karakteristik responden homogen antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol, dan variabel rata-rata kadar glukosa darah pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Mekanisme PMR dalam menurunkan KGD pada pasien DM Tipe 2 erat kaitannya dengan stres yang dialami penderita baik fisik maupun psikologis. Selama stress, hormon-hormon yang mengarah pada peningkatan kadar glukosa darah seperti epinefrin, kortisol, glukagon, ACT, kortikosteroid, dan tiroid akan meningkat. Selain itu selama stress emosional, pasien DM tipe 2 juga dikaitkan dengan perawatan diri yang buruk seperti pola makan, latihan, dan penggunaan obat-oabatan (Smeltzer & Bare , 2008; Price & Wilson, 2006). Stres fisik maupun emosional mengaktifkan system neuroendokrin dan system saraf simpatis melalui hipotalamuspituitari-adrenal (Price&Wilson, 2006; Smeltzer, 2008; Di Nardo, 2009). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ghazavi, et al (2007) bahwa latihan PMR yang diberikan kepada penderita DM dapat menurunkan kadar Hb A1C. perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian tersebut membandingkan dengan terapi komplementer lain yaitu masase dan sampel pada anak-anak dengan DM Tipe 1 tidak untuk mengukur KGD melainkan Hb
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
21
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
A1C. hasilnya kelompok PMR dan kelompok terapi masase menunjukkan penurunan HbA1c secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol (p=0,026, p=0,036, p<0,05). dengan menimbulkan kondisi rileks. Pernyataan di atas dan dari hasil penelitian ini jelas bahwa relaksasi otot progresif memunculkan kondisi yang rileks. Pada kondisi yang rileks akan terjadi perubahan impuls syaraf pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi menjadi inhibisi. Perubahan impuls saraf ini menyebabkan perasaan tenang, baik secara fisik maupun secara mental dengan menurunnya metabolism tubuh dalam hal ini mencegah peningkatan glukosa darah. Hipofisis anterior juga diinhibisi sehingga ACTH yang menyebakan sekresi kortisol menurun sehingga proses glukoneogenesis, katabolisme protein dan lemak yang berperan dalam penurunan KGD (Sudoyo, et al, 2006). Jacobs (2001) menyatakan jika pada organ pankreas ada kerusakan pasokan aliran darah, maka produksi pankreas akan menurun berakibat pada ketidakstabilan gula darah. Maka dengan relaksasi otot progresif cara untuk mengatasi hal tersebut sehingga pankreas bisa berfungsi dengan baik dan mampu menghasilkan insulin secara normal sehingga kadar gula darah stabil dalam tubuh dan dapat mengurangi dosis insulin. Berdasarkan hasil penelitian tabel 1, mean KGD selama 3 hari mengalami penurunan baik sebelum maupun setelah dilakukan intervensi. Asumsi peneliti latihan PMR merupakan salah satu bagian dari latihan jasmani dimana dengan adanya latihan atau aktivitas dapat meningkatkan transfort glukosa ke dalam membrane sel. Dengan meningkatnya intensitas dan durasi latihan akan lebih banyak menggunakan pemecahan karbohidrat sehingga KGD akan mendekati normal atau stabil. Hal tersebut sejalan dengan Greenberg (2002) bahwa relaksasi akan memberikan hasil setelah dilakukan sebanyak 3 kali latihan. Hal tersebut berbeda pada kelompok kontrol, pada hari ke-3 KGD mengalami peningkatan 19.35 mg/dl, asumsi peneliti kemungkinan banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan KGD salah satunya pada kelompok kontrol terdapat 10 responden (58,8%).
Perbedaan penurunan KGD pada hari 1 sampai dengan hari ke 3 ini, dipengaruhi oleh banyak factor diantaranya diet. Pada responden yang tidak mengalami penurunan setelah intervensi PMR kemungkinan disebebkan oleh pengaruh makanan karena dalam penelitian ini diet kelompok penderita DM tidak dilakukan observasi secara ketat selama 24 jam. Selain itu, kemungkinan disebabkan oleh adanya penyakit penyerta yang diderita yang menurut asumsi peneliti dapat meningkatkan KGD melalui peningkatan metabolism. Kemungkinan lain adalah penggunaan terapi obat dari penderita DM tipe 2 yang dapat mempengaruhi dalam KGD. Selain kemungkinan tersebut adalah ketidakmampuan responden melaksanakan PMR dengan benar. Meskipun sebelumnya diberikan latihan sehingga seluruh kelompok intervensi dapat dinilai benar dan tepat dalam melakukan semua prosedur dan langkah PMR, tetapi jika responden tidak mampu memusatkan pikiran dalam melaksanakan PMR juga kurang memberikan hasil yang maksimal, karena PMR merupakan suatu bentuk mind-body therapy. Setiap orang memiliki sifat yang multidimensi, respon setiap orang dalam mengatasi permasalahannya berbeda-beda. Tampak pada penelitian ini dengan perlakuan yang sama yaitu latihan Progressive Muscles Relaxations (PMR) dimana rentang penurunan KGD hari 1 sampai hari ke 3 setiap responden berbedabeda. Responden dalam penelitian ini melaporkan bahwa pada saat melakukan PMR terdapat dua sensasi yang berbeda yaitu merasakan ketegangan otot ketika bagian otototot tubuhnya ditegangkan dan merasakan rileks, otot-otot menjadi kendur pada otot yang sebelumnya ditegangkan. Beberapa responden menyatakan kurang bisa membedakan kedua sensasi tersebut dikarenakan kurang bisa konsentrasi dalam melakukan PMR, meskipun responden tersebut benar dan tepat melakukan langkah atau prosedur PMR. Hal ini sesuai dengan Richmond (2007), bahwa PMR merupakan salah satu bentuk mind-body therapy, oleh karena itu saat melaksanakan PMR perhatian diarahkan untuk membedakan perasaan yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi tegang.
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
22
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
PMR telah menunjukkan manfaat dalam mengurangi ansietas atau kecemasan dan berkurangnya kecemasan ini mempengaruhi berbagai gejala psikologis dan kondisi medis. Yildirium & Fadiloglu (2006) dari hasil penelitiannya menyebutkan bahwa PMR menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menjalani dialisis. Penelitian Sheu, et al (2003) memperlihatkan bahwa PMR menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 5,4 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastolic sebesar 3,48 mmHg pada pasien hipertensi di Taiwan. Gazavi, et al (2007) menyebutkan bahwa PMR dan massase menurunkan tingkat HbA1C pada pasien Diabetes Mellitus tipe 1 (DM pada anak-anak). Maryani (2008) menyebutkan PMR mengurangi kecemasan yang berimplikasi pada penurunan mual dan muntah pada pasien yang menjalani kemoterapi. Selanjutnya relaksasi otot progresif efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi primer di Kota Malang (Hamamo, 2010).
dilakukan PMR pada kelompok penderita DM Tipe 2 sehingga PMR dapat menuunkan KGD melalui mekanisme reduksi aktivasi hormonehormon stres.
Pada pankreas mengalami kerusakan pasokan aliran darah, maka produksi hormone pankreas akan menurun yang berakibat pada ketidakstabilan KGD. Dengan PMR adalah upaya untuk mengatasi hal tersebut diharapkan terjadi sehingga pankreas berfungsi dengan baik dan mampu menghasilkan insulin secara normal. Lewis et al (2003) mengemukakan perlunya terapi komplementer dalam setting Rumah Sakit. Menurut Dunning (2003) bahwa terapi komplementer memberikan manfaat pada pasien diabetes diantaranya meningkatkan penerimaan kondisi DM saat ini, menurunkan stres, kecemasan, dan depresi, mengembangkan strategi untuk mencegah stres berkelanjutan, meningkatkan keterlibatan pasien dalam proses penyembuhan. Keuntungan terapi komplementer secara spesifik bagi pasien diabetes juga dikemukakan oleh Riyadi&Sukarmin (2008) yaitu menurunkan KGD, meningkatkan kontrol metabolik, mencegah neuropati perifer, menurunkan katekolamin dan aktivitas otonom.
Menurut Orem dalam Tomey & Alligood (2006) perawatan merupakan suatu kebutuhan universal untuk menjaga dan meningkatkan eksistensi diri, kesehatan, dan kesejahteraan hidup. Pasien DM Tipe 2 yang menjalani perawatan di rumah sakit sering mengalami stress fisik maupun psikologis akibat penyakitnya. Stress fisik maupun psikologis ini dapat memicu meningkatnya kadar glukosa darah. Oleh karena itu selain memberikan terapi kolaboratif, perawat juga dapat membantu pasien mencapai kemampuan dalam mengontrol kadar glukosa darahnya melalui latihan relaksasi otot progresif (PMR).
Kesimpulan akhir bahwa ada perbedaan KGD sebelum dan setelah PMR. Hal ini membuktikan hipotesis peneliti yang menyatakan ada perbedaan KGD setelah
Relaksasi PMR merupakan relaksasi yang mudah untuk diajarkan kepada pasien dalam rangka meningkatkan kemandirian pasien dalam mengatasi masalah kesehatannya. Peran perawat dalam memfasilitasi kemandirian pasien, hal ini sesuai dengan konsep self care Orem. Menurut teori self care Orem, pasien dipandang sebagai individu yang memiliki potensi untuk merawat dirinya sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan, dan mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan atau kesehatan yang optimal dapat dicapai pasien apabila dia mengetahui dan dapat melakukan perawatan yang tepat sesuai dengna kondisi dirinya sendiri. Perawat menurut teori self-care berperan sebagai pendukung atau pendidik bagi pasien (Tomey & Alligood, 2006).
Aspek VIA (Validity Important Applications) dalam penelitian ini, Validity yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 1) memprediksi akan munculnya variabel pengganggu, dan mengontrol variabel tersebut dimana kelompok intervensi yang diatur secara intensif agar karakteristik keduanya mendekati sama, 2) memanipulasi variabel bebas yang artinya intervensi yang diberikan atas dasar pertimbangan ilmiah, intervensi yang diberikan bisa dipertanggung jawabkan, 3) responden, setting tempat dan waktu dikonsentrasikan sama agar memperoleh satu kelompok modal populasi. 4) menggunakan target populasi yang
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
23
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
spesifik (individu, setting, waktu) memenuhi target yang ingin dicapai.
untuk
Media Farmasi Vol II No.2 September 2014 Hal:208-220
Aspek Important dalam penelitian ini adalah karena desain penelitian ini eksperimen sehingga setelah terbukti hipotesis penelitian dimana latihan PMR memiliki efektifitas 67% dapat menurunkan kadar glukosa darah, maka hasil penelitian bisa digunakan sebagai alternatif terapi komplementer dalam penatalaksanaan DM Tipe 2. Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 yang mengalami hiperglikemi bisa melaksanakan terapi PMR tanpa penggunaan terapi obat-obatan. Aspek Applications dalam penelitian ini adalah latihan PMR pada kelompok DM Tipe 2, efektif dilakukan sebanyak 3 kali, dilaksanakan dalam keadaan duduk, selalu latihan ditempat yang tenang, sendirian, tanpa atau menggunakan audio untuk membantu konsentrasi pada kelompok otot.
CDC, (2014). National Diabetes Statistic Report2014. http://www.cdc.gov/ diabetes (Acsessed Januari 20, 2015)
KESIMPULAN Relaksasi Progressive Muscles Relaxations (PMR) merupakan terapi komplementer yang melalui dua proses yaitu menegangkan dan merilekkan otot tubuh. Dan telah dibuktikan manfaatnya melalui penelitian ini yang membuktikan bahwa adanya perbedaan sebelum dan setelah intervensi pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol secara signifikan sehingga diketahui efektifitas latihan PMR dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 67% selama tiga hari dengan frekuensi latihan satu kali sehari dan durasi ± 15-20 menit melalui mekanisme reduksi aktivasi hormon-hormon stres. Penelitian ini berlangsung di Puskesmas Martapura pada 34 kelompok penderita DM Tipe 2 yang terbagi masing-masing 17 responden kelompok intervensi dan 17 responden kelompok kontrol. Faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah pada penelitian ini adalah stres, aktivitas fisik dan IMT. DAFTAR RUJUKAN Adikusuma, dkk (2014). Evaluasi Kepatuhan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Bantul Jogyakarta.
Charlesworth, E.A., & Nathan, R.G. (1996). Manajemen stres dengan tehnik relaksasi, dalam Haryati (2009). Pengaruh latihan PMR terhadap status fungsional dalam konteks asuhan keperawatan pasien kanker dengan kemoterapi di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar, (tesis). Perpustakaan FIK-UI Cohen, S. (1994). Perceived Stress Scale. USA : Mind Garden, Inc Copstead, L.C., & Banasik, J.L. (2000). Pathophysiology, (2th ed). Philadelphia : W.B. saunders company. Dahlan,
M. S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan, deskriptif, bivariat, dan multivariat dilengkapi aplikasi dengan menggunakan SPSS. Seri evidence based medicine (seri 1), Jakarta : Sagung Seto.
Departemen Kesehatan RI. (2003). Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Jakarta. http://www. depkes.go.id/index.php. vw=2&id=A137. Di unduh tanggal 13 Maret 2015 Di Nardo, M.M. (2009). Mind-bodies therapy in diabetes management. Diabetes spectrum,. http://proquet.umi.com/ pqdweb?Index=8&dib=1662109331& Srchmode=2&side=14&Fmt. (Acsessed Februari 17, 2015) Dochterman, J.M., dan Bulechek,G.M (2004). Nursing interventions classification, (4theed). St. Louis, Missouri : Mosby. Dunning, T. (2003). Care of people with diabetes: a manual nursing practice. Melbourne: Blackwell Puslishing.
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
24
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
Drew & Hardman. (2007). Ethical Issues In Conducting Research. http://www. sagepub.com/upm-data/260943.pdf (Acessed Februari 27, 2015).
Juliano, J. (1998). When diabetes complicates your life : controlling diabetes and related complication. New York : John Wiley & Sons.
Ekowati, dkk, (2006). Pengaruh Terapi Relaksasi Terhadap Control Glikemik Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Purwokerto. Jurnal Keperawatan dan kesehatan Universitas jenderal Soedirman. Di unduh tanggal 20 Januari 2015.
Moyad,
Greenberg, S.S. (2002). Comprehensive stress management, (7th ed). New York : The McGraw-Hill Companies. Ghazavi, Z., Talakood, S., Abdeyazdan, Z, Attari, A., dan Joazi, M. (2007). Effects of Massage Therapy and Muscle Relaxation on Glycosylated Hemoglobin in Diabetic Children. http://dennyhendrata.wordpress.com/2 007/07/30/stres-dan-sistem-imuntubuh-suatu-pendekatan-psiko neuroimunologi-2/. (Acsessed Januari, 20 2015). Holt, Richard, I.G, et al, (2010). Textbook of diabetes. Fourth Edition. Uk : A John Wiley & Sons, Ltd. UK International Diabetes Federation (IDF), (2013). http://idf.org. Diunduh tanggal 23 Februari 2015 Ignatavicius, D., & Wolkman, M.L (2006). Medical surgical nursing, critical thingking for collaborative care, (5th ed). St. Louis : Missouri. Ilyas, E.I. (2009). Olahraga bagi diabetes, dalam Soegondo, S., Soewondo, P.,& Subekti, I, Ed. Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu (hlm 69110). Jakarta : FKUI. Istiarini, C.H. (2009). Pengaruh terapi refleksologi terhadap kadar glukosa darah pada klien diabetes mellitus tipe dalam konteks asuhan keperawatan di Sleman Yogyakarta, (tesis). Perpustakaan FIK-UI.
M., dan Hawks, J.H. (2009). Complementary and alternative therapies, dalam Black, J.M., & Hawks. Medical surgical nursing; clinical management for positive outcomes (8th ed). Elsevier Saunders.
Notoatmodjo, (2005). Metodologi Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nofal, Z. (2013) A New Bivariate Class of Life Distributions. Applied mathematic science. September Vol. 7.No.2.p 4960 Nursalam, (2013). Metode Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika Nursiswati, Anna, Kosasih, (2008). Perbedaan Kadar Gula Darah Sebelum dan Sesudah Terapi Relaksasi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Cianjur. Vol 10 No. XVIII Maret-September 2008 Hal – 89. Di unduh pada tanggal 20 Januari 2015 Pandey, et al, (2011). Alternative therapies useful in the management of diabetes : A systematic review. Journal of Pharmacy & BioAllied Sciences. (Acsessed 23 Februari, 2015) Potter & Perry (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktek Edisi 4. Vol 1. Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk. Jakarta : EGC Price,
S.A., & Wilson, L.M. (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
Rekam Medis Puskesmas Martapura (2015) Rekam Medis Puskesmas Martapura (2014) Sigal, J.R, Kenny, G.P., Wasserman, D.H, and Castaneda, S.C (2004). Physical
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
25
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
activity/ exercise and type 2 diabetes. ADA statements. Diabetes Care. Volume 27 Number 10 p 2518-253 Schwickert, J. Lanhorst, A, Paul., A. Michalsen, JG, Dobis, (2006). Stres managemen dalam Pengobatan Hipertensi Arteri Esensial. http://www.jpnoguida.net diakses tanggal 22 Februari 2015 Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner&Suddart (edisi 8). Jakarta : EGC Snyder,
M. dan Linquist, R. (2002). Complementary/ alternative therapies in nursing, (4th ed). New York : Springer Publishing Company.
Soewondo, P. (2009). Pemantauan kendali diabetes mellitus, dalam Soegondo, S. Soewondo, P dan Subekti, I. Ed Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI
1937-1939). Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Penyakit Dalam FKUI. Suyono, S. (2009). Kecenderungan peningkatan jumlah penyandang diabetes, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI. Suyono, S. (2009). Patofisiologi diabetes mellitus, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI. Tarigan, T.J.E. (2009). Rumor tentang insulin, mana yang benar, mana yang salah ? dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI. Tomey, AM., dan Alligood, MR., (2006). Nursing theorist and their work, (6 th ed). Elsevier Mosby.
Soegondo, S. (2009). Prinsip penanganan diabetes, insulin dan obat oral hipoglikemik, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI.
Tripplitt, et al (2005). Diabetes Mellitus dalam Dipiro, JT, Talbert RI, Yee, GC, Matze GR, Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach, 6th ed, Aplleton & Lang, New York, pp. 1333-1364
Subekti, I. (2009). Apa itu diabetes : patofisiologi, gejala dan tanda dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI.
Umpierre et al, 2011. Phisical Activity Adviced Only or Structures Exercise Training and Associations with HbA1c levels in Type 2 Diabetes. American Medical Association. 35-107
Sukardji, K. (2009). Bagaimanakah perencanaan makan pada penyandang diabetes, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI. Sumadji, D.W. (2006). Hipoglikemia iatrogenic, dalam Sudoyo, A.W. dalam Sudoyo, A.W., Setyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S. Buku ajar ilmu penyakit dalam (4th Ed) (hlm
Waspadji, S. (2009). Diabetes Mellitus: mekanisme dasar dan pengelolaannya yang rasional, dalam Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti. I. Ed. Penatalaksanan kendali diabetes mellitus terpadu. Jakarta : FKUI. WHO, (2006). Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia Geneva, Switzerland : WHO Document Production Services Wolever, M.T. (2003). Carbohydrate and the regulation of blood glucose and
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
26
Caring, Vol.2, No.1, September 2015
metabolism. International Sciences Institute.
Life
Yildirim, Y.K., dan Fadiloglu, T (2006). The effect of progressive muscle relaxation training on anxiety levels and quality of lufe in dialysis patients. EDNA/ERCA Journal. (Acsessed Januari 20, 2015)
Hubungan Antara Karakteristik dan Kinerja Perawat dengan Pemenuhan Kebutuhan Psikososial dan Spiritual Klien di Ruang ICU dan IGD RSUD H. Damanhuri Barabai Tahun 2015
27