APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU
RISYANTO
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
ABSTRAK RISYANTO. Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di Daerah Aliran Sungai Ciliwung Bagian Hulu. Dibimbing oleh BAMBANG DWI DASANTO. Salah satu tujuan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai terwujudnya kondisi tata air yang optimal. Kondisi tata air tersebut dapat dikenali dari sifat aliran sungai sebagai luaran DAS. Berbagai model simulasi hidrologi yang menerangkan proses perubahan masukan hujan menjadi luaran DAS berupa debit sungai telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah HEC-HMS (Hydrologic Engineering Center-Hydrologic Modelling System). Penelitian ini antara lain bertujuan untuk: (1) mendapatkan hidrograf aliran HEC-HMS berdasarkan metode hidrograf satuan Clark, SCS dan Snyder, (2) menentukan metode yang paling sesuai diantara ketiga metode tersebut, serta (3) memperkirakan debit banjir berdasarkan perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum. Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’ LS dan 106o40’ BT–107o00’ BT. Dalam HEC-HMS, metode bilangan kurva dipilih untuk menghitung besar curah hujan efektif, yaitu dari pengurangan curah hujan bruto dengan berbagai bentuk kehilangan air (loss). Transformasi dari curah hujan efektif menjadi hidrograf aliran langsung (direct runoff) diperoleh dengan menggunakan metode hidrograf satuan Clark, SCS dan Snyder. Hidrograf aliran HECHMS merupakan total dari aliran langsung ditambah dengan aliran dasar (baseflow) yang diturunkan dengan metode konstanta resesi. Hampir semua hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS memberikan nilai yang lebih besar dari hidrograf aliran pengamatan. Dari 9 kasus kejadian hujan terpilih pada tahun 2004, didapatkan nilai debit puncak (Qp) terbesar 102,23 m3/s pada metode Clark, dan terkecil 16,83 m3/s pada metode Snyder. Nilai volume puncak (Vp) terbesar juga dihasilkan hidrograf Clark, yaitu 3.172.630 m3 dan terkecil 699.190 m3 pada metode Snyder. Waktu puncak (Tp) pada hidrograf aliran yang dihasilkan model berkisar antara 3–6,5 jam. Hasil uji kemiripan Nash dan Sutcliff (1970) menunjukkan bahwa kemiripan model Clark, SCS maupun Snyder dengan pengamatan adalah sedang. Dibandingkan metode lainnya, metode SCS memiliki nilai kemiripan yang tertinggi, menunjukkan bahwa dalam kasus penelitian ini, metode SCS adalah yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung hulu. Bila laju perubahan penggunaan lahan per tahun dianggap tetap dan tidak terjadi penambahan tipe penggunaan lahan yang baru, maka pada tahun 2010, jika terjadi hujan harian maksimum periode ulang 5 tahun, debit dan volume puncak yang diperkirakan model HEC-HMS sebesar 114,6 m3/s dan 4.217.240 m3 dengan waktu puncak selama 4 jam.
ii
APLIKASI HEC-HMS UNTUK PERKIRAAN HIDROGRAF ALIRAN DI DAS CILIWUNG BAGIAN HULU
RISYANTO
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
iii
Judul
: Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS Ciliwung Bagian Hulu
Nama
: Risyanto
NRP
: G24101014
Menyetujui, Pembimbing
Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si NIP. 132014045
Mengetahui, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.Sc NIP. 131473999
Tanggal Disetujui:
iv
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 3 Oktober 1982 sebagai anak kedua dari empat bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Bapak Paliman dan Ibu Umirah. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 47 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Meteorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, diantaranya tergabung dalam organisasi HIMAGRETO (Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi) sebagai Ketua Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia pada tahun 2003, dan sebagai Ketua Departemen Keilmuan dan Keprofesian pada tahun 2004. Pada tahun ajaran 2004/2005 penulis menjadi asisten mata kuliah Meteorologi Fisik untuk program Sarjana. Penulis melaksanakan Praktik Lapang di Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TL), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Jakarta pada bulan Juni – Agustus 2004.
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya, penelitian dan penulisan laporan skripisi dengan judul “Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS Ciliwung Bagian Hulu” dapat terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis menyadari pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, ungkapan terima kasih patut penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Bambang Dwi Dasanto, M.Si selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingannya selama pelaksanaan penelitian sampai pada penyusunan laporan. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Teguh dan Bapak Marwan (PPBPP Ciliwung-Cisadane), Bapak Fakhrudin (LIPI), Kak Iman, Tenike, Benny, Jonsen dan Tari yang telah membantu dalam penyediaan data, Sasat, Fikri, Adi, Rico, Utian, Haries, Maidi, Yasa, rekan-rekan Meteorologi 38, rekan-rekan LabKlim, rekan-rekan CER Indonesia, dan rekan-rekan lainnya, atas saran, dukungan, dan kebersamaannya, serta semua pihak dan instansi yang telah membantu selama penulis menyelesaikan penelitian. Tak lupa penghargaan khusus penulis sampaikan kepada keluarga penulis, Ibu, Bapak, Kak Wanti, Dede dan Ayu, serta keluarga Bapak Syarif Hidayat atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Akhirnya penulis berharap semoga karya kecil ini dapat memberikan informasi dan manfaat bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2007
Risyanto
vi
DAFTAR ISI Halaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian .........................................................................................................
1 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi ............................................................................................................ 2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) ........................................................................................ 2.3 Presipitasi...................................................................................................................... 2.4 Analisis Presipitasi ....................................................................................................... 2.5 Limpasan ...................................................................................................................... 2.6 Hidrograf Satuan .......................................................................................................... 2.7 Hidrograf Satuan Sintetik.............................................................................................. 2.8 Aliran Dasar .................................................................................................................. 2.9 Penelusuran Banjir ........................................................................................................ 2.10 Model HEC-HMS .........................................................................................................
1 1 2 2 2 3 3 4 4 4
III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................................................... 5 3.2 Alat dan Bahan Penelitian............................................................................................. 6 3.3 Metode Penelitian ......................................................................................................... 6 3.3.1 Analisis Presipitasi............................................................................................. 7 3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan Impervious Area .............................................. 7 3.3.3 Penyusunan Basin Model ................................................................................... 8 3.3.4 Kalibrasi ............................................................................................................ 11 IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG BAGIAN HULU 4.1 Letak dan Luas Daerah.................................................................................................. 4.2 Iklim.............................................................................................................................. 4.3 Topografi....................................................................................................................... 4.4 Tanah dan Penggunaan Lahan....................................................................................... 4.5 Morfometri DAS ...........................................................................................................
11 11 12 13 13
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Presipitasi ....................................................................................................... 5.2 Bilangan Kurva dan Impervious Area........................................................................... 5.3 Penyusunan Basin Model ............................................................................................. 5.4 Hidrograf Aliran Pengamatan ...................................................................................... 5.5 Hidrograf Aliran HEC-HMS ........................................................................................ 5.6 Pengujian Model ........................................................................................................... 5.7 Kepekaan HEC-HMS terhadap Parameter Bilangan Kurva.......................................... 5.8 Simulasi Hidrograf Aliran ............................................................................................
14 14 15 17 18 19 19 20
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 22 6.2 Saran ............................................................................................................................. 22 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................. 23
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1
Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan sifat-sifatnya ....................................
7
Tabel 3.2
Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS..............
7
Tabel 3.3
Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya ........................
8
Tabel 3.4
Faktor imperviousness berdasarkan tipe penggunaan lahan ....................................
8
Tabel 3.5
Metode perhitungan objective function ................................................................... 11
Tabel 4.1
Curah hujan rata-rata bulanan tiap stasiun dan curah hujan wilayah DAS Ciliwung bagian hulu 1985-2002 ............................................................................ 12
Tabel 4.2
Luas DAS Ciliwung bagian hulu berdasarkan kemiringan ..................................... 12
Tabel 4.3
Jenis tanah DAS Ciliwung bagian hulu .................................................................. 13
Tabel 4.4
Tipe penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004 ............................. 13
Tabel 4.5
Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu ................................................. 14
Tabel 5.1
Bobot poligon Thiessen pada masing-masing subDAS di DAS Ciliwung bagian hulu ......................................................................................................................... 14
Tabel 5.2
Total curah hujan 5 hari sebelum kejadian hujan terpilih di DAS Ciliwung bagian Hulu ........................................................................................................................ 15
Tabel 5.3
Nilai bilangan kurva dan imperviousness tiap SubDAS di DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004 ...................................................................................................... 15
Tabel 5.4
Metode dan parameter masukan HEC-HMS ........................................................... 16
Tabel 5.5
Nilai parameter direct runoff model pada masing-masing subDAS ........................ 17
Tabel 5.6
Parameter hidrograf pengamatan Katulampa pada kasus kejadian hujan terpilih ... 18
Tabel 5.7
Nilai F hasil pengujian model Clark, SCS dan Snyder ........................................... 19
Tabel 5.8
Rasio selisih nilai Qp, Vp dan Tp yang dihasilkan HEC-HMS pada KAT hujan terpilih dengan KAT kondisi II terhadap Qp, Vp dan Tp pengamatan ...................... 20
Tabel 5.9
Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1996 dan 2004 serta prediksi tahun 2010 ......................................................................................................................... 21
Tabel 5.10 Curah hujan harian maksimum wilayah DAS Ciliwung bagian hulu ..................... 21 Tabel 5.11 Rata-rata persentase distribusi hujan harian durasi 2, 3 dan 4 jam di Stasiun Gadog dan Gunung Mas ......................................................................................... 21 Tabel 5.12 Perkiraan debit puncak, volume puncak dan waktu puncak hidrograf model HECHMS pada tahun 2010 ............................................................................................. 21
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Siklus hidrologi ....................................................................................................
1
Gambar 2.2 Hidrograf satuan segitiga model SCS ...................................................................
3
Gambar 2.3 Komponan hujan-limpasan yang direpresentasikan mdel HEC-HMS .................
5
Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian ............................................................................
6
Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen ..................................
7
Gambar 4.1 Peta lokasi daerah penelitian ................................................................................ 12 Gambar 5.1 Konfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu dalam basin model HEC-HMS ............ 16 Gambar 5.2 Grafik 1:1 antara parameter debit puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan .......................................................................................................... 19 Gambar 5.3 Grafik 1:1 antara parameter volume puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan ............................................................................................ 19 Gambar 5.4 Grafik 1:1 antara parameter waktu puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan .......................................................................................................... 19
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tabel Bilangan Kurva (CN) aliran permukaan untuk berbagai kompleks penutupan tanah ................................................................................................. 24 Lampiran 2. Peta jaringan sungai, batas DAS dan subDAS, dan peta jenis tanah DAS Ciliwung bagian hulu ......................................................................................... 25 Lampiran 3. Peta kelompok hidrologi tanah dan peta penggunaan lahan 2004 DAS Ciliwung bagian hulu ......................................................................................... 26 Lampiran 4. Curah hujan kumulatif per 30 menit pada Stasiun Gadog dan Gunung Mas dan curah hujan kumulatif harian pada Stasiun Cilember dan Citeko tahun 2004 .... 27 Lampiran 5. Debit aliran (m3/det) pengamatan dari Stasiun Pengamat Arus Sungai Katulampa .......................................................................................................... 28 Lampiran 6. Nilai parameter loss model dalam HEC-HMS untuk setiap tanggal kejadian hujan terpilih ...................................................................................................... 29 Lampiran 7. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark, serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan awal .................................................................................... 30 Lampiran 8. Nilai rata-rata parameter hasil kalibrasi menggunakan kriteria peak weighted RMS error objective function dengan algoritma univariate gradient ................. 31 Lampiran 9. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark, serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan terkalibrasi .......................................................................... 32 Lampiran 10. Parameter debit puncak, Qp, Volume puncak, Vp dan Waktu puncak, Tp dari hidrograf HEC-HMS berdasarkan parameter masukan awal dan parameter hasil kalibrasi (kal), dengan nilai pengamatannya (obs) .................................... 33 Lampiran 11. Langkah-langkah pengerjaan HEC-HMS ........................................................... 34
x
I. PENDAHULUAN
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Latar Belakang DAS Ciliwung merupakan salah satu DAS penting bagi wilayah Jawa Barat terutama daerah Bogor dan DKI Jakarta. Kejadian banjir di DKI Jakarta seringkali disebabkan oleh melimpahnya hujan yang jatuh di kawasan DAS tersebut terutama di daerah hulu. DAS Ciliwung mempunyai karakteristik menarik, bentuk aliran menyempit di bagian hilir dan melebar di bagian hulu. Aliran air berasal dari arah selatan ke utara Jakarta. Bagian hulu DAS ini berada pada ketinggian 300–3000 m dpl, dengan luas wilayah sekitar 148 km2. Salah satu tujuan pengelolaan DAS adalah untuk mencapai terwujudnya kondisi tata air yang optimal. Kondisi tata air tersebut dapat dikenali dari sifat aliran sungai sebagai luaran DAS. Aliran sungai sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat masukan DAS yang berupa hujan dan karakteristik fisik daerah pengaliran. Informasi dan data masukan maupun luaran DAS dapat diperoleh dengan cara pengamatan dan pengukuran kejadian hujan dan debit sungai pada suatu tempat dengan jangka waktu pengukuran yang cukup memadai. Karakteristik fisik DAS juga dapat diketahui berdasarkan deskripsi kondisi permukaan lahan. Berbagai model simulasi hidrologi yang menerangkan proses perubahan masukan hujan menjadi luaran DAS berupa debit sungai telah banyak dikembangkan, salah satunya adalah HEC-HMS (Hydrologic Engineering CenterHydrologic Modelling System). HEC-HMS adalah program yang dirancang untuk mensimulasikan respon hidrologi dalam bentuk aliran limpasan permukaan dari suatu DAS dengan curah hujan sebagai komponen masukannya. HEC-HMS merupakan pengembangan dari model HEC-1. Hasil keluaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS.
2.1 Siklus Hidrologi Konsep siklus hidrologi merupakan sesuatu yang berguna sebagai titik awal untuk mempelajari hidrologi secara akademis (Linsley et al 1982). Siklus hidrologi (hydrologic cycle) adalah proses perpindahan air secara kontinu dari samudera ke atmosfer, ke tanah dan kembali lagi ke laut (Viessman et al 1977). Secara sederhana, siklus ini dimulai dengan penguapan air dari laut. Dalam kondisi tertentu, uap tersebut terkondensasi membentuk awan yang pada akhirnya dapat menghasilkan presipitasi. Sebagian besar presipitasi yang jatuh ke bumi untuk sementara waktu akan tertahan pada tanah di dekat tempat ia jatuh, dan pada akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer oleh penguapan (evaporasi) dan transpirasi oleh tanaman. Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke dalam tanah dan menjadi bagian dari airbumi (groundwater). Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran permukaan (surface streamflow) maupun aliran airbumi (baseflow) bergerak menuju tempat yang lebih rendah, mengisi aliran sungai dan pada akhirnya dapat mengalir ke laut.
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menetapkan hidrograf aliran HEC-HMS serta menentukan metode yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung bagian hulu diantara metode hidrograf satuan sintetik Snyder, SCS dan Clark. 2. Memperkirakan debit banjir berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum.
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Bedient & Huber 1988).
2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungaisungai kecil ke sungai utama (Asdak 1995). Dalam Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 1977 tentang DAS, dibataskan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa sehingga merupakan suatu
1
kesatuan dengan sungai dan anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber lainnya. Bentuk dan ukuran DAS, kemiringan permukaan tanah dan sungai/saluran air, dan kerapatan sungai adalah karakteristik DAS yang relatif berhubungan. Masing-masing karakteristik DAS tersebut, secara bersamasama akan mempengaruhi respon DAS terhadap terjadinya suatu hujan tertentu. Sementara, sistem tanam dan keadaan tanah adalah komponen DAS yang bersifat dinamik dan apabila vegetasi diubah dalam batas tertentu dapat mempengaruhi respon aliran air dalam DAS terhadap curah hujan tertentu (Asdak, 1995). 2.3 Presipitasi Presipitasi adalah masukan utama bagi siklus hidrologi. Bentuk utamanya adalah hujan, salju dan hujan es dan beberapa variasi bentuk lain seperti gerimis dan hujan yang bercampur dengan salju (sleet). Presipitasi diperoleh dari atmosfer, bentuk dan kuantitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim yang lain seperti angin, suhu dan tekanan atmosfer (Viessman et al 1977). Curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah yang diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda 2003). Terdapat beberapa teknik perhitungan curah hujan wilayah dari pengamatan di beberapa titik, yaitu metode rata-rata aljabar, metode poligon Thiessen, dan metode isohyet. Jika titik-titik pengamatan di dalam suatu daerah tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan wilayah dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. Curah hujan wilayah metode Thiessen dihitung dengan rumus : n
R =
∑AR i =1 n
Ri
=
i
∑A i =1
dimana, R = = Ai
i
i
curah hujan wilayah (mm), luas wilayah yang mewakili tiap titik pengamatan i, curah hujan di tiap titik pengamatan i (mm).
Perhitungan luas wilayah metode Thiessen didasarkan atas luas poligon yang digambar dari garis bagi tegak lurus pada sisisisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan. 2.4 Analisis Frekuensi Periode ulang sering dipakai sebagai pengganti probabilitas untuk melukiskan suatu kejadian rencana. Periode ulang diartikan sebagai selang waktu rata-rata (sejumlah tahun) suatu kejadian akan disamai atau dilampaui (Seyhan 1990). Jika suatu kejadian ekstrim rata-rata terjadi setiap 25 tahun sekali, maka probabilitas atau peluang kejadian tersebut sebesar 1/25 = 0,04 atau 4 persen. Hubungan antara periode ulang T, dengan probabilitas P, adalah T = 1/P. Hubungan ini merupakan definisi dasar dalam hidrologi statistik (Haan 1977). Analisis frekuensi digunakan untuk menentukan periode ulang kejadian hujan harian maksimum. Persamaan umum analisis frekuensi menurut Chow (1964) dapat dibuat dalam bentuk :
X T = X + SK T dimana, XT adalah besar atau nilai suatu kejadian X dengan periode ulang T tahun, X adalah harga rata-rata nilai pengamatan, KT adalah faktor frekuensi, dan S adalah standar deviasi. Nilai faktor frekuensi berbeda untuk setiap tipe distribusi. Beberapa macam tipe distribusi diantaranya adalah : (1) distribusi normal, (2) distribusi log normal, (3) distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, serta (4) distribusi log Pearson tipe III. Disribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I dan log Pearson tipe III sering dipakai untuk analisis frekuensi kejadian ekstrim. 2.5 Limpasan Hujan efektif atau hujan lebih (excess precipitation) merupakan hujan yang menyebabkan terjadinya limpasan (runoff). Besarnya curah hujan efektif yang terjadi pada suatu DAS akan dipengaruhi oleh keadaan lahan setempat (landuse) dan karakteristik DAS. Secara garis besar hujan efektif diperoleh dari pengurangan curah hujan yang turun (gross precipitation) dengan besarnya infiltrasi, intersepsi, depresi dan evapotranspirasi atau disebut sebagai precipitation loss. Limpasan adalah bagian dari presipitasi yang terdiri atas gerak gravitasi air dan tampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus (Chow 1964).
2
Limpasan yang dihasilkan oleh suatu DAS merupakan hasil proses yang ada di dalam DAS. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan, serta elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Hasil limpasan dari DAS di suatu tempat biasanya disajikan dalam bentuk tabel maupun grafik. Grafik kontinyu yang menggambarkan fenomena aliran (tinggi muka air, debit, kecepatan dll) dengan waktu disebut hidrograf. Umumnya ada dua macam hidrograf, yaitu : hidrograf tinggi muka air (stage hydrograph) dan hidrograf aliran (discharge hydrograph). 2.6 Hidrograf Satuan Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang disebabkan oleh curah hujan efektif dengan intensitas seragam jatuh merata diseluruh daerah aliran sungai dengan durasi yang khas. Satuan hujan efektif biasanya 1 mm atau satuan limpasan langsung setebal 1 mm di seluruh DAS. Untuk menghitung debit banjir menggunakan metode hidrograf satuan, diperlukan curah hujan efektif sebagai masukan. Persamaan umum yang digunakan untuk merubah hietograf hujan efektif menjadi limpasan adalah : n
Q n = ∑ PiU j i =1
dimana Qn adalah ordinat limpasan ke-n, Pi adalah curah hujan efektif, dan Uj adalah ordinat dari hidrograf satuan (j = n – i + 1). 2.7 Hidrograf Satuan Sintetik Hidrograf satuan sintetik merupakan hidrograf satuan yang dihasilkan dari parameter-parameter fisik suatu DAS. Parameter hidrograf satuan sintetik yang dikemukakan adalah waktu tenggang (time lag, tl), waktu dasar (time base, tb), dan debit puncak (peak discharge, Qp). Secara garis besar ada tiga tipe hidrograf satuan sintetik, yaitu: 1) Berdasarkan hubungan karakteristik hidrograf dengan karakteristik DAS (model Snyder, 1938). 2) Berdasarkan pada model simpanan DAS (model Clark, 1945). 3) Berdasarkan pada hidrograf satuan yang tidak berdimensi (model SCS, 1972).
Model Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetik yang dihitung berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris, dengan menghubungkan komponen hidrograf satuan dan karakteristik DAS. Parameter yang menentukan bentuk hidrograf satuan adalah luas DAS, panjang sungai utama, dan panjang sungai utama yang diukur dari tempat pengamatan (outlet) sampai dengan titik pada sungai utama yang berjarak paling dekat dengan titik berat DAS (length to centroid). Clark (1945) menurunkan hidrograf satuan sintetik suatu DAS berdasarkan dua proses penting selama transformasi curah hujan efektif menjadi limpasan, yaitu: • Translation atau pergerakan hujan efektif dari tempat asalnya melalui drainase sampai ke outlet, dan • Attenuation atau pengurangan besarnya debit aliran akibat adanya bagian dari hujan efektif yang tersimpan dalam DAS. Proses translasi didasarkan pada kurva luas-waktu (time-area), yang mencirikan kontribusi luas simpanan DAS terhadap debit aliran sebagai fungsi dari waktu, dan waktu konsentrasi (time of concentration, tc), sedangkan proses attenuation didasarkan pada model linear reservoir. McCuen (1982) menyebutkan bahwa model SCS menggunakan hidrograf satuan tak berdimensi berdasarkan pada analisis yang ekstensif dari data pengamatan. Model SCS dikembangkan untuk daerah dengan curah hujan seragam. Nilai debit puncak (Qp) dan waktu mencapai puncak (tp) diestimasi dengan menggunakan model sederhana hidrograf satuan segitiga, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Hidrograf satuan segitiga model SCS.
3
2.8 Aliran Dasar Aliran dasar (baseflow) merupakan aliran air di sungai pada saat tidak terjadi limpasan. Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang tertunda dari suatu kejadian hujan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan diperlukan untuk menghitung aliran langsung yang nantinya dipakai untuk membuat hidrograf satuan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan didasarkan pada analisis terhadap kurva resesi (recession curve). Pada umumnya kurva resesi diekspresikan dalam bentuk persamaan eksponensial (USACE 2000):
Simpanan dalam saluran pada periode waktu tertentu diekspresikan dalam bentuk persamaan (Chow 1959):
S=
2.9 Penelusuran Banjir Penelusuran banjir (routing) digunakan untuk memprediksi variasi temporal dan spasial dari suatu gelombang banjir yang merambat sepanjang aliran sungai ataupun reservoir, atau bisa juga digunakan untuk memprediksi aliran outflow hidrograf dari suatu DAS berdasarkan input curah hujan. Teknik penelusuran banjir secara umum dapat diklasifikasi menjadi dua kategori: penulusuran banjir hidrologis dan penelusuran banjir hidrolik (Viessman et al 1977). Penulusuran banjir secara hidrologis dibangun berdasarkan persamaan kontinuitas dengan beberapa analisis dan asumsi mengenai hubungan antara simpanan dengan alirannya di dalam sistem. Penelusuran banjir secara hidrolik lebih kompleks dan lebih akurat dibandingkan secara hidrologis, karena menggabungkan persamaan kontinuitas dan persamaan momentum untuk aliran tak jenuh pada saluran terbuka. Bentuk persamaan diferensial dari aliran tak jenuh tersebut biasanya dipecahkan dengan metode numerik, baik secara implisit maupun eksplisit dengan bantuan program komputer. Metode yang paling umum digunakan untuk penulusuran banjir hidrologis adalah metode Muskingum yang dikembangkan oleh Mc Carthy (1938), berdasarkan persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.
]
Metode
Muskingum mengasumsikan nilai dan b/a =k , sehingga menghasilkan bentuk linier:
m / n =1
S = K [xI + (1 − x)O ] dimana, K adalah waktu tempuh (travel time), dan x adalah faktor pembobot, nilainya berkisar antara 0–0,5. Bentuk persamaan Muskingum adalah:
O2 = C 0 I 2 + C1 I 1 + C 2 O1
Qt = Qo k t dimana, Qt adalah debit pada periode waktu t, Qo adalah debit awal (pada t=0), dan k adalah konstanta resesi.
[
b xI m / n + (1 − x )O m / n am/n
dimana,
C0 =
− Kx + 0,5Δt D
C1 =
Kx + 0,5Δt D
C2 =
K − Kx − 0,5Δt D
D = K − Kx + 0,5Δt Dengan mengetahui nilai parameter K, x, dan Δt, nilai-nilai koefisien C0, C1 dan C2 dapat segera ditentukan. 2.10 Model HEC-HMS HEC-HMS merupakan salah satu program pemodelan sistem hidrologi yang dimiliki US Army Corps of Engineers (USACE) yang dibangun oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) sebagai pengganti dari program HEC-1. Dengan beberapa kemampuan tambahan serta tampilan graphical user interface menjadikan HEC-HMS lebih memiliki keunggulan dibandingkan program terdahulunya tersebut. HEC-HMS didesain untuk mensimulasi respon limpasan permukaan dari suatu DAS akibat input curah hujan dengan merepresentasikan DAS sebagai suatu sistem hidrologi dengan komponen-komponen hidrolika yang saling berhubungan (topologic tree diagram). Setiap komponen memodelkan suatu aspek dari proses hujan-limpasan untuk suatu subDAS dari keseluruhan DAS. Hasil luaran program adalah perhitungan hidrograf aliran sungai pada lokasi yang dikehendaki dalam DAS (USACE 2000).
4
Dalam HEC-HMS, proses hujan-limpasan yang terjadi dalam suatu DAS dibagi menjadi enam komponen utama (Gambar 2.3): • Komponen meteorologi • Komponen loss • Komponen direct runoff (limpasan langsung) • Komponen baseflow (aliran dasar) • Komponen routing (penelusuran banjir) • Komponen reservoir Perhitungan pertama dilakukan pada komponen meteorologi. Pada komponen ini, analisis meteorologi dilakukan terhadap data presipitasi, dimana diupayakan agar curah hujan terdistribusi ke seluruh DAS secara spasial (dengan cara interpolasi, ekstrapolasi) dan temporal (pengisian data yang tidak terukur, pembangkit data presipitasi hipotesis). Curah hujan yang terdistribusi spasial dan temporal akan jatuh baik pada pemukaan pervious maupun impervious. Sebagian hujan yang jatuh pada permukaan pervious akan hilang akibat intersepsi, infiltrasi, evaporasi dan transpirasi, yang dimodelkan dalam komponen loss. Curah hujan efektif yang berasal dari komponen loss akan berkontribusi terhadap aliran limpasan langsung dan aliran
airbumi dalam akuifer. Curah hujan yang jatuh pada permukaan impervious akan langsung menjadi limpasan tanpa mengalami berbagai bentuk kehilangan (losses), yang ditransformasi menjadi aliran permukaan (overland flow) dalam komponen direct runoff. Pergerakan air dalam akuifer dimodelkan dalam komponen baseflow. Baik baselow maupun overland flow akan mengalir pada saluran sungai. Proses translation dan attenuation aliran sungai akan disimulasi pada komponen routing. Terakhir, efek dari fasilitas hidrolik (bendungan) dan cekungan alami (danau, kolam, lahan basah) akan dimodelkan dalam komponen reservoir. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2005 sampai dengan Januari 2007, di Laboratorium Klimatologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB, Bogor. Daerah kajian penelitian adalah DAS Ciliwung bagian hulu dengan luasan sekitar 148 km2, yang terletak antara 06o05’–06o50’ LS dan 106o40’–107o00’ BT. Secara administratif terletak di wilayah Kabupaten dan Kotamadya Bogor, Jawa Barat.
Komponen Meteorologi Curah Hujan
Komponen Loss
Komponen Baseflow
Permukaan Pervious
Permukaan Impervious
Losses
Direct Runoff
Komponen Routing
Akuifer
Baseflow
Komponen Direct Runoff
Saluran Sungai
Reservoir Operator
Komponen Reservoir
Outlet DAS
Gambar 2.3 Komponen hujan-limpasan yang direpresentasikan model HEC-HMS (Cunderlik & Simonovic 2004)
5
3.2 Alat dan Bahan Penelitian Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: • • • • • • • •
Data curah hujan harian sesaat (per 30 menit) tahun 2004 dari Stasiun Gadog dan Gunung Mas. Data curah hujan kumulatif harian tahun 2004 dari Stasiun Cilember dan Citeko. Data curah hujan harian tahun 1985-2002 dari Stasiun Katulampa, Citeko dan Gunung Mas. Data tinggi muka air harian sesaat (per jam) tahun 2004 dari Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Katulampa. Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004. Peta digital elevation model DAS Ciliwung bagian hulu (90 x 90 m). Peta tanah semi detail DAS Ciliwung bagian hulu tahun 1992. Seperangkat komputer dengan program HEC-HMS, HEC-DSS, ArcView GIS, ER Mapper serta Microsoft Office Excel.
3.3 Metode Penelitian Secara umum, diagram alir metode penelitian ditunjukkan seperti pada Gambar 3.1. Analisis data presipitasi dan penentuan parameter fisik DAS diperlukan sebagai masukan model HEC-HMS. Selanjutnya hasil model berupa hidrograf aliran, akan disesuaikan dengan hidrograf pengamatan. Proses kalibrasi terhadap parameter-parameter model dilakukan agar hidrograf hasil model mendekati nilai pengamatannya. Untuk itu diperlukan tahap pengujian model, sehingga kemiripan hidograf hasil model dengan pengamatan dapat terukur. Analisis sensitivitas dapat berguna unuk melihat pengaruh perubahan nilai-nilai parameter masukan terhadap parameter hasil model. Pada penelitian ini, analisis sensitivitas HEC-HMS dilakukan terhadap parameter bilangan kurva, dengan pertimbangan bahwa bilangan kurva memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap hidrograf yang dihasilkan suatu DAS. Simulasi hidrograf aliran dilakukan untuk mendapatkan perkiraan debit banjir di masa mendatang berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan dan curah hujan maksimum.
Analisis Presipitasi
Hidrograf Tinggi Muka Air
Parameter DAS
HEC-HMS
Rating Curve Hidrograf Debit Pengamatan
Hidrograf Debit Model
Kalibrasi
Satisfactory?
No
(Pengujian Model) Yes
- Analisis Sensitivitas - Simulasi Hidrograf Aliran Gambar 3.1 Diagram alir metode penelitian
6
3.3.1 Analisis Presipitasi Analisis presipitasi diperlukan sebagai salah satu masukan dalam model HEC-HMS, yaitu menentukan metode perhitungan hujan wilayah. Dalam penelitian ini, curah hujan wilayah ditentukan berdasarkan bobot setiap stasiun hujan yang dihitung menggunakan metode poligon Thiessen.
SCS telah mengembangkan sistem klasifikasi tanah menjadi empat kelompok hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group = HSG). Sifat-sifat tanah berdasarkan pengelompokan HSG tertera pada Tabel 3.1. Kelompok tanah tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu dari ketiga cara berikut: (a) berdasarkan sifat-sifat tanah, (b) peta tanah detail, (c) laju infiltrasi minimum. Tabel 3.2 menyajikan hubungan laju infiltrasi minimum dengan masing-masing kelompok tanah. Tabel 3.1 Kelompok hidrologi tanah menurut SCS dan sifat-sifatnya.
HSG A B C
Gambar 3.2 Konstruksi curah hujan wilayah metode poligon Thiessen
Poligon Thiessen diperoleh dengan cara menarik garis bagi tegak lurus pada sisi-sisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan. Gambar 3.2 menyajikan poligon Thiessen dari 4 stasiun hujan yang ada di DAS Ciliwung bagian hulu. Dalam menentukan perkiraan debit banjir, analisis frekuensi berguna untuk meghitung hujan harian maksimum pada berbagai periode ulang (T). Persamaan analisis frekuensi yang dikemukakan Chow (1964) memerlukan faktor frekuensi (KT) yang nilainya tergantung tipe distribusi. Pada penelitian ini hujan harian maksimum dianggap mengikuti distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, dengan persamaan faktor frekuensi sebagai berikut (Haan 1977): ⎡ T ⎞⎤ ⎛ K T = −0,7797 ⎢0,5772 + ln⎜ ln ⎟⎥ ⎝ T − 1 ⎠⎦ ⎣
3.3.2 Penentuan Bilangan Kurva dan Impervious Area Besarnya bilangan kurva ditentukan berdasarkan metode yang telah dikembangkan oleh Soil Consrvation Service (SCS). McCuen (1982) menyebutkan bahwa bilangan kurva menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya.
D
Sifat-Sifat Tanah Pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat Loess dangkal, lempung berpasir Lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan organik rendah dan tanah berkadar liat tinggi Tanah- tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat, plastis dan tanah-tanah tertentu
Richard H McCuen (1982) Tabel 3.2 Hubungan laju infiltrasi minimum dengan kelompok tanah menurut SCS
Laju Infiltrasi Minimum (mm/ jam) 203,2 – 304,8 101,6 – 203,2 25,4 – 101,6 0,0 – 25,4
Kelompok Tanah A B C D
Richard H McCuen (1982)
Dalam menentukan keadaan kandungan air tanah (KAT) sebelumnya seringkali dipergunakan keadaan rata-rata daerah aliran pada keadaan tempat dan waktu tertentu (McCuen 1982). SCS menyusun tiga keadaan KAT sebelumnya sebagai berikut: Kondisi I
:
Kondisi II Kondisi III
: :
Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu, telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan. Keadaan rata-rata. Hujan lebat atau ringan dan temperatur rendah telah terjadi dalam lima hari terakhir, tanah jenuh air.
7
SCS memberikan batas jumlah curah hujan untuk setiap kondisi KAT sebelumnya seperti pada Tabel 3.3. Pada penelitian ini, perhitungan proses hujan-limpasan dianggap berlangsung pada musim tumbuh. Tabel 3.3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya.
Kondisi I II III
Total curah hujan lima hari sebelumnya (mm) Musim Dorman Musim Tumbuh < 13 < 35 13 – 28 35 – 53 > 28 > 53
Richard H McCuen (1982)
Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi II mengikuti tabel yang disajikan SCS (Lampiran 1). Nilai bilangan kurva untuk keadaan KAT sebelumnya pada kondisi I dan III dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Chow dkk (1988), sebagai berikut:
CN ( I ) =
4,2CN ( II ) 10 − 0,058CN ( II )
dan,
23CN ( II ) CN ( III ) = 10 + 0,13CN ( II ) Untuk DAS yang terdiri dari beberapa macam tipe tanah dan penggunaan lahan, nilai bilangan kurva ditetapkan sebagai nilai composite (gabungan). Bilangan kurva composite ditentukan berdasarkan bobot luas bentuk penggunaan lahan yang ada di dalam DAS (USACE 2001). n
CN composite =
∑ A CN i
i =1
i
n
∑A i =1
i
dimana, CNcomposite ialah bilangan kurva gabungan untuk seluruh DAS, i menyatakan indeks untuk subdivisi dari DAS dengan tipe penggunaan dan jenis tanah yang sama, dan Ai adalah luas subdivisi ke-i. Selain bilangan kurva, parameter yang juga berpengaruh terhadap volume limpasan suatu DAS adalah luas daerah impervious. Impervious area dari suatu DAS adalah luasan dari DAS dimana semua kontribusi dari presipitasi akan menjadi limpasan langsung tanpa mengalami infiltrasi, evaporasi ataupun bentuk kehilangan air lainnya (USACE 2001).
Penentuan impervious area diperkirakan berdasarkan tipe penggunaan lahan dan faktor imperviousness (Tabel 3.4). Tabel 3.4 Faktor penggunaan lahan.
imperviousness
Penggunaan Lahan Hutan Tanah Terbuka Agrikultur Residensial Komersial
berdasarkan
tipe
Faktor Imperviousness (%) 0 5 5 30 80
USACE (2000)
3.3.3 Penyusunan Basin Model Representasi dari kondisi fisik suatu DAS dikonfigurasi dalam basin model. Sistem yang terdiri dari elemen-elemen hidrologi dihubungkan dalam suatu jaringan untuk mensimulasi proses limpasan. Terdapat tujuh elemen hidrologi yang tersedia dalam HECHMS, dimana masing-masing elemen mewakili bagian dari total respon suatu DAS terhadap presipitasi dengan menggunakan sebuah model matematika, yaitu: • Subbasin Subbasin atau subDAS merupakan elemen yang hanya memiliki satu outflow yang diperoleh berdasarkan data meteorologi (curah hujan dan evaporasi) dengan memperhitungkan loss, curah hujan efektif, serta aliran dasar. • Reach Elemen reach yang memiliki satu atau lebih inflow dan hanya satu outflow, merupakan elemen dimana proses routing terjadi. Outflow dihitung menggunakan salah satu dari beberapa metode yang tersedia dalam model saluran terbuka (open channel flow model). • Reservoir Reservoir memiliki satu atau lebih inflow dan satu outflow terhitung. Elemen ini dapat digunakan pada model reservoir, danau dan kolam. • Source Source merupakan elemen yang tidak memiliki inflow dan hanya memiliki satu outflow. Source digunakan untuk merepresentasikan kondisi batas terhadap basin model, misalnya outflow terukur dari reservoir atau tinggi muka air tanah regional yang tidak termodelkan.
8
• Junction Junction dapat memiliki lebih dari satu inflow dan lebih dari satu outflow. Biasanya digunakan untuk merepresentasikan sebuah pertemuan sungai atau aliran. • Diversion Diversion memiliki dua outflow dengan satu atau lebih inflow. Elemen ini dapat digunakan untuk merepresentasikan bendungan yang mengalihkan aliran kedalam kanal-kanal atau saluran. • Sink Sink dapat memiliki lebih dari satu inflow, tetapi tidak ada outflow. Sinks digunakan untuk merepresentasikan titik terendah dari suatu area drainase atau outlet dari suatu basin model. Penyusunan basin model juga mencakup perhitungan pada 4 submodel utama: 1) Loss Model Bagian dari presipitasi yang hilang akibat infiltrasi, intersepsi, evaporasi dan bentuk kehilangan lainnya sebelum menjadi limpasan (precipitation loss) dianalisis dalam loss model. Pada dasarnya perhitungan loss model bertujuan untuk mencari curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang menyebabkan terjadinya limpasan. Pada penelitian ini, perhitungan dilakukan menggunakan metode SCS curve number. Perhitungan curah hujan efektif dengan metode SCS mempertimbangkan faktor penggunaan dan penutupan lahan. Curah hujan efektif Pe, dihitung menggunakan persamaan: Pe =
(P − Ia )2 P − Ia + S
dimana P adalah volum total curah hujan, Ia adalah kehilangan air awal atau initial abstraction (initial loss), dan S merupakan potential maximum retention. Nilai Ia dapat ditentukan berdasarkan persamaan: Ia = 0,2 S Potential maximum retention ditentukan berdasarkan parameter bilangan kurva (CN) yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan. Persamaan empiris untuk menentukan nilai S adalah: 25400 − 254CN S= CN (SI)
2) Direct Runoff Model Perhitungan limpasan langsung yang berasal dari curah hujan efektif dianalisis dalam direct runoff model. Dalam penelitian ini, analisis limpasan langsung dilakukan menggunakan tiga metode hidrograf satuan sintetik, yaitu: Snyder, SCS, dan Clark. • Hidrograf Satuan Snyder Snyder (1938) mengembangkan hidrograf satuan sintetik berdasarkan studinya di daerah pengaliran Appalachian Highlands. Parameter masukan yang diperlukan untuk metode Snyder meliputi time lag dan koefisien puncak. Persamaan time lag yang diperoleh Snyder untuk DAS yang berukuran 10-10.000 mil2 adalah:
t l = C t (Lms Lc )
0,3
dimana, = tl
Ct
=
Lms Lc
= =
time lag (jam), merupakan interval waktu antara saat terjadi curah hujan maksimum sampai dengan saat terjadinya debit puncak, koefisien yang menggambarkan variasi kemiringan dan simpanan DAS, panjang sungai utama (km), panjang saluran utama dari titik terdekat ke pusat DAS (km).
Koefisien Ct memiliki nilai yang bervariasi menurut topografi, dari daerah dataran sampai pegunungan. Nilai Ct hasil penelitian Snyder diperoleh berkisar antara 1,8–2,2 dengan ratarata 2. Semakin curam kemiringan DAS maka akan semakin kecil nilai Ct yang dihasilkan. (Viessman et al 1977). Debit puncak, Qp (cfs), ditentukan berdasarkan fungsi dari time lag, koefisien simpanan Cp, dan luas daerah pengaliran A (mil2), sebagai berikut:
Qp =
640C p A tl
Nilai koefisien simpanan Cp bervariasi antara 0,4 sampai 0,8. Nilai Cp yang besar menunjukkan time lag yang kecil dan berkorelasi dengan nilai Ct yang kecil pula. • Hidrograf Satuan SCS Metode yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service untuk pembuatan hidrograf satuan sintetik didasarkan atas hidrograf tak berdimensi (dimensionless), yang
9
merupakan hasil analisis pada sejumlah besar hidrograf satuan alami dari berbagai DAS dengan luas dan kondisi geografis yang beragam. Metode SCS hanya memerlukan penentuan nilai waktu puncak (time to peak atau time of rise, tp) dan debit puncak, Qp. Persamaannya adalah sebagai berikut:
tp = dimana, tp =
D
=
tl
=
D + tl 2 waktu puncak (jam), merupakan selang waktu antara mulai terjadinya hujan sampai debit puncak, durasi hujan (jam), ditentukan dengan persamaan D = 0,133 tc, dengan tc adalah waktu konsentrasi, time lag (jam).
Dan persamaan debit puncak:
Qp = C
A tp
dimana, C merupakan konstanta konversi, bernilai 2,08 dalam SI, atau 484 dalam footpound system, dan A merupakan luas DAS. Persamaan empiris yang digunakan SCS untuk menentukan parameter time lag, adalah: 0 ,8
tl = dimana, Lms = aws = S = CN
=
Lms ( S + 1) 0, 7 1900aws 0,5 panjang sungai utama (ft), kemiringan rata-rata DAS (%), potential maximum retention (in.) = 1000/CN -10, Bilangan kurva untuk berbagai tipe penggunaan lahan.
• Hidrograf Satuan Clark Bentuk hidrograf satuan sintetik model Clark pada dasarnya ditentukan berdasarkan parameter waktu konsentrasi (tc), koefisien simpanan DAS (R) dan diagram luas-waktu. Johnstone and Cross (1949, dalam USACE 2000) mengenalkan salah satu persamaan untuk mencari waktu konsentrasi (jam):
⎛ L ⎞ t c = 5,0⎜⎜ ms ⎟⎟ ⎝ ars ⎠
0,5
dengan Lms adalah panjang sungai utama (mil), dan ars adalah kemiringan saluran atau slope channel (ft/mil).
Clark menunjukkan bahwa nilai parameter koefisien simpanan (storage coefficient, R). dapat dihitung sebagai aliran di titik inflection point pada sisi menurun (falling limb) dari suatu hidrograf dibagi dengan fungsi waktu terhadap aliran (dt/dQ). Diagram luas-waktu menentukan jumlah luasan simpanan DAS yang memberikan kontribusi pada debit luaran DAS sebagai fungsi waktu yang dinyatakan sebagai bagian dari waktu konsentrasi (USACE 2000). Persamaan yang digunakan HEC-HMS untuk kurva luas-waktu adalah: 1, 5 ⎧ ⎫ ⎛t⎞ t ⎪1,414⎜⎜ ⎟⎟ , untuk : t ≤ c ⎪ 2 ⎪ At ⎪ ⎝ tc ⎠ =⎨ ⎬ 1, 5 A ⎪ ⎛ t⎞ tc ⎪ ⎟ ⎜ ⎪1 − 1,414⎜1 − ⎟ , untuk : t ≥ ⎪ 2⎭ ⎝ tc ⎠ ⎩
dimana, At adalah luas kumulatif yang terkontribusi pada waktu t, dan A adalah luas total DAS. 3) Baseflow Model Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang tertunda dari suatu kejadian hujan. Pada penelitian ini, metode perhitungan aliran dasar yang digunakan adalah exponential recession model. Hubungan antara aliran dasar pada periode t (Qt) dan aliran dasar awal/pada t=0 (Qo) adalah (USACE 2000):
Qt = Qo k t dengan k merupakan konstanta resesi. Parameter baseflow model yang diperlukan HEC-HMS sebagai masukan meliputi aliran dasar awal, konstanta resesi dan aliran threshold (aliran saat dimulainya kurva resesi pada sisi yang menurun dari sebuah hidrograf). Ketiga parameter tersebut ditetapkan berdasarkan analisis terhadap hidrograf pengamatan. 4) Routing Model Routing model didasarkan atas konsep penelusuran banjir yang digunakan untuk mensimulasi rambatan gelombang aliran air melalui sungai dan waduk. Penelitian ini menggunakan metode Muskingum yang didasarkan pada persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada inflow dan outflow.
10
Objective functions merupakan ukuran kuantitatif bagi goodnes-of-fit yang menunjukkan derajat keragaman antara hidrograf hasil perhitungan dengan data pengamatan (Tabel 3.5). Search methods digunakan untuk meminimalkan objective function dan mendapatkan nilai parameter yang paling sesuai. Pencarian nilai parameter dilakukan dengan cara iterasi melaui proses trial and error. Dua algoritma search methods yang tersedia dalam HEC-HMS adalah univariate-gradient search algorithm dan Nelder and Mead simplex search algorithm.
Parameter yang diperlukan adalah travel time (k) dan faktor pembobot (x). Travel time atau waktu tempuh aliran dari titik inlet sampai outlet, ditentukan melalui hubungan antara kecepatan aliran (Vw) dengan panjang sungai (L) melalui persamaan:
K=
L Vw
Berdasarkan Hukum Seldon, kecepatan gelombang banjir ditetapkan sebagai berikut:
Vw =
1 dQ B dy
IV. KEADAAN UMUM DAS CILIWUNG BAGIAN HULU
dimana B adalah lebar atas permukaan saluran, dan dQ/dy adalah slope rating curve pada titik representatif saluran. Faktor pembobot (x) dalam metode Muskingum berkisar antara 0 sampai 0,5 dengan rata-rata 0,2 untuk aliran alami. Pada penelitian, penentuan nilai x diperoleh dari hasil trial-error pada saat kalibrasi, dengan menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai masukan awal.
4.1 Letak dan Luas Daerah Secara umum sungai Ciliwung mengalir dari arah Selatan ke Utara, melalui wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kotip Depok dan DKI Jakarta. DAS Ciliwung di sebelah Barat dibatasi oleh DAS Cisadane dan di sebelah Timur dibatasi DAS Citarum, dengan hulunya di sebelah Selatan yaitu berada di Gunung Gede–Pangrango dan bermuara di Teluk Jakarta. DAS Ciliwung dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu hulu, tengah dan hilir. Pada Penelitian ini akan dibahas mengenai DAS Ciliwung bagian hulu, meliputi wilayah Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Kedunghalang, mulai dari Desa Tugu sampai SPAS Katulampa, yaitu di sekitar Desa Katulampa, Ciawi, Bogor. Secara geografis DAS Ciliwung bagian Hulu terletak di daerah antara 06o02’ sampai 06o55’ LS dan 106o35’ sampai 107o00’ BT dengan luas wilayah sekitar 148 km2.
3.3.4 Kalibrasi Kalibrasi model merupakan proses penyesuaian nilai-nilai parameter model sampai didapat hasil model yang sama atau mendekati hasil pengamatan. Metode yang digunakan dalam HEC-HMS adalah objective functions dan search methods. Tabel 3.5 Metode perhitungan objective function
Kriteria
Persamaan*)
Sum of absolute errors
Z = ∑ q0 (i ) − qs (i )
Sum of squared residuals Percent error in peak Peak weighted root mean square error objective function
NQ
i =1
NQ
Z = ∑ [q0 (i ) − qs (i)]
2
i =1
Z = 100
qs ( peak ) − q0 ( peak ) q0 ( peak )
USACE (2000) *)
1/
2 ⎧⎪ 1 ⎡ NQ ⎛ q0 (i ) + q 0 ( mean) ⎞⎤ ⎫⎪ ⎟⎟⎥ ⎬ Z =⎨ ⎢∑ (q0 (i ) − qs (i ) ) ⎜⎜ NQ ⎪⎩ ⎝ 2q0 ( mean) ⎠⎦⎥ ⎪⎭ ⎣⎢ i =1
Z = objective function; NQ = jumlah ordinat hidrograf hasil perhitungan; qO(i) = debit observasi; qS(i) = debit hasil perhitungan; qO(peak) = debit puncak observasi; qO(mean) = rata-rata debit observasi; dan qS(peak) = debit puncak hasil perhitungan.
4.2 Iklim Iklim di Daerah Aliran Sungai Ciliwung pada umumnya adalah iklim tropis, dengan suhu udara rata-rata berkisar antara 19-25oC. Menurut sistem klasifikasi Schmidt–Ferguson, berdasarkan perbandingan jumlah rata-rata bulan basah dengan bulan kering, DAS Ciliwung bagian hulu termasuk ke dalam tipe iklim A. Rata-rata curah hujan wilayah di DAS Ciliwung bagian hulu berkisar antara 122-564 mm/bulan. Bulan basah terjadi selama 8-10 bulan (Agustus–Mei) dengan bulan terbasah Januari, dan bulan lembab 2-4 bulan (Juni– September) dengan bulan terkering adalah Agustus.
11
Gambar 4.1 Peta lokasi daerah penelitian Tabel 4.1 Curah hujan rata-rata bulanan tiap stasiun dan curah hujan wilayah DAS Ciliwung bagian hulu 19852002.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
CH Rata-rata Tiap Stasiun (mm/bln) Katu Gunung Citeko lampa Mas 515 490 608 443 429 533 346 378 375 260 341 386 177 305 248 112 206 197 108 171 141 92 217 126 140 276 220 206 383 272 311 408 399 325 365 418
CH Wilayah (mm/bln) 564 491 364 336 227 167 132 122 196 258 368 379
Hasil perhitungan, data dari BMG
4.3 Topografi DAS Ciliwung bagian hulu yang berada pada ketinggian 300–3000 m, mempunyai bentuk topografi yang bervariasi mulai dari dataran sampai berupa perbukitan dengan bentuk lereng mulai dari datar, landai, agak
curam sampai curam. Daerah dengan topografi datar sampai landai atau daerah dengan kemiringan lereng 0-8% mempunyai persentase terbesar yaitu sekitar 36% dari luas seluruh DAS. Sedangkan wilayah dengan kemiringan lereng 8-15%, memiliki persentase yang paling kecil yaitu sekitar 11% atau seluas 1625,5 Ha. Keadaan DAS Ciliwung bagian hulu yang agak terjal dikarenakan oleh wilayah ini dibentuk oleh beberapa pegunungan diantaranya Gn. Gede-Pangrango, Gn. Mandalawangi, dan Gn. Kencong. Secara rinci kemiringan DAS Ciliwung bagian hulu dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut. Tabel 4.2 Luas DAS Ciliwung bagian hulu berdasarkan kemiringan.
No
Kelas Lereng (%)
Luas (Ha)
1
0–8
5407,0
2
8 – 15
1625,5
3
15 – 25
3550,0
4
25 – 45
1869,5
5
> 45
2384,5
Hasil perhitungan berdasarkan peta kemiringan DAS Ciliwung Hulu
12
4.4 Tanah dan Penggunaan Lahan Sekitar 28% jenis tanah di DAS Ciliwung bagian hulu merupakan jenis tanah konsosiasi typic hapludent. Jenis tanah dengan luasan terkecil adalah jenis kompleks aluvial yaitu sekitar 0,2% sedangkan untuk jenis tanah yang lain dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Jenis tanah DAS Ciliwung bagian hulu
Jenis Tanah Asosiasi typic hapludants-typic troposament Assosiasi andic humitropepts Konsosiasi typic hapludent Konsosiasi typic eutropepts Asosiasi typic humitripepts Kompleks aluvial Latosol coklat kemerahan Konsosiasi typic distropepts Kompleks typic troporthent-typic fluvaquent
Luas (Ha) 3424 2734 4223 2403 75 33 49 1865 304
Hasil perhitungan berdasarkan Peta Tanah Semi Detail 1992, Skala 1:50.000.
Berdasarkan jenis tanah yang terdapat di DAS Ciliwung bagian hulu maka Fakhrudin (2003) mengelompokkan sebagai berikut: 1. Asosiasi typic hapludants-typic troposament mempunyai sifat drainase cepat dan tekstur kasar, diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah A. 2. Asosiasi typic humitripepts dan kompleks typic troporthent-typic fluvaquent mempunyai sifat drainase baik dan tekstur sedang sampai kasar, diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah B. 3. Latosol coklat kemerahan, konsosiasi typic hapludent, konsosiasi typic eutropepts, assosiasi andic humitropepts dan kompleks aluvial mempunyai sifat drainase yang baik dan tekstur sedang sampai halus, dan diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah C. 4. Konsosiasi typic distropepts mempunyai tekstur yang halus dan diklasifikasikan ke dalam kelompok hidrologi tanah D. Dengan menggunakan pengelompokan diatas maka didapatkan peta kelompok hidrologi tanah. Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu diturunkan berdasarkan peta Landsat tahun 2004 menggunakan software ER Mapper 6.4. Dengan metode klasifikasi tak terbimbing
(unsupervised classification), DAS Ciliwung bagian hulu terbagi menjadi 5 tipe penggunaan lahan, yaitu hutan, kebun, tegalan, sawah dan pemukiman. Tabel 4.4 Tipe penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004.
Penggunaan Lahan Hutan Kebun Sawah Pemukiman Tegalan
Luas (Ha) 34028,2 22354,0 30855,6 38696,3 19488,9
% 23,4 15,4 21,2 26,6 13,4
Hasil perhitungan berdasarkan peta Landsat 2004 dengan klasifikasi tak terbimbing.
4.5 Morfometri DAS Bentuk DAS Ciliwung bagian hulu secara keseluruhan adalah menyerupai kipas, dengan anak-anak sungai yang mengalir ke sungai utama dan terkonsentrasi ke satu titik di sekitar Katulampa, dengan bentuk outlet menyerupai leher botol. Jaringan sungai dan batas DAS Ciliwung bagian hulu diturunkan berdasarkan peta digital elevation model (dem) Ciliwung menggunakan software ArcView GIS 3.3. DAS Ciliwung bagian hulu terdiri atas 6 subDAS, yaitu Cibogo, Ciesek, Cisarua, Cisukabirus, Ciseuseupan dan Tugu. Penentuan banyaknya subDAS berdasarkan ordo jaringan sungai yang dihitung dengan metode Strahler. Setiap subDAS minimal memiliki satu sungai yang berordo dua. Parameter morfometri DAS yang diukur pada masing-masing subDAS diantaranya adalah panjang sungai utama (Lms = length of main stream), panjang sungai dari outlet sampai titik terdekat dengan pusat DAS (Lc = length to centroid), kemiringan DAS rata-rata (aws = average watershed slope) serta kemiringan sungai rata-rata (ars = average river slope). Kemiringan subDAS rata-rata dihitung menggunakan metode rata-rata timbang (weight mean method), yaitu menghitung perkalian dari kemiringan antara dua garis kontur dengan luas areal antara dua garis kontur tersebut dibagi dengan luas subDAS (Seyhan 1977). Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: n
aws =
∑S i =1
( n −1) n
⋅ a ( n −1) n
A
13
Tabel 4.5 Parameter morfometri DAS Ciliwung bagian hulu
Luas (Ha)
Lms (km)
Lc (km)
aws (%)
h10 (m)
h85 (m)
ars (%)
Cibogo
1270,1
6,81
5,78
7,37
532
904
5,46
Ciesek
2514,7
11,15
7,06
11,81
458
1244
7,05
Cisarua
2297,9
13,10
9,11
15,63
591
1540
7,24
Cisukabirus
1704,0
10,98
8,33
16,29
491
1327
7,61
Ciseuseupan
2212,0
8,51
5,08
5,11
354
591
2,90
Tugu
4780,7
11,58
8,39
12,30
598
1169
4,93
SubDAS
Hasil perhitungan
Dimana, S(n-1)n =
A(n-1)n A
= =
kemiringan rata-rata antara dua garis kontur (n-1) dan n yang saling berdekatan dalam m/m, luas areal antara dua garis kontur (n-1) dan n dalam m2, Luas subDAS dalam m2.
Kemiringan sungai rata-rata dihitung dengan metode faktor kemiringan 85-10 (the 85-10 slope factor method), yaitu kemiringan antara 10% sampai 85% jarak sungai yang diukur dari keluarannya (Seyhan 1977). Persamaan yang digunakan adalah:
ars =
h85 − h10 (0,75) Lms
dengan h85 adalah ketinggian pada 85% jarak sungai dalam meter, dan h10 adalah ketinggian pada 10% jarak sungai dalam meter. V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Presipitasi Data curah hujan dan tinggi muka air yang keduanya diperoleh dari pencatatan secara otomatis dipilih berdasarkan pada ketentuan bahwa hidrograf yang terjadi mempunyai puncak tunggal. Dari data curah hujan dan tinggi muka air yang dikumpulkan Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung–Cisadane, terpilih sebanyak 9 kasus kejadian berpasangan selama tahun 2004. Curah hujan kumulatif dengan selang waktu 30 menit dan waktu kejadiannya tertera pada Lampiran 4. Metode analisis presipitasi yang digunakan sebagai salah satu masukan HEC-HMS adalah metode user gage weights, yaitu menentukan bobot curah hujan untuk setiap satu titik pengamatan sebagai dasar perhitungan curah
hujan wilayah. Bobot curah hujan wilayah dalam penelitian ini dihitung berdasarkan poligon Thiessen. Hasil perhitungan bobot poligon Thiessen pada masing-masing subDAS ditunjukkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Bobot poligon Thiessen pada masing-masing subDAS di DAS Ciliwung bagian hulu
Bobot Tiap Stasiun SubDAS
Gunung Mas
Cilember
Citeko
Gadog
Cibogo
0,23
0,69
0,08
-
Ciesek
0,75
-
0,15
0,10
Cisarua
0,15
0,61
-
0,24
Cisukabirus
0,07
0,82
0,11
-
Ciseuseupan
0,08
0,07
0,85
-
Tugu
0,13
0,03
-
0,84
Hasil perhitungan
5.2 Bilangan Kurva dan Impervious Area SCS (Soil Conservation Service) telah mengembangkan indeks yang disebut run off curve number, atau yang lebih dikenal dengan bilangan kurva (CN). Bilangan ini menyatakan pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, perlakuan terhadap tanah, keadaan hidrologi, dan kandungan air sebelumnya terhadap pendugaan volume aliran permukaan. Penggunaan lahan di DAS Ciliwung bagian hulu dibagi dalam lima jenis penggunaan lahan yaitu hutan, tegalan, kebun, sawah dan pemukiman. Kemudian Fakhrudin (2003) mengklasifikasikan penggunaan lahan tersebut berdasarkan klasifikasi U.S Soil Conservation Service (1971) sehingga didapatkan pengelompokan sebagai berikut: 1.
Hutan pinus dan hutan rakyat diklasifikasi kedalam hutan kondisi hidrologi buruk.
14
Tabel 5.2 Total curah hujan 5 hari sebelum kejadian hujan terpilih di DAS Ciliwung bagian hulu
SubDAS Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu
10 /1
18/1
9/2
Curah Hujan (mm) 18/3 27/5 14/7
46 77 30 43 170 25
43 14 56 50 65 68
60 74 50 57 147 41
78 70 69 80 164 47
37 76 25 29 112 22
26 55 29 22 82 56
16/9
30/11
14/12
42 68 32 31 43 13
66 22 69 74 97 51
108 183 111 88 193 149
Hasil perhitungan, data dari Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung-Cisadane 2004
2.
3. 4. 5.
Kebun atau kebun campuran yang ditanami nangka, mangga, kelapa, bambu, kaliandra, lamtoro dan sejenisnya diklasifikasikan ke dalam leguminosa ditanam rapat atau pergiliran tanaman padang rumput menurut kontur dan berkondisi hidrologi buruk. Pemukiman DAS Ciliwung bagian hulu disetarakan dengan pemukiman yang ratarata kedap air 65%. Sawah berteras menurut kontur diklasifikasikan ke dalam padi-padian berteras baik. Tegalan dengan tanaman semusim yang ditanami jagung, singkong, padi gogo diklasifikasikan ke dalam tanaman semusim menurut lereng dengan kondisi buruk.
Kondisi hidrologi tanah ditunjukkan berdasarkan pembagian kelompok hidrologi tanah (HSG) yang ditentukan dari jenis tanah. Berdasarkan peta tanah semi detail 1992, kelompok hidrologi tanah di DAS Ciliwung bagian hulu ditentukan dengan mengikuti pengelompokkan menurut Fakhrudin (2003). Kondisi kandungan air tanah (KAT) sebelumnya ditentukan berdasarkan jumlah curah hujan pada lima hari sebelum kasus kejadian hujan terpilih (Tabel 5.2) dan dianggap berlangsung pada musim tumbuh. Nilai bilangan kurva pada masing-masing subDAS dihitung berdasarkan bobot luas setiap bentuk penggunaan lahan menurut kelompok hidrologi tanahnya. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata bilangan kurva di DAS Ciliwung bagian hulu pada tahun 2004 sebesar 72,14 pada kondisi rata-rata atau KAT II. Selain bilangan kurva, luas daerah impervious juga mempengaruhi volume limpasan dari suatu DAS. Berdasarkan faktor imperviousness pada Tabel 3.4, DAS Ciliwung bagian hulu memiliki luas wilayah impervious sebesar 10,3% atau sekitar 15,24 km2. Tabel
5.3 menunjukkan nilai bilangan kurva dan imperviousness pada tiap subDAS di DAS Ciliwung bagian hulu pada kondisi KAT I, II dan III. Tabel 5.3 Nilai bilangan kurva dan imperviousness tiap SubDAS di DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2004
SubDAS Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu
CN I 68,06 59,97 41,35 41,71 64,78 48,88
CN II 83,53 78,11 62,67 63,01 81,41 69,48
CN III 92,11 89,14 79,43 79,67 90,97 83,96
Imp (%) 12,73 10,78 10,60 8,50 12,41 8,96
Hasil perhitungan
5.3 Penyusunan Basin Model Penyusunan basin model merupakan salah satu tahap penting dalam analisa sistem hidrologi menggunakan HEC-HMS. Dalam basin model, perlu disusun konfigurasi yang menggambarkan representasi fisik dari suatu DAS berdasarkan elemen-elemen hidrologi. Terdapat tujuh elemen hidrologi yang tersedia dalam HEC-HMS, yaitu Subbasin, Reach, Reservoir, Junction, Diversion, Source, dan Sink. Pada penelitian ini elemen hidrologi yang digunakan untuk mengkonfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu terdiri dari 6 subbasin, 4 reach, 4 junction dan 1 sink, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1. Penyusunan basin model juga mencakup perhitungan pada 4 submodel utama, yaitu loss model, direct runoff model, baseflow model, serta routing model. Metode dan parameter yang diperlukan sebagai masukan basin model tertera pada Tabel 5.4. Semua parameter masukan HEC-HMS dihitung pada masingmasing subDAS untuk setiap kasus kejadian hujan terpilih.
15
Nama
Elemen Hidrologi
Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu J-1 J-2 J-3 J-4 Outlet Hulu R-1 R-2 R-3 R-4
Subbasin Subbasin Subbasin Subbasin Subbasin Subbasin Junction Junction Junction Junction Sink Reach Reach Reach Reach
Gambar 5.1 Konfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu dalam basin model HEC-HMS Tabel 5.4 Metode dan parameter masukan HEC-HMS
Model
Metode
Loss
SCS Loss Model Snyder UH
Direct Runoff
Baseflow
Routing
Parameter Initial abstraction Bilangan kurva Imperviousness Time lag Snyder Koefisien puncak
SCS UH
Time lag SCS
Clark UH
Koefisien simpanan
Waktu konsentrasi
Baseflow Recession Muskingum routing
Aliran dasar awal Konstanta resesi Aliran threshold Travel time Faktor pembobot
1) Loss Model Curah hujan yang jatuh pada suatu DAS akan mengalami proses infiltrasi, intersepsi, evaporasi dan bentuk kehilangan lainnya sebelum menjadi limpasan. Loss model menghitung besar curah hujan efektif dari pengurangan total curah hujan yang turun dengan precipitation loss. Penelitian ini menggunakan metode SCS, dimana merupakan metode yang sederhana, terukur, serta stabil (USACE 2000). Bedient dan Huber (1988) menyatakan bahwa pendekatan SCS sudah diterapkan dengan baik di beberapa negara, karena metode ini mempertimbangkan bentuk penggunaan lahan, sifat hidrologi tanah dan
dapat dilakukan pada daerah yang tidak terukur. Parameter SCS yang diperlukan sebagai masukan dalam loss model adalah initial abstraction, bilangan kurva, dan persentase imperviousness. Initial abstraction (Ia) merupakan fungsi dari penggunaan dan penutupan lahan serta kondisi hidrologi seperti intersepsi, infiltrasi, depression storage serta kelembaban tanah terdahulu. Dalam metode SCS, nilai Ia dihitung berdasarkan potential maximum retention dan bilangan kurva. Penentuan bilangan kurva dan luas daerah impervious mengikuti perhitungan seperti pada Bab 5.2. Hasil perhitungan parameter loss model pada setiap kejadian hujan terpilih disajikan dalam Lampiran 5. 2) Direct Runoff Model Tiga metode hidrograf sintetik, Snyder, SCS dan Clark, dipilih dalam penelitian ini untuk direct runoff model. Ini dilakukan agar terlihat perbandingan antar hidrograf aliran model yang dihasilkan ketiga metode hidrograf satuan. Rekapitulasi hasil perhitungan parameter direct runoff model masing-masing subDAS tertera pada Tabel 5.5. Parameter masukan yang diperlukan untuk metode Snyder meliputi time lag (tl) dan koefisien puncak (Cp). Time lag diartikan sebagai interval waktu antara pusat massa hujan dengan saat terjadinya debit puncak. Berdasarkan hasil perhitungan, time lag Snyder rata-rata tiap subDAS sebesar 3,4 jam. Koefisien Cp diperoleh dengan cara trial-error
16
pada saat kalibrasi. Nilai awal yang digunakan adalah 0,8. Selain perhitungan hujan efektif, SCS juga mengembangkan hidrograf satuan sintetik yang didasarkan atas hidrograf tak berdimensi (dimensionless). Dalam HEC-HMS, metode SCS hanya memerlukan paramater time lag sebagai masukan. Berdasarkan hasil perhitungan, time lag SCS rata-rata tiap subDAS sebesar 1,9 jam. Metode hidrograf satuan Clark memerlukan waktu konsentrasi (Tc) dan koefisien simpanan (R) sebagai parameter masukan. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan gelombang air untuk mengalir dari titik terjauh dalam DAS menuju outlet, atau disebut juga waktu ekuilibrium dimana aliran keluar sama dengan aliran yang masuk ke dalam DAS. Berdasarkan persamaan waktu konsentrasi menurut Johnston & Cross (1949, dalam USACE 2000), nilai Tc rata-rata tiap subDAS diperoleh sebesar 3,8 jam. Parameter R dapat dihitung sebagai aliran di titik inflection point pada bagian falling limb dari suatu hidrograf dibagi dengan fungsi waktu terhadap aliran. Berdasarkan hidrograf aliran dari stasiun debit Katulampa, didapatkan rata-rata R sebesar 3,38. Nilai R pada masingmasing subdas diasumsikan proporsional dengan luas tiap subdas. Tabel 5.5 Nilai parameter direct runoff model pada masing-masing subDAS
SubDAS Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu
Snyder Tlag Cp (jam) 3,01 0,8 3,45 0,8 3,75 0,8 3,44 0,8 3,27 0,8 3,66 0,8
SCS Tlag (jam) 1,34 1,64 2,62 1,78 2,12 1,92
Clark Tc R (jam) 3,17 0,29 3,80 0,58 4,09 0,53 3,70 0,39 4,15 0,51 4,24 1,09
Hasil perhitungan
3) Baseflow Model Parameter aliran dasar awal, konstanta resesi dan aliran threshold pada baseflow model, ditentukan berdasarkan hidrograf aliran pengamatan dari SPAS Katulampa. Kontribusi aliran dasar dan konstanta resesi pada masingmasing subDAS diasumsikan proporsional dengan luas tiap subDAS. Persamaan yang digunakan untuk konstanta resesi, k adalah:
⎛ ln Qt − ln Qo ⎞ k = exp⎜ ⎟ t ⎝ ⎠
dengan Qt adalah aliran dasar pada periode t, dan Qo adalah aliran dasar awal (pada t=0). Dari hidrograf pengamatan Katulampa pada kejadian hujan terpilih, didapatkan nilai k ratarata sebesar 0,96. Aliran threshold merupakan aliran saat dimulainya kurva resesi pada sisi yang menurun dari sebuah hidrograf. Pada HECHMS, aliran threshold ditetapkan sebagai perbandingan terhadap aliran puncak (ratio to peak). Ratio to peak dari hidrograf pengamatan Katulampa berkisar antara 0,18 sampai 0,69 dengan rata-rata sebesar 0,38. 4) Routing Model Perhitungan rambatan gelombang aliran sungai (routing) dalam HEC-HMS dituangkan pada routing model (channel flow model). Penelitian ini menggunakan metode Muskingum. Parameter yang diperlukan adalah travel time dan faktor pembobot. Travel time (k) atau waktu tempuh aliran dari titik inlet sampai outlet, ditentukan melalui hubungan antara kecepatan aliran dengan panjang sungai. Berdasarkan konfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu, proses routing terbagi menjadi 4 elemen atau reach, yaitu R-1, R-2, R-3 dan R4. Keempat elemen tersebut berada pada satu subDAS Ciseuseupan. Menurut penelitian Irianto (2000), rata-rata lebar atas permukaan saluran subDAS Ciseuseupan sebesar 24,3 m. Slope rating curve di SPAS Katulampa diketahui sebesar 30,35 sehingga kecepatan aliran untuk keempat reach diperkirakan sebesar 1,25 m/s. Berdasarkan data tersebut, parameter k untuk R-1, R-2, R-3 dan R-4 berturut-turut adalah 0,4, 0,29, 0,23 dan 0,98 jam. Faktor pembobot (x) dalam metode Muskingum berkisar antara 0 sampai 0,5 dengan rata-rata 0,2 untuk aliran alami. Pada penelitian, penentuan nilai x diperoleh dari hasil trial-error pada saat kalibrasi, dengan menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai masukan awal. 5.4 Hidrograf Aliran Pengamatan Hidrograf aliran pengamatan diperoleh dari data tinggi muka air dengan menggunakan persamaan regresi atau lengkung kalibrasi. Penelitian ini menggunakan data tinggi muka air dari stasiun pengamat arus sungai (SPAS) Katulampa. Persamaan regresi yang dipakai oleh Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung–Cisadane untuk SPAS Katulampa adalah sebagai berikut:
17
Q = 28,984(TMA − 0,14)1,911 Atau dalam bentuk regresi linier:
Q = 30,347TMA − 10,839 dimana, Q adalah debit aliran (m3/detik) dan TMA adalah tinggi muka air (m). Hidroraf aliran pengamatan ini diperlukan untuk kalibrasi. Parameter hidrograf aliran yang diukur dalam penelitian adalah debit puncak (Qp) volume aliran puncak (Vp) dan waktu mencapai puncak (Tp). Nilai ketiga parameter tersebut dari hidrograf pengamatan SPAS Katulampa tertera pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Parameter hidrograf pengamatan Katulampa pada kasus kejadian hujan terpilih Tgl
CH Wilayah (mm)
Vp
Qp (m3/s)
(1000m3)
Tp (jam) 3
10 /1
20,58
31,24
1130,18
18/1
44,43
53,64
1779,19
3
9/2
23,55
36,61
1191,76
2,5
18/3
16,26
16,30
1199,57
3
27/5
15,72
18,92
949,07
3
14/7
19,15
17,16
551,99
3
16/9
18,39
29,54
877,88
3
30/11
22,77
19,38
963,23
3
14/12
17,77
20,77
994,64
2
Hasil perhitungan, data dari Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung-Cisadane 2004
5.5 Hidrograf Aliran HEC-HMS Terdapat tiga jenis hidrograf aliran HECHMS yang dihitung dalam penelitian, yaitu hidrograf aliran Snyder, SCS dan Clark. Untuk mendapakan hidrograf aliran hasil model diperlukan data-data sebagai berikut: 1. Data curah hujan harian sesaat minimal dari satu titik pengamatan. Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan per 30 menit dari Stasiun Gadog dan Gunung Mas. Sebagai tambahannya adalah data curah hujan kumulatif harian dari Stasiun Cilember dan Citeko. 2. Bobot luas subDAS yang diwakili tiap stasiun curah hujan. Dalam penelitian ini, bobot dihitung berdasarkan metode poligon Thiessen. 3. Luas wilayah masing-masing subDAS. 4. Semua parameter yang terdapat dalam basin model, meliputi loss, direct runoff, serta channel flow model. 5. Control specification, yaitu input waktu (hari dan jam) kapan dimulai dan
berakhirnya eksekusi (running) dari program, termasuk interval waktu yang digunakan. Interval waktu atau biasa disebut computation step menentukan resolusi hasil model yang dihitung selama proses running berdasarkan interpolasi linier. Penelitian ini menggunakan resolusi 30 menit untuk setiap kasus kejadian hujan terpilih. 6. Untuk keperluan kalibrasi, diperlukan data debit aliran sesaat minimal dari satu titik pengamatan. Dalam penelitian ini digunakan data debit aliran per jam dari stasiun Katulampa. Dari data masukan diatas, hidrograf aliran HEC-HMS dari metode hidrograf satuan Snyder, SCS dan Clark dapat diketahui (Lampiran 7). Hampir semua hidrograf hasil HEC-HMS menghasilkan aliran yang lebih tinggi dari hidrograf pengamatan. Ini terlihat dari parameter debit puncak, volume puncak dan waktu mencapai puncak yang cukup berbeda dibandingkan nilai pengamatannya. Perbedaan kemungkinan disebabkan oleh ketidaktepatan nilai parameter yang digunakan sebagai data masukan model. Untuk itu diperlukan adanya kalibrasi agar hasil yang diberikan model lebih baik atau mendekati nilai pengamatan. HEC-HMS menyediakan fitur optimization manager yang berguna untuk mengestimasi semua nilai parameter secara otomatis. Untuk melakukannya diperlukan data debit hasil pengamatan. Metode yang digunakan dalam HEC-HMS adalah objective functions dan search methods. Nilai parameter kalibrasi dalam penelitian ini menggunakan kriteria peak weighted RMS error objective function dengan algoritma univariate gradient (Lampiran 8). Hidrograf aliran HEC-HMS menggunakan parameter terkalibrasi ditunjukkan pada Lampiran 9. Parameter Qp, Vp dan Tp dari hidrograf HEC-HMS berdasarkan parameter masukan awal dan parameter hasil kalibrasi, dengan nilai pengamatannya ditunjukkan pada Lampiran 10. Perbedaan cukup signifikan didapat dari hidrograf aliran hasil model setelah dikalibrasi. Dari 9 kasus kejadian hujan terpilih, didapatkan nilai Qp terbesar 102,23 m3/s pada metode Clark, dan terkecil 16,83 m3/s pada metode Snyder. Nilai Vp terbesar juga dihasilkan hidrograf Clark, yaitu 3.172.630 m3 dan terkecil 699.190 m3 pada metode Snyder. Nilai Tp pada hidrograf aliran model berkisar antara 3-6,5 jam.
18
5.6 Pengujian Model Pengujian model dilakukan dengan cara membandingkan hidrograf hasil pengamatan dengan hidrograf aliran yang dihasilkan model HEC-HMS. Pengujiannya dilakukan dengan uji kemiripan atau Uji-F menggunakan persamaan (Nash dan Sutcliffe 1970): n
F = 1−
∑ [Q
∑ [Q i =1
dimana, F Qobs(t)
3
Qp (m /s)
model 90 80 70 60
Clark
50
SCS
40
Snyder 30
(t ) − Qmod el (t )]
2
obs
i =1 n
100
mod el
(t ) − Qobs
20
]
10
2
obs
0 0
= =
koefisien kemiripan, F ≤ 1 debit pengamatan pada waktu ke –t (m3/s), Qmodel(t) = debit hasil model pada waktu ke –t (m3/s), debit pengamatan rata-rata = Qobs (m3/s). Berdasarkan hasil uji kemiripan, model Clark, SCS maupun Snyder memberikan nilai F yang hampir sama. Kisaran nilai F sebear 0,6-0,7 menandakan kemiripan antara model dengan pengamatan adalah sedang. Dibandingkan metode lainnya, metode SCS memiliki nilai F tertinggi, menunjukkan bahwa metode SCS adalah yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung hulu.
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Gambar 5.2 Grafik 1:1 antara parameter debit puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan 3500
3
Vp (1000 m )
model 3000
2500
2000
Clark SCS
1500
Snyder
1000
500
obs
0 0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
Gambar 5.3 Grafik 1:1 antara parameter volume puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan 7
Tp (hr)
model 6
Tabel 5.7 Nilai F hasil pengujian model Clark, SCS dan Snyder
Tgl 10-Jan 18-Jan 9-Feb 18-Mar 27-May 14-Jul 16-Sep 30-Nov 14-Dec Rataan
Clark 0,64 0,49 0,40 0,67 0,82 0,71 0,97 0,87 0,63 0,69
F SCS 0,72 0,40 0,43 0,61 0,88 0,75 0,98 0,91 0,67 0,71
5
4
Snyder 0,75 0,30 0,34 0,66 0,82 0,67 0,87 0,87 0,65 0,66
Hasil perhitungan
Pengujian model juga dilakukan dengan metode grafis. Parameter Qp, Vp dan Tp hasil model dibandingkan dengan pengamatan menggunakan Grafik 1:1 seperti pada Gambar 5.2-5.4. Hasilnya menunjukkan bahwa model dapat memberikan nilai Qp dan Vp yang cukup mendekati pengamatan, baik metode Clark, SCS ataupun Snyder, tetapi tidak demikian dengan Tp. Model tidak dapat memberikan nilai Tp yang mendekati pengamatan pada ketiga metode hidrograf satuan.
Clark 3
SCS Snyder
2
1
obs 0 0
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 5.4 Grafik 1:1 antara parameter waktu puncak hidrograf aliran HEC-HMS dengan pengamatan
5.7 Kepekaan HEC-HMS terhadap Parameter Bilangan Kurva Semua model dalam HEC-HMS baik model Snyder, SCS maupun Clark memerlukan parameter bilangan kurva sebagai salah satu data masukannya. Bilangan kurva yang dikatakan mempunyai pengaruh hidrologi bersama antara tanah, penggunaan lahan, perlakuan terhadap tanah, keadaan hidrologi, dan kandungan air tanah sebelumnya, sangat berperan dalam mempengaruhi nilai parameter hidrograf aliran.
19
Berdasarkan hal itu, perlu dikaji kepekaan HEC-HMS terhadap parameter bilangan kurva ditinjau dari nilai parameter hidrograf aliran yang dihasilkan (Qp, Vp dan Tp). Kepekaan HEC-HMS terhadap nilai bilangan kurva ditentukan berdasarkan perhitungan selisih antara nilai parameter hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS pada KAT kondisi II dengan KAT kondisi hujan terpilih terhadap parameter hidrograf aliran pengamatan. Persamaan yang digunakan dalam mengukur kepekaan bilangan kurva terhadap debit puncak Qp, adalah sebagai berikut:
ΔQ p / Q pA = dimana, = QpA QpB
QpC
=
=
Q pB − Q pC Q pA
× 100%
debit puncak yang dihasilkan hidrograf pengamatan, debit puncak yang dihasilkan hidrograf model pada KAT kondisi hujan terpilih, debit puncak yang dihasilkan hidrograf model pada KAT kondisi II.
Dengan menggunakan persamaan yang sama, kepekaan bilangan kurva terhadap parameter volume puncak dan waktu puncak juga dapat ditentukan. Hasil perhitungan kepekaan bilangan kurva terhadap parameter Qp, Vp dan Tp tertera pada Tabel 5.8. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa model HEC-HMS, baik Snyder, SCS maupun Clark, cukup peka terhadap parameter bilangan kurva, terutama dilihat dari parameter Qp dan Vp yang dihasilkan model. Beberapa nilai Tp tidak berubah terhadap perubahan bilangan kurva, ditunjukkan dengan nilai nol pada ∆Tp/TpA. Ini berarti perubahan bilangan kurva berpengaruh signifikan terhadap nilai Qp, Vp yang dihasilkan HEC-HMS, tetapi tidak selalu terjadi perubahan pada nilai Tp. Rata-rata absolut dari nilai ∆Qp/QpA, ∆Vp/VpA, dan ∆Tp/TpA yang dihasilkan model Snyder, SCS dan Clark hampir tidak jauh berbeda. Ini menunjukkan ketiga model mempunyai kepekaan yang hampir sama terhadap bilangan kurva, baik dilihat dari nilai Qp, Vp maupun Tp.
Tabel 5.8 Rasio selisih nilai Qp, Vp dan Tp yang dihasilkan HEC-HMS pada KAT hujan terpilih dengan KAT kondisi II terhadap Qp, Vp dan Tp pengamatan
Tgl
10/1
Metode
27/5
14/7
16/9
30/11
Q pA
V pA
T pA
2,69
11,58
16,67
7,07
9,75
0,00
SCS
-14,82
6,10
-16,67
27,61
37,06
-16,67
8,00
16,24
-16,67
-15,31
18,45
50,00
Clark
24,15
21,69
0,00
SCS
24,15
15,77
0,00
Snyder
-6,45
12,04
20,00
Clark
31,72
20,02
-16,67
SCS
35,28
17,23
0,00
Snyder
18/3
ΔT p
SCS Snyder
9/2
ΔV p
Clark
Clark 18/1
ΔQ p
Snyder
26,63
26,12
-16,67
Clark
18,66
32,21
-16,67
SCS
40,96
28,90
0,00
Snyder
24,47
30,82
0,00
Clark
7,81
13,08
-16,67
SCS
9,44
0,48
0,00
Snyder
15,21
17,43
16,67
Clark
26,13
23,57
-33,33
SCS
28,50
25,57
-16,67
Snyder
42,28
32,11
-16,67
Clark
14,96
16,38
16,67
SCS
19,09
17,08
16,67
Snyder
13,52
10,14
0,00
Clark
18,68
25,50
0,00
14/12
SCS
23,50
32,33
50,00
Snyder
27,68
34,23
-25,00
Ratarata absolut
Clark
19,16
22,34
14,81
SCS
21,78
18,15
11,11
Snyder
20,71
20,83
17,96
Hasil perhitungan
5.8 Simulasi Hidrograf Aliran Simulasi hidrograf aliran dilakukan untuk mengetahui perkiraan debit yang sering menyebabkan terjadinya banjir berdasarkan prediksi perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum. Penggunaan lahan DAS Ciliwung bagian hulu tahun 2010 diprediksi berdasarkan perubahan penggunaan lahan yang terjadi antara tahun 1996 dan 2004. (Tabel 5.9).
20
Tabel 5.9 Penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1996 dan 2004 serta prediksi tahun 2010
Tipe Penggunaan Lahan
1996 (Ha)
2004 (Ha)
Perubahan (Ha)
Laju (Ha/Th)
2010 (Ha)
Hutan
4973,4
3402,8
-1570,6
-196,3
2224,9
Kebun
3083,5
2235,4
-848,1
-106,0
1599,3
Pemukiman
1878,7
3869,6
1991,0
248,9
5362,9
Sawah
1771,6
3085,6
1313,9
164,2
4071,0
Tegalan
2835,1
1948,9
-886,2
-110,8
1284,2
Total
14542,3
14542,3
0,0
0,0
14542,3
Hujan harian maksimum DAS Ciliwung bagian hulu ditetapkan dengan menggunakan data historis hujan selama 18 tahun (19852002) pada tiga titik stasiun pengamatan, Citeko, Gunung Mas dan Katulampa. Pada penelitian ini, persamaan untuk menduga hujan harian maksimum pada berbagai periode ulang menggunakan analisis frekuensi Chow (1964), dengan menganggap data mengikuti distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I. Analisis frekuensi dilakukan dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum wilayah, yang dihasilkan berdasarkan bobot luas poligon Thiessen. Hasil perhitungan menunjukkan nilai rata-rata hujan harian maksimum wilayah DAS Ciliwung bagian hulu sebesar 76,5 mm dengan standar deviasi 24,22 mm. Hujan harian maksimum wilayah pada beberapa periode ulang disajikan pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Curah hujan harian maksimum wilayah DAS Ciliwung bagian hulu
T (Thn) 1.01 2 5 10 20 25 50 100
KT -1,64 -0,16 0,72 1,30 1,87 2,04 2,59 3,14
XT 37 73 94 108 122 126 139 152
Hasil perhitungan, data dari BMG
Distribusi hujan harian per jam diturunkan berdasarkan persentase rata-rata hujan harian per jam dari Stasiun Gunung Mas dan Gadog pada beberapa kejadian hujan tahun 2004. Rata-rata durasi hujan berdasarkan data yang dianalisis adalah sebesar 3-4 jam. Persentase rata-rata distribusi hujan per jam durasi 2, 3 dan 4 jam kedua stasiun ditampilkan pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Rata-rata persentase distribusi hujan harian durasi 2, 3 dan 4 jam di Stasiun Gadog dan Gunung Mas
Jam ke1 2 3 4
Persentase CH (%) Gadog Gn Mas 2 3 4 2 3 4 jam jam jam jam jam jam 54 57 59 61 64 44 46 25 15 39 27 23 18 13 9 22 13 11
Hasil perhitungan, data dari Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung-Cisadane
Pada penelitian ini simulasi dilakukan menggunakan data curah hujan harian maksimum wilayah pada periode ulang 5, 10 dan 20 tahun, dari Stasiun Citeko, Gunung Mas dan Katulampa. Distribusi hujan harian per jam Stasiun Katulampa dianggap sama dengan distribusi hujan harian Stasiun Gadog, yang merupakan stasiun terdekat. Parameter masukan HEC-HMS yang digunakan dalam simulasi adalah nilai rata-rata parameter hasil kalibrasi yang telah dilakukan sebelumnya (Lampiran 8). Berdasarkan parameter masukan tersebut, debit puncak, volume puncak dan waktu puncak hasil simulasi ditunjukkan pada Tabel 5.12. Tabel 5.12 Perkiraan debit puncak, volume puncak dan waktu puncak hidrograf model HEC-HMS pada tahun 2010
Periode Ulang 5 Tahun (Hujan 94 mm) 10 Tahun (Hujan 108 mm) 20 Tahun (Hujan 122 mm)
Metode Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder
Qp (m3) 115,6 114,6 96,3 147,1 146,1 122,8 181,3 180,1 151,2
Vp (1000 m3) 4234,0 4217,2 3644,5 5371,3 5363,1 4614,5 6620,3 6596,6 5656,4
Tp (jam) 5 4 5 5 4 5 5 4 5
Hasil perhitungan
21
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Hampir semua hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS memberikan nilai yang lebih besar dari hidrograf aliran pengamatan. Dari 9 kasus kejadian hujan terpilih, didapatkan nilai Qp terbesar 102,23 m3/s pada metode Clark, dan terkecil 16,83 m3/s pada metode Snyder. Nilai Vp terbesar juga dihasilkan hidrograf Clark, yaitu 3.172.630 m3 dan terkecil 699.190 m3 pada metode Snyder. Nilai Tp pada hidrograf aliran model berkisar antara 3-6,5 jam. Berdasarkan hasil uji kemiripan Nash dan Sutcliffe (1970), model Clark, SCS maupun Snyder memberikan kisaran nilai kemiripan (F) sebesar 0,6-0,7. Ini menandakan kemiripan antara model dengan pengamatan adalah sedang. Dibandingkan metode lainnya, metode SCS memiliki nilai F tertinggi, menunjukkan bahwa metode SCS adalah yang paling sesuai untuk DAS Ciliwung hulu. Berdasarkan analisis kepekaan HEC-HMS, perubahan bilangan kurva berpengaruh signifikan terhadap nilai Qp dan Vp yang dihasilkan model baik pada metode Snyder, SCS maupun Clark, tetapi tidak selalu terjadi perubahan pada nilai Tp. Simulasi hidrograf aliran dilakukan untuk mengetahui perkiraan debit berdasarkan prediksi perubahan penggunaan lahan dan curah hujan harian maksimum, dengan asumsi laju perubahan penggunaan lahan per tahun adalah tetap dan tidak terjadi penambahan tipe penggunaan lahan yang baru. Bila hujan maksimum periode ulang 5 tahun terjadi, maka pada tahun 2010 debit dan volume puncak yang diperkirakan model HEC-HMS metode hidrograf satuan SCS berturut-turut sebesar 114,6 m3/s dan 4.217.240 m3 dengan waktu mencapai puncak selama 4 jam. 6.2 Saran HEC-HMS dapat digunakan untuk mensimulasi hidrograf aliran berdasarkan data hujan pada DAS yang tidak terukur. Meskipun demikian, perlu ketelitian yang cukup tinggi dalam menentukan parameter-parameter yang akan digunakan sebagai data masukan HECHMS, terutama dalam menentukan parameter bilangan kurva.
22
DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bedient PB, WB Huber. 1988. Hydrology and Floodplain Analysis. USA: AddisonWesley Publishing Company. Chow VT, editor. 1964. Handbook of Applied Hydrology. New York: Mc Graw Hill Inc. Cunderlik JM, SP Simonovic. 2004. Calibration, Verification, and Sensitivity Analysis of the HEC-HMS Model. CFCAS Project: Assessment of Water Resources Risk and Vulnerability to Changing Climatic Conditions. http://www.eng.uwo. ca/research/iclr/fids/publications/cfcasclimate/reports/ReportIV.pdf. [21 April 2006]. Danisworo T. 1991. Aplikasi Model HEC-1 untuk Analisis Hidrograf di Sub DAS Cilongkeng DAS Citanduy Hulu. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sosrodarsono S, Takeda K. 1983. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sri Harto. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. US Army Corps of Engineers, Hydrologic Engineering Center. 2001. HEC-HMS Hydrologic Modeling System: User’s Manual, Version 3.0.1. http://www.hec. usace.army.mil/software/software_distrib/ hec-hms/hechmsprogram.html/HEC-HMS _Users_Manual_3.0.1.pdf. [21 April 2006]. US Army Corps of Engineers, Hydrologic Engineering Center. 2000. HEC-HMS Hydrologic Modeling System : Technical Reference Manual. http://www.hec.usace .army.mil/software/software_distrib/hechms/hechmsprogram.html/hms_technical reference manual.pdf. [29 April 2005]. Viessman W, JW Knapp, GL Lewis, TE Harbaugh. 1977. Introduction to Hydrology. Second Edition. USA : Harper & Row Publisher.
Fakhrudin M. 2003. Kajian Respon Hidrologi Akibat Perubahan Penggunaan Lahan DAS Ciliwung dengan Model SEDIMOT II [tesis] Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Haan CT. 1977. Statistical Methods in Hydrology. Ames Iowa: The Iowa State University Press. Irianto S. 2000. Kajian Hidrologi Daerah Aliran Sungai Ciliwung menggunakan Model HEC-1. [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. McCuen RH. 1982. A Guide to Hydrologic Analysis Using SCS Methods. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. New Jersey Nash JE, Sutcliffe JV. 1970. River Flow Forecasting Through Conceptual Models. J.Hydrol. 101: 282-290. Linsley R, M Kohler, J Paulhus. 1982. Hydrology for Engineers. Third Edition. New York: Mc Graw-Hill Inc. Seyhan E. 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
23
Lampiran 1. Tabel Bilangan Kurva (CN) aliran permukaan untuk berbagai kompleks penutupan tanah No.
1
2 3 4 5 6 7
8
9
10
11
12 13 14
Penggunaan Tanah/ Perlakuan/ Kondisi Hidrologi Pemukiman1 Luas kapling (m2): Persentase rata-rata kedap air2 500 65 1000 38 1300 30 2000 25 4000 20 Tempat parkir aspal, atap, jalan aspal dan lain – lain3 Jalan Umum: Beraspal dan bersaluran pembuangan Kerikil Tanah Daerah pertokoan (85% kedap) Daerah industri (75% kedap) Tempat terbuka, padang rumput yang dipelihara, taman, lapangan golf, kuburan dan lain-lain Kondisi baik : 75% atau lebih tertutup rumput Kondisi sedang : 50 % - 75% tertutup rumput Bera larian menurut lereng Tanaman semusim (dalam baris) Menurut lereng – buruk Menurut lereng – baik Menurut kontur – buruk Menurut kontur – baik Kontur & teras – buruk Kontur & teras – baik Padi – padian: Menurut lereng – buruk Menurut lereng – baik Menurut kontur – buruk Menurut kontur – baik Kontur & teras – buruk Kontur & teras – baik Leguminosa ditanam rapat atau pergiliran tanaman padang rumput4 Menurut lereng – buruk Menurut lereng – baik Menurut kontur – buruk Menurut kontur – baik Kontur & teras – buruk Kontur & teras – baik Padang rumput pengembalaan Buruk Sedang Baik Menurut kontur Buruk Menurut kontur Sedang Menurut kontur Baik Padang rumput potong Baik Hutan Buruk Sedang Baik Perumahan petani
Kelompok Hidrologi Tanah A B C D 77 61 57 54 51 98
85 75 72 70 68 98
90 83 86 80 79 98
92 87 86 85 84 98
98 76 72 89 81
98 85 82 92 88
98 89 87 94 91
98 91 89 95 93
39 49 77
61 69 86
74 79 91
80 84 94
72 67 70 65 66 62
81 78 79 75 74 71
88 85 84 82 80 78
91 89 88 86 82 81
65 63 63 61 61 59
76 75 74 73 72 70
84 83 82 81 79 78
88 87 85 84 82 81
66 58 64 55 63 51 68 49 39 47 25 6 30 45 36 25 59
77 72 75 69 73 67 79 69 61 67 59 35 58 66 60 55 74
85 81 83 78 80 76 86 79 74 81 75 70 71 77 73 70 82
89 85 85 83 83 80 89 84 80 88 83 79 78 83 79 77 86
Keterangan: 1. Bilangan kurva (CN) dihitung berdasarkan asumsi bahwa aliran permukaan dari rumah masuk diarahkan ke jalan umum dengan sejumlah minimum air dari atap diarahkan ke halaman rumput dimana infiltrasi terjadi 2. Areal sisa yang tidak kedap air (pekarangan berumput) dianggap berada sebagai rumput yang baik 3. Di bagian yang lebih panas bilangan kurva 95 dapat digunakan. 4. Dalam barisan rapat atau disebar.
24
Lampiran 2. Peta jaringan sungai, batas DAS dan subDAS, dan peta jenis tanah DAS Ciliwung bagian hulu
25
Lampiran 3. Peta kelompok hidrologi tanah dan peta penggunaan lahan 2004 DAS Ciliwung bagian hulu
26
Lampiran 4. Curah hujan kumulatif per 30 menit pada Stasiun Gadog dan Gunung Mas dan curah hujan kumulatif harian pada Stasiun Cilember dan Citeko tahun 2004
Tgl 10Jan
Stasiun
Curah Hujan 30 menit ke5 6 7 8 9 10 11
1
2
3
4
Gadog
1.5
34.5
14.0
5.0
3.0
3.0
0.5
0.5
-
-
Gn.Mas
0.5
1.0
1.5
1.0
1.0
2.0
1.0
1.0
1.0
-
12
13
14
15
Total (mm)
Durasi (jam)
-
-
-
-
-
62
4
-
-
-
-
-
10
4.5
Cilember
8 17.6
Citeko 18Jan
Gadog
10.0
21.0
37.0
4.0
0.0
6.0
2.0
4.0
2.0
4.0
2.0
2.0
2.0
-
-
96.0
6.5
Gn.Mas
5.0
10.0
18.0
2.0
0.0
3.0
1.0
2.0
1.0
2.0
1.0
1.0
1.0
-
-
47
6.5
Cilember
5 39.5
Citeko 9Feb
Gadog
7.0
12.5
20.0
10.0
5.5
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
55
2.5
Gn.Mas
4.5
4.5
5.0
0.3
0.0
0.7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
15
3
Cilember
10 27.1
Citeko 18Mar
Gadog
2.0
4.5
2.5
2.0
2.0
1.0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14
3
Gn.Mas
3.5
4.0
7.0
2.5
1.0
1.0
0.5
0.5
-
-
-
-
-
-
-
20
4
Cilember
2 20.3
Citeko 27May
Gadog
10.0
6.0
1.0
0.5
1.0
0.5
0.5
0.5
1.0
0.5
0.5
-
-
-
-
Gn.Mas
5.0
5.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0.0
0.0
0.5
1.0
2.0
1.0
0.5
-
-
Cilember 3.0
3.0
7.0
4.0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
17
2
Gn.Mas
3.0
4.0
7.0
4.0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
18
2
Cilember
20 31.6
Gadog
10.0
3.5
1.5
1.0
1.0
1.0
1.0
1.0
-
-
-
-
-
-
-
20
4
Gn.Mas
10.0
7.0
4.0
2.5
1.0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
24.5
2.5
Cilember
30 18.9
Gadog
3.0
13.0
8.0
2.0
0.5
0.5
1.5
1.0
1.0
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
-
33
7
Gn.Mas
7.0
7.0
5.0
2.0
1.0
3.0
1.0
1.0
0.5
1.0
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
31
7.5
Cilember
5 18.9
Citeko 14Dec
6.5
Gadog
Citeko 30Nov
21 11.9
Citeko 16Sep
5.5
20
Citeko 14Jul
22
Gadog
15.5
7.0
2.0
1.0
1.5
2.0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
29
3
Gn.Mas
1.0
1.0
2.0
7.5
7.5
1.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
-
-
-
23.5
6
Cilember
4
Citeko
12
Sumber : Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung-Cisadane
27
Lampiran 5. Debit aliran (m3/det) pengamatan dari Stasiun Pengamat Arus Sungai Katulampa
Waktu (Pukul) 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00
10 Jan 4.11 3.90 3.69 3.48 3.28 3.28 3.09 3.09 13.10 30.10 31.24 22.70 18.03 14.66 12.35 11.27 10.23 9.57 8.61 8.31 8.00 7.71 7.42 7.13 6.57 6.30 6.04 5.78 5.52 5.27 5.03 5.03 5.03 5.03 7.42 9.25
18 Jan 7.13 6.85 6.04 5.78 5.52 5.27 6.57 31.24 53.64 45.08 32.40 24.71 20.77 18.03 16.30 15.47 13.87 13.10 12.35 11.63 11.27 10.92 10.57 10.23 9.90 9.57 9.25 8.93 8.61 8.31 8.00 7.71 7.71 9.57 11.63 7.71
9 Feb 5.52 5.52 5.27 5.27 5.03 5.03 4.79 4.79 4.79 4.79 4.79 4.56 4.56 26.81 36.61 26.81 18.03 15.47 13.10 11.27 10.23 9.90 9.25 8.93 8.31 8.00 7.71 7.42 7.13 7.13 6.85 6.57 6.57 6.57 6.57 7.71
Debit Aliran (m3/s) 18 27 14 Mar May Juli 7.71 5.52 1.90 7.71 5.27 1.90 7.71 5.03 1.90 8.00 5.03 1.90 8.00 5.03 1.90 8.00 5.03 1.90 8.00 5.03 1.75 11.63 5.03 1.61 13.87 4.79 1.61 16.30 5.52 1.61 15.06 18.03 1.61 13.48 18.92 1.61 12.72 14.66 2.54 11.63 11.63 14.66 10.92 10.92 17.16 10.57 9.57 13.10 9.90 8.93 10.23 9.57 8.93 8.93 9.25 8.31 7.13 9.25 7.71 6.57 8.93 7.42 5.78 8.93 7.13 5.03 8.93 7.13 4.79 8.61 6.85 4.34 8.61 6.57 4.11 8.61 6.57 3.69 8.31 6.57 3.28 8.31 6.04 3.28 8.00 6.04 2.90 8.00 6.04 2.90 8.00 6.04 2.54 7.71 5.78 2.54 7.71 5.52 2.37 7.71 5.52 2.21 7.71 5.52 2.05 7.42 5.52 1.90
16 Sep 1.61 1.61 1.61 1.47 1.47 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 1.34 2.21 26.81 29.54 26.81 21.73 15.47 12.35 10.23 8.93 8.31 7.13 6.57 6.04 6.04 5.52 5.03 4.56 4.34 4.11 3.69 3.69 3.48 3.28 3.28
30 Nov 5.03 5.03 4.79 4.56 4.11 4.11 3.90 3.69 3.69 4.11 8.00 17.16 19.38 17.16 15.06 13.10 11.63 10.92 9.57 8.93 8.61 8.31 8.00 7.71 7.13 6.57 6.04 5.78 5.52 5.52 5.27 5.03 5.03 4.79 4.56 4.56
14 Dec 5.52 5.52 5.52 5.52 5.52 5.52 5.27 5.03 5.03 19.84 20.77 17.16 13.10 11.63 10.23 8.93 8.31 7.71 7.13 6.57 6.57 6.57 6.57 6.57 6.85 6.85 6.85 6.57 6.30 6.30 6.04 6.04 6.04 6.04 6.04 6.04
Sumber : Proyek Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai Ciliwung-Cisadane
28
Lampiran 6. Nilai parameter loss model dalam HEC-HMS untuk setiap tanggal kejadian hujan terpilih
SubDAS
10 Jan
18 Jan
Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu
50.07 30.96 360.23 50.07 30.96 360.23
50.07 169.53 65.78 149.09 25.22 48.52
Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu
10.01 6.19 72.05 10.01 6.19 72.05
10.01 33.91 13.16 29.82 5.04 9.70
Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu
83.53 89.14 41.35 83.53 89.14 41.35
83.53 59.97 79.43 63.01 90.97 83.96
Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Ciseuseupan Tugu
9.11 7.31 7.16 5.22 8.82 5.65
9.11 7.31 7.16 5.22 8.82 5.65
9 Feb 18 Mar 27 May 14 Jul Potential Maximum Retention (mm) 21.77 21.77 50.07 119.20 30.96 30.96 30.96 30.96 151.30 65.78 360.23 360.23 64.82 64.82 354.97 354.97 25.22 25.22 25.22 25.22 111.59 111.59 265.69 48.52 Initial Abstraction (mm) 4.35 4.35 10.01 23.84 6.19 6.19 6.19 6.19 30.26 13.16 72.05 72.05 12.96 12.96 70.99 70.99 5.04 5.04 5.04 5.04 22.32 22.32 53.14 9.70 Bilangan Kurva 92.11 92.11 83.53 68.06 89.14 89.14 89.14 89.14 62.67 79.43 41.35 41.35 79.67 79.67 41.71 41.71 90.97 90.97 90.97 90.97 69.48 69.48 48.88 83.96 Persentase Imperviousness (%) 9.11 9.11 9.11 9.11 7.31 7.31 7.31 7.31 7.16 7.16 7.16 7.16 5.22 5.22 5.22 5.22 8.82 8.82 8.82 8.82 5.65 5.65 5.65 5.65
16 Sep
30 Nov
14 Dec
50.07 30.96 360.23 354.97 58.01 265.69
21.77 169.53 65.78 65.78 25.22 111.59
21.77 30.96 65.78 65.78 25.22 48.52
10.01 6.19 72.05 70.99 11.60 53.14
4.35 33.91 13.16 13.16 5.04 22.32
4.35 6.19 13.16 13.16 5.04 9.70
83.53 89.14 41.35 41.71 81.41 48.88
92.11 59.97 79.43 79.43 90.97 69.48
92.11 89.14 79.43 79.43 90.97 83.96
9.11 7.31 7.16 5.22 8.82 5.65
9.11 7.31 7.16 5.22 8.82 5.65
9.11 7.31 7.16 5.22 8.82 5.65
Hasil Perhitungan
29
Lampiran 7. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark, serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan awal.
Keterangan : Hidrograf Observasi Hidrograf Clark Hidrograf SCS Hidrograf Snyder
30
Lampiran 8. Nilai rata-rata parameter hasil kalibrasi menggunakan kriteria peak weighted RMS error objective function dengan algoritma univariate gradient
Parameter
Curve Number
Initial Abstraction
Recession Constant
Recession Threshold Ratio
SCS Lag
SubDAS Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu
Unit
mm mm mm mm mm mm
menit menit menit menit menit menit
Nilai awal 81.88 75.49 69.39 54.76 82.34 70.1 11.24 16.49 22.41 41.97 10.9 21.67 0.76 0.76 0.76 0.76 0.76 0.76 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 0.28 80.2 98.14 157.07 106.88 126.95 115.02
Nilai Kalibrasi 82.82 74.42 69.06 54.52 82.53 68.56 12.27 16.84 22.47 42 10.76 22.12 0.49 0.57 0.63 0.61 0.69 0.64 0.34 0.34 0.35 0.36 0.37 0.37 93.38 113.88 154.55 103.02 136.59 126.89
Parameter
Snyder Peaking Coefficient
Snyder Time to Peak
Clark Storage Coefficient
Clark Time of Concentra tion
SubDAS Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu Cibogo Ciesek Cisarua Cisukabirus Katulampa Tugu
Unit
jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam jam
Nilai awal
Nilai Kalibrasi
0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 0.8 3.01 3.45 3.75 3.44 3.27 3.66 0.29 0.58 0.53 0.39 0.51 1.09 3.17 3.8 4.09 3.7 4.15 4.24
0.67 0.74 0.78 0.85 0.72 0.83 3.37 3.54 4.24 3.11 2.71 3.53 0.34 0.75 0.58 0.38 0.4 1.13 3.82 4.02 5.2 4.6 4.4 4.31
31
Lampiran 9. Hidrograf aliran yang dihasilkan HEC-HMS metode Snyder, SCS dan Clark, serta hidrograf pengamatannya pada kejadian hujan terpilih berdasarkan parameter masukan terkalibrasi.
Keterangan : Hidrograf Observasi Hidrograf Clark Hidrograf SCS Hidrograf Snyder
32
Lampiran 10. Parameter debit puncak, Qp, Volume puncak, Vp dan Waktu puncak, Tp dari hidrograf HEC-HMS berdasarkan parameter masukan awal dan parameter hasil kalibrasi (kal), dengan nilai pengamatannya (obs).
Tgl 10/1
18/1
9/2
18/3
27/5
14/7
16/9
30/11
14/12
UH Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder Clark SCS Snyder
Qp (m3/s) awal kal 69.69 46.84 64.79 45.43 52.94 30.69 136.26 102.23 132.32 86.49 110.01 61.71 91.9 60.04 89.65 58.08 67.99 35.7 23 20.45 22.47 20.9 18.1 16.83 26.98 19.13 26.76 23.29 20.91 17.06 36.09 26.27 36.26 25.28 27.36 20.56 36.5 31.6 35.19 31.47 27.8 31.57 35.29 23.95 33.31 23.77 27.69 19.52 34.02 22.03 31.78 21.89 27.33 20.49
obs 31.24 53.64 36.61 16.30 18.92 17.16 29.54 19.38 20.77
Vp (1000 m3) awal kal obs 1822.72 1398.13 1740.47 1320.96 1130.18 1614.71 1200.51 3871.1 3172.63 3812.89 2742.42 1779.19 3608.9 2686.71 2125.02 1568.42 2059.6 1458.32 1191.76 1845.12 1306.33 1035.01 1030.95 1016.85 987.27 1199.57 917.31 1035.43 1001.94 976.49 949.07 1004.35 947.94 913.5 918.35 1099.87 798.67 551.99 1125.87 735.00 912.48 699.19 859.22 829.01 877.88 855.18 839.92 765.81 846.20 1265.36 1004.47 963.23 1236.86 1002.62 1138.26 876.11 1222.67 982.26 994.64 1209.89 1039.02 1075.91 1004.05
Tp (jam) awal kal obs 3.5 4 3 3.5 3.5 4.5 4 4 3.5 3 3.5 3 4.5 6.5 3.5 4 2.5 3 3.5 4 4.5 3 3 3 3 3 3.5 4 3.5 3 3 3 3 4 4 3.5 3 3 3 3 4 4.5 3.5 3 3 3 3 4 4 3.5 4 3 3 3.5 4 4 3.5 3.5 2 3 4 3.5 3.5
33
Lampiran 11. Langkah-langkah pengerjaan HEC-HMS Untuk menjalankan program HEC-HMS 3.0.0 pada komputer dengan sistem operasi Windows, diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: • Setelah program HEC-HMS terinstal pada komputer, buka program dengan cara double click ikon
yang terletak pada desktop atau dengan klik pada contoh seperti gambar berikut :
Start Menu >> Programs >> HEC >>
HEC-HMS,
Maka akan keluar tampilan awal program HEC-HMS :
• Untuk membuat project yang baru, pada toolbar menu klik ikon New... sehingga muncul kotak dialog seperti berikut :
atau dengan klik File >>
Isi nama project dan lokasi tempat penyimpanan file lalu tekan tombol Create. • Konfigurasi jaringan hidrologi dan penentuan metode loss, transform, baseflow dan channelflow diatur dalam Basin Model. Untuk membuat Basin Model yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Basin Model Manager, sehingga muncul kotak dialog Basin Model Manager. Pilih tombol New lalu muncul kotak dialog Create A New Basin Model.
34
Isi nama Basin Model, lalu tekan tombol Create. • Susun konfigurasi DAS berdasarkan elemen-elemen hidrologi dengan menggunakan ikon-ikon yang terdapat pada toolbar, yaitu :
Konfigurasi yang disusun untuk DAS Ciliwung Hulu adalah sebagai berikut :
• Untuk setiap elemen hidrologi, tentukan metode dan masukan nilai parameter input yang diperlukan. Pengaturannya ada pada menu Parameters pada toolbar, atau window di sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Basin Models seperti gambar berikut :
• Metode perhitungan presipitasi diatur dalam Meteorologic Model. Untuk membuat Meteorologic Model yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Meteorologic Model Manager, sehingga muncul kotak dialog Meteorologic Model Manager. Pilih tombol New lalu muncul kotak dialog Create A New Meteorologic Model. Isi nama Meteorologic Model, lalu tekan tombol Create.
35
• Penentuan metode presipitasi dan input data hujan kumulatif harian diatur pada window sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Meteorologic Model, seperti gambar berikut :
• Control Specifications memuat input waktu kapan dimulai dan berakhirnya eksekusi (running) dari program serta resolusi waktu yang diinginkan. Untuk membuat Control Specifications yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Control Specifications Manager, sehingga muncul kotak dialog Control Specifications Manager. Pilih tombol New lalu muncul kotak dialog Create A New Control Specifications. Isi nama Control Specifications, lalu tekan tombol Create. • Penentuan input waktu pada Control Specifications diatur pada window sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Control Specifications, seperti gambar berikut :
• Data time-series presipitasi dan debit aliran (jika diperlukan) dimasukkan dalam komponen Time-Series Data Manager. Untuk membuat Time-Series Data yang baru, pada toolbar menu klik Components >> Time-Series Data Manager, sehingga muncul kotak dialog Time-Series Data Manager. Pilih tipe data Precipitation Gages untuk presipitasi dan Discharge Gages untuk data debit aliran, lalu tekan tombol New. Akan muncul kotak dialog Create A New Time-Series Data. Isi nama stasiun (gage), lalu tekan tombol Create. • Input data time-series presipitasi dan debit aliran diatur pada window sebelah kiri halaman utama pada tab Components, folder Time-Series Data, seperti gambar berikut :
36
• Setelah semua parameter dan data input dimasukkan, hasil hidrograf aliran HEC-HMS dapat segera diketahui. Caranya dengan membuat Simulation Run pada menu Compute >> Create Simualtion Run. Kemudian akan muncul kotak dialog Create A Simulation Run (Dari Step 1 sampai 4). Tentukan nama simulasi (misalnya Run-1), basin model, meteorologic model, dan control specification yang akan dieksekusi oleh program. • Pilih Simulation Run yang akan dieksekusi (running) dengan cara klik pada menu Compute >> Select Run >> [pilih Run] atau melalui window sebelah kiri halaman utama pada tab Compute, dan mengarahkan kursor pada folder Simulation Run yang dkehendaki. Tekan ikon pada toolbar untuk mengeksekusi program.
yang • Hasil running program dapat dilihat dengan menggunakan ikon-ikon terdapat pada toolbar, setelah mengarahkan kursor pada elemen hidrologi yang dikehendaki pada tab Components atau pada window Basin Model. Selain menggunakan ikon-ikon tersebut, hasil program juga dapat dilihat dari menu Results pada toolbar atau tab Results pada window di sebelah kiri halaman utama.
37
• Contoh hasil program dalam bentuk tabel dan grafik (hidrograf) adalah sebagai berikut :
38