perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH VITAMIN C DAN N-ASETIL SISTEIN TERHADAP PENURUNAN KADAR IL-6 DAN CRP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Ilmu Biomedik
ANUGRAH MAYA PURWA IRIANTI DEWI S500708003
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ii
PENGARUH VITAMIN C DAN N-ASETILSISTEIN TERHADAP PENURUNAN KADAR IL-6 DAN CRP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TESIS
Oleh Anugrah Maya Purwa Irianti Dewi, dr S500708003 Komisi
Nama
Pembimbing Pembimbing I
Tandatangan
Tanggal
…………..
……….
…………..
……….
Dr. H.M BambangPurwanto,dr. SpPD KGH FINASIM NIP. 194807191976091001
Pembimbing II
Dr. dr. H. Sugiarto , Sp PD, FINASIM NIP. 196205221989011001
Telah dinyatakan memenuhi syarat Pada tanggal
Ketua Program Studi Magister KedokteranKeluarga
Dr. HariWujoso, dr.Sp F, M.M NIP.196210221995031001
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id iii
PENGARUH VITAMIN C DAN N-ASETILSISTEIN TERHADAP PENURUNAN KADAR IL-6 DAN CRP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TESIS
Oleh Anugrah Maya Purwa Irianti Dewi, dr S500708003 Tim Penguji Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Ketua
Dr. Hari Wujoso, dr. Sp.F, M.M. ……………
NIP. 196210221995031001 Sekretaris
Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr. AIFO, ……………
MARS NIP. 194805311976031001 Anggota Penguji
1. Prof. Dr. H.M. Bambang Purwanto, dr. Sp.PD-KGH-FINASIM NIP. 194807191976091001 2. Dr. H. Sugiarto, dr. Sp.PD-FINASIM NIP. 196205221989011001
…………… ……………
Mengetahui, Direktur Program Pasca sarjana
Ketua Program studi Magister Kedokteran Keluarga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id iv
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S.
Dr. Hari Wujoso, dr. Sp.F, M.M.
NIP.196107171986011
NIP. 196210221995031001
PERNYATAAN
Nama : Anugrah Maya Purwa Irianti Dewi NIM
: S500708003
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul : Pengaruh Vitamin C dan NAsetil Sistein terhadap Kadar IL-6 dan CRP pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Stadium V yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta,
Februari 2013
Yang membuat pernyataan
commit to user
Anugrah Maya Purwa I.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id v
KATA PENGANTAR Puji syukur Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan kasih sayang, rahmat dan hidayahNya sehingga penyusunanTesis yang berjudul : Pengaruh Vitamin C dan N-Asetil Sistein terhadap Kadar IL-6 dan CRP pada Pasien Penyakit Ginjal Kronis Stadium V yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Moewardi Surakarta ini dapat terselesaikan. Penelitian ini untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga (MKK) minat utama Ilmu Biomedik. Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada: 1.
Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana Program studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Biomedik.
2.
R. Basoeki Soetardjo drg. MMR sebagai Direktur RSUD Dr. Moewardi beserta seluruh staf direksi yang telah berkenan dan mengijinkan menjalani pendidikan PPDS interna.
3.
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. sebagai Direktur Program Pasca Sarjana UNS beserta staf atas kebijakannya yang telah mendukung dalam penulisan penelitian tesis ini.
4.
Dr. Hari Wujoso, dr. Sp.F, M.M. sebagai Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada penulis untuk pelaksanaan dan penulisan tesis ini.
5.
Prof. Dr. Harsono Salimo, dr. Sp.A (K) sebagai Sekretatis Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Ilmu Biomedik yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk pelaksanaan dan penulisan penelitian tesis ini.
6.
Prof. Dr . Muchsin Doewes, dr.AIFO, MARS yang telah meluangkan waktu untuk menguji serta memberikan arahan kepada penulis untuk pelaksanaan dan penulisan tesis ini.
7.
Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id vi
kemudahan dan dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan PPDS Ilmu Penyakit Dalam. 8.
Prof. Dr. H.A. Guntur Hermawan, dr. Sp.PD-KPTI-FINASIM selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/ RSUD Dr Moewardi, yang telah memberikan ijin dan bimbingan sehingga tugas penulisan tesis ini terwujud.
9.
Prof. Dr. H.M. Bambang Purwanto, dr. Sp.PD-KGH-FINASIM selaku Ketua Program Studi PPDS I Interna dan sebagai pembimbing I, yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini, serta memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam.
10. Dr. H. Sugiarto, dr. Sp.PD-FINASIM sebagai pembimbing II, yang telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis ini, serta memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam. 11. Drs. Sumardi, M.M. selaku pembimbing statistik penelitian, yang dengan kesabaran telah membimbing dan memberikan pengarahan dalam penyusunan tesis. 12. Segenap dosen Program Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membekali ilmu pengetahuan yang sangat berarti bagi peneliti. 13. Seluruh Staf Pengajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/ RSUD Dr Moewardi Surakarta. Prof. Dr. H.A. Guntur Hermawan dr. Sp.PD-KPTI-FINASIM, Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. Sp.PD-KR-FINASIM, Prof. Dr. Djoko Hardiman, dr. Sp.PD-KEMDFINASIM, Prof. Dr. H.M. Bambang Purwanto, dr. Sp.PD-KGH-FINASIM, Suradi Maryono, dr. Sp.PD-KHOM-FINASIM, Sumarmi Soewoto dr. Sp.PD-KGER-FINASIM, Tatar Sumandjar, dr. Sp.PD-KPTI-FINASIM, Tantoro Harmono, dr. Sp.PD-KGEHFINASIM, Tri Yuli Pramana, dr. Sp.PD-KGEH- FINASIM, P Kusnanto, dr. Sp.PDKGEH-FINASIM, Dr. H. Sugiarto, dr. Sp.PD- FINASIM, Supriyanto Kartodarsono, dr. Sp.PD-FINASIM, Supriyanto Muktiatmojo, dr. Sp.PD-FINASIM, Dhani Redhono, dr. Sp.PD-KPTI-FINASIM, Wachid Putranto, dr. Sp.PD-FINASIM, Arifin, dr. Sp.PDFINASIM, Fatichati Budiningsih, dr. Sp.PD, Agung Susanto, dr. Sp.PD, Arief Nurudin, dr. Sp.PD, Agus Joko Susanto, dr. Sp.PD dan Yulyani Werdiningsih, dr. Sp.PD yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id vii
telah memberi dorongan, bimbingan dan bantuan dalam segala bentuk sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan tesis. 14. Seluruh teman sejawat Residen Penyakit Dalam yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis baik dalam penelitian ini maupun selama menjalani pendidikan. 15. Kedua orangtua dan ketiga adik tercinta yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil dalam menjalani pendidikan PPDS I Interna. 16. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah membantu penulis baik dalam menjalani pendidikan maupun dalam penelitian ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan saran serta kritik yang membangun dalam rangka perbaikan penulisan penelitian tesis ini.
Surakarta, Februari 2013
Penyusun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL DEPAN ................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................
ii
PERNYATAAN ...................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...........................................................................................
v
DAFTAR ISI ......................................................................................................
viii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xiii
ABSTRAK ..........................................................................................................
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 A.
Latar Belakang ..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C.
Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 1. Tujuan Umum .................................................................................. 6 2. Tujuan Khusus ................................................................................. 6
D.
Manfaat Penelitian ............................................................................... 7 1. Manfaat Teoritis ..............................................................................
7
2. Manfaat Terapan .............................................................................. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8 A.
Penyakit Ginjal Kronik ........................................................................ 8
.
1. Etiologi ............................................................................................ 9 2. Gambaran Klinis Penyakit Ginjal Kronis ..................................
10
3. Uremia ............................................................................................. 10 4. Program Terapi Penyakit Ginjal Kronis ........................................ 11 B.
IL-6
................................................................................................. 15 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id ix
C.
CRP
...............................................................................................
18
D.
Vitamin C ........................................................................................... 22
E.
N Asetil Sistein .................................................................................... 28
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS ...................................... 36 Kerangka Konseptual .......................................................................... B.
36
Hipotesis Penelitian ............................................................................. 42
BAB 4 METODE PENELITIAN ............................................................................. 43 A.
Jenis Penelitian .................................................................................... 43
B.
Tempat Penelitian ................................................................................ 43
C.
Populasi Sampel .................................................................................. 43 1. Populasi Sasaran ............................................................................. 43 2. Populasi Sumber .............................................................................. 43 3. Populasi Sampel ……...................................................................... 43
D.
Sampel dan Cara Pemilihan Sample ................................................. 43
E.
Besar Sample ..................................................................................... 45
F.
Identifikasi variabel ............................................................................. 45 1. Variabel Tergantung ........................................................................ 45 2. Variabel Bebas ............................................................................... 45
G.
Definisi Operasional ............................................................................ 46
H.
Biaya .................................................................................................... 47
I.
Cara Kerja ............................................................................................ 47
J.
Desain Analisa Stastitik ....................................................................... 50
K.
Alur Penelitian ..................................................................................... 52
BAB 5 HASIL .......................................................................................................... 53 A.
Proses Analisis Penelitian ................................................................. 53
B.
Deskripsi Karakteristik Demografis dan Klinis .................................. 55
C.
Analisis Penurunan Kadar IL-6 dan CRP
.......................................... 59
BAB 6 PEMBAHASAN .......................................................................................... 74 commit to user
A.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id x
A.
Hasil utama ......................................................................................
74
B.
Keterbatasan Penelitian .................................................................... 81
BAB 7 PENUTUP .................................................................................................. 82 A. Simpulan ............................................................................................... 82 B. Saran ..................................................................................................... 83 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xi
DAFTAR SINGKATAN
ADMA
: Asimetric Dimethylarginine
cAMP
: cyclic Adenosine Monophosphat
CRP
: C- Reactive Protein
COX
: Cyclo Oxigenase
Hs-CRP
: High sensitivity-C- Reactive Protein
HD
: Hemodialisis
ICAM - 1 : Inter Cellulare Adhession Molecule-1 IL - 1ß
: Interleukin- 1ß
IL – 6
: Interleukin-6
IL – 8
: Interleukin – 8
IL-12
: Interleukin-12
IFN – γ
: Interferon Gamma
LFG
: Laju Filtrasi Ginjal
MCP - 1
: Monocyte Chemoattractant Protein
NO
: Nitrit – Oxide
PGK
: Penyakit Ginjal Kronis
PGE2
: Prostaglandin E2
PGES
: Prostaglandin synthase
PJV
: Penyakit Jantung Vaskuler
ROS
: Reactive Oksigen Species
TNF-– α
: Tumor Necrosis Factor – Alpha
TXA2
: Tromboxane A2
VICAM -1 : Vasculare Inter Cellulare Adhession Molecule-1 VEGF
: Vascular Endothel Growth Factor
NFKβ
: Nuclear Factor Kappa Beta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik .........................................................
8
Tabel 2.2. Klasifikasi PGK atas dasar derajat penyakit ......................................
9
Tabel 2.3. Mortalitas pasien dialisis ....................................................................
12
Tabel 2.4. Faktor resiko PGK ………………….................................................. 13 Tabel 2.5. AKG vitamin C ……………………..................................................
26
Tabel 5.1. Deskripsi dan uji homogenitas variabel karakteristik demografis dan klinis kuantitatif obyek penelitian ...............................................
56
Tabel 5.2. Deskripsi data variabel karakteristik demografis dan klinis kualitatif obyek penelitian : jenis kelamin .......................................
58
Tabel 5.3. Deskripsi dan uji normalitas data variabel kadar IL-6 dan CRP berdasarkan kelompok sampel sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan ....................................................
60
Tabel 5.4. Perbedaan kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah mendapatkan dialisis pada kelompok kontrol .........................................................
62
Tabel 5.5. Perbedaan Kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah mendapatkan dialisis pada kelompok perlakuan vitamin C .....................................
63
Tabel 5.6. Perbedaan Kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah mendapatkan dialisis pada kelompok perlakuan NAS .............................................
67
Tabel 5.7. ANOVA kadar IL-6 dan Kruskal Wallis CRP berdasarkan kelompok sanpel ................................................................................ 70 Tabel 5.8. Ringkasan Post Hoc Test dari ANOVA Delta IL-6 dan uji MannWithney Delta CRP berdasarkan kelompok sampel ........................
commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Algoritme program terapi PGK .....................................................
12
Gambar 2.2
Menjelaskan pathogenesis PJV pada pasien PGK ......................... 13
Gambar 2.3
Faktor-faktor resiko aterosklerosis pada uremia ............................. 14
Gambar 2.4
Proses terjadinya aterosklerosis ....................................................... 15
Gambar 2.5
Jalur terbentuknya sitokin pro inflamasi ......................................... 16
Gambar 2.6
Skema stimulasi ekspresi Il-6 pada PGK .......................................
18
Gambar 2.7
Pengaruh CRP terhadap disfungsi endotel .................................
20
Gambar 2.8
Farmakodinamik vitamin C ............................................................. 27
Gambar 2.9
Struktur molekul N-Asetil Sistein ................................................... 28
Gambar 2.10 Jalur ekspresi sitokin ...................................................................... 29 Gambar 2.11 Inhibisi NF Kβ ................................................................................. 30 Gambar 2.12
Farmakodinamik NAS .................................................................. 34
Gambar 3.1
Kerangka konsep penelitian ...........................................................
38
Gambar 4.1
Diagram pemeriksaan IL-6 dan CRP …......................................
50
Gambar 4.2
Alur penelitian ................................................................................. 52
Gambar 5.1
Perubahan kadar IL-6 pada kelompok kontrol & vitamin C............. 65
Gambar 5.2
Perubahan kadar CRP pada kelompok kontrol & vitamin C ............ 66
Gambar 5.3
Perubahan kadar IL-6 pada kelompok kontrol & NAS .................... 68
Gambar 5.4
Perubahan kadar CRP pada kelompok kontrol & NAS ................... 69
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xiv
PENGARUH VITAMIN C DAN N-ASETYL SISTEIN TERHADAP PENURUNAN KADAR IL-6 DAN CRP PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIS STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RS Dr.MOEWARDI SURAKARTA Anugrah Maya Purwa, dr1, Prof. Dr. H.M. Bambang Purwanto, dr. Sp.PD-KGH-FINASIM2, Dr. H. Sugiarto, dr. Sp.PD-FINASIM2 1
Mahasiswa Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2 Staff Pengajar Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK Penyebab kematian terbanyak (60%) penderita Penyakit Ginjal Kronik Stadium V (PGK) yang menjalani hemodialisis adalah kejadian kardiovaskuler yang didasari aterosklerosis akibat meningkatnya kadar IL-6 dan CRP . Vitamin C dan N-asetil sistein (NAS) sebagai aktioksidan dapat menghambat IL-6 dan CRP. Untuk membuktikan pengaruh Vitamin C dan N-Asetil Sistein (NAS) dalam menghambat sekresi IL-6 dan CRP pada pasien penyakit PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. Jenis penelitian experimental dengan Randomized Control Trial (RCT ) open labeled, melibatkan 30 pasien PGK non diabetikum dengan rentang usia 18-59 tahun yang menjalani HD seminggu 2 kali minimal 3 bulan – 5 tahun.10 sampel sebagai kontrol, 10 sampel dengan pemberian NAS 5000 mg i.v , 10 sampel dengan pemberian vitamin C 200 mg i.v . NAS dan vitamin C diberikan selama hemodialisa. IL-6 dan CRP diperiksa sebelum dan sesudah hemodialisa. Analisa statistik menggunakan ANOVA, Wilcoxon, t Test, Kruskal Wallis, Mann Withney dengan signifikansi P < 0,05. Dari hasil penelitian pada kelompok vitamin C didapatkan Delta (selisih post dan pre HD) IL-6 dengan rerata 1,53 ± 1,00 pg/ml secara statistik bermakna dengan p=0,001 sedang Delta CRP dengan rerata 0,68 ± 0,50 ml/L secara statistik bermakna dengan p=0,005. Pada kelompok NAS didapatkan Delta IL-6 dengan rerata 0,96 ± 0,71 pg/ml, secara statistik bermakna dengan p=0,005 dan pada delta CRP didapatkan rerata 0,68 ± 0,50 ml/L secara statistik bermakna dengan p=0,008. Pada kelompok kontrol didapatkan selisih Delta IL-6 dengan rerata - 0,52 ± 0,89 pg/ml secara statistik tidak signifikan dengan p=0,09 , Delta CRP diperoleh dengan rerata -3,82 ± 7,74 ml/L secara statistik tidak signifikan dengan p=0,12. Vitamin C dan NAS secara bermakna menurunkan kadar IL-6 dan CRP dibandingkan kontrol. Tidak terdapat perbedaan pengaruh antara vitamin C dan NAS dalam menurunkan IL6 tetapi terdapat perbedaan pengaruh antara vitamin C dan NAS dalam menurunkan CRP. Kata kunci : Haemodialisa, IL-6, CRP, Vitamin C, N-Asetil Sistein commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xv
THE EFFECT OF VITAMIN C & N ASETYL SISTEIN ON IL-6 AND CRP LEVEL IN CHRONIC KIDNEY DISEASE PATIENTS STAGE V WITH HEMODIALYSIS IN Dr MOEWARDI HOSPITAL SURAKARTA Anugrah Maya Purwa, dr1, Prof. Dr. H.M. Bambang Purwanto, dr. Sp.PD-KGH-FINASIM2, Dr. H. Sugiarto, dr. Sp.PD-FINASIM2 1
Magister Student at Study of Medical Family, Magister Program of Sebelas Maret University Surakarta. 2 Lecturer in Internal Medicine Department, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT The most cause of death among chronic kidney disease patients stage V with hemodialysis is cardiovascular event (60%) as an atherosclerosis process which related with increasing of IL-6 and CRP level in chronic kidney disease patients stage V. The role of Vitamin C and N asetyl cysteine as an antioxidant will have effect IL-6 and CRP inhibition. To determine the effect of vitamin C and N asetil cysteine (NAS) in decreasing IL-6 and CRP expression among chronic kidney disease patients stage V with hemodialyis. This study is an experimental Randomized Control Trial (RCT ) open labeled, 30 non diabetic chronic kidney disease patients were recruited, aged 18-59 years with twice a week hemodialysis within 3 month – 5 years. 10 patients as control then other 10 patients had 5000 mg NAS intra dialysis and the rest of patients had 200 mg vitamin C intra dialysis. IL-6 and C3 levels were examined pre and post hemodialysis The statistic analysis were using ANOVA, Wilcoxon, t Test, Kruskal Wallis, Mann Withney with significancy P < 0,05. In the vitamin C group showed of Delta of IL-6 with mean 1,53 ± 1,00 pg/ml statistic significantly with p=0,001 and showed Delta of CRP with mean 0,68 ± 0,50 ml/L statistic significantly with p=0,005. In the NAS group showed Delta of IL-6 with mean 0,96 ± 0,71 pg/ml, statistic significantly with p=0,005 and also showed Delta of CRP with mean 0,68 ± 0,50 ml/L statistic significantly with p=0,008. In the control group showed Delta of IL-6 with mean - 0,52 ± 0,89 pg/ml no statistic significant with p=0,09 , and showed Delta of CRP with mean -3,82 ± 7,74 ml/L no statistic significant with p=0,12. Vitamin C and NAS significantly reduce IL-6 and CRP level comparing to control. There is no significant difference effect between vitamin C and NAS due to reduce IL-6 but in the otherhand there is significant difference effect between vitamin C and NAS due to reduce CRP. Keywords : Hemodialysis, IL-6, HsCRP, Vitamin C, N-Asetyl Sistein
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id xvi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan penyakit yang banyak dijumpai di Indonesia dengan angka kejadian mencapai 32,6 % dari populasi yang ada dengan berbagai macam risiko seperti hipertensi, diabetes, proteinuria (Bambang P, 2012). Komplikasi kardiovaskuler yang didasari proses ateroskeloris diketahui menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK). Penelitian-penelitian epidemiologik klinik melaporkan angka mortalitas kardiovaskuler meningkat 20 kali lebih banyak pada pasien dialisis dibanding populasi normal. Mortalitas pada pasien dengan penyakit ginjal kronik (PGK) mencapai 34% dengan penyebab penyakit jantung vaskuler (PJV) sekitar 40-45% dari seluruh penyebab kematian (US Renal Data System, 2002; Tan, 2008; Nanayakkara & Gaillard, 2010). .Arterial vascular disease dan kardiomiopati adalah penyebab kematian yang terbesar. Prevalensi terjadinya aterosklerosis adalah 1000 orang per tahun pada populasi PGK (Sarnak dkk., 2003; Baig dkk 2009). Faktor predisposisi terjadinya aterosklerosis diantaranya hiper- kolesterolemia, obesitas, diabetes mellitus, merokok dan penyakit ginjal kronik, terbukti berhubungan dengan peningkatan stres oksidatif, inflamasi dan penurunan ketersediaan nitric oxide (NO) di vaskuler (Himmerfalb, 2005; Guntur, 2006). Stres oksidatif meningkatkan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
produksi sitokin proinflamasi yaitu interleukin 6 (IL-6) dan C-rective protein (CRP) melalui aktivasi transkripsi nucleus factor k-β (NFkβ). Aktivasi NF-kβ menyebabkan sintesis interleukin 1-β (IL-1β), tumor necrosis factor α (TNF-α), IL-6 dan CRP (Guntur, 2008; Martens, 2011; Bambang, 2012). Berbagai macam rangsangan inflamasi termasuk reactive oxygen species (ROS) dapat mengaktivasi pelepasan IL-1, IL-6 dan TNF-α yang kemudian merangsang pelepasan CRP dan berbagai mediator inflamasi seperti monocyte derived macrophage, endothelial cell, tissue factor dan berbagai molekul adesi yang berperan dalam pembentukan plak aterosklerosis (Edward, 2004; Abbas, 2005; Guntur, 2006; Bambang, 2012). CRP yang merupakan acute phase reactant, diproduksi di liver diaktivasi oleh berbagai sitokin, terutama IL-6. Saat terjadinya reaksi inflamasi, kadar CRP dapat meningkat sampai 1000 kali. Pada pasien-pasien yang di hemodialisis, adanya peningkatan kadar CRP menunjukkan adanya proses inflamasi. CRP merupakan marker inflamasi yang sudah diakui dan dapat menjadi prediktor kejadian PJV selain itu juga merupakan faktor yang kuat untuk memprediksi komplikasi dan kematian akibat penyakit kardiovaskuler (Honda dkk ,2006). CRP dapat secara langsung mengakibatkan perkembangan aterosklerosis, melalui aktivasi komplemen, kerusakan jaringan dan aktivasi endotel sel (Koenig, 2003). Pada pasien PGK terjadi peningkatan CRP dan IL-6 sebanyak 25% dari seluruh populasi dan adanya hubungan terbalik antara kadar CRP, IL-6 dengan fungsi ginjal (Panichi dkk, 2001). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Selama proses hemodialisis, kadar IL-6 dan CRP akan meningkat akibat terpapar kontaminasi dengan dialisat . Kadar CRP pada pasien hemodialisis di AS dan Eropa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kadar CRP di Indonesia (Suharjono dkk, 1999). Tetapi dengan hemodialisis rutin dan jangka panjang akan terjadi penurunan jumlah sitokin secara bermakna bila dibandingkan dengan yang diterapi secara konservatif (Malaponte G, 2002; Sukandar E, 2006). Data yang mendukung konsep bahwa peningkatan stres oksidatif berkontribusi dalam komplikasi kardiovaskuler pada PGK, maka dapat dihipotesiskan bahwa terapi antioksidan dapat bermanfaat dalam menurunkan komplikasi kardiovaskuler. Dalam suatu penelitian random, terapi pasien hemodialisis peritoneal dengan antioksidan N-asetil sistein (NAS) dapat menurunkan kejadian kardiovaskuler pada kelompok terapi dibandingkan dengan plasebo. Di samping itu, NAS juga diketahui dapat menurunkan penanda inflamasi pada sebuah penelitian terkontrol plasebo (Nascimento & Sulliman, 2010). N-asetilsistein merupakan suatu senyawa yang mengandung tiol dengan efek antioksidan dan antiinflamasi (Cuzzocrea dkk, 2001; Nascimento & Sulliman, 2010). Efek antioksidan NAS dapat terjadi secara langsung melalui interaksi dengan ROS elektrofilik maupun sebagai prekusor glutation (Dekhuijzen, 2004), suatu antioksidan vital yang melindungi sel dari stres oksidatif yang diketahui menurun pada PGK (Santangelo & Witko-Sarsat, 2004). Penurunan yang bermakna dari petanda inflamasi sistemik seperti CRP, homosistein, ADMA, dan IL-6 pernah dilaporkan setelah penambahan pengobatan NAS commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
(Thaha dkk., 2007). Penelitian lebih lanjut pemberian NAS pada PGK merupakan tantangan untuk membuktikan manfaat dan keamanan dari NAS sebagai optional complementary tool untuk memperoleh hasil yang lebih optimal dalam penatalaksanaan PGK dengan tujuan untuk mengurangi aktivitas penyakit, mencegah kerusakan struktur (impairment) jaringan ginjal (Thaha dkk., 2007). Vitamin C merupakan antioksidan yang secara langsung menetralisir spesies radikal sekaligus nutrien esensial yang dibutuhkan untuk pembentukan kolagen dan fungsi imun normal. Vitamin C menstimulasi proliferasi sel endotel dan mencegah apoptosis. Selain itu, vitamin C juga meningkatkan pembentukan nitrit oksida (NO) dengan meningkatkan aktivitas NO sintase endotel. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan mortalitas akibat kardiovaskuler dengan menurunnya konsentrasi vitamin C plasma pada usia lanjut dan pasien hemodialisis serta memunculkan spekulasi adanya hubungan antara penurunan kadar vitamin C dan perkembangan aterosklerosis koroner (Takahashi dkk, 2011). Selama hemodialisis Vitamin C plasma banyak berkurang, dan saat bersamaan stres oksidatif terbentuk. Dengan mengkonsumsi vitamin C dapat mengurangi hilangnya vitamin C dan juga dapat oleh melemahkan stres oksidatif (Shi, 2003). Pada penelitian penelitian sebelumnya belum ada yang membandingkan efek vitamin C dan NAS pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis terhadap kadar IL-6 dan CRP oleh karena itu peneliti ingin mengetahui pengaruh suplementasi NAS dan vitamin C terhadap penanda inflamasi yaitu CRP dan IL-6 pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
B.
Rumusan Masalah 1. Adakah penurunan kadar IL-6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis setelah diberikan vitamin C ? 2. Adakah penurunan kadar IL-6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis setelah diberikan NAS ? 3. Adakah penurunan kadar CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis setelah diberikan vitamin C ? 4. Adakah penurunan kadar CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis setelah diberikan NAS ? 5. Adakah perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar IL-6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis? 6. Adakah perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis?
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar IL-6 dan CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 2. Tujuan khusus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
a. Membuktikan adanya pengaruh vitamin C terhadap penurunan kadar IL- 6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. b. Membuktikan adanya pengaruh vitamin C terhadap penurunan kadar CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. c. Membuktikan adanya pengaruh NAS terhadap penurunan kadar IL-6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. d. Membuktikan adanya pengaruh NAS terhadap penurunan kadar CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. e. Membuktikan adanya perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar IL-6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. f. Membuktikan adanya perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar CRP
pada pasien PGK stadium V yang menjalani
hemodialisis.
D.
Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Memberikan bukti empiris terhadap teori bahwa vitamin C dan NAS akan menurunkan kadar IL-6 dan CRP yang pada akhirnya akan mengurangi progresifitas aterosklerosis. 2. Manfaat Terapan Vitamin C dan NAS dapat mengurangi stres oksidatif sehingga dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
menghambat aterosklerosis yang pada akhirnya dapat mengurangi insiden komplikasi kardiovaskular yang merupakan penyebab kematian terbanyak pada pasien penyakit ginjal kronik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
A.
Penyakit Ginjal Kronis Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang
beragam yang dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara progresif dan
pada
umumnya akan berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, dimana pada suatu derajat sehingga memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, baik berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). Pada pedoman K/ DOQI, batasan PGK adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama atau lebih dari tiga bulan, berdasarkan kelainan patologik atau petanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada urinalisis. Selain itu, batasan ini juga memperhatikan derajat fungsi ginjal atau laju filtrasi glomerulus (LFG), seperti terlihat pada tabel di bawah ini (K/ DOQI, 2002). Tabel 2.1. Kriteria PGK ( Suwitra, 2006). Kriteria PGK 1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : -
Kelainan patologis
-
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada individu dengan PGK, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang 8 lebih rendah. Tabel 2.2. Klasifikasi PGK atas dasar derajat penyakit (Suwitra, 2006). Derajat
Penjelasan
LFG
1
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑
≥ 90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan
60 - 89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang
30 - 59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG turun berat
15 - 29
5
Gagal ginjal
< 15 / dialisa
Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan menggunakan rumus Cockcroft-Gault sebagai berikut : (140-umur) x berat badan 2
LFG (60 ml/menit/1,73m ) = 72 x kreatinin plasma(mg/dl) *) pada perempuan dikalikan 0,85
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
B.
Etiologi PGK Beberapa etiologi PGK yang sering kita jumpai, diantaranya adalah : glomerulonefritis
baik primer maupun sekunder, penyakit ginjal herediter, hipertensi esensial, uropati obstruktif, infeksi saluran kemih dan ginjal (pielonefritis), nefritis interstisial (Sukandar, 2006).
C.
Gambaran Klinis PGK Gambaran klinis pasien PGK meliputi 1) Sesuai penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurisemia, Lupus Eritematosus Sistemik (LES) dan lain sebagainya. 2) Sindroma uremia, terdiri dari : lemah, letargia, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus,
uremic
frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma. 3) Gejalak komplikasi : hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (Suwitra, 2006). D.
Uremia Uremia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar nitrogen urea dalam
serum (azotemia) yang terjadi pada pasien gagal ginjal. Gejala uremia muncul ketika GFR turun sampai kurang lebih 20% dari normal. Uremia juga merupakan suatu tanda proinflamasi kronik seperti CRP dan meningkatnya kadar sitokin proinflamasi yang berhubungan dengan peningkatan angka kematian. Sitokin ini serta rangsangan inflamasi diduga mempunyai peran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
yang penting terhadap progresifitas terjadinya proses aterosklerosis (Nolan, 2005). Sampai saat ini donor ginjal masih sedikit, sehingga terapi uremia didominasi oleh dialisis (Sukandar, 2006; Meyer dan Hostetter, 2007). Pasien yang menjalani dialisis, mikroinflamasi kelihatannya menjadi proses predisposisi dari cepatnya proses aterosklerosis dan komplikasi PJV. Mikroinflamasi ini akan meningkatkan proses aterosklerosis pada pasien yang menjalani dialisis kronik serta berhubungan dengan suatu keadaan inflamasi dan kalsifikasi arteri koroner (Kras’niak dkk., 2007). Saat ini dapat dipahami bahwa ada hubungan antara milieu uremia yang merupakan suatu keadaan inflamasi ringan berjalan kronik. Dari beberapa data menunjukkan bahwa fungsi ginjal memegang peranan yang penting pada proses inflamasi, serta fungsi ginjal yang menurun ini berhubungan dengan meningkatnya respon inflamasi (Suliman dan Stenvikel, 2008). Uremia pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis, diduga menyebabkan peningkatan kadar sitokin, disamping itu proses dialisis itu sendiri turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan sekresi sitokin pada akhir pelaksanaan hemodialisis. Dalam hal ini, membran dialisis dapat merangsang meningkatnya pelepasan sitokin. Tetapi dengan dialisis yang rutin dan jangka panjang akan terjadi penurunan jumlah sitokin secara bermakna bila dibanding dengan pasien PGK yang hanya diterapi konservatif (Malaponte, 2002; Sukandar, 2006). F.
Program Terapi PGK commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Pada pasien PGK, kematian tersering diakibatkan oleh penyakit jantung vaskuler dengan mortalitas hampir 40% hingga 50% jika disertai gangguan serebrovaskuler pada pasien yang dilakukan dialisis reguler (Amaresan, 2005; Sukandar, 2006). Perubahan-perubahan faal ginjal (LFG), bersifat individual untuk setiap pasien gagal ginjal kronik, lama terapi konservatif bervariasi, dari bulan sampai tahun. Pada gambar di bawah, akan terungkap algoritme program terapi PGK (Sukandar, 2006).
PGK Konservatif Penyakit ginjal terminal
Meninggal
Hemodialisis CAPD
Dialisis
Gagal
Transplantasi
Berhasil
Gambar 2.1. Algoritme Program Terapi PGK (Sukandar, 2006).
Sebelum dilakukan hemodialisis pada pasien dengan uremia, inflamasi kronis sering terjadi. Uremia yang berkaitan dengan inflamasi, menjadi penentu yang menjelaskan tetap commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
tingginya kematian akibat penyakit jantung vaskuler pada hemodialisis. Aterosklerosis merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pasien PGK (Papagiani dkk.,2003 ; Massy dkk., 2005). Tabel 2.3. Mortalitas pasien yang menjalani dialisis (Sukandar, 2006). Penyakit
Prosentase (%)
1. Jantung vaskuler -
Infark miokard
14
-
Gagal jantung kongestif
13
-
Henti jantung
13
2. Gangguan serebrovaskuler
11
3. Infeksi
11
4. Lain – lain
38
Tiga faktor penting yang berperan pada kerusakan vaskuler pada PGK yaitu : Tabel 2.4. Faktor risiko PGK (Tripepi dkk, 2003). Faktor risiko 1. Faktor risiko klasik (framingham) -
Hipertensi
-
Dislipidemia
-
Merokok
-
Diabetes melitus
2. Kelainanan yang terjadi pada PGK -
Uremia
-
Sekunder hiperparatiroid
-
Paparan pada bioinkompabilitas membran dialisis
-
Cairan dialisat tidak steril commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
3. Lain-lain -
Hiperhomosisteinemia
-
Aktifitas simpatik meningkat
-
Akumulasi inhibisi endogen : NO, ADMA (Asimetric Di Metil Arginin)
Gambar 2.2.
Menjelaskan patogenesis PJV pada pasien PGK (Nolan, 2005)
Pasien PGK memiliki risiko tradisional dan non tradisional yang besar untuk penyakit jantung vaskuler, tetapi mekanisme spesifik yang memediasi meningkatnya PJV belum terdefinisikan dengan baik. Oleh Nolan et al, 2005 dikatakan bahwa dari proses penyebab aterosklerosis, inflamasi merupakan faktor yang memperberat aterosklerosis, seperti terlihat pada gambar 2.2. (Stinghen dan Pecoits , 2007). Pasien dengan hiperuremia kronis yang disebabkan baik oleh faktor-faktor renal maupun non renal, faktor-faktor risiko penyakit jantung dan aterosklerosis saling mempengaruhi sebagai komorbiditas, seperti terlihat pada gambar 2.3. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
Gambar 2.3. Faktor risiko aterosklerosis pada uremia (Santoro dan Mancini, 2002).
Sedangkan gambar 2.4. menjelaskan bahwa PGK menstimulasi akumulasi toksin ureum, produksi ROS serta gangguan metabolisme mineral. Akibatnya, akan menstimulasi sitokin pro inflamasi sistemik seperti TNF-α dan IL-1 merangsang pembentukan CRP dan fibrinogen serta respon vaskuler (MCP-1, IL-1β, ICAM-1 dan VCAM-1), yang nantinya akan menyebabkan stimulasi disfungsi endotel, memudahkan terjadinya pembentukan plak dan proses terjadinya aterosklerosis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Gambar 2.4.
G.
Menggambarkan proses terjadinya aterosklerosis (Stinghen, 2007).
INTERLEUKIN – 6 Interleukin-6 adalah
suatu polipeptida dengan berat molekul 22-27 kDa yang
disekresikan oleh monosit terakativasi, makrofag, fibroblast, sel adiposit dan sel endotel sebagai respon terhadap berbagai stimuli seperti TNF-α, IL-1β , endotoksin bakteri, stress oksidatif (Bratawidjadja, 2007 ). Interleukin-6 adalah interleukin yang bertindak baik sebagai sitokin pro-inflamasi dan anti inflamasi. IL-6 mempunyai berbagai fungsi yaitu berfungsi pada imunitas non spesifik dan spesifik. Pada imunitas non spesifik, IL-6 merangsang hepatosit untuk memproduksi APP dan bersama CSF merangsang progenitor di sumsum tulang untuk memproduksi neutrophil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
sedangka dalam imunitas spesifik, IL-6 merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel B menjadi sel mast yang memproduksi antibodi (Bratawidjadja, 2007 ). Penyakit Ginjal Kronis merupakan suatu penyakit inflamasi, dimana stimulus inflamasi yang banyak terdapat pada pasien PGK menyebabkan dilepaskannya sitokin termasuk IL-1, IL-6 dan TNF- α (Guntur, 2001). Bagaimana IL-6 dapat diekspresikan dalam darah dapat diterangkan pada gambar 2.5. Produk dari bakteri yang berupa lipopolisakarida (LPS) dapat merangsang makrofag untuk mengekskresikan IL-6. Pada jalur lain virus, parasit, jamur yang berperan sebagai superantigen melalui sel limfosit merangsang pembentukan Interferon (IFN) yang pada akhirnya juga dapat merangsang makrofag untuk mengekskresikan IL-6 (Guntur, 2001).
Gambar 2.5.
Jalur terbentuknya sitokin proinflamasi (Guntur, 2000) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Kadar IL-6 ditemukan meningkat pada 40-50% pasien PGK. Secara epidemiologi IL-6 terbukti sebagai prediktor yang kuat untuk terjadinya atherosklerosis pada PGK. Pada penelitian meta analisis didapatkan bahwa IL-6 merupakan biomarker yang lebih kuat dibandingkan albumin, CRP dan Fetuin-A sebagai prediktor untuk komplikasi kardiovaskular dan mortalitas (Filiopoulus, 2009). Faktor faktor yang kemungkinan menyebabkan meningkatnya kadar IL-6 pada pasien PGK adalah hilangnya fungsi ginjal, uremia beserta komplikasinya (seperti penimbunan cairan, stress oksidatif dan kerentanan terhadap infeksi), faktor faktor yang berkaitan dengan proses dialisis itu sendiri (Stenvinkel dkk, 2005). Proses hemodialisis dapat meningkatkan ekpresi dari IL-6, kemungkinan faktor-faktor yang berperan adalah membrane dialisis yang tidak biokompetible, penggunaan cairan dialisat yang tidak steril. Oleh Caglar et al dilaporkan terjadinya peningkatan kadar IL-6 dua jam setelah proses hemodialisa selesai., di mana hal ini membuktikan bahwa pada proses hemodialisa terjadi HD-induced delayed inflammatory response (Stenvinkel dkk, 2005). Temuan temuan yang memperkuat bukti bahwa IL-6 merupakan sitokin pro-atherogenik : kadar IL-6 yang meningkat merupakan stimuli utama ekpresi ICAM yang akan menarik lekosit bermigrasi ke permukaan endotel, IL-6 juga berkontribusi terhadap proses atherosclerosis melalui berbagai mekanisme metabolik, endothelial dan koagulasi, serta IL-6 juga berperan pada pembentukan plak fibrous pada proses atherosclerosis, peningkatan IL-6 juga berperan secara independent terhadap progresifitas atherosklerosis carotid pada periode 12 bulan pertama terapi dialisis. (Stinghen dan Pecoits, 2007) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Gambar 2.6. Skema stimulasi ekspresi IL-6 pada PGK (Stinghen & Pecoits, 2007)
H.
CRP (C Reactive Protein ) C- Reactive Protein (CRP) adalah protein darah yang terikat dengan C-polisakarida,
pentamer 120 kDa dan merupakan salah satu protein fase akut di mana kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. CRP mengikat berbagai mikroorganisme yang membentuk kompleks dan mengaktifkan Komplemen C3 jalur klasik ( Edward T, 2004; Baratawidjaja, 2006 ). CRP merupakan merupakan petanda inflamasi yang paling stabil, di mana kadarnya meningkat 100-200 kali atau lebih tinggi pada keadaan inflamasi sistemik yang menyebabkan kerusakan endotel. Berdasarkan rekomendasi dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), cut offs point kadar CRP 3 mg/L digunakan untuk membedakan kelompok penderita risiko rendah dan risiko tinggi terjadinya penyakit kardiovaskular (Edward T, 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
IL-6 akan menstimulir hepatosit sehingga hepatosit akan mengekspresikan hs-CRP. Hs-CRP akan menghambat enzim NO Synthase ( NOS ) sehingga produksi NO berkurang.HsCRP akan mengaktifkan Nuclear Factor Kappa Beta ( NFKβ ) yang akan mengakibatkan ekspresi sitokin pro-inflamasi makin bertambah. Hs-CRP merangsang endothel pembuluh darah menghasilkan ICAM, serta merangsang reseptor AT-1R sehingga menghasilkan ROS, Vascular Endothel Growth Factor (VEGF) yang akan mengakibatkan restenosis pembuluh darah (Malaponte G, 2002). CRP merupakan suatu tanda ( marker ) dari proses inflamasi. Dari beberapa penelitian, CRP memainkan peran langsung terhadap inflamasi vaskuler, kerusakan pembuluh darah serta klinis PJV. C-Reactive Protein merupakan marker inflamasi yang sudah diakui dan dapat menjadi prediktor kejadian PJV. CRP juga dapat digunakan untuk menilai perkembangan penyakit jantung koroner dan gagal jantung ( Koenig, 2003 ). CRP bersifat ateriosklerogenik, maka apabila kadarnya meningkat memudahkan terjadi kelainan aterosklerosis atau penyakit jantung koroner. Kadar CRP menurut Centers for Disease Control/ American Heart Association (CDC/AHA) merupakan marker pilihan untuk stratifikasi resiko PJV. Jika kadar CRP >3 mg/l adalah high risk, CRP 1-3 mg/l adalah intermediate risk, sedangkan kadar CRP <1 mg/l adalah low risk terhadap penyakit jantung koroner (Koenig 2003; Guntur, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Kemampuan Memprediksi HCRP Terhadap Morbiditas dan Mortalitas Kejadian Kardiovaskuler
IL-6 Sel Hepar
HCRP Disfungsi endothel NFkβ aktif
↓ eNOS mRNA ↓ NO
↑ ET-1
↑ VCAM
↑ ekspresi Sitokin ↑ ICAM
↑ MCP-1
↓ BCL-2 ↑ Apoptosis Endothel
↑ AT-1R
↑ ROS ↑ VSM proliferasi ↑ Restenosis
(Szmitko PE, 2003)
Gambar 2.7. Pengaruh CRP terhadap disfungsi endotel dan produksi sitokin (Szmitko, 2003)
CRP juga dapat menunjukkan perkembangan aterosklerosis melalui aktivasi Komplemen C3, kerusakan jaringan dan aktivasi endotelial sel (Koenig, 2003). Produksi CRP oleh hepatosit terjadi secara perlahan dalam 24 jam setelah acute tissue injury, yaitu setelah dilakukan hemodialisis dengan membrane selulosa selama 4 jam (Raka, 2008). Hal ini sama seperti penelitian Schouten et al, dimana pada pasien hemodialisis dengan mengunakan membran Cuprophan didapatkan peningkatan kadar CRP secara perlahan dan meningkat 24 jam setelah hemodialisis (Koenig, 2003).
I. Hemodialisis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal buatan dengan tujuan untuk eliminasi sisa-sisa produk metabolisme (protein) dan koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit antara kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membran semipemiabel yang berperan sebagai ginjal buatan (Cohen, 2007). Hemodialisis pada umumnya sudah dilakukan pada pasien PGK dengan bersihan kreatinin < 10 ml/ menit (< 15 ml/menit pada pasien dengan nefropathi diabetes) atau bila kadar kreatinin serum mencapai 8-10 mg/ dL (Ross dan Caruso, 2005). Sebagian besar pasien dengan PGK dalam satu minggu membutuhkan hemodialisis 9-12 jam dibagi dalam 3 sesi yang sama (Sculman dan Himmelfrab, 2004; Singh dan Brenner, 2006). Komplemen yang teraktivasi dan leukosit, menyebabkan reaksi inflamasi yang disebut dengan bio inkompatibilitas. Dimana proses ini tidak terlalu kuat bila menggunakan membran sintetik dan membran selulosa yang telah dimodifikasi. Beberapa membran sintetik mempunyai ukuran pori-pori yang besar yang memudahkan aliran air dan meningkatkan kekuatan ultrafiltrasi sehingga dapat memindahkan molekul besar seperti solute uremia dibandingkan dengan membran dengan ukuran pori yang kecil (Boure dan Vanholder, 2004). Beberapa zat terlarut ( solute ) seperti albumin, fibrin, β2-microglobulin, komponen aktif Komplemen, sitokin ( IL-1, IL-6 dan TNF-α ) akan mengalami absorbsi ke dalam membran dializer selama berlangsungnya proses hemodialisis. Sebagian dari zat terlarut ( solute ) tersebut akan dieliminasi dari darah.Proses absorbsi protein tergantung dari sifat hidrofobik membran (Sukandar, 2006).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
J. Vitamin C Vitamin C atau disebut juga asam askorbat atau asam antiskorbut atau no-scurvy acid merupakan vitamin yang larut dalam air baik dalam bentuk L-asam askorbat (bentuk tereduksi) tetapi juga bentuk teroksidasinya yaitu dehydroascorbic acid. Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas ekstraselular (Kim dkk., 2002). 1. Metabolisme vitamin C Vitamin C dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa. Terjadi oksidasi bolak balik L-asam askorbat menjadi L-asam dehidroaskorbat (Rabovsky dan Cuomo, 2000). 2. Pengaruh vitamin C pada pasien PGK stadium V Vitamin C (C6H8O6) memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai katalis redoks dan kofaktor dalam banyak reaksi dan proses biokimia tubuh manusia. Vitamin C sebagai pembersih radikal dengan cara menemukan molekul radikal bebas dalam darah dan kemudian menyumbang elektron agar molekul menjadi stabil dan tidak reaktif. Radikal bebas dalam sistem tubuh dapat mengarahkan sel menjadi rusak serta memperburuk penyakit seperti pada PGK (Bjelakovic dkk., 2007). Radikal bebas memiliki molekul dengan satu atau dua elektron yang tidak berpasangan. Karena memiliki elektron yang tidak berpasangan maka radikal bebas ini akan mengambil elektron dari molekul apapun didekatnya, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan dalam tubuh. Sebagai antioksidan, vitamin C bertindak sebagai donor elektron untuk menghentikan reaksi meluas yang disebabkan oleh kehadiran radikal bebas seperti pada penderita PGK (Padayatty dkk., 2003). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Vitamin C juga berperan sebagai katalis untuk produksi kolagen yang merupakan jaringan yang mempunyai peran penting pada aliran darah (Davies dkk 1991). Vitamin C berkaitan dengan pembentukan kolagen akan mengubah 2 struktur asam amino, lisin dan prolin menjadi hidroksilisin dan hidroksiprolin sebagai bahan baku dalam pembentukan kolagen. Kolagen merupakan protein fibrosa yang mempengaruhi integritas jaringan ikat pada tulang dan pembuluh darah terkait dengan risiko kardiovaskuler pada PGK (Wardlaw dkk, 2005). Kerusakan DNA akibat oksidasi mengalami penurunan secara berarti dengan vitamin C karena adanya efek dari senyawa fitokimia (sianidin-3-glikosida, flavanon dan karotenoid) yang ada dalam vitamin C. Vitamin C merupakan protektor (antioksidan) yang terus menerus bertindak sebagai scavanger terhadap radikal bebas yang terbentuk sehingga dimungkinkan tidak terjadi gangguan keutuhan dan fungsi sel. Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatik yang larut dalam air sehingga vitamin ini terdapat dicairan ekstraseluler (Bjelakovic G dkk., 2007). Radikal bebas yang menumpuk berdampak terjadinya stres. Stressor fisik-biologik dan dapat menyebabkan peningkatan Reaktif Oxygen Species (ROS) sejenis radikal bebas yang berperan penting terjadinya apoptosis (programmed cell death). Peningkatan stres akan menimbulkan stres oksidatif, yaitu keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya. Stres oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup dan optimal ke dalam tubuh (Rabovsky dan Cuomo, 2000). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Vitamin C mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus halus sehingga mudah diabsorpsi. Absorpsi besi dalam bentuk nonhem meningkat empat kali lipat bila ada vitamin C. Vitamin C berperan dalam memindahkan besi dari transferin di dalam plasma ke feritin hati. Vitamin C juga membantu absorpsi kalsium dalam usus (Bor-yann dkk., 2006). Vitamin C berperan pada biosintesis karnitin, karnitin merupakan bahan transport yang memindahkan asam lemak dari sitoplasma ke mitokondria untuk produksi energi sehingga vitamin C dapat menurunkan kadar serum trigliserida yang berperan dalam terjadinya plak aterosklerosis. Selain itu vitamin C juga terlibat dalam biosintesis kortikosteroid dan aldosteron, konversi kolesterol menjadi asam empedu (Sowell dkk, 2004). Perannya sebagai pendukung kekebalan utama tubuh, vitamin C konsentrasi tinggi terdapat pada leukosit terutama neutrofil dimana berperan melindungi tubuh dari radikal bebas serta untuk proses fagositosis bakteri dan perbaiki jaringan yang rusak (Padayatty dkk., 2003) . 3. Inhibisi molekuler vitamin C pada pasien PGK stadium V yang menjalan hemodialisis Inhibisi vitamin C pada proses apoptosis : a.
Vitamin C menginhibisi induksi FAS apoptosis.
b.
Vitamin C mereduksi induksi kerusakan mitochondrial oleh FAS-R ligation.
c.
Vitamin C mereduksi induksi aktivasi FAS caspase-3 dan caspase-10.
d.
Vitamin C menginhibisi induksi aktivasi caspase-8 via FAS.
e.
Vitamin C berperan sebagai kinase inhibitor : Dehydroascorbic Acid Inhibisi IkBα Kinase β. (Perez-Cruz dkk, 2003)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Vitamin C sebagai antioksidan sangat efektif untuk mengurangi stres oksidatif, askorbat peroksidase (APX) adalah enzim spesifik; dan kofaktor enzim yang penting untuk biosintesis biokimia vitamin C dimana vitamin C bertindak sebagai donor elektron (Sowell dkk, 2004). 4. Vitamin C sebagai antioksidan pada PGK Bila banyak radikal bebas (Reactive Oxygen Species) dalam tubuh manusia dari antioksidan, kondisi ini disebut stres oksidatif, dampaknya memperberat PGK. Orang-orang mengalami stres oksidatif memiliki kadar askorbat lebih rendah dari 45.0 ìmol/ L, dibandingkan dengan individu sehat yang berkisar antara 61,4-80 ìmol/ L (Bjelakovic dkk., 2007; Kim dkk., 2002). Vitamin C berkontribusi pada penurunan risiko penyakit jantung, stroke pada pasien dengan PGK melalui penurunan tekanan darah sistolik dibuktikan dengan ditemukannya tingkat asam askorbat yang tinggi dan menurunnya kadar serum resistin, determinan lain yang mungkin pertanda dari stres oksidatif dan risiko kardiovaskular (Bjelakovic dkk., 2007; Sowell dkk,2004). 5. Sistem kekebalan Vitamin C berinteraksi dengan sistem kekebalan tubuh dengan cara memodulasi aktivitas fagosit, produksi sitokin dan limfosit dan jumlah molekul adhesi sel di monosit (Rabovsky dan Cuomo, 2000). 6. Antihistamin Vitamin C adalah antihistamin alami, mencegah pelepasan histamin dan meningkatkan detoksifikasi histamin. Studi 1992 menemukan bahwa 2 gram vitamin C harian menurunkan tingkat histamin darah 38 persen pada orang dewasa yang sehat hanya dalam satu minggu. Hal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
ini juga telah mencatat bahwa konsentrasi rendah serum vitamin C telah berkorelasi dengan tingkat histamin serum meningkat (Riordan dkk ., 2003). 7. Angka kecukupan gizi dan kebutuhan vitamin C Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Daily Allowance (RDA) pada pria dewasa adalah 90 mg/ hari dan wanita dewasa 75 mg/ hari. AKG berdasar kadar vitamin C maksimal pada neutrofil (leukosit) pada ekskresi urin minimal. PGK membutuhkan vitamin C lebih dari AKG dewasa normal. Oleh karena PGK menyebabkan stres oksidatif, kebutuhan pasien PGK meningkat 35 mg/ hari. Kemungkinan turn over vitamin C pada pasien PGK disebabkan oleh fungsi vitamin C sebagai antioksidan. Kebutuhan yang dianjurkan adalah 125 mg untuk pria dewasa dan 110 mg untuk wanita dewasa, dengan tujuan untuk menjaga kadar vitamin C dalam darah tetap (Wardlaw dkk, 2004). Tabel 2.5. AKG vitamin C (Wardlaw dkk, 2004). Life Stage
Age
Males (mg/day)
Females (mg/day)
Infants
0-6 months
40 (AI)
40 (AI)
Infants
7-12 months
50 (AI)
50 (AI)
Children
1-3 years
15
15
Children
4-8 years
25
25
Children
9-13 years
45
45
Adolescents
14-18 years
75
65
Adults
19 years and older
90
75
Smokers
19 years and older
125
110
Pregnancy
18 years and younge
-
80
Pregnancy
19 years and older
-
85
Breast-feeding
18 years and younger
-
115
Breast-feeding
19 years and older
-
120
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Begitu pentingnya vitamin C bagi manusia maka kecukupan gizi vitamin C harus terpenuhi tiap harinya. AKG ini juga pada tergantung kebutuhan tubuh yang dipengaruhi jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, aktivitas fisik dan stres. Tapi bisa juga lebih tergantung kondisi tubuh dan daya tahan masing-masing orang yang berbeda-beda. Batas maksimum yang diizinkan untuk mengkonsumsi vitamin C adalah 1000 mg/ hari. Pemenang hadiah Nobel Linus Pauling dan Dr GC Willis telah menegaskan bahwa pada pasien dengan kadar vitamin C rendah kronis (chronic scurvy) merupakan penyebab aterosklerosis (Langlois dkk., 2001).
8. Farmakodinamik Vitamin C
Gambar 2.8.
Farmakodinamik vitamin C (Rabovsky dan Cuomo, 2000).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Pada pemberian vitamin C per injeksi, penyerapan oleh plasma sebanyak 70-90% berlangsung dalam waktu 30 menit sedangka mencapai kadar puncak dalam plasma setelah 4 jam setelah diberikan . Vitamin C diekskresikan melalui ginjal dan akan meningkat ekskresinya jika dosisnya ditingkatkan (Rabovsky dan Cuomo, 2000). Konsumsi melebihi taraf kejenuhan berbagai jaringan dikeluarkan melalui urin dalam bentuk asam oksalat. Pada konsumsi melebihi 100 mg sehari, kelebihan akan dikeluarkan sebagai asam askorbat atau sebagai karbon dioksida melalui pernapasan (Robitaillea et al., 2009). Tanda dini kekurangan vitamin C dapat diketahui bila kadar vitamin C darah di bawah 0,20 mg/ dL (Bor-yann dkk., 2006).
H. N-Asetil Sistein (NAS) Sistein
Gambar 2.9.
N-Asetil Sistein (NAS)
Struktur molekul N-Asetil Sistein (Heloisa dkk., 2005)
1. Biopatogenesis Atom hidrogen dalam gugus (-SH) sulfhidril mengandung banyak oksidan yang mengandung molekul anti sulfur (tiol), berfungsi sebagai donor elektron untuk menetralisir radikal bebas. Asam lipoat,
glutathione tripeptide, asam amino sistein & metionin dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
senyawa organosulfur adalah senyawa yang mengandung anti-oksidan molekul tiol (Bjelakovic dkk, 2007). Reduksi glutation (GSH, L-gamma-glutamil-L-cysteinylglycine,glutation yang memiliki atom hidrogen) adalah anti-oksidan dominan di sitoplasma sel. Sel membutuhkan glutation untuk fungsi kelangsungan hidup. Glutation adalah sintesa dari ketiga asam amino dalam proses dua langkah, dimulai dengan kombinasi asam glutamat dan sistein dan berakhir dengan penambahan glisin (Kleinman dkk., 2003).
2. Peran NAS pada pasien PGK stadium V L-Sistein tidak larut dalam air , tidak diserap dengan baik oleh usus. Protein adalah sumber makanan yang kaya sistein. Karena sistein sangat tidak stabil, sumber ekstraseluler utama sistein intraselular adalah sistein dipeptida (dua sistein terkonjugasi) (Efrati dkk., 2003). Suplementasi dengan NAS menyediakan sarana alternatif untuk meningkatkan glutation intraseluler melalui peningkatan sistein intraselular. NAS mencapai tingkat plasma maksimum dalam 2-3 jam, dengan waktu paruh sekitar enam jam. NAS mudah masuk sel dan dihidrolisis untuk sistein (Aguiar-Souto, 2008). N-Asetil sistein mengurangi iskemia dan cedera reperfusi secara signifikan sehingga kerusakan sel endotel berkurang. NAS juga menghambat ekspresi molekul adesi endotel dan kerusakan radikal bebas peroxynitite yang berhubungan dengan iskemia/ reperfusi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
kardiovaskular. NAS dapat mengurangi gejala inflamasi dengan menghambat langsung dari inflamasi pro-faktor transkripsi NF-kB (Cuzzocrea dkk, 2000).
LPS
ENDOTOKSIN
TLR4 CD1 4
MDMD-2
My D88 IRAK TRAF6
M
NFNF-KB
Target Genes
CYTOKINES
TNF- Guntur,2008;Sepsis Forum
Gambar 2.10. Jalur ekspresi sitokin (Guntur, 2008)
ENDOTOKSIN
LPS bp TLR4 CD14
MDMD-2
Antioksidan inhibition My D88 IRAK TRAF6 NFNF-KB
M
Target Genes
IL-6 TNF- TGFβ-1
IL-12 IL-8 IL-1
CYTOKINES
Guntur,2008;Sepsis Forum
Gambar 2.11. Inhibisi NF-kβ (Guntur, 2008) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
NF-kB terikat dengan IκB protein dalam sitoplasma, tetapi ketika terjadi stres oksidatif ikatan tersebut dilepaskan sehingga menyebabkan degradasi ubiquitination dan selanjutnya terjadi protease dari IκB. NF-kB meningkatkan transkripsi gen coding TNF-α, IL-6 dan IL-1, yang dapat menghasilkan umpan balik positif. Pemberian NAS akan menyebabkan blok IL-6, aktivasi NF-kB independen, aktivitas antioksidan akan menyebabkan perubahan struktrural pada afinitas reseptor IL-6 menjadi lebih rendah (Guntur 2008, Hayakawa, Ishibashi dan Sekiguchi, 2003). N-Asetil sistein telah digunakan untuk meregenerasi kompleks fosforilasi oksidatif dalam mitokondria yang berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh dan NAS melindungi terhadap kerusakan oleh tindakan radikal scavenger langsung dengan cara mengkonversi glutation (Kleinman dkk., 2003). 3. NAS sebagai antioksidan NAS bekerja sebagai direct antioxidant karena mempunyai gugus thiol (SH) bebas yang dapat berinteraksi langsung dengan elektron dari ROS. Interaksi NAS dengan ROS menyebabkan pembentukan radikal NAS thiol dan NAS disulfid sebagai produk akhir utama. Selain itu NAS juga berperan sebagai antioksidan tidak langsung di mana NAS akan dimetabolisme sebagai sistein yang merupakan prekursor gluthatione intrasel sehingga akan meningkatkan aktifitas enzim gluthatione S-transferase mensuplai gluthatione untuk gluthatione peroksidase (Marcelo dkk, 2010). Antioksidan melindungi DNA di dalam gen dari serangan radikal bebas. Pertahanan antioksidan yang kuat dapat menghentikan radikal bebas sebelum mereka dapat menyerang DNA (Hayakawa dkk, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
4. NAS atasi inflamasi sistemik PGK Inflamasi berperan penting dalam patogenesis penyakit seperti PGK. Reaksi inflamasi adalah reaksi fisiologis dari sel, jaringan atau tubuh terhadap noxious (bakteri, oksidan, polutan, virus, zat kimia, radiasi, trauma) yang berasal dari luar dan dalam tubuh sendiri dengan tujuan melindungi dan menyembuhkan luka akibat inflamasi tersebut. Proses inflamasi dicirikan dengan pelepasan pro-inflamasi kemokin, leukotrien, sistem komplemen, koagulasi, CRP dan sitokin seperti TNF α, IL-6 ke dalam sirkulasi. Mediator–mediator ini menstimulasi berbagai macam end organs seperti ginjal, hati, jaringan adipose, sumsum tulang untuk melepaskan kelebihan protein fase akut, sel-sel inflamasi dan sitokin sekunder ke dalam sirkulasi yang mengakibatkan keadaan inflamasi sistemik tingkat rendah yang persisten/ menetap. Inflamasi sistemik ini mengkontribusi pembentukan plak aterosklerosis pada pembuluh darah dimana pada beberapa kasus plak tersebut tidak stabil dan mudah ruptur (Pahan dkk., 1998).
5. NAS sebagai prekursor glutation Glutation (GSH) adalah nature master antioxidant yang paling kuat/ powerful, sebagai immune booster (meningkatkan imunitas) dan merupakan detoksifikan. Glutation dapat menurunkan respon inflamasi agar inflamasi pada PGK tidak semakin menjadi kronik dengan meningkatkan fungsi imun dan sebagai detoxifier tubuh (Kleinman dkk., 2003). Glutation tidak bisa diberikan secara oral karena akan mengalami degradasi dan rusak oleh asam lambung dan ensim oleh karena itu harus dibentuk didalam tubuh dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
memberikan NAS sebagai prekursor glutation. Sintesis glutation terutama di dalam hati (yang mana berfungsi sebagai cadangan), paru dan ginjal. Sintesis terjadi didalam sitoplasma seluler dalam dua tingkat ensimatik yang terpisah. Pertama, asam amino asam glutamat dan sistein diikat oleh gama glutamilsistein sintetase dan yang kedua glutation sintetase menambah glisin menjadi dipeptid-gama–glutamilsistein untuk membentuk glutatión (Kleinman dkk., 2003) N-Asetil sistein bekerja diluar sel untuk mengurangi sistin (cystine) menjadi sistein (cysteine) dimana dapat ditranspor kedalam sel 10 kali lebih cepat dibandingkan sistin dan selanjutnya digunakan untuk biosíntesis glutatión (GSH). Dengan memfasilitasi biosíntesis glutation, NAS berperan sebagai indirect antioxidant dimana akan meningkatkan aktivitas enzim
glutation-S-transferase,
mensuplai
glutation
untuk
glutation
peroksidase,
mengkatalisasi detoksifikasi peroksid (Marcelo dkk, 2010). NAS adalah powerful free radical scavenger dan dapat mengurangi radikal bebas HO dan H2O2. NAS juga sebagai obat yang dapat mengembalikan keadaan redox-equilibrium sel sehingga menjadi obat yang sangat baik untuk mengontrol inflamasi sistemik seperti pada pasien PGK (Hansen dkk, 2004). 6. Farmakodinamik NAS (1) N-Asetil sistein sebagai pre-cursor Glutation (GSH) atau indirect antoxidant, direct antioxidant menetralisir oxidant (ROS dan RNS) menghilangkan keadaan stress-oksidatif dan membaiki disfungsi sel (Oikawa, 2005). (2) N-Asetil sistein mengontrol pelepasan mediator pro-inflamasi sistemik seperti kemokin, sitokin agar bekerja tidak berlebihan sehingga menyebabkan inflamasi kronik (Borras dkk., 2004).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
(3) N-Asetil sistein bekerja sebagai immune-booster (meningkatkan sistem imunitas) dengan meningkatkan
aktivitas
sel
imunitas
(T-limfosit,
makrofag,
neutrofil)
untuk
memfagositosis dan melisis bakteri atau benda asing.sehingga memperbaiki daya tahan terhadap infeksi, meningkatkan kemampuan antioksidan, mengembalikan keseimbangan redox (reduced and oxidized) glutathione selular. Mengembalikan keseimbangan redox ini sangat penting dalam mengatur respon terhadap inflamasi (Hansen dkk, 2004). (4) N-Asetil sistein mencegah kerusakan membran sel dan lipid peroxidasi sehingga tidak terjadi dampak berlebihan dari leukotrein seperti vasokontriksi dan bronkokontriksi. Sebagai hasil akhir kerja NAS sebagai immune booster dapat mengurangi frekuensi dan keparahan infeksi (Voghel dkk., 2008). (5) N-Asetil sistein memperbaiki struktur, bentuk dan fungsi sel darah merah sebagai pembawa oksigen sehingga memperbaiki keadaan hypoxemia (Voghel dkk., 2008). (6) N-Asetil sistein bekerja sebagai true-mucolytic pada bronkhitis dan penyakit paru sudah banyak digunakan (Cuzzocrea dkk, 2001).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Gambar 2.11.
Farmakodinamik NAS (Nolin dkk, 2010)
Setelah pemberian NAS perinjeksi, NAS akan akan diserap plasma dan konsentrasi plasma puncak 0.35-4 mg/ L dicapai dalam 1-2 jam sedangkan distribusi volume mengikat protein plasma berkisar 0.33-0.47 L/ kg. NAS akan mencapai waktu paruh 4 jam setelah injeksi intravena. Klirens ginjal 0.190-0.211 L/ h/ kg dan sekitar 70% dari pembersihan tubuh total nonrenal (Nolin dkk, 2010). 7. Keamanan dan dosis NAS Tidak adanya efek samping yang bermakna selama periode puluhan tahun (> 45 tahun) membuktikan keamanan NAS dalam penggunaan teurapetiknya. Tambahan pula banyak uji klinik kontrol internasional yang telah dilakukan pada lebih dari 3000 pasien, tidak ada reaksi efek samping bermakna secara statistik. Banyak uji klinik NAS dengan indikasi khusus menggunakan dosis tinggi atau dalam pengobatan jangka panjang telah memperlihatkan bahwa obat NAS ditolerasi dengan sangat baik bila diberikan secara oral atau parenteral. Pada laporan selama lebih dari 2 tahun pada 5 negara Eropa dimana NAS dipasarkan, dijumpai kadang-kadang kelainan gastro-intestinal (pirosis, nausea, vomitus, dispepsia); jarang berupa urtikaria, anoreksia, vomitus, meteorism. Jangan khawatir untuk menggunakan dosis lebih tinggi NAS untuk kasus berat, karena batas keamanan (safety margin) NAS sangat luas dan LD 50 adalah 7.888 mg/ kg berat badan (Aguiar-Souto, 2008; Borras dkk., 2007; Heloisa dkk., 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual
PGK Stadium V Hemodialisis
Bioinkompatibilitas membran dialisis
Kontaminasi cairan dialisat
Loose dialiser
Ag - Ab
Meningkatkan
Menurunkan Makrofag
Vitamin C, NAS
IL- 6
Hepatosit
CRP
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ag – Ab 7. IL-6
: : : : : : :
Meningkatkan Menurunkan Menghambat Meningkatkan Menurunkan Antigen-Antibodi Interleukin-6
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
8. CRP
: C reactive protein
Keterangan Bagan Kerangka Konseptual Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat tertentu memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Terdapat peningkatan stres oksidatif dan inflamasi kronis pada pasien penyakit ginjal kronis dan dialisis . Hemodialisis, merupakan sebagai salah satu terapi pengganti ginjal buatan yang harus dilakukan secara periodik dalam waktu tertentu, mempunyai beberapa efek antara lain: bioinkompatibilitas, serta reaksi antara cairan dialisis terkontaminasi bakteri yang akan menghasilkan endotoksin (lipopolisakarida) dan berakibat pada terlepasnya beberapa macam sitokin . Hubungan dua-arah dan sinergis telah didemonstrasikan antara inflamasi dan stres oksidatif pada pasien PGTA. Keduanya terkait dengan disfungsi endotel dan berkaitan erat dengan faktor risiko kardiovaskuler lain, seperti profil lipid, status nutrisi, dan kadar homosistein. Selain itu, stres oksidatif juga tampak terlibat dalam memicu proses inflamasi pada PGK dan, pada saat bersamaan, ROS, lipid, dan produk oksidasi protein serta AGEs dihasilkan dalam respon terhadap stimuli inflamasi . Adanya Produksi ROS pada pasien PGK diketahui dapat mengaktivasi faktor transkripsi NF-κβ. NF-κβ memiliki peran penting dalam mengatur respon imun. NF-κβ mengaktivasi gen-gen dan meningkatkan hampir seluruh faktor yang terlibat dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
reaksi inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, interferon-γ, MCP-1, ICAM, VCAM-1. Selain itu NF-κβ juga mengatur ekspresi gen yang mengkodekan sintesisnya sendiri (mekanisme autoregulasi). Beberapa sitokin seperti TNF-α, IL-1β, dan MCP-1 dapat memicu aktivasi dari NF-κβ . Sistem antioksidan glutation (GSH) merupakan salah satu sistem antioksidan yang banyak diteliti pada uremia. GSH merupakan salah satu antioksidan dengan konsentrasi tertinggi intraseluler. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pasien uremia dan dialisis menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap kadar GSH total, juga gangguan enzim metabolisme GSH. Ketersediaan asam amino untuk sistesis GSH merupakan faktor yang fundamental dalam regulasinya. Kadar asam glutamat dan glisin intraseluler sangat melimpah, namun tidak dengan sistein. Sebagai konsekuensinya, sintesis GSH tergantung pada ketersediaan sistein. Suplementasi dengan NAS menyediakan sarana alternatif untuk meningkatkan glutation intraseluler melalui peningkatan sistein intraselular. NAS mencapai tingkat plasma maksimum dalam 2-3 jam, dengan waktu paruh sekitar enam jam. NAS mudah masuk sel dan dihidrolisis untuk sistein. Efek antioksidan NAS juga dapat terjadi secara langsung melalui interaksi dengan ROS elektrofilik . NAS dapat mengurangi gejala inflamasi dengan menghambat aktivasi NFκB. Antioksidan lain, yaitu vitamin C juga diketahui menurun konsentrasinya dalam plasma pasien PGK. Vitamin C merupakan antioksidan primer yang secara langsung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
menetralisir spesies radikal sekaligus nutrien esensial yang dibutuhkan untuk pembentukan kolagen dan fungsi imun normal. Vitamin C menstimulasi proliferasi sel endotel dan mencegah apoptosis. Selain itu, vitamin C juga meningkatkan pembentukan nitrit oksida (NO) dengan meningkatkan aktivitas NO sintase endotel. Penelitianpenelitian sebelumnya menunjukkan adanya peningkatan mortalitas akibat kardiovaskuler dengan menurunnya konsentrasi vitamin C plasma pada usia lanjut dan pasien hemodialisis serta memunculkan spekulasi adanya hubungan antara penurunan kadar vitamin C dan perkembangan aterosklerosis koroner. Vitamin C plasma banyak berkurang selama dialisis, dan pada saat bersamaan stres oksidatif terbentuk. Suplementasi vitamin C dapat mengurangi hilangnya vitamin C dan oleh karenanya melemahkan stres oksidatif. Sehingga titik tangkap pemberian NAS dan vitamin C adalah mengurangi stres oksidatif dan respon inflamasi sistemik pada PGK stadium V sehingga dapat menekan disfungsi endotel yang terjadi dan menghentikan pembentukan plak aterosklerosis. Beberapa zat terlarut seperti albumin, fibrin, β2-mikroglobulin, komponen aktif komplemen serta sitokin (IL-1 dan TNF-α) akan mengalami absorbsi ke dalam membran dializer selama proses hemodialisis dan sebagian dari zat tersebut akan dieliminasi dari darah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
Uremic Toksin
Makrofag NAS
Vitamin C
Inhibisi inflamasi pro-faktor transkripsi NF-kB. Regenerasi kompleks fosforilasi oksidatif dalam mitokondria. Prekursor glutation. Netralisir oxidant (ROS dan RNS). Immune-booster. Kembalikan keseimbangan redox. Cegah kerusakan membran sel dan lipid peroxidasi.
Scavanger terhadap radikal bebas Inhibisi induksi FAS apoptosis. Reduksi induksi kerusakan mitochondrial oleh FAS - R ligation. Reduksi induksi aktivasi FAS caspase-3 dan caspase-10. Inhibisi induksi aktivasi caspase-8 via FAS. Kinase inhibitor. Modulasi aktivitas fagosit.
IL-6
CRP
Pada PGK, toksik uremik akan mengakibatkan perubahan phenotipe sel-sel endotel dan akan meningkatkan produksi ROS serta gangguan metabolisme mineral. Sebagai akibatnya, semua itu akan menstimulasi sitokin pro inflamasi sistemik seperti IL-6 akan merangsang pembentukan HsCRP dan fibrinogen serta respon vaskuler (MCP-1, IL-1β, ICAM-1 dan VICAM-1), yang nantinya akan menyebabkan stimulasi disfungsi endotel, memudahkan terjadinya pembentukan plak dan proses terjadinya aterosklerosis. Hemodialisis akan merangsang produksi sitokin pro inflamasi seperti ILcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
1, TNFα, IL-6 . IL-6 akan merangsang pembentukan CRP, yang nantinya akan mengaktifkan sistem komplemen. Komplemen yang teraktivasi dan leukosit, menyebabkan reaksi inflamasi yang disebut dengan bioinkompatibilitas. Vitamin C dan NAS dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi. Sehingga secara mikroskopis obat ini selain sebagai antioksidan yang mampu membersihkan serta ikut menahan radikal bebas ekstraseluler sehingga sel menjadi lebih stabil, juga bertindak sebagai katalis redoks dan kofaktor dalam reaksi biokimia tubuh manusia, dan dapat juga memperkuat kekebalan tubuh dengan cara memperkuat leukosit dalam darah terutama neutrofil, sebagai katalis dan produksi kolagen yang berfungsi menjaga integritas dinding pembuluh darah terkait risiko kardiovaskuler pada Penyakit Gagal ginjal Kronik. Vitamin C juga mereduksi besi feri menjadi fero dalam usus sehingga mudah diabsorpsi, membantu absorpsi kalsium, menurunkan tekanan darah sistolik dan menurunkan kadar trigliserida sehingga mampu menurunkan risiko kardiovaskuler. Sedangkan NAS juga berfungsi mengurangi iskemia dan cedera reperfusi endotel pembuluh darah dengan cara menghambat ekspresi molekul adesi endotel, mengurangi gejala inflamasi dengan menghambat profaktor transkripsi NF-kB, aktifitas antioksidan juga dapat menyebabkan afinitas reseptor TNF α menjadi rendah, cegah fosforilasi oksidatif di mitokondria. Sehingga titik tangkap pemberian vitamin C dan NAS adalah dapat untuk mengurangi respon inflamasi sistemik pada Penyakit Gagal ginjal Kronik stadium V pada tingkatan yang terendah, akibatnya kontribusi pembentukan plak pembuluh darah menurun, risiko kardiovaskuler akan berkurang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
B. Hipotesis Penelitian 1. Ada penurunan kadar IL-6 akibat pemberian vitamin C pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis 2. Ada penurunan kadar IL-6 akibat pemberian NAS pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis 3. Ada penurunan kadar CRP akibat pemberian vitamin C pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis 4. Ada penurunan kadar CRP akibat pemberian NAS pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis 5. Ada perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar IL-6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis 6. Ada perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimen dengan randomisasi (Randomized Control Trial/ RCT).
B.
Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 3 bulan.
C.
Populasi Sampel 1.
Populasi sasaran : Pasien PGK stadium V yang telah melakukan hemodialisis selama 3 bulan sampai 5 tahun.
2.
Populasi sumber : Pasien PGK stadium V yang telah melakukan hemodialisis selama 3 bulan sampai 5 tahun seminggu sekali di instalasi Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan jumlah 30 subjek.
3.
Populasi sampel : Diambil acak pada semua pasien PGK stadium V yang telah menjalani hemodialisis selama 3 bulan sampai 5 tahun seminggu sekali di Instalasi Hemodialisa RSUD Dr. Moewardi Surakarta, dan bersedia diambil darahnya untuk penelitian.
D.
Sampel dan Cara Pemilihan Sampel Sampel diperoleh dengan cara pencuplikan sederhana (Simple Random sampling).
Langkah pertama dilakukan pendataan seluruh pasien PGK stadium V yang telah melakukan hemodialisis di RSDM Surakarta. Langkah kedua kemudian dilakukan restriksi sampel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
berdasarkan pembatasan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah ditetapkan. Langkah ketiga dari pasien terpilih yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi tersebut kemudian selanjutnya dilakukan randomisasi dengan undian untuk menentukan pasien-pasien yang masuk dalam kelompok perlakuan NAS, vitamin C dan kelompok kontrol. Kriteria Inklusi : 1.
Pasien sudah tegak diagnosis PGK stadium V yang dibuktikan dengan pemeriksaan USG ginjal, laboratorium darah dan pemeriksaan urin memenuhi kriteria K/ DOQI 2006
2.
Usia 20-59 tahun
3.
Telah menjalani hemodialisis dua kali seminggu selama lebih dari tiga bulan kurang dari 5 tahun
4.
Tensi sistolik lebih dari 100 mmHg
5.
Hb lebih dari 6 mg/ dL
Kriteria Eksklusi : 1. Pasien PGK dengan nefropati diabetik stadium V 2. Pasien PGK yang sedang menjalani terapi dengan steroid 3. Pasien PGK yang sedang menjalani terapi NAS dan vitamin C 4. Pasien sedang dalam kondisi infeksi (dibuktikan dengan suhu tidak lebih tinggi dari 37.50 C ) 5. Pasien dalam keadaan sepsis 6. Pasien dengan aritmia jantung 7. Pasien dengan Hepatitis B dan C kronik 8. Pasien PGK stadium V dengan keganasan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
9. Pasien PGK stadium V dengan uropati obstruktif. E. Besar Sampel Untuk pengambilan besar sampel dihitung berdasarkan rumus besar sampel :
n =
(Steel and Torrie, 1980)
Karena 2 sulit ditaksir dari literatur, studi yang sama sebelumnya atau studi pendahuluan oleh peneliti, maka diasumsikan 2 ≈ 2, sehingga hasilnya : n = (Z½ α + Zβ) 2 n = (1,645 + 0,842) 2
= 6,185 dibulatkan menjadi 7
Keterangan : n
= besar sampel masing-masing kelompok
Z½α
= nilai standar normal, yang besarnya tergantung α, bila α = 0,05, maka Z½α = 1,645
Zβ F.
= nilainya tergantung β yang ditentukan (berdasarkan tabel) Identifikasi Variabel
1.
Variabel tergantung : a.
IL-6
b. CRP 2.
Variabel bebas : a.
Vitamin C.
b. NAS. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
G.
Definisi Operasional 1.
Penderita PGK stadium V : Penderita yang memenuhi kriteria seperti di bawah ini : a. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : 1. Kelainan patologis. 2. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging test). b. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/ menit/ 1,73m2 selama tiga bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Stadium V : Bila Laju Filtrasi Glomerulus < 15 mL/ menit, penderita mengalami PGK tanpa melihat penyebabnya, penderita sudah menjalani hemodialisis selama minimal tiga bulan seminggu sekali. Sebelum dilakukan hemodialisis, pasien PGK stadium V harus memenuhi pra syarat untuk bisa dilakukan hemodialisis. Prasyarat ini sekaligus merupakan kriteria inklusi dari sampel yang diikutkan dalam penelitian.
2.
Hemodialisis : Alat Hemodialisis yang digunakan adalalah dializer dari Nipro dengan model no. FB- 110T dengan spesifikasi : a.
Sterilisasi
:
EOG
b.
Bahan
:
Cellulose Asetat
:
200 µm
c.
Diameter lubang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
d. Ketebalan
:
15 µm
e. Permukaaan efektif
: 1,1 m2
f. Panjang efektif
: 200 mm
g. Volume tampung darah:
75 ml
Hemodialisis dilakukan selama 4 jam 3.
IL-6 : Interleukin 6 adalah suatu polipeptida dengan berat moleku 22-27 kDa yang disekresikan oleh monosit teraktivasi, makrofag, fibroblast, sel adiposit dan sel endotel sevagai respon terhadap berbagai stimuli seperti endotoksin bakteri, stress oksidatif. Diukur secara kuantitatif dengan menggunakan metode sándwich enxyme immunoassay dengan satuan pengukuran pg/ml. Skala nominal.
4.
CRP : C Reactive Protein adalah suatu protein darah yang terikat dengan Cpolisakarida, pentamer 120 kDa dan merupakan salah satu protein fase akut di mana kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons imunitas nonspesifik. Pengukuran dengan menggunakan metode Imunochemiluminescent dengan satuan pengukuran mg/L. Skala nominal.
5.
NAS : N-asetilsistein merupakan suatu senyawa yang mengandung gugus tiol dengan efek antioksidan dan antiinflamasi. Pengukuran kadar NAS dalam plasma dengan mengukur Total Antioxidant Capacity (metode oxygen radical absorbance capacity assay). Dosis NAS yang diberikan 5000 dengan satuan mg. Skala nominal. Vitamin C atau asam askorbat adalah vitamin yang larut dalam air baik dalam bentuk L-asam askorbat maupun bentuk dehydroascorbic acid commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
berperan sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas sekstraselular. Pengukuran kadar vitamin C dalam plasma dengan mengukurTotal Antioxidant Capacity (metode oxygen radical absorbanc capacity assay). Dosis vitamin C yang diberikan 200 dengan satuan mg Skala nominal. H.
Biaya Biaya penelitian diperkirakan lebih kurang Rp.16.000.000,-
I.
Cara Kerja Subyek penelitian diberikan inform consent, dibagi tiga kelompok dengan cara diundi memakai gulungan kertas bertuliskan angka 1-30. Satu kelompok (yang berangka 1-10) mendapatkan perlakuan dengan vitamin C, kelompok berangka 11-20 mendapatkan perlakuan dengan NAS, dan kelompok berangka 21-30 tidak mendapat perlakuan. Kelompok yang mendapat perlakuan vitamin C, 3-5 menit sebelum dilakukan hemodialisis diambil sampel darahnya, kemudian diperiksa kadar IL-6 dan kadar CRP kemudian diberikan injeksi vitamin C intravena kontinu selama menjalani hemodialisa, 4 jam setelah hemodialisis, diambil kembali sampel darahnya dan dilakukan pemeriksaan kadar IL-6 dan kadar CRP. Kelompok yang mendapatkan perlakuan NAS, 3-5 menit sebelum dilakukan Hemodialisis, diambil sampel darahnya untuk diperiksa kadar IL-6 dan kadar CRP kemudian diberikan injeksi NAS intravena kontinu selama menjalani hemodialisa, empat jam setelah Hemodialisis berakhir diambil sampel darahnya untuk diperiksa kadar IL-6 dan kadar CRP. Kelompok kontrol tidak mendapatkan perlakuan, 3-5 menit sebelum dilakukan Hemodialisis, diambil sampel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
darahnya untuk diperiksa kadar IL-6 dan kadar CRP, empat jam setelah Hemodialisis berakhir diambil sampel darahnya untuk diperiksa kadar IL-6 dan kadar CRP. Prinsip pemeriksaan IL-6 dengan menggunakan tehnik sandwich enzyme immunoassay : sampel direaksikan dengan antibodi monoklonal yang spesifik untuk IL6 yang kemudian IL-6 akan terikat dengan antibodi yang termobilisasi. Selanjutnya setelah proses inkubasi larutan amplifier akan ditambahkan. Pada langkah awal warna akan dihasilkan
sejalan dengan jumlah IL-6, kemudian pembentukan warna akan
dihentikan dan intensitas warna akan diukur. Prinsip pemeriksaan CRP ( Metode Imunochemiluminescent ) : Sampel yang telah diencerkan, ligand berlabel antibodi monoclonal anti CRP dimasukkan ke dalam test unit yang mengandung anti ligand, dan diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C dengan sesekali pengocokan. Selama pengocokan, CRP dalam sampel membentuk kompleks sandwich antibodi yang berikatan dengan anti ligand pada fase padat. Konjugat yang tidak berikatan dibuang pada pencucian berputar, kemudian ditambahkan substrat dan test unit diinkubasi selama 10 menit. Substrat chemiluminescent, ester phosphate dari adamantyldioxetan, mengalami hidrolisis dengan adanya alkaline phosphatase menghasilkan emisi cahaya yang terus menerus, jadi memperbaiki presisi dengan menyediakan jendela pembacaan multipel. Ikatan kompleks dan photon yang dihasilkan, diukur dengan luminometer sebanding dengan konsentrasi CRP dalam sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Ambil darah (Tb ± 4 cc) Diamkan 30 menit sampai beku Kirim ke Prodia sebelum 1jam Beserta Lembar Permintaan Pemeriksaan
Inkubasi semalam pada suhu 2-8º C sebelum disentrifuge (simpan di pintu almari es/ kulkas)
Putar 3000 rpm dengan Centri labofuge selama 15 menit
Pisahkan Serumnya : 500 µL untuk cadangan
Aliquot disimpan pada suhu < - 20º C selama 1 minggu
Kirim setiap kali ada sampel (tidak perlu kolektif) Kirim seperti perlakuan rujukan biasa Gambar 4.1 Diagram alur pemeriksaan IL-6 dan CRP
J.
Desain Analisis Statistik Data yang
diperoleh kemudian dilakukan analisis statistik menggunakan
SPSS.13 for windows dengan Uji varians/ analysis of variance (ANOVA) untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
post hoc test untuk menilai variasi yang terjadi pada kelompok mana yang signifikan setelah pemberian vitamin C, NAS dan kelompok kontrol. Rumus manual uji ANOVA adalah sebagai berikut :
DF = Numerator (pembilang) = k-1, Denomirator (penyebut) = n-k Dimana varian between :
Dimana rata-rata gabungannya :
Sementara varian within :
Keterangan : Sb
= Varian between
Sw = Varian within Sn2 = Varian kelompok X
= Rata-rata gabungan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Xn
= Rata-rata kelompok
Nn
= Banyaknya sampel pada kelompok
k
= Banyaknya kelompok (Sudigdo dan Ismael, 2002).
K.
Alur Penelitian
Penderita PGK stadium V
Kriteria inklusi eksklusi
Randomisasi
Kelompok kontrol
Kelompok vitamin C
Kelompok NAS
Sampel darah Pre Test IL-6 dan CRP
Sampel darah Pre Test IL-6 dan CRP
Sampel darah Pre Test IL-6 dan CRP
Plasebo intra hemodialisis
Vitamin C intra hemodialisis
NAS intra hemodialisis
Hemodialisis 4 jam
Hemodialisis 4 jam
Hemodialisis 4 jam
Sampel darah Post Test IL-6 dan CRP
Sampel darah Post Test IL-6 dan CRP
Sampel darah Post Test IL-6 dan CRP
Analisis Statistik Gambar 4.2 Alur Penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V HASIL PENELITIAN
A.
Proses Analisis Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar Il-6 dan CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani dialisis. Sebelum sampai pada pengujian hipotesis penelitian itu, terlebih dahulu dilakukan penjelasan deskripsi karakteristik demografis dan klinis sampel penelitian yaitu umur, jenis kelamin, sistole, diastole, nadi, respirasi, suhu, Hb, lekosit, GDS dan HbA1C dan karakteristik variabel penelitian yaitu kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah obyek penelitian diberikan perlakuan (treatment). Penjelasan deskriptif obyek penelitian dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap berkenaan dengan karakteristik obyek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan terhadap 30 pasien PGK stadium V yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok masing-masing 10 pasien sebagai responden penelitian. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol dimana dalam penelitian ini tidak diberikan perlakuan (treatment) kepada yang bersangkutan. Kedua adalah kelompok perlakuan vitamin C dimana pada kelompok ini pasien diberikan perlakuan berupa pemberian vitamin C, dan kelompok ketiga adalah kelompok perlakuan NAS dimana pasien dalam kelompok ini diberikan treatment berupa pemberian NAS. Sampel penelitian untuk masing-masing kelompok setelah dijelaskan secara deskriptif, selanjutnya dilakukan pengujian normalitas atas data-data variable penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
itu yang bersifat kuantitatif baik variabel karakteristik demografis dan klinis maupun variabel yang menjadi fokus penelitian. Pengujian normalitas data variabel ini penting untuk menentukan analisis lanjutan atas variabel-variabel penelitian kadar IL-6 dan CRP. Uji Normalitas data variable dapat dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov atau uji Shapiro-Wilk Analisis penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi terjadinya variasi atau perbedaan tiga mean kadar IL-6 dan CRP yaitu mean kadar IL-6 dan CRP pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan vitamin C dan kelompok perlakuan NAS. Selain itu penelitian ini juga menganalisis terjadinya perubahan variabel kadar IL-6 dan CRP untuk masing-masing kelompok sampel antara sebelum (pre) dan sesudah (post) mendapatkan perlakuan (treatment). Dengan demikian penelitian ini juga menggunakan analisis beda dua mean untuk sampel berpasangan. Selain itu penelitian ini juga akan mengidentifikasi apakah ada korelasi atau hubungan antar variabel kadar IL-6 dengan CRP setelah adanya perlakuan dengan memberikan vitamin C dan NAS. Apabila hasil uji normalitas data variabel mendapatkan bahwa distribusi data variabel untuk masing-masing kelompok sampel adalah berdistribusi normal, maka uji variasi atau perbedaan beberapa mean dapat menggunakan alat uji statistik Analysis of Variance (ANOVA) atau disebut juga Uji F. Sedangkan uji beda dua mean sampel berpasangan menggunakan uji t untuk sampel berpasangan. Pengujian korelasi pada data variabel yang berdistribusi normal dapat menggunakan analisis korelasi product moment Pearson. Namun apabila hasil uji normalitas data variabel menunjukkan bahwa distribusi data untuk masing-masing kelompok sampel adalah berdistribusi tidak normal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
maka uji variasi atau beda beberapa mean dapat menggunakan uji statistik non parametrik Kruskal Wallis. Pengujian beda dua mean sampel berpasangan dapat menggunakan analisis statistik non parametrik Willcoxon. Pengujian korelasi pada data variabel yang berdistribusi tidak normal dapat menggunakan analisis korelasi jenjang Spearman (Rank Spearman). Variabel-variabel yang kemungkinan ikut berpengaruh terhadap perubahan penurunan variabel kadar IL-6 dan CRP perlu dilakukan uji homogenitas. Uji homogenitas itu dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa variabel-variabel demografis dan klinis itu homogen untuk ketiga kelompok sampel yang diteliti itu, sehingga apabila benar-benar terjadi perubahan penurunan atas variabel IL-6 dan CRP, hal itu diakibatkan benar-benar hanya oleh perlakuan pemberian Vitamin C dan NAS yang dilakukan kepada pasien.
B.
Deskripsi Karakteristik Demografis dan Klinis Variabel penelitian terdiri dari variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Deskripsi variable kuantitatif penelitian baik variable karakteristik demografis dan klinis maupun variabel yang diteliti dibatasi pada pengungkapan nilai statistik rata-rata (mean) dan standar deviasi. Sedangkan deskripsi variabel kualitatif sebatas proporsi masingmasing kategori variabel kualitatif tersebut. Karakteristik demografis dan klinis yang bersifat kuantitatif meliputi umur, sistole, diastole, nadi, respirasi, suhu, Hb, lekosit, GDS dan HbA1C. Adapun variabel karakteristik demografis yang bersifat kualitatif dalam penelitian ini adalah jenis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
kelamin. Kemudian variabel yang menjadi fokus penelitian ini yaitu kadar IL-6 dan CRP berupa variabel kuantitatif yang diukur baik sebelum maupun sesudah dilakukan perlakuan (treatment). Pengujian normalitas data atas variabel karakteristik demografis dan klinis mendapatkan bahwa hanya variabel diastole dan variabel respirasi yang memiliki distribusi tidak normal, variabel-variabel lainnya seperti umur, sistole, nadi, suhu, Hb, lekosit, GDS dan HbA1C semua berdistribusi normal. Berdasarkan kondisi distribusi data variabel-variabel itu maka uji homogenitas atas variabel umur, sistole, nadi, suhu, Hb, lekosit, GDS dan HbA1C menggunakan ANOVA dan uji homogenitas atas variabel diastole dan respirasi menggunakan uji Kruskal Wallis dengan statistik χ2. Deskripsi demografis dan klinis yang bersifat kuantitatif pada pasien yang menjadi responden penelitian dan pengujian homogenitas atas variabel-variabel karakteristik demografis dan klinis tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 5.1. Deskripsi dan Uji Homogenitas Variabel Karakteristik Demografis dan Klinis Kuantitatif Obyek Penelitian Kelompok Sampel
Uji Homogenitas
Variabel Kontrol
Vitamin C
NAS
Uji
p
1. Umur
51 ± 4,97
44 ± 10,55
46 ± 11,67
F = 1,591
0,222
2. Sistole
145 ± 18,41
160 ± 23,04
163 ± 25,84
F = 1,761
0,191
87 ± 8,23
90 ± 12,47
99 ± 11,97
χ2 = 6,342
0,042*
83,4 ± 6,67
85,2 ± 7,61
63,2 ± 8,95
F = 0,199
0,820
3. Diastole 4. Nadi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
5. Respirasi
21,2 ± 1,93
22,0 ± 2,98
21,2 ± 2,15
χ2 = 0,398
0,819
6. Suhu
36,5 ± 0,25
36,4 ± 0,23
36,6 ± 0,27
F = 1,325
0,283
7. Hb
8,8 ± 1,18
9,1 ± 1,67
8,6 ± 1,37
F = 0,417
0,663
8. Lekosit
6,8 ± 1,81
7,4 ± 2,93
6,1 ± 1,47
F = 0,838
0,444
F = 1,156
0,330
F = 0,362
0,699
9. GDS 10. HbA1C
111,3 ± 19,64 5,1 ± 0,40
123,9 ± 28,87 124,6 ± 15,32 5,3 ± 0,82
5,3 ± 0,59
Sumber: Data Primer 2012, diolah. Keterangan : * Signifikan pada derajat signifikansi 5%.
Uji Homogenitas itu untuk mengetahui apakah karakteristik demografis dan klinis itu bersifat homogen atau sama pada setiap kelompok sampel sehingga perubahan variabel yang diteliti kadar IL-6 dan CRP bukan karena adanya perbedaan karakteristik demografis dan klinis obyek penelitian, tetapi benar-benar karena danya perlakuan. Uji homogenitas variabel kuantitatif itu menggunakan analisis variasi atau beda beberapa mean mengingat penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok sampel. Hasil pengujian homogenitas menunjukkan hampir semua karakteristik demografis dan klinis responden bersifat homogen, kecuali satu variabel yaitu diastole yang tidak homogen. Hal itu dapat diartikan bahwa karakteristik demografis dan klinis masing-masing obyek penelitian pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan vitamin C dan kelompok perlakuan NAS hampir tidak ada perbedaan yang meyakinkan. Sehingga jika nanti terjadi perubahan penurunan variabel yang diteliti yaitu kadar IL-6 dan CRP diharapkan benar-benar karena pengaruh perlakuan yang diberikan yaitu pemberian vitamin C atau NAS. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Uji homogenitas variabel kualitatif jenis kelamin tersebut diatas menggunakan analisis Chi Kwadrat (χ2). Nampak dalam tabel diatas, pada kelompok kontrol terdapat 6 orang laki-laki dan 4 orang perempuan, demikian proporsi jenis kelamin itu sama pada kelompok perlakuan vitamin C. Pada kelompok perlakuan NAS jumlah laki-laki sebanyak 8 orang sedangkan sisanya sebanyak 2 orang perempuan. Pengujian homogenitas variabel jenis kelamin dengan menggunakan chi kwadrat mendapatkan bahwa proporsi jenis kelamin antar kelompok sampel kontrol, perlakuan vitamin C dan perlakuan NAS tidak berbeda atau sama. Nilai chi kwadrat adalah 0,549 dengan probabilitas sebesar p = 0,351 (p > 5%) menunjukkan bahwa uji homogenitas itu tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. Secara rinci distribusi variabel karakteristik demografis yang bersifat kualitatif yaitu jenis kelamin dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 5.2. Deskripsi Data Variabel Karakteristik Demografis dan Klinis Kualitatif Obyek Penelitian : Jenis Kelamin. Kelompok Sampel Variabel
Kontrol
Vitamin-C
Uji Homogenitas
NAS
n
%
n
%
n
%
Jenis Kelamin:
10
33,3
10
33,3
10
33,3
Laki-laki
6
20,0
6
20,0
8
26,7
Perempuan
4
13,3
4
13,3
2
6,7
Sumber: Data Primer 2012, diolah. commit to user
Uji
P
χ2 = 0,549
0,351
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Dengan demikian semua variabel demografis dan klinis sudah dideskripsikan secara ringkas dan sudah dilakukan pengujian homogenitas terhadap variabel-variabel itu dan hasilnya hampir semua variabel karakteristik demografis dan klinis homogen, kecuali satu variabel saja yaitu diastole.
C.
Analisis Penurunan Kadar IL-6 dan CRP Variabel yang diteliti yaitu variable kadar IL-6 dan CRP bersifat kuantitatif, dimana keduanya diukur sebelum dan sesudah mendapatkan diberikan perlakuan, sehingga berdasarkan dua kesempatan pengukuran itu dapat disusun variabel baru yang menunjukkan perubahan yaitu Delta IL-6 dan Delta CRP. Sebelum dilakukan analisis perubahan sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan, akan dijelaskan dahulu deskripsi variabel yang diteliti dan uji normalitas atas data variabel itu agar dapat ditentukan uji statistik yang lebih tepat. Deskripsi dan uji normalitas data untuk variabel yang diteliti kadar IL-6 dan CRP pada masing-masing kelompok sampel sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan adalah sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Tabel 5.3. Deskripsi dan Uji Normalitas Data Variabel Kadar IL-6 dan CRP Berdasarkan Kelompok Sampel Sebelum dan Sesudah Mendapatkan Perlakuan. Kelompok Sampel
Uji Normalitas
Variabel Kontrol
Vitamin C
NAS
Uji K-S
p
1. IL-6-pre
10,97 ± 4,72
9,21 ± 2,25
1,17 ± 6,31
Z = 0,572
0,899
2. IL-6-post
7,75 ± 5,23
7,68 ± 1,84
4,72 ± 5,90
Z = 0,559
0,914
3. CRP-pre
14,65 ± 0,25
6,48 ± 5,37
4,76 ± 3,50
Z = 1,727
0,005*
4. CRP-post
18,47 ± 0,31
5,79 ± 5,58
4,23 ± 3,55
Z = 1,697
0,006*
5. Delta IL-6
- 0,52 ± 0,89
1,53 ± 1,00
0,96 ± 0,71
Z = 0,824
0,505
6. Delta CRP
-3,82 ± 7,74
0,68 ± 0,50
0,26 ± 0,22
Z = 2,387
0,000*
Sumber: Data Primer 2012, diolah Catatan : * Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen.
Pengujian data keseluruhan untuk masing-masing variabel menunjukkan bahwa distribusi data variabel-variabel kadar IL-6-pre, IL6-post, dan Delta IL-6 berdistribusi normal, sedangkan variabel-variabel CRP-pre, CRP-post dan Delta CRP berdistribusi tidak normal. Demikian pula apabila dilakukan pengujian normalitas data untuk masingmasing kelompok sampel, ketiga variabel kadar IL-6-pre, IL6-post, dan Delta IL-6 itu juga memiliki distribusi normal. Sedangkan untuk variabel CRP-pre dan CRP-post serta Delta CRP pada semua kelompok sampel berdistribusi tidak normal, kecuali variabel Delta CRP pada kelompok sampel Perlakuan NAS yang berdistribusi normal. Dengan demikian pengujian selanjutnya terhadap variabel-variabel penelitian itu sebagian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
menggunakan uji beda 2 means sampel berpasangan dengan uji Wilcoxon (variabel CRP-pre dan CRP-post) sebagian yang lain menggunakan uji beda 2 means sampel berpasangan dengan uji t. Pengujian beda 2 mean sampel berpasangan digunakan untuk membuktikan apakah terdapat pengaruh pemberian vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar IL-6 dan CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani dialisis. Adapun langkahlangkah pengujian disusun sebagai berikut: (i) Menguji perbedaan kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan pada kelompok kontrol dengan menggunakan uji beda 2 mean sampel berpasangan dengan Wilcoxon atau t test; (ii) Menguji perbedaan kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah pemberian perlakuan pada kelompok perlakuan vitamin-C dengan menggunakan uji beda 2 mean sampel berpasangan dengan Wilcoxon dan uji t; dan (iii) Menguji perbedaan kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan pada kelompok perlakuan NAS dengan menggunakan uji beda 2 mean sampel berpasangan dengan Wilcoxon atau uji t. Langkah pertama diharapkan pengujian itu tidak signifikan yang berarti variabel kadar IL-6 dan CRP pada kelompok kontrol tidak berubah sebelum maupun sesudah mendapatkan perlakuan. Langkah kedua dan ketiga diharapkan pengujian itu signifikan yang berarti dengan adanya pemberian vitamin C maupun NAS masing-masing dapat menurunkan kadar IL-6 dan CRP. Hasil langkah pertama uji beda 2 mean sampel berpasangan sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan pada kelompok kontrol adalah sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Tabel 5.4. Perbedaan Kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah Perlakuan pada kelompok kontrol. Sebelum Perlakuan
Sesudah Perlakuan
Uji Beda 2 Mean
Variabel Rata-rata
Std Dev
Rata-rata
Std Dev
Statistik Uji
p
1. Kadar IL-6
10,98
4,72
11,49
5,23
t = - 1,841
0,099
2. CRP
14,65
0,25
18,47
0,31
Z = - 1,530
0,126
Sumber: Data Primer 2012, diolah. Hasil analisis beda 2 mean sampel berpasangan dengan t test untuk variabel IL-6 diatas menunjukkan bahwa beda mean IL-6 sebelum dan sesudah perlakuan tidak berbeda secara signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar IL-6 pada kelompok kontrol itu tidak mengalami perubahan setelah dilakukan perlakuan. Demikian pula hasil analisis beda 2 mean berpasangan dengan uji Wilcoxon untuk variabel CRP menunjukkan beda mean CRP sebelum dan sesudah perlakuan tidak berbeda secara meyakinkan dengan derajat signifikansi 5 persen. Hal itu berarti CRP tidak mengalami perubahan sesudah adanya perlakuan dibandingkan dengan sebelum perlakuan. Selanjutnya langkah kedua adalah melakukan uji beda 2 mean sampel berpasangan sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan pada kelompok perlakuan dengan pemberian vitamin C. Hasil pengujian terhadap variabel kadar IL-6 dengan uji beda 2 mean sampel berpasangan dilakukan dengan uji t dengan hasil bahwa beda mean IL-6 sebelum dan sesudah perlakuan meyakinkan dengan derajat signifikansi sebesar 1 persen. Hal itu berarti bahwa setelah adanya perlakuan dengan memberikan vitamin C, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
terjadi penurunan nilai rata-rata IL-6 secara meyakinkan. Hasil pengujian variabel CRP dengan uji beda 2 mean sampel berpasangan dengan uji Wilcoxon menunjukkan bahwa mean CRP sebelum dan sesudah perlakuan berbeda secara meyakinkan pada derajat signifikansi sebesar 1 persen. Hal itu berarti bahwa dengan adanya perlakuan pemberian vitamin C, rata-rata CRP mengalami penurunan.
Tabel 5.5. Perbedaan Kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan pada kelompok perlakuan vitamin C. Sebelum Dialisis
Sesudah Dialisis
Variabel
Uji Beda 2 Mean
Rata-rata
Std Dev
Rata-rata
Std Dev
Statistik Uji
P
1. Kadar IL-6
9,21
2,25
7,68
1,84
t = 4,841
0,001**
2. CRP
6,48
5,37
5,79
5,56
Z =-2,803
0,005**
Sumber: Data Primer 2012, diolah. Keterangan: ** Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen.
Hasil analisis beda 2 mean sampel berpasangan dengan t test atau uji Willcoxon diatas menunjukkan bahwa uji terhadap variabel kadar IL 6 dan CRP itu keduanya signifikan pada derajat signifikansi sebesar 1 persen (p < 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar IL-6 dan CRP pada kelompok perlakuan vitamin C itu benarbenar mengalami perubahan penurunan yang meyakinkan setelah obyek penelitian mendapatkan dialisis. Hal itu dapat diartikan bahwa dengan pemberian vitamin C
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
berpengaruh secara meyakinkan terhadap penurunan kadar IL-6 dan CRP. Dengan demikian hipotesis penelitian pertama dan kedua dapat dibuktikan kebenarannya. Berikut digambarkan perbandingan perubahan variabel IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan cara menyandingkan perubahan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan vitamin C dan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan NAS.
commit to user
66
(a)
(b) Gambar 5.1 Perubahan Kadar IL-6 Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Vitamin C Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan kadar IL-6 tetap atau meningkat walaupun ada sedikit yang menurun, namun pada kelompok perlakuan kadar IL-6 semua cenderung mengalami penurunan setelah mendapatkan perlakuan (treatment), yaitu pemberian Vitamin C pada pasien kelompok perlakuan ini.
67
PERUBAHAN HSCRP PADA KLP KONTROL
PERUBAHAN HSCRP PADA KELOMPOK PERLAKUAN VITAMIN C
20,00 18,00 16,00 100,00 14,00 80,00 12,00 (a) (b) 10,00 60,00 Gambar 5.2. 8,00 Perubahan Kadar CRP Sebelum 40,00 6,00 (Pre) dan Sesudah (Post) Pada Kelompok Kontrol dan4,00 Kelompok Perlakuan Vitamin C 20,00 Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan kadar CRP 2,00 tetap atau meningkat walaupun ada sedikit yang menurun, namun pada kelompok - perlakuan kadar CRP semua cenderung mengalami penurunan- setelah mendapatkan perlakuan (treatment), yaitu pemberian Vitamin 120,00
C pada pasien kelompok perlakuan ini. Pre
Post
Pre
Post
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Selanjutnya langkah ketiga uji beda 2 mean sampel berpasangan sebelum dan sesudah mendapatkan dialisis pada kelompok perlakuan haidonac hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 5.6. Perbedaan Kadar IL-6 dan CRP sebelum dan sesudah mendapatkan perlakuan pada kelompok perlakuan NAS. Sebelum Dialisis
Sesudah Dialisis
Uji Beda 2 Mean
Variabel Rata-rata
Std Dev
Rata-rata
Std Dev
Uji t
P
1. Kadar IL-6
5,69
6,31
4,72
5,90
Z = -2,803
0,005**
2. HsCRP
4,76
3,50
4,49
3,55
Z = -2,666
0,008**
Sumber: Data Primer 2012, diolah. Keterangan: * Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. ** Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen.
Hasil analisis beda 2 mean sampel berpasangan dengan Wilcoxon diatas menunjukkan bahwa uji terhadap variabel kadar IL-6 dan CRP itu signifikan pada derajat signifikansi sebesar 1 persen (p < 0,01), sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar IL-6 dan CRP pada kelompok perlakuan NAS itu benar-benar mengalami perubahan penurunan yang meyakinkan setelah obyek penelitian mendapatkan dialisis. Hal itu dapat diartikan bahwa dengan pemberian NAS berpengaruh secara meyakinkan terhadap penurunan kadar IL-6 dan CRP. Dengan demikian hipotesis penelitian ketiga dan keempat dapat dibuktikan kebenarannya.
commit to user
69
PERUBAHAN IL-6 PADA KELOMPOK PERLAKUAN HAIDONAC
PERUBAHAN IL-6 PADA KLP KONTROL 25,00
20,00 18,00 16,00 14,00 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 -
20,00 15,00 10,00 5,00 -
Pre
Post
(a)
Pre
Post
(b)
Gambar 5.3 Perubahan Kadar IL-6 Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan NAS Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan kadar IL-6 tetap atau meningkat walaupun ada sedikit yang menurun, namun pada kelompok perlakuan kadar IL-6 semua cenderung mengalami penurunan setelah mendapatkan perlakuan (treatment), yaitu pemberian NAS pada pasien kelompok perlakuan ini.
70
PERUBAHAN HSCRP PADA KLP KONTROL
PERUBAHAN HSCRP PADA KELOMPOK PERLAKUAN HAIDONAC 14,00
120,00
12,00
100,00
10,00
80,00
8,00 60,00
6,00
40,00
4,00
20,00
2,00
-
-
Pre
Post
(a)
Pre
Post
(b)
Gambar 5.4 Perubahan Kadar CRP Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan NAS Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan kadar CRP tetap atau meningkat walaupun ada sedikit yang menurun, namun pada kelompok perlakuan kadar CRP semua cenderung mengalami penurunan setelah mendapatkan perlakuan (treatment), yaitu pemberian NAS pada pasien kelompok perlakuan ini.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk menguji hipotesis ke lima yang menyatakan bahwa ada perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan kadar IL-6 dan hipotesis ke enam yang menyatakan bahwa ada perbedaan pengaruh vitamin C dan NAS terhadap penurunan Hscrp, dilakukan pengujian dengan langkahlangkah: (i) Menguji variasi mean antar kelompok sampel variabel Delta IL-6 dan Delta CRP, dan (ii) Menelusuri beda antar 2 mean variabel Delta IL-6 dan Delta CRP antar masing-masing kelompok sampel. Analisis variasi atau beda k means atas variabel Delta IL-6 menggunakan uji ANOVA dan untuk melakukan analisis penelusuran beda 2 mean antar kelompok sampelnya dilanjutkan dengan menggunakan Post Hoc Test. Sedangkan analisis variasi atau beda k means atas variabel Delta CRP menggunakan uji Kruskal-Wallis dan analisis penelusuruan beda 2 mean antar kelompok sampelnya menggunakan uji Man Whitney. Hasil pengolahan dengan uji ANOVA atas Delta IL-6 dan uji KruskalWallis atas Delta CRP adalah sebagai berikut: Tabel 5.7.
ANOVA Delta IL-6 dan Kruskal-Wallis atas Delta CRP Berdasarkan Kelompok Sampel.. Kelompok Sampel
Uji ANOVA
Variabel Kontrol
Vitamin C
NAS
Uji F
P
1. Delta IL-6
- 0,52 ± 0,89
1,53 ± 1,00
0,96 ± 0,71
F = 14,66
0,000**
2. Delta CRP
-3,82 ± 7,74
0,68 ± 0,50
0,26 ± 0,22
χ2 = 12,93
0,002**
Sumber: Data Primer 2012, diolah. Keterangan: * Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. ** Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen. commit to user 71
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil analisis beda 3 mean variabel Delta IL-6 dan Delta CRP itu dengan Uji ANOVA atau Uji Kruskal Wallis didapatkan hasil bahwa pengujian atas variabel Delta IL-6 signifikan pada derajat signifikansi 1 persen (p < 0,01) dan variabel Delta CRP signifikan pada derajat signifikansi 1 persen (p < 0,01) juga. Hal itu berarti terdapat variasi yang meyakinkan variabel perubahan IL-6 (Delta IL-6) dan perubahan CRP (Delta CRP) berdasarkan kelompok sampel penelitian. Perbedaan perubahan itu kemudian dapat ditelusuri dengan Post Hoc Test bagi uji ANOVA dan uji Man Whitney bagi Uji Kruskal Wallis, sehingga dapat diidentifikasi antar kelompok mana yang memiliki perbedaan yang meyakinkan dan menjadi penyumbang terjadinya variasi delta IL-6 dan delta CRP. Penelusuran perbedaan antar kelompok sampel dimaksudkan untuk mengetahui perbedaan antar kelompok mana yang sebenarnya memiliki kontribusi besar dalam menimbulkan variasi antar kelompok sebagaimana yang ditemukan dalam uji ANOVA atau uji Kruskal-Wallis. Hasil penelusuran dengan Post Hoc Test atau Man Whitney adalah sebagai berikut:
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 5.8.
Ringkasan Post Hoc Test dari ANOVA Delta IL-6 dan Uji Man Whitney Delta CRP Berdasarkan Kelompok Sampel. Signifikansi Hubungan Antar Kelompok Sampel
Variabel Kontrol-Vitamin C
Kontrol-NAS
Vitamin C-NAS
1. Delta IL-6
0,000**
0,001**
0,158
2.DeltaHsCRP
0,004**
0,017*
0,010*
Sumber: Data Primer 2012, diolah. Keterangan: * Signifikan pada derajat signifikansi 5 persen. ** Signifikan pada derajat signifikansi 1 persen.
Hasil penelusuran itu menunjukkan bahwa terjadinya variasi yang meyakinkan pada variabel Delta IL-6 dan Delta CRP itu terutama bersumber dari adanya perbedaan antara kelompok kontrol – perlakuan vitamin C dan antara kelompok kontrol – perlakuan NAS, sedangkan perbedaan antara kelompok perlakuan vitamin C dan perlakuan NAS tidak signifikan pada Delta IL-6 tetapi signifikan pada Delta CRP. Hal itu dapat diartikan pula bahwa perbedaan pengaruh pemberian vitamin C dan pemberian NAS terhadap variabel IL-6 tidak terjadi karena perubahan akibat perlakuan itu tidak menunjukkan perbedaan yang meyakinkan antara kelompok perlakuan vitamin C dan kelompok perlakuan NAS. Namun terhadap variabel CRP terjadi perbedaan pengaruh signifikan pemberian vitamin C dan NAS terhadap variabel tersebut. Dengan demikian hipotesis ke 5 dalam penelitian itu tidak terbukti kebenarannya, karena ternyata pengaruh vitamin C dan pengaruh NAS samasama dapat menurunkan kadar IL-6, namun pengaruh dari keduanya atas kedua commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variabel itu tidak berbeda secara meyakinkan. Hipotesis ke 6 dalam penelitian ini terbukti kebenarannya, karena ternyata pengaruh vitamin C dan pengaruh NAS sama-sama dapat menurunkan kadar CRP dan pengaruh keduanya atas kedua variabel itu berbeda secara meyakinkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 6 PEMBAHASAN
A. Hasil Utama Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hampir semua variabel kuantitaif karakteristik demografis dan klinis memiliki distribusi normal kecuali dua variabel yaitu diastole dan respirasi yang keduanya berdistribusi tidal normal (Tabel 5.1.). Dari sebaran umur, didapatkan umur rata-rata pada kelompok NAS adalah 46 ± 11,67, pada kelompok Vitamin C 44 ± 10,55
sedang pada kelompok kontrol
adalah 51 ± 4,97. Untuk proporsi jenis kelamin (Tabel 5.2.) pada kelompok kontrol terdapat 6 orang laki-laki dan 4 orang perempuan, demikian proporsi jenis kelamin itu sama pada kelompok perlakuan vitamin C. Pada kelompok perlakuan NAS jumlah laki-laki sebanyak 8 orang sedangkan sisanya sebanyak 2 orang perempuan. Hasil pengujian homogenitas menunjukkan hampir semua karakteristik demografis dan klinis responden bersifat homogen, kecuali satu variabel yaitu diastole yang tidak homogen. Hal itu dapat diartikan bahwa karakteristik demografis dan klinis masing-masing obyek penelitian pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan vitamin C dan kelompok perlakuan NAS hampir tidak ada perbedaan yang bermakna sehingga jika nanti terjadi perubahan pada variabel yang diteliti yaitu kadar IL-6 dan CRP diharapkan benar-benar karena pengaruh perlakuan yang diberikan yaitu pemberian vitamin C dan NAS.
commit to user 75
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
Tehnik Eksperimen dengan Randomisasi ( Randomized ControlTrial / RCT ) kami pilih karena tehnik ini merupakan standar baku penelitian eksperimen, yang bisa mengeneralisasikan hasil penelitian, sehingga hasil yang didapat pada penelitian ini bisa dipakai pada semua pasien penyakit ginjal kronik. Selain itu, dengan tehnik ini bisa mengabaikan semua faktor perancu baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Pengujian data keseluruhan untuk masing-masing variabel menunjukkan bahwa distribusi data variabel kadar Pre-IL-6, Post-IL6, Pre-CRP, Post-CRP, Delta IL-6 dan Delta CRP semuanya normal. Demikian pula apabila dilakukan pengujian normalitas data untuk masing-masing kelompok sampel, keenam variabel itu juga memiliki distribusi normal (Tabel 5.3.). Hasil analisis beda dua mean sampel berpasangan dengan t test menunjukkan bahwa kadar IL-6 dan CRP pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan setelah menjalani hemodialisis (Tabel 5.4.) Berdasarkan kepustakaan proses hemodialisa sendiri dapat mengurangi kadar IL-6 dan CRP karena efek loose dialyzer. Penelitian ini menggunakan membran dialisis selulosa diasetat. Menurut Pastan dan Balley, selulosa adalah suatu membran dialisis semi sintetik tipe low flux atau memiliki pori - pori membran kecil yang mampu untuk menahan sel sel darah dan plasma protein (Pastan dan Balley, 1998). Saat hemodialisis berlangsung terjadi proses bioinkompatibilitas dimana darah yang mengalami kontak langsung dengan kedua zat ini akan mengaktifkan sistem komplemen dan dapat merangsang pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin (IL-1, IL-6, TNF-α), reactive oxygen species (ROS), dan nitric oxide (NO) commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Pastan dan Balley, 1998; Lonnemann dan Koch, 2002; Ortega dan Fornoni, 2010). Bioinkompatibilitas adalah kemampuan dari membran dialisis untuk mengaktifkan komplemen (Singh dan Brenner, 2006). Tipe-tipe membran dialisis yang pada saat ini sudah umum digunakan pada proses hemodialisis dijelaskan pada Tabel 6.1. Tabel 6.1. Tipe Membran Dialisis (Pastan dan Balley, 1998) Membrane type
Cellulose SemisyntheticCellulosederivatives Cellulose diacetate Cellulose triacetate Diethylaminoethyl-substitued Acetate Synthetic polymer Polyacrylonithril methalylsulfomic Copolymer Polyacrylonithril methacryl Copolymer Polymethylmetacrylate Polysulfone
Example Membrane Name Cuphrophane
High or Low Flux
BioCompati bility -
Cellulose-acetate Cellulose triacetate Hemophane
High/Low High High
+ ++ +
PAN/AN 29
High
++
PAN
High
++
PMMA Polusulfone
High/Low High
++ ++
Low
Cairan dialisis dapat mengalami kontaminasi misalnya dari air pada water treatment, sehingga dapat terjadi infeksi dan menimbulkan reaksi inflamasi. Kontaminasi cairan dialisis dengan bakteri dan endotoksin lipopolysaccharide (LPS) akan menyebabkan efek klinik yang berhubungan dengan aktivasi sistem komplemen (Sukandar,2006).
Menurut
Association
for
the
Advancement
of
Medical
Instrumentation (AAMI), batas bakteri yang terkandung dalam air yang digunakan harus < 200 CFU/ml, endotoksin < 1 EU/ml (Farrington et al, 2003). commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cairan dialisis yang terkontaminasi oleh bakteri dapat melepaskan LPS, peptidoglicans dan produk pro-inflamasi lain yang akan di transferkan ke membran dialisis dan masuk ke darah (Boure, 2004). Produksi CRP oleh hepatosit terjadi secara perlahan dalam 24 jam setelah acute tissue injury, yaitu setelah dilakukan hemodialisis dengan membrane selulosa selama 4 jam (Raka, 2008). Hal ini sama seperti penelitian Schouten dkk, dimana pada pasien hemodialisis dengan mengunakan membrane Cuprophan didapatkan peningkatan kadar CRP secara perlahan dan meningkat perlahan dalam 24 jam setelah hemodialisis ( Schouten, 2000). Sebagian besar pasien PGK yang menjalani hemodialisa mempunyai kadar sitokin dan meditor inflamasi yang tinggi. Faktor intrinsik yang berhubungan dengan uremia merupakan komponen yang diperkirakan memperburuk dan meningkatkan respon inflamasi seperti halnya faktor kompensasi yang diproduksi untuk meminimalkan inflamasi. Pada pasien PGK terjadi peningkatan IL-6 sebanyak 25% dari seluruh populasi dan adanya hubungan terbalik antara kadar IL-6 dengan fungsi ginjal (Panichi et al, 2000). Faktor faktor yang kemungkinan menyebabkan meningkatnya kadar IL-6 pada pasien PGK adalah hilangnya fungsi ginjal, uremia beserta komplikasinya (seperti penimbunan cairan, stress oksidatif dan kerentanan terhadap infeksi), faktor faktor yang berkaitan dengan proses dialisis itu sendiri (Stenvinkel et al, 2005). Proses hemodialisis dapat
meningkatkan ekpresi dari IL-6, kemungkinan
faktor-faktor yang berperan adalah membrane dialisis yang tidak biokompetible, penggunaan cairan dialisat yang tidak steril. Oleh Caglar et al dilaporkan terjadinya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
peningkatan kadar IL-6 dua jam setelah proses hemodialisa selesai., di mana hal ini membuktikan bahwa pada proses hemodialisa terjadi HD-induced delayed inflammatory response (Stenvinkel et al, 2005). Saat dilakukan hemodialisis , sekitar 35-65 % pasien menunjukkan tanda-tanda inflamasi. Dialisis telah dihubungkan dengan perubahan akut pada aktivasi komplemen, marker granulosit , fungsi makrofag, aktivasi sel T serta pelepasan sitokin pro inflamasi. Penelitian pada pasien yang dihemodialisis menunjukkan peningkatan produksi sitokin pro inflamasi seperti tumor necrosis factor α ( TNF-α ), interleukin-1β ( IL1-β ) dan interleukin-6 ( IL-6 ) (Malaponte, 2002). Penelitian yang dilakukan di Sub Bagian Nefrologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSDM Surakarta tahun 2009, membuktikan terjadinya peningkatan kadar CRP dan komplemen C3 pada pasien-pasien CKD Stage V yang dilakukan hemodialisis, dibandingkan dengan sebelum hemodialisis (Gusrizal, 2009). Pada kelompok perlakuan dengan Vitamin C dari hasil analisis dengan t test menunjukkan bahwa uji terhadap variabel kadar IL-6 dan CRP itu keduanya signifikan dengan p < 0,01 (Tabel 5.5.) sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar IL6 dan CRP pada kelompok perlakuan vitamin C itu benar-benar mengalami perubahan penurunan yang bermakna. Hal itu dapat diartikan bahwa dengan pemberian vitamin C berpengaruh secara meyakinkan terhadap penurunan kadar IL-6 dan CRP. Dengan demikian hipotesis penelitian pertama dan kedua dapat dibuktikan kebenarannya. Pemberian vitamin C intra dialisis dapat menurunkan secara bermakna kadar IL-6 dan CRP. Vitamin C mempunyai efek anti inflamasi termasuk menurunkan commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adesi lekosit pada endotelium dan meningkatkan bioavailibity ateroprotektif NO. Vitamin C juga juga menghambat aktifasi NF KB yang merupakan pengatur utama ekspresi sitokin inflamasi. Pemberian vitamin C dapat memperbaiki disfungsi endotel pada pasien hiperkolesterolemia. Efek vitamin C pada plak mengandung kolagen menambah teori rasional penggunaan vitamin C pada pasien dengan risiko aterosklerosis. Penelitian oleh Chien et al , dengan pemberian vitamin C 2,5 gram parenteral tiap sesi dialisis selama 6 bulan dapat menurunkan stress oksidatif pada pasien PGK yang menjalani dialisis (Chien et al, 2004). Kelompok NAS dari hasil analisis dengan t test menunjukkan bahwa uji terhadap kadar IL-6 dan CRP itu signifikan dengan p < 0,01 (Tabel 5.6.) sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar IL-6 dan CRP pada kelompok perlakuan NAS benarbenar mengalami perubahan penurunan yang bermakna setelah obyek penelitian mendapatkan perlakuan. Hal itu dapat diartikan bahwa dengan pemberian NAS berpengaruh secara meyakinkan terhadap penurunan kadar IL-6 dan CRP. Dengan demikian hipotesis penelitian ketiga dan keempat dapat dibuktikan kebenarannya. Hal ini sesuai dengan peneltian oleh Thaha dkk yang melaporkan
hasil yang
signifikan dengan penggunaan NAS sebagai antioksidan pada PGK di mana uji kontrol acak pemberian NAS menurunkan kejadian kardiovaskuler sebesar 40% dibandingkan kelompok kontrol. Penelitian lain menunjukkan dengan pemberian NAS secara signifikan dapat memperbaiki disfungsi endotel. NAS terbukti bekerja sebagai antioksidan yang potensial dalam perannya untuk menurunkan proses sklerosis vaskuler (Thaha et al, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
Selanjutnya dari hasil analisa untuk mengetahui adanya perbedaan pengaruh antara vitamin C dengan NAS terhadap penurunan kadar IL-6 dan CRP dengan uji ANOVA didapatkan hasil bahwa pengujian atas variabel Delta IL-6 dan Delta CRP signifikan dengan p < 0,01 (Tabel 5.7). Kemudian dengan penelusuran post hoc test terjadinya variasi yang meyakinkan pada variabel Delta IL-6 dan Delta CRP itu terutama bersumber dari adanya perbedaan antara kelompok kontrol – perlakuan vitamin C dan antara kelompok kontrol – perlakuan NAS, sedangkan perbedaan antara kelompok perlakuan vitamin C dan perlakuan NAS tidak signifikan pada Delta IL-6 tetapi signifikan pada Delta CRP. Hal itu dapat diartikan pula bahwa perbedaan pengaruh pemberian vitamin C dan pemberian NAS terhadap variabel IL6 tidak terjadi karena perubahan akibat perlakuan itu tidak menunjukkan perbedaan yang meyakinkan antara kelompok perlakuan vitamin C dan kelompok perlakuan NAS. Namun terhadap variabel HsCRP terjadi perbedaan pengaruh signifikan pemberian vitamin C dan NAS terhadap variabel tersebut. Dengan demikian hipotesis ke 5 dalam penelitian itu tidak terbukti kebenarannya, karena ternyata pengaruh vitamin C dan pengaruh NAS sama-sama dapat menurunkan kadar IL-6, namun pengaruh dari keduanya atas kedua variabel itu tidak berbeda secara meyakinkan. Hipotesis ke 6 dalam penelitian ini terbukti kebenarannya, karena ternyata pengaruh vitamin C dan pengaruh NAS sama-sama dapat menurunkan kadar CRP dan pengaruh keduanya atas kedua variabel itu berbeda secara meyakinkan Pada penelitian ini NAS dan vitamin C hanya diberikan satu kali pada saat sesi dialisis dengan waktu pemberian yang sama dan pengambilan sample darah untuk pengukuran kadar IL-6 dan C3 juga dilakukan pada waktu yang sama baik commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pada kelompok NAS maupun vitamin C, di mana hal ini bisa mempengaruhi hasil dikarenakan adanya perbedaan farmokdinamik dan farmakokinetik antara NAS dengan vitamin C. Half life dari NAS`adalah 5-6 jam setelah pemberian intravena sedangkan half life dari vitamin C 4 jam setelah pemberian intravena (Rabovsky dan Cuomo, 2000; Nolin, 2010)
B. Keterbatasan penelitian 1. Penelitian hanya dilakukan di satu tempat dengan jangka waktu yang kurang lama dalam pemberian NAS dan Vitamin C. 2. Pengambilan sample darah untuk pengukuran IL-6 dan CRP pada tiap kelompok dilakukan pada waktu yang bersamaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 7 PENUTUP
A.
Simpulan 1. Terdapat pernurunan kadar IL-6 akibat pemberian vitamin C pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 2. Terdapat pernurunan kadar IL-6 akibat pemberian NAS pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 3. Terdapat pernurunan kadar CRP akibat pemberian vitamin C pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 4. Terdapat pernurunan kadar CRP akibat pemberian NAS pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 5. Tidak ada perbedaan pengaruh antara pemberian vitamin C dan NAS dalam penurunan kadar IL-6 pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis. 6. Ada perbedaan pengaruh antara pemberian vitamin C dan NAS dalam penurunan kadar CRP pada pasien PGK stadium V yang menjalani hemodialisis.
commit to user 83
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B.
Saran 1. Dilakukan penelitian lanjutan pada multicenter dengan jangka waktu yang lebih lama untuk mendapatkan evidence based yang lebih kuat. 2. Pengambilan sample darah untuk mengukur IL-6 dan CRP tidak dilakukan bersamaan tetapi bergantung dengan farmakodinamik dan farmakokinetik Vitamin C dan NAS.
commit to user