HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP TUGAS GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DENGAN KESEDIAAN BERKONSULTASI PADA SISWA KELAS XI IPS 4 MAN 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Anik Sulistyowati 11500044 Pembimbing I : Dr. Hera Heru SS, M.pd Prodi BK FKIP UNISRI ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap Guru Bimbingan dan Konseling Dengan Kesediaan Berkonsultasi Siswa Kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015. Dengan metode pengambilan sampel total sampling dan jumlah sampel yang digunakan adalah 30 siswa. Teknik pengumpulan data digunakan observasi dan angket. Obervasi dilakukan sebagai langkah pendahuluan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap guru BK. Angket digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan persepsi siswa terhadap tugas Guru Bimbingan dan Konseling serta kesediaan berkonsultasi siswa. Teknik analisis data menggunakan product moment. Berdasarkan analisis data diperoleh nilai r hitung sebesar 0,789 berarti lebih besar dari r tabel baik dalam taraf signifikansi 5% maupun 1% (0,361 < 0,789 > 0,463). Dengan demikian dapat disimpulkan uji hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara persepsi terhadap tugas Guru Bimbingan dan Konseling dengan Kesediaan Berkonsultasi Pada Siswa Kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015, diterima kebenarannya.
Kata Kunci : Hubungan, Persepsi Tugas Guru BK, Kesediaan Berkonsultasi Siswa
1
2
PENDAHULUAN Siswa pada tingkatan Sekolah Menengah Atas umumnya berada dalam kategori remaja.
Salah satu tugas perkembangan
masa remaja yang tersulit
berhubungan dengan penyesuaian sosial dan pencarian identitas. Ada remaja yang sanggup mengatasi persoalan tanpa bantuan pihak lain, tetapi tidak sedikit yang tidak mampu mengatasi persoalan bila tidak dibantu orang lain. Dalam hal
inilah
bimbingan dan konseling sangat diperlukan, para siswa perlu dibimbing ke arah terciptanya hubungan pribadi yang baik dengan lingkungannya. Kesediaan yang rendah untuk memanfaatkan keberadaan guru BK tentunya dipengaruhi oleh persepsi siswa kepada pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan guru BK di sekolah. Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997: 69) menyampaikan bahwa banyaknya siswa yang tidak memanfaatkan keberadaan guru BK terjadi karena kesalah pahaman dalam bimbingan dan konseling dimana timbul persepsi bahwa peran konselor di sekolah adalah sebagai “polisi sekolah” yang bertugas untuk menghukum siswa yang terlambat datang ke sekolah ataupun siswa yang terlambat membayar SPP. Apabila siswa mengetahui secara jelas mengenai tugas guru Bimbingan dan Konseling maka siswa akan menerima guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor di sekolah dan dijadikan mediasi atau fasilitator untuk mengatasi berbagai permasalahan yang menghambat dirinya dan tidak segan untuk berkonsultasi. Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu perangkat pembelajaran di ranah pendidikan yaitu merupakan suatu proses kegiatan belajar dan mengajar dalam instansi pendidikan formal yang tertuju untuk membentuk karakter, watak, sikap dan kepribadian peserta didik. Bimbingan dan konseling itu sendiri pada dasarnya tertuju pada tercapainya suatu tujuan pendidikan yang optimal bagi semua peserta didiknya, sebagaimana telah dituliskan didalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang didalamnya menyebutkan bahwa : Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
3
bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2000:8). Dari tujuan pendidikan nasional yang telah disebutkan diatas ternyata pada kenyataanya banyak berbagai kendala yang muncul di lapangan dan dapat menghalanganginya suatu proses tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Kendala tersebut berasal dari berbagai pihak khususnya berasal dari siswa yang melakukan proses pembelajaran dimana siswa sebagai agen perubahan atau generasi penerus, serta kendala tersebut bisa berasal dari penyelenggara pendidikan itu sendiri yaitu guru dan perangkat yang ada didalamnya. Terutama dalam keberhasilan proses Bimbingan dan Konseling siswa sering tidak mau dan enggan berkonsultasi dengan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor yang ada disekolah, Guru Mata pelajaran dan Guru wali kelas apabila mereka mempunyai suatu permasalahan yang ada dalam diri mereka masalah tersebut
baik masalah pribadi, masalah sosial,
masalah belajar dan masalah karier sehingga apabila gurunya tidak aktif dan kreatif memantau perkembangan siswanya secara intensif ketika ada hal atau masalah kecil yang ada dalam diri siswa maka masalah tersebut akan menjadi besar dan akan mengganggu proses belajar dan proses perkembangannya. Kesediaan siswa untuk berkonsultasi kepada guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor yang ada di sekolah mengenai segenap permasalahannya berawal dari persepsi siswa mengenai tugas guru Bimbingan dan Konseleling atau Konselor di sekolah itu sendiri. Keberadaan guru Bimbingan dan konseling atau Konselor disekolah diharapkan mampu untuk menunjang proses keberhasilan suatu pendidikan yang ada di sekolah dan dimasa yang akan datang secara merata dan menyeluruh. Konsepsi pemikiran siswa berkenaan dengan profesi Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor disekolah dan apa sebenarnya tugas dari seorang guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor sekolah masih belum jelas bagi mereka. Persepsi siswa mengenai tugas seorang guru Bimbingan dan Konseling masih ada
4
kekeliruan. Fakta yang saya temukan di lapangan bahwa ada yang beranggapan mengenai tugas seorang guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor hanyalah mencatat absensi siswa, memanggil siswa yang tidak masuk sekolah, memarahi siswa dan menghukum siswa apabila terlambat masuk sekolah, menghukum siswa apabila tidak bisa disiplin, tidak mentaati tata tertib yang ada di sekolah, memberikan poin apabila siswa melakukan suatu pelanggaran dan lain sebagainya. Apabila siswa mengetahui secara jelas mengenai tugas guru Bimbingan dan Konseling maka siswa akan menerima guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor di sekolah dan dijadikan mediasi atau fasilitator untuk mengatasi berbagai permasalahan yang menghambat dirinya dan tidak segan untuk berkonsultasi. Tetapi sebaliknya apabila siswa mempunyai persepsi yang salah maka siswa enggan untuk datang kepada guru Bimbingan dan Konseling atau konselor yang ada di sekolah untuk berkonsultasi mengenai permasalahannya. Dari penelitian skripsi yang dilakukan oleh Wahyudin Handoyo (2013: 75) yang berjudul hubungan persepsi siswa terhadap guru Bimbingan dan Konseling dengan kesediaan untuk melakukan konseling disekolah menyebutkan bahwa siswa merasa lebih baik bercerita mengenai permasalahannya dengan teman-temannya dibanding dengan guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor disekolahnya karena menurut subyek (siswa ) guru Bimbingan dan konseling tidak dapat menyelesaikan masalah siswa yang sedang dihadapi oleh siswa sehingga membuat subyek (siswa) enggan berhubungan dengan guru Bimbingan dan Konseling. Menurut Sobur Alex (2003: 445) persepsi adalah menerima atau mengambil apa yang dilihat dan dirasakan lalu diolah untuk mendapat pandangan yang baru berkaitan dengan suatu hal. Persepsi adalah proses yang di dahului oleh pengindraan yaitu merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera yang kemudian menseleksi, menginterprestasi, mereaksi atau menilai sehingga individu menyadari tentang apa yang di inderakannya (Bimo Walgito 2003:45). Dikemukakan oleh Purwa Atmaja (2012: 63) persepsi adalah merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan jelasnya, adanya stimulus yang diterima
5
individu atau seseorang melalui panca indera atau secara umum disebut reseptor atau penerima. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor di sekolah adalah keadaan stimulus yang diterima dari individu yang berawal dari lingkungannya dimana ia melakukan proses interaksi dan dapat mempengaruhi segala pemikiran, perasaan, pemahaman serta pengalaman yang direspon didalam kinerja otak individu serta menginterprestasi tentang tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor di sekolah. Menurut Lundquist dan Chamely yang dikutip oleh Belkin, 1981 dalam buku profesi keguruan (2009: 65) mereka menyatakan bahwa Konselor ternyata sangat membantu tugas guru dalam hal sebagai berikut : 1) Mengembangkan dan memperluas pandangan guru tentang masalah afektif yang mempunyai kaitan erat dengan profesinya sebagai guru. 2)Mengembangkan wawasan guru bahwa keadaan emosionalnya akan mempengaruhi proses belajar-mengajar. 3)Mengembangkan sikap yang lebih positif agar proses belajar siswa lebih efektif. 4)Mengatasi masalah-masalah yang ditemui guru dalam melaksanakan tugasnya. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tugas guru bimbingan dan konseling atau konselor disekolah adalah menyusun, melaksanakan, mengevaluasi program layanan bimbingan dan konseling disekolah berupa bidang bimbingan pribadi, sosial, belajar, karier dan semua jenis layanan termasuk instrument layanan pendukung. Berkaitan dengan layanan Bimbingan dan Konseling, Pengertian konsultasi dalam program Bimbingan dan Konseling adalah sebagai suatu proses penyediaan bantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas peserta didik atau sekolah. konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung melayani klien melalui bantuan yang diberikan orang lain (Muhibbun Syah, 1999:1). Berdasarkan pendapat di atas pengertian kesediaan berkonsultasi pada penelitian ini adalah dorongan dari individu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki masalah
6
yang ada pada individu tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu diteliti tentang, Hubungan antara persepsi terhadap tugas Guru Bimbingan dan Konseling dengan kesediaan berkonsultasi pada siswa kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.
METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif sesuai dengan judul yang diajukan dalam penelitian
ini
maka,
dapat
diketahui
mengenai
lokasi
penelitian
yang
dilakukan.Penelitian ini dilaksanakan di MAN 2 Surakarta Tahun pelajaran 2014/2015. waktu penelitian direncanakan selama dua bulan yaitu Januari 2015 sampai Februari 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.Dengan jumlah siswa 30 siswa. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Moleong 2010:69). Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009:118). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Seluruh siswa kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015.Dengan jumlah siswa 30 siswa. Sampel yang digunakan adalah sampel total. Variabel penelitian ini terdiri dari dua Variabel ,Variabel bebas yaitu variabel yang memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. dalam penelitian ini variabel (X) persepsi terhadap tugas Guru Bimbingan dan Konseling. Variabel tergantung yaitu variabel yang terkena pengaruh bebas variabel ( Y ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesediaan berkonsultasi pada siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode Angket atau kuesioner dan metode observasi. Obervasi dilakukan sebagai langkah pendahuluan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap
guru BK.
Angket digunakan untuk
7
mengumpulkan data yang berkaitan dengan persepsi siswa terhadap tugas Guru Bimbingan dan Konseling serta kesediaan berkonsultasi siswa. Teknik analisis data menggunakan product moment. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengumpulan data yang dilakukan pada variabel persepsi terhadap tugas guru BK diperoleh nilai tertinggi yaitu 120, nilai terendah 41. Sedangkan hasil dari analisis data diperoleh nilai mean = 79, median = 76,5, modus = 71,5 dan nilai untuk standar deviasi adalah sebesar =21,89. data mengenai variabel persepsi tentang tugas guru BK dapat dilihat pada tabel I frekuensi di bawah ini Tabel 1 Distribusi Frekuensi Persepsi Terhadap Guru BK Nilai
X
X2
f
fX
f.X2
116-130
123
15129
1
123
15129
101-115
108
11664
7
756
81648
86-100
93
8649
1
93
8649
71-85
78
6084
10
780
60840
56-70
63
3969
6
378
23814
41-55
48
2304
5
240
11520
47799
30
2370
201600
Jumlah
Sumber : Hasil Analisis Data, 2015
Variabel persepsi terhadap kersediaan berkonsultasi diperoleh nilai tertinggi yaitu 120, nilai terendah 32. Sedangkan hasil dari analisis data diperoleh nilai mean = 82,50, median = 106,5, modus = 154,5 dan nilai untuk standar deviasi adalah sebesar =23,98. variabel kesediaan berkonsultasi dapat dilihat pada tabel 2 frekuensi dibawah ini
8
Tabel 2 Distribusi frekuensi Kesediaan Berkonsultasi Nilai
X
X2
f
fX
f.X2
107-121
114
12996
8
912
103968
92-106
99
9801
3
297
29403
77-91
84
7056
5
420
35280
62-76
69
4761
8
552
38088
47-61
54
2916
4
216
11664
32-46
39
1521
2
78
3042
39051
30
2475
221445
Jumlah
Sumber :Hasil Analisis Data, 2015 Hasil analisis data yaitu antara persepsi tugas guru BK dengan
kesediaan
berkonsultasi siswa diperoleh nilai r hitung yaitu sebesar 0,789. Selanjutnya nilai r hitung tersebut dibandingkan nilai r tabel dengan N = 30 pada taraf signifikansi 5% dan 1% yaitu sebesar 0,361 dan 0,463. Sehingga diperoleh bahwa nilai r hitung lebih besar dari nilai r tabel atau 0,361 < 0,789 > 0,463. Dari hasil tersebut maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada Hubungan antara persepsi siswa tentang tugas guru bimbingan dan konseling dengan kesediaan berkonsultasi pada siswa kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015 diterima kebenarannya baik pada taraf signifikansi 5% maupun 1%.
9
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil uji hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan antara persepsi terhadap tugas guru bimbingan dan konseling dengan kesediaan berkonsultasi pada siswa kelas XI IPS 4 MAN 2 Surakarta Tahun Pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa semakin positif persepsi siswa tentang tugas guru BK maka akan semakin kuat kesediaan pada siswa untuk berkonsultasi. Saran Berdasarkan kesimpulan maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1.
Kepada Kepala Sekolah
Hendaknya selalu melakukan monitoring terkait dengan tugas guru BK sehingga guru BK yang berada di bawah tanggung jawabnya dapat bekerja secara profesional, tidak menganggap dirinya sebagai polisi sekolah. 2.
Kepada Guru BK
a. Hendaknya dapat mengubah persepsi yang selama ini ada dimana guru BK sebagai polisi sekolah menjadi konselor siswa, sehingga akan memunculkan kedekatan dengan siswa. b. Guru BK hendaknya berbaur tidak hanya siswa yang sedang mengalami permasalahan namun dapat bertindak sebagai sahabat dan teman bagi semua siswa. 3.
Kepada Siswa
Disarankan untuk lebih terbuka dan berani berkonsultasi kepada guru BK tentang permasalahan yang dihadapi, karena tugas guru BK adalah sebagai konselor bagi siswa.
10
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L, Atkinson, R.C, Hilgard, E.R. (1997). Penghantar Psikologi (Edisi8). Jakarta : Erlangga. Bimo Walgito. 2003. Psikologi Sosial. Bandung: Armiko Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Dasar Standarisasi Profesi Konseling. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi. Maleong, 2007, Metode Penelitian dan Analisis. Bandung: Ganeca Exact Muhibun Syah. 1999. Psikologi Pendidikan Pendekatan Baru. Malang: Brawijaya Press Purwa Atamaja. 2012. Buku II Pelayanan Bimbingan dan Konseling SLTP. Padang: Singgalang Press. Republik Indonesia.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta : Depdiknas. Soetjipto, Raflis Kosasi.2009. Profesi Keguruan. Jakarta : Rieneka Cipta Sobur Alex. 2003. Psikologi Umum.Bandung : Pustaka Setya. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta.