ANALISIS WACANA PESAN TOLERANSI ANTARUMAT BERAGAMA DALAM NOVEL AYAT-AYAT CINTA 2 KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: RICCA JUNIA ILPRIMA NIM: 1112051000026
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
ABSTRAK Ricca Junia Ilprima NIM: 1112051000026 Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama dalam Novel AyatAyat Cinta 2 Karya Habiburrahman El Shirazy Novel Ayat-Ayat Cinta 2 merupakan kelanjutan dari novel Ayat-Ayat Cinta. Novel yang terbit pada 25 November 2015 ini sukses mendapatkan predikat best seller dengan jumlah penjualan mencapai 10.000 dalam waktu empat hari. Novel ini selain menceritakan kelanjutan kisah cinta Fahri dan Aisha, juga memuat pesan toleransi antarumat beragama yang begitu kental. Pesan tersebut dituangkan oleh penulis Habiburrahman El Shirazy melalui cerita Fahri di Kota Edinburgh, Skotlandia yang berperilaku amat toleran kepada tetanggatetangganya yang mayoritas non-Muslim. Cerita dalam novel ini terlihat mengajak pembacanya untuk menciptakan perdamaian di tengah perbedaan agama yang ada. Berdasarkan latar belakang tersebut, timbul pertanyaan bagaimana wacana pesan toleransi antarumat beragama yang dikemas Habiburrahman El Shirazy dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2, jika dilihat dari segi teks, kognisi sosial dan konteks sosial? Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan paradigma kritis. Kemudian metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana Teun A. Van Dijk. Analisis wacana Van Dijk melihat wacana tidak hanya melalui observasi teks, tetapi juga melalui kognisi dan konteks sosial. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara tatap muka dengan Habiburrahman El Shirazy dan juga dokumentasi terkait masalah yang diteliti dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2. Tinjauan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep toleransi antarumat beragama yang disusun berdasarkan teori Frithjof Schuon, teori Universalisme Islam dan ajaran Al-Qur’an. Asumsi teori Frithjof Schuon adalah semua agama pada dimensi esoteris (hakikat Tuhan Yang Maha Esa) adalah sama dan berbeda pada dimensi eksoteris yaitu bentuk-bentuk agama. Sedangkan asumsi teori Universalisme Islam adalah Islam merupakan agama yang universal di semua zaman dan tempat serta menjadi dasar sikap keagamaan yang benar yang dibawa oleh para nabi dan rasul untuk seluruh bangsa. Berdasarkan hasil analisis teks dan juga wawancara dengan Habiburrahman El Shirazy, peneliti menemukan wacana pesan toleransi antarumat beragama dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 dalam bentuk menghargai cara beribadah umat Yahudi, berbaik sangka pada orang Islamofobia, memberi nasehat untuk bersikap toleran dan bersatu di tengah perbedaan agama yang ada dalam misi kemanusiaan. Wacana toleransi antarumat beragama dalam novel ini dipengaruhi oleh latar belakang akademis dan non akademis penulis serta kondisi sosial masyarakat Muslim di Eropa yang sering kali didiskriminasi dan dicap buruk. Kata kunci: Ayat-Ayat Cinta 2, toleransi, agama, analisis wacana dan universalisme Islam.
i
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas nikmat dan karuniaNya penulisan skripsi ini dapat berjalan dengan baik tanpa halangan yang berarti. Shalawat serta salam juga tidak lupa penulis junjungkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Begitu banyak kesan dan manfaat yang dirasakan oleh penulis saat menyelesaikan skripsi ini. Penulis tidak hanya mendapatkan ilmu tetapi juga mendapatkan pelajaran bahwa tidak ada kesuksesan tanpa usaha dan kerja keras. Selain itu, penulis menjadi lebih terbuka dalam berpikir bahwa Islam adalah agama yang begitu toleran serta penuh cinta kepada seluruh manusia. Penulisan
skripsi
ini
tentu
memiliki
beragam tantangan dalam
pengerjaannya. Namun, dengan adanya dukungan dan semangat dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Dr. H. Arief Subhan, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 2. Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah M.A. selaku Wakil Dekan II, dan Dr. Suhaimi M.Si selaku Wakil Dekan III, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Masran, M.A. selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. 4. Drs. Helmi Hidayat M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah begitu bijaksana memberikan ilmunya kepada penulis di tengah kesibukan yang padat, serta membimbing penulis dengan sabar agar skripsi ini selesai dengan baik dan juga bermanfaat.
ii
5. Mama tercinta, Vera Muthia yang sangat luar biasa memerjuangkan penulis untuk bisa meraih pendidikan setinggi-tingginya, memberikan kasih sayang dan do’a yang tak terhingga sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 6. Kakak yang amat penulis banggakan, Satrio Dirgantoro S.SI yang begitu banyak memberikan semangat, juga membantu penulis untuk mencari berbagai referensi untuk menyelesaikan skripsi ini. 7. Habiburrahman El Shirazy (Kang Abik) yang telah bersedia membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi ini di tengah kesibukan yang sangat padat. 8. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah berjasa memberikan ilmunya kepada penulis selama tiga setengah tahun duduk di bangku perkuliahan. 9. Sahabat-sahabatku Hany Sabrina Mumtaz Aziz, Indriana Rara Subadra, Ratih Pratiwi, Ajeng Eka, Rizki Hakiki, Faqih Aulia Rizki, Fajar Hardian Azhar dan Yoga Alif Prasetyo yang sangat setia memotivasi penulis baik di saat senang mau pun susah, mulai dari awal perkuliahan hingga detik ini. 10. Sahabat seperjuangan Umi Kulsum dan Nur Fajri yang selalu menyemangati penulis ketika bimbingan skripsi. 11. Seluruh staf dan karyawan yang ada di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Perpustakaan Utama dan juga Akademik Mahasiswa yang telah melayani prosedur penggunaan fasilitas belajar dengan baik. 12. Kawan-kawan seperjuangan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam angkatan 2012 khususnya kelas KPI-A yang telah memberikan motivasi dan juga semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga segala kebaikan dan semangat yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT dan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Amin…
Jakarta, Juni 2016 M
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………….i KATA PENGANTAR…………………………………………………………..ii DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iv DAFTAR TABEL……………………………………………………………….v DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………vi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………1 B. Batasan dan Rumusan Masalah……………………………………………….5 C. Tujuan Penelitian.……………………………………………………………..5 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………….6 E. Metodologi Penelitian…………………………………………………………7 F. Tinjauan Pustaka………………………………………………………………10 G. Sistematika Penulisan…………………………………………………………12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Novel Sebagai Karya Fiksi…………………………………………………...14 1. Pengertian Novel…………………………………………………………..14 2. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel……………………………………...16 3. Setting atau Latar…………………………………………………………..20 B. Konsep Toleransi Antarumat Beragama……………………………………...21 1. Pengertian Toleransi……………………………………………………….21 2. Toleransi Antarumat Beragama dalam Islam……………………………...23 C. Wacana dalam Novel…………………………………………………………37 1. Pengertian Wacana………………………………………………………...38 2. Pengertian Analisis Wacana……………………………………………….39 3. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk……………………………………….41 BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Habiburrahman El Shirazy…………………………………………….46 B. Profil Novel Ayat-Ayat Cinta 2………………………………………………52 BAB IV STRUKTUR ANALISIS DATA A. Analisis Teks dalam Novel Ayat-Ayat Cinta 2………………………………55 B. Analisis Kognisi Sosial dalam Novel Ayat-Ayat Cinta 2…………………....92 C. Analisis Konteks Sosial dalam Novel Ayat-Ayat Cinta 2…………………...95 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………………..98 B. Saran…………………………………………………………………………100 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….101 LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Struktur Teks Teun A. Van Dijk……………………………………..41 Tabel 2.2: Struktur dan Elemen Wacana Teun A. Van Dijk…………………….43 Tabel 4.1: Chapter Suatu Malam di Musselburgh……………………………….61 Tabel 4.2: Chapter Mengantar nenek Catarina…………………………………..69 Tabel 4.3: Chapter Ciorba de Peste……………………………………………...77 Tabel 4.4: Chapter Agama Cinta………………………………………………...85
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Hubungan semakna antara Din, Millah dan Syariat………………29 Gambar 2.2: Letak Esoterisme dan Eksoterisme………………………………..32
vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Habiburrahman El Shirazy merupakan seorang novelis dan sastrawan terkemuka di Indonesia. Sarjana Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini selain dikenal sebagai novelis, juga dikenal sebagai sutradara, da‟i dan penyair. Sastrawan yang diberi julukan “penulis bertangan emas” ini telah mendapat banyak penghargaan bergengsi tingkat nasional maupun Asia Tenggara seperti Pena Award, Republika Award, Anugerah Tokoh Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara, UNDIP Award dan lain sebagainya. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan dan Australia. Banyak kalangan menilai, karya-karya fiksinya dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca. 1 Sastrawan yang akrab dipanggil “Kang Abik” ini memiliki segudang prestasi di dunia menulis. Novel-novel yang ia tulis merupakan karya sastra yang bertemakan cinta dan dibalut oleh nuansa Islami. Beberapa novel karya Kang Abik yang juga telah dijadikan film di layar lebar adalah Ayat-Ayat Cinta, Di Atas Sajadah Cinta, Ketika Cinta Bertasbih, Ketika Cinta Bertasbih 2, Dalam Mihrab Cinta dan Cinta Suci Zahrana. Dari kegiatannya yang sering berkeliling ke berbagai Negara, sedikit banyak
1
Habiburrahman El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta 2, (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), h.
692
1
2
insprirasi dan pengetahuan-pengetahuan ia dapatkan untuk dituang ke dalam tulisan yang sarat akan nilai Islam dan sastranya itu. Saat ini Habiburrahman El Shirazy kembali merilis novel Islami yang namanya sangat akrab di telinga masyarakat. Karya sastra terbarunya yang mendapatkan predikat best seller tersebut adalah novel Ayat-Ayat Cinta 2. Novel yang terbit pada tanggal 25 November 2015 ini memiliki peminat yang sangat banyak. Sebelum novel ini dijual di toko buku, jumlah penjualan melalui sistem pre-order dalam beberapa hari sudah mencapai 1.500 eksemplar.
2
Sedangkan saat novel ini telah tersedia di toko buku
pada pertengahan Desember 2015 jumlah penjualannya mencapai 10.000 lebih dalam waktu empat hari sehingga novel ini layak diberikan predikat best seller. 3 Novel Ayat-Ayat Cinta 2 merupakan kelanjutan dari novel Ayat-Ayat Cinta yang sebelumnya diterbitkan oleh Penerbit Republika pada 2004 dan telah difilmkan pada 2008. Jika pada novel Ayat-Ayat Cinta ceritanya memiliki pesan humanisme dan juga kisah percintaan yang kental mengenai poligami, Novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini memiliki nilai Islami yang lebih dalam lagi maknanya. Pesan yang ditonjolkan pada novel AyatAyat Cinta 2 ini memiliki manfaat yang lebih universal, yaitu mengenai sikap toleransi antarumat beragama. Tetap dibalut oleh kisah-kisah cinta yang bernuansa Islami. Namun dalam keseharian tokoh utama pada novel ini, Kang Abik menanamkan banyak pesan bagaimana seorang Muslim
2
http://santrinulis.com/tulisanke-2202-Launching-Perdana-Ayat-Ayat-Cinta-2,--1.300 Eksemplar-Ludes-Terjual.html, diakses pada tanggal 1 Maret 2016, pkl. 18.00 WIB 3 http://bukurepublika.id/, diakses pada tanggal 1 Maret 2016, pkl. 18.00 WIB
3
harus menjadi Muslim yang toleran terhadap non-Muslim tetapi tetap memiliki aqidah yang teguh. Novel Ayat-Ayat Cinta 2 menceritakan sosok Fahri yang menjalani kesibukannya di Kota Edinburgh, United Kingdom, selepas kepergian istrinya Aisha yang hilang di Palestina. Dalam perjalanan panjang Fahri tersebut, ia dihadapkan oleh banyak situasi orang-orang non-Muslim di Kota Edinburgh memandang buruk agama Islam dan umat Muslim. Fahri pun menjabarkan bagaimana sebenarnya Islam memandang hal tersebut. Fahri berusaha membuktikan bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil „alamin, yaitu Islam adalah rahmat bagi sekalian alam. Fahri membuktikan hal itu melalui sikap toleransi antarumat beragama dan sikap saling tolong menolong kepada sesama tanpa memandang ras, bangsa mau pun agamanya. Alur cerita dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 selalu menyelipkan ajaran Islam yang cukup kental mulai dari segi aqidah, fiqih, tafsir, ulumul hadist dan masih banyak lagi namun dikemas dengan bahasa yang mudah dipahami. Hal ini seperti mencerminkan bahwa penulis dari novel ini adalah sosok yang kaya ilmu pengetahuan dan sangat cinta dengan Islam. Novel ini sangat sarat pesan dan makna, alurnya tak terduga, kaya wawasan, tidak menggurui dan bahasanya mudah dipahami. Nilai-nilai Islam yang dimasukkan ke dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 tentunya memberikan manfaat bagi pembacanya khususnya umat Muslim. Novel juga memiliki manfaat lebih sebagai media tulis. Melalui novel, umat Muslim tidak lagi secara monoton menerima pesan-pesan dakwah seperti melalui ceramah keagamaan, tetapi melalui tulisan yang menarik,
4
dapat menghibur, dapat dinikmati kapan saja dimana saja untuk membacanya dan dapat dibaca berulang-ulang. Kesuksesan dari penjualan novel Ayat-Ayat Cinta 2 seperti menggambarkan bahwa Kang Abik telah berhasil memberikan cerita yang berkualitas, yaitu cerita yang sarat akan manfaat di masyarakat. Hal ini mencerminkan bagaimana kualitas sebuah novel sangat dipengaruhi oleh pengarangnya. Pesan Islami khususnya mengenai toleransi antarumat beragama yang ditulis oleh Kang Abik, tentu tidak semata-mata begitu saja dibuat. Pengetahuannya tentang Islam, pengalaman dan bagaimana ia memandang fenomena-fenomena sosial di masyarakat juga dapat memengaruhi cerita di dalam novel. Novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini juga menambah wawasan tentang bagaimana potret dakwah di Negara Barat. Ini merupakan nilai positif yang bisa diambil oleh pembacanya agar tidak menyerah dengan beragam tantangan dakwah di masa yang akan datang. Salah satu cara untuk berdakwah melalui karya tulis yaitu dengan membuat novel yang memiliki cerita menarik dan berisikan wacana yang sarat akan nilai-nilai Islam, seperti yang telah dibuat oleh Habiburrahman El Shirazy. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengambil “Analisis Wacana Pesan Toleransi Antarumat Beragama dalam Novel Ayat-Ayat Cinta 2 Karya Habiburrahman El Shirazy” sebagai judul penelitian.
5
B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah Penyusun membatasi penelitian pada karya Habiburrahman El Shirazy, terutama berkenaan dengan wacana pesan toleransi antarumat beragama yang dibatasi pada empat chapter dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2. Novel tersebut tidak dikaji dari aspek sastranya, melainkan dari aspek pesan yang didekati dari analisis wacana. 2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut: a. Bagaimana wacana pesan toleransi antarumat beragama yang dikemas oleh penulis Habiburrahman El Shirazy di dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2? b. Bagaimana wacana pesan toleransi antarumat beragama yang diangkat dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 dilihat dari segi kognisi sosial? c. Bagaimana wacana pesan toleransi antarumat beragama yang diangkat dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 dilihat dari konteks sosial? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana wacana pesan toleransi antarumat beragama yang dikemas oleh penulis Habiburrahman El Shirazy di dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2.
6
2. Untuk mengetahui bagaimana wacana pesan toleransi antarumat beragama yang diangkat dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 dilihat dari segi kognisi sosial. 3. Untuk mengetahui bagaimana wacana pesan toleransi antarumat beragama yang diangkat dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 dilihat dari konteks sosial. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademis Dari segi akademis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah referensi keilmuan bagi para akademisi yang bergerak di bidang komunikasi dan penyiaran Islam tentang bagaimana membuat sebuah karya yang mengandung unsur dakwah yang toleran menjadi layak dan baik untuk dinikmati khalayak. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah ilmu pengetahuan bagi mahasiswa dan masyarakat yang berperan dalam dakwah, bahwa semua komponen masyarakat dapat berperan aktif menjalankan dakwah dengan berbagai karya salah satunya adalah dengan menulis novel.
7
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dan metode analisis wacana. Pada analisis wacana, peneliti lebih melihat pada “bagaimana” suatu teks komunikasi, melalui bangunan struktur kebahasaan. Analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi di suatu teks.4 Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis dengan menggunakan metode analisis wacana Teun A. Van Dijk. Menurutnya, penelitian wacana tidak hanya terbatas pada teks semata, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Kelebihan dari analisis wacana model Van Dijk adalah bahwa penelitian wacana tidak semata-mata dengan menganalisis teks saja, tetapi juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaiaman kognisi/pikiran serta kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.5 Elemen analisis wacana dalam struktur teks yang dipaparkan oleh Teun A. Van Dijk dibedakan menjadi tiga struktur atau tingkatan. Pertama, struktur makro yang menganalisis makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks. Kedua, superstruktur yang menganalisis kerangka suatu teks seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Ketiga, struktur
4
Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framming (Bandung: Rosda Karya, 2004), h. 48 5 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006), h. 224
8
mikro yang menganalisis makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks. Dengan ketiga struktur tersebut, peneliti tidak hanya mengetahui apa yang diliput oleh media, tetapi juga bagaimana media mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa tertentu.6 2. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah Novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy, sedangkan objek penelitiannya adalah konstruksi wacana dari segi dimensi teks sosial, kognisi sosial dan konteks sosial. 3. Metode Pengumpulan Data Untuk melakukan pengumpulan data, peneliti melakukan observasi teks, wawancara dan juga dokumentasi sebagai cara untuk memperluas pengetahuan terhadap apa yang sedang diteliti. Dokumen yang dikumpulkan adalah dokumen yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu Novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy, artikel dari internet mengenai Novel Ayat-Ayat Cinta 2, transkrip wawancara dan foto kegiatan bedah novel. Sedangkan untuk memperkuat analisis dan kemurnian informasi dalam penelitian ini, peneliti mengambil data melalui wawancara secara langsung dengan penulis novel yaitu Habiburrahman El Shirazy.
6
h. 227
Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006),
9
4. Teknik Analisis Data Penelitian analisis wacana ini data-datanya akan dianalisis dengan menyesuaikan metode yang dipakai oleh Teun A.Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Data-data tersebut merupakan data yang terdapat dalam novel AyatAyat Cinta 2 dan juga dari hasil wawancara dengan Habiburrahman El Shirazy selaku penulis novel, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti melalui cara disesuaikan dengan kerangka dalam analisa wacana. Proses penafsiran peneliti dalam analisis wacana merupakan hal utama dalam menganalisis datanya karena subjek yang diteliti adalah novel Ayat-Ayat Cinta 2. Setelah penafsiran dilakukan, selanjutnya peneliti menyajikan data yang berbentuk kumpulan informasi yang nantinya akan digunakan untuk penarikan kesimpulan dan saran. 5.
Pedoman Penulisan Penulisan karya ilmiah ini mengacu pada buku pedoman yang
berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pedoman
tersebut
dipakai
penulis
untuk
mengikuti
aturan
keseragaman penulisan karya ilmiah. Buku pedoman karya Hamid Nasuhi dan kawan-kawan diterbitkan oleh CeQDA (Centre of Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2006.
10
F. Tinjauan Pustaka Terdapat penelitian yang mengangkat tentang novel khususnya tentang isi pesan pada novel tersebut. Untuk menghindari adanya kesamaan judul, objek dan pembahasan dalam penyusunan penelitian ini, maka penulis telah melakukan tinjauan pustaka yaitu membaca penelitian-penelitian terdahulu. Pada penelitian ini yang akan dibahas adalah analisis wacana pesan toleransi antarumat beragama dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy. Apabila merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu, terdapat tiga penelitian di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pertama, skrispi karya Heni Sintawati Jurusan pada tahun 2009 yang berjudul Analisis Isi Pesan Dakwah dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye. Penelitian ini menyajikan kuantitas pesan dakwah yang terkandung dalam novel secara umum dan menggunakan metode analisis isi. Pesan yang ditemukan dalam novel ini adalah pesan syariah, pesan akhlak dan pesan aqidah. 7 Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan untuk mengungkap pesan toleransi antarumat beragama dan menggunakan metode analisis wacana. Kedua, skripsi karya Zakiyah Fiddin pada tahun 2008 yang berjudul Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Diatas Sajadah Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy. Penelitian ini menemukan adanya pesan-pesan dakwah dalam novel Di Atas Sajadah Cinta. 8
7
Heni Sintawati, Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye, (Jakarta: FIDKOM UIN Syarif Hidayatullah, 2009) 8 Zakiyah Fiddini, Analisis Isi Pesan Dakwah Dalam Novel Di Atas Sajadah Cinta Karya Habiburrahman Elshirazy, (Jakarta: FIDKOM UIN Syarif Hidayatullah, 2008)
11
Ketiga, skripsi karya Zeid Maftuh pada tahun 2008 yang berjudul Analisis Wacana Dakwah dalam Film Ayat-Ayat Cinta. Penelitian ini menemukan pesan tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan juga dengan sesama melalui sikap ikhlas dan sabar yang dibuat oleh Habiburrahman El Shirazy. 9 Sedangkan kelanjutan cerita pada Ayat-Ayat Cinta 2 di dalamnya memiliki banyak pesan kemanusiaan dan sikap toleransi. Berdasarkan tinjauan penelitian terdahulu, penelitian ini tidak ada kesamaan dengan penelitian terdahulu baik dari judul, objek mau pun pembahasan dan penyusunan penelitian. Selain penelitian terdahulu, peneliti juga melakukan tinjauan pustaka pada beberapa buku dan jurnal yang membahas tentang konsep toleransi. Pertama, buku karangan Frithjof Schuon yang berjudul Mencari Titik Temu Agama-Agama yang di dalamnya mengupas bagaimana semua agama bertemu dalam satu titik temu yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini disebut sebagai dimensi esoteris. Kemudian keberagaman yang muncul berupa perbedaan agama disebut dengan dimensi eksoteris. Kedua, buku karangan Nurcholis Madjid yang berjudul Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman) yang membahas konsep toleransi yang dilihat dari dua sisi yaitu negatif dan positif. Ketiga, jurnal karya Rofiq Nurhadi yang berjudul Dialektika Inklusivisme dan Eksklusivisme Islam Kajian Semantik terhadap Tafsir AlQuran Tentang Hubungan Antaragama yang didalamnya mengupas tafsir
9
Zeid Maftuh, Analisis Wacana Dakwah dalam Film Ayat-Ayat Cinta, (Jakarta: FIDKOM UIN Syarif Hidayatullah, 2009)
12
Al-Qur‟an untuk membedakan antara Din dam Millah sehingga dapat dipahami bagaimana hubungan antaragama. G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab dimana masing-masing bab dibagi ke dalam sub-sub dengan penulisan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan. Bab ini memuat latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan. BAB II
Tinjauan Teori. Bab ini memuat tentang ruang lingkup novel yang terdiri atas pegertian novel, unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik novel. Konsep analisis wacana yang terdiri atas pengertian wacana, pengertian analisis wacana dan analisis wacana Teun. A. Van Dijk. Konsep toleransi antarumat beragama yang disusun berdasarkan teori Frithjof Schuon, teori Universalisme Islam dan Ajaran Al-Qur‟an.
BAB III
Gambaran Umum. Bab ini memuat riwayat hidup penulis Habiburrahman
El
Shirazy,
karya-karya
penulis
Habiburrahman El Shirazy dan profil dari novel Ayat-Ayat Cinta 2. BAB IV
Temuan Data dan Pembahasan. Bab ini memuat wacana pesan toleransi antarumat beragama yang ditampilkan oleh Habiburrahman El Shirazy di dalam novel Ayat-Ayat Cinta
13
2. Analisis wacana novel Ayat-Ayat Cinta 2 dilihat dari segi teks, kognisi sosial dan konteks sosial. BAB V
Penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dibahas, peneliti juga memberikan
saran-saran
dari
permasalahan.
BAB II TINJAUAN TEORI A. Novel Sebagai Karya Fiksi 1. Pengertian Novel Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia novel adalah karangan prosa yang mengandung rangkaian cerita seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
10
Novel
berasal dari bahasa Inggris novel, dalam bahasa Italia novella, dalam bahasa jerman disebut novelle. Novel merupakan sebuah karya prosa fiksi yang ceritanya panjang dan memiliki unsur-unsur pembangun cerita yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.11 Novel adalah karangan yang ceritanya panjang dan terdapat rangkaian cerita tentang kehidupan seseorang dengan lingkungan sekitarnya. Novel juga merupakan media untuk menuangkan pikiran, perasaan dan gagasan penulis dalam memandang dan menilai kehidupan. Menurut Ismail Kusmayadi, novel adalah karya sastra yang berbentuk prosa narasi, bersifat imajinatif, ceritanya lebih panjang dari cerita pendek yang merupakan peniruan dari kehidupan manusia dan melibatkan banyak tokoh.12
10
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), edisi ke-3
h. 778 11
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), cet. ke-10, h. 11-12 12 Ismail Kusmayadi, Think Smart Bahasa Indonesia, (Bandung: Media Grafindo Pratama, 2006), h. 45
14
15
Novel memiliki alur cerita yang biasanya dibedakan melalui chapter atau bagian-bagian cerita. Setiap chapter merupakan perpindahan dari suatu cerita ke cerita berikutnya. Novel memiliki bahasa yang mengandung seni. Kata-kata di dalamnya dirangkai sedemikian rupa untuk membentuk imajinasi pembaca agar seolah-olah dapat masuk ke dalam cerita. Cerita yang ada di dalam novel dapat berupa fiksi atau kisah nyata dari pengalaman hidup penulisnya. Novel berdasarkan ceritanya terbagi menjadi dua, yakni novel popular dan novel serius. Novel popular adalah novel yang memiliki banyak penggemar terutama di kalangan remaja.
Cerita dalam novel populer
menampilkan masalah-masalah yang mengikuti perkembangan zaman, namun tidak dikupas secara mendalam dan intens atau hanya permukaannya saja. Sedangkan novel serius memiliki cerita tentang pengalaman dan permasalahan kehidupan yang universal serta diungkap secara mendalam sampai ke inti. Novel serius tidak hanya memberikan hiburan kepada pembacanya, tetapi juga memberikan pengalaman dan mengajak pembaca meresapi permasalahan yang di angkat di dalam cerita novel serius. 13 Era modernisasi saat ini tidak dapat dipungkiri merupakan era digital yang sudah banyak memanfaatkan media sebagai sarana berdakwah. Selain media massa seperti koran, majalah, radio dan televisi, ada juga sarana lain yang cukup efektif, yakni melalui buku. Animo 13
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), cet. ke-10, h. 21-22
16
masyarakat yang mulai menyukai buku sebagai sumber ilmu pengetahuan menjadikan dakwah melalui buku sebagai alternatif yang cukup representatif. 14 Novel sebagai media yang berbentuk buku saat ini telah dimanfaatkan oleh penulis-penulis Islami untuk berdakwah. Dakwah serupa ini tidak monoton, melainkan tampil sebagai dakwah yang dirangkai melalui alur cerita. Dengan demikian, pembaca novel bisa terhibur dan memiliki kesan tersendiri dalam menyerap materi-materi dakwah di dalamnya. Novel dapat dikatakan memiliki nilai dakwah jika didalamnya terkandung unsur pesan-pesan yang Islami sesuai ajaran yang terdapat di dalam Al-Quran dan hadist. Selain itu, faktor yang dapat memengaruhi nilai dakwah di dalam novel juga dapat dinilai melalui pengalaman penulis, pribadi penulis dan sejauhmana pengetahuan penulis tentang Islam itu sendiri. Jadi, kredibilitas penulis juga dapat memengaruhi isi pesan dakwah dalam novel. 2. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel Unsur intrinsik novel adalah semua komponen cerita yang terdapat dalam novel berupa plot, tema, tokoh dan penokohan. Unsur ini bisa dijumpai ketika seseorang membaca sebuah novel. Semua unsur ini tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Berikut adalah penjelasan masingmasing unsur: 2.1 Plot Plot merupakan urutan peristiwa yang sambung-menyambung dalam sebuah cerita berdasarkan sebab akibat. Dengan peristiwa 14
Badiatul Muchlisin Asti, Berdakwah Dengan Menulis Buku, h.41
17
yang sambung menyambung tersebut terjadilah sebuah cerita di mana pada awal dan akhir cerita terdapat alur. Alur inilah yang memaparkan bagaimana sebuah cerita tersebut berjalan. Plot sering dikupas menjadi lima elemen penting, masing-masing berupa pengenalan, timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks dan pemecahan masalah. 15 Plot merupakan unsur intrinsik yang sangat penting. Melalui plot, pembaca akan lebih mudah untuk mendapatkan kejelasan tentang keterkaitan cerita,
sehingga pembaca novel akan
memahami peristiwa-peristiwa berkaitan yang ada di dalam cerita. Semakin sederhana plot, semakin mudah sebuah cerita dimengerti. Semakin sulit sebuah plot, semakin sulit pula cerita dipahami. Plot berdasarkan waktunya dibedakan menjadi dua kategori yaitu plot progresif dan plot regresif. Novel dikatakan memiliki plot progresif jika cerita yang dikisahkan bersifat kronologis. Kronologis yang dimaksud adalah jika rangkaian cerita dikemas secara berurutan dimulai dari tahap awal, tahap tengah dan tahap akhir. Tahap awal cerita terdiri dari penyituasian, pengenalan dan pemunculan konflik. Tahap tengah cerita terdiri dari konflik yang meningkat dan menemui titik klimaks. Sedangkan tahap akhir cerita berupa penyelesaian. 16 Kemudian, novel dikatakan memiliki plot regresif jika memiliki alur cerita flash back, yakni peristiwa yang diceritakan 15
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), cet. ke-10, h. 120 16 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 213
18
tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal melainkan dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan kembali. Namun, tidak ada novel yang secara mutlak berplot lurus-kronologis atau sebaliknya berplot flash back. Inilah yang membuat Burhan Nurgiyantoro menambahkan satu kategori plot lagi, yaitu progresif-regresif atau dapat dinamakan plot campuran.17 2.2 Tema Tema dalam sebuah karya sastra, atau dalam hal ini novel, merupakan dasar dari cerita yang akan dikembangkan, atau dapat dikatakan sebagai gambaran umum dari cerita. Melalui tema, gagasan-gagasan penulis dapat berkembang dan dituangkan ke dalam cerita-ceritanya. Makna umum cerita dalam karya sastra dapat diketahui melalui tema. Tema merupakan gagasan dasar yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaanpersamaan atau perbedaan-perbedaan. Pemahaman sebuah tema dapat disimpulkan melalui rangkaian cerita secara keseluruhan.
18
2.3 Tokoh dan Penokohan Istilah tokoh merujuk pada orang atau pelaku cerita. Setiap tokoh pasti memiliki watak atau karakter yang menunjukkan sifat dan sikap pribadi tokoh tersebut. Menurut Abrams, sebagaimana dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, tokoh cerita (character) adalah 17
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), cet. ke-10, h. 214-215 18 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 213
19
orang yang ada di dalam suatu karya naratif atau drama, yang dipandang memiliki kualitas moral atau kecenderungan tertentu oleh para pembaca, sesuai apa yang diekspresikan dalam ucapan dan tindakan tokoh tersebut.
19
Tokoh dibedakan menjadi lima
jenis yaitu: a. Tokoh utama (central character), yaitu tokoh yang paling memegang peran dalam sebuah novel. Tokoh utama merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian, termasuk konflik sehingga tokoh tersebut memengaruhi perkembangan plot di cerita tersebut. b. Tokoh protagonis. Altenberhand dan Lewis, sebagaimana yang dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, mengartikan tokoh protagonis sebagai tokoh yang dikagumi, tokoh yang menerapkan normanorma kebaikan dan mempunyai nilai-nilai yang ideal bagi pembaca. c. Tokoh antagonis, yaitu tokoh atau pelaku yang menentang tokoh protagonis sehingga terjadi konflik dalam cerita. d. Tokoh sederhana, yaitu tokoh yang memiliki kualitas pribadi atau watak tertentu saja. Sifatnya tidak memberikan efek yang begitu mengejutkan untuk pembaca.
19
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013), cet. ke-10, h. 247
20
e. Tokoh kompleks, yaitu tokoh yang dapat memiliki watak tertentu, bermacam-macam bahkan tidak terduga. Tokoh ini lebih sulit dipahami dan terasa kurang familiar pada pembaca. 20 Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung ikut memengaruhi cerita. Menurut Welleck dan Werren, sebagaimama dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro, unsur-unsur tersebut antara lain keadaan dari pengarang cerita yang memiliki sikap, keyakinan dan pandangan hidup yang kesemuanya akan memengaruhi karya yang ditulisnya. 21 3. Setting atau Latar Setting atau latar menurut M.H. Abrams adalah sebagaimana yang dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro,
yaitu mengartikan pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa yang diceritakan. Latar terbagi menjadi tiga yaitu latar tempat, latar waktu lampau dan latar sosial. Latar tempat merupakan di mana terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Kemudian latar waktu lampau berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Sedangkan latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. 22
20
Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 2013), cet-10 h. 267 21 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 30 22 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, h. 302
21
B. Konsep Toleransi Antarumat Beragama 1. Pengertian Toleransi Toleransi berasal dari bahasa latin tolerare yang berarti menahan, menanggung, membetahkan, membiarkan dan tabah. Dalam bahasa Inggris, toleransi (tolerance) berarti sikap membiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa memerlukan persetujuan. Sedangkan dalam bahasa Arab, kata toleransi disebut dengan istilah tasamuh yang berarti sikap membiarkan atau lapang dada.23 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi adalah sifat atau sikap toleran, yaitu bersifat atau bersikap menghargai pendirian yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri, misalnya toleransi agama, ideologi, ras dan sebagainya. 24 Toleransi menunjukkan kesediaan seseorang untuk menerima dan menghargai sesuatu yang tidak sepandang, atau sesuatu yang bertentangan dengan kepercayaannya. Menurut Sullivan, Pierson dan Marcus, sebagaimana dikutip Saiful Mujani, toleransi didefinisikan sebagai a willingness to “put up with” those thing one rejects or opposes, yakni kesediaan untuk menghargai menerima dan menghormati segala sesuatu yang tidak disetujui atau ditentang oleh seseorang. 25 Terdapat dua macam penafsiran tentang konsep toleransi menurut Prof. Dr. Nurcholish Madjid. Pertama, penafsiran negatif (negative interpretation of tolerance) yang menyatakan bahwa toleransi itu hanya 23
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, (Yogyakarta: PP Krapyak, 1994), h.
702 24
DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 1204 Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca-Orde Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007) h. 162 25
22
mensyaratkan
cukup
dengan
membiarkan
dan
tidak
menyakiti
orang/kelompok lain. Kedua, penasiran positif (positive interpretation of tolerance) yang menyatakan bahwa toleransi itu membutuhkan lebih dari sekedar membiarkan. Toleransi membutuhkan adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang/kelompok lain. Hanya saja, interpretasi positif ini hanya boleh terjadi dalam situasi di mana objek dari toleransi itu tidak tercela secara moral dan merupakan sesuatu yang tak dapat dihapuskan, seperti dalam kasus toleransi rasial. 26 Sikap toleran merupakan sikap yang berada di antara sikap eksklusif dan inklusif. Sikap eksklusif ada pada orang-orang yang menutup diri dari seluruh atau sebagian kebenaran lain di luar yang ia percayai. Sedangkan sikap inklusif adalah sikap di mana seseorang meyakini kebenaran diri sendiri, sambil berusaha memahami dan menerima kemungkinan kebenaran yang lain bahkan siap untuk bekerjasama secara aktif di tengah perbedaan itu. Sikap toleran berada di tengah kedua sikap tersebut, yakni sikap membiarkan yang lain namun masih secara pasif. Pasif yang dimaksud adalah tidak ada keinginan untuk sampai memahami dan terlibat aktif dalam perbedaan-perbedaan yang dijumpai. 27 Rainer Forst, sebagaimana dikutip Zuhairi Misrawi, menyebutkan ada dua cara pandang tentang toleransi, yaitu konsepsi yang dilandasi pada otoritas Negara (permission conception) dan konsepsi yang dilandasi pada kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan penghormatan 26
Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman), (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 13 27 Muhammad Ali, Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003)
23
terhadap yang lain (respect conception). Dalam hal ini, Forst lebih condong pada konsepsi yang kedua, yaitu toleransi dalam konteks demokrasi harus mampu membangun saling pengertian dan saling menghargai di tengah keragaman suku, agama, ras dan bahasa. 28
2. Toleransi Antarumat Beragama dalam Islam Di dalam Al-Qur‟an terdapat dua ayat yang bermakna saling bertentangan tentang Islam dan bagaimana seharusnya umat Islam bersikap terhadap masyarakat, yaitu surat al-Imran ayat 85 dan surat al-Baqarah ayat 120. Berikut kutipan ayatnya.
Artinya: “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”29
Artinya: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” 30
28
Zuhairi Misrawi, Pandangan Muslim Moderat (Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian), (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010), h. 3-4 29 Al-Qur‟an, Surat Al-Imran ayat 85 30 Al-Qur‟an, Surat Al-Baqarah ayat 120
24
Kedua ayat Al-Qur‟an tersebut menimbulkan dua pandangan yang antagonis. Ayat pertama (al-Imran: 85) mengandung pengertian Islam adalah agama yang paling benar. Namun pada ayat kedua (al-Baqarah: 120) menggambarkan orang Yahudi dan Nasrani juga menganggap agama merekalah yang paling benar. Berdasarkan dua pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa “tampaknya” toleransi tidak mungkin terwujud. Padahal, jika merujuk kembali pada ayat-ayat Al-Quran lainnya, akan terbuka kemungkinan umat Islam bertoleransi. Sebelum membahas mengenai toleransi antarumat beragama dalam Islam, perlu dipahami terlebih dahulu pengertian Islam itu sendiri. Islam artinya berserah diri. Pengertian ini dapat kita ambil dari beberapa ayat al-Qur‟an berikut.
Artinya: “Apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.”31 Terdapat beberapa ayat yang mendukung pernyataan di atas dan juga menjelaskan bahwa Islam bahkan telah hadir sebelum zaman Nabi Muhammad SAW. Pertama, pada zaman Nabi Sulaiman, Ratu Bilqis telah menyatakan bahwa dirinya masuk Islam, sebagaimana dituliskan dalam ayat berikut.
31
Al-Quran, Surat Al-Imran ayat 83
25
Artinya: “Dikatakan kepadanya: "Masuklah ke dalam istana". Maka tatkala Dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. berkatalah Sulaiman: Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca.” berkatalah Balqis: "Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam". 32 Bahkan umat Nabi Isa AS juga menamakan diri mereka sebagai Muslim. Hal ini dituliskan dalam Al-Quran Surat Al-Imran ayat 52 sebagai berikut.
Artinya: “Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?" Para hawariyyin (sahabat-sahabat setia) menjawab: "Kamilah penolongpenolong (agama) Allah, Kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri.” Di dalam Al-Quran juga telah jelas dinyatakan bahwa Nabi Ibrahim AS bukanlah seorang Yahudi mau pun Nasrani, tetapi ia adalah seorang Muslim. Berikut kutipan ayat Surat Al-Imran ayat 67.
32
Al-Quran, Surat An-Naml, ayat 44
26
“Artinya: Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus,lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk golongan orang-orang musyrik.”
Berdasarkan pernyataan ayat-ayat Al-Qur‟an di atas, dapat dilihat bahwa umat Muslim bukan hanya diidentikkan milik agama Islam semata, namun juga merujuk kepada orang-orang yang berserah diri kepada Allah SWT dan hal tersebut sudah berlangsung sejak zaman nabi sebelum Nabi Muhammad SAW. 33 Islam adalah agama yang bersifat universal. Islam dalam kerangka universalisme mengandung pengertian bahwa Islam dapat berlaku bagi semua orang di setiap tempat dan waktu. 34 Namun, kaum konservatif dan kaum moderat memiliki perbedaan dalam memandang bentuk universalisme Islam. Hal ini berangkat dari penafsiran ayat Al-Qur‟an berikut,
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”35
33 34
Hamka, Tafsir Al Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), Juz 1, edisi revisi, h. 272 J. Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), h.
2 35
Al-Qur‟an, Surat Al-Baqarah, Ayat 62
27
Penganut mazhab konservatif berpandangan bahwa orang-orang Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in yang ada pada zaman sekarang adalah orang-orang musyrik yang sudah tidak lagi bertauhid seperti orang-orang Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in yang hidup pada zaman Nabi dahulu. Orang-orang Yahudi saat ini telah menyembah Uzair dan orang Nasrani menyembah Yesus. Menurut kaum konservatif, hanya umat Nabi Muhammad SAW sajalah yang bisa masuk ke surga. Dengan demikian, orang-orang Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in yang ada saat ini harus masuk Islam agar dapat masuk ke surga. Pendapat kaum konservatif ini berlandaskan dua ayat Al-Qur‟an berikut.
Artinya: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan yang Esa. jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.”36
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekalisekali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya , dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.”37
36 37
Al-Qur‟an, Surat Al-Maiddah, ayat 73 Al-Quran, Surat Al-Imran,ayat 85.
28
Sedangkan penganut mazhab moderat beranggapan bahwa Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 62 tersebut tetap berlaku hingga sekarang, dengan alasan AlQur‟an bersifat abadi sepanjang masa dan sampai akhir zaman. Selain itu tidak hanya umat Islam yang dapat masuk ke surga. Jika Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in tidak masuk surga lantas timbul pertanyaan mengapa ayat itu diabadikan dalam Al-Qur‟an? Kaum moderat memercayai bahwa ayat tersebut berlaku hingga sekarang, sehingga kaum Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in yang berserah diri kepada Allah SWT, beriman dan percaya kepada hari akhir serta beramal soleh, mereka juga akan masuk ke surga sesuai apa yang dituliskan ayat tersebut.38 Kaum moderat juga memperkuat pandangan mereka menggunakan dalil Al-Qur‟an yang sama seperti yang digunakan oleh kaum konservatif yaitu Surat Al-Imran ayat 85 sebagai berikut.
Artinya: Barang siapa mencari agama selain berserah diri kepada Allah, maka sekali-sekali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya , dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.39
Yang menjadi perbedaan kedua mazhab tersebut dalam menafsirkan AlQuran surat al-Imran ayat 85 adalah kaum konservatif menafsirkan kata yang ada dalam ayat tersebut sebagai sebuah agama. Sedangkan kaum moderat mengartikan kata yang ada dalam ayat tersebut sebagai sebuah bentuk berserah diri kepada Allah SWT.
38 39
Hamka, Tafsir Al Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), Juz 1, edisi revisi, h. 263. Al-Quran Surat Al-Imran ayat 85.
29
Untuk mencari titik temu dimanakah toleransi antarumat beragama dapat terwujud, terlebih dahulu perlu dibedakan pengertian (Din) dengan (Millah). Hal ini akan menjawab bagaimana toleransi mungkin terjadi, bila melihat ayat AlQur‟an yang maknanya bertolak belakang pada awal pembahasan yakni surat Al-Imran ayat 85 dan surat al-Baqarah ayat 120. Din dan millah sering diartikan sebagai agama. Namun, kedua istilah tersebut digunakan dalam konteks yang berbeda. Millat berhubungan dengan Nabi yang diwahyukan agama kepadanya. Sedangkan Din merupakan sifat dari agama yang berhubungan langsung dengan Allah SWT yang mewahyukan agama tersebut. Terdapat beberapa istilah yang sering dipakai seperti Din Islam, Din Haqq, Din Allah, kemudian ada pula Millah Ibrahim, Millah Ishaq dan sebagainya.
40
Menurut M. Quraish Shihab, sebagaimana dikutip Abuddin Natta, kata Millah berasal dari kata mengimla‟kan, yakni membacakan kepada orang lain agar ditulis olehnya. Ini karena agama atau millah adalah tuntunan-tuntunan yang disampaikan Allah SWT bagaikan sesuatu yang diimla‟akan atau ditulis sehingga sama sepenuhnya dengan apa yang disampaikan. Ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dipersamakan dengan Millah Ibrahim karena prinsipprinsip ajaran Islam sama dengan prinsip-prinsip ajaran Nabi Ibrahim AS seperti tauhid, fitrah, moderasi, penegakan hak dan keadilan, keramahtamaan dan sebagainya.41 Secara umum Din, Millah dan juga Syari‟at memiliki kesamaan. Hal tersebut dilihat dari sisi taklif (beban tanggungjawab manusia kepada Tuhan).
40
Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h.652 41 Abuddin Natta, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h. 12
30
Ketiga unsur tersebut menjadi makna sinonimi.42 Sinonimi adalah hubungan semantik yang menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran lainnya. 43 Berikut gambar makna sinonimi antara Din, Millah dan Syariat.
Gambar 2.1 Hubungan semakna antara Din, Millah dan Syariat. 44
Ad-Din di sisi Allah hanyalah sebuah bentuk tunduk dan beserah diri pada Allah. Sedangkan Allah menciptakan banyak syari‟at dan jalan yang terang karena Allah hendak menguji mana yang paling baik di antara umatnya sebagaimana dicantumkan surat Al-Maidah ayat 48. Begitu juga sinonimitas Din dengan Millah. Seperti perintah untuk mengikuti Millah Ibrahim, hal tersebut adalah perintah untuk menetapi taklif Allah berupa tauhid yang murni dan ikhlas kepada Allah SWT. Hal tersebut lah yang juga menjadi makna Islam. 45
42
Ridha S.M.R. ,dalam Rofiq Nurhadi, Dialektika Inklusivisme dan Eksklusivisme Islam Kajian Semantik terhadap Tafsir Al-Quran Tentang Hubungan Antaragama, (Purworejo: Universitas Muhammadyah Purworejo, 2013), h. 65 43 Chaer A., Linguistik Umum, (Jakarta:Rineka Cipta, 2007), h. 297 44 Rofiq Nurhadi ed., Dialektika Inklusivisme dan Eksklusivisme Islam Kajian Semantik terhadap Tafsir Al-Quran Tentang Hubungan Antaragama, (Purworejo: Universitas Muhammadyah Purworejo, 2013), h. 65 45 Rofiq Nurhadi ed., Dialektika Inklusivisme dan Eksklusivisme Islam Kajian Semantik terhadap Tafsir Al-Quran Tentang Hubungan Antaragama, h. 66
31
Berdasarkan pernyataan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Ad-Din (agama) yang terdapat dalam Surat Al- Imran ayat 85 adalah Islam, yaitu bentuk berserah diri kepada Allah SWT dengan cara bertauhid, menegakan keadilan, keramahtamahan pada alam juga sesama dan nilai-nilai luhur lainnya. Sedangkan kata Millatahum (agama mereka) yang terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 120 adalah agama Ibrahim yang dipercayai orang Yahudi, Nasrani dan Sabi‟in yang berasal dari wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Ibrahim kemudian disempurnakan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun, orang Yahudi dan Nasrani meyakini dan menciptakan berbagai macam aliran yang tidak sesuai dengan makna Islam sesungguhnya seperti menyembah yang selain Allah, sehingga mereka menjadi kafir. Padahal, Nabi Ibrahim pun adalah seorang Muslim seperti tertulis pada surat Al-Imran ayat 67. Karena itu, pada akhir surat Al-Baqarah ayat 120 ini umat Nabi Muhammad SAW diperingatkan oleh Allah SWT agar jangan mengikuti jalan-jalan kaum Yahudi dan Nasrani setelah memiliki pengetahuan tentang Al-Qur‟an dan Sunnah.
46
Kemudian, lahirnya universalisme Islam yang
berawal dari penafsiran surat Al- Baqarah ayat 62 tersebut berlaku jika semua Mukmin, Yahudi dan Nasrani benar-benar berserah diri kepada Allah SWT dengan bertauhid dan tidak menyembah yang selain Allah SWT atau bahkan membuat aliran-aliran yang bertolak belakang dengan Al-Qur‟an dan Sunnah. Sehingga tidak menutup kemungkinan pula seseorang yang beragama Islam namun ia percaya kepada yang selain Allah SWT, ia pun juga disebut kafir. Di sinilah Islam menampakkan dirinya sebagai agama yang universal dan mengajak seluruh manusia pada kedamaian dan berperilaku toleran. Menurut 46
http://www.ibnukatsironline.com/2014/11/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-120-121.html, diakses pada 15 Mei 2016 pukul 18.00 WIB
32
Nurcholis Madjid, sebagaimana dikutip J. Suyuthi Pulungan, nama “Islam” bukanlah nama yang lahir berdasarkan nama tempat seperti agama Hindu, bukan berdasarkan nama tokoh pendirinya seperti agama Budha dan Kristen, bukan berdasarkan kebangsaan seperti agama Yahudi dan bukan juga berdasarkan nama tempat kelahiran tokohnya seperti agama Nasrani. Karena itu, al-Islam adalah sikap yang benar yang universal, yang menjadi tuntutan naluri setiap orang di semua zaman dan tempat dan menjadi dasar sikap keagamaan yang benar yang dibawa oleh para nabi dan rasul untuk seluruh bangsa. 47 Sikap toleransi antarumat beragama tentu memiliki batasan. Batasan tersebut diperlukan karena adanya perbedaan yang membuat agama menjadi beragam. Menurut Frithjof Schuon, semua agama pada dasarnya (esoteris) sama, yang berbeda dalam bentuknya (eksoteris). Schuon mengungkapkan tentang konsep esoteris dan eksoteris dalam agama. Esoteris adalah hal-hal yang hanya boleh diketahui dan dilakukan beberapa orang saja dari suatu kelompok penganut paham tertentu. Sedangkan eksoteris adalah hal-hal yang boleh diketahui dan dilakukan oleh semua anggota kelompok penganut suatu paham tertentu.
48
Schuon menarik garis pemisah horizontal antara yang esoteris dan yang eksoteris seperti berikut.
47
J. Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), h.
48
Frithjof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-Agama, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987),
4-5 h. ix
33
Gambar 2.2 Letak Esoterisme dan Eksoterisme menurut Huston Smith merujuk karya Frithjof Schuon. Sumber Utama: Frithjof Schuon, The Transcendent Unity of Religions, Harper Torchbooks, Harper & Row, Pubhlisers New York, Evanston, San Francisco, London, 1975.
Dari segi metafisik, agama-agama tersebut menemui titik temunya pada tingkatan tertinggi yaitu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pada tingkat bawah, agama-agama tersebut memiliki perbedaan dan terpecah-pecah. 49 Menurut pandangan Schuon, inti dari sebuah agama berada pada dimensi esoteris yaitu spiritualisme untuk menemukan Dia Yang Maha Esa. Akan tetapi cara untuk menemukanNya sering kali tereduksi oleh manusia dalam berbagai bentuk ritual. Hal inilah yang disebut sebagai dimensi eksoteris, yaitu dimensi agama di mana ritual, dogma, ajaran dan tradisi menjadi hal yang membedakan agama satu dengan yang lainnya. 50 Karena itu, sikap toleransi antarumat beragama diperlukan agar tercipta perdamaian dalam perbedaan bentuk ibadah tersebut.
49
Frithjof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-Agama, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987),
50
Frithjof Schuon, Mencari Titik Temu Agama-Agama
h. xi
34
Inti dari keberagaman adalah aspek lahir dan aspek batin (eksoteris dan eksotersi) ajaran agama Islam, baik dalam bentuk ritual keagamaan maupun pesan-pesan moral yang terdapat dalam sumber-sumber ajarannya. Di dalam keberagaman agama, akidah sebagai sistem keyakinan Islam bentuknya berupa iman dan tauhid. Dengan demikian makna esoteris atau akidah adalah memercayai adanya Allah dan mengesakanNya secara mutlak. Akidah yang benar adalah terefrleksi dalam tindakan atas dasar sikap dan pandangan teologis lalu disertai dengan sikap dan tindakan pasrah serta patuh (Islam) kepada kehendak yang diimani sesuai dengan norma-norma syariat. Karena keimanan dan ketauhidan adalah awal keberagaman. 51 Kehidupan keislaman disimbolkan dengan ibadah yang menjadi bagian dari pembahasan syariat yang menekankan pada norma-norma hukum. Hukumhukum ini lah yang bersifat eksoteris, yakni menekankan pada aspek lahiriah. Salah satu topik bahasannya adalah masalah ibadah, ketentuan dan hukumnya. Namun, seringkali ada kesenjangan antara dimensi eksoteris dan eksoteris. Ibadah yang dilakukan menjadi tidak berpengaruh terhadap pelakunya di kehidupan sehari-hari sehingga mengakibatkan praktik ibadah umat Islam hanya bersifat ritual dan formalistik. Hal tersebut disebabkan dimensi esoteris yang tidak dipahami dan dihayati. 52 Tujuan adanya toleransi antarumat beragama tentu untuk menciptakan perdamaian dan menghindari perpecahan antarumat beragama. Al-Qur‟an telah jelas memerintahkan hal tersebut dalam ayat berikut.
51
J. Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), h.
52
J. Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, h. 45
43
35
Artinya: “Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”53
Islam juga mengajarkan sikap toleransi antarumat beragama dalam kegiatan dakwah. Orang-oranng Muslim dalam berdakwah tidak boleh dengan cara menjelek-jelekkan agama atau bahkan menghina “Tuhan” yang menjadi keyakinan umat agama lain. 54 Hal tersebut jelas dicantumkan dalam ayat AlQur‟an berikut.
53
Al-Qur‟an, Surat As-Syuraa, Ayat 13 Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman), (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 43 54
36
“Artinya: Dan jangan kamu memaki sesembahan yang mereka sembah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan” 55 Selain larangan menghina kepercayaan orang lain, Islam juga menjelaskan hubungan yang harus dibangun seorang Muslim dengan masyarakat agama lain. Masyarakat Muslim bertanggungjawab untuk mengadopsi akhlak Nabi dan menjadi toleran serta adil terhadap masyarakat lain. Temasuk percaya terhadap seluruh Kitab Suci ciptaanNya serta menghormati kepercayaan orang lain. Orang ini bisa jadi apa saja. Orang Buddha, orang Yahudi, orang Kristen atau bahkan orang atheis. Sikap-sikap jujur dan adil seperti itu akan menimbulkan dampak positif di hati mereka, tak peduli apa atau siapa yang mereka percayai. Bahkan jika mereka tidak memiliki kepercayaan sekali pun. Hal ini akan membuat mereka merasa lebih dekat dengan Islam. 56 Pernyataan ini dapat dilihat pula dalam ayat Al-Qur‟an berikut.
Artinya: “Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami
55
Al-Qur‟an, Surah Al-An‟am, Ayat 108 Harun Yahya, Keadilan dan Toleransi dalam Al-Qur‟an, (Jakarta: Iqra Insan Press, 2004), h. 44 56
37
dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".57 Berdasarkan penafsiran ayat-ayat
Al-Qur‟an,
teori Schuon, teori
Universalisme Islam dan pemahaman tentang Din dan Millah, peneliti menyimpulkan bahwa toleransi antarumat beragama dibangun dalam dimensi eksoteris yang mana serupa dengan Millah, yaitu bentuk tata cara beribadah. Sedangkan wujud dari toleransi tersebut dapat diaplikasikan melalui ajaran luhur yang ada di dimensi esoteris. Dimensi esoteris serupa dengan Din, di mana pada dasarnya Din adalah bentuk berserah diri (Islam) yang didalamnya mengajarkan nilai-nilai luhur yang berasal dari langit seperti kebaikan terhadap sesama dan alam semesta. Letak nilai-nilai luhur itu diresapi di dalam hati dan diamalkan di kehidupan sehari-hari. Semua bentuk agama baik Islam, Yahudi, Kristen, Nasrani, Buddha dan Hindu sama-sama mengajarkan nilai-nilai luhur yang mengandung kebaikan. Karena persamaan ajaran luhur dan perbedaan keyakinan cara beribadah tersebutlah, toleransi antarumat beragama harus dibangun. Toleransi tidak sebatas membiarkan, namun juga harus disertai dengan sikap menghargai dengan cara mengamalkan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal dalam hubungan sosial kemasyarakatan, agar terwujud perdamaian dan tidak terjadi perpecahan antarumat beragama.
57
Al-Qur‟an, Surat As-Syuraa, Ayat 15
38
C. Wacana Dalam Novel 1. Pengertian Wacana Kata wacana berasal dari bahasa sansekerta yaitu wac/wak/vak yang artinya berkata atau berucap. Kata tersebut berkembang menjadi wacana. Jadi, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan istilah dari bahasa Inggris discourse. Kata ini diturunkan dari dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan currere (lari).58 Ismail Marahimin, sebagaimana dikutip oleh Alex Sobur, mengartikan wacana sebagai kemampuan berbahasa menurut urut-urutan kata yang teratur dan semestinya. Wacana juga menjadi bentuk komunikasi dari buah pikiran seseorang, baik lisan maupun tulisan yang resmi dan teratur. Jika definisi ini dipakai sebagai pegangan, dengan sendirinya semua tulisan yang teratur yang menurut urut-urutan yang semestinya atau logis adalah wacana. Karena itu, sebuah wacana harus mempunyai dua unsur penting, yakni kesatuan (unity) dan kepaduan (coherence). 59 Menurut Sudjiman, sebagaimana dikutip Alex Sobur, wacana disebut transaksional jika yang dipentingkan adalah “isi” komunikasi dan disebut interaksional jika yang dipentingkan adalah hubungan timbal balik antara penyapa (addresser) dan pesapa (addressee).60 Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, wacana dapat diartikan sebagai rangkaian kata atau tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal 58
Dede Oetomo, Kelahiran dan perkembangan analisis wacana, (Yogyakarta : Kanisius,
1993), h. 3 59
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 10 60 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 12
39
(subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren dan dibentuk oleh unsur-unsur tertentu. 61 2. Pengertian Analisis Wacana Analisis wacana berasal dari dua kata yakni analisis dan wacana. Kata analisis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga pengertian. Pertama, kata analisis sebagai penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (penyebab, duduk perkara dan sebagainya). Kedua, analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antarbagian untuk memperoleh pengertian yangtepat dan pemahaman arti keseluruhan. Ketiga, analisis adalah penjabaran sesudah dikaji sebaik-baiknya. 62 Makna tersebut
berkembang sehingga
memiliki arti sebagai
pertemuan antarbagian yang membentuk satu kepaduan. Analisis wacana menekankan bahwa wacana juga merupakan bentuk sebuah interaksi. Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi cara menganalisisnya hanya pada soal kalimat, namun akhirnya sebagian ahli bahasa memalingkan perhatiannya kepada analisis wacana. 63
61 61
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 11 62 DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005). Edisi ke- 3, h.43 63 Hamid Hasan Lubis, Analisis Wacana Pragmatik. (Bandung : Angkasa, 1993), h. 121
40
Menurut Syamsuddin, seperti dikutip Alex Sobur, dari segi analisisnya ciri dan sifat analisis wacana dapat dikemukakan sebagai berikut: 64
a.
Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule of use - menurut Widdowson).
b.
Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks dan situasi (Firth).
c.
Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui intepretasi semantik (Beller).
d.
Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa (what is said front what is done - menurut Labov).
e.
Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional (functional use of language - menurut Coulthard).
Dari berbagai pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa analisis wacana merupakan metode untuk mengaji suatu karya komunikasi berdasarkan struktur teks, kognisi sosial dan konteks sosial, sehingga dapat diketahui faktor dan unsur apa saja yang menyebabkan terbentuknya teks tersebut.
64
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 50
41
3. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk Analisis wacana memiliki keberagaman. Model-model analisis wacana yang dikembangkan oleh beberapa ahli meliputi wacana Roger Flowler, Theo van Leeuwen, Sara Mills, Norman Fairclough dan Teun A. Van Dijk.
65
Dari
sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan, model yang paling banyak digunakan adalah model Teun A. Van Dijk. Peneliti menggunakan model analisis wacana Teun A. Van Dijk dengan alasan analisis ini memiliki dimensi atau elemen yang dapat mengupas wacana secara mendalam. Inti dari analisis wacana Teun A. Van Dijk adalah menghubungkan tiga dimensi wacana ke dalam satu kesatuan analisis. Dimensi tersebut adalah dimensi teks, kognisi sosial dan analisis konteks.66 Menurut Van Dijk, sebagaimana dikutip Eriyanto, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu proses praktik produksi yang juga harus diamati dan harus dilihat juga bagaimana suatu teks menjadi semacam itu.67 Dimensi dari analisis wacana model Teun A. Van Dijk adalah sebagai berikut: a. Struktur Teks Elemen analisis wacana dalam struktur teks yang dipaparkan oleh Van Dijk dibedakan menjadi tiga struktur atau tingkatan. Dengan struktur tersebut peneliti tidak hanya mengetahui apa yang diliput oleh media, tetapi juga bagaimana media mengungkapkan peristiwa ke dalam pilihan bahasa tertentu. Struktur teks tersebut digambarkan sebagai berikut: 65
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 73 66 Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006), h. 224. 67 Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, h. 221
42
Tabel 2.1 Struktur Teks Teun A. Van Dijk Struktur Makro Makna global dari suatu teks yang dapat diamati dari topik/tema yang diangkat oleh suatu teks Superstruktur Kerangka suatu teks seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks.68
b. Kognisi Sosial Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam pandangan Van Dijk, perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental wartawan, dalam hal karya sastra maka bisa dikatakan kesadaran mental pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya. Analisis wacana tidak dibatasi hanya pada struktur teks, karena struktur wacana itu sendiri menunjukkan atau menandakan sejumlah makna, pendapat, dan ideologi. Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan suatu analisis kognisi dan konteks sosial. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi 68
h. 224
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006),
43
makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Kognisi sosial itu penting dan menjadi kerangka yang tidak terpisahkan untuk memahami teks media. 69 c. Konteks Sosial Konteks sosial berusaha memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memerngaruhi pemakaian bahasa. Titik perhatian dari analisis wacana adalah menggambarkan teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses komunikasi. Konteks sangat penting untuk menentukan makna dari suatu tujuan. Dalam pandangan Van Dijk, segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut. Untuk memperoleh gambaran tentang elemen-elemen struktur wacana (teks) tersebut, berikut penjelasannya: 1) Tematik, secara harfiah tema berarti sesuatu yang diuraikan, kata ini berasal dari kata Yunani (tithenai) yang berarti meletakkan. Menurut Gorys Keraf sebagaimana dikutip oleh Alex Sobur, tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. 70 2) Skematik, menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup dan sebagainya. Struktur skematik memberikan tekanan bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.
69
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta: LkiS, 2006),
h. 221 70
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 75
44
3) Semantik, dalam skema Van Dijk diartikan sebagai makna lokal yaitu makna yang muncul dari hubungan antarkalimat dan antarproposisi yang membangun suatu makna tertentu. 4) Sintaksis, secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama katakata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. 5) Stilistik, pusat perhatiannya adalah style (gaya bahasa) yaitu cara yang digunakan
penulis
untuk
menyatakan
maksudnya
dengan
menggunakan bahasa sebagai sarana. 6) Retoris, adalah gaya bahasa yang diungkapkan saat seseorang berbicara atau menulis. Misalnya dengan pemakaian kata yang hiperbolik atau bertele-tele. Retoris mempunyai fungsi persuasif. dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak. 71 Struktur dan elemen wacana yang dikemukakan Teun A. Van Dijk di atas dapat digambarkan seperti berikut: Tabel 2.2 Struktur dan Elemen Wacana Teun A. Van Dijk Struktur Wacana Struktur Makro
Hal yang Diamati Tematik
Elemen Topik
(Apa yang dikatakan?) Superstruktur
Skematik
Skema
(Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai?)
71
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 84
45
Struktur Mikro
Semantik
Latar, detail, maksud,
(Makna yang ingin
praanggapan,
ditekankan dalam teks
nominalisasi.
berita) Sintaksis (Bagaimana pendapat
Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti.
disampaikan?) Stilistik
Leksikon
(Pilihan kata apa yang dipakai?) Retoris (Bagaimana dan dengan
Grafis,
Metafora,
ekspresi. 72
cara apa penekanan dilakukan?)
72
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), h. 74
BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Habiburrahman El Shirazy
Habiburrahman El Shirazy disebut-sebut sebagai novelis nomor satu di Indonesia sebagaimana dinobatkan oleh Insani Universitas Diponegoro, Semarang, tahun 2008. Sastrawan terkemuka ini juga diberi julukan oleh Harian Republika sebagai tokoh perubahan Indonesia 2007. Ia dilahirkan di Semarang, 30 September 1976. Sarjana Universitas AlAzhar, Kairo, Mesir, ini selain dikenal sebagai novelis, juga dikenal sebagai sutradara, da‟i dan penyair. Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tapi juga di mancanegara seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Hongkong, Taiwan dan Australia. Banyak kalangan menilai, karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca.
46
47
Sastrawan yang akrab disapa “Kang Abik” ini memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen, DemaK, Jawa Tengah. Ia belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, di bawah asuhan K.H. Abdul Bashir Hamzah. Pada 1992 Kang Abik merantau ke kota budaya Surakarta dan lulus tahun 1995. Setelah itu ia melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist di Universitas Al-Azhar, Kairo, dan selesai pada 1999. Pada 2001 ia lulus Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies Kairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri. Ketika menempuh studi di Kairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok Kajian Majelis Intensif Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam (MISYKATI) di Kairo pada 1996-1997. Ia juga pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti Perkemahan Pemuda Islam Internasional kedua yang diadakan oleh WAMY (The World Assembly of Moslem Youth) selama sepuluh hari di Kota Ismailia, Mesir pada Juli 1996. Dalam perkemahan itu, ia berkesempatan memberikan orasi berjudul Tahqiqul Amni Wa Salam Fil‟ Alam Bil Islam (Realisasi Keamanan dan Perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai orasi terbaik kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan tingkat dunia tersebut. 73 Ayah dari dua anak ini juga aktif di Majelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orsat Kairo (1998-2000). Ia menjadi koordinator Islam ICMI Orsat Kairo selama dua periode (1998-2000 dan 2000-2002). 73
692
Habiburrahman El-Shirazy, Ayat-Ayat Cinta 2, (Jakarta: Penerbit Republika, 2015), h.
48
Sastrawan muda ini pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdhatul Ulama yang berpusat di Kairo dan sempat memprakarsai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI) di Kairo. Pada tahun 2003-2004, Kang Abik mendedikasikan ilmunya di MAN I Yogyakarta. Selanjutnya sejak tahun 2004 hingga 2006 ia menjadi dosen Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash Shiddiq, UMS, Surakarta. Saat ini ia didaulat sebagai Ketua Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Islam di Majelis Ulama Indonesi (MUI) Pusat. Selain menulis, pria 39 tahun ini juga menjadi dosen di STIQ An Nur Yogyakarta sekaligus „dosen terbang‟ untuk memberikan kuliah dan stadium general di berbagai perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Ia juga kerap menjadi pembicara dalam seminar di dalam dan luar negeri. Di forum internasional ia pernah menjadi pembicara di Universiti Petronas Malaysia, Masjid Camii Tokyo, Jepang, dalam Syiar Islam Golden Week 2010 Tokyo di Grand Auditorium Griffith University Brisbane, Australia. Kemudian ia juga menjadi pembicara dalam seminar Asia-Pasifik di University of New South Wales at ADFA, Canberra. Semasa di SLTA, Kang Abik pernah menulis teatrikal puisi berjudul Dzikir Dajjal sekaligus menyutradarai pementasannya bersama Teater Mbambung di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari, Surakarta (1994). Ia juga banyak mendapatkan juara di berbagai lomba di antaranya: Juara II lomba menulis artikel se-MAN 1 Surakarta (1994), pemenang I
49
dalam lomba baca puisi religius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair‟94 dan ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994), pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Keresidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS Surakarta, 1994), pemenang terbaik ke-lima dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan Analisis Dampak Film Laga terhadap Kepribadian Remaja dan juara I lomba baca puisi Arab tingkat Nasional yang diadakan oleh IMABA UGM Yogyakarta (1994). Ia juga pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) untuk mengisi acara Syharil Quran setiap jumat pagi. 74 Selama di Kairo, suami dari Muyasaratun Sa‟idah ini telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarainya, di antaranya: Wa Islama (1999), Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul „Alim Wa Thagiyyah, 2000) dan Darah Syuhada (2000). Tulisannya berjudul Membaca Insanniyah al Islam juga dimuat dalam buku Wacana Islam Universal (diterbitkan oleh Kelompok Kajian MISYKATI Kairo, 1998). Ia juga berkesempatan menjadi Ketua Tim Kodifikasi dan Editor Antologi Puisi Negeri Seribu Menara Nafas Peradaban (diterbitkan oleh IMCI Orsat Kairo). Beberapa karya terjemahan Kang Abik di antaranya: Ar-Rasul (GIP, 2001), Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002), Menyucikan Jiwa (GIP, 2005), Rihlah Ilallah (Era Intermedia, 2004), dll. Cerpen-cerpennya 74
694
Habiburrahman El-Shirazy, Ayat-Ayat Cinta 2, (Jakarta: Penerbit Republika, 2015), h.
50
yang dimuat dalam antologi seperti Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001), Merah di Jenin (FBA, 2002), dan Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004) dan lain sebagainya. Sebelum pulang ke Indonesia, pada tahun 2002 Kang Abik diundang oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia selama lima hari (1-5 Oktober) untuk membacakan puisinya dalam momen Kuala Lumpur World Poetry Reading ke-sembilan, bersama penyair-penyair Negara lain. Puisinya dimuat dalam Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Majalah Dewan Sastra (2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam dua bahasa, yakni bahasa Inggris dan Melayu. Bersama penyair Negara lain, puisi Kang Abik juga dimuat kembali dalam Imbauan PPDKL (1986-2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (2004). Beberapa karya popular Kang Abik yang telah terbit antara lain: Ketika Cinta Berbuah Surga (MQS Publishing, 2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (Republika, 2005), Ayat-Ayat Cinta (Republika-Basmala, 2004, telah difilmkan), Di atas Sajadah Cinta (telah disinetronkan oleh Trans TV, 2004), Ketika Cinta Bertasbih (Republika-Basmala, 2007, telah difilmkan), Ketika Cinta Bertasbih 2 (Republika-Basmala, 2007, telah difilmkan), Dalam Mihrab Cinta (Republika-Basmala, 2007, telah difilmkan), Bumi Cinta (Author Publishing, 2010), The Romance (Ihwah, 2010), Cinta Suci Zahrana (Basmala, 2012, telah difilmkan), Api Tauhid (Republika, 2014) dan Ayat-Ayat Cinta 2 yang juga telah direncanakan pembuatan filmnya pada tahun 2017 mendatang. Kini karya yang sedang Kang Abik rampungkan adalah Bulan Madu di Yerussalem, Dari Sujud ke
51
Sujud (kelanjutan dari Ketika Cinta Bertasbih) dan Bidadari Bermata Bening.75 Dengan karya-karyanya yang fenomenal itu Kang Abik yang oleh banyak kalangan dijuluki “penulis bertangan emas” ini telah diganjar banyak penghargaan bergengsi tingkat Nasional maupun Asia Tenggara. Penghargaan yang pernah diraihnya yaitu Pena Award 2005 sebagai Novel Terpuji Nasional dari Forum Lingkar Pena, The Most Favourite Book 2005 versi majalah Muslimah, IBF Award 2006 sebagai Buku Fiksi Dewasa Terbaik, Republika Award sebagai Tokoh Perubahan Indonesia tahun 2007, Adab Award 2008 dalam bidang novel Islami yang diberikan oleh Fakultas Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UNDIP Award 2008 sebagai novelis nomor satu Indoensia, Penghargaan Sastra Nusantara 2008 sebagai sastrawan kreatif yang mampu menggerakkan masyarakat membaca sastra oleh Pusat Bahasa dalam Sidang Majelis Sastra Asia Tenggara
(Mastera),
Paramadina
Award
2009
for
Outstanding
Contribution to the Advanchement of Literatures and Arts in Indonesia, Anugerah Tokoh Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara Tingkat Asia Tenggara yang diberikan oleh Ketua Menteri Negeri Sabah, Malaysia tahun 2012 dan UNDIP Award 2013 dalam bidang seni dan budaya. 76
75
Wawancara bersama Habiburrahman El Shirazy, Istora Senayan Jakarta, Minggu, 6 Maret 2016 76 Habiburrahman El-Shirazy, Ayat-Ayat Cinta 2, (Jakarta: Penerbit Republika, 2015), h. 696
52
B. Profil Novel Ayat-Ayat Cinta 2
Novel Ayat-Ayat Cinta 2 merupakan novel lanjutan dari Ayat-Ayat Cinta yang telah diterbitkan oleh Republika pada 2004 dan telah difilmkan pada 2008. Novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini terbit pada bulan November 2015. Novel sebelumnya yaitu Ayat-Ayat Cinta berceritakan tentang kehidupan cinta Fahri yang sedang berkuliah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Fahri dihadapkan pada kisah percintaan dengan istrinya Aisha yang merupakan anak orang kaya dan terpandang yang berasal dari Jerman. Fahri juga dihadapkan dengan ketiga wanita yang pernah mengisi lika-liku percintaannya yaitu Noura, Nurul dan Maria, yang masing-masing memiliki alur cerita yang menarik, bahkan memiliki unsur poligami sehingga pada akhir cerita Fahri menikahi Maria dan mereka hidup bersama-sama yaitu Fahri, Maria dan Aisha. Kisah percintaan pada novel Ayat-Ayat Cinta yang pertama juga dibalut dengan nuansa Islami.
53
Sedangkan pada novel Ayat-Ayat Cinta 2, kisah Fahri berlanjut di Kota Edinburgh, Skotlandia. Maria telah meninggal dunia karena sakit parah dan Aisha telah hilang selama hampir dua tahun sejak kepergiannya ke Palestina. Novel Ayat-Ayat Cinta 2 ini bercerita tentang Islamophobia yang telah terjadi di Eropa, di mana masyarakat non-Muslim yang ada di sana sangat berlaku dan berpandangan jelek terhadap orang-orang Islam. Ada yang mengganggap Islam teroris, ada yang mendebatkan kebenaran ajaran-ajaran Islam dan lain sebagainya. Dalam novel ini Fahri dalam kesehariannya berusaha membuktikan kepada orang-orang non-Muslim yang ada di Negara tersebut bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil „alamin, yaitu Islam adalah rahmat bagi sekalian alam. Pembelaan Fahri dalam mengangkat citra Islam yang baik itu dibuktikan melalui sikapnya yang selalu mengamalkan ajaran-ajaran Islam setiap harinya dan juga selalu menolong semua tetangganya. Dalam menolong tetangga atau orang-orang yang ada di sekitarnya, Fahri tidak memandang orang yang ditolongnya baik dari suku, budaya, ras mau pun agama. Warga Edinburgh Skotlandia mayoritas adalah non-muslim. Namun pengorbanan Fahri dalam menolong tetangga-tetangganya yang memiliki beragam persoalan hidup sangat lah besar dan ikhlas mengharapkan ridha dari Allah SWT. Selain itu ia juga sekaligus ingin membuktikan bahwa orang muslim tidak seperti apa yang dipikirkan oleh orang-orang Yahudi Ekstremis Eropa. Dengan begitu citra Islam di Negara yang mayoritas non-muslim tidak lagi negatif.
54
Selain sikap saling menolong yang ditunjukkan Fahri dalam novel ini, sikap toleransi antarumat beragama juga sangat kental dalam cerita di novel Ayat-Ayat Cinta 2. Tidak hanya sebatas menghargai ajaran agama selain Islam yang dianut tetangga-tetangganya, Fahri juga menolong semua kesulitan yang dihadapi tetangganya yang merupakan orang Yahudi. Pertama, Fahri selalu menolong nenek Catarina yang sebatang kara untuk mengantarnya beribadah ke Sinagog karena ia sudah renta dan sering sakit. Kedua, Fahri membiayai semua kebutuhan sekolah tetangganya Keira untuk menjadi pemain biola internasional. Ia juga membiayai sekolah sepak bola Jason, adik dari Keira. Ketiga, Fahri menjalin kekerabatan bersama orang-orang non-muslim dalam berbisnis yaitu membuka supermarket dan juga butik. Keempat, Fahri juga mengajar di University of Eddinburgh dan menjadi dosen pembimbing yang berkualitas bagi mahasiswa-mahasiswa non-muslim. Kelima, Fahri mengajak tetangga-tetangga dan rekan bisnisnya mengumpulkan dana bantuan untuk Palestina dengan cara membuat lima kotak amal yang masing-masing berlabel agama-agama yang ada di dunia. Melalui cara tersebut Fahri ingin menumbuhkan rasa kemanusiaan kepada umat mana pun. Melalui perilaku-perilaku Fahri tersebut tercermin banyak sekali pesan bahwa sikap toleransi antarumat beragama sangat lah terpuji untuk diamalkan.
BAB IV STRUKTUR ANALISIS DATA A. Analisis Teks dalam Novel Ayat-Ayat Cinta 2 Pada bab ini peneliti akan memaparkan analisis teks pesan toleransi antarumat beragama yang ditampilkan oleh Habiburrahman El Shirazy dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2. Analisis teks menggunakan metodologi penelitian kualitatif dengan paradigma kritis. Model yang digunakan adalah analisis wacana kritis Teun A. Van Dijk. Elemen analisis wacana dalam struktur teks yang dipaparkan oleh Van Dijk dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Struktur makro berupa tematik, suprastruktur berupa skematik dan struktur mikro terdiri dari semantik, sintaksis, stilistik dan retoris. Untuk memudahkan analisis ini, peneliti membatasi analisis teks pada empat chapter yang ada dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2. Keempat chapter tersebut masing-masing chapter kedua yang berjudul Suatu Malam di Musselburgh, chapter ketujuh yang berjudul Mengantar Nenek Catarina, chapter ke-20 yang berjudul Ciorba de Peste dan chapter ke-35 yang berjudul Agama Cinta. Peneliti membatasi analisis teks pada empat chapter tersebut dengan alasan keempat chapter tersebut memiliki pesan toleransi antarumat beragama yang paling dominan dibandingkan dengan chapter lainnya.
55
56
1. Chapter Suatu Malam di Musselburgh 1.1 Tematik Analisis wacana Teun A. Van Dijk dimulai dari kajian struktur makro yang berupa tematik dalam sebuah teks. Tematik atau tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya. 77 Tema dari chapter ini adalah sikap toleran Fahri terhadap orang-orang Islamofobia. Segi tematik yang dibuat oleh Kang Abik tersebut dapat dilihat pada kalimat di halaman 31: “Fahri mengisyaratkan paman Hulusi agar melihat coretan di kaca depan mobil. Paman Hulusi tersentak. Coretan itu berbunyi: ISLAM=SATANIC!. Dalam satu bulan ini, itu adalah kali ketiga kaca depan Fahri dicoret-coret dengan kata yang merendahkan Islam dan Muslim. Selama ini Fahri bersabar saja, ia tidak mengadukan peristiwa itu kepada organisasi-organisasi yang menangani kasus-kasus terkait Islamofobia atau anti-Muslim.”
Berdasarkan kalimat di halaman 31 tersebut, dapat dilihat bahwa pengarang ingin menyampaikan pesan kepada pembaca untuk tidak membalas kebencian orang-orang Islamofobia dengan kebencian pula apa lagi dengan mencaci maki. Kang Abik membawa pesan tersebut melalui sosok Fahri yang bersikap sabar dan berkhusnuzon ketika menanggapi kebencian seseorang terhadap Islam melalui teror di kaca mobil. Pesan yang disampaikan pengarang tersebut juga dapat dilihat akarnya merujuk pada Al-Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 11 berikut.
77
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), cet. ke-6, h. 75
57
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-ngolok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang di perolokolokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-ngolok. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mengolok-ngolokkan perempuan lain, boleh jadi perempuan yang diperolok-olokkan lebih baik dari pada perempuan yang mengolok-olok. Dan janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburukburuk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” 1.2 Skematik Kajian kedua dari analisis teks wacana Teun A. Van Dijk adalah suprastruktur yang berupa skematik. Skematik adalah bentuk umum dari suatu teks yang disusun melalui kategori seperti pendahuluan, isi, kesimpulan, pemecahan masalah, penutup dan sebagainya. 78 Dalam chapter ini Kang Abik mengajak pembaca untuk bersikap toleran melalui skema cerita yang diawali dengan kedatangan Fahri di kota Musselburgh tepatnya di Kompleks Stoneyhill Grove, di mana tetanggatetangganya adalah mayoritas orang non-Muslim. Beberapa hari sejak Fahri tinggal di sana ia mulai mendapatkan beberapa teror yang dituliskan di kaca mobilnya. Tulisan tersebut selalu menggambarkan kebencian seseorang terhadap Islam. Namun Fahri tidak ingin membalas perbuatan 78
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), cet. ke-6, h. 76
58
tersebut. Fahri khawatir jika yang melakukan teror adalah tetangganya, kemudian hal tersebut dibawa ke ranah hukum, tetangga-tetangga Fahri akan semakin menjauhinya. Cerita pada chapter ini ditutup dengan pertemuan Fahri dengan tetangganya yang bernama Jason. Ia seorang remaja yang masih bersekolah. Namun, saat pertama kali mereka bertatap muka Jason menunjukkan raut wajah yang sangat sinis. Kemudian paman Hulusi menduga bahwa yang melakukan teror tersebut adalah Jason. Namun Fahri tetap bersabar dan berkhusnuzon. Pesan untuk bersabar dan berkhusnuzon kepada orang yang membenci Islam tersebut Kang Abik sampaikan pada kalimat di halaman 34 “Sudahlah, Paman. Kebencian jangan kita balas dengan kebencian.” Kesimpulan dari cerita di chapter ini adalah jangan membalas kebencian seseorang terhadap Islam dengan kebencian pula. Hal tersebut mencerminkan sikap toleran. 1.3 Semantik Kajian analisis teks wacana Van Dijk yang terakhir adalah struktur makro yang terdiri dari semantik, sintaksis, stilistik dan retoris. Analisis akan dimulai berurutan dari segi semantik terlebih dahulu. Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. 79
79
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), cet. ke-6, h. 78
59
Makna yang ingin ditekankan oleh Kang Abik dalam chapter ini dapat dilihat melalui latar cerita. Kang Abik membawa latar cerita melalui sosok Fahri yang tersadar bahwa Islam di Eropa telah menjadi minoritas sehingga sering didiskriminasi. Kemudian, pengarang juga menyampaikan solusi dari permasalahan tersebut melalui cerita Fahri yang menasehati paman Hulusi bahwa, cara melawan diskriminasi terhadap Islam adalah dengan menjadi umat Islam yang berkualitas dan toleran. Bahkan harus melebihi kualitas orang-orang non-Muslim di sana. Segi semantik yang ditekankan pengarang dapat dilihat pada kalimat di halaman 25 “Secara undang-undang, Negara tidak boleh diskriminasi. Tetapi praktiknya tetap ada perlakuan diskriminasi bahkan intimidasi terhadap orang Islam, terutama setelah peristiwa 11 September 2001 dan bom London pada 7 Juli 2005.” 1.4 Sintaksis Bagian dari struktur makro yang ada dalam analisis wacana Van Dijk selanjutnya adalah segi sintaksis. Sintaksis adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Sintaksis berbicara bagaimana pendapat disampaikan yang dapat dilihat melalui koherensi, bentuk kalimat, proposisi dan juga kata ganti. 80 Kang Abik dalam chapter ini menggunakan bentuk kalimat aktif sebagai segi sintaksis yang ditandai dengan awalan me-. Kalimat aktif dapat dilihat pada halaman 30 “Sambil membaca doa, Fahri melirik jam
80
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), cet. ke-6,h. 80
60
dinding, angkanya menunjukkan 02.15 dini hari. Fahri memejamkan kedua matanya.” Kemudian, bentuk kata ganti yang terdapat dalam chapter ini adalah kata ganti orang ketiga yang menggunakan kata ia. Seperti pada kalimat di halaman 30 “Ia mencoba berkonsentrasi pada bacaan indah Syaikh Abdurrahman Sudais, hingga akhirnya ia terlelap.” Bentuk kata ganti orang ketiga tersebut menggambarkan bahwa sosok Fahri di kehidupan nyata bukanlah pribadi dari pengarang novel ini yaitu Kang Abik. 1.5 Stilistik Bagian dari struktur mikro yang ada dalam analisis wacana Van Dijk berikutnya adalah segi stilistik. Stilistik adalah cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya. Pusat perhatian stilistik adalah gaya bahasa. 81 Dalam penulisan cerita di chapter ini, Kang Abik menggunakan majas hiperbola untuk menyatakan maksudnya. Hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihkan sesuatu. Hal ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 34 “Dia sudah kena racun Islamofobia. Lihat bagaimana bencinya dia memandangi Hoca!” Berdasarkan kalimat di halaman 34 tersebut, segi stilistik yang digunakan Kang Abik untuk menyampaikan bahwa terdapat masyarakat
81
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), h. 82
61
non-Muslim di Negara Barat yang sangat anti dengan Islam dan Muslim adalah dengan menggunakan majas hiperbola. 1.6 Retoris Bagian terakhir dari struktur makro yang ada di analisis wacana Van Dijk adalah segi retoris. Retoris adalah bagaimana gaya yang diungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis. Retoris memiliki fungsi persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak. Segi retoris ini dapat dilihat melalui pemakaian kata yang bertele-tele, berlebihan, pengulangan kata, ekspresi, interaksi formal dan non formal bahkan juga ejekan (ironi). 82 Pada chapter ini, terdapat rima berbentuk pengulangan kata yang digunakan Kang Abik untuk menekankan makna. Dapat dilihat pada kalimat di halaman 26.“Saya tidak muluk-muluk bisa menyampaikan keindahan Islam pada semua orang di Britania Raya yang salah paham kepada Islam. Tidak, paman. Saya tidak muluk-muluk. Cukup lah bahwa saya bisa menyampaikan akhlak Islam dan kualitas saya sebagai orang Islam, jika saya bisa, saya sudah bahagia.” Berdasarkan kalimat di halaman 26 tersebut, terlihat makna yang ditekankan Kang Abik adalah ketika seseorang berakhlak sebagai Muslim yang baik di kehidupan sehari-hari, hal itu sudah bisa menyampaikan keindahan Islam di Negara Barat sekaligus menjadi wujud toleransi yang paling ampuh untuk membalas kebencian seseorang dengan Islam. 82
Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2012), cet. ke-6, h. 84
62
Tabel 4.1 Chapter Suatu Malam di Musselburgh Struktur Wacana Struktur Makro
Superstruktur
Hal yang Diamati
Elemen
Tematik Tema pada cerita ini adalah toleransi antarumat beragama. Skematik Dalam chapter ini Kang Abik mengajak pembaca untuk bersikap toleran melalui alur cerita yang diawali dengan kedatangan Fahri di kota Musselburgh tepatnya di Kompleks Stoneyhill Grove, di mana tetanggatetangganya adalah mayoritas orang nonMuslim. Beberapa hari sejak Fahri tinggal di sana ia mulai mendapatkan beberapa teror yang dituliskan di kaca mobilnya. Tulisan tersebut selalu menggambarkan kebencian seseorang terhadap Islam. Namun Fahri tidak ingin membalas perbuatan tersebut. Fahri khawatir jika yang melakukan teror adalah tetangganya, kemudian hal tersebut dibawa ke ranah hukum, tetanggatetangga Fahri akan semakin menjauhinya.
Topik Sikap toleran Fahri kepada orang-orang Islamofobia. Cerita pada chapter ini ditutup dengan pertemuan Fahri dengan tetangganya yang bernama Jason. Ia seorang remaja yang masih bersekolah. Namun, saat pertama kali mereka bertatap muka Jason menunjukkan raut wajah yang sangat sinis. Kemudian paman Hulusi menduga bahwa yang melakukan teror tersebut adalah Jason. Namun Fahri tetap bersabar dan berkhusnuzon. Pesan untuk bersabar dan berkhusnuzon kepada orang yang membenci Islam tersebut Kang Abik sampaikan pada kalimat di halaman 34 “Sudahlah, Paman. Kebencian jangan kita balas dengan kebencian.” Kesimpulan dari cerita ini adalah jangan membalas kebencian seseorang terhadap Islam dengan kebencian pula. Hal tersebut mencerminkan sikap
63
toleran. Struktur Mikro
Semantik Makna yang ingin ditekankan oleh Kang Abik dalam chapter ini dapat dilihat melalui latar cerita. Kang Abik membawa latar cerita melalui sosok Fahri yang tersadar bahwa Islam di Eropa telah menjadi minoritas sehingga sering didiskriminasi. Kemudian, pengarang juga menyampaikan solusi dari permasalahan tersebut melalui cerita Fahri yang menasehati paman Hulusi bahwa, cara melawan diskriminasi terhadap Islam adalah dengan menjadi umat Islam yang berkualitas dan toleran. Bahkan harus melebihi kualitas orang-orang nonMuslim di sana. Sintaksis Kang Abik dalam chapter ini menggunakan bentuk kalimat aktif sebagai segi sintaksis yang ditandai dengan awalan me-. Kalimat aktif dapat dilihat pada halaman 30 “Sambil membaca doa, Fahri melirik jam dinding, angkanya menunjukkan 02.15 dini hari. Fahri
Segi semantik yang ditekankan pengarang dapat dilihat pada kalimat di halaman 25 “Secara undangundang, Negara tidak boleh diskriminasi. Tetapi praktiknya tetap ada perlakuan diskriminasi bahkan intimidasi terhadap orang Islam, terutama setelah peristiwa 11 September 2001 dan bom London pada 7 Juli 2005.”
Kemudian, bentuk kata ganti yang terdapat dalam chapter ini adalah kata ganti orang ketiga yang menggunakan kata ia. Seperti pada kalimat di halaman 30 “Ia mencoba berkonsentrasi pada bacaan indah Syaikh Abdurrahman Sudais, hingga akhirnya ia terlelap.” Bentuk kata ganti orang ketiga
64
memejamkan kedua matanya.”
Stilistik Dalam penulisan cerita di chapter ini, Kang Abik menggunakan majas hiperbola untuk menyatakan maksudnya. Hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih-lebihkan sesuatu. Hal ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 34 “Dia sudah kena racun Islamofobia. Lihat bagaimana bencinya dia memandangi Hoca!” Retoris Pada chapter ini, terdapat rima berbentuk pengulangan kata yang digunakan Kang Abik untuk menekankan makna. Dapat dilihat pada kalimat di halaman 26 “Saya tidak muluk-muluk bisa menyampaikan keindahan Islam pada semua orang di Britania Raya yang salah paham kepada Islam. Tidak, paman. Saya tidak mulukmuluk. Cukup lah bahwa saya bisa menyampaikan
tersebut menggambarkan bahwa sosok Fahri di kehidupan nyata bukanlah pribadi dari pengarang novel ini yaitu Kang Abik. Berdasarkan kalimat di halaman 34 tersebut, segi stilistik yang digunakan Kang Abik untuk menyampaikan bahwa terdapat masyarakat nonMuslim di Negara Barat yang sangat anti dengan Islam dan Muslim adalah dengan menggunakan majas hiperbola.
Berdasarkan kalimat di halaman 26 tersebut terlihat makna yang ditekankan Kang Abik adalah ketika seseorang berakhlak sebagai Muslim yang baik di kehidupan sehari-hari, hal itu sudah bisa menyampaikan keindahan Islam di Negara Barat sekaligus menjadi wujud toleransi yang paling ampuh untuk membalas kebencian seseorang dengan Islam.
65
akhlak Islam dan kualitas saya sebagai orang Islam, jika saya bisa, saya sudah bahagia.”
Berdasarkan analisis teks di atas, peneliti menemukan pesan toleransi antarumat beragama yang dibuat oleh Kang Abik melalui kisah Fahri yang bersikap sabar dalam menanggapi teror dari tetangganya yang tidak menyukai Islam. Pesan tersebut ditemukan pada kalimat di halaman 25, 26, 30, 31 dan 34. Pesan toleransi tersebut juga memiliki keselarasan dengan dimensi esoteris agama yang serupa dengan Din, di mana di dalamnya mengajarkan manusia tentang nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu, konsep dalam Al-Qur‟an surat Al-Hujurat ayat 11 mengenai perintah untuk tidak mencaci maki sesama manusia juga selaras dengan cerita yang dibuat oleh Kang Abik. 2. Chapter Mengantar Nenek Catarina 2.1. Tematik Tema dari chapter ini adalah sikap toleran Fahri kepada umat Yahudi. Bentuk toleransi kepada umat Yahudi disampaikan oleh Kang Abik melalui cerita Fahri yang mengantarkan nenek Catarina beribadah ke Sinagog karena ia sudah sangat renta dan kakinya sakit. Walaupun nenek Catarina seorang Yahudi, Fahri sebagai Muslim tetap menghormati dan menolongnya untuk mengantar beribadah ke Sinagog, namun Fahri tidak ikut campur tentang bagaimana ibadah orang Yahudi di sana.
66
Segi tematik ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 105 “Fahri memarkir mobilnya di jalan dekat gerbang Sinagog. Ia dan Misbah lalu membantu nenek Catarina keluar dari mobil, lalu menuntunnya pelanpelan menuju halaman Sinagog.” Berdasarkan analisis tematik yang ditemukan di halaman 105 tersebut, dapat dilihat Kang Abik ingin menyampaikan pesan bahwa umat Muslim harus berperilaku toleran kepada sesama umat beragama dengan memberi kelonggaran dan keleluasaan kepada penganut agama lain untuk beribadah dengan cara beribadah masing-masing dan di tempat beribadah masing-masing. Fahri bahkan dilukiskan sampai mengantarkan nenek Catarina beribadah ke Sinagog meski Fahri tentu saja beribadah di Masjid. Pesan moral yang disampaikan Kang Abik ini sesuai dengan ajaran Al-Qur‟an dalam surat Al-Hajj (22) ayat 40.
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". dan Sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa.”
67
Setiap penganut agama merasa bahwa agama merekalah yang paling benar. Karena itu, wajar jika masing-masing agama merasa ketika ada yang salah di luar apa yang mereka yakini harus disingkirkan. Hal inilah yang sering kali memicu pertengkaran antarumat beragama. Dengan pemahaman yang demikian, wajar ketika manusia cenderung bersikap menentang atau membuat penolakan misalnya, fenomena umat Muslim yang membakar gereja begitu pula umat Kristiani yang membakar masjid. Tetapi jika merujuk pada surat Al-Hajj (22) ayat 40 tersebut, Allah SWT dengan sifatNya yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Perkasa justru menjaga tempat-tempat ibadah seperti biara, gereja, sinagog, masjid dan tempat peribadatan lain agar tetap berdiri. Karena itu, perlu disadari bahwa tujuan adanya agama adalah untuk kesejahteraan manusia sehingga sikap toleransi antarumat beragama harus diamalkan di kehidupan sehari-hari. 2.2 Skematik Pada chapter ini, Kang Abik membawa pembaca untuk bersikap toleran melalui skema cerita yang diawali ketika Fahri mendapati nenek Catarina terjatuh di halaman rumahnya saat ingin berangkat ke Sinagog. Fahri sempat melarang nenek itu untuk pergi dan ingin membawanya ke rumah sakit karena khawatir. Namun, nenek Catarina tetap keras ingin pergi beribadah ke Sinagog. Fahri yang tidak tega melihat nenek itu kemudian mengantarkannya.
68
Pada akhir cerita chapter ini Kang Abik menghadirkan sosok lelaki berjenggot yang ada di Sinagog. Ketika Fahri mengantar nenek Catarina, lelaki itu sinis dan menyebutkan kata amalek sambil menunjuk ke arah Fahri. Namun, Fahri tidak takut ia justru tetap bertanggungjawab atas kesehatan dan keselamatan nenek Yahudi itu. Sikap toleran yang disampaikan Kang Abik melalui rasa tanggungjawab Fahri terhadap nenek Catarina dapat dilihat pada kalimat di halaman 105“Maaf nek, apakah nanti perlu saya jemput untuk pulang?” Kesimpulan dari cerita ini adalah sikap toleran Fahri kepada umat Yahudi yang diwujudkan dengan memberi kelonggaran dan keleluasaan kepada penganut agama lain untuk beribadah dengan cara beribadah masing-masing dan di tempat beribadah masing-masing. 2. 3 Semantik Makna yang ditekankan Kang Abik pada chapter ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 94: “Iya. Kita tahu konsep agar membantu saudara kita. Di dalam Al-Qur‟an dan Hadist ada ajaran itu. Tapi dalam praktiknya, sistem kita, bahkan di Negara-negara Islam belum mendesain segalanya, termasuk sistem transportasinya untuk benar-benar membantu orang lain. Di Mesir, sering kita saksikan ibu-ibu tua mengejar bus bahkan ada yang terseret. Ada yang jatuh. Di Indonesia, pejalan kaki harus sangat hati-hati menyeberang jalan kalau tidak ingin nyawanya melayang. Di Eropa dan Negara-negara maju, pejalan kaki adalah raja.”
Berdasarkan teks di halaman 94 tersebut, dapat dilihat makna yang ditekankan Kang Abik adalah rasa saling tolong-menolong dalam Al-
69
Qur‟an dan hadist pada praktiknya belum terlaksana dengan baik di Negara yang penduduknya justru mayoritas Islam. 2.4. Sintaksis Dalam chapter ini, Kang Abik menyampaikan pesan menggunakan bentuk kalimat aktif yang ditandai dengan awalan me-. Kalimat aktif dapat dilihat di halaman 105 “Dua orang pemuda Yahudi langsung bergegas dan mengadang Fahri. Mereka minta biar mereka yang menuntun nenek itu.” Berdasarkan bentuk kalimat aktif di halaman 105 tersebut, pengarang novel terlihat menyampaikan ada segelintir orang Yahudi yang tidak suka dengan Islam. Hal itu disampaikan melalui cerita pemuda di Sinagog yang tidak menyukai Fahri ketika mengantar nenek Catarina karena ia Muslim. 2.5 Stilistik Segi stilistik atau cara yang ditampilkan pengarang untuk menyampaikan maksudnya dalam chapter ini adalah menggunakan majas ironi. Majas ironi adalah gaya bahasa sindiran yang paling halus menggunakan kata-kata yang mengandung arti kebalikan dari yang dimaksud. Seperti pada kalimat di halaman 95: “Karenanya kita tidak akan heran, ketika ada sedikit usaha saja agar Al-Qur‟an diterapkan secara praktik di masyarakat, misalnya ada pemerintah daerah mau membuat peraturan kewajiban berjilbab bagis Muslimah, terjadi penolakan. Mirisnya justru yang pertama kali menentang adalah orang-orang yang ngakunya ngerti Islam. Nanti alasannya, tidak toleransi lah, ayatnya multitafsir, jilbab tidak wajib, ini dan itu, banyak sekali. Padahal itu peraturan hanya untuk penduduk yang beragama Islam.”
70
Berdasarkan kalimat di halaman 95 tersebut, dapat dilihat pengarang novel menyampaikan dengan cara sindiran yang sangat halus terhadap orang-orang Islam yang salah menafsirkan bentuk toleransi yang sesungguhnya, yaitu tetap harus berpegang teguh pada syariat dan AlQur‟an. 2.6 Retoris Pada bagian cerita ini, Kang Abik menggunakan gaya bahasa hiperbolik untuk menekankan makna yang ingin disampaikan. Terlihat dalam kalimat di halaman 96 “Al-Qur‟an dikembalikan lagi ke akal pikiran umat ini, seperti Al-Qur‟an menyinari akal dan pikiran Kyai Ahmad Dahlan yang tidak rela melihat ketimpangan sosial di tengahtengah umat. Karena Al-Qur‟an mengajarkan keadilan sosial.” Berdasarkan kalimat yang mengandung majas hiperbola di halaman 96 tersebut, dapat dilihat bahwa pengarang menekankan pembaca (umat Muslim) untuk berlaku adil di tengah masyarakat sesuai yang diajarakan Al-Qur‟an sebagai wujud toleransi yang sesungguhnya. Tabel 4.2 Chapter Mengantar nenek Catarina Struktur Wacana
Hal yang Diamati
Elemen
Struktur Makro
Tematik Tema pada cerita ini adalah toleransi antarumat beragama. Skematik Pada chapter ini, Kang Abik membawa pembaca untuk bersikap toleran
Topik Toleransi Fahri kepada umat Yahudi.
Superstruktur
Pada akhir cerita chapter ini Kang Abik menghadirkan sosok lelaki berjenggot yang ada
71
melalui skema cerita yang diawali ketika Fahri mendapati nenek Catarina terjatuh di halaman rumahnya saat ingin berangkat ke Sinagog. Fahri sempat melarang nenek itu untuk pergi dan ingin membawanya ke rumah sakit karena khawatir. Namun, nenek Catarina tetap keras ingin pergi beribadah ke Sinagog. Fahri yang tidak tega melihat nenek itu kemudian mengantarkannya.
Struktur Mikro
Semantik Makna yang ditekankan Kang Abik pada chapter ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 94 “Iya. Kita tahu konsep agar membantu saudara kita. Di dalam Al-
di Sinagog. Ketika Fahri mengantar nenek Catarina, lelaki itu sinis dan menyebutkan kata amalek sambil menunjuk ke arah Fahri. Namun, Fahri tidak takut ia justru tetap bertanggungjawab atas kesehatan dan keselamatan nenek Yahudi itu. Sikap toleran yang disampaikan Kang Abik melalui rasa tanggungjawab Fahri terhadap nenek Catarina dapat dilihat pada kalimat di halaman 105“Maaf nek, apakah nanti perlu saya jemput untuk pulang?” Kesimpulan dari cerita ini adalah sikap toleran Fahri kepada umat Yahudi yang diwujudkan dengan memberi kelonggaran dan keleluasaan kepada penganut agama lain untuk beribadah dengan cara beribadah masing-masing dan di tempat beribadah masing-masing. Berdasarkan teks di halaman 94 tersebut, dapat dilihat makna yang ditekankan Kang Abik adalah rasa saling tolongmenolong dalam AlQur‟an dan hadist pada praktiknya belum terlaksana
72
Qur‟an dan Hadist ada ajaran itu. Tapi dalam praktiknya, sistem kita, bahkan di Negara-negara Islam belum mendesain segalanya, termasuk sistem transportasinya untuk benar-benar membantu orang lain. Di Mesir, sering kita saksikan ibu-ibu tua mengejar bus bahkan ada yang terseret. Ada yang jatuh. Di Indonesia, pejalan kaki haru sangat hatihati menyeberang jalan kalau tidak ingin nyawanya melayang. Di Eropa dan Negara-negara maju, pejalan kaki adalah raja.”
dengan baik di Negara yang penduduknya justru mayoritas Islam.
Sintaksis Dalam chapter ini, Kang Abik menyampaikan pesan menggunakan bentuk kalimat aktif yang ditandai dengan awalan me-. Kalimat aktif dapat dilihat di halaman 105 “Dua orang pemuda Yahudi langsung bergegas dan mengadang Fahri. Mereka minta biar mereka yang menuntun nenek itu.”
Berdasarkan bentuk kalimat aktif di halaman 105 tersebut, dapat dilihat pengarang novel menyampaikan bahwa ada segelintir orang Yahudi yang tidak suka dengan Islam. Hal itu disampaikan melalui cerita pemuda di Sinagog yang tidak menyukai Fahri ketika mengantar nenek Catarina karena ia Muslim.
Stilistik Segi stilistik yang ditampilkan Kang Abik dalam chapter ini terlihat
Berdasarkan kalimat di halaman 95 tersebut, dapat dilihat pengarang novel menyampaikan
73
menggunakan majas ironi, yakni gaya bahasa sindiran yang paling halus menggunakan katakata yang mengandung arti kebalikan dari yang dimaksud. Seperti pada kalimat di halaman 95 “Karenanya kita tidak akan heran, ketika ada sedikit usaha saja agar Al-Qur‟an diterapkan secara praktik di masyarakat, misalnya ada pemerintah daerah mau membuat peraturan kewajiban berjilbab bagis Muslimah, terjadi penolakan. Mirisnya justru yang pertama kali menentang adalah orang-orang yang ngakunya ngerti Islam. Nanti alasannya, tidak toleransi lah, ayatnya multitafsir, jilbab tidak wajib, ini dan itu, banyak sekali. Padahal itu peraturan hanya untuk penduduk yang beragama Islam.” Retoris Pada bagian cerita ini, Kang Abik menggunakan gaya bahasa hiperbolik untuk menekankan makna yang ingin disampaikan. Terlihat dalam kalimat di halaman 96 “AlQur‟an dikembalikan
maksudnya melalui sindiran yang sangat halus terhadap orangorang Islam yang salah menafsirkan bentuk toleransi yang sesungguhnya tetap harus berpegang teguh pada syariat dan Al-Qur‟an.
Berdasarkan kalimat yang mengandung majas hiperbola di halaman 96 tersebut, dapat dilihat bahwa pengarang menekankan pembaca (umat Muslim) untuk berlaku adil di tengah masyarakat sesuai
74
lagi ke akal pikiran umat ini, seperti AlQur‟an menyinari akal dan pikiran Kyai Ahmad Dahlan yang tidak rela melihat ketimpangan sosial di tengah-tengah umat. Karena Al-Qur‟an mengajarkan keadilan sosial.”
yang diajarakan AlQur‟an sebagai wujud toleransi yang sesungguhnya.
Berdasarkan analisis teks di atas, peneliti menemukan pesan toleransi antarumat beragama yang dibuat oleh Kang Abik melalui kisah Fahri yang menghargai tata cara beribadah umat Yahudi dengan cara mengantarkan nenek Catarina untuk beribadah ke Sinagog. Pesan tersebut ditemukan pada kalimat di halaman 94, 95, 96 dan 105. Pesan toleransi tersebut juga memiliki keselarasan dengan dimensi eksoteris agama yang serupa dengan Millah, di mana di dalamnya terdapat perbedaan tata cara beribadah seperti yang dikisahkan oleh Kang Abik di mana Fahri adalah Muslim yang beribadah ke Majid dan Nenek Catarina adalah Yahudi yang beribadah ke Sinagog. Namun, untuk menciptakan perdamaian, sikap toleran sangat dibutuhkan dalam perbedaan tersebut. Selain itu, konsep dalam Al-Qur‟an surat Al-Hajj ayat 40 tentang tempat peribadatan yang dijaga oleh Allah SWT juga selaras dengan cerita yang dibuat oleh penulis dalam chapter Mengantar Nenek Catarina ini. 3. Chapter Ciorba de Peste 3.1. Tematik Tema dari chapter ini adalah toleransi antarumat beragama dalam misi kemanusiaan. Bentuk toleransi ditampilkan Kang Abik melalui kisah Fahri
75
yang bersikap toleran dengan mengajak seluruh umat beragama bahkan yang atheis sekali pun untuk sama-sama peduli terhadap anak-anak Palestina yang diperlakukan tidak manusiawi oleh Zionis Israel. Fahri dalam cerita ini membangkitkan rasa kemanusiaan antarumat beragama yang ada di Kota Edinburgh melalui pertunjukan amal yang digelarnya. Tema dalam chapter ini didukung oleh kalimat di halaman 294: “Di depan panggung terhampar karpet cokelat muda ukuran sedang. Di atas karpet tampak tujuh kotak pendek dari kardus yang sudah dibungkus rapi dan ditata berjajar. Pada kotak pertama tertulis “Islam”, kotak kedua tertulis “Christian”, kotak ketiga tertulis “Catholic”, kotak keempat tertulis “Jewish”, kotak kelima tertulis “Buddha”, kotak keenam tertulis “Other Religion” dan kotak ketujuh tertulis “Atheis”. Di sisi kanan dan kiri panggung tampak berdiri banner bergambar seorang anak Palestina yang terluka parah dan mengerang kesakitan. Di banner itu tertulis Donate for Palestinian Children, Please!”
Berdasarkan kalimat di halaman 294 tersebut, dapat dilihat Kang Abik ingin menyampaikan pesan kepada pembaca bahwa dengan perbedaan agama yang ada, manusia harus tetap bersatu dalam misi kemanusiaan seperti membantu anak-anak Palestina. Hal tersebut merupakan wujud toleransi antarumat beragama. Di dalam Al-Qur‟an pun telah diabadikan perintah untuk saling tolong-menolong dalam surat Al-Maidah ayat 2.
Artinya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”
76
3.2 Skematik Pesan toleransi antarumat beragama yang disampaikan Kang Abik dirangkai melalui skema cerita yang diawali dengan kisah Fahri bersama paman Hulusi menjalankan misi kemanusiaan mereka dengan membuat pertunjukkan amal untuk anak-anak Palestina. Fahri, Madam Varenka dan Keira tetangganya berkolaborasi memainkan biola dalam pertunjukkan tersebut. Fahri memiliki ide untuk membuat tujuh kotak amal yang masingmasing dituliskan nama agama, agar orang-orang di sekitarnya terketuk pintu hatinya bahwa di balik perbedaan agama yang ada, manusia sama-sama memiliki hati nurani. Cerita di chapter ini diakhiri dengan kesuksesan konser amal untuk anak-anak Palestina yang menyedot ribuan penonton. Acara tersebut sukses sampai diliput oleh wartawan-wartawan dan donasi yang terkumpul untuk anak-anak Palestina juga sangat banyak, terutama dari kotak amal yang bertuliskan Islam, Christian dan Chatolic. Kesimpulan cerita di chapter ini didukung oleh kalimat di halaman 297 “Pertujukkan yang sepenuhnya didedikasikan untuk amal sosial buat anak-anak Palestina ini untuk membuktikan kepada sejarah bahwa kita di kota ini masih bernama manusia.” Berdasarkan kalimat tersebut terlihat bahwa pengarang ingin membangkitkan rasa kemanusiaan pembacanya. 3.3 Semantik Segi semantik atau makna yang ingin ditekankan Kang Abik pada chapter ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 297:
77
“Kita boleh berbeda. Berbeda tempat lahir kita. Berbeda ayah dan ibu kita. Berbeda Negara an kebangsaan kita. Berbeda profesi dan pekerjaan kita. Berbeda afiliasi politik kita. Berbeda ras dan agama kita. Berbeda selera makan dan minum kita. Tetapi kita sesungguhnya memiliki nurani yang sama, yaitu naruni kemanusiaan. Nurani kemanusiaan ini lah yang tidak boleh lepas dari diri kita, siapa pun kita. Kita semua tidak rela ada anak-anak tidak berdosa yang tidak berdaya dinistakan oleh tangan-tangan jahat seperti yang terjadi pada anak-anak Palestina.”
Berdasarkan kalimat di halaman 297 tersebut, terlihat pengarang ingin menekankan makna kepada pembaca bahwa sebagai manusia yang memiliki hati nurani, rasa kemanusiaan sebagai wujud toleransi harus dijunjung tinggi di tengah perbedaan yang ada. Salah satunya dengan cara mengajak masyarakat bersama-sama untuk menolong anak-anak Palestina. 3.4 Sintaksis Segi sintaksis yang digunakan pengarang dalam chapter ini menggunakan bentuk kalimat aktif yang diawali dengan me-. Bentuk kalimat ini dapat dilihat di halaman 297 “Untuk mengusir demam panggunganya dalam memainkan biola, Fahri memberikan pidato singkat kenapa ia menggelar pertunjukan sore ini.” Kemudian Kang Abik juga menggunakan bentuk kata ganti orang ketiga dengan menggunakan kata ia. Dapat dilihat pada kalimat di halaman 297 “Paman Hulusi menghentikan gesekan biolanya. Ia terdiam. Keringat dingin keluar dari punggungnya.” Berdasarkan temuan dua kalimat tersebut, terlihat bahwa tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita adalah fiktif, bukan pribadi penulis dalam kehidupan nyata.
78
3. 5 Stilistik Pilihan kata yang dipakai Kang Abik dalam segi stilistik adalah majas hiperbola. Majas ini digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi dengan kalimat yang berlebihan. Dapat dilihat pada kalimat di halaman 297 “Seketika suasana The Royal Mile seperti dicekam kesedihan mendalam. Para turis yang tidak paham maksud syair Fahri, hanya bisa larut dalam kesedihan. Musik bisa menyamakan sebuah perasaan. Orang-orang merasakan kesedihan mendalam seolah dibawa ke alam Palestina yang menyayat.” Berdasarkan kalimat di halaman 297 tersebut, terlihat pengarang membawa pembacanya untuk benar-benar menghayati betapa tersiksanya anak-anak Palestina korban dari tangan-tangan jahat Israel. 3.6 Retoris Segi retoris yang ada dalam chapter ini dapat dilihat melalui ekspresi pengarang dalam menyampaikan pesan. Ekspresi ini terlihat dari gaya bahasa yang persuasif dan tegas. Dapat dilihat pada kalimat di halaman 298 “Terima kasih atas kedermawanan kalian menyisihkan sebagian rezeki yang dikasihkan Tuhan untuk
anak-anak
Palestina.
Selamat
menikmati
pertunjukan ini. Saya buka dengan Viva La Vida.” Berdasarkan kalimat di halaman 298 tersebut, dapat dilihat Kang Abik ingin menyampaikan pesan kepada pembaca bahwa setiap rezeki yang diberikan Tuhan di dalamnya ada hak orang-orang yang membutuhkan. Hak
79
tersebut diberikan tanpa memandang perbedaan agama sehingga menjadi kewajiban semua umat untuk membantu anak-anak Palestina. Tabel 4.3 Chapter Ciorba de Peste Struktur Wacana
Hal yang Diamati
Elemen
Struktur Makro
Tematik Tema pada cerita ini adalah toleransi antarumat beragama. Skematik Pesan toleransi antarumat beragama yang disampaikan Kang Abik dirangkai melalui skema cerita yang diawali dengan kisah Fahri bersama paman Hulusi menjalankan misi kemanusiaan mereka dengan membuat pertunjukkan amal untuk anak-anak Palestina. Fahri, Madam Varenka dan Keira tetangganya berkolaborasi memainkan biola dalam pertunjukkan tersebut. Fahri memiliki ide untuk membuat tujuh kotak amal yang masingmasing dituliskan nama agama, agar orang-orang di sekitarnya terketuk pintu hatinya bahwa di balik perbedaan agama yang ada, manusia sama-sama memiliki hati nurani.
Topik Toleransi dalam misi kemanusiaan.
Superstruktur
Cerita di chapter ini diakhiri dengan kesuksesan konser amal untuk anakanak Palestina yang menyedot ribuan penonton. Acara tersebut sukses sampai diliput oleh wartawan-wartawan dan donasi yang terkumpul untuk anak-anak Palestina juga sangat banyak, terutama dari kotak amal yang bertuliskan Islam, Christian dan Chatolic. Kesimpulan cerita di chapter ini didukung oleh kalimat di halaman 297 “Pertujukkan yang sepenuhnya didedikasikan untuk amal sosial buat anak-anak Palestina ini untuk membuktikan kepada sejarah bahwa kita di kota ini masih bernama manusia.” Berdasarkan kalimat tersebut terlihat
80
Struktur Mikro
bahwa pengarang ingin membangkitkan rasa kemanusiaan pembacanya. Berdasarkan kalimat Semantik Segi semantik atau di halaman 297 makna yang ingin tersebut, terlihat ditekankan Kang pengarang ingin Abik pada chapter ini menekankan kepada dapat dilihat pada pembaca bahwa kalimat di halaman sebagai manusia yang 297 “Kita boleh memiliki hati nurani, berbeda. Berbeda rasa kemanusiaan tempat lahir kita. sebagai wujud Berbeda ayah dan ibu toleransi harus kita. Berbeda Negara dijunjung tinggi di an kebangsaan kita. tengah perbedaan Berbeda profesi dan yang ada. Salah pekerjaan kita. satunya dengan cara Berbeda afiliasi mengajak masyarakat politik kita. Berbeda bersama-sama untuk ras dan agama kita. menolong anak-anak Berbeda selera makan Palestina. dan minum kita. Tetapi kita sesungguhnya memiliki nurani yang sama, yaitu naruni kemanusiaan. Nurani kemanusiaan ini lah yang tidak boleh lepas dari diri kita, siapa pun kita. Kita semua tidak rela ada anak-anak tidak berdosa yang tidak berdaya dinistakan oleh tangan-tangan jahat seperti yang terjadi pada anakanak Palestina.” Sintaksis Segi sintaksis yang digunakan pengarang dalam chapter ini menggunakan bentuk kalimat aktif yang diawali dengan me-.
Kemudian Kang Abik juga menggunakan bentuk kata ganti orang ketiga dengan menggunakan kata ia. Dapat dilihat pada
81
Bentuk kalimat ini dapat dilihat di halaman 297 “Untuk mengusir demam panggunganya dalam memainkan biola, Fahri memberikan pidato singkat kenapa ia menggelar pertunjukan sore ini.”
Stilistik Pilihan kata yang dipakai Kang Abik dalam segi stilistik adalah majas hiperbola untuk menggambarkan suatu kondisi dengan kalimat yang berlebihan. Dapat dilihat pada kalimat di halaman 297 “Seketika suasana The Royal Mile seperti dicekam kesedihan mendalam. Para turis yang tidak paham maksud syair Fahri, hanya bisa larut dalam kesedihan. Musik bisa menyamakan sebuah perasaan. Orang-orang merasakan kesedihan mendalam seolah dibawa ke alam Palestina yang menyayat.” Retoris Segi retoris yang ada dalam chapter ini dapat dilihat melalui ekspresi pengarang
kalimat di halaman 297 “Paman Hulusi menghentikan gesekan biolanya. Ia terdiam. Keringat dingin keluar dari punggungnya.” Berdasarkan temuan dua kalimat tersebut, terlihat bahwa tokohtokoh yang ada di dalam cerita adalah fiktif, bukan pribadi penulis dalam kehidupan nyata. Berdasarkan kalimat di halaman 297 tersebut, terlihat pengarang membawa pembacanya untuk benar-benar menghayati betapa tersiksanya anakanak Palestina korban dari tangan-tangan jahat Israel.
Berdasarkan kalimat di halaman 298 tersebut, dapat dilihat Kang Abik ingin menyampaikan pesan
82
dalam menyampaikan pesan. Ekspresi ini terlihat dari gaya bahasa yang persuasif dan tegas. Dapat dilihat pada kalimat di halaman 298 “Terima kasih atas kedermawanan kalian menyisihkan sebagian rezeki yang dikasihkan Tuhan untuk anak-anak Palestina. Selamat menikmati pertunjukan ini. Saya buka dengan Viva La Vida.”
kepada pembaca bahwa setiap rezeki yang diberikan Tuhan di dalamnya ada hak orang-orang yang membutuhkan. Hak tersebut diberikan tanpa memandang perbedaan agama sehingga menjadi kewajiban semua umat untuk membantu anak-anak Palestina.
Berdasarkan analisis teks di atas, peneliti menemukan pesan toleransi antarumat beragama yang dibuat oleh Kang Abik melalui kisah Fahri yang menggelar pertunjukkan amal untuk anak-anak Palestina. Dalam pertunjukan terebut Fahri membuat tujuh kotak amal bertuliskan nama-nama agama di dunia. Penulis terlihat mengajak pembaca untuk bersatu dalam misi kemanusiaan tanpa memandang perbedaan agama yang ada. Pesan tersebut ditemukan pada kalimat di halaman 294, 297 dan 298. Pesan toleransi tersebut juga memiliki keselarasan dengan teori Universalisme Islam yang memuat konsep bahwa Islam adalah sikap berserah diri yang benar di semua tempat dan zaman dengan cara mengamalkan sikap-sikap kemanusiaan dan menjaga alam semesta. Fahri dalam cerita ini dikisahkan begitu toleran dengan cara mengajak semua umat beragama bahkan yang atheis sekali pun untuk sama-sama membantu anak-anak Palestina. Selain itu, konsep dalam Al-Qur‟an surat Al-Maidah ayat 2 mengenai perintah untuk tolong menolong dalam kebaikan juga selaras dengan cerita ini.
83
4. Chapter Agama Cinta 4.1 Tematik Tema pada chapter ini adalah nasehat untuk membangun toleransi antarumat beragama. Kang Abik memuat pesan tersebut melalui kisah Fahri yang diundang untuk berdebat di The Oxford Union mengenai pemikiran Ibn‟ Arabi tentang agama cinta. Pengarang memberikan nasehat melalui sosok Fahri dalam cerita ini yang luar biasa mengajak hadirin agar menjadi umat beragama yang baik dan bersikap toleran. Argumen yang disampaikan Fahri begitu memukau hadirin. Tutur katanya begitu indah dan rasional. Dalam chapter ini pengarang melalui sosok Fahri terlihat berusaha untuk adil dalam menjelaskan semua agama yang ada tanpa menjelek-jelekannya. Selaras dengan nasehat yang disampaikan Kang Abik dalam chapter ini, Islam juga telah mengajarkan sikap toleransi antarumat beragama dalam kegiatan dakwah. Orang-orang Muslim dalam berdakwah tidak boleh dengan cara menjelek-jelekkan agama atau bahkan menghina “Tuhan” yang menjadi keyakinan umat agama lain. 83 Hal tersebut jelas dicantumkan dalam ayat Al-Qur‟an Surat Al-An‟am ayat 108 berikut.
Artinya: “ Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.”
83
Nurcholish Madjid, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman), (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), h. 43
84
4.2 Skematik Skema yang dibuat pengarang dalam chapter ini diawali dengan kisah Fahri yang berkunjung ke Oxford untuk memenuhi undangan debat ilmiah dan juga melaksanakan pernikahannya dengan Hulya. Sehari sebelum pernikahannya Fahri menjadi narasumber dalam debat terbuka mengenai pemikiran Ibn‟ Arabi tentang agama cinta. Dua pembicara lain yakni Mona Bravmann dan Alex Horten memiliki dua pandangan yang berbahaya. Di satu sisi beropini bahwa semua agama itu sama, satu sisi bahkan mengajak hadirin untuk meniadakan agama agar tercipta kedamaian. Cerita di chapter ini ditutup dengan sikap tegas dan sopan Fahri ketika membuktikan kepada hadirin lewat pengetahuannya yang sangat luas, bahwa kedua pembicara tersebut salah dalam menafsirkan makna yang dimaksud Ibn‟ Arabi. Agama cinta yang dimaksud ternyata adalah Islam. Fahri menutup debat tersebut dengan menegaskan hadirin yang hadir untuk membangun kedewasaan dalam beragama agar tercipta toleransi yang sesungguhnya sangat indah. Debat di The Oxford Union itu pun berakhir sangat indah dan Fahri mendapat banyak apresiasi dari cendikiawan dan mahasiswa yang hadir sore itu. Kesimpulan cerita pada chapter ini dapat dilihat pada kalimat yang disampaikan Kang Abik di halaman 574: “Menganggap sama semua agama justru sangat membahayakan umat manusia. Sebab pada dasarnya, agama-agama itu memang berbeda. Biarkanlah apa adanya, karena secara natural memang berbeda. Dan kedamaian serta keharmonisan tetap bisa kita perjuangkan dan kita hadirkan dalam perbedaan-perbedaan itu. Justru itu akan terasa sangat indah.”
85
4.3 Semantik Segi semantik atau makna yang ingin ditekankan Kang Abik dalam chapter ini dapat dilihat melalui latar cerita sebelumnya ketika Fahri merasa Muslim sebagai minoritas di Eropa sering kali didiskriminasi, dianggap teroris dan tidak tercipta toleransi yang indah sebagaimana mestinya diwujudkan dalam perbedaan agama. Makna yang ingin disampaikan pengarang terlihat pada cerita ketika Fahri berdakwah di tengah diskusi. Kalimat tersebut dapat dilihat di halaman 577 “Sekali lagi saya tekankan, seorang Muslim yang sangat religius terbukti sangat humanis, penuh kasih sayang, sekaligus sangat toleran. Dan kasih sayang yang terbit dari iman adalah kasih sayang yang sangat kokoh dan kuat.” Berdasarkan latar cerita dan kalimat dihalaman 577 tersebut, terlihat pengarang ingin berpesan kepada pembaca bahwa seorang Muslim yang benar-benar religius sesungguhnya sangat penuh kasih sayang dan juga toleran. 4.4 Sintaksis Dari
segi
sintaksis,
pengarang
menyampaikan
pendapatnya
menggunakan bentuk kalimat aktif yang diawali dengan awalan me-. Bentuk kalimat ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 575 “Ada ribuan bahkan jutaan contoh dalam sejarah, yang menunjukkan bahwa ketika seorang Muslim memahami ajaran agamanya dengan benar, menghayatinya dengan
86
sungguh-sungguh, serta mengamalkannya dengan konsekuen, ia akan menjadi pribadi yang penuh kasih sayang.” Bentuk kata ganti yang banyak dipakai dalam chapter ini adalah kata ganti orang pertama tunggal seperti saya. Hal ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 579 “Saya ingin mengajak hadirin semua melihat sejarah. Bagaimana jika sistem yang meniadakan agama dan Tuhan dianut manusia, ternyata sangat mengerikan!” Berdasarkan bentuk kalimat aktif di halaman 575 dan juga bentuk kata ganti orang pertama tunggal yang digunakan pengarang, terlihat bahwa di dalam chapter ini sangat dominan nasehat dari pribadi Kang Abik untuk membuktikan umat Muslim begitu toleran, melalui cerita Fahri yang berdebat di The Oxford Union. 4.5 Stilistik Segi stilistik yang dipakai pengarang untuk menunjukkan maksudnya dapat dilihat melalui majas sinisme yang ada di chapter ini. Majas sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung. Seperti pada kalimat di halaman 580 “Demikian juga adanya agama, adalah untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia. Menjadi aturan, hukum dan norma bagi kehidupan umat manusia. Agar satu sama lain tidak bertabrakan. Agar satu sama lain bisa benar-benar hidup sebagai manusia, bukan hidup sebagai binatang di rimba raya.” Berdasarkan kalimat di halaman 580 tersebut, pengarang terlihat ingin menegaskan bahwa agama sangat berguna sebagai pedoman hidup.
87
Pengarang menyindir orang-orang yang hidup tanpa agama seumpama binatang di rimba raya, bukan sebagai manusia sesungguhnya. 4.6 Retoris Penekanan makna atau segi retoris yang dilakukan pengarang dalam chapter ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 574: “Kita tidak perlu memerkosa agama-agama itu untuk disama-samakan. Tidak perlu. Yang penting dan perlu, adalah membangun kedewasaan dalam beragama. Para pemeluk-pemeluk agama harus menghayati ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh, sereligius-religiusnya dan sedekat-dekatnya dengan Tuhannya, sehingga jiwa mereka menjadi bersih. Lalu mereka hendaknya beragama secara dewasa dan memandang agama orang lain juga secara dewasa! Dari situ akan tercipta toleransi yang hakiki, toleransi yang anggun!”
Berdasarkan kalimat di halaman 574 tersebut, pengarang terlihat menggunakan gaya bahasa yang bertele-tele dan pengulangan kata yang mempunyai fungsi persuasif. Ekspresi Kang Abik juga sangat terlihat begitu tegas dalam mengajak pembaca untuk bersikap toleran dengan menggunakan tanda seru di kedua akhir kalimat. Tabel 4.4 Chapter Agama Cinta Struktur Wacana
Hal yang Diamati
Elemen
Struktur Makro
Tematik Tema pada cerita ini adalah toleransi antarumat beragama.
Topik Nasehat untuk membangun toleransi antarumat beragama.
Skematik Skema yang dibuat pengarang dalam chapter ini diawali dengan kisah Fahri
Fahri menutup debat tersebut dengan menegaskan hadirin yang hadir untuk membangun
Superstruktur
88
Struktur Mikro
yang berkunjung ke Oxford untuk memenuhi undangan debat ilmiah dan juga melaksanakan pernikahannya dengan Hulya. Sehari sebelum pernikahannya Fahri menjadi narasumber dalam debat terbuka mengenai pemikiran Ibn‟ Arabi tentang agama cinta. Dua pembicara lain yakni Mona Bravmann dan Alex Horten memiliki dua pandangan yang berbahaya. Di satu sisi beropini bahwa semua agama itu sama, satu sisi bahkan mengajak hadirin untuk meniadakan agama agar tercipta kedamaian. Cerita di chapter ini ditutup dengan sikap tegas dan sopan Fahri ketika membuktikan kepada hadirin lewat pengetahuannya yang sangat luas, bahwa kedua pembicara tersebut salah dalam menafsirkan makna yang dimaksud Ibn‟ Arabi. Agama cinta yang dimaksud ternyata adalah Islam. Semantik Segi semantik atau makna yang ingin ditekankan Kang Abik dalam chapter ini dapat dilihat melalui latar cerita sebelumnya ketika
kedewasaan dalam beragama agar tercipta toleransi yang sesungguhnya sangat indah. Debat di The Oxford Union itu pun berakhir sangat indah dan Fahri mendapat banyak apresiasi dari cendikiawan dan mahasiswa yang hadir sore itu. Kesimpulan cerita pada chapter ini dapat dilihat pada kalimat yang disampaikan Kang Abik di halaman 574 “Menganggap sama semua agama justru sangat membahayakan umat manusia. Sebab pada dasarnya, agamaagama itu memang berbeda. Biarkanlah apa adanya, karena secara natural memang berbeda. Dan kedamaian serta keharmonisan tetap bisa kita perjuangkan dan kita hadirkan dalam perbedaanperbedaan itu. Justru itu akan terasa sangat indah.”
Kalimat tersebut dapat dilihat di halaman 577 “Sekali lagi saya tekankan, seorang Muslim yang sangat religius terbukti sangat humanis, penuh kasih
89
Fahri merasa Muslim sebagai minoritas di Eropa sering kali didiskriminasi, dianggap teroris dan tidak tercipta toleransi yang indah sebagaimana mestinya diwujudkan dalam perbedaan agama. Makna yang ingin disampaikan pengarang terlihat pada cerita ketika Fahri berdakwah ditengah diskusi.
Sintaksis Dari segi sintaksis, pengarang menyampaikan pendapatnya menggunakan bentuk kalimat aktif yang diawali dengan awalan me-. Bentuk kalimat ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 575 “Ada ribuan bahkan jutaan contoh dalam sejarah, yang menunjukkan bahwa ketika seorang Muslim memahami ajaran agamanya dengan benar, menghayatinya dengan sungguhsungguh, serta mengamalkannya dengan konsekuen, ia akan menjadi pribadi yang penuh kasih sayang.” Bentuk kata ganti yang banyak dipakai dalam chapter ini
sayang, sekaligus sangat toleran. Dan kasih sayang yang terbit dari iman adalah kasih sayang yang sangat kokoh dan kuat.” Berdasarkan latar cerita dan kalimat dihalaman 577 tersebut, terlihat pengarang ingin berpesan kepada pembaca bahwa seorang Muslim yang benar-benar religius sesungguhnya sangat penuh kasih sayang dan juga toleran. Hal ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 579 “Saya ingin mengajak hadirin semua melihat sejarah. Bagaimana jika sistem yang meniadakan agama dan Tuhan dianut manusia, ternyata sangat mengerikan!” Berdasarkan bentuk kalimat aktif di halaman 575 dan juga bentuk kata ganti orang pertama tunggal yang digunakan pengarang, terlihat bahwa di dalam chapter ini sangat dominan nasehat dari pribadi Kang Abik untuk membuktikan umat Muslim begitu toleran, melalui cerita Fahri yang berdebat di The Oxford Union.
90
adalah kata ganti orang pertama tunggal seperti saya. Stilistik Segi stilistik yang dipakai pengarang untuk menunjukkan maksudnya dapat dilihat melalui majas sinisme yang ada di chapter ini. Majas sinisme adalah majas yang menyatakan sindiran secara langsung. Seperti pada kalimat di halaman 580 “Demikian juga adanya agama, adalah untuk menjadi pedoman hidup bagi manusia. Menjadi aturan, hukum dan norma bagi kehidupan umat manusia. Agar satu sama lain tidak bertabrakan. Agar satu sama lain bisa benar-benar hidup sebagai manusia, bukan hidup sebagai binatang di rimba raya.” Retoris Penekanan makna atau segi retoris yang dilakukan pengarang dalam chapter ini dapat dilihat pada kalimat di halaman 574 “Kita tidak perlu memerkosa agamaagama itu untuk disama-samakan. Tidak perlu. Yang penting dan perlu, adalah membangun
Berdasarkan kalimat di halaman 580 tersebut, pengarang terlihat ingin menegaskan bahwa agama sangat sebagai pedoman hidup. Pengarang menyindir orangorang yang hidup tanpa agama seumpama binatang di rimba raya, bukan sebagai manusia sesungguhnya.
…Dari situ akan tercipta toleransi yang hakiki, toleransi yang anggun!” Berdasarkan kalimat di halaman 574 tersebut, pengarang terlihat menggunakan gaya bahasa yang bertele-tele dan pengulangan kata yang mempunyai fungsi persuasif. Ekspresi Kang Abik
91
kedewasaan dalam beragama. Para pemeluk-pemeluk agama harus menghayati ajaran agamanya dengan sungguh-sungguh, sereligius-religiusnya dan sedekat-dekatnya dengan Tuhannya, sehingga jiwa mereka menjadi bersih. Lalu mereka hendaknya beragama secara dewasa dan memandang agama orang lain juga secara dewasa! ..
juga sangat terlihat begitu tegas dalam mengajak pembaca untuk bersikap toleran dengan menggunakan tanda seru di kedua akhir kalimat.
Berdasarkan analisis teks di atas, peneliti menemukan pesan toleransi antarumat beragama yang dibuat oleh Kang Abik melalui kisah Fahri yang memberi nasehat kepada hadirin di The Oxford Union untuk bersikap toleran. Fahri berdakwah dalam diskusi terbuka tersebut ketika lawan debatnya memiliki pemikiran yang salah tentang agama. Pesan toleransi tersebut ditemukan pada kalimat di halaman 574, 575, 577, 579 dan 580. Pesan toleransi tersebut juga memiliki keselarasan dengan konsep dalam Al-Qur‟an surat Al-An‟am ayat 108 mengenai perintah untuk tidak mencaci maki “Tuhan” yang menjadi kepercayaan umat agama lain. Keselarasan yang ditemukan adalah sikap Fahri yang begitu bijaksana dalam menanggapi lawan debatnya yang non-Muslim ketika berbicara bahwa semua agama adalah sama dan bahkan harus dihapuskan.
92
B. Analisis Kognisi Sosial dalam Novel Ayat-Ayat Cinta 2 Dalam pandangan Van Dijk, perlu ada penelitian mengenai kognisi sosial yang meneliti kesadaran mental wartawan. Dalam hal karya sastra, kesadaran mental itu merujuk pada pengarangnya dalam membentuk teks dalam karyanya. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. 84 Dengan demikian, jika dikaitkan dengan penelitian ini, peneliti melihat bagaimana pemahaman Habiburrahman El Shirazy selaku penulis dalam membuat pesan-pesan toleransi antarumat beragama dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2. Kang Abik dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 banyak menanamkan nilai-nilai toleransi antarumat beragama, mulai dari kisah Fahri yang selalu menciptakan perdamaian dengan tetangganya bahkan dengan orang-orang yang Islamofobia, mengantar nenek Catarina beribadah ke Sinagog, membuat pertunjukkan amal untuk anak-anak Palestina di tengah kota yang mayoritas penduduknya non Muslim sampai berdakwah saat diskusi ilmiah di The Oxford Union untuk mengajak seluruh masyarakat di sana bertoleransi. Fahri sebagai tokoh utama dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2, menurut Kang Abik bukanlah riil sosok pribadi Kang Abik di kehidupan nyata. Ide untuk beberapa latar cerita di novel ini memang banyak berdasarkan pengalaman Kang Abik ketika di luar Negeri. Namun, kisah cinta dan sosok pribadi Fahri sebagai
84
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta : LkiS, 2006),
h. 221
93
tokoh utama bukan lah representasi dari diri Kang Abik. Fahri tetap tokoh fiktif yang sengaja diceritakan dengan pribadinya yang begitu sempurna.
85
Cara Kang Abik menggambarkan Fahri sebagai sosok yang begitu toleran dalam novel ini sangatlah Islami. Hal ini terlihat dari bagaimana Kang Abik menjabarkan pengetahuannya tentang sejarah peradaban berbagai agama dan juga tafsir Al-Qur‟an melalui Fahri yang dalam cerita ini berprofesi sebagai dosen di Oxford dalam bidang filologi. Kemampuan
Kang
Abik
menanamkan
nilai-nilai
toleran
yang
berlandaskan Al-Qur‟an dan sejarah peradaban dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 tentu memiliki latar belakang. Peneliti melihat adanya pengaruh pengalaman akademis dan non-akademis yang dijalaninya. Pertama, Kang Abik mendapatkan gelar sarjananya di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir di Fakultas Ushuluddin jurusan hadist dan ia lulus Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies Kairo. Kedua, Kang Abik sangat aktif terlibat dalam organisasiorganisasi Islam bahkan saat ini dia menjabat sebagai Ketua Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Islam di Majelis Ulama Indonesi (MUI) Pusat. Ketiga, sejak Kang Abik bersekolah ia telah aktif berpartisipasi di dunia sastra dan tulis menulis. Menurut Kang Abik, toleransi antarumat beragama yang ia pahami adalah seperti dalam ayat Al-Qur‟an berikut.
85
Bedah Novel Ayat-Ayat Cinta 2 oleh Habiburrahman El Shirazy, Istora Senayan Jakarta, Minggu, 5 Maret 2016 pukul 13.00 WIB
94
Artinya : Katakanlah "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (Q.S. AlKafirun: 1-6) Toleransi dalam bertetangga, bermuamallah dan sebagainya menurut Kang Abik tidak menjadi masalah. Dapat menjadi masalah apabila, ketika toleransi sudah menyentuh akidah, seorang Muslim harus tetap memegang tauhid. Seperti yang ia contohkan dalam kisah nenek Catarina. Dalam kasus ini, Kang Abik berpendapat “Tidak ada masalah ketika Fahri mengantar nenek Catarina ke Sinagog toh Fahri tidak ikut beribadah. Mereka bertetangga, jadi harus saling membantu.” 86 Diterbitkannya novel Ayat-Ayat Cinta 2 yang terselipkan ajaran toleransi antarumat beragama ini tentu memiliki tujuan tersendiri yang ingin dicapai oleh penulis. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya sebatas keuntungan materi, tetapi ada nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada masyarakat. Kang Abik menjelaskan tujuan dari pembuatan novel ini “Tujuan utamanya untuk ibadah, dakwah, dan memotivasi anak muda untuk berwawasan global dan berIslam secara inklusif, terbuka (open mined) tetapi tetap kuat akidahnya dan tidak canggung ketika berhadapan dengan siapa saja.” 87
86
Wawancara bersama Habiburrahman El Shirazy, Istora Senayan Jakarta, Minggu, 6 Maret 2016 pukul 14.00 WIB 87 Wawancara bersama Habiburrahman El Shirazy, Istora Senayan Jakarta, Minggu, 6
95
Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas ditemukan keselarasan dan keterkaitan antara isi komunikasi dari novel dan tujuan besar penulis membuat novel Ayat-Ayat Cinta 2. Isi komunikasi itu berupa nilai-nilai toleransi antarumat beragama dalam kisah cinta Fahri yang begitu menyentuh. Sedangkan tujuan dibuatnya novel ini adalah memotivasi anak muda untuk berwawasan global dan berIslam secara inklusif tetapi tetap kuat akidahnya. C. Analisis Konteks Sosial dalam Novel Ayat-Ayat Cinta 2 Analisis konteks adalah dimensi terakhir dalam analisis wacana Teun A. Van Dijk. Menurut Eryanto, sebagaimana dikutip Alex Sobur, konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan memengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi dan fungsi yang dimaksudkan.
88
Jika dikaitkan dengan penelitian ini,
peneliti akan menemukan alasan Habiburrahman El Shirazy menulis nove AyatAyat Cinta 2 berdasarkan konteks sosial yang terjadi di masyarakat. Kang Abik dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 menceritakan kelanjutan kisah cinta Fahri dengan Aisha namun dengan latar yang berbeda. Jika dulu Fahri menjalani kisahnya di Mesir, kali ini Fahri tinggal di Skotlandia tepatnya di kota Edinburgh yang penduduknya mayoritas non-Muslim. Sebagai novelis terkemuka sekaligus menjadi da‟i, Kang Abik memiliki segudang pengalaman baik di luar mau pun di dalam Negeri. Ia sering menginjakkan kaki ke luar Negeri sejak menjadi mahasiswa Al-Azhar, Kairo,
Maret 2016 pukul 14.00 WIB 88 Alex Sobur, Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing), (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), cet. Ke-6, h. 56
96
Mesir. Saat ini ia sering melakukan beragam aktivitas dan juga berdakwah ke Eropa. Dari pengalamannya tersebut, Kang Abik selalu berinteraksi dengan fenomena sosial yang menggambarkan hubungan antarumat beragama di Eropa. Kang Abik menyatakan bahwa beberapa kisah di dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 memang riil terjadi di masyarakat Eropa. Pertama, cerita tentang Keira yang sangat membenci Fahri karena ayah Keira terbunuh oleh teroris yang beragama Islam. Kondisi di masyarakat bisa dilihat faktanya seperti Islamofobia warga Eropa saat terjadi bom di Paris. Kedua, diskriminasi seperti permasalahan visa pesawat yang sangat selektif menanyakan profesi seorang Muslim. Hal ini dialami sendiri oleh Kang Abik setiap berkunjung ke Eropa. Kang Abik menceritakan pengalamannya “Islamofobia memang ada bahkan ada gerakannya. Ketika saya ke Amerika, orang-orang yang bernama Arab dipisahkan oleh petugas bandara. Saya ditanya “whats your job?” dan saya menjawab “I‟m movie director” baru lah saya diizinkan masuk sedangkan orang Arab lainnya tetap ditahan.”
89
Fakta tersebut juga tergambar dalam cerita di
novel ini ketika Fahri disambut sinis oleh pemuda-pemuda Yahudi saat ia mengantar nenek Catarina ke Sinagog. Islamofobia dan toleransi antarumat beragama adalah dua hal yang bersinggungan dan akan selalu menjadi perbincangan masyarakat. Dalam menanggapi hal ini, penulis tidak takut jika akan mendapat respon negatif dari orang-orang yang tidak pro dengan Islam terkait pembuatan novel Ayat-Ayat Cinta 2. Tanggapan Kang Abik adalah:
89
Wawancara bersama Habiburrahman El Shirazy, Istora Senayan Jakarta, Minggu, 6 Maret 2016
97
“Saya tidak pernah khawatir akan apa pun. Toh yang saya sampaikan adalah sebuah kebenaran dan seimbang. Seperti kisah Fahri yang seorang Muslim tapi ia kan tidak membenci Yahudi. Al-Qur‟an juga nggak pernah kok mengajak membenci siapa pun. Yang diajak Al-Qur‟an adalah membenci kemungkaran dan akhlak yang tidak baik, bukan orangnya. Ketika kita membenci Firaun, yang kita benci bukan Firaun sebagai manusia tetapi perilakunya yang sombong. Seperti itu.”90
Berdasarkan pernyataan di atas, peneliti dapat melihat adanya keterkaitan antara fenomena yang terjadi di masyarakat dengan pembuatan novel Ayat-Ayat Cinta 2. Cerita tentang sosok Fahri yang begitu baik kepada tetangga serta orangorang non-Muslim di sekitarnya, menunjukkan bahwa Kang Abik ingin membuktikan kepada masyarakat bahwa Islam adalah agama yang sebenarnya penuh cinta serta toleran. Dengan kreatifitas dan ilmu pengetahuan tentang peradaban Islam yang luas, Kang Abik mampu membuat alur cerita yang tidak diduga pembaca, ringan penuh kisah cinta, serta terselip pesan untuk bertoleransi antarumat beragama.
90
Wawancara bersama Habiburrahman El Shirazy, Istora Senayan Jakarta, Minggu, 6 Maret 2016 pukul 14.00 WIB
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis menggunakan analisis wacana Teun A. Van Dijk yang mencakup analisis teks, analisis kognisi sosial dan analisis konteks sosial, peneliti menemukan adanya wacana pesan toleransi antarumat beragama dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2. Pesan toleransi antarumat beragama yang ada di novel ini berdasarkan analisis teks, ditemukan dalam empat chapter. Pertama, pada chapter kedua yang berjudul Suatu Malam di Musselburgh, ditemukan pesan toleransi antarumat beragama dalam bentuk ajakan berbaik sangka dan tetap menciptakan perdamaian dengan orangorang Islamophobia. Kedua, pada chapter ketujuh yang berjudul Mengantar Nenek Catarina, ditemukan pesan toleransi antarumat beragama dalam bentuk kedewasaan berpikir dan keleluasaan Fahri yang mengantarkan umat Yahudi beribadah ke Sinagog. Ketiga, pada chapter ke-20 yang berjudul Ciorba De Peste, ditemukan pesan toleransi antarumat beragama dalam bentuk mengajak seluruh umat beragama untuk bersatu dalam misi kemanusiaan membantu anak-anak Palestina korban tangan-tangan jahat Israel. Keempat, pada chapter ke-35 yang berjudul Agama Cinta, ditemukan pesan toleransi antarumat beragama dalam bentuk mauizah khasanah yang terlihat ketika Kang Abik menyampaikan bahwa menganggap semua agama itu sama atau meniadakan agama agar tercipta perdamaian adalah salah. Manusia tanpa agama layaknya orang buta. Hal tersebut disampaikan 98
99
penulis lewat sosok Fahri yang berdebat di The Oxford Union. Dalam debat tersebut penulis juga membuktikan bahwa Islam adalah agama yang penuh kasih sayang serta toleran. Berdasarkan analisis kognisi sosial, pesan toleransi antarumat beragama yang dibuat Habiburrahman El Shirazy dipengaruhi oleh latar belakang pengalaman akademis dan non akademis yang ia geluti. Kemudian, ia juga merujuk pemahamannya tentang toleransi antarumat beragama pada Surat Al-Kafirun. Peneliti juga menemukan keselarasan antara isi komunikasi dan tujuan dibuatnya novel Ayat-Ayat Cinta 2, berupa nilai-nilai toleransi antarumat beragama dalam kisah cinta Fahri dengan Hulya dan Aisha yang begitu menyentuh serta tujuan dibuatnya novel ini yaitu memotivasi anak muda untuk berwawasan global dan berIslam secara inklusif tetapi tetap kuat dalam akidah. Berdasarkan analisis konteks sosial, pesan toleransi antarumat beragama dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 juga dipengaruhi oleh fenomena sosial di masyarakat. Fenomena itu berupa orang-orang Islam yang didiskriminasi di Eropa. Islam sering dianggap sebelah mata, dianggap teroris sampai munculnya gerakan Islamofobia. Hal tersebut juga dialami sendiri oleh Kang Abik ketika berkunjung ke Eropa. Karena itu, pengarang ingin membuktikan melalui novel Ayat-Ayat Cinta 2, bahwa orang Islam yang benar-benar religius sebenarnya sangat penuh kasih sayang dan begitu toleran.
100
B. Saran Berikut tujuh saran yang dapat penulis sampaikan dalam skripsi ini: 1. Cerita yang sangat panjang hingga 697 halaman dalam novel ini sebaiknya dikemas oleh tim editor dan juga penerbit dengan huruf cetak yang agak besar supaya pembaca lebih nyaman. 2. Adanya novel Ayat-Ayat Cinta 2 yang kaya akan ilmu pengetahuan dan ajaran Islam ini hendaknya dapat menginspirasi para penulis atau sastrawan lain untuk menulis karya yang setara bahkan melebihi karya novel ini. 3. Untuk Habiburrahman El Shirazy selaku penulis novel, hendaknya tidak berhenti menghasilkan karya yang membangun jiwa seperti novel ini. 4. Untuk sineas film Indonesia, Ayat-Ayat Cinta 2 akan sangat luar biasa dan mengundang antusias masyarakat jika novel ini dijadikan film seperti cerita sebelumnya yaitu Ayat-Ayat Cinta. 5. Untuk para akademisi, novel Ayat-Ayat Cinta 2 hendaknya dijadikan inspirasi bahwa berdakwah di era modern saat ini dapat dilakukan melalui banyak karya yang kreatif, salah satunya menulis novel. 6. Untuk pemerintah, hendaknya mengapresiasi pesan-pesan perdamaian yang disampaikan novelis religius ini. 7. Untuk para tokoh agama dari agama apa pun di Indonesia, hendaknya menjadikan novel ini sebagai tolak ukur atau platform untuk menciptakan perdamaian antarumat beragama.
101
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Jurnal: Al-Muhdar, Yunus Ali, Toleransi Kaum Muslimin dan Sikap Musuh-musuhnya. Surabaya: PT. Bungkul Indah, 1994 Ali, Muhammad, Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan Menjalin Kebersamaan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003 Bashori, Agus Hasan, Fikih Lintas Agama. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004 Chaer A., Linguistik Umum. Jakarta:Rineka Cipta, 2007 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2002, edisi ke-3 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS, 2006 Hamka, Tafsir Al Azhar. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001, Juz 1, edisi revisi Kusmayadi, Ismail, Think Smart Bahasa Indonesia. Bandung: Media Grafindo Pratama, 2006 Lubis, Hamid Hasan, Analisis Wacana Pragmatik. Bandung : Angkasa, 1993 Madjid, Nurcholis, Pluralitas Agama (Kerukunan dalam Keragaman). Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001 Misrawi, Zuhairi, Pandangan Muslim Moderat (Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian). Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2010 Mujani, Saiful, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi dan Partisipasi Politik di Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007 Munawir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawir. Yogyakarta: PP Krapyak, 1994
102
Nurgiyantoro, Burhan, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013, cet. ke-10 Nurhadi, Rofiq ed., Dialektika Inklusivisme dan Eksklusivisme Islam Kajian Semantik terhadap Tafsir Al-Quran Tentang Hubungan Antaragama. Purworejo: Universitas Muhammadyah Purworejo, 2013 Oetomo, Dede, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana. Yogyakarta : Kanisius,1993 Pulungan, J. Suyuthi, Universalisme Islam. Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002 Riyadi, Hendar, Melampaui Pluralisme. Jakarta: PT Wahana Semesta, 2007 Schuon, Frithjof, Mencari Titik Temu Agama-Agama. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987 Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1994 Shirazy, Habiburrahman El, Ayat-Ayat Cinta 2. Jakarta: Republika Penerbit, 2015 Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framming. Bandung: Rosda Karya, 2004 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992 Yahya, Harun, Keadilan dan Toleransi dalam Al-Qur‟an. Jakarta: Iqra Insan Press, 2004 Website: http://santrinulis.com/tulisanke-2202-Launching-Perdana-Ayat-Ayat-Cinta-2,-1.300-Eksemplar-Ludes-Terjual.html
103
http://bukurepublika.id/ http://www.ibnukatsironline.com/2014/11/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-120121.html
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Transkrip Wawancara dengan Habiburrahman El Shirazy di Islamic Book Fair, Istora Senayan Jakarta. Minggu, 6 Maret 2016 pukul 14.00 WIB No.
1.
Pertanyaan oleh Ricca Junia Ilprima “Toleransi antarumat beragama
Jawaban oleh Habiburrahman El Shirazy “Sepemahaman saya seperti
menurut pemahaman Kang
yang di dalam Al-Quran, surat
Abik bagaimana? Jika merujuk
Al-Kafirun. Kurang lebih
kepada Al-Qur’an dan Hadist.”
seperti itu. Rasulullah tidak memaksa mereka ikut Islam, jangan juga dipaksa kita ikut mereka. Orang kafir menawarkan satu hari aku nyembah tuhan kamu, satu hari kamu nyembah tuhanku. Bukan begitu. Rasulullah juga saat awal hijrah di madinah juga dengan orang yahudia nggak ada masalah. Toleransi bertetangga, bermuamallah dan sebagainya tidak menjadi masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika terkait
sama akidah, kita tetap harus tauhid. Fahri nggak ada masalah nganter nenek Catarina kan mereka tetangga saling membantu.” 2.
“Apakah novel ini adalah
“Dalam suatu kasus memang
representasi dari fakta yang ada
ada seperti itu, misalnya pada
di Negara Barat kalau umat
cerita Keira yang tidak suka
Muslim di sana kerap dipandang dengan Islam, itu riil terjadi di sebelah mata?”
Eropa. Walaupun tidak semua tapi hal itu ada. Ketika fakta pengeboman Prancis misalnya, Islamofobia memang ada bahkan ada gerakannya dan ada juga gerakan lawannya.”
3.
“Kang Abik pernah terlibat
“Oh ya tentu. Cerita di novel
dengan fenomena sosial terkait
ini kan hasil dari saya
toleransi antarumat beragama di
berkeliling kemana-mana di
luar negeri? Misalnya orang
luar Negeri. Sedikit
Islam yang berkerabat akrab
diskriminasi juga saya melihat
dengan orang Yahudi, dan
ketika saya ke Amerika, ketika
sebagainya.”
beberapa nama-nama Arab dipisahkan. Lalu ketika saya ditanya “whats your job?” dan
saya jawab “I’m movie director, I’m writer” oke saya lancar. Tapi yang lain orang Arab tetap dibuka listnya dan sebagainya. itu hak mereka sih sebagai tuan rumah. Tapi ya itu, memang riilnya diskriminasi terhadap orang Islam ada.” 4.
“Tujuan besar dibuatnya novel
“Tujuan yang paling utama
ini selain menjawab pertanyaan
untuk ibadah. Kemudian untuk
masyarakat tentang kelanjutan
berdakawah. Lalu tujuan
kisah Fahri di Ayat-Ayat Cinta
berikutnya adalah memotivas
sebelumnya, apa?”
anak muda agar berwawasan global, berIslam secara inklusif, terbuka, open mined, tetapi tetap kuat akidahnya. Biar nggak canggung berhadapan dengan siapa saja.”
5.
“Ada perasaan khawatir tidak
“Saya tidak pernah khawatir
saat membuat novel ini?
dengan apa pun. Toh yang saya
Misalnya seperti dimusuhi
sampaikan itu adalah sebuah
dengan orang-orang yang tidak
kebenaran. Saya
pro dengan Islam.”
menyampaikan hal itu apa
adanya, yang saya sampaikan berjalan dengan simbang kan. Misalkan Fahri di cerita ini tidak membenci Yahudi. AlQur’an juga tidak pernah kok mengajak membenci siapa pun. Yang diajak itu adalah membenci pada kemungkaran, membenci pada akhlak yang tidak baik. Bukan orangnya. Jika kita membenci Firaun, kita tidak membencinya sebagai manusia, tetapi perilakunya itu loh. Perilaku firaun yang sombong, dsbnya.” 6.
“Novel ini bahasanya ringan,
“Memang permasalahan yang
walaupun banyak sekali
rumit sebisa mungkin saya
pelajaran mengenai Al-Qur’am,
sederhanakan, karena ini saya
ulumul hadist, sejarah
ingin dibaca oleh remaja
peradaban dan sebagainya.
supaya mereka paham.”
Bagaimana cara Kang Abik membawa pembaca sehingga novel ini mudah dipahami?” 7.
“Jadi target utama pembaca
“Iya. Dan memang sengaja
novel ini anak remaja?”
saya bikin tebal supaya anak remaja punya pengalaman baca yang sampai 600 halaman. Ini kan namanya pendidikan literasi. Supaya mereka punya pengalaman misalkan di SMA pernah baca buku Ayat-Ayat Cinta 2, kedepannya ketika menjadi mahasiswa mereka jadi sudah biasa membaca buku yang tebal-tebal.”
8.
“Ada rencana untuk difilmkan
“Insya Allah tahun 2017 saya
lagi nggak novel Ayat-Ayat
filmkan. Oke cukup ya dek….”
Cinta 2?” 9.
“Terima kasih banyak Kang Abik atas waktunya…”
“Sama-sama…”
2. Foto saat bedah novel dan wawancara bersama Habiburrahman El Shirazy di Islamic Book Fair, Istora Senayan Jakarta. Sabtu-Minggu, 5-6 Maret 2016 pukul 14.00 WIB
3. Screenshoot permohonan izin penelitian dan wawancara dengan Ibu Ida selaku manajer Kang Abik.
4. Ucapan terima kasih penulis yang di-retweet oleh Kang Abik di akun Twitternya.