ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN MANGROVE DI DESA TANJUNG BATU KECAMATAN PULAU DERAWAN KABUPATEN BERAU Naniek Rinawati1, Asfie Maidie2 dan Bambang Indratno Gunawan3 1
2
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kaltim, Samarinda. Laboratorium Budidaya 3 Perairan, Perikanan & Kelautan FPIK Unmul, Samarinda. Laboratorium Ekonomi Sumberdaya Perikanan & Kelautan FPIK Unmul, Samarinda
ABSTRACT. Analysis of Community Participation Level in Mangrove Management at Tanjung Batu Village Pulau Derawan Subdistrict, Berau District. The aims of this research were to determine level of community participation in mangrove management and to study social economic and insitutional factors related to community participation at Tanjung Batu Village, Berau District. This research was carried out between July and August 2010 at Tanjung Batu Village, Berau District. Stratified random sampling was applied to hold an interview with 100 respondents. Primary data was collected by holding an interview method based on questionnaire, while secondary data was gathered by literature review. The level of community participation in mangrove management was grouped into three categories, namely: high, middle and low level. Correlation analysis of Rank Spearman disproportionete was used to determine the correlation coefficients of social economic and institutional variables related to community’s participation, i.e. Education Level (X1), Family Income Level (X2), Number of Family Member (X3), Availability of Government Facilitation (X4) and Community’s Perception towards Mangrove Conservation (X5). Software of SPSS ver. 12 was applied to run correlation analysis. The results showed that the level of community participation in mangrove management at Tanjung Batu Village was placed on the middle level category accounted for 64% and the remaining 36% was low level category. In addition, based on correlation analysis of Rank Spearman it was concluded that variables of Education Level (X1), Availability of Government Facilitation (X4) and Community’s Perception towards Mangrove Conservation (X5) had a very significant relationship to community’s participation, while Family Income Level (X2) and Number of Family Member (X3) had no relationship to community’s participation in mangrove management at studied location. Kata kunci: partisipasi masyarakat, mangrove, Tanjung Batu
Melihat potensi sumberdaya pesisir dan laut yang besar beserta permasalahannya, wilayah pesisir dan laut perlu dikelola dengan baik dan tepat. Hal ini guna menjaga kelestarian dan berjalannya fungsi dari sumberdaya tersebut sehingga dapat mendukung kesejahteraan masyarakat dan sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup, perlu dijaga keserasiannya antar berbagai usaha kegiatan. 171
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
172
Ekosistem sumberdaya laut, seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang dulu sangat berlimpah, baik luas, individu, maupun jumlah jenisnya, namun saat ini sudah semakin menurun. Penurunan ini diakibatkan adanya faktor alam dan manusia. Untuk mengantisipasi perusakan ekosistem sumberdaya, khususnya di wilayah pesisir, pemerintah telah menyiapkan upaya pengendalian dan atau pencegahannya, melalui penyiapan peraturan perundangan, salah satunya yang tertuang dalam Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulaupulau Kecil, pemerintah mengalokasikan ruang perairan pesisir untuk dimanfaatkan dan dikonservasi, termasuk di dalamnya pemanfaatan sumberdaya perairan pesisir. Dalam Undang-undang tersebut juga disebutkan pemberian hak masyarakat untuk mengelola sumberdaya pesisir. Partisipasi masyarakat merupakan proses yang mana masyarakat turut serta mengambil bagian dalam pengambilan keputusan tentang apa yang akan direncanakan/dilakukan, program dan kebijakan. Keikutsertaan masyarakat sangat penting dalam menyusun suatu perencanaan. Pentingnya peran serta masyarakat tersebut didasarkan atas beberapa alasan. Pertama, masyarakat berhak mengetahui tentang setiap rencana pembangunan yang secara potensial mempengaruhi kehidupan mereka, kedua masyarakat adalah orang setempat yang paham tentang lingkungan di sekitarnya, sehingga dalam penyusunan perencanaan pendapat dan gagasan masyarakat layak didengar, agar tindakan atau kegiatan yang akan dilakukan akan terlaksana. Penelitian ini mengkaji tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove dan faktor-faktor sosial ekonomi dan kelembagaan yang berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau dalam rangka menumbuhkan kesadaran masyarakat, sehingga terbentuk rasa tanggung jawab yang tercermin dalam perilaku manusia, maka diperlukan pengembangan partisipasi masyarakat. Masyarakat di sini dapat dilihat dari dua sisi, pertama masyarakat masih belum peduli terhadap pentingnya menjaga fungsi ekologis lingkungan hidup dan kedua adalah masyarakat yang sudah peduli lingkungan dan potensial untuk mengubah sikap perilaku masyarakat yang belum sadar lingkungan. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau selama dua bulan, yaitu Juli sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan dengan cara observasi, pengumpulan data primer dan data sekunder. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala keluarga sebanyak 100 orang sebagai responden yang dijadikan sampel ditentukan dengan cara disproportionete stratified random sampling. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif, yaitu mendeskripsikan secara kuantitatif tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. Variabel yang ditetapkan untuk menilai tingkat partisipasi masyarakat adalah: (1) Tingkat Partisipasi (Y) adalah intensitas responden dalam kegiatan pengelolaan mangrove. (2) Tingkat Pendidikan (X1) adalah jenjang pendidikan
173
Rinawati dkk. (2010). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat
resmi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang pernah diikuti oleh responden yang dikelompokkan atas: Tamat SD/Tidak Sekolah, Tamat SLP dan Tamat SLA/Perguruan Tinggi/Akademi. (3) Tingkat Pendapatan Keluarga (X2) adalah jumlah pendapatan yang diperoleh responden rata-rata per bulan, baik dari mata pencarian utama maupun dari usaha lain: ≤Rp2.000.000, Rp2.000.0002.500.000,dan ≥Rp2.500.000,-. (4) Jumlah Anggota Keluarga (X3) adalah banyaknya orang yang menjadi tanggungan responden di dalam rumah tangganya terdiri dari suami, isteri, anak ataupun kerabatnya dan dinyatakan dalam satuan orang atau jiwa: 1–2 orang, 3–4 orang dan >5 orang. (5) Persepsi Masyarakat Terhadap Pelestarian Mangrove (X4) adalah tingkat pandangan responden tentang pelestarian mangrove maupun pengawasan mangrove. (6) Ketersediaan Fasilitas Pemerintah (X5) adalah penilaian responden tentang: (a) Jenis dan frekuensi pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan pengelolaan mangrove, (b) Jenis dan jumlah fasilitas yang disediakan oleh pemerintah sehubungan dengan pengelolaan mangrove. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat partisipasi masyarakat dengan faktor-faktor internal dan eksternal digunakan analisis korelasi Rank Spearman (rs) dengan pengujian hipotesis pada taraf signifikan (α) = 5%. Untuk analisis korelasi digunakan software SPPS versi 12,0. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan. Lokasi tersebut merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi pusat pengembangan budidaya perikanan dan pariwisata serta menjadi pusat bangkitan dan tarikan pergerakan kegiatan bagi wilayah yang lebih kecil di sekitarnya terutama Kecamatan Pulau Derawan dan Pulau Maratua. Berdasarkan administrasi pemerintahan, Desa Tanjung Batu terdiri dari 8 RT dengan jumlah penduduk 4.496 jiwa (801 KK) dan luas wilayah 2.982,59 km2 dengan luas daratan 576,72 km2 dan luas perairan 2.405,87 km2 dengan panjang garis pantai 40.000 km. (Anonim, 2009a). Sarana penghubung untuk mencapai daerah penelitian dapat ditempuh dengan roda empat dari Tanjung Redeb selama 2 jam dan menggunakan speed boat kapasitas 56 orang selama 2 jam. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Jumlah penduduk Desa Tanjung Batu pada tahun 2009 adalah 4.496 jiwa yang terdiri dari laki-laki 2.625 jiwa dan perempuan 1.875 jiwa. Berdasarkan data kesejahteraan penduduk diperoleh jumlah orang miskin sebanyak 211 KK (Anonim, 2009b). Mata pencarian penduduk Desa Tanjung Batu mayoritas sebagai nelayan tangkap, petani dan pedagang. Jumlah nelayan perikanan tangkap sebanyak 600 nelayan yang terdiri dari usaha perikanan tangkap pukat udang, jaring insang, jaring angkat dan pancing (Anonim, 2008), sedangkan tempat/usaha perdagangan di Desa Tanjung Batu terdapat tempat usaha toko sebanyak 27 buah, warung makan
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
174
sebanyak 9 buah dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) sebanyak 1 buah yang belum maksimal digunakan (Anonim, 2009a). Gambaran Umum Kondisi Mangrove Desa Tanjung Batu memiliki luas mangrove sekitar 2.532,5 ha, terdapat 27 spesies mangrove, baik dari kelompok mangrove sejati (true mangrove species) maupun kelompok jenis mangrove ikutan (associated mangrove species) (Anonim, 2008). Jenis-jenis mangrove yang tumbuh di wilayah peisisir Tanjung Batu didominasi oleh Avicennia spp. dan Sonneratia spp. Di wilayah ini kondisi pantainya berlumpur dan berpasir. Jenis Rhizophora spp., Bruguiera spp. dan Nypa fruticans hanya tumbuh di sela-sela Avicennia spp. dan Sonneratia spp. seperti di dekat muara sungai yang agak berlumpur. Kelembagaan Pengelolaan Mangrove Sejak tahun 2004 telah terbentuk Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) binaan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau yang beranggotakan 25 orang masyarakat Desa Tanjung Batu, hal ini dimaksud bahwa masyarakat diikutsertakan guna membantu pengawasan sumberdaya perikanan dan kelautan. Pada tahun 2007 berdiri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu Forum Penyelamat Lingkungan Hidup binaan dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Berau. Selain itu upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah Daerah untuk mengurangi kerusakan dan menjaga kelestarian mangrove di Desa Tanjung Batu yakni kegiatan sosialisasi manfaat mangrove dan kegiatan rehabilitasi mangrove. Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan tahun 2009 menyusun Rencana Pengembangan Pusat Informasi Mangrove di Kabupaten Berau yang berlokasi di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan dan menetapkan kawasan mangrove sebagai kawasan lindung atau zona lindung. Rencananya luas kawasan yang akan dijadikan lokasi Pusat Informasi Mangrove adalah 15 ha yang terdiri dari areal inti seluas 5 ha yang mencakup areal bangunan sarana prasarana pendukungnya dan areal penunjang 10 ha. Tahapan yang dilakukan Departemen Kelautan dan Perikanan Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau telah melaksanakan koordinasi dan sosialisasi tanggal 9 Juni 2009 berupa Pelatihan Pembibitan di Desa Tanjung Batu yang diikuti 15 orang peserta masyarakat setempat. Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yaitu Forum Penyelamat Lingkungan Hidup bersama perangkat desa, pemimpin umat dan lain-lain. Masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutan mangrove yang akan mereka rehabilitasi akan menjadi milik masyarakat dan untuk masyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir.
175
Rinawati dkk. (2010). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat
Karakteristik Responden a. Jenis kelamin. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin di daerah penelitian menunjukkan bahwa terdapat 88 responden (88%) adalah laki-laki sisanya sebanyak 12 responden (12%) adalah perempuan. Komposisi responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (responden) 88 12 100
Persentase (%) 88 12 100
b. Jenis pekerjaan. Pada Tabel 2 ditampilkan, bahwa jenis pekerjaan responden yang terbesar adalah nelayan sebanyak 76 responden (laki-laki) (76%), yakni nelayan penangkapan ikan/udang dan lainnya di laut. Kemudian pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 15 responden (4 laki-laki dan 11 perempuan) (15%) yakni berbagai macam usaha dagang sembako maupun kelontongan. Buruh bangunan sebanyak 4 responden (laki-laki) (4%) yakni buruh pertukangan. Sebagai pemilik hotel/penginapan sebanyak 1 responden (laki-laki) (1%). Pekerjaan sebagai PNS/ABRI sebanyak 4 responden (3 laki-laki dan 1 perempuan) (4%) yang berasal dari pegawai pemerintah daerah. Tabel 2. Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jumlah
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 76 0 4 11 4 0 1 0 3 1 88 12
Jumlah
Persentase (%)
76 15 4 1 4 100
76 15 4 1 4 100
c. Tingkat pendidikan responden. Pada Tabel 3 ditampilkan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak berturut-turut adalah tamat SD/tidak sekolah sebanyak 55% yang terdiri dari nelayan 48 responden, pedagang 5 responden dan buruh bangunan 2 responden. Tabel 3. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jumlah
Tamat SD/ tidak sekolah 48 5 2 0 0 55
Tingkat pendidikan (sederajat) Tamat Tamat SLA, (%) (%) SLP PT/Diploma 48 20 20 8 5 4 4 6 2 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 4 55 25 25 20
(% 8 6 1 1 4 20
Jumlah 76 15 4 1 4 100
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
176
Tamat SLP sebanyak 25% yang terdiri dari nelayan 20 responden, pedagang 4 responden dan buruh bangunan 1 responden. Tingkat pendidikan SLA dan PT/Diploma sebanyak 20% terdiri dari nelayan 8 responden, pedagang 6 responden, buruh bangunan 1 responden, pemilik hotel/penginapan 1 responden dan PNS/ABRI 4 responden. d. Tingkat pendapatan keluarga responden. Pada Tabel 4 ditampilkan bahwa secara umum pendapatan responden di daerah penelitian terdapat 38% yang berpenghasilan kurang atau sama dengan Rp2.000.000,-/bulan terdiri dari nelayan sebanyak 28 responden, pedagang 7 responden, buruh bangunan 1 responden, pemilik hotel/penginapan 1 responden dan PNS/ABRI 1 responden. Kemudian pendapatan keluarga yang berpenghasilan antara Rp2.000.0002.500.000,-/bulan menyatakan kadang-kadang mencukupi sebanyak 46 responden atau 46% terdiri dari nelayan sebanyak 38 responden, pedagang 4 responden, buruh bangunan 3 responden dan PNS/ABRI 1 responden. Sementara itu responden yang memiliki pendapatan keluarga di atas atau sama dengan Rp2.500.000,-/bulan sebanyak 16 responden (16%) yakni nelayan 10 responden, pedagang 4 responden dan PNS/ABRI 2 responden. Hal tersebut menunjukkan, bahwa di lokasi penelitian responden yang berpenghasilan menengah ke bawah cukup dominan yakni sekitar 84% (38 + 46 responden). Tabel 4. Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan Keluarga Tingkat pendapatan keluarga Jumlah 1 % 2 % 3 % Nelayan 28 28 38 38 10 10 76 Pedagang 7 7 4 4 4 4 15 Buruh bangunan 1 1 3 3 0 0 4 Pemilik hotel/penginapan 1 1 0 0 0 0 1 PNS/ABRI 1 1 1 1 2 2 4 Jumlah 38 38 46 46 16 16 100 Keterangan: 1 = ≤Rp2.000.000,-. 2 = Rp2.000.0002.500.000,-. 3 = ≥Rp2.500.000,-. Jenis pekerjaan
e. Jumlah anggota keluarga responden. Pada Tabel 5 ditampilkan, bahwa sebagian besar responden di daerah penelitian kebanyakan anggota keluarganya berjumlah >5 orang per responden, yaitu sebanyak 62 responden (62%) yang terdiri dari nelayan 51 responden, pedagang 8 responden, buruh bangunan 1 responden, pemilik hotel/penginapan 1 responden dan PNS/ABRI 1 responden. Tabel 5. Komposisi Responden Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Jenis pekerjaan
1-2 Nelayan 9 Pedagang 1 Buruh bangunan 2 Pemilik hotel/penginapan 0 PNS/ABRI 0 Jumlah 12
Jumlah anggota keluarga (orang) % 3-4 % >5 9 16 16 51 1 6 6 8 2 1 1 1 0 0 0 1 0 3 3 1 12 26 26 62
% 51 8 1 1 1 62
Jumlah 76 15 4 1 4 100
177
Rinawati dkk. (2010). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat
Kemudian keluarga yang beranggotakan 34 orang per kepala keluarga sebanyak 26 responden (26%) yang terdiri dari nelayan 16 responden, pedagang 6 responden, buruh bangunan 1 responden dan PNS/ABRI 3 responden. Selanjutnya 1–2 orang per keluarga sebanyak 12 responden (12%) yang terdiri dari nelayan 9 responden, pedagang 1 responden dan buruh bangunan 2 responden. f. Ketersediaan fasilitas pemerintah. Pada Tabel 6 terlihat, bahwa ketersediaan fasilitas pemerintah dalam kategori tinggi sebanyak 35 responden (3%) terdiri dari nelayan 2 responden dan PNS/ABRI 1 responden. Selanjutnya kategori responden berdasarkan ketersediaan fasilitas pemerintah dalam kategori sedang sebanyak 29 responden (29%) yang terdiri dari nelayan 21 responden, pedagang 4 responden, buruh bangunan 1 responden, pemilik hotel/penginapan 1 responden dan PNS/ABRI 2 responden. Responden berdasarkan ketersediaan fasilitas pemerintah dalam kategori rendah sebanyak 68 responden atau 68% yang terdiri dari nelayan 53 responden dan pedagang 11 responden, buruh bangunan 3 responden, dan PNS/ABRI 1 responden. Tabel 6. Komposisi Responden Berdasarkan Ketersediaan Fasilitas Pemerintah Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jumlah
Tinggi 2 0 0 0 1 3
Ketersediaan fasilitas pemerintah % Sedang % Rendah 2 21 21 53 0 4 4 11 0 1 1 3 0 1 1 0 1 2 2 1 3 29 29 68
% 53 11 3 0 1 68
Jumlah 76 15 4 1 4 100
g. Persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove. Pada Tabel 7 terlihat, bahwa tingkat persepsi responden terhadap pelestarian mangrove dalam kategori tinggi sebanyak 15 responden (15%) yang terdiri dari nelayan 11 responden, buruh bangunan 1 responden dan PNS/ABRI 3 responden. Selanjutnya kategori responden berdasarkan tingkat persepsi responden terhadap pelestarian mangrove dalam kategori sedang sebanyak 77 responden (77%) yang terdiri dari nelayan 58 responden, pedagang 14 responden, buruh bangunan 3 responden, pemilik hotel/penginapan 1 responden dan PNS/ABRI 1 responden. Tabel 7. Komposisi Responden Berdasarkan Persepsi Masyarakat terhadap Pelestarian Mangrove Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jumlah
Persepsi terhadap pelestarian mangrove Tinggi % Sedang % Rendah 11 11 58 58 7 0 0 14 14 1 1 1 3 3 0 0 0 1 1 0 3 3 1 1 0 15 15 77 77 8
% 7 1 0 0 0 8
Jumlah 76 15 4 1 4 100
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
178
Kategori responden berdasarkan tingkat persepsi terhadap pelestarian mangrove dalam kategori rendah sebanyak 8 responden (8%) terdiri dari nelayan 7 responden dan pedagang 1 responden. h. Tingkat partisipasi responden. Pada Tabel 8 terlihat, bahwa respon tingkat partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan mangrove dalam kategori sedang sebanyak 64 responden (64%) yang terdiri dari nelayan 47 responden, pedagang 9 responden, buruh bangunan 3 responden, pemilik hotel/penginapan 1 responden dan PNS/ABRI 4 responden, sedangkan kategori rendah sebanyak 36 responden (36%) yang terdiri dari nelayan 29 responden dan pedagang 6 responden. Tabel 8. Persentase Tingkat Partisipasi Masyarakat terhadap Pengelolaan Mangrove Jenis pekerjaan Nelayan Pedagang Buruh bangunan Pemilik hotel/penginapan PNS/ABRI Jumlah
Tinggi 0 0 0 0 0 0
% 0 0 0 0 0 0
Partisipasi masyarakat Sedang % Rendah 47 47 29 9 9 6 3 3 1 1 1 0 4 4 0 64 64 36
% 29 6 1 0 0 36
Jumlah 76 15 4 1 4 100
Berdasarkan teori Arnstein (1969), bahwa perbedaan peran serta berdasarkan kadar kekuatan masyarakat dalam memberikan pengaruh perencanaan, maka kategorisasi tingkat peran serta masyarakat dalam pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu adalah pada tingkat informing dan consulting yang disebut sebagai tingkat tokenisme atau sekedar fomalitas yang memungkinkan masyarakat untuk mendengar dan memiliki hak untuk memberikan suara. Namun demikian suara dan pendapat mereka belum tentu menjadi bahan bagi pengambilan keputusan. Kondisi bentuk peran serta ini adalah yang ditemukan pada lokasi penelitian. Hubungan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman untuk melihat kuat atau tidaknya hubungan keduanya melalui perangkat lunak (software) SPSS versi 12. Adapun hasil analisis korelasi faktor-faktor ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Analisis Korelasi Tingkat Partispasi Masyarakat dalam Pengelolaan Mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau Variabel X1 (tingkat pendidikan) X2 (tingkat pendapatan keluarga) X3 (jumlah anggota keluarga) X4 (ketersediaan fasilitas pemerintah) X5 (persepsi masyarakat terhadap pengelolaan mangrove Keterangan: ** = sangat signifikan pada α = 0,01
Koefisien korelasi 0,341** 0,095 0,025 0,679** 0,303**
179
Rinawati dkk. (2010). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat
Faktor-faktor Sosial Ekonomi dan Kelembagaan yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Mangrove a. Tingkat pendidikan (X1). Faktor pendidikan seseorang turut memberikan kontribusi cukup besar terhadap arah dan gerak perilaku seseorang dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan wawasan yang mampu dikuasai oleh individu warga masyarakat. Penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan luasnya wawasan dapat memberikan nilai positif dalam menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungannya. Dari hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs) pada variabel ini didapatkan hasil 0,341 dan diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan namun menunjukkan korelasi lemah dan positif antara variabel X 1 (tingkat pendidikan) dengan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove). Ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat sangat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. Pendidikan mengandung makna sebagai usaha membangun pribadi warga negara dan bangsa. Melalui pendidikan dan dengan pendidikan, kepribadian yang harmonis dipupuk dan dikembangkan. Setiap orang setahap demi setahap mengatur kehidupan dirinya, mengatasi persoalan dan mencukupi kebutuhannya. Bahkan dengan pendidikan, setiap orang diharapkan dapat memberikan jasa-jasanya bagi orang lain, bagi masyarakat dan bangsanya, sesuai dengan keadaan dan kemampuannya (Rahardjo, 1988). b. Tingkat pendapatan keluarga (X2). Tingkat pendapatan keluarga merupakan salah satu faktor parameter kesejahteraan masyarakat. Tinggi rendahnya pendapatan masyarakat dapat berpengaruh terhadap banyak sedikitnya dana yang dapat dikontribusikan kepada bentuk-bentuk partisipasi pengelolaan lingkungan khususnya pengelolaan mangrove. Komposisi responden berdasarkan tingkat pendapatan keluarga di Desa Tanjung Batu menunjukkan, bahwa sebagian besar responden berada di bawah Rp2.500.000,/bulan atau pendapatan kelas menengah ke bawah. Dapat dikatakan bahwa tingkat pendapatan keluarga responden relatif rendah. Secara ekonomi, masyarakat dapat dikatakan relatif kurang mampu atau hanya cukup memenuhi kebutuhan primernya dan tidak dapat membagi untuk kebutuhan di luar kebutuhan primernya seperti menciptakan dan menjaga kondisi lingkungannya. Dari hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman (rs) bahwa pada variabel ini tidak terdapat hubungan yang signifikan dan menunjukkan korelasi yang sangat lemah antara variabel X2 (tingkat pendapatan keluarga) dengan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove yang ditunjukkan dengan nilai koefisien Rank Spearman (rs) = 0,095. Ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan masyarakat tidak berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove di lokasi studi. c. Jumlah anggota keluarga (X3). Jumlah anggota keluarga responden terkait dengan masalah pengelolaan lingkungan hidup, besar kecilnya jumlah anggota
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
180
keluarga secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap keberadaan lingkungannya. Jumlah anggota responden dalam penelitian ini berasal dari keluarga inti, yakni terdiri dari bapak, ibu dan anak, di samping itu juga ada jumlah yang terdiri dari komposisi keluarga inti dan keluarga batih (anggota keluarga tambahan selain bapak, ibu dan anak). Keluarga sebagai institusi sosial, bukan hanya sebagai sebuah kelompok, tetapi lebih dari itu, ia berfungsi merangkai pola-pola tingkah laku yang mencerminkan identitas setempat dan juga dalam hubungannya dengan institusi luar keluarga. Lingkungan keluarga merupakan media yang sesuai bagi upaya penanaman etika lingkungan, karena di dalamnya secara rutin terjadi proses sosialisasi etika dan moralitas kehidupan. Sosialisasi dan proses penyadaran dalam skala keluarga akan arti pentingnya lingkungan hidup perlu diupayakan terus, sehingga muncul kesadaran pribadi. Pada gilirannya, kesadaran tersebut akan melahirkan rasa tanggung jawab dan pengabdian terhadap keberadaan dan kelestarian lingkungan hidup sebagai bagian integral dari kehidupan umat manusia. Dari hasil penelitian di daerah penelitian menunjukkan, bahwa sebagian besar responden di daerah penelitian kebanyakan anggota keluarganya berjumlah >5 orang per responden. Dari hasil beberapa responden masih terdapat responden yang memanfaatkan kayu mangrove sebagai kayu bakar, yaitu sebanyak 53 responden (dengan kategori selalu dan kadang-kadang memanfaatkan), responden yang memanfaatkan kayu mangrove sebagai alat rumah tangga sebanyak 32 responden (dengan kategori selalu dan kadang-kadang memanfaatkan) dan responden yang memanfaatkan kayu mangrove sebagai bahan bangunan sebanyak 10 responden (dengan kategori kadang-kadang memanfaatkan). Dengan anggota keluarga yang berjumlah lebih besar dapat memungkingkan kebutuhan akan kayu mangrove lebih besar, tetapi hal ini tidak dapat dijadkan dasar bahwa jumlah keluarga responden yang lebih besar maka kebutuhan memanfaatkan kayu mangrove menjadi lebih banyak pula. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman diketahui bahwa pada variabel ini tidak terdapat hubungan yang signifikan dan menunjukkan korelasi yang sangat lemah antara variabel X3 (jumlah anggota keluarga) dengan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove) dengan koefisien rs = 0,025. Ini menunjukkan, bahwa jumlah anggota keluarga tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. d. Ketersediaan fasilitas pemerintah (X4) Karakteristik responden terhadap ketersediaan fasilitas pemerintah yang berasal dari Pemerintah Daerah dan Pusat berupa peraturan perundang-undangan maupun berasal dari masyarakat, yakni berupa tradisi yang berlaku di dalam masyarakat ataupun himbauan-himbauan/sosialisasi dengan kondisi yang bervariasi. Untuk mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan (rehabilitasi) mangrove diperlukan suatu strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat mengajak masyarakat agar terlibat dalam kegiatan rehabilitasi mangrove, hal demikian yang terlihat di lokasi penelitian. Dari hasil wawancara, beberapa responden menyatakan
181
Rinawati dkk. (2010). Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat
bahwa kegiatan-kegiatan pengelolaan mangrove pada lokasi penelitian mayoritas berasal dari program-program pemerintah daerah ataupun pusat. Hal ini sesuai seperti yang dinyatakan Rahardjo (1985) dalam Tambunan dkk. (2005), bahwa partisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam program-program pemerintah, atau dengan kata lain, partisipasi adalah keikutsertaan dari seseorang ataupun sekelompok orang dalam suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk keterlibatan secara langsung misalnya seseorang ataupun sekelompok orang ikut secara fisik dalam suatu kegiatan, sedangkan keterlibatan secara tidak langsung, seseorang ataupun sekelompok orang tidak ikut dalam sesuatu kegiatan secara fisik, tetapi mereka memberikan bantuan materiel ataupun sumbangan fikiran dalam kegiatan tersebut. Dari analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman terlihat bahwa variabel X4 (ketersediaan fasilitas pemerintah) dan variabel Y (tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove) menunjukkan korelasi sedang dan positif serta memiliki hubungan yang sangat signifikan (α = 1%) dengan nilai koefisien rs = 0,679. Ini menunjukkan, bahwa semakin baik ketersediaan fasilitas pemerintah akan berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. e. Persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove (X5). Faktor persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove juga merupakan faktor yang terkait dengan partisipasi seseorang, yang mana terdapat anggapan dengan adanya pengetahuan dan wawasan terhadap manfaat sesuatu hal akan menyebabkan seseorang mempunyai sikap positif terhadap hal tersebut. Selanjutnya sikap positif ini seseorang akan mempengaruhi keinginan berpartisipasi pada kegiatan yang berkaitan dengan hal tersebut, khususnya dalam pengelolaan mangrove. Dari hasil wawancara beberapa responden di daerah penelitian terlihat, bahwa anggapan akan pentingnya pelestarian mangrove telah mereka ketahui. Secara umum mangrove mereka ketahui sebagai pelindung pantai dan tempat ikan bertelur. Hal demikian yang dapat mempengaruhi keinginan berpartisipasi dalam arti bahwa responden tidak berkeinginan untuk merusak mangrove. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman diketahui, bahwa variabel X5 (persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove) dengan variabel Y (tingkat partisipasi) menunjukkan korelasi yang lemah dan positif serta memiliki hubungan yang sangat signifikan (α = 1%) dengan nilai koefisien rs = 0,303. Ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove sangat berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan kategorisasi tingkat partisipasi masyarakat diketahui bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau yang termasuk dalam kategori sedang adalah sebesar 64% dan kategori rendah sebesar 36%.
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 3 (2), OKTOBER 2010
182
Dari hasil analisis korelasi Rank Spearman diketahui bahwa faktor-faktor sosial ekonomi dan kelembagaan yang berhubungan sangat signifikan pada α = 1% dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove (Y) adalah faktor tingkat pendidikan (X1), faktor ketersediaan fasilitas pemerintah (X4) dan faktor persepsi masyarakat terhadap pelestarian mangrove (X5) dengan nilai-nilai koefisien korelasi (rs) masing-masing sebesar 0,341, 0,679 dan 0,303. Selanjutnya faktor tingkat pendapatan keluarga (X2) dan faktor Jumlah Anggota Keluarga (X3) diketahui tidak memiliki hubungan yang nyata dengan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove (Y) di lokasi studi dengan koefisien korelasi (rs) masing-masing sebesar 0,095 dan 0,025. Saran Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan mangrove dapat lebih ditingkatkan dengan cara memperbaiki faktor-faktor sosial ekonomi dan kelembagaan. Untuk memperbaiki pengelolaan mangrove di Desa Tanjung Batu Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau perlu peningkatan pendidikan masyarakat, memperbaiki ketersediaan fasilitas pemerintah dan usaha meningkatkan persepsi masyarakat terhadap pentingnya ekosistem mangrove. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Laporan Tahunan 2008. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Berau. a Anonim. 2009 . Monografi Kecamatan Pulau Derawan. Kabupaten Berau. b Anonim. 2009 . Laporan Statistik 2008. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Berau Arstein, S.R. 1969. A Ladder of Citizen Participation Journal of the American Institute of Planners 35. Rahardjo, M.D. 1988. Pesantren dan Pembaharuan, LP3ES, Jakarta. Tambunan, R.; R.H. Harahap dan Z. Lubis. 2005. Pengelolaan Hutan Mangrove di Kabupaten Asahan (Studi Kasus Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaaan Hutan Mangrove di Kecamatan Lim Puluh Kabupaten Asahan). Jurnal Studi Pembangunan 2: 5569.