ANALISIS SPEKEL AKUSTOOPTIK PADA BIOFILM SALIVA BUATAN DENGAN MEDIA AKRILIK Oleh Aidha Pusparini Dosen Pembimbing Prof. Dr.rer.nat.AgusRubiyanto, M.Eng.Sc1 Drs.GatutYudoyono, M.T2
Abstrak Telah dilakukan penelitian dalam analisis spekel akusto-optik pada biofilm saliva buatan dengan media akrilik. Pembentukan biofilm saliva buatan berlangsung masing-masing selama 2, 4 dan 6 jam. Cara pengambilan data dengan menggunakan 2 metode yaitu posisi sampel yang diletakkan secara vertikal dan horizontal. Sampel yang dikenai sinar laser He-Ne dan digetarkan dengan frekuensi akustik dari 1 Hz sampai dengan 30 Hz selama 5 detik, menghasilkan hamburan balik yang dideteksi oleh kamera webcam dan ditampilkan pada PC berupa video 320 x 240 pixels, hamburan yang terdeteksi tersebut dikenal dengan pola spekel. Pola spekel dianalisa menggunakan program ImageJ dan diperoleh data berupa histogram yang digunakan untuk menentukan kontras spekel dari sampel biofilm saliva buatan. Hasil yang diperoleh pada sampel 2 jam memiliki kontras spekel yang paling tinggi 0,319498825 a.u, sampel 4 jam memiliki kontras spekel 0.315376473 a.u dan sampel 6 jam memiliki kontras spekel paling rendah 0.305317383 a.u. Kontras spekel berubah semakin rendah seiring dengan semakin tingginya modulasi frekuensi akustik yang diberikan dan sampel biofilm akan semakin tebal seiring dengan semakin lamanya waktu pembentukan sampel biofilm saliva buatan yang ditunjukkan dengan semakin menurunnya kontras spekel. Kata kunci : Pola Spekel, Biofilm Saliva Buatan, Akusto-Optik I. PENDAHULUAN Sejak penemuan laser telah semakin berkembang menjadi hal yang semakin menarik, dimana hal tersebut berkaitan dengan pola spekel acak yang dihasilkan ketika cahaya dari sumber yang koheren dihamburkan oleh permukaan yang kasar atau medium yang tidak homogen. Kenyataannya fenomena spekel telah diketahui sejak zaman Newton, dan perkembangan dari laser sendiri telah dipahami dengan baik dan banyak aplikasi-aplikasi baru mengenai hal tersebut (Dainty, 1975). Subyek mengenai hamburan gelombang oleh hamburan diskrit secara acak dan permukaan yang kasar menghasilkan teori yang menarik untuk dibahas dalam sistem saat ini yang dibutuhkan dalam efek hamburan secara akurat. Pada beberapa cabang penelitian yang telah di kenal yaitu mengenai holografi dan interferometer spekel. Kedua hasil penelitian tersebut merupakan penelitian yang bersifat analogi dan digital. Holografi sendiri telah memberikan kontribusi pada peralatan metrologi untuk memeriksa perbaikan pada
perlengkapan yang aplikatif. Dan juga mendapatkan perhatian dari para peneliti dalam kemunculan butir-butir objek yang disinari oleh sumber cahaya yang koheren. Ketika berkas sinar yang koheren berasal dari laser yang menyinari sebuah objek kasar, maka hasilnya berupa butir-butir pola interferensi yang disebut spekel (Goodman, 1976). Selain itu, cahaya laser yang terhambur dari objek difusi menghasilkan pola yang sama. Jika permukaan objek tidak terlalu kaku, tetapi cenderung menunjukkan beberapa tipe perpindahan lokal, intensitas dan bentuk dari spekel yang diteliti menjadi berkembang dalam suatu waktu tertentu. Fenomena ini merupakan karakteristik dari sampel biologi (Aizu dan Asakura, 1996; Briers, 1997) yang dikenal dengan nama biospekel. Suatu sistem biologi yang menghasilkan sinyal optik dapat dideteksi dengan menggunakan metode akusto-optik pencitraan spekel. Pendeteksian gelombang akustik penting dilakukan, karena penggunaan gelombang akustik dapat dihubungkan dengan fungsi pengolahan sinyal dalam sistem
elektronik. Pemahaman interaksi antara gelombang akustik dengan medium biologi secara fisika, memungkinkan untuk dirancang dan dibuat perangkat akustik yang dapat diaplikasikan sebagai peralatan pendeteksian secara komersial. Aplikasi pendeteksian gelombang akustik yaitu dalam dianogsis dan terapi penyakit dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip efek akusto-optik yaitu modulasi cahaya oleh gelombang akustik (Chivukula, et. al, 2007). Pada penelitian kali ini yaitu mengenai pola spekel yang di peroleh dari sampel yang digetarkan dengan frekuensi akustik tertentu dan disinari oleh laser He-Ne, dimana hasil pola spekel tersebut akan ditangkap oleh kamera webcam. Sampel yang digunakan yaitu biofilm saliva buatan pada akrilik. Dari data yang diperoleh maka nantinya dapat digunakan untuk mengetahui hasil kekontrasan dari pola spekel, dimana hal tersebut berkaitan dengan bagaimana karakteristik dari perkembangan biofilm saliva buatan. II. TINJAUAN PUSTKA 2.1 Pola Spekel (Speckle Pattern) Pola spekel adalah pola intensitas acak yang dihasilkan oleh interferensi dari muka gelombang. Efek spekel adalah hasil interferensi dari banyak gelombang dengan frekuensi yang sama, tetapi memiliki fase dan amplitudo yang berbeda, dimana bila disatukan akan menghasilkan gelombang resultan dari amplitudo, oleh karena itu variasi intensitasnya menjadi acak. Jika setiap gelombang di peragakan oleh sebuah vektor, maka dapat dilihat jika angka dari vektor dengan sudut yang acak disatukan, panjang dari vektor resultan dapat bermacam-macam dari nol sampai jumlah panjang vektor itu sendiri (jalan acak 2 dimensi) atau biasa dikenal seperti pemabuk yang sedang berjalan.
Gambar 2.1 Pola spekel yang dibentuk ketika sinar laser dihamburkan dari permukaan plastik menuju dinding (Dainty, 1984).
Suatu permukaan yang disinari oleh gelombang cahaya, berdasarkan teori difraksi, setiap titik pada permukaan yang disinari akan bertindak sebagai sebuah sumber dari gelombang lingkaran sekunder. Cahaya pada titik manapun dalam hamburan medan cahaya berasal dari gelombang yang telah terhambur dari tiap titik pada permukaan yang disinari. Jika permukaan yang cukup kasar untuk menciptakan panjang garis yang berbeda-beda melebihi satu panjang gelombang, dengan menambah fase maka akan mengubahnya menjadi lebih besar dari 2π, amplitudo dan intensitas dari variasi resultan cahaya juga akan menjadi acak. 2.2 Speckel Imaging (Gambar Spekel) Dalam teori batas resolusi dari teleskop adalah keguanaan pada ukuran dari cermin utama, dimana pengaruhnya adalah dari difraksi Fraunhofer. Hasil dalam gambar ini merupakan objek jauh yang tersebar menjadi titik-titik kecil yamg diketahui sebagai partikel udara yang banyak dan halus. Sebuah kumpulan dari objek-objek yang tersebar keluar melewati jarak yang lebih pendek daripada batas yang terlihat seperti sebuah objek tunggal. Teleskope yang besar tidak hanya dapat menangkap gambar dari lampu objek karena mereka menyimpan banyak cahaya pada cermin yang besar, tetapi juga dapat menangkap objek gambar yang lebih kecil dengan baik. Gambar spekel menciptakan ulang gambar original melewati tehnik pemrosesan gambar. Kunci dari tehnik ini ditemukan oleh ahli astronomi Amerika David L. Fried pada 1966, adalah untuk mengambil gambar secara cepat dimana keadaan atmosfer bumi adalah “dingin” (Fried, 1966). Untuk gambar inframerah, waktu pencahayaannya adalah berkisar antara 100 ms, tetapi untuk daerah tampak turun lebih sedikit menjadi 10 ms. Dalam gambar pada skala waktu ini atau perpindahan yang kecil sekalipun pada atmosfer juga memiliki efek, spekel-spekel yang terekam dalam gambar adalah tangkapan pada atmosfer yang terlihat secara langsung. 2.3 Sifat Satatistik dari Pola Spekel Dalam suatu pengamatan pada diagram spekel mengenai titik gelap dan terang yang terjadi adalah karena perbedaan frekuensi. Pada kenyataannya titik gelap lebih sering terlihat daripada titik terangnya. Dalam
hal perhitungannya, dapat diasumsikan bahwa sebuah cahaya koheren yang searah dari panjang gelombang yang menyinari permukaan optik yang tidak rata, yang berarti panjang gelombang yang dipilih adalah jauh lebih kecil daripada variasi tinggi permukaannya yang biasa disebut dengan mean (rata-rata). Karena tinggi dari variasi permukaan yang acak, maka gelombang lingkarannya direfleksikan oleh permukaan yang juga menghasilkan distribusi fase secara acak (Gambar 2.2).
u j (P ) = u j e
iφ j
= uj e
ikr j
........................(2.1)
uj merupakan amplitudo dari elemen ke j, sedangkan rj merupakan jarak hamburan dari elemen ke j pada titik P. Maka amplitudo kompleks dari hamburan di titik P dapat ditulis
U (P ) =
Collimated Beam
Rough Surface
penyinaran oleh cahaya monokromatik dan polarisasi cahaya secara penuh, maka pada bidang P yang dihasilkan oleh beberapa elemen permukaan, j adalah :
1 N
N
∑ u j (P ) = j =1
N
1
∑u N j =1
j
e
iφ j
P(x,y,z)
=
N
1
∑u N j =1
z
j
e
φ j = kr j
dengan
ikr j
........................(2.2)
merupakan
fase
dari
bilangan kompleks yang acak yang terdistribusi merata pada interval (-π,π). Dari penjumlahan amplitudo kompleks, akan Observation plane dihasilkan probabilitas dari fungsi densitas (Screen, Photographic plate pada titik P yang diberikan,
Randomly scattered wavelets
or CCD sensor)
Gambar 2.2 Refleksi difusi pada cahaya koheren dari permukaan yang tidak rata (Rabal dan Braga, 2009). Im
(
(r )
Pr , j U ,U
(i )
)
N
σ = lim ∑ N →∞
φj
Φ
Uj
Re
) ( )
2
..............(2.3) Diketahui sebagai circular Gausian, dimana: 2
U(P)
(
U ( r ) 2 + U (i ) exp = 2πσ 2 2σ 2 1
j =1
uj 2
2
.........................(2.4)
Dengan mempertimbangkan bahwa intensitas I dan fase Φ dari suatu medan listrik terkait dengan bilangan real dan imajiner sesuai dengan,
U (r ) = I cos Φ U (i ) = I sin Φ ................(2.5)
Gambar 2.3 Beberapa medan hamburan u j (P) yang berada pada bidang kompleks
Sehingga probabilitas dari intensitas p(I) dan probabilitas fase P( Φ ) masing-masing.
dengan fase acak (φ j ) , berkontribusi untuk
1 −I p (I ) = e untuk I ≥ 0 ..................(2.6) I 1 untuk − π ≤ Φ ≤ π ...............(2.7) P(Φ ) = 2π
medan total pada titik P,U(P) (Rabal dan Braga, 2009). Bagaimanapun gambar tersebut diasumsikan, dapat dilihat bahwa bidang cahaya pada titik P(x,y,z) dalam pola spekel adalah jumlah dari angka N pada suatu komponen yang menampakkan kontribusi dari semua titik pada permukaan yang terhambur. Dari hasil
1
Dalam persamaan 2.6, 〈𝐼〉 merupakan nilai rata-rata dari intensitas dalam diagram spekel, distribusi intensitas mengikuti hukum eksponensial negatif dimana fase terdistribusi
secara merata dalam interval (-π,π). Maka distribusi intensitas dapat ditulis :
I n = n! (2σ 2 ) n = n! I
n
.....................(2.8)
Sehingga momen kedua dan variasinya adalah: I 2 = 2 I dan σ 2 = I 2 − I 2
2
= I
2
...(2.9)
Persamaan (2.9) menunjukkan bahwa standar deviasi dari spekel sama dengan nilai rata-rata intensitas. Berdasarkan tingkat modulasi spekel hal ini biasa dikatakan sebagai kontras yang didefinisikan sebagai,
C=
σ1 .......................................(2.10) I
Dengan σ 1 merupakan standar deviasi dan
I adalah nilai rata-rata intensitas. 2.4 Biofilm Saliva Buatan (Artificial Saliva) Biofilm adalah kumpulan sel mikroorganisme, khususnya bakteri bakteri yang melekat di suatu permukaan dan diselimuti oleh pelekat karbohidrat yang dikeluarkan oleh bakteri (Madigan, 2006). Biofilm terbentuk karena mikroorganisme dan cenderung menciptakan lingkungan mikro dan relung (niche) mereka sendiri (Prescott, 2002). Salah satu contoh biofilm yaitu saliva. Saliva adalah suatu cairan oral yang kompleks dan tidak berwarna yang terdiri atas campuran sekresi dari kelenjar ludah besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva dapat disebut juga kelenjar ludah atau kelenjar air liur. Saliva yang digunakan yaitu saliva buatan yang di modifikasi. Berikut ini adalah contoh komposisi dari saliva buatan (larutan Mc Dougal) : Tabel 2.1 Komposisi Saliva Buatan (Elmitha, 2011) Jumlah Bahan (gram) NaHCO3 58,8 Na2HPO4.7H2O
42,0
NaCl
2,82
KCl
3,42
CaCl2
0,24
MgSO47H2O
0,74
pH : 6,8
2.5 Akrilik Akrilik termasuk dalam bahan polimer. Polimer berasal dari kata poli yang berarti banyak dan mer adalah bagian. Definisi polimer secara umum adalah makro molekul yang tersusun dalam ikatan bersama antara molekul-molekul kecil dalam jumlah yang cukup besar. Polymethyl Methacrylate atau Poly (methyl 2-Methylpropenoate) atau yang disingkat dengan PMMA adalah bahan polimer sintesa dari Methyl Methacrylate yang dapat berupa plastik bening, biasanya dijual dengan merek dagang antara lain Plexyglas, Perspex, Acrylite, Acryplast dan Lucite . PMMA adalah bahan polimer sejenis plastik dan kaca (glass). Secara umum PMMA sendiri memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikuut ; 1. Memiliki densitas 1190 kg/m3, sekitar setengah dari intensitas kaca. 2. PMMA lebih lunak dari kaca dan mudah membaurkan cahaya 3. Mudah dibentuk dan 92 % meneruskan (mentransmisikan) cahaya 4. Tidak seperti kaca, PMMA tidak bertindak sebagai filter sinar UV dan dapat meneruskan sinar infra merah.
III. METODOLOGI PERCOBAAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Optik, Jurusan Fisika FMIPA ITS. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan sampel yaitu kaca akrilik dipotong dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm. Larutan saliva buatan yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam wadah berupa gelas kecil yang sudah dibersihkan sebelumnya dengan Acetone. Akrilik yang sudah dipotong dimasukkan kedalam wadah yang berisi larutan saliva buatan sebanyak 3 buah. Akrilik tersebut direndam dalam larutan saliva buatan masingmasing selama 2, 4 dan 6 jam Proses pengambilan data dengan menggunakan dua cara yaitu dengan meletakkan posisi sampel secara vertikal dan horizontal.
langsung dan speaker digetarkan dengan frekuensi akustik mulai 1Hz sampai 30Hz, sehingga terjadi hamburan. Dimana hamburan sinar laser tersebut direkam dengan menggunakan kamera webcam. Hasil hamburan tersebut disebut dengan pola spekel.
Laser He-Ne webcam PC Sampel
Function Generator Gambar 3.1 Sampel diletakan dengan posisi vertikal.
Dalam penelitian pertama ini langkahlangkah yang dilakukan yaitu Jarak laser dan webcam diatur yaitu sejauh 49 cm. Jarak webcam dan sampel pertama yang direkatkan pada speaker diatur sejauh 30 cm. Jarak laser dan speaker diatur juga sejauh 79 cm, kemudian speaker bass dihubungkan dengan function generator. Frekuensi diberikan mulai dari 1 Hz – 30 Hz dengan rentang 5 Hz. Amplitudo yang digunakan adalah 17 Vpp. Sinar laser datang diarahkan langsung menuju sampel yang telah direkatkan di permukaan speaker. Hamburan yang terjadi ditangkap oleh detektor dan direkam menggunakan software Ulead 7.0 dengan format .avi dengan ukuran frame 320x240 pixel dan selang waktu 5 detik tiap frekuensi dan rata-rata frame yang ditangkap sebesar 30 fps (frame per second). Hasil video yang berupa pola spekel dianalisa kembali untuk melihat pola intensitas yang dihasilkan dengan menggunakan program imageJ. Langkah-langkah tersebut juga dilakukan untuk sampel yang kedua dan ketiga. Cermin 2
Gambar 4.2 Hasil Penelitian 1 pola spekel dan tampilan pola spekel dalam 3D pada sampel biofilm saliva buatan dengan frekuensi 1 Hz pada sampel 1
Gambar 4.3 Hasil Penelitian 1 histogram dari distribusi intensitas pada frekuensi 1Hz pada Sampel 1
webcam PC
Laser He-Ne
Cermin 1
Gambar 4.1 Hasil Penelitian 1 pola spekel pada frekuensi 1Hz sebelum dan sesudah di convert dalam bentuk grayscale pada Sampel 1 Intensitas (a.u.)
Speaker Bass
Sampel
Speaker Bass
Function Generator
Gambar 3.2 Sampel diletakkan dengan posisi horizontal. IV. ANALISA DATA PEMBAHASAN Pada penelitian pertama ini sampel yang telah direkatkan pada speaker dengan posisi vertikal, dikenai sinar laser secara
Gambar 4.2 menunjukkan pola spekel awal dengan format .tiff dan tampilan pola spekel dalam bentuk tiga dimensi (3D) yang merupakan pola distribusi intensitas citra dalam koordinat sumbu X, Y, dan Z. Nilai intensitas citra berkisar dari 0 hingga 255, dimana nilai 0 menyatakan nilai paling gelap (hitam) dan nilai 255 menyatakan nilai paling terang (putih) dari hasil pengujian sampel biofilm saliva buatan yang digetarkan dengan frekuensi 1Hz. Nilai intensitas citra pada Gambar 4.3 berkisar dari 0 hingga 255, dimana nilai 0 menyatakan nilai paling gelap (hitam) dan 255 menyatakan nilai paling terang (putih). Jumlah
Kontras Spekel (a.u.)
0,395 0,39 0,385 0,38 0,375 0,37 0
10
20
30
Frekuensi Akustik (Hz) Sampel 1 (2 jam) Sampel 3 (6 jam)
Sampel 2 (4 jam)
Gambar 4.4 Hubungan antara kontras spekel dan frekuensi akustik pada rentang 1-30 Hz dari hasil penelitian 1. Pada penelitian kedua sampel yang telah direkatkan pada speaker dengan posisi horizontal
Gambar 4.5 Pola spekel pada penelitian 2 pada frekuensi 1Hz sebelum dan sesudah di convert dalam bentuk grayscale pada Sampel 1
Intensitas (a.u.)
keseluruhan pixel RGB dengan ukuran 320 x 240 adalah sebesar 11520000. Mean pada histogram menyatakan nilai rata-rata intensitas keseluruhan gambar sebesar 117.576. Standar Deviasi menyatakan bahwa simpangan intensitas pada keseluruhan gambar tersebut sebesar 46.123. Secara keseluruhan pixel dalam gambar memiliki tingkat warna terendah (intensitan minimum) dan tingkat warna tertinggi (intensitas maksimum) masing-masing sebesar 1 dan 243. Pada histogram terlihat titik puncak yang menyatakan bahwa nilai intensitas pada pola spekel yang dihasilkan merupakan intensitas yang paling banyak terbentuk pada keseluruhan pixel. Pengolahan citra dengan analisis histogram diperoleh hubungan antara nilai intensitas citra tingkat keabuan I dengan jumlah kemunculan dari intensitas citra tingkat keabuan tersebut f(I).
Gambar 4.6 Hasil penelitian 2 pola spekel dan tampilan pola spekel dalam 3D pada sampel biofilm saliva buatan dengan frekuensi 1 Hz pada sampel 1
Gambar 4.7 Hasil Penelitian 2 histogram dari distribusi intensitas pada frekuensi 1Hz (a) Sampel 1 Gambar 4.6 menunjukkan pola spekel dan tampilan pola spekel dalam bentuk tiga dimensi (3D) yang merupakan hasil pengujian sampel biofilm saliva buatan yang digetarkan dengan frekuensi 1Hz. Nilai intensitas citra pada Gambar 4.7 diatas berkisar dari 0 hingga 255, dimana nilai 0 menyatakan nilai paling gelap (hitam) dan 255 menyatakan nilai paling terang (putih). Jumlah keseluruhan pixel RGB dengan ukuran 320 x 240 adalah sebesar 11285600. Mean pada histogram menyatakan nilai ratarata intensitas keseluruhan gambar sebesar 140.470. Standar Deviasi menyatakan bahwa simpangan intensitas pada keseluruhan gambar tersebut sebesar 44.880. Secara keseluruhan pixel dalam gambar memiliki tingkat warna terendah (intensitan minimum) dan tingkat warna tertinggi (intensitas maksimum) masing-masing sebesar 7 dan 245.
Kontras Spekel (a.u.)
0,322 0,32 0,318 0,316 0,314 0,312 0,31 0,308 0,306 0,304 0,302
2.
0
10
20
30
Frekuensi Akustik (Hz) Sampel 1 (2 jam)
Sampel 2 (4 jam)
Sampel 3 (6 jam)
Gambar 4.8 Hubungan antara kontras spekel dan frekuensi akustik pada rentang 1 - 30 Hz dari hasil penelitian 2 Dari masing-masing hasil grafik yang diperoleh. Penyebab dari menurunnya kontras spekel adalah karena menurunnya koherensi dari sumber cahaya atau karena tingkat kekasaran pada permukaan sampel. Penyebab lainnya adalah karena penambahan background cahaya yang seragam pada pola spekel, dimana salah satunya koheren dengan pola spekel atau bahkan tidak koheren sama sekali. Oleh karena itu, jika aktivitasnya rendah, hubungan antara susunannya berturutturut menjadi tinggi sedangkan susunan yang di akumulasi menjadi ekivalen untuk penambahan yang tidak koheren tetapi hampir sama dengan pola spekel, jadi tingkat kekontrasan tetap tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas tinggi, maka susunannya berturutturut sangat berbeda dan tingkat kekontrasan turun secara langsung. Jadi kontras pola spekel adalah ketidakrataan suatu ukuran dari aktivitas dinamika spekel (Rabal, H. J., Braga R.A, 2009). V. KESIMPULAN Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. a) Analisa modulasi pola spekel dengan menggunakan pengolahan citra dalam bentuk histogram menghasilkan kontras spekel yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan bentuk biofilm
saliva buatan akibat pengaruh dari vibrasi akustik. b) Semakin tinggi frekuensi yag diberikan pada sampel biofilm saliva buatan, maka kontras spekel yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini dapat terlihat lebih optimal pada posisi sampel yang diletakkan horizontal. Semakin singkat waktu pembentukan biofilm saliva buatan, maka ketebalan sampel yang diperoleh rendah. Sedangkan semakin lama waktu pembentukan biofilm saliva buatan, maka ketebalan sampel yang diperoleh tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Ahmad, R. Z., Beriajaya, (2010), “Pertumbuhan Duddingtonia flagrans pada Air Liur, Larutan Rumen, Blok Komin, dan Agar Semen”, Vol, 11 No 1:52-57. Aizu, Y., Asakura, T., (1996), ”Biospeckles, in Trends in Optics”, Chap.2., A. Consortini, Ed., Academic Press, San Diego. Anonim_1, (2011), Polymethyl Methacrylate, http://pslc.ws/macrog/kidsmac/images/ pmma01.gif/, Tanggal akses 3 Januari 2012 Apsari, R., (2009), “Sistem Fuzzy Berbasis Laser Speckle Imaging Untuk Deteksi Kualitas Enamel Gigi Akibat Paparan Laser ND:YAG”, Program Pascasarjana UNAIR, Surabaya Asrori, M. Z., (2000), “Fisika Polimer”, ITS: Surabaya. Briers, J. D., (2009), ”Speckle fluctuations and biomedical optics: Implications and applications”, Opt. Eng., 32, 277. Christensen B. E., (1989), “The role of extracellular polysaccharides in biofilms”, J Biotechnol 10, 181-202. Chivuluka V. S., Michael S. S, and Daumantas C., (2007), “Recent Advances in Application of Acoustic, AcoustoOptic, and Phtoacoustic Methods in Biology and Medicine”, RiviewArticle Phys. Stat. Sol. (a) 204 No.10: 32093236. Dainty, J. C., (1975), ”Laser Speckle and Related Phenomena”, Dainty, J. C., Ed., Springer Verlag, Berlin. Dainty, J. C., (1984), ”Laser Speckle and Related Phenomena”, 2nd ed., Dainty, J. C., Ed.,Springer Verlag, New York.
Elmitha, M., (2011), “Percobaan Invitro”, IPB: Bogor. Fried, David., (1966), “Optical Resolution Through a Randomly Inhomogeneous Medium for Very Long and Very Short Exposures”, Optical Society of America Journal 56(10):1372. Fujiwara, H., Asakura, T., Murata, K, (1970), “Some effects of spatial and temporal coherence in holography”, Optica Acta, 17, 823-838. Ginting, (2002), “Mempertegas Tampilan Citra Foto Roentgen Dengan Metode Perataan Histogram Melalui Perbaikan Lokal dan Pewarnaan Semu”, Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Gonzales and Woods, (1993), “Digital Image Processing”, Addison-Wesley Publishing Company, inc, USA. Goodman, J. W., (1976), ”Some fundamental properties of speckle”, J. Opt. Soc. Am., 66, 1145. Harmadi, (2011), “Aplikasi pola spekel akusto-optik untuk pendeteksian vibrasi akustik pada dental plaque biofilm”, Disertasi Program Pascasarjana UNAIR, Surabaya. Madigan M. T., Martinko J. M., Brock T. D., (2006), “Brock Biology of Microorganisms”, 11th Ed, New Jersey: Pearson Prentice Hall, 617619. McKechnie, T. S., (1976), “Image-plane speckle in partially coherent illumination. Optical and Quantum Electronics”, 8:61-67. Prescott L. M., Harley J. P., Klein D. A., (2002), “Microbiology”, Boston: McGraw-Hill, 620-622. Rabal, H. J., Braga R. A., (2009), “Dynamic Laser Speckle and Applications”, Optical science and engineering:139, Taylor & Francis Group, LLC. Ranilla M. J., Carro M. D., (2003), “Diet and prosedures used to detach particleassociated microbes from ruminal digesta influence chemical composition of microbes and estimation of microbial growth in Rusitec fermenters”, J. Anim. Sci :81:537-544. Rasban W., (2009), “ImageJ Online, Available : http://rsb.info.nih.gov/ij/.
Sutherland I. W., (2001), “Biofilm exopolysaccharides: a strong and sticky framework”, Mocrob 147: 3-9. Variani, (2000), “Pembuatan Sistem Pengenalan Citra Foto Roentgen Untuk Penentuan Lokasi Kelainan”, Tesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta Zhang X. Q., Bishop P. L., Kupferle M. J., (1998), “Measurement of polysaccharides and proteins in biofilm extracellular polymers”, Water Sci Technol 37, 345-348.