ANALISIS SENSITIVITAS GAP SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR BANK RAKYAT INDONESIA PERIODE 2007-2008
Oleh DEWI WULAN LORISTIANA H24051639
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
2
ABSTRAK Dewi Wulan Loristiana. H24051639. Analisis Sensitivitas Gap Suku Bunga dan Nilai Tukar Bank Rakyat Indonesia Periode 2007-2008. Di bawah bimbingan Budi Purwanto. Tekanan likuiditas pasar global di pasar keuangan Indonesia pada akhir semester I tahun 2007 telah menimbulkan aliran dana ke luar (outflow) yang tercermin pada turunnya jumlah penanaman investor asing terutama pada SUN dan SBI. Oleh karena itu, suku bunga SBI harus disesuaikan dengan suku bunga pasar untuk merespon perubahan tersebut. Ketidakpastian pergerakan suku bunga SBI mempengaruhi profitabilitas bank melalui struktur aset dan kewajibannya yang sensistif terhadap perubahan suku bunga. Begitu juga dengan perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing mempengaruhi posisi aset dan kewajiban bank serta perolehan Net Interest Income. Perbedaaan sensitivitas aset dan kewajiban terhadap suku bunga dan nilai tukar menyebabkan timbulnya gap yang berpengaruh terhadap profitabilitas sejalan dengan arah pergerakan suku bunga pasar dan fluktuasi nilai tukar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses dan kinerja pengelolaan aset dan kewajiban BRI periode krisis keuangan global 2007-2008, menganalisis posisi dan struktur gap management yang terbentuk, serta menganalisis efektivitas manajemen gap yang telah dilakukan oleh BRI selama periode 2007-2008. Data yang digunakan sebagian besar adalah data sekunder dari publikasi perusahaan. Data diolah secara deskriptif dan kuantitatif dengan pengklasifikasian terhadap aset dan kewajiban serta simulasi untuk mengetahui dampak perubahan suku bunga. Adapun pengolahan data menggunakan alat bantu Microsoft Excel 2007 dan Minitab14. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pengelolaan aset dan liabilitas BRI dilakukan oleh suatu komite yang disebut Asset Liability Committee (ALCO). Kinerja pengelolaan aset dan liabilitas BRI sangat baik terbukti dari perkembangan aset, kewajiban dan modal yang seimbang serta menjadi bank terbesar dari sisi kredit dengan tingkat non performing loans yang terus menurun. Gap yang terbentuk di BRI untuk periode sensitivitas 1 (kurang dari satu bulan) dan periode 2 (lebih dari satu sampai tiga bulan) pada tahun 2007 adalah negatif gap dengan nilai masing-masing adalah 102,8 triliun rupiah dan 1,6 triliun rupiah, sedangkan untuk periode sensitivitas 3 (lebih dari tiga sampai dua belas bulan) merupakan gap positif dengan nilai 23,2 triliun rupiah. Pada tahun 2008, gap negatif terbentuk pada periode sensitivitas 1 dengan nilai 123,3 triliun rupiah, sedangkan gap positif terbentuk pada periode 2 dan periode 3 dengan nilai masing-masing 9,1 triliun rupiah dan 18, 7 triliun rupiah. Sedangkan posisi gap yang terbentuk per triwulan untuk tahun 2008 menunjukkan bahwa triwulan 1, 2, dan 4 adalah negatif gap dan untuk triwulan 3 adalah positif gap dengan volume masing-masing 3.454 miliar rupiah, 11.694 miliar rupiah, dan 12.982 miliar rupiah serta 2.531 miliar rupiah. Besaran gap negatif tersebut berarti bahwa adanya kenaikan suku bunga pasar terutama SBI yang menjadi referensi akan menurunkan net interest income (NII) BRI dan menunjukkan bahwa BRI lebih mengutamakan keuntungan jangka pendeknya.
3
Posisi gap berdasarkan pengaruh nilai tukar untuk periode 2007 dan 2008 masing-masing adalah overbought 1,2 triliun rupiah dan overbought 2,5 triliun rupiah. Sedangkan gap yang terbentuk secara triwulanan menunjukkan bahwa untuk triwulan 1, 2, dan 3 adalah posisi overbought dengan volume yang menurun, dan untuk triwulan 4 adalah posisi overbought dengan volume yang meningkat. Posisi overbought tersebut diartikan bahwa adanya depresiasi nilai tukar rupiah akan memberikan keuntungan bagi BRI sebesar nilai overbought dikalikan persentase perubahan nilai tukar per modal yang dimiliki. Struktur gap sensitivitas suku bunga BRI terbentuk oleh rate sensitive asset yang terdiri dari penempatan di Bank Indonesia dan bank lain berupa secondary reserve, efek-efek yang diperdagangkan, obligasi pemerintah, serta kredit yang diberikan. Sedangkan rate sensitive liability terbentuk oleh dana pihak ketiga, pinjaman dan simpanan dari bank lain serta pinjaman subordinasi. Simulasi proyeksi NII untuk satu tahun ke depan berdasarkan posisi gap tahun 2008 dengan peningkatan suku bunga sebesar 169 basis poin menunjukkan bahwa negatif gap BRI berpotensi menurunkan NII sebesar 8,6 persen atau pendapatan bersih sebesar 21,5 persen. Kondisi tersebut terjadi jika posisi gap dipertahankan dengan nominal yang sama dan perubahan suku bunga ditransmisikan secara paralel untuk aset dan kewajiban. Berdasarkan analisis gap per triwulan dan per tahun baik untuk suku bunga maupun nilai tukar, dapat disimpulkan bahwa manajemen gap BRI telah efektif dalam merespon setiap perubahan yang terjadi. Hal tersebut terbukti dengan kemampuan BRI dalam mempertahankan posisi gapnya dan meningkatkan pendapatan yang diperoleh. Berdasarkan kondisi tersebut maka usaha yang dapat dilakukan BRI untuk menghadapi tren kenaikan suku bunga dalam kondisi gap negatif adalah meningkatkan rate sensitive asset dan menurunkan rate sensitive liability. Sedangkan langkah-langkah untuk menghadapi tren nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap US dollar adalah dengan meningkatkan pengendalian kebijakan posisi devisa neto dan melakukan diversifikasi kepemilikan valuta asing.
4
ANALISIS SENSITIVITAS GAP SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR BANK RAKYAT INDONESIA PERIODE 2007-2008
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh DEWI WULAN LORISTIANA H24051639
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
5
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN ANALISIS SENSITIVITAS GAP SUKU BUNGA DAN NILAI TUKAR BANK RAKYAT INDONESIA PERIODE 2007-2008
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh DEWI WULAN LORISTIANA H24051639 Menyetujui, Agustus 2009
Ir. Budi Purwanto, ME Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
6
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati pada 24 Oktober 1986 dengan nama Dewi Wulan Loristiana. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Sunardi dan Nur Khayati Penulis memulai pendidikan di Taman Kanak-kanak Mardisiwi Payak tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 03 Payak pada tahun 1993. Tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tayu dan pada tahun 2002 melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pati pada program IPA. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Tingkat Persiapan Bersama dan diterima di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen pada tahun 2006. Untuk melengkapi kompetensi dalam program mayor Manajemen, penulis juga mengambil program minor Kebijakan Agribisnis. Selama menjalani perkuliahan, penulis berpartisipasi dalam beberapa organisasi, seperti aktif dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) periode 2005-2008 serta menjadi staf pengurus Bina UKM pada tahun 2007-2008. Penulis juga pernah menjadi staf pengajar les Akuntansi Biaya pada program Kumulasi yang diselenggarakan oleh Center of Management (Com@). Selain itu, penulis juga mengikuti berbagai pelatihan serta seminar baik yang diselenggarakan oleh Departemen Manajemen maupun luar departemen. Pada tahun 2008, penulis menjadi Mahasiswa Berprestasi mewakili Depatemen Manajemen, menjadi finalis Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa Tingkat IPB bidang Ilmu Pengetahuan Sosial serta menjadi finalis Kompetisi Pemikiran Kritis Tingkat Nasional bidang Perekonomian. Pada tahun yang sama, penulis juga mengikuti kegiatan magang di PT Taspen (Persero) Tbk Cabang Bogor selama satu bulan.
7
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Sensitivitas Gap Suku Bunga dan Nilai Tukar Bank Rakyat Indonesia Periode 2007-2008 yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengambil judul tersebut terkait dengan kondisi perekonomian global yang sedang mengalami krisis dan berakibat pada peningkatan risiko pasar perbankan termasuk di Indonesia. Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ir. Budi Purwanto, ME sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis. 2. Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM dan Ibu Hardiana Widyastuti, S.Hut, MM selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk perbaikan skripsi penulis. 3. Seluruh staf pengajar Departemen Manajemen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan yang berguna bagi penulis, serta seluruh staf tata usaha Departemen Manajemen atas segala bantuan selama penulis menyelesaikan perkuliahan. 4.
Bapak Vedy Virnata “Divisi Treasury” yang telah memberikan masukan, meluangkan waktunya untuk diskusi dan membantu penulis selama melakukan penelitian, serta Bapak Eman “Divisi Sekretariat Perusahaan” dan seluruh staf divisi Treasury BRI Kantor Pusat yang telah memberikan informasi dan kemudahan selama penelitian.
5. Kedua orang tuaku (Bapak dan Ibu), adik-adikku (Lita dan Firda) dan seluruh keluarga besar yang senantiasa memberikan curahan kasih sayang, doa yang
8
tulus, pengorbanan, motivasi, serta dukungan yang menguatkan langkah perjalanan penulis. 6. Seseorang yang menjadi sosok kakak, sahabat, teman, serta pendamping yang menjadikan hari-hari penulis penuh arti. Selalu di sampingku, ingatkan aku ketika aku salah, kuatkan aku ketika aku lelah dan bangkitkan aku ketika terjatuh. 7. Teman-teman ex-Green House Community (Dhina ’Tulang’, Becky ‘Kura’, Desty ’Panda’, Binda ’Bindhut’ dan Neila), ex-Puri Sembilan Community (Ismi, Ika, Ratih, Endah), serta ex-Yakuza Community (Momon, Dedy, Rofian, Topan, Ali) yang selalu mendukung, berbagi keceriaan dan menemani hari-hari penulis. 8. Sahabat-sahabat terdekat (Ade, Nia, Ila, Izul, Siska, Iqbal, Gigih) yang selalu memberikan semangat, motivasi dan meluangkan waktu untuk menemani harihari penulis. 9. Teman-teman satu bimbingan (Ayu, Rini, Didit, Gema) yang telah berjuang bersama-sama. 10. Teman-teman Manajemen Angkatan 42 yang selalu bersama-sama membuat kenangan dan persahabatan yang indah serta mengajarkan bagaimana memaknai hidup. 11. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga Allah memberikan pahala atas kebaikannya. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk kemajuan yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan bernilai ibadah dalam pandangan ALLAH SWT. Amin.
Bogor, Agustus 2009 Penulis
9
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ..............................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..........................................................................
v
DAFTAR ISI ..........................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
ix
I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................... 1.5. Batasan Penelitian ....................................................................
1 6 10 11 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi Bank ............................................................................. 2.2. Bentuk dan Risiko Pasar Perbankan ........................................ 2.2.1 Risiko Suku Bunga ....................................................... 2.2.2 Risiko Nilai Tukar ........................................................ 2.3. Manajemen Risiko ................................................................... 2.3.1 Gap Sensitivity Management ........................................ 2.3.2 Foreign Exchange Management .................................. 2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu .................................................
12 13 15 16 18 19 24 26
III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ................................................................. 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 3.3. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 3.4. Metode Pengolahan danAnalisis Data ..................................... 3.4.1 Sensitivity Gap Analysis ............................................... 3.4.2 Korelasi ........................................................................
28 32 32 32 32 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Bank Rakyat Indonesia .............................. 4.1.1 Sejarah Bank Rakyat Indonesia ................................... 4.1.2 Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia .......................... 4.1.3 Kegiatan Usaha ............................................................ 4.2. Kinerja dan Proses Pengelolaan Aset dan Labilitas BRI ......... 4.2.1 Asset Liability Committee ............................................ 4.2.2 Proses Pengelolaan Aset dan Liabilitas BRI ................ 4.2.3 Perkembangan dan Struktur Aktiva BRI .....................
35 35 38 38 42 42 44 48
10
4.2.4 Perkembangan dan Struktur Pasiva BRI ...................... 4.2.5 Perkembangan Ekuitas BRI ......................................... 4.3. Posisi dan Struktur Gap Sensitivitas BRI ................................ 4.3.1 Perkembangan Suku Bunga dan Nilai Tukar ............... 4.3.2 Posisi Gap Sensitivitas Suku Bunga ............................ 1. Posisi Gap Sensitivitas Tahunan ............................. 2. Struktur Gap Sensitivitas BRI Periode Desember 2007 dan 2008 ........................................ 3. Posisi Gap Sensitivitas Suku Bunga Triwulanan ............................................................... 4.3.3 Posisi Gap Sensitivitas Nilai Tukar .............................. 1. Posisi Devisa Neto Tahunan .................................... 2. Posisi Devisa Neto Triwulanan ............................... 4.3.4 Dampak Posisi Gap ...................................................... 4.4. Efektivitas Manajemen Gap BRI ............................................. 4.4.1 Potensi Perubahan NII dan Perbandingannya dengan NII Riil tahun 2008 ...................................................... 4.4.2 Efektivitas Manajemen Gap Suku Bunga .................... 4.4.3 Efektivitas Manajemen Gap Nilai Tukar ..................... 4.5. Implikasi Manajerial ................................................................
51 53 58 58 59 61 63 73 80 81 83 88 100 100 104 106 107
KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ...................................................................................... 2. Saran .................................................................................................
111 112
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
114
LAMPIRAN ..........................................................................................
116
11
DAFTAR TABEL
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Halaman Posisi Aktiva, Kredit, Dana Pihak Ketiga Sepuluh Bank Terbesar ................................................................. Income Statement BRI Periode 2003-2007 ................................... Pertumbuhan Pendapatan BRI Per Kuartal Periode 2007-2008 ........................................................................ Langkah-Langkah dalam Mengubah Rate Sensitive .................... Matriks Gap .................................................................................. Rekapitulasi Daftar Kantor BRI Per Juli 2008 .............................. Perkembangan Aktiva Produktif (Interest Earning Assets) ........... Rasio Kredit Bermasalah (Non Performing Loan/NPL) BRI Berdasarkan Segmen ............................................................. Perkembangan Kewajiban yang Mengandung Beban Bunga ....... Perkembangan Kualitas Kesehatan BRI ....................................... Perkembangan CAR BRI .............................................................. Analisis Gap Periode Desember 2007 .......................................... Analisis Gap Periode Desember 2008 .......................................... Komponen Penempatan di BI dan Bank Lain .............................. Portofolio Efek BRI per Desember 2007 dan 2008 ...................... Perkembangan Kredit BRI Berdasarkan Kolektibilitas ................ Posisi Gap per Maret 2008 ........................................................... Posisi Gap per Juni 2008 .............................................................. Posisi Gap per September 2008 .................................................... Posisi Gap per Desember 2008 ..................................................... Posisi Exposure Valas BRI periode 2007-2008 ........................... Struktur Valuta Asing untuk Aset dan Kewajiban BRI ................ Posisi PDN per Maret 2008 .......................................................... Posisi PDN per Maret 2008 .......................................................... Posisi PDN per September 2008 .................................................. Posisi PDN per Desember 2008 ................................................... Pembentukan Interest Income dan Interest Expense oleh RSA, non RSA, RSL, dan non RSL per Desemberr 2007 ..................... Simulasi Dampak Perubahan Suku Bunga terhadap Pendapatan BRI untuk Periode Sensitvitas Desember 2007 ............................. Pembentukan Interest Income dan Interest Expense oleh RSA, non RSA, RSL, dan non RSL per Desember 2008 ....................... Simulasi Dampak Perubahan Suku Bunga terhadap Pendapatan BRI untuk Periode Sensitvitas Desember 2008 ............................ Perbandingan Estimasi NII Menggunakan Gap tahun 2007 dengan NII Riil Tahun 2008 ......................................................... Proyeksi Perubahan NII Berdasarkan Gap Tahun 2008 ............... Posisi Gap, Suku bunga, dan NII BRI per Triwulan Periode 2008 ................................................................................. Kondisi PDN BRI dan Nilai Tukar per Triwulan 2008 ...............
6 7 8 23 33 37 48 51 51 54 56 62 63 65 66 70 75 76 77 79 81 83 84 85 86 87 91 93 96 98 100 103 105 107
12
DAFTAR GAMBAR
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33.
Perkembangan Suku Bunga Dunia ............................................... Capital Inflow SUN-SBI-Saham .................................................. Pergerakan Suku Bunga SBI ........................................................ Pergerakan NII perbankan ............................................................ Penyaluran Dana Bank ................................................................. Sumber Dana Bank ....................................................................... Klasifikasi Risiko ......................................................................... Zero Gap Position ........................................................................ Positive Gap Position ................................................................... Negative Gap Position .................................................................. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................. Aliran Dana pada BRI .................................................................. Proses Asset Liability Management pada BRI .............................. Perbandingan Struktur Aktiva Produktif BRI .............................. Perkembangan dan Komposisi DPK BRI ..................................... Perbandingan Struktur Kewajiban BRI ........................................ Perkembangan Aset, Kewajiban, dan Modal BRI ........................ Perkembangan Pendapatan dan Beban Bunga .............................. Perkembangan Suku Bunga SBI 3 Bulan dan BI Rate periode 2007-2008 ........................................................................ Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Periode 2007-2008 ............... Perbandingan Perkembangan Tujuan Kepemilikan Portofolio Efek BRI ...................................................................... Perbandingan Proporsi Efek dalam Rupiah dan Valas ................. Perkembangan Proporsi Obligasi Rekapitalisasi Pemerintah ....... Perbandingan Proporsi Kredit BRI Berdasarkan Jangka Waktu Pemberian Kredit .............................................................. Perbandingan Proporsi Komponen Pembentuk RSL .................... Posisi Gap Sensitivitas BRI per Triwulan 2008 ........................... Pertumbuhan NII BRI per Triwulan selama Tahun 2008 ............. Posisi Exposure BRI per Triwulan 2008 ...................................... Incremental Funding Gap BRI Periode Desember 2007 ............. Incremental Funding Gap BRI Periode Desember 2008 ............. Persentase Pertumbuhan Pendapatan Bunga, Beban Bunga, dan Pendapatan Bunga Bersih (NII) BRI Periode 2005-2008 ...... Tren Pergerakan Suku Bunga SBI 3M Periode 2007-2009 .......... Tren Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Periode 2006-2009 ............
Halaman 2 3 4 5 12 13 14 20 21 21 31 44 46 49 52 53 54 57 58 59 66 67 68 69 71 73 74 84 89 94 99 102 102
13
DAFTAR LAMPIRAN
No 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar selama 2006-2008 ........................................................................ Maturity Profile BRI tahun 2007 .................................................. Maturity Profile BRI tahun 2008 .................................................. Pergerakan Berbagai Suku Bunga Domestik selama 2007-2008 . Correlation Matrix Berbagai Suku Bunga Domestik ...................
117 118 120 122 124
14
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Krisis di satu negara besar yang menerapkan sistem perekonomian terbuka berpotensi menjadi krisis global. Sementara itu, negara-negara yang memiliki ketergantungan ekonomi terhadap negara penyebab krisis juga akan terkena dampak. Hal ini seperti yang terjadi pada negara Amerika Serikat (AS) yang pada tahun 2007-2008 mengalami krisis keuangan akibat kredit macet sektor properti Subprime Mortgage. Krisis tersebut juga berdampak pada perekonomian Indonesia. Sub-prime mortgage loans (SPM) merupakan jenis kredit yang diberikan lembaga keuangan dalam rangka pembiayaan perumahan yang tidak memenuhi persyaratan pengajuan standar yang berlaku umum atau berisiko tinggi (Kajian Stabilitas Keuangan BI, 2007). Kejatuhan pasar surat utang Subprime Mortgage menjadi pengaruh negatif yang memicu investor asing untuk mengurangi portofolio instrumen keuangan berisiko tinggi di emerging market termasuk Indonesia
dan berpindah ke aset-aset
berdenominasi dollar AS. Bank sentral AS telah menurunkan Fed Fund Rate menjadi 1,5 persen dalam upaya pemulihan pertumbuhan ekonomi. Hal ini bertujuan untuk mencegah kenaikan inflasi. Namun di sisi lain, suku bunga London Interbank Offer Rate (LIBOR) sebagai patokan suku bunga yang digunakan oleh pelaku ekonomi justru meningkat tajam. Hal ini akan melumpuhkan pertumbuhan ekonomi dunia secara perlahan. Jika perang suku bunga dibiarkan, suku bunga deposito bank-bank besar akan ikut naik sehingga suku bunga kredit di Indonesia akan melonjak dari sebelumnya di semester I/2008 yang hanya 1112 persen, bisa menjadi 16-18 persen. Jika hal ini terjadi maka angka kredit bermasalah akan meningkat (Adityaswara dalam Publikasi Kebijakan Moneter, BI, 2008). Gambar 1 merupakan grafik pergerakan suku bunga dunia selama periode 2001-2007.
15
Gambar 1. Perkembangan Suku Bunga Dunia (www.bi.go.id, 2008) Tekanan likuiditas pasar global di pasar keuangan Indonesia telah menimbulkan aliran dana ke luar (outflows), tercermin pada turunnya jumlah penanaman investor asing terutama pada SUN dan SBI. Menjelang akhir semester I tahun 2007, perilaku profit taking investor asing yang terutama dipicu pengaruh negatif dari pasar internasional menyebabkan terkoreksinya perkembangan pasar modal dan sempat menekan nilai tukar. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran akan berulangnya krisis keuangan yang bersumber dari terjadinya capital outflows dalam jumlah besar secara bersamaan (sudden reversal) yang berpotensi menekan stabilitas sistem keuangan. Perkembangan capital inflow SUN, SBI dan saham selama Juni 2006- Juni 2007 ditunjukkan pada Gambar 2 (Kajian Stabilitas Keuangan, BI, 2007). Perubahan lingkungan usaha yang sangat cepat akan berpengaruh terhadap kemampuan profitabilitas dan kinerja bank. Gejolak perekonomian merupakan salah satu faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan. Dalam menjalankan bisnisnya, bank terkait erat dengan perubahan faktor ini. Ketidakmampuan perbankan Indonesia dalam menghadapi krisis ekonomi, serta berbagai masalah perekonomian nasional mendorong pemerintah untuk mengembangkan prudential banking yang dilakukan melalui supervisi bank
16
Indonesia terhadap pelaksanaan manajemen risiko. Penerapan manajemen risiko bertujuan untuk meningkatkan kinerja keuangan bank dan memastikan bank tidak akan mengalami kerugian yang tidak mampu ditanggungnya.
Gambar 2. Capital Inflow SUN-SBI-Saham (www.bi.go.id, 2008) Kegiatan usaha bank senantiasa dihadapkan pada risiko-risiko yang berkaitan erat dengan fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan. Risiko utama yang dihadapi perbankan adalah risiko kredit, risiko pasar dan risiko operasional. Risiko pasar baik pasar uang maupun pasar modal berpotensi memberikan kerugian dari aset-aset yang diperdagangkan. Bank merupakan industri yang bergerak di bi dang jasa dengan mendasarkan pendapatannya melalui interest based income dan fee based income. Salah satu indikator risiko pasar adalah perubahan suku bunga yang berpengaruh terhadap struktur aset dan kewajiban bank. Gambar 3 merupakan grafik pergerakan suku bunga SBI satu bulanan selama
kurun waktu Agustus-
November 2008. Perubahan nilai tukar (exchange rate) juga mempengaruhi profitabilitas perusahaan melalui komponen-komponen yang yang ditempatkan
dan
dihimpun dalam valuta asing. Nilai tukar akan berpengaruh terhadap tingkat permintaan kredit dan investasi yang pada akhirnya akan berdampak pada perolehan laba perusahaan. Risiko fluktuasi nilai tukar harus dikelola dengan
17
baik dan menyeluruh yang dikaitkan dengan mismatch yang terjadi dalam neraca sehingga dapat memaksimalkan dan mendukung tujuan manajemen likuiditas.
Gambar 3. Pergerakan Suku Bunga SBI (www.bi.go.id, 2008) Bergejolaknya pasar keuangan global akibat efek lanjutan krisis subprime mortgage menyebabkan investor global serentak melakukan penilaian ulang terhadap profil risiko investasinya. Penarikan
dana dari
investasi di pasar keuangan negara berkembang yang dipan dang berisiko pun meningkat sehingga menimbulkan tekanan terhadap mata uang di sebagian besar negara tersebut. Selain itu, penarikan dana investor global tersebut merupakan upaya untuk menutup kerugian dari investasinya di pasar keuangan negara maju. Kondisi tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika semakin melemah sejak pertengahan 2007 sampai akhir 2008. Hal ini tentu saja berdampak buruk terhadap perekonomian terutama sektor riil dan inflasi, serta perolehan Net Interest Income (NII) perbankan. Pergerakan NII perbankan selama 2005-2007 seperti pada Gambar 4.
18
Gambar 4. Pergerakan NII Perbankan (www.bi.go.id, 2008) Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan salah satu bank pemerintah yang kuat dalam lingkungan industri perbankan Indonesia, dengan berfokus pada microbanking BRI terbukti lebih mampu menghadapi krisis ekonomi tahun 1997 dilihat dari stabilitas kinerjanya. Kinerja BRI selalu mengalami peningkatan terlihat dari perolehan laba atau spread yang terus meningkat, penurunan tingkat non performing loans,, serta permodalan yang kuat. BRI menghadapi persaingan yang ketat dalam seluruh kegiatan bisnisnya, pesaing utamanya adalah bank-bank milik pemerintah daerah, serta bank komersial lainnya. Daya saing yang merupakan keunggulan BRI adalah posisi yang kuat dalam pembiayaan mikro, kualitas aktiva yang baik dan berbasis permodalan yang kuat, manajemen risiko yang hati-hati, jaringan terluas se-Indonesia, brand recognition dan brand loyalty yang kuat, serta tim manajemen yang berpengalaman dan profesional. Tabel 1 menunjukkan total aktiva, kredit dan dana pihak ketiga dari sepuluh besar bank-bank terbesar di Indonesia, data diambil per 31 Agustus 2008.
19
Tabel 1. Posisi Aktiva, Kredit dan dana Pihak Ketiga Sepuluh Bank Terbesar (miliar rupiah) Bank
Bank Mandiri BCA BRI BNI Bank danamon Bank Niaga Pan Indonesia Bank Bank Internasional Indonesia Citibank Bank Permata Total
Total Aktiva 283.966 222.480 198.429 170.830 99.697
Pangsa Pasar (%) 14,02 10,99 9,8 8,44 4,92
DPK
Pangsa Pasar (%) 217.248 14,24 189.267 12,4 157.752 10,34 132.374 8,67 68.394 4,48
58.191 56.632
2,87 2,8
47.219 37.983
51.706
2,55
44.381 43.764 1.230.076
2,19 2,16 58,58
Kredit
138.307 102.301 144.485 102.476 62.005
Pangsa Pasar (%) 11,47 8,48 11,98 8,5 5,14
3,09 2,49
46.359 35.751
3,84 2,96
40.717
2,67
33.016
2,74
31.737 33.518 956.208
2,08 2,2 62,66
28.589 32.423 725.711
2,37 2,69 60,18
Sumber: www.bi.go.id/statistikperbankanindonesia (2008, diolah) Net interest margin (NIM) yang diperoleh BRI relatif lebih tinggi dibandingkan para pesaingnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan aset dan kewajiban BRI lebih efisien. Kinerja keuangan BRI yang efektif terlihat dari penyaluran kredit yang tertinggi dan menyebabkan pencapaian NIM yang tertinggi di antara sepuluh bank terbesar di Indonesia. Sejalan dengan kelanjutan pembangunan dan reformasi keuangan di Indonesia, BRI juga akan menghadapi tingkat persaingan yang semakin tinggi. Kondisi tersebut mendorong kebutuhan pelaksanaan manajemen risiko sebagai upaya untuk mengantisipasi risiko yang mungkin timbul. Selain itu, kinerja keuangan BRI yang efektif juga dapat dilihat dari profitabilitas perusahaan berupa perolehan NII yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Tabel 2 menunjukkan perolehan pendapatan BRI dari tahun 2003-2007.
20
Tabel 2. Laporan Laba/Rugi BRI Periode 2003-2007 (miliar rupiah) Uraian Pendapatan bunga Beban Bunga Pendapatan Bunga Bersih Fee & Pendapatan Operasional lainnya Pendapatan Operasional Kotor Beban Operasional Lainnya Laba Operasional Provisi Pendapatan (beban) non Operasional Laba sebelum pajak Pendapatan Bersih Laba Bersih per Saham
Tahun 2003 15.069 -7.043 8.026
2004 15.530,8 -4.273,2 11.257,6
2005 17.253,7 -4.827,4 12.426,3
2006 21.070,5 -7.300,8 13.769,7
2007 23.240,6 -6.544,1 16.696,9
939
1.446,8
390
1.509
1.821,7
8.965
12.704,4
12.816,3
15.278,7
18.518,3
-5.810
-5.887
-7.103
-7.646,1
-9.019,6
3.155 -75 406
6.817,4 -1.328,4 444,2
5.713,3 -401 295,6
7.632,7 -1.848 122,1
9.498,7 -1.942,7 224,1
3.636 2.502 -
5.731,2 2.560 306,6
5.608 355,6 321,7
5.906,8 4.257,6 355,6
7.780,1 4.838 403,6
Sumber : www.bri.co.id/financialupdate2008/ (2008, diolah) Ketidakpastian pergerakan suku bunga dan nilai tukar menyebabkan perubahan pada perolehan Net Interest Income BRI
dan penurunan
profitabilitas. Peningkatan suku bunga menyebabkan pendapatan bunga yang diterima bank meningkat. Namun di sisi lain, beban bunga juga mengalami peningkatan. Dimana peningkatan beban bunga lebih besar dibandingkan peningkatan pendapatan bunga.
Jika kenaikan suku bunga terjadi dalam
waktu yang cukup lama maka pendapatan bunga akan turun dan beban bunga akan terus meningkat. Oleh karena itu, perusahaan harus menyusun strategi untuk mempertahankan profitabilitas dan mengurangi dampak dari risiko suku bunga tersebut. Pertumbuhan pendapatan BRI per triwulan untuk tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.
21
Tabel 3. Pertumbuhan Pendapatan BRI Per Triwulan (miliar rupiah) Uraian
Pendapatan Bunga Beban Bunga Pendapatan Bunga Bersih Fee & Pendapatan Operasional lainnya Pendapatan Operasional Kotor Beban Operasional Lainnya Laba Operasional Provisi Pendapatan (beban) non Operasional Laba sebelum pajak Pendapatan Bersih Laba Bersih per Saham
2008*
2007 Triwulan I 55.943
Triwulan II 11.280
Triwulan III 17.154,3
Triwulan IV
Triwulan I
Triwulan III 20.270 (18,16%) -5.572,5 (17,06%) 14.697,5 (18,58%) 1.387 (16,50%)
Triwulan IV
6.419 (14,74%) -1.762,1 (7,75%) 4.656,9 (17,63%) 264 (-19,31%)
Triwulan II 13.208,3 (17,10%) -3.631,5 (15,38%) 9.576,8 (17,76%) 1.000,6 (36,96%)
23.240,6
-1.635,3
-3.147,3
-4.760,2
-6.552,9
3.959
8.132,7
12.394,1
16.687,7
327
730,6
1.190,6
1.775,4
4.286,2
8.863,3
13.584,7
18.463,1
4.920,9 (14,81%)
10.577,4 (19,34%)
16.084 (18,40%)
22.131,6 (19,87%)
-1.927,9
-4.061,9
-6.514
-8.964,4
-2.254,9 (16,96%)
-5.073,4 (24,90%)
-7.490,6 (14,99%)
-10.941,9 (22,05%)
2.358,4
4.801,4
7.070,7
9.489,7
-1.475
-1.919,6
-1.709,6
20,3
27,9
40,4
224,1
5.504 (14,63%) -1.426 (-3,38%) 22,5 (-19,3%)
8.593,7 (21,54%) -2.317,2 (20,71%) 33,5 (-17,16%)
11,189,7 (17,91%)
-667,4
2.666 (13,05%) -627,7 (-5,94%) 12,5 (-38,49%)
1.711,2
3.353,4
5.191,5
7.780,1
1.224,7
2.358,3
3.618,4
4.838
409,2
393,8
604
798,70
2.050,7 (19,64%) 1.408,5 (15%) 470 (14,88%)
4.100,6 (22,2%) 2.818,2 (19,5%) 470,2 (19,39%)
6.310 (21,54%) 4.238,5 (17,13%) 707,2 (17,08%)
28.468,3 (22,49%) -8.448,7 (28,93%) 19.647,9 (17,74%) 2.483,7 (39,89%)
-2.367,7 (38,49%) 475,9 (112,36%) 8.822 (13,39%) 5.958,4 (23,16%) 983,37 (23,12%)
Sumber: Financial Update Q1, Q2, Q3, dan Laporan Keuangan Tahun 2008 (diolah) *Angka dalam kurung merupakan pertumbuhan dari tahun 2007 ke tahun 2008
Risiko pasar yang timbul karena pergerakan suku bunga akan berpengaruh terhadap aset dan kewajiban yang diperdagangkan. Perubahan suku bunga akan mempengaruhi kedua sisi tersebut yang berpotensi menimbulkan gap atau ketidaksesuaian. Gap tersebut harus dikelola dengan baik agar tidak menghambat kinerja bank. Pengelolaan gap yang tepat akan berpengaruh terhadap perolehan NII bank. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan yang tepat dalam merumuskan strategi yang sesuai untuk memperkirakan risiko perubahan suku bunga yang akan terjadi pada priode berikutnya.
22
1.2. Perumusan Masalah Kegiatan bisnis bank tidak terlepas dari berbagai risiko bisnis baik situasi politik, ekonomi, hukum, kebijakan pemerintah, serta peraturanperaturan lain yang berlaku di Indonesia. Hal ini merupakan sumber risiko eksternal. Faktor eksternal yang bergerak berlawanan dengan arah kebijakan manajemen tidak jarang memberikan risiko tambahan baik itu risiko likuiditas maupun default risk. Suku bunga SBI tiga bulanan telah meningkat sebesar 1,69 persen atau 169 basis poin dengan tren yang terus meningkat selama kurun waktu 20072008. Peningkatan suku bunga SBI menyebabkan peningkatan beban bunga yang harus ditanggung bank, serta meningkatkan suku bunga kredit. Peningkatan suku bunga kredit menyebabkan permintaan kredit menurun dan meningkatkan risiko non performing loan. Pergerakan suku bunga SBI dan nilai tukar yang tidak pasti berpengaruh terhadap kegiatan perbankan baik dari segi penghimpunan dana maupun segi penyaluran dana. Hal ini akan berpengaruh terhadap posisi aset dan kewajiban bank, serta perolehan Net Interest Income. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada akhir triwulan ke-IV tahun 2008 juga mengalami depresiasi yang cukup tajam dengan menyentuh angka Rp 10.900 per dollar AS, menurun drastis dibandingkan dengan akhir triwulan ke-III yang berada di posisi Rp 9.590 per dollar AS. Penurunan nilai tukar rupiah didorong oleh menguatnya dollar AS terhadap hampir semua mata uang (kecuali terhadap Yen Jepang)
dan terjadinya
capital flight terutama dari pasar finansial Indonesia yang diikuti oleh penurunan indeks harga saham
dan jatuhnya harga Surat Utang Negara
(SUN). Di masa mendatang, berbagai faktor eksternal diperkirakan masih akan mempengaruhi pergerakan rupiah. Depresiasi nilai tukar dan peningkatan suku bunga pada krisis ekonomi tahun 1998 menyebabkan nilai kredit dan beban bunga meningkat tajam. Hal ini menyebabkan para debitur menghadapi kesulitan untuk memenuhi kewajibannya sehingga mendorong peningkatan non performing loans. Selain itu, profitabilitas BRI juga mengalami penurunan yang tajam yaitu terjadi
23
NIM negatif. Kondisi ini merupakan salah faktor yang menyebabkan BRI harus disertakan dalam program restrukturisasi. Usaha ini dilakukan melalui upaya
pemulihan
portofolio
kredit,
perbaikan
manajemen
risiko,
pendefinisian kembali strategi perusahaan,, serta peningkatan efisiensi operasional. Adanya program restrukturisasi tersebut menjadikan BRI sebagai bank yang kuat dari segi permodalan maupun manajemen risiko. Pendapatan bunga bersih meningkat, CAR membaik, NIM meningkat,, serta NPL menurun. Penurunan NPL mencerminkan sistem manajemen risiko kredit yang baik, se dangkan peningkatan pendapatan bunga bersih mencerminkan kinerja aset dan kewajiban yang dikelola dengan hati-hati
dan rinci oleh tim yang
berkompeten. Pengelolaan aset dan kewajiban tersebut dilakukan oleh asset liability committee (ALCO), kinerja ALCO akan menentukan profitabiltas bank. Dalam menjalankan tugasnya, ALCO harus selalu memperhatikan risiko-risiko yang mengancam profitabilitas perusahaan, seperti perubahan suku bunga dan nilai tukar. Risiko tersebut harus dikelola dengan baik agar dapat diketahui seberapa besar potensi kerugian yang ditimbulkan sehingga dapat direkomendasikan strategi yang tepat untuk mengantisipasi fluktuasi risiko pasar pada periode berikutnya. Berdasarkan uraian di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dari penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana proses dan kinerja pengelolaan aset, serta kewajiban BRI periode krisis keuangan global 2007-2008?
2.
Bagaimana posisi dan struktur gap management BRI berkaitan dengan risiko perubahan suku bunga dan nilai tukar?
3.
Seberapa efektifkah manajemen gap yang telah dilakukan oleh BRI periode 2007-2008?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dar penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui proses dan kinerja pengelolaan aset, serta kewajiban BRI periode krisis keuangan global 2007-2008.
24
2.
Menganalisis posisi dan struktur gap management BRI berkaitan dengan risiko perubahan suku bunga dan nilai tukar.
3.
Menganalisis efektivitas manajemen gap yang telah dilakukan oleh BRI selama periode 2007-2008.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang berkepentingan, khususnya pihak Bank Rakyat Indonesia sebagai pemberi kredit dan pengelola perubahan, serta masyarakat sebagai pengguna jasa bank. Hal ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan kepada pihak yang berkepentingan dalam menerapkan manajemen gap sensitivitas sejalan dengan perubahan kondisi makroekonomi Indonesia dan a danya krisis keuangan global sehingga risiko kredit macet dapat dihindari
dan
perubahan NII dapat diperkirakan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini berfokus pada pengkajian konsep pengelolaan aset dan kewajiban, manajemen risiko terutama risiko pasar perbankan yang berfokus pada risiko suku bunga dan nilai tukar,, serta efektivitas manajemen gap yang telah dilakukan BRI selama periode 2007-2008. Analisa kuantitatif dibatasi pada pengaruh risiko pasar dalam earning perspective yaitu dampak perubahan suku bunga dan nilai tukar terhadap profitabilitas berdasarkan simulasi gap yang terbentuk oleh BRI.
25
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bank menurut Undang-undang RI Nomor 10 tahun 1998 tanggal 10 November adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Kasmir (2004) mendefinisikan bank sebagai lembaga keuangan yang kegiatan pokoknya adalah menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat, serta memberikan jasa bank lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan lembaga keuangan adalah setiap badan usaha yang kegiatannya baik hanya menghimpun dana, atau menyalurkan dana atau kedua-duanya menghimpun dan menyalurkan. 2.1. Fungsi Bank Berdasarkan definisi di atas dapat diketahui bahwa kegiatan utama bank adalah menghimpun dana, menyalurkan dana dan memberikan jasajasa bank lainnya. Gambar 5 menunjukkan kegiatan-kegitan yang dilakukan oleh bank. Bank
Menghimpun dana
Menyalurkan dana
¾ Rekening giro ¾ Rekening tabungan ¾ Rekening deposito
¾ Kredit investasi ¾ Kredit modal kerja ¾ Kredit produktif ¾ Kredit perdagangan ¾ Dll
Memberikan jasajasa bank lainnya ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Transfer Kliring Inkaso L/C Bank garansi Bank card Safe deposit Dll
Gambar 5. Penyaluran Dana Bank (Kasmir, 2004) Bank memerlukan dana dalam menjalankan aktivitasnya yang dapat diperoleh dari berbagai sumber. Perolehan dana tersebut tergantung pada
26
bank itu sendiri apakah secara pinjaman dari masyarakat, lembaga lainnya atau modal sendiri. Sumber dana bank secara umum seperti pada Gambar 6. Sumber dana bank
Masyarakat
Modal Sendiri ¾ Setoran modal dari emegan saham ¾ Cadangan bank ¾ Laba yang belum dibagi
¾ Simpanan giro ¾ Simpanan tabungan ¾ Simpanan deposito
Lembaga Lainnya ¾ Kredit likuiditas dari BI ¾ Call money ¾ Pinjaman dari bank luar negeri ¾ Surat berharga pasar uang
Gambar 6. Sumber Dana Bank (Kasmir, 2004) Pendapatan bank diperoleh dari spread atau sering disebut interest based income dalam menjalankan bisnis menghimpun dan menyalurkan dana tersebut. Aktiva produktif utama bank adalah portofolio yang merupakan interest earning asset, disamping aset-aset lain dalam bentuk penyertaan, tagihan dan instrumen pasar uang lainnya yang akan menghasilkan pendapatan bunga. Sedangkan pada sisi pasiva, bank dibebani oleh biaya dana atas sumber dana yang digunakan bank. 2.2. Bentuk dan Risiko Pasar Perbankan Djohanputro (2004), mengemukakan pengertian dasar risiko terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastiannya terukur secara kuantitatif. Ada beberapa pengertian istilah risiko, yaitu: 1. Risiko bisa diartikan sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya. 2. Risiko adalah ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan dan dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan Bank Indonesia mendefinisikan risiko sebagai potensi terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian bank. Secara umum risiko
27
perbankan dapat diartikan sebagai kombinasi dari berbagai kemungkinan peristiwa yang dapat terjadi, serta dampaknya terhadap bank. Kemungkinan tersebut berupa keuntungan (upside) atau kerugian (downside). Risiko perusahaan dapat dikategorikan ke dalam empat jenis risiko, yaitu keuangan, operasional, strategis dan eksternalitas. Dimana risiko keuangan terdiri dari risiko pasar, risiko likuiditas, risiko kredit dan risiko permodalan. Melambatnya perekonomian global menyebabkan risiko pasar meningkat dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan baik global, regional, maupun domestik. Adapun risiko pasar keuangan meliputi risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar, risiko komoditas dan risiko ekuitas. Djohanputro (2004), mengklasifikasikan risiko-risiko tersebut seperti pada Gambar 7.
Risiko Keuangan
Risiko Pasar
Risiko tingkat bunga
Risiko Likuiditas
Risiko nilai tukar
Risiko Kredit
Risiko komoditas
RisikoPermodalan
Risiko ekuitas
Gambar 7. Klasifikasi Risiko (Djohanputro, 2004) Risiko tingkat bunga merupakan risiko yang berdampak pada potensi penyimpangan beban biaya atau pendapatan karena fluktuasi suku bunga. Bagi perusahaan nonlembaga keuangan, risiko suku bunga lebih penting dalam aspek biaya daripada pendapatan. Sedangkan risiko nilai tukar adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena fluktuasi nilai tukar. Perubahan nilai tukar menyebabkan perubahan ekspektasi arus kas masa depan dan tingkat risiko strategis yang berarti juga mengubah biaya modal. Risiko komoditas merupakan potensi penyimpangan ekspektasi penerimaan atau kewajiban pembayaran rupiah karena perusahaan melakukan transaksi komoditas secara forward. Transaksi forward adalah
28
transaksi yang disepakati saat ini mengenai jumlah atau volume komoditas yang ditransaksikan, harga dan jatuh temponya, serta eksekusi dilakukan saat jatuh tempo. Sedangkan risiko ekuitas adalah potensi penyimpangan hasil karena berfluktuasinya harga atau indeks saham. Perusahaan pada umumnya tidak terlalu mempedulikan risiko ekuitas karena investasi dalam bentuk ini relatif kecil. Penelitian ini dibatasi pada risiko tingkat bunga dan nilai tukar karena risiko tersebut merupakan risiko yang terkena pengaruh langsung dari krisis keuangan global. Pergerakan tingkat suku bunga dunia yang terus meningkat menimbulkan goncangan pada pasar keuangan domestik, serta mendorong peningkatan berbagai suku bunga domestik dan melemahnya nilai tukar. Hal ini akan berpengaruh langsung terhadap kondisi perbankan nasional. 2.2.1 Risiko Suku Bunga Risiko pasar berkaitan dengan potensi penyimpangan hasil keuangan karena pergerakan variabel pasar selama periode likuidasi dan perusahaan harus secara rutin melakukan penyesuaian nilai terhadap pasar (Djohanputro, 2004). Risiko pasar yang berpengaruh terhadap perbankan adalah risiko suku bunga, risiko nilai tukar dan risiko ekuitas. Suku bunga dalam industri perbankan dibedakan dalam kategori suku bunga yang ditransaksikan dan suku bunga yang tidak ditransaksikan (trading book) atau suku bunga dalam neraca dan suku bunga dalam banking book. Suku bunga ditransaksikan meliputi suku
bunga untuk instrumen-instrumen derivatif dan
produk-produk pasar uang, sedangkan suku bunga dalam banking book merupakan tingkat suku bunga yang berasal dari aktivitas inti bank. Ketentuan terkait dengan risiko pasar adalah risiko suku bunga dan ekuitas hanya untuk trading book. Risiko suku bunga merupakan risiko yang berdampak pada potensi penyimpangan beban biaya atau pendapatan karena fluktuasi suku bunga (Djohanputro, 2004). Risiko suku bunga merupakan
29
risiko utama yang harus diperhatikan oleh bank. Risiko ini terdiri dari empat komponen, yaitu: 1.
Repricing Risk Merupakan risiko yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan jangka waktu (mismatch) dalam perubahan suku bunga atau mismatch dalam jatuh tempo antara aset dan kewajiban bank. Apabila suku bunga meningkat, aset berjangka panjang dengan penghasilan tetap yang dibiayai dengan deposito berjangka pendek yang apabila diperpanjang akan menggunakan suku bunga yang berbeda, akan mendatangkan kerugian bank.
2.
Basis Risk Merupakan risiko dimana perubahan suku bunga berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima dan beban bunga yang dibayarkan dari instrumen-instrumen di sisi aset dan kewajiban yang tidak mengandung repricing risk karena memiliki karakter repricing yang sama tetapi memiliki jalur pasar yang berbeda.
3.
Yield Curve Risk Merupakan bentuk lain dari repricing risk yang timbul akibat perubahan suku bunga pasar dan memiliki pengaruh terhadap yield atau harga dari instrumen-instrumen yang serupa tetapi memiliki jalur pasar yang berbeda.
4.
Option Risk Merupakan risiko yang timbul akibat opsi yang diberikan terhadap aset dan kewajiban bank.
2.2.2 Risiko Nilai Tukar Risiko nilai tukar adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena fluktuasi nilai tukar, biasanya dikaitkan dengan potensi penyimpangan pada transaksi atau arus kas, laba akuntansi dan penyimpangan nilai perusahaan atau kekayaan pemegang saham. Risiko nilai tukar dibedakan menjadi tiga jenis risiko, yaitu risiko transaksi, risiko akuntansi dan risiko ekonomi (Djohanputro, 2004).
30
Risiko nilai tukar hanya terjadi saat pemerintah melakukan devaluasi atau revaluasi mata uang secara mendadak sehingga menimbulkan goncangan pada sejumlah pihak. Perusahaan yang memiliki ahli dalam melakukan peramalan nilai tukar dapat memperkirakan kapan devaluasi atau revaluasi dilakukan dan berapa besarnya sehingga dapat mengambil tindakan preventif. Dampak perubahan nilai tukar hampir sama dengan dampak perubahan suku bunga. Nilai tukar dapat mempengaruhi kinerja bank dari sisi aset, arus kas, maupun kewajiban. Bank akan mengalami kerugian pada sisi aset dan arus kas masuk ketika mata uang asing melemah terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya. Sedangkan pada sisi kewajiban dan arus kas keluar akan mengalami keuntungan ketika mata uang asing melemah terhadap rupiah (Djohanputro, 2004). 2.3
Manajemen Risiko Kountur (2004) mendefinisikan manajemen risiko sebagai cara-cara yang digunakan manajemen untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko. Proses manajemen risiko dimulai dengan mengidentifikasi, mengukur dan menangani risiko-risiko yang dihadapi perusahaan. Sedangkan menurut Djohanputro (2004), manajemen risiko korporat terintegrasi adalah proses terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi,
mengukur,
memetakan,
mengembangkan
alternatif
penanganan risiko dan dalam memonitor,, serta mengendalikan penanganan risiko. Secara kualitatif risiko merupakan kecenderungan akan terjadinya sesuatu, sedangkan secara kuantitatif risiko merupakan potensi kerugian atau kehilangan. Risiko dapat berasal dari internal maupun eksternal perusahaan sehingga diperlukan suatu instrumen untuk mengendalikannya. Framework manajemen risiko pasar meliputi empat hal yaitu understand, identifying, measuring, monitor dan controlling. Dalam tahap understand, manajemen harus memahami karakteristik produk bisnis, menentukan faktor risiko yang berpotensi menimbulkan kerugian harus dilaksanakan dalam tahap identifying. Pengukuran risiko pasar harus
31
dilaksanakan secara regular dan mekanisme controlling dilakukan dengan menentukan limit, serta membandingkan pencapaian dengan target yang telah ditetapkan. Tindakan preventif manajemen dalam mengendalikan risiko pasar (risiko suku bunga, nilai tukar dan ekuitas) adalah dengan melaksanakan Asset Liability Management (ALMA). Manajemen aset dan kewajiban merupakan proses planning, organizing, actuating dan controlling untuk aplikasi kebijkaan di bidang permodalan (equity), penghimpunan dana (funding), serta penggunaan dana (asset). ALMA pada dasarnya adalah suatu proses perencanaan dan pengawasan operasi perbankan yang dilakukan secara terkoordinasi dan konsekuen dengan memperhatikan perkembangan faktor-faktor yang mempengaruhi operasi bank, baik yang berasal dari luar maupun faktor struktural dari dalam bank. ALMA dapat juga diartikan sebagai koordinasi hubungan timbal balik yang dilakukan secara terpadu antara kedua sisi neraca bank berdasarkan keputusan dan rencana jangka pendek (Siamat, 2004). Tujuan pelaksanaan Asset Liability Management adalah: 1.
Pertumbuhan bank yang wajar
2.
Pendapatan atau laba yang maksimal
3.
Menjaga likuiditas yang memadai
4.
Membentuk cadangan-cadangan untuk berjaga-jaga atas hal-hal tertentu yang mungkin timbul
5.
Memelihara dana masyarakat melalui kegiatan bank yang wajar dan bijaksana
6.
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan kredit
7.
Menjaga tingkat kesehatan bank Fungsi utama ALMA menurut Djinarto (2000) yang digunakan untuk
penataan asset dan liability dalam rangka mengoptimalkan NII dan mencapai pertumbuhan yang stabil ada empat, yaitu manajemen likuiditas, manajemen gap, manajemen valuta asing,, serta manajemen investasi dan pendapatan. Namun, dalam penelitian ini hanya membahas manajemen gap dan manajemen valuta asing saja.
32
2.3.1 Gap Sensitivity Management Penetapan gap sangat penting dalam usaha mengoptimalkan net interest income (NII) karena tingkat suku bunga selalu berfluktuasi. NII optimal diperoleh dengan cara repricing, restructure maturity, pengaturan komponen-komponen sensitive asset/liability dalam posisi mismatch. Dalam neraca bank hampir selalu terjadi ketidakseimbangan antara sumber dana di sisi kewajiban dengan penggunaan dana di sisi aset. Kondisi tersebut mendorong bank untuk melakukan strategi manajemen di bidang pendanaan maupun penempatannya. Hal itu dapat dilakukan dengan mengubah tingkat tingkat suku bunga baik suku bunga simpanan maupun suku bunga pinjaman, serta pengaturan komposisi aset dan kewajiban yang dimilikinya melalui pelaksanaan gap management. Tujuan gap management menurut Kuncoro dan Suhardjono dalam Patriya ( 2005), yaitu: 1.
Menghindari kerugian akibat gejolak suku bunga
2.
Mengusahakan pendapatan yang maksimal dalam batas risiko tertentu
3.
Menunjang kebutuhan manajemen likuiditas
4.
Mengelola risiko suku bunga serendah mungkin
5.
Menyusun struktur neraca yang dapat meningkatkan kinerja dengan tingkat suku bunga yang wajar Rusyamsi (1999) mendefinisikan manajemen gap sensitivitas
sebagai suatu aktivitas untuk mengatur atau menata aset dan kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga sehingga terhindar atau meminimumkan pengaruhnya dan pada akhirnya dapat dicapai keuntungan yang stabil dan berkembang. Sedangkan menurut Koch dan MacDonald (2003), gap management adalah upaya-upaya untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan antara aset yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (Rate Sensitive Asset) dan kewajiban yang sensitif terhadap perubahan tingkat bunga (Rate Sensitive Liability) pada periode yang sama
33
meliputi kesenjangan dalam hal jumlah dana, suku bunga, maturity atau perpaduan ketiganya. Riyadi
(2006)
mengemukakan
bahwa
manajemen
gap
sensitivitas merupakan manajemen pengaturan gap yang disebabkan oleh naik turunnya asset yield dan liability cost rate yang dipengaruhi oleh naik turunnya market rates atau manajemen pengaturan gap yang disebabkan tingkat sensitivitas dari masingmasing pos kewajiban yang berbeda-beda. Manajemen gap berfokus pada hubungan antara rate sensitive asset (RSA) dan Rate Sensitive Liability (RSL). Besarnya gap merupakan ukuran sensitivitas net interest margin (NIM) dalam kaitannya terhadap perubahan tingkat suku bunga, kurs dan fluktuasi harga surat berharga. Tiga kemungkinan posisi gap suatu bank adalah sebagai berikut: 1.
Zero gap atau matched book position Zero gap menandakan rendahnya variabel risiko dalam menunjang pendapatan karena kuantitas aset sensitif terhadap suku bunga sama dengan kuantitas kewajiban sensitif terhadap suku bunga (RSA=RSL). Dalam hal ini, apapun perubahan yang terjadi tidak akan berpengaruh terhadap perolehan pendapatan bank. Meskipun pada prakteknya hampir tidak pernah tercapai dan belum tentu merupakan strategi terbaik. Rate Sensitive
Rate Sensitive
Assets (RSA)
Liabilities (RSL)
Fixed Rate
Fixed Rate
Assets
Liabiliies
Gambar 8. Zero gap position (Riyadi, 2006) 2.
Positive gap position Pada posisi gap positif, aset sensitif terhadap suku bunga lebih besar daripada kewajiban sensitif terhadap suku bunga (RSA>RSL). Nilai ini mengindikasikan bahwa sebagian RSA
34
dibiayai dengan dana yang tidak sensitif. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan NII karena kelebihan RSA akan di roll over dengan suku bunga. Sebaliknya jika suku bunga mengalami penurunan maka akan menyebabkan penurunan pendapatan yang lebih cepat dari penurunan biaya dana sehingga NII akan turun. Rate Sensitive Asset
Rate Sensitive
(RSA)
Libilities (RSL)
Fixed Rate Fixed Rate
Liabilities
Asset Gambar 9. Positive gap position (Riyadi, 2006) 3.
Negative gap position Pada posisi gap negatif, rate sensitif asset lebih kecil daripada rate sensitive liabities (RSA
penurunan
pendapatan
sehingga
pendapatan
meningkat. Rate Sensitive Asset
Rate Sensitive
(RSA)
Libilities (RSL)
Fixed Rate Asset
Fixed Rate Liabilities
Gambar 10. Negative gap position (Riyadi, 2006)
bank
35
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses penataan manajemen gap yang juga mempengaruhi timbulnya risikorisiko pada pelaksanaan ALMA adalah (Kuncoro & Suhardjono dalam Patriya, 2005): 1. Jangka waktu (maturity). Adanya perbedaan jangka waktu pada sisi aset dan kewajiban akan berakibat pada berubahnya pendapatan maupun pembiayaanya. Bank tidak dapat dengan segera dan secara serentak menerapkan strategi untuk mencapai besaran gap yang dikehendaki sesuai dengan strategi yang diinginkan. 2. Repricing, yaitu lamanya jangka waktu penetapan suku bunga komponen aset atau pinjaman dan komponen kewajiban atau simpanan, baik sebelum jatuh tempo maupun sesudahnya. 3. Interest rate, yaitu besarnya tingkat suku bunga atau harga yang ditetapkan atau akan ditetapkan untuk sisi aset maupun kewajiban. 4. Acceleration of change, yaitu kecepatan penyesuaian yang dapat dilakukan terhadap aset maupun kewajiban bila terjadi perubahan tingkat suku bunga sehingga posisinya masih tetap menguntungkan. Penyesuaian tesebut sangat tergantung pada sifat dari aset dan kewajiban yang dimiliki, apakah fleksibel atau tidak. Pelaksanaan strategi manajemen gap memerlukan langkahlangkah strategis dan terintegrasi sehingga dapat menghasilkan kinerja yang efektif. Ada empat langkah yang dapat dilakukan untuk mengubah kondisi rate sensitive yang dimiliki bank, langkah-lankah tersebut seperti pada Tabel 4.
36
Tabel 4. Langkah-Langkah dalam Mengubah Rate Sensitive Tujuan
Pendekatan
Menurunkan RSA
Membeli surat berharga jangka panjang Memperpanjang waktu jatuh tempo pinjaman Mengubah suku bunga dari floating rate menjadi fixed rate
Meningkatkan RSA
Membeli surat berharga jangka pendek Memperpendek waktu jatuh tempo pinjaman Mengubah
suku
bunga
pinjaman
menjadi floating rate Menurunkan RSL
Memberikan
suku
bunga
premium
untuk deposito dengan waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun Mengeluarkan obligasi jangka panjang Meningkatkan RSL
Memberikan
suku
bunga
premium
untuk deposito dengan waktu tempo kurang dari satu tahun Meminjam dana dengan suku bunga wajar Sumber: Koch dan MacDonald (2003) 2.3.2 Foreign Exchange Management (ManajemenValuta Asing) Manajemen Valuta Asing merupakan koordinasi pengelolaan aset dan liabilitas dalam berbagai valuta untuk mengoptimalkan yield dan meminimalkan risiko. Manajemen valuta asing mencakup pengelolaan terhadap default risk, operational risk, liquidity risk, credit risk, fiduciary risk, collateral risk, interest rate risk dan exchange rate risk (Riyadi, 2006). Tujuan pengelolaan valuta asing secara umum adalah mengelola risiko fluktuasi nilai tukar secara menyeluruh (economics, translation dan transaction) yang dikaitkan dengan posisi devisa neto yang
37
dimiliki. Posisi devisa neto adalah angka yang merupakan penjumlahan dari selisih bersih aktiva dan pasiva dalam neraca setiap valuta asing atau selisih bersih tagihan dan kewajiban baik yang merupakan komitmen maupun kontijensi dalam rekening administratif untuk setiap valuta asing (Rusyamsi, 1999). Posisi devisa neto rentan terhadap fluktuasi nilai tukar apabila (Rusyamsi, 1999): 1.
Posisi Devisa Neto Square Menguatnya atau melemahnya nilai tukar tidak berpengaruh terhadap keuntungan atau kerugian valuta asing.
2.
Posisi Devisa Neto Positif/Long Menguatnya nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah akan menguntungkan dan apabila nilai tukar tukar mata uang asing melemah akan menimbulkan kerugian.
3.
Posisi Devisa Neto Negatif/Short Menguatnya nilai tukar mata uang asing akan merugikan dan apabila
nilai
tukar
mata
uang
asing
melemah
akan
menguntungkan Posisi devisa neto memiliki risiko yang cukup besar sehingga diperlukan penetapan strategi yang baik, antara lain: 1.
Centralize Policies and Limit Penetapan kebijakan posisi devisa neto harus dipusatkan di satu unit (treasury) untuk memudahkan penyesuaian posisi dan pegawasan, serta diiringi dengan memberikan batasan-batasan baik jumlah secara global mapun masing-masing pelaku transaksi valuta asing.
2.
Controlize Policies and Controls Limit Kebijakan atau strategi global perlu diiringi dengan sistem pengawasan yang ketat.
3.
Diversification Penumpukan valuta asing memperbesar tingkat risiko sehingga jenis valuta asing yang dimiliki penempatannya harus disebar.
38
4.
Minimization of Losses is More Important than Maximizing Trading Profit Bahaya dari perubahan nilai tukar dapat dilihat dengan adanya bank yang collapse akibat fluktuasi nilai tukar yang sangat cepat. Oleh karena itu, konsep meminimalkan risiko perlu selalu diterapkan kepada pengelola valuta asing. Setiap bank yang melakukan kegiatan di bidang perdagangan
luar negeri akan menimbulkan adanya aset dan kewajiban dalam valuta asing sehingga pengelolaannya akan semakin kompleks. Penggunaan sumber dana dalam bentuk USD akan menimbulkan risiko, baik risiko perbedaan suku bunga, risiko kurs maupun risiko likuiditas atas suatu valuta. Menurut Riyadi (2006), pentingnya manajemen valuta asing disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1.
Globalisasi perdagangan dunia
2.
Memenuhi kebutuhan likuiditas
3.
Interdependensi perdagangan internasional, yaitu ekspor dan impor
4.
Setiap negara memiliki mata uang yang berbeda
5.
Sumber dana dalam valuta asing (USD) digunakan dalam IDR (local currency)
6.
Menghindari risiko kurs (fluktuasi) Pelaksanaan manajemen valuta asing memerlukan dukungan
dari berbagai aspek termasuk dalam pembuatan kebijakan agar dapat berjalan
secara
optimal.
Data-data
yang
dibutuhkan
untuk
pembuatan kebijakan adalah: 1.
Perkembangan ekonomi regional dan nasional
2.
Kebijakan sentral dari main currency, seperti Federal Reserve (FED)
3.
Fluktuasi kurs mata uang utama dan mata uang regional
4.
Ringkasan analisis kecenderungan kurs
5.
Proyeksi cah flow setiap mata uang
6.
Kinerja Treasury baik masa lalu maupun proyeksinya
39
2.4
Tinjauan Penelitian Terdahulu Jatmiko (1994) meneliti pemanfaatan aset-kewajiban manajemen (ALMA) sebagai alat manajemen untuk mengendalikan risiko ynag dihadapi dunia perbankan di Indonesia. Penelitian ini menemukan bahwa faktor risiko utama yang dihadapi bank adalah risiko default, likuiditas, interest rate dan market risk. Pengendalian risiko bisa dilakukan secara langsung dengan mengubah proporsi aset dan kewajiban bank maupun secara tidak langsung dengan menggunakan instrumen capital market. Metode penilaian risiko yang digunakan dalam penelitian ini adalah duration gap untuk mengukur market value asset. Dengan menggunakan sampel bank umum yang ada di Indonesia pada periode 1992-1993 diketahui bahwa sebagian besar bank belum menerapkan manajemen risiko secara efisien dilihat dari duration gap yang terjadi dimana terjadi mismatch antara sumber pendanaan dengan aset yang didanai. Hal tersebut dipicu oleh kondisi perekonomian yang sedang sulit. Kusumaningrum (2004) meneliti tentang penggunaan gap sensitivity analysis sebagai instrumen manajemen risiko di Bank Rakyat Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengetahui posisi dan struktur gap sensitivity BRI yang terbentuk berkaitan dengan risiko perubahan tingkat suku bunga, serta menganalisis potensi peningkataan NII dari gap yang terbentuk. Berdasarkan hasil analisis menggunakan gap sensitivity diperoleh hasil bahwa rasio gap BRI terhadap NII berada pada level aman. Sedangkan faktor yang mempengaruhi ketidaksesuaian proyeksi dan NII riil adalah suku bunga yang tidak ditransmisikan secara paralel dalam arah dan kecepatan yang sama terhadap suku bunga aset dan liabilitas, adanya rigiditas suku bunga kredit BRI dan gap yang berpijak pada posisi statis neraca. Penelitian tersebut hanya menganalisis pengaruh perubahan suku bunga terhadap aset dan kewajiban bank. Peneliti belum memasukkan faktor risiko nilai tukar dalam analisisnya. Sementara itu, isu keuangan yang ada saat ini lebih banyak membahas pengaruh risiko suku bunga dan nilai tukar
40
terhadap perekonomian baik perbankan maupun sektor riil. Selain itu, penelitian tersebut dilaksanakan ketika perekonomian berada pada kondisi yang stabil dan tidak ada guncangan seperti saat ini. Oleh karena itu penelitian ini dapat digunakan untuk melengkapi penelitian terdahulu dan dapat dijadikan referensi baru bagi perusahaan dan berbagai pihak terkait.
41
III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat (AS) akibat gagalnya investasi pada kredit perumahan Subprime Mortgage menyebabkan keuangan dunia terguncang. Mata uang AS yang terus melemah dan harga saham yang terus menurun menyebabkan perekonomian negara-negara kecil terkena dampaknya. Krisis finansial AS merupakan penyebab utama terjadinya krisis global yang juga berdampak pada perekonomian negara-negara maju lainnya. Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbuka kecil tentu saja terkena dampak dari krisis tersebut. Variabel krisis yang mempengaruhi perekonomian Indonesia terutama industri perbankan adalah perubahan suku bunga, nilai tukar dan harga saham. Fungsi bank diantaranya adalah sebagai lembaga intermediasi yang menyalurkan dana masyarakat yang meliputi kegiatan funding dan lending. Dalam menjalankan fungsi intermediasi tersebut bank dihadapkan pada berbagai kondisi ketidakpastian yang dihadapi bank meliputi kecenderungan perubahan kondisi ekonomi moneter, tatanan dunia politik, regulasi, serta kondisi internal bank yang dipengaruhi juga oleh moral hazard. Risiko finansial yang dihadapi bank berupa risiko pasar dan risiko kredit. Suku bunga (interest rate) merupakan salah satu variabel pasar yang sangat berpengaruh terhadap bank. Bank merupakan bisnis yang keuntungannya berdasar pada spread based income dan fee based income, dimana keuntungannya diperoleh dari selisih biaya atas bunga pendanaan dan pembiayaan, serta fee yang diperoleh atas jasa yang diberikan. Sehingga perubahan suku bunga akan mempengaruhi pendapatan bank. Suku bunga yang menjadi acuan di Indonesia adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI digunakan sebagai instrumen untuk mengendalikan tingkat likuiditas pasar, tingkat inflasi, serta kondisi makro ekonomi secara menyeluruh. Perubahan kebijakan yang ditetapkan Bank Indonesia akan mempengaruhi arah pergerakan SBI. Tingkat suku bunga SBI menjadi acuan suku bunga domestik lainnya sehingga perubahan suku bunga SBI juga akan
42
mempengaruhi suku bunga domestik lainnya. Tingkat bunga domestik yang menjadi referensi utama perbankan antara lain suku bunga Jakarta Inter Bank Offered Rate (JIBOR) yang merupakan tingkat bunga antar bank yang ditawarkan di Indonesia dan beranggotakan bank-bank besar yang ditunjuk oleh Bank Indonesia. Kenaikan suku bunga SBI akan meningkatkan suku bunga JIBOR. Kenaikan suku bunga JIBOR akan mempengaruhi posisi aset dan kewajiban suatu bank secara langsung yaitu melalui komponen penempatan pada bank lain, serta pinjaman dan simpanan antarbank karena pada transaksi tersebut menggunakan suku bunga pasar uang antar bank yang telah disepakati bersama. Kenaikan suku bunga SBI juga akan menyebabkan kenaikan suku bunga deposito dan kredit secara langsung. Dimana kenaikan suku bunga kredit akan bergerak lebih lambat dibandingkan suku bunga deposito. Ketika suku bunga pasar meningkat dan persaingan perbankan semakin ketat, bank akan meningkatkan suku bunga depositonya untuk mempertahankan nasabah yang dimiliki. Hal ini dilakukan karena simpanan nasabah merupakan sumber dana terbesar untuk membiayai aset-aset produktif yang dimiliki bank. Peningkatan suku bunga deposito akan meningkatkan biaya atas dana dan untuk membayar beban tersebut maka bank akan menaikkan suku bunga kreditnya. Kenaikan suku bunga kredit akan menyebabkan perubahan aset bank terutama dari pos kredit baik kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumsi. Kenaikan suku bunga deposito juga akan menyebabkan perubahan pada posisi kewajiban bank terutama dari pos deposito, giro dan tabungan. Perubahan aset dan kewajiban yang tidak searah akan menyebabkan adanya kesenjangan antara kedua sisi tersebut, dimana kesenjangan tersebut akan berdampak pada profitabilitas bank seiring dengan perubahan suku bunga pasar. Perubahan suku bunga SBI juga berdampak pada perubahan preferensi masyarakat dalam hal melakukan investasi dalam bentuk tabungan dan deposito, serta investasi dalam instrumen keuangan lainnya karena SBI dianggap sebagai tingkat bunga yang bebas risiko. Oleh karena itu, dalam posisi balance sheet bank terdapat kategori aset dan kewajiban yang sensitif terhadap perubahan suku bunga. Jadi, perubahan suku bunga tersebut akan mempengaruhi posisi aset dan kewajiban bank yang pada akhirnya akan berpengaruh kepada keuntungan bank.
43
Pengaruh tersebut dapat menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian (mismatch) antara total aset dan total kewajiban pada bank. Perubahan kurs juga dapat mempengaruhi preferensi masyarakat dalam melakukan investasi. Dampak perubahan nilai tukar hampir sama dengan dampak perubahan suku bunga. Nilai tukar dapat mempengaruhi kinerja bank dari sisi aset, arus kas, maupun kewajiban. Perubahan nilai tukar akan menyebabkan perubahan besaran exposure akibat ketidakseimbangan jumlah aktiva valas dan kewajiban valas. Volume exposure yang terbentuk akan menentukan besaran rasio posisi devisa neto (PDN) bank, dimana PDN berperan secara langsung dalam perhitungan laba/rugi bank. Melemahnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan perubahan aset melalui pos-pos aktiva yang bernominasi mata uang asing seperti penempatan pada bankbank lain, serta surat-surat berharga yang dibeli. Sedangkan perubahan pada kewajiban, ditimbulkan oleh pos-pos seperti sertifikat deposito, simpanan pada bank lain, serta surat-surat berharga yang diterbitkan. Hal ini dapat menimbulkan mismatch antara aset dan kewajiban yang pada akhirnya akan berpengaruh pada posisi keuntungan bank. Dampak dari risiko-risiko di atas dapat dikelola dengan menggunakan pendekatan Asset and Liaility Management (ALMA) dan metode sensitivity gap management dan foreign exchange management. Tujuan manajemen gap sensitivitas adalah menyesuaikan aset dan kewajiban mencakup sumber dan penggunaan dengan spread yang telah ditentukan, serta jatuh tempo yang sama. Dengan mengelola aset dan kewajiban melalui pendekatan ALMA diharapkan spread antara pendapatan dengan risiko dapat dijaga stabilitasnya sehingga perubahan nilai dari aset dan kewajiban yang sensitif dapat diantisipasi untuk mencegah kerugian. Berdasarkan analisis gap yang telah dilakukan akan diketahui bagaimana potensi peningkatan NII dan perbandingannya dengan NII riil yang terjadi, serta bagaimana posisi devisa neto BRI sehingga dapat direkomendasikan strategi yang tepat untuk mengantisipasi risiko perubahan suku bunga dan nilai tukar pada periode berikutnya. Secara konseptual alur pemikiran digambarkan dalam diagram alir berikut:
44
Krisis Global
Risiko Pasar Keuangan
Kenaikan Suku Bunga SBI
Kenaikan Suku Bunga Kredit
Perubahan Kurs
Kenaikan Suku Bunga JIBOR
Kenaikan Suku Bunga Deposito
Perubahan Liabilitas Bank
Perubahan Aset Bank
Giro Tabungan Deposito berjangka Sertifikat deposito Simpanan dari bank lain SBPU (jual) Pinjaman antar bank Pinjaman subordinasi
SBI Giro pada Bank lain Penempatan pada bank lain SBPU (beli) Obligasi rekap pemerintah Kredit
Posisi Gap
Manajemen Gap
Posisi NII
Rekomendasi strategi
Gambar 11. Kerangka Pemikiran Konseptual
45
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, kantor pusat khususnya pada Divisi Treasury di Gedung BRI II Jl. Jendral Sudirman Kav 44-46, Jakarta. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Maret sampai dengan Mei 2009. 3.3. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar merupakan data sekunder. Jenis data sekunder yang digunakan adalah laporan keuangan bulanan, data pergerakan suku bunga SBI, data perubahan kurs, serta peraturan-peraturan yang terkait dengan bidang penelitian. Data sekunder digunakan untuk menganalisis risiko pasar yang dihadapi BRI sebagai akibat krisis global. Sebagai penunjang digunakan data yang relevan dengan penelitian yang diperoleh dari studi literatur, koran, laporan penelitian dan publikasi elektronik. Sedangkan data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan staf ALCO pada divisi treasury. Data tersebut digunakan untuk menganalisis secara deskriptif konsep pengelolaan aset dan kewajiban bank BRI dan menganalisis indikator risiko. 3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data diolah secara deskriptif dan kuantitatif. Pengkajian terhadap pengelolaan manajemen aset dan kewajiban dilakukan secara deskriptif. Analisis kuantitatif risiko tingkat suku bunga dan nilai tukar menggunakan sensitivity gap analysis dengan simulasi dampaknya terhadap perolehan NII dan konsep foreign exchange management untuk mengetahui nilai exposure valuta asing. Semua data akan diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan Minitab 14. 3.4.1 Sensitivity-Gap Analysis Sensitivity-Gap Analysis statis mengukur aset dan kewajiban yang sensitif terhadap perubahan risiko pasar. Berfokus pada manajemen NII dalam jangka pendek, tujuannya untuk mengukur expected net interest income dan megidentifikasi strategi stabilisasi, serta peningkatan net interest income.
46
Langkah dalam analisis gap sensitivitas adalah sebagai berikut: 1. Menyusun Mismatch Rate Sensitivity Pengelompokkan
repricing/maturity
schedule
yaitu
penyusunan aset dan kewajiban berdasarkan penetapan tingkat bunga baru dan berdasarkan jatuh tempo, serta pengelompokkan aset dan kewajiban berdasarkan tingkat kesensitifannya. Mengikuti pendekatan Ali (2004), penyusunan kerangka gap baik untuk suku bunga maupun nilai tukar dilakukan dengan mengelompokkan asset-liabilities dalam empat kelompok, yaitu Rate Sensitive Asset (RSA), Fixed and Non Rate Sensitive Asset (NRSA), Rate Sensitive Liabilities (RSL) dan Fixed Rate dan Non Rate
Sensitive
Liabilities
(NRSL).
Penggolongan
tersebut
tergambar dalam matriks berikut. Tabel 5. Matriks Gap RSA
Fixed Rate & NRSA
1. Penempatan 1. 2. Efek-efek 2. yang variabel 3. dan traded 3. Obligasi pemerintah 4. Kredit Sumber : Ali (2004)
Kas Investasi Securities asset lainnya
RSL 1. Simpanan 2. Pinjaman 3. Kewajiban lainnya
Fixed Rate, NRSL & ekuitas 1. Pinjaman jangka panjang 2. Ekuitas
2. Risk Analysis Analisis terhadap gap yang terjadi akibat perubahan suku bunga: Gap = RSA – RSL, atau
Dimana: RSA
= Rate Sensitive Asset (dalam rupiah)
RSL
= Rate Sensitive Liabilities (dalam rupiah)
IRS
= Rasio sensitivitas Analisis terhadap gap akibat perubahan nilai tukar:
47
100% Dimana: PDN
: posisi devisa neto
3.4.2 Korelasi Pengukuran kerawanan risiko pasar mencakup dua faktor risiko yaitu volatilitas dan korelasi. Volatilitas merupakan standar deviasi dari perubahan nilai suatu instrumen keuangan dengan jangka waktu spesifik dan digunakan untuk menghitung risiko dari instrumen keuangan pada suatu periode waktu umumnya secara tahunan. Korelasi adalah hubungan antara variabel-variabel suku bunga domestik dalam berbagai tenor. Nilai korelasi antar variabel berkisar dalam range -1 sampai dengan +1. Besar nilai korelasi diartikan sebagai berikut: 1. Korelasi mendekati -1 berarti kenaikan atau penurunan dari satu variabel diikuti oleh penurunan atau kenaikan variabel yang lain. 2. Korelasi mendekati nol berarti kenaikan atau penurunan suatu variabel kadang-kadang diikuti oleh kenaikan atau penurunan variabel yang lain. 3. Korelasi mendekati +1 berarti kenaikan atau penurunan satu variabel diikuti oleh kenaikan atau penurunan variabel yang lain.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Bank Rakyat Indonesia 4.1.1 Sejarah Bank Rakyat Indonesia Bank Rakyat Indonesia (BRI) merupakan bank pemerintah yang beroperasi pertama kali di Indonesia. Didirikan pada tanggal 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi
yang
berkebangsaan
Indonesia
(pribumi).
Berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1, BRI ditetapkan sebagai bank pemerintah pertama di Indonesia. Adanya situasi perang pasca kemerdekaan pada tahun 1948 menyebabkan kegiatan BRI terhenti untuk sementara waktu dan mulai aktif kembali setelah perjanjian Renville pada tahun 1949 dengan berubah nama menjadi Bank Rakyat Indonesia Serikat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPU) No.41 tahun 1960, dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan peleburan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Berdasarkan Penetapan Prsesiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintegrasikan ke dalam bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan, keluar Penpres No.17 tahun 1965 tentang pembentukan bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam konsep ini, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (sebelumnya BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim). Berdasarkan Undang-undang No.14 tahun 1967 tentang Undangundang Pokok Perbankan dan Undang-undang No.13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, Bank Indonesia dikembalikan fungsinya sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II
49
bidang Rural dan Ekspor-Impor dipisahkan masing-masing menjadi dua bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya
berdasarkan
Undang-undang
No.21
tahun
1968
menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum. Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang Perbankan No.7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No.21 tahun 1992, status BRI berubah
menjadi
PT
Bank
Rakyat
Indonesia
(Persero)
dan
kepemilikannya masih 100 persen ditangan pemerintah. Kegiatan BRI didasarkan pada bisnis yang berfokus pada golongan masyarakat kecil yang sampai sekarang masih tetap konsisten yaitu dengan berfokus pada pemberian fasilitas kredit kepada golongan pengusaha kecil. Hal ini antara lain tercermin pada perkembangan penyaluran KUK dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan. Sejalan dengan perkembangan perbankan yang semakin pesat, data per Juli 2008 memperlihatkan BRI mempunyai unit kerja yang terdiri dari 347 kantor cabang, 253 kantor cabang pembantu, 4226 BRI unit dan kantor cabang khusus di luar negeri yang terdiri dari BRI New York Agency, BRI Hongkong Representative Office dan BRI Caymand Island Representative Office. Rekapitulasi daftar kantor BRI di Indonesia per Juli 2008 ditunjukkan oleh Tabel 6. BRI mengelola jaringan kerjanya dibawah pengawasan dan pembinaan Kantor Wilayah yang bertanggung jawab untuk mengawasi kantor cabang, kantor cabang pembantu, BRI unit dan pos pelayanan desa termasuk dalam wilayah pengawasannya. Kantor cabang syariah melapor langsung ke kantor pusat. Kantor inspeksi wilayah berfungsi untuk menjalankan audit internal di seluruh Indonesia. BRI mengevaluasi aktivitas bisnis di masing-masing kantor cabang dan melalui kantor cabang tersebut BRI mengawasi aktivitas di kantor cabang pembantu, BRI unit dan Pos pelayanan desa untuk memastikan BRI memfokuskan pada bidang-bidang yang produktif.
50
Tabel 6. Rekapitulasi Daftar Kantor BRI Per Juli 2008 No.
1 2 3
4
5
6
7 8 9 10 11
12
13
14
Kanwil BRI
Wilayah Kerja
Banda Aceh Medan Padang
DI Aceh Medan Sumbar Riau Jambi Bengkulu Palembang Sumatera Selatan Bangka Belitung Lampung Jakarta 1 DKI Jakarta DKI Jakarta Bogor Jakarta 2 Depok Tangerang Bekasi Karawang Bandung Jawa Barat Semarang Jawa Tengah Yogyakarta DI Yogyakarta Surabaya Jawa Timur Kalimantan Tengah Banjarmasin Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Bali Denpasar NTT NTB Sulawesi Utara Manado Gorontalo Sulawesi Tengah Maluku Utara Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Makasar Sulawesi Barat Maluku Papua Jumlah
Jumlah Kanca
Jumlah Capem
10 17 22
Jumlah BRI Unit 5 114 14 210 15 207
28
16
271
28
39
162
25
41
205
24 19 29 36
20 18 9 35
563 371 558 695
26
14
178
28
12
231
14
7
150
41
8
311
347
253
4226
Sumber: Agenda BRI 2009 4.1.1. Visi dan Misi Bank Rakyat Indonesia Visi Bank Rakyat Indonesia adalah menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Visi tersebut kemudian dijabarkan dalam tiga misi perusahaan, yaitu:
51
1.
Melakukan
kegiatan
perbankan
yang
terbaik
dengan
memprioritaskan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk menunjang perekonomian masyarakat. 2.
Memberikan pelayanan prima kepada seluruh nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung sumberdaya manusia yang profesional dengan melakukan praktek Good Corporate Governance.
3.
Memberikan keuntungan dan manfaat seoptimal mungkin kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
4.1.2 Kegiatan Usaha BRI menjalankan usahanya melalui berbagai macam pemberian jasa dan layanan yang meliputi simpanan, pinjaman, jasa bank lainnya, produk konsumer dan invesment banking. Usaha simpanan diwujudkan dalam giro, tabungan dan deposito, sedangkan
usaha pinjaman
dijalankan melalui divisi-divisi Bisnis Mikro, Bisnis Ritel, Bisnis Menengah dan umum, Unit Bisnis Syariah serta Divisi Treasury dan Internasional. Fokus bisnis yang mengarah pada pemberdayaan usaha mikro telah menjadi basis yang kuat yang menempatkan BRI sebagai bank terbesar dari sisi penyaluran kredit per posisi Agustus 2008. BRI melayani nasabah mikro melalui jaringan BRI unit yang diperpanjang dengan pos pelayanan desa. Jaringan bisnis yang dibangun BRI merupakan unsur pendukung utama sehingga BRI dapat menguasai segmen ini. Per tanggal 30 September 2008, persentase kredit mikro adalah sebesar 26,7 persen terhadap total kredit. Produk yang dikelola oleh divisi ini adalah produk pinjaman dan produk simpanan. Produk pinjaman yang ditawarkan berupa Kupedes modal kerja dan Kupedes investasi yang diberikan pengusaha mikro dan pelaku usaha lainnya serta Kupedes untuk golongan berpenghasilan tetap yang diberikan untuk pekerja perusahaan swasta, lembagalembaga pemerintah, BUMN, terutama pegawai negeri sipil dan pensiunan. Produk simpanan berupa Giro, Tabungan dan Deposito Berjangka (termasuk Sertifikat Deposito).
52
Tingkat suku bunga Kupedes bersifat flat dan ditetapkan pada saat kredit diberikan. Tingkat suku bunga dihitung berdasarkan jumlah pokok awal dan debitur membayar cicilan dalam jumlah yang sama setiap bulan. Tingkat suku bunga pinjaman ditentukan oleh Assets Liability Committee (ALCO) berdasarkan kondisi pasar dan besarnya kredit. Sikap prudent BRI juga terlihat dengan syarat untuk setiap debitur menutup asuransi jiwa dengan nilai pertanggungan yang setara dengan jumlah pokok kredit. Bisnis ritel dilaksanakan melalui Kantor Wilayah, Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu. Divisi bisnis ritel menyediakan kredit untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM) termasuk perusahaan swasta dan perusahaan perseorangan. Per tanggal 31 Desember 2008, jumlah kredit divisi ritel sebesar 26,7 persen dari total kredit dengan persentase kredit bermasalah sebesar 1,08 persen dari kredit ritel. Produk pinjaman yang diberikan dalam bisnis ritel adalah Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi yang diberikan kepada UKM serta kredit golbertap yang diberikan kepada perorangan yang bekerja pada perusahaan swasta, BUMN dan institusi pemerintah. Produk simpanan berupa tabungan, giro, deposito berjangka dan sertifikat deposito yang dikelola divisi Consumer Banking. Produk lain yang ditawarkan adalah L/C, bank garansi, produk-produk treasury dan reksa dana melalui relationship manager. Tingkat suku bunga pada kredit ritel ditetapkan oleh ALCO dengan mempertimbangkan berbagai faktor yaitu biaya pendanaan internal, beban operasi, risiko kredit pasar dan lingkungan persaingan. Suku bunga ditetapkan pada saat kredit diberikan. Dalam perjanjian kredit juga disebutkan bahwa BRI berhak untuk menetapkan kembali tingkat suku bunga setiap saat sebelum kredit tersebut terbayar lunas. Bisnis menengah meliputi kredit komersial, kredit korporasi dan agribisnis. Kredit komersial diberikan kepada nasabah dalam jumlah lima miliar rupiah sampai dengan 50 miliar rupiah, sedangkan kredit agribisnis diberikan kepada debitur yang bergerak dalam industri
53
agribisnis. Tingkat bunga yang diberikan untuk kredit menengah ditetapkan oleh ALCO dengan faktor antara lain biaya operasi, risiko kredit, kondisi pasar dan lingkungan persaingan. Tingkat bunga ditetapkan pada saat kredit diberikan dan BRI memiliki wewenang untuk meninjau ulang tingkat suku bunga nasabah sewaktu-waktu sebelum kredit tersebut lunas. Bidang usaha consumer banking menawarkan kredit kendaraan bermotor, kredit kepemilikan rumah, kredit multiguna, kredit talangan haji, kartu kredit, kartu debit, jasa pembayaran tagihan tagihan dan safe deposit box. Tingkat bunga kredit ditetapkan oleh ALCO dengan menggunakan base lending rate ditambah risk premium. Dalam kasus kepemilikan rumah, untuk menghindari risiko default kredit ini dijamin dengan hipotik atas rumah yang dibiayai. Produk pendanaan yang ditawarkan BRI antara lain berupa tabungan, giro, deposito berjangka dan sertifikat deposito yang diberikan kepada nasabah mikro, ritel, UKM, BUMN dan pemerintah. Semua simpanan memperoleh bunga dengan tingkat tertentu yang ditetapkan dan ditinjau setiap bulan oleh ALCO, frekuensi peninjauan disesuaikan dengan kondisi pasar atau peraturan yang berlaku. BRI berusaha untuk memberikan bunga pada atau di bawah tingkat bunga penjaminan pemerintah. Produk pendanaan yang ditawarkan BRI berupa Simpedes, Simaskot, Britama Rupiah, Britama Valas, Giro dan Deposito berjangka. Simpedes merupakan tabungan yang ditawarkan melalui BRI unit kepada nasabah yang menginginkan tabungan yang aman dan nyaman. Tingkat suku bunga bersifat inelastis karena sifat nasabah pada umumnya tidak begitu terpengaruh terhadap besarnya tingkat bunga dan kurangnya persaingan. Simaskot ditawarkan melalui BRI unit yang berlokasi di kota. Tabungan kategori ini memberikan tingkat bunga yang lebih tinggi agar dapat bersaing dengan produk-produk lain. Britama rupiah ditawarkan melalui kantor cabang dan kantor cabang pembantu. BRI membayarkan tingkat bunga rata-rata tahunan sebesar
54
8,4 persen untuk periode enam bulan. Giro merupakan simpanan yang bunganya dibayar bulanan dan dapat ditarik setiap saat dengan menggunakan cek atau instruksi pembayaran atau transfer lain. Deposito berjangka merupakan simpanan yang penarikannya dilakukan pada saat jatuh tempo. BRI menetapkan suku bunga deposito yang besarnya berdasarkan kisaran yang ditetapkan ALCO berdasarkan besarnya dana yang disimpan dalam deposito dan hubungan dengan nasabah tersebut. Produk dan jasa lain yang ditawarkan oleh BRI adalah e-banking, treasury dan internasional, unit bisnis syariah, jasa kustodian dan wali amanat. BRI juga memberikan jasa pembiayaan antar negara termasuk export bill, Letter of Credit, remittances travelers cheque, serta jasa bank note. Kelompok jasa ini memberikan kontribusi untuk fee-based income. BRI
menawarkan
produk-produk
syariah
yang
meliputi
pembiayaan, pendanaan dan jasa-jasa lainnya yang berdasarkan prinsipprinsip hukum Islam. Dalam unit bisnis ini unsur bunga tidak diperbolehkan sehingga struktur produk pinjaman dan simpanan dirancang untuk pengembalian atas arus kas kegiatan usaha. Divisi Treasury memberikan jasa pelayanan pasar uang antara lain jasa penasehat transaksi perdagangan mata uang asing, jasa perantara produk-produk lindung nilai termasuk swap tingkat suku bunga dan forward contract serta produk pendapatan tetap. Jasa kustodian dan wali amanat memberikan pemasukan berupa fee atas transaksi dan jasa yang diberikan. 4.2. Proses dan Kinerja Pengelolaan Aset dan Liabilitas BRI 4.2.1 Asset Liability Committee Pengelolaan asset-liability pada bank dilakukan melalui suatu komite atau lembaga yang disebut Asset Liability Committee (ALCO). Lembaga ini beranggotakan direksi, seluruh kepala divisi bisnis, kepala divisi yang berhubungan dengan pendanaan dan keuangan, beberapa pemimpin wilayah dan kantor cabang khusus. Komite ini dipimpin
55
langsung oleh direktur utama dengan kepala divisi treasury sebagai sekretarisnya. Dalam keorganisasian ALCO juga didukung oleh adanya ALCO Supporting Group (ASG) yaitu suatu grup analis setingkat bagian yang secara operasional berada di divisi treasury yang terdiri dari kepala bagian, beberapa staf dan pelaksana. Keberadaan ALCO sangat penting dalam rangka menghadapi perubahan yang sering terjadi dalam lingkungan bisnis perbankan. Berbagai perubahan tersebut antara lain berkaitan dengan tingkat bunga, nilai tukar mata uang asing, perkembangan produk perbankan maupun berbagai kebijaksanaan yang dikeluarkan Bank Indonesia selaku otoritas moneter serta kebijakan perbankan nasional dan internasional lainnya. Oleh karena itu, ALCO memiliki tugas sebagai berikut: 1. Menetapkan kebijakan pengelolaan Asset dan Liability BRI secara terpadu 2. Menetapkan suku bunga dasar untuk simpanan, pinjaman dan fund transfer price 3. Menentukan kebijakan mismatch dan net open position 4. Mengelola dan menetapkan struktur balance sheet dan capital 5. Memastikan pengelolaan Asset dan Liability telah dilaksanakan sesuai dengan kebiijakan hasil rapat ALCO. Sementara itu, bagian ALCO Supporting Group memiliki tugas sebagai berikut: 1. Membuat analisis sumber dan penggunaan dana, balance sheet dan capital berdasarkan neraca dan laba/rugi. 2. Membuat analisis sensitivitas terhadap risiko suku bunga (maturity dan repricing gap) 3. Menghitung dan melakukan monitoring terhadap net open position 4. Membuat analisis risiko likuiditas (primary dan secondary reserve) 5. Membuat analisis dan menyediakan data sesuai kebutuhan ALCO 6. Bersama divisi terkait menyusun funding strategy berdasarkan RKAP bank dan kondisi pasar perbankan
56
7. Menyiapkan segala perlengkapan untuk pelaksanaan rapat ALCO secara berkala 8. Meneruskan hasil-hasil keputusan rapat ALCO dan melakukan monitoring atas tindak lanjutnya pada masing-masing unit kerja yang terkait. ALCO secara periodik menyelenggarakan pertemuan untuk membahas pengelolaan Asset-Liability BRI yang berkaitan dengan strategi dan kebijakan direksi dalam hal perkembangan kinerja bank, komposisi dan pertumbuhan portofolio bank, pengelolaan risiko (panduan limit mismatch dan net open position), serta suku bunga simpanan, pinjaman dan fund transfer price. Rapat ALCO BRI dipimpin oleh ketua ALCO dan jika berhalangan dapat digantikan oleh ketua ALCO pengganti I atau pengganti II. Koordinasi penyelenggaraan rapat ALCO merupakan tanggung jawab
sekretaris
ALCO,
antara
lain
mempersiapkan
rapat,
mempersiapkan dan mempresentasikan materi rapat, serta membuat dan menyebarluaskan notulen rapat. Jika kepala divisi treasury selaku sekretaris ALCO berhalangan hadir maka dapat digantikan oleh wakil kepala divisi treasury atau kepala Desk Invesment Banking atau kepala bagian ALCO Supporting Group. ALCO mengadakan pertemuan secara periodik dalam setiap bulan yang harus dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota ALCO. Apabila kepala divisi yang menjadi anggota ALCO berhalangan maka yang bersangkutan dapat menunjuk penggantinya setingkat wakil kepala divisi atau minimal kepala bagian. Keputusan rapat ALCO diambil secara musyawarah/mufakat. Ketika kesepakatan tidak tercapai, keputusan rapat ALCO dianggap sah bila disetujui oleh 2/3 jumlah anggota yang hadir dalam pertemuan termasuk dua orang direksi dan salah satunya adalah ketua atau ketua pengganti.
57
4.2.2 Proses Pengelolaan Aset dan Liabilitas BRI Asset liability management pada dasarnya adalah suatu proses planning, organizing, actuating dan controlling untuk mendapatkan penetapan
kebijaksanaan
di
bidang
pengelolaan
permodalan,
penghimpunan dana dan penggunaan dana yang satu sama lain saling terkait dalam mencapai tingkat laba yang optimal dengan tingkat risiko yang telah diperhitungkan (Riyadi, 2006). Pengelolaan terhadap aset dan kewajiban merupakan kegiatan utama dari bagian treasury. Pengelolaan portofolio dari aset juga akan mempengaruhi lembaga keuangan dalam melakukan pengelolaan menggunakan
berbagai
kriteria
atau
atas
standar
asetnya yang
dengan
ditetapkan
manajemen. Menurut Riyadi (2006), konsep yang memberikan prioritas dari aset yang dilakukan oleh pendanaan suatu bank adalah tergantung pada beberapa aspek seperti bank building, primary reserve, secondary reserve, customer loan portfolio, serta permanent bond portfolio. Gambar 12 berikut ini menunjukkan pola pengalokasian dana pada BRI. Simpanan nasabah
Pinjaman
Modal
Penjualan Aset
Sumber Dana Divisi Treasury Penggunaan Dana
Cadangan untuk penarikan dan pembayaran utang
Kredit
Investasi
Gambar12. Aliran Dana pada BRI (Divisi Treasury BRI, 2009) Sumber dana BRI berasal dari simpanan nasabah, pinjaman dari bank dan lembaga keuangan lainnya, modal yng dimiliki serta dari hasil penjualan aset. Seluruh sumber dana tersebut digabungkan menjadi satu dan dikelola oleh divisi treasury kemudian dialokasikan untuk
58
cadangan, pemberian kredit serta investasi. Dimana alokasi tersebut disesuaikan dengan rencana bisnis yang telah ditetapkan oleh divisi perencanaan strategi dengan mengacu pada laporan keuangan yang disusun
divisi
akuntansi
manajemen
dan
keuangan.
Dalam
mengalokasikan sumber dana, BRI juga memperhatikan karakteristik setiap sumber dananya terutama potensi terhadap penarikan sehingga ketika terjadi penarikan oleh nasabah dapat dilayani dengan baik. Hal ini dilakukan untuk menjaga tingkat likuiditas bank agar tetap baik. Pengelolaan terhadap aset dan liabilitas BRI tidak hanya dilakukan oleh divisi treasury saja, tetapi secara khusus dilakukan oleh suatu komite yaitu Assets Liability Committee (ALCO). Secara umum topik yang dibahas dalam ALCO adalah pengelolaan terhadap sumber dana yang terdiri dari pinjaman antarbank, simpanan, liabilitas yang tidak mendatangkan beban bunga dan modal serta penggunaan dana yang terdiri dari secondary reserve dan nostro, surat berharga, pinjaman, penyertaan, non earning assets dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Dalam mengalokasikan dana yang dimiliki, ALCO harus memperhatikan setiap komponen yang ada pada sisi pasiva. Komponen pada sisi pasiva merupakan komponen yang mendatangkan biaya dana yang harus dibayar oleh BRI. Sedangkan komponen pada sisi aktiva merupakan komponen yang mendatangkan pendapatan bunga. Penentukan tingkat bunga untuk pinjaman yang diberikan ditetapkan oleh ALCO berdasarkan besarnya biaya dana yang akan dibayar sehingga BRI tetap dapat memperoleh keuntungan dari perannya sebagai lemabaga intermediasi. Suku bunga pinjaman ditetapkan oleh ALCO setelah menetapkan suku bunga simpanan dan pinjaman antar bank. Ketika bank memiliki nasabah dengan tingkat pengembalian yang tinggi maka ALCO harus meningkatkan suku bunga pinjaman yang diberikan sampai batas tertentu yang masih dapat diterima oleh debitur. Oleh karena itu, ALCO juga memerlukan data dari divisi manajemen risiko untuk mengetahui batas toleransi risiko
59
kredit yang mampu diterima oleh BRI. Selain itu, penentuan suku bunga baik untuk simpanan maupun pinjaman juga dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal seperti kondisi makro ekonomi yang ada, pergerakan suku bunga pasar, serta tingkat persaingan antar bank dan lembaga keuangan lain. Gambar 13 berikut ini menunjukkan proses kerja ALCO pada BRI.
Gambar 13. Proses Asset Liability Management pada BRI (Divisi Treasury BRI, 2009) Berdasarkan diagram alir di atas dapat dilihat bahwa proses kerja ALCO ditunjang oleh beberapa divisi lain dari perusahaan. Dalam menyusun materi dan membuat rekomendasi untuk diajukan dalam rapat ALCO, divisi treasury sebagai ALCO Supporting Group (ASG) menggunakan data dari divisi akuntansi manajemen dan keuangan yang berupa anggaran perusahaan serta data mengenai risiko kredit dari divisi manajemen risiko. Selain itu, materi yang diajukan oleh ASG juga didasarkan pada rencana bisnis perusahan yang disusun oleh divisi perencanaan strategi, dimana rencana tersebut setiap tahun mengalami perubahan sesuai kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Materi yang dibahas dalam rapat ALCO secara umum membahas komponen-komponen penyusun aktiva dan pasiva serta berbagai faktor yang mempengaruhi kinerjanya seperti suku bunga, nilai tukar dan kondisi ekonomi makro lainnya. Rekomendasi yang diberikan seperti
60
kebijakan ekspansi kredit, perubahan suku bunga baik simpanan maupun pinjaman dan kebijakan terhadap kepemilikan valuta asing. Materi dan rekomendasi tersebut kemudian dibahas oleh ALCO sehingga dihasilkan keputusan mengenai ketetapan suku bunga kredit dan simpanan untuk berbagai tenor, ketetapan penyediaan modal, ketetapan tentang posisi devisa neto, kebijakan negosiasi untuk pemberian suku bunga khusus bagi pihak tertentu, pemberian wewenang untuk kantor wilayah atau kantor cabang tertentu untuk memberikan suku bunga khusus bagi debitur dan pemilik dana tertentu, serta kebijakan ALMA lainnya. Keputusan rapat tersebut disampaikan kepada seluruh anggota ALCO, kantor wilayah yang diteruskan ke kantor cabang, audit internal, serta divisi-divisi terkait untuk dilaksanakan dengan baik. Dimana dalam proses pelaksanaan keputusan tersebut, divisi treasury sebagai ASG terus melakukan pengawasan terhadap setiap unit kerja yang bersangkutan. 4.2.3 Perkembangan dan Struktur Aktiva BRI Alokasi dana BRI ditempatkan pada aset-aset produktif yang didominasi oleh portofolio kredit yang diberikan, obligasi rekapitalisai pemerintah, efek-efek serta aset produktif lainnya. Pada umumnya kredit yang diberikan adalah kredit investasi yang berjangka panjang. Kredit BRI terutama diarahkan pada sektor mikro, kecil dan menengah yang mempunyai risiko usaha lebih kecil daripada sektor korporasi. Obligasi pemerintah merupakan obligasi yang dimiliki BRI sebagai pengganti aset-aset bermasalah yang dialihkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada program rekapitalisasi serta obligasi yang diperoleh dari pasar. Efek-efek yang dimiliki BRI berupa obligasi, wesel tagih, Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) lainnya. Penempatan pada bank lain beruapa call money placement sedangkan pada Bank Indonesia berupa intervensi rupiah. Tabel 7 berikut memperlihatkan perkembangan aset-aset produktif yang menghasilkan pendapatan bunga.
61
Tabel 7. Perkembangan Aktiva Produktif (jutaan rupiah) Uraian 2006 2007 2008 48.947.575 40.672.793 SBI dan Penempatan 36.257.831 di BI 3.942.126 5.746.108 4.981.573 Penempatan pada Bank lain 3.173.005 4.584.857 9.396.156 Efek-efek 18.445.348 23.220.457 20.929.046 Obligasi Pemerintah 153.102.630 Kredit yang diberikan 90.282.752 107.014.778 68.711 76.668 89.792 Lain-lain 152.169.773 189.590.443 229.171.990 Jumlah Sumber: Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia, Laporan Keuangan BRI tahun 2008 Pertumbuhan volume aktiva produktif mencatat angka yang signifikan dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008, yaitu sebesar 50,6 persen. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan volume kredit yang diberikan terutama untuk kelas mikro, kecil dan menengah. Di sisi lain, obligasi pemerintah dan komponen penempatan mengalami pergeseran profil, yaitu berfluktuasi dari setiap tahunnya. Kenaikan volume komponen obligasi pemerintah dan penempatan baik pada BI maupun bank lain pada tahun 2007 disebabkan oleh adanya penurunan BI Rate yang diikuti dengan penurunan suku bunga SBI 3 bulan serta pergerakan nilai tukar rupiah yang cenderung menguat. Penurunan tingkat suku bunga dan penguatan nilai tukar rupiah akan mengurangi risiko kerugian pada kedua komponen tersebut. Proporsi struktur aset produktif BRI periode 2007 dan 2008 diperlihatkan dalam Gambar 14. Peningkatan jumlah kredit pada tahun 2008 sebesar 43,1 persen, dimana nilai tersebut lebih besar dibandingkan peningkatan pada tahun 2007 yang hanya sebesar 18,5 persen. Kenaikan jumlah kredit yang signifikan ini didorong oleh perbaikan kondisi perekonomian Indonesia, meskipun perekonomian dunia sedang terguncang dengan suku bunga yang terus bergerak naik dan nilai tukar terus berfluktuasi. Kenaikan suku bunga dunia menyebabkan suku bunga SBI juga terus mengalami peningkatan. Perubahan suku bunga SBI akan berpengaruh terhadap fungsi intermediasi bank, dimana bank akan mengatur kembali posisi
62
yang diam mbil terhadaap kemungk kinan kenaiikan returnn dari aset yang mereferenssikan hasilnya terhadap p pergerakann suku bungga SBI.
2008 8
2007
2%
1%
17% 26% 3% % 2% %
56%
67%
12%
SBI d dan Penempataan pada BI Penempatan pada Bank Lain Efekk‐efek Obliigasi Pemerintaah Kred dit yang Diberikkan Lain n‐lain
1% 4% 9 9%
SBI dan Penem mpatan pada BI Penempatan p pada Bank Lain Efek‐efek Obligasi Pemerrintah Kredit yang Dib berikan Lain‐lain
Gambar 144. Perbanndingan Strruktur Aktivva Produktif if BRI (Lap poran Keuanggan BRI tah hun 2008, diiolah) Kenaaikan
sukuu
bunga
SBI
mem mpengaruhii
suku
bunga b
penghimpuunan dana (funding) ( dan d suku buunga kreditt (lending) serta aset-aset yaang sensitiff terhadap perubahan p s suku bunga.. Meskipun suku bunga kredit meninggkat, BRI justru lebiih banyak mengalokaasikan dananya paada portofollio kredit. Banyak B pihaak yang beranggapan bahwa b ekspansi kredit k pada saat suku bunga b naikk akan menningkatkan risiko r default. Namun, N hal tersebut tidak t terjaddi pada BRI karena BRI memiliki kualitas k aset yang terjag ga dengan baik b serta sisstem manajemen risiko yangg baik pula. Penerrapan manaajemen risik ko kredit tiidak hanya ditujukan untuk u menempatkkan BRI seebagai bank k yang patuuh terhadapp regulasi, tetapi t juga sebaggai suatu tuntutan t manajemen m untuk mennerapkan sistem pengelolaaan risiko krredit yang baik dan sesuai denngan prakteek di perbankan.. Dalam ranngka mempeertahankan dan d mengellola risiko kredit, k BRI telah menetapkaan beberap pa prinsip seperti pem misahan peejabat t (Relationship Management Ma dan Creditt Risk kredit sesuuai bidang tugas
63
Management), penerapan Four Eyes Principle, penerapan Risk Scoring System, serta pemisahan pengelolaan kredit bermasalah. BRI juga telah menyusun Pedoman Pelaksanaan Penerapan Manajemen Risiko Kredit (PPPMRK) yang berisi Kerangka Kerja dan Tata Kelola Manajemen Risiko Kredit. Untuk mendukung implementasi pengukuran risiko kredit sesuai Basel II (Standardized Approach dan Internal Rating Based Approach), saat ini sedang dilakukan implementasi Loan Approval System (LAS) untuk kredit Kupedes dan sebagian kredit ritel (kredit konsumtif dan kredit komersial sampai dengan Rp 500 juta serta Kredit
Usaha
Rakyat).
Tahap
selanjutnya
akan
dilakukan
pengembangan LAS untuk kredit diatas Rp 500 juta. Selain itu, BRI telah melakukan analisis Stress Testing risiko kredit dengan menggunakan indicator dan metode sesuai dengan kondisi internal dan kondisi makro ekonomi. Analisis Stress Testing dilakukan secara rutin minimal satu kali setahun atau bila terjadi keadaan memburuk (worst case). Bank Indonesia menetapkan klasifikasi atas kinerja yang diberikan dan total minimum penyisihan penghapusan yang wajib dibentuk sebagai salah satu cara penghindaran risiko kredit. Proporsi kredit bermasalah di BRI relatif lebih baik jika dibandingkan dengan bank-bank lain di Indonesia. Hal ini disebabkan sebagian besar kredit diberikan kepada golongan usaha mikro, kecil dan menengah. Sampai dengan September 2008, BRI telah memberikan kredit kepada golongan tersebut sebesar 80 persen dari total kredit yang diberikan, sementara itu kredit yang diberikan kepada nasabah korporasi hanya sebesar 20 persen. Tabel 8 menunjukkan pergerakan kredit bermasalah di BRI berdasarkan segmen pemberian kredit per September 2008.
64
Tabel 8. Rasio Kredit Bermasalah (Non Performing Loan/NPL) BRI berdasarkan Segmen (persen) Klasifikasi 2004 2005 2006 2007 2008 2,1 1,55 1,36 1,19 1,08 Mikro 1,22 1,62 1,91 1,67 1,38 Konsumsi 3,2 4,06 6,32 5,71 4,91 Komersial 6,8 7,48 5,87 5,67 5,24 Menengah 15.08 16,93 13,55 4,62 3,14 Korporasi 4.19 4,68 4,81 4,44 2,90 Total NPL Sumber: Laporan Keuangan BRI Tahun 2004, 2006 dan 2008 4.2.4 Perkembangan dan Struktur Pasiva BRI Sumber dana yang digunakan untuk membiayai aset BRI berasal dari dana pihak ketiga berupa giro, tabungan dan deposito. Selain itu dana juga berasal dari hasil public offering serta penerbitan subordinated debt dalam mata uang rupiah dan valuta asing. Tabel 9 berikut memperlihatkan perkembangan kewajiban yang mendatangkan biaya dana (Interest Bearing Liabilities). Tabel 9. Perkembangan Kewajiban yang Mengandung Beban Bunga (jutaan rupiah) Uraian 2006 2007 2008 Simpanan: 27.864.092 37.161.794 39.923.004 Giro 58.307.624 72.299.927 88.076.759 Tabungan 38.296.623 56.138.262 73.537.676 Deposito 124.468.339 165.599.983 201.537.439 Jumlah 1.868.440 1.611.033 3.428.243 Simpanan dari bank lain 1.764.607 2.382.277 3.356.495 Pinjaman yang diterima 2.334.147 2.242.934 813.386 Lain-lain 130.435.533 171.836.227 209.135.563 Jumlah Sumber: Laporan Keuangan Publikasi Bank Indonesia, Laporan Keuangan BRI tahun 2008 Pertumbuhan simpanan menunjukkan aktivitas bisnis yang terus membaik. Tingkat suku bunga yang diberikan atas simpanan ditentukan oleh ALCO dan ditinjau setiap bulan sekali untuk disesuaikan dengan kondisi pasar. Bunga merupakan variable rate dan berada pada atau di bawah tingkat bunga penjaminan pemerintah. Simpanan di BRI digolongkan dalam jangka pendek sehingga bersifat kontinu dan stabil
65
dari periodde ke periodde. Namun dengan kestabilan nillainya, simp panan BRI bersifat seperti longterm deposits. Gambar 15 menunju ukkan
dalam jutaan rupiah
perkembanngan dan komposisi DP PK BRI. 90.000.000 80.000.000 70.000.000 60.000.000 50.000.000 40.000.000 30.000.000 20.000.000 10.000.000 0 2006 Giro
2007 Tabungan
2008 Deposito
Gambar 155. Perkembaangan dan Komposisi K D DPK BRI (B BRI, 2008) Berdasarkan Gambar 15 daapat dilihat bahwa b kom mponen peny yusun dana pihakk ketiga yanng terbesar setiap tahuunnya adalaah tabungan n. Hal ini disebabbkan oleh tabungan t merupakan m D DPK yang berbiaya bunga b lebih rendaah dibandingkan depossito sehinggga risikonyaa lebih kecill. Jika dilihat dari persentasee peningkaatan penghim mpunan daana, pening gkatan p tahun 2007 dan 2008 lebihh besar yaiitu sebesar 46,6 deposito pada persen dann 31 persenn dibanding gkan tabunggan yang hanya sebesar 24 persen dann 21,82 persen. Perseentase peninngkatan DP PK untuk tahun t 2008 cendeerung turunn karena pad da periode tersebut t tingkat suku bunga b deposito ceenderung mengalami m peenurunan. Strukktur asset-liiability BRII mempunyaai karakter ddimana seb bagian besar sumbber dana berasal dari DPK. D Propoorsi DPK paada periode 2007 mencapai 89 perseen sedangk kan pada tahun 20008 mengalami peningkataan sebesar 21,7 persen n sehingga persentaseenya menjad di 90 persen darii total liabilities. Tingg ginya DPK ini i terutamaa karena jaringan distribusi BRI B yang luas l sehingg ga faktor kedekatan k teerhadap nassabah menjadi saangat berperran. Sumber dana lain berupa pinnjaman dari bank lain, pinjaaman yangg diterima termasuk subordinatted notes yang
66
diterbitkann dalam matta uang rup piah dan maata uang assing. Gamb bar 16 berikut meemperlihatkaan proporsi struktur keewajiban BR RI dibandin ngkan dengan totaal kewajibann untuk perriode 2007 dan d 2008.
2007
2008 0 2% %0% 2%
1% 1% 7% 1%
6%
90 0%
90% %
DPK
DPK
Simpanan Ban nk Lain
Simpanan Ban nk Lain
Pinjaman
Pinjaman
Lain‐lain
Lain‐lain
Non Rate
Non Rate
Gambar 16. Perbaandingan Struktur S K Kewajiban BRI (Lap poran Keuanngan BRI, 2008) 2 Karakkter dimanna DPK meerupakan komponen k uutama liabilities menyebabkkan BRI beerada dalam m kondisi harus mem mpunyai strruktur permodalann yang kuat untuk mengantisip m asi ketersediaan danaa bila terjadi pennarikan danna secara besar-besara b an. Oleh kkarena itu, DPK merupakann sumber daana yang dianggap d janngka pendeek. Sumber dana tersebut mendatangkaan biaya dan na yang dittentukan oleeh ALCO dalam d ngkat satu perioode tertentuu berdasarrkan faktorr lingkungan dan tin persaingann dalam induustri perban nkan. 4.2.5 Perkembaangan Ekuitas Ekuittas
meruppakan
seliisih
antara
aset
ddan
kewajjiban.
Pertumbuhhan kewajiban 21,5 perrsen pada taahun 2008 aantara lain dipicu d oleh kenaikan DPK 21,8 2 persen n dari perioode sebelum mnya. Semeentara itu, kenaikkan aset sebbesar 20,8 persen p padaa tahun 2008 didukung g oleh peningkataan jumlah krredit BRI yang y mencappai 43 perseen. Secara grafis g pertumbuhan besarann aset, kew wajiban dann modal BRI seperti pada Gambar 177.
67
250.000
miliar rupiah
200.000 150.000 100.000 50.000 0 Aset
200 04 107.0 040
2005 5 122.77 75
2006 154.725
2007 203.734 4
2008 246.076
Kewaajiban
94.589
109.42 22
137.84 46
184.297 7
223.720
Ekuittas
12.450
13.35 52
16.878 8
19.437
22.356
Gambar 177.
Perkem mbangan Asset, Kewajibban dan M Modal BRI (BRI, 2008)
Perkeembangan BRI juga dapat ditinj njau dari tinngkat keseehatan bank, yaittu melalui rasio keecukupan modal m (Caapital Adeq quacy Ratio/CAR R), kualitas aktiva, manajemen, m rentabilitass dan likuiiditas. Kondisi keesehatan BR RI ditunjukk kan oleh Tabbel 10 berikkut ini. Tabel 10. Perkemban P ngan Kualiitas Kesehaatan BRI (p persen) Indikatorr NPL-Grosss NPL-Nett PDN (Posiisi Devisa Neeto) LDR (Loann to Deposit Ratio) ROE (Retuurn on Equityy) ROA (Retuurn on Assett) NIM (Net Interest Marrgin) CAR (Capital Adequaccy Ratio)
20066 4 4,81 1 1,29 5 5,41 722,53 322,49 2 2,75 8,8 188,82
20007 3,44 0,88 7,90 68,80 31,64 4,61 10,86 15,84
20 008 2,80 0,85 13,55 79,93 34,5 4,18 10,18 13,18
Sumber: Laaporan Keuuangan BRI Tahun 2006 dan 2008 Rasioo non perfoorming loan n (NPL) menunjukkan m n seberapa besar tingkat kreedit bermasaalah dari to otal keseluruuhan kreditt yang diberrikan. NPL mencakup kolekttibilitas kurrang lancar, diragukan dan macet. Total n seperti yang terjadi pada BRI NPL yangg semakinn menurun menunjukkkan kinerja bank yang efektif teruutama dari segi manajemen risiko kreddit. Sedangkkan posisi devisa netoo (PDN) m merupakan selisih
68
antara aktiva valas dan kewajiban valas. PDN berperan langsung dalam perhitungan laba/rugi bank. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, setiap bank wajib memelihara rasio PDN maksimal 20 persen dari modal yang dimiliki. Dalam hal ini, kondisi PDN BRI selalu berada dibawah batas maksimal yang ditetapkan BI sehingga BRI dapat dikatakan berada pada posisi aman dan sehat. Analisis rasio likuiditas adalah analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya, salah satu indikatornya adalah LDR (loan to deposit ratio). LDR merupakan rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengendalikan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi LDR mencerminkan tingkat likuiditas yang semakin rendah. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, likuiditas bank dinilai sehat jika rasio LDR di bawah 110 persen. Dalam hal ini, LDR BRI setiap tahun selalu berada di bawah batas maksimal yang ditetapkan BI sehingga BRI berada dalam batas aman. Rasio rentabilitas mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank, yang meliputi rasio return on asset (ROA) dan return on equity (ROE). Semakin besar ROA suatu bank maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dan semakin baik posisi bank dari segi penggunaan aset. Dengan rasio ROA sebesar 4,18 persen pada tahun 2008, berarti setiap satu rupiah pengguanaan aset akan memberikan keuntungan sebesar 4,18 rupiah. Sedangkan rasio ROE merupakan indikator untuk mengukur kemapuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembayaran dividen. Rasio solvabilitas mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemapuan bank untuk memenuhi semua kewajiban ketika terjadi likuidasi bank, salah satu indikatornya adalah CAR (capital adequacy ratio). CAR mencerminkan kemampuan
69
bank dalam hal permodalan, CAR yang lebih tinggi membuat bank semakin kuat karena kemampuannya yang lebih tinggi dalam menampung kerugian. BRI menggunakan perhitungan persyaratan capital adequacy yang dibuat oleh Basel Committee of the Bank of International
Settlement
pada
tahun
1998.
Tabel
11
berikut
menunjukkan rasio kecukupan modal BRI sesuai dengan peraturan Bank Indonesia berdasarkan laporan keuangan konsolidasi per 31 Desember 2008. Tabel 11. Perkembangan CAR BRI (jutaan rupiah) 2006 Modal Inti (Tier I) Modal Pelengkap Penyertaan Saham Jumlah modal Jumlah ATMR a. ATMR untuk risiko kredit b. ATMR untuk risiko pasar CAR a. CAR risiko kredit b. CAR risiko kredit dan pasar CAR minimum
2007
2008
13.104.120 1.880.751 (69.941) 14.914.930
15.448.235 1.819.451 (208.979) 17.058.707
17.795.610 1.944.766 (552.702) 19.187.674
74.690.731 4.570.435
102.382.429 5.328.550
140.316.552 5.264.157
19,97% 18,82%
13,67% 15,84%
16,66% 13,18%
8%
8%
8%
Sumber: Laporan Keuangan BRI Tahun 2006 dan 2008 Nilai CAR menunjukkan kemampuan permodalan bank dalam usaha pengembangan bisnis dan mengakomodasi risiko kerugian. Semakin tinggi nilai CAR maka kemampuan bank dalam menampung kerugian akan semakin tinggi dan kuat. Sebelum periode krisis ekonomi 1998, BI menetapkan CAR minimum sebesar 8 persen. Namun, tingginya tingkat default pada saat krisis mendorong BI untuk mengeluarkan persyaratan jumlah minimum modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) sebesar 4 persen. Pada periode krisis tahun 1998 sebagian besar kredit korporasi tergolong kredit bermasalah yang menyebabkan CAR BRI menurun tajam hingga melewati batas 8 persen yang ditetapkan BI sehingga BRI dimasukkan dalam program rekapitalisasi pemerintah. Bank BRI mengalihkan kredit dan aktiva produktif lainnya yang tergolong macet kepada Badan
70
Penyehatann Perbankann Nasional (BPPN) daan sebagai kompensassinya, BRI menerrima bantuuan modal dalam benttuk Obligassi Rekapitaalisasi Pemerintahh. Pada Feebruari 199 99, BI menngeluarkan peraturan yang mensyaratkkan bank dii Indonesia untuk meniingkatkan juumlah miniimum CAR menjjadi 8 persen. Sampaii dengan Desember D 2008, CAR yang dicapai BRI B sebesaar 13,01 persen p Nilai tersebuut lebih tinggi t dibandingkkan syarat kewajiban penyediaan p modal minnimum oleh BI. Penddapatan bunnga BRI atas a aset menglami m kkenaikan seejalan dengan pennurunan tinngkat bungaa bebas risikko pasar. Peendapatan bunga b diperoleh dari d aktivitaas operasion nal bank, yaitu penemppatan dana yang dihimpun pada p aset-aaset produkttif. Perkembbangan aseet dan kewaajiban serta sem makin stabiilnya kond disi pertum mbuhan m makro Indo onesia mendorongg pertumbuuhan pendaapatan bunnga yang dibukukan BRI meningkat dari tahunn ke tahun n. Gambarr 18 berikuut menunju ukkan volume penndapatan buunga, beban n bunga daan pendapattan bunga bersih b BRI dari taahun 2004-22008. 3 30.000
(milliar)
2 25.000 2 20.000 1 15.000 1 10.000 5.000 0 Pend dapatan Bungaa
2004 15.4 474
2005 17.253
2006 21.070
2007 23.230 2
200 08 28.0 076
Bebaan Bunga
4.7 768
4.816
7.300
6.552
8.44 40
Pend dapatan Bungaa Bersih 10.7 706
12.436
13.769
1 16.687
19.6 636
Gambar 188. Perkembangan Pend dapatan dann Beban Buunga (BRI, 2008) 2 Strukktur asset-lliability BR RI selama kurun waaktu 2004--2008 menghasilkkan perolehhan Net Interest Income dengann kecenderu ungan untuk naikk. Perolehaan ini men ncerminkan kinerja m manajemen yang
71
optimal dalam mengalokasikan dana yang berhasil dihimpun ke dalam aset-aset produktif 4.3. Posisi dan Struktur Gap Sensitivitas BRI 4.3.1 Perkembangan Suku Bunga dan Nilai Tukar Pasar surat utang Subprime Mortgage yang macet menjadi pengaruh negatif bagi pasar keuangan Indonesia. Tingkat suku bunga dunia yang terus meningkat dan nilai tukar mata uang domestik yang terus melemah mempengaruhi kinerja berbagai instrumen pasar keuangan. Selama periode 2007-2008, suku bunga SBI 3 bulan yang menjadi referensi yield perbankan mengalami pergerakan dengan tren yang berfluktuasi. Selama tahun 2007, suku bunga SBI mengalami penurunan mengikuti tren BI rate, tetapi dengan inkremental yang lebih kecil dibandingkan perubahan pada BI rate. Sedangkan pada tahun 2008, pergerakan SBI mengalami perubahan arah mengikuti kenaikan pada BI rate dimana perubahan pada SBI lebih besar dibandingkan pada BI rate. Perubahan suku bunga tersebut menyebabkan pergeseran profil pada beberapa komponen aset dan kewajiban bank. Gambar 19 berikut adalah grafik perkembangan suku bunga SBI 3 bulan dan BI rate selama tahun 2007-2008. Grafik Time Se rie s BI Rate dan SBI 3M 12
Variable SBI 3M BI Rate
Suku bunga (%)
11
10
9
8 2
Gambar 19.
4
6
8
10
12 14 Periode
16
18
20
22
24
Perkembangan Suku Bunga SBI 3 bulan dan BI Rate periode 2007-2008 (Bank Indonesia, 2009)
72
Pasar keuangan dunia yang mengalami krisis juga berpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar di Indonesia. Banyaknya investor yang mengalihkan
investasinya
ke
dalam
instrumen-instrumen
yang
berdenominasi US dollar menyebabkan nilai US dollar terapresiasi dan nilai mata uang domestik terdepresiasi termasuk mata uang rupiah. Melemahnya nilai tukar rupiah akan berpengaruh terhadap aktiva dan pasiva bank yang dinyatakan dalam valas. Perubahan pada kedua sisi tersebut akan berpengaruh terdahap posisi devisa neto dan perhitungan laba/rugi bank. Gambar 20 berikut menunjukkan perkembangan kurs rupiah selama 2007-2008. Grafik Perkembangan Kurs Rupiah 12500 12000
Kurs (Rp)
11500 11000 10500 10000 9500 9000 2
4
6
8
10
12 14 Periode
16
18
20
22
24
Gambar 20.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Periode 2007-2008 (Bank Indonesia, 2009)
4.3.2 Posisi Gap Sensitivitas Suku Bunga Besaran gap diperoleh dari posisi statis suatu neraca untuk kemudian dibuat menjadi dinamis dengan menyertakan berbagai model kemungkinan dampak perubahan suku bunga terhadap profitabilitas yang disebabkan oleh posisi gap. Yield atau cost dari aset dan kewajiban akan berubah sejalan dengan perubahan suku bunga dan nilai tukar. Suku bunga yang relevan digunakan sebagai benchmark adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia untuk jangka waktu 3 bulan dan untuk
73
tenor lain diperlihatkan dalam correlation matrics suku bunga pada lampiran. Sedangkan untuk nilai tukar, yang digunakan sebagai benchmark adalah dollar Amerika Serikat. Suku bunga SBI 3 bulan digunakan karena pada umumnya menjadi referensi yield termasuk yield atas obligasi rekapitalisasi pemerintah yang menggunakan variable rate, sedangkan tenor suku bunga lain diasumsikan berjalan sesuai dengan korelasinya terhadap suku bunga SBI 3 bulan. Asumsi kunci lainnya adalah bahwa pergerakan suku bunga yang digunakan untuk memproyeksikan Net Interest Income satu tahun ke depan, besar dan arahnya sama dengan pergerakan suku bunga pada tahun perhitungan gap. Suku bunga funding diasumsikan bergerak dalam arah dan besar yang sama dengan suku bunga pada sisi aset pada simulasi pengukuran dampak perubahan suku bunga dan nilai tukar terhadap NII. Demikian juga dengan penentuan tingkat reinvestasi diasumsikan akan bergerak pada satu tingkat, sedangkan untuk menentukan tingkat bunga masingmasing komponen aset-kewajiban digunakan sistem suku bunga terbobot (weighted rate) dari bauran penyusunnya. Skema analisis gap menurut Ali (2004), aset dan kewajiban dikelompokkan menjadi Rate Sensitive Assets (RSA), Fixed Rate Assets (FRA), Non Rate Assets, Rate Sensitive Liabilities (RSL), serta Non Rate Liabilities. Penggolongan tersebut didasarkan pada jenis dan karakternya. Pada sisi aset, aset-aset produktif digolongkan dalam earning asset, sedangkan aset-aset tidak produktif digolongkan dalam non earning asset. Aset-aset produktif tersebut dibedakan menurut suku bunga yang menjadi sistem yieldnya menjadi variable rate assets atau rate sensitive asset dan fixed rate assets. Pengelompokkan juga didasarkan tujuan penempatan portofolio aset yaitu aset yang dimiliki sampai dengan jatuh tempo (Hold to Maturity/HTM) dan traded assets. Demikian juga dengan kewajiban digolongkan berdasarkan sistem pengenaan biaya dana yaitu secara variable rate liabilities dan fixed rate liabilities.
74
Periode gap dibagi dalam beberapa time horizon berdasarkan ketentuan dari The Banking of International Settlement (BIS) yang tertuang dalam Basel Capital Accord II tahun 1996. Periode sensitivitas digolongkan untuk jangka waktu kurang dari satu bulan, lebih dari satu sampai dengan tiga bulan, lebih dari tiga sampai dengan satu tahun, lebih dari satu tahun dan tanpa jatuh tempo. Dalam usaha mengendalikan kerawanan (exposure) terhadap perubahan suku bunga, BRI menetapakan batas-batas tertentu untuk gap yang terjadi sehingga kemungkinan kerugian terbesar yang dapat terjadi masih berada dalam rentang toleransi BRI. 1. Posisi Gap Sensitivitas Tahunan Posisi gap sensitivitas tahunan yang benar-benar terjadi adalah posisi pasif yang mengikuti aktivitas operasional BRI. Posisi gap sensitivitas yang terbentuk oleh BRI untuk tahun 2007 dan 2008 akan diuraikan sebagai berikut. a. Posisi Gap-Sensitivitas Desember 2007 Sepanjang kegiatan operasional bank dengan terus terjadinya perubahan atas komposisi dan nilai berbagai akun dalam neraca bank akan menimbulkan perubahan pada nilai RSA, RSL dan gap ratio. Selain itu juga terjadi berbagai interest sensitivity period yang mencerminkan perbedaan tingkat risiko yang dihadapi bank. Analisis gap pada periode Desember 2007 ditunjukkan oleh Tabel 12. Berdasarkan komposisi gap per Desember 2007 dapat diketahui bahwa, pertama, gap negatif terbesar terdapat pada rate sensitive dengan periode sampai dengan 30 hari, yaitu sebesar Rp 102.357,4 miliar. Pada periode ini terjadi gap negatif karena total RSA yang dimiliki hanya sebesar 23,54 persen dari total aset dibandingkan dengan RSL yang mencapai 73,78 persen. Apabila terjadi kenaikan tingkat suku bunga dan pelemahan nilai tukar maka periode sensitivitas satu akan memiliki risiko kerugian terbesar. Kedua, gap positif terbesar terdapat pada kelompok rate sensitive dengan periode jatuh tempo di atas satu tahun, yaitu sebesar
75
Rp 80.860,6 miliar. Kondisi ini terjadi karena total RSA yang dimiliki lebih besar dibandingkan dengan total RSL, yaitu sebesar 57,14 persen dan RSL hanya sebesar 17,45 persen dari total aset yang dimiliki. Apabila terjadi penurunan tingkat suku bunga dan pelemahan nilai tukar maka periode ini akan memiliki risiko kerugian terbesar. Ketiga, pada keempat periode sensitivitas tersebut dapat dilihat bahwa rasio gap yang terjadi berada pada rentang 0,319 sampai dengan 4,139. Gap yang terbentuk untuk periode sensitivitas secara kumulatif adalah negatif Rp 80.860,6 miliar dengan jumlah RSA sebesar 42,86 persen dan RSL sebesar 82,55 persen dari total aset. Tabel 12. Analisis Gap Periode Desember 2007 (miliar rupiah) Uraian ≤1 bulan Assets RSA Non RSA Total Liabilitas RSL Non RSL Ekuitas Total GAP IRS Kumulatif Gap Kumulatif IRS
Periode Sensitivitas >1-3 bulan >3-12 Lainnya bulan
47.963,5
8.724,1
30.637,1
47.963,5
8.724,2
30.637,1
150.320,9
10.463,1
7.401,4
150.320,9 -102.357,4 0,319 -102.357,4
10.463,1 -1.738,9 0,834 -104.096,3
0,319
0,350
Jumlah
79.272,1 37.137,9 116.410
166.596,9 37.137,9 203.734,9
7.401,4 23.235,7 4,139 -80.860,6
3.650,7 12.461,1 19.437,6 35.549,4 80.860,6 3,275 0
171.836,2 12.461,1 19.437,6 203.734,9
0,519
1
b. Posisi Gap-Sensitivitas Desember 2008 Berdasarkan komposisi gap per Desember 2008, dapat dilihat bahwa, pertama, gap negatif terbesar terjadi pada periode sensitivitas di bawah satu bulan, yaitu sebesar Rp 120.172,4 miliar. Kondisi ini terjadi karena total RSA yang dimiliki hanya sebesar 24,47 persen dibandingkan RSL yang mencapai 73,3 persen. Oleh karena itu, periode sensitivitas 1 akan memiliki risiko kerugian terbesar ketika terjadi kenaikan tingkat suku bunga dan pelemahan nilai tukar.
76
Kedua, gap positif terbesar terdapat pada kelompok rate sensitive dengan periode jatuh tempo di atas satu tahun, yaitu sebesar Rp 92.615,3 miliar. Gap positif disebabkan oleh volume RSA yang lebih besar dibandingkan RSL yaitu sebesar 54,57 persen dan RSL hanya sebesar 15,77 persen dari total aset yang dimiliki. Ketiga, gap kumulatif yang terbentuk untuk periode sensitivitas adalah negatif dengan nominal sebesar Rp 92.615,3 miliar dengan jumlah RSA sebesar 46,59 persen dan RSL sebesar 84,22 persen dari total aset. Pada keempat periode sensitivitas tersebut dapat dilihat bahwa rasio gap berada pada rentang 0,334 sampai dengan 3,386. Analisis gap pada periode Desember 2008 ditunjukkan pada Tabel 13. Tabel 13. Analisis Gap Periode Desember 2008 (miliar rupiah) Uraian ≤1 bulan Assets RSA Non RSA Total Liabilitas RSL Non RSL Ekuitas Total GAP IRS Kumulatif Gap Kumulatif IRS
Periode Sensitivitas >1-3 bulan >3-12 Lainnya bulan
Jumlah
60.218
13.993,5
40.438,1
111.994,5 19.431,8
226.645,1 19.431,8
60.218
13.993,5
40.438,1
134.284,9
246.076,9
180.391,3
5.192,9
21.681,6
1.869,7 14.584,6
209.135,6 14.584,6
180.391,3 -120.172,4 0,334 -120.172,4
5.192,9 8.800,6 2,695 -111.371,8
21.681,6 18.756,5 1,865 -92.615,3
22.356,7 38.811 92.615,3 3,386 0
22.356,7 246.076,9
0,334
0,399
0,553
1
2. Struktur Gap Sensitivitas BRI Periode Desember 2007 dan 2008 Besaran gap yang terjadi pada kedua periode di atas dibentuk oleh aset-aset dan kewajiban yang sensitif terhadap perubahan suku bunga, dalam hal ini yang menggunakan tingkat bunga variabel dan kepemilikan portofolio ditujukan untuk diperdagangkan bukan untuk tujuan investasi. Adapun aset-aset yang membentuk RSA adalah penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain, efek-efek, obligasi
77
rekapitalisasi pemerintah, kredit yang diberikan, serta aset-aset yang lain yang menggunakan tingkat bunga variabel. Penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain adalah penanaman dana pada Bank Indonesia berupa fasilitas simpanan Bank Indonesia (FASBI) dan Fine Tune Kontraksi (FTK), sedangkan penempatan dana pada bank lain merupakan penanaman dana dalam bentuk interbank call money dan deposito berjangka baik dalam nominal rupiah maupun valuta asing. Penempatan pada Bank Indonesia disajikan sebesar saldo penempatan setelah dikurangi bunga yang belum diamortisasi. Penempatan pada bank lain dinyatakan sebesar saldonya dikurangi dengan penyisihan kerugian. Suku bunga yang digunakan adalah variable rate dengan mengacu pada suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB). Perubahan pada tingkat SBI pada umumnya terkait erat dengan suku bunga pasar uang antar bank dengan perubahan arah yang sama. Menurut Lumintang (dalam Kusumaningrum, 2005), penempatan dana di pasar uang antar bank adalah sarana untuk mendukung manajemen likuiditas antara pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus spending unit) dengan pihak yang kekurangan dana (deficit spending unit). Tingkat suku bunga PUAB mencerminkan ketersediaan likuiditas di pasar uang, semakin banyak likuiditas maka tingkat bunga akan semakin rendah. Pada periode Desember 2007 dan 2008, posisi dana BRI yang ditempatkan di Bank Indonesia dan bank lain diperlihatkan pada Tabel 14. Penempatan dana BRI di BI dan bank lain secara keseluruhan menggunakan tingkat bunga variabel dengan tingkat likuiditas yang tinggi. Jangka waktu penempatan pada umumnya adalah jangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga SBI 3 bulan akan berpengaruh terhadap perubahan suku bunga antar bank dan nilai dari komponen penempatan juga akan berubah.
78
Tabel 14. Komponen Penempatan di BI dan Bank lain (jutaan rupiah kecuali dinyatakan lain) Penempatan
Jumlah 2007
Rupiah: FTK FASBI Call money Valas: Call money Deposito Jumlah
Suku bunga (%) 2008
2007
2008
Pendapatan/Beban 2007
2008
9.574.202 4.003.379
19.978.204 399.514 1.460.868
3,83 3,83 6,65
8,31 8,31 8,53
794.658,8 266.224,7
1.660.188,7 33.199,6 124.612
1.079.796
1.043.209
5,29
3,08
57.121
32.130,8
23.483 14.680.860
27.250 22.908.327
4,25 7,62*
2,20 8,08*
998 1.119.002,5
599,5 1.850.730,6
Sumber : Laporan Keuangan BRI Tahun 2008 (diolah) ∗ suku bunga rata-rata tertimbang Faktor pembentuk RSA yang kedua adalah efek-efek yang terdiri dari Surat-surat Berharga Pasar Uang (SBPU) seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI), wesel tagih, subordinated notes, guaranted notes, US treasury bonds, credit linked notes (CLN), unit penyertaan reksadana, saham serta obligasi yang diperdagangkan di bursa efek. Efek-efek tersebut digolongkan dalam beberapa kategori didasarkan pada sisa jatuh tempo, penerbit dan tujuan kepemilikan pada saat perolehan, yaitu dimiliki hingga jatuh tempo (Hold to Maturity/HTM), diperdagangkan (Traded Assets) dan tersedia untuk dijual
(Available
for
Sale/AFS).
Gambar
21
menunjukkan
perkembangan portofolio efek yang dimiliki BRI berdasarkan tujuan kepemilikannya. Tingkat bunga yang digunakan untuk masing-masing aset yang dimiliki BRI adalah variable rate dan atau dengan tujuan untuk diperdagangkan sehingga tergolong sensitif terhadap perubahan suku bunga dan termasuk ke dalam RSA. Suku bunga tertimbang dari seluruh efek adalah sebesar 9,44 persen untuk tahun 2007 dan 7,75 persen untuk tahun 2008.
79
jutaan rupiah
25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 0 20 007
200 08
Traded Assets
Gambarr 21.
AFSS
HTM
Perrbandingan n Perkembaangan Tujuuan Kepemiilikan Porrtofolio Efeek BRI (Lapporan Keuaangan BRI tahun t 20008, diolah)
Peerubahan suuku bunga SBI 3 buulan secaraa langsung akan mempenngaruhi penndapatan bun nga dari SB BI yang mennggunakan SBI S 3 bulan sebagai reeference yield. y Sedaangkan efe fek yang tidak merefereensikan yieeldnya terhaadap SBI akkan berubaah sesuai deengan arah dem mand dan supply s efek k yang bergerak menujju keseimbaangan dalam konidisi k ideeal. Tabel 15 1 menunjuukkan nilaii efek-efek yang dimiliki BRI pada tahun t 2007 dan 2008. Tabel 15. 2007 dan 2008 1 Portofoolio Efek BRI B Per Desember D (jutaan n rupiah keecuali dinyaatakan lain n) Effek-efek SBI Obligassi pemerinntah Obligassi Reksadana MTN Guarannted notes US Treaasury Bonds Subordiinated notes Wesel Tagih T CLN Total
Jumlah J 2007 20088 9.974.37 79 8.325.5500 4.997.86 67 4.576.7728 905.59 99 102.73 32 102.13 35 93.93 30 93.87 73 103.89 96 2.632.71 17 17.358.24 48
1.050.0069 14.7736 119.4410 105.2299 38.6690 274.4419 7.326.7735 23.885.4465
Sukku Bunga (%)) 20007 2008 SBI 3M SBI 3M 3 99,44 10,52 20 N NAB 9,6 7,5 33,63 11,6 66,48
17,6 NA AB 9,6 7,5 3,63 11,6 6,05
Sumber: Laporan Keuangan K BRI B Tahun 2008 2 (diolahh) Niilai dari efeek-efek yan ng dimiliki BRI juga ddipengaruhii oleh perubahhan nilai tuukar rupiah h terhadap mata uangg asing. Haal ini
80
karena efek-efek e teersebut dimiiliki dalam rupiah r dan m mata uang asing. a Ketika nilai rupiahh terdepressiasi maka proporsi efek dalam mata uang asing akan lebih ditiingkatkan untuk mennghindari risiko r kerugiann yang lebbih besar. Pada P tahunn 2008, efeek yang beernilai rupiah mengalami m penurunan n proporsi dari d 75 perrsen menjad di 61 persen karena k nilai rupiah cend derung mellemah mulai semester kedua k tahun 2008. 2 Hal ini mendorrong peningkatan prooporsi nilai efek dalam valuta v asingg dari 25 peersen menjaadi 39 perseen dari totall efek yang diimiliki atauu meningkaat sebesar 112,63 1 perssen dari peeriode sebelum mnya. Gam mbar 22 berikut menunjukkan m n perbandingan proporsii kepemilikaan efek-efek k dalam ruppiah dan maata uang asin ng.
Per Desembe er 2007
25%
Pe er Desemb ber 2008
39% 61%
75%
Rupiah
Valas
Rupiah
Valas
Perbbandingan proporsi p effek dalam rrupiah dan valas (Lapporan Keuan ngan BRI taahun 2008, diolah) Koomponen ketiga pem mbentuk RSA R adalaah kepemiilikan
Gambarr 22.
obligasi rekapitaliisasi pemerrintah baikk yang dipperoleh melalui program m pemerintaah maupun n dari peroolehan di pasar seku under. Obligasii rekapitalissasi menggu unakan duaa sistem yaittu fixed ratte dan variablee rate denggan tiga tu ujuan, yaituu HTM, A AFS dan trraded obligasi. Obligasi yang y diperd dagangkan dihargai d denngan pendeekatan m pad da nilai passar pada saaat penawarran di nilai waajar yang mengacu bursa effek, sedanggkan untuk obligasi yang diperoleeh pada pro ogram rekapitaalisasi sebaggai penggan nti aset berrmasalah yaang dialihkaan ke
81
BPPN nilai n wajar diperkirak kan dari exp xpected marrket yield. Nilai pasar untuk u bebeerapa oblig gasi rekappitalisasi peemerintah yang diperdaggangkan daan tersedia untuk u dijuaal yang dipuublikasikan n oleh Bank Inndonesia dan d sumberr lainnya serta s berdasarkan exp pected market yield y untukk efek yang g setara berrkisar antarra 102,22 persen p sampai dengan 1044,13 persen n untuk 31 Desember 2008 dan antara a mpai dengan n 118,03 persen p untuuk 31 Deseember 109,78 persen sam 2007. b yang g diperolehh dari obliigasi ini adalah a Peendapatan bunga sebesar 9 persen dan 7,15 persen darri total pendapatan bunga b masing--masing unttuk periode Desember 2007 2 dan 20008. Oleh karena k itu, perrubahan tinngkat suku bunga yanng menjadii referensi akan mengubbah besarann pendapataan bunga yaang berasall dari komp ponen ini. Propporsi kepem milikan oblig gasi rekapittalisasi pem merintah terh hadap total aseet yang dim miliki BRI daari tahun kee tahun cendderung men nurun. Hal ini disebabkaan oleh kebijakan ekkspansi kreddit. Gambaar 23 menunjuukkan propoorsi obligassi rekapitalissasi terhadaap total aset BRI. 25%
24% 2 21%
20% % 16% 14%
15%
12% 9%
10%
Bo onds/Total Lo oans
10% % 7%
Bo onds/Total Asssets
5% 0% 2005
2006
200 07
2008
Gambarr 23.
Perrkembangan n Proporssi Obligasii Rekapita alisasi Pem merintah (Laporan Keuangan K BRI tahun 2006 dann 2008, diollah) Koomponen RSA R yang keempat dan d merupakan komp ponen
penyusuun RSA yanng terbesar adalah kreedit. Kredit BRI difoku uskan pada seektor mikroo, kecil daan menengaah yang teergolong seensitif
82
terhadapp perubahann suku bung ga dan nilaii tukar jika dilihat dari segi jangka waktu w pem mberian kred dit. Kredit jangka pannjang berpo otensi menimbbulkan reprricing risk, yaitu ketika terjadi perubahan pada suku bunga b SBI yang meenjadi refeerensi untuuk suku bunga b penghim mpunan danna, dimanaa ketika suku s bungaa funding yang sebagiann besar berjangka pendek telah berubah ddan suku bunga b lending belum akaan berubah. Perbedaann waktu reepricing terrsebut akan meempengaruhhi profitabilitas BRI. Perubahan P suku bungaa SBI berkorellasi positif dengan d suku u bunga lennding golongan kredit mikro m (<50 jutta), komersiial (>50 jutaa – 5M) dann menengahh (>5M – 50 0 M), adapun besarnya b koorelasi ditun njukkan padda Lampirann 5. Seensitivitas terhadap suk ku bunga yang y berasall dari pemb berian kredit addalah adanyya mismatch h antara janggka waktu ppemberian kredit k dengan penghimpunan danaa. Jangka waktu kreedit yang lama membuaat perubahaan pada suk ku bunga SB BI dan sukuu bunga fun nding berjalann lebih ceppat dibandin ngkan peruubahan sukku bunga kredit. k Gambarr 24 mempperlihatkan pengelom mpokkan seensitivitas kredit k berdasarrkan jangkaa waktu pem mberian kreddit. 13%
2007
8% %
2008 8
7%
9%
9%
18% 26%
32%
23%
26% %
14%
15% %
≤ 1 bulan
> 1 b bulan ‐ 3 bulan
≤ 1 bulan
> > 1 bulan ‐ 3 bulan
> 3 bulan ‐ 1 tahun 1
> 1 ttahun ‐ 2 tahun
> 3 bulan ‐ 1 tahun
> > 1 tahun ‐ 2 tahun
> 2 tahun ‐ 5 tahun 5
> 5 ttahun
> 2 tahun ‐ 5 tahun
> 5 tahun
Gambarr 24. Perbaandingan Proporsi P Kredit BR K RI Berdasa arkan Jangkka Waktu Pemberian P K Kredit (Lapporan Keua angan BRI 2008, diolah h) Prroporsi kredit dalam rupiah dann valuta asing mengalami pergeserran nilai dari d tahun 2007 2 ke taahun 2008 jjika dilihatt dari pemberiian kredit berdasarkan b mata uang.. Pada tahunn 2008, pro oporsi
83
kredit dalam nilai rupiah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2007, yaitu dari 94 persen menjadi 92 persen atau mengalami peningkatan sebesar 41 persen. Penurunan proporsi ini ditransmisikan pada peningkatan proporsi kredit dalam bentuk valuta asing dari 6 persen menjadi 8 persen atau mengalami peningkatan sebesar 55 persen dari periode sebelumnya. Peningkatan volume kredit dalam bentuk valuta asing lebih besar dibandingkan kredit dalam nilai rupiah. Hal ini karena pada periode tersebut investasi dalam mata uang asing dinilai lebih menguntungkan terutama untuk penempatan-penempatan
yang
berdenominasi
dollar
Amerika
Serikat. Kredit jangka panjang yang yang didanai aset jangka pendek akan menimbulkan risiko likuiditas yang berakibat pada kredit bermasalah. Namun, ekspansi kredit yang dilakukan BRI telah didukung oleh sistem manajemen risiko yang baik sehingga tingkat kredit bermasalah cenderung menurun setiap tahunnya. Tabel 16 berikut adalah proporsi perkembangan kredit BRI berdasarkan kolektibilitas. Tabel 16. Perkembangan Kredit BRI Berdasarkan Kolektibilitas Klasifikasi Lancar DalamPerhatian Khusus Kurang Lancar Diragukan Macet
2005 88,40% 6,91% 1,19% 1,81% 1,69%
2006 88,88% 6,29% 0,90% 1,05% 2,88%
2007 92,20% 4,36% 0,73% 0,49% 2,22%
2008 92,20% 5,05% 0,70% 0,50% 1,55%
Sumber : Laporan Keuangan BRI tahun 2006 dan 2008 (diolah) Golongan aset-aset lain yang mendatangkan pendapatan bunga adalah giro pada bank lain dan efef-efek yang dibeli dengan janji dijual kembali (efek reverse repo). Namun, untuk periode Desember 2007 dan 2008 nominal dari aset-aset tersebut masih dalam jumlah yang relatif kecil jika dibandingkan dengan komponen pembentuk RSA lainnya.
84
Koomponen pembentuk p rate sensittive liability ty (RSL) adalah a dana pihhak ketiga, simpanan dari d bank laain, pinjamaan yang diteerima, efek revverse repo, serta pinjaman suborddinasi. Sebaagian besarr RSL dibentukk oleh danaa pihak ketiga berupa giro, g tabunggan dan dep posito yang peeka terhadapp perubahan bunga, yaitu sebesaar 96 persen n dari total RS SL untuk periode Desember D 2 2007 dan 22008. Simp panan merupakkan kewajibban paling dominan daan merupakkan faktor paling p sensitif dari segii ketersediaan dana BRI. Sim mpanan terrsebut n pada dikategoorikan sensiitif dalam jaangka pendeek sehinggaa perubahan suku buunga referennce dengan waktu relaatif cepat akkan berpeng garuh terhadapp suku bunnga fundin ng dibandinngkan denggan suku bunga b lending.. Gambar 255 berikut ad dalah perbanndingan prooporsi komp ponen pembenntuk RSL.
2007
2008 8
2%0% 1% 1%
% 2% 0% 0% % 2%
96%
9 96%
DPK
Sim mpanan BL
DP PK
Simpanan BLL
Pinjam man
Revverse Repo
Pin njaman
Reverse Repo o
Sub No otes
Gambarr 25.
Sub Notes
Perbbandingan Proporsi Komponen K Pembentukk RSL (Lapporan Keuan ngan BRI taahun 2008, diolah)
Koorelasi yangg tebentuk antara a sukuu bunga SBII 1 bulan deengan suku bunga b deposito adallah sebesaar 0,324 sehingga dapat disimpuulkan bahwaa keterkaitaan antara suuku bunga S SBI dengan suku bunga funding f lem mah. Hal in ni disebabkkan oleh suuku bunga yang digunakkan untuk koorelasi adalah counter rate sedanggkan yang teerjadi pada praakteknya, suku s bunga simpanan mengalami m perubahan yang cukup fluktuatif f kaarena andan nya negosiaasi dalam penetapan tingkat
85
bunga antara BRI dan nasabah. Suku bunga negosiasi tersebut merupakan suku bunga khusus yang lebih tinggi dari counter rate dimana fluktuasinnya tidak dapat teridentifikasi karena merupakan rahasia perusahaan. Dalam hal ini suku bunga negosiasi justru lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga SBI daripada counter rate. Negosiasi tersebut harus dilakukan BRI agar para pemilik dana tidak berpindah ke bank lain tetapi juga agar tidak merugikan BRI sendiri. Keadaan tersebut menjadikan suku bunga deposito terlihat kurang sensitif terhadap SBI. Suku bunga deposito lebih banyak dipengaruhi oleh suku bunga LIBOR dengan korelasi sebesar 0,603 dan langsung dipengaruhi oleh BI rate dengan korelasi sebesar 0,584. Secara teoritis, kenaikan suku bunga SBI akan berpengaruh terhadap dana masyarakat sehingga untuk mengantisipasi pengalihan dana ke dalam pasar uang maka bank akan menaikkan suku bunga deposito. Kenaikan suku bunga deposito dan simpanan ini akan mendorong kenaikan biaya bunga dana (Cost of Fund/COF). Untuk mendanai biaya tersebut maka bank menaikkan suku bunga kreditnya. Adanya perbedaan jangka waktu restrukturisasi yang berbeda antara aset dan kewajiban menyebabkan kenaikan atau penurunan bunga kredit akan berjalan lebih lambat. Namun, pada kenyataannya kenaikan suku bunga SBI tidak diikuti oleh kenaikan suku bunga dana pihak ketiga dengan nilai yang signifikan terbukti dari nilai korelasinya yang hanya sebesar 0,324. Korelasi ini lebih kecil dibandingkan dengan korelasi suku bunga SBI dengan suku bunga kredit. Kenaikan suku bunga kredit terlihat lebih cepat dibandingkan kenaikan suku bunga dana pihak ketiga sehingga kenaikan biaya bunga dana akan lebih rendah dibandingkan pendapatan bunga yang diterima. Penetapan suku bunga kredit telah mengikutsertakan kenaikan biaya dana atas pemberlakuan suku bunga simpanan khusus, sehingga suku bunga kredit terlihat lebih sensitif terhadap SBI. Pada kenyataannya,
86
kenaikann biaya danna juga cukup signifikan akibat penetapan suku bunga simpanan s yaang melebih hi counter rate. r Perubbahan biaya dana yang fluuktuatif akiibat suku bu unga khusuus menyebaabkan BRI harus terus menyesuaika m an suku bu unga kredittnya untuk dapat men nutup biaya daana tersebuut dan tetap p memperolleh keuntunngan. Selain n itu, penetapan suku buunga kreditt juga ada yang mengacu pada suku bunga teertentu yangg bersifat flo oating rate sehingga suuku bunga kredit k terlihat lebih l cepat mengalami perubahan. 3. Posisi Gap G Sensitivvitas Suku Bunga Triiwulanan Poosisi gap sensitivitas triwulanann yang teerjadi meng gikuti aktivitass operasionnal BRI. Daalam hal inni analisis ggap per triw wulan memilikki kelemahhan karena tidak mem mperlihatkaan analisa jatuh tempo masing-maasing kom mponen pennyusunnya.. Analisis gap triwulannan ini diguunakan untu uk memperjjelas posisi gap BRI sesuai s dengan pergerakann suku bun nga dalam rentang waaktu yang lebih sempit. Gambar 266 berikut meenunjukkann posisi gap sensitivitass BRI per triwuulan selamaa tahun 2008.
jutaan rupiah
250.000.000 200.000.000 150.000.000 100.000.000 50.000.000 0 ‐50.000.000 Maret
Gambarr 26.
Juni
RSA A 164.049.93 3
174.084.0 09
Septemb be r 186.528.4 45
Desember
RSLL 167.504.84 4
185.778.8 83
183.996.9 91
208.869.45
Gap p ‐3.454.909 9
‐11.694.74 4
2.531.533
‐12.982.0 09
195.887.36
Possisi Gap Sensitivitas S BRI per Triwulan 2008 (Laaporan Keu uangan BRI Triwulan 11,2,3 dan 4 tahun t 20008, diolah)
Beerdasarkan Gambar 26 6 dapat dilihhat bahwa vvolume RSA A dan RSL BR RI setiap triwulan t seelalu mengalami peniingkatan deengan proporsii yang beerbeda-bedaa sehingga menyebabbkan gap yang
87
terbentuk menjadi fluktuatif. Posisi gap tersebut berpengaruh terhadap NII yang diperoleh BRI. Pada posisi gap negatif dengan tren suku bunga yang meningkat berpotensi memberikan risiko kerugian melalui penurunan NII yang diperoleh. Gambar 27 berikut menunjukkan pertumbuhan NII BRI per triwulan selama tahun 2008. 120,00% 100,00% 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00%
Juni
September
Desember
Interest Income
104,80%
53,30%
38,80%
Interest Expense
106,30%
53,50%
51,30%
104%
53%
33,80%
NII
Gambar 27.
Pertumbuhan NII BRI per Triwulan 2008 (Laporan Keuangan BRI Triwulan 1,2,3 dan 4 tahun 2008, diolah)
Berdasarkan pertumbuhan
NII
gambar BRI
di
terus
atas
dapat
mengalami
diketahui
bahwa
penurunan
seiring
peningkatan suku bunga yang menyebabkan penurunan pendapatan bunga. Pada triwulan kedua NII mengalami peningkatan yang cukup signifikan, kemudian pada triwulan ketiga mengalami penurunan yang tajam karena pendapatan dan beban bunganya mengalami penurunan. Pada akhir periode, penurunan pertumbuhan pendapatan bunga lebih besar daripada pertumbuhan beban bunga sehingga NII yang diperoleh juga mengalami penurunan tetapi dalam proporsi yang lebih kecil dibandingkan triwulan sebelumnya. Penurunan NII tersebut juga disebabkan oleh posisi gap yang bergeser dari positif gap ke negatif gap dengan tren suku bunga yang terus meningkat. Berikut ini adalah analisis gap per triwulan periode tahun 2008 secara kasar berdasarkan neraca tanpa analisa jatuh tempo.
88
a. Posisi Gap Periode Maret 2008 Suku bunga SBI 3 bulan yang menjadi referensi mengalami peningkatan sebesar 20 basis poin selama triwulan pertama 2008.. Peningkatan tersebut direspon BRI dengan perubahan pada suku bunga deposito dan tidak disertai dengan perubahan pada suku bunga kredit. Perubahan suku bunga yang tidak ditransmisikan secara paralel pada sisi aset dan kewajiban menyebabkan terjadinya gap antara aset dan kewajiban. Posisi gap per Maret 2008 ditunjukkan oleh Tabel 17. Tabel 17. Posisi Gap BRI Per Maret 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Asset RSA 164.049.938 NonRSA 36.397.825 Total aset 200.448.763 Liabilitas RSL 167.504.847 NonRSL & ekuitas 32.943.916 Total 200.448.763 Gap -3.454.909 IRS 0,979 Berdasarkan komposisi gap pada Tabel 17 dapat diketahui bahwa pada triwulan I tahun 2008 BRI mengalami negatif gap sebesar Rp 3.454.909 juta dengan rasio gap sebesar 0,979. Nilai negatif tersebut terbentuk karena total RSA lebih kecil dibandingkan total RSL yang dimiliki. Apabila terjadi kenaikan suku bunga maka periode ini akan mengalami kerugian. Rasio gap menunjukkan bahwa sebesar 97 persen RSL digunakan untuk mendanai RSA. Berdasarkan neraca per Maret 2008, pendapatan bunga yang dihasilkan BRI sebesar Rp 6.190.977 juta dan beban bunga yang harus dibayar sebesar Rp 1.750.216 juta sehingga net interest income yang diperoleh sebesar Rp 4.440.761 juta. Pendapatan bunga yang dihasilkan lebih besar daripada beban bunga yang harus dibayar sehingga NII yang diperoleh positif.
89
b. Posisi Gap Periode Juni 2008 Suku bunga SBI 3 bulan mengalami peningkatan sebesar 97 basis poin pada triwulan II tahun 2008. Peningkatan suku bunga tersebut menyebabkan terbentuknya gap antara aset dan kewajiban karena perubahan suku bunga reference tidak direspon secara bersamaan. Posisi gap per Juni 2008 dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini. Tabel 18. Posisi Gap BRI per Juni 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Asset RSA 174.084.094 NonRSA 43.455.227 Total aset 217.539.321 Liabilitas RSL 185.778.836 NonRSL & ekuitas 31.760.485 Total 217.539.321 Gap -11.694.742 IRS 0,937 Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa posisi gap BRI per 30 Juni 2008 merupakan negatif gap dengan nilai sebesar Rp.11.694, 7 miliar. Negatif gap tersebut lebih besar dibandingkan triwulan sebelumnya. Kenaikan nilai gap negatif disebabkan oleh peningkatan volume RSL yang lebih besar dibandingkan peningkatan volume RSA yang masing-masing nilainya sebesar 11 persen dan 6 persen. Peningkatan volume RSL terutama disebabkan oleh peningkatan jumlah simpanan nasabah dan jumlah pinjaman yang diterima masing-masing sebesar 12,5 persen dan 65 persen. Langkah yang dapat dilakukan bank untuk memperkecil risiko kerugian dalam kondisi negatif gap dengan tren pergerakan suku bunga yang meningkat adalah dengan menggeser posisi gap agar menjadi lebih positif melalui peningkatan RSA dan penurunan RSL. Dalam meningkatkan RSA, BRI banyak melakukan pembelian surat berharga sehingga volume efek yang dimiliki meningkat sebesar 28
90
persen serta melakukan ekspansi kredit sebesar 15 persen. Sementara itu, penurunan RSL dilakukan dengan mengurangi simpanan pada bank dan lembaga keuangan lain sebesar 70 persen. Namun, kebijakan tersebut ternyata tidak mampu mendorong gap BRI menjadi lebih positif karena secara keseluruhan perubahan pada RSL lebih besar daripada RSA. Berdasarkan neraca per Juni 2008, pendapatan bunga yang dihasilkan BRI sebesar Rp 12.679.932 juta atau mengalami peningkatan sebesar 104,8 persen dari periode sebelumnya. Sedangkan beban bunga yang harus dibayar meningkat sebesar 106,3 persen menjadi Rp 3.610.065 juta sehingga pendapatan bunga bersih yang dihasilkan untuk periode ini adalah sebesar Rp 9.069.867 juta atau meningkat sebesar 104 persen. c. Posisi Gap Periode September 2008 Suku bunga SBI 3 bulan mengalami peningkatan sebesar 84 basis poin selama triwulan ketiga tahun 2008 sehingga posisi gap BRI mengalami perubahan. Posisi gap per September 2008 dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini. Tabel 19. Posisi Gap per September 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Asset RSA 186.528.450 NonRSA 33.035.609 Total aset 219.564.059 Liabilitas RSL 183.996.917 NonRSL & ekuitas 35.567.142 Total 219.564.059 Gap 2.531.533 IRS 1.014 Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa pada triwulan III 2008, BRI mengalami positif gap dengan nilai sebesar Rp 5.531,5 miliar. Pergeseran posisi gap tersebut disebabkan oleh volume RSA yang lebih besar daripada volume RSL yang dihasilkan. Kondisi ini
91
dapat dilihat dari rasio gap yang lebih besar dari satu yang berarti seluruh RSL telah digunakan untuk membiayai RSA. BRI berhasil menggeser posisi gapnya menjadi lebih positif pada triwulan III tahun 2008, sehingga dapat mengambil keuntungan dari kenaikan suku bunga yang terjadi. Gap positif tersebut terbentuk karena volume RSA mengalami peningkatan sebesar 7 persen sedangkan volume RSL mengalami penurunan sebesar 1 persen dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga volume RSA menjadi lebih besar daripada volume RSL. Peningkatan volume RSA tersebut didorong oleh peningkatan giro pada bank lain dan ekspansi kredit yang masing-masing sebesar 165 persen dan 11,5 persen. Sedangkan penurunan volume RSL disebabkan oleh penurunan simpanan nasabah terutama deposito berjangka dan giro yang masing-masing turun sebesar 3 persen dan 2 persen. Meskipun simpanan dari bank dan lembaga keuangan lain mengalami peningkatan yang cukup signifikan
sebesar
168
persen,
volume
RSL
tidak
dapat
mengimbangi kenaikan pada sisi RSA sehingga gap yang terbentuk menjadi positif. BRI berusaha mengubah sebanyak mungkin fixed rate assets menjadi RSA sehingga FRA mengalami penurunan sebesar 24 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Sedangkan RSL diubah menjadi fixed rate liability sehingga FRL mengalami peningkatan sebesar 12 persen dari triwulan sebelumnya. Berdasarkan neraca per September 2008, pendapatan bunga yang dihasilkan BRI sebesar Rp 19.443.657 juta atau mengalami peningkatan sebesar 53,3 persen dari periode sebelumnya, sedangkan beban bunga yang harus dibayar meningkat sebesar 53,5 persen menjadi Rp 5.542.830 juta sehingga pendapatan bunga bersih yang dihasilkan menjadi Rp 13.900.827 juta atau meningkat sebesar 53 persen. Peningkatan NII tersebut menunjukkan bahwa BRI dapat memanfaatkan posisi positif gap dengan tren suku bunga yang meningkat sehingga NII dapat meningkat.
92
d. Posisi Gap Periode Desember 2008 Suku bunga SBI 3 bulan mengalami kenaikan sebesar 135 basis poin selama triwulan ke IV tahun 2008. Peningkatan suku bunga yang cukup signifikan menyebabkan pergeseran pada beberapa komponen penyusun RSA dan RSL sehingga posisi gap BRI mengalami perubahan. Posisi gap per Desember 2008 dapat dilihat pada Tabel 20 berikut ini. Tabel 20. Posisi Gap per Desember 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Asset RSA 195.887.363 NonRSA 54.196.445 Total aset 250.083.808 Liabilitas RSL 208.869.454 NonRSL & ekuitas 41.214.354 Total 250.083.808 Gap -12.982.091 IRS 0,938 Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa pada triwulan IV 2008, BRI berada pada negatif gap sebesar Rp 12.982.091 juta dengan rasio gap sebesar 0,938 yang berarti bahwa sebesar 93 persen RSL digunakan untuk membiayai RSA. Negatif gap tersebut terbentuk karena volume RSA lebih kecil dibandingkan volume RSLnya. Volume RSL mengalami peningkatan sebesar 13,5 persen lebih besar dibandingkan peningkatan volume RSA yang hanya 5 persen. Kenaikan volume RSA didorong oleh peningkatan kepemilikan surat-surat berharga, obligasi rekapitalisasi pemerintah dan ekspansi kredit yang masing-masing sebesar 86 persen, 2 persen dan 7 persen. Sedangkan kenaikan volume RSL dipicu oleh peningkatan simpanan nasabah, simpanan bank dan lembaga keuangan lain, serta pinjaman yang masing-masing sebesar 15 persen, 22 persen dan 33 persen. Selain itu, negatif gap juga
93
disebabkan oleh komponen RSA yang berubah menjadi fixed rate assets sehingga FRA meningkat sebesar 64 persen. Tren
pergerakan
suku
bunga
yang
terus
meningkat
menyebabkan BRI tidak dapat mempertahankan posisi positif gapnya. BRI harus menyesuaikan suku bunganya dengan suku bunga pasar, dimana suku bunga kewajiban bergerak lebih cepat dibandingkan suku bunga aset sehingga risiko kerugian tidak dapat dihindarkan. Kondisi tersebut menyebabkan perbedaan waktu repricing antara aset dan kewajiban sehingga gap yang terbentuk menjadi negatif. Berdasarkan neraca per Desember 2008, pendapatan bunga yang dihasilkan untuk triwulan ke IV sebesar Rp 26.992.395 atau meningkat sebesar 38,8 persen dan beban bunga meningkat sebesar 51,3 persen menjadi Rp 8.388.408 juta. Pertumbuhan beban bunga yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan pendapatan bunga menyebabkan pertumbuhan NII mengalami penurunan. Pendapatan bunga bersih yang dihasilkan pada periode ini sebesar Rp 18.603.987 juta atau hanya meningkat sebesar 33,8 persen. Peningkatan ini lebih kecil dibandingkan peningkatan pada periode sebelumnya. 4.3.3 Posisi Gap Sensitivitas Nilai Tukar Analisis foreign exchange management, dalam hal ini evaluasi perkembangan posisi exposure valuta asing (valas) yaitu selisih bersih jumlah aktiva dan jumlah kewajiban dalam setiap mata uang asing yang semuanya dinyatakan dalam rupiah. Sedangkan posisi devisa neto adalah penjumlahan nilai absolut atas jumlah dari selisih bersih aktiva dan pasiva valas dalam neraca ditambah dengan selisih bersih tagihan dan kewajiban rekening administratif valas, baik menyangkut komitmen maupun kontijensi. Dengan ditetapkannya peraturan Bank Indonesia mengenai batas maksimal dari PDN, di satu pihak bank terlindung dari kemungkinan terjadinya kerugian yang besar dan dipihak lain, bank memiliki batasan yang jelas seberapa jauh bank boleh memiliki posisi long/short terhadap valas.
94
1. Posisi Devisa Neto Tahunan Nilai tukar rupiah terhadap US Dollar mengalami depresiasi yang cukup signifikan selama periode tahun 2007-2008, dari Rp 9.572 per USD 1 menjadi Rp 11.825 per USD 1 pada akhir Desember 2008. Tabel 21 berikut menunjukkan analisis posisi exposure valas BRI periode 2007-2008. Tabel 21. Posisi Exposure Valas BRI periode 2007-2008 (jutaan rupiah) Uraian 2007 2008 Neraca Aset Valas 17.760.830 27.288.893 Kewajiban Valas 18.384.481 24.714.394 -623.651 2.574.499 Exposure/ Gap Rekening Administratif Tagihan administratif 2.064.781 141.700 Kewajiban administratif 148.609 141.700 1.916.172 0 Exposure rek administratif 1.292.521 2.574.499 Exposure total Rasio gap/ PDN (neraca) -3,66% 13,4% Rasio gap/PDN total 7,5% 13,4% Posisi PDN Overbought/long Overbought/long Pendapatan valas 653.220 730.977 Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa exposure valas atau gap yang terbentuk akibat perubahan nilai tukar pada tahun 2007 untuk neraca adalah sebesar -623.651 juta rupiah dan untuk exposure total sebesar 1.292.521 sehingga BRI masih berada pada posisi overbought/long dengan pendapatan valas sebesar 653.220 juta rupiah. Tren pergerakan nilai tukar rupiah terhadap US dollar selama periode 2007-2008 yang terus melemah menyebabkan aktiva valas BRI pada akhir periode tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 9.528.063 juta rupiah atau sebesar 53,5 persen, sedangkan pasiva valas mengalami penurunan sebesar 6.329.913 juta rupiah atau sebesar 34,4 persen dibandingkan periode sebelumnya. Depresiasi kurs rupiah berarti apresiasi pada mata uang asing terutama US dollar. Menguatnya kurs US dollar mendorong bank untuk meningkatkan volume aset dan kewajiban dalam mata uang asing
95
karena mempertahankan posisi short dalam kondisi rupiah yang terdepresiasi akan menimbulkan kerugian bagi bank. Peningkatan volume kedua sisi tersebut akan menyebabkan peningkatan pada posisi exposure. Dengan demikian posisi exposure valas BRI secara keseluruhan berubah dari overbought sebesar 1.292.521 juta rupiah pada akhir tahun 2007 menjadi overbought sebesar 2.574.499 juta rupiah pada akhir tahun 2008 atau mengalami peningkatan sebesar 99 persen. Pendapatan valas juga mengalami peningkatan sebesar 12 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan
pada
Peraturan
Bank
Indonesia
No.
7/31/PBI/2005 tanggal 30 September 2005 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia No. 5/13/PBI/2003 tentang PDN Bank Umum, BRI harus menjaga PDN keseluruhan setinggitingginya 20 persen dari modal. Pada tahun 2008, exposure valas BRI secara keseluruhan mencapai 13,4 persen atau 2.574.499 juta rupiah dan selama periode tersebut nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 20 persen sehingga bank mengalami keuntungan sebesar 2,7 persen dari modal. Posisi overbought yang meningkat secara signifikan didorong oleh peningkatan aset valas yang jauh lebih besar dibandingkan peningkatan kewajiban valas. Pada posisi gap valas yang positif, menguatnya nilai tukar mata uang asing akan memberikan keuntungan bagi bank. Dalam periode ini dapat dikatakan BRI telah mengantisipasi perkembangan nilai tukar dengan strategi posisi exposure valas yang tepat, yaitu dengan tetap memelihara posisi overbought dalam kondisi nilai mata uang asing yang terapresiasi. Mempertahankan
posisi
overbought
pada
saat
nilai
rupiah
terdepresiasi akan memberikan keuntungan bagi bank. Struktur valuta asing yang dimiliki BRI setiap tahun selalu didominasi oleh dollar Amerika Serikat sebesar 75 persen, kemudian oleh Euro Eropa sebesar 12 persen. Jika terjadi depresiasi nilai tukar dollar AS terhadap rupiah maka BRI akan mengalami kerugian yang
96
besar. Oleh karena itu, kepemilikan mata uang asing yang dimiliki harus disebar secara merata untuk setiap jenis valuta asing yang banyak digunakan secara internasional. Struktur valuta asing BRI untuk aset dan kewajiban pada neraca dan rekening administratif seperti pada Tabel 22. Tabel 22. Struktur Valuta Asing untuk Aset dan Kewajiban BRI (jutaan rupiah) Valuta Asing Dollar AS Euro Eropa Yen Jepang Dollar Singapura Pound Sterling Inggris Dolar Australia Lain-lain
2007 Aset Kewajiban 19.098.581 18.062.894 397.325 230.501 29.020 56.942 158.572 138.768 15.354 2.123 23.768 102.991
23.061 18.801
2008 Aset Kewajiban 26.720.979 24.491.130 462.532 257.201 182.205 37.139 17.437 23.995 18.303 24.773 4.963 24.174
2.099 19.757
Sumber: Laporan Keuangan BRI Tahun 2008 2. Posisi Devisa Neto Triwulanan Analisis exposure valuta asing secara triwulan merupakan analisa kasar berdasarkan nilai aset dan kewajiban valas pada neraca dan rekening administratif pada laporan komitmen dan kontijensi. Analisis ini digunakan untuk mengetahui posisi devisa neto sesuai perubahan nilai tukar rupiah dalam rentang waktu yang lebih sempit. Gambar 28 berikut menunjukkan secara ringkas posisi exposure BRI per triwulan untuk tahun 2008. Berdasarkan Gambar 28 dapat dilihat bahwa selama tahun 2008, aset dan kewajiban valas selalu mengalami peningkatan.. Sementara itu, volume exposure memiliki tren yang menurun pada triwulan II serta pada triwulan III dan IV mengalami peningkatan yang cukup signifikan akibat peningkatan aset valas yang disertai dengan penurunan kewajiban valas pada neraca. Berikut ini adalah analisis posisi exposure valas per triwulan untuk periode tahun 2008.
97
30.000.000
jutaan rupiah
25.000.000 20.000.000 15.000.000 10.000.000 5.000.000 0 Maret
Juni
Septem ber
Desemb er
18.814.450
19.425.673
22.734.933
24.510.572
Kewajiban valas 16.684.524
18.801.196
21.171.466
21.270.190
624.477
1.563.467
3.240.382
Aset valas Exposure
Gambar 28.
2.129.926
Posisi Exposure BRI per Triwulan 2008 (Laporan Keuangan BRI Triwulan 1,2,3 dan 4 tahun 2008, diolah)
a. Posisi PDN per Maret 2008 Nilai tukar rupiah terhadap US dollar mengalami apresiasi dari Rp 9.906,4 per 1 USD menjadi Rp 9.684,9 per 1 USD selama triwulan I 2008. Tabel 23 berikut menunjukkan posisi exposure valas BRI berdasarkan neraca dan rekening administratif per Maret 2008 Tabel 23. Posisi PDN per Maret 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Neraca Aset valas 18.671.213 Kewajiban valas 11.671.126 7.000.087 Exposure Rekening Administratif Tagihan administratif 143.237 Kewajiban 5.013.398 administratif (4.870.161) Exposure Exposure total 2.129.926 Modal 19.595.242 Rasio PDN 10,87% Overbought/long Pendapatan Valas 187.825 Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa exposure valas BRI akibat perubahan nilai tukar per Maret 2008 untuk neraca
98
adalah sebesar Rp 7.000.087 juta dan exposure total sebesar Rp 2.129.926 juta sehingga BRI berada pada posisi overbought dengan pendapatan valas sebesar Rp 187.825 juta. Dengan kondisi nilai rupiah yang terapresiasi, posisi long berpotensi memberikan kerugian bagi BRI. Dengan rasio exposure sebesar 10,87 persen dan apresiasi rupiah sebesar 2 persen maka BRI akan mengalami kerugian sebesar 0,22 persen dari modal atau sebesar Rp 43.109,5 juta. b. Posisi PDN per Juni 2008 Nilai tukar rupiah terhadap US dollar mengalami depresiasi dari Rp 9.684,9 per 1 USD menjadi Rp 9.795,7 per 1 USD Selama triwulan II 2008. Tabel 24 berikut menunjukkan posisi exposure valas BRI berdasarkan neraca dan rekening administratif per Juni 2008. Tabel 24. Posisi PDN per Juni 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Neraca Aset valas 19.275.198 Kewajiban valas 13.130.691 6.144.507 Exposure Rekening Administratif Tagihan administratif 150.475 Kewajiban administratif 5.670.505 (5.520.030) Exposure Exposure total 624.477 Modal 18.117.748 Rasio PDN 3,45% Overbought/long Pendapatan Valas 365.316 Berdasarkan Tabel 24 dapat diketahui bahwa posisi exposure total pada triwulan II 2008 sebesar Rp 624.477 juta dengan rasio PDN sebesar 3,45 persen dan pendapatan valas sebesar Rp 365.316 juta. Nilai exposure tersebut mengalami penurunan sebesar 70,7 persen dibandingkan triwulan sebelumnya karena peningkatan volume kewajiban valas lebih besar daripada peningkatan aset valas yaitu sebesar 12,5 persen sedangkan aset valas hanya sebesar 3
99
persen. Meskipun nilai exposure mengalami penurunan, posisi PDN BRI masih berada pada posisi long dan pendapatan valas mengalami peningkatan sebesar 94,5 persen. Mempertahankan posisi long dalam kondisi
rupiah
yang
terdepresiasi
berpotensi
memberikan
keuntungan bagi BRI. Dengan rasio exposure sebesar 3,45 persen dan depresiasi rupiah sebesar 1 persen maka BRI akan mengalami keuntungan sebesar 0,03 persen dari modal atau sebesar Rp 6.244,77 juta. c. Posisi PDN per September 2008 Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi dari Rp 9.795,7 per 1 USD pada akhir Juni 2008 menjadi Rp 9.840,7 per 1 USD pada akhir September 2008. Tabel 25 berikut menunjukkan posisi exposure valas BRI berdasarkan neraca dan rekening administratif per September 2008. Tabel 25. Posisi PDN per September 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Neraca Aset valas 22.574.052 Kewajiban valas 17.259.756 5.314.296 Exposure Rekening Administratif Tagihan administratif 160.881 Kewajiban administratif 3.911.710 (3.750.829) Exposure Exposure total 1.563.467 Modal 18.786.451 Rasio PDN 8,32% Overbought/long Pendapatan Valas 510.704 Berdasarkan Tabel 25 dapat diketahui bahwa posisi exposure total pada triwulan III 2008 sebesar Rp 1.563.467 juta dengan pendapatan valas sebesar Rp 510.704 juta. Nilai exposure tersebut mengalami peningkatan sebesar 150 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh peningkatan kewajiban valas secara keseluruhan untuk neraca dan rekening administratif lebih kecil daripada aset valas yaitu sebesar 12,6
100
persen sedangkan peningkatan aset valas sebesar 17 persen. Peningkatan kewajiban valas dipicu oleh depresiasi nilai rupiah sehingga banyak nasabah yang menempatkan dananya dalam bentuk valas terutama giro dan deposito berjangka. Nilai exposure tersebut menjadikan PDN BRI tetap berada pada posisi long dengan pendapatan valas yang mengalami peningkatan sebesar 40 persen. Dengan rasio PDN sebesar 8,32 persen dan depresiasi rupiah sebesar 0,5 persen maka BRI akan mendapat keuntungan sebesar 0,042 persen dari modal atau sebesar Rp 7.817,34 juta. d. Posisi PDN per Desember 2008 Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi dari Rp 9.840,7 per 1 USD pada akhir September 2008 menjadi Rp 11.825 per 1 USD pada akhir Desember 2008. Posisi exposure valas BRI berdasarkan neraca dan rekening administratif per Desember 2008 dapat dilihat pada Tabel 26 berikut. Tabel 26. Posisi PDN per Desember 2008 (jutaan rupiah) Uraian Jumlah Neraca Aset valas 24.354.383 Kewajiban valas 14.121.352 10.233.031 Exposure Rekening Administratif Tagihan administratif 156.189 Kewajiban administratif 7.148.838 (6.992.649) Exposure Exposure total 3.240.193 Modal 19.187.674 Rasio PDN 16,87% Overbought/long Pendapatan Valas 707.197 Berdasarkan Tabel 26 dapat diketahui bahwa nilai exposure BRI per Desember 2008 sebesar Rp 3.240.193 juta dengan pendapatan valas sebesar Rp 707.197 juta. Nilai exposure ini
mengalami
peningkatan sebesar 107 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh penurunan volume kewajiban valas untuk neraca terutama untuk komponen giro dan simpanan
101
berjangka sebesar 18 persen dan peningkatan aset valas sebesar 8 persen. Kondisi ini menyebabkan PDN BRI tetap pada posisi long yang berpotensi memberikan keuntungan karena tren nilai tukar rupiah yang terus terdepresiasi. Penurunan kewajiban valas menyebabkan peningkatan pendapatan valas sebesar 38,5 persen. Dengan rasio PDN sebesar 16,87 persen dan depresiasi nilai rupiah sebesar 20 persen maka BRI akan mengalami keuntungan sebesar 3,37 persen dari modal atau sebesar Rp 648.038,6 juta. 4.3.4 Dampak Posisi Gap Berdasarkan analisis gap untuk periode yang berakhir pada 31 Desember 2007 dan 2008 diperoleh posisi gap negatif untuk periode sensitivitas sampai dengan satu bulan dengan nilai nominal yang sangat signifikan. Besaran negatif gap ini memperlihatkan bahwa di BRI terdapat mismatch antara aset dan liabilitas dimana tidak semua sensitive liability digunakan untuk membiayai sensitive asset. Rasio gap sebesar 0,3 untuk kedua periode menunjukkan bahwa interest bearing liabilities lebih besar daripada interest earning asset. Dengan asumsi bahwa perubahan suku bunga bearing liabilities bergerak dalam arah dan besar yang sama dengan suku bunga earning assets, dimana kenaikan suku bunga pada posisi negatif gap akan menyebabkan kenaikan biaya bunga atas dana lebih besar daripada kenaikan yield aset sehingga hanya sebagian kecil dari beban bunga yang dapat di roll over oleh peningkatan pendapatan bunga dan akibatnya bank akan mengalami kerugian. Sebaliknya apabila dalam kondisi negatif ini suku bunga turun, dengan asumsi pergerakan suku bunga dalam arah dan besar yang sama maka penurunan biaya dana akan lebih besar daripada penurunan aset yield sehingga spreadnya masih akan positif. Dengan penurunan beban bunga atas kewajiban ini bank memperoleh keuntungan. Apabila asumsi yang mendasari pergerakan suku bunga bearing liabilities dan earning asset terpatahkan, dalam arti suku bunga aset produktif bergerak dalam arah dan besar yang tidak sama dengan suku bunga kewajiban yang
102
mendatangkan beban bunga maka perubahan yang terjadi pada Net Interest Income (NII) akan berbeda. Penurunan suku bunga aset dan peningkatan suku bunga kewajiban akan menyebabkan NII semakin jatuh, sedangkan kenaikan suku bunga aset dan disertai penurunan suku bunga kewajiban akan mendorong NII untuk naik. Negatif gap terbentuk karena adanya ekspektasi bahwa selama periode sensitivitas tersebut akan terjadi penurunan suku bunga baik suku bunga aset maupun kewajiban. Penurunan tersebut diharapkan dapat menurunkan biaya bunga BRI karena dalam kurun waktu tersebut BRI mempunyai lebih banyak kewajiban yang akan direprice. Penurunan beban bunga tersebut diharapkan dalam jumlah yang signifikan unuk mengcover penurunan pendapatan bunga. Berdasarkan incremental funding gap untuk periode Desember 2007 dan 2008 tersebut terlihat bahwa BRI akan menghadapi risiko terbesar pada periode sampai dengan satu bulan apabila ternyata dalam kurun waktu tersebut terjadi kenaikan suku bunga. Negatif gap yang besar tersebut dapat menyebabkan kerugian yang besar pula, sedangkan bila dalam kurun waktu di atas satu tahun terjadi penurunan suku bunga maka aset-aset dan kewajiban dengan jangka waktu di atas satu tahun akan mendatangkan potensial loss yang besar sehingga harus direstrukturisasi untuk disesuaikan dengan arah pergerakan suku bunga. Dampak posisi gap yang terbentuk pada periode Desember 2007 dan 2008 adalah sebagai berikut: 1. Dampak Posisi Gap Suku Bunga Desember 2007 Posisi gap yang dibentuk oleh BRI pada Desember 2007 adalah seperti Gambar 29. Pada periode sensitivitas kurang dari satu bulan, gap yang terbentuk adalah negatif dengan nilai nominal sebesar 102.357 miliar rupiah, begitu juga untuk periode satu sampai tiga bulan dengan besar gap yang terbentuk adalah negatif 1.738 miliar rupiah. Namun untuk periode tiga bulan sampai satu tahun, gap yang terbentuk adalah positif sebesar 23.235 miliar rupiah. Pada pembentukan negatif gap, kenaikan suku bunga secara teoritis akan
103
menyebabkan penuurunan NII BRI, B sedanggkan penuruunan suku bunga b N BRI. Tabel 27 berrikut menyaajikan akan meenyebabkann kenaikan NII perhitunngan Net Innterest Inco ome oleh masing-masi m ing posisi RSA, Non RSA, RSL dann Non RSL.. 20 00.000.000
jutaan rupiah
15 50.000.000 10 00.000.000 5 50.000.000 0 ‐5 50.000.000
‐10 00.000.000 ‐15 50.000.000
Gambaar 29.
≤ 1 bulan RSA 47.963.5
>1‐3 bulan 8 8.724.19
>>3‐12 b bulan 30 0.637.1
Lain nnya
Jumlah
79.2 272.0
166.5 596.
RSL
150.320.
1 10.463.1
7.4 401.39
3.65 50.71
171.8 836.
GAP ‐102.357
‐ ‐1.738.9
23 3.235.7
80.8 860.6
Inncremental Funding Gap G BRI peeriode Deseember 2007
RS SA kumulaatif yang terrbentuk oleh BRI selam ma kurun waktu w tahun 2007adalah 2 sebesar 877.324.875 juuta rupiah.. Komposissi ini tersusunn atas seconndary reserrve berupa call c money placement pada BI dan bank b lain, surat s berharrga pasar uang, u efek-eefek dan ob bligasi pemerinntah yang diperdagan ngkan, sertta kredit jangka pendek. Tingkat bunga yangg digunakan n merupakaan tingkat bbunga tertim mbang dari rataa-rata tingkkat bunga yaang diperolleh selama satu tahun. Dari aset-aset sensitif dalam periode p sennsitif terseebut dihassilkan pendapaatan bunga sebesar 11.9906.567,5 juuta rupiah. N Nilai pendaapatan ini akann berubah sejalan deng gan perubahhan tingkat bunga dan n nilai tukar mata uang yaang menyussunnya. Peruubahan NII tersebut seebesar perubahhan basis poin p suku bunga b dan nilai tukaar yang meenjadi referenssi yield dikaalikan volum me RSA.
104
Tabel 27. Pembentukan Interest Income dan Interest Expense oleh RSA, non RSA, RSL dan non RSL per Desember 2007 (jutaan rupiah) Kategori
Nilai dalam Neraca
RSA Penempatan 14.680.860 Efek-efek 14.214.517 Obligasi Rekap 8.152.943 Kredit 46.780.093 Lain-lain 3.496.462 Total 87.324.875 FRA & non rate Sekuritas 3.143.731 investasi Obligasi (HTM) 10.069.647 Kredit investasi 66.058.713 37.137.972 Non Rate Total 116.410.063 Total Aset 203.734.938 RSL Simpanan 165.490.775 Simpanan bank 1.611.033 lain Pinjaman 955.860 Pinjaman 25.159 Subordinasi Lain-lain 102.681 Total 168.185.508 FRL, non rate & ekuitas Simpanan 109.208 Pinjaman 1.426.417 Pinjaman 2.115.094 subordinasi Non rate 12.461.076 Ekuitas 19.437.635 Total 35.549.430 Total Liabilitas 203.734.938 & ekuitas ∗ tingkat bunga tertimbang
Suku bunga (%)*
Pendapatan/Beban
7,62 9,44 11,72 17,83 4,27
1.119.002,5 1.341.850,4 955.524,9 8.340.890,8 149.298,9 11.906.567,5
8,5
267.217,1
11,72 17,83 -
1.180.162,6 11.778.268,5 13.225.648,2 25.132.215,7
5,93 13,22
9.813.602,9 212.978,6
5,83 5,97
55.726,6 1.502
13,15
13.502,6 10.097.312,7
5,93 5,83 5,97
6.476 83.160,1 126.271
-
215.907,1 10.313.219,8
Komponen non RSA terdiri dari sekuritas yang dimiliki untuk tujuan investasi, obligasi dengan tujuan hold to maturity serta kredit
105
jangka panjang. Sedangkan non rate assets terdiri dari aset-aset yang tidak menghasilkan pendapatan bunga, seperti kas, cadangan giro di Bank Indonesia, cadangan penyisihan kerugian serta aktiva-aktiva tetap dan aktiva tangguhan yang tidak memiliki jatuh tempo maupun repricing. Total pendapatan bunga yang diperoleh dari kelompok non RSA dan non rate assets adalah sebesar 13.225.648,2 juta rupiah. Pendapatan tersebut akan konstan selama periode tersebut walaupun terjadi flukuasi tingkat bunga. Total pendapatan bunga yang dihasilkan BRI per Desember 2007 baik oleh RSA maupun non RSA adalah sebesar 25.132.215,7 juta rupiah. Komposisi pendapatan bunga yang besar dari komponen non sensitif aset akan menjadikan pendapatan bunga BRI cenderung konstan. RSL
yang
terbentuk
selama
periode
tersebut
adalah
168.185.508 juta rupiah dan menghasilkan beban bunga sebesar 10.097.312,7 juta rupiah. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan pendapatan bunga yang dihasilkan oleh RSA, sedangkan untuk kelompok non sensitif dan non rate liabilitas BRI hanya merupakan sebagian kecil dari dari total kewajiban dan ekuitas BRI. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pendapatan bunga jauh lebih besar daripada beban bunga sehingga pendapatan bunga bersih BRI positif sebesar 14.818.995,9 juta rupiah. Positif NII tersebut diperoleh dari negatif gap yang terjadi selama periode sensitivitas dimana RSA lebih kecil dari RSLnya. Simulasi berikut akan memberikan gambaran dampak perubahan suku bunga dan nilai tukar terhadap arah pendapatan BRI. Skema gap yang digunakan adalah kerangka dari Ali (2004). Tabel 28 menunjukkan simulasi dampak perubahan suku bunga terhadap pendapatan BRI untuk periode sensitivitas Desember 2007 Perubahan suku bunga diasumsikan berjalan mempengaruhi tingkat bunga aset dan kewajiban secara searah dan memiliki pengaruh yang sama besar. Dengan kenaikan tingkat bunga pasar
106
sebesar satu persen, pendapatan bunga akan mengalami kenaikan sebesar satu persen dari total rate sensitive asset atau sebesar 873.248,5 juta rupiah. Kenaikan ini ternyata tidak cukup untuk meroll over kenaikan pengeluaran untuk bunga yang disebabkan oleh kenaikan tingkat bunga yang mencapai 1.681.855,1 juta rupiah sehingga terjadi penurunan pendapatan bersih sebesar 808.603,3 juta rupiah atau sebesar 13,69 persen dari pendapatan pada keseimbangan awal. Tabel 28. Simulasi Dampak Perubahan Suku Bunga terhadap Pendapatan BRI untuk Periode Sensitvitas Desember 2007 (jutaan rupiah) Uraian Pendapatan Bunga RSA FRA Beban Bunga RSL FRL NII Beban non Bunga EBT Perubahan pendapatan a. b. c. d. e.
Nilai Dasar
Kenaikan 1%
Penurunan 1%
11.906.567,5 13.225.648,2
12.779.816,3a 13.225.648,2
11.033.308,7b 13.225.648,2
10.097.312,7 215.907,1 14.818.995,9 8.916.498 5.902.497,9
11.779.167,8c 215.907,1 14.010.392,6 8.916.498 5.093.894,6 -13,69%e
8.415.457,6d 215.907,1 15.627.592,2 8.916.498 6.711.094,2 13,69%
11.906.567,5 + (1% x 87.324.875) 11.906.567,5 - (1% x 87.324.875) 10.097.312,7 + (1% x 168.185.508) 10.097.312,7 - (1% x 168.185.508) terjadi penurunan
= 12.779.816,3 = 11.033.308,7 = 11.779.167,8 = 8.415.457,6
Simulasi kedua mengasumsikan terjadi penurunan suku bunga pasar yang mempengaruhi suku bunga aset dan kewajiban dengan arah dan besar yang sama yaitu satu persen. Penurunan suku bunga menyebabkan penurunan pendapatan bunga sebesar 873.258,8 juta rupiah.
Dari
menyebabkan
sisi
kewajiban,
penurunan
pada
penurunan
suku
pengeluaran
bunga
bunga
akan
sebesar
1.681.855,1 juta rupiah. Penurunan pengeluaran ini lebih besar daripada penurunan pendapatan bunga sehingga pendapatan bersih akan mengalami kenaikan sebesar 808.596,3 juta rupiah atau sebesar 13,69 persen.
107
2. Dampak k Posisi Gaap Suku Bu unga Period de Desemb ber 2008 Poosisi gap yang y diben ntuk oleh BRI B pada Desember 2008 adalah seperti s Gam mbar 30. Pad da periode sensitivitas s kurang darri satu bulan, gap g yang terbentuk adalah a neggatif dengann nilai nom minal sebesar 120.172 miliar m rupiah h, sedangkann untuk perriode sensittivitas berikutnnya gap yang y terben ntuk adalaah positif. Untuk peeriode sensitiviitas satu sam mpai tiga bulan b besar gap yang tterbentuk adalah a positif 8.800,5 8 miliiar rupiah dan d besar gaap untuk peeriode tiga bulan b sampai satu s tahun adalah a posittif 18.756 miliar m rupiahh. 250.0 000.000 200.0 000.000 jutaan rupiah
150.0 000.000 100.0 000.000 50.0 000.000 0 ‐50.0 000.000 ‐100.0 000.000 ‐150.0 000.000 >3 3‐12 bulan 40.4 438.10
Lain nnya
Jum mlah
RSA 60 0.218.92
> >1‐3 bulan b 13.993.54
111.994.5
226.6 645.0
RSL
80.391.2 18
5.192.952
21.6 681.60
38.811.04
209.1 135.5
GAP ‐120.172.
8.8 800.596
18.7 756.49
92.615.26
≤ 1 bulan
Gambarr 30. Increm mental Fund ding Gap BR RI periode D Desember 2008 2 Niilai negatif gap untuk periode p sennsitivitas perrtama menin ngkat sebesar 17 persen dibandingk kan pada taahun 2007.. Hal ini karena k p d dalam besarr dan arah yang y sama aantara komp ponen terjadi pergerakan RSA daan RSL padaa periode ku urang dari satu s bulan, yyaitu mengalami peningkkatan sebessar 20 perssen. Nilai positif gap ap pada peeriode sensitiviitas satu sam mpai tiga bu ulan disebabbkan oleh ppeningkatan RSA sebesar 61 persen dan diiring gi dengan penurunan p RSL sebesar 50 persen. Penurunan tersebut diisebabkan oleh o pergesseran profil pada komponnen simpannan terutam ma pada deposito d beerjangka diimana
108
terjadi
pengalihan dari periode sensitivitas kedua ke periode
sensitivitas ketiga. Kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap posisi NII yang diperoleh BRI. Tabel 29 menunjukkan komponenkomponen pembentuk NII untuk periode sensitivitas Desember 2008. RSA kumulatif yang terbentuk selama tahun 2008 adalah sebesar 114.650.581 juta rupiah dengan komponen terbesarnya adalah kredit jangka pendek. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 31,3 persen dari periode sebelumnya. Peningkatan ini didorong oleh adanya ekspansi kredit terutama di bidang ritel dan mikro serta peningkatan jumlah penempatan pada bank lain yang masing-masing sebesar 40,7 persen dan 51,6 persen. Aset-aset sensitif tersebut menghasilkan pendapatan bunga sebesar 14.713.784 juta rupiah. Sedangkan komponen non RSA dan fixed rate menghasilkan pendapatan bunga sebesar 17.131.452,1 juta rupiah sehingga total pendapatan bunga yang dihasilkan BRI per Desember 2008 adalah sebesar 31.845.236,6 juta rupiah. Nilai ini lebih besar dibandingkan periode sebelumnya yaitu mengalami peningkatan sebesar 25,7 persen karena nilai komponen-komponen penyusunnya yang terus berubah seiring perubahan tingkat suku bunga dan nilai tukar. RSL kumulatif yang terbentuk adalah sebesar 207.265.850 juta rupiah dengan beban bunga sebesar 13.649.466 juta rupiah. Kenaikan jumlah RSL ini dipicu oleh kenaikan volume dana pihak ketiga sebesar 21,7 persen terutama dari tabungan dan deposito. Beban bunga yang dihasilkan oleh komponen non RSL dan fixed rate adalah sebesar 102.120,4 rupiah, jauh lebih kecil dibandingkan pendapatan bunga yang dihasilkan oleh RSA.
109
Tabel 29. Pembentukan Interest Income dan Interest Expense oleh RSA, non RSA, RSL dan non RSL per Desember 2008 (jutaan rupiah) Kategori
Nilai dalam Neraca
Suku Bunga (%)*
Pendapatan/ Beban
22.254.327 15.191.945 7.952.318 65.831.703 3.420.288 114.650.581
8,08 7,75 11,89 16,33 1,24
1.798.149,6 1.177.375,7 945.530,6 10.750.317 42.411,6 14.713.784,5
654.000 8.663.520 8.400.000 94.276.980 19.431.815 131.426.315 246.076.896
8,08 7,9 11,89 16,33 -
52.843,2 684.418,1 998.760 15.395.430,8 17.131.452,1 31.845.236,6
201.415.985 3.428.243 2.294.037 24.833 102.752 207.265.850
6,4 18,47 4,82 6,29 13,15
12.890.623 633.196,5 110.572,6 1.562 13.511,9 13.649.466
121.454 1.062.458 685.801 14.584.636 22.356.697 38.811.046 246.076.896
6,4 4,82 6,29 -
7.773 51.210,5 43.136,9 102.120,4 13.751.586,4
RSA Penempatan Efek-efek Obligasi Rekap Kredit Lain-lain Total FRA & non rate Penempatan Sekuritas investasi Obligasi (HTM) Kredit investasi Non Rate Total Total Aset RSL Simpanan Simpanan bank lain Pinjaman Pinjaman Subordinasi Lain-lain Total FRL, non rate & ekuitas Simpanan Pinjaman Pinjaman subordinasi Non rate Ekuitas Total Total Liabilitas & ekuitas
∗ tingkat bunga tertimbang Gap yang besar antara pendapatan bunga dan beban bunga terbentuk karena volume simpanan yang besar dan kurang sensitif selama periode tersebut. Hal ini terlihat dari nilai korelasi antara suku bunga SBI baik 1 bulan maupun 3 bulan dengan deposito yang
110
tidak signifikan dan kurang reliabel, yaitu sebesar 0,324 dan 0,008, Sedangkan korelasi antara suku bunga SBI 3 bulan dengan suku bunga kredit sebesar 0,867. Nilai korelasi ini dapat diartikan bahwa apabila terjadi kenaikan suku bunga SBI 3 bulan maka suku bunga deposito juga akan mengalami kenaikan meskipun tidak signifikan. Kenaikan suku bunga deposito secara signifikan dipengaruhi oleh kenaikan BI rate dan suku bunga LIBOR dengan korelasi sebesar 0,584 dan 0,603. Berdasarkan Tabel 29 dapat dilihat bahwa pendapatan bunga jauh lebih besar daripada beban bunga sehingga pendapatan bunga bersih BRI positif sebesar 18.093.650,2 juta rupiah. Positif NII tersebut diperoleh dari negatif gap yang terjadi selama periode sensitivitas dimana RSA lebih kecil dari RSLnya. Nilai ini lebih besar
atau
meningkat
sebesar
22%
dibandingkan
periode
sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan suku bunga yang berupa kenaikan selama periode tersebut. Incremental funding gap BRI memperlihatkan bahwa ada kecenderungan manajemen untuk mengutamakan profitabilitas jangka pendek. Hal ini tercermin dari posisi gap yang terbentuk dalam setiap periode sensitivitas dmana BRI cenderung mengikuti arah pergerakan suku bunga untuk mengambil keuntungan dari posisi gap yang terbentuk. Nilai ini tercermin dari volume RSA yang jauh lebih kecil dari volume RSL untuk jangka waktu sensitivitas sampai dengan tiga bulan. Simulasi perubahan NII pada Tabel 30 akan memberikan gambaran dampak perubahan suku bunga dan nilai tukar terhadap arah pendapatan BRI. Skema gap yang digunakan adalah kerangka dari Ali (2004).
111
Tabel 30. Simulasi Dampak Perubahan Suku Bunga terhadap Pendapatan BRI untuk Periode Sensitvitas Desember 2008 (jutaan rupiah) Uraian Pendapatan Bunga RSA FRA Beban Bunga RSL FRL NII Beban non Bunga EBT Perubahan pendapatan a. b. c. d. e.
Nilai Dasar
Kenaikan 1%
Penurunan 1%
14.713.784,5 17.131.452,1
15.860.290,3a 17.131.452,1
13.567.278,7b 17.131.452,1
13.649.466 102.120,4 18.093.650,2 10.829.042 7.264.608,2
15.722.124,5c 102.120,4 17.167.497,5 10.829.042 6.338.455,5 -12,75%
11.576.807,5d 102.120,4 19.019.802,9 10.829.042 8.190.760,9 12,75%
14.713.784,5 + (1% x 114.650.581) 14.713.784,5 - (1% x 114.650.581) 13.649.466 + (1% x 207.265.850) 13.649.466 - (1% x 207.265.850) Terjadi penurunan
= 15.860.290,3 = 13.567.278,7 = 15.722.124,5 = 11.576.807,5
Berdasarkan simulasi pada Tabel 30 dapat dilihat bahwa kenaikan tingkat bunga pasar sebesar 1 persen, akan meningkatkan pendapatan bunga sebesar satu persen dari total rate sensitive asset atau sebesar 1.146.505,5 juta rupiah. Kenaikan ini ternyata tidak cukup untuk me-roll over kenaikan pengeluaran untuk bunga yang disebabkan oleh kenaikan tingkat bunga yang mencapai 2.072.658,5 juta rupiah sehingga terjadi penurunan pendapatan bersih sebesar 926.152,7 juta rupiah atau sebesar 12,75 persen dari pendapatan pada keseimbangan awal. Apabila dalam satu tahun ke depan suku bunga mengalami kenaikan maka pendapatan bersih BRI akan mengalami penurunan. Berdasarkan simulasi kedua dimana diasumsikan suku bunga pasar mengalami penurunan sebesar satu persen dapat dilihat bahwa penurunan suku bunga menyebabkan penurunan pendapatan bunga sebesar 1.146.506,5 juta rupiah. Dari sisi kewajiban, penurunan suku bunga akan menyebabkan penurunan pada pengeluaran bunga sebesar 2.072.658,5 juta rupiah. Penurunan pengeluaran ini lebih besar daripada penurunan pendapatan bunga sehingga pendapatan
112
bersih akan mengalami kenaikan sebesar 926.152,7 juta rupiah atau sebesar 12,75 persen. Simulasi tersebut digunakan untuk memperkirakan potensi perubahan NII selama satu tahun ke depan berdasarkan gap yang terbentuk pada periode 2008. Apabila dalam satu tahun ke depan, suku bunga mengalami penurunan maka NII akan mengalami kenaikan sebesar persentase perubahan itu dengan asumsi perubahan suku bunga mempengaruhi aset dan kewajiban dengan besar dan arah yang sama. Berdasarkan analisis gap periode sensitivitas tahun 2007 dan 2008, NII BRI pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 22 persen dibandingkan periode sebelumnya. Perubahan NII untuk satu tahun ke depan diproyeksikan mengikuti pola pertumbuhan periode sebelumnya. Gambar 31 berikut menunjukkan persentase pertumbuhan NII riil BRI selama periode 2005-2008. 60 50
Pertumbuhan (%)
40 30 20 10 0 ‐10 ‐20
2005
2006
2007
2008
11,49
22
10,3
20,89
Beban Bunga
0,6
51,8
-10,1
29,1
NII
16
10,69
21,1
17,69
Pendapatan Bunga
Gambar 31. Persentase Pertumbuhan Pendapatan Bunga, Beban Bunga dan Pendapatan Bunga Bersih (NII) BRI periode 2005-2008 (Laporan Keuangan BRI, diolah) Berdasarkan Gambar 31, dapat dilihat bahwa penurunan pertumbuhan NII pada tahun 2008 disebabkan oleh peningkatan beban bunga yang sangat signifikan. Persentase peningkatan beban bunga
113
lebih besar dibandingkan persentase peningkatan pendapatan bunga sehingga pertumbuhan NII mengalami penurunan. Hal ini karena selama periode tersebut terjadi gap negatif dan peningkatan suku bunga sebesar 169 basis poin, perubahan suku bunga tercantum pada Lampiran 4. 4.4. Efektivitas Manajemen Gap BRI 4.4.1 Potensi Perubahan NII dan Perbandingannya dengan NII Riil Tahun 2008 Gap yang terjadi pada akhir tahun 2007 seperti pada Tabel 12 dengan riil peningkatan suku bunga yang terjadi selama periode 20072008 adalah sebesar 169 basis poin. Pendapatan dan beban bunga yang sebenarnya terjadi untuk tahun 2008 adalah sebesar 28.096 miliar rupiah dan 8.445 miliar rupiah dengan NII yang terbentuk sebesar 19.651 miliar rupiah. Tabel 31 berikut menunjukkan perubahan NII yang terjadi pada tahun 2008 dengan menggunakan gap pada tahun 2007. Tabel 31. Perbandingan Estimasi NII Menggunakan Gap Tahun 2007 dengan NII Riil Tahun 2008 (jutaan rupiah) Uraian Pendapatan Bunga RSA FRA Total Beban Bunga RSL FRL Total NII Beban non Bunga EBT
Nilai Dasar
Simulasi 1
Simulasi 2
11.906.567,5 13.225.648,2 25.132.215,7
13.382.357,9 13.225.648,2 26.608.006,2
13.382.357,9 13.225.648,2 26.608.006,2
28.096.633
10.097.312,7 215.907,1 10.313.219,8 14.818.995,9 8.916.498
12.939.647,8 215.907,1 13.155.554,9 13.452.451,2 8.916.498
10.097.312,7 215.907,1 10.313.219,8 16.294.786,2 8.916.498
8.445.479 19.651.054 10.829.042
5.902.497,9
4.535.953,2
7.378.288,2
8.822.012
Simulasi
satu
mengasumsikan
perubahan
Riil A/L
suku
bunga
ditransmisikan secara paralel terhadap suku bunga A/L dengan nilai perubahan sebesar 169 basis poin, sedangkan simulasi dua mengasumsikan suku bunga kewajiban kurang sensitif sehingga dalam
114
jangka waktu satu tahun belum mengalami perubahan, sedangkan suku bunga aset mengalami peningkatan dengan kecepatan yang sama dengan perubahan SBI. Simulasi pada Tabel 31 menunjukkan bahwa apabila selama periode sensitivitas tersebut gap dipertahankan dalam nominal yang sama untuk satu tahun ke depan maka jika suku bunga berpengaruh secara paralel (simulasi 1) dengan adanya peningkatan suku bunga sebesar 169 basis poin, BRI minimal akan mengalami penurunan NII sebesar 9,2 persen atau penurunan pendapatan bersih sebesar 23 persen dari posisi awal. Bila suku bunga tidak bergerak secara paralel (simulasi 2), misalnya suku bunga simpanan yang merupakan penyusun RSL terbesar tidak berubah, maka BRI minimal akan mengalami kenaikan NII sebesar 10 persen atau kenaikan pendapatan bersih sebesar 25 persen. Kedua simulasi tersebut menunjukkan potensi perubahan NII dengan mempertahankan kondisi gapsensitivitas seperti pada akhir periode. NII riil yang diperoleh BRI pada tahun 2008 adalah sebesar 19.651.054 juta rupiah atau meningkat 32 persen dari periode sebelumnya. Perbedaan yang sangat mendasar tersebut memperlihatkan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kesesuaian antara proyeksi NII dengan NII riil yang dicapai BRI. Proyeksi perubahan NII untuk satu tahun ke depan berdasarkan pertimbangan tren suku bunga pasar yang terus meningkat. Gambar 32 berikut menunjukkan pergerakan dan peramalan suku bunga berdasarkan analisis tren untuk periode 2007-2008 dan peramalan untuk tahun 2009.
115
Tren Pergerakan Suku Bunga SBI 3M periode 2007-2009 Yt = 7,23761 + 0,115991*t
Suku Bunga SBI 3M (%)
12
Variable A ctual F its F orecasts
11
10
9
8
7 4
8
12
16 20 Periode
24
28
32
36
Gambar 32. Tren Pergerakan Suku Bunga SBI 3M periode 2007-2009 (Bank Indonesia, 2009) Potensi perubahan NII juga diproyeksikan berdasarkan asumsi tren nilai tukar rupiah yang terus melemah, selain dipengaruhi oleh pergerakan suku bunga pasar. Gambar 31 berikut menunjukkan tren pergerakan nilai tukar rupiah periode 2006-2008 dan peramalan untuk semester I tahun 2009. Trend Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar Yt = 9343,88 + 26,4456*t 12500
Variable Actual Fits Forecasts
12000
Kurs Jual (Rp)
11500 11000 10500 10000 9500 9000 4
8
12
16
20 24 Periode
28
32
36
40
Gambar 33. Tren Pergerakan Nilai Tukar Rupiah periode 2006-2009 (Bank Indonesia, 2009)
116
Gap yang terjadi pada akhir posisi 2008 untuk periode sensitivitas kurang dari satu bulan, lebih dari satu bulan sampai tiga bulan dan lebih dari tiga bulan sampai dengan satu tahun, masingmasing adalah sebesar 120.172 miliar, 8.800 miliar dan 18.756 miliar dengan posisi negatif untuk satu periode sensitivitas awal. Riil penurunan suku bunga yang terjadi selama periode periode 2007-2008 adalah sebesar 169 basis poin. Dengan menggunakan skema simulasi menurut Ali (2004) dapat diproyeksikan perubahan NII untuk satu tahun mendatang berdasarkan riil peningkatan suku bunga dan gap yang terbentuk pada akhir periode. Tabel 32 berikut menunjukkan proyeksi perubahan NII untuk satu tahun ke depan berdasarkan gap tahun 2008. Tabel 32. Proyeksi Perubahan NII Berdasarkan Gap Tahun 2008 (jutaan rupiah) Uraian Pendapatan Bunga RSA FRA Total Beban Bunga RSL FRL Total NII Beban non Bunga EBT
Nilai Dasar
Simulasi 1
Simulasi 2
Simulasi 3
14.713.784,5 17.131.452,1 31.845.236,6
16.651.379,3 17.131.452,1 33.782.831,4
16.651.379,3 17.131.452,1 33.782.831,4
14.713.784,5 17.131.452,1 31.845.236,6
13.649.466 102.120,4 13.751.586,4 18.093.650,2 10.829.042
17.152.258,8 102.120,4 17.254.379,3 16.528.452,1 10.829.042
13.649.466 102.120,4 13.751.586,4 20.031.245 10.829.042
17.152.258,8 102.120,4 17.254.379,3 14.590.857,3 10.829.042
7.264.608,2
5.699.410,1
9.202.203
3.761.815,3
Berdasarkan simulasi pada Tabel 32 terlihat bahwa apabila selama periode sensitivitas tersebut gap dipertahankan dalam nominal yang sama untuk satu tahun ke depan, maka bila suku bunga berpengaruh secara paralel (simulasi 1) dengan adanya kenaikan suku bunga sebesar 169 basis poin, BRI akan mengalami penurunan NII sebesar 8,6 persen atau penurunan pendapatan bersih sebesar 21,5 persen. Apabila suku bunga tidak bergerak secara paralel, dimana suku bunga kewajiban kurang sensitif (simulasi 2) terutama suku
117
bunga simpanan maka BRI minimal akan mengalami kenaikan NII sebesar 10 persen atau kenaikan pendapatan bersih sebesar 26,7 persen. Sedangkan berdasarkan simulasi 3 yaitu dengan asumsi suku bunga aset kurang sensitif terutama suku bunga kredit sebagai penyusun RSA yang terbesar dalam jangka satu tahun belum mengalami perubahan maka BRI akan mengalami penurunan NII sebesar 19,3 persen atau penurunan pendapatan bersih sebesar 48 persen. Berdasarkan Tabel 32 dapat disimpulkan bahwa gap sensitivitas
sebagai
instrumen
manajemen
risiko
dapat
menggambarkan arah perubahan NII yang disebabkan oleh perubahan suku bunga dan nilai tukar. Namun, gap tidak bisa secara tepat memberikan estimasi NII untuk periode yang akan datang karena gap menilai secara keseluruhan portofolio aset-kewajiban dan masingmasing komponen dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda. Faktor tersebut antara lain adanya transmisi suku bunga yang tidak berjalan secara paralel, kegiatan operasional bank dan kebijakan internal bank. 4.4.2 Efektivitas Manajemen Gap Suku bunga Manajemen gap merupakan upaya para pengelola bank untuk memperoleh
net
interest
income
yang
maksimal
dengan
mengendalikan besaran gap seiring perubahan-perubahan atau perkiraan-perkiraan atas kemungkinan terjadinya perubahan tingkat suku bunga. Keberhasilan manajemen dalam mengelola gap yang terbentuk akan berpengaruh terhadap profitabilitas bank. Pada positif gap, jika suku bunga bank cenderung naik maka net interest income bank akan cenderung meningkat. Sedangkan pada negatif gap, jika suku bunga bank cenderung naik maka net interest income akan mengalami penurunan. Oleh karena itu, pengelola bank dituntut untuk merumuskan dan menerapkan strategi atas gap management yang paling tepat dan paling optimal dalam upaya memperoleh net interest income yang maksimal.
118
Berdasarkan analisis gap suku bunga secara triwulanan selama tahun 2008, dapat dilihat bahwa posisi gap BRI mengalami pergeseran setiap periodenya dengan tren suku bunga pasar yang terus meningkat sehingga menghasilkan NII yang berfluktuasi setiap periodenya. Secara ringkas kondisi gap per triwulan selama tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 33 berikut. Tabel 33. Posisi Gap, Suku Bunga dan NII BRI per Triwulan Periode 2008 Periode Gap Suku bunga NII Maret
Negatif
Naik
-
Juni
Negatif
Naik
Naik
September
Positif
Naik
Naik
Desember
Negatif
Naik
Naik
Berdasarkan ringkasan pada Tabel 33 dapat diketahui bahwa manajemen gap BRI selama tahun 2008 cukup efektif jika dilihat per triwulan. Hal tersebut terbukti dengan kondisi dimana ketika gap negatif dan suku bunga meningkat, NII yang diperoleh masih dapat mengalami peningkatan yang cukup signifikan terutama pada triwulan kedua. Meskipun tidak mampu menggeser posisi gap ke arah yang lebih positif, manajemen telah berusaha mengubah beberapa fixed rate asset menjadi RSA sehingga NII yang diperoleh tetap positif dan menunjukkan pertumbuhan yang meningkat. Manajemen berhasil mengubah posisi gap menjadi positif gap pada triwulan ketiga sehingga BRI dapat mengambil keuntungan dari kenaikan suku bunga yang terjadi. Sedangkan pada triwulan ke empat, posisi gap kembali pada negatif gap karena tingkat persaingan perbankan yang cukup ketat terutama dalam menghimpun dana pihak ketiga. Tingginya persaingan perbankan, menyebabkan peningkatan RSL lebih besar daripada peningkatan RSA sehingga peningkatan beban bunga lebih besar daripada pendapatan bunga yang diterima serta pertumbuhan NII mengalami penurunan. Namun, secara keseluruhan manajemen gap BRI telah efektif terlihat dari kemampuannya mempertahankan dan meningkatkan NII meskipun
119
dengan posisi negatif gap dan suku bunga yang terus meningkat. Hal ini berarti manajemen gap BRI berhasil mengelola risiko perubahan tingkat suku bunga dalam hubungannya dengan mismatch untuk tujuan repricing structure pada kedua sisi neraca, memaksimalkan net interest income dengan tetap pada risiko yang bisa ditoleransi, serta menata struktur aset dan kewajiban yang dimiliki. 4.4.3 Efektivitas Manajemen Gap Nilai Tukar Perkembangan kesempatan
kepada
perbankan bank
yang
untuk
sangat
pesat
memberi
mengoptimalkan
tingkat
keuntungannya dengan berbagai macam transaksi yang dapat dilakukan, salah satunya dengan melakukan jual beli valuta asing. Munculnya PDN (posisi devisa neto) disebabkan oleh adanya perbedaan antara sumber dana yang dimiliki bank dengan penggunaan dana yang dilakukan bank yang dinyatakan dalam valuta asing. PDN harus dikelola dengan baik karena setiap posisinya berpengaruh secara langsung terhadap laba atau rugi bank. Pengelolaan PDN bertujuan untuk meningkatkan non interest income, menjaga PDN, pelayanan nasabah dan forex trading. Pengendalian PDN memerlukan kehati-hatian yang tinggi karena terbentuknya unsur valas dalam aktiva dan pasiva bank tidak hanya karena kebijakan dan kegiatan operasional yang diterapkan manajemen bank, tetapi juga dibentuk oleh kegiatan transaksi valas yang dilakukan oleh nasabah dan debitur bank serta hubungan operasional antara bank dengan para krediturnya. Besarnya PDN dalam suatu bank terbentuk setiap saat dan terpengaruh oleh terjadinya pembentukan kurs mata uang pada transaksi valas baik yang dilakukan bank maupun unsur-unsur lain di luar bank. Tabel 34 berikut menunjukkan ringkasan kondisi PDN BRI per triwulan untuk tahun 2008 serta kondisi nilai tukar rupiah terhadap US dollar.
120
Tabel 34. Kondisi PDN BRI dan Nilai Tukar per Triwulan 2008 Periode
PDN
Nilai Tukar
Maret
Overbought/Long
Apresiasi
Juni
Overbought /Long
Depresiasi
September
Overbought /Long
Depresiasi
Desember
Overbought /Long
Depresiasi
Berdasarkan ringkasan pada Tabel 34 dapat disimpulkan bahwa manajemen gap BRI telah efektif dalam mengelola posisi devisa neto yang terjadi seiring dengan perubahan nilai tukar rupiah yang terus melemah. Hal ini terbukti dari kebijakan manajemen untuk mempertahankan posisi overbought pada setiap triwulan karena nilai pada saat rupiah terdepresiasi berpotensi memberikan keuntungan terhadap BRI sebesar perubahan nilai tukar dikalikan nilai overbought per modal yang dimiliki. 4.5 Implikasi Manajerial Suku bunga dan nilai tukar merupakan basis pendapatan dalam industri perbankan. Pendapatan bank didasarkan pada spread yang dapat dibukukan. Secara sederhana spread dapat diartikan sebagai perbedaan antara yield atas rata-rata aktiva produktif berbunga dan biaya atas rata-rata kewajiban yang mengandung beban bunga. Sedangkan yield adalah rasio antara pendapatan bunga dibagi dengan rata-rata aktiva produktif berbunga serta biaya adalah rasio antara beban bunga dengan rata-rata kewajiban yang mengandung beban bunga. Portofolio aset BRI terutama tersusun atas kredit, obligasi pemerintah, efek-efek serta penempatan di Bank Indonesia dan bank lain. Suku bunga yang digunakan ditentukan dan mereferensi pada suku bunga pasar. Suku bunga kredit ditentukan atas berdasarkan pertimbangan atas biaya pendanaan internal, beban operasi, risiko kredit pasar dan lingkungan persaingan. Base lending rate mencakup beberapa faktor yaitu cost of loanable fund, overhead cost, risk factor, spread bagi bank, serta pajak yang dikenakan. Besaran cost of loanable fund tersebut ditentukan berdasarkan cost of fund dari dana yang
121
dihimpun oleh BRI. Dapat dilihat bahwa antara suku bunga yang satu dengan suku bunga yang lain saling terkait. Keterkaitan antar variabilitas tenor suku bunga ditunjukkan dalam matriks korelasi pada Lampiran 5. Korelasi yang sangat kuat terlihat dalam hubungan antara suku bunga SBI 3 bulan dengan suku bunga SBI 1 bulan, BI rate, suku bunga penjaminan dan suku bunga kredit mikro. Sedangkan korelasi antara suku bunga SBI 3 bulan dengan suku bunga deposito sangat lemah. Hal ini berlawanan dengan teori yang ada, dalam kondisi ideal dimana informasi tentang kondisi pasar dapat terdistribusi secara sempurna maka kenaikan suku bunga SBI akan mendorong investor untuk menanamkan dananya pada instrumen tersebut karena investor memiliki pandangan yang sama dengan bank untuk mengambil keuntungan dari kenaikan yield atas SBI. Untuk menghindari pelarian dana investor ke instrumen SBI maka bank akan menyesuaikan tingkat suku bunga simpanannya dengan kenaikan SBI. Namun, dalam kenyataannya, kenaikan suku bunga SBI tidak langsung direspon oleh BRI untuk menaikkan suku bunga simpanannya melainkan direspon dengan menaikkan suku bunga kredit. Suku bunga SBI hanya memiliki korelasi sebesar 0,008 terhadap suku bunga deposito, sedangkan dengan suku bunga kredit mikro berkorelasi sebesar 0,867. Hal ini menunjukkan bahwa suku bunga deposito BRI bergerak lebih lambat dalam merespon kenaikan suku bunga dibandingkan suku bunga kreditnya. BRI tetap menaikkan suku bunga simpanannya berdasarkan suku bunga referensi lainnya yaitu LIBOR dan BI rate serta berdasarkan hasil negosiasi antara pihak bank dan nasabah, meskipun korelasi antara SBI dan deposito lemah,. Suku bunga simpanan yang berlaku sebagian besar adalah suku bunga hasil negosiasi. Pengaruh suku bunga LIBOR dan BI rate terhadap suku bunga simpanan lebih besar dibandingkan pengaruh suku bunga SBI, terbukti dari nilai korelasi yang lebih besar yaitu 0,603 untuk LIBOR dan 0,584 untuk BI rate. Kenaikan kedua suku bunga tersebut mendorong BRI untuk menaikkan suku bunga simpanannya. Kenaikan suku bunga simpanan akan mendorong kenaikan cost of fund dan untuk membiayai kenaikan tersebut maka bank akan menaikkan cost of loanable fund yang
122
pada akhirnya akan mempengaruhi base lending rate. Secara teoritis, kenaikan atau penurunan suku bunga SBI tidak akan langsung diikuti kenaikan atau penurunan suku bunga kredit. Namun, dalam merespon kenaikan suku bunga SBI, BRI justru menaikkan suku bunga kreditnya secara signifikan terutama untuk kredit mikro. Kondisi ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan mendasarkan pada proyeksi ekonomi makro Indonesia dan evaluasi kebijakan Bank Indonesia. Arah ke depan kebijakan moneter yang diterapkan oleh BI adalah tight policy untuk mengendalikan tingkat inflasi. Kebijakan ini dilaksanakan dengan peningkatan suku bunga SBI yang menjadi instrumen Operasi Pasar Terbuka. Dalam posisi gap negatif yang terbentuk di BRI akan sangat berisiko bila tren suku bunga terus naik karena berdasarkan simulasi di atas, kenaikan suku bunga akan menurunkan NII BRI. Ali (2004) menyatakan bahwa dalam kondisi negatif gap, bank akan menghadapi kemungkinan terjadinya kerugian dengan penurunan NII apabila suku bunga pasar naik. Oleh karena itu, manajemen harus menaikkan volume interest sensitive assets atau memperpendek jangka waktu jatuh tempo aset. Contingency plan yang bisa digunakan dalam gapping strategy apabila tren kenaikan suku bunga masih berlangsung dalam kondisi negative gap adalah mengubah kondisi rate sensitive yang dimiliki bank yaitu dengan meningkatkan rate sensitive assets dan menurunkan rate sensitive liabilities. Dalam mengubah kondisi RSA, manajemen me-reprofilling aset-aset sensitifnya kecuali kredit, dalam hal jatuh tempo dan tujuan kepemilikan apakah HTM, AFS atau traded. Aset sensitif yang bisa di-reprofile antara lain adalah efek-efek yang diperdagangkan serta obligasi pemerintah. Alternatif lain adalah dengan melakukan transaksi derivatif sebagai mekanisme lindung nilai dengan mendorong pergeseran suku bunga kewajiban menjadi fixed rate sedangkan suku bunga aset ke arah variable rate. Di samping itu, manajemen juga harus mempertimbangkan kondisi jangka panjang untuk menyesuaikan dengan tingkat bunga pasar sehingga keseimbangan jangka panjang dapat tercapai. Salah satu langkahnya adalah dengan mengurangi rigiditas suku bunga kredit dengan merancang penyesuaian tingkat bunga kredit yang baru
123
dibentuk sehingga biaya restrukturisasi dapat diminimalkan. Sedangkan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menurunkan RSL antara lain memberikan suku bunga premium untuk deposito dengan waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun dan mengeluarkan obligasi jangka panjang. Contingency plan yang dapat digunakan dalam gapping strategy apabila tren nilai tukar rupiah terus melemah terhadap US dollar dalam posisi overbought atau PDN positif adalah dengan pemusatan dan pengendalian kebijakan posisi devisa neto serta melakukan diversifikasi valuta asing. Penetapan kebijakan posisi devisa neto harus dipusatkan di satu unit untuk memudahkan penyesuaian posisi dan pengawasan serta diiringi dengan pengawasan yang ketat. Diversifikasi dilakukan untuk menghindari penumpukan valuta asing hanya pada satu jenis sehingga dapat memperkecil tingkat risiko yang dihadapi. Diversifikasi dapat dilakukan dengan menyebar jenis valuta asing yang dimiliki ke dalam berbagai jenis mata uang asing yang potensial dan banyak digunakan di dunia. Pengawasan secara terus menerus mengenai pergerakan kurs dan faktor-faktor yang mempengaruhi naik turunnya kurs perlu dilakukan agar pengelolaan posisi devisa neto (PDN) menjadi optimal dalam arti tidak akan mengalami kerugian baik dalam kondisi kurs melemah atau menguat. Bank harus dapat menentukan kapan harus long dan kapan harus short. Untuk dapat melakukan hal tersebut secara cermat dan akurat, diperlukan dukungan sistem informasi manajemen (SIM) yang terkoordinasi antara unit-unit kerja yang berhubungan dengan pergerakan nilai tukar dan posisi devisa neto dengan treasury melalui jaringan komputer yang terpadu. Dengan demikian bila terjadi perubahan PDN atau terdapat transaksi yang mempengaruhi besarnya PDN dapat diketahui secara tepat dan akurat.
124
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul analisis sensitivitas gap suku
bunga dan nilai tukar Bank Rakyat Indonesia periode 2007-2008, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a.
Proses pengelolaan aset-liabilities BRI dilakukan oleh Assets Liability Committee (ALCO) yang berperan dalam meningkatkan kinerja aset dan kewajiban BRI. Pada tahun 2008, pertumbuhan kewajiban BRI mencapai
21,5 persen dan kenaikan aset sebesar 20,8 persen. Kondisi ini menempatkan BRI sebagai bank terbesar dari sisi penyaluran kredit. b.
Posisi gap kumulatif yang terbentuk per periode sensitivitas Desember 2007 dan 2008 adalah negatif gap masing-masing sebesar 80,8 triliun rupiah dan 92, 6 triliun rupiah. Sedangkan posisi gap yang terbentuk per triwulan untuk triwulan 1, 2,dan 4 adalah negatif gap dan untuk triwulan 3 adalah positif gap. Besaran gap negatif tersebut berarti bahwa adanya kenaikan suku bunga pasar terutama SBI yang menjadi referensi akan menurunkan net interest income BRI.
c.
Struktur gap sensitivitas BRI terbentuk oleh RSA yang terdiri dari penempatan di BI dan bank lain berupa secondary reserve, efek-efek yang diperdagangkan, obligasi pemerintah, serta kredit yang diberikan. RSL terbentuk dengan komponen utamanya adalah dana pihak ketiga.
d.
Analisis gap berdasarkan foreign exchange management menunjukkan bahwa gap yang terbentuk akibat perubahan nilai tukar untuk periode 2007 dan 2008 adalah posisi overbought. Dengan rasio PDN sebesar 13,4 pada tahun 2008 dan depresiasi nilai tukar rupiah sebesar 20 persen, bank mengalami keuntungan sebesar 2,7 persen dari modal. Sedangkan exposure yang terbentuk per triwulan adalah posisi overbought dengan volume yang berfluktuasi. Posisi overbought tersebut diartikan bahwa adanya depresiasi nilai tukar rupiah akan memberikan keuntungan bagi BRI sebesar nilai overbought dikalikan persentase perubahan nilai tukar per modal yang dimiliki.
125
e.
Simulasi proyeksi NII untuk satu tahun ke depan (2009) berdasarkan posisi gap tahun 2008 dengan asumsi peningkatan suku bunga sebesar 169 basis poin menunjukkan bahwa negatif gap BRI berpotensi menurunkan NII sebesar 8,6 persen atau pendapatan bersih sebesar 21,5 persen. Kondisi tersebut terjadi jika posisi gap dipertahankan dengan nominal yang sama.
f.
Berdasarkan analisis gap per triwulan dan per tahun baik untuk suku bunga maupun nilai tukar, dapat disimpulkan bahwa manajemen gap BRI telah efektif dalam merespon setiap perubahan yang terjadi. Hal tersebut terbukti dengan kemampuan BRI mempertahankan posisi gapnya dan meningkatkan pendapatan yang diperoleh.
2.
Saran Berdasarkan
simulasi
terlihat
bahwa
terjadi
kecenderungan
BRI
mengutamakan pendapatan jangka pendek. Hal ini tercermin dari negatif gap yang sangat besar untuk periode sensitivitas kurang dari satu bulan. Perubahan suku bunga menyebabkan adanya kecenderungan penurunan NII yang disebabkan oleh posisi negatif gap. Saran yang dapat diberikan kepada BRI terkait dengan risiko perubahan suku bunga dan nilai tukar adalah: a. Untuk mengurangi kerawanan akibat arah perubahan suku bunga yang terus meningkat maka gap BRI harus didorong ke arah yang lebih positif. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan mengubah sebanyak mungkin fixed rate asset menjadi rate sensitive asset melalui pembelian surat berharga jangka pendek dan memperpendek waktu jatuh tempo pinjaman atau mengubah sebanyak mungkin rate sensitive liability menjadi fixed rate liabilities melalui pengeluaran obligasi jangka panjang. b. Mengupayakan penggunaan variable rate untuk aset dan fixed rate untuk kewajiban. c. Mempertahankan posisi overbought dalam kondisi nilai rupiah yang terdepresiasi dan mengubahnya ke posisi oversold saat rupiah terapresiasi.
126
d. BRI sebaiknya melakukan diversifikasi atau penyebaran kepemilikan mata uang asing baik untuk aktiva maupun pasiva. Diversifikasi dapat digunakan untuk menyebar risiko secara merata sehingga dapat meminimalkan risiko kerugian akibat pergerakan nilai tukar. e. Meningkatkan pengawasan yang terus menerus terhadap pergerakan nilai tukar dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan nilai tukar.
127
DAFTAR PUSTAKA Adityaswara, M. 2008. Perbankan antara Optimisme dan Kewaspadaan. http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/Tinjauan+ Kebijakan+Moneter/tkm_0908.htm. [11 Desember 2008] Ali, M. 2004. Asset-Liability Management: Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko Operasional dalam Perbankan. Elex Media Komputindo, Jakarta. Bank Indonesia. 2007. Kajian Stabilitas Keuangan. http://www.bi.go.id// kajianstabilitaskeuangan2007/. [11 Desember 2008] Bank Indonesia. 2008. Statistik Perbankan Indonesia. http://www.bi.go.id// statistikperbankanindonesia/. [11 Desember 2008] Bank Indonesia. 2008. Laporan Keuangan Publikasi Bank. http://www.bi.go.id// laporankeuanganpublikasibank/. [11 Desember 2008] Bank Rakyat Indonesia. 2008. Financial Update 2008. http://www.bri.co.id// financialupdate2008/. [20 Februari 2009] Bank
Rakyat
Indonesia.
2009.
Laporan
Keuangan
Tahunan
2008.
http://bri.co.id//annualreport2008/. [2 April 2009] Dendawijaya, L. 2001. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia, Jakarta. Djinarto, B. 2000. Banking Asset Liability Management: Perencanaan, Strategi, Pengawasan, dan Pengelolaan Dana. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Djohanputro, B. 2004. Manajemen Risiko Korporat Terintegrasi. PPM, Jakarta. Jatmiko, BA. 1994. Asset-Liability Management Sebagai Salah Satu Alternatif Manajemen Risiko: Suatu Tinjauan Umum atas Neraca Perbankan. Skripsi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Kasmir. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya edisi Revisi. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Koch, T.W and Macdonald, S.S. 2003. Bank Management 5th edition. Thomson South-Western, Ohio. Kountur, R. 2006. Manajemen Risiko. Abdi Tandur, Jakarta. Kusumaningrum, R. 2005. Analisis Gap-Sensitivitas sebagai Instrumen Manajemen Risiko Bank Rakyat Indonesia. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
128
Pamudiantara, I. W. 2001. Evaluasi Gap Management dalam Penyusunan RKAP pada Bank X. Tesis pada Magister Management, Universitas Indonesia, Jakarta. Patriya, E. 2005. Manajemen Aset dan Kewajiban Ditinjau dari Manajemen Gap. Tesis pada Magister Management, Universitas Indonesia, Jakarta. Riyadi, S. 2006. Banking Asset and Liability Management. 3th edition. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Rosmawati, Y. 2006. Manajemen Suku Bunga pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Bogor. Skripsi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rusyamsi, I. 1999. Asset Liability Management. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Vaidyanathan, R. 1999. Asset Liability Management: Issue and Trend in Indian Context. ASCI Journal of Management, 29(1): 39-48.
129
LAMPIRAN
130
Lampiran 1. Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap US Dollar selama 2006-2008 Periode Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 Mei-06 Jun-06 Jul-06 Agust-06 Sep-06 Okt-06 Nop-06 Des-06 Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08 Sep-08 Okt-08 Nop-08 Des-08
Kurs Jual 9972,4 9753,2 9670,2 9436,9 9484,9 9866,7 9623,5 9594,3 9649,7 9687,2 9636 9586,8 9572 9567,8 9664 9597,6 9344,3 9483,7 9573,4 9881,5 9800,7 9607,1 9804,1 9833,6 9906,4 9678,9 9684,9 9709,1 9790,8 9795,7 9661 9649,3 9840,7 10548,4 12211,2 11825
Kurs Beli 8972,4 8753,2 8670,2 8436,9 8484,9 8862,7 8625,5 8594,3 8649,7 8687,2 8636 8586,8 8572 8567,8 9664 8597,6 8344,3 8483,7 8573,4 8881,5 8795,4 8607,1 8804,1 8833,6 8906,4 8678,9 8684,9 8709,1 8790,8 8795,7 8660,3 8649,3 8840,7 9548,4 11211,2 10824,8
131
Lampiran 2. Maturity Profile BRI tahun 2007 Keterangan
5.041.396 31.047.872 922.852 (9.234 ) 14.680.860 (51.417 ) 17.358.248 (40.349 ) 596.293 (5.968 ) 18.222.590 2.573.610 24.724 (247 ) 112.838.806 (6.915.043) 1.134.147 (43.132 ) 661.381 (7.018) 77.979 (1.311) 1.644.172 1.269.743 2.713.984
≤ 1 bulan
>1-3 bln
>3-12 bln
> 12 bln
lainnya
5.041.396 31.047.872 922.852 (9.234 ) 14.358.377
322.483 (51.417 )
14.214.517
3.143.731 (40.349 )
408.067
137.435
50.791 (5.968 )
6.883.296 2.573.610
1.269.647
10.069.647
24.724 (247 ) 9.010.900
8.401.712
29.367.481
66.058.713
6.729
12.128
106.095
1.009.195
(6.915.043) (43.132 ) 179.545
1.652.446
231.812
1.025.753
250.024
212.959
14.260
(7.018) 77.979 (1.311) 1.644.172 1.269.743 (191.434)
118
Aktiva Kas Giro pada Bank Indonesia Giro pada bank lain Penyisihan kerugian Penempatan pada BI dan bank lain Penyisihan kerugian Efek-efek Penyisihan kerugian Tagihan wesel ekspor Penyisihan kerugian Obligasi rekap Efek repo Tagihan derivatif Penyisihan kerugian Kredit yang diberikan Penyisihan kerugian Pembiayaan Syariah Penyisihan kerugian Tagihan akseptasi Penyisihan kerugian Penyertaan saham Penyisihan kerugian Aktiva tetap bersih Aktiva pajak tangguhan Aktiva lain-lain
Jumlah
132
Lanjutan Lampiran 2. JUMLAH AKTIVA Keterangan Kewajiban Kewajiban segera Simpanan nasabah Simpanan dari bank lain Efek repo Kewajiban derivatif Kewajiban akseptasi Hutang pajak Pinjaman yang diterima Estimasi kerugian komitmen Kewajiban lain-lain Pinjaman subordinasi JUMLAH KEWAJIBAN
203.734.938 Jumlah
86.299.607 ≤ 1 bulan
3.955.880 165.599.983 1.611.033 102.681 180.921 661.381 1.140.490 2.382.277 73.846 6.448.558 2.140.253 184.297.303
3.955.880 148.456.310 1.611.033 102.681 180.921 179.545 240.038 150.734 2.398.659 232 157.276.033
10.156.047 >1-3 bln
31.256.997 >3-12 bln
80.295.546 >12 bln
9.870.302
7.164.163
109.208
231.812 900.452 592.378
250.024
584.207 444 12.179.595
212.748 1.236.133 24.483 8.887.551
(4.273.259) Lainnya
1.426.417 2.003.819 2.115.094 5.654.538
73.846 225.740 299.586
119
133
Lampiran 3. Maturity Profile BRI tahun 2008 Keterangan Aktiva Kas Giro pada Bank Indonesia Giro pada bank lain Penyisihan kerugian Penempatan pada BI dan bank lain Penyisihan kerugian Efek-efek Penyisihan kerugian Tagihan wesel ekspor Penyisihan kerugian Obligasi rekap Tagihan derivatif Kredit yang diberikan Penyisihan kerugian Pembiayaan Syariah Penyisihan kerugian Tagihan akseptasi Penyisihan kerugian Penyertaan saham Penyisihan kerugian Aktiva tetap bersih Aktiva pajak tangguhan Aktiva lain-lain JUMLAH AKTIVA
Jumlah 6.750.145 9.945.696 3.420.288 34.208) 22.908.327 (672.766) 23.855.465 (89.294) 561.709 (5.617 ) 16.352.318 13 160.108.683 (7.891.140) 999.409 (114.322 ) 483.862 (4.839) 91.235 (1.443) 1.350.483 2.000.076 6.062.816 246.076.896
≤ 1 bulan
>1-3 bln
>3-12 bln
> 12 bln
lainnya
6.750.145 9.945.696 3.420.288 34.208) 22.023.927
230.400
654.000
13.315.300
20.000
1.856.645
225.584
326.373
9.752
(672.766) 8.663.520 (89.294) (5.617 ) 6.282.671 13 15.176.739 54.397
1.669.647
8.400.000
13.743.148
36.911.816
94.276.980
20.567
103.836
820.609
(7.891.140) (114.322 ) 137.726
5.063.078 82.395.559
245.391
478.955 15.064.834
100.745
643.075 41.295.516
13.060 112.828.174
(4.839) 91.235 (1.443) 1.350.483 2.000.076 (135.352) (5.507.187)
120
134
Lanjutan Lampiran 3 Keterangan Kewajiban Kewajiban segera Simpanan nasabah Simpanan dari bank lain Efek repo Kewajiban derivatif Kewajiban akseptasi Hutang pajak Pinjaman yang diterima Estimasi kerugian komitmen Kewajiban lain-lain Pinjaman subordinasi JUMLAH KEWAJIBAN
Jumlah
≤ 1 bulan
5.620.911 201.537.439 3.428.243 102.752 1.313.676 483.862 300.295 3.356.495 86.970 6.778.922 710.634 223.720.199
5.620.911 176.860.062 3.428.243 102.752 137.726 298.059
1.511.516 232 187.959.501
>1-3 bln
5.190.964
245.391 2.236 1.988 1.059.281 6.499.860
>3-12 bln
>12 bln
19.364.959
121.454
184.177 100.745
1.129.499
2.292.049
1.062.458
1.835.393 24.601 23.801.924
2.122.220 685.801 5.121.432
Lainnya
86.970 250.512 337.482
121
135
Lampiran 4. Pergerakan Berbagai Suku Bunga Domestik selama 2007-2008
Jan-07 Feb-07 Mar-07 Apr-07 Mei-07 Jun-07 Jul-07 Agust-07 Sep-07 Okt-07 Nop-07 Des-07 Jan-08 Feb-08 Mar-08 Apr-08 Mei-08 Jun-08 Jul-08 Agust-08
SBI 3 M SBI 1M 9,5 9,5 8,1 9,25 8,1 9 8,1 9 7,83 8,75 7,83 8,5 7,83 8,25 7,83 8,25 7,83 8,25 7,83 8,25 7,83 8,25 7,83 8 7,83 8 7,97 7,94 8,03 7,96 8,04 7,985 8,34 8,28 9 8,6 9,57 9,1 9,73 9,27
Libor 1 M BI rate Penjaminan Mikro Komersial Menengah KPR depo 1 M 5,32 9,5 9,5 21 15,5 14,5 14,5 7,5 5,32 9,25 9,25 21 15,5 14,5 14 7,5 5,32 9 9 21 15 14,5 14 7,25 5,32 9 9 21 14,5 14,5 14 7 5,32 8,75 8,75 21 14,5 14 14 6,5 5,32 8,625 8,5 21 14,5 14 14 6,5 5,32 8,475 8,25 21 14,5 14 14 6,25 5,52 8,25 8,25 21 14 14 14 6,25 5,4 8,25 8,25 21 14 14 14 6,25 4,96 8,25 8,25 21 14 14 14 6,25 4,82 8,25 8,25 21 14 14 14 6,25 5,01 8 8,25 21 14 14 14 6,25 3,99 8 8 21 14 14 14 6 3,15 8 8 21 14 14 14 5,75 2,79 8 8 21 14 14 14 5,5 2,78 8 8 21 13,5 13 13 5,25 2,49 8,25 8,13 21 13,5 13 13 5,25 2,47 8,5 8,38 21 13,5 13 13 5,25 2,46 8,75 8,75 21 13,5 13 13 5,75 2,47 9 8,75 21 13,5 13 13 6,25 122
136
Lanjutan Lampiaran 4 Sep-08 9,84 9,58 Okt-08 11,03 10,51 Nop-08 11,49 11,21 Des-08 11,19 10,95 Sumber: Bank Indonesia dan BRI (2009)
2,84 3,59 1,6 0,89
9,25 9,5 9,5 9,25
9,25 9,63 10 10
22 22,5 23 23
14,5 15 15,5 15,5
14 14,5 15 15
13 13,5 14 14
6,25 6,25 6,25 6,25
123
137
Lampiran 5. Correlation Matriks Berbagai Suku Bunga Domestik SBI 1M SBI 3M LIBOR 1M BI Rate Penjaminan Mikro Komersial Menengah KPR Depo 1M
SBI 1 M SBI 3 M LIBOR 1 M BI Rate Penjaminan Mikro Komersial Menengah KPR Depo 1M 1 0,921 -0,440 0,901 0,966 0,871 0,703 0,541 -0,016 0,324 0,921 1 -0,676 0,756 0,822 0,867 0,448 0,290 -0,247 0,008 -0,440 -0,676 1 -0,164 -0,257 -0,575 0,123 0,210 0,574 0,603 0,901 0,756 -0,164 1 0,954 0,609 0,736 0,495 0,011 0,584 0,966 0,822 -0,257 0,954 1 0,772 0,813 0,630 0,113 0,525 0,871 0,867 -0,575 0,609 0,772 1 0,575 0,552 -0,018 0,007 0,703 0,448 0,123 0,736 0,813 0,575 1 0,891 0,577 0,733 0,541 0,290 0,210 0,495 0,630 0,552 0,891 1 0,760 0,655 -0,016 0,574 0,574 0,011 0,113 -0,018 0,577 0,760 1 0,608 0,324 0,603 0,603 0,584 0,525 0,007 0,733 0,655 0,608 1
124
138