ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
OLEH HERTANTI DYAH MAHARANI H14103037
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
OLEH HERTANTI DYAH MAHARANI H14103037
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
OLEH HERTANTI DYAH MAHARANI H14103037
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama Mahasiswa
: Hertanti Dyah Maharani
Nomor Registrasi Pokok
: H14103037
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Neraca Perdagangan Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Nunung Nuryartono, M.Si, Ph.D NIP . 132 104 952
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP . 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2007
Hertanti Dyah Maharani H14103037
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Hertanti Dyah Maharani lahir di Jakarta pada tanggal 18 April 1985. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Drs. H. Solichin Wardoyo dan Hermina (Alm). Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa ada hambatan yang berarti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Purwantoro XIV Malang, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 3 Malang dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMU Negeri 3 Malang dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis untuk memperoleh ilmu dan dapat mengembangkan wawasan sehingga dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi seperti SES-C dan Hipotesa. Selain itu penulis juga aktif menjadi panitia acara yang dilaksanakan di kampus. Penulis juga pernah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional XVIII 2005 yang dilaksanakan di Padang-Sumatera Barat dan berhasil menjadi Penyaji Terbaik dalam Program Kreatifitas Mahasiswa.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah terhadap Neraca Perdagangan Indonesia”. Fenomena hubungan antara perubahan nilai tukar rupiah terhadap neraca perdagangan Indonesia menjadi suatu studi yang menarik untuk dianalisis. Disamping itu, skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing yang banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. M. P. Hutagaol, M.S, Ph.D selaku dosen penguji yang telah menyediakan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan skripsi ini. 3. Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si selaku komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dalam perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. 4. Kedua orang tua penulis, Drs. H. Solichin Wardoyo dan Hermina (Alm) atas do’a, kasih sayang, kesabaran serta dukungannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. 5. Mba Herien, Mas Iwan, dan Mas Dharu yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis. Serta kedua keponakan penulis Icha dan Embil. 6. Keluarga besar Cijantung : Bude Jum, Pakde Marso, Mba Rini, Mba Wulan, dan Mas Satya yang selalu memberikan semangat, motivasi, dan nasihat yang bermanfaat bagi penulis. 7. Pak Annas, Bu Kun, Mba Dewi, Mba Tari, Mba Vina, dan rekan-rekan sekantor yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman penulis : Opie, Dphe, Desy, Asieh, Prima, Wirawan, Diyan Timor, Andien, Nadia, Eka, Wawan, Berry, Gilman, Kak Ade, Kak Fikri, serta teman-teman IE ’40 atas kebersamaannya selama 4 tahun. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, September 2007
Hertanti Dyah Maharani H14103037
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv I.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang................................................................................ 1 1.2. Permasalahan .................................................................................. 6 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................ 10 1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10
II.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis ........................................................................... 11 2.1.1. Perdagangan Internasional .............................................. 11 2.1.1.1.Ekspor ................................................................... 11 2.1.1.2.Impor..................................................................... 12 2.1.2. Neraca Perdagangan ........................................................ 13 2.1.3. Kondisi Marshall-Lerner, Pendekatan Elastisitas Terhadap Neraca Perdagangan........................................ 15 2.1.4. Definisi Nilai Tukar ........................................................ 19 2.1.5. Sistem Nilai Tukar .......................................................... 19 2.1.6. Teori Paritas Daya Beli ................................................... 21 2.1.7. Definisi Uang .................................................................. 22 2.1.8. Hubungan antara Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan .................................................................... 23 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu........................................................ 25 2.3. Kerangka Konseptual...................................................................... 27 2.4. Hipotesis ......................................................................................... 29
III.
METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data.................................................................... 30 3.2. Metode Analisis dan Pengolahan Data ........................................... 31
xi
3.2.1. Error Correction Model .................................................. 31 3.2.2. Pengujian Pra Estimasi.................................................... 36 3.3. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik...................................................... 39 3.4. Pengujian Hipotesis ........................................................................ 41 IV.
GAMBARAN UMUM NERACA PERDAGANGAN INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR DALAM NEGERI YANG MEMPENGARUHINYA 4.1. Gambaran Umum Neraca Perdagangan Indonesia ......................... 44 4.2. Gambaran Umum GDP Riil Indonesia ........................................... 46 4.3. Gambaran Umum Jumlah Uang Beredar di Indonesia ................... 47 4.4. Gambaran Umum Tingkat Suku Bunga SBI .................................. 48 4.5. Gambaran Umum Nilai Tukar Rupiah .......................................... 49
V.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NERACA PERDAGANGAN INDONESIA 5.1. Validitas Model .............................................................................. 51 5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan Indonesia dalam Jangka Panjang .................................................... 53 5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan Indonesia dalam Jangka Pendek ..................................................... 57
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ..................................................................................... 63 6.2. Saran ............................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 66 LAMPIRAN..................................................................................................... 68
xii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1.
Sepuluh Negara Tujuan Utama Ekspor Indonesia Tahun 2006 .......................................................................................... 2
1.2.
Indikator Makroekonomi di Indonesia................................................. 7
1.3.
Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 1999 – 2006 ............................ 8
3.1.
Variabel yang digunakan dalam Penelitian.......................................... 30
5.1.
Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada Tingkat Level ................... 51
5.2.
Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference................ 52
5.3.
Hasil Estimasi Kointegrasi................................................................... 54
5.4.
Hasil Uji Autokorelasi Error Correction Model.................................. 58
5.5.
Hasil Uji Heteroskedastisitas (ARCH Test)......................................... 58
5.6.
Hasil Uji Heteroskedastisitas (White Heteroskedasticity Test)............ 58
5.7.
Error Correction Model....................................................................... 60
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1.
Grafik Pertumbuhan Ekonomi, Laju Inflasi, dan Tingkat Pengangguran di Indonesia Tahun 1999 – 2005 .................................. 4
2.1
Kurva Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan Indonesia .............................................................................................. 24
2.2.
Kerangka Konseptual .......................................................................... 28
4.1.
Grafik Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 1990 – 2005................. 44
4.2.
Grafik GDP Riil Indonesia Tahun 1990 – 2005 .................................. 46
4.3.
Grafik Jumlah Uang Beredar di Indonesia Tahun 1990 – 2005........... 47
4.4.
Grafik Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Tahun 1990 – 2005.......................................................................................... 49
4.5.
Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Tahun 1990 – 2005 ............................................................... 50
5.1.
Hasil Uji Normalitas Error Correction Model..................................... 59
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Data Mentah ......................................................................................... 68
2.
Uji Stasioneritas Data........................................................................... 71
3.
Uji Kointegrasi ..................................................................................... 80
4.
Hasil Estimasi Kointegrasi................................................................... 81
5.
Hasil Estimasi Jangka Pendek yang Tidak Signifikan......................... 81
6.
Hasil Estimasi Jangka Pendek yang Signifikan ................................... 82
7.
Uji Autokorelasi ................................................................................... 83
8.
Uji Heteroskedastisitas......................................................................... 83
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perekonomian suatu negara, khususnya negara yang menganut sistem perekonomian terbuka tidak terlepas dari interaksi internasional. Salah satu kegiatan dalam interaksi internasional tersebut adalah perdagangan internasional yang meliputi kegiatan ekspor impor. Dalam era keterbukaan dan liberalisasi perdagangan, alur barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga hampir tidak ada negara yang menganut rezim perekonomian tertutup. Sebagai salah satu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, Indonesia juga aktif dalam kegiatan perdagangan internasional dengan negara lain. . Dengan adanya perdagangan internasional tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pendapatan nasional bagi negara yang bersangkutan.
Terjadinya
perdagangan
internasional
diharapkan
mampu
meningkatkan penerimaan negara terutama dari permintaan barang ekspor. Peningkatan nilai ekspor yang lebih besar dari nilai impor mampu memperbaiki nilai neraca perdagangan dan pada akhirnya akan mempengaruhi balance of payment. Ekspor sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia, karena ekspor tidak saja sebagai sumber penerimaan devisa tetapi juga sebagai perluasan pasar bagi produksi barang-barang domestik dan penyerap tenaga kerja. Mengingat pentingnya peranan perdagangan internasional terhadap perekonomian suatu negara, Indonesia pun membuka jalur perdagangan dengan negara lain. Beberapa negara bahkan menjadi partner dagang utama Indonesia.
2
Tidak hanya negara-negara ASEAN saja, tetapi juga Korea Selatan, Cina, dan Taiwan juga menjadi mitra dagang penting utama. Bahkan pangsa pasar produk Indonesia mampu menembus pasar Amerika Serikat. Tabel 1.1 menyajikan data negara yang menjadi tujuan utama ekspor berdasarkan share nilai ekspornya terhadap nilai ekspor Indonesia. Tabel 1.1. Sepuluh Negara Tujuan Utama Ekspor Indonesia Tahun 2006. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Negara Jepang Amerika Serikat Singapura China Korea Selatan Malaysia India Taiwan Thailand Belanda
Nilai Ekspor (Ribu US$) 21.732.123,0 11.232.103,8 8.929.819,2 8.343.571,3 7.693.540,9 4.110.757,5 3.390.790,2 2.734.806,5 2.701.548,7 2.518.358,1
Share (%) 29,61 15,31 12,17 11,37 10,48 5,60 4,62 3,73 3,68 3,43
Sumber: Departemen Perdagangan (2007)
Berdasarkan data diatas, lima negara yang menjadi partner dagang penting bagi Indonesia adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapura, China, dan Korea Selatan. Dari total ekspor kurang lebih sebesar 73 ribu US$, nilai ekspor negara Jepang mencapai 21 ribu US$ dengan share sebesar 29,61%. Diikuti oleh Amerika Serikat dengan nilai ekspor sebesar 11 ribu US$ dan share sebesar 15,31%. Sedangkan Singapura, China, dan Korea Selatan masing-masing memiliki share sebesar 12,17%; 11,37%; dan 10,48%. Aktifitas perdagangan antar negara pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3 kondisi (Mankiw, 2000) yaitu trade surplus, trade deficit, dan balance trade. Suatu negara dikatakan mengalami surplus perdagangan (trade surplus) jika
3
nilai ekspornya lebih besar daripada nilai impornya. Sedangkan jika nilai impor suatu negara lebih besar daripada nilai ekspornya maka negara tersebut mengalami defisit perdagangan atau trade deficit. Perdagangan berimbang atau balance trade terjadi jika nilai impor sama dengan nilai ekspor. Ketika nilai ekspor suatu negara lebih besar dari nilai impornya maka akan berimplikasi pada meningkatnya penerimaan devisa negara. Dengan demikian pendapatan nasional negara tersebut akan meningkat. Peningkatan pendapatan nasional pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi bagi negara tersebut. Pentingnya perdagangan internasional menyebabkan beberapa negara berupaya untuk meningkatkan nilai ekspornya dengan melakukan promosi ekspor bagi komoditas unggulan yang dihasilkan oleh negara tersebut. Salah satu faktor yang mempengaruhi aliran barang dan jasa antar negara adalah nilai tukar mata uang domestik terhadap nilai mata uang asing. Tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan disebut kurs (exchange rate) (Mankiw,2000). Jika nilai mata uang domestik terapresiasi, maka harga barang-barang domestik lebih mahal daripada harga barang luar negeri dan akan berimplikasi pada menurunnya nilai ekspor. Sebaliknya, jika nilai mata uang domestik melemah atau terdepresiasi, maka harga barang dalam negeri akan lebih murah dibandingkan dengan harga barang luar negeri. Sehingga akan menyebabkan meningkatnya nilai volume ekspor dan berimplikasi pada membaiknya nilai neraca perdagangan (Batiz, 1994). Oleh karena itu, nilai tukar sangat penting dalam menentukan daya saing (competitiveness) ekspor suatu negara.
4
Pada tahun 1997, Asia dilanda krisis ekonomi yang mengakibatkan melemahnya nilai mata uang regional terhadap dollar Amerika. Indonesia sendiri tidak terlepas dari badai krisis tersebut yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar terhadap dollar Amerika. Krisis tersebut membawa dampak bagi perekonomian di Indonesia seperti pertumbuhan ekonomi yang merosot, laju inflasi yang tidak terkendali, serta meningkatnya jumlah pengangguran. 100.00 pertumbuhan ekonomi
80.00
persen
60.00
laju inflasi
40.00 jumlah pengangguran
20.00
19 96 19 97 19 98 19 99 20 00 20 01 20 02 20 03 20 04 20 05
0.00 -20.00 -40.00 tahun
Sumber : Bank Indonesia dan BPS (2007) Gambar 1.1. Grafik Pertumbuhan Ekonomi, Laju Inflasi, dan Tingkat Pengangguran di Indonesia.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa kinerja perekonomian Indonesia mulai memburuk pada tahun 1997 tepat pada saat Indonesia mengalami krisis moneter. Bahkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia berada dalam posisi minus dengan laju inflasi sebesar 77,63% pada tahun 1998. Selain itu, krisis moneter juga menyebabkan jumlah pengangguran meningkat. Hal ini disebabkan karena banyaknya perusahan yang mengurangi tenaga kerja untuk mengurangi biaya produksi. Selain berdampak pada sektor ekonomi, krisis yang melanda Indonesia
5
juga menyebabkan situasi politik di Indonesia memanas yang puncaknya adalah timbul ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga menyebabkan terjadinya krisis multidimensi di Indonesia. Semakin terguncangnya perekonomian di negara-negara Asia, ditambah dengan merosotnya mata uang Bath Thailand berimplikasi pada nilai tukar rupiah yang semakin terdepresiasi tidak terkendali terhadap dollar Amerika. Semakin tidak stabilnya nilai rupiah tersebut memaksa pemerintah mengambil langkah untuk merubah sistem nilai tukar rupiah pada tanggal 14 Agustus 1997. Indonesia yang semula menerapkan sistem nilai tukar mengambang terkendali (manage floating exchange rate) berubah menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate), dimana nilai tukar rupiah ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Dengan diterapkannya sistem nilai mengambang bebas membawa dampak pada stabilitas nilai tukar rupiah, yaitu terjadi fluktuasi kurs secara tajam. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap nilai mata uang domestik. Selain itu, dampak lain dari tidak stabilnya nilai rupiah akan membawa pengaruh terhadap nilai ekspor Indonesia yang berkaitan dengan neraca perdagangan. Mengingat nilai tukar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nilai neraca perdagangan suatu negara. Dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah justru mampu meningkatkan nilai ekspor dan pada akhirnya akan memperbaiki nilai neraca perdagangan Indonesia.
6
1.2. Permasalahan Fenomena hubungan antara nilai tukar dengan neraca perdagangan menjadi salah satu subyek yang menarik untuk diamati dan dianalisis. Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa terdapat hubungan positif antara nilai tukar dengan neraca perdagangan. Tobin dalam Batiz, (1994) berpendapat bahwa depresiasi merupakan solusi terbaik bagi negara yang mengalami resesi dan defisit perdagangan. Karena depresiasi akan menstimulasi ekspor dan akan menurunkan nilai impor. Dengan terstimulasinya nilai ekspor dan nilai impor yang menurun maka akan memperbaiki nilai neraca perdagangan. Namun demikian, terdapat fakta lain menyatakan bahwa depresiasi tidak mampu meningkatkan nilai neraca perdagangan (Laffer dalam Agbola, 2004). Berdasarkan Tabel 1.3 sejak terjadinya krisis, komponen dari neraca perdagangan menunjukkan pergerakan searah. Kenaikan ekspor juga diikuti kenaikan impor. Namun demikian kenaikan ekspor masih lebih besar dibandingkan dengan kenaikan impor. Oleh karena itu, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus. Fenomena tersebut menarik untuk dilihat bahwa ternyata tidak semata-mata nilai tukar yang mempengaruhi nilai neraca perdagangan Indonesia, terdapat faktor lain yang mempengaruhi nilai neraca perdagangan Indonesia. Pasca krisis ekonomi yang melanda Indonesia, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya stabil. Dampak dari perubahan sistem nilai tukar rupiah menjadikan nilai rupiah berfluktuasi, sehingga mempengaruhi perekonomian di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut.
7
Tabel 1.2. Indikator Makroekonomi di Indonesia Indikator Makroekonomi Tahun
Pertumbuhan Ekonomi (%)
Inflasi (%)
Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$)
GDP (miliar Rp)
1999
5,36
2,01
7.100
280.430,4
2000
6,91
9,40
9.595
337.940,2
2001
1,60
12,55
10.400
386.738,7
2002
3,80
10,00
8.940
462.081,8
2003
4,40
5,10
8.465
503.299,3
2004
6,70
6,40
9.290
592.225,1
2005
4,90
17,10
9.830
736.770,6
Sumber: Bank Indonesia dan BPS 2007
Dari data yang disajikan dapat diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia pasca krisis mulai membaik. Pertumbuhan ekonomi meningkat dari 5,36% pada tahun 1999 menjadi 6,91% pada tahun 2000. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang mulai membaik ini dikarenakan banyaknya faktor positif yang mulai berpengaruh. Faktor-faktor tersebut meliputi perkembangan ekonomi internasional yang cukup baik, perkembangan sosial politik dalam negeri yang cukup kondusif, serta situasi moneter yang cukup stabil. Tetapi, pertumbuhan ini masih cukup rendah jika dibandingkan pada saat sebelum krisis yaitu mencapai 8,50% pada bulan Maret 1997. Selain itu nilai output di Indonesia juga mengalami peningkatan dari Rp 280.430 miliar menjadi Rp 337.940 miliar pada tahun 2000. Hal tersebut mengindikasikan adanya perbaikan kinerja perekonomian di Indonesia pasca krisis. Namun, walaupun beberapa indikator makroekonomi menunjukkan adanya perbaikan tetapi pada inflasi terjadi peningkatan yang cukup tajam. Tingkat inflasi
8
di Indonesia pada tahun 1999 sebesar 2,00% dan pada tahun berikutnya meningkat menjadi 9,40%. Bahkan pada tahun 2001, inflasi mencapai angka 12,55%. Peningkatan inflasi yang cukup signifikan ini berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Sedangkan untuk perdagangan internasional, dampak dari krisis ekonomi di Indonesia juga mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia. Sejak diterapkannya sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai rupiah terus berfluktuasi terhadap dollar Amerika. Pasca krisis ekonomi, nilai neraca perdagangan Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan berfluktuasinya nilai rupiah terhadap dollar Amerika, seperti yang terdapat pada data berikut. Tabel 1.3. Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 1999-2006 (Juta US$) Tahun
Nilai Ekspor
Nilai Impor
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
48.665,4 62.124,0 56.320,9 57.158,8 61.058,6 71.584,6 85.651,0 100.798,5
24.000,3 33.514,8 30.962,1 31.288,9 32.550,7 45.524,4 57.700,8 61.065,5
Nilai Neraca Perdagangan 24.665,1 28.609,2 25.358,8 25.869,9 28.507,4 26.060,2 27.950,2 39.733,0
Sumber: diolah dari BPS (2007)
Dari data diatas dapat diketahui bahwa, pada tahun 2000 nilai neraca perdagangan naik sebesar 3.944,1 juta US$ dari tahun sebelumnya. Tetapi pada tahun berikutnya nilai neraca perdagangan Indonesia mengalami penurunan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2000 nilai neraca perdagangan Indonesia mencapai 28.609,2 juta US$ sedangkan pada tahun 2001 nilai neraca perdagangan Indonesia turun menjadi 25.358,8 juta US$. Penurunan neraca perdagangan tersebut disebabkan karena terjadi penurunan pada ekspor
9
yaitu terjadi penurunan pada ekspor dari 62.124,0 juta US$ pada tahun 2000 menjadi 56.320,9 juta US$ pada tahun 2001. Memasuki tahun 2002, nilai neraca perdagangan Indonesia mulai mengalami perbaikan. Adanya peningkatan nilai neraca perdagangan pada periode tersebut menunjukkan kinerja perdagangan internasional yang mulai membaik yang ditandai dengan meningkatnya ekspor. Ekspor pada tahun 2002 meningkat sebesar 511,1 juta US$ dari tahun sebelumnya. Tahun 2004 nilai neraca perdagangan kembali mengalami penurunan menjadi 26.060,2 juta US$. Penurunan tersebut dikarenakan kenaikan nilai impor lebih besar dari nilai ekspor pada tahun 2004. Sedangkan pada tahun 2005 nilai neraca perdagangan mulai membaik kembali yang ditandai dengan adanya kenaikan nilai neraca perdagangan sebesar 1.890 juta US$. Berdasarkan dari beberapa data diatas maka dapat diuraikan beberapa permasalahan dalam penelitian ini antara lain : 1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi perubahan pada nilai neraca perdagangan Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang? 2. Bagaimana hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika terhadap neraca perdagangan Indonesia ?
10
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari dilakukannya penelitian ini antara lain adalah : 1. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi nilai neraca perdagangan Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Menganalisis pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari perubahan nilai tukar rupiah terhadap neraca perdagangan Indonesia.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari dilakukannya penelitian ini antara lain : 1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pada neraca perdagangan serta pengaruh perubahan nilai tukar rupiah terhadap neraca perdagangan. 2. Memberikan masukan bagi pemerintah dalam upaya memacu ekspor Indonesia dalam rangka memperbaiki neraca perdagangan. 3. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Perdagangan Internasional Indonesia menganut sistem ekonomi terbuka, konsekuensi dari sistem tersebut diantaranya perekonomian Indonesia sangat tergantung kepada hubungan ekonomi dan perdagangan dengan luar negeri. Perdagangan luar negeri disamping mempunyai manfaat langsung terhadap peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan kesempatan kerja terutama ditujukan kepada usaha untuk menghasilkan devisa. Peningkatan devisa hasil ekspor pada umumnya akan meningkatkan kemampuan negara untuk meningkatkan pembayaran impor khususnya bagi kegiatan produk dan keperluan pembangunan. Kegiatan perdagangan internasional ini juga akan mempengaruhi balance of payment atau neraca pembayaran suatu negara khususnya dalam komponen current account atau transaksi berjalan. Jika dalam suatu negara kegiatan ekspornya lebih banyak daripada kegiatan impornya maka akan terjadi surplus dalam current account. Dan sebaliknya jika nilai ekspor lebih kecil daripada nilai impor maka current account akan mengalami defisit. 2. 1. 1. 1. Ekspor Kegiatan ekspor merupakan kegiatan perdagangan dengan cara melakukan penjualan barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri. Ekspor ini sangat penting bagi perekonomian suatu negara. Dengan adanya ekspor maka akan terjadi akumulasi bagi devisa negara. Ekspor menunjukkan hubungan antara
12
permintaan luar negeri terhadap barang domestik, dimana permintaan tersebut dipengaruhi oleh harga relatif dan pendapatan luar negeri (Batiz,1994). Hubungan tersebut dapat dijelaskan dalam persamaan berikut: M* = M*(q, Y*)
(2.1)
dimana q adalah harga relatif barang luar negeri terhadap barang domestik dan Y* merupakan pendapatan riil luar negeri. Jika harga relatif dari barang luar negeri meningkat (q naik) maka masyarakat luar negeri akan mengalihkan pengeluaran mereka untuk membeli barang domestik, sehingga akan memberikan efek positif terhadap ekspor. 2. 1. 1. 2. Impor Impor yaitu perdagangan dengan cara mendatangkan barang-barang dari luar negeri untuk dijual atau digunakan di dalam negeri. Impor (M) menghubungkan antara jumlah permintaan masyarakat dalam negeri terhadap barang luar negeri. Dimana permintaan tersebut dipengaruhi oleh harga relatif barang luar negeri (q) dan pendapatan riil domestik (Y). Hubungan tersebut dapat dijelaskan dalam persamaan berikut: M = M (q, Y)
(2.2)
Peningkatan harga relatif barang luar negeri (q) akan menyebabkan harga barang luar negeri menjadi lebih mahal, sehingga permintaan domestik terhadap barang domestik akan meningkat, dan berimplikasi menurunnya impor. Sebaliknya, adanya peningkatan pendapatan domestik akan meningkatkan impor, karena tambahan pendapatan tersebut akan digunakan untuk memperoleh barang luar negeri.
13
2. 1. 2. Neraca Perdagangan Neraca perdagangan atau trade balance menunjukkan perbedaan antara nilai ekspor barang-barang domestik dengan nilai impor. Secara matematis, bentuk persamaan neraca perdagangan nominal dapat ditulis sebagai berikut : T N = X N – MN TN = PM* - eP*M
(2.3)
dimana M* menyatakan jumlah fisik dari barang domestik yang diekspor dan dikalikan dengan harga barang domestik (P) sehingga akan menghasilkan nilai ekspor sebesar PM*. Sedangkan variabel M menyatakan jumlah fisik barang luar negeri yang diimpor. Jika M dikalikan dengan harga barang barang luar negeri kemudian dikonversikan ke dalam mata uang domestik maka akan menghasilkan nilai impor. Bentuk persamaan neraca perdagangan antara ekspor dan impor yang dinyatakan dalam mata uang domestik dapat dilihat dalam persamaan (2.3). Untuk menyatakan neraca perdagangan secara riil, maka persamaan (2.3) dibagi dengan tingkat harga domestik, P. Sehingga akan menghasilkan persamaan sebagai berikut : TN = PM* - eP*M TN = PM* - eP* M P
P
P
TN = M* - eP* M P
P
T = M* - qM
(2.4)
14
Persamaan eP* menyatakan harga impor dalam mata uang domestik, dimana P* adalah harga barang luar negeri yang diukur dalam nilai mata uang asing dan e adalah nilai tukar mata uang domestik. Jika harga impor ini (eP*) dibagi dengan harga barang domestik, P, maka akan diperoleh q. Sehingga dapat dijelaskan bahwa variabel q merupakan rasio antara harga barang impor dengan harga barang ekspor yang diukur dalam mata uang domestik. Dalam analisis ekonomi terbuka, hubungan ini merupakan konsep nilai tukar riil. Jika q meningkat hal tersebut berarti harga barang impor lebih mahal dibandingkan dengan harga barang domestik, sehingga akan meningkatkan daya saing barang domestik di pasar internasional. Sebaliknya, penurunan pada q berarti harga barang domestik lebih mahal daripada harga barang luar negeri sehingga daya saing barang domestik di pasar internasional akan turun. Dengan mensubstitusi persamaan (2.1) dan persamaan (2.2) ke dalam persamaan (2.4) maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut : T = M*(q,Y*) – qM(q,Y) T = T(q,Y*,Y) T = T(Y*) – mY + øq
(2.5)
Dari persamaan diatas dapat diketahui beberapa variabel yang mempengaruhi neraca perdagangan. Tiga faktor penentu tersebut terdiri dari pendapatan luar negeri, pendapatan domestik, dan nilai tukar riil. Komponen pertama yang mempengaruhi neraca perdagangan adalah T yang tergantung pada pendapatan luar negeri, Y*, yang diasumsikan sebagai variabel eksogen.
15
Meningkatnya pendapatan luar negeri akan mendorong permintaan terhadap barang domestik. Peningkatan ekspor akan meningkatkan neraca perdagangan. Hal ini berarti neraca perdagangan meningkat ketika pendapatan luar negeri meningkat. Komponen kedua adalah pendapatan domestik. Variabel m menyatakan marginal propensity to impor yang didefinisikan sebagai bagian dari tambahan pendapatan yang digunakan untuk impor. Komponen yang terakhir adalah nilai tukar riil, q. Parameter ø menunjukkan akibat yang ditimbulkan dari perubahan nilai tukar terhadap neraca perdagangan. Nilai parameter ini bisa bernilai positif, negatif, atau nol. Jika bernilai positif, dengan meningkatnya nilai tukar riil maka akan meningkatkan neraca perdagangan. Sebaliknya jika bernilai negatif meningkatnya nilai tukar riil akan merusak nilai neraca perdagangan. Sehingga pengaruh perubahan nilai tukar terhadap neraca perdagangan tergantung dari tanda dan besaran parameter ø.
2. 1. 3. Kondisi Marshall-Lerner, Pendekatan Elastisitas Terhadap Neraca Perdagangan Keterkaitan antara perubahan nilai tukar dengan neraca perdagangan menjadi suatu masalah ekonomi yang cukup kontroversial. Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa dengan melemahnya nilai tukar suatu mata uang (depresiasi) akan meningkatkan neraca perdagangan. Sedangkan beberapa ahli ekonomi lainnya menentang pendapat tersebut. Pada persamaan (2.5) menunjukkan bahwa perubahan nilai tukar terhadap neraca perdagangan bersifat ambigu, bisa bernilai positif, negatif, atau nol. Perlu diperhatikan bahwa neraca perdagangan dipengaruhi oleh nilai tukar riil (q) bukan nilai tukar nominal (e). Hal ini
16
disebabkan bahwa neraca perdagangan tergantung dari permintaan barang domestik terhadap barang luar negeri, dimana permintaan ini tergantung dari harga relatif barang luar negeri terhadap barang domestik. Berdasarkan pendekatan Keynesian, tingkat harga dalam mata uang domestik diasumsikan bersifat kaku. Hal tersebut mengindikasikan bahwa nilai tukar nominal dan nilai tukar riil memiliki hubungan satu sama lain. Jika harga barang luar negeri dan harga barang domestik tetap, kemudian P*/P bersifat kaku dan terjadi perubahan pada nilai tukar riil maka tidak terdapat perbedaan antara nilai tukar nominal dan nilai tukar riil (Batiz, 1994). Sehingga diasumsikan bahwa nilai tukar nominal dan nilai tukar riil bergerak secara bersamaan. Ketika nilai mata uang domestik terdepresiasi, maka akan meningkatkan ekspor. Kondisi tersebut dapat terjadi karena ketika nilai mata uang domestik meningkat, maka harga barang luar negeri akan lebih mahal daripada harga barang domestik sehingga masyarakat luar negeri dan domestik lebih memilih untuk membeli barang barang domestik dan pada akhirnya akan meningkatkan neraca perdagangan. Pada penjelasan sebelumnya diketahui bahwa nilai ekspor dan impor dipengaruhi oleh jumlah fisik barang baik yang diekspor maupun yang diimpor. Responsivitas dari jumlah fisik barang yang diekspor dan diimpor terhadap depresiasi akan membawa dampak langsung terhadap neraca perdagangan. Responsivitas dari permintaan untuk ekspor dan impor terhadap depresiasi mata uang domestik disebut elastisitas harga terhadap permintaan ekspor dan impor. Elastisitas harga terhadap permintaan ekspor digunakan untuk mengukur
17
persentase perubahan ekspor jika terjadi perubahan 1 persen dalam harga relatif barang luar negeri terhadap barang domestik. Secara sistematis bentuk persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : η* = Δ M*/M* = ΔM* . q Δq/q
Δq
M*
(2.6)
Besarnya nilai η* menunjukkan perubahan q akan menyebabkan ekspor lebih responsif. Elastisitas harga terhadap permintaan impor digunakan untuk mengukur persentase perubahan impor jika terjadi perubahan 1 persen dalam harga relatif barang luar negeri terhadap barang domestik. Secara sistematis bentuk persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : η = - Δ M/M = - ΔM . Δq/q
Δq
q M
(2.7)
Tanda negatif menunjukkan bahwa peningkatan harga relatif barang luar negeri akan menurunkan impor. Besarnya nilai η menunjukkan perubahan q akan menyebabkan impor lebih responsif. Hubungan antara elastisitas harga dari permintaan ekspor dan impor tersebut dianalisis oleh kondisi Marshall-Lerner. Kondisi Marshall-Lerner dapat dirumuskan dalam persamaan berikut : η + η* > 1
(2.8)
Kondisi ini menyarankan bahwa sejauh nilai elastisitas harga dari permintaan ekspor dan impor lebih besar dari 1 maka devaluasi akan memperbaiki neraca perdagangan dalam jangka panjang. Dampak dari depresiasi mata uang atau
18
devaluasi pada neraca perdagangan di negara berkembang biasanya ditentukan oleh kondisi Marshall-Lerner. Dampak devaluasi terhadap transaksi berjalan dapat dirinci menjadi 3 , yaitu : 1. Devaluasi menurunkan impor riil, dan karena harga barang impor dalam mata uang asing adalah tetap maka hal ini juga berarti menurunnya pengeluaran dalam mata uang asing. Hal ini berdampak baik pada transaksi berjalan. 2. Devaluasi meningkatkan ekspor riil, sehingga hal ini berdampak baik bagi transaksi berjalan. 3. Meningkatnya kuantitas ekspor harus diikuti dengan menurunnya penerimaan mata uang asing. Hal ini disebabkan karena devaluasi akan menurunkan harga barang ekspor dalam mata uang asing. Hal ini berdampak kurang baik bagi transaksi berjalan. Dalam kondisi Marshall-Lerner, dijelaskan bahwa perubahan nilai tukar membawa dampak pada perubahan nilai dan perubahan volume (Husma, 2004) 1. Perubahan Nilai Jika terjadi depresiasi mata uang maka harga barang ekspor akan lebih mahal bila diukur dari mata uang negara negara mitra dagang. Perubahan nilai ini akan menurunkan nilai ekspor dalam mata uang mitra dagang. 2. Perubahan Volume Volume permintaan barang ekspor domestik akan meningkat karena harga barang ekspor murah. Sementara harga barang impor mahal sehingga
19
permintaan barang impor akan menurun. Perubahan volume akan berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan.
2. 1. 4. Definisi Nilai Tukar Nilai tukar atau kurs adalah harga mata uang suatu negara terhadap negara lain atau mata uang suatu negara dinyatakan dalam mata uang negara lain. Nilai tukar merupakan salah satu variabel yang penting dalam suatu perekonomian terbuka, karena variabel ini berpengaruh pada variabel lain seperti harga, tingkat bunga, neraca pembayaran, dan transaksi berjalan (Batiz, 1994). Peranan tersebut berkaitan dengan tingkat harga relatif dari barang dalam negeri dan barang luar negeri dalam suatu hubungan perdagangan internasional. Suatu perekonomian dapat memiliki tingkat nilai tukar yang berubah-berubah setiap waktu.
2. 1. 5. Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar secara sederhana dapat diartikan sebagai seperangkat kebijakan institusi, praktek, peraturan, dan mekanisme yang menentukan tingkat dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang lainnya. Sebagai dasar pertukaran mata uang suatu negara, maka setiap negara harus menetapkan kerangka atau sistem nilai tukar mata uangnya terhadap mata uang negara lainnya. Secara umum sistem nilai tukar yang diterapkan saat ini dapat dibagi atas 2 sistem yaitu, fixed exchange rate dan floating exchange rate.
20
1. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate) Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu nilai tukar tertentu atas mata uangnya. Untuk mempertahankan nilai tukarnya, pemerintah melalui bank sentral melakukan jual beli valuta asing. Nilai tukar biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sempit. Pada sistem ini, otoritas moneter tidak memiliki keleluasaan dalam mengendalikan kondisi moneter domestik. Kebaikan dari sistem nilai tukar tetap ini adalah adanya kepastian akan nilai tukar mata uang domestik dengan mata uang negara lain. Sehingga para eksportir dan importir dapat memperhitungkan transaksi perdagangan dengan pihak luar negeri. 2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate) Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilitas oleh otoritas moneter. Dalam arti, pemerintah atau otoritas moneter tidak berhak melakukan intervensi pasar, kecuali pada keadaan tertentu. 3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Manage Floating Exchange Rate) Pada sistem ini, otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan nilai tukar pada tingkat tertentu. Pada keadaan demikian biasanya cadangan devisa dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valuta asing di pasar untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar. Seberapa besar fluktuasi nilai tukar dalam sistem ini tergantung pada kemauan otoritas moneter untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing, serta tersedianya cadangan devisa
21
yang dimiliki negara tersebut lebih banyak persediaan cadangan devisa, maka lebih besar kemungkinan nilai tukar dapat distabilkan.
2. 1. 6. Teori Paritas Daya Beli Teori paritas daya beli memiliki 2 tipe yaitu, tipe absolut dan tipe relatif. Tipe absolut menyatakan bahwa keseimbangan nilai tukar sama dengan rasio harga domestik dan harga luar negeri. Persamaan dari teori paritas daya beli dapat dituliskan sebagai berikut : e= P P*
(2.9)
Keterangan : e = Nilai tukar nominal P = Harga barang dalam negeri P* = Harga barang luar negeri
Dari persamaan diatas, maka dapat diperoleh persamaan berikut : q = e . P* P Keterangan : q = Nilai tukar riil e = Nilai tukar nominal P = Harga barang dalam negeri P* = Harga barang luar negeri
(2.10)
22
Nilai tukar riil diasumsikan sama dengan 1. Nilai tukar riil akan lebih dari 1 apabila harga domestik lebih rendah dibandingkan dengan harga luar negeri. Nilai tukar riil akan kurang dari 1 jika harga domestik melebihi harga luar negeri yang dikonversikan ke dalam satuan mata uang dalam negeri. Tipe relatif menyatakan hal yang berbeda, yaitu perubahan pada keseimbangan nilai tukar akan sama dengan perubahan pada rasio tingkat harga. Secara umum tingkat persentase dari perubahan nilai tukar sama dengan perbedaan persentase tingkat harga (inflasi) antara luar negeri dan domestik.
2.1.7. Definisi Uang Salah satu bagian terpenting dalam aktivitas perekonomian suatu negara adalah uang. Definisi uang adalah persediaan aset yang dapat dengan segera digunakan untuk melakukan transaksi (Mankiw, 2000). Uang juga menjadi salah satu faktor penting dalam transaksi perdagangan. Tiga fungsi utama uang, yaitu; 1.
Sebagai penyimpan nilai (store of value).
2.
Sebagai unit hitung (unit of account).
3.
Sebagai media pertukaran (medium of exchange).
Jumlah uang yang tersedia atau dipegang oleh masyarakat disebut jumlah uang beredar (money supply). Pengendalian jumlah uang yang beredar di masyarakat perlu dilakukan mengingat jumlah uang beredar menentukan tingkat harga dan tingkat inflasi. Secara umum jenis uang dibagi menjadi dua. Pertama, uang kartal atau mata uang (currency) yaitu jumlah uang kertas dan uang logam yang beredar.
23
Sebagian besar transaksi harian menggunakan mata uang sebagai media pertukaran. Kedua, rekening giro (demand deposit) yaitu dana yang dipegang oleh masyarakat dalam bentuk rekening cek. Keynes dalam Mishkin (2001) menjelaskan tiga motif orang memegang uang, antara lain : 1.
Motif transaksi. Secara teoritis, semakin besar jumlah uang yang beredar dalam masyarakat maka akan menyebabkan meningkatnya konsumsi. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi kebutuhan masyarakat maka semakin besar pula keinginan masyarakat untuk bertransaksi.
2.
Motif berjaga-jaga. Uang diperlukan karena masyarakat memiliki ekspektasi terhadap kebutuhan yang tidak terduga.
3.
Motif spekulasi. Terjadi untuk membiayai suatu transaksi yang menimbulkan pendapatan tetapi tidak terdapat ketidakpastian dalam pendapatan tersebut.
2.1.8. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan Dalam perekonomian terbuka, pasar uang dan pasar barang memiliki keterkaitan satu sama lain. Selain neraca perdagangan, dalam sistem perekonomian terbuka terjadi pula arus modal internasional. Hubungan antara pasar uang dan pasar barang dapat dijelaskan oleh persamaan pendapatan nasional dalam bentuk tabungan dan investasi (Mankiw, 2000).
24
Y = C + I + G + NX Y – C – G = I + NX S = I + NX S – I = NX NX = S – I(r*)
(2.11)
Persamaan diatas menunjukkan bahwa ekspor neto suatu perekonomian harus selalu sama dengan selisih antara tabungan dan investasi atau arus modal keluar neto. Investasi bergantung pada tingkat bunga riil dunia. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan perekonomian kecil terbuka, sehingga tingkat bunga riil sama dengan tingkat bunga riil dunia (r = r*). Hubungan antara tingkat suku bunga dengan neraca perdagangan. S Tingkat bunga (r)
r = r* ---------------------------NX--------------------- I(r)2 I(r)1
Investasi, Tabungan (I,S) Gambar 2.1. Kurva Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Neraca Perdagangan Jika tingkat suku bunga menurun maka permintaan terhadap barangbarang investasi akan meningkat pada setiap tingkat bunga (asumsi r = r*). Meningkatnya investasi menyebabkan kurva investasi bergeser dari I(r)1 ke I(r)2 pada tingkat dunia tertentu. Dampak dari investasi yang meningkat akan menyebabkan investasi harus dibiayai dengan utang luar negeri karena tabungan tidak berubah, yang berarti arus modal keluar neto adalah negatif. Karena NX = S
25
– I, kenaikan dalam I menunjukkan penurunan dalam NX atau neraca perdagangan.
2. 2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Agbola (2004) dalam penelitiannya menganalisis tentang pengaruh dari devaluasi terhadap neraca perdagangan di negara Ghana. Ghana merupakan salah satu negara sedang berkembang yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang. Dalam penelitian tersebut dijelaskan beberapa masalah ekonomi yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang seperti, defisit balance of payment, distorsi harga, hutang luar negeri yang cukup besar, serta menurunnya nilai mata uang dalam negeri. IMF sebagai salah satu lembaga keuangan internasional mengajukan Structural Adjusment Program (SAP) yang diperuntukkan bagi negara yang sedang berkembang dalam menghadapi masalah ekonomi. Salah satu langkah yang terdapat dalam SAP adalah mendevaluasi mata uang domestik. Dengan mendevaluasi mata uang domestik maka akan menstimulus ekspor yang berimplikasi pada meningkatnya nilai neraca perdagangan. Penelitian ini menggunakan metode analisis the Stock-Watson dynamic OLS model yang merupakan salah satu estimator yang cukup baik untuk menganalisis hubungan jangka panjang antara neraca perdagangan, pendapatan dalam dan luar negeri, suku bunga domestik dan luar negeri, serta nilai tukar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa devaluasi tidak meningkatkan neraca perdagangan dalam jangka panjang.
26
Miller (2004) dalam penelitiannya menguji tentang hubungan antara depresiasi nilai tukar dan ekspor yang terjadi di Singapura. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa depresiasi secara signifikan tidak meningkatkan ekspor tetapi resiko dari nilai tukar menghambat peningkatan nilai ekspor. Dari penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa pembuat kebijakan lebih baik meningkatkan promosi ekspor dengan menstabilkan nilai tukar mata uang domestik. Sugema (2005) dalam penelitiannya menganalisis tentang pengaruh depresiasi nilai tukar riil dan supply side shock terhadap ekspor dan impor. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa neraca perdagangan akan meningkat jika terjadi depresiasi atau devaluasi dimana ekspor akan meningkat dan impor menurun. Karena elastisitas impor terhadap nilai tukar riil lebih besar daripada ekspor, peningkatan neraca perdagangan mungkin dapat terjadi dengan menekan impor. Pratika (2007) dalam penelitiannya menganalisis tentang pengaruh fluktuasi nilai tukar pada ekspor komoditi unggulan pertanian (karet dan kopi) dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi unggulan pertanian (karet dan kopi) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode analisis Vector Auto Regression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi nilai tukar tidak berpengaruh terhadap nilai ekspor komoditi karet dan kopi. Hal ini dikarenakan nilai ekspor komoditi karet dan kopi lebih dipengaruhi oleh harga pasar internasional.
27
2. 3. Kerangka Konseptual Neraca pedagangan atau trade balance merupakan selisih antara nilai ekspor dan nilai impor. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya, dijelaskan bahwa perubahan pada neraca perdagangan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain pendapatan nasional dalam negeri, pendapatan nasional luar negeri, jumlah uang beredar dalam negeri, jumlah uang beredar luar negeri, suku bunga dalam negeri, suku bunga luar negeri, dan nilai tukar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan nilai tukar terhadap neraca perdagangan. Jika suatu nilai mata uang terdepresiasi, maka ekspor akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan neraca perdagangan. Sebaliknya, jika nilai mata uang terapresiasi maka impor akan meningkat sehingga nilai neraca perdagangan akan menurun. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah error correction model (ECM). Metode ini digunakan untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Setelah diperoleh hasil estimasi kemudian dibandingkan dengan hipotesis.
28
Balance of Payment
Current Account
Capital Account
Neraca Perdagangan (X-M)
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia : 1. GDP Riil Indonesia 2. GDP Riil Amerika 3. M1 Indonesia 4. M1 Amerika 5. SBI 6.Tingkat suku bunga Fed 7. Nilai tukar rupiah 8. Dummy krisis
Analisis model neraca perdagangan jangka pendek ECM, Diagnostic Test
Uji Kointegrasi Engle Granger Analisis model neraca perdagangan jangka panjang
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual
Faktor-faktor yang mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia
29
2. 4. Hipotesis Dalam penelitian ini ada hipotesis yang akan diuji, antara lain: 1. Tingkat pendapatan nasional dalam negeri memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia. 2. Tingkat pendapatan nasional luar negeri memiliki hubungan positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. 3. Jumlah uang beredar dalam negeri memiliki hubungan yang negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia. 4. Jumlah uang beredar luar negeri memiliki hubungan yang positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. 5. Tingkat suku bunga dalam negeri memiliki hubungan positif terhadap neraca perdagangan Indonesia. 6. Tingkat suku bunga luar negeri memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia Indonesia. 7. Nilai tukar memiliki hubungan positif dengan neraca perdagangan Indonesia.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3. 1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dimana data sekunder tersebut merupakan data time series (runtun waktu). Data time series yang digunakan adalah data kwartalan dengan sampel waktu dari bulan Januari 1990 sampai dengan bulan Desember 2005. Pada penelitian ini menggunakan beberapa variabel. Tabel 3.1. Variabel yang digunakan dalam penelitian Variabel
Simbol
Satuan
Sumber
Neraca Perdagangan Riil
TB
Miliar US$
IFS
GDP Riil Indonesia
YD
Juta Rp
IFS
GDP Riil Amerika
YF
Juta US$
IFS
M1 Indonesia
MD
Miliar Rp
BI
M1 Amerika
MF
Juta US$
IFS
SBI
RD
Persen
BI
Fed Rate
RF
Persen
IFS
RER
Rp/US$
BI
Nilai Tukar Riil
Semua variabel yang digunakan dalam bentuk logaritma kecuali tingkat suku bunga. Sumber data diperoleh dari laporan mingguan, laporan bulanan, dan laporan tahunan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), dan IFS, serta indikator ekonomi.
31
3. 2. Metode Analisis dan Pengolahan Data Model analisis untuk menentukan hubungan nilai tukar terhadap neraca perdagangan menggunakan model ekonometrika. Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi neraca perdagangan ditelaah dengan mengunakan metode analisis Error Correction Model (ECM). Metode ini dianggap paling baik dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Software yang digunakan untuk analisis ECM dalam penelitian ini adalah E-Views 4.1.
3. 2. 1. Error Correction Model (ECM) Error Correction Model merupakan salah satu model dinamik yang diterapkan secara luas dalam analisis ekonomi. Konsep ECM pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dalam Thomas, 1997, model ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan data time series yang tidak stasioner dan regresi palsu (spurious regression). Munculnya ECM untuk mengatasi perbedaan konsistensi hasil estimasi antara jangka pendek dengan jangka panjang, yaitu dengan cara proporsi disequilibrium pada satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya. Sehingga tidak ada kesalahan dalam menggunakan model yang dianalisis (Isbandriyah dalam Kusumastuti, 2005). Munculnya ketidakseimbangan kesalahan terjadi dikarenakan oleh beberapa hal. Pertama, kesalahan spesifikasi antara lain kesalahan pemilihan variabel, parameter, dan keseimbangan itu sendiri. Kedua, kesalahan membuat definisi variabel dan cara mengukurnya. Ketiga, kesalahan yang disebabkan oleh
32
faktor manusia dalam menginput data. Thomas (1997), mengemukakan bahwa error correction model memiliki beberapa kegunaan dalam analisis ekonomi, antara lain : 1. Dapat digunakan untuk mengatasi masalah data time series yang non stasioner dan regresi palsu. 2. Dapat mengeliminasi trend dari variabel dengan mengubah variabel-variabel dalam bentuk first difference. 3. ECM dapat melihat kecenderungan umum dan membaginya menjadi pendekatan jangka pendek dan jangka panjang. Dengan cara melakukan uji stasioneritas terhadap data terlebih dahulu dapat membantu kita menghindari masalah pada saat pengolahan data nantinya seperti masalah kolinieritas antar data yang dapat menyebabkan standart error yang sangat besar. 4. Dapat membedakan dengan jelas antar parameter jangka panjang sehingga sangat ideal untuk digunakan menaksir dari keakuratan sebuah hipotesis. Sebagai salah satu model dinamik yang penerapannya digunakan dalam analisis ekonomi, ECM memiliki kelebihan antara lain seluruh komponen dan informasi pada tingkat variabel telah dimasukkan dalam model, memasukkan semua bentuk kesalahan untuk dikoreksi yaitu dengan cara mendaur ulang error yang terbentuk pada periode sebelumnya, menghindari terjadinya trend dan regresi palsu (spurious regression). Kelebihan lain dari model ini adalah sifat-sifat statistik yang diinginkan dari model dan pemberian makna yang lebih sederhana. Dengan kata lain, model ECM mampu memberikan makna lebih jelas dari estimasi model ekonomi
33
sehingga pengaruh perubahan variabel independen terhadap variabel dependen dalam hubungan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk menganalisis hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari variabel neraca perdagangan dan variabel-variabel yang mempengaruhinya model persamaan yang digunakan merujuk pada model yang dikemukakan oleh Agbola dalam penelitiannya yang berjudul “Ghana’s Exchange Rate Reform and Its Impact on Balance of Trade”. Bentuk model yang digunakan adalah sebagai berikut : LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYFt + α3LMDt + α4LMFt + α5RDt + α6RFt + α7LRERt + εt (3.1) dengan α1 < 0, α2 > 0, α3 < 0, α4 > 0, α5 > 0, α6 < 0, dan α7 > 0 Dengan mengadopsi model yang digunakan Agbola, maka persamaan struktural yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYFt + α3LMDt + α4LMFt + α5RDt + α6RFt + α7LRERt + α8 dummy + εt (3.2) dengan α1 < 0, α2 > 0, α3 < 0, α4 > 0, α5 > 0, α6< 0, α7 > 0, dan α8 > 0 Pada persamaan (3.2) diatas, apabila dituliskan dalam persamaan Autoregressive Distributed Lag (ADL) dengan lag satu, maka persamaan tersebut akan menjadi sebagai berikut : LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYDt-1 + α3LYFt + α4LYFt-1 + α5LMDt + α6LMDt-1 + α7LMFt + α8LMFt-1 + α9RDt + α10RDt-1 + α11LRFt + α12LRFt-1 + α13LRERt + α14LRERt-1 + γLTBt-1 + α15 dummy + εt (3.3) dengan mengurangkan tiap sisi dengan LTBt-1 maka persamaan (3.3) dapat dirumuskan sebagai berikut :
34
LTBt – LTBt-1 = α0 + α1LYDt + α2LYDt-1 + α3LYFt + α4LYFt-1 + α5LMDt + α6LMDt-1 + α7LMFt + α8LMFt-1 + α9RDt + α10RDt-1 + α11RFt + α12RFt-1 + α13LRERt + α14LRERt-1 + γLTBt-1 - LTBt-1 + α15 dummy + εt (3.4) Persamaan (3.4) diatas dapat dirumuskan kembali menjadi : Δ LTBt = α0 + α1LYDt + α2LYDt-1 + α3LYFt + α4LYFt-1 + α5LMDt + α6LMDt-1 + α7LMFt + α8LMFt-1 + α9RDt + α10RDt-1 + α11RFt + α12RFt-1 + α13LRERt + α14LRERt-1 - (1 - γ)LTBt-1 + α15 dummy + εt (3.5) Kemudian pada sisi sebelah kanan persamaan (3.5) ditambah dan dikurangi dengan α1LYDt-1 , α3LYFt-1 , α5LMDt-1 , α7LMFt-1 , α9RDt-1 , α11RFt-1 , dan α13LRERt-1 sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : Δ LTBt = α0 + α1LYDt - α1LYDt-1 + α1LYDt-1 + α2LYDt-1 + α3LYFt - α3LYFt-1 + α3LYFt-1 + α4LYFt-1 + α5LMDt - α5LMDt-1 + α5LMDt-1 + α6LMDt-1 + α7LMFt α7LMFt-1 + α7LMFt-1 + α8LMFt-1 + α9RDt - α9RDt-1 + α9RDt-1 + α10RDt-1 + α11RFt - α11RFt-1 + α11RFt-1 + α12RFt-1 + α13LRERt - α13LRERt-1 + α13LRERt-1 + α14LRERt-1 - (1 - γ)LTBt-1 + α15 dummy + εt (3.6) Persamaan (3.6) dapat disederhanakan menjadi persamaan berikut : Δ LTBt = α0 + α1 Δ LYDt + (α1 + α2) LYDt-1 + α3 Δ LYFt + (α3 + α4) LYFt-1 + α5 Δ LMDt + (α5 + α6) LMDt-1 + α7 Δ LMFt + (α7 + α8) LMFt-1 + α9 Δ RDt + (α9 + α10) RDt-1 + α11 Δ RFt-1 + (α11 + α12) RFt-1 + α13 Δ LRERt + (α13 + α14) LRERt-1 (1 - γ)LTBt-1 + α15 dummy+ εt (3.7) dengan asumsi λ = 1 – γ dan β1 = (α1 + α2)/ λ , β2 = (α3 + α4)/ λ , β3 = (α5 + α6)/ λ , β4 = (α7 + α8)/ λ , β5 = (α9 + α10)/ λ , β6 = (α11 + α12)/ λ , β7 = (α13 + α14)/ λ maka persamaan (3.7) dapat dirumuskan sebagai berikut : Δ LTBt = α0 + α1 Δ LYDt + β1LYDt-1 + α3 Δ LYFt + β2 LYFt-1 + α5 Δ LMDt + β3 LMDt-1 + α7 Δ LMFt + β4LMFt-1 + α9 Δ RDt + β5 RDt-1 + α11 Δ RFt-1 + β6 RFt-1 + α13 Δ LRERt + β7LRERt-1 - λ LTBt-1 + α15 dummy+ εt (3.8) sehingga : Δ LTBt = α0 + α1 Δ LYDt + α3 Δ LYFt + α5 Δ LMDt + α7 Δ LMFt + α9 Δ LRDt + α11 Δ LRFt-1 + α13 Δ LRERt - λ (LTBt-1 – β0 - β1LYDt-1 - β2 LYFt-1 - β3 LMDt-1 β4LMFt-1 - β5 RDt-1 - β6 RFt-1 - β7LRERt-1) + α15 dummy+ εt (3.9)
35
dimana α0 = b0 , α1 = b1 , α3 = b2 , α5 = b3 , α7 = b4 , α9 = b5 , α11 = b6 , α13 = b7, maka persamaan (3.7) dapat dirumuskan kembali sebagai berikut : Δ LTBt = b0 + b1 Δ LYDt + b2 Δ LYFt + b3 Δ LMDt + b4 Δ LMFt + b5 Δ RDt + b6 Δ RFt-1 + b7 Δ LRERt - λ (LTBt-1 – β0 - β1LYDt-1 - β2 LYFt-1 - β3 LMDt-1 -β4LMFt-1 β5 RDt-1 - β6 RFt-1 - β7LRERt-1) + α15 dummy+ εt (4.0) dengan demikian persamaan neraca perdagangan dengan model ECM yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentuk sederhana dari persamaan (4.0) yaitu sebagai berikut : Δ LTBt = b0 + b1 Δ LYDt + b2 Δ LYFt + b3 Δ LMDt + b4 Δ LMFt + b5 Δ RDt + b6 Δ RFt+ b7 Δ LRERt + α15 dummy - λ ECT (4.1) dimana ECT = εt-1 = LTBt-1 – β0 - β1LYDt-1 - β2 LYFt-1 - β3 LMDt-1 -β4LMFt-1 - β5 LRDt-1 - β6 LRFt-1 - β7LRERt-1 dengan b1 > 0 , b2 > 0 , b3 < 0 , b4 > 0 , b5 > 0 , b6 < 0 , b7 > 0 Keterangan : b0
: Intersep
bt
: Parameter yang diduga, dimana (n = 1, 2, 3,..., 7) dan menggambarkan hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen.
λ
: Parameter Error Correction Term
LYDt
: Pendapatan dalam negeri (Indonesia) pada periode t
LYFt
: Pendapatan luar negeri (Amerika Serikat) pada periode t
LMDt
: Jumlah uang beredar dalam negeri (Indonesia) pada periode t
LMFt
: Jumlah uang beredar luar negeri (Amerika Serikat) pada periode t
RDt
: Tingkat suku bunga domestik (SBI) pada periode t
RFt
: Tingkat suku bunga luar negeri (Fed Rate) pada periode t
LRERt
: Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika pada periode t
LYDt-1
: Lag pertumbuhan pendapatan dalam negeri (Indonesia) pada
36
periode sebelumnya LYFt-1
: Lag pertumbuhan pendapatan luar negeri (Amerika Serikat) pada periode sebelumnya
LMDt-1
: Lag pertumbuhan jumlah uang beredar dalam negeri (Indonesia) pada periode sebelumnya
LMFt-1
: Lag pertumbuhan jumlah uang beredar luar negeri (Amerika Serikat) pada periode sebelumnya
RDt-1
: Lag pertumbuhan tingkat suku bunga dalam negeri (SBI) pada periode sebelumnya
RFt-1
: Lag pertumbuhan tingkat suku bunga luar negeri (Fed Rate) pada periode sebelumnya
LRERt -1
: Lag pertumbuhan nilai tukar rupiah terhadap dollar pada periode sebelumnya
ECT
: Error Correction Term
3. 2. 2. Pengujian Pra-Estimasi 1. Uji Stasioneritas Data Sebelum melakukan proses estimasi terhadap model regresi, tahap awal yang perlu dilakukan adalah mengetahui apakah data time series tersebut bersifat stasioner atau bersifat tidak stasioner. Dalam penelitian ini akan dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui apakah data tersebut bersifat stasioner atau tidak. Uji akar unit yang dilakukan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Apabila suatu data memiliki sifat yang non stasioner maka berbagai indikator yang menyertai hasil analisis empirik atau hasil analisis model regresi menunjukkan sifat-sifat yang tidak valid. Hipotesis yang digunakan yaitu sebagai berikut :
37
H0 : Data tidak stasioner (mengandung unit root) H1 : Data stasioner (tidak mengandung unit root) Menurut Isbandriyah dalam Kusumastuti (2004), model yang mengandung variabel yang tidak stasioner sering menimbulkan masalah regresi lancung atau spourious regression, yaitu hasil estimasi yang diperoleh dari model secara statistik signifikan tetapi pada kenyataannya secara ekonomi tidak memiliki arti apapun atau tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada. Terdapat beberapa perbedaan antara data time series yang stasioner dan data time series yang non stasioner. Pada data time series yang stasioner, dampak guncangan yang terjadi hanya bersifat sementara. Dalam jangka panjang dampak dari guncangan tersebut akan berkurang sehingga akan kembali ke long run mean levelnya dan berfluktuasi di sekitar mean tersebut. Sedangkan pada data time series yang tidak stasioner dampak guncangan akan mengakibatkan perubahan dalam jangka panjang. Menurut Thomas dalam Kusumastuti (2004), berikut beberapa perilaku dari data yang bersifat stasioner : 1. Mean dari data menunjukkan perilaku yang konstan. 2. Data stasioner menunjukkan varian yang konstan. 3. Correlogram yang menyempit seiring dengan penambahan waktu. Sedangkan untuk data yang bersifat tidak stasioner memiliki perilaku sebagai berikut : 1. Data yang tidak stasioner tidak memiliki long run mean. 2. Memiliki ketergantungan terhadap waktu dan varian dari data yang tidak stasioner akan semakin besar tanpa batas seiring dengan perubahan waktu.
38
3. Correlogram dari data tersebut cenderung melebar.
2. Uji Derajat Integrasi Setelah dilakukan uji akar-akar unit, tahap selanjutnya adalah uji derajat integrasi. Uji derajat integrasi dilakukan jika asumsi stasioneritas data pada derajat nol atau I(0) tidak terpenuhi. Pada uji derajat integrasi ini sangat penting untuk mengetahui terlebih dahulu apakah data bersifat stasioner dan berapa kali variabel harus di-difference untuk menghasilkan variabel yang stasioner. Variabel yang digunakan di-difference pada derajat tertentu sehingga semua variabel stasioner pada derajat yang sama. Suatu variabel dikatakan stasioner pada first difference jika setelah di-difference satu kali nilai Augmented Dickey Fuller (ADF) tes lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon.
3. Uji Kointegrasi Setelah dilakukan uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi maka akan dilakukan analisis kointegrasi. Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang (long term relationship) antara variabel-variabel yang tidak stasioner. Ini berarti bahwa walaupun secara individual tidak stasioner namun kombinasi linier antara variabel tersebut dapat menjadi stasioner (Engle-Granger dalam Thomas,1997). Suatu sistem variabel dikatakan terkointegrasi jika beberapa variabel tersebut (minimal satu variabel) terintegrasi pada level satu (1(1)) dan berlaku kombinasi linier dari sistem variabel tersebut yang terintegrasi pada level nol
39
(1(0)), yaitu disequilibrium error atau residual (ut) bersifat stasioner. Langkah ini merupakan uji untuk menghindari regresi yang palsu. Metode yang digunakan dalam uji kointegrasi adalah metode EngleGranger. Metode kointegrasi Engel-Granger menggunakan metode Augmented Dickey Fuller (ADF) yang terdiri dari 2 tahap. Tahap pertama, meregresi persamaan OLS kemudian mendapatkan residual dari persamaan tersebut. Tahap yang kedua, dengan menggunakan metode ADF, dilakukan uji akar unit terhadap residual dengan hipotesis yang sama dengan hipotesis uji akar-akar unit ADF variabel-variabel sebelumnya. Jika hipotesis nol ditolak atau signifikan, maka variabel residual memiliki sifat stasioner dengan kata lain kombinasi linier antar variabel adalah stasioner. Dengan kata lain meskipun variabel-variabel yang digunakan tidak stasioner namun dalam jangka panjang variabel-variabel tersebut cenderung menuju keseimbangan. Oleh karena itu, kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut disebut regresi kointegrasi. Parameter-parameter yang dihasilkan dari kombinasi tersebut dapat disebut sebagai koefisien-koefisien jangka panjang atau cointegrated parameters.
3. 3. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik Uji pelanggaran asumsi klasik dalam peneltian ini terdiri dari uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji normalitas.
40
1. Uji Autokorelasi Asumsi penting dari model linier klasik adalah bahwa tidak ada autokorelasi atau kondisi yang berurutan di antara gangguan atau disturbansi yang masuk ke dalam fungsi regresi populasi. Definisi autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross sectional). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model dapat dilakukan melalui uji Durbin-Watson. Dimana, jika nilai DW > 2 atau nilai DW < 2 maka model tersebut diindikasikan terdapat autokorelasi. Uji lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test yang digunakan dalam penelitian ini. Hipotesis yang digunakan : H0 : tidak terdapat autokorelasi H1 : terdapat autokorelasi Jika nilai Probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α) maka tolak H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya jika nilai Probability Obs*R-Squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α) maka terima H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi dalam model. 2. Uji Heteroskedastisitas Asumsi penting dari model regresi linier klasik yang lain adalah bahwa gangguan atau disturbansi yang muncul dalam fungsi regresi populasi adalah homoskedastik (semua gangguan memiliki varians yang sama) atau tidak terjadi herekoskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala heterokedastisitas
41
dalam model maka dapat dilakukan uji White Heterokedasticity. Hipotesis yang digunakan : H0 : tidak terdapat heterokedastisitas (homokedastisitas) H1 : terdapat heterokedastisitas Jika nilai Probability Obs*R-Squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α) maka tolak H0, ini berarti model mengandung masalah heterokedastisitas. Dan sebaliknya, jika nilai Probability Obs*R-Squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α) maka terima H0, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terdapat masalah heterokedastisitas. 3. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term mendekati distribusi normal. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, prosedur pengujian menggunakan statistik t menjadi tidak sah. Uji yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera. Uji ini didasarkan pada error penduga least square. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut : (i). H0 : Error Term terdistribusi normal H1 : Error Term tidak terdistribusi dengan normal (ii). Daerah kritis penolakan H0 adalah Jarque Bera (J-B) > χdf-22 atau probabilitas < α.
3. 4. Pengujian Hipotesis Dalam penelitian, pengujian hipotesis dapat dilakukan secara keseluruhan dan secara individu.
42
1. Pengujian Koefisien Regresi secara Keseluruhan dan Serentak Untuk menguji parameter regresi secara keseluruhan dalam mempengaruhi variabel terikat dapat dilakukan dengan uji F. Hipotesis yang digunakan dalam uji ini adalah sebagai berikut : H0 : β1 = β2 = β3 = ... = βk = 0 H1 : paling tidak ada satu βk ≠ 0 Statistik uji : Fhitung = R2/(k-1) (1-R2)/(n-k) dimana : R2 : koefisien determinasi k : jumlah parameter n : jumlah observasi Apabila : Fhitung > Ftabel, (k-1)(n-k) maka tolak H0 Fhitung < Ftabel, (k-1)(n-k) maka terima H0 Jika H0 ditolak berarti secara bersama-sama variabel eksogen dalam model berpengaruh terhadap variabel endogen. Uji yang dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji parameter regresi secara keseluruhan yaitu dengan melihat nilai probabilitas F-statistik. Apabila nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α) maka variabel bebas secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap persamaan yang digunakan. 2. Pengujian Koefisien Regresi secara Individu
43
Pengujian koefisien regresi secara individu dilakukan untuk mengetahui apakah parameter dari masing-masing peubah secara individu berpengaruh nyata atau signifikan terhadap peubah tak bebas. Hipotesis yang digunakan : H0 : βi = 0 , i = 1, 2, 3,..., i H 1 : βi ≠ 0 Statistik uji : thitung =
βi Se(βi )
dimana : Se(βi ) : standar deviasi untuk parameter ke-i βi : koefisien regresi atau parameter k : jumlah parameter n : jumlah observasi Apabila : thitung > ttabel, (k-1)(n-k) maka tolak H0 thitung < ttabel, (k-1)(n-k) maka terima H0 Jika H0 ditolak, maka variabel eksogen dalam model berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel endogen. Uji yang dilakukan dalam penelitian ini untuk menguji parameter regresi secara individu yaitu dengan melihat nilai probabilitas t-statistik. Apabila nilai probabilitas t-statistik lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α) maka variabel bebas secara individu berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat dalam model.
IV. GAMBARAN UMUM NERACA PERDAGANGAN INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR DALAM NEGERI YANG MEMPENGARUHINYA
4.1. Gambaran Umum Neraca Perdagangan Indonesia Nilai neraca perdagangan Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Nilai neraca ini tergantung dari kinerja ekspor dan impor baik dalam komoditi migas maupun non migas. Dari tahun 1990, nilai neraca perdagangan Indonesia terus mengalami peningkatan. Perubahan nilai neraca pedagangan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut. 9,000.00 8,000.00 miliar US$
7,000.00 6,000.00 5,000.00 4,000.00 3,000.00 2,000.00 1,000.00
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
0.00
tahun
Sumber: International Financial Statistics (2007) Gambar 4.1. Grafik Neraca Perdagangan Indonesia Tahun 1990-2005
Grafik di atas menunjukkan dari tahun 1990-1997, nilai neraca perdagangan Indonesia terus mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu signifikan. Pada periode tahun tersebut, nilai neraca perdagangan tertinggi dicapai pada tahun 1992 sebesar 2.629 miliar US$. Pada tahun 1993 nilai neraca perdagangan Indonesia
45
mengalami penurunan dari 2629 miliar US$ menjadi 1577 miliar US$. Namun menginjak tahun 1994 nilai neraca perdagangan Indonesia mulai memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan. Membaiknya nilai neraca perdagangan membawa dampak positif bagi peekonomian Indonesia. Memasuki akhir tahun 1997 Indonesia mengalami krisis moneter yang ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Dengan terdepresiasinya nilai berimplikasi pada neraca perdagangan Indonesia. Nilai tukar yang melemah terhadap dollar Amerika justru mampu meningkatkan daya saing produk domestik. Sehingga mampu memperbaiki kinerja ekspor yang pada akhirnya nilai neraca perdagangan Indonesia akan membaik. Namun di satu sisi, terdepresiasinya nilai tukar rupiah membawa dampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Pada akhir tahun 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus melemah sampai level Rp 4.650/US$ sedangkan nilai neraca perdagangan Indonesia mencapai nilai 2979 miliar US$. Krisis yang masih berlangsung sampai tahun 1998 menyebabkan nilai rupiah terus merosot sampai level Rp 8.025/US$. Melemahnya nilai rupiah berimplikasi pada neraca perdagangan Indonesia. Kenaikan yang cukup signifikan terjadi pada nilai neraca perdagangan Indonesia yaitu sebesar 3536,28 miliar US$. Sampai pada pasca krisis, volatilitas nilai tukar terus mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia.
46
4.2. Gambaran Umum GDP Riil Indonesia Sama halnya dengan neraca perdagangan Indonesia, nilai GDP ril Indonesia terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Nilai GDP riil Indonesia dari tahun 1990-1997 terus mengalami peningkatan karena pada sat itu kondisi perekonomian Indonesia masih stabil. Menginjak pada tahun 1997, nilai
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
5,000.00 4,500.00 4,000.00 3,500.00 3,000.00 2,500.00 2,000.00 1,500.00 1,000.00 500.00 0.00 19 90
juta Rp
GDP riil Indonesia mulai mengalami penurunan.
tahun
Sumber: International Financial Statistics (2007) Gambar 4.2. Grafik GDP Riil Indonesia Tahun 1990—2005
Adanya krisis moneter yang terjadi di hampir seluruh Negara Asia membawa pengaruh terhadap perekonomian Indonesia termasuk pendapatan nasional Indonesia. Pada akhir tahun 1997 nilai GDP riil Indonesia sebesar Rp3.277,97 juta dan pada akhir tahun 1998 nilai GDP riil Indonesia menurun cukup signifikan menjadi sebesar Rp 2.747,97. Mulai meredanya krisis ekonomi pada akhir tahun 1998 membawa dampak baik bagi perekonomian Indonesia,
47
dimana pendapatan nasional Indonesia mulai meningkat. Pada tahun berikutnya nilai
GDP
riil
Indonesia
terus
mengalami
peningkatan.
Hal
tersebut
mengindikasikan kinerja perekonomian Indonesia yang mulai membaik.
4.3. Gambaran Umum Jumlah Uang Beredar di Indonesia Jumlah uang beredar merupakan salah satu instrumen dalam kebijakan moneter. Pertumbuhan jumlah uang beredar yang rendah akan menurunkan tingkat inflasi dan defisit transaksi berjalan secara signifikan, akan tetapi hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang rendah. Oleh karena itu, pengendalian
jumlah
uang
beredar
perlu
dilakukan
untuk
mendorong
pertumbuhan ekonomi dengan tetap mengendalikan tingkat inflasi dan neraca pembayaran. Perkembangan jumlah uang yang beredar di Indonesia dapat dilihat dari Gambar 4.3 berikut. 300,000.00
miliar Rp
250,000.00 200,000.00 150,000.00 100,000.00 50,000.00
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
0.00
tahun
Sumber : Bank Indonesia (2007) Gambar 4.3. Grafik Jumlah Uang Beredar di Indonesia Tahun 1990-2005
48
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa peningkatan cukup signifikan pada jumlah uang yang beredar di Indonesia terjadi pada tahun 1997 atau pada saat terjadi krisis moneter. Besarnya jumlah uang beredar pada tahun 1996 sebesar Rp 63.565 miliar dan pada tahun 1997 meningkat menjadi Rp 98.270,29 miliar. Peningkatan ini terjadi bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mengingat pada masa tersebut kondisi perekonomian Indonesia kurang menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Namun seperti penjelasan di atas dengan adanya peningkatan jumlah uang yang beredar justru tidak akan menurunkan tingkat inflasi.
4.4. Gambaran Umum Tingkat Suku Bunga SBI Sebagai negara kecil dengan sistem perekonomian terbuka, kinerja perekonomian Indonesia tidak terlepas dari faktor-faktor eksternal terutama kinerja dan arah pembangunan ekonomi dari negara lain. Negara yang paling dominan dalm mempengaruhi kinerja perekonomian Indonesia adalah Amerika Serikat. Kebijakan Amerika Serikat dalam peningkatan suku bunga Fed, mempengaruhi suku bunga di Indonesia. Peningkatan suku bunga yang cukup signifikan terjadi pada saat terjadi krisis yaitu pada tahun 1997 yang mencapai 20% bahkan pada tahun 1998 tingkat suku bunga SBI mencapai level 38,44%. Kenaikan ini terjadi karena adanya ekspektasi inflasi yang cukup tinggi serta melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Pasca krisis moneter, BI selaku otoritas moneter mulai menurunkan tingkat suku bunga, Penurunan tingkat suku bunga ini dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi
49
makroekonomi yang mulai stabil yang tercermin pada perkembangan nilai tukar, tingkat inflasi, dan kondisi moneter. 45.00 40.00 35.00 persen
30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
0.00
tahun
Sumber : Bank Indonesia (2007) Gambar 4.4. Grafik Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Tahun 1990-2005
4.5. Gambaran Umum Nilai Tukar Rupiah Salah satu faktor yang mempengaruhi aliran barang, jasa, dan modal antara Indonesia dengan luar negeri adalah nilai tukar rupiah terhadap nilai mata uang asing. Mengingat pentingnya peranan nilai tukar rupiah, pengendalian nilai tukar rupiah perlu dilakukan agar dapat berperan secara optimal dalam mendukung perekonomian Indonesia. Sistem nilai tukar yang dianut Indonesia sejak 15 November 1978 sampai dengan 13 Agustus 1997 adalah sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating). Dalam sistem ini, nilai tukar rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar disertai pengendalian oleh otoritas moneter.
50
Pengendalian ini bertujuan agar nilai tukar rupiah tidak terlalu fluktuatif, sebab nilai tukar yang terlalu fluktuatif akan berdampak negatif terhadap aliran barang, jasa, dan modal. Pada tahun 1990-1997 nilai tukar rupiah berkisar pada level yang stabil. Pada akhir 1997, krisis moneter melanda Indonesia yang bermula dari jatuhnya nilai mata uang Bath Thailand. Nilai tukar rupiah mulai mengalami goncangan dan berdampak buruk bagi perekonomian Indonesia seperti tingkat inflasi yang tinggi, tingkat pengangguran yang tinggi, serta tingkat prtumbuhan ekonomi yang rendah. Untuk itu perlu dilakukan pemulihan ekonomi, salah satunya melakukan perubahan dalam sistem nilai tukar dari sistem nilai tukar mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang bebas murni sehingga nilai tukar rupiah ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar. 12,000.00 10,000.00 Rp/US$
8,000.00 6,000.00 4,000.00 2,000.00
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
0.00
tahun
Sumber: Bank Indonesia (2007) Gambar 4.5. Grafik Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika Tahun 1990-2005
V. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NERACA PERDAGANGAN INDONESIA
Pada bab ini dilakukan pembahasan pada hasil analisis. Secara berturut-turut akan dijelaskan terlebih dahulu hasil tahapan-tahapan pengujian yang digunakan.
5.1. Validitas Model Uji
pertama
yang
dilakukan
dalam
validitas
model
adalah
kestasioneran data. Uji yang dilakukan untuk mengetahui kestasioneran data adalah uji akar unit (unit root test), uji akar unit yang dilakukan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Hasil uji ADF untuk setiap variabel pada data time series pada tingkat level dapat dilihat pada Tabel 5.1. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada tingkat Level Variabel
Nilai ADF t-statistic
Nilai Kritis Mac Kinnon 1% 5% 10%
Keterangan
LTB
-1,446805
-3,542097
-2,910019
-2,592645
LYD
-0,803008
-3,538362
-2,908420
-2,591799
LYF
0,768588
-3,540198
-2,909206
-2,592215
LMD
-0,442628
-3,538362
-2,908420
-2,591799
LMF
-1,857264
-3,538362
-2,908420
-2,591790
RD
-3,092585
-3,540198
-2909206
-2,592215
Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Tidak Stasioner Stasioner
RF
-3,103210
-3,540198
-2,909206
-2,592215
Stasioner
LRER -0,851119 -3,540198 -2,909206 -2,592215 Tidak Stasioner Sumber : Lampiran 2 Keterangan : Data tidak stationer pada tingkat kepercayaan 1%, 5%, 10% Dari hasil uji akar unit yang dapat dilihat pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa hampir semua variabel bersifat tidak stasioner pada
52
tingkat level. Ini dapat dilihat dari nilai ADF t-statistic dari beberapa variabel tersebut yang nilainya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu 10 persen. Hanya variabel tingkat suku bunga domestik dan foreign interest rate yang bersifat stasioner pada taraf nyata 10 persen. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah uji akar unit pada tingkat first difference. Uji akar unit pada tingkat first difference (derajat satu) dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel sudah
bersifat stasioner
mengingat pada tingkat level (I(0)) data time series bersifat tidak stasioner pada taraf nyata 10 persen. Berikut hasil uji ADF semua variabel pada tingkat derajat satu (I(1)) yang terangkum dalam Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil Uji Akar Unit (Unit Root Test) pada First Difference Variabel
Nilai ADF t-statistic
Nilai Kritis Mac Kinnon 1% 5% 10%
Keterangan
LTB
-9,514058
-2,602794 -1,946161 -1,613398
Stasioner *
LYD
-3,996593
-2,603423 -1,946253 -1,613346
Stasioner *
LYF
-2,420758
-2,603423 -1,946253 -1,613346
Stasioner **
LMD
-3,376186
-2,603423 -1,946253 -1,613346
Stasioner *
LMF
-3765256
-2,603423 -1,946253 -1,613346
Stasioner *
RD
-6,706232
-2,602794 -1,946161 -1,613398
Stasioner *
RF
-3,006766
-2,602794 -1,946161 -1,613398
Stasioner *
LRER -4,888035 -2,602794 -1,946161 -1,613398 Sumber : Lampiran 2 Keterangan : *) Data stationer pada tingkat kepercayaan 1% **) Data stationer pada tingkat kepercayaan 5%
Stasioner *
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa semua variabel bersifat stasioner pada tingkat derajat satu (I(1)). Hal ini dapat dianalisis dengan melihat nilai ADF
53
t-statistic dari 8 variabel yang ada bernilai lebih kecil dari nilai kritis Mac Kinnon dimana taraf nyata yang digunakan dalam penelitian itu adalah 10 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang digunakan dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat satu (I(1)).
5.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan Indonesia dalam Jangka Panjang Tahap selanjutnya yang dilakukan setelah uji akar unit dan uji derajat integrasi adalah uji kointegrasi. Uji kointegrasi dilakukan untuk mendapatkan hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Dari hasil uji stasioneritas diketahui bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini terintegrasi pada derajat yang sama yaitu pada derajat satu (I(1)), sehingga dapat dilakukan uji kointegrasi. Dalam penelitian ini uji kointegrasi yang digunakan adalah uji kointegrasi LangkahEngle-Granger. awal yang dilakukan dalam uji kointegrasi adalah meregresi persamaan OLS, yaitu meregresi persamaan neraca perdagangan yang diukur oleh trade balance terhadap GDP riil dalam negeri dan luar negeri, jumlah uang beredar didalam dan luar negeri, tingkat suku bunga dalam dan luar negeri, nilai tukar riil, serta variabel dummy krisis. Hasil regresi persamaan tersebut akan diperoleh residual (u). Langkah berikut adalah uji akar unit terhadap residual (u) dimana residual (u) bersifat stasioner pada level (u) = (I(1)). Kestasioneran residual atau (u) dapat dilihat pada Lampiran 3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang
54
digunakan cenderung menuju pada keseimbangan jangka panjang walaupun pada tingkat level terdapat variabel yang tidak stasioner. Berikut hasil estimasi persamaan neraca perdagangan dalam jangka Tabel 5.3. Hasil Estimasi Kointegrasi. panjang. Variabel Koefisien Prob. Constant 5,0740 0,5656 LYD 1,8059 0,0284 ** LYF -3,4640 0,2063 LMD -1,0824 0,0830 *** LMF 1,0709 0,1022 RD -0,2224 0,0002 * RF 0,0184 0,0502 *** LRER 1,1221 0,0000 * DUMMY 0,4296 0,0009 * Sumber : Lampiran 4 Keterangan : *) signifikan pada taraf nyata 1% **) signifikan pada taraf nyata 5% ***) signifikan pada taraf nyata 10%
Uji kointegrasi Engle-Granger ini digunakan untuk mengetahui hubungan jangka panjang antara trade balance dengan GDP riil dalam dan luar negeri, jumlah uang yang beredar dalam dan luar negeri, tingkat suku bunga dalam dan luar negeri, nilai tukar riil, dan dummy krisis. Berdasarkan hasil estimasi jangka panjang terdapat enam variabel yang signifikan pada tingkat kepercayaan 10 persen. Variabel tersebut antara lain GDP riil Indonesia (LYD), jumlah uang beredar di Indonesia (LMD), tingkat suku bunga SBI (RD), tingkat suku bunga Fed (RF), nilai tukar riil (RER), serta dummy Dalam krisis. jangka panjang variabel pendapatan riil memiliki hubungan positif terhadap neraca perdagangan. Dengan adanya kenaikan variabel
55
LYD sebesar 1 persen maka nilai neraca perdagangan akan meningkat sebesar 1,8059 persen. Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang ada, dimana hubungan antara pendapatan dengan neraca perdagangan bertanda negatif. Meningkatnya
pendapatan
seharusnya
mampu
meningkatkan
konsumsi sehingga berdampak pada meningkatnya impor yang pada akhirnya akan memperburuk nilai neraca perdagangan. Di Indonesia, dengan meningkatnya pendapatan tidak langsung meningkatkan konsumsi. Hal tersebut disebabkan karena di Indonesia memiliki tingkat inflasi yang cukup tinggi yang berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Hal tersebut berimplikasi pada menurunnya nilai impor sehingga nilai neraca perdagangan Indonesia akan membaik. Dari hasil estimasi jangka panjang, variabel jumlah uang beredar di Indonesia memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan dengan nilai koefisien sebesar 1,0824. Dengan adanya kenaikan pada jumlah uang yang beredar di Indonesia sebesar 1 persen maka akan menurunkan nilai neraca perdagangan sebesar 1,0824 persen. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang ada. Bertambahnya jumlah uang yang beredar maka akan semakin besar pula jumlah uang yang dipegang oleh masyarakat. Salah satu motif memegang uang adalah untuk bertransaksi atau transaction motive. Adanya motif tersebut maka akan meningkatkan jumlah konsumsi masyarakat.
Meningkatnya
permintaan
barang-barang
konsumsi
menyebabkan meningkatnya nilai impor, sehingga pada akhirnya akan memperburuk neraca perdagangan di Indonesia.
56
Variabel lain yang signifikan berdasarkan hasil estimasi jangka panjang adalah tingkat suku bunga dalam negeri. Tingkat suku bunga dalam negeri memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan dengan nilai
koefisien
sebesar
0,2224.
Hal
tersebut
menunjukkan
dengan
meningkatnya tingkat suku bunga 1 persen akan menyebabkan menurunnya neraca perdagangan sebesar 0,2224 persen. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang ada. Dengan meningkatnya suku bunga dalam negeri akan menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia, sehingga dapat mempengaruhi tingkat output yang dihasilkan. Meningkatnya output yang dihasilkan mampu memperluas pangsa pasar dari produk tersebut dengan demikian akan meningkatnya nilai ekspor dan nilai neraca perdagangan Indonesia Pengaruh akan membaik. tingkat suku bunga fed terhadap neraca perdagangan Indonesia adalah dengan meningkatnya tingkat suku bunga fed akan meningkatkan nilai neraca perdagangan Indonesia. Hasil estimasi tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang ada. Peningkatan suku bunga fed akan menyebabkan banyak investor yang tertarik berinvestasi di Amerika. Investor tersebut kemudian akan melakukan ekspansi usaha, sehingga diperlukan bahan baku untuk berproduksi sehingga akan meningkatkan nilai impor Dari Amerika. hasil nilai tukar terhadap neraca perdagangan, hasil estimasi jangka panjang menunjukkan bahwa nilai tukar memiliki hubungan positif terhadap neraca perdagangan, dimana hasil tersebut sesuai dengan hipotesis yang ada. Nilai koefisien dari variabel ini sebesar 1,1221 berarti dengan terdepresiasinya nilai tukar maka nilai neraca perdagangan juga akan
57
meningkat. Terdepresiasi atau melemahnya nilai tukar rupiah akan menyebabkan
harga
dibandingkan
dengan
barang harga
di
luar
barang
negeri produksi
menjadi
lebih
Indonesia.
mahal
Sehingga
masyarakat luar negeri lebih memilih membeli barang produksi Indonesia, hal tersebut akan meningkatkan nilai ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan nilai neraca perdagangan Indonesia. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa dengan adanya krisis ekonomi yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar
rupiah
mempengaruhi nilai neraca perdagangan Indonesia. Ini dapat dilihat dari nilai dummy krisis, dimana terdapat perbedaan nilai neraca perdagangan pada saat krisis dan pada saat sebelum maupun sesudah krisis. Pada saat terjadi krisis (DUMMY=1) yang ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika nilai neraca perdagangannya lebih besar pada saat sebelum atau sesudah krisis (DUMMY=0).
5.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Neraca Perdagangan Indonesia dalam Jangka Pendek
Dalam penelitian ini uji ekonometrika terhadap error correction model untuk neraca perdagangan dilakukan untuk menguji ada atau tidaknya masalah-masalah yang muncul dari estimasi OLS. Masalah-masalah yang dimaksud antara lain autokorelasi, heteroskedastisitas, dan normalitas. 1. Uji Autokorelasi
58
Untuk menguji ada tidaknya masalah autokorelasi pada persamaan neraca perdagangan dinamis (jangka pendek), digunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 5.4. Berdasarkan
tabel
tersebut
dapat
diketahui
bahwa
model
neraca
perdagangan dinamis dalam penelitian terbebas dari masalah autokorelasi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas Obs*R-squared yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen. Tabel 5.4. Hasil Uji Autokorelasi Error Correction Model Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test : F-statistic 0,377920 Probability Obs*R0,985538 Probability squared: Lampiran 8 Sumber
0,687592 0,610932
2. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (ARCH) Test
dan
White
Heteroskedasticity Test (no cross term). Hasil dari pengujian ini ditunjukkan pada Tabel 5.5 dan Tabel 5.6. Tabel 5.5. Hasil Uji Heteroskedastisitas (ARCH Test) ARCH Test : 0,532465 F-statistic Obs*R-squared 21,43231 Sumber : Lampiran 7
Probability Probability
0,913338 0,873885
Tabel 5.6. Hasil Uji Heteroskedastisitas (White Heteroskedasticity Test) White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0,532465 Obs*R21,43231 squared: Lampiran 7 Sumber
Probability Probability
0,953338 0,873885
59
Hasil
pengujian
perdagangan
dinamis
menunjukkan (jangka
bahwa
pendek)
dalam
tidak
model
terdapat
neraca masalah
heteroskedastisitas baik dengan ARCH Test maupun dengan White Heteroskedasticity Test (no cross term). Hal ini diperlihatkan dengan nilai probabilitas Obs*R-squared yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen.
3. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa error term terdistribusi secara normal. Hal ini dapat diketahui dengan nilai probabilitas yang lebih besar dari taraf nyata 10 persen yaitu sebesar 0,593449. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Gambar 5.1.
14 Series: Residuals Sample 1991:2 2005:4 Observations 59
12 10
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
8 6 4 2
Jarque-Bera Probability
0 -0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
Gambar 5.1. Hasil Uji Normalitas Error Correction Model
-0.005671 -0.024957 0.465020 -0.502146 0.181657 -0.258111 3.397535 1.043608 0.593449
60
Dalam penelitian ini, Error Correction Model (ECM) digunakan untuk mengestimasi hubungan jangka pendek antar variabel dalam model. ECM digunakan karena metode ini mampu menggabungkan efek jangka pendek dan jangka panjang. Estimasi ECM dilakukan dengan merestriksi variabelvariabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap neraca perdagangan di Indonesia. Hasil estimasi jangka pendek untuk neraca perdagangan yang diperoleh dalam model ini adalah sebagai berikut : Tabel 5.7. Error Correction Model Variabel Koefisien Prob. DLYD 2,4142 DLYD(-2) 3,4557 DLYF(-1) 11,5270 DLYF(-3) 10,0098 DLMD -2,1394 DLMD(-1) -1,5329 DLMD(-2) -2,4354 DLMD(-3) -1,2105 DLMF(-1) -3,7303 DLMF(-4) 4,5652 DRD -0,0200 DRF(-2) -0,1273 DLNER 1,2217 DLNER(-1) 0,5476 ECT(-1) -0,8159 Sumber : Lampiran 5, signifikan pada taraf nyata 10 %
0,0190 0,0021 0,0665 0,0744 0,0025 0,0392 0,0018 0,0428 0,0125 0,0014 0,0182 0,0755 0,0004 0,0856 0,0000
Dari hasil estimasi jangka pendek, sebagian besar variabel-variabel signifikan yang terdapat dalam model memiliki tanda seperti yang diharapkan atau konsisten terhadap hipotesis penelitian seperti GDP riil Amerika, jumlah uang yang beredar di dalam dan luar negeri, tingkat suku bunga fed, dan nilai tukar riil. Pendapatan luar negeri baik pada lag 1
61
maupun lag 3 mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap neraca perdagangan pada periode saat ini. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Tanda negatif pada variabel jumlah uang beredar di Indonesia menunjukkan bahwa dengan adanya peningkatan jumlah uang beredar di dalam negeri akan memperburuk nilai neraca perdagangan di Indonesia. Hasil estimasi juga menunjukkan bahwa jumlah uang beredar di Amerika memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan pada jangka pendek. Pada lag 1, jumlah uang beredar di Amerika berdampak negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan saat ini, yaitu kenaikan 1 persen pada lag 1 dari jumlah uang yang beredar di Amerika akan akan menurunkan neraca perdagangan sebesar 3,7303 persen. Namun, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa jumlah uang yang beredar di Amerika ternyata signifikan dan positif terhadap neraca perdagangan di Indonesia pada lag 4. Dimana kenaikan 1 persen pada jumlah uang beredar di Amerika akan meningkatkan neraca perdagangan sebesar 4,5617. Dengan demikian, dampak keseluruhan dari jumlah uang yang beredar di Amerika terhadap neraca perdagangan adalah positif. Dengan adanya kenaikan jumlah uang yang beredar di Amerika sebesar 1 persen akan mendorong membaiknya neraca perdagangan sebesar 0,8349 persen pada jangka pendek. Sehingga hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis Tingkat yang ada. suku bunga fed juga menunjukkan hasil yang signifikan dan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia pada jangka pendek.
62
Dimana dengan adanya kenaikan sebesar 1 persen pada tingkat suku bunga fed akan menurunkan neraca perdagangan di Indonesia sebesar 0,1273 persen. Sedangkan variabel nilai tukar rupiah memiliki tanda positif dan signifikan terhadap neraca perdagangan Indonesia. Ketika nilai tukar rupiah terdepresiasi maka nilai neraca perdagangan di Indonesia akan membaik.
Hasil estimasi menunjukkan
bahwa dengan
melemahnya
(depresiasi) nilai tukar rupiah sebesar 1 persen akan meningkatkan nilai neraca perdagangan sebesar 1,7692 persen pada jangka pendek. Variabel-variabel yang tidak konsisten terhadap hipotesis penelitian adalah pendapatan riil dan tingkat suku bunga SBI. Pendapatan riil Indonesia berpengaruh positif terhadap neraca perdagangan di Indonesia dalam jangka pendek. Hasil estimasi tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang ada. Tingkat inflasi yang tinggi serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah menyebabkan daya beli masyarakat berkurang. Berkurangnya permintaan barang konsumsi berimplikasi pada menurunnya nilai impor Indonesia yang pada akhirnya memperbaiki nilai neraca perdagangan Indonesia. Tingkat suku bunga SBI, berdasarkan hasil estimasi memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia dalam jangka pendek. Hasil estimasi terhadap variabel tingkat suku bunga SBI tidak sesuai dengan hipotesis yang ada. Peningkatan pada tingkat suku bunga SBI akan menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal tersebut akan meningkatkan tingkat output sehingga memperluas pangsa pasar barang domestik. Implikasi yang ditimbulkan yaitu meningkatnya nilai ekspor Indonesia.
63
Nilai koefisien error correction term (u) sebesar 0,8159 menunjukkan bahwa disekuilibrium periode sebelumnya terkoreksi pada periode sekarang sebesar 0,8159 persen. Error correction term menunjukkan seberapa cepat ekuilibrium tercapai kembali ke keseimbangan jangka panjang.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Dari hasil olah data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang antara neraca perdagangan, GDP riil dalam negeri, jumlah uang beredar di dalam negeri, tingkat suku bunga dalam negeri, suku bunga luar negeri, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, dan dummy krisis. Variabel GDP riil dalam negeri dan tingkat suku bunga dalam negeri memiliki hubungan negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia, hasil tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang ada. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai neraca perdagangan di Indonesia pada jangka panjang. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada harga barang luar negeri yang lebih mahal dibandingkan dengan harga barang domestik. Dengan demikian barang domestik mampu bersaing dengan barang luar negeri. Hal tersebut berimplikasi pada meningkatnya nilai ekspor, yang pada akhirnya akan mampu memperbaiki nilai neraca perdagangan Indonesia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka pendek antara neraca perdagangan dengan GDP riil dalam dan luar negeri, jumlah uang beredar baik di dalam dan luar negeri, tingkat suku bunga dalam dan luar negeri, serta nilai tukar rupiah. Berdasarkan hasil estimasi, hampir semua variabel memiliki tanda yang sesuai atau konsisten dengan hipotesis yang ada kecuali pendapatan dalam negeri dan tingkat suku bunga dalam negeri. Pendapatan luar
64
negeri dan jumlah uang beredar luar negeri memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap neraca perdagangan. Sedangkan jumlah uang beredar di dalam negeri dan tingkat suku bunga luar negeri memiliki hubungan yang negatif dan signifikan terhadap neraca perdagangan. Dalam hubungan jangka pendek, hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai tukar rupiah memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap neraca perdagangan di Indonesia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika mempengaruhi neraca perdagangan di Indonesia. Semakin terdepresiasinya nilai tukar rupiah membawa dampak positif bagi neraca perdagangan di Indonesia.
6.2. Saran Berdasarkan pada hasil yang telah diperoleh, maka ada beberapa saran yang diajukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi nilai neraca perdagangan di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka panjang adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah akan mendorong membaiknya nilai neraca perdagangan Indonesia. Terdepresiasinya nilai tukar rupiah memberikan dampak positif terhadap neraca perdagangan di Indonesia, namun dengan melemahnya nilai tukar rupiah juga memberikan dampak negatif bagi perekonomian di Indonesia.
65
Bank Indonesia selaku otoritas moneter di Indonesia diharapkan mampu mengambil langkah untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Posisi yang aman bagi nilai tukar rupiah adalah mengambang yang didasarkan pada bekerjanya mekanisme pasar. Oleh karena itu, otoritas moneter dalam hal ini Bank Indonesia harus senantiasa melakukan pemantauan terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Intervensi pemerintah tetap diperlukan manakala nilai tukar rupiah sudah berada pada ambang psikologis yang akan mempengaruhi aktivitas perdagangan. Selain itu juga pemerintah harus menjaga kepercayaan pasar terkait dengan nilai tukar rupiah. Selain itu, diharapkan juga ada perbaikan pada struktur industri berbasis ekspor serta kemudahan birokrasi dalam melakukan ekspor. Karena nilai tukar bukanlah satu-satunya faktor penentu daya saing ekspor suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA
Agbola, Frank A. 2004. “Ghana’s Exchange Rate Reform and It’s Impact On Balance of Trade”. Saga Cornell University Working Paper, WP/04/2308. Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Batiz, R. 1994. International Finance and Open Economy Macroeconomics. Prentice Hall, USA. Gujarati, D. 1995. Ekonomika Dasar. Erlangga, Jakarta. Hamdani. 2007. Seluk Beluk Perdagangan Ekspor – Impor. Yayasan Bina Usaha Niaga Indonesia, Jakarta Hossain, A. dan A. Chowdhury. 2001. Open – Economy Macroeconomics for Developing Countries. Edward Elgar Publishing, United Kingdom. Husma, Jardine A. 2004. “Pengaruh Nilai Tukar Riil Terhadap Neraca Perdagangan Bilateral Indonesia : Kondisi Marshall-Lerner Fenomena JCurve”. Occasional Paper BI, OP/05/04. International Monetary Fund (IMF). International Financial Statistics (IFS). http://www.imf.org [12 Juli 2007] Julianti, Diah Fitri. 2004. Analisis Faktor-Faktor Penentu Perubahan Nilai Tukar Rupiah (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kusumastuti, Diah. 2005. Analisis Pinjaman Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia: Pendekatan Model Koreksi Kesalahan (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lipsey.1995. Pengantar Makro Ekonomi. Edisi ke-10. Binarupa Aksara, Jakarta. Maddala, G.S. dan In-Mookim. 1998. Unit Roots, Cointegration, and Structural Change. Cambridge Universal Press, Cambridge. Mankiw, N. Gregory. 2000. Teori Makroekonomi. Erlangga, Jakarta. Miller, Stephen M. 2004. “Exchange Rate Depreciation and Export : The Case of Singapore Revisited”. Taylor and Francis Journals, Vol. 39(3):273-277 Mishkin, Frederich S. 2001. The Economics of Money, Banking, and Financial Markets. Columbia University,USA.
67
Nopirin. 1997. Ekonomi Internasional. Edisi ke-3. BPFE, Yogyakarta. Pasaribu, Syamsul Hidayat. 2003. Modul Pelatihan Paket C : Eviews Untuk Analisis Runtut Waktu. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pierce, David G dan PJ Tysome. 1985. Monetary Economics, Theories, Evidence, and Policy. Butterworth University Press, Cambridge. Pratika, Ratih Nuralita. 2007. Analisis Pengaruh Fluktuasi Nilai Tukar Pada Ekspor Komoditi Unggulan Pertanian (Karet dan Kopi) di Indonesia (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ramadhania, Dian. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Capital Flight di Indonesia Periode 1993.III – 2005.V (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sangad, Wullansari. 2004. Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap Dollar) di Indonesia (Skripsi). Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Smith, R., Boyd D., dan GM Coporate. 2001. “Real Exchange Rate Effects On The Balance of Trade: Cointegration and The Marshall Lerner Condition”. International Journal of Finance & Economics, 6 : 187 – 200 Sugema, Iman. 2005. ‘The Determinants of trade Balance and Adjustment to The Crisis in Indonesia”. Indonesian Discussion Papers The University of Adelaide, 0508. Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics An Introduction. Addison Wesley Longman Limited, England.