ANALISIS PENGARUH NERACA PEMBAYARAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
OLEH RUDI ARDIANSYAH H14102109
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
RUDI ARDIANSYAH. Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah (dibimbing oleh ANNY RATNAWATI). Indonesia yang menganut sistem ekonomi terbuka kecil, tidak terlepas dari pengaruh perkembangan ekonomi negara lain. Sistem ekonomi yang diterapkan ini menyebabkan adanya aliran sumberdaya dan dana dari suatu negara ke negara lain. Adanya aliran sumberdaya dan dana tersebut akan dicatat melalui suatu pencatatan yang sistemetis yang disebut neraca pembayaran. Dengan neraca pembayaran dapat dilihat besarnya perubahan penawaran dan permintaan terhadap valuta asing, sehingga melalui neraca pembayaran dapat dilakukan penelitian bagaimana fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang neraca pembayaran terhadap nilai tukar Rupiah, menganalisis bagaimana pengaruh guncangan current account dan capital account terhadap nilai tukar Rupiah dan mengetahui komponen apakah dari neraca pembayaran yang memberikan pengaruh lebih besar terhadap nilai tukar Rupiah. Serta mengetahui kontribusi beberapa variabel dalam model yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Vector Error Corection Model (VECM). Hasil estimasi persamaan jangka pendek menunjukkan bahwa ternyata variabel yang signifikan mempengaruhi nilai tukar Rupiah hanya capital account satu triwulan yang lalu, current account satu triwulan yang lalu, tingkat suku bunga dua triwulan yang lalu, dummy krisis pada satu dan dua triwulan yang lalu. Pertumbuhan current account satu triwulan, capital account satu dan dua triwulan yang lalu menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi. Sementara itu, pertumbuhan tingkat suku bunga dua triwulan yang lalu dan adanya dummy krisis satu dan dua triwulan yang lalu menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi. Hasil estimasi persamaan jangka panjang untuk nilai tukar Rupiah menunjukkan bahwa ternyata variabel yang dapat mempengaruhi nilai tukar Rupiah adalah capital account, produk domestik bruto, current account dan dummy krisis. Kenaikan capital account dan produk domestik bruto menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi. Sementara itu, kenaikan variabel current account dan adanya dummy krisis menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi. Hasil analisis struktur dinamis dengan menggunakan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) menunjukkan bahwa ternyata variabel yang memberikan kontribusi besar terhadap nilai tukar Rupiah adalah variabel nilai tukar rupiah itu sendiri, dummy krisis dan tingkat suku bunga. Sedangkan untuk variabel current account dan capital account hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Sementara itu, dengan berdasarkan hasil dari FEVD ternyata variabel capital account mempunyai kontribusi yang lebih besar dalam mempengaruhi nilai tukar Rupiah jika dibandingkan dengan variabel current account mulai dari triwulan ketiga sampai dengan periode ke
depan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jika pemerintah melakukan kebijakan dengan upaya meningkatkan capital account dan current account untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar maka hal tersebut tidak efektif karena hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah. Respon nilai tukar Rupiah akibat guncangan variabel capital account menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 5,08 persen pada triwulan kelima dan guncangan mulai menghilang ketika memasuki triwulan ke 25. Sementara itu, guncangan current account menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi sebesar 2,17 persen pada triwulan pertama dan pengaruh guncangan mulai menghilang ketika memasuki triwulan ke30. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu Bank Indonesia sebaiknya tidak menggunakan instrumen kebijakan moneter seperti halnya kenaikan tingkat suku bunga untuk meningkatkan kinerja neraca pembayaran khususnya capital account karena peningkatan pada capital account dalam tujuan memperbaiki pergerakan nilai tukar Rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar Rupiah. Pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan yang terjadi pada capital account maupun current account dapat mencirikan adanya peningkatan terhadap penawaran valuta asing yang masuk ke domestik. Berdasarkan model yang dikembangkan dalam penelitian ini maka untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan suatu penanganan terhadap nilai tukar Rupiah itu sendiri yaitu dengan mengurangi ekspetasi yang besar terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah dan mengurangi aksi spekulasi yang bertujuan mengambil keuntungan terhadap terdepresiasi dan terapresiasinya nilai tukar Rupiah.
ANALISIS PENGARUH NERACA PEMBAYARAN TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH
Oleh RUDI ARDIANSYAH H14102109
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa
: Rudi Ardiansyah
Nomor Registrasi Pokok
: H14102109
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS. NIP. 131669947
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP 131846872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, Agustus 2006
Rudi Ardiansyah H14102109
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rudi Ardiansyah, lahir pada tanggal 21 januari 1984 di Jakarta. Penulis merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara. Pada tahun 1990 1996 penulis menyelesaikan sekolah dasar di SDN 08 Petang Jakarta Selatan, kemudian melanjutkan sekolah SLTPN 145 Menteng Pulo, Jakarta Selatan. Tahun 2002 penulis lulus dari SMUN 37 Asem baris, Jakarta Selatan dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan diantaranya di Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) sebagai anggota Departemen Ekonomi dan Kewirausahaan dan menjadi pengurus di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmuilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA). Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah”.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Analisis Pengaruh Neraca Pembayaran Terhadap Nilai Tukar Rupiah”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara empiris pengaruh neraca pembayaran terhadap nilai tukar Rupiah. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada pihak pihak yang telah memberikan kontribusi bagi penyelesaian skripasi ini, antara lain: 1.
Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan secara teknis maupun teoritis dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
2.
Firdaus, M.Si selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi, yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat berharga dalam penyelesaian skripsi ini.
3.
Jaenal Effendi, MA selaku komisi pendidikan dalam sidang skripsi dam yang telah memberikan banyak masukan bagi penulisan skripsi ini.
4.
Adrian D. Lubis, MS yang telah membantu penulis dalam proses pengolahan data skripsi.
5.
Abdul Rahman dan Zakiah yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tak terhingga nilainya, mendukung serta mendoakan ananda sehingga ananda mempu menyelesaikan skripsi ini.
6.
Rika, Firman, Rini, Ferdi, Gita dan Riska yang selalu memberikan keceriaan di rumah dan selalu memberikan semangat bagi penulis.
7.
Temanteman satu bimbingan: Ratna, Lia dan Ary atas bantuan dan diskusi yang menyenangkan dalam penyusunan skripsi ini.
8.
Wisma Sri crew: Aprian, Wahyu, Asep, Isal dan Dwi yang selalu memberikan dukungan kepada penulis setiap saat.
9.
Teh Feti Patricia dan de’ Ida karena selalu menjadi sumber inspirasi bagi penulis yang tak lekang dari benak penulis sehingga penulis selalu memiliki semangat untuk menjalani segala aktivitas penulis.
10.
Last but not the least, teman satu seperjuangan penulis IE 39, Ade, Andros, Isma, Jun, Iqbal, Imam, Fikri, Royan, Thamic semoga kita meraih kesuksesan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat menyampaikan ilmu yang memberikan banyak
manfaat bagi segala pihak.
Bogor, Agustus 2006
Rudi Ardiansyah H14102109
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .........................................................................
x
DAFTAR ISI .......................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ...............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR...........................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
xvi
I. PENDAHULUAN ......................................................................
1
1.1. Latar Belakang ....................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah.............................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................
10
1.4. Manfaat Penelitian...............................................................
10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian....................................................
11
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......
12
2.1. Tinjauan Pustaka .................................................................
12
2.1.1. Pengertian Neraca Pembayaran ..................................
12
2.1.2. Definisi Nilai Tukar ...................................................
13
2.2. Kerangka Teori....................................................................
14
2.2.1. Sistem Nilai Tukar Mengambang Penuh ....................
14
2.2.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali .............
15
2.2.3. Persamaan Ekspor dan Impor.....................................
16
2.2.4. Proses Penyesuaian Neraca Berjalan dan Neraca Modal......................................................
17
2.2.5. Neraca Modal dan Keseimbangan Neraca Pembayaran ...................................................
18
2.2.6. Investasi Asing Bersih dan Neraca Perdagangan ........
19
2.2.7. Pasar Barang, Kurva IS dan Pergeseran Kurva IS.......
21
2.2.8. Pasar Uang, Kurva LM dan Pergeseran Kurva LM.....
22
2.2.9. Pengaruh Investasi Asing Bersih dan Ekspor Bersih terhadap Nilai Tukar ..................................................
24
2.2.10. Vector Autoregression (VAR) ...................................
25
2.3. Tinjauan Penelitian Terdahulu .............................................
29
II.
2.4. Kerangka Pemikiran Operasional.........................................
31
2.5. Definisi Variabel .................................................................
33
2.6. Hipotesa Penelitian..............................................................
33
III. METODE PENELITIAN ............................................................
35
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................
35
3.2. Metode Pengumpulan Data..................................................
35
3.3. Metode Analisis Penelitian ..................................................
35
3.3.1. Model Analisis Penelitian ..........................................
36
3.3.2. Pengujian Akar Unit ..................................................
37
3.3.3. Penetapan Lag Optimal ..............................................
37
3.3.4. Pengujian Rank Kointegrasi .......................................
37
3.3.5. Impulse Response Function (IRF) ..............................
38
3.3.6. Forecast Error Variance Decomporition (FEVD) ......
38
IV. PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN DAN NILAI TUKAR RUPIAH............................................................
39
4.1. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia ......................
39
4.2. Perkembangan Neraca Berjalan (Current Account)...............
42
4.3. Perkembangan Neraca Modal (Capital Account)...................
43
4.4. Perkembangan Pergerakan Nilai Tukar Rupiah.....................
45
HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................
48
5.1. Pengujian Akar Unit .............................................................
48
5.2. Pengujian Lag Optimal.........................................................
49
5.3. Pengujian Kointegrasi...........................................................
49
5.4. Hasil Estimasi untuk Persamaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang ..............................................................
51
5.4.1. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek untuk Nilai Tukar Rupiah ....................................................
51
5.4.2. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang untuk Nilai Tukar Rupiah ....................................................
53
5.5. Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat Guncangan Variabel Capital Account dan Current Account ....................
55
5.5.1 Respon Nilai Tukar Akibat Akibat Guncangan Variabel Capital Account.......................
55
V.
5.5.2. Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat
Guncangan Variabel Current Account......................
56
5.6. Kontribusi Guncangan Beberapa Variabel dalam Model terhadap Perubahan Nilai Tukar Rupiah ...............................
57
VI KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................
60
6.1. Kesimpulan ..........................................................................
60
6.2. Saran ....................................................................................
62
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
63
LAMPIRAN ........................................................................................
65
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 5.1. Hasil Pengujian Akar Unit ...................................................
48
5.2. Hasil Uji Kointegrasi Johansen............................................
50
5.3. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek untuk Nilai Tukar Rupiah ..............................................................
51
5.4. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition.......
57
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Perkembangan Neraca Modal .............................................
6
1.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika...................................................................
7
2.1. Peningkatan Permintaan dan Penawaran Valas ...................
14
2.2. Kurva BoP dan Net Capital Outflow...................................
17
2.3. Kurva IS .............................................................................
21
2.4. Pergeseran Kurva IS ...........................................................
22
2.5. Kurva LM...........................................................................
23
2.6. Pergeseran Kurva LM.........................................................
24
2.7. Pergeseran Kurva (SI) dan (NX)........................................
25
2.8. Kerangka Pemikiran Operasional........................................
32
4.1. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia ....................
40
4.2. Perkembangan Neraca Berjalan ..........................................
42
4.3. Perkembangan Neraca Modal .............................................
43
4.4. Perkembangan Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika...................................................................
45
5.1. Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat Guncangan Capital Account ...............................................
55
5.2. Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat Guncangan Current Account...............................................
56
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data Asli ...............................................................................
66
2. Data Olahan 1........................................................................
68
3. Data Olahan 2........................................................................
70
4. Hasil Uji Stasioneritas ...........................................................
72
5. Hasil Uji Lag Optimal ...........................................................
78
6. Hasil Uji Rank Kointegrasi ....................................................
79
7. Hasil Nilai Covariance Matrix...............................................
80
8. Hasil Uji untuk Persamaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang ..............................................................
81
9. Hasil Analisis Impulse Respon Function................................
82
10. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition ........
84
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kondisi perekonomian suatu negara dapat dilihat baik dari sisi internal
maupun eksternal. Kondisi internal antara lain tercermin pada perkembangan sektor riil (seperti produksi, konsumsi, dan investasi) dan perkembangan sektor moneter (seperti inflasi, jumlah uang beredar dan keseimbangan nilai tukar). Sementara itu, kondisi eksternal tercermin pada perkembangan neraca pembayaran. Perkembangan neraca pembayaran memiliki informasi mengenai keadaan perekonomian suatu negara, seperti yang terlihat dari perkembangan sektor riil dan moneter. Informasi dari neraca pembayaran dapat memberikan gambaran berapa besar aliran sumber dana antara suatu negara dengan negara lain sehingga terlihat apakah negara tersebut merupakan pengekspor barang dan modal, atau sebaliknya sebagai pengimpor barang dan modal. Neraca pembayaran juga memiliki informasi mengenai permasalahan hutang luar negeri suatu negara. Catatan dari neraca modal dapat memberikan informasi seberapa jauh suatu negara dapat memenuhi kewajiban hutangnya terhadap negara lain. Neraca pembayaran yang merupakan penjumlahan dari neraca berjalan (current account) dan neraca modal (capital account) terus mengalami perubahan pada masa sebelum dan setelah krisis ekonomi. Perubahan tersebut terlihat dari nilai dan arah kecenderungan komposisi neraca pembayaran yang menunjukkan fenomena yang berbeda.
Hadi (2003) menguraikan bahwa selama paruh pertama dasawarsa 1990 an, terjadi peningkatan luar biasa dalam arus modal yang masuk, terutama modal swasta. Pada akhir dasawarsa 1980an, arus modal swasta bersih baru berkisar US$ 400 juta per tahun. Akan tetapi, arus masuk modal swasta melonjak hingga melampaui US$ 5 miliar pada tahun 1993 dan melebihi US$ 10 miliar pada tahun 19951996. Sementara itu, arus masuk modal pemerintah bersih mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya pembayaran pokok pinjaman yang terus meningkat, sementara penerimaan dalam bentuk bantuan pembangunan melalui Consultative Groups on Indonesia (CGI) tidak banyak mengalami perubahan dan berkisar US$ 5,6 miliar per tahun selama paruh pertama dasawarsa 1990an. Secara keseluruhan, surplus dalam neraca modal mengalami peningkatan dari sekitar US$ 6 miliar per tahun pada beberapa tahun pertama dasawarsa 1990 an menjadi US$ 11 miliar pada tahun 1996, atau 11,6 persen dari produk domestik bruto (PDB). Krisis ekonomi yang ditandai oleh keluarnya arus modal (capital outflow) secara mendadak dan dalam jumlah yang besar telah menyebabkan neraca transaksi modal yang sebelumnya selalu berada dalam posisi surplus mengalami pergerakan arah menjadi defisit. Defisit terus meningkat dari US$ 3,9 miliar pada tahun 1998 menjadi US$ 9 miliar pada tahun 2001. Arus masuk modal swasta bersih yang mencapai US$ 11,5 miliar pada tahun 1996 berbalik menjadi arus keluar modal swasta bersih sebesar US$ 13,8 miliar pada tahun 1998. Sementara itu, neraca barang selalu berada dalam posisi surplus. Pada tahun 1991 surplus neraca barang mencapai sekitar US$ 5 miliar, meningkat
menjadi US$ 8,2 pada tahun 1993. Namun, sejak itu mengalami penurunan hingga US$ 6 miliar pada tahun 1996. Selanjutnya, sejak 1997 neraca barang terus meningkat hingga mencapai US$ 2 miliar pada tahun 2000. Neraca jasajasa terus mengalami peningkatan defisit, pada tahun 1990 peningkatan defisit sebesar US$ 8,2 miliar dan meningkat lagi menjadi US$ 15 miliar pada tahun 1997. Memasuki tahun 2000, defisit neraca jasajasa mencapai US$ 17 miliar, dan selama dua tahun berikutnya berada di bawah US$ 16 miliar. Bank Indonesia (2005) memandang bahwa perkembangan neraca pembayaran Indonesia pada paruh pertama tahun 2005 mengalami tekanan yang berat dan dibutuhkan pembenahan yang bersifat struktural untuk meningkatkan ekspor dan investasi modal asing. Menurunnya surplus neraca berjalan dan menurunnya cadangan devisa dalam jumlah yang besar berarti menurunnya penawaran terhadap mata uang asing di pasar uang, hal tersebut dapat mengakibatkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Memasuki triwulan ketiga tahun 2005 kondisi neraca pembayaran Indonesia masih mengalami tekanan, seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Masih tingginya permintaan domestik telah mendorong peningkatan impor, khususnya impor bahan baku dan barang modal. Sementara itu, ekspor masih tumbuh terbatas karena rendahnya daya saing ditengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Perkembangan ini menyebabkan kinerja neraca berjalan terus mengalami defisit. Pada saat yang sama, kinerja neraca modal juga belum menunjukkan perbaikan terkait masih terbatasnya realisasi aliran modal masuk akibat belum kondusifnya perbaikan iklim investasi. Dengan
perkembangan tersebut, secara keseluruhan neraca pembayaran mengalami peningkatan defisit menjadi sebesar US$ 2,3 miliar atau lebih besar dibandingkan perkiraan sebelumnya sebesar US$ 1,1 miliar. Perkembangan tersebut berimplikasi pada tekanan fundamental pelemahan nilai tukar Rupiah yang terus berlanjut (Bank Indonesia, 2005). Diterapkannya sistem nilai tukar mengambang penuh (freely floating system) yang dimulai sejak 14 Agustus 1997 (Suseno, 2004), menyebabkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing (khususnya US$) ditentukan oleh mekanisme pasar. Sejak masa itu, naikturunnya nilai tukar ditentukan oleh kekuatan pasar. Pergerakan Rupiah terhadap mata uang asing setelah diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh terus mengalami fluktuasi. Fluktuasi yang terjadi pada Rupiah disebabkan oleh tingginya permintaan terhadap mata uang asing. Tingginya permintaan terhadap mata uang asing tersebut terjadi karena adanya kebutuhan mata uang asing untuk membiayai impor, penarikan modal secara besarbesaran dari Indonesia dan juga adanya aksi spekulasi yang dilakukan oleh pelaku pasar valas untuk mengambil keuntungan dari melemahnya nilai tukar Rupiah tersebut. Pada tahun 1997, posisi Rupiah terhadap US$ sebesar Rp 3.035/US$, keadaan tersebut terus mengalami tekanan sehingga pada Desember 1997, posisi Rupiah terhadap Dollar Amerika tercatat sebesar Rp 4.650/US$. Pada bulan Juli 1998, Rupiah sempat menyentuh posisi Rp 14.900/US$ yang merupakan nilai tukar terlemah sepanjang sejarah nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Memasuki tahun 1999 sampai dengan tahun
2004 nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika terus mengalami perbaikan seiring dengan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pada tahun 2005, melambungnya harga minyak dunia yang sempat mencapai harga US$ 70/barel memberikan kontribusi cukup besar terhadap meningkatnya permintaan valas sebagai konsekuensi negara pengimpor minyak. Kondisi ini menyebabkan Rupiah melemah terhadap Dollar Amerika dan berada pada Rp 9.200/US$ sampai Rp 10.200/US$. Analisis mengenai pergerakan nilai tukar Rupiah diperlukan karena nilai tukar mencerminkan kondisi perekonomian suatu negara. Fluktuasi nilai tukar yang terlalu tinggi akan mengganggu kegiatan ekonomi baik di sektor riil maupun moneter. Mengingat besarnya pengaruh dari fluktuasi nilai tukar terhadap perekonomian, maka jelas diperlukan suatu manajemen nilai tukar yang baik sehingga pergerakan nilai tukar menjadi stabil, fluktuasinya dapat diprediksi dan perekonomian dapat tetap berjalan dengan baik. Berangkat dari pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pergerakan nilai tukar Rupiah yang dilihat dari adanya perubahan pada sektor eksternal, khususnya pada komponen neraca pembayaran yang mencirikan adanya aliran dana dan persediaan permintaaanpenawaran mata uang asing di pasar valas.
1.2.
Perumusan Masalah Neraca pembayaran yang merupakan penjumlahan dari transaksi berjalan
(current account) dan neraca modal (capital and financial) dapat mencirikan aliran dana dari dan ke luar negeri. Adanya aliran dana tersebut menyebabkan
permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik turut mengalami perubahan. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dan domestik tersebut berpengaruh terhadap nilai tukar mata uang yang diperdagangkan. Jika permintaan terhadap mata uang asing mengalami peningkatan karena adanya keperluan transaksi yang harus menggunakan mata uang asing, maka hal tersebut dapat menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami depresiasi, demikian pula sebaliknya. Neraca modal yang diindikasikan sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah, mengalami banyak perubahan nilai dan arahnya selama masa sebelum dan setelah krisis ekonomi terjadi. Perubahan tersebut dapat dilihat dalam Gambar 1.1 di bawah ini. 6000 4000 Juta US$
2000 0 2000 4000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
6000 8000 Periode (triw ulanan)
Sumber: Bank Indonesia (19902005). Gambar 1.1. Perkembangan Neraca Modal
Sebelum krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997, perkembangan neraca modal selalu berada dalam keadaan surplus dan cenderung bergerak dalam keadaan yang cukup stabil. Surplus tertinggi pada neraca modal terjadi pada triwulan keempat tahun 1995, pada waktu itu nilai surplus mencapai US$ 4075 juta. Tingginya surplus ketika itu disinyalir karena tingginya arus modal masuk baik berupa investasi jangka pendek maupun investai yang berupa penanaman modal asing secara langsung. Tingginya arus modal
masuk terkait dengan prospek perekonomian Indonesia yang menuju arah perkembangan yang semakin baik. Setelah mencapai tingkat surplus tertinggi, nilai surplus pada neraca modal mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu mencapai US$ 1993 juta pada triwulan kedua tahun 1996. Krisis ekonomi yang mulai dirasakan pada pertengahan tahun 1997, mengakibatkan penurunan yang semakin tajam pada neraca modal. Tingginya arus modal ke luar dari Indonesia mengakibatkan neraca modal mengalami koreksi yang cukup tinggi. Neraca modal mengalami defisit terbesar pada triwulan pertama tahun 1998 dengan tingkat defisit sebesar US$ 6203 juta. Setelah krisis ekonomi, pergerakan neraca modal cenderung berada pada tingkat yang defisit dengan pergerakan dari waktu ke waktu menunjukkan pola yang tidak stabil. Hal tersebut dikarenakan menurunnya minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena terkait resiko yang tinggi untuk berinvestasi. Aliran dana masuk dan keluar yang tercatat pada neraca modal turut mempunyai andil dalam mempengaruhi pergerakan Rupiah. Hal itu terlihat pada masa sebelum dan setelah krisis ekonomi terjadi. Gambar 1.2 terlihat bagaimana
Rp/US$
pergerakan Rupiah pada masa sebelum dan setelah krisis. 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Periode (triwulanan)
Sumber: Bank Indonesia (19902005) Gambar 1.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika pada masa sebelum krisis menunjukkan pola pergerakan yang stabil walaupun menunjukkan tren yang terdepresiasi. Pola pergerakan nilai tukar yang cukup stabil tersebut dikarenakan pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi, Indonesia belum menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas, dimana jika pemerintah menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas maka nilai tukar mata uang akan sangat ditentukan oleh permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar valas. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan mulai diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang bebas pada 14 juli 1997 (Suseno, 2004) menyebabkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika cenderung berada dalam tingkat yang terdepresiasi dan menunjukkan pola pergerakan yang kurang stabil. Terdepresiasinya Rupiah banyak disebabkan oleh neraca modal yang terus mengalami defisit yang mencirikan adanya arus keluar modal asing, dimana terjadinya arus modal keluar itu menyebabkan permintaan terhadap valas semakin tinggi sehingga menyebabkan Rupiah mengalami depresiasi. Pada awal terjadinya krisis ekonomi, neraca modal dan keuangan mengalami tingkat defisit yang cukup tajam dan hal tersebut memberi andil besar dalam pergerakan Rupiah, dimana Rupiah pada waktu itu mencapai tingkat depresiasi yang terlemah yaitu sekitar Rp 14900/US$. Nilai tukar yang tidak stabil dan cenderung berada dalam tingkat yang terdepresiasi akan membawa dampak negatif dalam suatu perekonomian. Tidak stabilnya nilai tukar akan dapat mendorong terciptanya ketidakstabilan harga, khususnya ketidakstabilan harga barangbarang yang berasal dari impor.
Depresiasi nilai tukar yang terlalu besar akan mengakibatkan harga barang impor menjadi lebih mahal dan secara keseluruhan dapat meningkatkan laju inflasi. Selanjutnya, inflasi yang terlalu tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan kegiatan ekonomi. Selain itu, depresiasi nilai tukar dapat memberatkan neraca perusahaan yang sumber pembiayaannya berasal dari hutang luar negeri. Depresiasi akan mengakibatkan beban bunga dan pokok hutang luar negeri dalam mata uang domestik menjadi semakin besar. Nilai tukar merupakan variabel penting dari kondisi perekonomian suatu negara, sehingga memerlukan perhatian agar variabel ini bergerak dalam keadaan stabil agar dapat menunjang kegiatan perekonomian lainnya. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi pergerakan nilai tukar adalah adanya aliran dana dari neraca pembayaran. Adanya aliran dana dari neraca pembayaran menyebabkan nilai tukar rentan terhadap perubahan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1.
Berapa besarkah pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel current account dan capital account terhadap Rupiah?
2.
Bagaimanakah pengaruh guncangan variabel current account dan capital account terhadap Rupiah dan komponen apakah dari neraca pembayaran yang paling berpengaruh terhadap Rupiah?
3.
Berapa besarkah kontribusi beberapa variabel dalam model yang dapat mempengaruhi pergerakan Rupiah?
1.3.
Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan
penelitian ini antara lain: 1.
Mengetahui berapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel current account dan capital account terhadap nilai tukar Rupiah.
2.
Menganalisis bagaimana pengaruh guncangan variabel current account dan capital account terhadap nilai tukar Rupiah dan komponen apakah dari neraca pembayaran yang paling berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar Rupiah.
3.
Mengetahui kontribusi beberapa variabel dalam model yang dapat mempengaruhi pergerakan Rupiah.
1.4.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan
kemampuan diri penulis dan dapat memberikan manfaat bagi pengetahuan khalayak umumnya, adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu: 1.
Dapat memberikan tingkat pemahaman yang lebih luas dalam hal teori dan empiris mengenai pengaruh neraca pembayaran terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah.
2.
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi pelaku bisnis, khususnya yang berkaitan dengan perdagangan internasional dan mengenai dimana berinvestasi yang lebih menguntungkan.
3.
Bagi pemerintah, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan mengontrol keseimbangan neraca pembayaran negara.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan menganalisis pengaruh neraca pembayaran terhadap
pergerakan nilai tukar Rupiah dengan cara menganalisis masingmasing variabel yaitu current account, capital account, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, produk domestik bruto dan nilai tukar Rupiah per Dollar Amerika dalam mempengaruhi perubahan nilai tukar Rupiah. Secara umum, ruang lingkup penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Menjelaskan bagaimana perkembangan neraca pembayaran dan nilai tukar Rupiah pada masa periode penelitian.
2.
Menjelaskan berapa besar pengaruh jangka pendek dan jangka panjang variabel current account dan capital account terhadap nilai tukar Rupiah.
3.
Menjelaskan
bagaimana
variabel
neraca
pembayaran
dalam
mempengaruhi Rupiah. 4.
Menganalisis variabel yang paling mempengaruhi dari komponen neraca pembayaran terhadap pergerakan Rupiah.
5.
Menganalisis kontribusi beberapa variabel dalam model yang dapat mempengaruhi pergerakan Rupiah.
6.
Membuat saran kebijakan berdasarkan hasil penelitian dari model yang digunakan dalam mencapai stabilitas Rupiah.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Neraca Pembayaran Menurut IMF dalam Hadi (2002) neraca pembayaran adalah suatu catatan yang disusun secara sistematis tentang seluruh transaksi ekonomi yang meliputi perdagangan barang atau jasa, transfer keuangan dan moneter antara penduduk (resident) suatu negara dan penduduk luar negeri (rest of the world) untuk suatu periode waktu tertentu. Batiz dan Batiz (1994) menyatakan neraca pembayaran merupakan suatu catatan atas semua transaksi antara penduduk domestik dan warga negara asing untuk periode tertentu, biasanya satu tahun. Pencatatan dilakukan dengan sistem double entry book keeping yaitu dengan menggunakan debit dan kredit. Dengan total debit dan kredit yang telah diestimasi oleh suatu negara maka akan dapat diketahui apakah sebuah negara berada dalam posisi surplus ataupun defisit. Neraca pembayaran dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1.
Neraca berjalan, merupakan taksiran internasional terhadap pertukaran barang dan jasa sebuah negara. Saldo pertukaran tersebut (balance of trade) merupakan perbedaaan antara jumlah ekspor dan jumlah impor barang dan jasa. Saldo barang dan jasa juga termasuk jumlah bersih dari pembayaran bunga dan deviden yang dibayarkan oleh investor asing dari investasi asing, demikian juga dengan transaksi yang dilakukan oleh turis asing dan transaksitransaksi lainnya. Unsur dari current account juga
termasuk unilateral transfer yang ada kaitannya dengan hadiah dari pemerintah (private gift) dan donasi (grant). 2.
Neraca Modal, mencatat semua transaksi international yang melibatkan berbagai macam instrumen keuangan. Transaksi tersebut dapat terdiri dari investasi international, baik untuk jangka pendek dan jangka panjang seperti Foreign Direct Investment dan pembelian surat berharga, saham yang dibeli oleh investor asing (financial account), aset keuangan dan liabilitas.
2.1.2. Definisi Nilai Tukar Krugman dan Obstfeld (1999) mendefinisikan nilai tukar sebagai harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Nilai tukar memainkan peranan penting dalam perdagangan internasional, karena nilai tukar memungkinkan kita untuk membandingkan harga segenap barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai negara. Perubahan nilai tukar disebut sebagai depresiasi dan apresiasi. Depresiasi menunjukan melemahnya harga mata uang domestik terhadap mata uang asing sedangkan apresiasi adalah sebaliknya. Sementara itu, Mankiw (2000) membedakan antara dua nilai tukar yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sedangkan nilai tukar riil adalah harga relatif dari barangbarang kedua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang dari satu negara untuk barang dari negara lain.
2.2.
Kerangka Teori
2.2.1. Sistem Nilai Tukar Mengambang Penuh Keseimbangan nilai tukar pada sistem nilai tukar mengambang penuh ditentukan oleh mekanisme pasar (Batiz dan Batiz, 1994). Dengan demikian, pada sistem ini nilai mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing. Fungsi permintaan dan penawaran terhadap valuta asing dapat diformulasikan sebagai Q $ D = f (e , D 0 ) dan Q $ S = f (e , S 0 ) . Pergesaran permintaan dan penawaran terhadap valuta asing dapat dipengaruhi oleh nilai tukar itu sendiri, tingkat pendapatan, dan ekspetasi terhadap nilai tukar dimasa mendatang. Sementara itu, Suseno (2004) mencirikan faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran terhadap valuta asing diantaranya yaitu pembayaran dan penerimaan terhadap eksporimpor barang dan jasa, aliran modal masuk dan ke luar, dan kegiatan spekulasi. Pergeseran terhadap permintaan dan penawaran terhadap valuta asing dapat dilihat pada (Gambar 2.1). e=Rp/US$
e=Rp/US$ S0
S
E0
E1 e1
e0
E0
e0
S1 E1
e1 D0 Q1 (a)
Q2
D1
D Q
Q1 Q2 (b)
Sumber: Batiz dan Batiz (1994) Gambar 2.1. Peningkatan Permintaan dan Penawaran Valas
Q
Permintaan terhadap mata uang asing (Q $ D ) akan meningkat apabila terjadi peningkatan pembayaran barang impor, adanya aliran modal ke luar negeri dan ekspetasi yang negatif terhadap pelemahan nilai tukar mata uang domestik. Peningkatan tersebut mengakibatkan kurva permintaan bergeser ke kanan atas dari D0 ke D1 (Gambar 2.1(a)). Keseimbangan nilai tukar sekarang berada di titik E1, perpotongan D1 dan kurva S. Harga Dollar meningkat dan Rupiah terdepresiasi.
( )
Sementara itu, penawaran terhadap mata uang asing Q $ S akan meningkat apabila terjadi peningkatan penerimaan ekspor, adanya aliran modal masuk dan ekspetasi positif terhadap apresiasi mata uang domestik. Peningkatan tersebut mengakibatkan kurva penawaran bergeser ke kanan bawah dari dari S0 ke S1 (Gambar 2.1(b)). Keseimbangan nilai tukar menjadi di titik (E2), perpotongan kurva D dengan S1. Harga Dollar turun dan Rupiah terapresasi. 2.2.2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Sistem nilai tukar yang mengambang tapi terkendali ini seringkali disebut sebagai sistem nilai tukar mengambang semu (Krugman dan Obstfeld, 1999). Bank sentral seringkali melakukan intervensi ke pasar valuta asing untuk mempengaruhi nilai tukar. Jadi, nilai tukar mata uang dari negara yang bersangkutan tidak dibakukan sepenuhnya oleh bank sentral tapi juga tidak mengambang dengan bebas. Sistem nilai tukar mengambang terkendali berbeda dengan sistem mengambang penuh karena sistem ini tidak melarang bank sentral untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing. Tujuan intervensi tersebut adalah untuk menstabilkan pergerakan nilai tukar secara berkala atau setidaknya
mengurangi volatilitas pada tingkat yang moderat, serta mencegah pergerakan nilai yang terlalu besar. Ketertarikan pembuat kebijakan untuk menggunakan sistem ini adalah terdapatnya kebebasan untuk menggunakan intervensi atau kebijakan lain, seperti suku bunga, untuk mencapai nilai tukar yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan ekonomi tanpa harus kehilangan kredibilitas. Karakteristik dari sistem nilai tukar mengambang terkendali diantaranya: 1.
Bank sentral sebagai otoritas moneter menetapkan interval tertentu (batas atas dan batas bawah) agar ada wilayah yang aman bagi nilai nilai tukar.
2.
Selama nilai tukar yang terjadi masih berada dalam interval yang ditetapkan, maka bank sentral tidak perlu melakukan intervensi.
2.2.3. Persamaan Ekspor dan Impor Branson dan Litvack (1981) mengungkapkan bahwa ekspor ditentukan oleh tingkat harga domestik (P) dan nilai tukar (q), sedangkan impor ditentukan oleh tingkat pendapatan domestik (Y), tingkat harga domestik (P) dan nilai tukar nominal (q). Fungsi dari ekspor dapat dirumuskan sebagai berikut: x = f ( P , q ) ………………………………………………..........
(2.1)
Kenaikan dalam tingkat harga domestik atau penurunan dalam nilai tukar nominal (apresiasi) akan menyebabkan harga barang domestik lebih mahal dari harga barang luar negeri, hal ini akan menimbulkan penurunan dalam ekspor . Sedangkan fungsi dari impor secara dapat dirumuskan sebagai berikut: m = f ( Y , P , q ) …………………………………………..............
(2.2)
Kenaikan pendapatan domestik, tingkat harga domestik dan penurunan nilai tukar nominal (apresiasi) akan mengakibatkan kenaikan permintaan impor. 2.2.4. Proses Penyesuaian Neraca Berjalan dan Neraca Modal Sebuah peningkatan dalam pendapatan domestik (Y) akan menyebabkan penurunan pada ekspor bersih, penurunan ini terutama disebabkan oleh peningkatan impor. Maka untuk mengantisipasi adanya penurunan dalam net ekspor diperlukan penurunan net capital outflow (F(r)) melalui peningkatan suku bunga domestik (r) (Branson dan Litvack, 1981). Dalam bentuk grafik penjelasan di atas dapat digambarkan sebagai berikut: r BoP
F(r) Surplus B<0
r2
Defisit B<0
r1
F(r) F(r)1
F(r)2
Y1
Y2
Y
Sumber: Branson dan Litvack (1981) Gambar 2.2. Kurva BoP dan Net Capital Outflow
Gambar 2.2 dapat menununjukkan adanya hubungan positif antara tingkat pendapatan (Y) dengan tingkat suku bunga (r) dan juga adanya hubungan negatif antara tingkat suku bunga dengan net capital outflow, dimana peningkatan suku bunga akan mengakibatkan penurunan dalam net capital outflow.
Kenaikan pendapatan (Y1 ke Y2) akan mendorong terjadinya kenaikan permintaan impor. Naiknya permintaan impor selanjutnya akan menyebabkan terjadinya defisit neraca berjalan karena permintaan impor lebih tinggi dari kenaikan ekspor. Defisit yang terjadi pada neraca berjalan akan berusaha ditutupi dengan meningkatkan surplus pada neraca modal. Untuk meningkatkan surplus pada neraca modal maka salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan menaikkan tingkat suku bunga (r1 ke r2). Kenaikan tingkat suku bunga ini kemudian akan menyebabkan terjadinya aliran modal masuk ke dalam negeri atau terjadinya penurunan pada net capital outflow (F(r1) ke F(r2). 2.2.5. Neraca Modal dan Keseimbangan Neraca Pembayaran Aliran kapital internasional dihasilkan dari pembelian dan penjualan aset internasional. Seseorang akan memutuskan memegang asetnya dalam bentuk aset domestik atau aset asing tergantung pada tingkat suku bunga domestik dan asing. Maka dalam hal ini perubahan pada tingkat suku bunga akan menghasilkan aliran kapital (Branson dan Litvack, 1981). Net capital outflow (F) merupakan pembelian aset asing bersih oleh pihak domestik lebih kecil dari pembelian pihak asing terhadap aset domestik Berdasarkan pernyataan tersebut dapat ditentukan fungsi penurunan tingkat suku bunga domestik yaitu sebagai berikut: F = f (r );
F ' < 0 .....................................................................
(2.3)
Persamaan 2.3 menunjukkan bahwa kenaikan tingkat suku bunga domestik akan mengakibatkan penurunan net capital outflow.
Balance of Payment merupakan penjumlahan dari current account dan capital account, oleh karena itu dalam suatu persamaan, Balance of Payment dapat dirumuskan sebagai berikut: BoP = (( f ( P , q ) - f ( Y , P , q )) - f ( r ) ) .......................................... (2.4) Persamaan 2.4 diasumsikan BoP dalam keadan seimbang. Apabila terjadi surplus dalam current account maka harus diimbangi dengan defisit pada capital account atau diimbangi dengan peningkatan pada net capital outflow. 2.2.6. Investasi Asing Bersih dan Neraca Perdagangan Suatu perekonomian tertutup mencirikan bahwa tabungan dan investasi harus senantiasa sama. Namun dalam sebuah perekonomian terbuka, tabungan dan investasi bisa saja berlainan. Atas dasar persamaan mengenai tabungan nasional, S = Y - C - G , transaksi berjalan CA = NX dan bentuk persamaan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + NX , maka dengan memformulasikan persamaan tabungan nasional dan transaksi berjalan kedalam identitas persamaan pendapatan nasional, didapat persamaan investasi asing bersih dan neraca pembayaran sebagai berikut: S - I = NX .................................................................................. (2.5)
Bentuk pos pendapatan nasional ini menunjukkan bahwa ekspor bersih suatu perekonomian harus selalu sama dengan perbedaan diantara tabungan dan investasi (Mankiw, 2000). Pada bagian kanan persamaan di atas ( NX ) merupakan ekspor bersih barang dan jasa. Nama lain untuk ekspor bersih adalah neraca perdagangan (trade
balance), karena menyatakan bagaimana perdagangan barang dan jasa melenceng dari tolak ukur kesamaan ekspor dan impor. Sisi sebelah kiri dari identitas itu adalah perbedaan antara tabungan domestik dan investasi domestik, S - I yang disebut investasi asing bersih. Investasi asing bersih sama dengan jumlah penduduk domestik yang memberi pinjaman ke luar negeri dikurangi jumlah orang asing yang memberi kita pinjaman. Jika suatu negara mempunyai investasi asing bersih yang positif, berarti tabungan negara tersebut melebihi investasi dan tabungan yang berlebih tersebut akan dipinjamnkan kepada pihak asing. Jika suatu negara mempunyai investasi asing yang negatif, berarti investasi negara tersebut melebihi tabungan, maka untuk mengatasi ini maka suatu negara akan meminjam dana dari luar negeri. Jadi, investasi asing bersih mencerminkan arus dana internasional untuk mendanai akumulasi modal. Identitas pos pendapatan nasional menunjukkan bahwa investasi asing bersih selalu sama dengan neraca perdagangan, yaitu: Investasi Asing Bersih S - I
= =
Neraca Perdagangan NX ..................... (2.6)
Jika S - I dan NX adalah positif, maka perekonomian suatu negara dikatakan memiliki surplus perdagangan. Negara yang memiliki surplus perdagangan biasanya disebut sebagai negara donor bersih di pasar keuangan dunia. Jika S - I dan NX adalah negatif, negara tersebut mengalami memiliki defisit perdagangan. Dalam hal ini negara tersebut akan menjadi negara pengutang bersih di pasar keuangan dunia. Namun, jika S - I dan NX adalah nol, maka
neraca perdagangan berada dalam kondisi seimbang, karena nilai impor sama dengan nilai ekspornya. Identitas pos pendapatan nasional menunjukkan bahwa arus dana internasional untuk mendanai akumulasi modal, arus barang dan jasa internasional adalah dua sisi dari mata uang yang sama (Mankiw, 2000). Disatu sisi, jika tabungan melebihi investasi, tabungan yang tidak diinvestasikan secara domestik akan dipinjamkan kepada pihak asing yang membutuhkan. Pada sisi lain, jika investasi melebihi tabungan, kelebihan investasi harus didanai dengan meminjam dari luar negeri. Hutang luar negeri ini memungkinkan mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada mengekspornya, dengan demikian maka akan mengalami defisit perdagangan. 2.2.7. Pasar Barang , Kurva IS dan pergeseran kurva IS Kurva IS menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar barang dan jasa (Mankiw, 2000). Kurva IS yang miring ke bawah (berslope negatif) menunjukkan bahwa adanya hubungan yang negatif antara tingkat suku bunga dengan pendapatan. r
E2 r2
E1
r1
IS
Y2
Y1
Sumber: Mankiw (2000) Gambar 2.3. Kurva IS
Y
Dalam Gambar 2.3 dapat dijelaskan bahwa kenaikan dalam tingkat suku bunga (r1 ke r2) akan menyebabkan investasi yang direncanakan mengalami penurunan. Turunnya investasi ini dikarenakan meningkatnya pengembalian yang harus dibayarkan apabila para investor meminjam dana kepada bank konvensionel. Apabila investasi mengalami penurunan maka pada akhirnya akan berdampak pada penurunan tingkat pendapatan (Y2 ke Y1). Kurva IS dapat bergeser apabila ada perubahan dalam kebijakan fiskal yaitu dengan adanya kenaikkan atau penurunan Goverment expenditure (G) dan Tax (T). Dalam bentuk grafik pergeseran tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: r
-
IS2
r
IS1 Y1
Y2
Y
Sumber: Mankiw (2000) Gambar 2.4 Pergeseran Kurva IS
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa kenaikan dalam pembelian pemerintah meningkatkan pengeluaran yang direncanakan (Y1 ke Y2). Untuk tingkat suku bunga tertentu, pergeseran ke atas dalam pengeluaran yang direncanakan akan menyebabkan kurva IS bergeser ke kanan atas (IS1 ke IS2). 2.2.8. Pasar Uang, Kurva LM, dan Pergeseran Kurva LM Kurva LM menunjukkan kombinasi tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam pasar untuk
keseimbangan uang riil. Kurva LM digambarkan untuk penawaran uang riil tertentu (Mankiw, 2000). Keynes dalam buku klasiknya The General Theory menjabarkan pandangannya tentang bagaimana tingkat bunga ditentukan dalam jangka pendek. Penjelasan itu disebut teori preferensi likuiditas, karena teori itu menyatakan bahwa tingkat suku bunga menyesuaikan untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan uang. Hubungan antara tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan dapat digambarkan berikut ini. LM r
r2 r1
Y1
Y2
Y
Sumber: Mankiw (2000) Gambar 2.5. Kurva LM
Gambar 2.5 dapat dijelaskan bahwa kenaikan dalam tingkat pendapatan akan menaikkan permintaan akan uang, jika penawaran uang riil tetap maka akan ada kenaikan tingkat suku bunga (r1 ke r2) untuk mengantisipasi permintaan akan uang tersebut. Kurva LM berslope positif yang berarti adanya kenaikan dalam tingkat pendapatan akan diikuti oleh kenaikan tingkat suku bunga. Kurva LM dapat bergeser apabila ada perubahan dalam penawaran uang riil melalui kebijakan moneter. Pergeseran kurva LM dalam bentuk grafik dapat digambarkan sebagai berikut:
LM2
r
LM1
r2 r1
-
Y
Y
Sumber: Mankiw (2000) Gambar 2.6. Pergeseran Kurva LM
Pada tingkat pendapatan tertentu penurunan dalam penawaran uang (LM1 ke LM2) menggeser kurva LM ke kiri atas dan hal tersebut akan berakibat pada naiknya tingkat suku bunga yang (r1 ke r2). Maka ada hubungan negatif antara jumlah penawaran uang riil dengan tingkat suku bunga, ketika terjadi penurunan dalam penawaran uang riil akan menyebabkan peningkatan tingkat suku bunga. 2.2.9. Pengaruh Invetasi Asing Bersih dan Ekspor Bersih terhadap Nilai Tukar Mankiw (2000) mengatakan bahwa ada hubungan antara investasi asing bersih, ekspor bersih dan nilai tukar. Dalam perekonomian terbuka, dikemukakan bahwa kenaikan dalam permintaan investasi asing bersih menyebabkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi. Hal tersebut terjadi karena adanya peningkatan dalam investasi yang masuk berarti terjadi peningkatan permintaan terhadap mata uang domestik. Begitu pula dengan adanya peningkatan dalam ekspor bersih akan mengakibatkan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi. Peningkatan dalam ekspor bersih berarti menandai terjadinya peningkatan penawaran valuta asing.
(SI)2
(SI)1
q
(SI) q
q2 q2
(NX)2
q1
q1
(NX)1 (NX)2
(NX)1 (NX)
(NX)1=(NX)2
(a)
(NX)
(b)
Sumber: Mankiw (2000) Gambar 2.7. Pergeseran kurva (SI) dan (NX)
Gambar 2.7(a) menunjukkan bahwa peningkatan investasi akan menyebabkan kurva (SI) bergeser ke kiri. Peningkatan investasi berarti terjadi peningkatan permintaan mata uang domestik, sehingga nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing mengalami apresiasi. Gambar 2.7(b) menunjukkan terjadinya peningkatan dalam ekspor bersih. Peningkatan ekspor bersih akan menggeser kurva ekspor ke kanan atas. Adanya peningkatan dalam ekspor bersih berarti terjadinya peningkatan penawaran mata uang asing, sehingga hal tersebut dapat mengakibatkan terspresiasinya mata uang domestik terhadap mata uang asing. 2.2.10. Vector Autoregression (VAR) VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linear dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain yang ada di dalam sistem. Jadi, peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag seluruh peubah tak bebas dalam sistem.
VAR merupakan pendekatan yang berorientasi pada data, jika pola dari data telah disimpulkan maka data akan berbicara (Subagjo, 2005). Dengan demikian, dari data dasar maupun data tersaring, spesifikasi model dapat dilakukan. Restriksirestriksi persamaan dalam struktural VAR dilakukan jika memang diperlukan dan itu berdasarkan pada teori ekonomi yang relevan. VAR dapat juga digunakan untuk peramalan dan juga untuk analisis kebijakan. VAR dengan ordo p dan n buah variabel tak bebas pada waktu ket dapat dimodelkan sebagai berikut: Yt = A 0 + A 1 Y t - 1 + A 2 Y t - 2 + ... + A p Y t - p + e t …………………......... (2.7)
dimana: Yt
= Vektor Peubah Tak Bebas,
A0
= Vektor Intercept Berukuran n x 1,
A1
= Matriks Parameter Berukuran n x n,
εt
= Vektor Sisaan.
Persamaan VAR secara umum menurut Thomas (1997) sebagai berikut: k
Y t = å A i Y t -1 + e t ......................................................................... (2.8) i =1
dimana: Yt
= Vektor Kolom dari Pengamatan pada Waktu t Semua Variabel dalam Model,
At
= Matriks Parameter,
k
= Ordo dari Model VAR.
Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak bebas tidak ada korelasi. Salah satu syarat dalam analisis VAR adalah data stasioner. kestasioneran data dapat dilakukan melalui pengujian terhadap ada tidaknya unit root dalam variabel dengan melakukan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Berdasarkan persamaan 2.6 dengan model pendifrensiasian dapat dituliskan sebagai berikut: DYt = A 0 + gY t - 1 + A 2 Y t - 2 + ... + A p Y t - p + e t ………………............ (2.9)
hipotesis yang diuji adalah: H0
: γ = 0 (data tidak stasioner)
H1
: γ < 0 (data stasioner)
Uji yang dilakukan adalah uji tstatistik, dengan rumus: -
t hit =
g s
……………………………………………….............. (2.10) -
g -
dimana
g
-
adalah nilai dugaan γ dan s g adala simpangan baku dari γ. Dengan
menggunakan tingkat signifikansi 5 persen untuk nilai kritis dari statistik ADF, jika t statistik lebih besar dari statistik ADF (nilai kritis 5 persen) maka keputusan adalah tolak H0 yang berarti bahwa tidak terdapat unit root (stasioner) begitu pula sebaliknya. Kestasioneran data penting, agar tidak menimbulkan spurious regression akibat adanya unit root. Pendekatan yang dilakukan untuk mengamati persamaan regresi yang spurious adalah dengan menarik diferensial atas variabel dependen dan
independent, sehingga diperoleh variabel yang stasioner dengan pendiferensialan I(n). Kestasioneran data melalui pendiferensialan tidaklah cukup, yang berarti bahwa model VAR biasa tidak dapat digunakan secara langsung karena mempertimbangkan terdapat tidaknya informasi jangka pendek dan jangka panjang dalam model. Sehingga ada dua pilihan yang dapat dillakukan yaitu model VAR dengan pendiferensialan untuk data yang tidak terkointegrasi atau VECM untuk data yang terkointegrasi. .
Menurut Pesaran dan Pesaran (1997) model VECM secara umum adalah: k -1
DYt = å GDY t -1 + m 0 + m1 t + ab ' Y t -1 + e t …………………..........
(2.11)
i =1
dimana: ΔYt
= Yt – Yt1,
(k1) = Ordo VECM dari VAR, Γ
= Matriks Koefisien Regresi (b1, b2, b3),
Yt1
= Vektor dari Variabel yang Digunakan dalam Analisis,
μ0
= Vektor Intercept,
μ1
= Vektor Koefisien Regresi,
α
= Matriks Loading,
β’
= Vektor Kointegrasi,
Yt1
= Variabel
dalam Level,
Berdasarkan persamaan (2.11), vektor kointegrasi (β’) sangat ditekankan karena menunjukkan adanya kointegrasi dalam variabelvariabel yang dianalisis. Vektor tersebut dapat diinterpretasikan dalam bentuk matriks kointegrasi dengan komponan tren sesuai dengan banyaknya persamaan jangka panjang yang
diperoleh berdasarkan pengujian kointegrasi. Apabila rank kointegrasi dua (r=2). Maka terdapat dua vektor kointegrasi yang terbentuk. Kedua vektor tersebut just identified karena terdapat dua set restriksi untuk dua persamaan. Agar persamaan tersebut dapat diuji untuk diinterpretasikan secara ekonomi maka dilakukan overidentifying restriksi untuk memperoleh model hubungan jangka panjang yang terestriksi sehingga bermakna secara ekonomi, dan kemudian parameterparameter diestimasi dengan menggunakan Maximum Likelihood. Hasil estimasi model VECM digunakan untuk memperoleh informasi jangka pendek dan jangka panjang dengan tingkat perubahan tertentu. Tetapi hasil estimasi ini sangat tergantung pada tujuan penelitian dan merupakan hasil antara untuk memperoleh residual yang akan digunakan dalam innovation accounting yang meliputi analisis IRF dan FEVD. Impulse Response Function (IRF) dapat dilakukan untuk melihat respon dinamis setiap variabel yang dianalisis terhadap adanya shock atau guncangan atas variabel tertentu. Sementara itu, Forecast Error Variance Decompositon (FEVD) dilakukan untuk melihat berapa persen kontribusi guncangan masingmasing variabel terhadap perubahan variabel tertentu.
2.3.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Analisis serta kajian mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi nilai
tukar telah banyak dilakukan. Berikut ini akan dipaparkan beberapa penelitian terdahulu mengenai faktor apa saja yang mempengaruhi nilai tukar, khususnya
apabila dilihat dari adanya aliran keuangan yang masuk dan ke luar dari suatu negara dengan memperhitungkan posisi dari neraca pembayaran. Wibowo dan Amir (2005) melakukan penelitian terhadap faktorfaktor yang mempengaruhi nilai tukar dengan salah satu model penelitiannya dengan memasukkan variabel neraca perdagangan sebagai variabel eksogen dalam mempengaruhi nilai tukar. Model yang dikembangkan oleh Wibowo dan Amir (2005) merupakan model yang didasarkan dari model penelitian yang dilakukan oleh Meese dan Rogoff (1983) yang telah membangun suatu uji langsung yang sulit dalam tiga tahap. Pertama, mereka merumuskan suatu model yang menampung sebagian besar halhal yang dipercayai oleh pakar ekonomi sebagai sesuatu yang menyebabkan perubahan nilai tukar. Dari persamaan gabungan paritas daya beli: r =
P æç M ö÷ æ k f ö æ y f ö = . ç ÷. ç ÷ ……………………….................. P f çè M f ÷ø çè k ÷ø çè y ÷ø
(2.11)
dimana M dan Mf masingmasing adalah jumlah uang beredar (dalam negeri dan luar negeri ), P dan Pf adalah tingkat harga, y dan yf adalah PDB riil, serta k dan kf adalah nisbah perilaku yang ditentukan oleh masingmasing persamaan tersebut Dalam model persamaan yang dibangun oleh Wibowo dan Amir (2005), nilai k dari persamaanpersamaan di atas dimungkinkan untuk tergantung pada suku bunga di dalam dan luar negeri (i dan if), tingkat inflasi di dalam dan luar negeri (π dan πf), dan neraca perdagangan (TB) di dalam negeri. Dengan demikian persamaan untuk memperkirakan harga valuta asing (r) menjadi:
æ M ö æ y ö ÷. ç ÷. K ( i f - i , p f - p , TB ) ………………….............. r = ç ç M ÷ ç y ÷ è f ø è f ø
(2.12)
dimana K merupakan nisbah kf/k. Berdasarkan hasil yang diteliti ternyata hanya varibel TB yang tidak mempengaruhi secara signifikan sedangkan variabel lainnya sukup signifikan dalam mempengaruhi nilai tukar. Atmadja (2002) melakukan penelitian dengan judul analisa pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika setelah diterapkannya kebijakan sistim nilai tukar mengambang bebas di Indonesia. Dalam penelitiannya, Atmadja memasukkan variabel besarnya surplus atau defisit neraca pembayaran sebagai salah satu variabel eksogen dalam melakukan penelitian. Berdasarkan hasil penelitiannya dengan menggunakan metode OLS ternyata variabel surplus dan defisitnya neraca pembayaran tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar.
2.4.
Kerangka Pemikiran Operasional Suatu negara yang menganut sistem perekonomian terbuka akan
mengalami terjadinya integrasi ekonomi dengan negara lain. Terjadinya integrasi ekonomi akan terlihat dari sisi sektor eksternal. Sisi eksternal merupakan kondisi dimana perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi dari negara lain. Aktivitas ekonomi tersebut dapat menyebabkan terjadinya aliran dana dari dan ke luar negeri. Untuk mengidentifikasi kegiatan ekonomi dari sisi eksternal maka peneliti menggunakan neraca pembayaran sebagai indikator terjadinya hubungan ekonomi dengan negara lain.
Neraca pembayaran yang terdiri dari transaksi berjalan (current account) dan transaksi keuangan dan modal (capital account) merupakan indikator terjadinya aliran dana dari dan ke luar negeri. Adanya aliran dana tersebut akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing di pasar uang. Oleh karena itu, diperlukan suatu analisis yang lebih mendalam mengenai adanya aliran dana tersebut dalam mempengaruhi nilai tukar mata uang domestik dengan mata uang asing. Dalam bentuk bagan alir (flowchart) kerangka penelitian operasional dari penelitian ini akan terlihat seperti (Gambar 2.8).
Neraca Pembayaran
Tingkat Suku Bunga
Jumlah Uang Beredar
Capital Account
Tingkat Suku Bunga
PDB dan Nilai Tukar
Current Account
Nilai Tukar
Dummy Krisis
Gambar 2.8. Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan: Terdiri dari Mempengaruhi Batasan Penelitian
PDB
2.5.
Definisi Variabel Variabelvariabel yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana pengaruh
komponen neraca pembayaran mempengaruhi nilai tukar antara neraca berjalan (currrent account) dan neraca modal dan keuangan (capital account). Variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu (M2) yang merupakan jumlah uang beredar dalam arti luas, tingkat suku bunga (R), produk domestik bruto (PDB) dan dummy krisis (D). Untuk variabel nilai tukar (ER) peneliti menggunakan nilai tukar nominal Rp/US$ .
2.6.
Hipotesa Penelitian Dari perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, hipotesis
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Current account berpengaruh negatif terhadap nilai tukar Rupiah, dalam artian meningkatnya current account akan mengakibatkan nilai nominal nilai tukar Rupiah mengalami penurunan (apresiasi).
2.
Capital account berpengaruh negatif terhadap nilai tukar Rupiah, dalam artian meningkatnya capital account akan mengkibatkan penawaran terhadap mata uang asing akan bertambah di pasar uang sehingga nilai nominal dari nilai tukar Rupiah mengalami penurunan (apresiasi).
3.
Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) berpengaruh positif terhadap nilai tukar Rupiah, dalam artian meningkatnya M2 akan mengakibatkan tingkat suku bunga dalam negeri menjadi turun, maka hal tersebut akan mengurangi investasi yang masuk ke Indonesia. Menurunnya investasi
akan mengakibatkan penawaran mata uang asing menjadi menurun yang selanjutnya menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi. 4.
Kenaikan tingkat suku bunga (R) menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi.
5.
Kenaikan PDB berpengaruh menyebabkan nilai tukar terdepresiasi.
6.
Dummy krisis menyebabkan nilai tukar terdepresiasi.
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini banyak dilakukan di Jakarta dan Bogor. Waktu penelitian ini
berlangsung pada bulan Februari hingga bulan Mei 2006.
3.2.
Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
merupakan data kuartalan periode 1990:1 sampai dengan 2005:4. Data penelitian diambil dari Bank Indonesia (BI) dan instansi terkait lainnya. Untuk mencari studi pustaka maka peneliti melakukan pengumpulan literatur berupa kumpulan materi kuliah, jurnal, artikel dan bukubuku yang relevan untuk dijadikan sebagai sumber penelitian.
3.3.
Metode Analisis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Vektor Error Correction Model
(VECM). Metode ini mempunyai kelebihan jika dibandingkan dengan metode lain yang konvensional, seperti Ordinary Least Square (OLS) karena dalam metode ini didahului oleh proses pengujian akar unit dan kointegrasi untuk meneliti apakah variabel yang digunakan dalam sistem persamaan bersifat stasioner atau tidak. Menurut Sims dalam Thomas (1997), variabel yang digunakan dalam model VECM dipilih sesuai dengan model ekonomi yang relevan dan hubungan
antara variabel tidak diperlukan secara apriori. Dengan kata lain semua variabel dalam sistem diperlakukan sebagai variabel endogen. VECM digunakan untuk mendapatkan hubungan antara variabelvariabel dalam bentuk regresi kointegrasi. Model ini merupakan sistem persamaan dalam bentuk VAR dari variabelvariabel yang dinyatakan dalam koreksi kesalahan (error correction) antara dinamika jangka pendek dari variabelvariabel terhadap ekuilibrium jangka panjangnya. 3.3.1. Model Analisis Penelitian Bentuk model analisis penelitian dapat dibuat dengan memasukkan variabelvariabel yang digunakan yaitu sebagai berikut: é E R t ù ê M 2 ú t ú ê ê R t ú ê ú ê K A t ú = ê P D B t ú ê ú ê C A t ú ê D ú ë t û
é a1 1 ( L ) ê ê a 21 ( L ) ê a31 ( L ) ê ê a 41 ( L ) êa (L) ê 51 ê a 61 ( L ) êa (L) ë 71
a1 2 ( L )
a 1 3 ( L )
a 1 4 ( L )
a1 5 ( L )
a1 6 ( L )
a 22 ( L )
a 2 3 ( L )
a 2 4 ( L )
a 25 ( L )
a 26 ( L )
a32 ( L )
a 3 3 ( L )
a 3 4 ( L )
a35 ( L )
a36 ( L )
a 42 ( L )
a 4 3 ( L )
a 4 4 ( L )
a 45 ( L )
a 46 ( L )
a52 ( L )
a53 ( L )
a 5 4 ( L )
a55 ( L )
a56 ( L )
a62 ( L )
a 63 ( L )
a 6 4 ( L )
a 65 ( L )
a 66 ( L )
a 7 2 ( L )
a 73 ( L )
a74 ( L )
a 75 ( L )
a 76 ( L )
dimana: ER
= Nilai Tukar (Rp/US$)
M2
= Jumlah Uang Beredar
R
= Tingkat Suku Bunga SBI 1 Bulan
KA
= Capital Account
CA
= Current Account
PDB = Produk Domestik Bruto D
= Dummy Krisis
εit
= Guncangan Acak
L
= Lag
a 1 7 ( L ) ù é E R t ù é e 1 t ù ê e ú a 2 7 ( L ) úú ê M 2 t ú ê ú ê 2 t ú ú ê e 3 t ú a 3 7 ( L ) ú ê R t úê ú ê ú a 4 7 ( L ) ú ê K A t ú + ê e 4 t ú ú ê ú ê a 5 7 ( L ) P D B t e ú úê ú ê 5 t ú a 6 7 ( L ) ú ê C A t ú ê e 6 t ú êe ú a 7 7 ( L ) úû êë D t úû ë 7 t û
Untuk mendapatkan tujuan penelitian yang diharapkan, maka dalam menggunakan analisis VECM, dengan melewati tahapan proses berikut ini: 3.3.2. Pengujian Akar Unit Pengujian ini bertujuan untuk menganalisis apakah suatu variabel stasioner atau tidak. Jika stasioner maka tidak ada akarakar unit, sebaliknya jika tidak stasioner maka terdapat akarakar unit. Salah satu cara untuk menguji stasioneritas data adalah dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test. Jika nilai ADF statistiknya lebih kecil dari Mc Kinnon Critical Value maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut stasioner. Solusi yang dapat dilakukan apabila berdasarkan uji ADF diketahui suatu data time series nonstasioner adalah dengan melakukan penarikan differensial sampai data menjadi stasioner. 3.3.3. Penetapan Lag Optimal Penentuan lag optimal VAR di sini adalah dengan menggunakan uji Likelihood Ratio. Setelah didapatkan lag yang optimal maka dalam pendekatan VECM ordo lag tersebut akan dikurangi satu menjadi (k1) sebagai tahapan untuk memperoleh rank kointegrasi berdasarkan pengujian Johansen yang akan diset sebagai persamaan kointegrasi jangka panjang. 3.3.4. Pengujian Rank Kointegrasi Analisis rank kointegrasi dilakukan untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Rank kointegrasi dilakukan melalui uji Johansen Maximum Likelihood test yaitu dengan terlebih dahulu mengurangi ordo VAR k menjadi (k1), maka diperoleh VECM (k1). Untuk menentukan berapa banyak rank yang terkointegrasi dalam jangka
panjang maka dalam uji Johansen Maximum Likelihood test terutama dengan berdasarkan maximal eigenvalue dan trace of stochastic matrix. Apabila berdasarkan nilai ini menghasilkan rank kointegrasi yang berbeda maka digunakan asumsi tambahan yaitu berdasarkan selection criteria SBC dan HQC yang menunjukkan angka yang terbesar. 3.3.5. Impulse Response Function (IRF) Analisis IRF digunakan untuk melihat respon variabel tertentu terhadap guncangan variabel tertentu. Pengaruh guncangan dapat dilihat mulai dari awal guncangan terjadi sampai pengaruh guncangan itu relatif stabil di masa mendatang atau sampai mencapai keseimbangan jangka panjangnya. 3.3.6. Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Analisis FEVD untuk melihat berapa besar kontribusi guncangan suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan variance error terhadap perubahan variabel tertentu. Dengan metode ini dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari masingmasing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
IV. PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN DAN NILAI TUKAR RUPIAH
4.1.
Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia Neraca pembayaran yang merupakan suatu catatan sistematis mengenai
transaksi ekonomi yang dilakukan antara penduduk suatu negara dengan penduduk dari negara lain, telah banyak dijadikan suatu alat analisis dalam perumusan kebijakan ekonomi makro. Salah satu hal penting yang bisa diamati dalam neraca pembayaran adalah adanya aliran dana yang mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing (Sugiyono, 2002). Aliran dana yang tercatat dalam neraca pembayaran dapat mencirikan keadaan ekonomi suatu negara. Aliran dana tersebut dapat disebabkan oleh adanya kegiatan eksporimpor yang dilakukan antar negara. Dengan adanya suatu sistem pencatatan ini akan terlihat apakah suatu negara termasuk negara pengekspor bersih atau pengimpor bersih. Selain dilihat dari sisi eksporimpor atau sisi perdagangan internasional, neraca pembayaran juga dapat mencirikan adanya suatu aliran modal dari suatu negara ke negara lainnya. Dengan adanya suatu pencatatan dari sisi modal dapat terlihat apakah negara tersebut mengalami lebih banyak capital inflow atau capital outflow. Karakteristik neraca pembayaran Indonesia mengalami banyak perubahan pada masa sebelum dan sesudah krisis. Perubahan itu dapat dilihat dari sisi nilai dan arah pergerakan baik pada sisi neraca berjalan maupun neraca modal. Perubahan nilai dan arah pergerakan dari neraca berjalan dan neraca modal dapat mempengaruhi kondisi neraca pembayaran secara keseluruhan. Untuk lebih jelas
ditampilkan Gambar 4.1 yang mencirikan perkembangan neraca pembayaran Indonesia berdasarkan periode triwulanan. 6000 4000 Juta US$
2000 0 2000 4000
I II IIIIV I II III IV I II IIIIV I II III IV I II III IV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV 1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
6000 8000 Periode (triwulan)
Sumber: Bank Indonesia (19902005). Gambar 4.1. Perkembangan Neraca Pembayaran Indonesia
Pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi, neraca pembayaran Indonesia pada umumnya mencatat surplus. Pencatatan surplus terbesar terjadi pada tahun 1995 triwulan keempat, dimana dalam periode tersebut surplus neraca pembayaran sebesar US$ 2871 juta. Surplusnya neraca pembayaran tersebut merupakan andil dari pencatatan neraca modal yang cukup besar, dimana dalam periode sebelum krisis banyak dana investasi asing yang masuk. Besarnya dana investasi yang masuk lebih disebabkan ketertarikan investor asing dan domestik atas prospek ekonomi Indonesia yang menunjukkan perkembangan dan kemajuan. Namun pada triwulan kedua tahun 1996 nilai dan arah pergerakan neraca pembayaran mengalami pembalikan arah, pada periode tersebut neraca pembayaran mengalami defisit yang cukup signifikan yaitu sebesar US$ 595 juta. Defisitnya neraca pembayaran ini dikarenakan neraca berjalan pada periode tersebut mengalami defisit yang cukup besar yaitu US$ 2588 juta, sementara untuk neraca modal hanya mampu menyumbangkan surplus sebesar US$ 1993 juta, sehingga hal tersebut memperburuk kinerja neraca pembayaran.
Nilai dan arah pergerakan neraca pembayaran Indonesia banyak mengalami perubahan setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997. Pada awal terjadinya krisis, neraca pembayaran Indonesia sempat mencatat defisit yang cukup besar. Defisit terbesar terjadi pada triwulan keempat tahun 1997, pada periode tersebut neraca pembayaran mencatat defisit sebesar US$ 5644 juta. Terjadinya defisit yang besar pada neraca pembayaran lebih disebabkan banyaknya capital flight yang terjadi akibat dari ketidakpercayaan investor akan kemampuan Indonesia dalam bertahan akibat terjadinya krisis keuangan yang berlanjut ke krisis ekonomi. Capital flight tersebut menyebabkan neraca modal mengalami defisit sebesar US$ 5442 juta. Dampak krisis ekonomi yang melanda Indonesia sedikit mereda setelah triwulan kedua tahun 1998, pada periode tersebut neraca pembayaran Indonesia kembali menunjukkan perbaikan dengan pencatatan surplus sebesar 1866 juta US$. Surplusnya neraca pembayaran pada periode ini terbantu dari sisi neraca berjalan yang menunjukkan pencatatan yang cukup besar karena semakin kompetitifnya komoditi ekspor yang lebih disebabkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing. Sementara itu, dari sisi neraca modal juga sudah menunjukkan pencatatan yang surplus akibat kepercayaan para investor akan pulihnya perekonomian Indonesia. Setelah dampak krisis keuangan mulai mereda, neraca pembayaran Indonesia menunjukkan fluktuasi yang cukup rendah dengan menunjukkan pergerakan yang lebih banyak mencatat surplus neraca pembayaran. Pada triwulan keempat tahun 2005 neraca pembayaran Indonesia menunjukkan surplus yang besar yaitu sebesar 3398 juta US$.
4.2.
Perkembangan Neraca Berjalan Nilai dan arah pergerakan neraca berjalan mengalami banyak perubahan
pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi terjadi. Pergerakan neraca berjalan dapat dilihat pada (Gambar 4.2). 4000 3000 2000 1000 0 1000 2000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
3000 P e r i o de ( t r i w ul a n)
Sumber: Bank Indonesia (19902005). Gambar 4.2. Perkembangan Neraca Berjalan
Pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi pergerakan neraca berjalan cenderung mencatat adanya defisit. Defisitnya neraca berjalan terkait tingginya permintaan impor pada saat itu. Meningkatnya permintaan impor terjadi karena pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi, angka produk domestik bruto dan pertumbuhan ekonomi mencatat angka yang cukup tinggi sehingga hal tersebut mendorong terjadinya permintaan akan barang impor. Sementara itu, dari sisi ekspor menunjukkan angka yang relatif rendah karena terkait tingginya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing pada saat itu, sehingga mendorong kurang kompetitifnya komoditi domestik dibandingkan dengan komoditi dari negara lain. Pencatatan defisit neraca berjalan terbesar terjadi pada triwulan kedua tahun 1996 sebesar US$ 2566 juta. Pergerakan neraca berjalan setelah kriris ekonomi terjadi cenderung menunjukkan adanya surplus. Surplusnya neraca berjalan terkait dengan
diterapkannya sistem nilai tukar mengambang ketika itu. Setelah diterapkannya sistem nilai tukar ini, fluktuasi nilai tukar Rupiah cenderung berada dalam tingkat yang terdepresiasi. Nilai tukar yang terdepresiasi mengakibatkan komoditi domestik menjadi lebih kompetitif dibandingkan komoditi dari negara lain, sehingga faktor tersebut mendorong terjadinya peningkatan ekspor. Pencatatan surplus terbesar terjadi pada triwulan ketiga tahun 2004 yaitu US$ 2770 juta.
4.3.
Perkembangan Neraca Modal Sama halnya dengan neraca berjalan, neraca modal juga menunjukkan
pergerakan yang berbeda pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Pergerakan tersebut dapat dilihat pada Gambar (4.3). 6000
Juta US$
4000 2000 0 2000 I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 4000 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 6000 8000 Periode (triwulan)
Sumber: Bank Indonesia (19902005). Gambar 4.3 Perkembangan Neraca Modal
Sebelum terjadinya krisis ekonomi, neraca modal pada umumnya cenderung mencatat surplus. Surplus neraca modal tertinggi terjadi pada triwulan keempat tahun 1995 sebesar US$ 4075 juta. Surplusnya neraca modal dan keuangan pada masa sebelum krisis ekonomi terjadi karena tingginya arus modal masuk baik yang berupa investasi jangka pendek maupun investasi yang berupa penanaman modal asing secara langsung. Tingginya arus modal yang masuk ke
Indonesia terkait dengan prospek perekonomian Indonesia menuju arah yang semakin baik dan rendahnya resiko untuk terjadi kegagalan bisnis. Namun pada triwulan kedua neraca modal mengalami penurunan defisit dan pada periode tersebut surplus yang tercatat dalam neraca pembayaran menjadi sekitar US$ 1993 juta. Setelah krisis ekonomi terjadi, pergerakan neraca modal ikut mengalami imbas akibat terjadinya krisis tersebut. Neraca modal mengalami pembalikan arah dan cenderung mencatat adanya defisit. Defisit terbesar terjadi pada triwulan pertama tahun 1998 yaitu sebesar US$ 6203 juta. Defisit tersebut terjadi karena tingginya capital flight menyusul adanya sentimen negatif dari pelaku ekonomi akan bertahannya perekonomian Indonesia akibat krisis keuangan yang terjadi. Setelah triwulan kedua tahun 1998 pergerakan neraca modal menunjukkan pembalikan arah dengan terjadi surplus sebesar US$ 1195 juta. Hal ini terjadi setelah pemerintah melakukan berbagai kebijakan untuk memperbaiki perekonomian, sehingga menumbuhkan kembali kepercayaan para investor akan perkembangan perekonomian Indonesia. Neraca modal kembali mengalami keterpurukan pada selang waktu dari triwulan kedua tahun 1999 sampai dengan triwulan pertama tahun 2002, pada selang tersebut neraca modal mengalami tingkat defisit yang cukup besar. Pencatatan defisit terbesar pada selang tersebut terjadi pada triwulan pertama tahun 2001 yaitu sekitar US$ 3245 juta. Defisit besar yang terjadi pada neraca modal terkait dengan keengganan para investor untuk menanamkan modalnya karena memanasnya situasi politik pada saat itu.
4.4.
Perkembangan Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Pergerakan nilai tukar Rupiah memiliki keterkaitan dengan perkembangan
neraca modal. Keterkaitan antara neraca modal dengan pergerakan nilai tukar Rupiah dapat terlihat jelas ketika krisis ekonomi mulai terjadi dan setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang penuh. Perkembangan pergerakan
Rp/US$
nilai tukar Rupiah dapat dilihat pada (Gambar 4.4). 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 I II III IV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV I II III IV I II III IV I II IIIIV I II III IV I II III IV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV I II IIIIV I II III IV I II IIIIV 1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Periode (triwulan)
Sumber: Bank Indonesia (19902005). Gambar 4.4. Perkembangan Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Pergerakan nilai tukar Rupiah pada waktu sebelum terjadinya krisis ekonomi menunjukkan pergerakan yang stabil. Namun, setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia baik itu pergerakan pada nilai tukar Rupiah maupun neraca modal (Gambar 4.4.) menunjukkan volatilitas yang tinggi. Pada awal terjadinya krisis ekonomi, neraca modal mencatat defisit yang tinggi, hal tersebut terjadi karena menurunnya kepercayaan investor asing atas bertahannya perekonomian Indonesia dari guncangan krisis, sehingga hal tersebut menimbulkan capital flight. Tingginya capital flight yang terjadi pada awal terjadinya krisis menyebabkan permintaan terhadap valuta asing turut mengalami peningkatan. Peningkatan terhadap valuta asing ini menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami
depresiasi yang cukup tajam sehingga posisi nilai tukar pada pertengahan tahun 1998 sempat menyentuh angka Rp 14900/US$ yang merupakan tingkat depresiasi terbesar sepanjang sejarah setelah diterapkannya sistem nilai tukar mengambang penuh. Setelah menyentuh tingkat tersebut, pergerakan nilai tukar mengalami penguatan, dimana pada triwulan kedua tahun 1999 nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika berada pada Rp 6726/US$. Terapresiasinya Rupiah ini sejalan dengan adanya peningkatan surplus pada neraca modal selama selang waktu triwulan ketiga tahun 1998 sampai dengan triwulan pertama tahun 1999, dengan tingkat surplus terbesar terjadi pada triwulan keempat tahun 1998 yaitu sebesar US$ 1532 juta. Nilai tukar Rupiah kembali mengalami kecenderungan yang terdepresiasi pada selang waktu dari triwulan keempat tahun 1999 sampai dengan triwulan kedua tahun 2001, depresiasi terlemah Rupiah pada selang tersebut berada pada level Rp 11440/US$. Depresiasinya Rupiah ini terjadi karena adanya kecenderungan defisit pada neraca modal yang mencirikan tingginnya arus modal yang keluar. Neraca modal cenderung mengalami defisit pada selang waktu triwulan kedua tahun 1999 sampai dengan triwulan ketiga tahun 2001. Defisit terbesar pada neraca modal pada selang tersebut terjadi pada triwulan pertama tahun 2001 yaitu sebesar US$ 3245 juta. Melemahnya nilai tukar Rupiah bukan hanya disebabkan oleh tingginya arus modal keluar tetapi juga banyak disebabkan oleh meningkatnya kegiatan spekulasi terhadap Rupiah. Banyak hal yang dilakukan untuk meredam depresiasi nilai tukar Rupiah ketika itu, diantaranya untuk mengurangi permintaan terhadap
valuta asing pada tahun 1998 maka transaksi forward jual Rupiah antara bank dengan nonresident dibatasi maksimal US$ lima juta pernasabah. Selanjutnya, pada 12 Januari 2001 kembali dilakukan pembatasan terhadap transaksi derivatif antara bank dengan nonresident menjadi maksimal US$ tiga juta perhari apabila transaksi tersebut underlying, apabila bank dapat menunjukkan adanya underlying transaction maka transaksi tersebut dilakukan pembatasan (Suseno, 2004). Perdagangan nilai tukar di pasar valuta asing antar bank juga tidak dapat terlepas dari beberapa norma, faktor teknis, mekanisme aturan perdagangan, yang tidak mungkin dapat dijelaskan dari sudut pandang fundamental ekonomi, misalnya buy high, sell low merupakan aturan umum yang berlaku di pasar. Ketika kecenderungan nilai tukar Rupiah dilihatnya bergerak turun (apresiasi), pelaku pasar ramairamai akan menjual Dollar. Sudah menjadi aturan tidak tertulis di pasar bahwa pelaku pasar jangan cobacoba melawan tren pasar yang dibentuk oleh mayoritas, bila tidak ingin merugi. Demikian pula beberapa aturan seperti stop loss buying/selling pada dasarnya akan membuat nilai tukar bergerak sangat cepat dan satu arah.
V.
5.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian AkarAkar Unit Untuk melihat kestasioneran data yang akan dianalisis maka dilakukan uji
akar unit. Uji ini dilakukan agar hasil regresi yang dilakukan tidak menghasilkan spurious regression. Uji akar unit dalam hal ini yaitu dengan membandingkan nilai statistik ADF suatu variabel dengan nilai kritisnya. Jika nilai mutlak dari ADF suatu variabel lebih besar dari nilai mutlak kritisnya maka variabel tersebut dikatakan stasioner. Hasil pengujian akar unit dapat dilihat pada Tabel 5.1 di bawah ini. Tabel 5.1. Hasil Pengujian Akar unit Variabel
LER LM2 R LKA LPDB LCA
Nilai tes statistic DF atau Nilai tes statistic DF atau ADF berdasarkan SBC ADF berdasarkan SBC terbesar terbesar Level 1 st Different 1,2015(2,2385)
5,6484(5,6055)
2,1045(0,45051)
5,9886(6,2430)
3,0567(3,0353)
6,3875(6,3300)
7,1287(7,0923)
8,7619(8,6930)
0,26089(1,3487)
7,7043(7,6343)
7,8232(7,7558)
7,5265(7,4587)
Sumber : Lampiran 4 Keterangan: Pengujian stasioneritas di set memiliki maksimum lag empat baik di level maupun dalam first different. Nilai kritis 95 persen untuk tes statistik Dickey Fuller tanpa trend dan dengan trend pada level yaitu 2,9109 dan 3,4862, sedangkan untuk tes statistik Dickey Fuller tanpa trend dan dengan trend pada first different yaitu 2,9118 dan 3,4875. nilai di luar tanda kurung adalah tes statistik tanpa trend, sedangkan nilai dalam tanda kurung adalah niai tes statistik dengan trend. SBC = Schwarz Bayesian Criteria.
Hasil uji akarakar unit menunjukkan bahwa variabel LER, LM2 dan LPDB tidak stasioner pada level, maka uji akar unit dilanjutkan pada first different. Berdasarkan hasil uji akar unit pada tingkat first different menunjukkan bahwa semua variabel telah stasioner pada tingkat tersebut.
5.2.
Pengujian Lag Optimal Penggunaan lag optimal sangat penting dalam menggunakan metode
VECM karena lag dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Untuk melihat lag optimal dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji Likelihood Ratio (LR test). Uji statistik dimulai dari nilaip (pvalue) tertinggi hingga lebih kecil dari nilai nyatanya. Ordo optimal adalah jumlah lag sebelum tercapai nilaip pertama kali tidak nyata pada α=0,05. Berdasarkan hasil pengujian lag dengan menggunakan uji LR, maka diperoleh lag optimal yaitu 4 (hasil Uji lag Optimal dapat dilihat pada Lampiran 5).
5.3.
Pengujian Kointegrasi Menurut Enders (2000) apabila ada kombinasi linear antara variabel non
stasioner yang terintegrasi pada ordo yang sama, maka kondisi tersebut dinamakan kointegrasi. Untuk mengetahui informasi jangka panjang yang stabil, analisis dilakukan dengan menentukan rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Rank kointegrasi dilakukan melalui uji Johansen Maximum Likelihood test yaitu dengan mengurangi ordo VAR k menjadi (k1), maka diperoleh VECM (k1).
Untuk menentukan berapa banyak rank yang terkointegrasi dalam jangka panjang maka dalam uji Johansen Maximum Likelihood test terutama dengan berdasarkan maximal eigenvalue dan trace of stochastic matrix. Apabila berdasarkan nilai ini menghasilkan rank kointegrasi yang berbeda maka digunakan asumsi tambahan yaitu berdasarkan selection criteria SBC dan HQC yang menunjukkan angka yang terbesar. Tabel 5.2. Hasil Uji Kointegrasi Johansen Uji Likelihood Ratio (LR) LR Nilai test Kritis=0.05 r=0 r=1 103,51 49,32 r<=1 r=2 64,77 43,61 r<=2 r=3 41,94 37,86 Berdasarkan maximal eigenvalue of the r<=3 r=4 27,23 31,79 stochastic matrix r<=4 r=5 23,09 25,42 r<=5 r=6 6,86 19,22 r<=6 r=7 4,84 12,39 r=0 r>=1 272,24 147,27 r<=1 r>=2 168,73 115,85 r<=2 r>=3 103,96 87,17 Berdasarkan trace of the stochastic matrix r<=3 r>=4 62,02 63,00 r<=4 r>=5 34,79 42,34 r<=5 r>=6 11,70 25,77 r<=6 r=7 4,84 12,39 r=0 r=1 r=2 r=3 r=4 r=5 r=6 r=7 SBC 137,48 114,51 106,79 106,37 109,20 109,99 114,78 116,47 HQC 70,09 38,13 22,71 15,88 13,57 10,51 12,73 13,14 Sumber: Lampiran 6 Keterangan: SBC = Scwarz Bayesian Criteria; HQC = Hannan Quinn Criteria Tipe Pengujian
H0
H1
Berdasarkan pada maximal eigenvalue maupun trace of stochastic matrix hipotesis nol pada r<=2 masih dapat ditolak karena nilai LRtest masih lebih besar jika dibandingkan dengan nilai kritis = 0,05, tetapi hipotesis nol pada r<=3 tidak dapat ditolak, dalam hal ini dapat diartikan bahwa setidaknya minimal terdapat tiga persamaan yang terkointegrasi dalam jangka panjang. Selanjutnya
berdasarkan selection criteria SBC dan HQC menunjukkan angka yang terbesar pada r=3 dan r=5. Berdasarkan hasil tersebut, maka rank yang terpilih adalah r=3 yang berarti bahwa terdapat tiga vektor yang terkointegrasi dalam jangka panjang.
5.4.
Hasil Estimasi untuk Persamaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang Permasalahan pertama dalam penelitian ini akan dijawab melalui hasil
estimasi VECM yang dilakukan melalui uji LR yang dapat menunjukkan persamaan jangka pendek dan jangka panjang. 5.4.1. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek untuk Nilai Tukar Rupiah Hasil estimasi VECM untuk jangka pendek dapat dilihat pada (Tabel 5.3). Tabel 5.3. Hasil Estimasi VECM Jangka Pendek untuk Nilai Tukar Rupiah Regressor Intercept dLER1 dLM21 dR1 dLKA1 dLPDB1 dLCA1 dD1 dLER2 dLM22 dR2 dLKA2 dLPDB2 dLCA2 dD2 ecm (1) ecm (1) ecm (1) Sumber: Lampiran 8
Coefficient 1,5130 ,40607 0,44546 0,0013963 0,065515 0,082562 0,023980 0,33649 0,13633 0,26160 0,0051146 0,050250 0,092917 0,014447 0,46712 0,028856 0,0084227 0,0028954
Standard Error 3,1669 0,20376 0,038089 0,0036664 0,025858 0,25960 0,010518 0,11653 0,17877 0,41082 0,0024396 0,014800 0,18631 0,0077219 0,11584 0,10182 0,078677 0,0021682
TRatio [Prob] 0,47777[0,635] 1,09929[0,053] 1,1695[0,249] 0,38084[0,705] 2,5337[0,015] 0,31804[0,752] 2,2799[0,028] 2,8876[0,006] 2,76260[0,450] 0,63677[0,528] 2,0964[0,042] 3,3952[0,001] 0,49871[0,621] 1,8710[0,068] 4,0326[0,000] 0,28340[0,778] 0,10705[0,915] 1,3354[0,189]
Berdasarkan tabel di atas, suatu variabel akan diinterpretasikan jika nilai probabilitas yang ada di dalam kurung lebih kecil dari α=0,05. Berdasarkan hal
tersebut maka variabel yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah dalam jangka pendek adalah variabel dLKA1, dCA1, dD1, dR2, dLKA2 dan dD2. Pertumbuhan capital account pada satu triwulan yang lalu (dLKA1) menyebabkan nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 0,0655 persen. Hal ini dapat terjadi karena adanya peningkatan dalam neraca modal dan keuangan (capital account) pada satu triwulan sebelumnya berarti mencirikan adanya peningkatan penawaran terhadap valuta asing. Naiknya penawaran terhadap valuta asing menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi. Pertumbuhan current account satu triwulan yang lalu (dLCA1) menyebabkan nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 0.005 persen. Terapresiasinya nilai tukar Rupiah karena adanya kenaikan jumlah penawaran valuta asing di pasar valuta asing. Dummy krisis satu triwulan yang lalu menyebabkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 0,22156 persen. Dummy krisis yang juga merupakan suatu pertimbangan bagi investor asing dan juga investor domestik untuk menanamkan modalnya di dalam negeri menyebabkan tingkat penanaman modal di Indonesia mengalami penurunan sehingga hal tersebut menyebabkan penurunan dalam penawaran valuta asing. Turunnya penawaran terhadap valuta asing tersebut menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi terhadap mata uang asing. Kenaikan tingkat suku bunga dua triwulan yang lalu (dR2) menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 0,0051persen. Adanya kenaikan tingkat suku bunga selain dapat meningkatkan return investasi portofolio, hal tersebut juga dapat menurunkan investasi pasa sektor riil. Investasi di sektor riil
yang menurun dapat menyebabkan tingkat produksi untuk menghasilkan barang yang dapat diekspor menurun, sehingga hal tersebut dapat mengurangi penawaran valuta asing di pasar uang dan dapat menyebabkan Rupiah mengalami depresiasi. Pertumbuhan capital account dua triwulan yang lalu (dLKA2) menyebabkan nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 0,0502 persen. Hal ini membuktikan bahwa adanya peningkatan capital account yang berarti terjadinya peningkatan penawaran terhadap valuta asing dua triwulan yang lalu masih memberikan pengaruh terhadap terapresiasinya nilai tukar Rupiah. Dummy krisis dua triwulan yang lalu masih berpengaruh terhadap terdepresiasinya nilai tukar Rupiah sebesar 0,27212. Dummy krisis memberikan pengaruh yang negatif terhadap ketertarikan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia sehingga terjadi penurunan terhadap capital inflow dan menyebabkan nilai tukar terdepresiasi . 5.4.2. Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang untuk Nilai Tukar Rupiah Berdasarkan hasil analisis VECM juga diketahui bentuk restriksi tiga persamaan jangka panjang, namun yang menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah berapa besar nilai tukar Rupiah dapat dipengaruhi oleh current account dan capital account, maka hasil persamaan untuk jangka panjang yang didapat adalah: LER = -0,13594 LKA - 1, 2451LPDB + 0, 053747 LCA + 0,85453 D + 0, 029870T ......................................................................... (5.1)
Dalam persamaan jangka panjang untuk nilai tukar Rupiah, variabel capital account berpengaruh secara negatif terhadap nilai tukar Rupiah. Kenaikan capital account sebesar satu persen menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi sebesar 0,13594 persen. Kenaikan dalam capital account akan
menyebabkan penawaran mata uang asing di pasar valuta asing mengalami peningkatan. Peningkatan penawaran mata uang asing tersebut akan menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi. Variabel produk domestik bruto berpengaruh secara negatif terhadap nilai tukar Rupiah. Kenaikan produk domestik bruto sebesar satu persen akan menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi sebesar 1,2451 persen. Kenaikan produk domestik bruto menyebabkan nilai tukar Rupiah terapresiasi dapat terjadi karena kenaikan tersebut dapat mencirikan keadaan ekonomi Indonesia semakin baik dan menurunnya tingkat resiko terhadap kegagalan investasi. Membaiknya perekonomian dan menurunnya resiko terhadap kegagalan investasi menyebabkan adanya respon positif dari investor asing untuk menanamkan modalnya secara langsung di Indonesia. Adanya aliran modal yang masuk tersebut dapat menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi terhadap mata uang asing. Kenaikan current account sebesar satu persen menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 0,20789 persen. Hal ini membuktikan bahwa walaupun terjadi peningkatan current account belum tentu diikuti oleh peningkatan valas yang masuk ke dalam negeri dan kemungkinan besar valas tersebut banyak tersimpan di bankbank asing sehingga tidak mampu menambah jumlah penawaran dalam valas. Variabel dummy krisis berpengaruh positif terhadap nilai tukar Rupiah. Adanya dummy krisis menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 0,85453 persen. Hal ini terjadi karena dummy krisis menyebabkan resiko
kegagalan investasi menjadi meningkat, sehingga menyebabkan tingkat kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia menjadi menurun. Menurunnya modal yang masuk ke Indonesia menyebabkan permintaan terhadap mata uang domestik menjadi menurun dan dapat berakibat pada nilai tukar Rupiah yang terdepresiasi.
5.5.
Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat Guncangan Variabel Capital Account dan Current Account Impulse Response adalah respon sebuah variabel dependen jika
mendapatkan guncangan atau inovasi variabel independen sebesar satu standar deviasi. Dalam penelitian ini akan dianalisis bagaimana respon nilai tukar Rupiah terhadap guncangan capital account dan current account. 5.5.1. Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat Guncangan Variabel Capital Account Respon nilai tukar Rupiah akibat guncangan variabel capital account dapat
Respon Nilai Tukar Rupiah (x100%)
dilihat pada (Gambar 5.1 dan Lampiran 9).
Triwulan
Gambar 5.1. Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat Guncangan Capital Account
Respon nilai tukar Rupiah akibat guncangan capital account menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 5,08 persen pada triwulan kelima. Terdepresiasinya nilai tukar Rupiah pada periode sebelumnya
menyebabkan harga barang luar negeri secara relatif menjadi lebih mahal dan hal tersebut dapat mendorong terjadinya penurunan impor dan meningkatnya ekspor. Peningkatan ekspor dan penurunan impor selanjutnya menyebabkan penawaran terhadap valuta asing mengalami peningkatan dan hal tersebut menyebabkan nilai tukar Rupiah terapresiasi sebesar 3,2 persen pada triwulan kedelapan. Guncangan capital account mulai mengecil dan menghilang ketika memasuki triwulan ke25. 5.5.1 Respon Nilai Tukar Rupiah Akibat Guncangan Variabel Current Account Respon nilai tukar Rupiah akibat guncangan variabel current account
Respon Nilai Tukar Rupiah (x100%)
dapat dilihat pada (Gambar 5.2. dan Lampiran 9).
Triwulan
Gambar 5.2. Respon Nilai Tukar Akibat Guncangan Current Account
Respon nilai tukar Rupiah akibat guncangan current account menyebabkan pergerakan nilai tukar Rupiah pada triwulan pertama mengalami apresiasi sebesar 2,17 persen. Hal tersebut terjadi karena peningkatan pada current account menyebabkan penawaran terhadap valuta asing di pasar valas meningkat sehingga Rupiah mengalami apresiasi. Pada triwulan kedua guncangan current account menyebabkan Rupiah mengalami depresiasi sebesar 1,26 persen. Terdepresiasinya Rupiah pada triwulan ini merupakan akibat dari terapresiasinya rupiah periode lalu, dimana terapresiasinya Rupiah menyebabkan ekspor menurun
dan impor meningkat. Pergerakan Rupiah akibat guncangan current account mulai mengecil dan menghilang ketika memasuki triwulan ke30.
5.6.
Kontribusi Guncangan Beberapa Variabel dalam Model terhadap Perubahan Nilai Tukar Rupiah Analisis ini digunakan untuk melihat seberapa besar kontribusi guncangan
beberapa variabel dalam model terhadap nilai tukar Rupiah. Hasil analisis ini tersaji dalam (Tabel 5.3 dan Lampiran 10). Tabel 5.4. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition Variabel Horison Endogen LER 0 100,00 1 82,73 2 73,63 3 66,95 4 66,67 5 67,54 6 67,69 LER 7 68,52 8 69,06 9 69,51 10 69,72 15 70,44 20 70,62 30 71,00 50 71,34 Sumber: Lampiran 10
LM2 0,00 0,33 1,52 2,71 3,13 3,16 2,96 2,73 2,67 2,54 2,55 2,69 2,88 2,94 3,01
Kontribusi Guncangan (%) R LKA LPDB LCA 0,00 0,00 0,00 0.00 3,74 0,11 1,32 2,54 9,39 0,53 2,32 1,09 11,43 1,21 2,83 0,56 10,94 1,99 3,79 0,70 10,17 2,85 3,82 0,76 10,14 3,28 3,58 0,80 9,91 3,66 3,32 0,82 9,76 3,66 3,12 0,78 9,65 3,72 3,05 0,75 9,48 3,69 3,09 0,70 8,66 3,62 3,07 0,57 8,17 3,51 3,18 0,51 7,77 3,49 3,19 0,45 7,39 3,46 3,20 0,40
D 0,00 9,22 11,52 14,30 12,79 11,68 11,56 11,03 10,93 10,77 10,75 10,94 11,14 11,15 11,20
Berdasarkan analisis FEVD, variabel nilai tukar Rupiah memberikan kontribusi guncangan terbesar bagi dirinya sendiri pada triwulan pertama sampai dengan jangka panjang. Kontribusi nilai tukar Rupiah yang besar terhadap dirinya sendiri dapat diartikan bahwa terdapat ekspetasi yang besar terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah yang memunculkan aksi spekulasi dari pelaku pasar uang terhadap terdepresiasi dan terapresiasinya nilai tukar Rupiah dan adanya unsur
intervensi yang besar dari Bank Indonesia untuk mengurangi volatilitas pergerakan nilai tukar Rupiah. Pada triwulan pertama variabel nilai tukar Rupiah mempengaruhi dirinya sendiri sebesar 82,73 persen. Variabel kedua dan ketiga yang paling besar mempengaruhi nilai tukar Rupiah yaitu dummy krisis dan tingkat suku bunga dengan masingmasing memberikan pengaruh sebesar 9,22 persen dan 3,74 persen. Sementara itu, untuk current account dan capital account pada triwulan pertama masingmasing hanya mempengaruhi sebesar 2,54 persen dan 0,11 persen. Rendahnya kontribusi guncangan current account dan capital account terhadap nilai tukar Rupiah terjadi karena kedua komponen tersebut hanya menyumbangkan sebagian kecil bagi tersedianya valas dan hal ini terjadi pada waktu tertentu saja. Sementara itu, untuk kegiatan intervensi, ekspetasi, dan unsur spekulasi dapat terjadi setiap saat dan dalam jumlah besar. Kegiatan ekspetasi yang berlanjut pada aksi spekulasi ini banyak dilakukan oleh kalangan perbankan yang berusaha mengambil keuntungan dari pergerakan nilai tukar Rupiah. Kontribusi guncangan capital account terhadap nilai tukar Rupiah semakin besar pada jangka panjang, sementara current account pengaruhnya semakin kecil untuk beberapa periode triwulan ke depan. Memasuki triwulan ketiga sampai dengan jangka panjang, kontribusi guncangan capital account lebih besar jika dibandingkan dengan kontribusi guncangan current account dengan perubahan masingmasing sebesar 1,21 persen dan 0,56 persen pada triwulan ketiga. Analisis FEVD menunjukkan bahwa kontribusi guncangan tingkat suku bunga terhadap nilai tukar Rupiah memberikan pengaruh yang semakin besar dari
triwulan pertama sampai dengan triwulan ketiga, dimana pada triwulan ketiga tingkat suku bunga memberikan kontribusi guncangan sebesar 11,43 persen. Pada triwulan berikutnya kontribusi guncangan tingkat suku bunga semakin menurun hingga sampai triwulan ke50 pengaruh tersebut hanya sebesar 7,39 persen. Sementara itu, guncangan jumlah uang beredar hanya memberikan kontribusi yang kecil sejak triwulan pertama sampai dengan jangka panjang. Pada triwulan ke50 variabel nilai tukar masih dominan mempengaruhi dirinya sendiri dengan kontribusi guncangan sebesar 71,34 persen. Sementara itu, untuk capital account dan current account masingmasing mempengaruhi nilai tukar rupiah sebesar 3,46 persen dan 0,40 persen. Hasil yang kurang signifikannya neraca pembayaran baik itu current account maupun capital account dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar sejalan dengan temuan yang dilakukan oleh Atmadja (2002), yang menemukan bahwa sebenarnya surplus dan defisitnya neraca pembayaran kurang signifikan mempengaruhi nilai tukar. Wibowo dan Amir (2005) juga menemukan bahwa neraca berjalan kurang signifikan dalam mempengaruhi nilai tukar. Kecilnya pengaruh neraca pembayaran ini membuktikan bahwa walaupun terjadi peningkatan maupun penurunan pada neraca pembayaran sebenarnya kurang mencirikan adanya peningkatan atau penurunan pada penawaran valas.
VI.
6.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis pengaruh neraca
pembayaran (current account dan capital account) terhadap nilai tukar Rupiah maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Hasil estimasi persamaan jangka pendek menunjukkan bahwa ternyata variabel yang signifikan mempengaruhi nilai tukar Rupiah hanya capital account satu triwulan yang lalu, current account satu triwulan yang lalu, tingkat suku bunga dua triwulan yang lalu, dummy krisis pada satu dan dua triwulan yang lalu. Pertumbuhan current account satu triwulan, capital account satu dan dua triwulan yang lalu menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi. Sementara itu, pertumbuhan tingkat suku bunga dua triwulan yang lalu dan adanya dummy krisis satu dan dua triwulan yang lalu menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi.
2.
Hasil estimasi persamaan jangka panjang untuk nilai tukar Rupiah menunjukkan bahwa ternyata variabel yang dapat mempengaruhi nilai tukar Rupiah adalah capital account, produk domestik bruto, current account dan dummy krisis. Kenaikan capital account dan produk domestik bruto menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi. Sementara itu, kenaikan variabel current account dan adanya dummy krisis menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi.
3.
Hasil analisis struktur dinamis dengan menggunakan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) menunjukkan bahwa ternyata variabel yang memberikan kontribusi besar terhadap nilai tukar Rupiah adalah variabel nilai tukar Rupiah itu sendiri, dummy krisis dan tingkat suku bunga. Sedangkan untuk variabel current account dan capital account hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Sementara itu, dengan berdasarkan hasil dari FEVD ternyata variabel capital account mempunyai kontribusi yang lebih besar dalam mempengaruhi nilai tukar Rupiah jika dibandingkan dengan variabel current account mulai dari triwulan ketiga sampai dengan periode ke depan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jika pemerintah melakukan kebijakan dengan upaya meningkatkan capital account dan current account untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar maka hal tersebut tidak efektif karena hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar Rupiah.
4.
Respon nilai tukar Rupiah akibat guncangan variabel capital account menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi sebesar 5,08 persen pada triwulan kelima dan guncangan mulai menghilang ketika memasuki triwulan ke25. Sementara itu, guncangan current account menyebabkan nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi sebesar 2,17 persen pada triwulan pertama dan pengaruh guncangan mulai menghilang ketika memasuki triwulan ke30.
6.2.
Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1.
Bank Indonesia sebaiknya tidak menggunakan instrumen kebijakan moneter seperti halnya kenaikan tingkat suku bunga untuk meningkatkan kinerja neraca pembayaran khususnya capital account karena peningkatan pada capital account dalam tujuan memperbaiki pergerakan nilai tukar Rupiah tidak efektif dan hanya memberikan kontribusi yang kecil dalam mengontrol pergerakan nilai tukar Rupiah.
2.
Pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan yang tepat agar peningkatan yang terjadi pada capital account maupun current account dapat mencirikan adanya peningkatan terhadap penawaran valuta asing yang masuk ke domestik.
3.
Berdasarkan model yang dikembangkan dalam penelitian ini maka untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan suatu penanganan terhadap nilai tukar rupiah itu sendiri yaitu dengan mengurangi ekspetasi yang besar terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah dan mengurangi aksi spekulasi yang bertujuan mengambil keuntungan terhadap terdepresiasi dan terapresiasinya nilai tukar Rupiah.
4.
Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisis pengaruh ekspetasi terhadap nilai tukar dan faktorfaktor apa yang menyebabkan timbulnya ekspetasi yang besar terhadap pergerakan nilai tukar.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, H dan T. Wibowo. 2006. “Faktorfaktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah”. Kajian Ekonomi dan Keuangan. 9: 1741 Atmadja, A. S. 2002. “Analisa Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Setelah Diterapkannya Kebijakan Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan keuangan. 4: 49 78 Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI). Berbagai Edisi. Jakarta. . 2005. Laporan Kebijakan Moneter Triwulan III 2005. Bank Indonesia, Jakarta. Batiz, F. L. R dan L. A. R. Batiz. 1994. International Finance and Open Economy, Macroeconomics. Mcmillan Publishing co. New York. Dewi, A. K. 2005. Pengaruh Tekanan Neraca Pembayaran dan Nilai Tukar terhadap Perekonomian Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Enders, W. 2000. Applied Economic Time Series. Second Edition. John Wiley & Sons, New York. Hadi, H. 2001. Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hendarsyah, N. 2001. “Perekonomian yang Syarat Fluktuasi” [Kompas Online]. http://www.kompas.co.id/kompascetak/0108/23/ekonomi/kita 14. htm. [24 juni 2006]. Johansen, S. 1995. LikelihoodBased Inference in Cointegrated Vector Autoregressive Models. Oxford University. Julianti, D. F. 2004. Analisis Faktorfaktor Penentu Perubahan Nilai Tukar Rupiah [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Litvack, J. M. dan W. H. Branson. 1981. Macroeconomics. Princeton University. Mankiw, N. G. 2000. Teori Makro Ekonomi. Edisi Keempat. Erlangga, Jakarta. Mishkin, F. S. 2001. The Economics of Money, Banking and Financial Market. Sixth Edition. Columbia University, Columbia. Pesaran, M. H. dan B. Pesaran. 1997. Working with Microfit 4.0: Interactive Econometric Analysis. Oxford University. Soesastro, H. 2003. “Hingga 2006, Neraca Pembayaran Tidak dalam Bahaya Besar”. [Kompas online]. http://www.kompas.co.id/kompas cetak/0307/15/ekonomi/kita htm [20 April 2006]. Subagjo, S. 2005. Defisit Anggaran, Utang Pemerintah, dan Keberlanjutan Fiskal: Aplikasi Model Vector Error Corection [Disertasi]. Program Pasca Sarjana: Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sugiyono, F. X. 2002. Neraca Pembayaran: Konsep, Metodologi dan Penerapan. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia. Jakarta. Suseno, I. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK). Bank Indonesia. Jakarta. Thomas, R. L. 1997. Modern Econometrics An Introduction. AddisonWesley, England.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Asli PERIODE 1990 I II III IV 1991 I II III IV 1992 I II III IV 1993 I II III IV 1994 I II III IV 1995 I II III IV 1996 I II III IV 1997 I II III IV 1998 I II III IV 1999 I II III IV 2000 I II III IV 2001 I
ER 1823 1844 1864 1901 1932 1954 1968 1992 2017 2033 2038 2062 2071 2088 2108 2110 2144 2160 2181 2200 2219 2246 2276 2308 2338 2342 2340 2383 2419 2450 3275 4650 8325 14900 10700 8025 8685 6726 8386 7100 7590 8735 8780 9595 10400
M2 64367 70125 76907 84630 81124 87757 93328 99059 100796 106922 113487 119052 123161 124340 136387 145202 148829 152798 162900 174512 181701 192127 206079 222638 232493 249445 259928 288631 294581 312839 329074 355643 449824 565785 550404 577381 603326 615411 652289 646205 656451 684335 686455 747027 766812
R 13.1 16.9 17.6 18.8 23.6 19.0 18.5 18.5 18.0 16.0 14.7 13.5 12.5 10.7 9.1 8.8 8.5 9.9 11.6 12.4 14.3 14.7 14.0 14.0 14.0 14.0 14.0 12.8 11.1 10.5 22.0 20.0 27.8 58.0 68.8 38.4 37.8 22.1 13.0 12.5 11.0 11.7 13.6 14.5 15.8
KA 800.297 2736.496 2268.488 3053.006 4777.836 1856.3 777.36 4005.912 4427.315 4088.363 2443.562 2198.092 1911.533 3113.208 2883.744 4599.8 1440.768 261.36 3664.08 3377 3137.666 5469.01 6065.54 9405.1 5351.682 4667.606 6643.26 9217.444 9598.592 5453.7 5862.25 25305.3 51640 17805.5 4269.3 12294.3 5115.465 5562.4 17459.7 15967.9 5054.94 17461.3 18877 18787 33748
PDB 66647.1 67955.5 63006.8 65652.4 74107.7 70958.1 74003.1 67696.7 86077.3 82958.7 80196.9 58241.5 78529.7 79380.5 85254.1 86611.7 85605 87888.2 91142.9 90004.8 92563.1 94340.3 98293.8 98595.4 97874.8 100634.6 106562.1 108726.2 105260.9 105867.1 112212.7 109904.9 100535.7 91742 94258.2 89839.2 94371.1 93387.7 96940.4 94654 98244.5 98191.9 100862.9 100717.6 102226.9
CA 1343.55 1626.41 2408.29 625.429 2391.82 2618.36 1838.11 1752.96 2416.37 2126.52 1734.34 55.674 1319.23 615.96 805.256 2076.24 2742.18 1259.28 346.779 2065.8 4009.73 4447.08 4026.24 2778.83 4755.49 6061.1 4974.84 2509.3 5568.54 2699.9 4568.63 939.3 8325 9983 18008.1 5970.6 13131.72 5710.374 15816 10891.4 14405.82 11827.19 19684.76 23968.31 21424
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
II 11440 796441 16.7 30991 102456.3 III 9675 783104 17.6 26093.5 104685 IV 10400 844054 17.6 3556.8 102386.2 2002 I 9655 831410 16.8 12406.7 104833.3 II 8730 838635 15.1 26.19 107037.3 III 9015 859706 13.2 3443.73 110804 IV 8940 883908 12.9 2422.74 106512.9 2003 I 8908 877776 11.4 8426.97 109661.4 II 8285 894554 9.5 1673.57 111995.8 III 8389 911223 8.7 5276.68 115795.3 IV 8465 955692 8.3 7017.485 111504.7 2004 I 8587 935249 7.4 11953.1 114625.6 II 9415 975166 7.3 7004.76 116754.4 III 9170 986806 7.4 8353.87 120877.5 IV 9290 1033528 7.4 9773.08 118538.2 2005 I 9480 1020693 7.4 1099.68 128272.4 II 9713 1073746 8.3 2127.15 135511.5 III 10310 1150451 10.0 17588.86 148800.9 IV 9830 1203215 12.8 45719.33 145557 Sumber: Bank Indonesia dan IFS Keterangan: ER = Nilai Tukar Nominal (Rp/US$) M2 = Jumlah Uang Beredar dalam Arti Luas (Miliar Rupiah) R = Suku Bunga SBI 1 Bulan KA = Capital Account (Miliar Rupiah) PDB = Produk Domestik Bruto (Miliar Rupiah) CA = Current Account (Miliar Rupiah) D = Dummy Krisis (0 = sebelum krisis, 1 = setelah krisis)
15318.16 22842.68 11856 16007.99 16656.84 21708.12 16530.06 13157.12 17373.65 17952.46 20239.82 19106.1 21136.68 25400.9 2954.22 9404.16 8275.476 1041.31 12317
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 2. Data Olahan 1 PERIODE 1990 I II III IV 1991 I II III IV 1992 I II III IV 1993 I II III IV 1994 I II III IV 1995 I II III IV 1996 I II III IV 1997 I II III IV 1998 I II III IV 1999 I II III IV 2000 I II III IV 2001 I
ER 1823 1844 1864 1901 1932 1954 1968 1992 2017 2033 2038 2062 2071 2088 2108 2110 2144 2160 2181 2200 2219 2246 2276 2308 2338 2342 2340 2383 2419 2450 3275 4650 8325 14900 10700 8025 8685 6726 8386 7100 7590 8735 8780 9595 10400
M2 64367 70125 76907 84630 81124 87757 93328 99059 100796 106922 113487 119052 123161 124340 136387 145202 148829 152798 162900 174512 181701 192127 206079 222638 232493 249445 259928 288631 294581 312839 329074 355643 449824 565785 550404 577381 603326 615411 652289 646205 656451 684335 686455 747027 766812
R 13.1 16.9 17.6 18.8 23.6 19.0 18.5 18.5 18.0 16.0 14.7 13.5 12.5 10.7 9.1 8.8 8.5 9.9 11.6 12.4 14.3 14.7 14.0 14.0 14.0 14.0 14.0 12.8 11.1 10.5 22.0 20.0 27.8 58.0 68.8 38.4 37.8 22.1 13.0 12.5 11.0 11.7 13.6 14.5 15.8
KA 52442.3 54378.5 53910.49 54695.01 56419.84 53498.3 52419.36 55647.91 56069.32 55730.36 54085.56 53840.09 53553.53 54755.21 54525.74 56241.8 53082.77 51903.36 55306.08 55019 54779.67 57111.01 57707.54 61047.1 56993.68 56309.61 58285.26 60859.44 61240.59 57095.7 57504.25 26336.7 2 69447.5 47372.7 63936.3 56757.47 46079.6 34182.3 35674.1 46587.06 34180.7 32765 32855 17894
PDB 66647.1 67955.5 63006.8 65652.4 74107.7 70958.1 74003.1 67696.7 86077.3 82958.7 80196.9 58241.5 78529.7 79380.5 85254.1 86611.7 85605 87888.2 91142.9 90004.8 92563.1 94340.3 98293.8 98595.4 97874.8 100634.6 106562.1 108726.2 105260.9 105867.1 112212.7 109904.9 100535.7 91742 94258.2 89839.2 94371.1 93387.7 96940.4 94654 98244.5 98191.9 100862.9 100717.6 102226.9
CA 17764.55 17481.69 16699.81 18482.67 16716.28 16489.74 17269.99 17355.14 16691.73 16981.58 17373.76 19052.43 17788.87 18492.14 18302.84 17031.86 16365.92 17848.82 18761.32 17042.3 15098.37 14661.02 15081.86 16329.27 14352.61 13047 14133.26 16598.8 13539.56 16408.2 14539.47 18168.8 27433.1 29091.1 37116.2 25078.7 32239.82 24818.47 34924.1 29999.5 33516.92 30935.29 38792.86 43076.41 40532.1
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
II 11440 796441 16.7 20651 102456.3 34426.26 III 9675 783104 17.6 25548.5 104685 41950.78 IV 10400 844054 17.6 48085.2 102386.2 30964.1 2002 I 9655 831410 16.8 39235.3 104833.3 35116.09 II 8730 838635 15.1 51668.19 107037.3 35764.94 III 9015 859706 13.2 55085.73 110804 40816.22 IV 8940 883908 12.9 49219.26 106512.9 35638.16 2003 I 8908 877776 11.4 43215.03 109661.4 32265.22 II 8285 894554 9.5 49968.43 111995.8 36481.75 III 8389 911223 8.7 46365.32 115795.3 37060.56 IV 8465 955692 8.3 58659.49 111504.7 39347.92 2004 I 8587 935249 7.4 635595.5 114625.6 2 II 9415 975166 7.3 44637.24 116754.4 40244.78 III 9170 986806 7.4 59995.87 120877.5 44509 IV 9290 1033528 7.4 61415.08 118538.2 22062.32 2005 I 9480 1020693 7.4 52741.68 128272.4 28512.26 II 9713 1073746 8.3 495514.9 135511.5 27383.58 III 10310 1150451 10.0 69230.86 148800.9 18066.79 IV 9830 1203215 12.8 97361.33 145557 6791.1 Sumber: Bank Indonesia dan IFS Keterangan: ER = Nilai Tukar Nominal (Rp/US$) M2 = Jumlah Uang Beredar dalam Arti Luas (Miliar Rupiah) R = Suku Bunga SBI 1 Bulan KA = Capital Account (Setelah ditambah nilai sebesar 51642 Miliar Rupiah) PDB = Produk Domestik Bruto (Miliar Rupiah) CA = Current Account (Setelah ditambah nilai sebesar 19108.1 Miliar Rupiah) D = Dummy Krisis (0 = sebelum krisis, 1 = setelah krisis)
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 3. Data Olahan 2 PERIODE 1990 I II III IV 1991 I II III IV 1992 I II III IV 1993 I II III IV 1994 I II III IV 1995 I II III IV 1996 I II III IV 1997 I II III IV 1998 I II III IV 1999 I II III IV 2000 I II III IV 2001 I
LER 7.508239 7.519692 7.53048 7.550135 7.566311 7.577634 7.584773 7.596894 7.609367 7.617268 7.619724 7.631432 7.635787 7.643962 7.653495 7.654443 7.670429 7.677864 7.687539 7.696213 7.704812 7.716906 7.730175 7.744137 7.757051 7.758761 7.757906 7.776115 7.79111 7.803843 8.094073 8.444622 9.027018 9.609116 9.277999 8.990317 9.069353 8.813736 9.034319 8.86785 8.934587 9.075093 9.080232 9.168997 9.249561
LM2 11.07236 11.15803 11.25035 11.34604 11.30373 11.38233 11.44388 11.50347 11.52085 11.57985 11.63944 11.68732 11.72125 11.73078 11.82325 11.88588 11.91055 11.93687 12.00089 12.06975 12.11012 12.16591 12.23601 12.3133 12.35662 12.42699 12.46816 12.5729 12.59331 12.65344 12.70404 12.78168 13.01661 13.24597 13.21841 13.26626 13.31021 13.33005 13.38824 13.37887 13.3946 13.4362 13.4393 13.52386 13.55
R 13.1 16.9 17.6 18.8 23.6 19.0 18.5 18.5 18.0 16.0 14.7 13.5 12.5 10.7 9.1 8.8 8.5 9.9 11.6 12.4 14.3 14.7 14.0 14.0 14.0 14.0 14.0 12.8 11.1 10.5 22.0 20.0 27.8 58.0 68.8 38.4 37.8 22.1 13.0 12.5 11.0 11.7 13.6 14.5 15.8
LKA 10.86747 10.90372 10.89508 10.90953 10.94058 10.88741 10.86703 10.9268 10.93434 10.92828 10.89832 10.89377 10.88844 10.91063 10.90643 10.93742 10.87961 10.85714 10.92064 10.91543 10.91107 10.95275 10.96314 11.0194 10.9507 10.93862 10.9731 11.01632 11.02257 10.95248 10.95961 10.17872 0.693147 11.14833 10.7658 11.06564 10.94654 10.73813 10.43946 10.48218 10.74908 10.43942 10.39712 10.39986 9.792221
LPDB 11.10717 11.12661 11.051 11.09213 11.21327 11.16984 11.21186 11.12279 11.363 11.3261 11.29224 10.97235 11.27123 11.28201 11.35339 11.36919 11.3575 11.38382 11.42018 11.40762 11.43565 11.45466 11.49572 11.49878 11.49144 11.51925 11.57648 11.59659 11.5642 11.56994 11.62815 11.60737 11.51827 11.42674 11.45379 11.40578 11.45499 11.44451 11.48185 11.45798 11.49521 11.49468 11.52152 11.52008 11.53495
LCA 9.78496 9.768909 9.723153 9.824589 9.724138 9.710494 9.756726 9.761644 9.722669 9.739885 9.762716 9.85495 9.786328 9.825101 9.814812 9.742841 9.702956 9.789693 9.839553 9.743454 9.622342 9.592948 9.621248 9.700714 9.571687 9.476314 9.556286 9.717086 9.513371 9.705536 9.584622 9.807461 10.21951 10.27819 10.52181 10.12977 10.38096 10.11934 10.46093 10.30894 10.41981 10.33965 10.56599 10.67073 10.60985
D 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
II 9.344871 13.58791 16.7 9.935519 11.53719 III 9.177301 13.57102 17.6 10.14833 11.55871 IV 9.249561 13.64597 17.6 10.78073 11.53651 2002 I 9.175231 13.63088 16.8 10.57733 11.56013 II 9.074521 13.63953 15.1 10.8526 11.58093 III 9.106645 13.66435 13.2 10.91665 11.61552 IV 9.098291 13.69211 12.9 10.80404 11.57602 2003 I 9.094705 13.68515 11.4 10.67394 11.60515 II 9.022202 13.70408 9.5 10.81915 11.62622 III 9.034677 13.72254 8.7 10.74431 11.65958 IV 9.043695 13.77019 8.3 10.9795 11.62182 2004 I 9.058005 13.74857 7.4 13.36232 11.64943 II 9.150059 13.79036 7.3 10.70632 11.66783 III 9.123693 13.80223 7.4 11.00203 11.70253 IV 9.136694 13.84849 7.4 11.02541 11.68299 2005 I 9.15694 13.83599 7.4 10.87316 11.76191 II 9.18122 13.88666 8.3 13.11335 11.81681 III 9.24087 13.95566 10.0 11.1452 11.91036 IV 9.193194 14.00051 12.8 11.48618 11.88832 Sumber: Bank Indonesia dan IFS Keterangan: LER = Logaritma Nilai Tukar Nominal (Rp/US$) M2 = Logaritma Jumlah Uang Beredar dalam Arti Luas R = Suku Bunga SBI 1 Bulan KA = Logaritma Capital Account PDB = Logaritma Produk Domestik Bruto CA = Logaritma Current Account D = Dummy Krisis (0 = sebelum krisis, 1 = setelah krisis)
10.44657 10.64425 10.34058 10.46641 10.48472 10.61683 10.48117 10.38175 10.50457 10.52031 10.5802 0.693147 10.60274 10.70345 10.00163 10.25809 10.2177 9.801831 8.823368
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 4. Hasil Uji Stasioneritas Unit root tests for variable LER The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF .96758 29.2408 27.2408 25.1633 26.4299 ADF(1) 1.2015 31.7706 28.7706 25.6543 27.5541 ADF(2) 1.2008 31.7832 27.7832 23.6281 26.1612 ADF(3) 1.1372 31.8444 26.8444 21.6505 24.8169 ADF(4) .90097 34.2192 28.2192 21.9865 25.7862 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9109 Unit root tests for variable LER The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 1.5871 30.0951 27.0951 23.9788 25.8786 ADF(1) 2.2385 33.6214 29.6214 25.4664 27.9995 ADF(2) 2.3481 33.9174 28.9174 23.7235 26.8899 ADF(3) 2.2898 33.9603 27.9603 21.7277 25.5274 ADF(4) 1.6782 35.3672 28.3672 21.0959 25.5288 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4862 Unit root tests for variable LM2 The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 2.1045 100.3606 98.3606 96.2831 97.5496 ADF(1) 1.9053 101.1427 98.1427 95.0264 96.9262 ADF(2) 1.8516 101.1450 97.1450 92.9900 95.5231 ADF(3) 1.7774 101.1554 96.1554 90.9616 94.1279 ADF(4) 1.6014 101.5829 95.5829 89.3503 93.1499 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9109 Unit root tests for variable LM2 The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF .45051 100.3609 97.3609 94.2446 96.1444 ADF(1) .72826 101.2098 97.2098 93.0547 95.5878
ADF(2) .74360 101.2274 96.2274 91.0335 94.1999 ADF(3) .78624 101.2706 95.2706 89.0379 92.8376 ADF(4) 1.0423 101.9052 94.9052 87.6338 92.0667 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4862 Unit root tests for variable R The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 2.4578 192.0227 194.0227 196.1002 194.8336 ADF(1) 3.0567 189.7758 192.7758 195.8921 193.9923 ADF(2) 2.7934 189.7755 193.7755 197.9306 195.3975 ADF(3) 3.4782 187.2777 192.2777 197.4716 194.3052 ADF(4) 2.9041 187.1564 193.1564 199.3890 195.5893 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9109 Unit root tests for variable R The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 2.4385 192.0060 195.0060 198.1223 196.2224 ADF(1) 3.0353 189.7444 193.7444 197.8995 195.3664 ADF(2) 2.7759 189.7443 194.7443 199.9381 196.7717 ADF(3) 3.4545 187.2348 193.2348 199.4674 195.6678 ADF(4) 2.8904 187.1140 194.1140 201.3854 196.9525 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4862
Unit root tests for variable LKA The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 7.1287 104.1914 106.1914 108.2689 107.0024 ADF(1) 5.0185 104.1787 107.1787 110.2950 108.3952 ADF(2) 4.1367 104.1691 108.1691 112.3241 109.7910 ADF(3) 3.6355 104.1467 109.1467 114.3406 111.1742 ADF(4) 3.0393 104.0883 110.0883 116.3209 112.5213 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9109
Unit root tests for variable LKA The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 7.0923 104.0806 107.0806 110.1969 108.2971 ADF(1) 4.9990 104.0698 108.0698 112.2249 109.6918 ADF(2) 4.1161 104.0618 109.0618 114.2557 111.0893 ADF(3) 3.6099 104.0426 110.0426 116.2752 112.4755 ADF(4) 3.0083 103.9767 110.9767 118.2481 113.8152 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4862 Unit root tests for variable LPDB The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 1.3380 70.0420 68.0420 65.9644 67.2310 ADF(1) .69103 73.5827 70.5827 67.4664 69.3663 ADF(2) .66773 73.5865 69.5865 65.4314 67.9645 ADF(3) .26089 79.8887 74.8887 69.6948 72.8612 ADF(4) .29544 80.5660 74.5660 68.3334 72.1331 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9109 Unit root tests for variable LPDB The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 3.3386 74.5422 71.5422 68.4259 70.3257 ADF(1) 2.2485 76.0104 72.0104 67.8553 70.3885 ADF(2) 2.3007 76.1891 71.1891 65.9952 69.1616 ADF(3) 1.3487 80.9176 74.9176 68.6850 72.4846 ADF(4) 1.5908 82.0169 75.0169 67.7455 72.1784 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4862 Unit root tests for variable LCA The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 7.8232 98.0506 100.0506 102.1281 100.8616 ADF(1) 5.6650 97.9646 100.9646 104.0809 102.1811 ADF(2) 4.4185 97.9604 101.9604 106.1155 103.5824 ADF(3) 3.7623 97.9604 102.9604 108.1543 104.9879
ADF(4) 3.3759 97.9519 103.9519 110.1845 106.3849 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9109 Unit root tests for variable LCA The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 59 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q2 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 7.7558 98.0328 101.0328 104.1491 102.2493 ADF(1) 5.6154 97.9419 101.9419 106.0969 103.5638 ADF(2) 4.3785 97.9388 102.9388 108.1326 104.9662 ADF(3) 3.7279 97.9387 103.9387 110.1713 106.3716 ADF(4) 3.3452 97.9287 104.9287 112.2001 107.7671 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4862 Unit root tests for variable DLER The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 5.6484 30.0023 28.0023 25.9419 27.1997 ADF(1) 4.4659 30.0023 27.0023 23.9116 25.7984 ADF(2) 4.0474 30.1273 26.1273 22.0064 24.5221 ADF(3) 4.7443 32.7107 27.7107 22.5596 25.7043 ADF(4) 3.4719 33.1620 27.1620 20.9807 24.7543 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9118 Unit root tests for variable DLER The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 5.6055 30.0382 27.0382 23.9475 25.8343 ADF(1) 4.4335 30.0382 26.0382 21.9173 24.4330 ADF(2) 4.0190 30.1656 25.1656 20.0145 23.1591 ADF(3) 4.7112 32.7616 26.7616 20.5803 24.3539 ADF(4) 3.4495 33.2098 26.2098 18.9982 23.4007 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4875 Unit root tests for variable DLM2 The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 *******************************************************************************\
Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 5.9886 97.7541 95.7541 93.6937 94.9515 ADF(1) 4.5482 97.7686 94.7686 91.6779 93.5647 ADF(2) 3.6617 97.8332 93.8332 89.7123 92.2281 ADF(3) 2.8163 98.4364 93.4364 88.2853 91.4300 ADF(4) 2.5136 98.4797 92.4797 86.2984 90.0720 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9118 Unit root tests for variable DLM2 The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 6.2430 98.9438 95.9438 92.8532 94.7399 ADF(1) 4.8371 98.9496 94.9496 90.8287 93.3444 ADF(2) 3.9686 98.9498 93.9498 88.7986 91.9433 ADF(3) 3.0915 99.2884 93.2884 87.1071 90.8807 ADF(4) 2.7933 99.2889 92.2889 85.0773 89.4798 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4875 Unit root tests for variable DR The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 6.3875 191.2126 193.2126 195.2731 194.0152 ADF(1) 5.5688 190.5892 193.5892 196.6798 194.7930 ADF(2) 3.8745 190.1224 194.1224 198.2433 195.7276 ADF(3) 4.3049 188.5017 193.5017 198.6528 195.5082 ADF(4) 4.6650 186.8475 192.8475 199.0288 195.2552 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9118 Unit root tests for variable DR The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 6.3300 191.2126 194.2126 197.3033 195.4165 ADF(1) 5.5180 190.5885 194.5885 198.7094 196.1937 ADF(2) 3.8372 190.1224 195.1224 200.2735 197.1288 ADF(3) 4.2636 188.4986 194.4986 200.6799 196.9063 ADF(4) 4.6226 186.8310 193.8310 201.0426 196.6401 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4875
Unit root tests for variable DLKA The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 12.6824 113.6785 115.6785 117.7390 116.4811 ADF(1) 8.7619 110.7545 113.7545 116.8451 114.9583 ADF(2) 7.0636 109.2260 113.2260 117.3469 114.8312 ADF(3) 6.4549 107.4785 112.4785 117.6296 114.4849 ADF(4) 5.7513 106.4928 112.4928 118.6741 114.9005 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9118 Unit root tests for variable DLKA The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 12.5728 113.6641 116.6641 119.7548 117.8680 ADF(1) 8.6930 110.7067 114.7067 118.8276 116.3119 ADF(2) 7.0168 109.1488 114.1488 119.2999 116.1553 ADF(3) 6.4233 107.3602 113.3602 119.5415 115.7679 ADF(4) 5.7358 106.3339 113.3339 120.5454 116.1429 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4875 Unit root tests for variable DLPDB The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 10.8615 71.6221 69.6221 67.5617 68.8195 ADF(1) 6.2325 71.6333 68.6333 65.5427 67.4295 ADF(2) 7.7043 78.2881 74.2881 70.1672 72.6829 ADF(3) 4.3457 79.0054 74.0054 68.8543 71.9989 ADF(4) 3.2296 79.2704 73.2704 67.0891 70.8627 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9118 Unit root tests for variable DLPDB The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 10.7782 71.6872 68.6872 65.5965 67.4833 ADF(1) 6.1914 71.6987 67.6987 63.5779 66.0936 ADF(2) 7.6343 78.3086 73.3086 68.1575 71.3021 ADF(3) 4.2966 79.0375 73.0375 66.8561 70.6297
ADF(4) 3.1707 79.3205 72.3205 65.1089 69.5114 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4875 Unit root tests for variable DLCA The DickeyFuller regressions include an intercept but not a trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 12.8315 109.9372 111.9372 113.9977 112.7398 ADF(1) 9.4456 105.6053 108.6053 111.6959 109.8092 ADF(2) 7.5265 103.5467 107.5467 111.6676 109.1519 ADF(3) 6.3205 102.4352 107.4352 112.5864 109.4417 ADF(4) 5.6473 101.4704 107.4704 113.6517 109.8781 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 2.9118 Unit root tests for variable DLCA The DickeyFuller regressions include an intercept and a linear trend ******************************************************************************* 58 observations used in the estimation of all ADF regressions. Sample period from 1991Q3 to 2005Q4 ******************************************************************************* Test Statistic LL AIC SBC HQC DF 12.7216 109.9172 112.9172 116.0079 114.1211 ADF(1) 9.3632 105.5831 109.5831 113.7040 111.1882 ADF(2) 7.4587 103.5249 108.5249 113.6761 110.5314 ADF(3) 6.2618 102.4139 108.4139 114.5952 110.8216 ADF(4) 5.5909 101.4535 108.4535 115.6650 111.2625 ******************************************************************************* 95% critical value for the augmented DickeyFuller statistic = 3.4875
Lampiran 5. Hasil Uji lag Optimal Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model ******************************************************************************* Based on 60 observations from 1991Q1 to 2005Q4. Order of VAR = 4 List of variables included in the unrestricted VAR: LER LM2 R LKA LPDB LCA List of deterministic and/or exogenous variables: C T D ******************************************************************************* Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test 4 141.3159 20.6841 190.3260 3 81.0574 44.9426 176.8863 CHSQ( 36)= 120.5169[.000] 66.2843[.002] 2 20.7744 69.2256 163.4711 CHSQ( 72)= 241.0830[.000] 132.5956[.000] 1 49.2347 103.2347 159.7820 CHSQ(108)= 381.1012[.000] 209.6057[.000] 0 250.7248 268.7248 287.5739 CHSQ(144)= 784.0814[.000] 431.2448[.000] ******************************************************************************* AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion
Test Statistics and Choice Criteria for Selecting the Order of the VAR Model ******************************************************************************* Based on 59 observations from 1991Q2 to 2005Q4. Order of VAR = 5 List of variables included in the unrestricted VAR: LER LM2 R LKA LPDB LCA List of deterministic and/or exogenous variables: C T D ******************************************************************************* Order LL AIC SBC LR test Adjusted LR test 5 184.8610 13.1390 218.8152 4 140.8519 21.1481 189.4286 CHSQ( 36)= 88.0183[.000] 38.7877[.345] 3 83.9978 42.0022 172.8870 CHSQ( 72)= 201.7264[.000] 88.8964[.086] 2 25.9716 64.0284 157.5176 CHSQ(108)= 317.7788[.000] 140.0381[.021] 1 44.2668 98.2668 154.3603 CHSQ(144)= 458.2556[.000] 201.9431[.001] 0 247.3479 265.3479 284.0457 CHSQ(180)= 864.4178[.000] 380.9299[.000] ******************************************************************************* AIC=Akaike Information Criterion SBC=Schwarz Bayesian Criterion
Lampiran 6. Hasil Uji Rank Kointegrasi Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR Cointegration LR Test Based on Maximal Eigenvalue of the Stochastic Matrix ******************************************************************************* 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3. List of variables included in the cointegrating vector: LER LM2 R LKA LPDB LCA D Trend List of eigenvalues in descending order: .81674 .65418 .49717 .36009 .31513 .10631 .076329 ******************************************************************************* Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value r = 0 r = 1 103.5089 49.3200 46.5400 r<= 1 r = 2 64.7721 43.6100 40.7600 r<= 2 r = 3 41.9376 37.8600 35.0400 r<= 3 r = 4 27.2324 31.7900 29.1300 r<= 4 r = 5 23.0904 25.4200 23.1000 r<= 5 r = 6 6.8561 19.2200 17.1800 r<= 6 r = 7 4.8434 12.3900 10.5500 ******************************************************************************* Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors). Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR Cointegration LR Test Based on Trace of the Stochastic Matrix ******************************************************************************* 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3. List of variables included in the cointegrating vector: LER LM2 R LKA LPDB LCA D Trend List of eigenvalues in descending order: .81674 .65418 .49717 .36009 .31513 .10631 .076329 ******************************************************************************* Null Alternative Statistic 95% Critical Value 90% Critical Value r = 0 r>= 1 272.2409 147.2700 141.8200 r<= 1 r>= 2 168.7320 115.8500 110.6000 r<= 2 r>= 3 103.9599 87.1700 82.8800
r<= 3 r>= 4 62.0223 63.0000 59.1600 r<= 4 r>= 5 34.7899 42.3400 39.3400 r<= 5 r>= 6 11.6994 25.7700 23.0800 r<= 6 r = 7 4.8434 12.3900 10.5500 ******************************************************************************* Use the above table to determine r (the number of cointegrating vectors). Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR Choice of the Number of Cointegrating Relations Using Model Selection Criteria ******************************************************************************* 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3. List of variables included in the cointegrating vector: LER LM2 R LKA LPDB LCA D Trend List of eigenvalues in descending order: .81674 .65418 .49717 .36009 .31513 .10631 .076329 ******************************************************************************* Rank Maximized LL AIC SBC HQC r = 0 78.3341 26.6659 137.4868 70.0977 r = 1 130.0885 11.0885 114.5085 38.1341 r = 2 162.4746 31.4746 106.7877 22.7117 r = 3 183.4434 42.4434 106.3732 15.8792 r = 4 197.0596 48.0596 109.2005 13.5721 r = 5 208.6048 53.6048 109.9879 10.5087 r = 6 212.0329 53.0329 114.7816 12.7352 r = 7 214.4545 53.4545 116.4708 13.1408 ******************************************************************************* AIC = Akaike Information Criterion SBC = Schwarz Bayesian Criterion HQC = HannanQuinn Criterion
Lampiran 7. Hasil Nilai Covariance Matrix Estimated System Covariance Matrix of Errors ******************************************************************************* LER LM2 R LKA LPDB LCA D LER .0061472 .0012037 .095569 .0037668 .5811E3 .0073846 .0072795 LM2 .0012037 .0010116 .0057558 .0016274 .9913E4 .0052161 .3058E3 R .095569 .0057558 7.7066 .20033 .048680 .090681 .30033 LKA .0037668 .0016274 .20033 .23206
.2708E3 .59930 .0081126
LPDB .5811E3 .9913E4 .048680 .2708E3 .0039371 .018504 .4320E5 LCA .0073846 .0052161 .090681 .59930 .018504 2.6298
.019410
D .0072795 .3058E3 .30033 .0081126 .4320E5 .019410 .023173
Lampiran 8. Hasil Uji Untuk Persamaan Jangka Pendek dan Jangka Panjang ECM for variable LER estimated by OLS based on cointegrating VAR(3) ******************************************************************************* Dependent variable is dLER 61 observations used for estimation from 1990Q4 to 2005Q4 ******************************************************************************* Regressor Coefficient Standard Error TRatio[Prob] Intercept 1.5130 3.1669 .47777[.635] dLER1 .40607 .20376 1.9929[.053] dLM21 .44546 .38089 1.1695[.249] dR1 .0013963 .0036664 .38084[.705] dLKA1 .065515 .025858 2.5337[.015] dLPDB1 .082562 .25960 .31804[.752] dLCA1 .023980 .010518 2.2799[.028] dD1 .33649 .11653 2.8876[.006] dLER2 .13633 .17877 .76260[.450] dLM22 .26160 .41082 .63677[.528] dR2 .0051146 .0024396 2.0964[.042] dLKA2 .050250 .014800 3.3952[.001] dLPDB2 .092917 .18631 .49871[.621] dLCA2 .014447 .0077219 1.8710[.068] dD2 .46712 .11584 4.0326[.000] ecm1(1) .028856 .10182 .28340[.778] ecm2(1) .0084227 .078677 .10705[.915] ecm3(1) .0028954 .0021682 1.3354[.189] ******************************************************************************* List of additional temporary variables created: dLER = LERLER(1) dLER1 = LER(1)LER(2) dLM21 = LM2(1)LM2(2) dR1 = R(1)R(2) dLKA1 = LKA(1)LKA(2) dLPDB1 = LPDB(1)LPDB(2) dLCA1 = LCA(1)LCA(2) dD1 = D(1)D(2) dLER2 = LER(2)LER(3) dLM22 = LM2(2)LM2(3) dR2 = R(2)R(3) dLKA2 = LKA(2)LKA(3) dLPDB2 = LPDB(2)LPDB(3) dLCA2 = LCA(2)LCA(3) dD2 = D(2)D(3) ecm1 = 1.0000*LER + .0000*LM2 0.00*R + .13594*LKA + 1.2451*LPD B .053747*LCA .85453*D .029870*Trend;ecm2 = 0.00*LER + 1.0000*LM 2 0.00*R + .41523*LKA 2.1786*LPDB + .11327*LCA .67967*D .0130 31*Trend;ecm3 = 0.00*LER 0.00*LM2 + 1.0000*R 4.3207*LKA 62.66 23*LPDB .25532*LCA 40.9258*D + 1.4824*Trend ******************************************************************************* RSquared .82076 RBarSquared .74990 S.E. of Regression .073705 Fstat. F( 17, 43) 11.5828[.000] Mean of Dependent Variable .027258 S.D. of Dependent Variable .14738 Residual Sum of Squares .23359 Equation Loglikelihood 83.1788 Akaike Info. Criterion 65.1788 Schwarz Bayesian Criterion 46.1809 DWstatistic 2.0882 System Loglikelihood 183.4434 *******************************************************************************
Diagnostic Tests ******************************************************************************* * Test Statistics * LM Version * F Version * ******************************************************************************* * * * * * A:Serial Correlation *CHSQ( 4)= 11.6766[.020] *F( 4, 39)= 2.3082[.075]* * * * * * B:Functional Form *CHSQ( 1)= 5.1755[.023] *F( 1, 42)= 3.8939[.055]* * * * * * C:Normality *CHSQ( 2)= 132.1806[.000] * Not applicable * * * * * * D:Heteroscedasticity *CHSQ( 1)= .38520[.535] *F( 1, 59)= .37494[.543]* *******************************************************************************
Lampiran 9. Hasil Analisis Impulse Respon Function (IRF) Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LKA Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ******************************************************************************* 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LER LM2 R LKA LPDB LCA D Trend ******************************************************************************* List of imposed restrictions: A1=1; A2=0; A3=0; B1=0; B2=1; B3=0; C1=0; C2=0; C3=1; ******************************************************************************* Horizon LER LM2 R LKA LPDB LCA D 0 0.00 0.00 0.00 .46778 .0021191 1.2499 .009497 1 .0044740 .2876E3 .028921 .068879 .0063131 .16688 .021338 2 .016971 .0050999 .14157 .084333 .013269 .21175 .026054 3 .036206 .012324 1.3676 .12652 .016623 .36093 .037243 4 .045885 .014823 1.8333 .014759 .010135 .36737 .040259 5 .050857 .018645 2.0320 .067930 .010485 .31751 .037180 6 .045968 .023007 1.7811 .006449 .014374 .31979 .038962 7 .043262 .024096 1.6114 .064167 .018040 .31098 .039422 8 .032179 .023160 .96000 .012506 .019530 .32062 .039043 9 .033315 .023245 .56931 .025859 .017685 .32328 .040736 10 .030113 .022186 .37021 .028875 .017535 .33657 .040517 11 .029549 .021839 .091001 .008697 .017691 .35220 .039689 12 .030694 .021264 .086843 .025643 .019537 .34993 .037323 13 .028314 .019895 .075760 .028155 .019420 .35184 .036330 14 .027356 .018465 .037221 .042863 .018845 .35639 .035935 15 .026375 .017354 .018889 .027288 .017913 .36001 .035315 16 .027228 .016950 .037418 .021488 .017484 .36034 .035296 17 .028577 .016739 .15456 .023994 .017458 .36016 .034782 18 .028865 .016574 .23760 .018135 .017444 .35876 .034634 19 .029808 .016591 .32383 .024139 .017250 .35664 .034621 20 .029836 .016596 .38687 .020389 .016992 .35449 .034829 21 .030277 .016838 .41295 .020097 .016788 .35389 .035191 22 .030814 .017144 .45145 .018302 .016836 .35209 .035350 23 .030990 .017458 .46646 .017304 .016923 .35104 .035582 24 .031290 .017723 .48047 .019803 .017021 .34999 .035743 25 .031072 .017887 .47329 .019109 .017085 .34958 .035880
26 .031052 .018046 .45546 .020057 .017113 .34949 .036032 27 .030913 .018135 .43960 .020173 .017195 .34952 .036074 28 .030762 .018192 .41793 .020002 .017254 .34992 .036114 29 .030689 .018202 .40336 .021000 .017329 .35017 .036079 30 .030494 .018162 .38823 .020822 .017357 .35058 .036041 31 .030404 .018109 .37580 .021461 .017367 .35099 .036002 32 .030298 .018039 .36803 .021310 .017367 .35134 .035939 33 .030243 .017977 .36217 .021221 .017358 .35165 .035896 34 .030240 .017919 .36205 .021378 .017351 .35182 .035841 35 .030217 .017867 .36305 .021106 .017334 .35195 .035805 36 .030248 .017830 .36616 .021229 .017315 .35199 .035779 37 .030263 .017803 .37039 .021014 .017296 .35196 .035762 38 .030298 .017792 .37427 .020938 .017279 .35193 .035760 39 .030339 .017791 .37891 .020882 .017269 .35183 .035759 40 .030365 .017798 .38238 .020755 .017261 .35174 .035769 41 .030400 .017811 .38545 .020791 .017257 .35164 .035780 42 .030415 .017825 .38748 .020719 .017256 .35155 .035792 43 .030431 .017841 .38847 .020732 .017256 .35149 .035806 44 .030438 .017856 .38899 .020740 .017260 .35144 .035817 45 .030438 .017868 .38863 .020734 .017264 .35141 .035826 46 .030437 .017877 .38804 .020784 .017269 .35140 .035833 47 .030429 .017883 .38709 .020785 .017273 .35140 .035836 48 .030422 .017887 .38601 .020821 .017276 .35141 .035838 49 .030413 .017887 .38504 .020836 .017279 .35143 .035838 50 .030405 .017886 .38410 .020846 .017281 .35145 .035836 ******************************************************************************* Orthogonalized Impulse Response(s) to one S.E. shock in the equation for LCA Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ******************************************************************************* 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LER LM2 R LKA LPDB LCA D Trend ******************************************************************************* List of imposed restrictions: A1=1; A2=0; A3=0; B1=0; B2=1; B3=0; C1=0; C2=0; C3=1; ******************************************************************************* Horizon LER LM2 R LKA LPDB LCA D 0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 .98228 .0011717 1 .021674 .009358 .70118 .024485 .008496 .13844 .0059744 2 .012593 .008576 1.1894 .021914 .009324 .22903 .011016 3 .010809 .012747 .63390 .062810 .014844 .35065 .017236 4 .023595 .015633 .80218 .024832 .008725 .32107 .018434 5 .019506 .017072 .73183 .035594 .010376 .29502 .019084 6 .019389 .019566 .40168 .015730 .011447 .32888 .019353 7 .015802 .019548 .21193 .013822 .016174 .31320 .017334 8 .010572 .018795 .17181 .017206 .015927 .32085 .016931 9 .0091439 .017356 .35591 .035881 .015347 .32334 .017385 10 .0054621 .015991 .61760 .017321 .014160 .34148 .016826 11 .0071568 .015530 .72445 .0083261 .014390 .34389 .016097 12 .0072571 .014814 .66686 .016583 .015153 .34608 .014383 13 .0068256 .013870 .62894 .017025 .015037 .34655 .013868 14 .0065470 .012940 .58488 .026641 .014665 .34826 .013211 15 .0062113 .012310 .55544 .013610 .013835 .34800 .013209 16 .0071464 .012170 .50448 .015954 .013535 .34828 .013259
17 .0079879 .012190 .41613 .0095313 .013432 .34695 .013117 18 .0086258 .012350 .35201 .0099286 .013507 .34518 .013198 19 .0092888 .012515 .27910 .012426 .013411 .34295 .013277 20 .0091876 .012664 .25253 .010486 .013317 .34165 .013569 21 .0096032 .012940 .23754 .011268 .013219 .34083 .013831 22 .0096741 .013188 .22853 .0092706 .013312 .33972 .014009 23 .0098330 .013446 .23165 .010039 .013386 .33938 .014185 24 .0098423 .013607 .23377 .010952 .013517 .33881 .014255 25 .0096410 .013706 .25148 .011001 .013560 .33894 .014343 26 .0095656 .013766 .26823 .012039 .013610 .33901 .014390 27 .0093583 .013776 .28693 .011705 .013651 .33943 .014388 28 .0092756 .013772 .30346 .012034 .013691 .33979 .014376 29 .0091693 .013731 .31385 .012354 .013730 .34014 .014314 30 .0090597 .013673 .32357 .012314 .013734 .34049 .014272 31 .0090111 .013610 .32868 .012721 .013732 .34078 .014217 32 .0089488 .013547 .33167 .012385 .013716 .34101 .014172 33 .0089523 .013499 .33197 .012486 .013701 .34116 .014138 34 .0089606 .013458 .32917 .012329 .013686 .34122 .014103 35 .0089777 .013430 .32613 .012227 .013670 .34124 .014087 36 .0090160 .013414 .32163 .012238 .013655 .34119 .014075 37 .0090365 .013407 .31780 .012062 .013641 .34112 .014075 38 .0090761 .013411 .31418 .012062 .013631 .34104 .014082 39 .0091010 .013420 .31099 .011966 .013627 .34095 .014090 40 .0091243 .013434 .30888 .011944 .013624 .34087 .014103 41 .0091424 .013448 .30725 .011956 .013625 .34079 .014114 42 .0091477 .013462 .30671 .011927 .013627 .34074 .014126 43 .0091542 .013475 .30667 .011967 .013630 .34070 .014135 44 .0091508 .013485 .30713 .011964 .013634 .34068 .014142 45 .0091470 .013492 .30797 .011991 .013638 .34068 .014148 46 .0091406 .013496 .30884 .012018 .013642 .34069 .014149 47 .0091318 .013498 .30986 .012027 .013645 .34070 .014150 48 .0091252 .013497 .31073 .012056 .013647 .34072 .014149 49 .0091175 .013495 .31148 .012057 .013649 .34075 .014147 50 .0091126 .013492 .31205 .012070 .013649 .34077 .014144 *******************************************************************************
Lampiran 10. Hasil Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Orthogonalized Forecast Error Variance Decomposition for variable LER Cointegration with unrestricted intercepts and restricted trends in the VAR ******************************************************************************* 61 observations from 1990Q4 to 2005Q4. Order of VAR = 3, chosen r =3. List of variables included in the cointegrating vector: LER LM2 R LKA LPDB LCA D Trend ******************************************************************************* List of imposed restrictions: A1=1; A2=0; A3=0; B1=0; B2=1; B3=0; C1=0; C2=0; C3=1; ******************************************************************************* Horizon LER LM2 R LKA LPDB LCA D 0 1.0000 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1 .82734 .003304 .037429 .001083 .013232 .025417 .092199 2 .73628 .015250 .093876 .005325 .023165 .010864 .11523 3 .66952 .027133 .11426 .012154 .028331 .0055946 .14301 4 .66668 .031326 .10936 .019933 .037865 .0069678 .12787
5 .67547 .031642 .10171 .028553 .038214 .0076121 .11680 6 .67685 .029566 .10144 .032790 .035760 .0080120 .11559 7 .68522 .027307 .099095 .036611 .033210 .0082072 .11035 8 .69060 .026719 .097642 .036651 .031234 .0078269 .10933 9 .69508 .025397 .096548 .037202 .030554 .0074858 .10773 10 .69717 .025552 .094829 .036952 .030948 .0070129 .10753 11 .69880 .025519 .093341 .036919 .030790 .0067095 .10792 12 .70093 .025805 .091248 .037183 .030760 .0064668 .10761 13 .70217 .026151 .089655 .036942 .030360 .0062100 .10851 14 .70371 .026298 .088078 .036671 .030513 .0059824 .10875 15 .70443 .026910 .086619 .036193 .030728 .0057487 .10937 16 .70472 .027302 .085428 .035806 .031119 .0055558 .11007 17 .70510 .027826 .084248 .035568 .031395 .0054008 .11047 18 .70536 .028233 .083285 .035333 .031531 .0052721 .11099 19 .70584 .028515 .082422 .035212 .031674 .0051752 .11116 20 .70620 .028774 .081711 .035064 .031777 .0050781 .11139 21 .70655 .028931 .081136 .034967 .031891 .0050011 .11152 22 .70696 .029077 .080595 .034929 .031959 .0049327 .11154 23 .70731 .029176 .080155 .034902 .031979 .0048731 .11161 24 .70776 .029226 .079730 .034920 .031980 .0048209 .11156 25 .70817 .029279 .079350 .034918 .031963 .0047672 .11155 26 .70859 .029298 .078999 .034928 .031952 .0047172 .11152 27 .70898 .029333 .078655 .034931 .031941 .0046663 .11149 28 .70934 .029361 .078336 .034928 .031926 .0046177 .11150 29 .70969 .029392 .078015 .034927 .031918 .0045708 .11149 30 .71000 .029432 .077712 .034914 .031909 .0045245 .11150 31 .71030 .029469 .077417 .034898 .031910 .0044805 .11152 32 .71057 .029517 .077133 .034877 .031914 .0044377 .11155 33 .71081 .029564 .076864 .034853 .031923 .0043973 .11159 34 .71104 .029613 .076604 .034829 .031934 .0043592 .11162 35 .71125 .029663 .076359 .034803 .031945 .0043231 .11166 36 .71144 .029710 .076127 .034780 .031958 .0042894 .11169 37 .71162 .029757 .075907 .034757 .031970 .0042576 .11173 38 .71179 .029800 .075701 .034736 .031983 .0042279 .11176 39 .71196 .029840 .075505 .034718 .031994 .0041999 .11179 40 .71211 .029878 .075321 .034701 .032003 .0041734 .11181 41 .71226 .029912 .075146 .034687 .032012 .0041485 .11183 42 .71241 .029944 .074980 .034673 .032019 .0041247 .11185 43 .71255 .029973 .074822 .034661 .032025 .0041020 .11187 44 .71269 .030000 .074672 .034650 .032030 .0040803 .11188 45 .71282 .030026 .074527 .034640 .032035 .0040595 .11189 46 .71294 .030050 .074389 .034631 .032039 .0040395 .11191 47 .71307 .030074 .074256 .034621 .032043 .0040201 .11192 48 .71318 .030096 .074127 .034612 .032047 .0040015 .11193 49 .71330 .030118 .074004 .034603 .032051 .0039835 .11194 50 .71341 .030139 .073885 .034595 .032054 .0039662 .11196 *******************************************************************************