ANALISIS PENGARUH BENIH MAPAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI METRO, LAMPUNG
DESMY ERINA LAOFA
AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi di Metro, Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Desmy Erina Laofa NIM H34120017
ABSTRAK DESMY ERINA LAOFA. Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi di Metro, Lampung. Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA. Kota Metro merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki produktivitas padi tertinggi di provinsi Lampung yaitu sebesar 55.69 kuintal/hektar. Salah satu yang mendukung tingginya produktivitas tersebut adalah penggunaan benih padi mapan oleh para petani padi Kota Metro. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penerapan benih mapan terhadap produktivitas dan menganalisis pendapatan petani padi yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Analisis produktivitas dilakukan dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk mengetahui hubungan input dan output secara langsung, sedangkan analisis pendapatan usahatani dilakukan perbandingan pendapatan yang dihasilkan dari penerimaan atau penjualan output yang dikurangi biaya total yang dikeluarkan petani dalam usahatani padinya. Hasil dari penelitian ini yaitu penggunaan benih mapan terbukti secara nyata memengaruhi produktivitas petani padi Kota Metro dengan nilai p-value sebesar 0.007 pada selang kepercayaan 95 persen. Selain itu, pendapatan petani padi yang menggunakan benih mapan juga lebih besar dibandingkan petani yang tidak menggunakan benih mapan yaitu sebesar Rp11 721 172 serta nilai R/C sebesar 2.383 yang menunjukan bahwa usahatani padi dengan benih mapan lebih menguntungkan. Kata kunci: benih mapan, Cobb Douglas, pendapatan, produktivitas, usahatani padi
ABSTRACT DESMY ERINA LAOFA. Analysis of Effect of Mapan Seed on the Productivity and Income of Paddy Farmers in Metro, Lampung. Supervised by NETTI TINAPRILLA. Metro is one of the areas in Lampung province that has the highest rice yield in the province of Lampung in the amount of 55.69 quintal/hectare. One that supports high productivity is the use of mapan paddy seeds by paddy farmers Metro. This study aimed to analyze the effect of applying the mapan seeds on productivity and analyze income paddy farmers who use and do not use mapan seeds. Productivity analysis performed using the Cobb-Douglas production function to determine the relationship of input and output directly, while farm income analysis carried out a comparison of revenue generated from the sales receipt or output minus total costs incurred farmers in paddy farming. Results from this study is the use of mapan seeds proven to significantly affect the productivity of paddy farmers Metro City with a p-value of 0.007 at 95 percent confidence interval. In addition, income paddy farmers who use mapan seeds also greater than the farmers who do not use mapan seeds amounting to Rp11 721 172 as well as the value of R/C of 2.383 which showed that paddy farming with mapan seeds more profitable. Keywords: Cobb Douglas, income, mapan seed, paddy farming, productivity
ANALISIS PENGARUH BENIH MAPAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI METRO, LAMPUNG
DESMY ERINA LAOFA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang telah dilakukan bulan Februari - Maret 2016 ialah usahatani, dengan judul Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi di Kota Metro, Lampung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya selama ini kepada penulis dalam penyusunan skripsi dan Bapak Rahmat Yanuar, SP, MSi selaku dosen penguji utama, serta Bapak Feryanto, SP, MSi selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Pertanian, BP3K Kota Metro, dan para responden yang telah membantu selama proses pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016 Desmy Erina Laofa
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
6
Manfaat Penelitian
6
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
7
Gambaran Umum Benih Unggul
7
Produktivitas Padi
8
Pendapatan Petani Padi
9
KERANGKA PEMIKIRAN
10
Kerangka Pemikiran Teoritis
10
Teori Produktivitas
10
Konsep Usahatani
11
Teori Biaya
13
Konsep Pendapatan
14
Kerangka Pemikiran Operasional
15
METODE
17
Lokasi dan Waktu Penelitian
17
Jenis dan Sumber Data
17
Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden
17
Metode Pengolahan dan Analisis Data
18
Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas Usahatani Padi
18
Analisis Pendapatan Usahatani
21
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)
22
GAMBARAN UMUM
23
Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
23
Topografi
24
Penggunaan Lahan
24
Karakterisitk Personal Responden
24
Karakteristik Usahatani Padi Petani Responden ANALISIS PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI
28 31
Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas Padi
40
Analisis Pendapatan Petani Padi Kota Metro
56
KESIMPULAN DAN SARAN
56
DAFTAR PUSTAKA
59
LAMPIRAN
62
DAFTAR TABEL 1 2 3
4 5 6 7 8 9 10 11 12
13 14 15 16 17
18
Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan tahun 2013 – 2015 Statistik tanaman pangan Kota Metro Sebaran jumlah dan persentase responden menurut umur responden yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan tahun 2016 Sebaran jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan petani yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan Tahun 2016 Sebaran jumlah dan persentase tanggungan keluarga petani responden di Kota Metro, Lampung Sebaran jumlah dan persentase responden menurut luas lahan padi yang diusahakan para petani di Kota Metro Sebaran pengalaman usahatani padi responden di Kota Metro, Lampung Sebaran jenis usahatani padi yang diusahakan responden di Kota Metro, Lampung Sebaran status kepemilikan lahan responden usahatani padi di Kota Metro, Lampung Sebaran jumlah dan persentase responden menurut alasan petani padi menggunakan benih mapan hibrida mapan di Kota Metro Tahun 2016 Penggunaan peralatan dan mesin pada usahatani padi petani responden Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar pada usahatani padi para petani responden yang menggunakan benih mapan di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar pada usahatani padi para petani responden yang tidak menggunakan benih mapan di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Jumlah para petani responden yang menggunakan pupuk dan dolomit di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Rata-rata penggunaan pupuk urea, ZA, TSP, KCL, NPK, dolomit, kandang dan kompos usahatani padi petani di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Hasil pendugaan parameter model fungsi produktivitas padi para petani di Kota Metro pada musim tanam III Tahun 2015 Rata-rata penggunaan benih dan biaya yang dikeluarkan petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan pada musim tanam III Tahun 2015 Rata-rata pengunaan pupuk dan biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan pada MT III Tahun 2015
2 5 25
26 27 28 29 30 30 31 33 34
36 39 39 43 46
48
19 20 21 22 23
Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) pada usahatani padi di Kota Metro untuk musim tanam III Tahun 2015 Rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) pada usahatani padi pada Tahun 2015 musim tanam III Kota Metro Biaya penyusutan peralatan dan mesin pada usahatani padi di Kota Metro antara petani padi dengan benih mapan dan tidak benih mapan Tahun 2015 Pendapatan para petani padi di Kota Metro pada musim tanam III Tahun 2015 Persentase biaya terhadap biaya total para petani padi responden Kota Metro pada musim tanam III Tahun 2015
49 51 52 53 54
DAFTAR GAMBAR 1 Pengaruh Teknologi terhadap Kurva Total Produksi
11
2 Kurva Biaya Total
14
3 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi Kota Metro 4 Luas Sawah Kota Metro Tahun 2016
16 32
DAFTAR LAMPIRAN 1 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman padi di Lampung
62
2 Output uji multikolinearitas pada model regresi
63
3 Output p-plot dan uji scatterplot normalitas
64
4 Uji normalitas Kolmogorov and Smirnov
65
5 Output uji statistik produktivitas Cobb-Douglas petani Kota Metro
66
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan salah satu hak manusia yang paling asasi dan salah satu faktor penentu ketahanan nasional. Kekurangan pangan secara meluas akan menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas. Bagi Indonesia, beras merupakan pangan pokok yang sangat dominan. Pengalaman pada tahun 1966 dan 1998 menunjukan bahwa guncangan politik dapat berubah menjadi krisis ekonomi politik, karena harga pangan melonjak tinggi dalam waktu yang singkat. Sebaliknya pada saat kondisi pangan aman seperti saat ini, maka masalah pangan tidak menjadi pendorong eskalasi politik, namun sampai saat ini debat politik masih selalu muncul manakala harga beras melonjak tajam atau harga gabah turun tajam. Sebagian besar masyarakat masih tetap menghendaki adanya pasokan dan harga beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata, dan dengan harga terjangkau (Sawit 2001). Masalah konsumsi beras dan pemenuhannya akan tetap merupakan agenda penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, oleh karena itu perberasan akan menjadi sorotan dan pembicaraan yang menarik bagi berbagai kalangan. Menurut Timmer (1996), diacu dalam Amang dan M Husein (2001) dalam kaitannya dengan politik, pangan merupakan komoditi penting sebagai stabilisator politik dan sosial untuk memulihkan kepercayaan masyarakat. Selain itu, tidak ada satu negara pun yang dapat mempertahankan proses pertumbuhan ekonomi tanpa memecahkan masalah ketahanan pangan (food security), bahkan perekonomian beras (rice economy) secara signifikan menjadi pendukung pesatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1960-an. Selain tergolong kedalam komoditas politik, beras juga merupakan komoditas ekonomi yakni sebagai barang konsumsi oleh hampir seluruh masyarakat. Hal tersebut semakin diperkuat dengan kultur bagi sebagian masyarakat Indonesia yang merasa belum makan jika belum mengonsumsi nasi. Permasalahan pangan beras Indonesia tidak pernah terlepas dari pertumbuhan penduduk Indonesia yang terus meningkat. Merujuk kepada data yang dikemukakan oleh FAO dan IRRI (International Rice Research Institute), Indonesia tercatat merupakan Negara dengan angka konsumsi beras tertinggi, yaitu sebesar 119 kilogram per tahun atau 324 gram per kapita per hari pada tahun 2016, sedangkan Malaysia telah menurunkan konsumsi ini menjadi 80 kilogram per kapita per tahun dan jepang hanya sebesar 60 kilogram per kapita per tahun. Kemudian apabila dilihat dari pertambahan penduduk, data yang tertuang dalam buku Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025 oleh Bappenas, jumlah penduduk Indonesia selama sembilan tahun mendatang diperkirakan akan terus meningkat yaitu dari 254.9 juta pada tahun 2016 menjadi 273.2 juta pada tahun 2025 (Hartanto W et al. 2005). Peningkatan jumlah penduduk tersebut akan berkorelasi positif dengan peningkatan kebutuhan akan pangan, khususnya beras. Kebutuhan akan beras selama ini tergantung pada produksi padi nasional. Tabel 1 menunjukkan besarnya luas panen, produksi, dan produktivitas padi Indonesia tahun 2013 – 2015. Berdasarkan Tabel 1, tahun 2013 - 2015 terjadi penurunan luas lahan sebesar 37 945 ha dan penurunan produksi sebesar 433 244 ton, kemudian dapat diketahui bahwa komoditas padi pada tahun 2015 mengalami
2 peningkatan luas dan produksi dengan masing-masing nilai sebesar 380 865 ha dan 4 145 323 ton dari tahun 2014. Fluktuasi produksi padi nasional ini dikarenakan Indonesia masih menghadapi beberapa kendala internal, khususnya yang berkaitan dengan terbatasnya kapasitas produksi nasional yaitu : (a) konversi lahan pertanian ke nonpertanian; (b) menurunnya kualitas dan kesuburan tanah akibat degradasi lingkungan dan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) yang menyebabkan ketidakmampuan lahan pertanian untuk menghasilkan produksi optimal; (c) semakin tidak pastinya pola hujan akibat perubahan iklim global. Tabel 1
Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan tahun 2013 2015
Uraian a. Luas Panen (ha) Padi Jagung Kedelai b. Produksi (ton) Padi Jagung Kedelai c. Produktivitas (ku/ha) Padi Jagung Kedelai
2013
2014
2015
14 835 252 3 821 504 550 793
14 797 307 3 837 019 615 685
15 178 172 3 859 630 624 848
71 279 709 18 511 853 779 992
70 846 465 19 008 426 954 997
74 991 788 19 833 289 982 967
51.52 48.44 14.16
51.35 49.54 15.51
52.89 51.39 15.73
Sumber : Badan Pusat Statistik 2015
Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan akan beras sebagai konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan konsumsi akibat pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan industri, maka upaya-upaya untuk meningkatkan produksi padi terus dilakukan. Peningkatan produksi padi dapat dilakukan melalui usaha intensifikasi atau ekstensifikasi. Sesuai dengan tujuan pembangunan pertanian dalam pembangunan nasional, usaha peningkatan produksi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal ini menjamin ketersediaan pangan, serta untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Sejak tahun 2007 pemerintah telah bertekad untuk meningkatkan produksi beras dua juta ton pada tahun 2007 dan selanjutnya meningkat lima persen per tahun hingga tahun 2009. Pencapaian target atau sasaran tersebut dilakukan dengan meluncurkan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) dengan mengimplementasikan empat strategi yaitu : (1) peningkatan produktivitas; (2) perluasan areal; (3) pengamanan produksi; dan (4) kelembagaan dan pembiayaan serta peningkatan koordinasi (Badan Litbang Pertanian, 2007). Peningkatan produksi yang dapat dilakukan adalah melalui usaha intensifikasi, karena pendekatan ekstensifikasi sulit dilakukan. Alih fungsi lahan sawah di tanah air sulit dibendung. Luas lahan yang terkonversi tidak mampu diimbangi dengan ekstensifikasi melalui pembukaan sawah baru. Intensitas alih fungsi lahan sangat sulit dikendalikan dan sebagian besar lahan sawah yang beralih fungsi tersebut justru yang produktivitasnya
3 termasuk katagori tinggi. Sejak tahun 2012, setiap tahun tidak kurang dari 110 000 hektar lahan sawah beralih fungsi kegunaannya. Nilai alih fungsi lahan ini dinilai sangat membahayakan bagi produksi beras nasional. Menurut Sembiring (2008) keberhasilan peningkatan produksi padi lebih banyak disumbangkan oleh peningkatan produktivitas dibandingkan dengan peningkatan luas panen. Pada periode 1971 – 2006 peningkatan produktivitas memberikan konstribusi sekitar 56.1 persen, sedangkan peningkatan luas panen dan interaksi keduanya memberikan kontribusi masing-masing 26.3 persen dan 17.5 persen terhadap peningkatan produksi padi. Peningkatan produksi dengan intensifikasi dilakukan dengan cara mengoptimalkan lahan yang telah ada tanpa menambah faktor produksi. Upaya intensifikasi ini dapat berupa penggunaan teknologi, yang mana teknologi yang dimaksud adalah penggunaan benih unggul dalam usahatani padi. Varietas unggul merupakan salah satu teknologi inovatif yang handal untuk meningkatkan produktivitas padi, baik melalui peningkatan potensi atau daya hasil tanaman maupun toleransi dan atau ketahanannya terhadap cekaman biotik dan biotik (Sembiring, 2008). Varietas padi juga merupakan teknologi yang paling mudah diadopsi karena teknologinya murah dan penggunaannya sangat praktis (Badan Litbang Pertanian 2007). Benih unggul sendiri merupakan benih tanaman yang memiliki potensi tinggi dalam hasil, kualitas yang terbaik, tahan terhadap berbagai hama dan penyakit, serta umur panen yang lebih cepat. Keunggulan yang dimiliki benih unggul ini tentunya akan membantu petani dalam meningkatkan produksi usahatani padinya. Selain itu, peningkatan produksi beras tetap menjadi fokus perhatian utama pemerintah pada tahun 2016 untuk mendukung swasembada beras. Keberadaan padi dalam komoditas pangan menjadi sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Karena itu sejak tahun 2014, pemerintah mencanangkan gerakan upaya khusus pajale (padi, jagung, kedelai) untuk meningkatkan produksi padi. Aspek benih unggulan menjadi konsentrasi dalam gerakan ini. Bahkan pemerintah memberikan subsidi benih untuk meringankan beban petani dalam berusaha tani. Salah satu benih padi unggulan yang diyakinkan pemerintah dapat menaikan produksi padi Indonesia adalah benih unggul mapan. Sudah banyak varietas unggul benih padi yang dikenal oleh para petani yaitu IR 64, conde, mekongga, inpari, ciherang, sidenuk, dan mapan. Padi varietas IR 64 menghasilkan rata – rata produksi yaitu hanya lima ton/ha, untuk padi varietas conde dan mekongga produksi rata-rata per hektarnya adalah 6.5 ton/ha dan varietas ciherang adalah 7 – 8.5 ton/ha. Kemudian, padi dengan varietas sidenuk mampu mencapai rata – rata produktivitas per hektarnya sebesar 9.4 ton/ha, sedangkan benih mapan memiliki potensi hasil gabah 11 ton/ha (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2015). Berdasarkan pada penjabaran diatas, benih unggul mapan merupakan benih yang memiliki rata – rata produksi tertinggi. Jumlah produksi dari benih mapan yang dihasilkan pun jauh lebih banyak per hektarnya daripada varietas benih IR 64 dan ciherang yang banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Penggunaan benih padi mapan yang mampu menghasilkan rata – rata produksi per hektar yang tinggi tersebutlah yang menjadikan salah satu alasan pemerintah terus melakukan introdusir benih unggul mapan kepada para petani.
4 Perumusan Masalah Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang menggunakan benih unggul dalam usahatani padi. Salah satu benih unggul yang digunakan adalah benih mapan. Pemakaian benih mapan di daerah Kota Metro berawal dari kebijakan Provinsi Lampung mengenai perlunya ketahanan pangan di Lampung. Adanya dukungan dari Serikat Tani Indonesia Provinsi Lampung dan Dinas Pertanian Provinsi Lampung kepada pemerintah untuk mendukung target pencapaian swasembada pangan di daerah Lampung membuat para petani Lampung banyak yang telah menerapkan penggunaan benih mapan dalam usahatani padinya. Keberhasilannya dalam memproduksi gabah sebanyak sebelas ton per hektar, saat ini benih mapan sudah digunakan di berbagai provinsi Indonesia oleh para petani padi. Adanya penerapan penanaman padi dengan benih mapan diharapkan dapat membantu meningkatkan produksi padi untuk memenuhi kebutuhan beras nasional sekaligus memperbaiki perekonomian rumah tangga petani melalui peningkatan pendapatan usahatani atas tingginya produksi padi dari penggunaan benih mapan. Benih padi mapan sendiri termasuk padi hibrida. Padi hibrida ini memiliki potensi produktivitas yang lebih tinggi daripada varietas unggul bukan hibrida (inbrida). Saat ini padi hibrida belum dikenal secara meluas oleh petani di Indonesia. Pengembangan padi hibrida masih terbatas pada wilayah tertentu pada beberapa provinsi. Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Gorontalo, dan Lampung merupakan daerah yang paling responsif terhadap benih padi hibrida. Berdasarkan Komarudin dan Kartasasmita (2003) dan Satoto et al. (2004), usahatani padi hibrida dengan teknik budidaya yang baik dapat memberikan produksi dan pendapatan yang lebih tinggi daripada usahatani padi inbrida. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian (2007) menjelaskan bahwa padi hibrida berpotensial untuk dikembangkan pada wilayah yang mempunyai irigasi teknis, bebas dari kekeringan dan banjir, subur, dataran sedang, dan bukan daerah endemis WBC (Wereng Batang Coklat), HDB (Hawar Daun Bakteri), dan tungro. Berdasarkan persyaratan tersebut, Kota Metro merupakan salah satu daerah di Lampung yang luas lahan sawahnya sebesar 95 persen adalah irigasi teknis dan masuk dalam dataran sedang dan masuk dalam kriteria pengembangan padi hibrida. Kota Metro merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi wilayah berupa pertanian. Subsektor tanaman pangan menjadi penyumbang kegiatan ekonomi pertanian terbesar. Hal ini bisa terlihat dari penggunaan lahan di kota ini yang sebagian besar merupakan sawah dimana padi merupakan tanaman yang paling banyak ditanami oleh petani (Tabel 2). Menurut Badan Pusat Statistik Kota Metro, hingga saat ini terdapat 3 519 hektar sawah yang dipanen. Rata-rata produksinya mencapai lima ton/ha dengan total prduksi mencapai 17.3 ribu ton. Hal yang menarik adalah pada faktanya dari tahun 2012 hingga 2014, luas lahan yang digunakan untuk areal persawahan di Kota Metro semakin mengecil, namun presentase penggunaan lahan pada tahun 2014 untuk sawah tetap tinggi yaitu mencapai 51.52 persen. Berdasarkan Tabel 2, padi merupakan jenis tanaman pangan yang paling banyak ditanami oleh masyarakat Kota Metro yaitu 3 141 hektar pada tahun 2014. Luas lahan padi jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis tanaman pangan lainnya dimana pada tahun yang sama yaitu 2014, luas lahan panen jagung hanya 783 hektar, kemudian terdapat ubi kayu sebesar 130 hektar, dan terakhir adalah
5 kedelai yang hanya mencapai 70 hektar untuk luas lahan panen. Selain luas lahan tanaman padi lebih besar dibandingkan jenis tanaman pangan lain, produktivitas padi Kota Metro juga merupakan yang tertinggi di provinsi Lampung. Produktivitas tanaman padi di Lampung dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 2 Uraian Padi Luas panen (ha) Produksi (ton) Jagung Luas panen (ha) Produksi (ton) Kedelai Luas panen (ha) Produksi (ton) Ubi Kayu Luas panen (ha) Produksi (ton)
Statistik tanaman pangan Kota Metro 2012
2013
2014
4 389 26 246
4 057 20 600
3 141 19 157
477 4 563
607 14 544
783 3 511
13 9.4
23 22.84
70 63.95
31.5 1 185
185.5 7 195
130 7 380
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Metro 2015
Berdasarkan Lampiran 1 diketahui pada tahun 2013, produktivitas padi Kota Metro sebesar 55.69 ku/ha. Produktivitas ini lebih besar dibandingkan daerahdaerah lainnya di Lampung. Lampung Tengah sebagai lahan terbesar di Lampung yang membudidayakan padi yaitu 123 740 hektar hanya mendapatkan produktivitas padi sebesar 54.43 ku/ha. Kemudian Lampung Timur dengan luas lahan panen padi terbesar kedua di daerah Lampung yaitu 95 383 hektar hanya mendapatkan produktivitas sebesar 53.46 ku/ha. Tingginya produktivitas padi di Kota Metro inilah yang menjadi sorotan dilakukannya penelitian ini, dikarenakan apakah penggunaan benih unggul menjadi faktor tingginya produktivitas padi Kota Metro. Petani Kota Metro pun pada Tahun 2015 yang mengadopsi benih mapan baru sebesar tiga puluh persen dari jumlah petani sebanyak 6 743 atau petani yang menggunakan benih mapan di Kota Metro sebesar 2 022 petani. Pencapaian tiga puluh persen petani yang mengadopsi benih mapan ini merupakan awal yang baik, dikarenakan benih mapan di Kota Metro baru dikenalkan oleh Dinas Pertanian Kota Metro pada bulan Maret 2015. Para petani Kota Metro banyak yang berminat menggunakan benih ini dikarenakan karakteristik dari petani Kota Metro sendiri sedikit berbeda dengan karakteristik petani di daerah lainnya di Indonesia, sehingga tidak sulit untuk mengenalkan hal baru kepada para petani demi tercapainya produksi padi yang tinggi. Salah satu alasan petani mengadopsi benih mapan ini yaitu pendapatan yang diterima petani lebih besar dua kali lipat jika menggunakan benih unggul mapan dibandingkan benih padi lainnya. Hal ini menunjukan bahwa struktur biaya yang dikeluarkan para petani Kota Metro dalam usahatani padinya tidak berbeda dengan menggunakan benih padi yang lain. Intensif ini tentunya memengaruhi petani untuk menggunakan benih mapan. Produktivitas yang tinggi merupakan salah satu tujuan utama dalam pengintroduksian varietas unggul padi sehingga dapat tercapai ketahanan pangan
6 (ketersediaan pangan dalam jumlah yang mencukupi ketika dibutuhkan). Selain itu, bagaimanapun juga sebagian besar petani adalah pengusaha yang mengharapkan pendapatan yang lebih tinggi atas penggunaan teknologi baru. Oleh karena itu, selain mempunyai potensi produktivitas yang tinggi, teknologi baru seperti varietas hibrida juga dituntut dapat mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi. Setiap teknologi baru akan mendatangkan tambahan manfaat dan tambahan biaya. Petani akan mendapatkan pendapatan lebih tinggi apabila tambahan manfaat dari penggunaan teknologi baru lebih besar daripada tambahan biayanya. Dengan demikian, pendapatan usahatani yang akan diperoleh merupakan salah satu pertimbangan penting bagi petani untuk menerapkan satu inovasi teknologi berupa varietas padi yang unggul. Jumlah rata – rata produksi per hektar yang tinggi dan mampu mendukung produktivitas padi Kota Metro bukan satu – satunya hal yang menentukan kesejahteraan petani, karena produktivitas dan pendapatan merupakan hal yang saling bersangkutan. Kemampuan sektor pertanian untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani tergantung pada tingkat pendapatan usahatani dan surplus yang dihasilkan oleh sektor itu sendiri. Sehingga, apabila produktivitas tanaman yang dihasilkan tinggi, dapat menaikkan penerimaan petani. Dengan demikian, tingkat pendapatan usahatani disamping merupakan penentu utama kesejahteraan rumah tangga petani, juga muncul sebagai salah satu faktor penting yang mengkondisikan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penjelasan diatas maka pertanyaan penelitian ini yaitu apakah penggunaan benih mapan akan memengaruhi produktivitas petani padi Kota Metro, Lampung? Kemudian, bagaimana pendapatan petani padi Kota Metro, Lampung yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis pengaruh penerapan benih mapan terhadap produktivitas petani padi Kota Metro, Lampung. 2. Menganalisis pendapatan petani padi Kota Metro, Lampung yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan dalam usahataninya. Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat dan kontribusi bagi pihak-pihak terkait, seperti: 1. Bagi para petani padi, penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan dalam penggunaan benih padi unggul untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga tani. 2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai bahan acuan dan bahan perbandingan mengenai pengaruh teknologi terhadap pendapatan rumah tangga tani untuk penelitian selanjutnya. 3. Bagi pemerintahan Republik Indonesia terutama Lampung, penelitian ini diharapkan secara tidak langsung dapat membantu terwujudnya kebijakan ketahanan pangan nasional.
7 4. Bagi penulis, penelitian ini merupakan media untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan. Ruang Lingkup Penelitian 1. Produk yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini adalah penggunaan benih mapan yang digunakan oleh para petani padi Kota Metro, Lampung. 2. Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah mengenai analisis pengaruh benih mapan terhadap produktivitas dan pendapatan petani padi Kota Metro, Lampung.
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Benih Mapan Benih adalah bahan pertanaman berupa biji yang berasal dari biji yang dipilih, sedangkan biji yang terpilih adalah biji yang telah mengalami seleksi atau pemulihan. Dan biji adalah hasil dari persaringan suatu tanaman. Benih unggul sendiri merupakan benih yang berasal dari jenis unggul yang berkualitas baik ditinjau dari segi kemurnian benih, kebersihan benih, daya tumbuh, dan kesehatan benih (Sobir, 2009). Pemakaian benih unggul merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tinggi rendahnya hasil persatuan luas suatu pertanaman. Salah satu benih unggul adalah benih mapan. Benih mapan merupakan padi hibrida yang relatif mempunyai daya adaptasi yang cukup bagus, produksi tinggi, toleran hama atau penyakit, dan hasilnya dapat diterima oleh pasar atau konsumen. Varietas ini sudah dikomersialkan di Indonesia pada tahun 2006. Periode pengenalan benih ini sejak tahun 2007-2010 mengalami kesulitan, karena pada saat itu, image petani terhadap padi hibrida kurang positif, kesulitan persediaan benih, minimnya pengetahuan terhadap budidaya padi hibrida, harga benih yang masih mahal, dan penggunaan pupuk yang cenderung berlebihan. Benih mapan saat ini sudah digunakan seluruh petani di Indonesia seperti Provinsi Aceh, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari pemerintah Indonesia mengenai program kedaulatan pangan dengan menggunakan benih varietas mapan. Ada dua jenis mapan yang dikeluarkan oleh PT. Primasid ini, yaitu Mapan P-05 dan Mapan P02. Mapan P-05 sesuai untuk daerah irigasi teknis dan semi teknis. Umur tanaman ini antara 115-120 hari sesudah semai. Jumlah bulir 180 – 250 bulir per malai, selain itu produksi tinggi serta benih ini dapat tumbuh di dataran rendah (50 m dpl) sampai dengan dataran tinggi (700 m dpl). Mapan P-02 sesuai untuk daerah tadah hujan dan irigasi sederhana, umurnya antara 95-100 hari sudah semai, relatif tahan patah leher batang, daya adaptasi sedang (0 m – 400 m dpl). Hal yang harus diperhatikan adalah tidak lagi menanam turunannya, karena produksi akan menurun disebabkan adanya segregasi.
8 Produksi Padi Peningkatan produksi yang belum maksimal disebabkan oleh produktivitas lahan yang masih rendah, berkurangnya luas panen, gagalnya panen karena pengaruh perubahan iklim dan belum dikuasainya teknologi produksi maju oleh petani. Dalam rangka peningkatan produksi beras, lahan sawah sebagai sumber utama produksi beras menempati kedudukan yang penting baik dalam hal peningkatan luas panen maupun dalam hal peningkatan produktivitas. Tersedianya lahan berkualitas baik dengan irigasi yang terjamin airnya akan menunjang peningkatan produksi (Machmud, 1990). Lin (1991) mengadakan penelitian berkaitan dengan adopsi inovasi berupa benih padi hibrida. Penelitiannya mempunyai tujuan utama yaitu mengetahui pengaruh pendidikan terhadap keputusan petani untuk mengadopsi padi hibrida. Penelitiannya yang menggunakan data sampel sebanyak lima ratus rumah tangga petani di Provinsi Hunan, China menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan dan adopsi teknologi baru yang berupa padi hibrida. Pendidikan meningkatkan kemampuan seseorang untuk menerima dan memahami informasi dengan baik. Selain itu, penelitiannya juga memperlihatkan adanya hubungan antara luas lahan usahatani (farm size) dengan keputusan untuk mengadopsi benih padi hibrida F1. Petani dengan ukuran usahatani yang sempit kebanyakan menerapkan usahatani berbasis rumahtangga yang memiliki karakter kurang merespon terhadap teknologi baru. Program intensifikasi produksi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dengan memanfaatkan potensi lahan, daya dan dana secara optimal, serta kelestarian sumber daya alam. Dalam program intensifikasi produksi ini diterapkan teknologi Panca Usaha Tani yang meliputi : (1) Penyediaan air dalam jumlah yang cukup dan waktu yang tepat; (2) Penggunaan benih mapan dengan potensi hasil yang tinggi, mempunyai ketahanan hidup yang tinggi dan masa tumbuh yang relatif pendek; (3) Penyediaan pupuk yang cukup; (4) Pengendalian hama terpadu; (5) Cara bercocok tanam yang baik (Badan Litbang 2004). Berdasarkan hasil uji restriksi penelitian Anggreini 2005 denagn menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas dinyatakan didapat bahwa usahatani padi pestisida dan non pestisida berada pada constant return to sale yang berarti bahwa jika semua faktor produksi dinaikkan satu persen, maka hasil produksi akan naik secara proporsional sebesar satu persen. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap produksi dalam taraf α = lima persen yaitu luas lahan, jumlah bibit dan pupuk KCl. Perbedaan dalam penggunaan pestisida kimia atau alami ternyata tidak berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Matuschke dan Qaim (2006) mengadakan penelitian yang salah satu tujuannya adalah untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi tanaman gandum hibrida di daerah Maharashtra, India. Data yang diperoleh dari sampel atas petani gandum hibrida dan gandum inbrida (penyerbukan silang) menunjukkan bahwa usahatani gandum hibrida secara signifikan mampu meningkatkan produktivitas dan meningkatkan pendapatan usahatani petani gandum. Model probit yang digunakan untuk memodelkan adopsi terhadap gandum hibrida menunjukkan bahwa hambatan informasi dan pendapatan rumah tangga memegang peranan yang signifikan dalam keputusan adopsi. Selain itu variabel jaringan sosial yang berupa mengenal petani yang sudah menanam gandum hibrida juga signifikan menentukan keputusan adopsi tersebut. Model menyimpulkan bahwa pada rata-rata petani, jika mereka mengenal seorang
9 pengadopsi gandum hibrida maka peluang petani tersebut untuk mengadopsi gandum hibrida meningkat dua persen. Hal yang menarik adalah penelitian ini menyimpulkan bahwa ukuran usahatani dan tingkat subsistensi tidak signifikan mempengaruhi keputusan adopsi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rohela (2008), pelaksanaan program P2BN berdampak positif pada hasil produksi padi rata-rata sebelum program P2BN 4 683 kilogram per hektar menjadi 5 757 kilogram per hektar setelah melaksanakan program. Kuantitas dan kualitas padi meningkat karena penggunaan benih bersertifikat, pemeliharaan tanaman yang berkelanjutan, serta pengaturan jarak tanam. Menurut Hessie (2009), dalam penelitianya ada tiga peubah yang signifikan berpengaruh pada produktivitas padi yaitu harga padi (0.127), penggunaan varietas unggul (0.463) dan harga pupuk urea (-0.738). Selain itu, penelitian yang telah dilakukan Basuki (2008), Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi benih padi hibrida juga semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah ternyata mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani untuk menggunakan inovasi benih padi hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam inovasi padi hibrida semakin kecil. Pendapatan Petani Padi Kurniasih (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa agar pendapatan usahatani mencapai maksimum sebaiknya petani yang mempunyai lahan 0.55 hektar tidak menyewa tenaga kerja karena kebutuhan tenaga kerjanya dapat dipenuhi dari tenaga kerja anggota keluarga. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rohela (2008), pelaksanaan program P2BN berdampak positif pada peningkatan pendapatan petani, dan memberikan dampak yang signifikan dibandingkan sebelum adanya program. Disti (2006) menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani di dua desa yaitu Cijengkol dan Mulyasari Kabupaten Lampung. Hasil R/C tunai di Desa Mulyasari lebih besar dibandingkan Desa Cijengkol karena harga gabah yang lebih mahal. Sedangkan dari rasio R/C total Desa Cijengkol lebih besar karena sewa lahan yang lebih murah. Produktivitas Desa Cijengkol lebih besar karena di desa tersebut sebagian besar petaninya menerapkan teknologi PTT. Hasil analisis regresi linear berganda fungsi produksi Cobb Douglas petani PTT di Desa Mulyasari menunjukkan bahwa faktor pupuk urea, SP36, NPK Phonska, Organik Padat, pupuk cair, tenaga kerja dan benih berpengaruh nyata pada produksi padi. Sedangkan obat padat dan cair tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Untuk Desa Cijengkol, faktor yang berpengaruh nyata adalah luas lahan, obat cair, urea, pupuk cair, organik padat dan tenaga kerja. Yang tidak berpengaruh yaitu benih, SP36, dan KCl. Penggunaan faktor produksi di kedua desa tersebut desa tersebut belum efisien karena nilai rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Hasil analisis menunjukkan bahwa produksi yang dapat ditingkatkan di Desa Mulyasari adalah benih, urea, pupuk cair, pupuk organik padat dan tenaga kerja. Sedangkan di Desa
10 Cijengkol yang perlu ditingkatkan adalah luas lahan, urea, pupuk cair, pupuk organik padat dan obat cair. Rachmiyanti (2009), melakukan penelitian mengenai analisis perbandingan usahatani padi organik metode System of Rice Intensification (SRI) dengan padi konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Rachmiyanti ini adalah menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani, dari usahatani non organik menjadi usatani organik metode SRI yang dilakukan oleh para petani terhadap tingkat pendapatannya. Penelitian ini menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis pendapatan, dan imbangan dari penerimaan dan biaya (R/C rasio). Berdasarkan hasil analisis pendapatan diketahui bahwa pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total petani padi organik metode SRI lebih rendah dibanding pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total padi konvensional. Hasil dari imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) diketahui bahwa R/C rasio atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik metode SRI (Rp1.98) lebih rendah dari R/C rasio yang diperoleh petani padi konvensional (Rp2.46). Poetryani (2011), usahatani padi organik lebih efisien dari segi biaya dan pendapatan. Hal tersebut terlihat dari R/C rasio atas biaya total usahatani padi organik adalah sebesar 5.87 R/C rasio atas biaya total usahatani padi anorganik sebesar 3.43. R/C rasio tunai usahatani organik adalah sebesar 5.96 dan rasio R/C atas biaya tunai usahatani anorganik adalah 3.47. Jika ditarik kesimpulan dari semua perbadingan usahatani maka usahatani padi organik yang dilakukan oleh Poetryani (2011) yang paling menguntungkan karena R/C rationya paling besar jika dibandingkan dengan petani padi konsumsi (konvensional) dan petani penangkar benih padi. Berdasarkan hasil analisis beberapa penelitian terdahulu, produktivitas dan pendapatan petani padi meningkat apabila menggunakan teknologi. Salah satunya adalah dengan penggunaan benih mapan. Pada penelitian ini, penulis menganalisis apakah benih mapan mendukung produksi petani padi Kota Metro lebih tinggi lagi dan menganalisis pendapatan dengan pendekatan R/C rasio untuk melihat sejauh mana kegiatan usahatani yang dilakukan di lokasi penelitian, apakah usahatani yang telah dilakukan oleh petani menguntungkan atau merugikan.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian antara lain mengenai pengaruh benih mapan terhadap kurva total produksi dan biaya, konsep usahatani, penerimaan, biaya, teori pendapatan, dan rasio imbangan penerimaan dan biaya. Teori-teori tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. Teori Produksi Penerapan teknologi harus dapat memberikan kenaikan hasil atau mengurangi biaya dengan jumlah yang sangat besar agar dapat diterima oleh banyak petani. Beberapa ahli terkemuka memperkirakan, bahwa kenaikan hasil yang diperlukan
11 untuk memikat hati petani pada permulaan, berkisar 40 – 100 persen (Mosher 1978). Teknologi baru memberikan inovasi pada produksi, yaitu menaikan fungsi produksi sehingga output maksimum yang dihasilkan lebih tinggi dengan menggunakan input yang sama atau dapat menaikkan produktivitas (Gambar 1). Kenaikan ini tidak saja menyangkut kuantitas, namun juga kualitas, input dan output. Kemajuan teknologi dimana dalam penelitian ini adalah benih mapan, dapat meningkatkan produktivitas. Secara grafis pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa penggunaan benih mapan akan menggeser kurva total produksi dari TP1 menjadi TP2. TP1 adalah kurva total produksi yang tidak menggunakan benih mapan sertani sedangkan TP2 adalah kurva total produksi yang menggunakan benih mapan.
Gambar 1. Pengaruh Teknologi terhadap Kurva Total Produksi (Sumber: Doll dan Orazem 1978)
Pada kurva total produksi (Gambar 1) melihatkan dengan penggunaan input yang sama dimana dalam kurva I* menunjukan dapat menghasilkan dua output. Output 1 (Q1) adalah hasil saat petani dalam usahatani padinya tidak menggunakan teknologi (benih ungggul). Dan output 2 (Q2) adalah hasil saat para petani padi menggunakan teknologi dalam usahatani padinya. Kenaikan output 1 menjadi output 2, dapat diartikan bahwa adanya teknologi akan mempengaruhi hasil usahatani menjadi lebih meningkat dalam penggunaan input yang sama. Hal ini menunjukan bahwa teknologi dapat meningkatkan produksi yang berdampak pada kenaikan produktivitas dari usahatani itu sendiri. Konsep Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009). Pada umumnya ciri usahatani di Indonesia adalah kepemilikan lahan sempit, pendapatan rendah, modal yang dimiliki rendah, pengetahuan rendah sehingga berpengaruh terhadap pendapatan petani (Soekartawi, 1986). Menurut Rahim
12 (2007) menyatakan bahwa usahatani (wholefarm) merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih, dan peptisida) dengan efektif, efisien, dan berkelanjutan untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga, pendapatan usahataninya meningkat. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya, dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan pengeluaran (output). Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor bekerja dalam usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1) Alam Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan. Faktor alam sekitar yaitu iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. 2) Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan kualitas produk. Tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlahkan untuk seluruh usahatani. Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja adalah HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam orang kerja). Pemakaian HOK ada kelemahan karena HOK masing-masing daerah berlainan (satu HOK di daerah belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung jam kerjanya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan satu jenis komoditas persatuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahatannya, topografi, tanah serta jenis komoditas yang diusahakan. 3) Modal Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula dengan usatani. Penggolongan modal dalam usahatani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi. Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan. 4) Pengelolaan dan Manajemen Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.
13 Teori Biaya Mengklasifikasikan biaya usahatani ke dalam biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan ke dalam (implisit) (Wesley, 1994). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, pestisida,. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak berubah terhadap perubahan output. Biaya ini termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang termasuk dalam biaya tunai adalah pajak, gaji upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk kedalam biaya yang diperhitungkan, seperti penerimaan yang di investasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan lahan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga. TVC (Total Variabel Cost) adalah biaya input yang mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka TVC adalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. TVC yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman, pengeringan dan bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan seperti sewa lahan. Lipsey, (1995) menyatakan hal yang sama dengan Wesley. Menurut Lipsey (1995) menyatakan bahwa biaya total (TC) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap total (Total Fixed Costs = TFC) dan biaya variabel total (Total Variabel Costs = TVC). Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang tidak berubah meskipun output. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi, disebut biaya variabel cost (TVC) secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC Keterangan: TFC = Biaya tetap TVC = Biaya variabel Hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi disebut dengan fungsi biaya. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3. TC, TFC
TVC,
Gambar 2. Kurva Biaya Total (Sumber: Lipsey 1995)
14
Pada Gambar 2, dapat dijelaskan bahwa kurva TFC bentuk adalah horizontal karena nilainya tidak berubah walau berapapun banyaknya barang yang diproduksikan. Sedangkan TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menunjukan bahwa ketika tidak ada produksi TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya berubah total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC. oleh karena itu kurva TC bermula dari pangkal TFC dan apabila ditarik garis tegak di antara TVC dan TC panjang garis itu adalah sama dengan jarak diantara TFC dengan sumbu datar. Pendapatan Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Menurut Soekartawi (1986) Penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai adalah uang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen padi yang dikonsumsi dan digunakan untuk benih (input). Biaya usahatani (pengeluaran) usahatani) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen. Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan total usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan total usahatani (pendapatan bersih) adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input miliki kelurga diperhitungkan sebagai biaya produksi. Sukirno (2002) Total Revenue (TR) adalah jumlah produksi yang dihasilkan, dikalikan dengan harga produksi dan pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya. Secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut: π = TR – TC Keterangan: π = Pendapatan (Rp/musim tanam) TR = Total penerimaan (Rp/musim tanam) TC = Total biaya (Rp/musim tanam) Salah satu alat yang digunakan untuk mengukur nilai efisiensi pendapatan tersebut yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan atau imbangan penerimaaan dan biaya atau Revenue and Cost Ratio (R/C ratio). Menurut Rahim (2008) menyatakan analisis return cost (R/C) ratio merupakan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Analisis R/C ratio dapat dibagi menjadi menjadi tiga bagian besar, antara lain: R/C > 1: Usahatani meguntungkan R/C = 1: Usahatani impas R/C < 1: Usahatani rugi
15 Analisis R/C rasio ini digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu cabang usaha dengan cabang usaha yang lainnya berdasarkan finansial. Kerangka Pemikiran Operasional Kota Metro adalah salah satu daerah di Provinsi Lampung yang mencapai produktivitas padi tertinggi dibandingkan daerah – daerah lainnya di Lampung. Produktivitas yang dihasilkan sebesar 55,69 ton pada tahun 2013 (Badan Pusat Statistik 2015). Selain itu, Kota Metro memiliki komoditi unggulan yakni padi dengan varietas mapan. Padi mapan merupakan komoditi yang memiliki keunggulan dari segi produksi yang dihasilkan, dan tahan terhadap hama. Bersamaan dengan program kedaulatan pangan oleh pemerintah Indonesia, oleh karena itu Dinas Pertanian Lampung juga mensosialisasikan benih ini kepada para petani di Lampung khususnya Kota Metro. Seperti telah dijelaskan sebelumnya penerapan teknologi baru seperti benih mapan akan berpengaruh pada produktivitas dan juga pendapatan petani. Diharapkan peningkatan produktivitas pada proses selanjutnya akan dapat meningkatkan pendapatan usahatani. Sehingga Kota Metro dapat dijadikan daerah percontohan dalam produksi padi untuk daerah – daerah lainnya di Lampung. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dari sudut pandang pendapatan antara produksi yang tidak menggunakan benih mapan dan produksi yang menggunakan benih padi mapan di daerah tersebut. Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani. Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang tepat dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Hasil analisis tersebut bisa terlihat apakah budidaya benih padi mapan yang lebih menguntungkan dan melihat produktivitas yang dihasilkan dari penggunaan benih mapan. Berdasarkan uraian diatas, maka bagan kerangka operasional dalam penelitian ini bisa di lihat pada Gambar 3.
16
Kota Metro, Lampung
Usahatani Padi
Benih Mapan
Non Benih Mapan Pengaruh Mapan
Input : Lahan, benih, pupuk, obat, dan tenaga kerja
Output
Jumlah Output
Harga Input
Jumlah Input
Harga Output
Penerimaan
Biaya
Analisis Produksi
Analisis Pendapatan
Peningkatan Pendapatan Petani
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Usahatani Padi Kota Metro, Lampung
17
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pengaruh teknologi dengan teknologi yang dimaksud adalah benih mapan terhadap produktivitas dan pendapatan petani padi ini dilakukan di Kota Metro, Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kota Metro merupakan daerah di Lampung yang menggunakan benih mapan dalam budidaya tanaman padi dan mencapai produktivitas tertinggi dibandingkan pada daerah lainnya di Lampung. Kegiatan yang berlangsung meliputi pengumpulan data untuk keperluan pengolahan data. Pengumpulan data pada para petani Kota Metro, Lampung telah dilaksanakan pada Februari – Maret 2016. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer akan diperoleh melalui hasil observasi langsung di lapangan dan wawancara secara langsung kepada para petani padi di lokasi penelitian berdasarkan kuisioner yang telah dibuat. Kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai gambaran umum usaha tani yang dijalankan petani dan karakteristik petani serta pendapatan yang diperoleh oleh para petani padi. Sedangkan dari segi waktunya merupakan data cross section yang artinya data yang diperoleh pada saat pengumpulan di lapang dan diambil dalam kurun waktu tertentu. Data sekunder diperoleh dari buku, artikel, skripsi, serta datadata instansi terkait yang mendukung penelitian ini seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Pertanian Kota Metro, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Serikat Tani Indonesia Lampung, dan literatur yang relevan. Data-data tersebut berupa informasi seputar usahatani padi yang telah dilakukan untuk mendukung penelitian. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Responden Teknik pengumpulan data primer yang dilakukan yaitu dengan wawancara terstruktur. Ketika wawancara, diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada petani berdasarkan kuisioner yang telah disiapkan untuk menggali data yang ingin dieketahui dalam penelitian. Adapun daftar pertanyaan tersebut berisi pertanyaan tentang mengenai karakteristik umum dan pendapatan yang diperoleh oleh para petani padi. Data sekunder menggunakan data-data dari instansi terkait yang mendukung penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, Dinas Pertanian Kota Metro, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, Badan Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K), Serikat Tani Indonesia Lampung, dan literatur yang relevan. Penelitian yang akan dilakukan ini, dibandingkan antara keadaan usahatani yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan (with and without). Responden dipilih sejumlah 82 orang dimana 41 orang responden adalah petani yang telah menggunakan benih mapan dalam kegiatan budidaya padi,
18 sedangkan 41 orang responden lain adalah petani yang tidak menggunakan benih mapan. Responden diambil berdasarkan stratified random sampling. Data yang digunakan adalah data musim tanam III Tahun 2015.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data merupakan tahap lanjutan setelah dilakukannya pengumpulan data. Analisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan dapat memberikan informasi yang berguna (Walpole 1992). Hasil dari analisis ini terhadap data dapat memberikan jawaban atas perumusan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Langkah pertama sebelum melakukan analisis data adalah dengan mengelompokan data yang diperoleh dari sampling menjadi dua yaitu data kuantitatif dan data kualitatif, kemudian data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabulasi maupun dalam bentuk penjabaran secara terurai. Analisis data kualitatif akan diuraikan secara deskriptif. Analisis deskriptif ini digunakan untuk menguraikan pengaruh benih mapan terhadap produktivitas padi dan pendapatan petani para petani. Analisis data kuantitatif digunakan untuk melihat pengaruh produktivitas padi dan pendapatan para petani. Data yang diperoleh dari penelitian diolah dengan analisis fungsi produktivitas dengan menggunakan analisis Cobb Douglas. Analisis ini digunakan untuk mengukur pengaruh berbagai variabel penduga atau variabel bebas terutama variabel penggunaan benih mapan terhadap produktivitas padi. Analisis kuantitatif ini juga untuk melihat pendapatan usahatani padi yang menggunakan benih mapan dengan cara melakukan analisis usahatani yang membandingkan antara usahatani padi petani yang menggunakan benih mapan dengan usahatani padi petani yang tidak menggunakan benih mapan yang selanjutnya juga dilakukan perbandingan uji beda pada pendapatan dari petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Uji beda ini dilakukan guna untuk mempertegas atau melihat perbedaan secara nyata pendapatan usahatani padi petani yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner diolah dengan bantuan software Microsoft Excel 2013 dan SPSS.
Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas Usahatani Padi Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Menurut Soekartawi (1986), untuk mengamati pengaruh beberapa faktor produksi tertentu terhadap output secara keseluruhan dalam keadaan yang sebenarnya adalah tidak mungkin. Oleh karena itu, hubungan antara faktor produksi dengan output perlu disederhanakan kedalam bentuk suatu model. Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan dipergunakan oleh peneliti.Pada penelitian ini, fungsi produksi yang digunakan untuk menjelaskan parameter Y dan X adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Dengan menggunakan fungsi produksi produksi Cobb-Douglas secara langsung dapat diketahui keadaan return to scale produksi tersebut, sehingga fungsi produksi lebih mudah untuk diduga. Sedangkan koefisien faktor-faktor produksi menunjukan elastisitas dari faktor produksi tersebut terhadap tingkat produksi yang dihasilkan.
19 Analisis produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani bawang merah. Setelah faktor-faktor produksi tersebut ditetapkan, selanjutnya disusun suatu model fungsi produksi untuk menduga hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menganalisis usahatani padi adalah tenaga kerja, benih, pupuk kimiawi, pupuk organik, dan dolomit. Model fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Y = α X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5X6 Selanjutnya, persamaan tersebut ditransfromasikan ke dalam bentuk yang lebih sederhana untuk memudahkan analisis sebagai berikut. Ln Y = lnα + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3 + β4lnX4 + β5lnX5 + X6 Dimana: Y = jumlah produktivitas (kilogram/hektar) X1 = tenaga kerja (HOK) X2 = benih padi (kilogram) X3 = pupuk kimiawi (kilogram) X4 = pupuk organik (kilogram) X5 = dolomit (kilogram) X6 = dummy benih mapan α = intersep βi = koefisien parameter penduga dimana i= 1,2,3,4,5 1.
2.
Gambaran dari variabel-variabel tersebut yaitu : Variabel yang menjadi variabel dependen adalah produktivitas. Produktivitas ini merupakan hasil produksi padi petani dalam bentuk gabah kering panen per satuan luas lahan yang dimiliki oleh para petani dalam kurun waktu musim tanam terakhir dengan satuan kilogram per hektar. Hal ini dikarenakan data yang tersedia ditingkat petani adalah data hasil panen padi pada musim tanam terakhir yaitu musim tanam III tahun 2015. Variabel yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini terdiri atas : a. Jumlah tenaga kerja merupakan jumlah Hari Orang Kerja (HOK) dalam satu musim terakhir yang digunakan untuk usahatani padi (dalam HOK). b. Benih dalam variabel ini adalah penggunaan jumlah dalam kilogram benih yang digunakan atau dipakai para petani padi dalam usahataninya. c. Pupuk kimiawi ini merupakan jumlah gabungan dari seluruh pupuk kimia yang digunakan para petani padi Kota Metro. Pupuk kimiawi ini terdiri atas pupuk Urea, ZA, TSP, KCL, dan NPK. Satuan dalam pupuk kimiawi ini adalah kilogram, yang mana pemupukan ini berdasarkan pemupukan yang dilakukan pada satu musim tanam terakhir atau musim tanam III tahun 2015. d. Pupuk Organik juga merupakan jumlah gabungan dari pupuk organik yang digunakan oleh para petani, yaitu pupuk kandang dan kompos. Satuan dalam variabel ini adalah kilogram dengan berdasarkan jumlah penggunaan pada musim tanam III atau terakhir tahun 2015. e. Dolomit merupakan sejenis kapur yang diberikan para petani padi Kota Metro pada usahataninya. Dolomit tidak termasuk dalam pupuk, sehingga
20 variabel dolomit tidak termasuk dalam rincian pupuk kimiawi. Satuan dari variabel ini adalah kilogram dengan penggunaan yang dilakukan berdasarkan musim tanam III atau terakhir tahun 2015. f. Dummy Benih Mapan (menggunakan benih mapan = 1 dan tidak menggunakan benih mapan = 0) merupakan berapa banyak atau jumlah responden di Kota Metro yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan. Metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS), metode ini digunakan untuk menguji nilai t-hitung, F-hitung dan R2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji berdasarkan asumsi OLS yang meliputi multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas errr. Pengujian model penduga ini dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Berdasarkan hasil uji model yang telah dilakukan, didapatkan bahwa model regresi linier berganda dengan variabel independen terdiri atas tenaga kerja, benih, pupuk kimiawi, pupuk organik, dolomit, dan dummy benih mapan serta variabel dependen yaitu produktivitas adalah model terbaik dari model – model lain yang telah diuji sebelumnya yang tidak dimasukan dalam penulisan ini. Pendugaan apakah seluruh variabel yang ada dalam model dapat berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi apabila digunakan secara bersama-sama, maka akan digunakan uji F-hitung. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan F-hitung dengan F-tabel (Walpole, 1992). Hipotesis : H0 H1
: bi = 0 : bi ≠ 0
Statistik uji : F-hitung F-tabel
= R2 / (k – 1) (1-R2)/(n-k) = Fα (k-1, n-k)
Keterangan : R2 : koefisien determinasi n : jumlah pengamatan atau sampel k : jumlah parameter bebas termasuk intersep Kriteria ujinya adalah f-hitung > f-tabel, maka tolak H0 pada taraf nyata α (berpengaruh nyata) artinya pada taraf nyata α variabel-variabel penduga secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Apabila f-hitung < f-tabel, maka terima H0 pada taraf nyata α (tidak berpengaruh nyata) artinya pada taraf nyata α variabel-variabel penduga tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi. Uji Statistik dengan Uji-t Uji-t digunakan untuk melihat perbedaan nyata antara petani yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan. Uji-t ini merupakan uji hipotesis dengan selang kepercayaan 95 persen, seperti yang tergambar dalam rumus berikut :
21 H0 H1
: µ1 = µ2 : µ 1 ≠ µ2
Hipotesis alternatif µ1 ≠ µ2 menyatakan bahwa µ1 < µ2 atau µ1 > µ2. Pengujian secara statistik ini untuk melihat apakah ada perbedaan nyata penggunaan input, penggunaan biaya baik biaya tunai atau biaya yang diperhitungkan, dan juga pendapatan oleh para petani padi Kota Metro. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Penerimaan Usahatani Padi Analisis penerimaan usahatani merupakan analisis penerimaan yang diperoleh petani sebelum dikurangi biaya-biaya. Analisis penerimaan terdiri dari analisis penerimaan tunai dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani diperoleh dari nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk dari hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, namun digunakan untuk konsumsi sendiri, benih atau keperluan lainnya. Biaya Usahatani Padi Biaya merupakan komponen penting dalam usahatani. Biaya usahatani terbagi menjadi dua biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayarkan dengan uang, sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh petani tetapi tidak dalam bentuk uang. Komponen biaya diperhitungkan antara lain : tenaga kerja dalam keluarga, benih hasil pembenihan sendiri, lahan milik pribadi serta penyusutan peralatan. Biaya penyusutan perlu diperhitungkan karena usahatani padi menggunakan peralatan pertanian dalam aktivitasnya. Biaya penyusutan peralatan pertanian diperhitungkan dengan membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang diperkirakan dengan lamanya modal dipakai. Biaya penyusutan dirumuskan sebagai berikut: Biaya penyusutan = Keterangan: Nb Ns N
Nb−Ns n
= Nilai Pembelian (Rp) = Perkiraan nilai sisa (Rp) = Umur ekonomi peralatan (tahun)
Pendapatan adalah selisih antara total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan diperoleh dari hasil penjualan yaitu output dikalikan dengan harga, sedangkan total biaya diperoleh dari penjumlahan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Analisis pendapatan dihitung dengan rumus : JI JI Tunai JI Total
= TR – TC = (Ytunai x Py) – (Biaya Tunai) = (Ytotal x Py) – (Biaya Tunai + Biaya diperhitungkan)
22
Keterangan: JI TR TC Y Py
= Pendapatan (Rp/musim tanam) = Total penerimaan (Rp/musim tanam) = Total biaya (Rp/musim tanam) = Produksi total yang diperoleh dalam usahatani (kg) = Harga Y (Rp/kg)
Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C) Analisis R/C rasio dalam usahatani menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan. Selain itu R/C rasio juga merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rumus R/C rasio dapat diuraikan sebagai berikut : R/C atas Biaya Tunai = R/C atas Biaya Total =
Keterangan: TR = Total Revenue (penerimaan total/Rp) TC = Total Cost (biaya total/Rp) Kriteria penilaian dari hasil perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut : a) R/C rasio > 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Dengan kata lain usaha yang dijalani dapat dikatakan lebih efisien (menguntungkan). b) R/C rasio < 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari satu rupiah. Dengan kata lain usaha yang dijalankan dapat dikatakan tidak efisien (rugi). c) R/C rasio = 1, Artinya menunjukan bahwa dalam suatu setiap satu rupiah biaya akan menghasilkan penerimaan yang sama dengan satu rupiah. Dengan kata lain usaha yang dijalani dapat dikatakan efisien (tidak untung dan tidak rugi atau impas). R/C rasio menunjukan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C nya. Semakin tinggi nilai R/C maka semakin menguntungkan usahatani tersebut.
23
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Secara geografis Kota Metro terletak diantara 105017’ sampai dengan 105019’ bujur timur dan 506’ sampai dengan 508’ lintang selatan, Kota Metro meliputi areal daratan seluas 68.74 km2, terletak pada bagian tengah Provinsi Lampung, yang berbatasan dengan : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah dan Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung Timur. c. Sebaalah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pekalongan dan Batang Hari Kabupaten Lampung Timur. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah. Wilayah Kota Metro berkembang di atas lahan pertanian, yang sebagian besar berupa sawah irigasi teknis dan produktif. Perkembangan ini makin dipercepat oleh pembangunan jaringan jalan dan sarana prasarana transportasi kota. Kepadatan bangunan paling tinggi terdapat di pusat kota (Metro Pusat), yang terdiri dari pusat perniagaan, perkantoran, perumahan, pendidikan dan bangunan lainnya. Kota Metro beriklim tropis, sebagaimana kondisi iklim wilayah provinsi Lampung pada umumnya. Secara terperinci kondisi iklim di Kota Metro terletak di garis katulistiwa pada posisi 50 Lintang Selatan yang beriklim Humid Tropis, dengan arah angin laut yang tertiup dari Samudra Indonesia dan Laut Jawa. Pada bulan November sampai Maret angina dari arah Barat dan Barat Laut, sedangkan pada bulan Juli sampai Agustus bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan angin rata-rata 5.83 km/jam. Pada ketinggian antara 36 - 62 meter dari permukaan laut, temperature udara rata-rata berkisar 260C – 280C, dengan suhu udara rata-rata siang hari 280C. Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 330C dan temperaur minimum 220C. kelembapan udara rata-rata berkisar antara 80 persen – 88 persen dan akan semakin tinggi pada tempat yang lebih tinggi. Rata-rata curah hujan Kota Metro adalah antara 1 921.07 mm per tahun. Bulan hujan berkisar antara September sampai Mei dengan curah hujan tertinggi pada Januari sampai Maret, sedangkan bulan kering terjadi pada Juni sampai Agustus. Wilayah Kota Metro dibatasi oleh aliran sungai Way Sekampung pada bagian Selatan dan Way Raman di sebelah Utara. Selain itu dalam wilayah Kota Metro mengalir sungai Way Batanghari dan Way Bunut. Pada musim kemarau debit air Way Batanghari mencapai 9-10 m3/detik dan pada musim penghujan mencapai 500 m3/detik, sedangkan debit Way Bunut pada musim kemarau mencapai 5-6 m3/detik dan pada musim hujan mencapai 100-200 m3/detik. Wilayah yang dialiri kedua sungai tersebut tersebar merata di seluruh wilayah Kota Metro dengan arah aliran ke arah timur. Keberadaan sungai di Kota Metro
24 sangat menunjang pengembangan sector pertanian, khususnya sub sektor pertanian tanaman pangan. Ketinggian wilayah Kota Metro berkisar antara 25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, yang sebagian besar wilayahnya datar dengan kemiringan antara 0-5 persen. Hanya sedikit wilayah yang berombak sampai bergelombang, yaitu di bagian utara dan selatan kota dengan kemiringan antara 6-15 persen. Topografi Secara topografi wilayah Kota Metro adalah relatif datar, dengan ketinggian antara 52 meter di atas permukaan laut dan dengan kemiringan antara 0–12 persen, namun rata-rata kemiringan 0-25, sedangkan daerah yang berbukit atau bergelombang terletak di sebelah selatan yang berbatasan dengan Kecamatan Metro Kibang. Batuan di Kota Metro terdiri atas lubradorit, angit, psedomograf, alurum, dan gulit yang merupakan mineral-mineral potensial sebagai unsur hara untuk pertanian.Tanah berjenis podsolik merah kuning yang merupakan asosiasi podsolik cokelat kekuningan dan podsolik merah kekuningan dari bahan induk sendimen tufa masam pada wilayah yang datar dan berombak. Penggunaan Lahan Luas lahan sawah di Kota Metro seluas : 2 922.02 Ha dengan potensi tanam irigasi teknis lahan sawah pada tahun 2014 adalah : 1. Dapat ditanami tanaman padi dua kali tanam seluas : 2 887.02 Ha. 2. Dapat ditanami tanaman padi satu kali tanam seluas : 35 Ha. Lahan sawah dan bukan sawah selain dipergunakan untuk rumah, pekarangan, jalan, sungai dan lain-lain, dipergunakan untuk kegiatan pertanian tanaman pangan, peternakan dan perikanan. Tanaman yang dominan di Kota Metro adalah padi, jagung, dan tanaman hortikultura dataran rendah. Sedangkan perikanan adalah perikanan air tawar dan hewan ternak utama yang dibudidayakan adalah sapi, kambing, dan ayam.
Karakterisitk Personal Responden Informasi mengenai karakteristik responden diperlukan untuk memahami kondisi sosial ekonomi petani padi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai pekerjaan, umur, pendidikan, pengalaman, status kepemilikan lahan, dan luas lahan garapan maka informasi yang didapatkan adalah sebagai berikut. Usia Responden Usia dapat memengaruhi kinerja petani dalam melakukan usahatani padi terutama terhadap pola pikir, kemampuan fisik untuk bekerja, bertindak dalam menerima dan mengadopsi inovasi. Usia juga merupakan indikator dalam menentukan produktif atau tidak produktifnya seseorang. Petani yang berusia produktif kemampuan bekerjanya akan lebih baik dibandingkan yang tidak produktif. Untuk lebih jelas mengenai usia petani responden dapat dilihat pada Tabel 3.
25 Tabel 3
Sebaran jumlah dan persentase responden menurut umur responden yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan tahun 2016
Umur (Tahun) < 15 15 – 64 ˃ 64 Jumlah
Benih Mapan Jumlah Persentase Responden (%)
Tidak Benih Mapan Jumlah Persentase (%) Responden
0
0
0
0
41
100
41
100
0
0
0
0
41
100
41
100
Pembagian umur untuk penentuan golongan usia produktif sendiri dibagi menjadi tiga kelompok umur yaitu 0 – 14 tahun, 15 – 64 tahun, dan lebih dari 64 tahun. Pembagian komposisi umur ini berdasarkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional yang menyatakan bahwa dalam analisis demografi, struktur umur penduduk dibedakan menjadi tiga kelompok, dimana kelompok umur muda adalah yang berumur 0 – 14 tahun, sedangkan 15 – 64 tahun adalah usia produktif, dan lebih dari 64 tahun tergolong usia tua atau tidak produktif. Berdasarkan Tabel 3 menunjukan bahwa antara petani yang menggunakan benih mapan dan petani yang tidak menggunakan benih mapan pada usahatani padinya memiliki sebaran yang sama, yaitu seluruh responden yang berjumlah 82 petani berada pada usia produktif. Hal ini dikarenakan pada seluruh keluarga responden mengikuti anjuran pemerintah untuk wajib sekolah sembilan tahun, sehingga anak-anak dibawah 15 tahun masih belum diperbolehkan untuk bekerja dan pada tabel menunjukan tidak ada petani yang umurnya dibawah 15 tahun. Selain itu, adat dan kebiasaan daerah penelitian yang menerapkan jika seseorang telah berumur lebih dari 64 tahun tidak lagi diperbolehkan untuk bekerja karena kondisi fisik yang telah berbeda, sehingga pada baris umur lebih dari 64 tahun menunjukan tidak ada petani yang bergolongan tua. Hal ini menunjukan bahwa petani padi yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan, termasuk dalam kelompok usia produktif, yang mana kondisi ini akan lebih mudah bagi petani padi untuk memajukan ataupun mengelola usahanya. Hasil uji statistik juga membuktikan bahwa umur petani yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan tidak ada perbedaan dengan nilai sig (2-tailed) sebesar 0.34 lebih besar dari taraf nyata 0.05. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang merupakan salah satu faktor yang diduga dapat memengaruhi kemampuan seseorang dalam menerima ilmu dan informasi, yang berarti tingkat pendidikan juga dapat menentukan perilaku seseorang dalam menerima perubahan dan masukan yang berasal dari luar. Kaitan tingkat pendidikan dengan usahatani padi adalah semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah dalam menerima berbagai ilmu dan informasi mengenai teknologi usahatani padi yang semakin berkembang sehingga dapat membantu petani meningkatkan hasil panennya. Berikut ini merupakan sebaran tingkat pendidikan pada petani yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan pada usahatani padinya.
26 Tabel 4
Sebaran jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan petani yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan Tahun 2016 Benih Mapan
Pendidikan
Tidak Benih Mapan
Jumlah Responden
Persentase (%)
Jumlah Responden
Persentase (%)
SD
3
7.32
10
24.39
SMP
6
14.63
6
14.63
SMA
20
48.78
20
48.78
Diploma Sarjana Jumlah
1 11 41
2.43 26.83 100
0 5 41
0 12.20 100
Pada Tabel 4 terlihat bahwa sebaran tingkat pendidikan antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan sama-sama memiliki sebaran terbesar ada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan persentase sama yaitu 48.78 persen. Sebaran terkecil untuk petani yang menggunakan benih mapan yaitu dengan tingkat pendidikan diploma, berbeda dengan petani yang tidak menggunakan benih mapan, tidak ada petani dengan latar belakang pendidikan diploma. Jumlah petani yang berpendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan juga memiliki jumlah yang sama dengan persentase 14.63 persen. Karakteristik pendidikan petani di Kota Metro memiliki perbedaan dengan karakteristik petani pada umumnya yang kebanyakan hanya berada pada tingkat Sekolah Dasar (SD) dan hampir tidak ditemukan adanya petani dengan latar belakang sarjana. Berbeda halnya dengan para petani di Kota Metro. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat pendidikan petani di Kota Metro tergolong baik, karena pendidikan yang dijalani melebihi peraturan pemerintah untuk wajib sekolah sembilan tahun, sehingga umur petani di Kota Metro tergolong usia produktif (Tabel 3). Selain itu, tingkat pendidikan ini juga dapat merupakan salah satu alasan mengenai tingginya produksi padi di Kota Metro dibandingkan dengan daerah lain di Lampung, akan tetapi uji statistik menunjukan nilai sig (2-tailed) sebesar 0.01 dan kurang dari taraf nyata 0.05, yang berarti ada perbedaan pendidikan antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Apabila melihat Tabel 4, nilai uji statistik sesuai dengan fakta lapang yang melihatkan bahwa petani yang menggunakan benih mapan terdapat sebelas petani yang berpendidikan sarjana dan hanya lima petani untuk petani yang tidak menggunakan benih mapan. Hal yang berbeda juga diantara kedua jenis petani ini yaitu petani yang tidak menggunakan benih mapan memiliki sepuluh petani yang hanya berpendidikan di jenjang sekolah dasar, berbeda dengan petani yang menggunakan benih mapan hanya terdapat tiga petani. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan total dari jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami sebagai kepala keluarga, istri, anak-anak, sanak saudara serta orang tua yang tidak mampu lagi untuk bekerja dan hidup menetap bersama
27 keluarga tersebut. Banyak sedikitnya jumlah anggota keluarga dapat menentukan beban ekonomi keluarga karena jumlah tanggungan keluarga berkaitan dengan penghasilan atau penerimaan petani. Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan memacu petani untuk meningkatkan penghasilan demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika anggota keluarga relatif sedikit, petani tetap akan meningkatkan penghasilannya agar dapat memberikan kehidupan yang lebih sejahtera untuk keluarganya. Jumlah anggota keluarga juga dapat menjadi ukuran jumlah sumber tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan, terutama untuk anggota keluarga yang tergolong dalam usia produktif, sedangkan anggota keluarga yang belum atau sudah tidak produktif akan menjadi beban tanggungan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga juga dapat memengaruhi besar kecilnya pengeluaran rumah tangga petani dalam menggunakan penghasilan yang diperoleh. Berikut ini sebaran jumlah tanggungan keluarga petani responden di Kota Metro. Tabel 5
Sebaran jumlah dan persentase tanggungan keluarga petani responden di Kota Metro, Lampung
Jumlah Tanggungan Keluarga
Benih Mapan
Tidak Benih Mapan
Jumlah Responden
Persentase (%)
Jumlah Responden
Persentase (%)
≤4
25
61
27
65
5-7
16
39
13
32
˃7
0
0
1
3
41
100
41
100
Jumlah
Sebaran jumlah tanggungan keluarga pada penelitian ini disajikan dengan tiga tipe, yang mana hal ini berdasarkan acuan dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (1996) bahwa tanggungan keluarga dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar. Keluarga kecil terdiri atas satu sampai empat orang, sedangkan untuk sedang terdiri atas lima sampai tujuh orang, dan keluarga besar adalah lebih dari tujuh orang. Pada Tabel 5 menunjukan bahwa para petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya sama-sama memiliki jumlah tanggungan keluarga paling banyak berada di interval keluarga kecil dengan jumlah anggota tanggungan keluarga yaitu kurang dari sama dengan empat. Persentase dari kedua jenis petani mencapai lebih dari lima puluh persen dengan 61 persen untuk petani yang menggunakan benih mapan dan 65 persen untuk petani yang tidak menggunakan benih mapan. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukan nilai sig 2-tailed sebesar 0.67 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05, yang berarti antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan tidak memiliki perbedaan dalam jumlah tanggungan keluarga, dapat dilihat pada Tabel 5 bahwa jumlah petani yang memiliki tanggungan keluarga kurang dari sama dengan empat, lima sampai tujuh, ataupun lebih besar dari tujuh antara petani yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan memiliki jumlah yang tidak terlalu signifikan. Banyaknya responden yang merupakan keluarga kecil dikarenakan para responden mengikuti aturan pemerintah Indonesia mengenai keluarga berencana. Dan hal ini menunjukan bahwa tenaga kerja dalam keluarga yang digunakan untuk usahatani juga relatif
28 sedikit, sehingga para petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk tenaga kerja dalam keluarga.
Karakteristik Usahatani Padi Petani Responden Karakteristik usahatani padi petani di tempat penelitian ini diperlukan untuk mengetahui kondisi para petani responden dalam mengusahakan padinya. Hal-hal yang akan di klasifikasikan yaitu luas lahan yang diusahakan, lama atau pengalaman dalam usahatani padi, jenis pekerjaan usahatani padi, dan status kepemilikan lahan. Luas Lahan Garapan Lahan merupakan sumber investasi penting bagi petani untuk melakukan usahatani padinya. Selain itu, luas lahan garapan dapat berpengaruh pada tingkat produksi maupun produktivitas suatu usaha tani. Berikut ini merupakan sebaran luas lahan usahatani padi yang dimiliki oleh para petani padi di Kota Metro. Tabel 6
Sebaran jumlah dan persentase responden menurut luas lahan padi yang diusahakan para petani di Kota Metro Benih Mapan Tidak Benih Mapan Luas Usahatani Padi Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Ha) Responden (%) Responden (%) ≤ 0.5
28
68
34
83
˃ 0.5 Jumlah
13 41
32 100
7 41
17 100
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa luas lahan garapan petani padi responden paling banyak adalah berlahan sempit, yang mana 75 persen atau sebanyak 62 dari 82 responden hanya memiliki lahan padi kurang dari sama dengan 0.5 hektar. Hal ini memperlihatkan bahwa kepemilikan lahan usahatani padi berada dalam lahan sempit dan para petani ini termasuk dalam petani kecil karena, salah satu ciri petani kecil adalah lahan sawah lebih kecil dari 0.5 hektar untuk di luar Jawa (Soekartawi et al 1986) namun, lahan yang dimiliki oleh para petani responden ini keseluruhan merupakan milik petani sendiri dan petani juga sebagai penggarap. Hasil ini didukung oleh uji statistik beda luas lahan yang menunjukan nilai sig 2-tailed bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan adalah sama atau tidak ada perbedaan dengan nilai yang diperoleh sebesar 0.27 lebih besar dari taraf nyata 0.05. Pengalaman Usahatani Padi Pengalaman usahatani merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan, karena adanya pengalaman usahatani padi ini dapat berpengaruh dalam mengelola usahatani para petani. Semakin lama pengalaman usahatani maka risiko kegagalan yang dialami relatif kecil. Selain itu karakteristik ini berkaitan dengan peningkatan keterampilan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam usahatani. Dari
29 hasil penelitian di lapangan, pengalaman usahatani padi petani responden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7
Sebaran pengalaman usahatani padi responden di Kota Metro, Lampung Benih Mapan Tidak Benih Mapan Pengalaman Usahatani Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Tahun) Responden (%) Responden (%) ≤ 20
20
49
27
66
21 – 40
20
49
14
34
˃ 40
1
2
0
0
Jumlah
41
100
41
100
Menurut Soekartawi (2003), pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi dari pada petani pemula atau petani baru. Petani yang sudah lama berusahatani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan dimikian pula dengan penerapan teknologi. Apa yang dikatakan Soekartawi pada penelitian ini terbukti benar, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dimana petani yang menggunakan benih mapan memiliki pengalaman yang cukup yaitu sebanyak 49 persen petani yang menggunakan benih mapan telah memiliki pengalaman 21 – 40 tahun. Berbeda dengan petani yang tidak menggunakan benih mapan hanya sebesar 34 persen atau setara 14 responden yang memiliki pengalaman 21 – 40 persen. Perbedaan pengalaman antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan juga didukung oleh hasil uji statistik yang menunjukan nilai sig 2-tailed sebesar 0.03 lebih kecil dari selang kepercayaan 95 persen, artinya terdapat perbedaan pengalaman dalam menjalankan usahatani padi antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Lamanya berpengalaman usahatani padi dapat memengaruhi keputusan dalam penggunaan benih karena petani telah memiliki pengalaman dalam penggunaan benih yang sebelumnya. Jenis Pekerjaan Sebagian besar responden yang diwawancarai pada daerah penelitian menjadikan usahatani padi sebagai usaha utamanya. Sebagian usaha tani padi juga sekaligus merupakan usaha warisan dari generasi sebelumnya seperti terlihat pada Tabel 8. Dan hanya sebagian kecil yang melakukan usahatani padi sebagai usaha sampingan. Lebih dari enam puluh persen petani benih mapan ataupun tidak benih mapan pekerjaan utamanya (berdasarkan jumlah jam kerja terbanyak) adalah petani. Hal ini berarti sebagian besar waktu petani responden setiap harinya dihabiskan untuk bekerja sebagai petani. Fakta di lapang ini juga di dukung oleh hasil uji statistik yang menunjukan tidak ada perbedaan antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Jumlah yang dimilik para petani relatif sama, dengan nilai sig 2-tailed yang diperoleh sebesar 0.47 lebih besar dari selang kepercayaan 95 persen, yang dapat diartikan tidak ada perbedaan yang dimiliki oleh petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Berikut ini Tabel 8 memperlihatkan sebaran jenis usahatani padi oleh para petani di Kota Metro, Lampung.
30 Tabel 8
Sebaran jenis usahatani padi yang diusahakan responden di Kota Metro, Lampung
Jenis Usahatani
Benih Mapan Jumlah Responden
Tidak Benih Mapan
Persentase (%)
Jumlah Responden
Persentase (%)
Utama
28
68.3
31
75.6
Sampingan Jumlah
13 41
31.7 100
10 41
24.4 100
Status Kepemilikan Lahan Berdasarkan status penguasaan sawah, lahan usahatani padi yang dijalankan responden hampir keseluruhan merupakan lahan milik sendiri yang merupakan tanah warisan ataupun hasil membeli dan sisanya merupakan lahan sewa dan bagi hasil. Status kepemilikan lahan usahatani padi responden adalah sebagai berikut. Tabel 9
Sebaran status kepemilikan lahan responden usahatani padi di Kota Metro, Lampung
Status Kepemilikan Lahan
Benih Mapan Jumlah Persentase Responden (%)
Tidak Benih Mapan Jumlah Persentase Responden (%)
Milik
34
83
33
80.48
Bagi Hasil
6
14.63
5
12.20
Sewa
1
2.43
3
7.31
Jumlah
41
100
41
100
Pada Tabel 9, petani yang menggunakan benih mapan paling banyak status penguasaan sawahnya adalah lahan milik dengan persentase mencapai 83 persen dan petani yang tidak menggunakan benih mapan adalah 80 persen. Dan paling sedikit penguasaan lahannya berada pada lahan sewa dan sistim pembayarannya ada yang berupa sewa satu tahunan serta ada pula yang bagi hasil. Secara keseluruhan, sistim bagi hasil yang dilakukan petani yaitu dibagi separuhnya dan ada yang dibagi sepertiga dari hasil panen. Berdasarkan Tabel 9 juga, dapat dilihat jumlah para petani antara yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan dalam status kepemilikan lahan adalah relatif sama. Hal ini didukung oleh hasil uji statistik beda yang menunjukan nilai sig 2-tailed dari Tabel 9 adalah 0.77 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05, artinya tidak ada perbedaan status kepemilikan lahan antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Berdasarkan karakteristik responden petani padi di Kota Metro, dapat diketahui bahwa dalam pengambilan keputusan untuk penggunaan benih mapan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan petani dan pengalaman dalam usahatani padi itu sendiri. Hal ini berdasarkan pada uji statistik yang telah dilakukan pada masingmasing karakteristik, bahwa terdapat perbedaan karakteristik petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan pada tingkat pendidikan dan pengalaman usahatani. Karakteristik responden yang lain, hasil uji statistik
31 menunjukan adalah sama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekartawi (1990) yang menyatakan bahwa faktor manajemen memengaruhi para petani dalam pengelolaan atau tahap proses produksi. Faktor manajemen tersebut terdiri atas tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman. Para petani yang berpendidikan dan berpengalaman akan memengaruhi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi darii suatu proses produksi. Pernyataan tersebut terbukti benar dalam penelitian ini, yang mana tingkat pendidikan para petani yang menggunakan benih mapan lebih tinggi dari para petani yang tidak menggunakan (Tabel 4). Hal yang sama juga terdapat pada pengalaman usahatani padi para petani yang menggunakan benih mapan, yaitu para petani ini memiliki jumlah dua puluh petani dengan pengalaman 21 – 40 tahun. Berbeda dengan petani yang tidak menggunakan benih mapan, hanya berjumlah empat belas petani. Alasan Petani Menggunakan Benih Mapan Ada beberapa alasan yang melandasi petani padi Kota Metro memilih benih mapan yang mana benih mapan ini adalah benih hibrida mapan P05 dalam usahataninya. Beragam alasan dikemukakan, namun hampir keseluruhan alasan petani yaitu karena produktivitas yang lebih tinggi dan gabah yang dihasilkan lebih berkualitas, sehingga hal ini berdampak pada keuntungan yang didapatkan petani menjadi lebih besar. Berikut ini sebaran alasan petani menggunakan benih mapan. Tabel 10 Sebaran jumlah dan persentase responden menurut alasan petani padi menggunakan benih mapan hibrida mapan di Kota Metro Tahun 2016 Petani Benih Mapan Alasan Menggunakan Benih Mapan Jumlah Responden Persentase (%) Harga Jual yang Tinggi
0
0
Produktivitas Lebih Tinggi
28
68.3
Gabah Lebih Berkualitas Biaya Produksi Lebih Murah Jumlah
13 0 41
31.7 0 100
ANALISIS PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI Usahatani Padi di Daerah Penelitian Lahan di daerah Kota Metro, lima puluh persennya merupakan lahan sawah dengan luas total sawah yaitu 2.922 hektar. Lahan sawah terbesar berada pada Metro Selatan dengan persentase yaitu 29 persen dan luas sebesar 857,87 hektar, kemudian diikuti Metro Utara sebesar 766 hektar dengan persentase 26 persen. Serta lahan sawah paling sedikit berada di Metro Pusat dengan hanya sebesar 334 hektar atau 11 persen dari total luas sawah di Kota Metro. Berikut ini diagram luas sawah Kota Metro. Lahan sawah tersebut belum termasuk dengan lahan ladang atau tegal, untuk luas ladang dan tegal di Kota Metro hanya sebesar 139 hektar. Sedangkan untuk
32 irigasi teknis lahan sawah di Kota Metro sudah mencapai 99% untuk dua kali tanam dan 1% untuk satu kali tanam. 19%
11% 15%
26% 29%
Metro Pusat
Metro Timur
Metro Selatan
Metro Utara
Metro Barat
Sumber: Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Metro
Gambar 4
Luas Sawah Kota Metro Tahun 2016
Penggunaan Sarana Produksi pada Usahatani Padi Sarana produksi merupakan input yang dibutuhkan dalam menjalankan suatu usahatani. Sarana produksi yang digunakan petani padi yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan pada dasarnya sama. Input yang digunakan para petani terdiri atas pupuk kimiawi, pupuk alami, peralatan, lahan usahatani, dan tenaga kerja. Perbedaan pada petani adalah pada penggunaan benih, yaitu ada yang dengan benih mapan dan tidak dengan benih mapan. Selain itu perbedaannya hanya terletak pada dosis-dosis yang dipakai untuk pupuk dan jumlah peralatan yang digunakan dalam usahatani. Hal ini dikarenakan tergantung kebutuhan lahan sawah masing-masing petani. Penggunaan Peralatan dan Mesin dalam Usahatani Padi Peralatan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh petani untuk menjalankan usahataninya. Peralatan sangat menunjang petani untuk bekerja dalam melakukan usahatani. Peralatan yang digunakan oleh petani padi baik yang dengan benih mapan ataupun tidak adalah sama yaitu cangkul, sprayer, traktor, sabit, dan mesin perontok. Hanya saja seluruh petani responden menggunakan traktor dengan cara menyewa traktor. Ada juga petani yang menggunakan traktor yang diperoleh dari bantuan pemerintah. Tetapi, traktor dari pemerintah jumlahnya terbatas. Sehingga, jika ingin menggunakannya harus menunggu atau mengantre petani lain selesai menggunakannya. Para petani responden Kota Metro sendiri saat ini belum ada yang memiliki traktor milik. Adanya kekurangan mesin traktor ini dapat menghambat prsoses pengolahan lahan oleh petani. Perbedaan antar petani selain jumlah kepemilikan alat yaitu tidak semua petani responden juga memiliki sprayer dan mesin perontok padi untuk membantu dalam proses pasca panen. Para petani harus menyewa mesin dan alat tersebut dari petani lain yang memiliki. Peralatan dan mesin yang dimiliki petani sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh petani padi yaitu biaya penyusutan peralatan dan mesin. Pada Tabel 11 dibawah ini memperlihatkan ratarata peralatan yang dimiliki para petani responden.
33 Tabel 11 Penggunaan peralatan dan mesin pada usahatani padi petani responden Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Petani dengan Benih Petani dengan Tidak Mapan Benih Mapan Peralatan dan Mesin Jumlah Jumlah Sprayer 0.90 0.39 Cangkul 2.29 1.92 Sabit 2.58 2.19 Mesin Perontok Padi 0.4 0.17 Mesin traktor tidak masuk pada Tabel 11 dikarenakan seluruh petani responden tidak ada yang memilikinya. Selain itu, tabel juga menunjukkan bahwa petani yang usahatani padinya menggunakan benih mapan memiliki keseluruhan rata-rata yang lebih besar daripada petani yang tidak menggunakan benih mapan dalam penggunaan alat dan mesin. Hal ini dapat dimaklumi, karena para petani yang menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya memiliki luas lahan usahatani yang lebih besar dibandingkan para petani yang tidak menggunakan benih mapan (Tabel 6). Pada Tabel 6 terlihat para petani dengan benih mapan mencapai dua kali lipat dari petani yang tidak menggunakan benih mapan pada luas lahan lebih dari 0.51 hektar. Banyaknya penggunaan peralatan dan mesin yang digunakan para petani dengan benih mapan yang lebih tinggi dari petani yang tidak menggunakan benih mapan membuktikan bahwa petani dengan benih mapan merupakan capital intensif yaitu usahtani padi para petani dengan benih mapan menggunakan modal yang lebih besar dibandingkan para petani yang tidak menggunakan benih mapan. Akan tetapi berdasarkan hasil uji statistic, tidak terjadi perbedaan penggunaan peralatan pada para petani responden. Hal tersebut dapat dilihat pada nilai sig (2tailed) yang mencapai 0.95 pada kedua jenis petani pada selang kepercayaan 95 persen, lebih besarnya nilai sig (2-tailed) dari taraf nyata 0.05 menunjukan bahwa tidak ada perbedaan nyata penggunaan peralatan dan mesin pada petani responden baik yang menggunakan benih mapan maupun yang tidak menggunakan benih mapan. Penggunaan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja menjadi satu hal penting dalam usahatani padi. Hal ini dikarenakan tenaga kerja akan digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan usahatani padi, seperti: pengolahan lahan, penyemaian, penanaman, pemupukan hingga panen. Tanpa adanya tenaga kerja kegiatan usahatani tidak terlaksana, mengingat usahatani di Indonesia masih merupakan padat karya dan tidak padat modal, sehingga tenaga manusia merupakan hal mutlak yang diperlukan. Tenaga kerja yang digunakan oleh para petani responden hampir seluruhnya adalah tenaga kerja laki-laki, namun untuk kegiatan penanaman padi banyak melibatkan tenga kerja wanita. Penggunaan tenaga kerja dalam analisis usahatani padi ini menggunakan satuan Hari Orang Kerja (HOK). Perharinya tenaga kerja yang dipakai dalam kegiatan usahatani dihitung dengan jumlah jam kerja. Upah yang diberikan setiap satu hari kerja untuk para tenaga kerja, baik pada lahan benih mapan maupun tidak adalah sama, yaitu sebesar Rp50 000.00. Tenaga kerja yang digunakan juga dibagi kedalam tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Data penggunaan tenaga kerja untuk usahatani padi yang disajikan dalam Tabel 12 adalah data gambaran kebutuhan tenaga kerja dalam kegiatan-kegiatan
34 usahatani padi di Kota Metro untuk para petani responden yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya. Tabel 12 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar pada usahatani padi para petani responden yang menggunakan benih mapan di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Sumber Kerja Persen Jenis Kegiatan Sub Total terhadap Luar Keluarga Total Keluarga (Jam Kerja) 1. Pengolahan Lahan: Pria 4.68 14.04 18.73 Wanita 0 0 0 Total 18.73 9.17 2. Penyemaian: Pria 7.02 4.87 11.90 Wanita 0.97 0 0.97 Total 12.87 6.30 3. Penanaman: Pria 0.58 0 0.58 Wanita 1.56 53.46 55.02 Total 55.60 27.24 4. Penyiangan: Pria 5.85 10.14 16 Wanita 2.53 1.75 4.29 Anak 0 0 0 Total 20.29 9.94 5. Pemupukan: Pria 5.07 8.39 13.46 Wanita 0 0 0 Anak 0 0 0 Total 13.46 6.59 6. Penyemprotan: Pria 6.43 5.07 11.51 Wanita 0 0 0 Total 11.51 5.64 7. Pemanenan: Pria 7.21 25.36 32.58 Wanita 3.90 3.31 7.21 Anak 0 0 0 Total 39.80 19.50 8. Pengangkutan Padi: Pria 8 20.09 28.09 Wanita 2.53 1.17 3.70 Anak 0 0 0 Total 31.80 15.58 Total (1 s/d 8) 204.09 100 Persentase TK (%) 28 72 100
35 Tenaga kerja luar keluarga (TKLK) merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga petani, sehingga akan berpengaruh pada proporsi pembiayaan usahatani petani padi. Tenaga kerja luar keluarga akan membuat petani harus mengeluarkan biaya tunai sebagai upah. Tidak hanya tenaga kerja luar keluarga yang diperhitungkan, namun tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) juga perlu diperhitungkan dalam biaya usahatani padi. Hal ini dikarenakan tenaga kerja ini merupakan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga sendiri yang biaya upahnya banyak tidak diperhitungkan oleh para petani padi. Tenaga kerja luar keluarga dan dalam keluarga perlu diketahui untuk melihat seberapa banyak kebutuhan tenaga kerja dan seberapa besar biaya yang semestinya dikeluarkan oleh petani untuk tenaga kerja. Tabel 12 memperlihatkan bahwa kebutuhan tenaga kerja petani responden yang menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar kelurga dengan persentase mencapai 72 persen. Pada enam jenis dari delapan kegiatan usahatani padi didominasi oleh tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja ini banyak dibutuhkan karena petani padi sendiri memiliki keterbatasan tenaga kerja dalam keluarga untuk mengelola usahatani padi, seperti : karena luas lahan usahatani dan banyaknya tanaman yang dimiliki sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan kegiatan usahatani secara sendiri. Faktor lain yang menyebabkannya mengerjakan orang lain dalam usahatani yaitu tenaga kerja dalam keluarga seperti anak petani tidak memungkinkan untuk mengerjakan kegiatan usahatani, karena memiliki kegiatan lain seperti sekolah dan bekerja di bidang lain. Para petani padi baik petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga, seperti para tetangga ataupun para petani padi lainnya. Persen terhadap total juga menunjukan kegiatan usahatani yang membutuhkan banyak tenaga kerja, yaitu terdapat pada kegiatan penanaman dengan persentase 27 persen, kemudian diikuti aktivitas pemanenan sebesar 19 persen dari total keseluruhan aktivitas usahatani padi. Persentase yang tinggi tersebut menunjukan bahwa biaya yang dikeluarkan para petani untuk tenaga kerja paling besar terdapat pada aktivitas penanaman dan pemanenan. Hal ini dikarenakan dua aktivitas tersebut banyak menggunakan tenaga kerja. Walaupun secara keseluruhan kegiatan tenaga kerja usahatani padi banyak yang dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki, namun pada kegiatan penanaman usahatani padi selalu menggunakan jasa tenaga kerja wanita dengan jumlah yang lebih besar dari tenaga kerja pria dimana persentase tenaga kerja pemanenan wanita dari tenaga kerja luar keluarga yaitu 53.43 persen. Lain halnya saat aktivitas pemanenan, tenaga kerja terbesar yaitu laki-laki yang berasal dari luar keluarga dengan persentase 25.36 persen. Selain itu, persentase tenaga kerja antara dalam dan luar keluarga pada petani responden yang menggunakan benih mapan memiliki perbedaan hingga dua koma lima kali lipat. Sedangkan berikut ini adalah Tabel 13 yang menyajikan gambaran kebutuhan tenaga kerja dalam kegiatan-kegiatan usahatani padi di Kota Metro untuk para petani responden yang tidak menggunakan benih mapan dalam usahataninya.
36 Tabel 13 Rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar pada usahatani padi para petani responden yang tidak menggunakan benih mapan di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Sumber Kerja Persen Jenis Kegiatan Luar Sub Total terhadap Keluarga Total Keluarga (Jam Kerja) 1. Pengolahan Lahan: Pria 5.85 13.85 19.70 Wanita 0 0 0 Total 19.70 10.45 2. Penyemaian: Pria 8.58 4.68 13.26 Wanita 0.39 0 0.39 Total 13.65 7.24 3. Penanaman: Pria 2.53 0.39 2.92 Wanita 2.14 44.68 46.82 Total 49.75 26.39 4. Penyiangan: Pria 8.78 2.34 11.12 Wanita 4.29 1.17 5.46 Anak 0.29 0 0.29 Total 16.87 8.95 5. Pemupukan: Pria 8.97 1.56 10.53 Wanita 0.19 0 0.19 Anak 0.09 0 0.09 Total 10.82 5.74 6. Penyemprotan: Pria 9.36 0.19 9.56 Wanita 0.19 0 0.19 Total 9.75 5.17 7. Pemanenan: Pria 9.36 20.87 30.24 Wanita 4.29 4.68 8.97 Anak 0.19 0 0.19 Total 39.41 20.91 8. Pengangkutan Padi: Pria 9.36 13.85 23.21 Wanita 3.70 1.36 5.07 Anak 0.19 0 0.19 Total 28.48 15.11 Total (1 s/d 8) 188.48 100 Persentase TK (%) 42 58 100
37 Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa kebutuhan tenaga kerja dalam keluarga petani yang tidak menggunakan benih mapan lebih besar dibandingkan dengan petani yang usahatani padinya menggunakan benih mapan. Hal ini menunjukan bahwa petani yang tidak menggunakan benih mapan padi banyak menggunakan tenaga dalam keluarga sendiri dibandingkan petani yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya. Tenaga kerja dalam keluarga petani yang tidak menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya banyak digunakan untuk kegiatan penyemaian, penyiangan, pemumpukan, dan penyemprotan, berbeda dengan para petani yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya, tenaga dalam keluarga hanya terdapat pada penyemaian dan penyemprotan. Persentase penggunaan tenaga kerja pada petani responden yang tidak menggunakan benih mapan adalah 43 persen tenaga kerja dalam dan 57 persen tenaga kerja luar keluarga. Tabel 13 juga menunjukan hal yang sama seperti Tabel 12, dimana persentase aktivitas tenaga kerja terbesar terdapat pada penanaman yang kemudian diikuti pemanenan dengan masing-masing persentase yaitu 26.4 dan 21 persen. Selain itu, pada dua aktivitas ini juga sama seperti yang terdapat pada tenaga kerja para petani dengan benih mapan yaitu untuk penanaman tenaga kerja terbesar terdapat pada tenaga kerja luar keluarga yang berjenis kelamin wanita dengan persentase sebesar 44.7 persen, sedangkan aktivitas pemanenan untuk tenaga kerja terbesar juga adalah tenaga kerja luar keluarga dengan persentase laki-laki sebesar 20.9 persen. Persentase tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga pada para petani yang tidak menggunakan benih mapan ini hampir sama jika dibandingkan dengan persentase tenaga kerja pada petani responden yang menggunakan benih mapan. Namun, petani yang menggunakan ataupun tidak menggunakan benih mapan samasama memiliki persentase tenaga kerja luar keluarga yang lebih besar daripada tenaga kerja dalam keluarga. Hasil uji statistik juga menunjukan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga baik untuk para petani yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya adalah tidak beda atau dapat dikatakan sama. Nilai sig (2-tailed) pada tenaga kerja luar keluarga yaitu 0.492 dan lebih besar dari taraf nyata 0.05, begitu juga dengan hasil pada tenaga kerja dalam keluarga yang pada uji statistic menunjukan nilai sig (2-tailed) sebesar 0.096 pada selang kepercayaan 95 persen, yang berarti antara petani padi yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan tidak memiliki perbedaan penggunaan tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja yang sama antara para petani padi menunjukan bahwa penggunaan benih mapan dalam usahatani padi di Kota Metro tidak memiliki teknik penanaman atau pola tanam yang khusus, sehingga penggunaan tenaga kerja antara kedua jenis petani adalah sama. Penggunaan Pupuk Kimiawi, Organik, dan Dolomit Penggunaan pupuk oleh para petani responden terdiri atas pupuk alami dan pupuk kimiawi. Pupuk kimiawi yang digunakan adalah urea, ZA, TSP, KCl, dan NPK. Sedangkan pupuk alami yang digunakan yaitu pupuk kandang dan kompos. Selain pupuk kimiawi dan alami terdapat dolomit atau kapur yang juga digunakan beberapa petani padi dalam usahataninya. Pupuk urea merupakan salah satu pupuk yang banyak digunakan para petani untuk sumber nitrogen bagi usahatani padi. Pupuk urea berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan yaitu batang, cabang, dan daun serta membantu menghijaukan daun dengan sempurna dan fotosintesis. Penggunaan
38 pupuk urea oleh para petani padi responden memiliki jumlah rata-rata yang berbeda antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Petani yang menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya memiliki rata-rata sebesar 113 kilogram dan 131 kilogram untuk petani yang tidak menggunakan benih mapan. Secara keseluruhan dosis penggunaan pupuk urea sesuai dengan rekomendasi dari Permentan (Peraturan Kementerian Pertanian) yaitu 100 – 200 kilogram per hektar. Pupuk ZA merupakan pupuk kimia buatan yang mengandung ammonium sulfat yang dirancang untuk memberi tambahan hara nitrogen dan belerang bagi tanaman. Sekilas pupuk urea dan ZA adalah sama, tetapi keduanya memiliki perbedaan yang jelas. Pupuk urea hanya terdiri atas unsur makro nitrogen, sedangkan pupuk ZA juga mengandung unsur makro lainnya yaitu belerang atau sulfur (S). Sulfur membantu tanaman dalam proses pembentukan bintil akar. Pertumbuhan bagian tanaman lainnya yang didukung oleh unsur sulfur adalah pembentukan tunas dan pembentukan zat hijau daun atau klorofil. Kekurangan sulfur dapat menghambat pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi kerdil, kurus, dan berbatang pendek. Selain itu, kandungan sulfur dari pupuk ZA akan berperan dalam pengembangan sistem imunitas tanaman yang meningkatkan kemampuan tanaman untuk mempertahankan diri dari gangguan hama parasit, penyakit, dan kekeringan. Pupuk ZA juga akan meningkatkan produksi dan kualitas panen serta memperbaiki rasa dan warna hasil panen. Maka dari itu 46 petani responden dari 82 total responden juga menaburkan pupuk ini pada usahataninya agar hasil tanaman baik. Pupuk TSP dan KCL juga digunakan oleh petani padi untuk membantu tanaman mendapatkan sumber fosfor dan kalium. Sumber-sumber ini penting bagi tanaman padi dalam pemasakan buah dan menjadikan tanaman kokoh. Menyadari manfaat yang diberikan kedua pupuk ini, maka tidak salah lebih dari tujuh puluh persen petani responden menggunakan kedua pupuk ini. Rekomendasi dari Permentan untuk kedua pupuk ini masing-masing yaitu maksimal 200 kilogram dalam satu hektar. Selain itu ada pupuk NPK, kandang, dan kompos serta dolomit atau kapur. Seperti namanya NPK yang merupakan pupuk yang mengandung nitrogen, phosphor, dan kalium. Pupuk NPK yang dipakai petani responden terdapat dua brand, yaitu NPK Phonska dan Mutiara. Perbedaan brand ini adalah NPK Phonska merupakan pupuk subsidi sedangkan NPK Mutiara adalah non-subsidi. Sedangkan pupuk kompos dan kandang berfungsi untuk memperbaiki fisik kesuburan tanah dan menambah unsur mikro yang sesuai dengan tanaman. Selanjutnya adalah dolomit atau kapur untuk memperbaiki pH tanah dan mencukupi kebutuhan unsur hara makro kalsium dan magnesium serta menjaga ketersediaan sebagian besar hara mikro untuk tanaman. Para petani di Kota Metro memberikan dolomit pada usahatani padinya dikarenakan jenis tanah di daerah ini adalah podzolik merah kuning, yang mana jenis tanah ini sering mengalani atau mudah mengalami pencucian mineral oleh air hujan yang menyebabkan pH (potensial hidrogen) tanah juga akan berkurang, sehingga tanah ini akan mengalami pH asam rendah. Pemberian dolomit ini dapat memperbaiki pH tanah dan menjaga kesuburannya. Selengkapnya pada Tabel 14 akan memperlihatkan jumlah petani yang menggunakan berbagai jenis pupuk tersebut. Perbandingan input-input yang digunakan petani responden pada usahatani padi di Kota Metro dapat juga dilihat pada Tabel 15 yang melihat rata-rata penggunaan pupuk dan dolomit yang digunakan oleh petani responden.
39 Tabel 14 Jumlah para petani responden yang menggunakan pupuk dan dolomit di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Benih Mapan Tidak Benih Mapan Jenis Jumlah Persentase Jumlah Persentase Responden (%) Responden (%) Pupuk Urea
41
100
40
98
Pupuk ZA
32
78
14
34
Pupuk TSP
41
100
39
95
Pupuk KCL
36
88
28
68
NPK
39
95
29
71
Dolomit
18
44
18
44
Pupuk Kandang
35
85
19
46
Pupuk Kompos
5
12
2
5
Tabel 15 Rata-rata penggunaan pupuk urea, ZA, TSP, KCL, NPK, dolomit, kandang dan kompos usahatani padi petani di Kota Metro pada musim tanam tiga, Tahun 2015 Benih Mapan Tidak Benih Mapan Jenis Rekomendasi Jumlah (Kg) Jumlah (Kg) Pupuk Urea 113 131 100 - 200 Pupuk ZA 96 39 50 - 200 Pupuk TSP 69 94 100 - 150 Pupuk KCL 74 54 50 - 100 NPK 82 58 150 Dolomit 65 94 50 - 500 Pupuk Kandang 371 210 1000 Pupuk Kompos 31 6 1000 Benih Mapan 20.64 15 - 20 Benih Non Mapan 26.38 25 Pada Tabel 14 dan 15, baik jumlah responden atau rata-rata jumlah pemakaian input menunjukan bahwa petani yang menggunakan benih mapan lebih banyak dalam penggunaan pupuk buatan atau organik secara total keseluruhan. Hal ini dikarenakan para petani yang menggunakan benih mapan telah mendapatkan penyuluhan dan pendampingan dari Dinas Pertanian dan BP3K Kota Metro tentang penggunaan pupuk yang tepat untuk usahatani yang menggunakan benih mapan. Pada kegiatan usahatani padi dengan benih mapan ini para petani diberikan arahan bahwasannya dalam menggunakan benih mapan tidak dapat menggunakan pupuk secara sembarang dan harus sesuai dengan dosis dari Permentan. Lain halnya dengan petani yang tidak menggunakan benih mapan, para petani tersebut menggunakan pupuk dan dosisnya berdasarkan pengalaman yang secara turun temurun sehingga tidak lagi mendapat arahan dari para penyuluh, walaupun terkadang mendapat arahan dari para penyuluh para petani belum mengikutinya. Berbeda dengan para petani yang menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya, karena benih ini baru disosialisasikan awal tahun 2015 di Kota Metro,
40 maka penyuluhan dan arahan mengenai benih ini merupakan isu utama dan para petani yang mau menggunakan benih ini mengikuti arahan sosialisasi. Tabel 15 juga memperlihatkan rekomendasi pupuk yang disarankan kementan untuk para petani padi. Pada tabel diketahui bahwa para petani padi yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya menggunakan pupuk sesuai dosis yang di rekomendasikan oleh kementan, hanya saja pada pupuk TSP masih kurang dalam pemberian dosis. Berbeda halnya dengan para petani padi yang tidak menggunakan benih mapan dalam usahataninya, penggunaan pupuk ada yang tidak sesuai dengan dosis yang direkomendasikan oleh kementan. Pada pemakaian pupuk ZA oleh petani padi yang tidak menggunakan benih mapan hanya sebesar 39 kilogram dan kurang dari anjuran minimal sebesar 50 kilogram, begitu juga untuk pupuk TSP para petani yang tidak menggunakan benih mapan juga kurang dalam memberikan dosis pada padinya yaitu hanya 94 kilogram. Hal yang sama antara petani padi dengan benih mapan dan tidak benih mapan juga kurang dalam pemberian dosis pupuk NPK. Salah satu hal ini dapat terjadi adalah saat dilapang, para petani dengan benih mapan walaupun mendapat arahan dari para penyuluh dan mengikuti aturan, tapi tidak sedikit pula ada beberapa petani yang masih tidak percaya pada arahan yang diberikan oleh penyuluh yang mengakibatkan rata-rata dosis jumlah pemberian pupuk pada Tabel 15 untuk petani padi dengan benih mapan hanya mencapai 82 kilogram dan petani yang tidak menggunakan benih mapan hanya 58 kilogram. Faktor yang juga menjadi alasan petani dengan benih mapan memberikan dosis pupuk yang sesuai dengan rekomendasi adalah faktor pendidikan dari para petani. Pada Tabel 4 terlihat bahwa petani dengan benih mapan yang hanya mencapai pendidikan SD sebesar tujuh persen, namun petani dengan tidak benih mapan mencapai 24 persen. Selanjutnya petani dengan benih mapan yang lulusan sarjana mencapai 24 persen dan petani dengan tidak benih mapan hanya mencapai 12 persen. Tidak hanya pupuk TSP dan NPK saja, namun para petani Kota Metro juga kurang dalam pemberian pupuk organik yaitu kandang dan kompos, yang mana seharusnya pemberian pupuk organic adalah 2000 kilogram/hektar. Tanaman padi dengan benih mapan merupakan padi hibrida, menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi salah satu keberhasilan produksi padi hibrida adalah kombinasi pemberian pupuk organik dan anorganik. Fakta dilapang para petani tidak memanfaatkan pupuk organik untuk tanamannya, seperti jerami atau kotoran hewan. Faktor inilah yang menjadi salah satu hal yang memengaruhi kepribadian petani dalam mengambil keputusan. Keputusan yang salah seperti penggunaan pupuk yang tidak sesuai atau sembarang dapat memengaruhi output padi yang dihasilkan, seperti berkurangnya produksi gabah yang akan berdampak berkurangnya penerimaan para petani padi. Adanya perbedaan penggunaan pupuk antara para petani yang disajikan Tabel 15 berbeda dengan hasil uji statistik yang menunjukan bahwa penggunaan pupuk antara para petani tidak berbeda dengan nilai sig (2tailed) yang dihasilkan sebesar 0.551 pada selang kepercayaan 95 persen. Hasil tersebut menunjukan bahwa nilai sig (2-tailed) lebih besar dari taraf nyata 0.05 yang berarti penggunaan pupuk pada petani padi di Kota Metro adalah sama. Analisis Pengaruh Benih Mapan terhadap Produktivitas Padi Peranan benih mapan terhadap produktivitas padi dapat dilihat pengaruhnya dengan melakukan analisis melalui fungsi produksi. Produktivitas padi berkaitan
41 dengan input-input yang digunakan dalam usahatani seperti tenaga kerja, benih, pupuk kimiawi, pupuk organik, dan obat-obatan. Fungsi produksi dibuat untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produktivitas. Sebelum dilakukan analisis fungsi produksi, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data yang diperoleh untuk mengetahui adanya pelanggaran asumsi atau tidak pada data tersebut. Pengujian data dilakukan dengan metode OLS (Ordinary Least Square) yang terdiri dari uji multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan normalitas. Fungsi produksi harus memiliki nilai koefisien yang positif agar sesuai dengan analisis ekonomi. Asumsi yang mendasari nilai fungsi produksi yang positif adalah bahwa penggunaan fungsi produksi dalam keadaan The Law of Diminishing Return dapat memberikan informasi untuk penambahan input yang dapat menghasilkan tambahan output lebih besar. Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb Douglas dengan enam variabel independen. Variabel independen terdiri atas tenaga kerja (X1), benih (X2), pupuk kimiawi (X3), pupuk organik (X4), dolomit (X5), dan dummy benih mapan (X6) serta variabel dependen yaitu produktivitas padi (Y). Pengujian fungsi produksi petani yang menggunkan benih mapan dan petani yang tidak menggunakan benih mapan dengan metode OLS diperoleh hasil bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan normalitas. Uji multikolinieritas (Lampiran 2) dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah ada korelasi antar variabel bebas dalam model regresi. Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dalam model regresi dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factor) pada masing-masing variabel independen. Apabila nilai VIF ≥ 10 artinya terdapat multikolinieritas. Dari hasil uji yang dilakukan menunjukkan bahwa pada masing-masing variabel independen tidak terdapat nilai VIF yang lebih dari 10 atau dapat dilihat melalui nilai tolerance, jika nilai tolerance lebih besar dari 0.1 maka, tidak terdapat multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas pada variable independen juga menunjukan nilai tolerance yang lebih besar dari 0.1, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinieritas pada model regresi. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melihat grafik plot yang ditunjukkan dari ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot. Berdasarkan uji yang dilakukan, hasil grafik scatterplot tidak membentuk suatu pola (Lampiran 3), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi. Selanjutnya dilakukan uji normalitas untuk mengetahui apakah data variabel independen menyebar secara normal. Uji regresi dapat dilakukan apabila data yang digunakan menyebar normal. Uji normalitas ini dapat dilihat pada P-Plot atau melalui uji normalitas Kolmogorov and Smirnov. Pada P-Plot, suatu data dikatakan menyebar secara normal apabila seluruh data berada disepanjang sekitar garis normal yang dapat dilihat pada Lampiran 3 sedangkan uji normalitas Kolmogorov and Smirnov, suatu data dikatakan normal apabila nilai dari Kolmogorov-Smirnov Z lebih besar dari nilai sig (2-tailed). Uji normalitas Kolmogorov and Smirnov pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan uji normalitas pada Lampiran 3 dan Lampiran 4, data variabel independen menunjukan hasil bahwa data yang digunakan menyebar secara normal yaitu seluruh data berada di sepanjang sekitar garis normal dan nilai dari
42 Kolmogorov-Smirnov Z lebih besar dari nilai sig (2-tailed), sehingga hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran pada data variabel bebas. Pengujian fungsi produksi antara petani padi yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan dengan metode OLS diperoleh hasil bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikolinieritas, heterokedastisitas, maupun normalitas pada data yang akan digunakan. Sehingga dapat dilakukan analisis selanjutnya, yaitu melihat pengaruh benih mapan dan input-input terhadap produktivitas padi para petani responden di Kota Metro, Lampung. Setelah dilakukan uji fungsi produksi, selanjutnya dilakukan analisis regresi pada fungsi produksi Cobb Douglas. Penentuan apakah model regresi fungsi produksi Coob Douglas yang digunakan sudah tepat atau belum dapat dilihat dari nilai F hitung. Hasil analisis menunjukan nilai F hitung pada model regresi sebesar 13.44, jika dibandingkan dengan nilai F tabel sebesar 1.303 maka dapat disimpulkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel. Artinya, model regresi fungsi produksi Cobb Douglas sudah tepat dan dapat dilakukan analisis selanjutnya. Model regresi yang tepat tidak hanya dilihat dari nilai F hitung yang dibandingkan dengan F tabel, namun juga dapat diketahui melalui nilai perbandingan nilai probabilitasnya (sig) terhadap taraf nyata. Taraf nyata dalam penelitian ini adalah 0.05. Hasil yang diperoleh diketahui bahwa nilai sig untuk model regresi adalah 0.00 lebih kecil dari taraf nyata 0.05, hal ini menjelaskan bahwa model Cobb Douglas untuk jenis petani yang menggunakan benih mapan ataupun yang tidak menggunakan benih mapan sudah tepat. Selanjutnya uji F juga dilakukan untuk melihat pengaruh semua variabel independen yang digunakan terhadap produktivitas secara simultan. Berdasarkan Tabel 15 untuk nilai P-value pada model fungsi produksi sebesar 0.000 atau kurang dari 0.05 yang dapat diartikan bahwa semua variabel independen secara bersamasama berpengaruh nyata atau signifikan terhadap produktivitas padi pada selang kepercayaan 95 persen atau sekurang-kurangnya ada satu variabel independen yang berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan untuk melihat pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Standard Error of the Estimation (SEE) merupakan kesalahan standar dari penaksiran. SEE merupakan suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai variabel dependen. Hasil analisis regresi menunjukkan nilai SEE sebesar 0.21, sehingga dapat diartikan banyaknya kesalahan dalam memprediksi produksi adalah sebesar 0.21. Jika nilai SEE lebih kecil dari standar deviasi produktivitas, artinya model regresi semakin baik dalam memprediksi nilai produktivitas. Nilai standar deviasi produktivitas yang diperoleh adalah sebesar 0.29. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa nilai SEE lebih kecil dari standar deviasi produktivitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi sudah baik dalam memprediksi produktivitas. Ketepatan model dalam penelitian ini dapat diuji melalui nilai koefisien determinasi (R2), nilai t-statistik (uji t), dan nilai F-statistik (uji F). Sebelumnya telah dibahas bahwa berdasarkan uji F dapat diketahui bahwa model regresi sudah tepat, selanjutnya akan dilihat berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai t-statistik. Berdasarkan hasil output pada model regresi memperoleh R2 sebesar 0.518 atau 51.80 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (Adj R2 ) sebesar 48 persen. Artinya, sebesar 48 persen variabel dependen (produktivitas) dipengaruhi oleh variabel independen (tenaga kerja, benih, pupuk kimiawi, pupuk organik, dan dolomit) yang sisanya sebesar 52 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model (Lampiran 5).
43 Setelah dilakukan uji ketepatan model dan diperoleh hasil yang menyatakan bahwa modelnya sudah tepat, maka analisis fungsi produksi Cobb Douglas untuk melihat pengaruh benih mapan terhadap produkstivitas dapat dilakukan. Selain itu diperoleh hasil seperti pada Tabel 16. Hasil output menunjukkan bahwa terdapat empat variabel independen yang berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen pada taraf signifikan sebesar 20 persen. Masing-masing variabel tersebut adalah pupuk kimiawi, pupuk organik, dolomit, dan dummy benih mapan. Tabel 16 Hasil pendugaan parameter model fungsi produktivitas padi para petani yang di Kota Metro pada musim tanam III Tahun 2015 Parameter Standar Nilai tPeubah p-value Dugaan Error hitung Intersep 7.141 1.099 6.497 0.000 Tenaga Kerja 0.082 0.081 1.013 0.315 Benih 0.156 0.307 0.507 0.614 Pupuk Kimiawi **0.109 0.055 1.973 0.052 Pupuk Organik ***0.013 0.004 3.356 0.001 Dolomit *0.005 0.004 1.322 0.190 Dummy Benih Mapan ***0.250 0.090 2.788 0.007 R-Square 0.518 F-Hitung 13.444 Keterangan
:* ** ***
nyata pada selang kepercayaan 80 persen nyata pada selang kepercayaan 90 persen nyata pada selang kepercayaan 95 persen
Pengujian terhadap model, digunakan koefisien determinasi, nilai F hitung dan t hitung untuk masing-masing variabel sehingga diperoleh model regresi terbaik, dimana dapat memberikan informasi mengenai hubungan faktor-faktor produksi dengan produksi padi. Hasil analisis regresi pada fungsi produksi Cobb Douglas diperoleh nilai intercept sebesar 7.141 pada model regresi, nilai ini dapat diartikan bahwa jika tidak ada input-input yang digunakan atau jumlah inputnya nol maka produksi yang dihasilkan adalah sebesar 7.141 kilogram. Masing-masing parameter memiliki nilai β atau slope yang positif yang telah memenuhi syarat Cobb-Douglas bahwa tidak ada nilai β yang bernilai nol dan negatif. Nilai koefisien regresi yang terdapat pada model penduga fungsi produksi Cobb Douglas menunjukkan besaran elastisitas dari faktor produksi. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan input. Model fungsi produksi usahatani padi para petani di Kota Metro dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: Ln Y = 7.141 + 0.082 Ln X1 + 0.156 Ln X2 + 0.109 Ln X3 + 0.013 Ln X4 + 0.005 Ln X5 + 0.250 Berdasarkan model fungsi produksi Cobb Douglas di atas dapat dilihat nilai elastisitas input, sehingga dapat diketahui sejauh mana pengaruh input-input tersebut terhadap output. Elastisitas tiap-tiap faktor produksi dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada variabel tenaga kerja dalam penelitian ini ternyata tidak memengaruhi produktivitas padi Kota dengan nilai p-value 0.315 pada hasil penghitungan regresi. Nilai tersebut lebih besar dari taraf nyata 0.2, sehingga nilai
44 tersebut dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi pada selang kepercayaan 80 persen. Hasil regresi pada benih juga tidak berpengaruh terhadap produktivitas padi baik yang menggunakan benih mapan ataupun yang tidak menggunakan dalam taraf nyata 0.2. Variabel benih ditemukan bernilai positif sesuai dengan harapan dan tidak berpengaruh nyata pada taraf dua puluh persen. Hal ini menunjukan bahwa pranan benih tidak signifikan berkontribusi terhadap produksi padi. Rata-rata penggunaan benih petani responden sebesar 20.64 kilogram per hektar untuk petani yang menggunakan benih mapan dan 26.38 kilogram per hektar untuk petani yang tidak menggunakan benih mapan, sedangkan anjuran benih untuk usahatani padi yang menggunakan benih mapan adalah sebesar 15-20 kilogram per hektar dan 25 kilogram per hektar untuk benih non mapan (Tabel 15). Penggunaan benih petani yang berlebihan dikarenakan adanya kekhawatiran para petani apabila terjadi kekurangan benih. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Podesta (2009), yang menunjukan bahwa penggunaan benih yang berlebihan tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas padi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh benih mapan terhadap produktivitas padi Kota Metro dan berdasarkan hasil uji regresi pada model fungsi produktivitas diketahui bahwa benih mapan berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Hal ini dapat dilihat pada variabel dummy benih mapan, dengan hasil p-value sebesar 0.007 pada selang kepercayaan 95 persen. Koefisien pada dummy benih mapan ini mencapai sebesar 0.25. Hasil ini dapat diartikan bahwa jika terjadi penambahan faktor produksi benih mapan per satu hektar sebesar satu satuan akan meningkatkan produktivitas padi sebesar 0.25 satu-satuan dengan menganggap faktor produksi lain tetap (cateris paribus). Hal ini sesuai dengan fakta di lapang dimana para petani padi yang menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya menghasilkan rata-rata output sebesar 3951.21 kilogram per hektar, sedangkan petani yang tidak menggunakan benih mapan hanya mendapatkan output sebesar 2 303.65 kilogram per hektar. Perbandingannya mencapai 1647.56 kilogram per hektar, jika selisih ini dikalikan dengan harga terendah yang diterima petani yaitu Rp3 000 maka hasilnya adalah sebesar Rp4 942 683, tentunya bagi para petani maupun pengusaha nilai tersebut merupakan nilai yang besar dan berefek pada pendapatan petani. Berdasarkan hal tersebut maka terbukti bahwa dengan menggunakan benih mapan dapat meningkatkan produktivitas padi, sehingga salah satu alasan produktivitas padi Kota Metro lebih tinggi dibandingkan daerah lainnya di Provinsi Lampung adalah dengan penggunaan benih mapan. yang berdampak pada peningkatan pendapatan para petani padi di Kota Metro Lampung. Selanjutnya pada variabel pupuk kimiawi berdasarkan uji regresi berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi Kota Metro, dengan nilai p-value sebesar 0.052 pada selang kepercayaan 90 persen. Pada variabel ini diperoleh nilai β atau elastisitas sebesar 0.109. Artinya, setiap penambahan satu variabel yaitu pupuk kimiawi sebesar satu kilogram, akan meningkatkan produktivitas (variabel dependen) sebesar 0.109 satu-satuan dengan cateris paribus. Pupuk kimiawi yang memberikan hasil positif dan memengaruhi produktivitas ini, sesuai dengan hasil observasi di lapang, dikarenakan pupuk kimiawi juga penting untuk tanaman padi dan proses penyerapan unsur-unsur pada pupuk kimiawi lebih cepat daripada pupuk organik. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, unsur-unsur yang diperlukan tanaman padi yang utama adalah unsur N, P, dan K. Ketiga unsur ini penting untuk tanaman padi dikarenakan unsur N (nitrogen) berfungsi untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan dan khususnya batang,
45 cabang, dan daun serta membantu menghijaukan daun dengan sempurna dan juga membantu fotosintesis. Unsur P (fosfor) berfungsi untuk pertumbuhan akar khususnya tanaman muda, serta dapat membantu asimilasi dan pernafasan yang mempercepat pembungaan dan pemasakan buah. Berikutnya unsur K (kalium) yang dapat memperkuat tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur, yang juga dapat menjadikan tanaman lebih tahan terhadap kekeringan. Hal ini sesuai dengan penelitian Damanah (2008), bahwa penggunaan pupuk kimiawi dalam produksi padi berpengaruh nyata dan penting untuk diberikan selama proses produksi. Pada hasil regresi pupuk organik yaitu kandang dan kompos, melihatkan hasil bahwa pupuk organik bernilai positif dan berpengaruh nyata pada produktivitas padi. Nilai p-value yang diperoleh adalah sebesar 0.001. Pupuk organik terbukti dapat memengaruhi produktivitas padi, dimana nilai koefisien 0.013 yang berarti setiap penambahan satu-satuan pupuk organik akan meningkatkan produktivitas padi sebesar 0.013 satu-satuan dengan cateris paribus. Berdasarkan hasil turun lapang, pupuk organik baik untuk tanaman dan mendukung penggunaan pupuk kimiawi yang mana pupuk ini untuk menambah unsur-unsur mikro yang sesuai dengan tanaman padi. Hal ini sesuai menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi yang mengatakan bahwa pupuk organik bagus untuk kesuburan tanah, ini dikarenakan pada pada pupuk organik terdapat kandungan hara nitrogen, fosfor, kalium, sulfur, silikon, kalsium dan magnesium yang dibutuhkan tanaman padi. Pemanfaatan pupuk organik yang dilakukan para petani padi Metro, Lampung menunjukan hasil bahwa pupuk organik juga ikut membantu meningkatkan produksi tanaman padi Kota Metro. Variabel lainnya yang berpengaruh nyata terhadap produktivitas petani padi Kota Metro adalah dolomit. Hasil regresi menunjukan nilai p-value mencapai 0.190 lebih kecil dari taraf nyata 0.2, dengan nilai t-hitung mencapai 2.788 lebih besar dari t-tabel serta nilai koefisien pada dolomit adalah 1.33. Hal ini berarti bahwa dolomit memengaruhi peningkatan produktivitas padi, dimana jika terjadi penambahan faktor produksi dolomit per satu hektar sebesar satu-satuan maka produktivitas padi akan meningkat sebesar 0.005 kg/ha dengan menganggap faktor produksi lain adalah tetap (cateris paribus). Hasil ini sesuai dengan fakta dilapang dimana, tanah Kota Metro berjenis podzolik merah kuning yang mudah mengalami pencucian mineral sehingga cepat mengalami penurunan pH menjadi asam. PH tanah ini normalnya 6 – 7, karena mengalami pencucian pH-nya dapat berkurang, maka dari itu harus ditingkatkan atau dinormalkan kesuburannya dengan pemberian dolomit yang berfungsi memperbaiki pH tanah. Faktor-faktor lainnya yang dapat berpengaruh terhadap produktivitas padi salah satunya dapat berasal dari karakteristik petani seperti usia, pendidikan, dan pengalaman berusaha tani. Faktor usia dapat berpengaruh terhadap produksi karena petani dengan usia produktif dapat melakukan pekerjaan yang lebih efektif dan efisien, sehingga dalam pengelolaan usaha taninya lebih baik dan menghasilkan produksi yang cukup tinggi. Selanjutnya, faktor pendidikan petani baik formal maupun informal yang juga dapat berpengaruh terhadap produksi karena terkait dengan pengetahuan petani dalam mengelola usaha tani untuk menghasilkan produksi yang optimal. Pengalaman berusaha tani juga dapat berpengaruh terhadap produksi, dimana semakin lama pengalaman petani berusaha tani maka petani dapat belajar terus untuk melakukan usaha tani dengan lebih baik dan dapat menghasilkan atau meningkatkan jumlah produksi padi.
46 Analisis Pendapatan Petani Padi Kota Metro Analisis usahatani yang digunakan adalah untuk mengetahui finansial petani pada usahatani padinya. Analisis finansial ini merupakan proses penghitungan tentang besarnya seluruh biaya (pengeluaran), penerimaan, dan pendapatan yang diperoleh dari produksi yang dapat dihasilkan dari usahatani. Analisis usahatani ini juga untuk melihat seberapa besar perbandingan tingkat biaya, penerimaan, dan pendapatan yang diperoleh masing-masing petani padi yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan. Hasil perbandingan tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh benih mapan terhadap pendapatan petani padi di Kota Metro. Penghitungan usahatani ini merupakan hasil penghitungan usahatani selama satu musim terakhir yaitu pada musim tanam III pada tahun 2015. Biaya Produksi Usaha Budidaya Padi Biaya produksi yang dikeluarkan para petani padi responden memiliki jumlah yang bervariasi, hal ini berdasarkan dari jumlah input yang digunakan para petani. Komponen biaya yang yang dikeluarkan oleh petani padi selama musim tanam III tahun 2015 terdiri atas biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani untuk penggunaan input selama satu musim terakhir. Adapun biaya tunai ini untuk keperluan membeli pupuk, pestisida, pembayaran tenaga kerja harian, dan sewa peralatan. Berbeda dengan biaya yang diperhitungkan, biaya ini adalah biaya yang dihitung berdasarkan penggunaan input yang tidak dibayar tunai oleh petani, karena input yang digunakan milik sendiri, penyusutan nilai investasi, dan berupa bantuan. Biaya yang diperhitungkan terdiri atas biaya tenaga kerja dalam keluarga, pupuk bantuan, lahan, pajak bumi, dan penyusutan peralatan. Berikut ini adalah pembagian biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya Tunai Biaya tunai terdiri atas biaya pembelian benih, pupuk, pestisida, pembayaran upah tenaga kerja luar keluarga, dan sewa peralatan. Biaya untuk Pembelian Benih Benih yang digunakan petani responden terdiri dari lima jenis yaitu benih mapan yang dalam penelitian ini digunakan para petani yang merupakan kriteria petani dengan menggunkan benih mapan. Kemudian terdapat benih ciherang, IR64, ciliwung, dan melati dimana dalam penelitian ini para petani merupakan petani dengan non-benih mapan. Adapun penggunaannya dan biaya yang dikeluarkan rata-rata oleh petani responden adalah sebagai berikut. Tabel 17 Rata-rata penggunaan benih dan biaya yang dikeluarkan petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan pada musim tanam III Tahun 2015 Keterangan Petani Benih Mapan Tidak Benih Mapan
Jumlah (Kg) 12.53 11.95
Harga Satuan 22 000 8 200
Biaya (Rp) 276 000 98 000
47 Tabel 17 memperlihatkan bahwa jumlah petani yang menggunakan benih mapan dalam mengeluarkan pembelian benih lebih besar dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakan benih mapan. jumlah penggunaan benih mapan lebih besar dikarenakan petani yang memiliki usahatani padi dengan benih ungggul mapan memiliki rata-rata luas lahan lebih besar daripadi petani yang tidak mengusahakan padi mapan. Selain itu, harga satuan benih mapan lebih mahal daripada benih non-mapan. Sehingga petani dengan benih mapan harus mengeluarkan biaya dua koma delapan kali lipat lebih besar dari petani yang hanya menggunakan benih ciherang, melati, IR64, dan ciliwung. Berdasarkan uji statistik membuktikan bahwa terjadi berbeda nyata untuk pembelian benih antara petani benih mapan mapan dan petani yang tidak menggunakan benih mapan mapan karena nilai sig (2-tailed) lebih kecil dari taraf nyata 0.05. Hal ini berarti untuk mendapatkan kualitas benih yang baik, petani harus mengeluarkan biaya tunai pembelian benih lebih tinggi dari petani yang tidak menggunakan benih mapan. Biaya untuk Pembelian Pupuk Tabel 18 menunjukan bahwa biaya petani padi dengan benih mapan yaitu mapan yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk lebih besar dibandingkan dengan petani padi yang tidak menggunakan benih mapan mapan. Hal ini telah dijelaskan pada Tabel 14 dan 15 bahwa dalam pemberian pupuk untuk benih mapan terutama mapan harus lebih teratur dan dosis yang yang lebih banyak dari benih bukan mapan serta pemberian pupuk organik dalam jumah besar. Sehingga jumlah pupuk untuk benih mapan mapan lebih banyak dari biasanya dan memengaruhi pengeluaran pada biaya tunai. Pada Tabel 18 terlihat bahwa penggunaan dosis pupuk ZA, KCL, NPK, pupuk kandang, dan pupuk kompos pada usahatani padi yang menggunakan benih mapan lebih banyak daripada usahatani padi petani yang tidak menggunakan benih mapan, sehingga biaya yang dikeluarkan para petani yang menggunakan benih mapan lebih besar dari petani yang tidak menggunakan benih mapan. Berdasarkan uji statistik menunjukan bahwa tidak terjadi berbeda nyata dalam pembelian pupuk untuk kedua jenis petani. Ini berdasarkan nilai sig (2-tailed) yaitu 0.557 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05. Hal ini sesuai jika dilihat dari jumlah pengeluaran total biaya tunai pembelian pupuk antara kedua jenis petani yang tidak berbeda signifikan yaitu selisih hanya sebesar Rp189 500 dengan persentase perbedaan sembilan belas persen. Persentase terbesar dalam pembelian pupuk ini terdapat pada pembelian pupuk urea, baik itu petani dengan benih mapan ataupun non-mapan dengan persentase masing-masing yaitu 19.47 persen dan 27 persen. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa dalam pembelian pupuk pengeluaran terbesar ada pupuk urea, walaupun jumlah terbesar dalam pemakaiannya terdapat pada pupuk kandang, harga dari pupuk ini hanya sebesar Rp500 per kilogramnya, berbeda dengan pupuk urea yang per kilogramnya adalah Rp2 000. Pupuk yang digunakan dalam budidaya padi para petani responden adalah pupuk kimiawi yang terdiri atas pupuk urea, ZA, KCL, TSP, NPK, dolomit, dan pupuk organik seperti kandang dan kompos. Berikut ini disajikan Tabel 18 mengenai rata-rata pengunaan pupuk dan biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan pada musim tanam III Tahun 2015.
48 Tabel 18 Rata-rata pengunaan pupuk dan biaya yang dikeluarkan oleh petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan pada MT III Tahun 2015 Petani Benih Mapan Petani Tidak Benih Mapan Sarana Harga Jumlah Jumlah Produksi Satuan Biaya (Rp) Biaya (Rp) (Kg) (Kg) Urea 2 000 113 226 000 131 262 000 ZA 1 600 96 153 600 39 62 400 TSP 2 000 69 138 000 94 188 000 KCL 2 700 74 199 800 54 145 800 NPK 2 400 82 196 800 58 139 200 Dolomit 700 65 45 500 94 65 800 Kandang 500 371 185 500 210 105 000 Kompos 500 31 15 500 6 3 000 Total 901 1 160 700 686 971 200 Biaya untuk Pembelian Pestisida Para petani responden dalam pemeliharaan tanaman padinya melakukan penyemprotan untuk membasmi hama atau penyakit yang menyerang. Petani responden menggunakan beberapa macam pestisida. Harga jual juga menjadi pertimbangan oleh petani dalam menggunakan berbagai jenis pestisida. Petani juga menggunakan Regent untuk membasmi hama ulat atau sundep, Antracol untuk membasmi jamur, dan Maokol untuk tanaman padinya. Namun, pestisida ini jarang digunakan dan penggunaannya tergantung pada keadaan adanya hama dan penyakit yang menyerang. Hama atau penyakit yang menyerang tanaman padi di daerah penelitian juga tidak terlalu banyak, selain itu juga pada Kota Metro diterapkan pengendalian hama terpadu atau IPM yang menekan pada tanaman yang diusahakan bukan pada obat pengendalian tanaman, sehingga petani hanya sedikit menggunakan pestisida. Jika menggunakan pestisida, penggunaan dosis pestisida disesuaikan dengan serangan hama atau penyakit yang menyerang dan sesuai anjuran pemakaian. Secara keseluruhan, jumlah rata-rata penggunaan pestisida pada petani benih mapan mapan hanya sebesar 340 ml per hektarnya, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida ini adalah sebesar Rp82 000. Petani yang tidak menggunakan benih mapan mapan membutuhkan jumlah pestisida rata-rata sebesar 324 ml per hektar dengan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp81 000 dan hanya selisih seribu rupiah dengan petani yang menggunakan benih mapan mapan pada budidaya padinya. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pestisida para petani tidak berbeda nyata karena penggunaan pestisida keduaya hampir dalam jumlah yang sama. Hal ini juga dibuktikan dengan uji statistik yang dilakukan yang melihatkan bahwa tidak ada berbeda nyata pada kedua jenis petani padi Kota Metro. Nilai sig (2-tailed) menunjukan 0.79 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05 sehingga terima H0 yang menyatakan tidak berbeda nyata dalam pembelian pestisida antara petani dengan benih mapan dan tidak benih mapan. Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga Tenaga kerja luar keluarga dibutuhkan untuk kegiatan pengolahan lahan seperti pembajakan dan pencangkulan, pemupukan, penanaman, pemangkasan, penyemprotan, pemanenan, dan pasca-panen yaitu pengangkutan padi. Upah
49 tenaga kerja yang berlaku pada daerah penelitian adalah sebesar Rp50 000 untuk per orang baik wanita atau pria dalam per harinya dengan jam kerja sehari adalah delapan jam. Besarnya biaya tenaga kerja luar keluarga yang dikeluarkan oleh para petani responden adalah sebagai berikut. Tabel 19 Biaya tenaga kerja luar keluarga (TKLK) pada usahatani padi di Kota Metro untuk musim tanam III Tahun 2015 Petani Benih Mapan Petani Tidak Benih Mapan Kegiatan HOK Biaya Persentase HOK Biaya Persentase (Jam) (Rp) (%) (Jam) (Rp) (%) Pengolahan 14.04 87 805 9.51 13.85 86 585 12.63 Lahan Penyemaian 4.87 30 488 3.30 4.68 29 268 4.27 Penanaman 53.46 334 146 36.19 45.07 281 707 41.10 Penyiangan 11.90 74 390 8.05 3.51 21 951 3.20 Pemupukan 8.39 52 439 5.68 1.56 9 756 1.43 Penyem5.07 31 707 3.43 0.19 1 219 0.17 protan Pemanenan 28.68 179 268 19.41 25.56 159 756 23.30 Pengang21.26 132 926 14.39 15.21 95 121 13.87 kutan Padi Total 923 170 100 685 365 100 Hasil pada uji statistik untuk Tabel 19 menunjukan bahwa biaya yang dikeluarkan para petani responden untuk tenaga kerja luar keluarga antara petani dengan benih mapan dan petani padi yang tidak menggunakan benih mapan tidak berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat pada nilai sig (2-tailed) hasil uji beda independent yang menunjukan nilainya lebih besar dari taraf nyata 0.05 atau selang kepercayaan 95 persen yaitu sebesar 0.492. Jika dilihat pada Tabel 18, selisih biaya tunai yang dikeluarkan oleh kedua jenis petani adalah sebesar Rp228 049 biaya ini memang tidak bebrbeda jauh untuk keduanya. Persentase terbesar untuk upah tenaga kerja luar keluarga pada petani dengan benih mapan dan petani padi dengan benih non-mapan yaitu sama. Pengeluaran terbesar tenaga kerja luar keluarga ada pada saat penanaman yang kemudian antara kedua jenis petani ini juga sama yaitu pengeluaran terbesar selanjutnya diikuti dengan saat pemanenan. Persentase pada biaya pengeluaran tenaga kerja yang tidak berbeda antara petani benih mapan dan non-mapan juga menjadi alasan kedua jenis petani ini tidak berbeda nyata atau sama dalam pengeluaran biaya tunai tenaga kerja luar keluarga. Sewa Peralatan Sewa peralatan yang dilakukan antara petani padi dengan benih mapan dan non-mapan masing-masing memiliki rata-rata yaitu Rp485 671 dan Rp556 098. Peralatan yang para petani responden sewa adalah traktor, mesin perontok padi untuk para petani yang tidak memilikinya, dan juga hand sprayer. Perbedaan pengeluaran biaya tunai oleh kedua jenis petani ini dikarenakan para petani dengan benih mapan memiliki mesin perontok padi lebih besar dari petani yang bukan mapan dengan persentase 0.4 persen lebih besar dari 0.17 persen pada Tabel 11, sehingga pengeluaran tunai pada sewa peralatan petani padi tidak benih mapan lebih tinggi dibandingkan petani padi mapan, tetapi berdasarkan uji statistik membuktikan bahwa pengeluaran biaya tunai antara petani padi dengan benih
50 mapan dan petani padi tidak mapan tidak berbeda nyata. Nilai sig (2-tailed) pada uji t menunjukan nilai 0.708 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05, sehingga pengeluaran para petani padi responden tidak berbeda nyata. Adanya kegiatan melakukan sewa mesin dan peralatan pada para petani padi Kota Metro dapat memperkecil biaya untuk membeli peralatan dan mesin serta memperkecil biaya penyusutan. Biaya Tunai Irigasi Teknis Luas lahan sawah di Kota Metro yang telah mendapatkan irigasi teknis adalah sebesar 98.8 persen dari 2 922 hektar, karena itu seluruh jumlah responden petani padi di Kota Metro juga menggunakannya. Penggunaan irigasi teknis dari pemerintah ini dikenakan biaya tunai pada setiap petani yang mendapatkan aliran air ini. Biaya ini dikenakan untuk perawatan irigasi, biasanya biaya yang dikeluarkan akan diberikan kepada ili-ili atau disebut pembersih irigasi. Upah yang diberikan kepada petugas kebersihan irigasi bermacam-macam, ada yang berupa beras sebesar sepuluh kilogram per bahu atau 1800 m2, ada juga dengan upah 25 000 atau 50 000 per bahu, dan 60 000 hektar selama tiga bulan. Rata-rata biaya tunai perawatan irigasi yang dikeluarkan para petani padi dengan benih mapan di Kota Metro adalah sebesar Rp72 415 per hektar, sedangkan para petani yang bukan menggunakan benih mapan yaitu sebesar Rp64 756 per hektar. Perbedaan biaya rata-rata ini terjadi karena, rata-rata luas lahan sawah petani padi dengan benih mapan dan petani padi yang bukan benih mapan memiliki jumlah luas lahan yang berbeda (Tabel 6). Para petani padi dengan benih mapan memiliki rata-rata luas lahan yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak menggunakan benih mapan. Analisi uji t juga menunjukan tidak adanya perbedaan nyata antara biaya tunai yang dikeluarkan para petani padi dengan benih mapan dan non mapan. Biaya Diperhitungkan Biaya diperhitungkan merupakan biaya-biaya yang tidak secara tunai oleh petani, namun sebenarnya biaya-biaya ini dapat memengaruhi besarnya pendapatan para petani. Biaya yang diperhitungkan terdiri atas biaya tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, dan penyusutan peralatan dan mesin. Upah Tenaga Kerja dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga harus diperhitungkan karena kebanyakan para petani yang ada apabila menggunakan biaya tenaga kerja dalam keluarga tidak memperhitungkan upah yang harus dibayarkan dengan penggunaan tenaga kerja tersebut. Hal ini dapat membuat besarnya pendapatan yang diterima oleh para petani bukanlah pendapatan yang bersih, karena petani belum sepenuhnya membayar tenaga kerja keluarga yang digunakan. Tenaga kerja keluarga oleh petani padi banyak digunkaan dalam semua kegiatan usahatani padi, seperti pengolahan lahan, penyemaian, penanaman, pemupukan, penyiangan, penyemprotan, panen, dan pengangkutan padi pasca panen. Tabel 20 merupakan biaya yang harus dikeluarkan oleh para petani padi untuk upah tenaga kerja dalam keluarga pada musim tanam III Tahun 2015. Pada Tabel 20 menunjukan bahwa upah tenaga kerja dalam keluarga petani yang tidak menggunakan benih mapan lebih besar dibandingkan petani padi yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya. Hal ini terjadi karena sebanyak 31.7 persen petani yang menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya
51 adalah pekerjaan sampingan, berbeda dengan para petani responden yang tidak menggunakan benih mapan hanya sebanyak 24.4 persen yang merupakan pekerjaan sampingan (Tabel 8). Tabel 20 Rata-rata biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) pada usahatani padi pada Tahun 2015 musim tanam III Kota Metro Petani Benih Mapan Petani Tidak Benih Mapan Kegiatan Biaya Persentase Biaya Persentase HOK HOK (Rp) (%) (Rp) (%) Pengolahan 4.68 29 268 8.30 5.85 36 585 7.42 Lahan Penyemaian 8 50 000 14.18 8.97 56 097 11.38 Penanaman 2.14 13 414 3.80 4.68 29 268 5.94 Penyiangan 8.39 52 439 14.87 13.36 83 536 16.95 Pemupukan 5.07 31 707 8.99 9.26 57 926 11.75 Penyemprotan 6.43 40 243 11.41 9.56 59 756 12.12 Pemanenan 11.12 69 512 19.72 13.85 86 585 17.57 Pengangkutan 10.53 65 853 18.68 13.26 82 926 16.83 Total 352 439 100 492 682 100 Kegiatan yang paling besar mengeluarkan upah tenaga kerja dalam keluarga untuk kedua jenis petani ini adalah pemanenan, dengan masing-masing persentase 19.93 persen dan 17.69 persen. Hal tersebut dikarenakan, dalam masa panen membutuhkan banyak tenaga kerja terutama untuk para petani yang tidak memiliki mesin perontok padi yang dalam artian masih melakukan perontokan padi secara tradisional sehingga kegiatan ini termasuk dalam padat karya dan menyebabkan para petani memutuskan untuk menggunakan seluruh tenaga anggota keluarga dalam kegiatan ini. Hal yang diperkirakan para petani yaitu apabila petani tidak menggunakan seluruh tenaga kerja anggota keluarga, maka petani harus membayar lebih untuk upah tenaga kerja luar keluarga. Perbedaan pengeluaran biaya yang diperhitungkan diantara kedua jenis petani ini tidak berbeda nyata. Hal tersebut berdasarkan pengujian statistik yang melihatkan bahwa tidak ada perbedaan biaya upah tenaga kerja dalam keluarga yang dikeluarkan para petani responden yaitu dengan nilai sig (2-tailed) 0.20 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05 persen. Sewa Lahan Sewa lahan merupakan kegiatan menyewa lahan dengan membayarkan sejumlah biaya kepada pemilik lahan. Biaya yang dikeluarkan para petani untuk menyewa lahan termasuk dalam biaya yang diperhitungkan. Sewa lahan masuk kedalam biaya yang diperhitungkan karena para petani cenderung tidak memperhitungkan biaya ini dalam menganalisis pendapatannya, sesungguhnya biaya ini penting untuk diperhitungkan untuk mengetahui keuntungan bersih dari usahatani padi. Salah satu alasan hal ini juga masuk kedalam biaya yang diperhitungkan karena 81.74 persen atau 67 petani dari total responden menggunakan lahan milik pribadi bukan menyewa ataupun bagi hasil (Tabel 9). Sewa tanah yang berlaku di Kota Metro untuk para petani padi dengan benih mapan ataupun bukan mapan adalah bervariasi. Ada yang dengan harga satu juta per tahun dengan luas tanah 2500 m2 atau satu juta per tahun dengan luas 1800 m2 atau membayar sewa dengan hasil gabah yang telah disepakati oleh pemilik tanah dan
52 menyewa tanah. Harga tanah ini bervariasi berdasarkan dari ukuran tingkat kesuburan tanah dan lokasi lahan tersebut berada. Sewa tanah yang berlaku untuk petani padi dengan benih mapan rata – rata adalah Rp1 310 975 per hektar per enam bulan, sedangkan sewa tanah untuk petani padi yang tidak menggunakan benih mapan memiliki rata – rata sebesar Rp1 449 278 per hektar per enam bulan. Akan tetapi secara keseluruhan pengujian statistik menunjukan bahwa tidak ada perbedaan biaya sewa tanah antara para petani padi dengan benih mapan ataupun petani yang tidak menggunakan benih mapan. Hal ini berdasarkan nilai sig (2tailed) yang menunjukan kedua jenis petani tersebut memiliki nilai 0.66 yang lebih besar dari taraf nyata 0.05. Penyusutan Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai biaya yang harus dikeluarkan oleh para petani untuk melakukan perawatan terhadap mesin dan peralatan selama periode produksi atau biaya tersebut adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli peralatan dan mesin baru setelah peralatan dan mesin tersebut telah habis umur pakainya. Metode penghitungan penyusutan adalah dengan metode garis lurus yaitu harga beli dibagi dengan umur pakai. Tabel 21 menunjukan biaya penyusutan peralatan dan mesin yang dimiliki oleh para petani padi. Tabel 21 Biaya penyusutan peralatan dan mesin pada usahatani padi di Kota Metro antara petani padi dengan benih mapan dan tidak benih mapan Tahun 2015 Jenis Jumlah Umur Biaya PersenHarga/Unit Jumlah Alat dan Alat Teknis Penyusutan tase (Rp) (Rp) Mesin (Buah) (Tahun) (Rp/Tahun) (%) Petani Padi dengan Benih Mapan Sprayer 341 000 1 5 341 000 68 200 7.1 Cangkul 35 000 2 3 70 000 23 333 2.4 Sabit 35 000 3 3 105 000 35 000 3.6 Mesin Perontok 6 666 666 1 8 6 666 666 833 333 87 Padi Total 7 182 666 959 866 100
Sprayer Cangkul Sabit Mesin Perontok Padi Total
Petani Padi yang Tidak Menggunakan Benih Mapan 341 000 1 5 341 000 68 200 35 000 2 3 70 000 23 333 35 000 2 3 70 000 23 333 6 666 666
1
8
7.2 2.5 2.5
6 666 666
833 333
88
7 147 666
948 200
100
Berdasarkan Tabel 21 biaya penyusutan peralatan dan mesin para petani yang tertinggi berada pada mesin perontok padi, baik itu petani yang menggunakan benih mapan dan yang tidak. Hal ini dikarenakan mesin perontok padi merupakan barang yang paling mahal dibandingkan peralatan lainnya dan juga umur teknisnya rata – rata hanya delapan tahun, sehingga persentase terbesar untuk biaya
53 penyusutan yang dikeluarkan para petani responden adalah pada mesin perontok padi yang mencapai lebih dari 85 persen dari total keseluruhan biaya penyusutan peralatan dan mesin yang dikeluarkan. Perbedaan yang terjadi antara petani dengan benih mapan dan tidak mapan hanya berada pada jumlah sabit yang dimiliki para petani, sehingga biaya penyusutan juga memiliki perbedaan antara kedua jenis petani. Perbedaan kepemilikan sabit ini dikarenakan jumlah lahan sawah padi yang dimiliki para petani dengan benih mapan memiliki jumlah rata – rata yang lebih besar yang memengaruhi para petani dalam kepemilikan sabit, karena alat ini sangat dibutuhkan para petani dalam usahatani padi. Alat ini digunakan untuk penyiangan rumput pada sawah dan pemotongan batang padi saat panen tiba. Tabel 22 Pendapatan para petani padi di Kota Metro pada musim tanam III Tahun 2015 Petani Padi dengan Petani Padi dengan Uraian Benih Mapan Benih Tidak Mapan Biaya Tunai Pupuk Urea 226 146 262 682 Pupuk ZA 153 561 62 243 Pupuk TSP 138 682 188 780 Pupuk KCL 199 404 146 195 Dolomit 45 585 65 851 Pupuk NPK 246 848 197 970 Pupuk Kandang 185 609 105 286 Pupuk Kompos 15 365 3 048 Tenaga Kerja Luar Keluarga 923 170 685 365 Sewa Peralatan 485 670 556 097 Benih 257 707 111 402 Pestisida 81 951 80 975 Irigasi 72 414 64 756 Total Biaya Tunai 3 032 119 2 530 657 Biaya yang Diperhitungkan Tenaga Kerja Dalam Keluarga 352 439 492 682 Sewa lahan 1 310 975 1 449 278 Penyusutan 221 830 108 490 Total Biaya yang Diperhitungkan 1 885 244 2 050 451 Total Biaya 4 917 364 4 581 108 Penerimaan 16 638 536 8 681 707 Keuntungan atas biaya tunai 13 606 417 6 151 050 Keuntungan atas biaya total (pendapatan) 11 721 172 4 100 598 R/C atas biaya tunai 4.487 2.430 R/C atas biaya total 2.383 0.895 Pada dasarnya biaya penyusutan antara petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan tidak berbeda, hal ini dapat dilihat pada Tabel 21 dimana tiga dari alat dan mesin yang dipakai para petani memiliki rata – rata jumlah yang sama dan biaya penyusutan yang sama. Hasil uji statistik juga menunjukan tidak ada perbedaan nyata biaya penyusutan antara kedua jenis petani, dimana nilai
54 sig (2-tailed) keduanya yaitu 0.99 pada selang kepercayaan 95 persen, hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan nyata biaya penyusutan yang dikeluarkan oleh para petani responden. Secara keseluruhan, pendapatan rata – rata usahatani padi para petani responden dapat dilihat pada Tabel 22. Pendapatan ini merupakan rata – rata keuntungan bersih yang didapatkan para petani responden yaitu selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total para petani padi yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan pada musim tanam III Tahun 2015 dengan luas lahan hektar. Rata-rata biaya produksi, penerimaan dan keuntungan usahatani padi dalam sekali proses produksi atau satu kali musim tanam dengan rata-rata luas lahan petani padi yang menggunakan benih mapan sebesar 0.46 hektar dan petani padi yang tidak menggunakan benih mapan sebesar 0.38 hektar dapat dilihat pada Tabel 22. Rata-rata biaya produksi usahatani padi untuk petani yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan masing-masing adalah Rp4 828 339 dan Rp4 497 206. Biaya produksi tertinggi yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani padi ini adalah biaya sewa lahan yaitu sebesar Rp1 310 975 untuk petani padi yang menggunakan benih mapan dan Rp1 449 278 untuk petani responden yang tidak menggunakan benih mapan, sedangkan biaya terkecil pada usahatani padi di daerah penelitian terdapat pada pembelian pupuk kompos untuk seluruh petani responden yaitu hanya sebesar Rp15 365 untuk petani dengan benih mapan serta Rp3 048 untuk petani padi yang tidak menggunakan benih mapan. Pada Tabel 23 juga memperlihatkan persentase pengeluaran biaya terhadap biaya total para petani responden. Tabel 23 Persentase biaya terhadap biaya total para petani padi responden Kota Metro pada musim tanam III Tahun 2015 Keterangan Biaya Persentase Petani dengan Persentase Petani dengan Benih Mapan (%) Tidak benih Mapan (%) Pupuk 24.63 22.52 Tenaga Kerja 25.94 25.71 Peralatan 14.38 14.49 Benih 5.24 2.43 Irigasi 1.47 1.41 Pestisida 1.66 1.76 Sewa Lahan 26.66 31.63 Total 100 100 Tabel 23 menunjukan masing-masing persentase biaya terhadap biaya total yang dikeluarkan para petani padi di Kota Metro. Tabel tersebut dapat menjelaskan bahwa dari 100 persen biaya yang dikeluarkan para petani, biaya yang paling besar dikeluarkan para petani terdapat pada sewa lahan dan kemudian diikuti oleh upah tenaga kerja selanjutnya adalah pembelian pupuk-pupuk. Hasil turun lapang tersebut berbeda dengan pernyataan Panel Petani Nasional yang menuliskan bahwa pada usahatani padi memakan biaya tenaga kerja sebanyak 40 persen dimana upah tenaga kerja lebih besar dari biaya input yang lain. Pada faktanya Tabel 23 upah tenaga kerja baik petani dengan benih mapan ataupun petani tidak benih mapan hanya sebesar 25 persen dan tidak mencapai 40 persen. Hal tersebut dapat terjadi, karena berdasarkan hasil turun lapang hampir semua petani di Kota Metro memanfaatkan secara maksimal tenaga kerja dalam keluarga, sehingga biaya yang
55 dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga hanya sedikit. Para petani memaksimalkan tenaga kerja dalam keluarga dikarenakan lahan yang dimiliki para petani tidak besar yaitu 62 petani responden dari 82 responden masih memiliki luas lahan kurang dari 0.5 hektar atau dapat dikatakan masih banyak petani kecil pada daerah ini (Tabel 6), sehingga terbatasnya lahan cukup dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Selain itu, persentase terhadap biaya terbesar terdapat pada sewa lahan. Tidak hanya sewa lahan dan penggunaan tenaga kerja saja yang persentase terhadap biaya totalnya tinggi, terdapat biaya pupuk yang masuk dalam daftar selanjutnya sebagai faktor produksi yang banyak mengeluarkan biaya. Rata – rata persentase petani yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan untuk biaya pupuk adalah 24.63 dan 22.52 persen. Pengeluaran biaya pupuk yang cukup besar ini didukung oleh Tabel 15 yang memperlihatkan bahwa penggunaan pupuk dalam usahatani padi di Kota Metro cukup beragam dengan dosis mengikuti anjuran para penyuluh yang terdiri atas urea, ZA, NPK, KCL, TSP, dolomit, kandang, dan kompos. Beragamnya pupuk yang digunakan dan dosis yang rata – rata melebihi 50 kilogram menjadi faktor banyaknya biaya yang dikeluarkan para petani untuk pembelian pupuk. Tabel 23 juga memperlihatkan bahwa biaya peralatan menjadi salah satu biaya yang dikeluarkan petani mencapai lebih sepuluh persen. Hal ini dikarenakan pada fakta di lapang para responden petani di Kota Metro tidak memiliki mesin traktor untuk penggarapan lahan, sehingga para petani harus menyewa traktor dengan biaya yang cukup besar yaitu Rp500 000. Selain mesin traktor, juga terdapat penyusutan yang diperhitungkan para petani dalam biaya peralatan yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan biaya peralatan mencapai lebih dari 14 persen untuk para petani yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan. Rata-rata penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi padi dalam satu kali musim tanam adalah Rp16 638 536 untuk petani padi yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya dan Rp8 681 707 untuk petani responden yang tidak menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya. Perbedaan ini terjadi dikarenakan output gabah yang dihasilkan para petani padi yang menggunakan benih mapan lebih besar dibandingkan petani padi yang tidak menggunakan benih mapan, selain itu rata – rata harga gabah padi para petani yang menggunakan benih mapan juga lebih besar dibandingkan petani padi yang tidak menggunakan benih mapan. Rata-rata output petani dengan benih mapan mencapai 3 951 kilogram lebih besar dari 2 304 kilogram gabah petani padi yang tidak menggunakan benih mapan. Selanjutnya rata-rata harga gabah kering panen yang diperoleh petani padi untuk yang dengan benih mapan dan tidak menggunakan mapan masing – masing adalah Rp4 178 dan Rp3 788. Biaya yang paling sedikit dikeluarkan para petani adalah untuk benih dan pestisida. Hal ini dikarenakan pembelian benih hanya cukup satu kali dalam satu musim tanam, selain itu para petani yang tidak menggunakan benih mapan di Kota Metro juga membeli benih yang sudah di subsidi oleh pemerintah sehingga harganya lebih murah. Selain itu, para petani responden dalam pemeliharaan tanaman padinya jarang menggunakan pestisida seperti regent, antracol, dan maokol. Hal ini dikarenakan hama dan penyakit yang menyerang tanaman padi di daerah penelitian juga tidak banyak, kemudian daerha penelitian juga menerapkan pengendalian hama terpadu atau IPM yang menekan pada tanaman yang diusahakan sehingga petani hanya sedikit menggunakan pestisida.
56 Hasil penerimaan tersebut jika dikurangkan dengan biaya total dapat menghasilkan keuntungan atas biaya total sebesar Rp11 721 172 per musim tanam untuk petani yang menggunakan benih mapan dan Rp4 100 598 per musim tanam untuk petani yang tidak menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya. Pendapatan petani padi yang menggunakan benih mapan lebih besar dibandingkan petani yang tidak menggunakan benih mapan baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hal tersebut terjadi karena penerimaan petani padi dengan benih mapan jauh lebih besar dibandingkan petani yang tidak menggunakan benih mapan, walaupun biaya total yang dikeluarkan oleh petani padi dengan benih mapan lebih besar, tetapi hal tersebut sesuai dengan keuntungan petani yang jauh lebih besar dibandingkan petani yang tidak menggunakan benih mapan. Tingkat keuntungan antara kedua jenis petani dapat dilihat dari besarnya R/C rasio. R/C atas biaya tunai petani dengan benih mapan sebesar 4.48 dan petani yang tidak menggunakan benih mapan sebesar 2.43, dimana nilai R/C rasio keduanya lebih besar dari satu. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh oleh seluruh petani responden lebih besar daripada tiap unit biaya tunai yang telah dikeluarkan. Akan tetapi R/C rasio atas biaya total petani padi yang tidak menggunakan benih mapan kurang dari satu yaitu hanya sebesar 0.89 berbeda dengan R/C rasio petani yang menggunakan benih mapan yaitu sebesar 2.38 yang lebih besar dari satu, yang menunjukan bahwa usahatani padi yang dijalankan oleh petani dengan benih mapan adalah menguntungkan. Para petani yang tidak menggunakan benih mapan dalam usahataninya tetap melaukan usahatani padi walaupun tidak menguntungkan karena lima puluh persen petani yang tidak menggunakan benih mapan melakukan usahatani padi secara subsisten bukan konvensional, jadi hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh para petani padi yang tidak menggunakan benih mapan. Selanjutnya R/C rasio petani dengan benih mapan lebih besar dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakan benih mapan dalam usahatani padi di Kota Metro baik R/C rasio atas biaya tunai maupun R/C rasio atas biaya total, hal ini berarti usahatani padi dengan benih mapan lebih efisien dibandingkan dengan yang dijalankan oleh petani padi yang tidak menggunakan benih mapan. Hal ini ditegaskan juga dalam uji statistika dimana terdapat perbedaan nyata pendapatan yang didapatkan oleh para petani yang menggunakan benih mapan dan tidak menggunakan benih mapan. Hasil nilai sig (2-tailed) menunjukan nilai 0.044 yang lebih kecil dari taraf nyata 0.05. Hal ini berrti terdapat perbedaan pendapatan antara petani padi Metro yang menggunakan dan tidak menggunakan benih mapan, sehingga terbukti bahwa petani padi yang menggunakan benih mapan dalam usahataninya memiliki pendapatan yang lebih besar dari petani yang tidak menggunakan benih mapan. Berdasarkan hasil penghitungan secara usahatani padi tersebut, maka dapat diketahui bahwa dengan pemakaian benih mapan pada usahatani padi dapat meningkatkan pendapatan para petani.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penggunaan benih mapan oleh para petani padi Kota Metro terbukti berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi pada taraf nyata lima persen. Hal tersebut berdasarkan hasil penghitungan model fungsi Cobb-Douglas secara regresi
57 yang menunjukan bahwa dummy benih mapan dapat memengaruhi produktivitas padi dengan hasil t-hitung lebih besar dari hasil t-tabel yaitu sebesar 2.78. Dummy benih mapan juga memiliki koefisien positif terhadap peningkatan produktivitas padi yaitu sebesar 0.25, yang berarti setiap penambahan satu-satuan input benih mapan maka akan meningkatkan produksi padi sebesar 0.25 kilogram per hektar. Variabel lain yang berpengaruh terhadap produktivitas padi adalah pupuk kimiawi, pupuk alami, dan dolomit. Pupuk kimiawi berdasarkan uji regresi berpengaruh nyata terhadap produktivitas padi Kota Metro, dengan nilai p-value sebesar 0.052 pada selang kepercayaan 90 persen. Pupuk kimiawi yang memberikan hasil positif dan memengaruhi produktivitas ini, sesuai dengan hasil observasi di lapang, dikarenakan pupuk kimiawi juga penting untuk tanaman padi dan proses penyerapan unsur-unsur pada pupuk kimiawi lebih cepat daripada pupuk organik. Pada hasil regresi pupuk organik yaitu kandang dan kompos, melihatkan hasil bahwa pupuk organik bernilai positif dan berpengaruh nyata pada produktivitas padi. Nilai p-value yang diperoleh adalah sebesar 0.001. Berdasarkan hasil turun lapang, pupuk organik baik untuk tanaman dan mendukung penggunaan pupuk kimiawi yang mana pupuk ini untuk menambah unsur-unsur mikro yang sesuai dengan tanaman padi. Selanjutnya pada variabel dolomit hasil regresi menunjukan nilai p-value mencapai 0.19 lebih kecil dari taraf nyata 0.2, dengan nilai t-hitung mencapai 2.78 lebih besar dari t-tabel. Hasil ini sesuai dengan fakta dilapang dimana, tanah Kota Metro berjenis podzolik merah kuning yang mudah mengalami pencucian mineral sehingga cepat mengalami penurunan pH menjadi asam dan dolomit berfungsi memperbaiki pH tanah. Selanjutnya, benih mapan memengaruhi struktur biaya usahatani padi. Berdasarkan hasil analisis usahatani petani padi yang menggunakan benih mapan dan yang tidak menggunakan benih mapan menunjukan hasil bahwa ada perbedaan total biaya, penerimaan, dan juga pendapatan. Total biaya petani padi dengan benih mapan lebih besar dari petani yang tidak menggunakan benih mapan, walaupun demikian output gabah yang dihasilkan petani dengan benih mapan lebih besar dari petani yang tidak menggunakan benih mapan yaitu sebesar 3951.21 kilogram/hektar. Output yang dihasilkan antara petani dengan benih mapan dan tidak benih mapan memiliki selisih mencapai 1647.56 kilogram/hektar, sehingga penerimaan petani padi yang menggunakan benih mapan mencapai Rp16 638 536, sedangkan petani yang tidak menggunakan benih mapan hanya mendapatkan penerimaan sebesar 8 681 707. Serta hasil R/C atas biaya total petani padi yang menggunakan benih mapan adalah sebesar 2.383 yang berarti usahatani padi petani dengan benih mapan adalah menguntungkan. Berbeda dengan petani padi yang tidak menggunakan benih mapan, R/C atas biaya total hanya sebesar 0.895, dimana usaha ini tidak menguntungkan para petani. Hal ini sesuai dengan kondisi dilapang saat peneliti melakukan wawancara, yang mana para petani padi yang tidak menggunakan benih mapan antara pengeluaran dan penerimaan adalah sama. Selain itu, kebanyakan dari petani padi yang tidak menggunakan benih mapan hanya subsisten sehingga, para petani yang tidak menggunakan benih mapan tidak mempermasalahkan apakah usahatani tersebut menguntungkan atau merugikan. Berdasrkan hasil analisis usahatani membuktikan bahwa adanya penggunaan benih mapan di Kota Metro dapat meningkatkan penerimaan petani padi, dimana penerimaan petani dengan benih mapan lebih besar apabila dibandingkan dengan penerimaan petani yang tidak menggunakan benih mapan. Perbedaan tingkat penerimaan maka akan berpengaruh terhadap pendapatan petani, terbukti dalam
58 penelitian ini petani dengan benih mapan lebih besar dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakan benih mapan baik pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total.
Saran Berdasarkan hasil analisis penggunaan input produksi yang menunjukan bahwa penggunaan input produksi belum optimal maka disarankan agar meningkatkan penggunaan input produksi terutama pada penggunaan tenaga kerja dan benih. Para petani padi harus mengikuti aturan atau anjuran yang telah diberikan oleh para penyuluh atau BP3K, terutama dalam penggunaan benih yang mana hasil penelitian ini penggunaan benih berlebih tidak akan berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Penggunaan benih mapan per hektar maksimal adalah 20 kilogram per hektar dan benih selain mapan maksimal adalah 25 kilogram per hektar. Para petani padi dapat beralih menggunakan benih mapan dalam usahatani padinya. Hal ini dilakukan selain untuk meningkatkan produktivitas dan penerimaan tetapi juga untuk rotasi tanaman agar tidak mudah terserang oleh hama dan penyakit tanaman. Selain itu, para petani yang menggunakan benih hibrida harus memberikan dosis pupuk yang sesuai dengan rekomendasi yang telah diberikan oleh kementrian pertanian maupun para penyuluh, misalnya saja dosis pada penggunaan benih dan dolomit. Selanjutnya untuk para peneliti yang berikutnya dapat melakukan penelitian benih unggul lainnya guna membandingkan hasil antar benih unggul yang efeknya dapat menjadi rekomendasi terbaik penggunaan benih padi dalam usahatani padi.
59
DAFTAR PUSTAKA Amang B, Sawit M.H. 2001. Kebijakan Beras dan Pangan Nasional: Pelajaran dari Orde Baru dan Orde Reformasi. Bogor : IPB Press. Anggreini, Verra. 2005. Analisis Usahatani Padi Pestisida dan Non Pestisida di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah irigasi. Petunjuk Teknis Lapang. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Badan Litbang Pertanian. 2007. Dukungan Litbangtan untuk peningkatan produksi beras nasional (P2BN). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2015. Penyediaan dan Penyebarluasan Benih Varietas. Jakarta: Kementrian Pertanian. [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2015. Data Sosial Ekonomi 2015. Jakarta: BPS Indonesia. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2015. Lampung dalam Angka 2015. Lampung: BPS. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. 2004. Pedoman Umum Kegiatan Percontohan Peningkatan Produktivitas Padi Terpadu 2004. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Deptan. 2007. Deskripsi Varietas Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Deskripsi Varietas Padi Sawah. Bogor: BPPP Press. Basuki, T. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat) [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Damayanti, F. 2007. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi sawah (Studi Kasus di Desa Purwodadi Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah) [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Dewi ARR. 2002. Pengaruh Irigasi Desa terhadap Usahatani, Kesempatan Kerja dan Distribusi Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Desa Padabeunghar, Kecamatan Jampang Tengah, Sukabumi Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Disti, Citra. 2006. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Program PengelolaanTanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Subang [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Firdaus, Harmini, Farid. 2011. Aplikasi Metode Kuantitatif untuk Manajemen dan Bisnis. Bogor: IPB-Press. Gultom, L. 2011. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Sehat (Studi Kasus : Gapoktan Silih Asih Di Desa Ciburuy Kecamatan Cigombong Kabutapen Bogor Profinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Harmini. 2009. Modul Matakuliah Metode Kuantitatif Bisnis I. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
60 Hartanto W, Hatmadji S.H, Kusdiatmono W. 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025. Jakarta: Bappenas. Hernanto. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: penebar Swadaya. Hessie, R. 2009. Analisis Produksi dan Konsumsi Beras Dalam Negeri Serta Implikasinya Terhadap Swaswmbada Beras Di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Juanda B. 2009. Ekonometrika : Permodelan dan Pendugaan. Bogor: IPB-Press. Komarudin dan Unang G. Kartasasmita. 2003. Keragaan Ekonomi Budidaya Padi Hibrida. Berita Puslitbangtan nomor 26 Agustus 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Kurniasih, Ai. 2006. Optimalisasi Pendapatan Usahatani Kasus: di Desa Tegallega Kecamatan Warung Kondang Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Bogor: Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lin, Justin Yifu. 1991. Education and Innovation Adoption in Agriculture: Evidence from Hybrid Rice in China. Am. J. Agric. Econ. 73(3), 713-723. Lipsey, RG, Steiner PO, Purvis DD. 1995. Pengantar Ekonomi Jilid I. Jakarta: Binarupa Aksara. Machmud, Mas’ud. 1990. Analisis Pengembangan Supra Insus di Sulawesi Selatan Dalam Rangka Pemantapan Swasembada Beras Nasional. Tesis. Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Matuschke, Ira dan Matin Qaim. 2006. Adoption and Impact of Hybrid Wheat Ni India. Contributed paper prepared for presentation at the International Association of Agricultural Economists Conference, Gold Coast, Australia, August 12-18, 2006. Mosher, A.T. 1978. Menggerak dan Membangun Pertanian. Bahri S, penerjemah; Jakarta: CV. Yasaguna. Nicholson. 1995. Teori Mikroekonomi. Jakarta: Bina Aksara. Poetriyani A. 2011. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik dengan Anorganik (Studi Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Puspitasari A. 2009. Pengaruh Kemitraan terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Kakao [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rachmiyanti. 2009. Analisis Perbandingan Usahatani Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) dengan Padi Konvensional di Desa Bobojong, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Rahim A. Diah R. 2007. Ekonomi Pertanian (Pengantar, Teori dan Kasus). Jakarta: Penebar Swadaya. Rohela. 2008. Dampak Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Terhadap Pendapatan Petani. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Satoto, Murdani Diredja, dan Indrastuti A. R. 2003. Hipa-3 Dan Hipa-4: Dua Varietas Unggul Baru Padi Hibrida. Berita Puslitbangtan Nomor 31 Agustus 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Sawit, M.H. 2001. Kebijakan Harga Beras: Periode Orba dan Reformasi. Jakarta: LPEM-UI Press.
61 Sembiring H, 2008. Kebijakan penelitian dan rangkuman hasil penelitian BB Padi dalam mendukung peningkatan produksi beras nasional. [Prosiding seminar apresiasi hasil penelitian padi menunjang P2BN]. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Sobir. 2009. Sukses Bertanam Pepaya Unggul Kualitas Supermarket. Jakarta: PT Agromedia Pustaka. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani. Jakarta: UI-Press. Soekartawi. 1990. Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sukirno S. 2002. Pengantar Teori Mikroekonomi Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sumarna R. 2012. Pengaruh Kemitraan terhadap Penerapan Teknologi dan Pendapatan Petani Padi Sehat di Kecamatan Kebon Pedes , Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani Edisi ke 3. Jakarta: Penebar Swadaya. Tjiptoherijanto P. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. Jakarta: Bappenas Indonesia. Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wesley D Seitz, Gerald C Nelson, Harold G Halcrow. 1994. Economics of Resourse, Agriculture, and Food Singapore.
14 354 1 261 4 233 577 246
66 182 6 752 22 555 2908 600
46.11 53.54 53.28 5039
15 504 15 289 1 685 4 853 584 479
45.93 53.38 54.42 50.61
10 703 1 617 4 592 543 943
49 155 8 631 24 988 2752 869
Luas Panen (ha) 24 590 41 551 80 596 95 383 123 740 31 624 32 314 39 620 28 328 22 078 27 324
2012
Luas Luas Produksi Produktivitas Produksi Produktivitas Panen Panen (ton) (Ku/Ha) (ton) (Ku/Ha) (ha) (ha) 35 957 165 342 45.98 38 773 177 810 45.86 38 025 201 067 52.88 40 114 212 317 52.93 74 997 395 437 52.73 76 108 399 900 52.54 84 591 443 552 52.43 94 417 492 315 52.14 124 386 654 546 52.62 125 370 660 443 52.68 28 565 131 155 45.91 30 179 139 319 46.16 31 911 145 472 45.59 30 150 137 161 45.49 40 506 186 728 46.10 40 620 185 674 45.71 27 700 146 317 52.82 28 864 150 526 52.15 21 441 113 284 52.84 21 453 113 342 52.83 18 952 87 195 46.01 31 350 144 304 46.03
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung 2015
Lampung Barat Tanggamus Lampung Selatan Lampung Timur Lampung Tengah Lampung Utara Way Kanan Tulang Bawang Pesawaran Pringsewu Mesuji Tulang Bawang Barat Pesisir Barat Bandar Lampung Metro Lampung
Kabupaten/Kota
2011
73 473 72 506 9 220 27 027 3042 419
116 607 226 628 441 113 509 949 673 564 150 339 151 674 186 781 153 472 120 275 129 791
47.39 47.42 54.72 55.69 52.05
47.42 54.54 54.73 53.46 54.43 47.54 46.94 47.14 54.18 54.48 47.50
Produksi Produktivitas (ton) (Ku/Ha)
2013
Lampiran 1 Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman padi di Lampung tahun 2011 - 2013
62
63 Lampiran 2 Output uji multikolinearitas pada model regresi
Model 1
Unstandardized Coefficients B
Std. Error
7.141
1.099
Ln_X1
.082
Ln_X2
Collinearity Statistics Tolerance
VIF
.081
.453
2.210
.156
.307
.272
3.672
Ln_X3
.109
.055
.382
2.616
Ln_X4
.013
.004
.750
1.334
Ln_X5
.005
.004
.718
1.392
Dummy Benih Mapan
.250
.090
.269
3.712
(Constant)
a. Dependent Variable: Ln_Y
Grafik P-Plot untuk uji normalitas
Grafik scatterplot untuk uji heteroskedastisitas
Lampiran 3 Grafik p-plot dan grafik scatterplot
64
-.093 .967 .307
Negative
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
a. Test distribution is Normal
.107
Positive
Differences
113.224 .107
Std. Deviation
Parametersa
249.610
82
Most Extreme Absolute
Mean
Normal
N
Kerja
Tenaga
.002
1.890
-.174
.209
.209
7.252
9.82
82
Benih
.013
1.590
-.119
.176
.176
272.323
405.80
82
Kimiawi
Pupuk
.001
1.953
-.188
.216
.216
349.616
309.30
82
Organik
Pupuk
.000
2.960
-.308
.327
.327
158.733
79.60
82
Dolomit
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Lampiran 4 Uji normalitas Kolmogorov and Smirnov
.000
3.078
-.340
.340
.340
.503
.50
82
Unggul
Dummy Benih
.235
1.035
-.087
.114
.114
1934.325
7125.771
82
Produktivitas
65
66 Lampiran 5 Output produktivitas Cobb Douglas petani Kota Metro, Lampung Model Summaryb R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Durbin-Watson
.720a
.518
.480
.21053
2.131
Model 1
a. Predictors: (Constant), Dummy Benih Mapan, Ln_X5, Ln_X2, Ln_X1, Ln_X4, Ln_X3 b. Dependent Variable: Ln_Y
ANOVAb Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
3.575
6
.596
13.444
.000a
Residual
3.324
75
.044
Total
6.899
81
Model 1
a. Predictors: (Constant), Ln_X5, Ln_X2, Ln_X1, Ln_X4, Ln_X3 b. Dependent Variable: Ln_Y
.078 .256 .311 .125 .430
0.156 0.307 0.109 0.055 0.013 0.004 0.005 0.004 0.250 0.090
Ln_X2 Ln_X3 Ln_X4 Ln_X5
a. Dependent Variable: Ln_Y
Dummy Benih Mapan
2.788
1.322
3.356
1.973
0.507
1.013
.121
0.082 0.081
Ln_X1
0.007
0.190
0.001
0.052
0.614
0.315
0.000
Beta 6.497
1 (Constant)
B
Sig.
Standardized Coefficients t
Unstandardized Coefficients Std. Error 7.141 1.099
Model
Coefficientsa
.613
.888
.253
.946
.298
Tolerance
1.633
1.126
3.951
1.057
3.357
VIF
Collinearity Statistics
67
68
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 03 Desember 1994 dari ayah Saidin dan ibu Mirnah. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Metro dan pada tahun yang sama penulis lulus selesksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi anggota Departemen Pengembangan Usaha Desa pada organisasi Bina Desa BEM KM Institut Pertanian Bogor tahun 2013. Kemudian pada tahun 2014, penulis menjadi ketua Departemen Pengembangan Usaha Desa pada organisasi Bina Desa BEM KM Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif mengikuti berbagai acara kepanitiaan. Tahun 2014 penulis juga menjadi panitia anggota acara Masa Perkenalan Departemen Agribisnis, selanjutnya diikuti dengan kepanitiaan Agribisnis Festival IPB sebagai anggota publikasi, desain, dan dokumentasi, serta menjadi panitia acara IPB Business Festival. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain ialah Juara II Euforia Business Plan Tingkat IPB tahun 2013 dan sebagai pemimpin terbaik dalam organisasi Bina Desa BEM KM IPB tahun 2015.