ANALISIS PENDAPATAN PETANI TANAMAN KARET KLON PB 260 DENGAN PETANI TANAMAN KARET LOKAL Oleh: Yusri Muhammad Yusuf*) dan Zulkifli**) Abstrak Analisis usaha dalam kegiatan usaha diperlukan untuk kepentingan pengelolaan yang menyangkut dana dan hasil yang diperoleh. Melalui analisis usahatani dapat dilihat kelayakan usaha. Di Nagari Muaro Bodi usahatani tanaman karet lokal seluas 599 Ha, sedangkan usahatani tanaman karet PB 260 seluas 132 Ha. Petani karet lebih banyak berusahatani tanaman karet lokal karena input atau biaya sarana produksi, biaya alat serta biaya tenaga kerja lebih kecil dibandingkan dengan input atau biaya usahatani tanaman karet PB 260. Metode pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan data sekunder diperoleh dengan metode pencatatan. Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui analisis perbedaan rata-rata pendapatan antara petani sampel tanaman karet PB 260 dengan petani sampel tanaman karet lokal yaitu Yi = (Xi . Hxi) – Bt, analisis untuk mengetahui suatu usaha layak atau tidak digunakan analisis Output Input Ratio (O/I ratio), untuk menganalisis pertambahan output dari setiap pertambahan input dalam usahatani tanaman karet digunakan analisis Benefit Cost Ratio (B/C ratio). Hasil analisis rata-rata pendapatan petani tanaman karet PB 260 Rp. 34.598.672,4 dan petani karet lokal Rp. 19.632.767,6 per hektar per tahun. Output input ratio usahatani tanaman karet PB 260 sebesar 7,2 sedangkan usahatani tanaman karet lokal 9,5 benefit cost ratio 5,6. Kata kunci : Tanaman karet, klon PB 260, karet lokal PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tahun 2008 luas perkebunan karet rakyat di Kabupaten Sijunjung mencapai 37, 376 ha (Anonim, 2008). Ini merupakan potensi areal lahan perkebunan karet yang cukup besar di Kkabupaten Sijunjung, meskipun pengelolaannya masih ________________________________ *) Dosen STPP Medan **) Alumni STPP Medan Tahun 2010
91
dilakukan oleh rakyat yang belum sepenuhnya menerapkan teknik dan manajemen usaha yang efisien. Nagari Muaro Bodi memiliki potensi cukup besar dalam pengembangan bidang pertanian terutama sub sektor perkebunan karet yang luasnya mencapai 1036 ha. Sebagian besar perkebunan tanaman karet menggunakan bibit lokal atau sapuan seluas 599 ha yang produktivitasnya masih rendah yaitu hanya sekitar 549 kg per hektar per tahun di samping kualitas hasil olahan karet juga tergolong rendah tetapi inputnya lebih kecil atau non biaya. Petani di Nagari Muaro Bodi mengetahui tanaman karet klon PB 260 yang telah terbukti merupakan klon unggul tetapi hanya sebagian kecil yang membudidayakannya seluas 132 ha. Hal ini disebabkan tingginya input seperti biaya sarana produksi serta biaya tenaga kerja untuk pemeliharaan dan menderes. B. Rumusan Permasalahan Produksi tanaman karet PB 260 lebih tinggi dibandingkan produksi tanaman karet lokal, akan tetapi dari segi pendapatan petani tanaman karet PB 260 belum tentu lebih tinggi dari pendapatan petani tanaman karet lokal begitu juga sebaliknya karena input yang harus dikeluarkan oleh petani tanaman karet PB 260 lebih tinggi dibandingkan dengan petani tanaman karet lokal. Petani belum tahu perbedaan pendapatan usahatani karet PB 260 dan karet lokal C. Tujuan 1. Untuk mengetahui seberapa besar perbedaan rata-rata pendapatan antara petani tanaman karet PB 260 dengan petani tanaman karet lokal. 2. Untuk melihat O/I ratio usahatani tanaman karet klon PB 260 dan usahatani tanaman karet lokal. 3. Untuk melihat B/C ratio atau perbandingan antara pertambahan output dan pertambahan input antara tanaman karet PB 260 dengan tanaman karet lokal. D. Manfaat Sebagai bahan informasi dalam membimbing dan membina lebih lanjut petani karet dengan mengembangkan klon PB 260.
92
METODA PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan pengkajian dimulai dari bulan Januari sampai dengan Juni 2010 di Nagari Muaro Bodi Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung Provinsi Sumatera Barat. B. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan adalah alat-alat tulis berupa kertas, pensil/pulpen, rol penggaris, kertas koran, penjepit kertas, tip ex, calculator dan kuisioner. C. Metode Analisis Adapun langkah kerja untuk menganalisis pengkajian perbedaan pendapatan petani antara lain: 1) pengumpulan data, 2) klarifikasi data, 3) mengolah data dan 4) menganalisis data. Analisis kwantitatif digunakan untuk analisis ekonomi mencakup rata-rata pendapatan petani, O/I ratio dan B/C ratio selama satu tahun pada tanaman karet PB 260 dan tanaman karet lokal yang berumur rata-rata 14 tahun a. Penerimaan adalah nilai produk yang dihasilkan dari suatu usaha secara umum semakin besar produksi yang dihasilkan akan semakin besar pula penerimaan, sebaliknya produksi yang rendah akan memberikan penerimaan yang rendah pula. Tingginya penerimaan tidak menjamin tingginya pendapatan (Teken dan Asnawi 1997). Menurut Umar (2003), jumlah penerimaan yang diterima dari suatu proses produksi dapat ditentukan dengan mengalikan jumlah hasil dengan harga jual. Besar kecil penerimaan dipengaruhi oleh antara modal, peralatan, tenaga kerja serta perbandingan antara sumber daya yang dipakai dengan produksi yang dihasilkan. b. Pendapatan Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih penerimaan dengan biaya. Pada dasarnya pendapatan seseorang tergantung apada waktu dan tingkat upah perjam kerja yang diterima. Selain itu tingkat pendapatan yang diterima juga dipengaruhi oleh pendidikan dan sumber non tenaga kerja yang dikuasai seperti modal, tanah dan teknologi. Pendapatan dari usahatani adalah penerimaan dikurangi semua biaya yang 93
dibayarkan tunai dalam proses produksi. Menurut Umar (2003)pendapatan uashatani adalah selisih antara semua penerimaan dengan semua biaya, selanjutnya dikatakan dalam menentukan pendapatan usahatani ada beberapa ukuran dalam menentukannya. Hadisaputro (1973), secara sistematis dapat dirumuskan: Yi = (Xi . Hxi) –Bt Dimana : Yi = pendapatan (Rp/ha) Xi = Jumlah produksi lumps bak (kg/ha/tahun) Hxi = harga jual Bt = input (Rp/ha/tahun) c. Output Input ratio (O/I ratio) Menurut Soekartawi (1995), O/I ratio merupakan perbandingan antara rata-rata output dengan rata-rata input dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: O/I ratio
=
output input
Kriterianya apabila O/I ratio > 1 maka usahatani tersebut mendapat keuntungan sedangkan jika O/I < 1 maka uasahatani mengalami kerugian dan jika O/I ratio = 1 maka usahatani pulang modal. d. Benefit Cost ratio (B/C ratio) Menurut Soekartawi (1995), B/C ratio
=
pertambahan output pertambahan input
Sesuai ketentuan apabila B/C ratio > 1 maka teknologi usahatani yang mau dikembangkan layak untuk diusahakan karena setiap penambahan input satu rupiah mamberi tambahan output lebih dari satu rupiah. Jika B/C ratio < dari 1 maka teknologi usahatani tersebut tidak layak untuk dikembangkan, kerena dengan penambahan input satu rupiah, penambahan output lebih kecil dari satu rupiah atau apabila B/C ratio sama dengan 1 maka teknologi tersebut sia-sia untuk dikembangkan. D. Pelaksanaan Pelaksanaan dilakukan dengan : 1. Identifikasi potensi wilayah
94
Pengambilan data untuk identifikasi wilayah menggunakan Pengkajian Perdesaan Wilayah Secara Singkat (PPWS) yang dimodifikasi dengan cara: a) mengumpulkan data sekunder yang telah tersedia di kantor BPP Muaro Bodi, Kantor Wali Nagari dan kantor camat IV Nagari sehingga didapat data potensi wilayah antara lain agroklimat wilayah, batas-batas wilayah, kependudukan, kelembagaan, tata guna lahan, jenis usaha masyarakat, fasilitas kependudukan, fasilitas sarana dan prasarana, programprogram pembangunan, teknologi trend komoditi yang diusahakan, trend harga komoditi dan sebagainya; b) wawancara semi terstruktur yang bersikap percakapan denga kepala BPP, PPL, kepala Nagari, tokoh masyarakat dan petani tanaman karet dengan menggunakan kuisioner ataupun pencatatan dan c) observasi langsung kepada petani tanaman karet lokal dan petani tanaman karet PB 260. 2. Metode pengambilan sampel Untuk mendapatkan sampel digunakan teknik juggeming sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan penilaian terhadap karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Menurut Soeharto (1989) populasi yang lebih dari 100 orang yang tingkat homogenitasnya tinggi dapat digunakan sampel sebesar 15%. Diketahui populasi petani tanaman karet PB 260 sebanyak 110 orang dan populasi petani tanaman karet lokal sebanyak 227 orang di Nagari Muaro Bodi. Jadi sampel petani tanaman karet PB 260 diambil 15% dari 110 orang sehingga jumlah sampel keseluruhan 17 orang sedangkan sampel petani tanaman karet lokal diambil 15% dari 227 sehingga jumlah sampel petani tanaman karet lokal adalah 34 orang. 3. Metode pengumpulan data Pengumpulan data sekunder diperoleh dari instansi pemerintah yang terkait seperti kantor camat, kantor BPP, kantor wali nagari dan literatur yang relevan. Pengumpulan data primer dengan melibatkan petani sampel tanaman karet PB 260 dan petani sampel tanaman karet lokal sehingga data yang diperoleh betul-betul akurat dari hasil penyebaran kuisioner, wawancara langsung dan observasi ke lapangan.
95
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Sampel Karakteristik petani sampel usahatani tanaman karet PB 260 dan usahatani tanaman karet lokal di Nagari Muaro Bodi tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Petani Sampel Usahatani Tanaman Karet PB 260 dan Usahatani Tanaman Karet Lokal di Nagari Muaro Bodi Tahun 2010 No 1 2 3 4
Uraian
Usaha Tanaman Karet PB 260 Rata-rata Range 45,41 35-56 1,05 0,5-2 SLTP SD-DIII 3,59 2-6
Umur (th) Luas Lahan (Ha) Pendidikan Jumlah Tanggungan (org) 5 Pengalaman Bertani 15,80 (tahun) Sumber: Data diolah Tahun 2010
5-24
Usaha Tanaman Karet Lokal Rata-rata Range 46,85 35-58 0,9 0,5-1,75 SD SD-SLTA 3,85 2-7 16,95
8-24
Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa umur petani sampel tanaman karet PB 260 berkisar 35-56 tahun dengan rata-rata 45,41 tahun, sedangkan umur petani sampel tanaman karet lokal 38-59 tahun dengan rata-rata 46,85 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel berada pada usia produktif. Luas lahan petani sampel tanaman karet PB 260 berkisar antara 0,5-2 ha dengan ratar-rata 1,05 ha, sedangkan luas lahan petani sampel tanaman karet lokal berkisar antara 0,51,75 ha dengan rata-rata 0,95 ha. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel memiliki lahan yang tidak terlalu luas untuk lahan usahataninya. Tingkat pendidikan petani sampel tanaman karet berkisar antara SD – DIII dengan rata-rata SLTP, sedangkan petani sampel tanaman karet lokal berkisar antara SD – SLTA dengan rata-rata SD. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani telah lulus sekolah dasar dan sekolah lanjutan tingkat pertama sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan petani sampel relatif masih rendah, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi pola pikir petani dalam mengusahakan usahataninya. Menurut Mosher (1981) pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pengetahuan tentang teknologi pertanian yang baru karena pendidikan merupakan sarana 96
belajar di mana selanjutnya diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju praktek pertanian yang modern. Jumlah tanggungan keluarga petani sampel tanaman karet PB 260 berkisar antara 2-6 orang dengan rata-rata sebesar 3,59 orang sedangkan jumlah tanggungan petani sampel tanaman karet lokal berkisar antara 2-7 orang dengan rata-rata 3,85 orang. Hal ini menunjukkan jumlah tanggungan keluarga petani sampel tidak terlalu banyak, ini akan berpengaruh terhadap pola produksi dan konsumsi petani serta mengakibatkan perbedaan produksi dan pendapatan. Pengalaman bertani petani sampel tanaman karet PB 260 berkisar antara 5-24 tahun dengan rata-rata 15,18 tahun, petani sampel tanaman karet lokal berkisar 8-24 tahun dengan rata-rata 16,29 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel telah menggeluti usahatani tanaman karet cukup lama, yang berarti bahwa petani sampel telah mahir berusahatani tanaman karet. Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani juga akan mendukung keberhasilan dalam berusahatani. B. Aspek Ekonomi Usahatani Tanaman Karet PB 260 dan Usahatani Tanaman Karet Lokal Dalam menjalankan usahataninya petani sampel tanaman karet PB 260 dan petani sampel tanaman karet lokal harus mengeluarkan sejumlah rata-rata biaya produksi (input) agar dapat diperoleh hasil dari usahatani tersebut. Rata-rata biaya variabel petani sampel tanaman karet PB 260 sebesar Rp. 3.897.311,9 (73,87%), rata-rata biaya tetap sebesar Rp. 1227,1523 (22,13%) dari rata-rata total biaya (input) produksi sebesar RP. 5.544.024,2 sedangkan rata-rata biaya variabel petani sampel tanaman karet lokal sebesar Rp. 1.696.612,4 (73,28%), rata-rata biaya tetap (fixed cost) sebesar Rp. 618.527 (26,72%) dari rata-rata total biaya (input) produksi tanaman karet lokal sebesar Rp. 2.315.139,4 (tabel 2).
97
Tabel 2. Rata-rata Biaya Produksi (input) Perhektar Usahatani Tanaman Karet PB 260 dan Tanaman Karet Lokal pada Umur 14 Tahun di Nagari Muaro Bodi Tahun 2010 No 1
Biaya Produksi Biaya Variabel a. Sarana Produksi 1) Pupuk 2) Herbisida 3) Mangkok Tempurung b. Biaya Tenaga Kerja Sub Total
Biaya Tetap a. Biaya Penyusutan Peralatan b. PBB c. Bunga Modal (16%) Sub Total Total Biaya Produksi (Input)
Usahatani Tanaman Karet PB 260
Usahatani Tanaman Karet Lokal
728.255,7 79.775,3 66.598,3 3.022.682,6 3.897.311,9
0 0 56.767,4 1.639.845 1.696.612,4
402.846,5
230.089,1
16.731,5 807.592,3 1.227.152,3 5.544.024,2
18.459,6 369.978,3 618.527 2.315.139,4
2.
Tabel 2, menunjukkan bahwa usahatani petani sampel tanaman karet PB 260 rata-rata biaya produksi (input) per hektar per tahun lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata biaya produksi (input) usahatani petani sampel tanaman karet lokal. Perbedaan ini disebabkan petani sampel tanaman karet lokal tida melakukan pemupukan dan penyiangan sehingga tidak mengeluarkan biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja pemupukan dan biaya tenaga kerja penyiangan. Petani sampel hanya membersihkan sebatas tempat jalan yang sering dilewati waktu menderes dan panen sehingga biaya yang dikeluarkan lebih rendah dibandingkan biaya tenaga kerja penyiangan pada tanaman karet PB 260. C. Penerimaan (Output) Usahatani Tanaman Karet Rata-rata penerimaan yang diperoleh petani sampel tanaman karet PB 260 dan petani sampel tanaman karet lokal pada umur tanaman 14 tahun dapat dilihat pada tabel 3. Pada tabel 3 dapat diketahui petani sampel tanaman karet PB 260 rata-rata produksi lumpsnya sebesar 4014,27 kg/ha/th dengan range 2220 – 8.880 kg/ha/th, rata-rata harga Rp. 10.000,-
98
dengan range Rp. 9.000 – Rp. 12.000/kg sedangkan rata-rata penerimaan (output) sebesar Rp. 40.142.696,6/ha/th dengan range Rp. 19.200.000,- – Rp. 86.400.000,-/ha/th. Tabel 3. Rata-rata Penerimaan (output) Usahatani Tanaman Karet PB 260 dan Usahatani Tanaman Karet Lokal pada Umur Tanaman 14 Tahun di Nagari Muaro Bodi Tahun 2010 No
Keterangan
1.
Penjualan Lateks Tanaman Karet PB 260 Penjualan Lateks Tanaman Karet Lokal
2.
Rata-rata Produksi Lumps Bak (kg/ha/thn) 4.014,27
Rata-rata Harga/Kg (Rp) 10.000,-
Rata-rata Penerimaan (Rp/ha/thn) 40.142.696,6,-
2.194,79
10.000,-
21.947.907,0,-
Usahatani petani sampel tanaman karet lokal rata-rata produksi lumps bak sebesar 2.194,79 kg/ha/th dengan range 1200 – 4200 kg/ha/th, rata-rata harga lump bak sebesar Rp. 10.000,- dengan range Rp. 9.000,- – Rp. 12.000,-/kg, sedangkan rata-rata penerimaan (output) sebesar Rp. 21.947.907,-/ha/th dengan range Rp. 10.200.000,- Rp. 42.000.000,-/ha/th. Hal di atas menunjukkan rata-rata penerimaan (output) per hektar per umur 14 tahun petani sampel tanaman karet PB 260 lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata penerimaan (output) petani sampel tanaman karet lokal. Rata-rata produksi tanaman karet lokal lebih rendah hanya 2.194,79 kg/ha pada tanaman karet umur 14 tahun dalam bentuk lumps bak dan diperkirakan kadar karet keringnya 717,77 kg/ha/th pada tanaman karet 14 tahun (estimasi 35%). Rendahnya rata-rata produktifitas dipengaruhi oleh suatu kombinasi dari banyak faktor antara lain bibit, jenis teknologi yang digunakan, ketersediaan modal, pemeliharaan masih sederhana dan tingkat pendidikan atau pengetahuan petani. Menurut Didit dan Agus (2005), klon-klon karet unggul yang dihasilkan sampai saat ini mampu mencapai potensi produksi dengan rata-rata produksi setelah umur 10 tahun produksi rata-ratanya adalah 1.600 – 1.800kg/ha/th .
99
D. Perbedaan Pendapatan Petani Karet PB 260 dengan Petani Tanaman Karet Lokal Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran (total input produksi) yang diukur dalam per hektar per tahun. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Soekartawi (1995) yang menyatakan bahwa pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya. Maka besar kecilnya pendapatan petani tanaman karet tergantung pada besarnya biaya yang dikeluarkan dan besarnya penerimaan yang dipenuhi. Rata-rata pendapatan, output input ratio dan benefit cost ratio petani tanaman karet PB 260 dan tanaman karet lokal di Nagari Muaro Bodi disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Rata-rata Pendapatan Petani Output Input Ratio dan Benefit Cost Ratio Petani Tanaman Karet PB 260 dan Petani Tanaman Karet Lokal di Nagari Muaro Bodi Tahun 2010 No
Uraian
1
Biaya (Input)/Ha/Thn
2
Hasil (Output)/Ha/Thn
3 4
Pendapatan (Rp)/Ha/Thn Output Input Ratio
5
B/C Ratio
Tanaman Karet Lokal 2.315.139,4
Tanaman Karet PB 260 5.554.024,2
21.947.917
40.142.696,6
19.632.767,6
34.598.672,4
9,5
7,2 5,6
Dari tabel 4 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan petani sampel tanaman karet PB 260 lebih tinggi yaitu sebesar Rp. 34.598.672,4 dibandingkan pendapatan petani karet lokal Rp. 19.632.767,6 per hektar per tahun output input ratio tanaman karet lokal 9,5 artinya setiap kita menanam modal satu rupiah akan menghasilkan 9,5 rupiah. Output input ratio tanaman karet PB 260 7,2 artinya setiap petani menanam modal satu rupiah menghasilkan 7,2 rupiah. Benefit cost ratio antara tanaman karet lokal dan PB 260 5,6 artinya setiap penambahan modal satu rupiah tambahan hasil 5,6 rupiah. Dengan demikian tanaman karet klon PB 260 cocok menggantikan tanaman karet lokal untuk diusahakan petani.
100
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengkajian pada usahatani tanaman karet lokal dan usahatani tanaman karet PB 260 di Nagari Muaro Bodi maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Rata-rata pendapatan petani sampel tanaman karet PB 260 sebesar Rp. 34.598.672,4,- per hektar per tahun, sedangkan rata-rata pendapatan petani sampel tanaman karet lokal sebesar Rp. 19.632.767,6,- per hektar per tahun. 2. Output input ratio (O/I ratio) tanaman karet klon PB 260 sebesar 7,2 dan output input ratio (O/I ratio) tanaman karet lokal 9,5. 3. Benefit cost ratio (B/C ratio) usahatani tanaman karet lokal dan tanaman karet PB 260 sebesar 5,6. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2008. Statistik Perkebunan Kabupaten Sijunjung. Dinas Perkebunan Kabupaten Sijunjung. _______, 2009. Prospek dan Pengembangan Kayu Karet. Pusat Penelitian Karet. Tanjung Morawa. Didit dan Agus, 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. PT. Agromedia Pustaka. Solo. Mosher, A.T, 1981. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Yasaguna, Jakarta. Soeharto, 1959. Metode Penelitian. Http://Digilib.Petra.Ac.Id/AdsCgi/Viewer.Pl/ Jivakpe/Pdf.Februari 20th. 2010. Soekartawi, 1995. Ilmu Usahatani. Indonesia University Press, Jakarta. Taken I.B dan S. Asnawi, 1997. Teori Ekonomi Mikro. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Bogor. Umar, H., 2003. Study Kelayakan Bisnis Edisi 2. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
101