ANALISIS PENDAPATAN DAN PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PENERAPAN INTERNAL CONTROL SYSTEM (ICS) PADA PERTANIAN PADI ORGANIK
NETRA MIRAWATI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tugas Akhir yang berjudul : Analisis Pendapatan dan Persepsi Anggota terhadap Penerapan Internal Control System (ICS) pada Pertanian Padi Organik merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan dari komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tugas akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Februari 2011
Netra Mirawati P054090125
ABSTRACT
NETRA MIRAWATI. Analysis of Revenue and Perception of Members of the Implementation of Internal Control System (ICS) in Organic Rice Farming. Supervised by ARIS MUNANDAR as Chairman, and SAPTA RAHARDJA as member. Assurance of organic products through organic certification system is much demanded by consumers. Internal Control System (ICS) is a consolidated management concerning the effort to certify organic products. Due to its collective mechanism, farmers are able to manage its agribusiness more profitably financially. The purpose of this study was (1) to analyze the differences in income levels of farmer groups who are certified organic and non-certified organic, (2) to get an overview of the implementation of ICS in farmers group Gapoktan Simpatik, and (3) to analyze the perceptions of group members towards the implementation of ICS either certified or non-certified organic. This research was on a case study at upperstream of Cideres and Cigunungjaga watershed in the district of Sukahening, Tasikmalaya, which is a member of Gapoktan Simpatik. The analysis was performed using the R/C ratio, homogeneity analysis of data by income level using the Kolmogorov-Smirnov, analysis of income differences between the two groups of independent farmers using the Mann-Whitney test, and biplot analysis for the analysis of perceptions of group members toward ICS implementation variables. The results showed that the R/C ratio for the certified group was 1.77, and for non-certified group 1.53. The average income level of certified group was Rp19,394,800/ha/ year, while the non-certified Rp12,728,940/ha/year. The results also showed that perception toward ICS implementation of certified group was better than the non-certified. Most of the certified group respondent approached the vector of all variables, which means that they were satisfied and familiar with all the variables, while the group of respondents who were non-certified did not approach the vector. The parameters that were widely varied by respondent group responses were the certified variable (X8) of purchase, handling, processing, and export, while the most uniform response variables of the respondents were variable (X6) of organizational and ICS personnel. While the groups that were not certified provided a variety of assessment on the variables (X3) of risk management and uniform assessment on (X9) external inspection and certification. Keywords: consolidated management farmers group, organic certification system, organic farming rice participatory guarantee system
RINGKASAN
Netra Mirawati. Analisis Pendapatan dan Persepsi Anggota terhadap Penerapan Internal Control System (ICS) pada Pertanian Padi Organik. Dibawah bimbingan : ARIS MUNANDAR sebagai ketua dan SAPTA RAHARDJA sebagai anggota. Tuntutan masyarakat akan makanan sehat, menyebabkan pengembangan pertanian organik di Indonesia semakin menarik banyak produsen, termasuk petanipetani kecil. Pertanian organik pada petani kecil banyak dikembangkan pada lahan persawahan untuk memproduksi padi organik, namun perkembangan yang semakin pesat ini tidak diimbangi dengan pemberian jaminan kepada konsumen, sehingga saat ini banyak sekali beredar produk yang mengklaim sebagai organik tanpa pembuktian dari lembaga sertifikasi organik. Beberapa alasan yang dikemukakan untuk tidak disertifikasi antara lain adalah biaya sertifikasi yang mahal dan harga yang tidak berbeda secara signifikan dengan produk yang tanpa sertifikasi. Saat ini, untuk mengatasi persoalan tersebut dikembangkan pola sertifikasi bagi petani-petani kecil dengan pola Internal Control System (ICS). ICS merupakan sistem penjaminan mutu yang terdokumentasi yang memperkenankan lembaga sertifikasi mendelegasikan inspeksi tahunan semua anggota kelompok secara individual kepada lembaga/unit dari operator yang disertifikasi. Lembaga sertifikasi akan melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan internal yang dilakukan kelompok, untuk memastikan sistem berjalan dengan baik dan efisien. Salah satu Gapoktan yang menerapkan ICS dan telah disertifikasi adalah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Simpatik di daerah hulu Sungai Cideres dan Sungai Cigunungjaga Kabupaten Tasikmalaya. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis perbedaan tingkat pendapatan anggota kelompok tani bersertifikat organik dan yang tidak bersertifikat organik, (2) Mendapat gambaran tentang penerapan ICS pada Gapoktan Simpatik dan (3) Menganalisis persepsi anggota terhadap penerapan ICS baik yang bersertifikat maupun yang belum bersertifikat organik. Penelitian ini merupakan studi kasus di 4 buah kelompok tani di Kecamatan Sukahening Kabupaten Tasikmalaya yang merupakan anggota Gapoktan Simpatik yang sudah menerapkan ICS. Keempat kelompok tersebut dibedakan menjadi dua yaitu kelompok yang bersertifikat organik dan kelompok yang belum bersertifikat organik. Uji perbedaan tingkat pendapatan dilakukan dengan uji Mann Whitney, sedangkan analisis persepsi anggota kelompok terhadap variable implementasi ICS dengan analisis biplot. Analisis persepsi anggota terhadap penerapan ICS dilakukan terhadap beberapa peubah yaitu (X1) mengelola kemutahiran dan pendistribusian panduan ICS, (X2) uraian struktur dan kegiatan kelompok, (X3) manajemen risiko, (X4) standar organik internal yang digunakan, (X5) pengawasan lahan dan prosedur persetujuan, (X6) personel organisasi dan ICS, (X7) pelatihan, (X8) pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor, (X9) inspeksi dan sertifikasi eksternal. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan bantuan kuisioner secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan dengan bantuan Microsoft Excel, SPSS dan SAS.
Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa kelompok tani yang bersertifikat memiliki rata-rata tingkat pendapatan sebesar Rp.19.394.800/hektar/tahun, sedangkan kelompok yang tidak bersertifikat yang memiliki tingkat pendapatan sebesar Rp. 12.728.940/ha/tahun. Kedua kelompok menghasilkan nilai R/ C ratio yang lebih dari 1 yang berarti menguntungkan untuk dilaksanakan yaitu 1,77, untuk kelompok yang bersertifikat dan 1,53 untuk kelompok yang tidak bersertifikat. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan ada perbedaan tingkat pendapatan diantara kedua kelompok. Analisis biplot terhadap persepsi anggota terhadap penerapan ICS pada kelompok bersertifikat organik menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai persepsi yang cukup baik untuk semua peubah, hanya beberapa responden dari kelompok Srilangen 2 yang memberikan nilai yang kurang memuaskan. Peubah yang paling beragam ditanggapi oleh responden adalah peubah (X8) pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor, sedangkan peubah yang paling seragam ditanggapi responden adalah peubah (X6) personel organisasi dan ICS. Secara umum responden Mekarjaya mempunyai persepsi yang lebih baik dari kelompok tani Srilangen 2. Analisis biplot terhadap persepsi anggota yang belum bersertifikat organik menunjukkan bahwa sebagian besar responden berjauhan dari vektor yang terbentuk dari peubah yang ada yang berarti bahwa banyak dari responden merasa belum puas/belum paham terhadap peubah yang ada. Peubah yang ditanggapi paling seragam oleh responden adalah (X9) inspeksi dan sertifikasi eksternal, sedangkan peubah yang paling beragam ditanggapi responden adalah peubah (X3) manajemen risiko. Responden dari kelompok Sribangkit 2 lebih cendrung memberikan penilaian yang seragam dibandingkan responden dari kelompok Srilangen 1. Analisis biplot antara dua kelompok yang bersertifikat dan kelompok tidak bersertifikat memberi gambaran yang berbeda. Kelompok yang bersertifikat memberikan persepsi yang lebih baik dari pada kelompok yang tidak bersertifikat.
© Hak Cipta IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau keseluruhan karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau keseluruhan atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun ataupun tanpa izin IPB
ANALISIS PENDAPATAN DAN PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PENERAPAN INTERNAL CONTROL SYSTEM (ICS) PADA PERTANIAN PADI ORGANIK
NETRA MIRAWATI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Tugas Akhir : Nama Mahasiswa Nomor Induk Program studi
: : :
Analisis Pendapatan dan Persepsi Anggota terhadap Penerapan Internal Control System (ICS) pada Pertanian Padi Organik Netra Mirawati P054090125 Industri Kecil Menengah
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Aris Munandar, MS Ketua
Dr. Ir. Sapta Rahardja, DEA Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pasca Sarjana
Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Tanggal Ujian :
24 Februari 2011
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Batusangkar, Sumatera Barat pada tanggal 25 April 1974 sebagai putri bungsu dari pasangan Alm. H. Bustaman Habib dan Hj. Rohana Cadir. Tahun 1987, penulis lulus Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Sungayang, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Batusangkar dan lulus tahun 1990. Selanjutnya penulis diterima di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Batusangkar dan lulus pada tahun 1993. Gelar sarjana diterima penulis tahun 1998 dari Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1998 tersebut penulis menikah dengan Risnil Ifantri dan di karunia 3 (tiga) orang putra putri yaitu Adhila Raysul Khalis (11 tahun), Ivana Regita Viviani (9 tahun), Naila Putri Ghania (4 tahun), dan juga diterima bekerja sebagai Pengawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Pertanian. Penulis memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2009, agar dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan.
ii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penulis sangat
menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr. Ir. Aris Munandar, MS, Selaku ketua Komisi pembimbing atas pengarahan, bimbingan dan dorongan yang tiada henti dalam menyusun dan menyelesaikan tugas akhir.
2.
Dr. Ir. Sapta Rahardja, DEA, selaku anggota Komisi pembimbing yang telah turut membantu dan menyumbangkan saran dan pikiran terhadap penulisan tugas akhir ini.
3.
Prof. Dr. Ir. H. MH Bintoro, MAgr, selaku penguji luar atas pengarahan dan usulan perbaikan bagi kesempurnaan tugas akhir ini.
4.
Seluruh staf administrasi dan dosen pengajar PS MPI IPB yang telah turut memberi bantuan dan dukungan kepada penulis.
5.
Suamiku tercinta atas dukungan, bantuan serta dorongan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, serta anak-anakku yang tersayang atas pengertian, senyum dan kelucuan yang sangat memberi inspirasi penulis untuk segera menyelesaikan penulisan ini.
6.
Ketua Gapoktan Simpatik serta jajaran yang telah membantu memberikan ketersediaan data dan informasi serta Kepala Desa Kiarajangkung dan Sunda Kerta serta aparatnya, Petugas Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Sukahening yang telah membantu penulis dalam mengumpulkan informasi.
7.
Rekan-rekan Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah angkatan 12 yang selalu kompak dan saling memberi dukungan semangat
iii
8.
Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.
Penulis sangat mengharapkan tulisan ini dapat menambah khasanah pengetahuan bagi penerapan pertanian organik di Indonesia sehingga suatu saat Indoensia dapat menjadi produsen organik yang terbesar sebagaimana yang dicita-citakan.
Penulis sangat
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan kritik sangat diharapkan untuk kesempurnaannya. Akhirnya, penulis mengharapkan tulisan ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Februari 2011
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman Daftar Isi ................................................................................................................... IV Daftar Tabel ................................................................................................................ VI Daftar Gambar ...........................................................................................................VII Daftar Lampiran....................................................................................................... VIII I.
Pendahuluan........................................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................................... 7 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 7 1.4. Kegunaan Penelitian ..................................................................................... 8
II. Tinjauan Pustaka .................................................................................................... 9 2.1. Pertanian Organik ......................................................................................... 9 2.1.1.Definisi Pertanian Organik ................................................................... 9 2.1.2.Budidaya Padi Organik....................................................................... 10 2.2. Analisis Pendapatan Usahatani .................................................................... 14 2.2.1.Pengertian Usahatani .......................................................................... 14 2.2.2.Pengeluaran Usahatani ....................................................................... 16 2.2.3.Penerimaan Usahatani ........................................................................ 17 2.2.4.Pendapatan Usahatani......................................................................... 18 2.2.5.Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C ratio analysis)........... 18 2.3. Sistem Sertifikasi Organik........................................................................... 19 2.4. Konsep Internal Control System (ICS) ........................................................ 21 III. Metodelogi Penelitian .......................................................................................... 25 3.1. Kerangka Pemikiran.................................................................................... 25 3.2. Lokasi dan Waktu ....................................................................................... 26 3.3. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 27 3.4. Metode Penarikan Sampel ........................................................................... 28
v
3.5. Metode Analisis Data .................................................................................. 28 IV. Hasil dan Pembahasan.......................................................................................... 33 4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian .............................................................. 33 4.2. Keadaan Umum Responden ........................................................................ 34 4.3. Analisis Pendapatan Usahatani .................................................................... 37 4.3.1.Biaya usahatani .................................................................................. 37 4.3.2.Penerimaan usahatani ......................................................................... 40 4.3.3.Analisis R/C ratio ............................................................................... 41 4.4. Analisis perbedaan pendapatan ................................................................... 42 4.5. Deskripsi penerapan Internal Control System (ICS)..................................... 44 4.6. Analisis persepsi anggota terhadap penerapan ICS ...................................... 51 V. Kesimpulan dan Saran.......................................................................................... 58 5.1. Kesimpulan ................................................................................................. 58 5.2. Saran........................................................................................................... 59 VI. Daftar Pustaka ...................................................................................................... 60
vi
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1.
Luas Areal Organik Dan Status Sertifikasinya Tahun 2009 .................................... 4
2.
Perbedaan Sistem Budidaya Pertanian Organik Dengan Pertanian Non Organik ... 11
3.
Peubah Pengamatan Penerapan ICS Pada Kelompok Tani .................................... 32
4.
Skor dari Alternatif Jawaban ................................................................................ 32
5.
Data Responden Berdasarkan Tingkat Usia .......................................................... 34
6.
Data Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ................................................ 35
7.
Data Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ............................................... 36
8.
Data Responden Berdasarkan Kepemilikan Lahan................................................ 37
9.
Rata-Rata Biaya Variabel/Hektar/Tahun .............................................................. 38
10. Rata-Rata Biaya Tetap/Hektar/Tahun ................................................................... 39 11. Total Biaya/Hektar/Tahun .................................................................................... 39 12. Pendapatan/Tahun Kelompok Bersertifikat Organik Dan Tidak Bersertifikat Organik ................................................................................................................ 41 13. Nilai R/C Ratio Kelompok Bersertifikat Organik Dan Tidak Bersertifikat Organik ................................................................................................................ 42 14. Hasil Uji Kenormalan Data Tingkat Pendapatan Kelompok Bersertifikat Organik Dan Tidak Bersertifikat Organik ............................................................. 42 15. Hasil Uji Perbedaan Pendapatan Antara Kelompok Bersertifikat Organik dan Tidak Bersetifikat Organik ................................................................................... 43 17. Risiko-Risiko Penting Sistem Pertanian Padi Organik Gapoktan Simpatik .......... 46
vii
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Struktur organisasi dan pola kerja ICS pada gapoktan simpatik ................................ 6 2. Kerangka Pemikiran ............................................................................................... 26 3. Hasil Biplot Untuk Kelompok Tani Bersertifikat Organik ...................................... 52 4. Hasil Biplot Untuk Kelompok Tani Tidak Bersertifikat Organik ............................ 54
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1.
Peta Kecamatan Sukahening ................................................................................ 63
2.
Peta Hamparan Pertanian Desa Kiarajangkung Kecamatan Sukahening ............... 64
3.
Data Pendapatan Kelompok Bersertifikat Organik ............................................... 65
4.
Data Pendapatan Kelompok Tidak Bersertifikat Organik...................................... 66
5.
Data Persepsi Anggota Kelompok Bersertifikat Organik ...................................... 67
6.
Data Persepsi Anggota Kelompok Tidak Bersertifikat Organik ............................ 68
7.
Kuisioner Penelitian untuk Analisis Pendapatan Usahatani Organik Bersertifikat . 69
8.
Kuisioner Penelitian untuk Analisis Pendapatan Usahatani Belum Bersertifikat Organik......... ....................................................................................................... 73
9.
Kuisioner Penelitian Untuk Analisis Persepsi Anggota Terhadap Penerapan Internal Control System (ICS) .............................................................................. 77
I.
1.1.
PENDAHULUAN
Latar belakang Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan. Banyak penelitian yang
mengemukakan bahwa pola makan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap kesehatan seseorang.
Hal ini menyebabkan masyarakat semakin selektif
terhadap makanan yang akan dikonsumsinya, terutama masyarakat golongan menengah keatas yang secara ekonomi telah memiliki cukup pendapatan bagi pemenuhan kebutuhan hidupnya, sehingga tak heran bila kebutuhan akan pangan sehat setiap tahun semakin meningkat termasuk pangan yang berasal dari pengelolaan secara organik yang dianggap sebagai makanan sehat, termasuk di dalamnya kebutuhan akan beras organik. Beras merupakan makanan pokok hampir sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain berperan sebagai makanan pokok, beras juga merupakan sumber perekonomian sebagian besar masyarakat di pedesaan. Kekurangan produksi berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk sosial, ekonomi, dan bahkan politik.
Menurut
BPS (2010), jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 234.181.300 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.33 persen. Tingkat konsumsi beras rakyat Indonesia pada tahun 2008 mencapai 94,07 kg/kapita/tahun dengan tingkat pertumbuhan 3,14 % per tahun (Deptan, 2009). Dengan data tersebut diperkirakan bahwa produksi beras di Indonesia pada tahun 2010 setidaknya harus mencapai 22.029.434 ton agar kebutuhan beras nasional terpenuhi. Berdasarkan hal ini, maka pengembangan padi organik di Indonesia harus diarahkan bagi peningkatan produksi sehingga kebutuhan beras masyarakat secara umum tidak terganggu. Pangan organik menurut pengertian umum masyarakat adalah pangan yang terbebas dari penggunaan bahan-bahan berbahaya terutama pupuk kimia dan pestisida. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam bidang pertanian sudah dikenal dan digunakan sejak lama, bahkan saat pemerintah giat-giatnya mengupayakan swasembada beras melalui program intensifikasi pada tahun 2004. Program ini dilakukan dengan penggunaan benih unggul, pupuk dan pestisida kimia sintetis, dan sistem pertanaman monokultur. Pada awalnya usaha tersebut mendatangkan hasil, namun kemudian
2
produktivitas menurun kembali dan malah kemudian timbul dampak yang disebabkan oleh penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang berlebihan. Dampak pemberian pupuk yang berlebihan tersebut antara lain adalah tanah menjadi tidak subur dan terjadi pengerasan lapisan olah, polusi air dan udara serta adanya residu pestisida pada produk hasil pertanian. Hal tersebut berakibat fatal bagi pertanian di Indonesia sehingga seringkali terjadi gagal panen (Dinarti, 2005). Sejak berkembangnya pertanian organik di Indonesia, banyak kesimpangsiuaran tentang definisi dan persyaratan organik yang sesungguhnya. Pada tahun 2002, telah dirumuskan dan ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk sistem pangan organik yang tujuannya agar terdapat kesepakatan tentang pemahaman organik yang sama terutama antara produsen dan konsumen. Standar ini pada tahun 2010 telah direvisi untuk menyesuaikan dengan berbagai perkembangan organik yang ada, baik di Indonesia maupun di dunia internasional, sehingga dengan adanya standar ini diharapkan tidak akan ada yang salah mengartikan hakekat organik yang sesungguhnya. SNI sistem pangan organik di Indonesia telah mulai diterapkan pada beberapa produk pertanian.
Produk yang dihasilkan sesuai standar perlu dibuktikan dengan
sertifikat organik. Sertifikat dapat memberikan kepastian hukum dan keuntungan bagi kedua belah pihak baik produsen maupun konsumen.
Pemerintah berperan untuk
menyiapkan aturan terkait sertifikasi organik, pelabelan, lembaga sertifikasi organik dan lain-lain, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi semua pihak.
Pada tahun 2005
pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian telah menunjuk Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian sebagai Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) melalui Keputusan Menteri No. 380/Kpts/OT.130/10/2005. OKPO ini mempunyai tugas antara lain : 1.
Merumuskan kebijakan pengaturan, pengawasan dan pembinaan sistem pangan organik
2.
Merancang dan menformulasikan sistem dan acuan untuk dijadikan persyaratan wajib dalam pendirian lembaga sertifikasi pangan organik
3.
Melakukan verifikasi terhadap lembaga sertifikasi dan atau badan usaha yang menerapkan sistem jaminan mutu pertanian organik dalam program sertifikasi.
3
Sampai saat ini OKPO telah mengeluarkan beberapa panduan mulai dari cara budidaya, pengawasan sampai kepada pelabelan organik yang dapat digunakan oleh produsen dan konsumen. Harga beras organik yang berbeda sangat signifikan dengan beras bukan organik merupakan daya tarik tersendiri bagi banyak produsen. Jaminan dan kepastian bahwa produk yang dipasarkan sesuai dengan label yang dicantumkan merupakan hak konsumen yang harus dipenuhi oleh produsen.
UU Nomor 8 tahun 1999 tentang
perlindungan konsumen dan UU Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan telah mengintruksikan agar pelabelan sesuai dengan yang sebenarnya sehingga konsumen tidak dirugikan. Potensi pengembangan pertanian organik di Indonesia cukup terbuka luas karena kakayaan keanekaragaman hayatinya yang unik, limpahan sinar matahari, air dan tanah yang masih luas yang dapat dimanfaatkan bagi lahan organik. Menurut Aliansi Organik Indonesia/AOI (2009), luas total pertanian organik di Indonesia pada tahun 2009 sudah mencapai 231.697,11 ha yang tersebar di Sulawesi, Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Perkembangan ini tentunya sangat mengembirakan karena pemerintah melalui program “Go Organik 2010” berkeinginan untuk mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen dan pengekspor pangan organik utama di dunia tahun 2010. Pangan organik yang dihasilkan Indonesia sebagian besar masih untuk konsumsi dalam negeri, hanya sebagian kecil yang diekspor. Produk organik untuk tujuan ekspor harus memiliki sertifikat organik yang dipersyaratkan oleh pembeli. Itu sebabnya, produk-produk yang berorientasi ekspor, sertifikasi organiknya dilakukan oleh lembaga sertifikasi internasional yang berbasis di negara tujuan ekspor (Sulaeman, 2009). Di pasar dalam negeri sendiripun, banyak pihak yang meragukan keorganikan suatu produk, karena banyak yang belum bersertifikat organik.
Sertifikasi merupakan hal yang sangat
diperlukan untuk meningkatkan potensi pasar dan kepercayaan konsumen. Berdasarkan data yang ada tentang luasan lahan organik yang telah disertifikasi dan yang belum disertifikasi maupun dalam tahap sertifikasi adalah seperti ditampilkan dalam Tabel 1.
4
Tabel 1. Luas Areal Organik dan Status Sertifikasinya Tahun 2009 Jenis Pertanian Organik
Luas (ha) 97.352
Bersertifikat Dalam Proses Sertifikasi (Konversi)
132.765
Penjaminan Sertifikasi oleh AOI
16
Tanpa Sertifikasi
1.564
Total
231. 697
Sumber : AOI, 2009
Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa jumlah lahan yang telah disertifikasi baru mencapai 42 %, sehingga tak heran bila banyak produk yang beredar adalah produk yang tanpa sertifikat organik. Sertifikasi sebenarnya bukanlah merupakan hal yang sulit dilakukan asalkan produsen benar-benar telah menerapkan sistem pangan organik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Keengganan produsen untuk sertifikasi organik antara lain disebabkan mahalnya biaya sertifikasi, rumitnya prosedur dan sistem dokumentasi. Disamping itu, produsen menganggap hanya dengan klaim/pernyataan organik dari produsen dan tanpa sertifikat organik, produk yang dihasilkan tetap dapat dijual dan diterima oleh konsumen (Sulaeman, 2009). Sertifikasi beras organik di Indonesia dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) dengan mengacu kepada penerapan sistem jaminan mutu organik berdasarkan persyaratan yang tertuang dalam SNI 6729 : 2010 Sistem pangan organik.
LSO yang ada di Indonesia kurang dikenal
secara internasional, karena keterbatasan kerjasama saling pengakuan dengan negara lain. Hal ini juga menyebabkan produk Indonesia yang akan diekspor ke luar negeri, terkadang harus disertifikasi oleh lembaga sertifikasi asing yang kredibilitasnya sudah banyak diakui terutama oleh negara tujuan ekspor. Lembaga sertifikasi yang dipilih oleh produsen wajib untuk diakui di negara tempat produk tersebut akan dipasarkan. Lembaga sertifikasi nasional pada umumnya akan mengenakan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan berbagai lembaga sertifikasi internasional, tetapi mereka kurang dikenal di beberapa negara asing (Pascal, 2007).
5
Jumlah Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) sudah cukup banyak di Indonesia. Menurut data Direktorat Mutu dan Standardisasi (2009) LSO nasional yang telah diakreditasi KAN ada 7 buah yaitu :Sucofindo (Jakarta), Mutu Agung Lestari (Depok), INOFICE (Bogor), BPTPH Sumatera Barat, LeSOS (Mojokerto), BIOCert Indonesia (Bogor), PT. Persada (Yogyakarta), sedangkan lembaga sertifikasi asing ada IMO (Intitute for Marketocologi), Control Union, NASAA, Naturland, GOCA, Ecocert dan ACO. Keberadaan lembaga sertifikasi organik diharapkan dapat mendorong produsen untuk disertifikasi, namun kenyataan di lapangan masih banyak produsen organik yang enggan untuk disertifikasi. International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) telah mengembangkan cara sertifikasi berkelompok melalui penerapan Internal Control System (ICS) untuk mengatasi persoalan biaya sertifikasi. Sistem ini dikembangkan untuk tujuan memperkuat gerakan pertanian organik di negara berkembang (Lechleitner dan Eisenlohr, 2004). Gapoktan Simpatik yang berada di Kabupaten Tasikmalaya adalah Gapoktan yang telah menerapkan ICS yang berhasil disertifikasi oleh Institute for Merketecologi (IMO). Gapoktan ini juga telah berhasil melakukan ekspor beras organik ke Uni Eropa dan Amerika Serikat. Persoalan utamanya, sertifikasi ICS pada Gapoktan ini dikuasai oleh traider sehingga posisi tawar Gapoktan kurang kuat sehingga perlu dikaji apakah ada perubahan tingkat pendapatan antara yang telah mendapat sertifikat dan yang belum memiliki sertifikat. Gapoktan Simpatik adalah gabungan dari 28 kelompok tani dengan total jumlah 2.045 petani dan 288 wanita tani sehingga berjumlah 2.333 orang dengan luasan lahan 329,33 Ha. Pertanian organik dalam Gapoktan ini dimulai dari mengembangkan pertanian organik dengan System Rice of Intensification (SRI) dan terus meningkatkan pemahaman organik. Sejak tahun 2006 kelompok tani tersebut bergabung membentuk Gapoktan Simpatik yang merupakan singkatan dari Gabungan Kelompok Tani Sistem Pertanian Organik.
Gapoktan ini dalam menerapkan ICS mempunyai struktur
organisasi yang terdiri dari Unit ICS, Tim Teknis, Bagian Pemasaran dan Komisi Persetujuan. Unit ICS merupakan perwakilan kelompok yang dibina secara khusus untuk dapat menjadi inspektur internal yang akan melakukan pengawasan terhadap kelompok tertentu. Inspektur internal ini tidak boleh melakukan pengawasan terhadap
6
kelompoknya sendiri. Hasil penilaian inspektur internal ini akan disampaikan kepada komisi persetujuan untuk diputuskan status organiknya. Stuktur Gapoktan memiliki tim teknis yang dapat dibantu oleh mantri tani dan dinas terkait untuk melakukan pembinaan kepada kelompok tani, dan juga bagian pemasaran yang akan mengatur sistem pembelian dan pemasaran produk.
Hasil kerja semua bagian Gapoktan ini
terutama hasil penilaian yang dilakukan inspektur internal dan keputusan yang diambil komisi persetujuan akan dinilai oleh inspektur internal dari lembaga sertifikasi organik. Inspektur internal akan melakukan sampling terhadap kelompok yang telah dinilai oleh inspektur internal, untuk selanjutnya diputuskan status sertifikasinya. Uraian stuktur struktur organisasi dan pola kerja ICS dapat terlihat seperti pada Gambar 1.
Pembina : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tasikmalaya
Gapoktan Simpatik : Ketua : Sekretarias I Sekretarias II Bendahara
Unit ICS
Kelompok tani
Tim Teknis
Inspektor internal
Pemasaran
Mantri tani
Komisi Persetujuan
Inspektur eksternal
Gambar 1. Struktur Organisasi dan Pola Kerja ICS pada Gapoktan Simpatik (Sumber : data primer diolah, 2011)
7
Tujuan pembentukan Gapoktan ini antara lain adalah peningkatan pemasaran beras organik dengan memberikan jaminan mutu terhadap produk beras organik yang dihasilkannya dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani anggotanya sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat tani. Penerapan Internal Control System (ICS) pada Gapoktan ini dimulai sejak tahun 2008. Penerapan ICS ini melalui beberapa tahap mulai dari penyusunan dokumen, pelatihan dan pemahaman kepada semua anggota kelompok.
Berdasarkan hasil penilaian IMO, dari 28 jumlah kelompok tani yang
tergabung dalam Gapoktan Simpatik, 11 kelompok tani telah mendapat sertifikat organik, 3 kelompok tani dalam tahap konversi, dan 14 kelompok tani masih belum mendapat sertifikat karena dinilai belum sesuai dengan persyaratan yang tertuang dalam dokumen ICS. Ketidakberhasilan semua anggota Gapoktan perlu dievaluasi, apakah ada perbedaan persepsi antara kelompok yang bersertifikat dengan kelompok yang tidak bersertifikat terhadap persyaratan yang tertuang dalam pedoman ICS. Hal ini penting sebagai evaluasi bagi Gapoktan selanjutnya untuk dapat mensukseskan semua anggotanya mendapat sertifikat organik. 1.2.
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, permasalahan dalam kajian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah sistem pertanian organik pada kelompok tani anggota Gapoktan Simpatik ?
2.
Bagaimanakah tingkat pendapatan petani yang bersertifikat organik dengan yang tidak bersertifikat ?
3.
Bagaimanakah penerapan Internal Control System (ICS) pada kelompok tani anggota Gapoktan Simpatik ?
4.
Bagaimana persepsi anggota terhadap penerapan Internal Control System (ICS) khususnya kelompok yang sudah bersertifikat dan yang belum bersertifikat?
1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1.
Menganalisis perbedaan tingkat pendapatan anggota kelompok tani bersertifikat organik dan yang tidak bersertifikat organik
8
2.
Mendapat gambaran tentang penerapan ICS pada Gapoktan Simpatik
3.
Menganalisis persepsi anggota terhadap penerapan ICS baik yang bersertifikat maupun yang belum bersertifikat organik.
1.4.
Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini antara lain adalah :
1.
Sumber informasi bagi gapoktan dan kelompok tani untuk perbaikan penerapan ICS pada anggotanya.
2.
Sumber informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang tepat terkait dengan pengembangan padi organik di Indonesia.
3.
Sumber informasi bagi pemerintah dalam pengembangan ICS pada Gapoktan.
II.
2.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
2.1.1. Definisi Pertanian Organik Definisi pertanian organik yang dikenal pada saat ini dikeluarkan oleh IFOAM dan Departemen Pertanian Amerika Serikat. Menurut IFOAM (FAO, 1998) dalam Dinarti, 2005, tujuan dan prinsip dari pertanian organik serta prosesnya berdasarkan sejumlah prinsip penting dan ide-ide, yaitu : a) Memproduksi makanan dengan gizi berkualitas tinggi; b) Mengedepankan siklus biologis di dalam sistem pertanian, meliputi mikro organisme, flora dan fauna tanah, ternak dan tanaman; c) Menginteraksikan suatu kehidupan yang konstruktif dengan sistem dan siklus yang alami; d) Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang; e) Memproduksi dan menggunakan air yang sehat dan menjaga air, sumber air dan kehidupannya; f)
Membantu konservasi tanah dan air;
g) Menggunakan sejauh mungkin, sumber daya lokal yang dapat diperbaharui yang dikelola dalam sistem pertanian bekerja sejauh yang bisa dilakukan, dalam sistem tertutup yang menyediakan bahan organik dan unsur hara bagi tanaman; h) Bekerja yang mungkin menggunakan bahan-bahan yang dapat didaur ulang yang berasal dari dalam maupun luar sistem pertanian; i)
Meminimalkan semua bentuk polutan yang dihasilkan dari kegiatan pertanian yang dilakukan;
j)
Mempertahankan keragaman genetik di dalam sistem pertanian dan di sekitarnya, termasuk melindungi tanaman dan habitat liarnya;
k) Memberikan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman bagi pekerja memperhatikan pengaruh sosial dan ekologis dari sistem yang diterapkan; l)
Menghasilkan produk non-pangan dari bahan-bahan yang dapat di daur ulang yang sepenuhnya dapat dihancurkan secara alami;
10
m) Memperkuat fungsi asosiasi pertanian organik; n) Memajukan keseluruhan rantai pertanian yang bertanggung jawab secara sosial maupun ekologis. Departemen Pertanian Amerika Serikat pada tahun 1980 juga mengeluarkan definisi tentang pertanian organik sebagai suatu sistem produksi yang menghindarkan atau sebagian besar tidak menggunakan pupuk sintetis, pestisida, hormon tumbuh, pakan ternak tanpa zat additive. Menurut BSN (2010), sistem pertanian organik adalah sistem manajemen produksi yang holistik untuk meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penerapan praktek-praktek manajemen yang lebih mengutamakan penggunaan input dari limbah kegiatan budidaya di lahan, dengan mempertimbangkan
daya
adaptasi
terhadap
keadaan/kondisi
setempat.
Jika
memungkinkan hal tersebut dapat dicapai dengan penggunaan budaya, metoda biologi dan mekanik, yang tidak menggunakan bahan sintesis untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam sistem. 2.1.2. Budidaya Padi Organik Cara bertanam padi organik pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi secara konvensional (non organik). Perbedaannya hanyalah pada pemilihan varietas dan penggunaan pupuk dasar (Andoko, 2010). Menurut PPHP Deptan (2005) beberapa berbedaan antara budidaya pertanian organik dan non organik adalah sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Berikut ini adalah tahapan yang dilakukan dalam budidaya padi secara organik : 1) Pemilihan verietas Tidak semua varietas padi cocok digunakan unuk budidaya organik. Benih nonhibrida
lebih
cocok
digunakan
untuk
tanaman
organik
karena
dapat
mempertahankan keanekaragaman hayati dan secara teknis memungkinkan untuk ditanam secara organik karena dapat berproduksi optimal pada kondisi yang alami. Benih hibrida biasanya dipakai untuk budidaya non organik karena sangat tergantung kepada penggunaan pupuk dan pestisida kimia.
11
Tabel 2. Perbedaan Sistem Budidaya Pertanian Organik dengan Pertanian Non Organik Proses Persiapan benih Pengolahan tanah
Persiapan bibit Penanaman
Pengairan Pemupukan dan pengendalian hama serta gulma Panen dan Pasca Panen
Pertanian non organik
Pertanian organik
Berasal dari rekayasa genetika
Berasal dari pertumbuhan yang alami Maksimalisasi pengolahan tanah Minimalisasi pengolahan dan melalui mekanisasi pertanian mekanisasi pertanian yang yang berakibat pemadatan tanah memacu pertumbuhan dan matinya beberapa organisme organisme dan menjaga aerasi tanah Bibit diperlakukan dengan bahan Bibit diperlakukan dengan kimia sintesis alami Monokultur, rotasi tanaman Multikutur, rotasi bertahap, hanya dari satu jenis tanaman kombinasi tanaman dalam dan tidak ada kombinasi satu luasan lahan. Penanaman tanaman habitat predator dan pengendalian hama. Tanaman pupuk hijau, pestisida hayati dan obat-obat alami Dapat menggunakan air dari Menggunakan air yang bebas mana saja bahan kimia sistetis Dominasi penggunaan pupuk Penggunaan pupuk organik, kimia dan pestisida pengendalian hama berdasarkan keseimbangan hayati Produk mengandung residu Tidak diperlakukan bahan bahan kimia dan menggunakan kimia dan sehat untuk bahan kimia sintesis konsumen
PPHP, (2005)
2) Pembenihan Beberapa hal yang dilakukan pada tahap pembenihan yaitu: (a) seleksi benih yang diperlukan agar hasil panen dapat maksimal. Ciri-ciri benih yang bermutu adalah jenisnya murni, bernas, kering, sehat bebas dari penyakit dan bebas dari campuran biji rerumputan yang tidak dikehendaki serta memiliki daya kecambah yang tinggi mencapai 90%; (b) kebutuhan benih, menurut Purwono dan Purnawati (2009) kebutuhan benih untuk padi sawah berkisar antara 20-25 kg/hektar; (c) penyiapan tempat pembenihan, bagian sawah yang akan digunakan untuk perbenihan dicangkul sedalam kira-kira 30 cm dan selanjutnya dihaluskan sampai lumer,
12
dipinggir tempat perbenihan dibuat parit yang dapat digunakan untuk mengeluarkan kelebihan air, sebaiknya lahan yang akan digunakan diberi pupuk kandang agar tanah menjadi subur dan benih dapat tumbuh dengan subur; (d) mengecambahkan benih, benih yang telah diseleksi direndam dalam air bersih selama 1- 2 hari, tujuannya agar memudahkan proses perkecambahan dan sekaligus dapat memisahkan benih yang bagus dengan yang jelek, benih yang bagus akan tenggelam dalam air, sedangkan yang kurang bagus biasanya akan mengapung, selanjutnya benih yang terpilih di hamparkan di atas lantai dan ditutup dengan karung goni basah atau dapat juga dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat; (e) menyebarkan benih, benih yang sudah berkecambah disebarkan secara hati-hati ke permukaan persemaian, usahakan benih tersebar secara merata dan tidak tumpang tindih serta tidak terbenam dalam tanah karena akan dapat menyebarkan terinfeksi patogen. 3) Penyiapan lahan Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu dan perataan. Sebelum pengolahan tanah, lahan harus direndam air selama lebih kurang 7 (tujuh) hari. Menurut Purwono dan Purnawati (2009) kedalaman lapisan olah berkisar 15 – 20 cm, namun menurut Andoko (2010) untuk tanaman padi organik, kedalaman lapisan olah yang terbaik adalah mencapai 30 cm. 4) Penanaman Menurut Andoko (2010), syarat benih yang baik untuk dipindahkan ke lahan penanaman adalah tinggi sekitar 25 cm, memiliki 5-6 helai daun, batang bawah besar dan keras, bebas dari hama penyakit serta jenisnya seragam. Jarak tanam yang umum digunakan petani di Indonesia adalah 25 cm x 25 cm dan 30 cm x 30 cm. Jumlah bibit yang ditanam berkisar 3 – 4 batang perlubang. 5) Penyulaman Penyulaman adalah penggantian tanaman yang tidak tumbuh, rusak atau mati dengan yang baru. Penyulaman sebaiknya dilakukan maksimal dua minggu setelah tanam.
13
6) Pengolahan tanah ringan Tujuan pengolahan tanah ringan adalah agar terjadi pertukaran udara yaitu oksigen masuk ke dalam tanah dan gas-gas yang terbentuk dalam keadaan anerobik di dalam tanah dapat menguap. Pengolahan tanah ringan dilakukan sekitar 20 hari setelah tanam. Alat yang digunakan adalah sorok yaitu semacam garpu kayu bergerigi paku yang sudah ditumpulkan selebar kira-kira 15 cm dan bertangkai. Ujung sorok diarahkan ke tanah sekitar tanaman dengan gerakan maju mundur sambil sedikit ditekan. 7) Penyiangan Penyiangan dimaksudkan untuk membuang tanaman liar yang tumbuh disekitar tanaman padi agar keberadaannya tidak menyaingi tanaman padi. Dalam pertanian non organik, biasanya tanaman liar diatasi dengan penggunaan herbisida kimia, namun untuk pertanian organik, dilakukan dengan penyiangan yaitu dengan cara pencabutan tanaman liar tersebut. Penyiangan pertama dilakukan saat tanaman berumur empat minggu, kedua umur 35 hari dan ketiga umur 55 hari. 8) Pemasukan dan pengeluaran air Penggenangan sawah dilakukan sejak awal pertumbuhan, pembentukan anakan, masa bunting dan pembungaan. Pengeringan sawah dilakukan ketika menjelang bunting dan masa pemasakan biji. 9) Pemupukan Perbedaan padi organik dan non organik terletak pada penggunaan pupuk. Tanaman organik menggunakan pupuk organik sedangkan tanaman padi non organik
menggunakan
pupuk
kimia.
Pertanian
non
organik
cenderung
menggunakan pupuk kimia yang meningkat dari tahun ketahun, berbeda dengan pertanian organik yang penggunaan pupuknya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada pengolahan tanah pertama biasanya yang digunakan pupuk organik baik untuk pertanian organik maupun non organik. Pada tanaman organik, pupuk dasar yang digunakan dapat berasal dari pupuk kandang dengan dosis 5 ton/ha. Pupuk kandang dapat diganti dengan pupuk fermentasi atau bokashi dengan dosis 1,5 – 2 ton/ha. Pemupukan pertama jika dengan pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha jika dengan kompos fermentasi sebanyak
14
0,5 ton/ha. Pada tanaman organik pemupukan kedua dan ketiga menggunakan pupuk organik cair. Dosis pemupukan disesuaikan dengan keadaan tanaman. 10) Pemberantasan hama dan penyakit Pemberantasan hama dan penyakit pada tanaman organik dilakukan secara terpadu antara teknik budidaya, biologis, fisik (perangkap atau umpan) dan pestisida organik. 11) Panen Waktu panen ditentukan oleh jenis verietas yang ditanam, karena setiap verietas memiliki umur panen yang berbeda. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah sehingga mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus. Padi dikatakan siap panen bila butir gabah yang menguning sudah mencapai sekitar 80%. 2.2.
Analisis Pendapatan Usahatani
2.2.1. Pengertian Usahatani Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif, efisien dan kontinyu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahatani meningkat (Rahim dan Hastuti, 2007).
Soekartawi
(2002) dalam Rahim dan Hastuti, (2007) disebutkan bahwa usahatani bisa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki (yang dikuasasi) sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output). Menurut Rifai dalam Hernanto, (1988), usahatani adalah setiap kombinasi yang tersusun (terorganisasi) dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Berdasarkan
pengertian di atas, suatu usahatani dapat digambarkan sebagai berikut: (a) Adanya lahan dalam luasan dan produk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakannya usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan
15
ternak dan tempat keluarga tani bermukim; (b) Adanya bangunan yang berupa rumah petani, gudang, kandang, lantai jemur, dan lain- lain; (c) Adanya alat-alat pertanian seperti cangkul, parang, garpu, linggis, penyemprot, traktor, pompa air dan lain- lain; (d) Adanya pencurahan kerja untuk mengolah tanah, menanam, memelihara dan lainlain; (e) Adanya kegiatan petani yang menetapkan rencana usahataninya, mengawasi jalanya usahatani dan menikmati hasil usahataninya. Menurut Rahim dan Hastuti, (2007), usahatani dapat diklasifikasikan menurut cara mengusahakannya, sifat dan corak, pola serta tipe usahatani. Berdasarkan cara mengusahakan usahatani dibedakan atas usahatani perorangan, usahatani kolektif dan usahatani kooperatif. Usahatani perorangan dilakukan secara perorangan dan faktor produksi dimiliki secara perorangan, sehingga orang tersebut bebas mengembangkan kreasinya dalam menentukan pupuk, bibit, pestisida dan sebagainya. Usahatani kolektif dilakukan secara bersama-sama atau kelompok dan faktor produksi seluruhnya dikuasai kelompok sehingga hasilnya dibagi oleh anggota kelompok tersebut. Usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dikelola secara kelompok dan tidak seluruh faktor produksi dikuasai kelompok, hanya kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Berdasarkan sifat dan corak usahatani dibedakan atas usahatani subsisten dan komersial. Subsisten berarti bahwa hasil panen digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani dan keluarganya tanpa melalui peredaran uang. Dalam kenyataan, subsisten murni tidak ada, sehingga hasil panen yang lebih 70% untuk kebutuhan sendiri dapat dimasukkan dalam kagetori ini. Komersial merupakan usahatani yang keseluruhan hasilnya dijual ke pasar atau melalui perantara ataupun langsung ke konsumen.
Berdasarkan pola
usahatani dapat dibedakan atas 3 (tiga) macam pola usahatani yaitu khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih usahatani, namun dengan batasan yang masih tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan dua atau lebih cabang usahatani yang batasnya tidak tegas.
Berdasarkan tipe usahatani, didasarkan jenis
tanaman yang akan ditanam misalnya usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), hortikultura (buah dan sayuran), usahatani perkebunan dan lain sebagainya.
16
2.2.2. Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani sama dengan biaya usahatani yang merupakan pengorbanan yang dilakukan produsen (petani) untuk mengelola usahanya guna mendapatkan hasil yang maksimal (Rahim dan Hastuti, 2007). Menurut Soekartawi (1986) dalam Purba, (2005) menyatakan bahwa pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Biaya usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun output yang diperoleh banyak atau sedikit, contohnya pajak, sewa tanah, alat pertanian, bunga pinjaman dan lain sebagainya. Biaya tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi komoditas pertanian yang diperoleh, misalnya biaya untuk sarana produksi (saprodi). Penentuan biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) tergantung pada sifat dan waktu pengambilan keputusan tersebut. Misalnya sewa lahan adalah biaya variabel dalam kaitannya dengan keputusan petani untuk menyewa tambahan lahan, tetapi lahan yang sudah disewa dan digunakan adalah biaya tetap. Cara menghitung biaya tetap (fixed cost) adalah sebagai berikut : 𝑛
𝐹𝐶 =
𝑋𝑖 𝑃𝑥𝑖 𝑖=1
Keterangan : FC = Fixed cost Xi = Banyaknya input ke-i Pxi = Harga dari variabel xi (input) Biaya total atau total cost (TC) adalah jumlah dari biaya tetap atau fixed cost (FC) dan biaya tidak tetap atau variabel cost (VC). Rumusnya adalah sebagai berikut : TC = 𝐹𝐶 + 𝑉𝐶 Keterangan : TC = Total cost FC = Fixed cost VC =Variabel cost
17
Menurut Soekartawi dalam Rahim dan Hastuti, (2007), analisis usahatani dapat dilakukan dengan dua cara yaitu analisis finansial (financial analysis) dan analisis ekonomi (economics analysis).
Analisis finansial menggunakan data riil yang
sebenarnya dikeluarkan, sedangkan dalam analisis ekonomi data yang digunakan berdasarkan harga bayangan.
Harga bayangan (shadow prices) adalah harga yang
menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. 2.2.3. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antar produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat dikatakan dalam rumus sebagai berikut : 𝑇𝑅 = 𝑌 𝑥 𝑃𝑦 Keterangan : TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py = Harga Y Menurut Soekartawi (2002) dalam Purba (2005) menyebutkan bahwa penerimaan tunai usahatani merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Menurut Soekartawi (2002) dalam Rahim dan Hastuti (2007),
untuk
menghitung penerimaan usahatani beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : a) Perhitungan produksi pertanian harus hati-hati karena tidak semua produksi pertanian dipanen secara serentak. Untuk tanaman padi hal ini tidak berlaku karena biasanya padi dipanen secara serentak. b) Penerimaan petani juga harus dihitung dengan baik karena mungkin hasil produksi tidak dijual sekaligus dengan harga yang berbeda-beda. Analisis ini akan didasarkan harga rata-rata yang berlaku pada tahun penelitian dilakukan c) Petani yang digunakan sebagai responden harus diwawancara dengan teknis yang baik untuk membantu mengingat kembali produksi dan hasil penjualan. Pemilihan waktu dalam setahun terakhir biasanya sering dipakai oleh para peneliti untuk memudahkan perhitungan.
18
2.2.4. Pendapatan Usahatani Pemenuhan kebutuhan hidup rumahtangga usahatani dicukupi dari pendapatan usahatani. Soeharjo dan Patong (1973) dalam Purba (2005) menyatakan bahwa pendapatan adalah balas jasa dari kerjasama faktor- faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal dan jasa pengelolaan. Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja tetapi dapat juga diperoleh dari hasil menyewakan atau menjual unsurunsur produksi, misalnya menjual kelebihan alat-alat produksi, menyewakan lahan dan lain sebagainya. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Rahim dan Hastuti, 2007) : 𝑃𝑑 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 Keterangan : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost (total biaya) Pendapatan usahatani yang diharapkan adalah yang memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin juga diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula. Pengukuran keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan melakukan analisis pendapatan usahatani. Analisis pendapatan usahatani dapat memberi gambaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat dievaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Analisis pendapatan usahatani diperlukan sebagai informasi untuk mengetahui keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. 2.2.5. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Ratio Analysis) Menurut Soeharjo dan Patong (1973) dalam Purba (2005), pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Suatu usahatani dikatakan layak apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu. Kriteria kelayakan usahatani dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Rahim dan Hastuti, (2007)
19
analisis R/C ratio merupakan perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dapat dinyatakan dengan rumus : a=
R C
Keterangan : a = R/C ratio R = Total Penerimaan C = Total Biaya Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Semakin besar nilai R/C maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani dikatakan menguntungkan. Kegiatan usahatani dikategorikan layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan usahatani dikategorikan tidak layak jika memiliki nilai R/C ratio lebih kecil dari satu, yang artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugikan. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang memiliki nilai R/C ratio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal. 2.3.
Sistem Sertifikasi Organik Sertifikasi merupakan cara untuk memberikan jaminan produk yang dihasilkan
sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sesuai dengan SNI sistem pangan organik, sertifikasi didefinisikan sebagai prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang diakui pemerintah memberikan jaminan tertulis atau yang setara bahwa pangan atau sistem pengawasan pangan sesuai dengan persyaratan. Sertifikasi ini bertujuan untuk melindungi konsumen sekaligus produsen dari perdagangan yang tidak fair, pemalsuan produk dan penggunaan label yang tidak benar. Dalam kenyataan yang ada di lapangan ada beberapa bentuk penjaminan yang dilakukan produsen untuk produk organik yang dihasilkannya yaitu Self-claim, Second-
20
party certification dan Third-party certification, Group certification and Internal Control Systems, Participatory Certification atau Participatory Guarantee System (PGS) (Sulaeman, 2009). a.
Self-claim Kebanyakan pemasaran pangan organik yang dilakukan oleh produsen di
Indonesia dimulai dengan pola penjaminan self claim (pernyataan diri) mengenai status organik produk yang dihasilkannya. Penjaminan seperti ini memiliki keterbatasan dalam menumbuhkan tingkat kepercayaan konsumen dan keluasan distribusi produk. Produsen dengan pola penjaminan self claim biasanya membuka diri terhadap kunjungan konsumen ke lahan budidaya (farm visit) atau pengolahan pangan organiknya untuk mengantisipasi terbatasnya pemasaran. Apabila pola self claim dilakukan dengan sistematik dan dilengkapi dengan sistem dokumentasi yang cukup baik mengenai apa yang dilakukan dalam menghasilkan pangan organik, maka pola tersebut dapat dianggap sebagai first-party certification (sertifikasi pihak pertama). Produk yang dijamin dengan pola self claim dan first-party certification tidak dapat mencantumkan logo Organik Indonesia. Biasanya produsen menuliskan kata “organik” pada kemasan produk tersebut. b.
Second-party certification Pola pengakuan ini dilakukan oleh dua pihak yang melakukan kerjasama dan
perjanjian perdagangan, dimana pihak pembeli memberikan pengakuan terhadap produk yang dihasilkan mitra/pemasoknya. Biasanya pihak kesatu melakukan penilaian terhadap kinerja pihak produsen.
Pihak penjamin dengan pola second-party
certification biasanya menerbitkan surat pernyataan atau klaim bahwa produk tersebut organik. Produk dikemas menggunakan suatu merek tertentu dan dicantumkan kata “organik”. c.
Third-party certification Third-party certification adalah pola sertifikasi yang dilakukan pihak ketiga
berupa lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi pangan organik. Proses sertifikasi yang dilakukan sudah terstandarisasi dan pihak produsen harus menyiapkan sejumlah dokumen pendukung untuk proses tersebut. Produk yang telah disertifikasi berhak mencantumkan logo/label organik di kemasannya.
21
2.4.
Konsep Internal Control System (ICS) Sistem Pengawasan Internal (Internal Control System/ICS) merupakan sistem
penjaminan mutu yang terdokumentasi yang memperkenankan lembaga sertifikasi mendelegasikan inspeksi tahunan semua anggota kelompok secara individual kepada lembaga/unit dari operator yang disertifikasi. Lembaga sertifikasi melakukan evaluasi terhadap sistem pengawasan internal yang dilakukan kelompok, untuk memastikan sistem berjalan dengan baik dan efisien. Evaluasi dilakukan dengan mengecek sistem dokumentasi ICS, kualifikasi staf dan melakukan inspeksi ulang ke beberapa petani. Tahapan dasar ICS meliputi: 1.
Memiliki organisasi tani/produsen kecil.
2.
Memiliki struktur dan mekanisme internal organisasi, seperti: aturan internal kelompok, keanggotaan, sanksi, standar internal, pelatihan, pengawasan mutu, personil, dan lain-lain.
3.
Mengidentifikasi petani, apabila petani belum memahami mengenai prinsip-prinsip organik, maka perlu menumbuhkan kesadaran mengenai hal tersebut.
4.
Merekrut personel yang berkualitas dan memastikan bahwa mereka telah menerima pelatihan pertanian organik dan ICS.
5.
Mulai mengembangkan formulir dan prosedur ICS secara tertulis yang sesuai dengan kondisi lokal.
6.
Melakukan pengawasan mutu internal secara berkala
7.
Mencatat semua proses yang dilakukan oleh petani, organisasi tani/produsen
8.
Secara bertahap meningkatkan kualitas dokumen ICS (prosedur, formulir, dan sebagainya) dan penerapannya oleh staf ICS. Sistem sertifikasi dengan pola ICS memungkinkan sertifikasi untuk wilayah
yang cukup luas sehingga peta lahan menjadi bagian penting dalam menilaian yang dilakukan oleh inspektor eksternal.
Peta lahan merupakan sumber informasi yang
sangat penting tentang keadaan suatu wilayah pertanian, sehingga dapat dilihat batasbatas wilayah yang berpotensi menimbulkan kontaminasi dan juga sumber pengairan yang ada. Produk yang seratus persen organik merupakan hal yang sangat sulit dihasilkan karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi keorganikan suatu produk, terutama
22
lingkungan sekitar dan sumber air. Dalam pertanian organik yang terpenting adalah bagaimana mengendalikan faktor-faktor tersebut agar sesuai dengan standar yang diacu, sehingga tindakan perbaikan yang berkelanjutan perlu dilakukan dan semuanya harus terdokumentasi dengan baik. Koordinator ICS diperlukan untuk dapat menjalankan ICS sebagaimana yang diharapkan. Pemilihan personil koordinator ditentukan oleh anggota kelompok yang dapat berasal dari pengurus Gapoktan. Tidak ada persyaratan baku yang ditetapkan untuk posisi ini, hanya saja agar dapat berjalan tentu diperlukan adanya kemampuan personil setidaknya dalam pengelolaan administrasi, melatih dan mampu melakukan koordinasi dengan semua pihak yang berhubungan dengan program sertifikasi. Koordinator ICS merupakan kontak person yang akan terlibat dengan lembaga sertifikasi eksternal. Inspektor internal merupakan pengawas lapangan yang berasal dari kelompok tani yang akan melakukan pengawasan kepada kelompok lain yang bukan kelompoknya.
Inspektor internal ini mempunyai persyaratan minimal yaitu harus
memahami sistem pertanian organik dan sistem prosedur yang sudah ditetapkan ICS sehingga orang-orangnya harus terlatih dan yang utama lagi tidak ada konflik kepentingan. Tugas dari inspektor internal adalah melakukan pengawasan secara berkala dan dapat juga sewaktu-waktu jika diperlukan terhadap anggota yang menjadi bagian pengawasannya. Hasil dari pengawasan inspektor ini, harus dilaporkan kepada komisi persetujuan untuk dapat ditentukan status keorganikannya. Komisi persetujuan yang akan memutuskan posisi anggota kelompok berdasarkan hasil audit inspektor internal dengan turut melibatkan pakar atau tim teknis. Menurut Setyowati (2008) dalam pengembangan ICS, yang perlu direfleksikan adalah perjalanan proses penguatan organisasi yang menjadi kunci utama dari keberhasilan pengorganisasian petani maupun pengorganisasian produk yang akan dipasarkan. Orientasi pasar juga harus dipertimbangkan, baik pasar lokal, nasional, maupun internasional, karena rangkaian pengorganisasian produk dan arah pemasaran akan berpengaruh pada strategi dalam menjalankan ICSnya. Pengorganisasian petani dalam ICS harus kuat, karena tanpa kesolidan kelompok dan mekanisme kelompok yang baik, maka kerja ICS tidak akan dapat dilakukan secara
23
maksimal, karena komitmen dari semua anggota dan pengurus menjadi ukuran keberhasilan penjaminan mutu produk yang dilakukan sehingga konflik internal bisa teratasi. Oleh karena itu penerapan ICS di kelompok harus diawali dengan pemahaman tentang ICS itu sendiri, menyusun organisasi ICS, membangun mekanisme organisasi, tujuan ICSnya, wilayah pengorganisasian ICS, basis pengorganisasiannya, pilihan komoditinya, pasar produk yang dituju, penyusunan standar proses produksi organik, serta spesifikasi produknya. Sikap responden terhadap penerapan ICS dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan perseptual dengan skala likert. Menurut Sugiyono (2001) dalam Widyanto (2006), skala likert dapat digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial. Singarimbun dan Effendi dalam Widyanto (2006), juga menyebutkan bahwa salah satu cara yang paling sering digunakan dalam menentukan skor adalah dengan menggunakan skala likert. Skala nilai yang diberikan dalam Skala likert dapat memberikan makna yang dapat diukur. Pengujian yang bersifat positif misalnya, nilai yang lebih besar dapat diartikan memiliki penilaian yang lebih bagus dan sebaliknya. Persepsi anggota dari masing-masing kelompok dianalisis menggunakan biplot. Biplot tergolong dalam analisis eksploratif dimensi ganda yang dapat menyajikan secara simultan segugus objek pengamatan dan peubah dalam suatu grafik dua dimensi sehingga ciri-ciri peubah dan objek pengamatan serta posisi relatif antar objek pengamatan dengan peubah dapat dianalisis (Jollife 1986) dalam Nuryanti 2003. Analisis biplot dapat diinterpretasikan sebagaimana diuraikan berikut ini: 1.
Panjang vektor peubah sebanding dengan keragaman peubah tersebut. Semakin panjang vektor peubah maka keragaman peubah tersebut semakin tinggi.
2.
Nilai cosinus sudut antara dua vektor peubah menggambarkan korelasi kedua peubah. Semakin sempit sudut yang dibuat antara dua peubah maka semakin positif tinggi korelasinya. Apabila sudut yang dibuat tegak lurus maka kolerasi keduanya rendah, dan sebaliknya jika sudutnya tumpul (berlawanan arah) maka korelasinya negatif.
3.
Posisi objek yang searah dengan suatu vektor peubah diinterpretasikan sebagai besarnya nilai peubah untuk objek yang searah dengannya. Semakin dekat letak
24
objek arah yang ditunjuk oleh suatu peubah maka semakin tinggi peubah tersebut ke objek itu, sedangkan jika arahnya berlawanan, maka nilainya rendah. 4.
Kedekatan letak/posisi dua buah objek diinterpretasikan sebagai kemiripan sifat dua objek. Semakin dekat letak dua objek maka sifat yang ditunjukkan oleh nilai-nilai peubahnya semakin mirip.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasarkan pada kerangka pemikiran bahwa penerapan Internal
Control System (ICS) pada Gapoktan Simpatik memerlukan evaluasi sebagai informasi untuk
melakukan
tindakan
perbaikan.
Perbaikan
perlu
dilakukan
secara
berkesinambungan untuk kemajuan anggotanya. Evaluasi ini dapat diketahui dengan melihat dan menganalisa persepsi anggota terhadap penerapan ICS dalam kelompok mereka. Penerapan ICS pada Gapoktan ini dilakukan pada banyak kelompok, baik yang telah berhasil disertifikasi maupun yang belum disertifikasi organik, sehingga evaluasi terhadap kedua macam kelompok ini diperlukan. Tujuan dari evaluasi ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi gapoktan untuk melakukan pembinaan baik kepada kelompok yang bersertifikat maupun yang belum bersertifikat. Informasi ini penting agar kelompok yang bersertifikat dapat mempertahankan stutus organik yang telah dimilikinya, dan bagi kelompok yang belum disertifikasi dapat memperoleh sertifikat organik. Penerapan ICS pada hakekatnya adalah untuk memperoleh sertifikat organik sebagai jaminan kepada konsumen tentang keorganikan produk yang dihasilkan. Diharapkan dengan adanya sertifikat organik, konsumen dapat lebih percaya dan menghargai produk dengan lebih baik sehingga pendapatan anggota kelompok dapat meningkat.
Oleh karena itu analisis terhadap tingkat pendapatan antara kedua
kelompok yang bersertifikat dan tidak bersertifikat perlu dilakukan. Analisis akan lebih memberikan hasil yang baik apabila ditunjang dengan data dan fakta yang lengkap tentang subjek yang dianalisis, sehingga profil gapoktan secara umum perlu diketahui terutama profil petani yang dijadikan responden. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan secara lengkap sebagaimana yang terdapat dalam Gambar 2.
26
Karakteristik Gapoktan SIMPATIK
Kajian terhadap : - Kondisi umum Gapoktan - Kondisi umum kelompok tani responden - Penerapan sistem pangan organik (evaluasi konseptual Sertifikasi organik dengan Internal Control System (ICS))
Petani belum bersertifikat organik
Petani bersertifikat organik -
Identifikasi faktor-faktor biaya Identifikasi penerimaan Analisis pendapatan usahatani Analisis R/C Analisis perbedaan tingkat pendapatan
- Analisis persepsi petani terhadap penerapan ICS dengan analisis biplot
Usahatani dan penerapan ICS yang lebih baik bagi kemajuan Gapoktan
Gambar 2. Kerangka Pemikiran 3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini bersifat studi kasus dengan penentuan lokasi kajian dilakukan
secara sengaja yaitu Gapoktan yang telah menerapkan sertifikasi organik dengan pola Internal Control System (ICS). Salah satu Gapoktan yang telah menerapkan ICS adalah Gapoktan Simpatik di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Gapoktan Simpatik merupakan gabungan 28 kelompok tani yang terdiri dari 2.333 orang anggota. Berdasarkan penilaian IMO tahun 2009 dari jumlah tersebut, 11 kelompok bersertifikat organik, 3 kelompok tani dalam tahap konversi, dan 14 kelompok belum bersertifikat
27
(konvensional). Mengingat penelitian ini dibatasi oleh waktu dan biaya, maka penelitian ini dibatasi hanya pada kelompok tani yang berada dalam satu kecamatan yaitu Kecamatan Sukahening. Kelompok tani bersertifikat organik yang dijadikan contoh adalah kelompok tani Srilangen 2 dari Desa Kiara Jangkung dan kelompok tani Mekarjaya dari Desa Sunda Kerta, sedangkan kelompok yang belum bersertifikat adalah kelompok tani Srilangen 1 dari Desa Kiara Jangkung dan kelompok tani Sribangkit 2 dari Desa Sundakerta. Total jumlah petani yang bersertifikat organik adalah 131 orang dan yang belum bersertifikat 110 orang. Pemilihan lokasi ini dengan pertimbangan bahwa kedua desa saling berdekatan dan memiliki sumber perairan yang tidak jauh berbeda yaitu sama-sama berada di daerah hulu sungai yaitu Sungai Cideres dan Sungai Cigunungjaga sehingga memungkinkan mendapatkan air yang relatif belum terkontaminasi. Dengan demikian keberhasilan disertifikasi atau tidaknya keduanya memiliki peluang yang hampir sama. Peta hamparan desa Kiarajangkung yang berbatasan langsung dengan Sundakerta seperti disajikan pada Lampiran 1. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September hingga Desember 2010. 3.3.
Teknik Pengumpulan Data Data dan informasi yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder
yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode pengambilan data dilakukan dengan cara : 1. Data primer diperoleh melalui penelitian lapang dengan mengumpulkan data yang terkait langsung dengan topik penelitian. Data primer dilakukan dengan : a.
Interview yaitu tanya jawab langsung dengan pengurus Gapoktan dan ICS, pengurus kelompok tani, inspektor internal dan petani.
b.
Observasi dengan melihat dan mengamati secara langsung kondisi dan pelaksanaan dilapang dan membandingkan dengan teori yang ada.
c.
Kuisioner yaitu mengajukan pertanyaan secara tertulis kepada responden yang dipilih mengenai analisis pendapatan usahatani dan persepsi anggota terhadap penerapan ICS.
28
2. Data sekunder diperoleh dengan cara penelusuran ke perpustakaan, dokumen mutu dan data terkait lainnya dari Gapoktan Simpatik, laporan penelitian, artikel, majalah, karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah penelitian dan melalui internet. 3.4.
Metode Penarikan Sampel Sampel diambil dari dua kelompok yang berbeda yaitu petani yang bersertifikat
organik dan yang tidak bersertifikat organik dalam satu kecamatan yang sama yaitu Kecamatan Sukahening. Masing-masing kelompok tani baik yang bersertifikat organik maupun yang tidak bersertifikat organik diambil contoh sebanyak 20 orang sehingga total responden berjumlah 80 orang. Penyebaran kuisioner dilakukan dengan metode judgement sampling yaitu memilih responden yang paling tepat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. 3.5.
Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kondisi umum Gapoktan Simpatik, dan data lainnya meliputi : -
Kepengurusan Gapoktan dan kelompok tani
-
Budidaya pertanian yang dilaksanakan dan kondisi geografis
-
Penerapan ICS meliputi prosedur dan kebijakan yang ditetapkan
-
Kepemilikan lahan
-
Kelembagaan kelompok dan gapoktan
-
Hubungan kemitraan dengan traider
-
Permodalan Gapoktan dan kelompok tani
-
Profil responden (usia, pendidikan, pengalaman, keluarga dll)
-
Informasi lain yang terkait
Analisis kuantitatif meliputi : a)
Analisis Pendapatan Usahatani Analisis ini dilakukan dengan mengumpulkan data biaya dan pendapatan
usahatani
dari masing-masing anggota kelompok bersertifikat dan yang belum
bersertifikat organik melalui kuisioner (Lampiran 2). Pendapatan usahatani dihitung dengan menggunakan rumus :
29
𝑃 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶 Keterangan : Pd = Pendapatan usahatani TR = Total revenue (total penerimaan) TC = Total cost (total biaya) Selanjutnya, untuk kedua jenis usahatani dilakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) dengan rumus :
𝑎=
𝑅 𝐶ཬ
Keterangan : a = R/C ratio R = Total penerimaan C = Total biaya Nilai a
> 1 menunjukkan bahwa usahatani layak untuk diusahakan, dan
sebaliknya jika nilai a < 1 artinya usahatani tersebut tidak layak untuk diusahakan. Nilai a = 1 berarti bahwa usahatani berada dalam posisi tidak untung dan tidak rugi. Sebelum melakukan uji perbedaan pendapatan usahatani bersertifikat dan yang tidak bersertifikat terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas.
Uji homogenitas
dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Apabila data terdistribusi normal, maka dilakukan uji parametrik dengan uji t, namun bila data tidak terdistribusi secara normal, maka dilakukan uji non parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Pengujian dilakukan dengan uji hipotesis dengan membandingkan nilai z hitung dan z tabel. Hipotesis Ho : µ=µ1 artinya rata-rata pendapatan usahatani bersertifikat dan yang tidak bersertifikat sama dan H1 : µ ≠ µ1 yang berarti rata-rata pendapatan usahatani bersertifikat tidak sama dengan rata-rata pendapatan kelompok tani yang tidak bersertifikat organik. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan sofware SPSS. Pengujian dilakukan pada tingkat kepercayaan 90%. Jika z hitung lebih kecil dari z tabel maka Ho diterima artinya pendapatan petani organik bersertifikat sama dan usahatani yang belum bersertifikat organik, dan sebaliknya jika z hitung lebih besar dari z tabel maka tolak Ho
30
atau terima H1 yang berarti ada perbedaan pendapatan antara petani yang bersertifikat organik dengan yang tidak bersertifikat. b)
Analisis Perbedaan Pendapatan Usahatani Analisis perbedaan pendapatan usahatani organik bersertifikat dan tidak
bersertifikat memerlukan metode statistik. Menurut Walpole (1993) menyebutkan bahwa metode statistik adalah prosedur-prosedur yang digunakan untuk pengumpulan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Metode-metode tersebut dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu statistik deskriptif dan inferensia statistik. Statistik deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna, sedangkan inferensia statistik mencakup semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan gugus data induknya. Menurut Siegel (1994) dalam perkembangan metode-metode statistik moderen, teknik-teknik inferensia pertama yang muncul adalah teknik-teknik yang membuat sejumlah besar asumsi mengenai sifat populasi dari mana skor-skor diambil. Nilai-nilai popolasi yang diambil adalah berupa parameter sehingga disebut statistik parametrik. Perkembangan statistik selanjutnya juga memunculkan statistik non parametrik yang banyak digunakan untuk menganalisa data yang bersifat kualitatif. Diantara analisis statistik parametrik yang banyak dikenal adalah uji t. Uji t dapat digunakan untuk menganalisa perbedaan dua mean (nilai tengah) baik pada sampel yang berhubungan maupun tidak. Pengujian analisa pendapatan usahatani organik bersertifikat dan tidak bersetifikat, dapat digunakan uji t yang diadopsi adalah uji t untuk analisis sampel yang tidak berhubungan (independen). Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan uji t untuk sampel yang tidak berhubungan diantaranya adalah : a.
Variabel yang dihubungkan berbentuk numerik dan kategorik
b.
Data harus homogen atau terdistribusi secara normal
c.
Kedua kelompok data independen Sebelum dilakukan uji t independen untuk analisis perbedaan pendapatan
usahatani organik bersertifikat dan tidak bersetifikat, perlu terlebih dahulu dilakukan uji
31
homogenitas. Uji homogenitas berguna untuk melihat kehomogenan data sampel. Apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa data tidak homogen, maka dapat dilakukan uji non parametrik yang tidak mempersyaratkan data harus homogen, namun dapat memberikan hasil yang lebih valid. Analisis uji dua sampel independen, dapat menggunakan uji Mann-Whitney. Asumsi-asumsi yang diperlukan untuk uji ini adalah : a.
Data merupakan sampel acak hasil-hasil pengamatan X1, X2, …, Xn1, dari populasi 1 dan sampel acak hasil-hasil pengamatan Y1, Y2, …, Yn1, dari populasi 2.
b.
Kedua sampel tidak saling mempengaruhi.
c.
Variabel yang diamati adalah variabel acak kontinu.
d.
Skala pengukuran yang dipakai sekurang-kurangnya ordinal.
e.
Fungsi-fungsi distribusi kedua populasi hanya berbeda dalam hal lokasi, yakni apabila keduanya sungguh berbeda. Untuk melakukan uji perbedaan pendapatan dilakukan dengan uji hipotesis.
Menurut Sunyoto (2009) hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau tanggapan yang sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan/solusi persoalan dan juga untuk dasar penelitian lebih lanjut.
Pengujian hipotesis statistik adalah
prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat yaitu keputusan untuk menolak atau menerima hipotesis. Hipotesis yang dirumuskan dengan harapan akan ditolak membawa penggunaan istilah hipotesis nihil (Ho) yang mangakibatkan penerimaan suatu hipotesis alternatif (Ha, H1 atau Hi). c)
Analisis Persepsi Anggota terhadap Penerapan ICS Analisis persepsi anggota terhadap penerapan ICS bertujuan untuk mengetahui
sikap anggota baik dari kelompok bersertifikat organik dengan tidak bersertifikat terhadap penerapan ICS. Kelompok yang akan diamati meliputi kelompok tani Srilangen 1 dan Srilangen 2 dari Desa Kiara jangkung dan kelompok tani Mekarjaya dan Sribangkit 2 dari Desa Sunda Kerta. Peubah yang diamati dalam penelitian ini berdasarkan pada panduan ICS organik yang telah dikeluarkan oleh IFOAM. Peubah pengamatan seperti terdapat dalam Tabel 3. Dari masing-masing peubah dibuat beberapa pertanyaan yang disesuaikan dengan maksud yang dipersyaratkan dalam panduan ICS. Lebih lengkapnya pertanyan tersebut disajikan dalam Lampiran 3.
32
Tabel 3. Peubah pengamatan penerapan ICS pada kelompok tani Kode X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9
Uraian Mengelola kemutahiran dan pendistribusian panduan ICS Uraian struktur dan kegiatan kelompok Manajemen risiko Standar organik internal yang digunakan Pengawasan lahan dan prosedur persetujuan Personel organisasi dan ICS Pelatihan Pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor Inspeksi dan sertifikasi eksternal
Sikap responden ditentukan dengan mengajukan pertanyaan yang terkait dengan peubah dalam bentuk skala likert. Penentuan skor atau nilai berdasarkan alternatif jawaban yang telah ditetapkan, yakni sebanyak 5 (lima) alternatif jawaban seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Skor dari Alternatif Jawaban Alternatif Jawaban Sangat tidak puas/sangat tidak paham Tidak puas/tidak paham Cukup puas/cukup paham Puas/paham Sangat puas/sangat paham
Skor Positif 1 2 3 4 5
Hasil kuisioner selanjutnya dianalisis biplot untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi anggota bersertifikat dan tidak bersertifikat terhadap penerapan ICS. Responden dari masing-masing kelompok diberi nomor yang berbeda untuk memudahkan dalam mengamati persepsi mereka terhadap peubah yang diamati. Kelompok yang bersertifikat organik diberi nomor R1-R40, dengan rincian R1-R20 untuk kelompok tani Srilangen 2 dan R21-R40 untuk kelompok tani Mekarjaya. Kelompok tani yang belum bersertifikat juga diberi nomor R1-R40 dengan rincian R1-R20 untuk kelompok tani Srilangen 1, dan R21-R40 untuk responden dari kelompok tani Sribangkit 2. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan sofware SAS.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Sukahening merupakan salah satu dari 39 kecamatan di Kabupaten
Tasikmalaya. Kecamatan ini terdiri dari tujuh desa yaitu Desa Kudadepa, Sundakerta, Kiarajangkung, Sukahening, Calingcing, Banyurasa dan Banyuresmi.
Berdasarkan
letak geografisnya Kecamatan Sukahening sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciawi dan Jamanis, sebelah Timur dengan Kecamatan Rajapolah, sebelah Barat dengan Kabupaten Garut dan sebelah Selatan dengan Kecamatan Cisayong. Potensi luas lahan untuk persawahan di Kecamatan Sukahening cukup besar yaitu 826 ha. Dari luas tersebut 30% merupakan lahan sawah yang terdapat di desa Kiarajangkung dan Sundakerta. Kedua desa ini merupakan desa yang letaknya paling tinggi dan berbatasan langsung dengan hutan rakyat sehingga peluang untuk menerapkan pertanian organik sangat memungkinkan. Wilayah ini memiliki ketinggian antara 650 m dpl sampai 750 dpl dengan tingkat kemiringan antara 8% sampai 59%. Sumber perairan utama pertanian di Kecamatan ini bersumber dari air pegunungan yang mengalir alami melalui sungai dan kemudian dialirkan melalui selokan-selokan kecil untuk dapat mencapai sawah-sawah yang ada. Jenis tanah di wilayah ini didominasi oleh jenis tanah Andosol coklat kekuningan dengan kedalamam olah efektif antara 30 cm sampai 80 cm. Jumlah penduduk di Kecamatan Sukahening pada tahun 2007 tercatat 28.008 orang yang terdiri dari 14.116 orang laki-laki dan 14.132 orang perempuan. 3.519 orang merupakan warga Desa Sundakerta (12,6%) dan 3.553 orang merupakan penduduk Desa Kiarajangkung (12,7%). 77% penduduk Kecamatan Sukahening berpenghasilan dari sektor pertanian dan sisanya dari sektor lain seperti perdagangan dan jasa. Tingkat pendidikan lebih didominasi oleh tamatan Sekolah Dasar (SD) yakni sejumlah 52,84%, tingkat SLTP 32,43%, SLTA 8,47% dan sisanya 5,74% belum atau tidak tamat. Petani di Kecamatan Sukahening mulai mengenal pertanian organik dengan metode System of Rice of Intensification (SRI) sejak tahun 2001, namun penerapannya
34
secara bertahap baru dimulai sejak tahun 2006. Sejak tahun 2001, kelembagaan petani pun ikut berkembang, terbukti dengan semakin banyaknya terbentuk kelompok tani dari sebelumnya hanya 21 kelompok menjadi 32 kelompok atau meningkat 50%. Salah satu kelompok tani yang terbentuk di Desa Kiarajangkung sejak mengenal pertanian organik adalah kelompok tani Srilangen 1 yang berdiri tahun 2001 dan Srilangen 2 yang berdiri tahun 2002, sedangkan di Desa Sundakerta terbentuk kelompok tani Mekarjaya yang berdiri tahun 2001 dan kelompok tani Sribangkit 2 yang berdiri tahun 2004. 4.2.
Keadaan Umum Responden Berdasarkan tingkat usia responden, untuk kelompok petani yang bersertifikat
organik, 47,5% merupakan petani dengan usia antara 32 tahun - 48 tahun, 50% berusia antara 49 tahun - 64 tahun, dan sisanya 2,5% berusia diatas 64 tahun. Responden dari kelompok tani yang tidak bersertifikat organik 42,5% berusia antara 32 tahun – 48 tahun, 50% berusia antara 49 tahun – 64 tahun dan 7,5% berusia diatas 64 tahun. Berdasarkan data tersebut secara total usia responden adalah 45 % berusia antara 32 tahun – 48 tahun, 50% berusia antara 49 tahun – 64 tahun dan 5% berusia lebih dari 64 tahun. Menurut Wirosoehardjo (1981) batasan usia produktif penduduk adalah antara 15 tahun – 64 tahun, sehingga berdasarkan data responden yang ada, 95% responden berada dalam usia produktif. Data lengkap usia responden dapat dilihat dalam Tabel 5. Tabel 5. Data Responden berdasarkan Tingkat Usia Jenis Kelompok Bersertifikat Tidak Bersertifikat Usia Persentase Persentase Jumlah Jumlah (%) (%) 15 – 31 0 0 0 0 32 – 48 19 47,5 17 42,5 49 – 64 20 50 20 50 >64 1 2,5 3 7,5 Jumlah 40 100 40 100 Sumber : Data primer diolah (2011)
Total
Persentase (%)
0 36 40 4 80
0 45 50 5 100
Berdasarkan tingkat pendidikan responden, 95% responden petani bersertifikat organik merupakan petani dengan tingkat pendidikan tamatan Sekolah Dasar (SD), dan 5% yang berpendidikan Sarjana (S1). Responden ini merupakan pengurus inti kelompok tani yang menggagas berdirinya kelompok. Responden dari kelompok tani yang tidak
35
bersertifikat organik 97,5% merupakan responden yang berpendidikan hanya tamatan SD, dan 2,5% berpendidikan SLTP. Sesuai data tersebut, terlihat ada perbedaan tingkat pendidikan antara kelompok tani yang bersertifikat organik dengan kelompok yang tidak bersertifikat organik. Responden yang bersertifikat organik memiliki anggota yang berpendidikan sarjana, yang merupakan pengurus kelompok tani, dan berperan besar sebagai motor penggerak dalam kelompok untuk menerapkan pertanian organik sehingga berhasil disertifikasi organik. Secara umum tingkat pendidikan pada semua kelompok relatif masih rendah yaitu tamatan SD. Secara lengkap data tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Data Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Jenis Kelompok Bersertifikat Tidak Bersertifikat Persentase Persentase Jumlah Jumlah (%) (%)
Tidak sekolah /tidak lulus SD 0 0 Tamatan SD 38 95 SLTP 0 0 SLTA 0 0 Sarjana (S1) 2 5 Jumlah 40 100 Sumber : Data primer diolah (2011)
0 38 2 0 0 40
0 95 5 0 0 100
Total
0 76 2 0 2 80
Persentase (%)
0 95 2,5 0 2,5 100
Karakteristik responden berdasarkan tingkat tanggungan keluarga dari kelompok bersertifikat organik, 32,5% merupakan responden yang memiliki tanggungan kurang dari 3 orang,
60% responden memiliki tanggungan 3 orang - 5 orang dan 7,5%
memiliki tanggungan lebih dari 5 orang. Responden dari kelompok yang tidak bersertifikat organik, 60% responden memiliki tanggungan kurang dari 3 orang, 32,5% memiliki tanggungan 3 orang – 5 orang dan 7,5% memiliki tangggungan lebih dari 5 orang. Secara keseluruhan dari total responden, 46,5%, memiliki tanggungan kurang dari 3 orang, 46,5% memiliki tanggungan 3 orang – 5 orang, dan 7,5% memiliki tanggungan lebih dari 5 orang. Data lengkap jumlah tanggungan responden seperti Tabel 7 berikut.
36
Tabel 7. Data Responden berdasarkan Jumlah Tanggungan Jenis Kelompok Bersertifikat Tidak Bersertifikat Persentase Persentase Jumlah Jumlah (%) (%) <3 13 32,5 24 60 3- 5 24 60 13 32,5 >5 3 7,5 3 7,5 Jumlah 40 100 40 100 Sumber : Data primer diolah (2011) Jumlah Tanggungan (orang)
Total 37 37 6 80
Persentase (%) 46,25 46,25 7,5 100
Berdasarkan luas lahan organik yang diusahakan responden, diperoleh data bahwa untuk kelompok yang bersertifikat organik maupun yang tidak bersertifikat organik sebagian besar memiliki lahan yang sempit yaitu kurang dari 0,25 ha. Responden dari kelompok bersertifikat organik, 62,5% memiliki lahan kurang dari 0,25 ha, 32,5% memiliki lahan antara 0,25 ha – 0,5 ha, 5% memiliki lahan antara 0,51 ha – 0,75 ha berjumlah, dan tak seorangpun dari responden yang memiliki lahan lebih dari 0,75 ha. Kepemilikan lahan dari responden yang tidak bersertifikat organik, 66,25% memiliki lahan kurang dari 0,25 ha, 31,25% memiliki lahan 0,26 ha– 0,50 ha, dan tak satupun responden yang memiliki lahan lebih dari 0,5 ha. Kepemilihan lahan yang makin sempit ini berpengaruh terhadap tingkat pendapatan petani karena akan menyebabkan kurang efisiennya usahatani yang diusahakan. Rata-rata luas lahan untuk kelompok bersertifikat organik adalah 0,24 ha sedangkan untuk petani yang belum bersertifikat organik luas rata-rata adalah 0,19 ha. Apabila dilihat dari status kepemilikan lahan,
semua lahan yang dimiliki responden merupakan lahan milik
sendiri. Sebagian besar responden mencukupi kebutuhan hidupnya dengan melakukan pekerjaan sampingan seperti menjadi buruh upah dan pedagang. kepemilikan lahan sebagaimana tercantum dalam Tabel 8.
Data lengkap
37
Tabel 8. Data Responden berdasarkan Kepemilikan Lahan Jenis Kelompok Luas Lahan Bersertifikat Tidak Bersertifikat (ha) Persentase Persentase Jumlah Jumlah (%) (%) < 0,25 25 62,5 28 70 0,26 – 0,50 13 32,5 12 30 0,51 – 0,75 2 5 0 0 > 0,75 0 0 0 0 Jumlah 40 100 40 100 Sumber : Data primer diolah (2011)
Total
Persentase (%)
53 25 2 0 80
66,25 31,25 2,5 0 100
Petani organik yang telah bersertifikat maupun yang tidak bersertifikat memiliki perbedaan dari lamanya pengalaman dalam bertani organik.
Dari responden yang
diamati, untuk kelompok yang telah bersertifikat organik, semua responden merupakan petani yang telah menerapkan pertanian organik lebih dari 3 tahun, sedangkan untuk kelompok yang belum bersertifikat organik semua responden memiliki pengalaman bertani organik kurang dari 3 tahun. 4.3.
Analisis Pendapatan Usahatani
4.3.1. Biaya Usahatani Pendapatan usahatani sangat dipengaruhi oleh biaya yang dikeluarkan, baik biaya variabel maupun biaya tetap. Komponen biaya variabel pada pertanian organik yang bersertifikat maupun tidak bersertifikat adalah sama, yaitu mencakup biaya untuk pembelian benih, pupuk, pestisida nabati/organik, dan tenaga kerja. Perhitungan biaya variabel perhektar diperoleh dengan cara melakukan konversi dari biaya variabel dari setiap responden kedalam biaya perhektar, kemudian biaya variabel perhektar tersebut dikalikan dengan banyaknya jumlah panen yang dilakukan petani dalam satu tahun, sehingga diperoleh total rata-rata biaya variabel pertahun perhektar. Berdasarkan data rata-rata dari responden kelompok petani bersertifikat organik, komponen biaya variabel yang paling banyak adalah untuk pupuk yaitu Rp. 9.224.000/ha/tahun atau 57,6% dari total biaya variabel, tenaga kerja Rp. 5.960.000/ha/tahun (37,3%), pestisida nabati Rp. 743.400/ha/tahun (4,6%), dan biaya untuk benih sebesar Rp. 72.800/ha/tahun (0,5%). Komponen biaya variabel dari kelompok yang tidak bersertifikat organik yang terbanyak adalah untuk pupuk yaitu Rp. 7.272.400/ha/tahun atau 49% dari total biaya
38
variabel, biaya tenaga kerja Rp. 6.758.000/ha/tahun
(45,5%), pestisida nabati Rp.
722.400/ha/tahun (4,9%) dan untuk benih sebesar Rp. 93.260/ha/tahun (0,6%). Komponen biaya variabel untuk benih pada kedua kelompok menunjukkan bahwa kelompok bersertifikat organik mengeluarkan biaya yang lebih murah sebesar Rp. 20.460/ha/tahun dibandingkan kelompok yang tidak bersertifikat. Untuk komponen biaya pupuk, kelompok bersertifikat mengeluarkan biaya yang lebih besar dengan perbedaan sebesar Rp. 1.951.600/ha/tahun. Dominannya biaya pupuk pada kelompok bersertifikat organik adalah karena responden dari kelompok bersertifikat menggunakan pupuk kandang dan pupuk hijauan, sedangkan kelompok yang tidak bersertifikat hanya menggunakan pupuk kandang. Komponen biaya pestisida nabati/organik pada kelompok bersertifikat mempunyai biaya yang sedikit lebih tinggi dari kelompok yang tidak bersertifikat yaitu Rp. 21.000/ha/tahun. Komponen untuk biaya tenaga kerja, terlihat bahwa kelompok tani tidak bersertifikat organik mengeluarkan biaya yang relatif lebih tinggi dari kelompok tani bersertifikat organik yakni sebesar Rp. 798.000/ha/tahun. Data lengkap untuk biaya variabel rata-rata pada masing-masing kelompok adalah sebagaimana terdapat dalam Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata Biaya Variabel/hektar/tahun Komponen Biaya
Jenis Kelompok Bersertifikat Tidak Bersertifikat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Rp/ha/thn) (%) (Rp/ha/thn) (%) 72.800 0,5 93.260 0,6 9.224.000 57,6 7.272.400 49,0 743.400 4,6 722.400 4,9
Benih Pupuk Pestisida nabati Tenaga kerja (5.960.000) Jumlah 16.000.200 Sumber : Data primer diolah (2011)
37,3 100
(6.758.000) 14.846.060
45,5 100
Perbedaan (Rp/ha/ tahun) 20.460 1.951.600 21.000 - 798.000 1.154.140
Komponen biaya tetap untuk pertanian padi organik dalam penelitian mencakup biaya untuk sewa peralatan, penyusutan peralatan, pajak, dan biaya lahan. Berdasarkan data rata-rata biaya tetap untuk kedua kelompok relatif sama, karena alat yang digunakan, sewa lahan, dan pajak lahan adalah relatif sama. Data lengkap biaya tetap adalah seperti Tabel 10.
39
Tabel 10. Rata-rata Biaya Tetap/hektar/tahun Komponen biaya
Jenis kelompok Bersertifikat Tidak bersertifikat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Rp/ha/thn) (%) (Rp/ha/thn) (%) 6.928.000 76,6 6.928.000 76,6 1.000.000 11,1 995.000 11,0
Sewa lahan Sewa peralatan Penyusutan 400.000 peralatan Pajak 714.000 Jumlah 9.042.000 Sumber : Data primer diolah (2011)
Perbedaan (Rp/ha/ tahun) 0 5.000
4,4
405.000
4,5
-5.000
7,9 100
714.000 9.042.000
7,9 100
0 0
Komponen biaya tetap terbesar berasal dari sewa lahan menempati yakni Rp. 6.928.000/ha/tahun atau 76,6%. Biaya tetap lainnya adalah sewa peralatan sebesar Rp. 997.500/ha/tahun atau 11 %, pajak sebesar Rp. 714.000 atau 7,9% dan penyusutan paralatan sebesar Rp. 402.500/ha/tahun atau 4,5%. Berdasarkan total keseluruhan biaya (biaya variabel dan biaya tetap), untuk pertanian organik dari kelompok yang bersertifikat rata-rata mempunyai biaya total sebesar Rp. 25.042.000/ha/tahun, sedangkan untuk kelompok yang tidak bersertifikat sebesar
Rp.
23.888.060/ha/tahun,
atau
ada
perbedaan
biaya
total
sebesar
Rp. 1.154.140/ha/tahun. Tabel 11 memperlihatkan total biaya/ha/tahun yang dikeluarkan oleh kedua kelompok. Tabel 11. Total Biaya/hektar/tahun Komponen Biaya
Jenis Kelompok Bersertifikat Tidak Bersertifikat Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Rp/ha/thn) (%) (Rp/ha/thn) (%)
Biaya 16.000.200 variabel Biaya tetap 9.042.000 Jumlah 25.042.200 Sumber : Data primer diolah (2011)
Rata-rata (Rp/ha/ tahun)
63,9
14.846.060
62,1
1.154.140
36,1 100
9.042.000 23.888.060
37,9 100
0 1.154.140
40
4.3.2. Penerimaan Usahatani Rata-rata penerimaan usahatani untuk kedua kelompok memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan. Hal ini terjadi karena produktivitas perhektar untuk kelompok yang bersertifikat cenderung lebih tinggi dari kelompok yang tidak bersertifikat. Rata-rata produktivitas untuk kelompok yang bersertifikat adalah 6,005 ton/ha sedangkan untuk yang tidak bersertifikat adalah 5,231 ton/ha. Hal ini diperkirakan karena penggunaan pupuk yang lebih banyak dan juga penerapan bertani organik kelompok ini yang jauh lebih lama dari kelompok yang tidak bersertifikat. Mamaril (2005) dalam Syam (2008) mengungkapkan bahwa bahan organik yang digunakan secara terus menerus dan kurun waktu yang lama akan dapat meningkatkan bahan organik di dalam tanah. Hal ini tentunya akan berpengaruh kepada kesuburan tanah dan tanaman. Harga jual padi organik kelompok bersertifikat dan yang tidak bersertifikat terdapat perbedaan sebesar Rp. 200.000/ton. Gabah kering panen dari kelompok bersertifikat organik dibeli oleh ICS dengan harga Rp. 3.700.000/ton sedangkan untuk kelompok tidak bersertifikat harga yang mereka terima baik dari ICS maupun bandar lokal rata-rata adalah Rp. 3.500.000/ton. Perbedaan ini dapat dipahami karena kelompok yang bersertifikat organik dianggap dapat memberikan jaminan keorganikan lebih baik daripada kelompok yang tidak bersertifikat organik, namun harga ini masih lebih rendah dari yang mereka harapkan yaitu minimal Rp.500.000/ton. Walaupun harga yang mereka peroleh belum maksimal sesuai dengan harapan, namun harga tersebut masih lebih baik dari petani konvensional yang rata-rata harganya adalah Rp. 3.200.000/ton. Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara hasil panen dengan harga jual. Penerimaan usahatani dihitung berdasarkan penerimaan pertahun, sehingga hasil usahatani setiap kali panen dikalikan dengan banyaknya panen yang dilakukan selama satu tahun. Semua kelompok melakukan pemanenan sebanyak dua kali dalam satu tahun, sehingga penerimaan setiap kali panen dikalikan dua. Berdasarkan penerimaan usahatani rata-rata, kelompok yang bersertifikat memperoleh penerimaan sebesar Rp. 44.437.000/ha/tahun, sedangkan yang tidak bersertifikat sebesar 36.617.000/ha/tahun, sehingga
ada
perbedaan
7.820.000/ha/tahun.
penerimaan
diantara
dua
kelompok
sebesar
Rp.
41
Total penerimaan usahatani setelah dikurangi dengan total biaya menghasilkan total pendapatan. Kelompok yang bersertifikat organik memperoleh pendapatan sebesar Rp. 19.394.800 ha/tahun, sedangkan kelompok yang tidak bersertifikat organik mempunyai pendapatan sebesar Rp. 12.728.940/ha/tahun atau ada perbedaan pendapatan sebesar Rp. 6.665.860/ha/tahun. Secara lengkap pendapatan usahatani untuk kedua kelompok adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel 12. Tabel 12. Pendapatan/Tahun Kelompok Bersertifikat Organik dan Tidak Bersertifikat Organik Uraian Produksi (ton/tahun)
Bersertifikat Organik
Tidak bersertifikat organik
Perbedaan
12,01
10,462
1,548
3.700.000
3.500.000
200.000
Penerimaan (Rp/tahun)
44.437.000
36.617.000
7.820.000
Biaya (Rp/tahun)
25.042.200
23.888.060
-1.154.140
Pendapatan (Rp/tahun) 19.394.800 Sumber : Data primer diolah (2011)
12.728.940
6.665.860
Harga (Rp/ton)
4.3.3. Analisis R/C ratio Analisis R/C ratio merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Kelompok yang bersertifikat organik memperoleh nilai R/C ratio sebesar 1,77 yang berarti bahwa setiap 1 rupiah yang dikeluarkan akan mampu memberikan penerimaan sebesar 1,77 rupiah. Nilai R/C lebih dari 1 menunjukkan bahwa usahatani kelompok tani yang bersertifikat organik menguntungkan untuk diusahakan. Nilai R/C untuk kelompok tani tidak bersertifikat organik adalah 1,53 yang berarti usahatani ini juga menguntungkan. Apabila dibandingkan dengan nilai R/C ratio kelompok yang bersertifikat, maka nilai ini lebih rendah sebesar 0,24 yang berarti tingkat kemampuan kelompok tidak bersertikat untuk mengembalikan penerimaan dari total biaya yang dikeluarkan 0,24 kali lebih kecil dari kelompok yang bersertifikat organik. Perhitungan nilai R/C ratio adalah sebagaimana terdapat dalam Tabel 13.
42
Tabel 13. Nilai R/C Ratio Kelompok Bersertifikat Organik dan Tidak Bersertifikat Organik Uraian
Bersertifikat
Tidak bersertifikat
Perbedaan
Penerimaan Rp/tahun)
44.437.000
36.617.000
7.820.000
Biaya (Rp./tahun)
25.042.200
23.888.060
-1.154.140
1,53
0,24
R/C ratio Sumber : Data primer diolah (2011)
4.4.
1,77
Analisis perbedaan pendapatan Analisis perbedaan pendapatan dengan menggunakan uji t dua sampel
independen dilakukan apabila asumsi data tersebar normal terpenuhi. Pengujian kenormalan
data
dilakukan
menggunakan
uji
Kolmogorov-Smirnov.
Uji
ini
menggunakan hipotesis dua arah yaitu H0: 1- 2 =0 dan H1: 1- 2 0 dengan daerah kritis untuk menolak H0 jika |th | > t(/2) atau p-value < alfa dengan nilai alfa 0,05. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan SPSS, diperoleh hasil bahwa data pendapatan dari responden bersertifikat organik tidak tersebar secara normal yang ditunjukkan dengan nilai signifikan sebesar 0,024 yang lebih kecil dari α = 0,05. Artinya kita dapat menolak H0 dan terima H1 bahwa data pendapatan petani dari responden bersertifikat organik tidak tersebar secara normal. Untuk data pendapatan dari responden kelompok yang tidak bersertifikat organik diperoleh nilai signifikan sebesar 0,200 yang lebih besar dari α = 0,05 yang berarti menerima H0 bahwa data tingkat pendapatan kelompok tidak bersertifikat organik tersebar normal. Data lengkap hasil uji kenormalan Kolmogorov-Smirnov seperti terdapat dalam tabel 14. Tabel 14. Hasil Uji Kenormalan Data Tingkat Pendapatan Kelompok Bersertifikat Organik dan Tidak Bersertifikat Organik
Sertifikat Belum Sertifikat
Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. .150 40 .024 .086 40 .200*
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
43
Sesuai dengan hasil uji kenormalan yang diperoleh, maka persyaratan untuk melakukan uji t dua sampel independen tidak dapat dipenuhi, sehingga pengujian perbedaan tingkat pendapatan antara dua kelompok dilakukan dengan menggunakan uji non parametrik Mann-Whitney yang tidak mempersyaratkan data harus tersebar normal. Pengujian ini menggunakan uji hipotesis dua arah yaitu H0 : μ = μi yang berarti tidak ada perbedaan rata-rata diantara kedua sampel dan H1 : μ ≠ μi yaitu terdapat perbedaan rata-rata antara kedua sampel. Kaidah yang dilakukan untuk mengambil keputusan adalah menolak H0, jika nilai signifikan < dan terima H0 jika nilai signifikan > Dari output Rank, dapat kita lihat bahwa nilai mean untuk data yang bersertifikat lebih besar daripada nilai mean data yang belum bersertifikat (56.18 > 24.82) yang berarti bahwa tingkat pendapatan kelompok bersertifikat lebih besar daripada kelompok tidak bersertifikat. Pengujian analisis perbedaan pendapatan dua kelompok independen dengan uji Mann-Whitney U, diperoleh hasil nilai statistik uji Z yang sangat kecil yaitu -6.033 dan nilai signifikan dua arah adalah 0.000 < 0,05. Artinya hipotesis H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan nilai dugaan rata-rata total pendapatan antara kelompok yang bersertifikat dengan kelompok yang belum bersertifikat. Data lengkap hasil pengujian ini seperti seperti pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil Uji Perbedaan Pendapatan antara Kelompok Bersertifikat Organik dan Tidak Bersetifikat Organik67
PENDAPATAN
Ranks JENIS N KELOMPOK BELUM 40 BERSERTIFIKAT KELOMPOK 40 BERSERTIFIKAT Total 80 a Test Statistik ICS
Mean Rank
Sum of Ranks
24.82
993.00
56.18
2.247.00
PENDAPATAN Mann-Whitney U Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: JENIS
173.000 -6.033 .000
44
Sesuai dengan hasil analisis perbedaan pendapatan, kelompok yang bersertifikat memiliki pendapatan yang lebih tinggi dari kelompok yang tidak bersertifikat. Hal ini merupakan salah satu keuntungan dari penerapan ICS yang berhasil disertifikasi, yaitu harga jual yang lebih tinggi dan jaminan pemasaran yang lebih baik. Pendapatan yang lebih baik ini juga dipengaruhi oleh biaya sertifikasi yang tidak dibebankan kepada petani. Biaya sertifikasi pada kelompok ini difasilitasi oleh traider yang bekerjasama dengan Gapoktan Simpatik dan bantuan dari pemda. Disatu sisi, hal ini sangat menguntungkan bagi kelompok karena tidak perlu mengeluarkan biaya sertifikasi, namun di sisi lain Gapoktan memiliki kelemahan karena tidak leluasa membeli gabah petani dengan harga yang sesuai dengan harapan anggota. Hal ini terjadi karena Gapoktan terikat dengan harga kontrak yang telah ditangani dengan traider. Meskipun perjanjian harga ini dievaluasi setiap satu tahun untuk menyesuaian dengan perkembangan harga di pasaran, namun dengan kondisi saat ini yang mana harga gabah meningkat drastis dalam waktu yang sangat singkat, maka ada baiknya perjanjian tersebut dievaluasi dalam waktu yang lebih singkat. Mengingat segala biaya sertifikasi masih ditanggung oleh pihak luar, maka untuk meningkatkan kemandirian kelompok tani dan Gapoktan perlu dilakukan penyisihan keuntungan.
Tujuannya antara lain untuk membiayai sertifikasi secara
mandari sehingga Gapoktan lebih leluasa menentukan kebijakannya dan mencapai tujuannya yaitu mensejahterakan petani anggotanya.
Hal ini penting untuk dapat
menarik minat kelompok tani organik lainnya yang belum bersertifikat untuk bergabung dan memperoleh sertifikat organik. Apalagi saat ini Gapoktan sudah mempunyai jaringan pemasaran yang cukup luas baik dalam negeri maupun luar negeri, sehingga terkadang tingkat permintaan lebih besar dari tingkat penawaran yang ada. 4.5.
Deskripsi penerapan Internal Control System (ICS) Penerapan Internal Control System (ICS) pada semua kelompok baik yang
bersertifikat dan tidak bersertifikat dimulai sejak tahun 2008. Tujuan dari penerapan ini adalah untuk dapat memperoleh sertifikat organik dari lembaga sertifikasi. Langkah awal dari penerapan ICS ini adalah pengenalan dan pelatihan ICS kepada perwakilan kelompok tani yang tertarik untuk disertifikasi. Personil yang telah paham tentang
45
organik dan persyaratan ICS diangkat sebagai personil ICS dan dipimpin oleh seorang koordinator ICS. Personil ICS mempunyai tugas antara lain menyusun dokumen yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan sertifikasi dengan pola ICS seperti data petani, status lahan, status penggunaan pupuk dan pestisida kimia, pedoman ICS yang akan menjadi pedoman bagi penerapan ICS di kelompok sesuai dengan panduan umum ICS yang dikeluarkan oleh IFOAM. Pedoman ICS merupakan panduan bagi semua anggota dalam menerapkan pertanian organik anggota ICS.
Panduan ICS yang dimiliki Gapoktan Simpatik
mencakup : 1.
Distribusi dan Revisi Pedoman ICS Pedoman ICS disusun dalam bentuk yang mudah dimengerti dan dibagikan
kepada semua Manajemen ICS (Koordinator dan staf ICS), semua anggota Komisi Pengambil Keputusan, seluruh Inspektor Internal dan Staf Lapangan. Bagian-bagian tertentu dari pedoman Internal Control System (ICS) Gapoktan Simpatik juga dibagikan atau didistribusikan kepada seluruh petani, bagian teknis/pengolahan/pemrosesan, dan bagian pemasaran. Sedikitnya sekali dalam setahun sebelum musim panen padi organik yaitu sekitar bulan Januari, Pedoman Internal Control System (ICS) Gapoktan diperiksa ulang dan disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang diperlukan. 2.
Uraian Struktur dan Kegiatan Program sertifikasi lahan padi organik dilaksanakan oleh Gapoktan Simpatik
selaku pelaksana ICS, sedangkan kegiatan External Control dilaksanakan oleh IMO (Institute of Market Ecology), Swiss. Kepengurusan Gapoktan berasal dari semua wilayah yang ikut dalam proses sertifikasi. Setiap wilayah ditempatkan beberapa orang inspektor yang mengawasi 50 – 60 orang petani yang berasal dari daerah yang berbeda dengan asalnya. Alur produksi pemasaran padi organik dilakukan dengan cara sebagai berikut : -
Pemanenan oleh petani disaksikan oleh Petugas Internal Control System,
-
Hasil panen dikumpulkan dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) atau Gabah Kering Giling (GKG) di lokasi gudang kelompok
-
Pengangkutan dari gudang Kelompok Tani ke tempat penampungan dilakukan oleh Internal Control System
46
-
Pengeringan Gabah Kering Panen (GKP) dilakukan oleh Internal Control System
-
Proses penggilingan, penyortiran, pengemasan dan pelabelan oleh Gapoktan
-
Stuffing/ pengemasan ke dalam kontainer oleh Gapoktan
-
Pengangkutan dari gudang Gapoktan oleh pihak mitra
-
Proses pengiriman hingga ke importir (shipping) oleh pihak mitra
3.
Manajemen Risiko Identifikasi awal tentang risiko harus lengkap, identifikasi risiko harus dilakukan
di lahan, teknik budidaya tanaman, pemanenan, pengolahan pasca-panen pengiriman/ transportasi bahkan kegiatan ekspor jika masih di bawah kontrol ICS. Tabel 17.Risiko-risiko penting sistem pertanian padi organik Gapoktan Simpatik RISIKO-RISIKO PENTING Pembibitan - Penggunaan pupuk kimia pada saat pembibitan - Penggunaan media yang nonorganik (tanah) Penanaman - Bibit yang ditanam berasal dari bibit yang non-organik - Penanaman bibit non-organik dilahan yang organik Persiapan Lahan - Pemakaian alsintan pada saat persiapan lahan yang sudah tidak layak pakai atau terkontaminasi bahan kimia Budidaya - Pemakaian pestisida kimia untuk pemberantasan hama dan penyakit. - Pemupukan kimia - Pencemaran di lahan padi organik oleh pihak lain
CARA PENANGANANNYA -
Petani dilatih untuk membuat persemaian pada media semai menggunakan campuran tanah dan pupuk organik serta dilakukan penyemprotan menggunakan Mikro Organisme Lokal (MOL).
-
Bibit yang akan ditanam berasal dari hasil persemaian organik. Melakukan persemaian bersama dengan memperhitungkan kebutuhan. Kelompok menyediakan benih Membuat kesepakatan bersama seluruh petani peserta pertanian padi sistem organik untuk tidak menggunakan alsintan yang sudah tidak layak pakai atau terkontaminasi bahan kimia.
-
-
-
-
-
Menggalakkan penanaman tanaman bahan baku pestisida nabati Pelatihan dan pemasyarakatan pembuatan dan penggunaan pestisida nabati Hanya melakukan penyiangan tanaman penggangu (gulma) dengan cara manual serta mekanis dengan menggunakan alat bantu tradisional tanpa menggunakan herbisida. Pemberian sanksi bagi petani yang membeli bahan-bahan kimia, apabila petani mempergunakannya dan poin ini dimasukkan dalam aturan internal. Sosialisasi ke masyarakat tentang arti penting pertanian organik sebagai tindakan preventif dan dukungan untuk tidak mencemari lahan petani organik dengan bahan kimia Bekerjasama dengan dinas terkait untuk ikut mengamankan pilot proyek pertanian organik.
47
Tabel 7. (lanjutan ) RISIKO-RISIKO PENTING Panen - Pencampuran padi organik dengan yang non-organik - Penggunaan wadah dari bekas pupuk anorganik - Panen padi organik yang belum matang - Penjualan padi dari lahan yang tidak disertifikasi
CARA PENANGANANNYA -
-
-
Penyimpanan - Tercampurnya antara padi organik dan non-organik - Penggunaan wadah dan tempat penyimpanan yang sama antara yang organik dan non-organik. - Lalai dalam memberi pelabelan antara yang organik dan nonorganik Penjemuran - Lantai jemur atau tikar tercampur dengan padi non-organik. Transportasi - Dalam pengangkutan tercampur dengan produk non-organik - Lalai membuat pelabelan antara yang organik dan non-organik Masalah Non Teknis - Petani tidak konsisten menerapkan dan memahami praktek pertanian organik. Penjualan hasil padi organik di tempat lain (tidak melalui kelompok) Sumber : Gapoktan Simpatik (2011)
4.
-
-
-
-
-
-
Panen dengan dihadiri oleh petugas Internal Control System (ICS) Pengawasan silang sesama anggota akan terus menerus ditingkatkan. Tanggung jawab sebagai perserta pertanian padi organik akan terus diingatkan kepada setiap petani peserta sistem pertanian padi organik. Penggunaan wadah yang diperbolehkan dalam penanganan hasil padi organik dengan disediakan oleh Internal Control System. Peraturan internal secara tegas melarang peserta program untuk menerima titipan dari petani yang bukan peserta. Pembelian padi organik hanya dilakukan di lokasi serta pada waktu panen. Ditangani oleh Internal Control System, dengan dilakukan pelabelan setelah selesai panen langsung dilokasi. Peraturan internal dalam hal penyimpanan
Penanganan pasca panen memenuhi standar/kriteria penanganan padi organik dan ditangani oleh Internal Control System. Peraturan internal dalam hal penjemuran Pengangkutan produk hanya ditangani oleh Internal Control System.
Pemberian sangsi yang tegas bagi petani yang tidak mengindahkan aturan pertanian sistem pertanian padi organik, Internal Control System. Petani akan menjual hasil padi organik ke kelompok, karena harganya akan lebih mahal, namun demikian kebersamaan kelompok akan terus dijaga.
Standar Internal Organik Standar internal organik yang dibuat oleh ICS mengacu kepada standar yang
diberlakukan di negara tujuan. Tujuan utama pemasaran Gapoktan Simpatik adalah Uni Eropa dan USA sehingga standar internal yang disusun mengacu pada standar EURegulation 2092/91 dan USDA-NOP (National Organik Program).
48
Untuk pemasaran dalam negeri, standar yang diacu adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) sistem pangan organik dan harus mengikuti aturan pelabelan organik yang ditetapkan oleh Kelompok Kerja Organik Indonesia. Sampai saat ini, sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi asing belum dapat diakui apalagi jika standar yang digunakan bukan Standar Nasional Indonesia (SNI). Agar produk organik dapat dipasarkan dalam negeri dan diakui sertifikat organiknya, maka harus sesuai dengan SNI 6729 : 2010 sistem pangan organik dan penilaiannya dilakukan oleh lembaga sertifikasi dalam negeri sehingga akhirnya dapat menggunakan logo organik Indonesia pada produknya. Untuk memenuhi persyaratan tersebut, Gapoktan juga telah berhasil mewujudkan beberapa kelompok tani anggotanya memperoleh sertifikat dari lembaga sertifikasi dalam negeri. Hasil produksi kelompok yang disertifikasi oleh lembaga sertifikasi dalam negeri ini khusus untuk pemasaran dalam negeri. Standar Internal Organik secara umum meliputi aturan tentang bagaimana pengelolaan/ budidaya tanaman padi organik (pengunaan benih, pupuk, konservasi lahan, perlindungan tanaman dari hama dan penyakit), sarana alsintan yang diperbolehkan dan yang dilarang, pencegahan kontaminasi dari irigasi dan hewan ternak, dan prosedur pemanenan dan prosedur pengolahan pasca panen. 5.
Prosedur Pengontrolan dan Pengambilan Keputusan Pengontrolan terhadap penerapan sistem pertanian organik dilakukan oleh
inspektur ICS kepada semua petani yang tergabung dalam ICS. Pengontrolan dilakukan pada semua tahap mulai dari benih yang digunakan, tatacara budidaya, sarana prasarana yang digunakan termasuk gudang atau rumah petani yang digunakan untuk penyimpanan hasil produksi dan faktor lain yang mengandung risiko terkontaminasinya produk organik yang dihasilkan. Selain itu juga dibuat perkiraan hasil panen, sehingga dapat dijadikan kontrol pada saat petani melakukan penjualan ke ICS. Tujuannya untuk menghindari adanya penyalahgunaan keanggotan ICS oleh petani dengan menjual hasil produksi lahan lain yang bukan dikelola dengan cara-cara organik kepada ICS. Pengontrolan dilakukan terhadap dokumen/catatan petani dan pengecekan di lapangan. Hasil pengontrolan yang dilakukan oleh inspektur disampaikan kepada komisi persetujuan untuk diputuskan. Komisi persetujuan pada Gapoktan Simpatik berjumlah 9 (sembilan) orang. Komisi ini bertugas membandingkan hasil pengontrolan yang
49
dilakukan petugas inspektor internal dengan data registrasi petani dan data hasil inspeksi internal sebelumnya.
Bagi petani yang melakukan pelanggaran dilakukan
beberapa tindakan, baik berupa sangsi atau tindakan perbaikan. Sangsi yang terberat adalah mengeluarkan petani dari keanggotaan ICS. 6.
Organisasi dan Staf Dalam organisasi Internal Control System (ICS) Gapoktan Simpatik diatur
secara hirarki, dengan posisi dan pemaparan tugas yang jelas sehingga organisasi Internal Control System (ICS) Gapoktan bisa berjalan dengan baik. Koordinator Internal Control System (ICS) Gapoktan Simpatik merupakan posisi yang penting untuk menjamin agar program sertifikasi padi organik bisa diterapkan bagi seluruh kelompok tani peserta program sertifikasi padi organik. Untuk itu, orang yang menempati posisi sebagai
Koordinator
ICS
harus mempunyai kemampuan dalam pengelolaan
administrasi, melatih dan mampu melakukan koordinasi dengan semua pihak yang berhubungan dengan program sertifikasi padi organik. Oleh karena itu dalam Gapoktan ini koordinator ICS berasal dari orang yang dipercaya banyak anggota dan merupakan petani yang sudah kompeten dalam bidang organik karena banyaknya pengalaman dan pelatihan yang diikutinya. Untuk menjadi anggota inspektur internal dan komisi persetujuan, dibuat beberapa persyaratan sebagai kriteria untuk menjadi inspektur dan komisi persetujuan. Secara umum persyaratan tersebut mencakup pemahaman prinsip-prinsip pertanian organik dan Standar Internal Organik. Persyaratan lain untuk inspektur internal adalah bisa berbahasa lokal dan baca tulis serta mengenal pola pertanian dan teknis budidaya organik di wilayah kerjanya. Untuk komisi persetujuan haruslah berasal dari orangorang yang dihormati dan disegani dalam kelompok. Koordinator, anggota Komisi Persetujuan, Internal Inspektor dan Petugas Pembelian Internal Control System (ICS) Gapoktan merupakan posisi yang rawan dengan konflik kepentingan. Untuk itu guna menghindari terjadinya konflik kepentingan, petugas yang duduk dalam posisi tersebut wajib menandatangani surat pernyataan konflik kepentingan.
50
7.
Pelatihan Pelatihan organik dilakukan secara rutin terutama bagi petugas inspektur internal
yang minimal dilakukan sekali dalam setahun. Bagi personil ICS lainnya pelatihan dilakukan sesuai dengan bidang tugasnya. Pelatihan bagi petani juga rutin dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran petani akan arti penting pertanian organik dan petani bersedia menerapkan pertanian organik dengan motivasi menjaga kelestarian lingkungan, menjaga kesehatan diri dan kesehatan lingkungannya. Pelatihan petani dilakukan secara berkelanjutan sehingga petani paham tentang hakekat pertanian organik yang sebenarnya bukan hanya tidak menggunakan bahan-bahan kimia. 8.
Pembelian dan Pengolahan Pasca Panen Pembelian dilakukan oleh petugas ICS bidang pembelian dengan mengikuti
prosedur pembelian yang telah ditetapkan. Setiap pembelian harus dengan data yang jelas tentang asal usul gabah dan status petani. Setiap penjualan oleh petani harus dibandingkan dengan data perkiraan hasil panen petani penjual dan harus mengisi formulir pembelian. Gabah yang dibeli dimasukkan kedalam karung yang disediakan oleh ICS dan harus dilabel sesuai dengan asal usul gabah dan status keorganikannya. Pemeriksaan terhadap kualitas gabah dilakukan untuk menentukan grade. Harga jual didasarkan kepada mutu gabah sesuai dengan grade yang dipenuhinya, dan harga tersebut sudah disepakati oleh ICS dan petani sebelumnya. Gabah hasil pembelian disimpan dan pengolahan lebih lanjut oleh petugas ICS. Penyimpanan dilakukan digudang yang mampu menjamin tidak terjadinya kontaminasi. Gabah dipisahkan berdasarkan status keorganikannya dengan memberi sekat diantara gabah organik, konversi dan non organik. Gabah organik harus diolah dengan cara-cara organik termasuk dalam penjemuran dan penggilingan. Penggilingan untuk padi organik dilakukan di mesin giling yang khusus untuk gabah organik. Hasil akhirnya dikemas dalam kemasan plastik yang divakum dan yang tidak divakum. Status keorganikan suatu produk akan dapat hilang apabila mengalami salah satu tahap yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip organik. Untuk itu gapoktan membuat aturan yang baku untuk proses distribusi. Produk organik harus diangkut ke pembeli dengan kendaraan yang terpisah dari produk non organik.
51
9.
Inspeksi dan Sertifikasi Eksternal Inspeksi internal dilakukan oleh inspektur internal kepada semua petani anggota.
Inspeksi ini dilakukan sebelum inspeksi eksternal oleh lembaga sertifikasi organik dilakukan. Pengelolah ICS membuat dan menyepakati jadwal inspeksi dengan lembaga sertifikasi organik. Pengelolah ICS dibantu inspektur internal melakukan sosialisasi kepada petani tentang inspeksi internal. Pelaksanaan inspeksi eksternal oleh lembaga sertifikasi didampingi oleh koordinator ICS. Hasil penilaian lembaga sertifikasi akan dibandingkan dengan hasil inspeksi internal yang dilakukan oleh inspektur internal. Hasil tersebut menjadi dasar bagi lembaga sertifikasi untuk mengambil keputusan tentang stutus keorganikan suatu lahan. 4.6.
Analisis Persepsi Anggota terhadap Penerapan ICS Analisis ini bertujuan untuk melihat persepsi anggota terhadap penerapan
Internal Control System (ICS). Hasil analisis biplot pada penelitian persepsi anggota kelompok tani bersertifikat dapat memberikan total keragaman sebesar 57,4%. Sumbu utama pertama memberikan kontribusi sebesar 39,0% dari keragaman yang dapat diterangkan, dan sumbu utama kedua memberi kontribusi sebesar 18,4%. Dari gambar biplot kelompok bersertifikat yang tersaji dalam gambar 4, menunjukkan bahwa sebagian besar responden terletak disekitar vektor yang terbentuk dari semua peubah mulai dari X1 sampai X9. Secara umum dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden memberikan nilai yang cukup baik untuk semua peubah yang ada. Hanya beberapa responden yang menjauh dari vektor yaitu responden ke-3, ke-9, ke-19, ke-5, ke-13, ke-24. Responden yang memberikan penilaian yang kurang baik tersebut, sebagian besar berasal dari kelompok Srilangen 2 dan hanya responden ke-24 yang berasal dari kelompok Mekarjaya.
Hal ini menunjukkan bahwa responden
kelompok Mekarjaya mempunyai persepsi yang lebih baik dari kelompok Srilangen2. Bagi kedua kelompok hal tersebut perlu diantisipasi terutama bagi kelompok Srilangen 2, karena dalam sertifikasi dengan pola ICS kekompakan anggota sangat mempengaruhi berhasil tidaknya memperoleh sertikat organik atau mempertahan status sertifikat organik. Apabila ada salah satu anggota kelompok yang merasa tidak puas atau kurang paham dengan aturan ICS sehingga melakukan pelanggaran terhadap aturan ICS, maka
52
akan dapat mengakibatkan anggota lain di sekitarnya mendapat risiko. Apalagi jika pelanggaran yang dilakukan sangat berat, misalnya penggunaan pestisida, maka keorganikan petani lain di sekitarnya juga tidak dapat dipertahankan.
Gambar 3. Hasil Biplot untuk Kelompok Tani Bersertifikat Organik Keragaman persepsi anggota kelompok tani bersertifikat terhadap suatu peubah dapat dilihat dari panjang vektor yang terbentuk. Semakin panjang garis vektor berarti persepsi responden terhadap peubah tersebut beragam, dan semakin pendek berarti cukup seragam. Dari gambar biplot, dapat dilihat bahwa panjang vektor yang terbentuk dari semua peubah tidak sama, sehingga dapat dikatakan bahwa responden memberikan persepsi yang berbeda untuk masing-masing peubah. Garis vektor terpanjang terbentuk dari persepsi responden terhadap pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor (X8), yang berarti responden mempunyai persepsi yang paling beragam terhadap peubah ini. Responden yang satu dengan responden yang lain memberikan penilaian yang relatif tidak sama terhadap prosedur pembelian yang dilakukan Gapoktan, harga yang diberikan, penanganan pasca panen dan mitra kerja yang dilakukan Gapoktan. Dengan demikian, peubah pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor (X8) perlu diperhatikan oleh pengurus kelompok dan Gapoktan/ICS agar perbedaan persepsi tersebut bisa dikurang.
53
Persepsi responden yang paling seragam terbentuk dari penilaian responden terhadap personel organisasi dan ICS (X6). Hal ini terlihat dari panjang vektor yang terbentuk paling pendek dibandingkan panjang vektor dari peubah lainnya. Hal ini berarti bahwa responden mempunyai penilaian yang hampir sama terhadap orang-orang yang duduk sebagai petugas inspektor internal, petugas pendamping maupun pengurus Gapoktan yang dinilai dari kinerja dan jumlah personel yang tersedia. Di lihat dari hubungan antar peubah, persepsi responden terhadap uraian struktur dan kegiatan kelompok (X2) lebih erat hubungannya dengan persepsi terhadap pelatihan (X7) artinya korelasi antara keduanya lebih tinggi dibandingkan dengan peubah lainnya. Hal ini dapat dilihat dari sudut yang terbentuk antar keduanya yang sangat kecil dibanding dengan sudut yang lainnya. Makna yang terkandung dari hasil analisis ini adalah pemahaman anggota terhadap hak dan kewajiban mereka dalam organisasi dan kepuasan anggota terhadap struktur dan kegiatan yang dilakukan kelompok erat hubungannya dengan kepuasan mereka terhadap pelatihan-pelatihan yang telah dilakukan. Sedangkan keeratan hubungan yang paling lemah adalah antara mengelola kemutahiran dan pendistribusian panduan ICS (X1) dan standar organik internal (X4), karena sudut yang terbentuk diantara kedua peubah tersebut sangat besar. Maknanya adalah pemahaman dan kepuasan anggota terhadap tatacara distribusi dokumen ICS tidak ada hubungan yang erat dengan pemahaman anggota terhadap standar organik internal yang meliputi pemahaman terhadap penggunaan benih, pupuk, pestisida, alsintan dan tatacara penanggulangan hama dan penyakit yang telah ditetapkan ICS. Hasil analisis biplot terhadap persepsi anggota kelompok tani yang tidak bersertifikat dapat dilihat dalam Gambar 5. Analisis ini mampu memberikan total keragaman sebesar 66,2%.
Sumbu utama pertama memberikan kontribusi sebesar
48,7% dari keragaman yang dapat diterangkan, dan sumbu utama kedua memberi kontribusi sebesar 17,5%.
54
1.4
X1
1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 R12 R13
0.7 0.6
X3
R33
0.5
X5
0.4
R24
X6 R7
0.3 0.2
R37 R15 R1 R31 R32 R2 R38 X8
R26
0.1 0.0
R8
R39 R20
R25 R30 R22 R34 R3 R35 R23 R14 R21 R29R28 R36 R27
-0.1 -0.2 -0.3
X7 X2 R11
X9
R10 R5 R6 R17 R9
R18
X4
R40 R19 R16 R4
-0.4 -0.8
-0.7
-0.6
-0.5
-0.4
-0.3
-0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
Dimension 1 (48.7%)
Gambar 4. Hasil biplot untuk kelompok tani tidak bersertifikat organik
Berdasarkan hasil analisis biplot ini, terlihat bahwa sebagian besar responden di kelompok tani tidak bersertifikat organik berjauhan dari garis vektor yang terbentuk. Hal ini berarti bahwa banyak dari responden pada kelompok tani tidak bersertifikat organik yang merasa belum puas/belum paham tentang peubah yang ditanyakan. Responden dari kelompok tani Sribangkit 2 yaitu responden R21 sampai R40, cenderung mempunyai persepsi yang sama karena terlihat saling berdekatan satu sama lain, sedangkan responden dari kelompok tani Srilangen 1 (responden 1 sampai 20) mempunyai persepsi yang lebih bervariasi karena cendrung berjauhan satu sama lain. Dari vektor yang terbentuk, hanya peubah pengawasan lahan dan prosedur persetujuan (X5) dan peubah pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor (X8) yang paling banyak didekati oleh responden, sehingga dapat dikatakan secara umum bahwa responden memiliki persepsi yang cukup baik terhadap kedua peubah ini dibandingkan peubah lainnya. Penilaian yang baik ini terutama berasal dari responden kelompok tani Sribangkit 2, sedangkan beberapa responden dari kelompok tani Srilangen 1 justru menjauh dari kedua peubah ini. Hal ini memberi gambaran bahwa responden kelompok Srilangen 1 yang belum puas/belum paham terhadap pengawasan lahan dan prosedur
55
persetujuan (X5) dan prosedur pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor (X8) yang dilaksanakan ICS. Peubah-peubah yang banyak dijauhi oleh responden antara lain adalah pengelolaan, kemutahiran dan pendistribusian panduan ICS (X1), uraian struktur dan kegiatan kelompok (X2), manajemen risiko (X3), standar organik internal (X4), personel organisasi dan ICS (X6), pelatihan (X7), inspeksi dan sertifikasi eksternal (X9). Banyaknya peubah yang dijauh responden membuktikan bahwa pemahaman dan kepuasan anggota kedua kelompok tani yang tidak bersertifikat ini masih kurang sehingga wajar jika belum dapat memperoleh sertifikat organik.
Untuk itu, agar
Gapoktan Simpatik berhasil menjadikan kedua kelompok tani ini menjadi kelompok yang bersertifikat organik, maka tujuh variabel yang dijauhi tersebut harus mendapat perhatian yang serius untuk dibina, sehingga pemahaman dan kepuasan anggota dapat ditingkatkan. Keragaman persepsi responden terhadap masing-masing peubah dapat dilihat dari panjang pendeknya vektor yang dihasilkan. Berdasarkan biplot pada kelompok tani tidak bersertifikat organik, terlihat bahwa garis vektor terpanjang terbentuk dari peubah manajemen risiko (X3), sedangkan garis vektor terpendek terbentuk dari peubah inspeksi dan sertifikasi eksternal ICS (X9). Maknanya adalah responden cenderung memiliki pemahaman yang berbeda terhadap manajemen risiko (X3), padahal dalam sertifikasi organik pemahaman terhadap peubah ini sangat penting agar petani paham potensi-potensi bahaya yang dapat timbul yang akan mempengaruhi keorganikan produk yang dihasilkannya. Jika pemahaman anggota masih beragam, dikhawatirkan akan berbeda dalam penanggulanga risiko yang akan terjadi, sehingga pemahaman anggota terhadap manajemen risiko ini perlu diseragamkan dengan pelatihan dan bimbingan dari ICS. Sedangkan vektor terpendek yang terbentuk dari peubah inspeksi dan sertifikasi eksternal ICS (X9) memberi gambaran bahwa sebagian besar responden punya pemahaman yang sama terhadap peubah ini. Di lihat dari hubungan antar peubah dalam biplot kelompok tidak bersertifikat organik ini, peubah uraian struktur dan kegiatan kelompok (X2) lebih erat hubungannya dengan peubah manajemen risiko (X3) yang ditunjukkan dengan sudut yang paling kecil dibandingkan dengan sudut lainnya yang terbentuk. Hal ini berarti bahwa ada
56
hubungan yang cukup erat antara pemahaman dan kepuasan anggota terhadap uraian struktur dan kegiatan kelompok (X2) dengan pemahaman anggota terhadap manajemen risiko (X3). Sedangkan keeratan hubungan yang paling lemah adalah peubah standar organik internal (X4) dan peubah pengawasan lahan dan prosedur persetujuan (X5), karena sudut yang terbentuk sangat besar. Keeratan hubungan yang cukup lemah juga terlihat antara peubah standar organik internal (X4) dengan peubah pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor (X8), peubah manajemen risiko (X3) dengan peubah pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor (X8), peubah standar organik internal (X4) dengan peubah pengawasan lahan dan prosedur persetujuan (X5). Analisis biplot antara kelompok yang bersertifikat dan tidak bersertifikat memberikan gambaran bahwa persepsi responden yang bersertifikat berbeda dengan kelompok yang tidak bersertifikat. Pemahaman kelompok yang bersertifikat terhadap berbagai peubah jauh lebih baik dari kelompok yang tidak bersertifikat. Hal ini mungkin salah satu faktor yang menyebabkan kelompok yang bersertifikat dapat memperoleh sertifikat organik. Pemahaman yang baik terhadap pedoman penerapan ICS yang telah ditetapkan Gapoktan memang sangat diperlukan agar petani tahu, lalu memahami, dan mau menerapkan prinsip-prinsip pertanian organik. Hasil analisis biplot terhadap kelompok yang bersertifikat maupun yang tidak bersertifikat menunjukkan bahwa ada ketidakpuasan dan ketidakpahaman dapat menjadi peluang yang menyebabkan mereka berpindah dari pertanian organik menjadi pertanian konvensional. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iwan Setiawan (2009) terhadap petani padi organik di Jawa Barat, beberapa kabupaten mengalami pelambatan dan penurunan pengembangan pertanian organik yang salah satunya disebabkan oleh ketidakkonsistenan petani dalam bertani organik. Oleh karena itu, pengurus kelompok tani dan Gapoktan harus bersinergi untuk melihat berbagai hal yang banyak dikeluhkan petani agar tidak menjadi bumerang bagi pengembangan pertanian organik.
Hasil
penelitian tentang kepemimpinan kelompok (Yunasaf, 2005) memperlihatkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara kepemimpin dan keefektifan kelompok, sehingga peran ketua dan jajarannya sangat penting untuk dapat merangkul anggotanya mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Pengurus Gapoktan sebagai bagian yang lebih tinggi dari kelompok tani, perlu melakukan pendekatan dan merangkul ketua dan
57
pengurus kelompok agar dapat bersatu dalam satu tujuan Gapoktan yang lebih luas yaitu kesejahteraan semua anggota. Pemahaman petani terhadap persyaratan yang masih kurang memerlukan sosialisasi dan bimbingan yang lebih yang lebih baik dan kontinyu. Peran pemerintah sangat diharapkan, karena berdasarkan penelitian yang ada, secara kelembagaan pengembangan padi organik belum mendapat dukungan dan komitmen yang penuh dan konsisten dari pelaku kebijakan, baik di pusat maupun di daerah (kabupaten/kota) (Setiawan, 2009). Apalagi saat ini, Gapoktan masih tergantung kepada traider yang menyebabkan Gapoktan kurang memiliki posisi tawar yang dapat diandalkan anggota untuk meningkatkan kesejahteraannya. Peran pemerintah dalam kondisi seperti ini sangat diperlukan untuk membantu Gapoktan dalam menfasilitasi kelompok tani yang benar-benar berminat untuk disertifikasi sehingga Gapoktan dapat lebih mandiri dan leluasa dalam mengambil kebijakan untuk kepentingannya anggotanya.
V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Beberapa hal dari penelitian ini yang dapat disimpulkan yaitu :
1.
Kedua usahatani padi organik bersertifikat dan tidak bersetifikat merupakan usahatani yang layak untuk diusahakan karena mempunyai nilai R/C ratio lebih dari 1 yaitu 1,77 untuk kelompok tani bersertifikat dan 1,53 untuk kelompok yang tidak bersertifikat.
Dilihat dari sisi tingkat pendapatan, kelompok tani bersertifikat
organik mempunyai tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan berbeda secara signifikan dengan kelompok yang tidak bersertifikat organik. 2.
Secara umum persepsi anggota kelompok tani bersertifikat terhadap panduan umum penerapan Internal Control System (ICS) lebih baik dari kelompok yang tidak bersertifikat organik. Hal ini ditunjukkan dengan sebagian besar responden kelompok tani bersertifikat organik mendekati semua vektor yang terbentuk dari semua peubah yang diamati, artinya ada kepuasan dan tingkat pemahaman yang lebih baik dibandingkan kelompok tani yang tidak bersertifikat organik yang pada umumnya menjauhi semua vektor yang terbentuk.
3.
Beberapa responden dari kelompok tani bersertifikat mempunyai tingkat kepuasan dan pemahaman yang masih kurang terhadap prosedur tentang pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor yang dilakukan IC, sedangkan responden dari kelompok tani tidak bersertifikat hampir sebagian besar belum puas dan belum paham terhadap penerapan ICS. Hal-hal yang dapat direkomendasikan untuk dapat dilakukan oleh Gapoktan
maupun pemerintah sebagai instansi pembina, yaitu : 1.
Kelompok tani yang belum bersertifikat organik maupun yang telah bersertifikat sebaiknya dibina secara kontinyu agar pemahaman dan kepuasan mereka terhadap penerapan ICS dapat lebih baik. Pembinaan ini penting agar kelompok tani yang telah bersertifikat dapat konsisten mempertahankan sertifikat yang telah
59
diperolehnya, sedangkan kelompok yang belum bersertifikat diharapkan dapat memperoleh sertifikat organik. 2.
Tatacata pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor pada kelompok yang bersertifikat perlu mendapat perhatian dari pengurus kelompok tani dan Gapoktan/ICS agar ketidakpuasan dari kelompok ini dapat diminimalkan sehingga tidak akan menjadi pemicu keluarnya mereka dari program sertifikasi yang telah berjalan.
3.
Gapoktan secara kontinyu perlu melakukan evaluasi terhadap penerapan ICS pada semua kelompok tani anggotanya, agar ketidakpuasan dan ketidakpahaman dapat diminimalkan.
5.2. 1.
Saran Perlu dilakukan kajian analisis manfaat/keuntungan sertifikasi pada petani dengan membandingkan tingkat pendapatan sebelum dan sesudah disertifikasi organik.
2.
Mengingat penelitian yang telah dilakukan ini masih terbatas pada empat kelompok tani, maka untuk mengetahui gambaran umum persepsi semua anggota Gapoktan terhadap penerapan ICS perlu dilakukan penelitian serupa yang melibatkan semua anggota kelompok tani anggota Gapoktan Simpatik.
3.
Perlu dilakukan penelitian serupa terhadap petugas ICS, pengurus Gapoktan dan Pengurus Kelompok tani.
Hasil tersebut perlu dibandingkan dengan persepsi
anggota kelompok tani untuk melihat ada tidaknya hubungan yang mempengaruhi persepsi diantara keduanya. 4.
Perlu dilakukan pengkajian yang lebih mendalam terhadap hal-hal yang mempengaruhi sikap petani terhadap penerapan sertifikasi organik.
VI. DAFTAR PUSTAKA
[AOI]. Aliansi Organik Indonesia. 2009. Statistik Pertanian Organik Indonesia 2009. AOI, Bogor. Andoko, A, 2010. Budidaya Padi secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta [BPS] Badan Pusat Statistik, 2010. Laporan bulanan Data Sosial Ekonomi, Edisi 1 Juni 2010. Hal 7. http://www.bps.go.id/index.php [17 Juni 2010] [BSN] Badan Standardisasi Nasional, 2010. SNI 6729 : 2010 Sistem pangan organik. Jakarta [Deptan] Departemen Pertanian, 2009. Statistik Pertanian (Agricultural Statistics) 2009. Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian Dinarti, D, 2005. Pertanian Organik di Indonesia. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor . http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/09145/diny_dinarti.pdf [21 Juni 2010] Direktorat Mutu dan Standardisasi, Ditjen PPHP Departemen Pertanian, 2009. Vademikum Mutu dan Standardisasi Pertanian. Gapoktan Simpatik, 2011. Gambaran Umum ICS Gapoktan Simpatik. Tasikmalaya. Lechleitner, F, dan U Eisenlohr. 2004. Procedur Manual for Setting Up and Harmonizing an Internal Control System (ICS), Penerjemah; Agung Prawoto, Fransissca dan Edhie editor Indro Surono 2005. Hernanto, F.1988. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Cetakan Kedua.IKAPI. Jakarta Nuryanti, D. 2003. Analisis Biplot untuk Identifikasi Tanaman Nenas (ananas comomus (L.) MERR.) Queen di Empat Desa di Kabupaten Bogor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. [OKPO], Otoritas Kompeten Pangan Organik, 2008. Pedoman Umum Penerapan Jaminan Mutu Budidaya Tanaman dan Produk Tanaman Organik. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Depertemen Pertanian. Pascal, L, 2007. Peraturan, Standar dan Sertifikasi untuk Ekspor Produk Pertanian terjemahan oleh Rivai Suparta dan Astari Mitra, 2007. FAO Project OSRO/INS/604/USA2007
61
[PPHP, Deptan], Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian, 2005, Agenda Nasional Pengembangan Pertanian Organik. Jakarta _______, 2007. Direktori Pertanian Organik. Jakarta _______, 2009 Sosialisasi Participatory Guarantee System (PGS) Pertanian Organik Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian http : // agribisnis. deptan.go.id /index.php/mod=detail_informasi&sub=3&kat=63&fuse=8 79 [ 17 Juni 2010] Prawoto. A, Fransisca, Edhie dan Surono. I, 2004. Sertifikasi Kelompok Petani Kecil (Panduan untuk Kelompok Produsen Organis) terjemahan dari Revised IFOAM oleh, Institute for Market Ecology (IMO), Swiss Purba, H. M, 2005. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabang Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Karawang. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purwono. P, Heni, 2007. Budidaya Delapan Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Cetakan kelima. Jakarta Rahim, A dan D.R.D, Hastuti, 2007. Ekonomi Pertanian ( Pengantar, Teori dan Kasus). Penebar Swadaya Jakarta. Setiawan, I, 2009. Membudayakan Padi Organik. http://www.ahmadheryawan.com/ opini-media / ekonomi-bisnis/6678 - membudayakan – padi - organik.html. [10 Januari 2011] Setyowati, T.E (2008) Membangun Organisasi Penjaminan Kualitas Produk Organik. http://lestarimandiri.org/id [ 17 Juni 2010] Siegel, S. 1994. Statistik Non Parametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sulaeman, D. 2009. Participatory Organic Guarantee System, Cara Lain Pemberian Jaminan Produk Pangan Organik. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP Departemen Pertanian. Sunyoto, D. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Media Pressindo Yogyakarta Syam, M. 2008. Padi Organik dan Tuntutan Peningkatan Produksi Beras. Jurnal Iptek Tanaman Pangan Vol.3 No. 1 – 2008 Walpole, R. E. 1993. Pengantar Statistik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
62
Widyanto, T, 2006. Kajian Efektifitas Pembinaan Usaha Kecil di Kecamatan Beji Depok. Pascasarjana IPB. Wirosuhardjo, K.1981. Dasar-dasar Demografi. Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta Yunasaf, U, 2005. Kepemimpinan Ketua Kelompok dan Hubungan dengan Keeefektifan Kelompok. Universitas Padjajaran.
63
Lampiran 1. Peta Kecamatan Sukahening
PETA DESA KIARAJANGKUNG DAN SUNDAKERTA KECAMATAN SUKAHENING KABUPATEN TASIKMALAYA
Keterangan : : Batas wilayah : Aliran sungai
Lampiran 2. Peta Hamparan Pertanian Desa Kiarajangkung Kecamatan Sukahening
64
65
Lampiran 3. Data Pendapatan Kelompok Bersertifikat Organik Responden 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Pengeluaran (Rp) 25.756.857 25.501.755 26.331.129 23.971.143 23.597.076 24.119.102 24.624.204 23.277.265 22.838.090 25.900.238 23.517.790 27.400.382 22.901.846 25.256.857 27.400.382 23.478.136 24.185.429 25.053.703 24.568.082 26.511.959 24.328.286 23.599.222 26.272.301 24.542.571 24.471.143 24.235.429 24.542.571 23.696.418 27.360.032 24.920.122 24.425.224 25.941.381 24.852.095 24.860.032 25.185.429 27.947.333 24.593.167 30.709.238 24.233.048 24.812.413
Penerimaan (Rp) 47.571.429 43.418.367 36.815.920 47.571.429 36.834.246 42.285.714 39.265.306 47.365.492 37.014.806 48.403.977 36.029.155 53.104.139 46.595.149 42.285.714 51.869.159 46.573.427 47.571.429 47.571.429 42.285.714 45.306.122 47.571.429 40.098.522 46.428.571 47.571.429 44.928.571 44.928.571 47.571.429 44.725.275 42.285.714 47.571.429 47.571.429 47.571.429 38.174.603 38.174.603 44.634.921 47.571.429 42.285.714 47.571.429 47.571.429 37.000.000
Pendapatan (Rp) 21.814.571 17.916.612 10.484.792 23.600.286 13.237.170 18.166.612 14.641.102 24.088.226 14.176.716 22.503.739 12.511.364 25.703.757 23.693.303 17.028.857 24.468.777 23.095.291 23.386.000 22.517.725 17.717.633 18.794.163 23.243.143 16.499.300 20.156.270 23.028.857 20.457.429 20.693.143 23.028.857 21.028.857 14.925.683 22.651.306 23.146.204 21.630.048 13.322.508 13.314.571 19.449.492 19.624.095 17.692.548 16.862.190 23.338.381 12.187.587
66
Lampiran 4. Data Pendapatan Kelompok Tidak Bersertifikat Organik Responden 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.
Pengeluaran (Rp) 26.185.429 25.233.048 22.334.000 22.614.000 21.714.000 23.114.000 24.201.302 23.785.429 21.642.892 23.428.536 21.585.429 25.528.286 19.698.034 24.966.381 24.875.905 20.385.429 20.099.714 26.842.571 25.899.714 21.699.714 25.352.095 24.978.341 25.919.648 27.168.286 22.910.167 23.266.174 24.902.360 25.598.262 25.842.571 22.021.666 26.153.326 22.842.571 23.933.613 24.322.861 25.134.000 24.414.000 24.852.095 23.699.714 23.220.061 23.177.910
Penerimaan (Rp) 35.714.286 35.000.000 34.000.000 32.303.371 35.000.000 35.000.000 33.333.333 41.666.667 36.516.854 35.087.719 35.000.000 40.000.000 32.941.176 40.000.000 36.111.111 35.000.000 35.000.000 40.000.000 36.666.667 35.000.000 41.666.667 38.759.690 34.883.721 34.000.000 33.536.585 38.043.478 41.666.667 36.016.949 40.000.000 33.536.585 39.325.843 40.000.000 42.372.881 31.645.570 34.000.000 35.000.000 41.666.667 40.000.000 34.090.909 35.087.719
Pendapatan (Rp) 9.528.857 9.766.952 11.666.000 9.689.371 13.286.000 11.886.000 9.132.032 17.881.238 14.873.961 11.659.183 13.414.571 14.471.714 13.243.143 15.033.619 11.235.206 14.614.571 14.900.286 13.157.429 10.766.952 13.300.286 16.314.571 13.781.349 8.964.073 6.831.714 10.626.418 14.777.304 16.764.307 10.418.688 14.157.429 11.514.920 13.172.517 17.157.429 18.439.269 7.322.709 8.866.000 10.586.000 16.814.571 16.300.286 10.870.848 11.909.810
67
Lampiran 5. Data Persepsi Anggota Kelompok Bersertifikat Organik RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
X1 2,67 2,67 2,67 2,33 2,33 2,67 2,67 2,67 2,00 3,33 2,67 2,33 2,33 2,67 3,00 2,67 2,67 2,67 2,00 2,67 2,67 2,67 2,67 2,67 2,67 2,33 2,67 2,67 2,67 2,67 2,67 2,67 2,67 2,67 3,00 2,33 2,33 2,33 2,67 2,67
X2 3,17 3,33 2,50 2,83 3,33 3,33 3,17 3,33 2,67 3,17 3,33 3,17 3,00 3,17 3,50 3,33 3,33 3,17 3,33 2,50 3,00 3,17 3,00 3,17 3,33 3,17 3,17 3,17 3,17 3,17 3,17 3,00 3,33 3,33 3,17 3,17 3,00 3,00 3,33 3,33
X3 3,43 3,29 2,86 2,71 3,43 3,29 3,43 3,57 3,14 3,43 3,29 3,71 3,29 3,43 3,43 3,43 3,29 3,43 3,43 3,00 3,29 3,57 3,57 3,43 3,43 3,29 3,29 3,43 3,43 3,43 3,29 3,71 3,43 3,57 3,57 3,57 3,71 3,57 3,71 3,57
X4 3,00 3,00 2,60 3,00 3,00 3,00 2,60 2,80 3,00 2,60 3,20 3,20 2,80 2,60 3,20 3,00 3,00 3,00 3,60 2,60 3,00 2,60 3,20 2,60 3,00 3,40 3,40 2,60 2,80 3,20 3,40 3,20 3,60 3,40 3,00 3,20 3,40 3,40 3,40 3,00
X5 2,33 2,33 2,67 3,00 2,50 2,33 2,33 2,50 2,17 3,33 2,50 2,83 3,00 2,33 3,17 2,50 2,50 2,83 2,33 2,67 2,67 2,33 2,67 2,50 2,50 2,67 2,67 2,50 2,50 3,00 2,67 2,67 2,67 2,67 2,67 2,83 2,50 2,50 3,00 2,83
X6 3,38 3,13 2,13 3,00 3,00 3,25 3,13 2,75 2,75 3,00 3,13 2,75 3,13 3,13 2,88 3,13 3,25 2,88 3,00 2,50 3,25 3,25 2,88 2,88 3,00 2,63 2,38 2,88 2,88 3,00 2,88 2,75 3,00 2,88 2,75 2,88 2,75 2,75 2,88 3,00
X7 3,40 3,00 2,60 3,00 2,80 3,40 3,00 2,80 3,00 3,00 3,00 3,20 3,00 3,00 3,00 3,00 2,80 3,20 2,80 2,60 3,20 3,20 3,40 3,20 3,40 3,20 3,20 3,20 3,20 3,20 3,20 3,20 3,20 3,40 3,00 3,00 3,20 3,20 3,00 3,20
X8 2,80 2,60 1,80 3,00 2,20 2,80 2,40 2,40 1,60 3,00 2,60 2,60 2,00 2,40 2,60 2,60 2,60 2,60 1,80 2,00 2,40 2,40 2,60 2,40 2,60 2,60 2,60 2,80 2,80 3,00 3,00 2,80 2,60 3,00 3,00 3,00 2,80 2,60 2,80 2,80
X9 3,00 3,25 2,25 3,00 3,25 3,00 3,25 3,00 2,25 2,75 3,25 3,00 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 3,50 3,00 3,00 3,25 3,25 3,25 2,75 3,25 3,25 3,25 3,25 3,25 3,50 3,00 3,25 3,25 3,25 3,50 3,25 3,25 3,25 3,50 3,25
68
Lampiran 6. Data Persepsi Anggota Kelompok Tidak Bersertifikat Organik RESPONDEN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
X1 2,67 2,67 2,33 1,67 1,67 1,67 2,33 2,33 1,67 1,67 2,00 3,00 3,00 2,00 2,67 1,67 1,67 2,00 1,67 2,00 2,00 2,00 2,33 3,00 2,00 2,67 2,00 2,00 2,00 2,00 2,33 2,33 3,00 2,00 2,00 2,00 2,67 2,33 2,33 2,00
X2 2,50 2,67 2,67 2,50 3,00 3,00 3,33 2,83 2,83 2,83 2,83 3,00 3,00 2,50 2,50 2,50 2,83 2,83 2,50 3,00 2,50 2,50 2,50 2,17 2,67 2,50 2,67 2,33 2,67 2,67 2,50 2,67 2,67 2,67 2,50 2,50 2,50 2,50 2,50 2,67
X3 2,86 2,43 2,43 2,86 3,71 3,71 3,43 2,71 3,71 3,71 3,29 3,71 3,71 2,86 2,86 2,86 3,71 2,86 2,86 3,71 2,86 2,86 2,29 2,86 3,14 2,29 2,43 2,57 2,57 2,57 2,86 2,43 2,86 3,00 2,57 2,57 3,00 3,00 3,14 2,29
X4 2,60 2,20 2,20 3,00 3,20 3,20 2,40 2,80 3,40 3,40 3,20 3,20 3,20 2,40 2,60 3,00 3,40 2,60 3,00 3,20 2,40 2,40 2,40 2,40 2,60 2,60 2,60 3,00 2,80 2,40 2,20 2,40 2,20 2,60 2,40 2,80 2,60 2,40 2,60 2,80
X5 2,50 2,17 2,17 2,00 1,83 1,83 2,33 2,50 1,83 1,83 2,50 2,33 2,17 2,50 2,50 2,00 1,83 1,67 2,00 1,83 2,67 2,83 2,17 2,33 2,50 3,00 2,50 2,33 2,33 3,00 2,83 2,67 2,83 2,33 2,50 2,50 2,33 2,50 2,50 2,17
X6 2,63 2,50 2,50 2,50 2,75 2,75 2,63 2,75 2,88 3,00 3,38 3,00 3,00 2,50 2,63 2,50 2,88 2,75 2,50 2,75 2,38 2,88 2,50 2,88 2,88 2,50 2,88 2,88 2,88 2,75 2,63 2,88 3,00 2,75 2,88 2,75 3,00 2,75 2,88 2,63
X7 2,60 2,60 2,60 3,00 3,20 3,20 3,20 2,80 3,20 3,20 3,80 3,60 3,60 3,00 2,60 3,00 3,20 3,00 3,00 3,20 2,80 2,60 2,40 2,80 2,60 2,60 2,40 2,80 2,80 2,60 2,60 2,80 2,60 2,80 2,60 2,60 2,40 2,20 2,60 2,60
X8 2,60 2,00 2,00 2,20 2,20 2,20 2,20 2,80 2,00 2,40 2,40 2,20 2,20 2,60 2,60 2,20 2,00 2,00 2,00 2,20 2,60 2,60 2,80 2,60 2,80 2,40 2,60 2,40 2,80 2,40 2,20 2,00 2,20 2,60 2,40 2,40 2,80 2,40 2,00 2,60
X9 2,00 2,25 2,25 2,25 2,50 2,50 2,75 3,00 2,50 2,75 2,75 2,50 2,50 2,00 2,00 2,25 2,50 2,50 2,25 2,50 2,00 2,25 3,25 2,50 2,75 2,25 2,25 3,00 2,50 2,50 2,75 3,00 2,75 2,50 3,00 2,25 2,25 2,75 2,50 2,25
69
Lampiran 7.
Kuisioner penelitian untuk analisis pendapatan usahatani organik bersertifikat DATA PERSONEL Nomor : ______________________________________________ Nama : ______________________________________________ Umur : ______________________________________________ Pendidikan : ______________________________________________ Alamat : ______________________________________________ ______________________________________________ ______________________________________________ Nama kelompok tani : ______________________________________________ Kedudukan dalam kelompok (ketua/sekretaris/anggota, lain-lain sebutkan .............................. Pertanyaan : (mohon diisi sesuai keadaan sebenarnya) I. Keluarga 1) Berapakah jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan Saudara ? ...................................................................................................................................... 2) Apakah anggota keluarga terlibat secara langsung dalam budidaya pertanian yang Saudara usahakan ?............................................................................................. 3) Apakah semua keputusan budidaya Saudara putuskan sendiri ?Kalau tidak jelaskan! ............................................................................................................................. 4) Apakah Saudara punya pekerjaan sampingan ? jelaskan ! ...................................................................................................................................... II. Lahan 1) Berapakah total lahan pertanian sawah/padi yang Saudara miliki ? ...................................................................................................................................... 2) Apakah Saudara juga menggarap lahan orang lain ? ...................................................................................................................................... 3) Apakah Saudara menyewa lahan orang lain ? Kalau iya berapa luas dan sewanya ? Jelaskan! ...................................................................................................................................... 4) Berapakah luas lahan organik yang Saudara usahakan ?............................................ 5) Berapa luas lahan yang telah disertifikasi organik ? ................................................... III. Budidaya organik 1) Sejak tahun berapa Saudara mengenal pertanian organik ? ................................................................................................................................ 2) Dari siapakah Saudara mengenal pertanian organik ? ...................................................................................................................................... 3) Dari manakah sumber benih yang Saudara gunakan ? ...................................................................................................................................... 4) Seperti apa sistem pemupukan yang dilakukan ? Jelaskan ! ......................................................................................................................................
70
5) Pupuk apa yang biasa digunakan ? Sebutkan ............................................................ ...................................................................................................................................... 6) Apakah Suadara melakukan penanganan pasca panen ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... IV. Tenaga Kerja 1. Apakah Saudara menggunakan tenaga sendiri untuk budidaya yang Saudara usahakan ? ...................................................................................................................................... 1) Jika tidak, dari manakah tenaga kerja lain yang Saudara gunakan ? ...................................................................................................................................... 2) Apakah Saudara menggunakan tenaga kerja wanita ? ................................................. 3) Berapakah upah tenaga kerja laki-laki per hari ? ........................................................ 4) Berapakah upah tenaga kerja perempuan perhari ?...................................................... V. Modal 1) Dari manakah sumber modal yang Saudara gunakan untuk budidaya pertanian padi organik ? ...................................................................................................................................... 2) Jika melakukan peminjaman, lembaga keuangan manakah yang Saudara pilih ? Kenapa ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 3) Berapakah besar bunga pinjaman yang Saudara harus bayar ? ....................................... VI. Pemasaran 1) Apakah semua produksi Saudara dipasarkan ? ............................................................................................................................... 2) Kalau tidak, berapa persenkah yang di jual ? ............................................................. 3) Kemanakah pemasaran utama dari produksi organik yang Saudara usahakan ? Sebutkan ! ...................................................................................................................................... 4) Apakah semua produksi organik dijual ke ICS ?........................................................ 5) Jika tidak, kemana lagi pemasaran yang Saudara lakukan ? ................................................................................................................................. 6) Apakah Saudara menjalin kerjasama pemasaran selain dengan ICS ? ........................ 7) Bagaimanakah harga pembelian ICS ? ..............................(Rp/kg Gabah Kering panen) 8) Apakah menurut Saudara menguntungkan menjual ke ICS ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 9) Dalam bentuk apakah hasil panen Saudara yang di jual ke ICS?................................ VII. Kelembagaan dan ICS 1) Sejak tahun berapa Saudara bergabung dalam kelompok tani ? ...................................................................................................... 2) Apakah Jabatan Saudara dalam kelompok ? ........................................................
71
3) Apakah Saudara merasakan manfaat menjadi anggota kelompok ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 4) Apakah dengan mengikuti ICS Saudara merasakan manfaat ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 5) Bagaimanakah pengawasan yang dilakukan ICS ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 6) Apakah Saudara keberatan dengan pola pengawasan ICS ? 7) Apakah standar ICS yang ada menurut Saudara terlalu memberatkan ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 8) Tanggal pengisian : MOHON KUISIONER DIISI BERDASARKAN DATA PENGELUARAN DAN PENERIMAAN PADA MUSIM PANEN TERAKHIR CATATAN PENTING ! DATA HANYA UNTUK LAHAN ORGANIK YANG TELAH DISERTIFIKASI Uraian Jumlah keperluan Harga Luas lahan yang disertifikasi Ha organik Kg Rp.......................... Benih Pupuk dasar - Pupuk kandang Kg Rp.......................... - Pupuk .......... Kg Rp.......................... - ........................... Kg Rp.......................... - ........................... Kg Rp.......................... Pupuk susulan - Pupuk kandang Kg Rp.......................... - Pupuk organik cair Liter Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Pestisida - Pestisida organik Liter Rp.......................... - Pestisida cair Liter Rp.......................... Rp.......................... Peralatan yang digunakan - Cangkul Buah Rp.......................... - Mesin bajak Buah Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Tenaga kerja - Pengolahan lahan HOK Rp.......................... - Penanaman HOK Rp.......................... - Penyulaman HOK Rp..........................
72
-
Pengolahan tanah ringan Penyiangan Pemupukan Penyemprotan Pemanenan Pasca panen Penggilingan
Hasil panen
HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK
Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp..........................
Ton/ha
Rp..........................
Dijual dalam bentuk :
- Gabah kering panen - Gabah kering giling
Ton Ton
Jumlah panen pertahun
Kali
Rp/kg Rp/kg
Dan lain –lain Keterangan : HOK = Hari orang kerja Catatatan : silakan diisi sesuai dengan kenyataan dilapangan dan dapat ditambahkan
73
Lampiran 8.
Kuisioner penelitian untuk analisis pendapatan usahatani belum bersertifikat organik DATA PERSONEL Nomor : ______________________________________________ Nama : ______________________________________________ Umur : ______________________________________________ Pendidikan : ______________________________________________ Alamat : ______________________________________________ _____________________________________________ _____________________________________________ Nama kelompok tani : ______________________________________________ Pertanyaan : (mohon diisi sesuai keadaan sebenarnya) I. Keluarga 1) Berapakah jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan Saudara ? ...................................................................................................................................... 2) Apakah anggota keluarga terlibat secara langsung dalam budidaya pertanian yang Saudara usahakan ?............................................................................................. 3) Apakah semua keputusan budidaya Saudara putuskan sendiri ?Kalau tidak jelaskan! ............................................................................................................................. 4) Apakah Saudara punya pekerjaan sampingan ? jelaskan ! ...................................................................................................................................... II. Lahan 1) Berapakah total lahan pertanian sawah/padi yang Saudara miliki ? ...................................................................................................................................... 2) Apakah Saudara juga menggarap lahan orang lain ? ...................................................................................................................................... 3) Apakah Saudara menyewa lahan orang lain ? Kalau iya berapa luas dan sewanya ? Jelaskan! ...................................................................................................................................... 4) Berapakah luas lahan organik yang Saudara usahakan ?............................................ 5) Berapa luas lahan yang belum disertifikasi organik ? ................................................... 6) Berapa luas lahan yang telah disertifikasi organik ? .................................................. III. Budidaya 1) Dari manakah sumber benih yang Saudara gunakan ? .............................................. 2) Seperti apa sistem pemupukan yang dilakukan ? Jelaskan ! .................................................................................................................................... 3) Pupuk apa yang biasa digunakan ? Sebutkan .......................................................... .................................................................................................................................... 4) Apakah Saudara melakukan penanganan pasca panen ? Jelaskan ! .................................................................................................................................... 5) Apakah Saudara mengenal pertanian organik ? ....................................................... 6) Dari siapakah Saudara mengenal pertanian organik ?
74
7) 8)
9)
.............................................................................................................................. Kenapa lahan Saudara belum disertifikasi organik ? .............................................................................................................................. Apakah Saudara tahu, faktor apakah yang menyebabkan lahan Saudara belum mendapat sertifikasi organik ? Jelaskan ! .................................................................................................................................... ................................................................................................................................ Apakah Saudara berminat untuk mendapat sertifikat organik ? .............................
IV. Tenaga Kerja 1) Apakah Saudara menggunakan tenaga sendiri untuk budidaya yang Saudara usahakan ? 2) Jika tidak, dari manakah tenaga kerja lain yang Saudara gunakan ? 3) Apakah Saudara menggunakan tenaga kerja wanita ? 4) Berapakah upah tenaga kerja laki-laki per hari ? 5) Berapakah upah tenaga kerja perempuan perhari ? V. Modal 1) Dari manakah sumber modal yang Saudara gunakan untuk budidaya pertanian padi organik ? ...................................................................................................................................... 2) Jika melakukan peminjaman, lembaga keuangan manakah yang Saudara pilih ? Kenapa ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 3) Berapakah besar bunga pinjaman yang Saudara harus bayar ? ................................................................................................................................. VI. 1) 2) 3) 4) 5) 6)
7)
Pemasaran Apakah semua hasil produksi Saudara dijual ? ......................................................... Kalau tidak, berapa persenkah yang di jual ? ........................................................... Kemanakah pemasaran utama dari produksi Saudara ? ................................................................................................................................ Apakah produk Saudara yang belum bersertifikat organik dapat dijual ke ICS ? ...................................................................................................................................... Jika tidak, kemana pemasaran yang Saudara lakukan ? .................................................................................................................................. Jika iya, berbedakah harga pembelian ICS dengan di luar ICS ? Berapa perbedaaan harga ICS dan diluar ICS ? ..................................................................................................................................... Dalam bentuk apakah hasil panen yang biasa Saudara jual ? ................................................................................................................................
VII. Kelembagaan dan ICS 1) Sejak tahun berapa Saudara bergabung dalam kelompok tani ? .............................................................................................................................. 2) Apakah Jabatan Saudara dalam kelompok ? ........................................................
75
3) Apakah Saudara merasakan manfaat menjadi anggota kelompok ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 4) Apakah dengan mengikuti ICS Saudara merasakan manfaat ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 5) Bagaimanakah pengawasan yang dilakukan ICS ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 6) Apakah Saudara keberatan dengan pola pengawasan ICS ? 7) Apakah standar ICS yang ada menurut Saudara terlalu memberatkan ? Jelaskan ! ...................................................................................................................................... 8) Apakah Saudara paham kenapa belum mendapat sertifikat organik ? Sebutkan ! ...................................................................................................................................... 9) Apakah Saudara berminat untuk ikut program sertifikasi organik ?........................... Tanggal pengisian : .............................................................. MOHON KUISIONER DIISI BERDASARKAN DATA PENGELUARAN DAN PENERIMAAN PADA MUSIM PANEN TERAKHIR UNTUK LAHAN YANG BELUM BERSERTIFAT ORGANIK KEGIATAN BUDIDAYA Uraian Benih Pupuk dasar Pupuk susulan Pestisida Peralatan yang digunakan - Cangkul - Mesin bajak Tenaga kerja - Pengolahan lahan
Jumlah keperluan Kg
Harga Rp..........................
Kg Kg Kg Kg
Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp..........................
Kg Liter
Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp..........................
Liter Liter
Rp.......................... Rp.......................... Rp..........................
Buah Buah
Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp..........................
HOK
Rp..........................
76
- Penanaman - Penyulaman - Pengolahan tanah ringan - Penyiangan - Pemupukan - Penyemprotan - Pemanenan - Pasca panen - Penggilingan Hasil panen
HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK
Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp.......................... Rp..........................
Ton/ha
Rp..........................
Dijual dalam bentuk - Gabah kering panen - Gabah kering giling
Rp/kg Rp/kg
Rp.......................... Rp..........................
Jumlah penen pertahun
kali
Dan lain –lain Keterangan : HOK = Hari orang kerja Catatatan : silakan diisi sesuai dengan kenyataan dilapangan dan dapat ditambahkan komponen lainnya yang belum dicantumkan
77
Lampiran 9.
Kuisioner penelitian untuk analisis persepsi anggota terhadap penerapan Internal Control System (ICS)
Penilaian dilakukan berdasarkan skala yaitu : 1. 2. 3. 4. 5.
Tidak paham / tidak puas / tidak mengerti / tidak tahu / tidak baik Kurang paham / kurang puas / kurang mengerti / kurang tahu / kurang baik Cukup paham / cukup puas / cukup mengerti / cukup tahu / cukup baik Paham / puas / mengerti / tahu/ baik Sangat paham / sangat puas / sangat mengerti / sangat tahu/ sangat baik No
I. 1. 2. 3. II. 1. 2. 3. 4. 5. 6. III. 1. 2.
3. 4.
5.
Pertanyaan Mengelola Kemutahiran dan Pendistribusian Panduan ICS Apakah Saudara puas dengan sistem distribusi panduan ICS pada kelompok Saudara ? Apakah Saudara paham setiap ada perubahan prosedur ICS harus diinformasikan ke semua anggota ? Apakah Saudara paham pengisian formulir yang disediakan ICS ? Uraian Struktur dan Kegiatan Kelompok Apakah Saudara puas dengan orang-orang yang duduk dalam kepengurusan kelompok tani Saudara? Apakah Saudara puas dengan kegiatan yang dilakukan kelompok Saudara ? Apakah Saudara paham dengan hak dan kewajiban Saudara dalam kelompok tani ? Apakah Saudara paham dengan tugas dan tanggungjawab dengan menjadi anggota kelompok tani yang menerapkan ICS ? Apakah Saudara puas dengan struktur kepemimpinan yang ada dalam kelompok Saudara ? Apakah Saudara paham dengan aturan-aturan organisasi kelompok tani Saudara ? Manajemen Resiko Apakah Saudara paham yang dimaksud manajemen resiko dalam pertanian organik ? Apakah Saudara paham peluang dan kemungkinan apa saja yang akan menjadi penyebab gagalnya keorganikan pada produk Saudara ? Apakah Saudara paham cara menangani resiko-resiko yang mungkin Saudara hadapi dalam bertani organik ? Apakah Saudara paham kepada siapa harus melakukan konsultasi dalam menangani persoalan yang mungkin Saudara hadapi dalam bertani organik ? Apakah Saudara paham resiko yang akan Saudara terima jika melakukan kesalahan ?
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
78
6. 7.
IV. 1. 2. 3. 4. 5. V. 1. 2. 3. 4. 5. 6. VI. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. VII. 1.
Apakah Saudara paham bahwa pencegahan lebih baik dari penanggulangan ? Apakah Saudara paham bahwa setiap tahap dari usahatani yang Saudara lakukan mengandung resiko yang berpotensi menggagalkan keorganikan ? Standar Organis Internal Apakah Saudara paham persyaratan benih yang diizinkan ICS ? Apakah Saudara paham tentang persyaratan pupuk dan pestisida yang diizinkan ICS ? Apakah Saudara paham tentang persyaratan alsintan yang diperbolehkan dalam pertanian organik ? Apakah Saudara paham persyaratan air untuk pertanian organik ? Apakah Saudara paham tantang cara penanganan hama dan penyakit yang sesuai dengan kaidah pertanian organik ? Pengawasan Lahan dan Prosedur Persetujuan Apakah Saudara paham bahwa pengawasan lahan perlu dilakukan oleh ICS? Apakah Saudara paham bagaimana prosedur suatu lahan dapat memperoleh sertifikat organik ? Apakah Saudara paham kapan pelaksanakan pengawasan harus dilakukan oleh ICS ? Apakah Saudara paham hal-hal yang awasi oleh ICS ? Apakah Saudara puas dengan pelaksanaan pengawasan yang dilakukan ICS ? Apakah Saudara puas dengan aturan prosedur persetujuan organik yang diterapkan oleh ICS? Personel Organisasi dan ICS Apakah Saudara puas dengan personil yang duduk sebagai pengurus Gapoktan ? Apakah Saudara puas dengan personil yang ditunjuk sebagai petugas pendamping dilapangan ? Apakah Saudara puas dengan personil yang ditunjuk sebagai inspektur internal ? Apakah Saudara puas dengan kinerja pengurus Gapoktan yang ada ? Apakah Saudara puas dengan kinerja petugas pendamping lapangan yang ada ? Apakah Saudara puas dengan kinerja inspektur internal yang ada ? Apakah Saudara puas dengan jumlah petugas pendamping lapangan yang ada ? Apakah Saudara puas dengan jumlah petugas inspektur internal yang ada ? Pelatihan Apakah Saudara puas dengan cara mengajar petugas pelatihan ?
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
79
2. 3. 4. 5. VIII. 1. 2. 3. 4. 5. IX. 1. 2. 3. 4.
Apakah Saudara paham materi pelatihan yang diajarkan ? Apakah Saudara puas dengan tatacara pelaksanaan pelatihan yang ada ? Apakah Saudara puas dengan waktu yang tersedia untuk pelatihan ? Apakah Saudara puas dengan tempat pelaksanaan pelatihan ? Pembelian, penanganan, pengolahan dan ekspor Apakah Saudara puas dengan prosedur pembelian yang diterapkan Gapoktan ? Apakah Saudara puas dengan harga yang diberikan Gapoktan? Apakah Saudara puas dengan penanganan pasca panen serta pengolahan yang dilaksanakan oleh Gapoktan ? Apakah Saudara puas dengan kemitraan yang dilakukan Gapoktan ? Apakah anda puas dengan sistem pemasaran yang dilakukan Gapoktan ? Inspeksi dan sertifikasi eksternal Apakah Saudara paham apa saja yang akan diperiksa oleh inspektor ekternal ? Apakah Saudara paham kapan akan dilakukan lembaga sertifikasi ? Apakah Saudara paham bahwa dalam inspeksi saudara harus menyampaikan data secara benar ? Apakah Saudara paham bahwa wajib melayani penilaian yang dilakukan petugas inspektor ?
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5