ANALISIS KEPUTUSAN PENGAMBILAN KREDIT DAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI KOPI DI KABUPATEN PATI
STEVANA ASTRA JAYA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keputusan Pengambilan Kredit dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi di Kabupaten Pati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor,
April 2016
Stevana Astra Jaya NIM H453130231
RINGKASAN STEVANA ASTRA JAYA. Analisis Keputusan Pengambilan Kredit dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi di Kabupaten Pati. Dibimbing oleh HARIANTO dan M. PARULIAN HUTAGAOL. Permasalahan yang dihadapi, antara lain: rendahnya kemampuan mengadaptasi, menguasai dan memanfaatkan teknologi; produktivitas dan daya saing lemah; iklim usaha yang kurang kondusif; rendahnya kualitas lembaga petani. Permasalahan tersebut dapat menjadi penghalang bagi petani kopi dalam meningkatkan ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan mereka. Pemerintah daerah memiliki beberapa kebijakan untuk mengatasinya, namun menurut beberapa petani kopi kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana di beberapa daerah termasuk Kecamatan Gembong. Oleh karena itu, beberapa petani di desa Klakahkasihan membangkitkan kembali kelompok tani Sido Makmur dan membentuk program koperasi untuk melakukan aktivitas kredit. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan petani kopi untuk mengambil kredit, (2) menganalisis benar tidaknya petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk produksi. Data cross – section dari kelompok tani Sido makmur di Desa Klakahkasihan yang telah dikumpulkan secara langsung dari 52 sampel yang diwawancarai menggunakan kuisoner. Mereka adalah anggota kelompok tani yang terdiri dari 32 petani kopi mengambil kredit dan 20 petani kopi yang tidak mengambil kredit. Metode penelitian yang digunakan untuk menjawab kedua tujuan diatas adalah model analisis probit dan model persamaan simultan. Hasil dengan model probit menunjukkan bahwa keputusan petani kopi untuk mengambil kredit dipengaruhi oleh luas lahan, umur tanaman kopi, dan jumlah anggota keluarga. Nilai kredit yang dipinjam antara Rp 1.000.00,- sampai dengan Rp 15.000.000,- (satu juta rupiah sampai dengan limabelas juta rupiah). Hasil dengan model persamaan simultan menunjukkan bahwa kredit yang di ambil oleh petani kopi lebih digunakan untuk mencukupi konsumsi sehari – hari rumahtangga mereka. Konsumsi terbesar yang dikeluarkan oleh rumahtangga petani kopi adalah pemeliharaan rumah, pembelian pakaian, pembiayaan ternak, dan sumbangan kepada tetangga yang memiliki hajat. katakunci: petani kopi, kelompok tani Sido Makmur, kredit, ekonomi rumahtangga, Kecamatan Gembong.
SUMMARY STEVANA ASTRA JAYA. Decision To Take Credit Analysis and Household Economics Farmers in Pati. Supervised by HARIANTO and M. PARULIAN HUTAGAOL. The problem faced are low ability to adapt, control, and use of technology; productivity and weak competitiveness; less conducive business climate; low quality of farmers’s institutions. These problems can be a barrier for coffee farmers in improving their household economy and welfare. The local goverment has several policies to solve these problem, but according to some coffee farmers that policy is not fully implemented in several regions include Gembong district. Therefore, some farmers in the Klakahkasihan village revive Sido makmur;s farmers group and form a cooperative program to perform activities of credit. The aim of this research is: (1) analyze factors that influence the decision of coffee farmers to take credit, (2) analyze whether or not the coffee farmers are using credit to production. Cross section data of Sido Makmur’s farmers group in Klakahkasihan village that has been collected directly from the 52 samples were interviewed using a questionnaire. There are members of farmers group consisting of 32 coffee farmers take out credit and 20 coffee farmers who did not take a credit. This research methods used to answer both of the aim are probit analysis model and model of simultaneous equations. The results of probit model showed that the decision coffee farmers to take credit affected by land area, the coffee plant age, and number of family members. The amount of credit that can be borrowed about Rp 1.000.000,- up to Rp 15.000.000,- (one million rupiahs up to fifteen million rupiahs). The results of simultaneous equation model showed that the credit taken by coffee farmers is used to daily consumption of their household. The consumption of households issued by coffee farmers are caring for the home, clothing purchases, financing a livestock, and contribute to a neighbor who has a party. Keywords: coffee farmer, Sido Makmur’s farmers group, credit, household of economy, Gembong district.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
1
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Sub sektor perkebunan merupakan salah satu andalan sektor pertanian dikarenakan sub sektor perkebunan menjadi penghasil devisa dan sumber pendapatan rumahtangga petani (RTP). Pembangunan perkebunan mempunyai tujuan mewujudkan perkebunan yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi untuk meningkatkan pendapatan petani kopi dan keluarganya. Angkatan kerja di sub sektor tanaman perkebunan menyerap tenaga kerja dari sektor pertanian sebesar 22 persen. Pengembangan sub sektor perkebunan diharapkan dapat mendorong pertumbuhan, pemerataan, dinamika ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan dalam bentuk kegiatan agribisnis maupun agroindustri. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut adalah sebagai sumber perolehan devisa, penyedia lapangan kerja dan sebagai sumber pendapatan petani kopi maupun pelaku ekonomi lainnya yang terlibat dalam budidaya, pengolahan maupun dalam mata rantai pemasaran. Indonesia merupakan produsen kopi terbesar di dunia setelah negara Brazil, Colombia dan Vietnam seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Total Produksi Negara - Negara Pengekspor Kopi (Ton) Negara Brazil Vietnam Colombia Indonesia Ethiopia
Tahun 2011 43.484 26.500 7.652 7.288 6.798
2012 50.826 25.000 9.927 13.048 6.233
2013 49.125 27.500 12.124 11.667 6.527
2014 43.342 27.500 12.500 9.350 6.625
Sumber: International Coffe Organization (2015) Pada Tabel 1. Indonesia menempati posisi keempat setelah Colombia dengan total produksi 7.288 ton pada tahun 2011. Produksi kopi Indonesia sempat diatas produksi Colombia yaitu sebesar 13.048 ton di tahun 2012, namun terus mengalami penurunan di tahun 2013 (11.667 ton) dan tahun 2014 (9.350 ton). Berdasarkan total produksi kopi Indonesia yang masih di posisi keempat dari lima negara terbesar di dunia, maka perkembangan ekspor kopi Indonesia ke negara – negara pengimpor dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Tahun 2010 - 2013 Tahun 2010 2011 2012 2013
Volume (Ton) 432.721,1 346.062,6 447.010,8 532.139,3
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)
Nilai FOB (US$) 812.360,0 1.034.724,7 1.243.825,8 1.166.179,9
2
Dalam Table 2. volume ekspor kopi Indonesia terus meningkat mencapai tingkat 532.139,3 ton di tahun 2013, meskipun volume ekspor sempat turun di tahun 2011 sebesar 346.062,6 ton. Nilai FOB (Free On Board) untuk kopi Indonesia mengalami peningkatan sebesar 222.367,7 US$ di tahun 2010 – 2011, sedangkan terjadi penurunan nilai FOB di tahun 2012 – 2013 sebesar 77.645,9 US$. Hal tersebut tidak mengurangi ekspor Indonesia ke negara – negara pengekspor misalnya Jepang, Singapura, India, dan sebagainya. Perkebunan kopi dibagi menjadi tiga berdasarkan jenis pengusahaannya, yaitu: perkebunan kopi rakyat, perkebunan kopi besar swasta dan perkebunan kopi besar negara. Terdapat tiga ciri – ciri perkebunan kopi rakyat dilihat dari usaha taninya, yaitu: 1) Perkebunan rakyat memiliki luas areal yang kecil dan perorangan; 2) Pengelolaannya masih menggunakan teknologi yang sederhana dan tradisional; 3) Perkebunan kopi juga memiliki kelemahan pada permodalan, pemasaran dan kualitas produksinya (Ertherington, 1984:109). Ciri perkebunan kopi yang ketiga memiliki pengaruh buruk terhadap usahatani yang dimiliki oleh petani kopi. Menurut Mosher (1978), kredit merupakan salah satu faktor pelancar pembangunan pertanian. Untuk meningkatkan hasil produksi, petani membutuhkan modal yang besar supaya dapat menggunakan teknologi usahatani secara optimal. Namun, adopsi teknologi pada umumnya relatif mahal akibatnya pemanfaatan teknologi pertanian masih rendah. Oleh sebab itu dengan pemberian kredit perdesaan diharapkan akan mempercepat produksi pertanian dan produktivitas, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan petani (Briquette, 1999). Ekonomi rumahtangga memiliki pengaruh terhadap jumlah pendapatan rumahtangga petani kopi dari berbagai macam sumber, baik on-farm maupun offfarm, kredit formal dan kredit informal, dan faktor lainnya seperti karakteristik keluarga petani kopi (Caillavet et al, 1994). Pendapatan yang diterima dalam bentuk upah tenaga kerja akan menambah kesejahteraan keluarga, sehingga rumahtangga yang rasional akan berusaha memanfaatkan waktunya untuk mencapai kesejahteraan keluarga (Susetyanto, 2012). Menurut Singh et al. (1986) terdapat saling ketergantungan antara berbagai keputusan dalam rumahtangga petani kopi. Petani kopi akan berperan dalam pengambilan keputusan kegiatan produksinya yang secara langsung akan mempengaruhi pendapatan. Komoditas kopi di Kabupaten Pati belum berkembang maksimal dibandingkan beberapa daerah Jawa Tengah yang terkenal dengan sentra penghasil kopi (Patikab, 2014). Perkebunan kopi di Kecamatan Gembong terletak di Desa Sitiluhur, Desa Klakah Kasian dan Desa Ketanggan dengan ketinggian 570 – 790 dpl (diatas permukaan laut). Petani kopi memiliki beberapa masalah dalam produksi kopi, yaitu: kelangkaan pupuk bersubsidi, kesulitan untuk mengambil kredit, kurangnya alat pengering biji kopi, dan jalanan rusak yang menyebabkan biaya produksi kopi mahal. Keterbatasan akses kredit untuk rumahtangga petani kopi akan meningkatkan lingkaran setan kemiskinan, sehingga mereka tidak bisa meminjam lagi. Akibatnya, mereka tidak mampu untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif, berinvestasi dalam kesehatan dan pendidikan anggota rumahtangga petani kopi. Dalam kaitannya dengan rumahtangga petani kopi adalah sebagai pelaku utama dalam kegiatan ekonomi perkebunan kopi, maka perlu dilaksanakan
3
penelitian di tingkat petani. Penelitian ini akan menganalisis kondisi ekonomi rumahtangga petani kopi rakyat di Kabupaten Pati baik yang mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit. Masalah Penelitian Tanaman kopi di Indonesia dimulai dari penjajahan Belanda yang datang ke Pulau Jawa tahun 1696 tetapi usaha tersebut gagal. Pada tahun 1699, usaha tanaman kopi ini di mulai kembali dan akhirnya petani kopi daerah Pulau Jawa berhasil mengembangkannya. Awal mula usaha tanaman kopi di Jawa Tengah di promotori oleh kebun kopi Jollong yang terletak di Kabupaten Pati. Perkembangan komoditas kopi di Kabupaten Pati tidak terlepas dari peran kebun Jollong dan kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu Tanaman Kopi (SLPHTTK) sejak tahun 2002. Seiring dengan meningkatnya harga kopi maka komoditas kopi menjadi andalan bagi petani kopi di Lereng Muria dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Selain perkebunan kopi di Kebun Jollong, terdapat perkebunan kopi rakyat yang dikelola di atas lahan perkebunan rakyat sekitar. Produktivitas perkebunan kopi rakyat di Kabupaten Pati tidak kalah bagusnya dengan kabupaten lainnya yang menjadi sentra penghasil kopi di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Produksi Perkebunan Kopi Rakyat Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah Tahun 2013 (Ton) Kabupaten Kab. Cilacap
Produksi Kopi 80,43
Kabupaten Kab. Blora
Kab. Banyumas
112,88
Kab. Rembang
Kab. Purbalingga
650,71
Kab. Pati
Kab. Banjarnegara
880,04
Kab. Kudus
Kab. Kebumen
131,28
Kab. Jepara
Kab. Purworejo
133,67
Kab. Demak
Kab. Wonosobo
569,35
Kab./KotaMagelang
926,00
Kab. Boyolali
348,70
Kab. Klaten
4,87
31.463,92
683,80
2011
9.017,00
-
2010
14.739,61
Kab. Semarang Kab. Temanggung Kab. Kendal
1.409,33
2009
13.615,84
633,61
-
3,12 -
Kota Surakarta
Kab. Grobogan
14,40
2012
Kab. Sragen
24,45
Kota Semarang
261,04
0,40
Kab. Wonogiri
Kota Salatiga
Produksi Kopi 11,86 17.610,34
Kab. Karanganyar
-
15,66
Kabupaten
Jumlah/Total 2013
Kab. Batang Kab./Kota Pekalongan Kab. Pemalang Kab./Kota Tegal Kab. Brebes
Kab. Sukoharjo
Produksi Kopi 1.113,43
7.388,79 1.501,47
343,34 284,67 15,48 67,56
Sumber: Badan Pusat Statistik Jawa Tengah (2015) Terlihat pada Tabel 3., Kabupaten Pati (1.113,43 ton) merupakan wilayah keempat terbesar setelah Kabupaten Temanggung (7.388,79 ton), Kabupaten Kendal (1.501,47 ton) dan Kabupaten Semarang (1.409,33 ton) dalam memproduksi komoditas kopi di Jawa Tengah. Daerah yang produksinya terkecil
4
adalah Kabupaten Karanganyar sebesar 0,40 ton dan terdapat empat Kabupaten yang tidak menjadi sentra penghasil kopi yaitu Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Blora dan Kabupaten Demak. Pemerintahan daerah dengan moto Noto Projo Bangun Deso selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan petani kopi di Kabupaten Pati dengan cara membangunan pertanian dalam arti luas (Dinas kehutanan dan Perkebunan Kab. Pati, 2014). Lereng Muria diarahkan menjadi sentra penghasil kopi terbaik di Kabupaten Pati baik secara kualitas maupun kuantitas, dengan cara memfasilitasi petani seperti halnya menyediakan bibit – bibit unggul sehingga produk kopi yang dihasilkan dapat bersaing di era pasar bebas. Terdapat beberapa wilayah di Kabupaten Pati yang menjadi penghasil komoditas kopi selain di sekitar Lereng Muria dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Areal (Ha) dan Produksi Biji Kopi (Kg) Berdasarkan Wilayah Di Kabupaten Pati Tahun 2014 Wilayah Sukolilo Kayen Tambakromo Winong Pucakwangi Jaken Batangan Juwana Jakenan Pati Gabus Margorejo Gembong Tlogowungu Wedarijaksa Trangkil Margoyoso Gunungwungkal Cluwak Tayu Dukuhseti
Luas Areal Tanaman (Ha) 1,55 1.123,16 279,57 60,60 243,46 86,90 -
Produksi Biji Kopi (Kg) 945 823.456,50 197.197 42.340 111.148 52.260 -
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati (2015) Berdasarkan Tabel 4. diatas, Kecamatan Gembong memiliki luas areal dan produksi biji kopi tertinggi sebesar 1.123,16 Ha dan 823.456,50 Kg. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Gembong berada pada Lereng Gunung Muria yang memiliki tektur tanah yang subur dan cocok untuk ditanami komoditas kopi. Sedangkan wilayah yang memiliki luas areal (1,55 Ha) dan produksi biji kopi (945 Kg) terendah adalah Kecamatan Sukolilo yang merupakan dataran rendah.
5
Di Kecamatan Gembong sendiri terdapat beberapa wilayah yang menjadi lokasi perkebunan kopi rakyat yang menjadi mata pencaharian para petani kopi. Wialayah – wilayah tersebut antara lain dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Areal (Ha) dan Produksi Biji Kopi Berdasarkan Wilayah di Kecamatan Gembong Tahun 2014 Desa Klakahkasihan Sitiluhur Ketanggan Bageng Plukaran Jumlah
Luas Area (Ha) 192 157 6 125 62,14 542,14
Produksi Biji Kopi (Ton) 345 251 7,5 187 75 865,5
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati (2015) Terdapat tiga wilayah di Kecamatan Gembong yang memiliki luas areal dan produksi biji kopi terbesar, yaitu Klakahkasian (192 Ha dan 345 Ton), Sitiluhur (157 Ha dan 251 Ton), serta Bageng (125 Ha dan 187 Ton). Desa Klakahkasihan ini merupakan desa yang mempunyai kualitas yang bagus dan sekaligus menjadi juara II perkebunan kopi rakyat se – Jawa Tengah pada tahun 2009. Ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh petani kopi di Kabupaten Pati, antara lain: (1) Rendahnya kemampuan mengadaptasi, menguasai dan memanfaatkan teknologi secara produktif, efektif dan efisien, (2) Produktivitas dan daya saing lemah, (3) Iklim usaha yang kurang kondusif, (4) Rendahnya kualitas lembaga petani. Permasalahan tersebut dapat menjadi penghalang bagi petani kopi dalam meningkatkan ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan mereka di kemudian hari. Berdasarkan permasalahan di atas pemerintah daerah memiliki beberapa kebijakan untuk mengatasinya, yaitu: melakukan pembinaan yang insentif baik kelembagaan maupun sumber daya manusia, memberi bantuan berupa bibit kopi robusta klon unggul, memfasilitasi dan mendorong para petani untuk memelihara kebun kopi yang ada. Diharapkan dengan beberapa kebijakan di atas dapat mendorong produksi kopi, sehingga dapat mendorong ekonomi rumahtangga dan kesejahteraan petani kopi. Menurut beberapa petani kopi kebijakan tersebut belum sepenuhnya terlaksana di beberapa daerah termasuk Kecamatan Gembong yang menjadi sentra penghasil kopi. Dampak yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah para petani kopi mengadakan pembinaan dengan biaya sendiri dan membeli bibit unggul pada tengkulak dengan harga mahal. Oleh karena itu, beberapa petani di desa Klakahkasihan membangkitkan kembali kelompok tani Sido Makmur yang telah terbentuk pada tahun 1999. Kelompok tani tersebut mengembangkan beberapa program usaha dengan swasembada dari para anggota kelompok tani. Salah satu program yang di bentuk adalah program koperasi, program tersebut digunakan untuk melakukan aktivitas simpan pinjam bagi kelompok tani Sido Makmur. Aktivitas simpan pinjam ini bertujuan untuk membantu para petani kopi dalam melakukan proses produksi kopi setiap tahunnya di bulan Oktober sampai dengan bulan Juni. Hanya para anggota kelompok tani Sido makmur saja yang dapat mengambil kredit untuk keperluan produksi kopi. Meskipun program ini terbuka bagi para anggota kelompok tani Sido Makmur, namun ada beberapa
6
anggota yang tidak mengambil kredit tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya analisis lebih lanjut untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan petani kopi dalam mengambil kredit? Pemberian kredit sebagai tambahan modal yang diharapkan untuk membantu petani kopi di daerah penelitian untuk melakukan kegiatan produksi dengan mengesampingkan konsumsi. Tidak menutup kemungkinan bahwa kredit yang diambil oleh petani kopi tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari atau kebutuhan konsumsi rumahtangga petani kopi (Mayrowani, 1998). Sehingga perlu dikaji lebih lanjut apakah benar petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk produksi? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan petani kopi untuk mengambil kredit. 2. Menganalisis benar tidaknya petani kopi tersebut menggunakan kredit untuk produksi.. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan penjelasan mengenai dampak kredit terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi di Kabupaten Pati. Selain itu, penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan informasi bagi penentu kebijakan untuk mengevaluasi program kredit petani kopi yang diselenggarakan kelompok tani serta referensi pembanding dan stimulan untuk penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka ruang lingkup dan batasan penelitian ini yaitu: difokuskan pada kredit dari kelompok tani Sido Makmur di Kabupaten Pati. Responden dalam penelitian ini adalah petani kopi sekaligus anggota kelompok tani. Penelitian ini menggunakan data cross section yang dilaksanakan pada anggota kelompok tani Sido Makmur di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati.
7
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani (credere) yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Kredit dalam artian ekonomi adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa. Suyatno, et al. (1999) menyatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang – barang sekarang. Menurut Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Pokok – Pokok Perbankkan mendefinisikan kredit sebagai berikut: “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam – meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Menurut Suyatno, et al. (1999), unsur – unsur yang terdapat dalam kredit sebagai berikut: 1) Kepercayaan, yaitu dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar – benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang, 2) Waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang, 3) Degree of risk, yaitu suatu tingkat risiko yang dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari, 4) Prestasi, atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat berbentuk barang dan jasa. Menurut Muljono (1996), terdapat unsur – unsur kredit antara lain: 1. Waktu, yang menyatakan bahwa ada jarak antara saat persetujuan pemberian kredit dan pelunasannya. 2. Kepercayaan, yang mendasari pemberian kredit oleh pihak kreditur kepada debitur, bahwa setelah jangka waktu tertentu debitur akan mengembalikan sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak. 3. Penyerahan, yang menyatakan bahwa pihak debitur menyerahkan nilai ekonomi kepada debitur yang harus dikembalikan setelah jatuh tempo. 4. Risiko, yang menyatakan adanya risiko yang mungkin timbul sepanjang jarak antara saat memberikan dan pelunasannya. 5. Persetujuan dan perjanjian, yang menyatakan bahwa antara kreditur dan debitur terdapat suatu persetujuan dan dibuktikan dengan suatu perjanjian. Kredit Pertanian Kontribusi esensial dari sektor pertanian terhadap sektor lainnya dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi adalah: 1) peningkatan produksi pangan dan produk pertanian lain bagi konsumsi domestik dan ekspor; 2) penyedia tambahan tenaga kerja bagi sektor non pertanian; 3) arus keluar bersih dari modal investasi kesektor lainnya; dan 4) peningkatan permintaan konsumen yang berada di sektor pertanian terhadap barang dan jasa yang dihasilkan sektor lainnya. Sementara itu tantangan pembangunan pertanian di Indonesia pada masa
8
mendatang tidak sernakin berkurang intensitasnya, tetapi justru diduga akan makin meningkat. Perubahan orientasi produksi ke orientasi pendapatan dan kesejahteraan petani menuntut perubahan-perubahan yang cukup mendasar (Nizar, 2004)). Tujuan kredit pertanian adalah untuk melindungi golongan ekonomi lemah. Kredit simpan pinjam mempunyai tujuan ganda, yaitu selain untuk meningkatkan produksi melalui introduksi teknologi dalam rangka swasembada pangan juga ditujukan untuk meningkatkan pendapatan petani dan mengurangi kemiskinan (Azhari, 1994). Pertanian itu sendiri pada dasarnya memerlukan empat unsur pokok yang harus selalu ada yang dikenal dengan faktor-faktor produksi yaitu tanah, tenaga kerja, modal dan pengelolaan manajemen (Mubyarto, 1989). Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama faktor produksi tanah, tenaga kerja menghasilkan barang baru. Berdasarkan hak milik, modal dapat berasal dari milik pribadi (equity capital) dan milik pihak lain (non equity capital) (Kadarsan, 1995). Kredit adalah kesanggupan individu untuk memperoleh barang, jasa atau uang saat ini, dengan perjanjian akan membayar kembali di kemudian hari (Nizar, 2004). Tidak semua orang mempunyai kesanggupan untuk memperoleh kredit. Petani tidak mempunyai cukup asset berharga yang dapat dijadikan jaminan bagi pengembalian kreditnya.Di lain pihak, mereka sangat memerlukan kredit untuk mendanai usahanya. Namun tidak sedikit pula terpaksa menggunakan kredit usahanya untuk keperluan konsumsi rumahtangga (Mayrowani, 1998). Kredit pertanian khususnya ditujukan untuk melindungi golongan ekonomi lemah, yang bertujuan meningkatkan pendapatan petani kopi dan mengurangi kemiskinan (Azhari, 1984). Tujuan lain pemberian kredit adalah sebagai bantuan modal usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memberikan kesempatan yang lebih besar kepada mereka yang berpartisipasi. Hal senada juga diungkapkan Braverman dan Guasch (1986) bahwa tujuannya adalah: 1) meningkatkan output dan produktivitas pertanian, 2) induksi secara optimal laju adopsi teknologi baru, 3) memperbaiki distribusi pendapatan, 4) mengurangi kemiskinan dan 5) meningkatkan jumlah kesempatan kerja. Kredit tidak terlepas dari masalah kepercayaan, dimana kredit dapat dikembalikan oleh peminjam pada waktunya dengan imbalan bagi pemberi kredit dalam bentuk bunga maupun bentuk lain. Kredit seharusnya dianggap sebagai pendukung bukan penopang berdirinya usaha, sehingga jelas bahwa kredit hanyalah merupakan salah satu faktor dari kombinasi faktor – faktor produksi yang harus secara bersama – sama mensukseskan suatu usaha. Selain itu, kredit juga memiliki unsur prestasi yaitu objek kredit itu sendiri baik uang, barang maupun jasa, dan unsur waktu yang mengandung pengertian nilai uang yang ada sekarang dan nilanya pada masa mendatang. Semakin lama kredit itu diberikan maka semakin tinggi tingkat resiko yang harus dihadapi. Hal ini tidak terlepas dari unsur ketidakpastian di masa mendatang yang akhirnya menyebabkan munculnya jaminan dalam pemberian kredit. Teori Rumahtangga Memahami sebuah skim kredit simpan pinjam bagi rumahtangga petani kopi terkait dengan pemahaman tentang perilaku rumahtangga pengguna kredit. Hiershleifer (1958) mengembangkan model ekonomi rumahtangga yang digunakan untuk menganalisis model ekonomi rumahtangga yang digunakan
9
untuk menganalisis perilaku rumahtangga terhadap kredit. Model ekonomi rumahtangga menganggap bahwa tiap individu berusaha untuk memaksimumkan utility dan kegiatan produksi, konsumsi, dan kegiatan santai (leisure), yang dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑈 = 𝜇 𝑋𝑖 , 𝑋𝑐 , 𝐿𝑗 (2.1) dimana: U = Kepuasan (utility) Xi = Konsumsi hasil usaha perkebunan Xc = Konsumsi barang – barang yang dibeli di pasar Lj = Waktu santai (leisure) Untuk meningkatkan kepuasan dari ketiga jenis kegiatan yaitu dari U ke U*, maka rumahtangga dihadapkan pada berbagai kendala, salah satunya adalah kendala likuiditas. Setelah mempertimbangkan risiko kegagalan dan ketidakpastian, maka rumahtangga dapat menilai kelayakan mengambil kredit. Tambahan dana berupa kredit yang diperoleh rumahtangga ditujukan untuk meningkatkan utilitasnya, sehingga persamaan (2.1) dapat dituliskan: 𝑈 ∗ = 𝜇 𝑋𝑖 , 𝑋𝑐 , 𝐿𝑗 , 𝐾 (2.2) dimana: K = besarnya kredit yang diperlukan untuk diambil Kendala yang dihadapi rumahtangga untuk memaksimumkan U* adalah: 1. Kendala Produksi 𝑄 = 𝑔 𝐷, 𝑆𝑝 , 𝐴, 𝑇 (2.3) dimana: Q = Produk total usaha perkebunan kopi D = Penggunaan tenaga kerja rumahtangga Sp = Input variabel selain tenaga kerja A = Aset lahan T = Teknologi Dalam hal ini setiap input dibayar sesuai produktivitasnya dengan mempertimbangkan biaya alternative masing – masing input. Apabila kredit yang diambil berpengaruh nyata terhadap perubahan produksi, maka persamaan kendala produksi akan mengalami perubahan karena dimasukkannya peubah kredit (K) sebagai salah satu faktor dalam produksi. Dengan demikian kendala produksi bagi petani yang menggunakan kredit menjadi: 𝑄 = 𝑔 𝐷, 𝑆𝑝 , 𝐴, 𝑇, 𝐾 (2.4) Utilitas mempengaruhi pengeluaran dan konsumsi rumahtangga petani kopi yang ditentukan oleh pendapatannya. Maka dari itu, kredit akan mempengaruhi produksi kopi, sehingga produksi kopi akan mempengaruhi konsumsi rumahtangga petani kopi. 2. Kendala waktu dirumuskan dalam persamaan berikut: 𝑇𝑘 = 𝐿 + 𝐷 (2.5) dimana: Tk = Total ketersediaan tenaga kerja keluarga L = Waktu santai (leisure) Dh = Total input tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan Penggunaan tenaga kerja dalam krluarga akan ditentukan oleh total input tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan. Bertambahnya alokasi tenaga kerja
10
untuk usahatani akan mengurangi alokasi penggunaan tenaga kerja dalam keluarga di usaha lain. Tenaga kerja yang telah mengahabiskan 24 jam dibagi menjadi dua, yaitu: leisure dan waktu kerja. Waktu kerja dapat dijelaskan dalam usahatani dan non – usahatani pada penelitian ini, seperti bekerja dalam berkebun dan bekerja diluar berkebun. 3. Kendala pendapatan dirumuskan dalam persamaan berikut: 𝑃𝑐 𝑋𝑐 = 𝑃𝑖 𝑄 − 𝑋𝑖 − 𝑤 𝐷 − 𝐷 − . 𝑆𝑝 − 𝑟𝐾 (2.6) dimana: Pc = Harga barang dan jasa yang dibeli di pasar Xc = Konsumsi barang dan jasa yang di beli di pasar Pi = Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga Xi = Konsumsi hasil usaha perkebunan (Q-Xi) = Surplus produksi untuk dipasarkan w = Upah D = Total input tenaga kerja rumahtangga Dh = Total input tenaga kerja rumahtangga yang dicurahkan h = Harga input selain tenaga kerja Sp = Input variabel selain tenaga kerja Pendapatan total adalah pendapatan rumahtangga yang didapatkan dari alokasi total tenaga kerja rumahtangga itu akan menghasilkan pendapatan usahatani dan non – usahatani. Kendala – kendala yang dihadapi rumahtangga petani kopi tersebut dapat disatukan dengan mensubsitusikan kendala produksi dan kendala waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan menghasilkan bentuk kendala tunggal yaitu: 𝑃𝑐 𝑋𝑐 + 𝑃𝑖 𝑋𝑖 + 𝑤𝐿 + . 𝑆𝑝 + 𝑟𝐾 = 𝑤𝑇 + 𝜋 (2.7) dimana: = PiQ(D, Sp, A, T, K) – w(D – Dh) – h.Sp – rk ( merupakan ukuran dari keuntungan produksi) Dalam memaksimumkan kepuasan rumahtangga dapat memilih tingkat konsumsi dari barang (Xm, Xi), waktu luang (L), input tenaga kerja (D), input variabel lain selain tenaga kerja (Sp), serta penggunaan kredit (K) dalam kegiatan produksi. Syarat turunan pertama untuk mengoptimalkan tenaga kerja (D), input variabel lain selain tenaga kerja (Sp) dan kredit (K) adalah: 𝑃𝑖 𝑄 𝐷 = 𝑤 (2.8) 𝑃𝑖 𝑄 𝑆𝑝 = (2.9) 𝑃𝑖 𝑄 𝐾 = 𝑟 (2.10) Rumahtangga akan menyamakan penerimaan produk marjinal dari tenaga kerja, input variabel lain selain tenaga kerja dan kredit, sama dengan masing – masing harganya yaitu dengan upah pasar, harga masing – masing input variabel selain tenaga kerja dan tingkat suku bunga. Sehingga dari persamaan tersebut, dapat diturunkan permintaan terhadap tenaga kerja (D), input variabel lain selain tenaga kerja (Sp) dan kredit (K), seperti persamaan berikut ini: 𝐷 = 𝑓(𝑤, 𝑃𝑖 , , 𝐴, 𝑇, 𝑟) (2.11) 𝑆𝑝 = 𝑓(, 𝑤, 𝑃𝑖 , 𝐴, 𝑇, 𝑟) (2.12) 𝐾 = 𝑓(𝑟, 𝑤, 𝑃𝑖 , , 𝐴, 𝑇) (2.13) dimana: w = Upah
11
h = Harga input variabel lain selain tenaga kerja r = Tingkat bunga pinjaman Pi = Harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga A = Aset lahan T = Teknologi Apabila persamaan (2.11), (2.12), dan (2.13) disubtitusikan ke sisi kanan persamaan (2.7), maka akan diperoleh suatu persamaan sebagai berikut: 𝑃𝑐 𝑋𝑐 + 𝑃𝑖 𝑋𝑖 + 𝑤𝐿 + . 𝑆𝑝 = 𝑌 ∗ (2.14) Dimana Y* adalah pendapatan penuh pada saat keuntungan maksimum. Maksimisasi kepuasan dengan menggunakan kendala yang ada berdasarkan pada syarat turunan pertama sebagai berikut: 𝜕𝑈 = 𝑃𝑐 (2.15) 𝜕𝑋𝑐 𝜕𝑈
𝜕𝑋 𝑖 𝜕𝑈 𝜕𝐿 𝜕𝑈 𝜕𝑆𝑝
= 𝑃𝑖
(2.16)
= 𝑤
(2.17)
=
(2.18)
𝑃𝑐 𝑋𝑐 + 𝑃𝑖 𝑋𝑖 + 𝑤𝐿 + . 𝑆𝑝 = 𝑌 ∗ (2.19) Solusi dari persamaan (2.17) sampai (2.19) menghasilkan permintaan standar (perilaku konsumsi dalam permintaan) sebagai berikut: 𝑋𝑖 = 𝑋𝑖 (𝑃𝑐 , 𝑃𝑖 , 𝑤, , 𝑟, 𝑌 ∗ ) (2.20) Dari persamaan (2.15) permintaan Xc, Xi, L,Sp, K tergantung pada harga dan pendaptan. Untuk kasus rumahtangga petani kopi pendapatan ditentukan oleh aktivitas produksi rumahtangga. Selanjutnya perubahan faktor – faktor yang mempengaruhi produksi akan mempengaruhi Y* dan perilaku konsumsi. Adanya penurunan suku bunga mengakibatkan peningkatan modal, input, produksi, dan pendapatan. Dampak Kredit Terhadap Pendapatan Petani Perananan kredit simpan pinjam dalam pengembangan perkebunan kopi pada prinsipnya bertujuan memperbaiki perekonomian petani kopi sekaligus mendorong kenaikan produksi yang lebih besar. Pentingnya peranan kredit tergantung pada seberapa besar tambahan input yang dialokasikan mampu menaikkan tambahan penerimaan. Fungsi produksi digunakan untuk menggambarkan hubungan teknis antara input dan output yang dihasilkan dalam proses produksi kopi. Fungsi produksi dibangun dengan asumsi bahwa petani kopi berusaha mencari keuntungan sebesar – besarnya dengan memaksimumkan output dan mengoptimumkan penggunaan faktor produksi. Keuntungan jangka pendek merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya input variabel. Sedangkan pada konsep jangka panjang, karena semua input dianggap variabel, maka keuntungan adalah nilai output dikurangi total biaya input. Selanjutnya, fungsi produksi yang dihadapi petani diasumsikan sebagai berikut: 𝑄 = 𝑓(𝑋𝑖 , … , 𝑋𝑛 , 𝑍𝑖 , … , 𝑍𝑛 ) (2.21) dimana: Q = Jumlah output yang dihasilkan Xi = Input variabel
12
Zi = Input tetap Jika harga per satuan produk adalah P, maka total penerimaan menjadi: 𝑇𝑃 = 𝑃𝑓(𝑋1 , 𝑋2 ) (2.22) Sementara itu, biaya total yang dikeluarkan sebesar: 𝐶 = 𝑅1 𝑋1 + 𝑅2 𝑋2 + 𝑉 (2.23) dimana R1 dan R2 adalah harga per satuan input X1 dan X2, V adalah biaya tetap. Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya totalnya yaitu: 𝜋 = 𝑃𝑓 𝑋1 , 𝑋2 − 𝑅1 𝑋1 − 𝑅2 𝑋2 − 𝑉 (2.24) Keuntungan maksimum dicapai dengan menurunkan fungsi keuntungan terhadap masing – masing input yaitu: = 𝑃𝐹1 − 𝑅1 𝑎𝑡𝑎𝑢𝑃𝐹1 = 𝑅1 (2.25) 𝑋 1
𝑋2
= 𝑃𝐹2 − 𝑅2 𝑎𝑡𝑎𝑢𝑃𝐹2 = 𝑅2
(2.26)
Sehingga diperoleh produk marginal input X1(𝑀𝑃𝑋1 ) dan X2(𝑀𝑃𝑋2 ) adalah: 𝑌
𝑅1
1
𝑌
𝑃 𝑅2
2
𝑃
𝐹1 = 𝑋 = 𝑀𝑃𝑋1 = 𝐹2 = 𝑋 = 𝑀𝑃𝑋2 =
(2.27) (2.28)
Keuntungan maksimum tercapai bila tingkat penggunaan input optimal yaitu nilai produk marginal input sama dengan rasio harga (Ri) dan harga output (P). Baker (1968) menyatakan bahwa dalam kegiatan produksi kredit berperan sebagai penambah modal untuk membiayai input produksi sehingga produsen dapat meningkatkan produksnya pada tingkat yang lebih tinggi. Input produksi yang dibiayai dengan kredit mempunyai biaya tambahan sebesar bunga kredit dan biaya transaksi lainnya. Adanya tambahan biaya ini dengan sendirinya dapat mempengaruhi komposisi penggunaan input optimum. Jika pengusaha menggunakan kombinasi dua input dengan bentuk fungsi produksi seperti pada persamaan (2.21), total pernerimaan seperti persamaan (2.22) dan biaya yang dikeluarkan seperti persamaan (2.23). Jika sekarang hanya tersedia sejumlah modal tertentu sebesar C0, maka persamaan biaya menjadi sebagai berikut: (2.29) Dari persamaan (2.20), dapat diturunkan persamaan isocost yang menggambarkan jumlah input Xi yang dapat dibeli dengan modal C0 yaitu: (2.30) (2.31) Pada jumlah biaya sebesar C0, produsen dapat memaksimumkan Q pada kondisi: (2.32) Dimana – (X2/X1) merupakan sudut kemiringan garis isoquant dan R1/R2 merupakan sudut kemiringan garis isocost. Jika input X1 diperoleh dari kredit, maka harga satuan input menjadi lebih mahal yaitu R1 + k, dimana k merupakan biaya kredit. Kemudian keseimbangan penggunaan input optimal akan terganggu. (2.33) Analisis Probit
13
Analisis regresi ini digunakan untuk melihat pengaruh antar peubah tak bebas dengan peubah bebas. Apabila peubah yang digunakan merupakan peubah kategori, maka metode regresi yang sesuai yaitu metode regresi logistik. Model regresi probit merupakan pengembangan dari model regresi logistik dengan menggunakan fungsi normal kumulatif, sedangkan pada regresi logistic menggunakan fungsi logistik kumulatif. Istilah probit berasal dari singkatan probability unit yang dikenalkan Chester Bliss (1934). Model probit merupakan model non – linier yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara peubah tak bebas dengan peubah bebas. Model ini sering disebut model normit atau normal equivalent deviate disingkat ned. Model probit dikembangkan oleh McFadden (1973). Regresi probit merupakan modifikasi regresi logistik dengan menetapkan persamaan regresi logit mengikuti distribusi normal. Dengan menggunakan regresi probit maka 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑥𝑝 dilihat sebagai skor standar Z yang mengikuti distribusi normal, Peluang Y = 1 (peluang untuk mendapat skor 1) dinotasikan denga , maka didapatkan: exp (𝑍)
𝑃 = 1+exp (𝑍) 𝑎𝑡𝑎𝑢𝑙𝑛
𝜌 1−𝜌
=𝑍
(2.34)
Fungsi transformasi dalam model probit adalah fungsi sebaran kumulatif (CDF) yang memetakan fungsi linier 𝑥 ′ 𝛽 pada selang [0;1] adalah sebagai berikut: 𝑃 𝑌 = 1 𝑥𝑖 = 𝐹 𝑥 ′ 𝛽 (2.35) Persamaan ini didasari pada distribusi normal () di bawah ini sehingga regresi probit ditunjukkan dengan (𝑥 ′ 𝛽). Simbol menunjukkan berlakunya fungsi invers distribusi normal standar (invers standard normal distribution) dan (z) adalh fungsi kepekatan peluang. 𝑃 𝑌 = 1 𝑥1 = xi′ β = atau dapat diformulasikan:
x ′i β ∅ −∞
𝛽 +𝛽 𝑥 +⋯+𝛽 𝑥
1
z dz 𝑧2
(2.36)
𝑝 𝑝 𝑃 𝑌 = 1 = −∞0 1 1 𝑒 − 2 𝑑𝑧 (2.37) 2𝜋 Secara umum model probit dapat dinyatakan sebagai berikut: 𝑃 = 𝐹 𝑍 = 𝐹 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑥𝑝 (2.38) dengan F merupakan fungsi peluang kumulatif dan Xi adalah peubah bebas yang bersifat ordinal. Oleh karena model peluang probit berkaitan dengan fungsi peluang normal kumulatif, maka dapat dituliskan model peluang probit sederhana sebagai berikut: 𝑍 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + 𝛽3 𝑥3 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑥𝑝 (2.39) Untuk memperoleh suatu dugaan dari nilai Z, maka dapat digunakan invers dari fungsi normal kumulatif sehingga diperoleh: 𝑍 = 𝐹 −1 𝑃 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + 𝛽3 𝑥3 + ⋯ + 𝛽𝑝 𝑥𝑝 (2.40) Peluang P yang dihasilkan dari suatu model probit dapat diinterpretasikan sebagai suatu dugaan dari peluang bersyarat bahwa objek pengamatan atau kelompok akan mengalami suatu kejadian berdasarkan nilai tertentu dari X.
Hasil Penelitian Terdahulu
14
Penelitian dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga telah dilakukan oleh banyak peneliti, namun penelitian ekonomi rumahtangga dengan memberikan penekanan pada aspek kredit masih terbatas. Penelitian yang menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga antara lain adalah Asih (2008) menunjukkan kredit diperlukan sebagai tambahan modal nelayan terutama untuk kelangsungan usaha perikanan. Berdasarkan hasil analisis, kredit mempengaruhi keputusan rumahtangga dalam kegiatan produksi, pencurahan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran, yang merupakan perilaku ekonomi rumahtangga. Mahendri (2009) mengemukakan bahwa kredit domba di Kabupaten Bogor diberikan dengan sistem bergulir yang bertujuan untuk mempercepat pengembangan dan pemerataan pemilik ternak. Selain itu, produksi domba dipengaruhi jumlah kredit dan jumlah kepemilikan domba sebagai input produksi. Curahan waktu kerja keluarga untuk usaha domba menunjukkan bahwa jumlah kredit domba, produksi domba, jumlah angkatan kerja keluarga dan pendapatan usaha domba memberikan pengaruh positif. Sedangkan untuk pendapatan usaha domba menunjukkan bahwa produksi ternak, penerimaan dari kotoran, dan tingkat pendidikan member positif pengaruh positif. Konsumsi pangan dan non – pangan memberikan pengaruh positif terhadap pendapatan rumahtangga dan jumlah anggota keluarga. Rosmiati (2012) menganalisis pengaruh kredit terhadap perilaku ekonomi rumahtangga petani. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rumahtangga petani sebagai unti produksi dan konsumsi memberikan respons yang positif terhadap besarnya kredit. Adanya kredit menyebabkan peningkatan penggunaan input produksi, hasil produksi dan pendapatan usahatani dan pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan pengeluaran konsumsi dan permintaan tenaga kerja luar keluarga. de Rosari et al. (2013) menunjukkan bahwa pengalokasian kredit dan tambahan modal dikarenakan peningkatan produksi, konsumsi, pengeluaran dan tabungan. Penggunaan kredit dan tambahan kredit dipengaruhi oleh adanya situasi ekonomi rumagtangga itu sendiri. Keputusan rumahtangga dalam mengambil kredit dan tambahan modal memiliki pengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga, seperti halnya produksi, konsumsi dan tabungan. Sebuah rumahtangga memiliki akses ke sumber kredit tertentu jika mampu meminjam dari sumber kredit tersebut, meskipun untuk berbagai alasan mungkin memilih untuk tidak meminjam (Diagne and Zeller, 2001). Muazila dan Tollen (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa agunan, kondisi yang buruk, teknologi kredit, risiko pertanian yang tinggi, tingginya tingkat suku bunga, tingkat pengembalian yang rendah dalam kegiatan usahatani merupakan keterbatasan akses kredit bagi petani. Pengaruh dari kendala kredit terhadap konsumsi non pangan per kapita per harinya adalah sangat sulit untuk menjadi pendukung. Kesimpulan penelitian ini adalah peningkatan akses rumahtangga petani untuk kredit menghasilkan kesejahteraan ekonomi petani meningkat. Arief dan Mia (2013) mengemukakan bahwa dengan pemberian kredit perdesaan diharapkan akan mempercepat produksi pertanian dan produktivitas serta akan meningkatkan kesejahteraan petani. Akses kredit memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan rumahtangga petani yang meliputi peningkatan
15
produksi, penggunaan tenaga kerja luar keluarga, konsumsi dan pendapatan rumahtangga petani. Quach et al. (2005) hasil penelitian menemukan kredit rumahtangga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan ekonomi rumahtangga meliputi pengeluaran pangan per kapita dan pengeluaran non pangan per kapita. Kredit memiliki pengaruh positif terhadap kesejahteraan ekonomi rumahtangga miskin dan menemukan bahwa umur kepala rumahtangga, jumlah anggota keluarga, kepemilikan lahan, tabungan, dan kemampuan untuk mengambil kredit di suatu wilayah adalah faktor utama dalam besaran pinjaman rumahtangga. Dari hasil – hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kredit memang sangat diperlukan untuk memajukan usahatani. Kredit berperan sebagai pelancar pembangunan di perdesaan, unsure pemacu adopsi teknologi dan upaya pembentukan modal yang dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kesempatan petani untuk meminjam dan memanfaat kredit tersebut erat kaitannya dengan peluang, keputusan dan kemampuan petani untuk mengunakan dan mengembalikan kredit, serta kelayakan dari pemberian kredit (Asih, 2008). Kerangka Pemikiran Permasalah pokok dalam perkebunan kopi adalah kurangnya permodalan untuk melakukan proses produksi. Modal yang yang kecil menyebabkan adanya pembelian input untuk berproduksi menurun, sehingga menyebabkan hasil produksi yang diperoleh petani kopi juga menurun. Perkebunan Kopi Rakyat Memiliki Kelemahan pada Permodalan Pembelian Input Menurun Hasil Produksi Kopi Menurun Pendapatan Petani Kopi Menjadi Rendah
Kesejahteraan Petani Kopi Menurun
Kredit dari kelompok tani Sido Makmur
Petani Kopi Tidak Kredit
Petani Kopi yang Kredit
Faktor –Faktor yang MempengaruhiKeputusan Petani Kopi untuk Pengambilan Kredit Dampak Kredit terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi .Gambar
1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Dengan menurunnya hasil produksi yang diperoleh akan mengakibatkan pendapatan petani kopi juga menurun atau tidak maksimal. Pendapatan yang rendah mengakibatkan kesejahteraan petani kopi menurun dan tidak ada
16
peningkatan. Oleh karena itu, para petani kopi membentuk kelompok tani Sido Makmur yang beranggotakan petani kopi itu sendiri. Dalam kelompok tani ini terdapat berbagai program yang menunjang atau mendorong kesejahteraan petani kopi, misalnya pembayaran listrik, pembelian kopi ose, dan kredit simpan pinjam. Namun, ada beberapa petani kopi selaku anggota kelompok tani Sido Makmur yang mengambil kredit tersebut dan ada yang tidak mengambil kredit. Ada beberapa faktor yang menyebabkan para petani kopi tersebut memiliki keputusan untuk mengambil kredit, misalnya lama berkebun, usia, luas lahan, tenaga kerja, dan lain sebagainya. Sehingga dalam menentukan keputusan untuk mengambil kredit tersebut memiliki dampak terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi. Dimana ekonomi rumahtangga meliputi dari pembelian input hingga berakhir pada kesejahteraan petani kopi itu sendiri. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1 Keputusan petani dalam mengambil kredit dipengaruhi oleh umur petani kopi, luas lahan, umur tanaman kopi, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan. 2 Penggunaan kredit secara signifikan mampu meningkatkan produksi kopi di Kabupaten Pati.
17
3
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan secara sengaja, yaitu di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Lokasi dipilih berdasarkan pertimbangan daerah yang merupakan penghasil utama kopi rakyat dan mayoritas masyarakat daerah tersebut adalah petani kopi dan sebagian besar waktunya dialokasikan kepada usahatani kopi dan sebagian besar pendapatannya berasal dari usahatani kopi. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kerat lintang (cross section). Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel, yaitu petani kopi yang tergabung dalam kelompok tani Sido Makmur baik yang mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder diperoleh dari Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), Badan Pusat Statistik (BPS), Statistik Perkebunan kabupaten Pati, jurnal-jurnal ilmiah, skripsi maupun tesis serta dokumen atau publikasi dari instansi terkait lainnya. Data yang dikumpulkan diantaranya adalah data yang berhubungan dengan permodalan meliputi penerimaan, pengeluaran, kepemilikan lahan dan data pengambilan kredit oleh petani kopi. Data individu dan rumahtangga petani kopi, seperti: pendidikan, pengalaman usaha, dan umur, data rumahtangga seperti jumlah anggota keluarga, jumlah anak, jumlah anak sekolah. Metode Pengambilan Data Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan data anggota kelompok tani Sido Makmur di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Responden yang dipilih adalah responden yang mengambil kredit maupun tidak mengambil kredit. Anggota kelompok tani Sido Makmur berjumlah 52 orang, dan diambil secara keseluruhan. Analisis Data Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum usahatani perkebunan kopi di lokasi dan skim kredit pada kredit simpan pinjam di Kabupaten Pati. Untuk melihat faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan pengambilan kredit digunakan analisis probit dalam menjelaskannya. Sementara itu, dampak kredit terhadap ekonomi rumahtangga petani kopi dianalisis menggunakan pendekatan ekonomi rumahtangga model persamaan simultan. Analisis Statistik Metode Probit Peubah tek bebas yang digunakan untuk model probit dalam penelitian ini yaitu keputusan petani dalam pengambil kredit. Peubah tak bebas berupa Y = 1 (mengambil kredit) dan Y = 0 (tidak mengambil kredit). Sedangkan yang menjadi peubah bebas adalah luas lahan, usia, pendidikan, lama menjadi anggota, jumlah anggota keluarga, dan pengalaman berkebun kopi. Penyelesaian metode ini
18
menggunakan bantuan computer dengan program eViewsversi 3.0. Model persamaan regresinya ditulis sebagai berikut: 𝑌 = 𝛽0 + 𝛽1 𝑥1 + 𝛽2 𝑥2 + 𝛽3 𝑥3 + 𝛽4 𝑥4 + 𝛽5 𝑥5 + 𝜀 (3.1) dimana: Y = Keputusan petani dalam pengambil kredit (1 = mengambil kredit; 0 = tidak mengambil kredit) 0 = konstanta x1 = Usia petani (tahun) x2 = Luas lahan (ha) x3 = Umur tanaman kopi (tahun) x4 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) x5 = Pendidikan (tahun) = Variabel acak Tanda parameter: 1, β2,3, 4, 5> 0 Perumasan Model Ekonomi Rumahtangga Kegiatan produksi, santai dan konsumsi erat kaitannya dengan ekonomi rumahtangga, yang kemudian akan mempengaruhi besarnya kredit simpan pinjam yang diambil oleh petani kopi. Model persamaan simultan yang dibangun meliputi persamaan struktural dan persamaan identitas. Produksi Kopi Produksi kopi dalam hal ini dipengaruhi luas lahan kopi, jumlah kredit yang diambil, banyaknya pupuk yang digunakan, banyaknya pestisida yang dipakai serta dummy petani kredit dan tidak kredit. 𝑃𝐾𝑂𝑃𝐼 = 𝑎0 + 𝑎1 𝐿𝐾𝑂𝑃𝐼 + 𝑎2 𝐾𝑅𝐸𝐷 + 𝑎3 𝑃𝑈𝑃𝑈𝐾 + 𝑎4 𝐾𝑃𝐾 + 𝜇1 (3.2) dimana: PKOPI = Produksi kopi (ha) KRED = Jumlah kredit yang diambil (Rp) PUPUK = Jumlah pupuk yang digunakan (kw/tahun) KPK = Keputusan Pengambilan Kredit (persen) Tanda parameter: a1, a2, a3, a4 > 0 Keputusan Pengambilan Kredit adalah berapa persen peluang yang didapat setiap responden atau petani kopi untuk mengambil kredit dan diperoleh dari perhitungan analisis probit. Nilai Kredit 𝐾𝑅𝐸𝐷 = 𝑏0 + 𝑏1 𝑃𝐾𝑂𝑃𝐼 + 𝑏2 𝐼𝑅𝑇𝑃 + 𝑏3 𝐾𝑇 + 𝜇2 (3.3) dimana: KRED = Jumlah kredit yang diambil (Rp) PKOPI = Produksi kopi (ton/tahun) IRTP = Pendapatan total rumahtangga petani kopi (Rp/tahun) KT = Konsumsi total rumahtangga petani kopi (Rp/tahun) Tanda parameter: b1, b2, b3 > 0
19
Biaya Produksi Biaya untuk kegiatan berkebun, merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel dari proses produksi kopi. Persamaan biaya produksi dirumuskan sebagai berikut: 𝐵𝑃𝐾𝑂𝑃𝐼 = 𝐵𝑉𝐾𝑂𝑃𝐼 + 𝐵𝑇𝐾𝑂𝑃𝐼 (3.4) dimana: BPKOPI = Biaya produksi kopi (Rp/tahun) BVKOPI = Biaya variabel kopi (Rp/tahun) BTKOPI = Biaya tetap kopi (Rp/tahun) Persamaan Pencurahan Waktu Kerja Curahan waktu kerja rumahtangga dalam hal ini meliputi seluruh alokasi waktu kerja rumahtangga untuk bekerja baik di dalam kegiatan berkebun maupun di luar kegiatan berkebun. Curahan Waktu Kerja Suami Dalam Kegiatan Berkebun 𝐶𝑆𝐵𝐾 = 𝑐0 + 𝑐1 𝑈𝑀𝑈𝑅 + 𝑐2 𝐶𝑆𝐿𝐾 + 𝑐3 𝐽𝐴𝐾 + 𝑐4 𝐿𝐾𝑂𝑃𝐼 + 𝑐5 𝑈𝑇𝐾 + 𝑐6 𝐷𝐾𝑅𝐸𝐷 + 𝜇3
(3.5) dimana: CSBK UMUR CSLK
= Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) = Usia responden (tahun) = Curahan waktu kerja suami di luar berkebun (HOK/tahun) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang) LKOPI = Luas lahan kopi (ha) UTK = Umur Tanaman Kopi (tahun) DKRED = Dummy Kredit (D = 1, petani kredit dan D = 0, petani tidak kredit) Tanda parameter: c1, c3, c4, c5, c6 > 0; c2 < 0 Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Kegiatan Berkebun 𝐶𝑆𝐿𝐾 = 𝑑0 + 𝑑1 𝐼𝑃𝐾 + 𝑑2 𝐶𝑆𝐵𝐾 + 𝑑3 𝐽𝐴𝐾 + 𝑑4 𝐾𝑅𝐸𝐷 + 𝑑5 𝑈𝑃𝐴𝐻 + 𝑑6 𝐷𝐾𝑅𝐸𝐷 + 𝜇4
(3.6) dimana: CSLK
= Curahan waktu kerja suami di luar berkebun (HOK/tahun) IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) CSBK = Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang) KRED = Jumlah kredit yang diambil (Rp) UPAH = Tingkat upah (Rp/tahun) DKRED = Dummy Kredit (D = 1, petani kredit dan D = 0, petani tidak kredit) Tanda parameter: d1, d2 < 0; d3, d4, d5, d6 > 0 Curahan Waktu Kerja Istri di Luar Berkebun 𝐶𝐼𝐿𝐾 = 𝑓0 + 𝑓1 𝐼𝑃𝐾 + 𝑓2 𝐶𝑆𝐵𝐾 + 𝑓3 𝑈𝑃𝐴𝐻 + 𝑓4 𝐽𝐴𝐾 + 𝜇6 (3.7)
20
Gambar 2. Keterkaitan Antara Peubah Kredit dan Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi
21
dimana: CILK = Curahan waktu kerja istri di luar berkebun (HOK/tahun) IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) CSBK = Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) UPAH = Tingkat upah (Rp/TK) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang) Tanda parameter: f1, f2< 0; f3, f4 > 0 Total Curahan Waktu Kerja Rumahtangga 𝐶𝑇𝑅 = 𝐶𝑆𝐵𝐾 + 𝐶𝑆𝐿𝐾 + 𝐶𝐼𝐵𝐾 + 𝐶𝐼𝐿𝐾 (3.8) dimana: CTR = Total curahan waktu kerja rumahtangga (HOK/tahun) CSBK = Curahan waktu kerja suami dalam berkebun (HOK/tahun) CSLK = Curahan waktu kerja suami di luar berkebun (HOK/tahun) CIBK = Curahan waktu kerja istri dalam berkebun (HOK/tahun) CILK = Curahan waktu kerja istri di luar berkebun (HOK/tahun) Persamaan Pendapatan Pendapatan rumahtangga dalam hal ini meliputi seluruh pendapatan yang diterima oleh rumahtangga dari dalam maupun dari luar kegiatan berkebun. Pendapatan Rumahtangga dari Dalam Kegiatan Berkebun 𝐼𝑃𝐾 = 𝑃𝐾𝑂𝑃𝐼 × 𝐻𝐴𝑅𝐺𝐴 − 𝐵𝑃𝐾𝑂𝑃𝐼 (3.9) dimana: IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) PKOPI = Produksi kopi (ton/tahun) HARGA = Harga kopi (Rp/kg) BPKOPI = Biaya produksi kopi (Rp/tahun) Pendapatan Rumahtangga dari Luar Kegiatan Berkebun 𝐼𝐿𝑃𝐾 = (𝐶𝑆𝐿𝐾 + 𝐶𝐼𝐿𝐾) × 𝑈𝑃𝐴𝐻 (3.10) dimana: ILPK = Pendapatan rumahtangga diluar berkebun (Rp/tahun) CSLK = Curahan waktu kerja suami di luar bekebun (HOK/tahun) CILK = Curahan waktu kerja istri di luar berkebun (HOK/tahun) UPAH = Tingkat upah (Rp/TK) Pendapatan Total Rumhtangga 𝐼𝑅𝑇𝑃 = (𝐼𝑃𝐾 + 𝐼𝐿𝑃𝐾) (3.11) dimana: IRTP = Pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun) IPK = Pendapatan rumahtangga dalam berkebun (Rp/tahun) ILPK = Pendapatan rumahtangga di luar berkebun (Rp/tahun) Pendapatan yang Siap di Belanjakan 𝑌𝑑 = 𝐼𝑅𝑇𝑃 − 𝑇𝐴𝑋 (3.12) dimana: Yd = Pendapatan yang siap dibelanjakan (Rp/tahun) IRTP = Pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun) TAX = Pajak yang dibayar oleh petani kopi (Rp/tahun)
22
Persamaan Tabungan Tabungan merupakan pendapatan yang tidak dikonsumsi.Dengan demikian tabungan merupakan selisih antara pendapatan yang siap dibelanjakan dan konsumsi rumahtangga. Persamaan tabungan rumahtangga tersebut adalah sebagai berikut: 𝑇𝐵 = 𝑌𝑑 − 𝐾𝑇 (3.13) dimana: TB = Tabungan yang dimiliki rumahtangga (Rp) Yd = Pendapatan yang siap dibelanjakan (Rp/tahun) KT = Konsumsi total rumahtangga (Rp/tahun) Persamaan Pengeluaran Pengeluaran rumahtangga dalam hal ini meliputi pengeluaran rumahtangga untuk konsumsi bahan pangan dan non pangan. Konsumsi rumahtangga adalah nilai barang dan jasa yang dikonsumsi oleh suatu rumahtangga. Konsumsi Pangan Rumahtangga 𝐾𝑃𝑃 = 𝑔0 + 𝑔1 𝐽𝐴𝐾 + 𝑔2 𝑃𝐾𝑂𝑃𝐼 + 𝑔3 𝐼𝑅𝑇𝑃 + 𝑔4 𝐾𝑃𝐾 + 𝑔5 𝐷𝐾𝑅𝐸𝐷 + 𝜇7 (3.14) dimana: KPP = Konsumsi pangan rumahtangga (Rp/tahun) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang) PKOPI = Produksi kopi (ton/tahun) IRTP = Pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun) KPK = Keputusan pengambilan kredit (peluang) DKRED = Dummy kredit (D = 1, petani kredit dan D = 0, petani tidak kredit) Tanda parameter: g1, g2, g3, g4, g5 > 0 Konsumsi Non Pangan Rumahtangga 𝐾𝑁𝑃𝑃 = 0 + 1 𝐼𝑅𝑇𝑃 + 2 𝐽𝐴𝐾 + 3 𝐾𝑃𝑃 + 4 𝐵𝑃𝐾𝑂𝑃𝐼 + 5 𝐾𝑅𝐸𝐷 + 6 𝑇𝐴𝑋 + 𝜇8
(3.15) dimana: KNPP = Konsumsi non pangan rumahtangga (Rp/tahun) IRTP = Pendapatan total rumahtangga (Rp/tahun) JAK = Jumlah anggota keluarga (orang) KPP = Konsumsi pangan rumahtangga (Rp/tahun) BPKOPI = Biaya produksi kopi (Rp/tahun) KRED = Jumlah kredit yang diambil (Rp) TAX = Pajak yang dibayarkan oleh petani kopi (Rp/tahun) Tanda parameter: h1, h2, h4, h5, h6 > 0; h3 < 0 Konsumsi Total Rumahtangga 𝐾𝑇 = 𝐾𝑃𝑃 + 𝐾𝑁𝑃𝑃
(3.16)
dimana: KT = Total konsumsi rumahtangga (Rp/tahun) KPP = Konsumsi pangan rumahtangga (Rp/tahun) KNPP = Konsumsi non pangan rumahtangga (Rp/tahun) Pengeluaran Total Rumahtangga 𝑃𝑇𝑅 = 𝐾𝑇 + 𝑇𝐵
dimana:
(3.17)
23
PTR KT TB
= Total pengeluaran rumahtangga (Rp/tahun) = Total konsumsi rumahtangga (Rp/tahun) = Tabungan yang dimiliki rumahtangga (Rp)
Identifikasi dan Pendugaan Model Identifikasi model dilakukan untuk mempelajari apakah sistem persamaan yang dibangun secara matematik dapat menduga parameter yang ada pada setiap persamaan struktural dalam sistem tersebut. Salah satu syarat dalam proses identifikasi adalah syarat keharusan (necessary conditions). Syarat keharusan disebut juga syarat ordo (order conditions) yang diperoleh dengan menghitung peubah yang ada dalam satu persamaan tertentu dengan prosedur sebagai berikut (Koutsoyianis, 1997): Overidentified (teridentifikasi berlebih) : (K – M) > (G – 1) Exaxctly identified (teridentifikasi tepat) : (K – M) = (G – 1) Underidentified (tidak teridentifikasi) : (K – M) < (G – 1) dimana: K = total peubah dalam model (peubah endogen dan predeterminan) M = jumlah peubah yang masuk dalam persamaan yang diidentifikasi G = jumlah persamaan di dalam model atau jumlah peubah endogen Suatu sistem persamaan simultan dapat diselesaikan secara matematik jika (K – M) ≥ (G – 1). Bila suatu persamaan teridentifikasi berlebih, maka metode pendugaan yang digunakan adalah 2SLS (Two Stage Least Squares), 3SLS (Three Stage Least Squares) dan ML (Maximum Likelihood). Dalam model ekonomi rumahtangga petani penerima kredit simpan pinjam terdapat 16 persamaan meliputi 8 struktural dan 7 identitas. Peubah eksogen berjumlah 13 peubah dan endogen 15 peubah. Dengan demikian, menurut syarat ordo seluruh persamaan simultan yang dibangun termasuk kriteria teridentifikasi berlebih (Overidentified). Spesifikasi model dalam studi ini adalah dinamis dengan sistem persamaan simultan, dimana peubah endogen ditentukan secara simultan dan interdependen. Sistem persamaan simultan yang dirumuskan tersebut akan diselesaikan melalui metode pendugaan model 2SLS. Penggunaan metode 2SLS (Two Stage Least Squares) dapat menghindari terjadinya stimultaneous equation bias, yang pada dasarnya menduga persamaan simultan dengan menduga setiap persamaan struktural secara parsial (Koutsoyionis, 1977). Mengingat hasil identifikasi menunjukkan semua persamaan teridentifikasi berlebih, maka persamaan dapat diduga dengan 2SLS. Hasil pendugaan ini menghasilkan parameter dugaan untuk masing – masing persamaan struktural. Penyelesaian metode ini menggunakan bantuan computer dengan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1.
1.
2.
3.
Definisi dan Satuan Pengukuran Produksi kopi merupakan jumlah bijih kopi yang dihasilkan pohon kopi dalam kegiatan proses produksi yang dinyatakan dalam satuan ton per tahun. Curahan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dipakai oleh petani kopi dalam proses produksi tanaman kopi, baik dalam keluarga, luar keluarga maupun tenaga kerja selain berkebun kopi. Pendapatan total rumahtangga adalah penjumlahan pendapatan rumahtangga dari berkebun kopi dan di luar berkebun kopi dalam satuan rupiah per tahun.
24
4. 5. 6.
7. 8. 9.
Permintaan kredit dimana besarnya nilai kredit simpan pinjam yang diambil oleh petani kopi dalam rupiah. Konsumsi rumah tangga adalah nilai barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga selama setahun yang dinyatakan dalam rupiah. Tabungan rumahtangga adalah sejumlah uang atau barang yang disimpan oleh petani kopi guna menghadapi tantangan masa yang akan datang dalam rupiah. Pajak adalah segala kewajiban rumahtangga kepada pemerintah seperti pajak bumi bangunan ataupun kewajiban lainnya dalam rupiah. Suku bunga kredit merupakan biaya tambahan yang dibebankan kepada petani kopi saat melakukan pengembalian kredit dinyatakan dalam persen. Suku bunga tabungan adalah tambahan biaya yang diberikan oleh bank untuk menarik nasabah biasanya dihitung dalam satuan persen per tahun.
25
4
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Karakteristik Kabupaten Pati Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Jepara (batas utara), Kabupaten Rembang dan Laut Jawa (batas timur), Kabupaten Blora dan Kabupaten Grobogan (batas selatan), Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara (batas barat). Secara administratif Kabupaten Pati mempunyai luas wilayah 150.368 ha yang terdiri dari 21 Kecamatan, 401 Desa, 5 Kelurahan, 1.106 Dukuh serta 1.474 RW dan 7.524 RT. Jumlah penduduk Kabupaten Pati menurut sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 1.190.993 jiwa, sedangkan proyeksi untuk tahun 2014 sebanyak 1.221.332 jiwa. Luas wilayah juga dibagi berdasarkan lahan sawah sebesar 39,09% dan luas bukan sawah sebesar 60,76%, dimana memiliki karakteristik tanah seperti tanah red yellow, latosol, alluvial, hidromer, regosol, dan gromosol. Kabupaten Pati memiliki moto “Pati Bumi Mina Tani” kependekan dari Berbudaya Upaya Menuju Identitas Pati yang Makamur Ideal Normatif Adil Tertib Aman Nyaman Indah. Karakteristik Kecamatan Gembong Kecamatan Gembong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Pati, yang secara geografis terletak di lereng Gunung Muria serta mempunyai kebun kopi yang sangat luas yang terdapat di desa Jolong dan desa Klakahkasian. Kecamatan Gembong berbatasan langsung dengan Kabupaten Kudus dan memiliki luas wilayah seluas 6.730 hektar, sebagian besar berupa hutan dan perkebunan. Daerah ini berada pada ketinggian 20-900 meter dpl (diatas permukaan laut) dan tanahnya berjenis latosol. Jumlah penduduk di Kecamatan Gembong berjumlah 40.780 jiwa pada tahun 2006. Sebagian besar penduduk Kecamatan Gembong bermata pencaharian sebagai petani baik petani padi maupun perkebunan. Di Kecamatan Gembong terdapat perkebunan kopi rakyat dan perkebunan kopi negara yang dikelola oleh PTPN IX. Perkebunan kopi negara terletak di Desa Jolong dan memiliki luas lahan sebesar 527 hektar yang merupakan peninggalan penjajahan Belanda. Sedangkan perkebunan kopi rakyat terletak di Desa Klakahkasian yang memliki luas lahan sebesar 63 hektar dan dengan hasil panen mencapai 120 ton biji kopi pada tahun 2014 (Radio PASFM Pati, 2014). Deskripsi Petani Kopi Karakteristik petani kopi yang diamati adalah karakteristik 52 petani kopi di Kecamatan Gembong yang terdiri dari 32 yang mengambil kredit dan 20 yang tidak mengambil kredit. Dalam hal ini akan dikaji beberapa hal, yaitu: karakteristik petani kopi, karakteristik berkebun, dan pendapatan rumahtangga petani. Karakteristik Petani Kopi Karakteristik petani kopi responden yang meliputi umur petani, tingkat pendidikan, dan tanggungan keluarga dapat dilihat pada Tabel 6. petani kopi yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki usia yang sangat produktif yaitu diantara usia 20 – 60 tahun. Semua petani kopi yang mengambil kredit berusia ≤
26
50 tahun, sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit hanya sebagian besar berusia ≤ 50 tahun dan sisanya usia 51 – 60 tahun. Usia merupakan salah satu faktor sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi kinrja petani kopi dan hasil produksinya. Umur petani kopi yang semakin tua akan mengurangi kinerja dalam berproduksi kopi dikarenakan tenaga petani kopi tersebut semakin menurun. Tabel 6. Karakteristik Responden No.
Karakteristik Responden
1 Umur petani (Tahun) 20-30 31-40 41-50 51-60 2 Lama Pendidikan (Tahun) Tidak Sekolah (0 tahun) SD (1-6 tahun) SMP (7-9 tahun) SMA (10-12 tahun) DIII/S1 (13-16 tahun) 3 Tanggungan Keluarga (orang) 1 orang 2 orang 3 orang 4 orang
Mengambil Kredit Jumlah %
Tidak Mengambil Kredit Jumlah %
9 11 12 -
28,13 34,38 37,49 -
2 8 7 3
10 40 35 15
1 20 6 4 1
3,12 62,50 18,75 12,50 3,13
3 8 6 1 2
15 40 30 5 10
2 13 11 6
6,25 40,62 34,37 18,76
3 10 5 2
15 50 25 10
Petani identik dengan tingkat pendidikaann yang rendah dan banyak yang mengalami buta huruf. Kondisi lapangan menunjukkan masih terdapat 4 orang petani yang tidak bersekolah, namun tidak berarti mereeka buta huruf. Keempat petani tersebut dalam beberapa tahun terakhir ini mengikuti paket kejar A yang diselenggarakan oleh Kecamatan Gembong (Mustamir, 2015). Rata – rata pendidikan formal petani kopi hanya sampai pada tingkat SD (sekolah dasar), meskipun begitu ada juga petani kopi yang menempuh tingkat pendidikan DIII/S1 sebanyak 1 orang untuk petani kopi yang mengambil kredit dan 2 orang untuk petani kopi yang tidak mengambil kredit. Petani yang memiliki tingkat peendidikan yang tinggi akan dapat meningkatkn kemungkinan petani dalam pengelolaan usahatani yang lebih profesional karena lebih mampu mencari dan mengolah informasi dan teknologi (Ogada et al. 2010). Dapat dilihat dari Tabel 6. bahwa jumlah tanggungan petani kopi yang mengambil kredit kebanyakan 2 – 3 orang anggota keluarga, yaitu 1 istri dan 2 anak. Sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit memiliki jumlah tanggungan di 2 orang anggota keluarga. Tanggungan keluarga dapat menentukan pengelolaan usahatani karena didalamnya akan ada keputusan pemanfaatan modal dalam bentuk tenaga kerja maupun ketersediaan modal dalam bentuk uang (Wati, 2015). Semakin banyak anggota keluarga di usia produktif, maka pemanfaatan tenaga kerja diutamakan dari dalam keluarga sebaliknya jika tidak bisa bekerja sebagai tenaga kerja pertanian karena usia atau bekerja di sektor lain, maka petani akan menggunakan tenaga kerja dari luar negara.
27
Karakteristik Dalam Berkebun Petani kopi yang mengambil kredit sebagian besar memiliki luas lahan ≤ 2,00 hektar sebanyak 96,88 persen, sedangkan luas lahan yang diatas 2,00 hektar kebanyakan dimiliki oleh petani kopi yang tidak mengambil kredit. Menurut Murbyarto (1989) lahan sebagai salah satu faktor produksi yang merupakan sarana pendukun hasil produksi yang diperolehnya. Namun dapat terjadi inefisiensi yang disebabkan oleh luas lahan yang terlaalu besar, yaitu lemahnya pengawasan, tenaga kerja yang banyak, dan keterbatasan modal untuk pemeliharaan lahan (Soekartawi, 1993). Tabel 7. Karakteristik dalam Berkebun No .
Faktor Produksi
1 Luas Lahan (Ha) 0.10-0.50 0.51-1.00 1.01-2.00 > 2.00 2 Pengalaman Berkebun(Tahun) 0-5 tahun 6-10 tahun > 11 tahun 3 Umur Tanaman Kopi (Tahun) 0-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun 15-20 tahun > 20 tahun
Mengambil Kredit
Tidak Mengambil Kredit Jumlah %
Jumlah
%
8 13 10 1
25 40,63 31,25 3,12
1 3 6 10
5 15 30 50
9 19 4
28,13 59,38 12,49
1 9 10
5 45 50
9 19 1 3 -
28,13 59,38 3,13 9,36 -
2 14 1 3
10 70 5 15
Pengalaman usahatani merupakan lamanya petani kopi untuk memulai melakukan kegiatan berkebun. Pengalaman berkebun memberikan pengetahuan dan juga informasi teerkait dengan tekniss produksi maupun tren konsumsi yang ada di masyarakat. Dapat dilihat pada Tabel 7. kebanyakan petani kopi yang mengambil kredit memiliki pengalaman berkebun selama ≤ 10 tahun, sedangkan pengalaman berkebun diatas 10 tahun dimiliki petani kopi yang tidak mengambil kredit. Petani kopi yang memiliki pengalaman yang lebih lama akan lebih berani unutk mengambil risiko dibandingkan dengan petani yang belum cukup pengaalaman berkebun (Wati, 2015). Petani kopi yang belum cukup pengalaman berkebun kesulitan dalam mengatur biaya pengeluaran untuk berproduksi, sehingga mereka akan mengalami kerugian dan membutuhkan kredit. Umur tanaman petani kopi yang mengambil kredit sebagian besar ≤ 9 tahun, sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit memiliki umur tanaman yang diatas 9 tahun. Mengingat umur tanaman yang masih muda, perawatan tanaman tersebut lebih intensif di bandingkan dengan umur tanaman yang agak tua. Secara umum, umur tanaman yang ditanam oleh petani kopi merupakan umur ideal bagi tanaman kopi dan apabila umur tanaman melebihi 20 tahun maka tanaman kopi tersebut tergolong tua (Sumirat, 2013). Menurut Pujiyanto (2013), akar tanaman
28
kopi yang tergolong umur tua sudah tidak optimal lagi dalam menyerap zat – zat dalam tanah dibandingkan dengan akar tanaman kopi yang masih muda. Pendapatan Total Rumahtangga Petani Kopi Pendapatan total rumahtangga petani kopi diperoleh dari pendapatan onfarm, off-farm, hasil gadai atau penjualan tanah, dan lain – lain. Pendapatan total rumahtangga dapat dilihat ppada Tabel 8. di bawah ini. Tabel 8. Penerimaan Rumahtangga Petani Kopi No.
Pendapatan (Rp)
1 2 3 4
< 20.000.000 20.000.001 - 35.000.000 35.000.001 - 50.000.000 > 50.000.001
Mengambil Kredit Jumlah % 15 46,87 10 31,25 7 21,88
Tidak Mengambil Kredit Jumlah % 2 10 3 15 1 5 14 70
Pendapatan total rumahtangga petani kopi yang mengambil kredit sebagian besar pada tingkat ≤ Rp 50.000.000 sebanyak 78,12 persen, sedangkan petani kopi yang tidak mengambil kredit sebagian besar pada tingkat peenddapatan total sebesar diatas Rp 50.000.000 sebanyak 70 persen. Berdasarkan Tabel 5. dapat disimpulkaan bahwa bagi petani kopi yang memiliki pendapatan totaal rendah akan mengalami kesulitan modal untuk melakukan kegiatan berproduksi kopi, sehingga mereka membuat keputusan untuk mengambil kredit tersebut. Sebaliknya, bagi petani kopi yang memiliki pendapatan total tinggi, tidak akan kekurangan modal dalam berkebun, maka mereka tidak mengambil kredit. Deskripsi Kelompok Tani Sido Makmur Seputar Kelompok Tani Sido Makmur Kelompok tani Sido Makmur dibentuk pada tahun 1999 di Desa Klakahkasian, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati. Kelompok tani ini bertujuan untuk berkumpulnya para petani kopi guna membicarakan setiap permasalahan usahatani yang mereka kelola. Pada Tabel 9. dapat dilihat susunan kepengurusan. Tabel 9. Susunan Kepengurusan Kelompok Tani Sido Makmur Susunan Kepengurusan Kelompok Tani Sido Makmur Pembina : Kepala Desa Pendamping : CH. Mustamir (Penyuluh) Ketua : Abdul Kholik Wakil Ketua : Karsono Sekretaris : Rukadi Bendahara : Wiyoto Seksi Simpan Pinjam : Kusmanto Seksi Peternakan : Abdul Wahid Seksi Tanaman Perkebunan : Rukin Seksi Jasa Pelayanan Rekening Listrik : Ali Ahmadi Seksi Tanaman Kehutanan : Supat Badan Pengawas : Suroso Pasman Wagimin
29
Menurut Bapak Mustamir (2015), kelompok tani Sido Makmur ini sering diikut-sertakan dalam beberapa perlombaan kelompok tani se-Kabupaten Pati dan akan membentuk CV. Kelompok tani Sido Makmur ini selain untuk tempat berkumpulnya para petani kopi, juga membuat beberapa usaha lain misalnya koperasi, usaha ternak, usaha pembayaran listrik, usaha tanaman kebun dan usaha tanaman hutan. Kelompok tani Sido Makmur terletak di Desa Klakahkasihan, Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati yang di kembangkan sendiri oleh para petani kopi setempat. Kelompok tani Sido Makmur ini telah mengembangkan usahanya untuk melakukan proses produksi. Pada tahun 2003, petani kopi mendapatkan pelatihan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dan mendapatkan bantuan alat serta modal sebesar Rp 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)1). Dana bantuan tersebut dikembangkan oleh para petani kopi, sehingga dana yang dicapai saat ini sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah)1). Pada awal pembentukan kelompok tani Sido Makmur beranggotakan 25 orang, namun makin lama makin bertambah menjadi 52 orang. Tahun 2009, Desa Klakahkasian memenangkan lomba perkebunan rakyat terbaik se – Jawa Tengah dan mendapatkan hadiah sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah)1). Semua modal yang didapatkan kelompok tani tersebut dipakai untuk pembayaran rekening listrik, pembelian kopi ose, pembelian kambing, dan melakukan kredit simpan pinjam. Tujuan awal program simpan pinjam ini adalah membantu petani kopi dalam meningkatkan produksi usahataninya. Kelompok tani Sido Makmur menetapkan syarat dan ketentuan yang berlaku untuk petani kopi yang sekaligus anggota kelompok tani untuk mengambil kredit yang telah di sediakan. Syarat dan ketentuan yang berlaku antara lain: petani kopi yang merupakan anggota kelompok tani Sido Makmur, memiliki agunan berupa BPKB kendaraan bermotor atau sertifikat pengelolaan lahan tanam, bunga pinjaman sebesar 10 persen per tahunnya, dan lain – lain. Petani kopi di kelompok tani Sido Makmur ini dapat mengambil kredit sebesar Rp 1.000.000,- sampai Rp 15.000.000,- (satu juta rupiah sampai dengan limabelas juta rupiah)1). Kebanyakan kedit yang diambil oleh petani kopi digunakan untuk menambah modal dalam proses produksi. Modal untuk membiayai beberapa usaha tersebut, para petani kopi tiap bulannya menyetorkan uang sejumlah Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) kepada bendahara dan bendahara akan membagi uang tersebut ke setiap usaha yang dikembangkan. Pada Tabel 10. terlihat uraian pembagian modal tiap tahunnya. Tabel 10. Uraian Pembagian Modal Kelompok Tani Sido Makmur Uraian Koperasi Ternak Listrik Investasi Jasa Sewa Molen Pembibitan Total
1)
Modal Usaha (Rp/Tahun) Jumlah = 54.000.000 = 20.000.000 = 8.000.000 = 32.000.000 = 10.000.000 = 5.000.000 = 129.000.000
Persen 41,86 15,50 6,20 24,81 7,75 3,88 100
Wawancara dengan Bapak Mustamir selaku pengawas Perkebunan kopi di Kabupaten Pati.
30
Modal yang diberikan untuk usaha koperasi sebesar 41,86 persen, fungsi dari usaha koperasi ini adalah sebagai salah satu sarana simpan pinjam para petani kopi. Usaha simpan pinjam ini memiliki syarat yang mudah, agunan yang meringankan dan bunga yang lumayan rendah dibandingkan bunga bank. Usaha simpan pinjam ini disambut baik para petani kopi yang menjadi anggota. Usaha ternak mendapatkan jatah sebesar 15,5 persen, usaha ini digunakan untuk membantu para petani kopi yang akan menjadi peternak. Hewan ternak dirawat dengan baik, dan di cek secara berkala oleh dokter hewan setempat. Biasanya hewan ternak mereka akan dijual ke pembeli saat acara Idhul Adha dan para petani kopi akan mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda. Selanjutnya usaha pelayanan listrik, mendapat bagian sebesar 6,2 persen. Pelayanan listrik ini digunakan untuk pembayaran listrik para petani kopi yang masih berhubungan dengan proses produksi kopi. Usaha investasi ini lebih berfokus pada investasi bersama misalkan kandang untuk hewan ternak, pembangunan warung agro, dan tempat penyimpanan biji kopi para petani kopi. Modal yang diberikan lumayan besar yaitu 24,81 persen. Apabila petani ingin menyewa molen untuk kegiatan produksi mereka dari desa tetangga atau dari KUD (Koperasi Unit Desa), maka uang yang yang digunakan adalah uang khusus jasa sewa molen yang telah tersedia. Penyiapan uang jasa sewa molen ini sebesar 7,75 persen dari modal kelompok tani. Mesin molen tersebut dipakai secara bergantian oleh para petani, dan akan dikembalikan setelah semua kegiatan produksi telah selesai. Usaha pembibitan disediakan modal sebesar 3,88 persen, dan modal tersebut digunakan untuk membeli bibit unggul dan segala sesuatu yang dibutuhkan selama kegiatan pembibitan. Menurut Bapak Abdul kholik (2015), kelompok tani Sido Makmur pernah mendapatkan bantuan bibit kopi senilai Rp 36.000.000,(tiga puluh enam juta rupiah) dari pemerintah setempat, namun kualitas dari bibit kopi tersebut dapat dibilang kualitas rendah dan hasilnya sangat jelek. Permasalahan yang Dihadapi Kelompok Tani Terdapat beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh kelompok tani Sido Makmur. Berikut penjabaran dari setiap permasalahan yang dihadapi: Hama Masalah yang sering sekali ditemukan para petani kopi adalah hama yang menyerang tanaman kopi. Hama yang sering mengganggu tanaman kopi adalah hama kupu putih, kutu hijau, semut, dan ngengat. Keempat hama tersebut biasanya datangnya bergantian setiap musimnya. Obat atau alat yang digunakan untuk membasmi hama tersebut, para petani kopi lebih memilih secara tradisional. Namun, terkadang para petani menggunakan bahan kimia, misalnya puradan (ngengat). Pemasaran Selain hasil produksi tersebut dijual, para petani kopi juga mengkonsumsi sendiri dengan cara diolah menjadi kopi bubuk. Kopi bubuk tersebut ingin sekali dipasarkan ke konsumen, namun terdapat beberapa kendala. Salah satu kendala yang dihadapi adalah kurang memadainya jalan yang dilewati. Kondisi jalan yang di lalui sangatlah buruk, dimana jalanan banyak yang berlubang, masih tanah, dan menanjak. Saat musim hujan, jalanan tersebut becek dan susah untuk dilalui.
31
Selain prasarana, penge-pack-an kopi bubuk petani kopi ini dirasa kurang menarik bagi konsumen. Kerjasama Kerjasama juga merupakan kendala yang dihadapi para petani kopi, misalnya kemitraan dengan PTPN IX yang berlokasi di Desa Jolong. Namun, menurut mereka kemitraan yang ditawarkan PTPN IX kurang menguntungkan, karena harga dasar yang ditawarkan dibawah harga pasar. Kerjasama yang sangat susah dilakukan oleh para petani kopi adalah kerjasama dalam packaging. Hal tersebut dikarenakan, para petani kopi tidak memiliki link dan petani kopi kurang berusaha mengirimkan proposal ke perusahaan packaging.
32
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Keputusan Pengambilan Kredit Bagi petani kopi yang bekerja pada perkebunan kopi rakyat, modal yang dibutuhkan sangat banyak untuk pembelian input dan pengupahan tenaga kerja. Oleh karena itu, beberapa petani kopi membutuhkan sedikit tambahan modal yang akan dipakai untuk menutupi semua kekurangan tersebut. Dengan tambahan modal ini diharapkan bahwa petani kopi dapat meningkatkan produktifitas biji kopinya, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani kopi. Tabel 11. Hasil Estimasi Keputusan Pengambilan Kredit Variable Konstanta Umur petani kopi Luas lahan Umur tanaman kopi Jumlah anggota keluarga Pendidikan LR statistic (5df) Prob (LR statistic) McFadden R-squared
Koeisien 2,727186 -0,033852 -1,537967* -0,125319* 1,170667** -0,029675
Prob. 0,1251 0,3948 0,0033 0,0061 0,0127 0,6757 43,88989 2,44E-08 0,633396
Hasil analisis model probit yang diterapkan untuk mengetahui keputusan pengambilan kredit bagi petani kopi, diperoleh 3 faktor yang menentukan keputusan tersebut dapat dilihat pada Tabel 11. Faktor – faktor tersebut antara lain luas lahan, umur tanaman kopi, dan jumlah anggota keluarga yang dapat menentukan peluang petani kopi dalam mengambil keputusan untuk berkredit. Sedangkan umur petani kopi dan pendidikan petani tidak menentukan keputusan petani kopi dalam mengambil kredit (karena tidak berpengaruh secara statistik). Diantara ketiga faktor tersebut, dua diantaranya mempengaruhi secara negatif terhadap keputusan pengambilan kredit oleh petani kopi yaitu luas lahan dan umur tanaman kopi, sedangkan untuk jumlah anggota keluarga mempengaruhi keputusan petani kopi dalam mengambil kredit secara positif. Berdasarkan hasil estimasi pada Tabel 11. dapat dilihat bahwa variabel – variabel pebuah bebas yang mempengaruhi keputusan pengambilan kredit adalah umur petani kopi, luas lahan, umur tanaman kopi, jumlah anggota keluarga, dan pendidikan. Nilai LR Statistik (5 df) sebesar 43, 88989 dan memiliki probabilitas (LR Stat) sebesar 2,44E-08 yang artinya terdapat satu variabel peubah yang berpengaruh nyata terhadap peluang keputusan petani kopi untuk mengambil kredit. Nilai McFadden R2 sebesar 0,633396, maka variabel peubah bebas yang terdapat di dalam model probit diatas sudah cukup baik untuk menjelaskan variabel peubah tak bebas sebesar 63,33 persen dan sisanya dijelaskan oleh variabel peubah bebas di luar model. Variabel luas lahan memiliki tanda koefisien negatif sebesar -1,537967 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 1 persen, yang artinya semakin besar luas lahan yang dimiliki petani kopi akan mengurangi peluang keputusan petani kopi untuk mengambil kredit. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Wati (2014), yang mana semakin besar luas lahan garapan maka akan semakin mendorong petani kopi untuk mengambil kredit. Petani kopi cenderung untuk
33
menambahkan modal di luas lahan yang sempit dengan tujuan untuk meningkatkan produksi. Sebaliknya petani kopi yang memiliki luas lahan yang besar memiliki anggapan bahwa dengan luas lahan yang besar produksi semakin meningkat tanpa bantuan kredit. Umur tanaman kopi memiliki koefisien yang negatif sebesar -0,125319 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 1 persen, dimana semakin muda umur tanaman kopi akan meningkatkan peluang keputusan petani kopi untuk mengambil kredit. Hasil ini tidak sesuai dengan harapan dan teori, yang mana semakin tua umur tanaman kopi akan semakin lebih memerlukan modal untuk perawatan agar menjaga kualitas biji kopi yang semakin bagus. Berdasarkan tanda koefisien diatas, dapat dijelaskan bahwa petani kopi hanya membutuhkan kredit saat tanaman kopi tersebut masih muda untuk memancing kualitas yang bagus, sedangkan saat umur tanaman sudah mulai menua petani kopi beranggapan tidak perlu melakukan perawatan. Variabel jumlah anggota keluarga mempunyai tanda koefisien yang positif sebesar 1,170667 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 5 persen, berarti jumlah anggota keluarga yang semakin banyak akan mendorong peluang keputusan petani kopi untuk mengambil kredit. Menurut penelitian Wati (2014) menyatakan bahwa semakin banyak anggota keluarga, maka credit worthy petani kopi semakin rendah. Hal ini disebabkan bahwa lembaga kredit akan menjadikan itu sebagai sebuah keuntungan dimana agar petani kopi tidak perlu mengakses kredit. Disisi lain, semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak kebutuhan yang diperlukan petani kopi untuk dikeluarkan. Nuryartono (2007) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga akan meningkatkan keuntungan dalam kredit kronstrain. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Kopi Hasil estimasi menunjukkan terdapat 5 persamaan dalam model yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi antara 0,60049 sampai 0,94302, yang artinya keragaman masing – masing peubah endogen dapat dijelaskan dengan baik oleh peubah – peubah penjelas (explanatory variables) yang dimasukkan dalam masing – masing persamaan struktural. Sedangkan 2 persamaan dalam model memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang rendah yaitu 0,35111 sampai 0,46288. Peubah – peubah penjelas secara bersama – sama dapat menjelaskan keragaman peubah endogen seperti yang ditunjukan statistik F yang berkisar 6,22 sampai 190,34, namun berdasarkan statistik t secara individual terdapat beberapa peubah penjelas yang tidak berpengaruh nyata dan tandanya tidak sesuai dengan harapan. Produksi Kopi Produksi kopi dipengaruhi oleh luas lahan kopi, jumlah kredit yang diambil, jumlah pupuk yang digunakan, dan keputusan pengambilan kredit (Tabel 12). Peubah – peubah penjelas dapat dengan baik menjelaskan keragaman produktivitas kopi, sebagaimana yang ditunjukkan oleh nilai R2 dan statistik F yang tinggi. Nilai R2 sebesar 0,0,94302, yang berarti hanya 94,30 persen keragaman produksi kopi dapat dijelaskan oleh peubah – peubah penjelas yang dimasukkan ke dalam model.
34
Tabel 12. Hasil Estimasi Persamaan Produksi Kopi Variabel Intersep Luas Lahan Kopi Jumlah Kredit yang Diambil Jumlah Pupuk yang Digunakan Keputusan Pengambilan Kredit Nilai F R-squared
Parameter Dugaan -192,393 1301,907* -6,35E-6 -13,9705**** 2,018212 190,34 0,94302
Pr > |t| 0,1646 <,0001 0,6843 0,1323 0,4026
Luas lahan kopi menunjukkan tanda yang positif yaitu sebesar 1301,901 dan bersignifikan pada tingkat taraf 1 persen. Ini berarti bahwa apabila semakin besar luas lahan yang dimiliki petani kopi akan meningkatkan produksi kopi. Hasil penelitian ini sesuai dengan Husin et al. (2011) yang menyatakan bahwa luas lahan usahatani karet berpengaruh secara positif dan bersignifikan terhadap produksi kopi. Jumlah kredit yang diambil menunjukkan tanda yang negatif yaitu sebesar 6,35E-6 dan tidak berpengaruh secara nyata. Ini berarti bahwa apabila semakin besar jumlah kredit yang diambil akan mengurangi produksi kopi. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan Asih (2008) yang menyatakan bahwa produksi nelayan secara nyata dipengaruhi oleh nilai kredit. Jumlah pupuk yang digunakan menunjukkan tanda yang negatif yaitu sebesar -13,9705 dan bersignifikan pada tingkat taraf 15 persen. Ini berarti bahwa apabila semakin banyak jumlah pupuk yang digunakan akan menurunkan produksi kopi. Dimana, dalam penggunaan pupuk yang berlebihan pada lahan tanam kopi, akan mengurangi tingkat kesuburannya sehingga secara otomatis berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi kopi. Nilai Kredit Dalam pemberian kredit kepada petani kopi, kelompok tani Sido Makmur memberikan syarat jaminan kredit, yaitu BPKB kendaraan bermotor atau sertifikat pengelolaan lahan tanam. Hal ini dimaksudkan agar para petani kopi memiliki tanggung jawab dalam pengembalian kredit, meskipun dengan jumlah yang kecil tetapi apabila tidak dikembalikan akan berakibat buruk bagi kelangsungan program simpan pinjam kelompok tani Sido Makmur. Pada Tabel 13. dapat dilihat hasil estimasi persamaan kredit. Peubah – peubah penjelas dapat dengan baik menjelaskan keragaman nilai kredit, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai R2 dan statistik F yang tinggi. Nilai R2 sebesar 0,60049 berarti 60,05 persen keragaman nilai kredit dapat dijelaskan oleh peubah – peubah penjelas yang dimasukkan dalam model dan sisanya 39,95 persen dijelaskan peubah lainnya di luar model. Nilai kredit dipengaruhi oleh beberapa variabel, misalnya produksi kopi, pendapatan total rumahtangga dan konsumsi total rumahtangga. Tanda parameter dugaan produksi kopi adalah negatif sebesar -1411,05 dan berpengaruh nyata pada taraf 1 persen. Apabila produksi kopi mereka sudah banyak, maka petani akan mengurangi pengambilan kredit yang ditawarkan. Seperti penelitian pada Azhari (1994), dimana kredit itu digunakan untuk meningkatkan produksi melalui introduksi teknologi. Namun secara umum,
35
semakin produksi itu meningkat, petani kopi akan menambahkan jumlah kredit untuk meningkatkan kualitas kopi. Tabel 13. Hasil Estimasi Persamaan Kredit Variabel Intersep Produksi Kopi Pendapatan Total Rumahtangga Konsumsi Total Rumahtangga Nilai F R-squared
Parameter Dugaan 3324388 -1411,05* 0,000041*** 0,109928* 23,55 0,60049
Pr > |t| 0,0129 0,0036 0,0795 0,0002
Variabel pendapatan total rumahtangga memiliki tanda parameter yang positif sebesar 0,000041 dan bersignifikan pada tingkat 10 persen. Semakin besar pendapatan total rumahtangga petani kopi akan semakin besar pula jumlah kredit yang diambil. Ini dikarenakan oleh, pendapatan total akan mendorong konsumsi / pengeluaran petani kopi, sehingga petani kopi akan menambah jumlah kredit untuk menutupi kekurangan yang disebabkan besarnya pengeluaran. Konsumsi total rumahtangga memiliki tanda parameter positif yaitu ssebesar 0,109928 dan berpengaruh nyata pada taraf 1 persen. Jika konsumsi total rumahtangga petani kopi meningkat, maka akan meningkatkan jumlah kredit yang diambil untuk memenuhi kebutuhn sehari – hari mereka. Konsumsi rumahtangga meliputi konsumsi pangan dan konsumsi non – pangan dalam kehidupan petani kopi. Terkadang petani kopi mengambil kredit tidak hanya untuk proses produksi saja, melainkaan untuk konsumsi rumahtangga. Ditekankan dalam Mayrowani (1998) yang menyatakan bahwa tidak sedikit pula petani terpaksa menggunakan kredit usahanya untuk keperluan konsumsi rumahtangga. Curahan Waktu Kerja Suami Dalam Kegiatan Berkebun Curahan waktu kerja suami (petani kopi) di pengaruhi oleh usia petani,curahan waktu kerja suami di luar berkebun, jumlah anggota keluarga, luas lahan kopi, umur tanaman kopi, dan dummy kredit. Tabel 14. disajikan hasil estimasi persamaan curahan waktu kerja suami dalam berkebun. Peubah – peubah penjelas dapat dengan baik dalam menjelaskan keragaman curahan waktu kerja suami dalam berkebun, sebagaimana yang ditunjukkan oleh nilai R2 dan statistik F yang tinggi. Nilai R2 sebesar 0,93199, yang berarti hanya 93,19 persen keragaman curahan waktu kerja suami dalam berkebun dapat dijelaskan oleh peubah – peubah penjelas yang dimasukkan ke dalam model. Curahan waktu kerja suami di luar berkebun memiliki tanda negatif sebesar -1,23369 dan berpengaruh nyata pada tingkat 1 persen. Apabila curahan waktu kerja suami di luar berkebun berkurang akan menambah curahan waktu kerja suami dalam berkebun. Hal tersebut menunjukkan hubungan yang berlawanan antara curahan waktu kerja suami dalam berkebun dengan curahan waktu kerja suami di luar berkebun (Husni et al, 2011). Variabel jumlah anggota keluarga memiliki tanda parameter negatif sebesar -39,1357 dan tidak berpengaruh secara nyata. Jika jumlah anggota keluarga semakin banyak maka mengurangi curahan waktu kerja suami dalam berkebun. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Asih (2008), dimana besarnya jumlah anggota rumahtangga akan mendorong suami
36
lebih banyak mencurahkan waktu dalam kegiatan perikanan, guna memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Tabel 14. Hasil Estimasi Persamaan Curahan Waktu Kerja Suami Dalam Berkebun Variabel Intercep Usia Petani Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Berkebun Jumlah Anggota Keluarga Luas Lahan Kopi Umur Tanaman Kopi Dummy Kredit Nilai F R-squared
Parameter Dugaan 2900,525 -1,18317 -1,23369* -39,1357 86,19404** -2,68374 55,22634 100,49 0,93199
Pr > |t| <,0001 0,7513 <,0001 0,2597 0,0412 0,6531 0,5317
Variabel luas lahan memiliki tanda parameter positif yaitu sebesar 86,19404 dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Semakin luas lahan kopi yang dimiliki petani kopi, maka petani kopi akan lebih sering berada dalam kegiatan berkebun untuk melakukan pemeliharan lahan tanam kopi mereka. Ini sesuai dengan penelitian Husni et al. (2011) yang menyatakan bahwa luas lahan yang semakin besar, maka curahan waktu kerja petani juga akan bertambah. Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Kegiatan Berkebun Curahan waktu kerja suami di luar berkebun adalah waktu yang dicurahkan petani kopi untuk berkegiatan selain dalam proses produksi. Tabel 15. akan memperlihatkan hasil estimasi persamaan curahan waktu kerja suami di luar berkebun. Peubah – peubah penjelas dengan baik menjelaskan keragaman curahan waktu kerja suami di luar berkebun, sebagaimana yang ditunjukkan oleh R2 dan statistik F bernilai tinggi. Nilai R2 sebesar 0,92936 memiliki arti bahwa 92,93 persen keragaman curahan waktu kerja suami di luar berkebun dijelaskan oleh peubah – peubah penjelas yang ada dalam model. Tabel 15. Hasil Estimasi Persamaan Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Berkebun Variabel Intercep Pendapatan Rumahtangga dalam Berkebun Curahan Waktu Kerja Suami dalam Berkebun Jumlah Anggota Keluarga Jumlah Kredit yang Diambil Tingkat upah Dummy Kredit Nilai F R-squared
Parameter Dugaan 2350,654 1,398E-6 -0,81396* -25,1973 2,568E-6 -6,97E-7 22,94174 96,48 0,92936
Pr > |t| <,0001 0,3140 <,0001 0,3419 0,8085 0,7963 0,8806
Curahan waktu kerja suami dalam berkebun memiliki tanda parameter negatif sebesar -0,81396 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 1 persen. Berarti bahwa semakin sedikit curahan waktu kerja suami dalam berkebun akan meningkatkan curahan waktu kerja suami di luar berkebun. Tabel 14. dan Tabel 15. memiliki kesamaan tanda parameter antara curahan waktu kerja suami dalam
37
berkebun dan di luar berkebun, namun yang membedakannya adalah besarnya estimasi parameter. Pada Tabel 14. menjelaskan bahwa jika petani kopi mencurahkan waktu kerja di luar berkebun sebanyak 1 jam akan mengurangi curahan waktu kerja dalam berkebun sebesar 1,23369 jam. Sedangkan dalam Tabel 15. menyatakan bahwa jika petani kopi mencurahkan waktu kerja dalam berkebun sebanyak 1 jam akan mengurangi curahan waktu kerja suami di luar berkebun sebesar 0,81396 jam. Curahan Waktu Kerja Istri di Luar Berkebun Curahan waktu kerja istri di luar berkebun di pengaruhi oleh pendapatan rumahtangga, curahan waktu kerja suami dalam berkebun, tingkat upah, dan jumlah anggota keluarga. Tabel 16. akan menunjukkan hasil estimasi persamaan curahan waktu kerja istri di luar kegiatan berkebun. Peubah – peubah penjelas kurang baik dalam menjelaskan keragaman curahan waktu kerja istri di luar berkebun, dapat dilihat dari besarnya nilai R2 dan nilai F yang rendah. Nilai R2 sebesar 0,35111 dimana hanya 35,11 persen keragaman curahan waktu kerja istri di luar berkebun dapat dijelaskan oleh peubah – peubah penjelas yang ada di dalam model. Pendapatan rumahtangga memiliki tanda paarameter yang negatif sebesar 9,98E-6 dan berpengaruh nyata pada taraf 1 persen. Saat pendapatan rumahtangga dalam berkebun sudah mencukupi kebutuhaan sehari – hari, maka curahan waktu kerja istri di luar berkebunn akan menurun. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Asih (2008) yang menyatakan bahwa curahan waktu kerja istri di luar kegiatan perikanan menjadi meningkat dimana apabila pendapatan rumahtangga dari kegiatan berkebun berkurang. Tabel 16. Hasil Estimasi Persamaan Curahan Waktu Kerja Istri di Luar Berkebun Variabel Intercep Pendapatan Rumahtangga dalam Berkebun Curahan Waktu Kerja Suami dalam Berkebun Tingkat upah Jumlah Anggota Keluarga Nilai F R-squared
Parameter Dugaan 1962,384 -9,98E-6** -0,67685* 0,000018 -83,5749 6,22 0,35111
Pr > |t| 0,0016 0,0281 0,0056 0,1739 0,5695
Tanda parameter curahan waktu kerja suami dalam berkebun adalah negatif sebesar -0,67685 dan berpengaaruh nyata pada tingkat 5 persen. Waktu kerja yang dicurahkan suami dalam berkebun yang semakin berkurang akan mempengaruhi pendapatan rumahtangga dalam berkebun, sehingga mendorong istri untuk mencurahkan wakttunya untuk bekerja di luar berkebun. Istri ikut bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga dengan mencari tambahan penghasilan di luar kegiatan usahatani (Asih, 2008). Konsumsi Pangan Rumahtangga Konsumsi pangan rumahtangga petani kopi meliputi pemenuhan bahan makanan dan makanan jadi. Konsumsi pangan rumahtangga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga, produksi kopi, pendapatan total rumahtangga, keputuan pengambilan kredit, dan dummy kredit. Pada Tabel 17. disajikan hasil estimasi
38
persamaan konsumsi pangan rumahtangga. Peubah – peubah penjelas kurang baik dalam menjelaskan keragaman konsumsi pangan rumahtangga, dapat dilihat pada besaran nilai R2 dan nilai F yang rendah. NIlai R2 sebesar 0,46288, hanya 46,28 persen keragaman konsumsi pangan rumahtangga dijelaskan oleh peubah – peubah penjelas yang ada di dalam model. Tabel 17. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Pangan Rumahtangga Variabel Intersep Jumlah Anggota Keluarga Produksi Kopi Pendapatan Total Rumahtangga Keputusan Pengambilan Kredit Dummy Kredit Nilai F R-squared
Parameter Dugaan 2967273 2078074*** 1193,504 0,000123* -54499,7 -1994827 7,76 0,46288
Pr > |t| 0,4833 0,0563 0,2812 0,0004 0,2385 0,5588
Parameter dugaan jumlah anggota keluarga bertanda positif sebesar 2078074 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 10 persen. Besarnya jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi besar kecilnya konsumsi pangan rumahtangga. Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitiaan Husni et al. (2011), dimana jika anggota keluarga bertambah satu orang, maka konsumsi pangan keluarga akan meningkat. Begitu pula dengan hasil penelitian Asih (2008) yang menyatakan jumlah anggota keluarga bertambah maka konsumsi pangaan turut meningkat. Pendapatan total rumahtangga bertanda parameter positif sebesar 0,000123 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 1 persen. Besarnya pendapatan total rumahtangga akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhan pangan. Jadi semakin besar pendapatan total rumahtangga akan mendorong peningkatan konsumsi pangan rumahtangga. Sesuai dengan penelitian Mahendri (2009) dimana semakin besar pendapatan rumahtangga maka semakin besar pula pengeluaran konsumsi. Konsumsi Non Pangan Rumahtangga Konsumsi non – pangan dipengaruhi oleh pendapatan total rumahtangga, jumlah anggota keeluarga, konsumsi pangan rumahtangga, biaya produksi kopi, jumlah kredit yang diambil, dan pajak yang dibayarkan petani kopi. Tabel 18. akan menunjukkan hasil estimasi persamaan konsumsi non – pangan. Peubah – peubah penjelas dengan baik dalam menjelaskan keragaman konsumsi pangan rumahtangga, dapat dilihat pada besaran nilai R2 yang tinggi. NIlai R2 sebesar 0,73599 yang artinya 73,60 persen keragaman konsumsi pangan rumahtangga dijelaskan oleh peubah – peubah penjelas yang ada di dalam model. Variabel biaya produksi kopi memiliki tanda parameter yang positif sebesar 1,439017 dan berpengaruh nyata pada taraf 5 persen. Semakin banyak biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani kopi akan meningkatkan besaran konsumsi non – pangan rumahtangga. Biaya produksi kopi meliputi biaya tetap kopi dan biaya variabel kopi. Biaya tetap kopi antara lain sewa lahan, pembelian pupuk, pembelian alat – alat, pembelian pestisida, dan sebagainya. Sedangkan biaya variabel adalah pengupahan tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, dan lainnya.
39
Tabel 18. Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Non - Pangan Rumahtangga Variabel Intersep Pendapatan Total Rumahtangga Jumlah Anggota Keluarga Konsumsi Pangan Rumahtangga Biaya Produksi Kopi Jumlah Kredit yang Diambil Pajak yang Dibayarkan Petani Kopi Nilai F R-squared
Parameter Dugaan -2,244E7 0,000040 3929746 0,283108 1,439017** 1,304702*** 13,63894* 20,44 0,73599
Pr > |t| 0,0010 0,6989 0,1807 0,6777 0,0489 0,0645 <,0001
Variabel jumlah kredit yang diambil adalah positif sebesar 1,304702 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 10 persen. Semakin besar jumlah kredit yang di ambil petani kopi, maka pengeluaran rumahtangga akan semakin besar. Ditekankan dalam Mayrowani (1998) yang menyatakan bahwa tidak sedikit pula petani terpaksa menggunakan kredit usahanya untuk keperluan konsumsi rumahtangga. Konsumsi non – pangan yang dimaksud antara lain adalah biaya pemeliharaan rumah, pembelian pakaian, pembiayaan untuk ternak, dan sumbangan kepada tetangga yang memiliki hajat. Pajak memiliki tanda positif sebesar 13,63894 dan berpengaruh secara nyata pada taraf 1 persen, dimana semakin banyak pembayaran pajak yang dilakukan petani kopi, maka meningkatkan konsumsi non – pangan rumahtangga. Pajak yang dimaksud adalah pajak bumi dan bangunan, pajak motor, pajak NJOP, dan pajak lainnya.
40
6
KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Keputusan petani kopi dalam mengambil kredit dari program simpan pinjam kelompok tani Sido Makmur dipengaruhi oleh luas lahan, umur tanaman kopi, dan jumlah anggota keluarga. Berdasarkan tiga faktor diatas menunjukkan bahwa tujuan petani kopi untuk mengambil kredit bukan untuk meningkatkan produksi usahatani kopi, melainkan untuk meningkatkan konsumsi rumahtangga mereka. Kredit dari kelompok tani Sido Makmur lebih banyak digunakan dalam pemenuhan konsumsi non – pangan rumahtangga petani kopi. Konsumsi non – pangan ini terdiri dari pakaian, pemeliharaan rumah, barang – barang modal, ternak, pendidikan, kesehatan, pajak, serta hasil gadai dan penjualan tanah. Pengeluaran konsumsi non – pangan yang besar adalah pembelian barang – barang modal dan hasil gadai, penjualan tanah, dan pendidikan. Dengan adanya kredit tersebut membuat produksi kopi semakin menurun sehingga tidak bisa meningkatkan pendapatan rumahtangga petani kopi. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kredit dari kelompok tani Sido Makmur ini belum berhasil dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kopi. Saran Bagi pengurus kelompok tani Sido Makmur diharapkan dapat lebih selektif untuk memberikan kredit kepada para petani kopi. Seperti halnya membuat persyaratan lebih detail, tegas dan jelas. Kemudian perlu dilakukannya survey lokasi ke perkebunan anggota yang meminjam uang, sehingga pengurus kelompok tani dapat lebih yakin bahwa anggota tersebut sudah sesuai dengan persyaratan. Tindakan diatas tidak terlepas juga dari campur tangan penyuluh dan pemerintah daerah untuk pembantu pengurus kelompok tani dalam melakukan survey dan pengetatan penggunaan kredit.
41
DAFTAR PUSTAKA AEKI. 2010. Data Pendukung Asosiasi Eksportir Indonesia [Internet]. [diunduh 2015 September 20]. http://www.aeki-aice.org/statistik/data-pendukunglainnya.html. Arief, B. dan Mia Rosmiati. 2013. Dampak Akses Kredit Terhadap Kesejahteraan Rumahtangga Petani Padi. Sumedang. Institut Koperasi Indonesia. Asih, D. N. 2008. Dampak kredit terhadap Usaha Perikanan dan Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kabupaten Tojo Una – una Provinsi Sulawesi Tengah [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Azhari, D.H. 1984. Justifikasi Kredit Program di Indonesia. Laporan Penyelenggaraan Latihan Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (Analisis Perkreditan dalam Usahatani) Chie, 12 Januari - 10 Februari 1994. Bogor Kerjasama antara Balai Latihan Pegawai Pertanian Cihea dengan Proyek Pembangunan Penelitian Pertanian Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Pusat Statistik Pusat. 2014. Luas Areal Perkebuana Rakyat Berdasarkan Komoditas Tahun 2009 - 2013. Jakarta. Badan Pusat Statistik Pusat. 2014. Produksi Perkebuana Rakyat Berdasarkan Komoditas Tahun 2009 - 2013. Jakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2015. Produksi Perkebunan Kopi Rakyat Menurut Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun 2015. Semarang. Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati. 2015. Luas Areal dan Produksi Biji Kopi Berdasarkan Wilayah Di Kabupaten Pati tahun 2014. Pati. Baker, C.B. 1968. Credit In The Production Organization of The Firm. American Journal od Agricultural Economics. Bliss, Chester I. 1934. How To Treat Data Such As The Percentage of A Pest Killed By A Pesticide. International Biometric Society. Vol. 35, No. 4. Braverman, A., J. L. Guasch. 1986. Rural Credit in Developing Countries. The World Bank. Briquette, 1999. Better practices in Agricultural lending. FAO publication. Caillavet, F., Guyomard, H., & Lifran, R. 1994. Agricultural Household Modelling and Family Economic. Elsevier. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati. 2015. Perkebunan. Diagne, A., and Zeller M. 2001. Access To Credit And Its Impact On Welfare in Malawi. Research Report No. 116. Washington D.C. : Internasional Food Policy Research Institute. Ertherington, M.. 1984. Strategi Rehabilitasi Perkebunan Teh di Indonesia. hal. 109. Hiershleiffer, J. 1958. On The Theory of Optimal Investment Decision. Journal Political Economy. Vol. 66, No. 4. Husni, Laila dan Dwi W. S. 2011. Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Karet di Prabumulih dalam Alokasi Tenaga Kerja, Produksi dan Konsumsi. Palembang. Universitas Sriwijaya. Kadarsan, H.W. 1995. Keuangan Pertanian dan Pembiayaan Perusahaan Agribisnis. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama,
42
Koutsoyianis, A. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometric Methods. Second Edition. London. The Macmillan Press Ltd. Mahendri, I Gusti Ayu Putu. 2009. Analisis Efektivitas Kredit Ternak Domba dan Dampaknya terhadap Pendapatan Rumahtangga Petani Penerima Kredit di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Mayrowani. 1998. Kajian Ketersediaan dan Pemanfaatan Skim Kredit untuk Menunjang Agribisnis di Pedesaan. Laporan Hasil Penelitian. Bogor. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. McFadden, Daniel. 1973. Conditional Logit Analysis Of Qualitative Choice Behavior. California. University Of California. Mosher, A. T. 1978. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Syarat – syrat Pokok Perkembangan dan Modernisasi. Jakarta. CV Yasaguna. Muazila, K. H. and E. Tollens. 2012. Assessing the Impact of Credit Constraints on Farm Household Economic Welfare in the Hinterland of Kinshasa, Democratic Republic of Congo. AJFAND ONLINE Vol. 12, No. 3. Mubyarto. 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. LP3ES. Muljono, E. L. 1996. Eksekusi Grosse Akta Hipotek oleh Bank. Jakarta. Rineka Cipta. Nizar, Rini. 2004. Analisis Permintaan dan Pengembalian Kredit Usaha Tani Oleh Rumahtangga Petani Padi di Sumatra Barat. Taryoto, Mintoro, Soentoro dan Hermanto (Editors). Perkembangan Perkreditan Pertanian Indonesia. Monograph Series No.3. Bogor. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Nuryantono N. 2007. Credit Rationing Of Farm Households and Agricultural Production: Empirical Evidence In The Rural Area of Central Sulawesi, Indonesia. Jurnal Manajemen dan Agribisnis 4(1): 15 – 21. Ogada M, W Nyangena, and M. Yusuf. 2010. Production Risk and Farm Technology Adoption in The Rain – Fed, Semi – Arid Lands of Kenya. AfJARE. NO. 4 No. 1, pp: 154 – 174. Pujiyanto. 2013. Ini Adalah Usia Ideal Tanaman Kopi Produktif. Tempo [Internet]. [diunduh 2015 Jul 20]; tersedia pada: http:/m.tempo.co/read/news/2013/06/09/173486899/ini-adalah-usia-idealtanaman-kopi-produktif. Quach, M. H., A. W. Mullineux, dan V. Murinde. 2005. Acces to Credit and Household Poverty Reduction in Rural Vietnam: A Cross – Sectional Study. University of Birmingham. JEL Clasification: Q4, O16, O18. de Rosari, B. B., Bonar M. Sinaga., Nunung K., dan M. Husein S. The Impact of Credit and Capital Supports on Economic Behavior of Farm Households: A Household Economic Appoarch. International Journal of Food and Agricultural Economics. Vol. 2, No. 3, pp: 81 - 90. Radio PASFM Pati. 2014. Panen Raya Kopi Klakahkasihan, Hasilkan 120 Ton Biji Kopi [Internet]. [diakses 2015 Juli 13]; Tersedia pada: http://pasfmpati.com/radio/index.php/1292-panen-raya-kopi-klakahkasihan,hasilkan-120-ton-biji-kopi. Republik Indonesia. 1992. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
43
Rosmiati, Mia. 2012. Pengaruh Kredit terhadap Perilaku Ekonomi Rumahtangga Petani Padi Sawah: Aplikasi Model Ekonomi Rumahtangga Usahatani. Bandung. Institut Teknologi Bandung. Singh, I., L. Squire and J. Strause. 1986. Agricultural Houseld Model: Extension, Aplication, and Policy. Baltimore. The John Hopkins University Press. Soekartawi. 1990. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Jakarta. Rajawali Press. Susetyanto. 2012. Model Ekonomi Rumahtangga Petani Kedelai di Indonesia: Analisis Dampak Kebijakan terhadap Tenaga Kerja, Pendapatan, dan Pengeluaran [Disertasi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Suyatno, T, H. A. Chalik, M. Sukada, C. T. Y. Ananda dan D.T. Marala. 1999. Dasar – Dasar Perkreditan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Wati, Dewi Rohma. 2015. Akses dan Dampak Kredit Mikro Terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Organik Di Kabupaten Bogor [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
45
Lampiran 1, Hasil Estimasi Keputusan Pengambilan Kredit Dependent Variable: Y Method: ML - Binary Probit Date: 09/03/15 Time: 19:09 Sample: 1 52 Included observations: 52 Convergence achieved after 5 iterations Covariance matrix computed using second derivatives Variable
Coefficient
Std, Error
z-Statistic
Prob,
C X1 X2 X3 X4 X5
2,727186 -0,033852 -1,537967 -0,125319 1,170667 -0,029675
1,778146 0,039782 0,522852 0,045701 0,469751 0,070935
1,533725 -0,850927 -2,941496 -2,742159 2,492098 -0,418347
0,1251 0,3948 0,0033 0,0061 0,0127 0,6757
R-squared S,D, dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Deviance Restr, log likelihood Avg, log likelihood Obs with Dep=0 Obs with Dep=1
0,633396 0,491251 0,719290 0,944433 25,40307 -34,64648 -0,244260 20 32
Mean dependent var S,E, of regression Sum squared resid Log likelihood Restr, deviance LR statistic Prob(LR statistic) Total obs
0,615385 0,293664 3,966983 -12,70153 69,29296 43,88989 2,44E-08 52
46
Lampiran 2, Hasil Estimasi Persamaan Produksi Kopi The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
PKOPI PKOPI PRODUKSI KOPI
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 46 50
81102265 4900020 85995654
20275566 106522,2
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
326,37736 1673,03922 19,50805
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
190,34
<,0001
0,94302 0,93807
Parameter Estimates Variable
Parameter DF
Standard Estimate
Error
t Value
Variable Pr > |t|
Intercept LKOPI
1 1
-192,393 1301,907
136,2378 86,12764
-1,41 15,12
0,1646 <,0001
KRED
1
-6,35E-6
0,000016
-0,41
0,6843
PUPUK
1
-13,9705
9,117174
-1,53
0,1323
KPK
1
2,018212
2,389174
0,84
0,4026
Label Intercept LUAS LAHAN KOPI JUMLAH KREDIT YANG DIAMBIL JUMLAH PUPUK YANG DIGUNAKAN KEPUTUSAN PENGAMBILAN KREDIT
47
Lampiran 3, Hasil Estimasi Persamaan Kredit The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
KRED KRED JUMLAH KREDIT YANG DIAMBIL
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
3 47 50
1,114E15 7,41E14 1,727E15
3,712E14 1,577E13
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
3970522,67 6264705,88 63,37924
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
23,55
<,0001
0,60049 0,57499
Parameter Estimates Variable
Parameter DF
Standard Estimate
Error
t Value
Variable Pr > |t|
Intercept PKOPI IRTP
1 1 1
3324388 -1411,05 0,000041
1285582 460,7937 0,000023
2,59 -3,06 1,79
0,0129 0,0036 0,0795
KT
1
0,109928
0,026651
4,12
0,0002
Label Intercept PRODUKSI KOPI PENDAPATAN TOTAL RUMAHTANGGA PETANI KOPI KONSUMSI TOTAL RUMAHTANGGA PETANI KOPI
48
Lampiran 4, Hasil Estimasi Persamaan Curahan Waktu Kerja Suami Dalam Berkebun The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CSBK CSBK CURAHAN WAKTU KERJA SUAMI DALAM BERKEBUN Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 44 50
19022421 1388148 36007115
3170404 31548,82
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
177,61987 1142,11765 15,55180
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
100,49
<,0001
0,93199 0,92271
Parameter Estimates Variable
Parameter DF
Standard Estimate
Error
t Value
Variable Pr > |t|
Intercept UMUR CSLK
1 1 1
2900,525 -1,18317 -1,23369
182,5022 3,709465 0,073142
15,89 -0,32 -16,87
<,0001 0,7513 <,0001
JAK
1
-39,1357
34,27260
-1,14
0,2597
LKOPI
1
86,19404
40,98714
2,10
0,0412
UTK DKRED
1 1
-2,68374 55,22634
5,930483 87,60794
-0,45 0,63
0,6531 0,5317
Label Intercept USIA RESPONDEN CURAHAN WAKTU KERJA SUAMI DI LUAR BERKEBUN JUMLAH ANGGOTA KELUARGA LUAS LAHAN KOPI UMUR TANAMAN DUMMY KREDIT
49
Lampiran 5, Hasil Estimasi Persamaan Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Berkebun The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CSLK CSLK CURAHAN WAKTU KERJA SUAMI DI LUAR BERKEBUN Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 44 50
13318913 1012344 25075923
2219819 23007,82
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
151,68330 1423,05882 10,65896
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
96,48
<,0001
0,92936 0,91973
Parameter Estimates Variable
Parameter DF
Standard Estimate
Error
t Value
Variable Pr > |t|
Intercept IPK
1 1
2350,654 1,398E-6
162,0061 1,373E-6
14,51 1,02
<,0001 0,3140
CSBK
1
-0,81396
0,052522
-15,50
<,0001
JAK
1
-25,1973
26,22600
-0,96
0,3419
KRED
1
2,568E-6
0,000011
0,24
0,8085
UPAH DKRED
1 1
-6,97E-7 22,94174
2,681E-6 151,8854
-0,26 0,15
0,7963 0,8806
Label Intercept PENDAPATAN RUMAHTANGGA DALAM BERKEBUN CURAHAN WAKTU KERJA SUAMI DALAM BERKEBUN JUMLAH ANGGOTA KELUARGA JUMLAH KREDIT YANG DIAMBIL TINGKAT UPAH DUMMY KREDIT
50
Lampiran 6, Hasil Estimasi Persamaan Curahan Waktu Kerja Istri di Luar Berkebun The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
CILK CILK CURAHAN WAKTU KERJA ISTRI DI LUAR BERKEBUN Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 46 50
19712603 36431479 47944885
4928151 791988,7
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
889,93746 903,52941 98,49568
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
6,22
0,0004
0,35111 0,29468
Parameter Estimates Variable
Parameter DF
Standard Estimate
Error
t Value
Variable Pr > |t|
Intercept IPK
1 1
1962,384 -9,98E-6
586,8273 4,402E-6
3,34 -2,27
0,0016 0,0281
CSBK
1
-0,67685
0,232644
-2,91
0,0056
UPAH JAK
1 1
0,000018 -83,5749
0,000013 145,8730
1,38 -0,57
0,1739 0,5695
Label Intercept PENDAPATAN RUMAHTANGGA DALAM BERKEBUN CURAHAN WAKTU KERJA SUAMI DALAM BERKEBUN TINGKAT UPAH JUMLAH ANGGOTA KELUARGA
51
Lampiran 7, Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Pangan Rumahtangga The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
KPP KPP KONSUMSI PANGAN RUMAHTANGGA
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 45 50
1,333E15 1,547E15 2,841E15
2,666E14 3,437E13
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
5862898,06 11651764,7 50,31768
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
7,76
<,0001
0,46288 0,40320
Parameter Estimates Variable
Parameter DF
Standard Estimate
Error
t Value
Variable Pr > |t|
Intercept JAK
1 1
2967273 2078074
4198168 1060462
0,71 1,96
0,4833 0,0563
PKOPI IRTP
1 1
1193,504 0,000123
1094,149 0,000032
1,09 3,86
0,2812 0,0004
KPK
1
-54499,7
45623,04
-1,19
0,2385
DKRED
1
-1994827
3386588
-0,59
0,5588
Label Intercept JUMLAH ANGGOTA KELUARGA PRODUKSI KOPI PENDAPATAN TOTAL RUMAHTANGGA PETANI KOPI KEPUTUSAN PENGAMBILAN KREDIT DUMMY KREDIT
52
Lampiran 8, Hasil Estimasi Persamaan Konsumsi Non - Pangan Rumahtangga The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation Model Dependent Variable Label
KNPP KNPP KONSUMSI NON-PANGAN RUMAHTANGGA
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 44 50
2,385E16 8,557E15 3,215E16
3,976E15 1,945E14
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
13945423,2 22205333,3 62,80213
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
20,44
<,0001
0,73599 0,69999
Parameter Estimates Variable
Parameter DF
Standard Estimate
Error
t Value
Variable Pr > |t|
Intercept IRTP
1 1
-2,244E7 0,000040
6361073 0,000103
-3,53 0,39
0,0010 0,6989
JAK
1
3929746
2889346
1,36
0,1807
KPP
1
0,283108
0,676590
0,42
0,6777
BPKOPI
1
1,439017
0,710344
2,03
0,0489
KRED
1
1,304702
0,687991
1,90
0,0645
TAX
1
13,63894
2,825394
4,83
<,0001
Label Intercept PENDAPATAN TOTAL RUMAHTANGGA PETANI KOPI JUMLAH ANGGOTA KELUARGA KONSUMSI PANGAN RUMAHTANGGA BIAYA PRODUKSI KOPI JUMLAH KREDIT YANG DIAMBIL PAJAK YANG DIBAYAR OLEH PETANI KOPI
53
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 25 September 1989 sebagai anak bungsu dari tiga orang bersudara dengan pasangan orang tua Ig, Rachmat Sukarso dan MF, Astuti Murti, Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 2001 dari Sekolah Dasar Negeri Pati Kidul 03 Pati, Pendidikan Sekolah Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2004 dan Pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Pati berakhir di tahun 2007, Tahun 2012 memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program Studi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Setelah lulus dari Sarjana Ekonomi, penulis sempat bekerja disalah satu perusahaan swasta, yaitu: PT, Griya Miesejati (Bakmi GM) sebagai staff finance sampai dengan Agustus 2013, Sejak September 2013 penulis mulai mengikuti pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri (BPPDN) dari Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Dikti), Selama mengikuti perkuliahan di Institut Pertanian Bogor, penulis menikah dengan Wijatmoko, SE, pada tahun 2014 dan telah di karuniai Putra yang bernama Dominikus Adhipramana Winarko, Kemudian pada tahun 2016 penulis telah bekerja kembali di perusahaan swasta yaitu PT, Hanjin Shipping Co, Ltd, bagian staff finance,