ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI AGROINDUSTRI EMPING JAGUNG DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
THE ECONOMIC FEASIBILITY ANALYSIS OF CORN CHIPS AGROINDUSTRY TO DEVELOP THE INDUSTRY (A Case Study in Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang City).
Oleh : VINDY OKTOVIANTINI HADI 0510443022-44
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN PROGRAM STUDI AGRIBISNIS MALANG 2010
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang,
Agustus 2010
Vindy Oktoviantini Hadi Nim : 0510443022-44
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI JURNAL ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI AGROINDUSTRI EMPING JAGUNG DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
THE ECONOMIC FEASIBILITY ANALYSIS OF CORN CHIPS AGROINDUSTRY TO DEVELOP THE INDUSTRY (A Case Study in Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang City).
Nama Mahasiswa
:
VINDY OKTOVIANTINI HADI
NIM
:
0510443022 - 44
Jurusan
:
SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
Program Studi
:
AGRIBISNIS
Menyetujui
:
Dosen pembimbing
Utama,
Pendamping,
Prof. Dr. Ir. M. Muslich Mustadjab, MSc. NIP. 19480807 197903 1 002
Ir. Agustina Shinta H. W., MP NIP : 19710821 200212 2 001
Mengetahui, Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Dr. Ir. Djoko Koestiono, MS NIP. 19530715 198103 1 006 Tanggal Persetujuan :
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI AGROINDUSTRI EMPING JAGUNG DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang) The Economic Feasibility Analysis of Corn Chips Agroindustry to Develop The Industry (A Case Study in Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang City). Vindy Oktoviantini Hadi1 M. Muslich Mustadjab2, Agustina Shinta HW2 ABSTRACT The objective of the study are to know which corn chips agroindustry can increase corn chips entrepreneurs’ income In Pandanwangi Sub-district, Blimbing District, Malang City, East Java using 7 corn chips entrepreneurs as respondents selected using census method. By using the analysis of income, break-even point, added value and productivity of labor and machine production to obtain the results of research that indicates that the corn chips feasible to be developed. The result from the study can get conclusion that full production process is better to develop the agroindustry than half production process because need low capital and produce high income. Based on the result of analysis, suggestion that can be proposed are: (1) development of full production process agroindustry can done by enlarge the product’s promotion so that the product’s demand increase. (2) related to capital need magnitude, to develop full production process need capitalization loan aid. ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sejauh mana agroindustri emping jagung dapat meningkatkan pendapatan pengusaha agroindustri emping jagung sehingga dapat dikembangkan. Penelitian dilakukan di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Belimbing, Kotamadya Malang, Jawa Timur dengan menggunakan responden sebanyak 7 pengusaha agroindustri yang dipilih dengan menggunakan metode sensus. Metode yang digunakan adalah analisis pendapatan, BEP, nilai tambah dan produktivitas tenaga kerja serta mesin produksi. Hasil penelitian diperoleh bahwa produksi jadi lebih baik untuk pengembangan usaha karena membutuhkan modal yang lebih kecil dan menghasilkan pendapatan yang lebih besar. Atas dasar hasil analisis diatas, saran yang dapat dikemukakan antara lain adalah : (1) Pengembangan agroindustri proses produksi jadi dapat dilakukan dengan memperbesar usaha promosi produknya sehingga permintaan terhadap produk tersebut meningkat. (2) Terkait dengan besarnya kebutuhan modal, agar produksi jadi bisa berkembang diperlukan adanya bantuan pinjaman permodalan. Key words: Analisis kelayakan ekonomi, emping jagung. I. PENDAHULUAN tersebar di seluruh wilayah Timur pulau 1.1. Latar Belakang Agroindustri merupakan suatu bentuk Jawa ini. Komoditas utama pertanian yang keterpaduan antara sektor industri dan potensial antara lain padi, jagung, kedelai, pertanian yang diharapkan tidak saja buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam menciptakan kondisi yang saling rangka upaya peningkatan pendapatan petani mendukung industri maju dengan pertanian pengembangan agroindustri merupakan tangguh, tetapi juga memberikan efek ganda alternatif yang dapat dilakukan. tinggi melalui penciptaan lapangan kerja Di Malang banyak berkembang baru, perbaikan distribusi pendapatan, nilai agroindustri dengan jenis olahan dan skala tambah serta pembangunan pertanian yang usaha yang beragam, sehingga Malang sangat luas. Menurut Satpem Bimas Jawa merupakan tempat tumbuhnya berbagai Timur (1997) dalam (Tastra, 2003) Jawa macam bentuk agroindustri yang salah Timur mempunyai potensi untuk satunya agroindustri emping jagung yang pengembangan di bidang sektor ada di Kota Malang yang letaknya di agroindustri, karena selain sebagai salah satu Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan lumbung pangan nasional, Jawa Timur Belimbing, Kotamadya Malang. dikenal sebagai propinsi dengan sektor Agroindustri ini mengolah bahan baku industri yang berkembang cepat. Potensi jagung menjadi emping jagung. Menurut sumber daya pertanian di Jawa Timur Drs. Agus Satriyo, Kepala Bidang
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Perindustrian Dinas Koperasi Perindag Kabupaten Malang “Produk unggulan industri kecil menengah, Malang selain pangan seperti tempe, emping melinjo, tiwul (makanan dari singkong) dan makanan kering, adalah emping jagung,” (Kholis, 2007). Kelurahan Pandanwangi merupakan sentra agroindustri emping jagung yang sudah lama berdiri. Namun sekarang, jumlah pengusaha emping jagung tersebut semakin lama semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena pengembangan perusahaan emping jagung menghadapi banyak kendala diantaranya tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah. Dalam rangka upaya peningkatan pendapatan, pengusaha agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Belimbing, Kotamadya Malang dirasa penting untuk mengkaji analisis kelayakan ekonomi agroindustri emping jagung tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Belimbing, Kotamadya Malang ini terdiri dari 2 jenis agroindustri yaitu agroindustri dengan produksi ½ jadi dan agroindustri dengan proses produksi jadi. Tenaga kerja yang bekerja di agroindustri emping jagung ini masih menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga dan sebagian kecil menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. Modal yang terbatas dan pendapatan yang semakin berkurang mengakibatkan jumlah pengusaha emping jagung tersebut menurun sehingga berakibat pada pendapatan menurun. Berdasarkan uraian diatas, secara umum permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan yaitu “Sejauh mana agroindustri emping jagung dapat meningkatkan pendapatan pengusaha”. Secara rinci permasalahan umum tersebut dapat dijabarkan menjadi empat permasalahan sebagai berikut: 1. Sejauh mana tingkat pendapatan yang didapat oleh agroindustri emping jagung
pada produksi ½ jadi dibandingkan dengan produksi jadi. 2. Seberapa besar produksi minimal yang harus dihasilkan oleh pengusaha agroindustri emping jagung pada produksi ½ jadi dibandingkan produksi jadi agar tidak mengalami kerugian. 3. Seberapa besar agroindustri emping jagung dapat memberikan nilai tambah pada produksi ½ jadi maupun produksi jadi. 4. Berapakah besarnya produktivitas nilai tenaga kerja dan mesin produksi dari agroindustri emping jagung pada produksi ½ jadi dibandingkan produksi jadi. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis pendapatan agroindustri emping jagung dengan proses produksi ½ jadi dan produksi jadi 2. Menganalisis titik impas agroindustri emping jagung dengan proses produksi ½ jadi dan produksi jadi. 3. Menganalisis besarnya nilai tambah dari agroindustri emping jagung produksi ½ jadi dan produksi jadi. 4. Menganalisis produktivitas tenaga kerja dan mesin produksi yang dipakai dalam agroindustri emping jagung. 1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah : 1. Sebagai informasi bagi pengusaha emping jagung dalam upaya peningkatan pendapatan dan dasar pertimbangan dalam upaya untuk perluasan usaha. 2. Sebagai tambahan informasi untuk penelitian selanjutnya terutama dengan masalah agroindustri emping jagung. II. KERANGKA KONSEP PENELITIAN 2.1. Kerangka Pemikiran Secara skematis kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada gambar 1
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Agroindustri Kendala : 1. Modal terbatas 2. Tingkat pendidikan rendah
Agroindustri Emping Jagung Proses Produksi
Produksi Jadi
Produksi ½ Jadi 1. 2.
3. 4.
Pendapatan lebih besar karena kuantitas produksi besar Produksi minimal yang harus dicapai lebih besar karena kuantitas produksinya lebih besar Nilai tambah bahan baku lebih besar Produktivitas tenaga kerja dan mesin produksi lebih besar
1.
Pendapatan lebih kecil karena kuantitas produksi kecil Produksi minimal yang harus dicapai lebih kecil karena kuantitas produksinya lebih kecil Nilai tambah bahan baku lebih kecil Produktivitas tenaga kerja dan mesin produksi lebih kecil
2.
3. 4.
Potensi : 1. Bahan baku mudah didapat 2. Meningkatkan pendapatan 3. Penyerapan tenaga kerja 1. 2. 3. 4.
Analisis Pendapatan Analisis BEP Analisis Nilai Tambah Analisis Produktivitas tenaga kerja dan mesin produksi Masukan untuk peningkatan pendapatan
Pengembangan agroindustri emping jagung Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Ekonomi Agroindustri Emping Jagung Dalam Rangka Pengembangan Usaha 2.2. Hipotesis 1. Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi mempunyai pendapatan lebih kecil dibandingkan produksi jadi 2. Produksi minimal yang harus dicapai pada agroindusti emping jagung produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi
3.
4.
Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi mempunyai nilai tambah lebih kecil dibandingkan dengan produksi jadi Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi mempunyai produktivitas tenaga kerja dan mesin produksi lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
III. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penentuan daerah penelitian dilakukan secara “purposive” atau sesuai tujuan di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Belimbing, Kotamadya Malang, Jawa Timur dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu daerah yang sebagian besar penduduknya bekerja sebagai pegusaha emping jagung 3.2. Metode Penentuan Responden Responden dalam penelitian ini adalah mereka yang memproduksi emping jagung. Penentuan responden dilakukan dengan sensus yaitu pengambilan dari seluruh data populasi yang ada di daerah penelitian. Responden dikelompokkan menjadi dua berdasarkan proses produksi yang dilakukan, yaitu : 1. Agroindustri produksi ½ jadi sebanyak 4 agroindustri. Kelompok ini adalah responden yang proses produksinya dari bahan baku jagung diolah hingga menjadi emping jagung yang belum digoreng dan belum diberi bumbu. 2. Agroindustri produksi sampai jadi sebanyak 3 agroindustri dengan usaha yang proses produksinya dari bahan baku jagung diolah hingga menjadi emping jagung yang sudah digoreng dan sudah diberi bumbu sehingga sudah siap dimakan. 3.3. Metode Pengumpulan Data Pada penelitian ini, jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data primer yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Wawancara Wawancara merupakan alat untuk mengumpulkan data atau informasi, baik yang diketahui dan dialami seseorang atau subyek yang diteliti maupun yang tersembunyi jauh di dalam subyek penelitian. Wawancara merupakan alat untuk mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada responden mengenai agroindustri emping jagung. Wawancara pada penelitian ini yaitu dengan cara memberikan kuisioner kepada responden. 2. Observasi/ pengamatan langsung. Cara ini dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan pemahaman menyeluruh
dan mendalam tentang kejadian nyata dalam lokasi penelitian. Observasi yang dilakukan yaitu mengamati proses pembuatan emping jagung. 3. Metode Dokumentasi Metode ini dilakukan dengan cara pencatatan dokumen penting yang berhubungan dengan penelitian dari berbagai instansi terkait yaitu profil kelurahan pandanwangi. Pengumpulan data sekunder didapatkan dari literatur, instansi terkait yaitu kantor kelurahan Pandanwangi, dan pustakapustaka ilmiah yaitu buku-buku penunjang lain yang berhubungan dengan penelitian dan melengkapi data primer yaitu tentang agroindustri emping jagung dan analisis ekonomi yang berkaitan dengan penelitian ini. Data yang diperoleh yaitu berupa monografi desa seperti jumlah penduduk, umur penduduk, pendidikan penduduk, mata pencaharian penduduk, dan luas wilayah Kelurahan Pandanwangi. 3.4. Metode Analisis Data Untuk menjawab tujuan penelitian ini, digunakan metode analisis sebagai berikut : 3.4.1. Analisis pendapatan Agroindustri Emping Jagung : Tujuan ini dianalisis dengan membandingkan pendapatan agroindustri emping jagung produksi ½ jadi dan produksi jadi. Pendapatan agroindustri emping jagung adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan oleh agroindustri emping jagung, sehingga besarnya pendapatan yang diperoleh agroindustri emping jagung dapat dihitung dengan cara sebagai berikut : Pd = TR – TC Keterangan : Pd = pendapatan yang diterima oleh pengusaha agroindustri emping jagung (Rp) TR = total penerimaan agroindustri emping jagung (Rp) TC = total biaya agroindustri emping jagung (Rp) 3.4.2. Analisis Titik Impas / Break Even Point Agroindustri Emping Jagung : Tujuan ini dianalisis dengan membandingkan pendapatan agroindustri emping jagung produksi ½ jadi dan produksi jadi. Analisis Titik Impas / Break Even
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Point memberikan informasi tentang hubungan antara volume penjualan, biaya dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu. Menurut Riyanto (1997) dalam Shinta (2005), BEP dapat dihitung dengan dua cara yaitu : a. Atas dasar penjualan dalam unit b.
Atas dasar penjualan dalam rupiah
Keterangan : P = Harga jual emping jagung per unit (Rp) Q = Jumlah produk emping jagung yang dihasilkan FC = Biaya Tetap pada saat penelitian (Rp) VC = Biaya Variabel pada saat penelitian (Rp) TR = Total Penerimaan pengusaha agroindustri emping jagung (Rp) 3.4.3.
Keterangan : - Bahan Baku = bahan baku jagung yang dibutuhkan dalam satu kali proses produksi yaitu berupa pipilan jagung (kg) - Harga bahan baku = harga jagung pada saat penelitian (Rp) - Hasil produksi = jumlah produksi yang dihasilkan yaitu berupa emping jagung (unit) - Faktor konversi = hasil pembagian antara produksi emping jagung dengan bahan baku berupa jagung - Harga produk rata-rata = harga produk jadi emping jagung (Rp) - Tenaga kerja = pekerja yang terlibat dalam proses produksi emping jagung - Koefisien tenaga kerja = tenaga kerja dibagi dengan bahan baku berupa pipilan jagung - Upah rata-rata = sejumlah uang yang diterima oleh pekerja pada agroindustri emping jagung - Input lain = biaya pembelian bahan penolong, bahan bakar, biaya kemasan, dan biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan dibagi dengan input bahan baku yaitu jagung. - Nilai produk = hasil perkalian antara faktor konversi dengan harga produk rata-rata emping jagung - Nilai tambah = produksi dikurangi dengan input bahan baku dan input lainnya dihitung dengan satuan Rp/kg - Rasio nilai tambah = nilai tambah yang diterima oleh pengusaha emping jagung dalam bentuk prosentase - Imbalan tenaga kerja = hasil perkalian antara rasio nilai tambah dengan upah rata-rata yang diterima oleh pekerja agroindustri emping jagung - Keuntungan = nilai yang diterima pengusaha emping jagung dari pengelolaan agroindustri emping jagung setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan (Rp) - Tingkat keuntungan = keuntungan yang diterima oleh pengusaha emping jagung dalam bentuk prosentase
Analisis Nilai Tambah Agroindustri Emping Jagung: Tujuan ini dianalisis dengan membandingkan nilai tambah agroindustri emping jagung produksi ½ jadi dan produksi jadi. Analisis nilai tambah dapat dijadikan sebagai parameter untuk pengembangan suatu agroindustri. Menurut Sudiono (2001) digunakan anlalisis nilai tambah, secara matematis nilai tambah dihitung dengan rumus : Nilai Tambah Variabel Notasi Bahan Baku (kg/hari) a Harga Bahan Baku (Rp/kg) b Hasil Produksi (unit/hari) c Faktor Konversi c/a = h Harga Produk Rata-Rata d (Rp/Unit) Tenaga Kerja (HOK/Hari) e Koefisien Tenaga Kerja e/a = i Upah Rata-rata (Rp/HOK) f Input Lain (Rp/Kg Bahan g Baku) Nilai Produk (Rp/kg) hxd=j Nilai Tambah (Rp/kg) j–g–b=k Rasio Nilai Tambah k/j x 100% = L% 3.4.4. Analisis Produktivitas Agroindustri Imbalan Tenaga Kerja Lxf=m Emping Jagung: Bagian Tenaga Kerja m/k x 100% = n% Tujuan ini dianalisis dengan Keuntungan k–m=o membandingkan produktivitas agroindustri Tingkat Keuntungan o/k x 100% = p% emping jagung produksi ½ jadi dan produksi Sumber : Sudiono, 2001 Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
jadi. Analisis ini membandingkan antara jumlah output emping jagung yang dihasilkan dan keuntungan yang diterima dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui kemampuan tenaga kerja per orangnya untuk menghasilkan emping jagung dan keuntungan setiap proses produksi pada kapasitas maksimalnya. Secara matematis dapat digunakan rumus sebagai berikut : a. Produktivitas Nilai Tenaga kerja
b.
Produktivitas Mesin produksi
Keterangan : - Jumlah produksi = jumlah produksi yang dihasilkan oleh agroindustri emping jagung produksi yaitu berupa emping jagung (unit) - Jumlah tenaga kerja = jumlah pekerja yang terlibat dalam proses produksi emping jagung - Jumlah mesin produksi = jumlah mesin produksi yang digunakan dalam proses pembuatan emping jagung (unit) - Keuntungan = nilai yang diterima pengusaha emping jagung dari pengelolaan agroindustri emping jagung setelah dikurangi dengan seluruh biaya yang dikeluarkan (Rp)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Kondisi Geografis Kelurahan Pandanwangi merupakan salah satu kelurahan yang berada di Kecamatan Blimbing Kota Malang. Luas wilayah Kelurahan Pandanwangi ini sebesar 3.586.000 m2. Jumlah penduduk di Kelurahan Pandanwangi ini sebesar 24.472 jiwa dengan kepadatan penduduk 157 km/jiwa. Jarak Pusat Pemerintahan Kelurahan dengan Kecamatan hanya 2 km dan 7 km jarak Pusat Pemerintahan Kelurahan dengan Kota. Secara geografis, Kelurahan Pandanwangi berada di ketinggian 444 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata 27˚C. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Pandanwangi adalah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara : Kelurahan Arjosari 2. Sebelah Timur : Kelurahan Mangliawan Kabupaten Malang 3. Sebelah Selatan: Kelurahan Bunulrejo 4. Sebelah Barat : Kelurahan Blimbing dan Kelurahan Purwodadi Peta lokasi penelitian disajikan pada lampiran 1. 4.1.2. Kondisi Demografis 1. Distribusi Penduduk Menurut Usia Data distribusi jumlah penduduk menurut usia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Usia di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang, 2008. Kelompok Umur Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 0-5 3.033 12,39 6-15 5.375 21,96 16-60 11.711 47,86 60 > 4.353 17,79 Jumlah 24.472 100,00 Sumber : Data monografi Kelurahan Pandanwangi (2008) Tabel 1 menunjukkan bahwa penduduk Kelurahan Pandanwangi terdiri dari tingkatan usia yang berbeda-beda. Sebagian besar penduduk berada dalam tingkat usia/kelompok umur 16-60 tahun. Dengan melihat jumlah prosentase tersebut dapat disimpukan bahwa jumlah usia produktif lebih banyak dibandingkan dengan usia non produktif yang artinya banyak tersedia tenaga kerja.
2. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Data distribusi penduduk Kelurahan Pandanwangi berdasarkan tingkat pendidikan disajikan pada Tabel 2.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Tabel 2. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang, 2008. No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Belum Sekolah 3.498 14,29 2 Tidak Tamat Sekolah Dasar 112 0,45 3 Tamat SD / Sederajat 8.959 36,60 4 Tamat SLTP / Sederajat 4.367 17,88 5 Tamat SMU / Sederajat 5.043 20,60 6 Tamat Akademi / Sederajat 702 2,86 7 Tamat Perguruan Tinggi / Sederajat 1.791 7,32 Jumlah Keseluruhan 24.472 100,00 Sumber : Data monografi Kelurahan Pandanwangi (2008) Tabel 2 menunjukkan bahwa hingga tahun 2008 sebagian besar penduduk tamatan SD. Penduduk pada tingkat pendidikan SMU dan SLTP juga cukup banyak serta ada yang tamatan perguruan tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk Kelurahan Pandanwangi ini telah memiliki kesadaran yang cukup tinggi akan pentingnya pendidikan. Hal ini menjadi salah satu potensi sumber daya yang dapat mendukung peningkatan perekonomian dan pengembangan usaha di daerah penelitian.
3. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian Mata pencaharian penduduk Kelurahan Pandanwangi cukup beragam baik yang bekerja pada sektor pemerintahan maupun swasta. Tabel 3 menunjukan mata pencaharian penduduk terbesar adalah sebagai buruh industri. Hal ini dapat dipahami karena Kelurahan Pandanwangi termasuk daerah perkotaan dimana kesempatan kerja di luar pertanian lebih luas. Distribusi penduduk Kelurahan Pandanwangi berdasarkan mata pencaharian disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang, 2008 No Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Petani - Petani Pemilik Tanah 35 0,38 - Petani Penggarap Tanah 47 0,51 - Buruh Tani 189 2,06 2 Pengusaha Sedang / Besar 24 0,26 3 Pengerajin / Industri Kecil 62 0,68 4 Buruh Industri 5.117 55,88 5 Buruh Bangunan 1.002 10,94 6 Pedagang 132 1,44 7 Pengangkutan 1.633 17,83 8 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 419 4,57 9 Anggota TNI 274 2,99 10 Pensiunan PNS / TNI 225 2,46 Jumlah Keseluruhan 9.159 100,00 Sumber : Data monografi Kelurahan Pandanwangi (2008) 4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden memberikan gambaran tentang kondisi responden dilihat dari beberapa aspek yaitu usia, tingkat pendidikan, dan lama usaha. Aspek-aspek tersebut dapat mempengaruhi kinerja pengembangan agroindustri emping jagung. Responden penelitian ini adalah pengelola
emping jagung yang terbagi dalam dua kegiatan produksi yaitu produksi ½ jadi dan produksi jadi. Jumlah responden pengusaha emping jagung sebanyak 7 orang responden, yaitu 4 orang pengusaha emping jagung untuk produksi ½ jadi dan 3 orang pengusaha emping jagung untuk produksi jadi.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Distribusi responden berdasarkan tingkat usia dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Usia Pengusaha Agroindustri Emping Jagung Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang. Usia Produksi ½ Jadi Produksi Jadi Jumlah 0-5 6-15 16-60 3 2 5 60> 1 1 2 Dari tabel 4 dapat disimpulkan bahwa responden sebagian besar sudah termasuk dalam kelompok usia antara 16-60 tahun baik pada produksi ½ jadi maupun produksi jadi. Sebanyak 3 responden pada produksi ½ jadi berada pada kelompok 16-60 tahun. Sedangkan pada produksi jadi sebanyak 2 responden berada pada kelompok 16-60 tahun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini sudah dapat
mengambarkan populasi karena penduduk Kelurahan Pandanwangi sebagian besar juga berada pada kelompok usia antara 16-60 tahun (tabel 1). 4.2.2.Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pengusaha Agroindustri Emping Jagung Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang. Tingkat Pendidikan Produksi ½ Jadi Produksi Jadi Jumlah SD 4 1 5 SLTP SMU 1 1 PT 1 1 Dari tabel 5 dapat disimpulkan bahwa responden sebagian besar berpendidikan tamat SD. Seperti juga pada distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kelurahan Pandanwangi, juga menunjukkan sebagian besar penduduk di Kelurahan Pandanwangi berpendidikan tamat SD. Dengan demikian, responden dalam penelitian ini sudah menggambarkan
populasi karena penduduk Kelurahan Pandanwangi sebagian besar juga berada pada kelompok berpendidikan tamat SD (tabel 2). 4.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama Distribusi responden berdasarkan pekerjaan utama dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama Pengusaha Agroindustri Emping Jagung Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing Kota Malang. No Jenis Pekerjaan Produksi ½ Jadi Produksi Jadi Jumlah 1 Petani 2 Pengusaha 4 3 7 3 Pedagang 4 Buruh Pabrik 5 dll Dari Tabel 6 dapat disimpulkan bahwa semua responden berada dalam kelompok jenis pekerjaan utamanya yaitu pengusaha, baik pada produksi ½ jadi maupun produksi jadi. Dengan demikian, responden dalam
penelitian ini sudah dapat menggambarkan populasi karena penduduk Kelurahan Pandanwangi juga terdapat kelompok pengusaha industri kecil (tabel 3).
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
produk krecekan dan proses produksi jadi menghasilkan produk emping jagung. Secara skematis alur proses produksi emping jagung di daerah penelitian disajikan pada gambar 2.
4.3. Proses Pembuatan Emping Jagung di Derah Penelitian Di daerah penelitian dijumpai dua proses produksi dalam agroindustri emping jagung, yaitu proses produksi ½ jadi menghasilkan 1. Pemilihan Jagung
2. Perebusan dengan air kapur
3. Pencucian
A. Proses Produksi ½ Jadi (Krecekan)
4. Perendaman
5. Pengukusan
6. Pemipihan
7. Penjemuran 8. Pengemasan (Krecekan)
9. Pemberian garam
10. Penggorengan
B. Proses Produksi Jadi (Emping Jagung)
11. Pemberian bumbu 12. Pengemasan (Emping Jagung) Gambar 2. Gambar Alur Proses Pembuatan Emping Jagung di Daerah Penelitian Pada gambar 2. tampak bahwa terdapat 2 proses produksi yaitu A. proses produksi produk ½ jadi dan B. produk jadi. Proses produksi ½ jadi dimulai dari pemilihan jagung sampai pengemasan produk ½ jadi, yaitu dimulai dari no 1 (pemilihan jagung) sampai no 8 (pengemasan krecekan). Langkah-langkah pembuatan krecekan yaitu sebagai berikut : 1. Pemilihan jagung. Dipilih jagung yang bersih dan kondisinya baik yaitu butiran jagung yang besar dan sehat lalu jagung dipipil. 2. Perebusan dengan air kapur. Pipilan jagung tersebut direbus dengan air kapur ±3 jam. Proses perebusan dengan
3.
4.
kapur tersebut dimaksudkan untuk menghancurkan kulit ari (kulit tipis terbuat dari bahan sellulosa yang menyelimuti biji jagung), sehingga memudahkan penetrasi air dan panas kedalam biji jagung. Proses tersebut dianggap cukup apabila biji jagung ketika dipegang jari tangan terasa licin dan kulit ari hancur atau rusak. Pencucian. Pipilan jagung dicuci bersih untuk mengurangi residu air kapur. Perendaman. Biji jagung direndam air bersih ± 12 jam sampai semalam. Perendaman ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan penetrasi air
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
5. 6.
7.
8.
kedalam biji jagung, sehingga memudahkan proses pengukusan. Pengukusan. dilakukan sekitar 1 jam. Pemipihan. Jagung kukus yang masih dalam keadaan panas langsung dipipihkan atau digencet dengan mesin penggiling atau pemipih. Penjemuran, pipihan jagung tersebut langsung di jemur diatas sesek dengan bantuan sinar matahari. Dalam keadan cuaca baik, biasanya pengeringan emping jagung hanya membutuhkan 12 hari saja. Tetapi jika musim sedang jelek (musim penghujan), maka proses penjemuran bisa memakan waktu hingga 4 hari. Pengemasan. untuk proses produksi ½ jadi, krecekan dikemas dan siap untuk dipasarkan.
B. Proses produksi produk jadi : Proses ini menghasilkan produk emping jagung. Proses produksinya dimulai dari pemilihan jagung sampai pemgemasan emping jagung, yaitu dimulai dari no 1 (pemilihan jagung) sampai no 7 (penjemuran) lalu lanjut ke no 9 (pemberian garam) sampai no 12 (pengemasan emping jagung) . Langkahlangkah pembuatan emping jagung yaitu sebagai berikut : 9. Pemberian garam. Pemberian garam ditaburkan secara merata ke emping jagung yang belum jadi. 10. Penggorengan, dilakukan dengan minyak goreng yang panas agar emping jagung berkembang (mekar). 11. Pemberian bumbu. terdapat bermacammacam variasi bumbu yaitu pedas manis, asin, balado, bawang, dan keju. 12. Pengemasan. Pengemesan menggunakan plastik dengan ukuran 2 macam plastik yaitu ukuran 1 kg dan 5 kg. Tenaga kerja mempunyai peran penting dalam menjalankan usaha pada agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi dikarenakan pada keseluruhan agroindustri tidak hanya menggunakan peralatan mesin melainkan proses produksi sangat bertumpu pada tenaga manusia. Jumlah tenaga kerja yang berperan dalam agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi berbeda tiap agroindustri.
Pada agroindustri emping jagung ini tenaga kerja berasal dari keluarga dan non keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari non keluarga berasal dari tetangga sendiri dan luar kelurahan yang masih berada di kota Malang. Pada umumnya semua anggota keluarga yang masih produktif terlibat dalam proses pengolahan emping jagung. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi berkisar antara 3 – 10 orang. Dalam pembuatan emping jagung, dalam satu kali proses produksi membutuhkan waktu hingga 2-3 hari dan bahkan bisa lebih tergantung cuaca. Pada hari pertama, tenaga kerja bekerja dari proses perebusan, pencucian dan perendaman. Pada hari kedua pencucian, pengukusan, pemipihan dan penjemuran. Proses penjemuran ini tergantung cuaca. jika cuaca sedang hujan, maka pekerjaan diliburkan sehingga tenaga kerja tidak beraktivitas dan bahkan pulang. Dan pada hari kedua proses pemasakan hingga pemberian bumbu ini hanya dilakukan oleh produksi jadi. Sistem pengupahan yang diberikan berbeda-beda yaitu ada yang perhari kerja dan ada yang borongan. Pada sistem harian tenaga kerja Rp.30.000 – Rp.35.000/hari. Pembayaran upah tenaga kerja berbeda– beda tiap individu, disesuaikan dengan tingkat kesulitan pekerjaan yang dilakukan. Pada sistem borongan didasarkan pada kapasitas produksi yaitu Rp. 25.000/kw. Jumlah jam kerja per hari untuk produksi ½ jadi 6-7 jam/hari dan produksi jadi 7-8 jam/ hari. Hal ini tergantung cuaca, jika cuaca baik/ tidak hujan maka jam hari kerja penuh, tetapi jika cuaca sedang buruk/hujan, maka jam kerja berkurang bahkan sampai diliburkan. Karena didalam proses pembuatan emping jagung terdapat penjemuran dengan bantuan matahari. Jika hujan maka proses pembuatan emping jagung juga ditunda. Untuk hari libur, dalam satu minggu terdapat satu hari libur kerja. Proses pembuatan emping jagung di daerah penelitian ini sudah sesuai dengan teori pada pustaka Tinjauan Taknis Agroindustri Emping Jagung oleh Siswono, 2004. Untuk menjawab tujuan pada penelitian ini, selanjutnya akan dibahas hasil analisis pendapatan, BEP, Nilai Tambah dan Produktivitas.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.4. Analisis Pendapatan Agroindustri Emping jagung
Hasil analisis pendapatan agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-Rata Pendapatan Agroindustri Emping Jagung Produksi ½ jadi (Rp) No Variabel Per 1 kali proses Per unit produksi (Kg) 1 Jumlah Produksi 2.250 1 2 3
Penerimaan Biaya Total Total Pendapatan
Produksi jadi (Rp) Per 1 kali proses Per unit produksi (Kg) 566
1
8.325.000
3.700
6.233.333
11.000
5.379.000
2.391
4.237.792
7.478
2.946.000
1.309
1.995.541
3.522
Tabel 7 menunjukan bahwa rata-rata pendapatan dalam satu kali proses produksi yang diperoleh agroindustri emping jagung pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan produksi jadi. Hal ini dikarenakan proses produksi ½ jadi mempunyai jumlah produksi yang lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi, karena permintaan yang lebih besar. Proses produksi ½ jadi hasil menghasilkan produk krecekan sedangkan pada produksi jadi hasilnya emping jagung. Permintaan krecekan lebih besar dibanding emping jagung. Namun jika dilihat dari pendapatan per unit (Kg), agroindustri dengan proses produksi jadi pendapatannya lebih besar dibandingkan dengan produksi ½ jadi. Jika dilihat pada daerah penelitian, Pendapatan agroindustri emping jagung dengan proses produksi ½ jadi memperoleh pendapatan lebih tinggi dibandingkan dengan proses
produksi ½ jadi. Tetapi jika dilihat untuk pengembangan usaha selanjutnya, pada perhitungan analisis pendapatan per unit (Kg) produksi jadi lebih menguntungkan dibandingkan produksi ½ jadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agroindustri emping jagung pada produksi jadi lebih menguntungkan dibandingkan produksi ½ jadi. Hal ini diakibatkan karena penerimaan untuk produksi jadi lebih tinggi. Berikut ini adalah perhitungan penerimaan agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi. 4.4.1.
Penerimaan Agroindustri Emping Jagung Besarnya rata-rata penerimaan dalam satu kali proses produksi agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Penerimaan Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung No Penerimaan Produksi ½ Jadi (Rp) Produksi Jadi (Rp) 1 Jumlah Produksi 2.250 566 2 Harga Jual 3.700 11.000 Total Penerimaan Tabel 8 menunjukkan bahwa besar kecilnya penerimaan yang diperoleh dari agroindustri emping jagung dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah produksi emping jagung dan harga jual emping jagung. Total penerimaan pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. Hal ini terjadi karena jumlah produksi yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. Sehingga total penerimaan yang dihasilkan oleh pengusaha emping
8.325.000
6.233.333
jagung juga lebih besar. Apabila jika dilihat dari biaya produksinya, produksi ½ jadi memerlukan biaya lebih tinggi karena jumlah produksi yang dihasilkan juga lebih tinggi. Berikut ini adalah perhitungan biaya total produksi agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
4.4.2.
Biaya Total Produksi (Total Cost) Agroindustri Emping Jagung
Besarnya rata-rata total biaya per satu kali proses produksi agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Biaya Total Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung Jumlah Biaya (Rp) No Jenis biaya Produksi ½ Jadi Produksi Jadi 1 Biaya Variabel 5.308.000 4.210.033 2 Biaya tetap 71.000 27.758 Biaya Total Biaya per unit (Kg)* *Biaya per unit = Total biaya Total produksi Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata biaya total dalam satu kali proses produksi yang diperoleh agroindustri emping jagung pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. Namun jika dilihat dari biaya total per unit produk (Kg), agroindustri dengan proses produksi jadi biayanya lebih besar dibandingkan dengan proses produksi ½ jadi. Hal ini dikarenakan biaya variable yang dikeluarkan lebih besar. Berikut ini adalah hasil perhitungan biaya variabel dan biaya tetap
5.379.000
4.237.792
1.992
6.232
pada agroindustri emping jagung di daerah penelitian, yaitu : 1.
Biaya Variabel (Variable Cost) Agroindustri Emping Jagung Biaya variabel pada kedua agroindustri emping jagung meliputi bahan baku, bahan penolong, bahan bakar, dan tenaga kerja. Besarnya rata-rata biaya variabel dalam satu kali proses produksi agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Biaya Variabel Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung. No Biaya Variabel Produksi ½ Jadi (Rp) Produksi Jadi (Rp) 1 Bahan baku 4.320.000 1.088.000 2 Bahan Penolong 134.700 2.456.313 3 Bahan Bakar 280.800 70.720 4 Tenaga Kerja 572.500 595.000 Total Biaya Variabel Biaya Variabel per unit (Kg)* *Total biaya variable per unit = Total biaya variabel Total produksi Tabel 10 menunjukkan bahwa pada produksi ½ jadi jumlah rata-rata biaya variabel lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. Hal ini terjadi karena total produksi pada produksi ½ jadi lebih besar. Namun jika dilihat dari biaya per unit (kg), biaya variabel produksi jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi ½ jadi. Hal ini diakibatkan karena bahan penolong untuk produksi jadi lebih tinggi. Berikut ini adalah perhitungan biaya bahan penolong
5.308.000
4.210.033
1.966
6.191
agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi. Bahan Penolong Untuk bahan penolong pada produksi ½ jadi terdiri dari air kapur, serbuk gergaji, kemasan, biaya listrik dan air. Sedangkan bahan penolong pada produksi jadi ditambah dengan bumbu dan minyak goreng. Besarnya biaya variabel untuk masingmasing produksi berbeda-beda tiap produksi usaha tergantung dari kapasitas produksi dan harga dari komponen biaya variabel tersebut.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Besarnya rata-rata biaya penolong dalam satu kali proses produksi agroindustri
emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Biaya Penolong Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung. No 1
Biaya Penolong Air kapur
Produksi ½ Jadi (Rp)
Produksi Jadi (Rp)
16.200
4.080
103.500
26.067
15.000
15.000
2 3
Kemasan
4
Bumbu
-
1.062.500
5
M.goreng
-
1.348.667
134.700
2.456.313
Listrik+air (3hari)
Total Biaya Penolong Tabel 11 menunjukkan bahwa total biaya penolong produksi ½ jadi lebih kecil dibandingkan dengan produksi jadi yaitu pada produksi ½ jadi sebesar Rp. 134.700,dan pada produksi jadi Rp. 245.6313. Hal ini terjadi karena pada proses produksi jadi terdapat adanya tambahan biaya pada produksi jadi yaitu bumbu dan minyak goreng.
2.
Biaya Tetap (Fixed Cost) Agroindustri Emping Jagung Besarnya rata-rata biaya tetap dalam satu kali proses produksi agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Biaya Tetap Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung. No Biaya Tetap Produksi ½ Jadi (Rp) Produksi Jadi (Rp) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Mesin penggiling Mesin pencuci Tungku Drum Drum stainless steel Sesek Tempat rendaman Timbangan Telenan Blender Siller Wajan Pisau Sutil Kompor gas Total Biaya Tetap Total Biaya Tetap Per Unit (Kg)* *Total biaya tetap per unit = Total biaya tetap Total produksi Tabel 12 menunjukkan besarnya biaya tetap pada produksi ½ jadi lebih besar daripada produksi jadi. Hal ini disebabkan
12656,25 6750 31,25 5729,17 3000 41.667 250 917 71.000
3750 3000 20,83 1597,22 750 15.741 125 916 22 225 244 847 111 33 375 27.759
26
41
perbedaan penggunaan alat yang digunakan. Pengeluaran biaya tetap terbesar baik pada produksi ½ jadi dan produksi jadi terdapat
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
pada sesek yaitu sebesar 41.666 untuk produksi ½ jadi dan 15.740 produksi jadi. Hal ini terjadi karena jumlah sesek yang dibutuhkan sangat banyak dalam proses pembuatan krecekan. Namun jika dilihat dari biaya tetap per unit (kg), produksi jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi ½ jadi. Hal ini dikarenakan tambahan alat yang digunakan pada proses produksi jadi sehingga terjadi tambahan biaya pada biaya
tetap. Untuk mengetahui produksi yang dihasilkan agar pengusaha emping jagung tidak rugi, maka digunakan analisis BEP 4.5. Analisis Break Event Point (BEP) Agroindustri Emping jagung Hasil analisis BEP (Break even Point) agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Analisis BEP Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung No Variabel Produksi ½ Jadi Produksi Jadi 1 Harga Jual (Rp/Kg) (a) 3.700 11.000 2 Jumlah Produk (Kg/proses produksi) (b) 2.250 566.67 3 Biaya Variabel (Rp/proses produksi) (c) 5.308.000 4.210.033 4 Biaya Tetap (Rp/proses produksi) (d) 71.000 27.758 5 Total Penerimaan(Rp/proses produksi)(e) 8.325.000 6.233.333
Tabel 13 menunjukkan bahwa titik impas agroindustri emping jagung pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan dengan titik impas agroindustri emping jagung pada produksi jadi baik pada BEP rupiah maupun BEP unit. Artinya Persyaratan produk minimum untuk proses produksi ½ jadi lebih tinggi dibandingkan dengan proses produksi jadi. Kebutuhan modal untuk memproduksi emping jagung pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan produksi jadi. Hal ini terjadi karena jumlah produksi yang dihasilkan oleh produksi ½ jadi lebih besar sehingga nilai pembagi dalam rumus BEP menjadi semakin kecil yang artinya BEP menjadi semakin besar dengan bertambahnya jumlah produksi. BEP rupiah pada proses produksi ½ jadi sebesar Rp. 196.742,-, dan BEP unit sebesar 53,17, artinya bahwa jika penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 196.742,- dan unit produksi yang dihasilkan sebesar 53,17 maka kondisi agroindustri proses produksi ½ jadi tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Begitu juga pada produksi jadi, BEP rupiah sebesar Rp. 86.098,- , dan BEP unit sebesar 7,83 artinya bahwa jika penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 86.098,- dan unit produksi yang dihasilkan sebesar 7,83 maka kondisi agroindustri
196.742
86.098
53,17
7,83
proses produksi ½ jadi tidak mengalami kerugian maupun keuntungan. Agar pengusaha emping jagung tidak mengalami kerugian maka tingkat produksi pada produksi ½ jadi harus lebih besar dari 53,17 kg dan penerimaan yang didapatkan juga harus lebih besar dari Rp. 196.742,- . Sedangkan pada produksi jadi, tingkat produksi harus lebih besar dari 7,83 kg dan penerimaan yang didapatkan juga harus lebih besar dari Rp. 86.098,. Pada kenyataan di lapang produksi yang dihasilkan oleh pengusaha emping jagung baik pada produksi ½ jadi maupun produksi jadi berada diatas titik impas sehingga dapat dikatakan produksi emping jagung di Kelurahan Pandanwangi ini menghasilkan keuntungan. Hasil analisis Break Even Point sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi mempunyai Break Even Point lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha agroindustri emping jagung dengan proses produksi ½ jadi agar tidak mengalami kerugian dibutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan proses jadi. Untuk mengetahui nilai tambah yang dihasilkan pengusaha agroindustri emping jagung emping jagung, maka digunakan analisis Nilai Tambah.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
tambah dan imbalan kerja. Hasil analisis 4.6. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Nilai Tambah agroindustri emping jagung Emping Jagung Agroindustri emping jagung adalah Kelurahan Pandanwangi disajikan pada usaha pengolahan jagung menjadi emping Tabel 14. jagung yang diharapkan menciptakan nilai Tabel 14. Rata-Rata nilai Tambah Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung Produksi No Variabel Produksi Jadi ½ Jadi 1 Output (kg/proses produksi) 2.250 566,67 2
Bahan baku (kg/proses produksi)
2.700
680
3
Tenaga kerja (HOK/proses produksi)
6,25
6
4
Konversi (1/2)
0,83
0.83
5
koefisien Tenaga Kerja (orang/kg) (3/2)
0,00225
0,00898
6
Harga Produk rata-rata (Rp/Kg)
3.700
11.000
7
Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/orang)
99.000
100.000
8
Harga Bahan Baku (Rp/Kg)
1.600
1.600
9
sumbangan Input Lain (Rp/kg Emping Jagung)
148,33
3.715
10
Nilai Produk (Rp/Kg) (4x6)
3.083,33
10.388,89
a. Nilai Tambah (Rp/Kg) (10-8-9)
1.335
5.073,89
b. Rasio Nilai tambah (11a/10 x 100%)
43,29
48,46
a. Imbalan Tenaga Kerja (Rp/Kg) (5x7)
215,62
884,72
b. Bagian Tenga Kerja (12a/11a x 100%)
16,15
18,41
1.119,37
4.189,17
36,30
39,79
11
12 a. Keuntungan (Rp/Kg) (11a-12a) 13 b. Tingkat Keuntungan (13a/10 x 100%) Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat keuntungan pada produksi jadi lebih besar daripada produksi ½ jadi. Hal ini dikarenakan nilai tambah yang diberikan oleh produk jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi ½ jadi. Nilai tambah pada kedua proses produksi tersebut tergolong tinggi karena rasio nilai tambah > dari 40 %. Menurut Hubeis, rasio nilai tambah dapat digolongkan menjadi 3 yakni dikatakan rendah jika < 15%, sedang jika berkisar 15 % - 40 % dan tinggi jika > 40 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa agroindustri emping jagung di Kelurahan Pandanwangi layak untuk diusahakan. Hasil analisis nilai tambah sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi mempunyai nilai tambah lebih kecil dibandingkan dengan produksi jadi. Untuk mengetahui produktivitas pengusaha
agroindustri emping jagung emping jagung, maka digunakan analisis produktivitas tenaga kerja dan mesin produksi. 4.7. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja dan Mesin Produksi Agroindustri Emping Jagung Di dalam penelitian ini analisis produktivitas dibagi menjadi dua yaitu produktivitas tenaga kerja dan produktivitas mesin produksi. 5.7.1. Produktivitas Tenaga Kerja Agroindustri Emping Jagung Produktivitas tenaga kerja ditentukan secara nilai. Hasil analisis produktivitas tenaga kerja secara nilai agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 15.
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Tabel 15. Produktivitas Tenaga Kerja Nilai Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung Produksi Emping Jagung No Produksi ½ Jadi Produksi Jadi (per proses produksi) 1 Nilai produksi 8.325.000 6.233.333 2
Tenaga Kerja Produktivitas Tenaga Kerja
Tabel 15 menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. Hal ini disebabkan nilai produksi dipengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan. Pada produksi ½ jadi jumlah produksi lebih besar karena permintaan krecekan lebih besar dibandingkan permintaan emping jagung. Hasil analisis Produktivitas Tenaga Kerja sesuai dengan
6,25
6
1.332.000
1.038.889
hipotesis penelitian yaitu Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi mempunyai Produktivitas tenaga kerja lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. 5.7.2. Produktivitas Mesin Produksi Agroindustri Emping Jagung Hasil analisis produktivitas mesin penggiling dan mesin pencuci agroindustri emping jagung Kelurahan Pandanwangi disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Produktivitas Mesin Penggiling dan Mesin Pencuci Dalam Satu Kali Proses Produksi Agroindustri Emping Jagung Mesin Produksi emping jagung Produksi ½ Produksi Produksi (per proses produksi) jadi Jadi Bahan Baku (kg) Penggiling
Jumlah Mesin (unit) Produktivitas mesin penggiling (a) Bahan Baku (kg)
Pencuci
Jumlah Mesin (unit)
Produktivitas mesin pencuci (b) Produktivitas Mesin Produksi = (a+b)/2 Tabel 16 menunjukkan bahwa hasil analisis produktivitas mesin produksi pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan produksi jadi. Hal ini disebabkan jumlah bahan baku yang digunakan pada proses produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. Jumlah bahan baku yang lebih besar ini dikarenakan permintaan krecekan yang lebih besar dibandingkan dengan permintaan emping jagung. Jumlah mesin produksi juga ditentukan oleh besarnya bahan baku yang diolah sehingga jumlah mesin yang digunakan juga lebih banyak. Dengan demikian produktivitas mesin produksi pada proses produksi ½ jadi lebih tinggi dibandingkan proses jadi. Hasil analisis Produktivitas mesin produksi sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu Agroindustri emping jagung produksi ½ jadi mempunyai Produktivitas mesin produksi
2700
680
6
2
450
340
2700
680
3
1
900 675
680 510
lebih besar dibandingkan dengan produksi jadi. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Pendapatan agroindustri emping jagung proses produksi ½ jadi lebih tinggi dibandingkan proses jadi. Tetapi jika dilihat pada perhitungan analisis pendapatan per unit (Kg) produksi jadi lebih menguntungkan dibandingkan produksi ½ jadi. 2. Persyaratan produk minimum untuk proses produksi ½ jadi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi jadi. Ini artinya kebutuhan modal untuk memproduksi emping jagung pada produksi ½ jadi lebih besar dibandingkan produksi jadi. Dengan
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
3.
4.
demikian dapat disimpulkan bahwa produksi jadi lebih baik untuk pengembangan usaha karena membutuhkan modal yang lebih kecil dan menghasilkan pendapatan yang lebih besar. Agroindustri emping jagung dengan proses produksi jadi memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses produksi ½ jadi. Agroindustri emping jagung dengan proses produksi ½ jadi memperoleh produktivitas tenaga kerja dan produktivitas mesin produksi lebih tinggi dibandingkan dengan proses produksi jadi.
6.2. Saran 1. Pengembangan agroindustri proses produksi jadi dapat dilakukan dengan memperbesar usaha promosi produknya sehingga permintaan terhadap produk tersebut meningkat. 2. Terkait dengan besarnya kebutuhan modal, agar produksi jadi bisa berkembang diperlukan adanya bantuan pinjaman permodalan. 3. Untuk penelitian selanjutnya, hendaknya peneliti lebih detail lagi dalam menggali informasi dari pengusaha emping jagung, sehingga hasilnya bisa digunakan sebagai bahan informasi bagi pengusaha agroindustri emping jagung. DAFTAR PUSTAKA Admin, 2008. Analisis Kelayakan Usaha. http://elearning.gunadarma.ac.id/ at 22 Oktober 2008 Ali amir Bachri. 1999. Peranan agroindustri Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Di Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Habitat Volume 10 Nomor 106. Anonymous. 2008. Dewan Jagung. http://www.dewanjagung.org.htm ----------------.2008. Emping. http://www.id.wikipedia.org ----------------.2008. Kota Malang. http://www.id.wikipedia.org
----------------.2008. Portal Nasional Republik Indonesia. http://www.indonesia.go.id.htm Antarno. 1991. Pengembangan mekanisasi pertanian dalam rangka mempertahankan swasembada produksi beras sampai tahun 2000 di Jawa Timur. hlm. 1-11. Dalam Kasno, A., K.H. Hendroatmodjo, M. Dahlan, Sunardi, dan A. Winarto (Ed). Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Tahun 1991. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Baharsjah. 1992. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi bagi Pedesaan dalam Rangka Pengembangan Agroindustri dan Agribisnis. Departemen Pertanian. Jakarta. Bambang dan Mewa dkk. 2005. Laporan Akhir Analisis Pengembangan Agroindustri Berbasis Pangan Lokal Dalam Meningkatkan Keanekaragaman Pangan dan Pengembangan Ekonomi Pedesaan. http://www.pse.litbang.deptan.go.id .pdf Dajan A., 1986. Pengantar Metode Statistik. Jilid I. LP3ES. Jakarta. Hicks, P. A. 1995. An Overview of Issues and Strategies in The Development of Food Processing Industries in Asia and The Pacific, APO Symposium, 28 September 5 Oktober. Tokyo. Http://www.gib.or.id/isibuletin.php?&rberita _no=616. Jurnal Pertanian Rakyat at 29 Jan 2008 Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Indusrtri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Kemal Prihatman. 2000. Tentang Budidaya Pertanian Jagung. http:// www.warintek.ristek.go.id.pdf Kholis, Dinul. 2008. Marning dan Emping Jagung Usaha Turun -Temurun http://www.ikm.depperin.go.id/Pub likasiPromosi/KumpulanArtikel/tab id/67/articleType/ArticleView/articl eId/16/Marning-dan-Emping-
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)
Jagung-Usaha-TurunTemurun.aspx Ludrud. 2009. Konsep Produktivitas dan Penyempurnaan Sistem Kerja. http://www.scribd.com/doc/167332 99/Konsep-Produktivitas. At 24 juni 2009 Lukminto, H. 1997. Strategi Industri Pangan Menghadapi Pasar Global. Majalah Pangan No. 33, Vol. IX. Jakarta. Nuhfil Hanani AR, Jabat TArik Ibrahim, dan Mangku Purnomo. 2003.. Strategi Pembangunan Pertanian. Sebuah Pemikiran Baru. Lappera Pustaka Utama. Yogyakarta. Nur Richana dan Suarni. 2008. Teknologi Pengolahan Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. http://wwwbalitsereal.litbang.depta n.go.id.pdf Prawirokusumo, Soeharto. 1990. Ilmu Usaha Tani. BPFE. Yogyakarta. Pudjosumarto, Muljadi. 2002. Evaluasi Proyek. Liberty. Yogyakarta. Sastrowardoyo. S. 1993. Prioritas Penanaman Modal Agroindustri. Dalam Permodalan Agroindustri. PPA CIDES UQ. Jakarta. Shinta, Agustina. 2005. Diktat Ilmu Usaha Tani. Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Simatupang, P dan A. Purwoto. 1990. Pengembangan Agro Industri Sebagai Penggerak Pembangunan Desa. Dalam P. Simatupang, E. Pasandaran, F. Kasryno, dan A. Zulham (Penyunting) Agro Industri Faktor Penunjang Pembangunan Pertanian Indonesia. Pusat Penelitian Agro Ekonomi. Bogor, pp. 1-20. Siswono. 2004. Emping Jengkol dan Jagung. http://www.gizi.net.htm Soeharjo. 1991. Konsep dan Ruang Lingkup Agroindustri (modul II). Dalam Penataran Dosen Perguruan Tinggi
SwastanBidang Pertanian Program Kajian Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sofa, 2008. Analisis Kelayakan Usaha. http://www.ittelkom.ac.id/library/ at 2 April 2008 Soekartawi. 1991. Agribisnis. Teori dan aplikasinya. RAjawali. Jakarta. ---------------.2002. Analisis usaha Tani. Penerbit UI-Press. Jakarta. ---------------.2001. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soemarno. 2008. Pengembangan IndustriAgrobisnis Yang Mempunyai Potensi Di Jawa Timur. Suarni dan I.GP. Sarasutha. 2002. Teknologi pengolahan jagung untuk meningkatkan nilai tambah dalam pengembangan agroindustri. Prosiding Seminar Nasional, BPTP Sulawesi Tengah. Sudiyono, A. 2001. Pemasaran Pertanian. UMM Pres. Malang. Supriadi. 1997. Pengembangan Agroindustri Pangan. Makalah Pra Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. Serpong. Suryana, A. 2005. Arah, Strategi dan Program Pembangunan Pertanian 2005-2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Tastra, I K. 2003. Strategi Penerapan Alsintan Pascapanen Tanaman Pangan Di Jawa Timur Dalam Memasuki Afta 2003. Jurnal Litbang Pertanian volume 22, 2003 Wibowo. R. dan Santoso. 1997. Industri Pangan, Alternative Utama Pendorong Keterkaitan Optimal Industri Pertanian dan Pedesaan dalam PJP II. Kumpulan Makalah Seminar Industry Pertanian dan Pedesaan Jatim. Jurusan Social Ekonomi Fakultas Pertanian. Unibraw Malang Winardi.1974. Pengantar Metodologi Research. Bandung
Vindy Oktoviantini Hadi-0510443022-Agribisnis Analisis Kelayakan Ekonomi Dalam Rangka Pengembangan Usaha (Studi Kasus di Kelurahan Pandanwangi, Kecamatan Blimbing, Kotamadya Malang)