ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NIRWAN NURDIANSYAH. F14103040. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kimia (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh Bambang Pramudya.
RINGKASAN
Permintaan beras sebagai sumber bahan pangan pokok terus men. Selain itu, tingkat pendapatan dan pendidikan telah mendorong perubahan preferensi konsumen dalam menilai dan membeli beras dengan kriteria tertentu seperti kemasan, kualitas, kandungan nutrisi, keamanan pangan, dan aspek lingkungan. Lumbung Tani Sehat sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang produksi beras bebas pestisida kimia masih mengalami kekurangan dalam memenuhi permintaan konsumen. Di samping itu, teknologi yang digunakan masih menggunakan jasa sewa. Penelitian ini mempelajari proses produksi beras dan menganalisis kelayakan pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia serta melihat pengaruh perubahanperubahan yang mungkin terjadi melalui analisis sensitivitas. Prosedur penelitian dibagi ke dalam 3 skenario, yaitu (1) kondisi sebelum dilakukan pengembangan, (2) kondisi dimana dilakukan penggantian sistem kepemilikan menjadi milik sendiri pada jumlah produksi yang sama dengan skenario 1, dan (3) kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah produksi dengan penggunaan teknologi tersebut. Analisis data dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) analisis laba rugi, (2) analisis titik impas, (3) analisis kelayakan menggunakan kriteria Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period, serta (4) analisis sensitivitas. Pengembangan dengan penggantian sistem kepemilikan menunjukkan usaha layak diteruskan apabila diikuti dengan peningkatan jumlah produksi (skenario 3), sedangkan apabila tidak disertai dengan peningkatan jumlah produksi (skenario 2), proyek tidak layak diteruskan. Selain itu, pada skenario 3 terjadi peningkatan pendapatan LTS sebesar Rp 10,655,394.87 per 1 musim produksi. Titik impas terjadi pada volume penjualan sebesar Rp 416,985,017.57 per tahun atau pada volume produksi 28,577 kg per musim. Kriteria investasi pada skenario 3 memberikan nilai NPV yang positif sebesar Rp 90,468,488.30, nilai IRR 37.70% yang berarti lebih besar dari discount rate (15%), dan nilai Net B/C yang lebih besar dari 1 yaitu sebesar 1.65, sehingga proyek layak diteruskan. Payback period selama 3 tahun 1 bulan. Analisis sensitivitas terhadap kenaikan harga gabah sebesar 5% menunjukkan proyek tidak layak untuk diteruskan. Sedangkan pada kenaikan harga gabah 3.75%, proyek masih layak diteruskan. Penurunan harga jual sebesar 4.03% menunjukkan proyek layak diteruskan, ketika harga jual turun 4.84%, proyek tidak layak diteruskan. Penurunan harga gabah 10% disertai penurunan harga jual 12.5% menunjukkan proyek layak diteruskan, sementara penurunan harga gabah 10% dan harga jual 13% membuat proyek tidak layak untuk diteruskan.
ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040
2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040
Dilahirkan pada tanggal 21 Maret 1985 Di Bandung Tanggal lulus : 22 Januari 2008
Menyetujui, Bogor,
Januari 2008
Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, M.S Ketua Departemen Teknik Pertanian
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 21 Maret 1985 dari ayah bernama Sunardi Supendi dan ibu bernama A. Juariah. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciwidey dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima pada Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif mengikuti beberapa lembaga kemahasiswaan kampus, yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa IPB sebagai staf pada Departemen Pendidikan periode 2004-2005 dan Sekretaris Eksekutif periode 2005-2006 di BEM Fakultas Teknologi Pertanian. Di samping itu, penulis aktif di organisasi mahasiswa daerah dan menjabat Ketua Umum Paguyuban Mahasiswa Bandung untuk periode 2004-2006. Penulis pernah melaksanakan praktek lapangan pada tahun 2006 dengan mempelajari topik Aspek Manajemen Alat dan Mesin Pada Proses Budidaya Tebu Di PT Gula Putih Mataram, Lampung. Terakhir, dalam rangka menyelesaikan studinya, penulis melakukan penelitian dengan mengambil judul Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kimia (Studi Kasus Di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat).
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 ini adalah ”Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kimia (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya, M.Eng selaku dosen pembimbing atas pengarahan yang telah diberikan. 2. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si dan Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr atas masukan dan kesediannya sebagai dosen penguji. 3. Ir. Syamsudin, M.Si, Ir. Kuswolo, dan H. Zakaria atas kesempatan dan masukan yang diberikan kepada penulis. 4. Bapak, Ibu, dan seluruh keluarga atas doa, dorongan, dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ir. Heru Sapto Handoko dan keluarga atas dorongan dan do’a yang diberikan. 6. Novi, Mba Oni, dan Mba Wiwin yang telah memberikan waktunya untuk mengantar penulis ke lokasi penelitian. 7. Riris, Eboy, Qiqi, Yusuf, Sandy, Bubun, Salman dan rekan-rekan TEP’40 khususnya di bagian SMMP atas bantuan, dukungan, dan kebersamaannya selama ini. 8. Rekan-rekan di Perwira 6 yang senantiasa membantu penulis. 9. Para Ibu dan Bapak di Departemen TEP, Fakultas, dan Perpustakaan LSI atas bantuan dan dorongan yang telah diberikan. 10. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tulisan ini. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya. Bogor,
Januari 2008
Penulis
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...............................................................................
i
DAFTAR ISI .............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
vi
I.
II.
III.
IV.
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. LATAR BELAKANG .............................................................
1
B. TUJUAN .................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
4
A. TANAMAN PADI ...................................................................
4
B. PESTISIDA KIMIA ................................................................
5
C. BERAS BEBAS PESTISIDA KIMIA ......................................
5
D. ANALISIS BIAYA .................................................................
8
E. ANALISIS KELAYAKAN PROYEK .....................................
12
F. ANALISIS SENSITIVITAS ....................................................
15
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................
16
A. WAKTU DAN TEMPAT ........................................................
16
B. JENIS DAN SUMBER DATA ................................................
16
C. PROSEDUR PENELITIAN .....................................................
16
D. METODE PENGOLAHAN DATA .........................................
17
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................
22
A. TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN .........................
22
B. BUDIDAYA PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA ....................
25
C. PASCA PANEN PADI ............................................................
32
D. ANALISIS KELAYAKAN .....................................................
36
E. ANALISIS SENSITIVITAS ....................................................
44
ii
V.
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
47
A. KESIMPULAN .......................................................................
47
B. SARAN ...................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
49
LAMPIRAN ..............................................................................................
52
iii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Jumlah produksi tanaman padi tahun 2001-2005 .......................
1
Tabel 2. Kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan pangan tahun 2005 ..........
2
Tabel 3. Komponen fisik beras berdasarkan SNI ......................................
6
Tabel 4. Kandungan zat gizi dari beras dengan klaim organik dan non organik .......................................................................................
7
Tabel 5. Hasil uji residu pestisida pada beras di beberapa daerah Jawa Barat ..........................................................................................
8
Tabel 6. Hasil uji residu pestisida pada beras bebas pestisida kimia .........
8
Tabel 7. Rekapitulasi penjualan beras bebas pestisida kimia di LPS .........
23
Tabel 8. Komponen fisik gabah ...............................................................
32
Tabel 9. Pengeluaran usaha pengolahan padi bebas pestisida kima pada masing-masing skenario per musim produksi .....................
37
Tabel 10. Penerimaan usaha pengolahan padi bebas pestisida kima pada masing-masing skenario per musim produksi ............................. Tabel 11. Proyeksi
laba
rugi
usaha
pengolahan
padi
39
bebas
pestisida kima masing-masing skenario per musim produksi ......
40
Tabel 12. Hasil analisis sensitivitas usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada berbagai tingkat perubahan .......................................
45
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sistem Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kimia di LTS ..
23
Gambar 2. Struktur organisasi LTS ............................................................
24
Gambar 3. Mekanisme pemecahan kulit oleh rol karet ...............................
33
Gambar 4. Grafik titik impas volume produksi ...........................................
42
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Diagram alir proses pasca panen produksi beras ................
52
Lampiran 2. Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia sebelum pengembangan (skenario 1) .........................
53
Lampiran 3. Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 2 .........................................................
54
Lampiran 4. Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 3 ......................................................... Lampiran 5.
Rincian rencana investasi pada usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia ...........................................................
Lampiran 6.
58
Proyeksi arus kas usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 2 ...........................................................
Lampiran 7.
56
60
Proyeksi arus kas usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 3 ...........................................................
61
Lampiran 8. Analisis sensitivitas dengan kenaikan harga gabah sebesar 3.75% .................................................................................. Lampiran 9.
62
Analisis sensitivitas dengan kenaikan harga gabah sebesar 5% ......................................................................................
63
Lampiran 10. Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual beras sebesar 4.03% .....................................................................
64
Lampiran 11. Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual beras sebesar 4.84% .....................................................................
65
Lampiran 12. Analisis sensitivitas pada penurunan harga gabah 10% dan harga jual 12.5% .................................................................
66
Lampiran 13. Analisis sensitivitas pada penurunan harga gabah 10% dan harga jual 13% ....................................................................
67
vi
I.
PENDAHULUAN
A LATAR BELAKANG Beras merupakan sumber bahan pangan pokok yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap orang dalam mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas. Pangsa beras pada konsumsi kalori total adalah 54.3% atau dengan kata lain setengah dari intake kalori masyarakat Indonesia bersumber dari beras (Harianto, 2001). Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kualitas beras ini sudah seharusnya mendapat perhatian. Peningkatan produktivitas kini bukan lagi menjadi satu-satunya hal yang menjadi pertimbangan. Banyak teori yang menyatakan bahwa perubahan tingkat pendapatan dan pendidikan telah mendorong perubahan preferensi konsumen terhadap produk (khususnya pangan) yang akan dibeli (Streerer, et al., 1991; Barkema, 1993; Drabenstott, 1994; Simatupang, 1995 dalam Sutrisno, 2006). Terdapat kecenderungan konsumen menilai dan membeli beras sebagai sebuah produk dengan kriteria tertentu seperti kemasan, kualitas, kandungan nutrisi, keamanan pangan, dan aspek lingkungan. Maka upaya peningkatan kualitas beras juga terus diupayakan diantaranya dengan penerapan teknik budidaya yang ramah lingkungan. Meskipun dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan jumlah produksi padi, namun secara kuantitatif dan kualitatif peningkatan tersebut belum mampu mengimbangi peningkatan permintaan dalam negeri. Tabel 1 memberikan gambaran tentang kondisi produksi tanaman padi. Tabel 1. Jumlah Produksi Tanaman Padi Tahun 2000-2005 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005
Produksi (000 ton) 51,899 50,461 51,489 52,138 54,088 54,151
Pertumbuhan (%) (2.77) 2.04 1.26 3.74 0.12
Sumber : BPS, 2001-2005
1
Produksi tanaman padi Indonesia pada periode tahun 2000 sampai dengan 2005 menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0.89% per tahun. Akan tetapi kondisi tersebut belum mampu mengimbangi peningkatan permintaan terhadap pangan pokok tersebut. Laju
pertumbuhan
jumlah
penduduk
Indonesia
memperlihatkan
peningkatan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 1.3% per tahun. Peningkatan jumlah penduduk ini diiringi dengan peningkatan pendapatan yang ditunjukkan oleh pertumbuhan Produk Domestik Bruto beberapa tahun terakhir sebesar 6-7% per tahun. Hal ini berdampak pada permintaan terhadap bahan pangan pokok yang dapat dipastikan meningkat. Data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2006) menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan beberapa komoditi pangan pada tahun 2005 dengan jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebesar 4,100,934 jiwa belum mencukupi (Tabel 2). Kondisi ini memperlihatkan bahwa terdapat pasar potensial bagi sektor pertanian pangan khususnya beras sebagai bahan pangan pokok. Tabel 2. Kebutuhan dan Pemenuhan Kebutuhan Pangan Tahun 2005 No 1 2 3 4 5 6
Komoditi Beras Jagung Kedele Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu
Produksi (ton) 265,023 8,141 168 2,154 473 52,762
Kebutuhan (ton) Pemenuhan (%) 492,112 53.85 449,052 1.81 52,410 0.32 52,410 4.11 52,410 0.90 149,684 35.25
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, 2006
Lumbung Tani Sehat (LTS) merupakan perkumpulan petani peserta Program Pemberdayaan Petani Sehat di bawah naungan Lembaga Pertanian Sehat yang menyatukan diri dalam usaha-usaha bidang produksi beras, pengadaan sarana produksi pertanian, dan pemasaran beras. Dalam menjalankan usahanya, LTS masih mengalami kekurangan dalam memenuhi permintaan konsumen apabila hanya menggantungkan dari tabungan gabah peserta program saja, sehingga dituntut untuk melakukan pembelian bahan
2
baku (padi bebas pestisida kimia) tambahan untuk menutupi kekurangan tersebut. Di sisi lain, LTS masih menggunakan teknologi sewa dalam menjalankan kegiatan usahanya. Sejalan dengan hal tersebut, Lembaga Pertanian Sehat sebagai induk dari LTS berencana untuk melakukan pengembangan menjadi unit usaha yang mandiri. Hal ini menjadikan LTS merasa perlu untuk melakukan peninjauan terhadap upaya untuk melakukan pengembangan, salah satunya dengan mengganti sistem kepemilikan dengan penggunaan teknologi sendiri. Untuk merealisasikan rencana tersebut, sebagai tahap awal akan dilakukan analisis kelayakan terhadap rencana pengembangan yang akan dilakukan.
B TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Melakukan evaluasi terhadap rencana proyek pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia. 2. Menganalisis perubahan tingkat pendapatan yang diperoleh LTS setelah melakukan pengembangan. 3. Menganalisis kelayakan pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia dan pengaruh perubahan-perubahan yang mungkin terjadi dengan melakukan analisis sensitivitas.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A TANAMAN PADI Tanaman padi termasuk ke dalam famili Gramineae dari genus Oryza. Spesies Oryza sativa Linn merupakan jenis spesies yang banyak ditanam diberbagai belahan dunia. Habitat Oryza sativa dapat tumbuh di semua ekosistem pada iklim tropis dan sebagian pada iklim arid. Ciri khususnya adalah berbentuk rumput, ada yang mempunyai rimpang, dan berupa tanaman tahunan (IRRI, 1997; Anggrawal, et al., 1997; Chandler, 1992, dalam Fagi, et al., 2001) Pertumbuhan tanaman padi dapat dilihat dari produksi gabah. Keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi yang tercermin dari produksi gabah sangat ditentukan oleh ketersediaan hara dan air dalam tanah serta oleh keadaan cuaca dan iklim. Tanaman padi tumbuh optimal pada kisaran suhu 25-33 oC dengan suhu maksimum 23-32 oC dan suhu minimum 15-24 oC. Tanaman padi di Indonesia mengalami adaptasi pada kisaran ketinggian 0 sampai dengan 1000 m diatas permukaan laut. Intensitas hujan dan kemampuan tanah menahan air menimbulkan perbedaan ekosistem. Curah hujan optimum untuk sistem budidaya padi sawah adalah lebih besar dari 200 mm per bulan dengan intensitas sinar surya sebesar 300 kal cm-2 hari-1 (Fagi dan Las, 1988). Padi tergolong tanaman yang toleran terhadap kondisi pengairan. Berdasarkan hal tersebut, tanaman padi digolongkan ke dalam dua jenis yaitu padi gogo yang ditanam pada tanah darat dan padi sawah yang ditanam pada tanah tergenang. Produktivitas lahan dan produksi padi pada sistem sawah lebih tinggi dibandingkan dengan sistem gogo. Baik secara langsung maupun tidak, keragaman produktivitas dan produksi padi itu terjadi karena air mempengaruhi metabolisme karbon dan protein (Fagi dan Las, 1988). Tingkat produksi menunjukkan bahwa budidaya padi sawah berpengairan adalah yang paling tinggi potensinya, yaitu mencapai 5-8 ton per ha (Taslim dan Fagi, 1988).
4
B PESTISIDA KIMIA Pestisida merupakan zat sintetis yang dapat membunuh hama. Menurut The United State Federal Environmental Pesticide Control Act, pestisida adalah : 1) Semua zat atau campuran zat yang khusus untuk memberantas, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengeret, nematoda, cendawan, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik yang terdapat pada manusia dan binatang lainnya. 2) Semua zat atau campuran zat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai pengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman. Penggunaan pestisida di lingkungan pertanian dapat menekan kehilangan hasil yang diakibatkan organisme pengganggu tanaman (OPT). Kardinan (1999) menyebutkan bahwa kehilangan hasil akibat OPT pada saat pra panen diperkirakan sebesar 30-35%, sedangkan pada pasca panen diperkirakan sebesar 10-20%. Dengan demikian, kehilangan hasil keseluruhan yang diakibatkan OPT ini dapat mencapai 40-55%. Dalam beberapa kasus, OPT dapat mengakibatkan gagal panen. Akan tetapi, selain dapat menekan kehilangan hasil akibat OPT penggunaan pestisida juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Hal ini yang melatarbelakangi munculnya konsep pestisida nabati. Secara umum pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya tumbuhan (Kardinan, 1999). Jenis pestisida ini lebih mudah terurai (biodegradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang.
C BERAS BEBAS PESTISIDA KIMIA Beras atau karyopsis padi adalah bagian dari biji padi yang telah dipisah dari struktur pembungkusnya yaitu kulit gabah atau sekam. Beras yang dihasilkan dari tanaman padi yang ditanam tanpa menggunakan unsur-unsur kimia yang berbahaya bagi tubuh manusia seperti pestisida, herbisida, dan
5
pupuk kimia adalah beras organik, sedangkan beras bebas pestisida kimia adalah jenis beras yang pada dasarnya mengandung prinsip memanfaatkan keseimbangan alam dalam pertanian tanpa menggunakan pestisida kimia. Di pasaran beras ini sering di klaim sebagai beras organik. Beras bebas pestisida kimia mempunyai karakteristik yang sama seperti beras konvensional pada umumnya. Perbedaannya terdapat pada pestisida yang digunakan, sehingga beras bebas pestisida kimia relatif lebih aman untuk di konsumsi. Selain itu biasanya diawali dengan pemilihan benih non hibrida yang lebih mampu bertahan dan berproduksi optimal pada kondisi alami. Secara umum mutu beras dapat dikategorikan ke dalam empat kelompok, yaitu (1) mutu giling, (2) mutu rasa dan tanak, (3) mutu gizi, dan (4) standar spesifik untuk penampakan dan kemurnian biji (misalnya besar dan bentuk beras, kebeningan (transluency), dan butir kapur (chalky) (Damardjati dan Purwani, 1991). Proses penggilingan padi akan menghasilkan beras kepala, beras patah, dan menir. Beras kepala merupakan beras yang dikehendaki karena memiliki ukuran yang panjang dan penampakan yang menarik. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6127-1999 mutu hasil penggilingan dibagi ke dalam 11 komponen fisik beras. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Komponen Fisik Beras Berdasarkan SNI No
Komponen Mutu
1 2
Derajat sosoh (min) Kadar air (maks) Beras kepala (min) Butir utuh (min) Butir patah (maks) Butir menir (maks) Butir merah (maks) Butir kuning/rusak (maks) Butir mengapur (maks) Butir asing (maks) Butir gabah (maks) Campuran varietas lain (maks)
3 4 5 6 7 8 9 10 11
I 100 14 100 60 0 0 0 0 0 0 0 5
II 100 14 95 50 5 0 0 0 0 0 0 5
Mutu (%) III 100 14 84 40 15 1 1 1 1 0.02 1 5
IV 95 14 73 35 25 2 3 3 3 0.05 2 10
V 85 15 60 35 35 5 3 5 5 0.2 3 10
Sumber : Patiwiri, 2006
6
Hasil penelitian Yuliastuti (2005) menunjukkan bahwa kandungan karbohidrat nasi dari beras dengan klaim organik sebesar 37.00% dan non organik sebesar 34.99%, sedangkan kandungan protein, lemak, serat, tiamin (vitamin B1), dan zat besi (Fe) nasi antara beras dengan klaim organik dan non organik tidak berbeda nyata, seperti disajikan pada Tabel 4. Hal tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan mutu gizi, beras dengan klaim organik dan non organik tidak berbeda nyata. Tabel 4. Kandungan Zat Gizi dari Beras dengan Klaim Organik dan Non Organik No 1 2 3 4 5 6 7
Zat Gizi Karbohidrat (%) Protein (%) Lemak (%) Serat (%) Tiamin (mg/g) Zat Besi (mg/g) Amilosa (%)
Organik 37.01 4.64 0.14 0.16 0.18 0.62 8.28
Non Organik 34.99 4.37 0.15 0.15 0.19 0.62 7.57
Sumber : Yuliastuti, 2005
Karakteristik fisik nasi dari beras dengan klaim organik dan non organik tidak berbeda. Bentuk nasi dari beras dengan klaim organik dan non organik adalah panjang. Adapun tekstur nasi dari beras dengan klaim organik dan non organik tidak berbeda, termasuk nasi yang lunak atau pulen (Yuliastuti, 2005). Perihal keamanan pangan, hasil analisis laboratorium Balitbiogen (1995) menunjukkan sebagian besar beras yang dihasilkan di daerah Jawa Barat telah tercemar oleh jenis residu insektisida berbahaya, seperti Klorpirifos, Lindan, Endosulfan, BPMC, dan Karbuforan dengan kandungan residu yang melebihi batas aman. Hasil uji residu pestisida tersebut disajikan dalam Tabel 5. Berbeda dengan beras bebas pestisida kimia yang tidak menggunakan pestisida berbahaya pada proses produksinya, beras yang dihasilkan mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk tercemar pestisida sesuai dengan hasil uji laboratorium Balitbiogen tahun 2006 (Tabel 6).
7
Tabel 5. Hasil Uji Residu Pestisida pada Beras di Beberapa Daerah Jawa Barat Lokasi Karawang Subang Cianjur Indramayu Pandeglang Batas maksimum
Klorpirifos 0.06* 0.12* 0.31* 0.36* 0.01
Residu Pestisida (g/g) Lindan Endosulfan BPMC 0.24* 0.03 0.25* 0.13* 0.13* 0.19* 0.65* 0.03 0.53* 0.24* 0.02 0.07 0.05 0.20 0.10
Karbuforan 0.38* 0.10
Keterangan : *) menunjukkan di atas batas maksimum residu (BMNR) -) artinya tidak terdeteksi Sumber : Balitbiogen, 1995
Tabel 6. Hasil Uji Residu Pestisida pada Beras Bebas Pestisida Kimia No 1
2
Analisis Organoklorin - BHC (Lindan) Endosulfan Karbamat Karbuforan BPMC
Konsentrasi Residu (g/g) 0.0094
Sumber : Balitbiogen, 2006
Tabel di atas menunjukkan bahwa secara umum beras terbebas dari residu pestisida berbahaya (yang terakreditasi). Kandungan BPMC sebesar 0.0094 ppm ini masih berada di bawah batas maksimum residu sebesar 0.10 g/g. Kelebihan beras ini adalah tidak adanya kandungan pestisida yang dapat membahayakan kesehatan.
D ANALISIS BIAYA Tujuan suatu usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima (Pramudya dan Dewi, 1992). Sejumlah klasifikasi biaya digunakan sebagai dasar analisis ekonomi yang berfungsi untuk mengingatkan akan sumber dan akibat biaya yang terkait dengan hasil akhir sebuah proyek.
8
Biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi pendapatan suatu proyek. Biaya tersebut sudah dikeluarkan sebelum suatu proyek di mulai dan akan selalu ada selama proyek tersebut berlangsung. Arus biaya dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis yaitu (a) biaya investasi, (b) biaya tetap, dan (c) biaya tidak tetap. 1. Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya awal kepemilikan yang terkapitalisasi, yang meliputi transportasi, instalasi, dan pengeluaran awal lain yang berhubungan (Thuesen dan Fabrycky, 2001). Rony (1990) menyebutkan bahwa suatu kegiatan manajemen dapat mengklasifikasikan kebutuhan investasi sesuai dengan rencana perusahaan sebagai berikut : a. Meningkatkan kapasitas produksi Peningkatan
kapasitas
produksi
adalah
investasi
dalam
pengadaan peralatan produksi untuk menambah produk yang telah ada atau membuat produk baru untuk memenuhi permintaan pasar secara kuantitatif. b. Penghematan Penghematan dapat dilakukan dengan mengganti peralatan produksi yang tidak ekonomis lagi. Peralatan yang tidak ekonomis akan menimbulkan biaya yang lebih besar jika digunakan. c. Penggantian karena hasil produksi Hal ini dilakukan dalam upaya meningkatkan daya saing produk di pasaran. Investasi dilakukan karena peralatan yang ada tidak dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan pasar secara kualitatif. d. Penunjang investasi yang telah ada Investasi
penunjang
dapat
berupa
mempertahankan
keseimbangan lingkungan, penanganan akibat-akibat sosial dalam masyarakat, dan hal-hal lain yang menunjang proses produksi secara langsung ataupun tidak langsung.
9
2. Biaya Tetap Biaya tetap muncul dari persiapan menuju masa yang akan datang. Thuesen dan Fabrycky (2001) menyebutkan bahwa biaya tetap adalah kelompok biaya yang diperlukan dalam aktifitas berjalan yang totalnya akan relatif tetap sepanjang jangkauan (periode) waktu aktivitas operasional. Biaya tetap atau sering disebut sebagai biaya pemilikan tidak tergantung pada produk yang dihasilkan serta tidak tergantung pada bekerja atau tidaknya mesin, dan besarnya relatif tetap. Biaya tetap tersusun dari beberapa komponen biaya seperti penyusutan, pajak, asuransi, sewa, bunga atas modal yang diinvestasikan, program-program penjualan, pengeluaran administrasi tertentu, dan riset. Penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian. Gray, et al. (1985) menyebutkan bahwa penyusutan adalah bagian dari benefit proyek yang dicadangkan tiap-tiap tahun sepanjang umur ekonomis proyek sedemikian rupa sehingga merupakan dana yang mencerminkan jumlah biaya modal. Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan salah satu metode yang dapat digunakan dalam menghitung besarnya biaya penyusutan adalah metode garis lurus tanpa memasukkan bunga modal dalam perhitungan. Besarnya biaya penyusutan dianggap sama setiap tahun, atau penurunan nilai bersifat tetap sampai pada akhir umur ekonomisnya. Umur ekonomis adalah umur suatu alat dari kondisi 100% baru sampai alat tersebut sudah tidak ekonomis lagi bila terus digunakan. Persamaan biaya penyusutan dengan metode garis lurus adalah sebagai berikut :
dimana : D
= Biaya penyusutan (Rp per tahun)
P
= Harga awal (Rp)
S
= Harga akhir (Rp)
L
= Perkiraan umur ekonomis (tahun)
10
Selain penyusutan yang mempunyai perhitungan tersendiri dalam mendapatkan besarnya biaya, terdapat juga bunga modal dan asuransi. Bunga modal dari investasi diperhitungkan sebagai biaya karena uang yang dipergunakan untuk investasi tidak bisa digunakan untuk usaha lain. Besarnya bunga modal dan asuransi dapat disatukan dalam persamaan berikut :
dimana : I
= Total bunga modal dan asuransi (Rp per tahun)
P
= Harga awal (Rp)
i
= Tingkat bunga modal dan asuransi (% per tahun)
N
= Umur ekonomis (tahun)
3. Biaya Tidak Tetap Biaya tidak tetap berhubungan dengan tingkat pemakaian atau level aktivitas. Thuesen dan Fabrycky (2001) menyebutkan bahwa biaya tidak tetap adalah kelompok biaya yang berubah-ubah mengikuti perubahan level aktivitas operasional. Apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masa tertentu naik, jumlah biaya tidak tetap total yang ditanggung proyek juga naik. Sebaliknya apabila jumlah satuan produk yang diproduksi pada masa yang lain turun, jumlah biaya tidak tetap secara keseluruhan juga turun. Contoh biaya tidak tetap dalam industri manufaktur adalah biaya bahan baku, bahan pembantu, dan upah buruh. Pada alat dan mesin pertanian, biaya tidak tetap adalah biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat alat atau mesin beroperasi dan jumlahnya bergantung pada jumlah jam kerja pemakaian (Pramudya dan Dewi, 1992). Biaya tidak tetap pada mesin pertanian terdiri dari beberapa komponen biaya. Biaya tersebut terdiri dari biaya bahan bakar, biaya pelumas, biaya perbaikan dan pemeliharaan, biaya operator, dan biaya-biaya hal khusus seperti : penggantian ban pada traktor, penggantian rol karet pada mesin penggiling padi, dan lain-lain.
11
E ANALISIS KELAYAKAN PROYEK Pada dasarnya membangun proyek adalah upaya menanamkan faktor produksi langka pada proyek tertentu untuk jangka menengah atau panjang. Pembangunan proyek bertujuan untuk memperoleh berbagai macam manfaat (termasuk keuntungan) yang nilainya lebih besar dari nilai faktor produksi yang ditanamkan. Sutojo (2006), menyebutkan bahwa pembangunan proyek dapat digolongkan menjadi tiga bentuk, yaitu (1) membangun proyek baru (new investment), (2) memperluas usaha (project expansion), dan (3) perbaikan proyek yang sudah berjalan (updating project). Salah satu ciri khusus dalam pembangunan proyek adalah kemungkinan akan timbulnya risiko yang dihadapi investor pada masa operasinya. Sebuah lembaga, untuk mendapatkan gambaran yang jelas apakah pembangunan proyek yang direncanakan tersebut akan mempunyai aspek yang baik maka diperlukan suatu pengamatan dan perhitungan dengan meninjau semua masalah yang terkait guna mengambil suatu keputusan untuk melaksanakan atau membatalkannya. Penilaian kelayakan suatu proyek dapat digunakan alat ukur yang disebut kriteria investasi. Dalam menentukan nilai kriteria investasi, pada tahap awal perlu melakukan penyusunan arus kas masuk dan keluar untuk setiap periode selama umur proyek. Nilai sekarang (present value) dapat dihitung dari arus kas tersebut dengan menggunakan discount factor. Persamaan untuk mencari discount factor adalah sebagai berikut :
dimana :
DF = Discount factor i
= Discount rate (%)
t
= Tahun yang sedang berjalan
Kriteria investasi yang digunakan dalam menilai kelayakan sebuah proyek, diantaranya : (1) Net Present Value, (2) Internal Rate of Return, (3) B/C Ratio, dan (4) Payback Period.
12
1. Net Present Value Net Present Value (NPV) merupakan ukuran yang menggambarkan kemampuan suatu proyek. NPV adalah perbedaan present value dari arus manfaat dan biaya (Pramudya dan Dewi, 1992). Merret (1989) dalam Sutojo (2006) mengatakan bahwa NPV adalah jumlah present value seluruh net cash flows tahunan selama masa tertentu dan salvage value proyek, dikurangi jumlah investasi proyek. Dengan demikian, suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan apabila NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. Jika NPV sama dengan nol, maka proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan discount rate yang berlaku. Apabila NPV proyek tersebut lebih besar dari nol maka proyek dapat dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV, sedangkan apabila NPV lebih kecil dari nol, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan dan dipertimbangkan untuk mencari alternatif proyek lain yang pasti menguntungkan. 2. Internal Rate of Return Internal
Rate
of
Return
(IRR)
merupakan
suatu
tingkat
pengembalian modal yang digunakan dalam suatu proyek. IRR atau sering disebut sebagai discounted rate of return adalah discount rate yang bilamana dipergunakan untuk mendiskonto seluruh net cash flows dan salvage value akan menghasilkan jumlah present value yang sama dengan jumlah investasi proyek (Sutojo, 2006). Nilai IRR merupakan nilai tingkat bunga yang menjadikan NPV suatu proyek sama dengan nol. Sebuah investasi dikatakan layak untuk dilaksanakan jika IRR yang diperoleh lebih besar atau sama dengan discount rate. Sedangkan apabila IRR lebih kecil daripada discount rate, maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Tolak ukur ini menggambarkan tingkat keuntungan yang diharapkan dapat diterima pemilik proyek dari jumlah seluruh dana yang telah ditanamkan untuk membangun proyek.
13
3. Benefit Cost Ratio Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) merupakan indeks efisiensi berupa perbandingan antara rasio jumlah present value yang bernilai positif dengan jumlah present value yang bernilai negatif. Perhitungan B/C Ratio dilakukan untuk melihat berapa kali lipat manfaat akan diperoleh dari biaya yang dikeluarkan. Umar (1997) mengatakan bahwa B/C Ratio dapat diperoleh dengan menghitung perbandingan antara present value dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan present value dari investasi yang dilaksanakan. Gray, et al. (1985) menyebutkan terdapat dua cara perhitungan yang dapat digunakan untuk menentukan B/C Ratio, yaitu : (1) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) yang dapat dihitung dengan membandingkan jumlah semua NPVB-C yang bernilai positif dengan jumlah semua NPVB-C yang bernilai negatif. (2) Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C), dimana nilainya merupakan perbandingan antara NPV manfaat dan NPV biaya sepanjang umur proyek. Kegiatan investasi akan layak dilaksanakan apabila mempunyai nilai B/C Ratio lebih besar atau sama dengan satu, sedangkan jika B/C Ratio lebih kecil dari satu, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. 4. Payback Period Periode pengembalian atau lebih dikenal dengan Payback Period dari suatu proyek dapat didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan agar jumlah penerimaan sama dengan jumlah investasi atau biaya. Apabila periode pengembalian lebih pendek daripada yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama proyek ditolak. Dengan demikian, semakin cepat pengembalian, semakin baik proyek diusahakan karena modal yang digunakan telah kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan yang lain. Masa pengembalian investasi tercapai pada saat nilai NPV berubah dari negatif menjadi positif (Sutojo, 2006).
14
F ANALISIS SENSITIVITAS Analisis
sensitivitas
bertujuan
untuk
mempelajari
kemungkinan
terjadinya perubahan dalam penyelesaian optimal sebagai akibat adanya perubahan dari model semula. Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa analisis ini dilakukan apabila terjadi suatu kesalahan pendugaan suatu nilai biaya atau manfaat dan kemungkinan terjadi perubahan suatu unsur harga pada saat proyek tersebut dilaksanakan. Langkah pertama investor menganalisis resiko investasi proyek adalah memperkirakan resiko apa saja yang dapat muncul. Kemudian memperkirakan resiko-resiko mana yang dapat menjadi variabel kritis terhadap profitabilitas proyek. Setelah menetapkan variabel- variabel kritis, kemudian melakukan analisis sensitivitas (Seit dan Ellison, 1990 dalam Sutojo, 2006). Dalam menelaah kembali suatu analisis perlu dipahami adanya keadaan yang mungkin berubah-ubah. Berikut disebutkan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis sensitivitas (Pramudya dan Dewi, 1992) : 1. Adanya cost overrun, misalnya kenaikan biaya konstruksi. 2. Perubahan dalam perbandingan harga terhadap tingkat harga umum, misalnya penurunan harga hasil produksi. 3. Mundurnya jadwal pelaksanaan proyek. 4. Terjadi kesalahan dalam penaksiran hasil produksi (khusus untuk proyekproyek pertanian).
15
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, yaitu mulai bulan Juni 2007 sampai dengan bulan Oktober 2007. Objek yang dijadikan sebagai lokasi penelitian adalah Lumbung Tani Sehat yang beralamat di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
B. JENIS DAN SUMBER DATA Penelitian ini secara keseluruhan merupakan studi kasus yang mengkaji atau menganalisis kelayakan pengembangan usaha peningkatan nilai tambah padi dengan sistem ramah lingkungan karena tidak menggunakan pestisida berbahaya. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi terhadap proses produksi beras bebas kimia dan wawancara langsung dengan pengelola lumbung, petani serta pihak-pihak terkait lainnya. Sementara data sekunder diperoleh dari lembagalembaga terkait seperti Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, Badan Pusat Statistik serta melalui studi literatur dari pustaka yang terkait dengan objek penelitian.
C. PROSEDUR PENELITIAN Penelitian terhadap rencana proyek pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia dibagi ke dalam 3 skenario. Hal ini berfungsi untuk meninjau hasil analisis atau perubahan antara sebelum dan setelah dilakukan pengembangan. Skenario-skenario tersebut terdiri dari : (1) kondisi pada saat sebelum dilakukan pengembangan dimana beras diproduksi dengan menggunakan jasa penggilingan, (2) kondisi dimana dilakukan penggantian sistem kepemilikan menjadi milik sendiri pada jumlah produksi yang sama dengan skenario 1, dan (3) kondisi dimana terjadi peningkatan jumlah produksi dengan penggunaan teknologi tersebut. 16
D. METODE PENGOLAHAN DATA Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi dan pendekatan sebagai dasar dalam melakukan perhitungan dan analisis. Asumsi dan pendekatan yang digunakan terdiri dari : 1) Umur proyek adalah lima tahun. 2) Harga yang digunakan dalam perhitungan adalah konstan selama jangka waktu proyek. Harga yang digunakan adalah harga yang berlaku pada saat penelitian. 3) Biaya-biaya yang dikeluarkan selama proyek berjalan dianggap tetap, baik biaya produksi maupun biaya tetap lainnya. Hal ini berdasarkan suatu alasan bahwa kapasitas dan penggunaan sarana produksi tetap untuk setiap tahun. 4) Tingkat suku bunga (discount rate) adalah tingkat bunga yang diperkirakan dan dipakai untuk mendiskon pembayaran dan penerimaan dalam satu periode. Besarnya tingkat suku bunga adalah 15% yang didekati dari tingkat suku bunga kredit usaha non program (atau suku bunga komersial) Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada tahun 2007. 5) Nilai sisa dari barang investasi sebesar 10% dari harga awal. Nilai sisa untuk barang investasi yang tidak habis pada akhir umur ekonomis proyek, masih mempunyai nilai sebesar beda dari nilai investasi awal terhadap jumlah dari penyusutan selama umur proyek. 6) Biaya pemeliharaan sebesar 1.2% dari harga awal. 7) Tidak ada pajak serta asuransi untuk alat dan mesin pertanian. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik sebagai alat bantu analisis. Teknik-teknik tersebut terdiri dari analisis laba rugi, analisis titik impas, analisis kelayakan, dan analisis sensitivitas. 1. Analisis Laba Rugi Downey dan Erickson (1989) menyebutkan bahwa perhitungan laba rugi mengikhtisarkan pendapatan dan beban atau ongkos untuk satu periode tertentu dan menunjukkan laba atau rugi yang dihasilkan setelah
17
beban (expenses) dikurangkan dari penerimaan (income). Jadi, perhitungan ini merupakan tolak ukur utama efisiensi manajemen. Penerimaan sama dengan perkalian antara harga dan jumlah produk. Sedangkan jumlah biaya merupakan penjumlahan biaya tetap dan tidak tetap (Pramudya dan Dewi, 1992). Perhitungan biaya pokok yang terbentuk dari biaya tetap dan tidak tetap perlu dilakukan agar diperoleh gambaran yang jelas terhadap pengorbanan yang telah dilakukan. Dengan demikian akan memiliki dasar yang kuat pada saat melakukan penawaran terhadap produknya di pasaran, sebagai dasar penentu dari harga jual produk, dan dapat digunakan untuk memperkirakan keuntungan yang akan diperoleh. Biaya pokok dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
2. Analisis Titik Impas Titik impas atau Break Even Point (BEP) adalah suatu titik dimana terjadi kesetimbangan antara dua alternatif yang berbeda (Pramudya dan Dewi, 1992). Analisis titik impas digunakan dalam pengambilan keputusan alternatif pilihan yang cukup sensitif terhadap variabel atau parameter dan bila
variabel-variabel
pengambilan keputusan
tersebut yang
sulit
diestimasi
memanfaatkan
nilainya.
analisis
titik
Proses impas
diantaranya penentuan volume produksi. Analisis titik impas dapat digunakan untuk mengetahui jumlah produksi dan penjualan minimal agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Titik impas dapat terjadi jika jumlah penerimaan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau suatu nilai jumlah produksi dimana keuntungan yang diperoleh sama dengan nol. Yamit (2001) menyebutkan bahwa analisis titik impas merupakan sarana untuk menetahui pada jumlah produksi berapa total revenue (TR) sama dengan total biaya (TC).
18
Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung titik impas volume produksi adalah sebagai berikut (Yamit, 2001) :
dimana : BEP
= Titik impas produksi (Rp)
BT
= Biaya tetap (Rp per tahun)
S
= Penjualan bersih (Rp per tahun)
BTT
= Biaya tidak tetap (Rp per tahun)
3. Analisis Kelayakan Analisis finansial adalah analisis yang dilakukan untuk kepentingan individu atau lembaga yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut, misalnya petani, wiraswastawan atau perusahaan (Pramudya dan Dewi, 1992). Beberapa kriteria kelayakan investasi yang sering digunakan antara lain : (1) Net Present Value, (2) Internal Rate of Return, (3) B/C Ratio, dan (4) Payback Period. Secara lebih rinci masing-masing perhitungan kriteria tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a. Net Present Value (NPV) Menurut Gray, et al. (1985), NPV dapat dihitung menggunakan rumus:
dimana : Bt Ct
= Penerimaan pada tahun ke-t (Rp) = Pengeluaran pada tahun-t (Rp)
t
= Tahun ke-t
i
= Tingkat bunga modal (%)s
n
= Periode analisis (tahun)
19
b. Internal Rate of Return (IRR) Pramudya dan Dewi (1992) menyebutkan bahwa IRR dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
dimana : i’
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif
i”
= Tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif
NPV’
= NPV yang bernilai positif
NPV”
= NPV yang bernilai negatif
c. B/C Ratio Secara matematis persamaan untuk mencari B/C Ratio dengan metode Net B/C adalah sebagai berikut (Gray, et al., 1992) :
dimana : + NPVB-C = Jumlah PV yang bernilai positif - NPVB-C
= Jumlah PV yang bernilai negatif
d. Payback Period Perhitungan payback period dilakukan dengan menyertakan pertimbangan nilai waktu dari uang yaitu dengan menggunakan metode discounted payback period atau periode penggantian yang didiskontokan. Penggantian dengan bunga menentukan panjang waktu yang dibutuhkan hingga pemasukan investasi ekuivalen melebihi pengeluaran modal (Thuesen dan Fabrycky, 2002). Dengan demikian dapat diketahui tahun-tahun ketika manfaat bersih kumulatif masih bernilai negatif dan tahun-tahun ketika manfaat bersih bernilai positif, yang menandakan bahwa investasi sudah kembali.
20
4. Analisis Sensitivitas Dalam melakukan analisis sensitivitas, akan dilakukan perhitungan kriteria investasi kembali dengan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi. Menurut Pramudya dan Dewi (1992), pengulangan perhitungan perlu dilakukan karena dalam analisis proyek umumnya didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak unsur ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Perubahan yang terjadi atau mungkin terjadi akan berdampak pada tingkat penerimaan dan atau biaya sehingga akan mempengaruhi kondisi kelayakan dari proyek yang akan dilaksanakan. Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak untuk dilaksanakan (Gittiinger, 1986).
21
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lumbung Tani Sehat (LTS) adalah unit usaha mandiri yang dibentuk sebagai lanjutan dari Program Pemberdayaan Petani Sehat (P3S) dari Divisi Pemberdayaan, Lembaga Pertanian Sehat (LPS) Dompet Dhuafa Republika. Tujuan pendirian LTS sebagai program lanjutan untuk kegiatan P3S adalah sebagai berikut : 1) Sebagai tabungan bagi petani peserta P3S melalui usaha penyimpanan gabah bebas pestisida kimia yang menguntungkan untuk biaya operasional berikutnya. 2) Mempertahankan pola bertani ramah lingkungan, yaitu produksi padi bebas pestisida kimia yang telah terbentuk melalui kegiatan P3S. 3) Mendorong potensi ekonomi dan pemberdayaan petani dhuafa di desa terkait yang terintegrasi dengan unit pemasaran produk beras bebas pestisida kimia. 4) Membangun hubungan kerjasama dan gotong royong antar anggota kelompok, baik dalam kegiatan usaha maupun kehidupan sehari-hari. Sejak dibentuknya LTS pada tahun 2006 pengembangan senantiasa dilakukan. Jumlah petani peserta program meningkat menjadi 16 kelompok tani atau terdiri dari 149 orang petani mustahik dan penambahan areal tanam yang telah mencapai 40 ha. Pelaku utama dari kegiatan produksi beras bebas pestisida kimia, yaitu petani dan LTS. Adapun sistem usaha yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 1. LPS memberikan subsidi kepada petani program yang pengelolaannya diserahkan kepada LTS. Subsidi tersebut disertai dengan pemberian materi tentang teknologi pertanian sehat dan aplikasinya untuk memproduksi padi bebas pestisida kimia yang kemudian dibeli oleh LTS berupa gabah. Nilai pembelian gabah sebanyak 40% hasil yang diproduksi dan digunakan sebagai tabungan petani untuk biaya sewa lahan dan saprotan pada musim berikutnya. Sisa gabah sebanyak 60% menjadi hak petani sepenuhnya.
22
LPS
Subsidi
Petani Peserta Program
LTS 40% Tabungan gabah
Keterangan :
: Lingkup penelitian
Gambar 1. Sistem Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kimia di LTS Produksi atau pengadaan beras bebas pestisida kimia merupakan kegiatan pokok dalam rangka memenuhi permintaan konsumen melalui LPS ataupun secara langsung kepada LTS. Besarnya permintaan beras bebas pestisida kimia untuk setiap periodenya berfluktuatif dan cenderung mengalami peningkatan, seperti terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi Penjualan Beras Bebas Pestisida Kimia di LPS Tahun 2005 2006 2007
Penjualan (kg) 36,190 90,267 81,826*
Total Penjualan (Rp) 149,688,250.00 474,531,500.00 572,782,000.00*
Keterangan : *) Data sampai 10 Desember 2007 Sumber : Divisi Pemasaran LPS, 2005-2007
Total penjualan mengalami peningkatan, hal ini terutama terjadi pada tahun 2006 seiring dengan perluasan areal tanam dan peningkatan jumlah petani peserta program. Sedangkan pada tahun 2007, penjualan cenderung sama dengan tahun sebelumnya dengan kisaran penjualan sebesar 90 ton. Di samping melalui LPS, penjualan juga dilakukan langsung oleh LTS kepada konsumen, baik individu maupun agen. Besarnya permintaan langsung ini tidak pernah kurang dari 1 ton setiap bulannya dengan jumlah yang berfluktuasi, sehingga total rata-rata permintaan beras kepada LTS dalam 1 bulan mencapai 10 ton.
23
Kekurangan produksi gabah untuk menutupi jumlah produksi yang berasal dari tabungan wajib anggota mencapai 40%. Dalam memenuhi permintaan tersebut, kekurangan pasokan masih dipenuhi dari anggota atau kelompok tani lain, sehingga total permintaan rata-rata dapat terpenuhi. Operasional LTS diharapkan dapat dikelola dengan baik melalui penerapan manajemen secara profesional. Perangkat organisasi LTS yang direncanakan terdiri dari : Rapat Anggota, Manajemen Pengelola, dan Pengawas. Bagan struktur organisasi LTS dapat dilihat pada Gambar 2.
Rapat Anggota
Pengawas
KETUA
SEKRETARIS
Koordinator Tabungan Gabah
BENDAHARA
Koordinator Pengadaan & Pemasaran
Gambar 2. Struktur Organisasi LTS Rapat anggota bertanggung jawab dalam mengkoordinir kegiatan penyimpanan gabah dari anggota. Rapat anggota ini diwakilkan dan dikuasakan kepada ketua kelompok tani yang telah dipilih dan diangkat oleh LPS. Manajemen pengelola atau pelaksana harian terdiri dari : Koordinator Lumbung (Tabungan Gabah), Koordinator Pengadaan dan Pemasaran, serta Sekretaris dan Bendahara yang semuanya diangkat oleh LPS, sedangkan Pengawas adalah perwakilan kelompok tani peserta P3S, LPS, dan Penyuluh Pertanian Swadaya (P3S) yang berfungsi untuk mengawasi jalannya kegiatan LTS.
24
B. BUDIDAYA PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA Tanaman padi yang dibudidayakan oleh petani peserta program adalah tanaman padi bebas pestisida kimia berbahaya atau disebut sebagai padi bebas pestisida. Cara bertanam padi bebas residu pestisida kimia pada dasarnya tidak berbeda dengan bertanam padi secara konvensional. Perbedaannya hanya terdapat pada masukan yang digunakan, yaitu pemilihan bibit non hibrida dan pemberantasan hama tanpa menggunakan pestisida kimia. Proses budidaya padi terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : (1) pembenihan, (2) penyiapan lahan, (3) penanaman, (4) pemeliharaan, dan (5) pemanenan. 1. Pembenihan a. Pengadaan benih Varietas padi yang cocok ditanam tanpa menggunakan pestisida kimia ini adalah jenis atau varietas alami. Penggunaan varietas alami atau bibit non hibrida sesuai dengan karakteristiknya yang dapat tumbuh dan berproduksi optimal pada kondisi yang alami atau tanpa penggunaan pestisida kimia. Tujuan lain dari penggunaan bibit non hibrida adalah mempertahankan keanekaragaman hayati. Benih bermutu merupakan syarat untuk mendapatkan hasil panen yang maksimal. Benih bermutu adalah benih yang murni, bernas, bebas dari penyakit, bebas dari campuran biji rumput, dan mempunyai daya kecambah yang tinggi, minimal mencapai 90%. Benih dengan kriteria tersebut biasanya mampu menghasilkan tanaman yang sehat dan kokoh sehingga pada akhirnya dapat diperoleh produktivitas yang tinggi. Jumlah ideal benih yang disebarkan 8-15 kg per ha. Kelebihan benih akan berpengaruh terhadap mutu bibit yang dihasilkan. Benih yang disebar terlalu banyak akan mengakibatkan jarak antara satu dengan yang lainnya terlalu rapat, sehingga bibit tumbuh berjejal dan sinar matahari tidak dapat menembus ke semua bagian. Kondisi ini dapat menjadikan bibit tumbuh memanjang dan lemah sehingga tidak bertahan saat dipindahtanamkan. 25
b. Perlakuan benih Benih yang sudah terseleksi dikecambahkan terlebih dahulu sebelum disebar di persemaian. Proses perkecambahan ini dilakukan dengan merendam benih menggunakan larutan air garam (1 sendok makan garam : 1 l air) atau air abu (3 sendok makan : 1 l air) selama lebih kurang 10 menit. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk mendapatkan benih yang bernas dan menekan atau menghilangkan inokulum penyakit yang terbawa pada benih oleh air garam atau abu yang berfungsi sebagai antiseptic. Selanjutnya benih direndam dalam air bersih secukupnya selama 1x24 jam. Hal ini bertujuan untuk merangsang perkecambahan dan pemilahan benih yang bernas dan hampa. Benih hampa mengapung dipermukaan air, sedangkan benih yang bernas akan tenggelam. Selanjutnya, benih ditiriskan dan diperam selama dua hari dengan dimasukan ke dalam kain atau karung basah. Pemeraman ini bertujuan untuk menghasilkan perkecambahan yang seragam. c. Pembuatan persemaian Persiapan media semai dilakukan untuk memperoleh bibit yang siap untuk dipindahtanamkan. Varietas yang akan berpengaruh terhadap umur optimum bibit dan hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas. Penggunaan bibit muda akan menghasilkan jumlah anakan produktif yang lebih banyak dan bibit lebih cepat pulih dari stres akibat pindah tanam. Media yang digunakan dalam persemaian adalah campuran kompos dan tanah dengan perbandingan 1:1. Tempat persemaian terdiri dari dua jenis yaitu persemaian kering, dimana luas lahan yang dibutuhkan untuk 1 ha sawah sebesar 200 m2 dan persemaian dengan menggunakan besek, dimana luas 1 ha sawah dibutuhkan sebanyak 500-600 besek ukuran 20x20 cm. Penggunaan besek ini dapat menghindari kontaminan kepompong kupu-kupu putih (penggerek batang) dan mengurangi stres tanaman akibat pindah tanam.
26
2. Penyiapan Lahan Pada dasarnya penyiapan lahan adalah pengolahan tanah sawah hingga
siap
untuk
ditanami.
Penyiapan
lahan
bertujuan
untuk
mempersiapkan lahan tempat tumbuh optimal untuk tanaman padi dengan pemberian perlakuan. Langkah awal dalam pengolahan tanah adalah menggenangi lahan dengan air selama lebih kurang 1 minggu agar diperoleh tanah yang lunak. Penyiapan lahan dibagi ke dalam dua tahap, yaitu (1) pengolahan tanah dan (2) pembuatan parit. a. Pengolahan tanah Pengolahan tanah dilakukan setelah lunak akibat penggenangan air. Pengolahan tanah menggunakan bajak 1 kali dan garu 1 kali sampai menghasilkan tanah yang gembur dan melumpur. Pengolahan tanah bertujuan untuk menghasilkan aerasi dalam tanah yang baik, perkembangan biota tanah, dan menjamin sistem perakaran tanaman sempurna. b. Pembuatan parit Pembuatan parit atau kamalir bertujuan untuk memudahkan proses pengaturan air, pengairan pada tingkat lahan usaha tani, dan memudahkan pemeliharaan. Parit dibuat sedalam mata cangkul dengan lebar 30 cm. Jarak antar parit 1.5-2 m disesuaikan dengan kebutuhan. 3. Penanaman Setelah lahan siap ditanami dan bibit di persemaian sudah memenuhi syarat maka dapat segera dilakukan penanaman. Syarat bibit yang baik untuk dipindahtanamkan adalah telah berumur 12-20 hari dengan tinggi tanaman 10-15 cm dan memiliki 4-5 helai daun. Untuk menghasilkan tanaman yang baik, setiap lubang ditanami 1-2 bibit, sehingga diperoleh tanaman yang tetap segar dan menghasilkan anakan produktif yang lebih banyak.
27
Sistem tanam yang digunakan adalah penanaman dengan jarak tanam atau legowo. Tujuan penanaman dengan legowo adalah untuk memudahkan pemeliharaan dan penghematan pupuk serta memperluas lahan penyediaan unsur hara. Sistem tanam legowo dicirikan oleh jarak tanam dalam barisan sebesar 12.5 cm, jarak tiap baris 25 cm, dan jarak kelompok barisan tanaman 50 cm. Tujuannya adalah peranakan lebih lebar, penghematan benih, dan jumlah anakan produktif lebih banyak. Benih ditanam dangkal dan perakaran horizontal seperti hurup L. Hal ini bertujuan untuk menghemat penggunaan energi tanaman pada waktu pertumbuhan. 4. Pemeliharaan Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman pada budidaya padi bebas pestisida kimia meliputi penyiangan, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. a. Penyiangan Penyiangan bertujuan untuk menggemburkan tanah dan dapat menekan persaingan pemakaian hara akibat tanaman pengganggu, sehingga akan diperoleh tanaman yang sehat dan anakan produktif yang lebih banyak. Penyiangan dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada umur 20-22 hari setelah tanam (HST) yang dilakukan bersamaan dengan penyulaman untuk mengurangi persaingan pemakaian hara dan pada umur 15 hari setelah penyiangan pertama. Penyiangan dilakukan dengan mencabut rerumputan dan menggaruk tanah disekelilingnya. Kemudian setelah itu rumput dibenamkan ke dalam tanah. Gulma yang dibenamkan dijadikan sebagai pupuk yang akan menggemburkan tanah.
28
b. Pengaturan air Pengaturan air bertujuan untuk memperoleh aerasi dan pertumbuhan biota tanah yang sempurna sehingga memperoleh anakan yang produktif dan produktivitas tanaman meningkat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan air adalah lahan dibuat macak-macak dan tidak semua tergenang, air hanya berada dalam parit agar tanah mendapat penyinaran matahari langsung. Pelaksanaan proses pemasukan dan pengeluaran air ini adalah saat sebelum tanam, yaitu petakan sawah digenangi air setinggi 2 cm selama 1 minggu. Kemudian dua hari menjelang penyiangan petakan sawah digenangi air setinggi 2 cm sampai selesai penyiangan untuk memudahkan penyiangan. Selain itu pada saat pemupukan susulan dan pada saat primordia lahan yang membutuhkan air lebih banyak. Terakhir, pengaturan dilakukan pada saat dua minggu sebelum panen. Lahan dikeringkan total untuk memudahkan pemanenan dan kualitas gabah optimum. c. Pemupukan Pemupukan terdiri dari beberapa tahapan. Pertama, Pemupukan dasar. Tujuannya adalah menambah hara tanah, meningkatkan kemampuan tanah mengikat air, dan menambah mikroorganisme tanah. Pupuk yang digunakan adalah kompos dengan dosis 2-5 ton per ha atau sebanyak 0.2-0.5 kg per m2 yang disebar merata 1 minggu sebelum tanam. Kedua,
Pemupukan susulan I. Tujuannya untuk
menambah hara pada pertumbuhan vegetatif. Pemupukan susulan 1 dilakukan pada umur 20-25 HST dengan menggunakan NPK setengah dosis anjuran. Ketiga, Pemupukan susulan II. Pemupukan ini bertujuan untuk menambah unsur hara yang membantu pertumbuhan generatif. Pemupukan susulan 2 dilakukan pada umur 45-50 HST dengan dosis 50 kg urea per ha (setengah dosis anjuran) dan disebar secara merata.
29
Keempat, penggunaan pupuk daun (PPC atau ZPT). Perlakuan ini bertujuan untuk meningkatkan peran klorofil daun dalam proses fotosintesis dan menambah hara melalui stomata daun. Aplikasi di sawah dilakukan dengan melakukan penyemprotan secara merata pada tanaman. Dosis larutan disesuaikan dengan umur tanaman, pada umur 14 HST digunakan larutan sebanyak 100 l, umur 28 HST digunakan 300 l larutan, dan umur 45 HST digunakan 500 l larutan. Sedangkan dosis larutan campuran adalah 2–5 ml per 1 l air atau dilakukan sesuai anjuran masing-masing produsen. d. Pengendalian hama dan penyakit tanaman Pada budidaya padi bebas pestisida kimia, penggunaan pestisida kimia sama sekali tidak dibenarkan dalam pemberantasan hama dan penyakit, walaupun kemungkinan adanya hama dan penyakit sangat besar. Pemberantasan hama dan penyakit padi dilakukan secara terpadu antara kultur teknis, mekanis, biologis, dan kimia pestisida nabati. Kultur teknis bertujuan untuk memutuskan siklus hama penyakit tanaman agar keadaan hama ada dalam batas tidak membahayakan. Kultur teknis juga dapat meningkatkan daya tahan fisik tanaman, menekan populasi hama dan penyakit agar produksi secara ekonomi menguntungkan dan lingkungan tetap lestari. Kultur teknis ini meliputi: - Penerapan pola tanam secara bergantian sehingga memutus siklus serangan hama penyakit dan meningkatkan kesuburan tanah. - Pergiliran dan penggunaan varietas yang tahan hama dan penyakit. - Penggunaan pupuk kompos dan suplemen organik dengan dosis 2-5 ml per 1 l air. - Sistem tanam legowo. - Pengaturan waktu tanam dan jarak tanam. - Sanitasi lingkungan.
30
Kultur mekanis salah satunya bertujuan untuk mengendalikan hama tikus. Kultur mekanis ini diantaranya dapat dilakukan malalui cara gropyokan, perangkap, pengumpanan, pemanfaatan predator, pengomposan, dan membuang tanaman padi yang terkena hama. Kultur biologis bertujuan untuk mengendalikan hama utama padi, dengan menggunakan agensi hayati nematoda patogen serangga Heterorhabditis, jamur Beauveria bassiana, dan Trichoderma. Pengendalian hama dengan kimia menggunakan pestisida nabati dibuat dari jenis tanaman yang mengandung racun dan bahan-bahan yang bersifat repellent, antifeedant, dan antraktan. Kelebihan pemberantasan hama menggunakan pestisida nabati adalah degradasi atau penguraian yang lebih cepat dengan sinar matahari, dapat menghentikan nafsu makan serangga, toksisitas terhadap hewan rendah, dan relatif lebih aman pada manusia. 5. Panen Keberhasilan pemanenan padi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan penanganan pasca panen. Proses pemanenan padi meliputi penentuan waktu panen dan alat panen yang dipakai. Umur panen pada budidaya padi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya varietas, ketinggian tempat, dan musim. Pelaksanaan panen dilakukan setelah malai tampak kuning di atas 90% dan kadar air gabah tidak terlalu tinggi (umumnya 24-32%) atau cukup umur agar kualitas yang dihasilkan baik. Rata-rata produktivitas padi yang dihasilkan mencapai 6 ton per ha. Pemotongan padi saat panen menggunakan sabit bergerigi agar butir gabah tidak banyak yang rontok dan mengurangi goyangan. Penggunaan sabit bergerigi dapat menekan kehilangan hasil mencapai 3-8% (Damardjati, et al., 1989 ; Nugraha, et al., 1993 dalam Syam, et al., 1995). Perontokan dikerjakan dengan menggunakan alas yang lebar dan memakai alat perontok atau banting bertirai, tujuannya adalah untuk meminimalisasi kehilangan hasil. Gabah hasil perontokkan dimasukkan ke dalam karung untuk kemudian diangkut ke bagian penggilingan.
31
C. PASCA PANEN PADI Proses pasca panen padi bebas pestisida kimia terdiri dari beberapa tahap kegiatan. Masing-masing kegiatan tersebut terbagi menjadi dua bagian. Pertama. Kegiatan di bagian penggilingan, terdiri dari : penjemuran, penggilingan pecah kulit, dan penyosohan beras. Kedua. Bagian produksi dan gudang yang meliputi : proses pengayakan, penyortiran, pencampuran (mixing), dan pengemasan. Diagram alir proses pasca panen produksi beras disajikan pada Lampiran 1. 1. Penggilingan Langkah awal pada tahap ini adalah menyiapkan gabah yang akan digiling. Gabah yang telah dimasukkan dalam karung dikeluarkan untuk kemudian dijemur. Proses ini dilakukan di lantai jemur khusus yang telah dibuat. Lantai penjemuran gabah dibuat dengan luas 30x15 m2. Luas ini dapat digunakan untuk menampung lebih kurang 2,000 kg gabah. Gabah yang dijemur diratakan dengan ketebalan lapisan rata-rata 2 cm. Penjemuran dilakukan mulai pukul 08.00 atau saat panas matahari muncul. Saat penjemuran gabah dibolak-balik secara kontinu. Tujuannya adalah memperoleh tingkat kekeringan yang seragam. Hal ini biasanya dilakukan sebanyak dua kali dengan masing-masingnya berdurasi 6 jam atau disesuaikan dengan keadaan cuaca. Setelah gabah kering, yaitu dengan kadar air ideal lebih kurang 14% gabah telah siap untuk digiling. Hal tersebut sesuai dengan standar mutu gabah yang digunakan oleh Perum Bulog. Persyaratan komponen kualitas fisik gabah dari Perum Bulog disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Komponen Fisik Gabah Komopnen Mutu Kadar air Butir hampa/kotoran Butir kuning/rusak Butir hijau/mengapur Butir merah
GKG (%) GKS (%) GKP (%) 14 18 25 3 6 10 3 3 3 5 7 10 3 3 3
Sumber : Patiwiri, 2006
32
Proses penggilingan dilakukan di dalam sebuah bangunan dengan luas 12x6 m2. Proses penggilingan padi dilakukan sebanyak dua kali, yaitu penggilingan untuk pemecahan kulit dan penyosohan. a. Pemecahan kulit Pemecahan atau pengupasan kulit bertujuan untuk melepaskan kulit gabah dari beras. Proses pemecahan kulit ini akan berjalan dengan baik apabila gabah telah dikeringkan dan memiliki kadar air 14%. Prosesnya dilakukan dengan menggunakan mesin pemecah kulit atau sering disebut huller atau husker. Mesin pemecah kulit yang digunakan adalah tipe rol karet (rubber roll). Mekanisme kerja mesin ini yaitu memecahkan sekam dengan dengan dua buah rol karet yang dipasang berdekatan (Gambar 2).
Gambar 2. Mekanisme Pemecahan Kulit oleh Rol Karet Kedua rol karet diputar dengan kecepatan yang berbeda dan arah yang berlawanan. Pada waktu gabah dimasukkan di antara kedua rol, gabah tersebut akan ditekan oleh lapisan karet yang elastis. Butir gabah akan memiliki kontak yang lebih panjang pada rol berkecepatan tinggi dan memiliki kontak lebih pendek pada rol berkecepatan lebih rendah. Ditambah dengan adanya tekanan, perbedaan kecepatan ini menyebabkan gabah akan terpuntir sehingga kulit gabah akan robek (Patiwiri, 2006). Walaupun fungsi utamanya memecah dan mengupas sekam, biasanya rancangan mesin tipe rol karet telah dilengkapi dengan pemisah sekam sehingga keluaran dari mesin berupa campuran beras pecah kulit dan gabah utuh yang terbebas dari sekam.
33
Gabah yang dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit tidak semuanya terkupas dan masih terdapat gabah yang masih utuh. Pengecekan terhadap hasil pemecahan kulit perlu dilakukan untuk memeriksa dan memisahkan butir gabah yang belum terpecah. Oleh karena itu dilakukan pengayakan dengan menggunakan pengayak beras pecah kulit. Butir gabah yang masih utuh tersebut dimasukkan kembali untuk dilakukan penggilingan ulang. Kapasitas dari mesin pemecah kulit yang digunakan adalah 1,000-1,200 kg gabah per jam. b. Penyosohan Hasil penggilingan pertama atau beras pecah kulit yang dihasilkan masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan. Hal tersebut menjadikan penampakan beras kurang menarik dan rasa nasi yang kurang enak. Maka dari itu perlu dilakukan penyosohan menggunakan mesin penyosoh beras. Penyosohan atau pemolesan atau pemutihan bertujuan untuk membuang lapisan bekatul pada beras pecah kulit. Mekanisme kerja dari mesin penyosoh dimulai dari memasukkan beras pecah kulit ke dalam ruang poles, dimana beras akan dipoles dengan adanya geseran antara beras dengan beras yang mengakibatkan beras menjadi putih. Tingkat dimana beras akan dipoles dapat diatur dengan pemutaran handle yang sederhana, yang bekerja sama dengan handle pengatur blok. Kemudian dedak disaring melalui screen menuju ruang pengumpul dedak di bawah. Untuk menghilangkan semua dedak yang tercampur dalam beras yang sudah dipoles maka udara dialirkan secara terus menerus ke dalam ruang poles oleh blower. Hasil akhir dari proses penyosohan adalah beras sosoh dan hasil samping berupa dedak. Kapasitas dari mesin penyosoh yang digunakan adalah 600 kg beras per jam. Biasanya proses ini dilakukan sebanyak dua kali atau lebih dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang baik.
34
2. Produksi dan Gudang Pada proses penggilingan, beras yang dihasilkan tidak sepenuhnya sesuai dengan yang dikehendaki. Mutu beras giling dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang banyak dengan beras patah yang minimal. Beras kepala adalah butir beras dengan ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 bagian ukuran panjang rata-rata butir utuh, sedangkan beras patah adalah butir beras patah yamg mempunyai ukuran lebih kecil dari 6/10 bagian tapi lebih besar dari 2/10 bagian ukuran panjang rata-rata butir beras utuh. Timbulnya beras patah terutama terjadi pada proses penyosohan, yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan lapisan bekatul. Pengayakan adalah kegiatan pertama di bagian produksi dan gudang. Proses ini bertujuan untuk memisahkan beras patah dan beras kepala, sehingga diperoleh butir patah sebesar 20-30% dan beras kepala sebesar 75%. Selanjutnya dilakukan penyortiran beras kepala dengan ditampi manual untuk memisahkan dan membuang kotoran atau kerikil. Padi yang diolah terdiri dari dua macam yaitu jenis IR dan aromatik. Hal ini bertujuan untuk menghasilkan beras yang pulen dan wangi. Sehingga pada proses berikutnya perlu dilakukan pencampuran atau mixing. Perbandingan takaran untuk campuran beras jenis IR dan aromatik adalah 3:2. Proses pencampuran ini dilakukan dengan membolak-balik campuran dari atas ke bawah menggunakan alat khusus yang dikerjakan manual dengan tangan. Selanjutnya beras hasil campuran dikemas menggunakan plastik atau karung disesuaikan dengan ukuran yang akan dibuat. Beras dimasukkan untuk kemudian dilakukan penimbangan menggunakan timbangan duduk kapasitas 50 kg. Posisi jarum saat ditimbang harus sesuai dan tepat dengan berat isi bersih yang tertera pada kemasan. Setelah itu rapatkan kemasan menggunakan alat press, yaitu sealer untuk kemasan plastik dan mesin jahit karung untuk beras yang akan dikemas dalam karung.
35
D. ANALISIS KELAYAKAN Hernanto (1993), menyebutkan bahwa analisis usaha digunakan untuk mengetahui kekuatan pengelola secara menyeluruh dalam mengelola kekayaan perusahaan. Apabila analisis tersebut menunjukkan net benefit yang bernilai positif, maka rencana investasi dapat dilanjutkan. Apabila sebaliknya yaitu bernilai negatif, maka rencana investasi tersebut sebaiknya dibatalkan. Seperti kegiatan produksi lainnya, usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada akhirnya akan dinilai dari pendapatannya yang merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan. 1. Analisis Laba Rugi Analisis laba rugi merupakan selisih antara hasil penjualan bersih dengan jumlah seluruh biaya yang ditanggung proyek selama periode tertentu. Downey dan Erickson (1989) menyebutkan tujuan utama perhitungan laba rugi adalah untuk menandingkan secara tepat beban dan pendapatan usaha yang terjadi dalam periode tersebut sehingga manajemen dapat mengukur laba secara akurat. Analisis ini akan memberikan gambaran pendapatan bersih selama proyek berjalan. Analisis laba rugi meliputi pengeluaran (arus keluar), penerimaan (arus masuk), dan pajak penghasilan. Akan tetapi, pajak penghasilan tidak akan masuk dalam bahan analisis. LTS adalah sebuah yayasan atau organisasi sejenis yang merupakan subjek pajak Pajak Penghasilan. Tetapi penerimaan yang diterima oleh LTS dalam menjalankan kegiatannya bukan merupakan objek pajak karena dana yang digunakan merupakan harta hibahan. Menurut Rusjdi (2006), harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial termasuk ke dalam penerimaan atau penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, sehingga pajak penghasilan tidak perlu diperhitungkan. Adapun dalam hal ini yang menjadi objek pajak adalah LPS sebagai pemegang merk dagang dari beras yang diproduksi.
36
a. Pengeluaran Pengeluaran merupakan akumulasi dari seluruh biaya yang digunakan untuk mengolah gabah sehingga dapat menghasilkan beras yang siap dijual. Pengeluaran usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia di LTS terdiri dari berbagai macam komponen. Komponen biaya sebelum dilakukan pengembangan (skenario 1) berbeda dari komponen biaya setelah dilakukan pengembangan (skenario 2 dan 3). Besar pengeluaran pada usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia untuk masing-masing skenario disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Pengeluaran Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kima pada Masing-masing Skenario per Musim Produksi Keterangan Jumlah produksi (kg) Pengeluaran (Rp)
Skenario 2 3 36,504 36,504 60,000 228,635,000.00 256,293,371.20 395,794,866.67 1
Nilai pengeluaran dari masing-masing skenario merupakan biaya total yang dikeluarkan untuk 1 musim produksi. Besarnya pengeluaran dari tabel di atas menunjukkan bahwa pada jumlah produksi yang sama dengan skenario 2, skenario 1 mempunyai nilai pengeluaran yang lebih kecil yaitu sebesar Rp 228,507,000.00. Hal ini dikarenakan pada skenario 1 tidak terdapat biaya tetap yang harus dikeluarkan. Semua komponen pengeluaran skenario 1 merupakan biaya tidak tetap yang terdiri dari : biaya pembelian gabah dari petani sebagai bahan baku yang digunakan, ongkos jasa penggilingan, dan biaya-biaya di bagian produksi yang terdiri dari biaya pengayakan, penampian, dan pengemasan. Persentase pengeluaran terbesar usaha beras dengan sistem yang dijalankan oleh LTS (skenario 1) terdapat pada biaya untuk pembelian gabah. Produktivitas padi adalah 6 ton per ha, sehingga dari luas lahan petani program sebesar 40 ha akan dihasilkan gabah sebanyak 240 ton. Ini berarti GKP yang harus dibeli oleh LTS adalah 40% dari total gabah yang dihasilkan yaitu sebesar 96 ton. Nilai pembelian gabah ini 37
mencapai Rp 192,000,000.00 atau sebesar 83.98% dari total biaya yang dikeluarkan dan sisanya digunakan untuk ongkos jasa penggilingan, pembelian kemasan, upah pengeringan, pengayakan, penampian, dan pengemasan. Ongkos jasa penggilingan per kg GKG yang diterapkan pada skenario 1 adalah Rp 200.00, sehingga total ongkos jasa penggilingan yang dikeluarkan pada produksi 36,504 kg beras per musim mencapai Rp 14,976,000.00. Biaya tersebut menunjukkan nilai yang lebih besar apabila dibandingkan dengan penggantian sistem kepemilikan menjadi milik sendiri (skenario 2). Biaya penggilingan pada skenario 2 dengan jumlah produksi yang sama pada skenario 1 diperoleh nilai sebesar Rp 3,635,605.20. Nilai tersebut diperoleh dengan mengakumulasikan semua komponen penggilingan, yaitu bahan bakar dan pelumas, operator, biaya perbaikan dan pemeliharaan untuk peralatan, mesin, bangunan, kemasan, dan biaya-biaya khusus. Biaya khusus adalah biaya untuk mengganti bagian-bagian yang aus karena dipakai. Hal ini menunjukkan
bahwa
penggantian
sistem
kepemilikan
akan
memberikan nilai manfaat yang lebih untuk LTS. Administrasi termasuk gaji pada skenario 1 masih dipasok dari LPS sebagai induk dari LTS, sedangkan pada skenario 2 administrasi sudah menjadi tanggungan LTS. Perbedaan ini menjadikan nilai pengeluaran pada skenario 2 lebih besar dibandingkan skenario 1. Besarnya biaya administrasi (termasuk gaji) mencapai lebih kurang Rp 4,800,000.00 per bulan, selain itu penggantian sistem kepemilikan akan menimbulkan biaya baru, sehingga komponen biaya akan mengalami perubahan. Biaya baru yang merupakan komponen biaya tetap tersebut antara lain : (1) sewa lahan untuk bangunan penggilingan dan ruang produksi, (2) biaya penyusutan mesin dan bangunan, dan (3) utilitas (air dan listrik). Besarnya biaya tetap relatif sama untuk setiap periode. Besarnya adalah Rp 77,385,500.00 untuk setiap tahunnya.
38
Skenario 3 menunjukkan pengeluaran yang paling besar, hal ini jelas terjadi karena adanya peningkatan jumlah produksi, sehingga pembelian bahan baku dan bahan pembantu lainnya juga akan mengalami kenaikan. Pengeluaran akibat dilakukannya peningkatan kapasitas produksi menjadi 60,000 kg per musim menyebabkan adanya perubahan biaya tidak tetap, yaitu penambahan kapasitas pembelian gabah sebesar 23,496 kg gabah per musim produksi, besar nilai pembelian gabah kepada petani menjadi Rp 315,581,854.04 per musim produksi. Walaupun biaya tetap yang dikeluarkan sama dengan biaya pada skenario 2. b. Penerimaan Penerimaan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia diperoleh dari hasil penjualan beras sebagai produk utama. Selain itu juga dihasilkan produk sampingan berupa menir atau beras patah, dedak, dan sekam, sehingga akumulasi dari hasil produksi keseluruhan dikalikan dengan harga masing-masing produk merupakan arus masuk yang akan diterima. Rekapitulasi penerimaan dari masing-masing skenario disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Penerimaan Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kima pada Masing-masing Skenario per Musim Produksi Keterangan Beras Menir Dedak Sekam Total
Tabel
Penerimaan pada Skenario (Rp) 1 2 3 226,324,800.00 226,324,800.00 372,000,000.00 34,070,400.00 34,070,400.00 56,000,000.00 4,792,320.00 7,876,923.08 1,497,600.00 2,461,538.46 260,395,200.00 266,685,120.00 438,338,461.54
penerimaan
diatas
menunjukkan
bahwa
produk
sampingan berupa sekam dan dedak tidak menjadi bagian dari komponen pendapatan pada skenario 1. Hal ini dikarenakan proses produksi yang digunakan pada skenario 1 adalah jasa penggilingan,
39
sehingga dedak dan sekam menjadi milik jasa penggilingan. Berbeda dengan adanya penggantian sistem kepemilikan, dedak dan sekam akan menjadi milik LTS, sehingga dapat memberikan nilai manfaat yang lebih besar walaupun pada jumlah produksi yang sama. Penerimaan pada skenario 3 adalah yang paling besar, hal ini karena terjadi peningkatan jumlah produksi menjadi 60,000 kg per musim. Sehingga, baik produk utama maupun produk sampingan dari pengolahan padi bebas pestisida kimia mengalami peningkatan. c. Laba rugi Pendapatan yang diperoleh LTS untuk masing-masing skenario berbeda. Skenario 1 pada jumlah produksi yang sama dengan skenario 2 mempunyai nilai pendapatan yang lebih besar. Rincian hasil analisis laba rugi untuk masing-masing skenario disajikan pada Tabel 11. Tabel 11. Proyeksi Laba Rugi Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kima Masing-masing Skenario per Musim Produksi Keterangan Biaya pokok (Rp per kg) Pendapatan (Rp)
Skenario 1 2 3 5,326.45 5,915.33 5,490.94 31,888,200.00 10,391,748.80 42,543,594.87
Nilai pendapatan skenario 1 lebih besar dibandingkan skenario 2, karena di samping melakukan pembelian teknologi, pengembangan juga dilakukan dalam rangka memperbaiki manajemen di LTS. Biaya pokok untuk setiap kg beras pada skenario 1 diperoleh Rp 5,326.45, sedangkan harga jual produk untuk setiap kg beras adalah Rp 6,200.00. Setelah mengetahui unsur biaya dan total produksi yang dihasilkan, maka pendapatan yang dapat diterima LTS untuk setiap musim produksi sebesar Rp 31,888,200.00. Analisis laba rugi pada skenario 1 disajikan pada Lampiran 2. Sedangkan biaya pokok pada kondisi 2 naik menjadi Rp 5,915.33. Kenaikan ini diakibatkan adanya unsur biaya tetap yang harus dikeluarkan perusahaan, sehingga pada harga jual yang sama
40
pendapatan LTS menjadi Rp 10,391,748.80, mengalami penurunan sebesar 67% dari pendapatan semula. Analisis laba rugi pada skenario 2 disajikan pada Lampiran 3. Biaya pokok untuk setiap kg beras pada skenario 3 diperoleh Rp 5,490.94. Dengan harga jual produk per kg beras sama, yaitu sebesar Rp 6,200.00. Maka dengan total produksi sebesar 60,000 kg beras, diperoleh besarnya pendapatan yang diterima LTS untuk setiap 1 musim produksi sebesar Rp 42,543,594.87. Hal ini menunjukkan telah terjadi peningkatan nilai penjualan sebesar 72% dari nilai penjualan sebelum pengembangan. Peningkatan tersebut terutama terjadi karena penambahan kapasitas. Analisis laba rugi pada skenario 3 disajikan pada Lampiran 4. 2. Analisis Titik Impas Titik impas dapat digunakan untuk menentukan tingkat penjualan minimum agar perusahaan memperoleh keuntungan atau minimum produk yang harus diproduksi agar total penerimaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap pengembangan, diperoleh titik impas pada volume penjualan sebesar Rp 416,985,017.57 per tahun. Grafik titik impas dapat dilihat pada Gambar 3. Produk sampingan yang dihasilkan merupakan bagian dari total penjualan yang diterima sehingga masuk dalam perhitungan. Volume beras agar mencapai titik impas pada harga jual beras sebesar Rp 6,200.00, yaitu sebesar 28,577 kg per musim. Volume produksi beras tersebut dihasilkan dari gabah sebanyak 75,155 kg. Volume gabah tersebut dapat diperoleh dengan luas lahan sebesar 12.53 ha. Apabila beras diperoleh dari tabungan gabah petani peserta program yaitu hanya 40% dari total produksi, maka minimal lahan peserta program untuk mencapai titik impas sebesar 31.31 ha.
41
Gambar 3. Grafik Titik Impas Volume Produksi 3. Kriteria Investasi Kriteria investasi akan dilakukan untuk menganalisis kelayakan terhadap pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia. Komponen yang diperhitungkan dalam analisis adalah nilai investasi dan nilai sisa dari alat yang digunakan. Komponen yang termasuk ke dalam biaya investasi adalah pangadaan mesin, peralatan produksi, bangunan, dan fasilitas lainnya. Total biaya investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 159,032,500.00. Struktur biaya investasi yang direncanakan disajikan pada Lampiran 5. Biaya investasi ini merupakan pinjaman lunak sehingga dalam pengembalian pinjaman tidak diperhitungkan tingkat suku bunga kredit. Nilai sisa merupakan pengurangan harga awal dengan jumlah penyusutan selama umur proyek. Komponen nilai sisa ini meliputi seluruh aktiva tetap yang telah habis umur ekonomisnya dan nilai sisa aktiva tetap yang masih mempunyai umur ekonomis. Besar nilai sisa adalah Rp 74,247,500.00. Perhitungan nilai sisa disajikan pada rincian rencana investasi (Lampiran 5).
42
Skenario 1, dimana tidak dilakukan penggantian sistem kepemilikan akan menghasilkan kriteria yang layak, hal ini terjadi karena perusahaan mendapatkan keuntungan untuk setiap periode, sementara tidak dilakukan investasi. Pada skenario 2 dimana telah dikeluarkan biaya investasi menunjukkan proyek tidak layak untuk diteruskan karena menghasilkan NPV negatif, yaitu (Rp 96,971,467.73), IRR yang lebih kecil dari discount rate dan nilai Net B/C yang lebih kecil dari 1 (0.30). Rincian lengkap disajikan pada Lampiran 6. Hasil analisis pada skenario 3 menunjukkan bahwa proyek pengembangan layak untuk diteruskan. Arus kas bersih selama 5 tahun umur proyek, dengan discount rate 15% diperoleh nilai NPV lebih besar dari nol, yaitu sebesar Rp 90,468,488.30. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia layak untuk diteruskan karena akan memberikan keuntugan sebesar nilai NPV tersebut. Nilai IRR sebesar 37.30% yang diperoleh dari hasil perhitungan, menunjukkan nilai yang lebih besar dari discount rate yang berlaku. Hal ini berarti LTS layak untuk melanjutkan rencana investasi pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia. Selain itu, proyek investasi pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia diperoleh nilai Net B/C yang lebih besar dari 1, yaitu sebesar 1.65, yang berarti proyek layak untuk dilaksanakan. Payback period menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan seluruh investasi. Dari hasil perhitungan diperoleh waktu selama 3 tahun 1 bulan untuk dapat mengembalikan seluruh biaya yang digunakan untuk investasi. Rincian perhitungan untuk kriteria investasi tersebut disajikan pada Lampiran 7.
43
E. ANALISIS SENSITIVITAS Perubahan-perubahan
yang
mungkin
terjadi
pada
saat
proyek
dilaksanakan akan menyebabkan perubahan pada nilai dari kriteria investasi yang telah diperoleh pada saat kondisi ideal. Analisis sensitivitas yang dilakukan, akan melihat seberapa besar kepekaan proyek terhadap perubahanperubahan yang mungkin akan berpengaruh terhadap nilai NPV, IRR, dan Net B/C. Analisis dilakukan terhadap perubahan-perubahan sebagai berikut : 1) Kenaikan harga gabah sebesar 3.75% dari harga Rp 2,000.00 per kg gabah menjadi Rp 2,075.00 per kg. Rincian perhitungan disajikan dalam Lampiran 8. 2) Kenaikan harga gabah sebesar 5% menjadi Rp 2,100.00 per kg. Rincian perhitungan disajikan dalam Lampiran 9. 3) Penurunan harga jual sebesar 4.03% per kg atau harga jual beras turun dari Rp 6,200.00 menjadi Rp 5,950.00 per kg. Rincian perhitungan disajikan dalam Lampiran 10. 4) Penurunan harga jual sebesar 4.84% per kg atau harga jual beras menjadi Rp 5,900.00 per kg. Rincian perhitungan disajikan dalam Lampiran 11. 5) Penurunan harga gabah 10% yang disertai penurunan harga jual sebesar 12.5%. Rincian perhitungan disajikan dalam Lampiran 12. 6) Penurunan harga gabah 10% yang disertai penurunan harga jual sebesar 13%. Rincian perhitungan disajikan dalam Lampiran 13. Analisis sensitivitas yang dilakukan terhadap perubahan-perubahan tersebut dihitung dengan menggunakan tingkat bunga kredit yang sama pada saat proyek dilaksanakan, yaitu sebesar 15% per tahun. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 12.
44
Tabel 12. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Pengolahan Padi Bebas Pestisida Kimia pada Berbagai Tingkat Perubahan No 1 2
3
4
Perubahan Kondisi semula Kenaikan harga gabah a. 3.75% b. 5% Penurunan harga jual a. 4.03% b. 4.84% Penurunan harga gabah dan harga jual a. 10% dan 12.5% b. 10% dan 13%
NPV (Rp) 90,468,488.30
IRR (%) 37.30
Net B/C 1.65
21,476,358.68 (1,521,017.86)
20.44 14.61
1.16 0.99
3,020,964.01 (14,468,540.85)
15.77 11.27
1.02 0.90
3,360,175.31 (7,483,317.70)
15.86 13.08
1.02 0.95
Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa proyek pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia peka terhadap sedikit perubahan yang terjadi pada salah satu komponen perubahan. Kenaikan harga gabah sebesar 5% sehingga harga pembelian gabah menjadi Rp 2,100.00 per kg menunjukkan nilai NPV negatif, yaitu sebesar (Rp 1,521,017.86), IRR yang lebih kecil dari discount rate (15%), dan Net B/C yang lebih kecil dari 1. Hal ini berarti proyek pengembangan menjadi tidak layak untuk diteruskan. Sementara kenaikan harga gabah sebesar 3.75% atau menjadi Rp 2 075.00 per kg gabah masih memberikan nilai kriteria investasi yang menunjukkan proyek layak untuk diteruskan. Kriteria investasi yang diperoleh tersebut yaitu NPV sebesar Rp 21,476,358.68, IRR sebesar 20.44 %, dan Net B/C yang lebih besar dari 1, yaitu 1.16 Penurunan harga jual sebesar 4.03% atau sebesar Rp 250.00 masih menunjukkan nilai NPV yang positif, yaitu sebesar Rp 3,020,964.01, IRR diatas 15%, dan Net B/C yang lebih besar dari 1. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa proyek masih layak untuk diteruskan. Ketika harga jual turun sebesar 4.84% atau mencapai Rp 300.00, proyek menjadi tidak layak untuk diteruskan karena menghasilkan nilai NPV yang negatif, yaitu sebesar (Rp 14,468,540.85), IRR sebesar 11.27% yang berarti lebih kecil dibandingkan discount rate yang digunakan, dan Net B/C yang lebih kecil dari 1 (0.90).
45
Penurunan harga gabah sebesar 10% yang disertai dengan penurunan harga jual sebesar 12.5% menunjukkan proyek layak untuk diteruskan karena mengasilkan NPV yang masih positif, yaitu sebesar Rp 3,360,175.31, sementara penurunan harga gabah sebesar 10% dan harga jual sebesar 13% menjadikan proyek tidak layak untuk diteruskan karena NPV yang diperoleh negatif, IRR lebih kecil dari discount rate, dan Net B/C lebih kecil dari 1. Perubahan-perubahan tersebut menunjukkan bahwa proyek memiliki tingkat kepekaan yang cukup tinggi. Hal ini sangat berpengaruh pada rencana proyek yang akan dilaksanakan.
46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Evaluasi terhadap rencana pengembangan usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia dengan melakukan penggantian sistem kepemilikan menjadi alternatif yang baik apabila diikuti dengan peningkatan jumlah produksi (skenario 3). Sedangkan pada skenario 2, dimana pengembangan tidak disertai dengan peningkatan jumlah produksi menunjukkan bahwa usaha tidak layak untuk diteruskan. Skenario 3 menunjukkan bahwa proyek layak diteruskan. Selain itu, terjadi peningkatan pendapatan LTS dari sebelum dilakukan pengembangan sebesar Rp 10,655,394.87 per 1 musim produksi. Kriteria investasi dari rencana pengembangan pada skenario 3 memberikan NPV yang positif, yaitu sebesar Rp 90,468,488.30, nilai IRR sebesar 37.70% yang berarti lebih besar dari discount rate yang digunakan (15%), dan nilai Net BC yang lebih besar daripada 1, yaitu sebesar 1.65 menunjukkan bahwa pengembangan usaha pengolahan beras bebas residu pestisida layak untuk diteruskan dengan payback period selama 3 tahun 1 bulan. Analisis sensitivitas dengan kenaikan harga bahan baku sebesar 5% menjadikan proyek tidak layak untuk diteruskan. Sementara kenaikan harga sebesar 3.75%, menunjukkan proyek masih layak untuk diteruskan. Penurunan harga jual sebesar 4.03% menghasilkan nilai kriteria yang menunjukkan proyek masih layak untuk diteruskan. Berbeda ketika harga jual turun sebesar 4.84%, proyek menjadi tidak layak untuk diteruskan. Penurunan harga gabah 10% yang disertai dengan penurunan harga jual sebesar 12.5% menunjukkan proyek layak untuk diteruskan, sementara penurunan harga gabah sebesar 10% dan harga jual sebesar 13% menjadikan proyek tidak layak untuk diteruskan.
47
B. SARAN 1. Perlu dilakukan upaya pengkajian terhadap mesin pengolah padi agar dapat meningkatkan rendemen beras kepala. 2. Perlu penambahan unsur kalium pada proses budidaya, sehingga beras lebih kuat dan rendemen beras kepala hasil penggilingan bertambah.
48
DAFTAR PUSTAKA
Andoko, A. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta. BPS Badan Pusat Statistik. 2001. Survei Pertanian : Produksi Padi dan Palawija Di Indonesia. BPS. Jakarta. _____ 2002. Survei Pertanian : Produksi Padi dan Palawija Di Indonesia. BPS. Jakarta. _____ 2003. Survei Pertanian : Produksi Padi dan Palawija Di Indonesia. BPS. Jakarta. _____ 2004. Survei Pertanian : Produksi Padi dan Palawija Di Indonesia. BPS. Jakarta. _____ 2005. Survei Pertanian : Produksi Padi dan Palawija Di Indonesia. BPS. Jakarta. Damardjati, D. S. 1988. Struktur Kandungan Gizi Beras. Dalam : Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, A. Widjono. Padi-Buku I. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal 103-159. Damardjati, D. S. dan E. Y. Purwani. 1991. Mutu Beras. Dalam : Padi-Buku. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2006. Potensi dan Peluang Pengembangan Pertanian dan Kehutanan. Dinas Pertanian dan Kehutanan, Pemerintah Kabupaten Bogor. Bogor. Downey, D. W. dan S. P. Erickson. 1989. Manajemen Agribisnis. Edisi ke-2. Ganda, R. dan A. Sirait, penerjemah; Sirait, A., editor. Erlangga. Jakarta. Terjemahan dari : Agribusiness Management, Ed ke-2.
49
Fagi, A. M. dan I. Las. 1988. Lingkungan Tumbuh Padi. Dalam : Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, A. Widjono. Padi-Buku I. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal 167-213. Fagi, A. M., B. Abdullah, dan S. Kartaatmadja. 2001. Peran padi indonesia sebagai sumber daya genetik padi modern. Dalam : Budaya Padi. Prosiding Diskusi Panel dan Pameran Budaya Padi ; Surakarta, 28 Agu 2001. YAPADI-IRF. Hal 33-43. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi kedua. UI Press. Jakarta. Gray, C., P. Simanjuntak, L. K. Sabur, P. F. L. Maspaitella. 1985. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Grist, D. H. 1959. Rice. Longmans, green and Co. Ltd, Great Britain. Harianto. 2001. Pendapatan, Harga, dan Konsumsi Beras. Dalam : Suryana, A. dan S. Mardianto. Bunga Rampai Ekonomi Beras. LPEM FEUI. Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Husnan, S. dan S. Muhammad. Studi Kelayakan Proyek. Edisi ke-4. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Ichsan, M., et al. 2000. Studi Kelayakan Proyek Bisnis. Universitas Brawijaya. Malang. Kodoatie, R. J. 1995. Analisis Ekonomi Teknik. Andi. Yogyakarta. Nugraha, S., A. Setyono., dan R. Thahir. 1993. Perbaikan Sistem Panen dalam Usaha Menekan Kehilangan Hasil Padi. Dalam : Syam, M., Hermanto, A. Musaddad, dan Sunihardi. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan III, Buku 3. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan ; Jakarta/Bogor, 23-25 Agu 1993. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 863-872.
50
Patiwiri, A. W. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Pramudya, B. dan N. Dewi. 1992. Ekonomi Teknik. JICA DGHEIPB. Bogor. Rohmiatin, E. 2006. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Beras Organik Lembaga Pertanian Sehat Di Desa Pasir Buncir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB. Bogor. Roni, H. 1990. Akuntansi Biaya : Pengantar untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. LPFE UI. Jakarta. Rusjdi, M. 2006. Pajak Penghasilan. Indeks Kelompok Gramedia. Jakarta. Taslim, H. dan A. M. Fagi. 1988. Ragam Budidaya Padi. Dalam : Ismunadji, M., S. Partohardjono, M. Syam, A. Widjono. Padi-Buku I. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Hal 215-230. Thuesen, G. J. dan W. J. Fabrycky. 2002. Ekonomi Teknik. Edisi ke-9. Tanya, C., penerjemah; Sarwiji, B., editor. Prenhallindo. Jakarta. Terjemahan dari : Engineering Economy. Ed ke-9. Sutojo, S. 2006. Project Feasibility Study (Studi Kelayakan Proyek : Konsep, Teknik, dan Kasus). Damar Mulia Pustaka. Jakarta. Sutrisno. 2006. Trend Pemasaran Beras Di Indonesia. Dalam : Peningkatan Daya Saing Beras Nasional Melalui Perbaikan Kualitas; Jakarta, 13-14 September 2006. PERUM BULOG-FATETA IPB. Yamit, Z. 2001. Manajemen Keuangan : Ringkasan Teori dan Penyelesaian Soal. Ekonisia. Yogyakarta. Yuliastuti, E. E. S. 2005. Karakteristik Fisik, Kandungan Zat Gizi, dan Daya Terima Konsumen Beras Dengan Klaim Organik. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.
51
LAMPIRAN
1
Lampiran 1. Diagram alir proses produksi beras bebas pestisida kimia
Pengadaan GKP bebas pestisida
Penjemuran gabah selama 2 hari (3-4 jam) kadar air 14 persen
Gabah bebas pestisida
Penyimpanan gabah ke lumbung/gudang (GKS)
Giling I pecah kulit dan penyaringan gabah pecah kulit/tidak Sekam Giling II pemolesan beras Dedak
Proses pengayakan beras Menir Penyortiran beras kepala
Pencampuran/mixing, timbang, dan pengemasan
Beras Kw 1 jenis lain
Beras Bebas Pestisida Kimia Gudang produk jadi dan pengangkutan
52
Lampiran 2. Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia Sebelum pengembangan (skenario 1) NO A
B
KETERANGAN Penjualan Beras Menir Nilai penjualan total Harga pokok produksi Bahan baku Jasa penggilingan Tenaga kerja langsung Upah pengeringan Upah pengayakan Upah penapian Upah pengemasan Kemasan Total HPP
C
Laba kotor
Jumlah per musim
Harga (Rp per satuan)
Total nilai per musim (Rp)
36,504 kg 12,168 kg
6,200.00 2,800.00
226,324,800.00 34,070,400.00 260,395,200.00
96,000 kg GKP 74,880 kg beras
2,000.00 192,000,000.00 200.00 14,976,000.00
96,000 48,672 36,504 36,504
Satuan
kg GKG kg beras kg beras kg beras
50.00 10.00 100.00 75.00
4,800,000.00 486,720.00 3,650,400.00 2,737,800.00
36,504 kg beras
270.00
9,856,080.00 228,507,000.00 31,888,200.00
Keterangan : GKP (susut 22%) → GKG (susut 35%) → beras sosoh (susut 16.25%) → beras
53
Lampiran 3. Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 2 NO
KETERANGAN
A
Penjualan Beras Sekam Menir Dedak Nilai penjualan total Biaya Variabel Pembelian gabah Bahan bakar mesin pemecah kulit Bahan bakar mesin penyosoh Pelumas mesin PK Pelumas mesin penyosoh Kemasan Karung Tampah Tenaga kerja langsung Operator mesin Upah pengeringan Upah pengayakan Upah penapian Upah pengemasan Perbaikan dan pemeliharaan Biaya hal-hal khusus Total biaya variabel
B
Jumlah per Musim 36,504
kg 1,498 karung 12,168 kg 5,990 kg
96,000 58 94 2.2 3.7 36,504 240 18 38 96,000 48,672 36,504 36,504 1 4
Satuan
Harga (Rp per satuan)
Total nilai per musim (Rp)
Total nilai per tahun (Rp)
6,200.00 1,000.00 2,800.00 800.00
226,324,800.00 1,497,600.00 34,070,400.00 4,792,320.00 266,685,120.00
452,649,600.00 2,995,200.00 68,140,800.00 9,584,640.00 533,370,240.00
kg GKP liter liter liter liter kg beras buah unit
2,000.00 4,300.00 4,300.00 13,000.00 13,000.00 270.00 1,200.00 8,000.00
192,000,000.00 247,680.00 402,480.00 29,203.20 48,672.00 9,856,080.00 288,000.00 146,016.00
384,000,000.00 495,360.00 804,960.00 58,406.40 97,344.00 19,712,160.00 576,000.00 292,032.00
hari kg GKP kg beras kg beras kg beras musim set
25,000.00 50.00 10.00 100.00 75.00 867,450.00 300,000.00
945,000.00 4,800,000.00 486,720.00 3,650,400.00 2,737,800.00 867,450.00 1,095,120.00 217,600,621.20
1,890,000.00 9,600,000.00 973,440.00 7,300,800.00 5,475,600.00 1,734,900.00 2,190,240.00 435,201,242.40
Lampiran 3 (lanjutan). Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 2 NO C
D E
KETERANGAN Biaya Tetap Sewa lahan Biaya penyusutan Administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Total biaya tetap
Nilai per Musim
1 1 6 6 6
Satuan
tahun tahun bulan bulan bulan
Harga (Rp per satuan) 2,000,000.00 14,185,500.00 100,000.00 4,750,000.00 250,000.00
Biaya Total Laba
Total nilai per musim (Rp)
Total nilai per tahun (Rp)
1,000,000.00 7,092,750.00 600,000.00 28,500,000.00 1,500,000.00 38,692,750.00
2,000,000.00 14,185,500.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 77,385,500.00
256,293,371.20 10,391,748.80
512,586,742.40 20,783,497.60
Keterangan : GKP (susut 22%) → GKG (susut 35%) → beras sosoh (susut 16.25%) → beras
i
Lampiran 4. Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 3 NO A
B
KETERANGAN Penjualan Beras Sekam Menir Dedak Nilai penjualan total Biaya Variabel Pembelian gabah Bahan bakar mesin pemecah kulit Bahan bakar mesin penyosoh Pelumas mesin PK Pelumas mesin penyosoh Kemasan Karung Tampah Operator mesin Upah pengeringan Upah pengayakan Upah penapian Upah pengemasan Perbaikan dan pemeliharaan Biaya hal-hal khusus Total biaya variabel
Nilai per Musim 60,000 2,462 20,000 9,846
157,791 95 154 3.7 6.2 60,000 394 30 62 157,791 80,000 60,000 60,000 1 6
Satuan
kg karung kg kg
kg GKP liter liter liter liter kg beras buah unit hari kg GKP kg beras sosoh
kg beras kg beras musim set
Harga (Rp per satuan)
Total nilai per musim (Rp)
Total nilai per tahun (Rp)
5,900.00 1,000.00 2,800.00 800.00
354,000,000.00 2,461,538.46 56,000,000.00 7,876,923.08 420,338,461.54
708,000,000.00 4,923,076.92 112,000,000.00 15,753,846.15 840,676,923.08
2,000.00 4,300.00 4,300.00 13,000.00 13,000.00 270.00 1,200.00 8,000.00 25,000.00 50.00 10.00 100.00 75.00 867,450.00 300,000.00
315,581,854.04 407,100.59 661,538.46 48,000.00 80,000.00 16,200,000.00 473,372.78 240,000.00 1,553,254.44 7,889,546.35 800,000.00 6,000,000.00 4,500,000.00 867,450.00 1,800,000.00 357,102,116.67
631,163,708.09 814,201.18 1,323,076.92 96,000.00 160,000.00 32,400,000.00 946,745.56 480,000.00 3,106,508.88 15,779,092.70 1,600,000.00 12,000,000.00 9,000,000.00 1,734,900.00 3,600,000.00 714,204,233.33
ii
Lampiran 4 (lanjutan). Analisis laba rugi usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 3 NO C
KETERANGAN Biaya Tetap Sewa lahan Biaya penyusutan Administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik)
Nilai per Musim
1 1 6 6 6
Satuan
tahun tahun bulan bulan bulan
Harga (Rp per satuan) 2,000,000.00 14,185,500.00 100,000.00 4,750,000.00 250,000.00
Total biaya tetap D E
Biaya Total Laba
Total nilai per musim (Rp)
Total nilai per tahun (Rp)
1,000,000.00 7,092,750.00 600,000.00 28,500,000.00 1,500,000.00
2,000,000.00 14,185,500.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00
38,692,750.00
77,385,500.00
395,794,866.67 24,543,594.87
791,589,733.33 49,087,189.74
Keterangan : GKP (susut 22%) → GKG (susut 35%) → beras sosoh (susut 16.25%) → beras
iii
Lampiran 5. Rincian rencana investasi pada usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14
Deskripsi Mesin penggiling/pemecah kulit Mesin Diesel 8.5 PK Mesin penyosoh/pemutih Mesin diesel 19 PK Mesin pengayak pecah kulit Timbangan 500 kg Bangunan penggilingan + lantai jemur Mesin pengayak beras Timbangan 25 kg Timbangan 10 kg Sealer Mesin jahit karung Ruang produksi dan gudang Total Biaya cadangan 10% Total biaya investasi
Nilai Investasi (Rp.) 6,200,000.00 7,300,000.00 6,300,000.00 15,300,000.00 600,000.00 1,000,000.00 76,000,000.00 800,000.00 400,000.00 75,000.00 300,000.00 300,000.00 30,000,000.00 144,575,000.00 14,457,500.00 159,032,500.00
Nilai Sisa (Rp) 620,000.00 730,000.00 630,000.00 1,530,000.00 60,000.00 100,000.00 7,600,000.00 80,000.00 40,000.00 7,500.00 30,000.00 30,000.00 3,000,000.00 14,457,500.00
Umur Ekonomis (thn) 5 5 5 5 5 10 15 5 5 5 3 3 10
Biaya Penyusutan (Rp/thn) 1,116,000.00 1,314,000.00 1,134,000.00 2,754,000.00 108,000.00 90,000.00 4,560,000.00 144,000.00 72,000.00 13,500.00 90,000.00 90,000.00 2,700,000.00 14,185,500.00
Nilai sisa akhir proyek (Rp) 620,000.00 730,000.00 630,000.00 1,530,000.00 60,000.00 550,000.00 53,200,000.00 80,000.00 40,000.00 7,500.00 150,000.00 150,000.00 16,500,000.00 74,247,500.00
iv
Lampiran 5 (lanjutan). Rincian rencana investasi pada usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia No
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14
Mesin penggiling/pemecah kulit Mesin Diesel 8.5 PK Mesin penyosoh/pemutih Mesin diesel 19 PK Pengayak pecah kulit Timbangan 500kg Bangunan penggilingan + lantai jemur Pengayak beras Timbangan 25 kg Timbangan 10 kg Sealer Mesin jahit karung Ruang produksi dan gudang Total
Nilai Investasi (Rp) 6,200,000.00 7,300,000.00 6,300,000.00 15,300,000.00 600,000.00 1,000,000.00 76,000,000.00 800,000.00 400,000.00 75,000.00 300,000.00 300,000.00 30,000,000.00
Taksiran ( %) 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P 1.2 P
Biaya Pemeliharaan (Rp/thn) 74,400.00 87,600.00 75,600.00 183,600.00 7,200.00 12,000.00 912,000.00 9,600.00 4,800.00 900.00 3,600.00 3,600.00 360,000.00 1,734,900.00
v
Lampiran 6. Proyeksi arus kas usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 2 NO A
B
C
KETERANGAN
TAHUN KE 0
2
3
533,370,240.00
533,370,240.00
533,370,240.00
533,370,240.00
533,370,240.00
533,370,240.00
533,370,240.00
533,370,240.00
533,370,240.00
74,247,500.00 607,617,740.00
435,201,242.40 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
435,201,242.40 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
435,201,242.40 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
435,201,242.40 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
435,201,242.40 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
159,032,500.00
530,207,742.40
530,207,742.40
530,207,742.40
530,207,742.40
530,207,742.40
Selisih kas bersih
(159,032,500.00)
3,162,497.60
3,162,497.60
3,162,497.60
3,162,497.60
77,409,997.60
NPV IRR Net B/C
(96,971,467.73) -11.40% 0.30
Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar
1
4
5
159,032,500.00
159,032,500.00
vi
Lampiran 7. NO A
B
C
Proyeksi arus kas usaha pengolahan padi bebas pestisida kimia pada skenario 3
KETERANGAN Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar Selisih kas bersih
NPV IRR Net B/C PP
TAHUN KE 0
1
2
3
4
5
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
74,247,500.00 950,924,423.08
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00
809,210,733.33 67,466,189.74
809,210,733.33 67,466,189.74
809,210,733.33 67,466,189.74
809,210,733.33 67,466,189.74
809,210,733.33 141,713,689.74
159,032,500.00
159,032,500.00
159,032,500.00 (159,032,500.00)
90,468,488.30 37.30% 1.65 3.1
vii
Lampiran 8. Analisis sensitivitas dengan kenaikan harga gabah sebesar 3.75% NO A
B
C
KETERANGAN Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar Selisih kas bersih
NPV IRR Net B/C
TAHUN KE 0
1
2
876,676,923.08
876,676,923.08
3 876,676,923.08
4
5
876,676,923.08
876,676,923.08
159,032,500.00 876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
74,247,500.00 950,924,423.08
159,032,500.00
737,872,872.39 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 832,879,372.39
737,872,872.39 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 832,879,372.39
737,872,872.39 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 832,879,372.39
737,872,872.39 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 832,879,372.39
737,872,872.39 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 832,879,372.39
(159,032,500.00)
43,797,550.69
43,797,550.69
43,797,550.69
43,797,550.69
118,045,050.69
159,032,500.00
21,476,358.68 20.44% 1.16
viii
Lampiran 9. NO A
B
C
Analisis sensitivitas dengan kenaikan harga gabah sebesar 5%
KETERANGAN Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar Selisih kas bersih
NPV IRR Net B/C
TAHUN KE 0
1
2
876,676,923.08
876,676,923.08
3 876,676,923.08
4
5
876,676,923.08
876,676,923.08
159,032,500.00 876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
876,676,923.08
74,247,500.00 950,924,423.08
745,762,418.74 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 840,768,918.74 35,908,004.34
745,762,418.74 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 840,768,918.74 35,908,004.34
45,762,418.74 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 840,768,918.74 35,908,004.34
745,762,418.74 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 840,768,918.74 35,908,004.34
745,762,418.74 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 840,768,918.74 110,155,504.34
159,032,500.00
159,032,500.00 (159,032,500.00)
(1,521,017.86) 14.61% 0.99
ix
Lampiran 10. Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual beras sebesar 4.03% NO A
B
C
KETERANGAN Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar Selisih kas bersih
NPV IRR Net B/C
TAHUN KE 0
1
2
3
4
5
846,676,923.08
846,676,923.08
846,676,923.08
846,676,923.08
846,676,923.08
846,676,923.08
846,676,923.08
846,676,923.08
846,676,923.08
74,247,500.00 920,924,423.08
159,032,500.00
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
(159,032,500.00)
37,466,189.74
37,466,189.74
37,466,189.74
37,466,189.74
111,713,689.74
159,032,500.00
159,032,500.00
3,020,964.01 15.77% 1.02
x
Lampiran 11. Analisis sensitivitas pada penurunan harga jual beras sebesar 4.84% NO A
B
C
KETERANGAN Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk
TAHUN KE 0
1
2
3
4
5
40,676,923.08
840,676,923.08
840,676,923.08
840,676,923.08
840,676,923.08
840,676,923.08
840,676,923.08
840,676,923.08
840,676,923.08
74,247,500.00 914,924,423.08
159,032,500.00
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
714,204,233.33 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 809,210,733.33
Selisih kas bersih
(159,032,500.00)
31,466,189.74
31,466,189.74
31,466,189.74
31,466,189.74
105,713,689.74
NPV IRR Net B/C
(14,468,540.85) 11.27% 0.90
Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar
159,032,500.00
159,032,500.00
xi
Lampiran 12. Analisis sensitivitas pada penurunan harga gabah 10% dan harga jual 12.5% NO A
B
C
KETERANGAN Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar Selisih kas bersih
NPV IRR Net B/C
TAHUN KE 0
1
2
783,676,923.08
783,676,923.08
3 783,676,923.08
4
5
783,676,923.08
783,676,923.08
159,032,500.00 783,676,923.08
783,676,923.08
783,676,923.08
783,676,923.08
74,247,500.00 857,924,423.08
159,032,500.00
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 7,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
(159,032,500.00)
37,582,560.55
37,582,560.55
37,582,560.55
37,582,560.55
111,830,060.55
159,032,500.00
3,360,175.31 15.86% 1.02
xii
Lampiran 13. Analisis sensitivitas pada penurunan harga gabah 10% dan harga jual 13% NO A
B
C
KETERANGAN Arus Kas Masuk Nilai penjualan total Kredit investasi Nilai sisa aktiva Total kas masuk Arus Kas Keluar Investasi Biaya variabel Sewa lahan Biaya administrasi Gaji Utilitas (air dan listrik) Pengembalian pinjaman Total kas keluar Selisih kas bersih
NPV IRR Net B/C
TAHUN KE 0
1
2
779,956,923.08
779,956,923.08
3 779,956,923.08
4
5
779,956,923.08
779,956,923.08
159,032,500.00 779,956,923.08
779,956,923.08
779,956,923.08
779,956,923.08
74,247,500.00 854,204,423.08
159,032,500.00
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
651,087,862.52 2,000,000.00 1,200,000.00 57,000,000.00 3,000,000.00 31,806,500.00 746,094,362.52
(159,032,500.00)
33,862,560.55
33,862,560.55
33,862,560.55
33,862,560.55
108,110,060.55
159,032,500.00
(7,483,317.70) 13.08% 0.95
xiii