ANALISIS GRADIEN LUAS LAHAN TERCAMPUR (LUAS TERBANGUN DAN LAPANGAN KERJA) TERHADAP KONSUMSI BBM Mudjiastuti Handajani Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Semarang Telp : 081390959909 Email :
[email protected] Abstraksi
Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Kota yang dipandang sebagai wadah, dengan manusia yang ada di dalamnya sangat komplek, telah mengalami proses interaksi antar manusia dan manusia dengan lingkungan. Produk Interaksi tersebut, menghasilkan pola keteraturan penggunaan lahan yang mengakibatkan munculnya teori struktur kota. Perkotaan mempunyai angka urbanisasi yang tinggi, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi juga berdampak terhadap peningkatan luas daerah terbangun suatu daerah. Semakin tinggi luas daerah terbangun, maka akan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap sistem transportasinya, terutama pengaruhnya terhadap konsumsi BBM. Analisis gradient digunakan untuk membandingkan pola trend dengan mengamati tingkat kemiringan garis yang menghubungkan antara dua buah variabel, dalam hal ini luas daerah terbangun dan konsumsi BBM. Adanya keselarasan hubungan antara luas daerah terbangun (netto) terhadap konsumsi BBM, mengandung arti, semakin luas daerah terbangun suatu kota, semakin tinggi konsumsi BBMnya. Konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused berdasar luas daerah terbangun. Jumlah konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Kata kunci ; Analisis Gradien, Luas Daerah Terbangun, Konsumsi BBM.
PENDAHULUAN Kota adalah lingkungan binaan manusia yang sangat komplek. Kota yang dipandang sebagai wadah dimana terdapat manusia yang di dalamnya sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antar manusia dan manusia dengan lingkungan. Produk interelasi tersebut, menghasilkan pola keteraturan penggunaan lahan yang mengakibatkan munculnya teori struktur kota (Jean-Paul Rodrigue, 2005).
Kota bisa dibahas dari berbagai sudut pandang. Morpologi kota adalah ruang publik kota, seperti alun-alun, ruang kota, jalan utama. Bentuk kota pada dasarnya terjadi akibat proses interaksi antar penghuninya. Individu dalam masyarakat kota tidak terisolasi dalam kegiatan individual, tapi terinteraksi dalam bentuk ruang kota. Dari proses dan pelakunya dihasilkan kondisi fisik kota yang berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Perkotaan mempunyai angka urbanisasi yang tinggi, sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Namun, pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap pertumbuhan kepemilikan kendaraan bermotor, sistem transportasi, dan konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak). Pertumbuhan ekonomi juga berdampak terhadap peningkatan luas daerah terbangun suatu daerah. Semakin tinggi luas daerah terbangun, maka akan semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap sistem transportasinya. Transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari fasilitas tertentu beserta arus dan sistem kontrol yang memungkinkan orang dan barang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain secara efisien dalam setiap waktu untuk mendukung aktivitas manusia (Edward K. Morlok dan David J. Chang, 2005). Sistem transportasi merupakan bentuk keterikatan antara penumpang, barang, prasarana dan sarana yang berinteraksi dalam rangka perpindahan orang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan, baik secara alami maupun buatan/rekayasa. Konsep dasar transportasi, yakni saling terkait terlaksananya transportasi dan pola perjalanan di perkotaan dipengaruhi oleh tata letak pusat kegiatan (Haryono Sukarto, 2006). Model tata guna lahan sulit untuk dipakai sebagai informasi, karena harus dapat menyajikan model yang baik (Varameth et al., (2007), Jeff Kenworthy dan Fellix Laube, (2002), melakukan penelitian di 31 negara tentang korelasi antara tata guna lahan dengan sistem transportasi dan kepadatan penduduk. Sedangkan Mitchell Goro O., (2003), meneliti tentang penggunaan BBM per kapita yang dipengaruhi oleh sistem jaringan jalan, sehingga sistem jaringan berpengaruh juga terhadap penggunaan energi, tetapi bentuk hubungan belum ditemukan. Kepadatan kendaraan di suatu kawasan kota, semakin padat kawasan kota berarti semakin padat pula luas daerah terbangunnya, maka kecepatan semakin rendah dan konsumsi BBM semakin tinggi (Taylor Bridget dan Brook Linsay, 2004). Kecepatan yang rendah di ruas jalan akan meningkatkan kebutuhan BBM hingga 50%, selain itu pola jaringan jalan dan kondisi lalulintas dapat menggambarkan tingkat kebutuhan BBM (Jean-Paul Rodrigue, 2004).
METODOLOGI Analisis Gradient Analisis gradien adalah salah satu metode untuk membandingkan trend (kecenderungan) dari beberapa lokasi dengan mengamati tingkat kemiringan garis yang menghubungkan antara dua buah variabel. Lahan tercampur (mixused) yang dimaksudkan dalam tulisan ini ada 2 (dua) macam yaitu penggunaan lahan berdasarkan tata guna lahan/luas darah terbangun dan berdasarkan jenis lapangan kerja sebagai variabelnya. PEMBAHASAN Hubungan Mixused Berdasarkan Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM
Transportasi dan land use saling membutuhkan / berkaitan, dan mempunyai dampak yang besar terhadap jaringan kota serta kegiatan kota, Kelly ED., (1994), Hal ini sesuai dengan Varameth Vichiensan et al (2007).
(A)
(B)
Sumber: Hasil Analisa 2010 Gambar 1. (A) Luas Netto/Daerah Terbangun (km2) dan Konsumsi BBM (kl/th), (B) Korelasi Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM Total Semakin beragam tata guna lahan yang ada di suatu bagian wilayah kota semakin tinggi interaksi, semakin rendah konsumsi BBM, seperti yang terjadi di kawasan pusat kota. Pada daerah yang semakin padat, jarak perjalanan lebih pendek atau dapat ditempuh dengan berjalan kaki dan tidak tergantung dari kendaraan bermotor. Dengan demikian, pengaruh tata guna lahan tidak hanya pada jenis dan intensitasnya tetapi juga kemampuan menjadi daya tarik dan daya dorong kegiatan lalu lintas sebagai wujud dari interaksi tata ruang sehingga menjadi daya bangkit lalu lintas. Hal ini selaras dengan Cervero R., and Kockelman K., (1997) serta Zang, Y. dan Guidon B., (2006) yang menyatakan proporsi pemukiman menuju bukan pemukiman akan membuat model hubungan. Untuk kota-kota di Jawa menunjukkan, semakin luas daerah terbangun suatu kota, semakin tinggi konsumsi BBM di kota tersebut. Luas daerah terbagun (luas netto) selaras dengan konsumsi BBM (kecuali Tasikmalaya dan Tanggerang) yang berarti keduanya mempunyai hubungan yang sangat kuat. Surabaya mempunyai luas terbangun tertinggi dan mempunyai konsumsi BBM tertinggi pula. Demikian juga kota metropolitan lainnya. Hubungan keselarasan luas daerah terbangun (netto) terhadap konsumsi BBM dapat dilihat pada Gambar 1A dan Gambar 1B.
Pengaturan lahan akan mempengaruhi konsumsi BBM. Jarak atau panjang perjalanan juga berpengaruh terhadap konsumsi BBM. Semakin panjang jarak/panjang perjalanan maka akan semakin meningkat konsumsi BBMnya. Peningkatan kepadatan penduduk lebih memungkinkan terjadi mixused (Naess and Sandberg, 1996) dan (Stead D. dan Marshall ,2001 serta Mogridge, MJH., 1985). Dengan adanya peningkatan mixused maka akan memperpendek panjang perjalanan. Daerah dengan kepadatan penduduk rendah, penggunaan BBM per kapita semakin tinggi, sebaliknya pada daerah dengan kepadatan penduduk tinggi, penggunaan BBM per kapita semakin rendah. Jenis tata guna lahan di daerah perkotaan pada jam-jam tertentu menjadi tujuan dan asal gerakan transportasi dan arahnya akan berbalik pada jam-jam tertentu lain (Jeff Kenworthy, 2002). Sedangkan kota-kota di Jawa menunjukkan bahwa, semakin tinggi kepadatan penduduk, konsumsi BBM semakin tinggi, kota dengan kepadatan penduduk rendah makan konsumsi BBM rendah. Keragaman data tentang jumlah lapangan kerja eksisting maksimal hanya lima (5 jenis) dan tidak dirinci lebih lanjut. Jika keragaman lapangan kerja lebih dirinci maka hubungan mixused dan konsumsi BBM hasilnya akan lebih baik. Jenis pekerjaan ada hubungannya terhadap frekwensi perjalanan (Ewing R., 1995).
Hubungan Mixused Berdasar Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM Grafik hubungan berdasarkan luas daerah terbangun terhadap konsumsi BBM premium, nilai korelasi yang dihasilkan adalah 0,00008. Jumlah konsumsi premium akan menurun jika mixused meningkat. Model linier yang terjadi adalah y= -0.001x+0.119, dengan peningkatan mixused sebesar 1 satuan maka akan menurunkan BBM premium sebesar -0,001 liter.
Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambar 2. Grafik Hubungan Mixused/ Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM
Adapun terhadap konsumsi BBM solar, nilai korelasinya 0,026. Model linier yang digunakan adalah y = -0.009x + 0.063. Jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan menurun jika mixused meningkat, dengan peningkatan mixused sebesar 1 satuan maka akan menurunkan konsumsi BBM solar sebesar -0,009 liter. Nilai korelasi terhadap total BBM adalah 0,026. Konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y=0.027x + 0.155, artinya dengan meningkatnya mixused sebesar 1 satuan makan konsumsi BBM total juga akan naik sebesar 0,0027 liter. Grafik hubungan luas daerah terbangun terhadap konsumsi BBM dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 3. Gradien Mixused/Berdasar Luas Daerah Terbangun - Konsumsi BBM Kota metropolitan menunjukkan: semakin tercampur/mixused suatu lahan maka konsumsi BBM akan semakin turun. Kota besar dan kota sedang juga memperlihatkan hal yang sama, hanya saja kota metropolitan penurunannya lebih tajam dibanding kota sedang dan kota besar artinya, di kota metropolitan jika terjadi penambahan mixused berdasarkan luas daerah terbangun konsumsi BBM akan lebih cepat turunnya jika dibandingkan penurunan konsumsi BBM di kota besar dan kota sedang. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah atau tidak sama dengan kota besar dan kota sedang. Lihat Gambar 3. Hubungan Mixused Berdasar Lapangan Kerja - BBM Nilai korelasi mixused berdasar lapangan kerja - BBM yang dihasilkan adalah 0,148. Jumlah konsumsi premium seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y = 0.013x + 0.112, dengan bertambahnya mixused sebesar 1 satuan, maka konsumsi BBM premium akan meningkat sebesar 0,013 liter.
Untuk konsumsi BBM solar, nilai korelasi yang dihasilkan adalah 0,022. Jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y = 0.002x + 0.051, dengan bertambahnya mixused sebesar 1 satuan, maka konsumsi BBM solar akan meningkat sebesar 0,002 liter. Nilai korelasi total BBM yang dihasilkan adalah 0,122. Jumlah konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Model linier yang digunakan adalah y = 0.016x + 0.164, dengan bertambahnya mixused sebesar 1 satuan, maka konsumsi BBM total akan meningkat sebesar 0,016 liter. Lihat Gambar 4.
Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambar 4. Grafik Hubungan Mixused Berdasar Lapangan Kerja - Konsumsi BBM Kota metropolitan (Bekasi, Surabaya, Bandung, Tangerang dan Semarang) menunjukkan bahwa, semakin luas daerah terbangun berdasar lapangan kerjanya, atau lebih tercampur/mixused maka konsumsi BBM semakin turun dengan kemiringan yang tajam. Kota besar dan kota sedang tidak memperlihatkan demikian, semakin besar lahan tercampur berdasar lapangan kerja maka konsumsi BBM makin naik meskipun tidak tajam dan pada titik tertentu terjadi penurunan konsumsi BBM. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah dengan trend di kota sedang dan kota besar. Lihat Gambar 5.
Sumber : Hasil Analisa, 2010 Gambar 5. Gradien Mixused Berdasar Lapangan Kerja - Konsumsi BBM KESIMPULAN
1. Adanya keselarasan hubungan antara luas daerah terbangun (netto) terhadap konsumsi BBM, artinya semakin luas daerah terbangun suatu kota, semakin tinggi konsumsi BBMnya. 2.
Hasil Hubungan Mixused Berdasar Luas Daerah Terbangun – BBM : Jumlah konsumsi premium akan menurun jika mixused meningkat, jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan menurun jika mixused meningkat, dan konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused.
3. Penambahan mixused di kota metropolitan berdasarkan luas daerah terbangun konsumsi BBM akan lebih cepat turunnya jika dibandingkan penurunan konsumsi BBM di kota besar dan kota sedang. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah atau tidak sama dengan kota besar dan kota sedang. 4. Hasil Hubungan Mixused Berdasar Lapangan Kerja – BBM : Jumlah konsumsi premium seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Jumlah konsumsi solar seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused. Jumlah konsumsi total BBM seluruh kota di Jawa akan meningkat seiring dengan meningkatnya mixused 5. Semakin luas daerah terbangun berdasar lapangan kerjanya, atau lebih tercampur/mixused maka konsumsi BBM semakin turun dengan kemiringan yang tajam. Kota besar dan kota sedang tidak memperlihatkan demikian, semakin besar lahan tercampur berdasar lapangan kerja maka konsumsi BBM semakin naik meskipun tidak tajam dan pada titik tertentu terjadi penurunan konsumsi BBM. Trend yang terjadi di kota metropolitan memisah dengan trend di kota sedang dan kota besar.
DAFTAR PUSTAKA Cervero, R. and Kockelman, K., 1997, Travel Demand and the 3Ds: Density, Diversity and Design, Transportation Research Part D: Transport and Environment 2 (N3) Edward K. Morlok dan David J. Chang, 2005, Vehicle Speed Profiles To Minimize Work And Fuel Consumption, Transp. Engrg vol. 131 isue 3, pp 173-182. Ewing, R ,1995, Beyon Density, Mode Choice and Single Trips, Transportation Quarterly, 49 1524 Haryono Sukarto, 2006, Transportasi Perkotaan dan Lingkungan, Jurnal Teknik Sipil vol.3 no 2. Jean-Paul Rodrigue, 2004, Transportation and The Environment, Dept. of Economics & Geography Hofstra University, Hempstead, NY, 11549 USA.
Jeff Kenworthy dan Fellix Laube, 2002, Urban Transport Patterns in a Global Sample of Cities and Their Linkages to Transport Infrastructure, Land-use, Economics and Environment. Kelly, E.D, 1994, The Transportation Land-Use Link, Journal of Planning Literature, 9 : 129-45. Mitchell Goro O., 2003, The Indicators of Minority Transportation Equity (TE), Sacramento Transportation & Air Quality Collaborative Community Development Institute. Naess and Sandberg (1996): Work Place Location Modal Split and Energy Use for Commuting Trips, Urban Studies, 33, 557-580 Stead D and Marshall (2001) The Relationships Between Urban Form and Travel Pattern, An International Review an Evaluation , EJTIR, 1, 113 – 141 Taylor Bridget dan Brook Linsay, 2004, Public Attitudes to Transport Issue: Finding from The British Social Attitudes Surveys. Varameth Vichiensan, Kazuaki Miyamoto, Viroj Rujopakarn, 2007, An Empirical Study of Land Use/Transport Interaction in Bangkok With Operational Model Applicaion, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 7, 1250-1265. Varameth Vichiensan, Kazuaki Miyamoto, Viroj Rujopakarn, 2007, An Empirical Study of Land Use/Transport Interaction in Bangkok With Operational Model Applicaion, Journal of The Eastern Asia Society for Transportation Studies, Vol. 7, 1250-1265. Zang, Y. dan Guidon B., 2006, Using Satellite Remote Sensing to Survey Transport Related Urban Sustainability Part 1: Methodologies for Indikcator Quantification, International Journal of Applied Earth Observation and Geo-information, 8, 149-164