PENDAHULUAN
Latar Belakang Lahan di Indonesia yang ditumbuhi alang-alang (Imperala cy/indnn@ dipelkirakan
sekitar 30 juta hektar, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lrian Jaya (Koesterman.
eta/ 1987). Namun hasil inventarisasi Sukardi ef a/ (1992) melaporkan luas lahan alangalang hanya sekitar 9,8 juta hektar. Namun demikian lahan alang-alang merupakan lahan tidur yang tidak produktif dan tuasnya terus bertambah. Setiap tahun lahan aiang-alang bertarnbah sekitar 150-200 ribu hektar (Deptan 1980 da/amAdiningsih dan Mulyadi, 1992). Sebagian besar lahan alang-alang terdapat pada lahan kering dan didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (PMK), tingkat kesuburan tanah rendah. Lahan alang-alang merupakan lahan marjinal, oleh karena itu tanpa masukan tinggi hanya menghasilkan produksi yang rendah dan malahan merugikan petani sehingga seringkali tahan diterlantarkan. Lahan alang-alang ini kurang menguntungkan karena hanya memberi manfaat minimal berupa biomasa sebagai penutup tanah, bahan atap rumah, pakan ternak walaupun dapat juga sebagai bahan baku industri kertas. Disamping itu, jika kering alang-alang mudah terbakar dan dapat menjadi sumber kebakaran hutan yang lebih besar ~jilrosemitodan Saslroutomo, 1986) Alang-alang juga merupakan gulma yang dapat mengeluarkan zat alelopati yang dapat menekan pertumbuhan tanarnan budidaya. Selain itu, secara ekonomi alang-alang juga merugikan karena dapat membunuh tanaman karet dan tanaman kelapa rnuda, menekan pertumbuhan sehingga tanaman menjadi kerdil, menunda produksi tanaman tahunan 2-4 tahun, menurunkan jumlah dan kualitas hasil tanaman, berkompetisi hara dengan tanaman dan menjadi sumber penyakit tanaman (ICRAF. 1996).
Berdasarkan ha1 tersebut maka diperlukan pengelotaan lahan alang-alang dengan cara yang tepat, agar dapat menekan meluasnya alang-alang dan memanfaatkan lahan tersebut menjadi lahan pertanian yang produktif. Ditinjau dari luas dan sebarannya, lahan alangalang berpotensi sebagai sumber daya untuk perluasan (ektensifikasi) usaha pertanian produktif terutama di luar Jawa. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan pangan akan terus meningkat dimasa mendatang. Beberapa tanaman pangan penting selain padi yang dibutuhkan masyarakat antara lain adalah kacang tanah, jagung, kedelai, dan kacang hijau. Sementara produksi pangan ini pada tahun 1997 mengalami penurunan masingmasing kacang tanah 6,70 %, kedelai 10.56 %, jagung 5,76 % dan kacang hijau sebesar 13,18 %. Penurunan ini disebabkan oleh terjadinnya penurunan luas panen, yang disebabkan oleh
gangguan hama penyakit, dan iklim (BPS, 1999). Disamping itu, terjadinya penurunan luas panen juga disebabkan oleh penurunan produktivitas tanah, sehingga petani rugi dan kemudian lahan ditelantarkan. Berdasarkan ha1 tersebut keperluan untuk memanfaatkan dan rneningkatkan produktivitas lahan alang-alang yang amat luas ini sangat rnendesak. Supaya produksi pertanian terutarna kacang-kacangan dapat terus ditingkatkan, maka ektensifikasi dan intensifikasi areal pertanian di luar Jawa dengan memanfaatkan lahan alang-alang merupakan cara yang tepat Menurut Adiningsih dan Mulyadi (1992) pernanfaatan lahan aiang-alang untuk pertanian dengan memperbaiki produktivitasnyajauh lebih rnurah daripada membuka hutan, karena pembukaan hutan baru akan memberi dampak negatif terhadap kualiis lingkungan. Disamping itu, di daerah lahan alang-alang fasilitas dan infrastruktur umumnya telah tersedia, sehingga pengembangannya akan lebih cepat Namun pernanfaatan tahan alang-alang untuk pertanian menemui banyak kendala, dalam meningkatkan produktivitas lahan, bila tidak ada masukan teknologi baru.
Permasalahan utama pemanfaatan lahan yang ditumbuhi alang-alang untuk pertanian adalah buruknya sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Siat fisika tanah yang buruk akan mempengaruhi ketersediaan air tanah, karena kandungan air tanah sangat tergantung kepada kemampuan tanah rnenahan air. Hal ini terfihat, bila beberapa hari saja tidak hujan maka gejala cekaman air sudah terlihat pada tanaman. Tidak tersedianya air tanah di lahan kering merupakan masalah utama untuk pertanian terutama tanarnan pangan. Pada musim kemarau, bnaman kekurangan air sehingga mengalami cekaman, sedangkan pada musim hujan terjadi aliran permukaan dan erosi yang besar karena sedikitnya air yang dapat diiniiltrasikan ke dalam tanah. Gejala ini berkaitan dengan buruknya sifat fisika tanah, seperti tekstur kasar pada lapisan atas dan padatnya lapisan bawah. Hal ini terlihat dari analisis tanah awal pada lahan alang-alang di daerah Transrnigrasi Pandan Wangi Peranap Riau, yang ditunjukkan oleh rendahnya kandungan Corganik bnah yaitu 1.67 % dan tingginya berat isi tanah yakni 1, 22 g cm3 pada lapisan 0-13 cm; 1,35 g cm3 lapisan 13-24 crn; 1 , s g cm-=pada lapisan 24-67 cm dan 1.41 g cm3 pada lapisan 120-150 cm. Rendahnya bahan organik pada tanah ini dapat rnenyebabkan tanah tidak gembur sehingga perakaran terganggu. Selain itu pada lapisan padat, gerakan air ke dalam tanah menjadi lambat, q e r t i terlihat pada rendahnya laju permeabilii tanah yakni 4,35 cm jam-' pada lapisan 0-13 cm; 4,17 cm jam-' pada lapisan 13-24 cm dan 1,91 cm jam-'
pada lapisan 24-67 cm. Dengan demikian tanah akan cepat jenuh, sehingga aliran permukaan menjadi besar. Masalah sifat kimia dan biologi di daerah tersebut ad&& kapasitas tukar kation (KTK)
-'
rendah yakni 3,20 cmoi kg-' (lapisan 0-13 cm), dan 3,89 crnol kg pada (lapisan 13-24 cm). Reaksi bnah masam dengan pH 5,5 (lapisan 0-13 cm) dan 5,5 pada lapisan (13-24 cm). Kejenuhan aluminium Cnggi 54,32 9'0 pada lapisan (24-67 cm) yang dapat meracun tanaman.
Tanah ini juga miskin unsur hara terutama fosfat yakni 4 ppm (0-13 cm) dan 1,5 ppm (13-24 cm) dan kaiion-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, K (Tabel Lampiran 2) dan total mikroorganismetanah rendah. Permasalahan pada lahan ini diperburuk lagi oleh pengelolaan siskem usahatani yang kurang baik, yaitu petani lebih suka mernbuka lahan dengan membakar sehingga lahan bersih dari semua bahan organik. Petani beranggapan bahwa bahan organik sisa tanaman dibiarkan di lahan akan mendatangkan penyakii tetapi jika dibakar abu sisa pembakaran dapat menyuburkan tanah. Cara yang demikian akan merusak sifat-sifat tanah antara lain, rendahnya bahan organik tanah, KTK tanah, hara tanah dan ketersediaan air tanah. Selain itu, pembakaran akan mematikan mikroorganisme tanah, sehingga populasi mikroorganisme rendah. Bissett dan Parkinson (1980) melaporkan akibat pembakaran terjadi perbedaan komposisi jenis mycofiora antara tempat pembakaran dan tanpa pembakaran pada bagian horizon organik sedangkan pada horison mineral tidak. Selanjutnya Fritze etal: (1994) akibat pemba karan akan terjadi penurunan biomasa mikroorganisme tanah. Kemudian diigaskan lagi oleh Dumontet eta/ (1996) bahwa sebelas tahun tahan setelah pembakaran biomassa mikroorganisme dan kadar hara tanah masih lebih rendah pada tempat yang dibakar daripada yang tidak dibakar. Fritze eta/ (1993) juga telah menyatakan bahwa pemulihan biomasa mikroorganisme tanah pada tempat pembakaran rnemerlukan waktu sampai 12 tahun.
Hal ini juga
terbukti dari hasil penetapan total mikroorganisme tanah dari analisis tanah awal di daerah tersebut sebesar 3,96x106 spk g" (satuan pembentuk koloni) pada lapisan bnah 0-13 cm. Jumlah itu lebih rendah bila dibandingkan dengan total mikroorganisme pada tanah kebun yang didapatkan Arimurti (1997) yakni sebesar 6,66x106 spk g-' (lapisan 0-5 cm). Padahal mikroorganisme tanah ini sangat menguntungkan dalarn usaha pertanian, karena dapat menguraikan bahan organik, rnenyediakan hara bagi tanaman dan memtiksasi nitrogen.
Disamping itu, pola tanam petani setempat dengan sistem monokultur kacang tanah dan semangka, beresiko kegagalan tinggi, sehingga petani bisa rugi. Selain itu, pota monokultur setiap musim tanam dapat memperpanjang siklus hidup hama dan penyaki yang dapat menyerang tanaman kembali. Bila dilihat dari masukan bahan organik ke dalam tanah, sistem petani ini mempercepat turunnya kandungan bahan organik tanah, karena sisa tanaman tidak dikembalikan lagi ke lahan, sehingga kesuburan tanah cepat turun akibatnya produksi tanaman rendah. Hal ini terlihat dari produksi kacang-kacangan dan jagung dari daerah penelitian Pandan Wangi selama 10 tahun terakhir ini menurun tajam dari 586 ton pada tahun 1987 menjadi 75 ton pada tahun 1996, jagung 367 ton pada tahun 1987 menjadi 75 ton pada tahun 1996, kedelai 21,5 ton tahun 1987 menjadi 1,2 ton tahun 1996 dan kacang hijau 15 ton pada tahun 1987 menjadi 7,8 ton tahun 1996 (BPP Peranap, 1997). Untuk mereklamasi konservasi lahan alang-alang menjadi lahan pertanian yang produktif dan bersifat lestari, maka perlu dilakukan perbaikan sifat-sifat tanah terutama pengelolaan bahan organik tanah dengan beberapa cara reklamasi lahan serta mengatur pola tanam yang sesuai dengan kondisi daerah setempat
Kemudian juga menerapkan sistim
pertanian konservasi (SPK) agar produktivitas tanah dapat ditingkatkan dan dipertahankan. Menurut Sinukaban (2994) sistem pertanian konsenrasi (SPK) adalah sistirn pertanian yang mengintegrasikan teknik konsewasi tanah dan air ke dalam sistem pertanian yang telah ada dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus menekan erosi, sistim pertanian demikian dapat berlanjut terus menerus tanpa batas waktu Beberapa penelitian reklamasi lahan alang-alang ini sudah rnulai dilakukan oleh beberapa penelti seperti yang dilaporkan oleh ~ d i n i n ~ G dan h Mulyadi (1992) dan Sudharto eta/ (1992) hasil yang diperoleh menunujukkan bahwa reklamasi lahan alang-alang dengan cara pernbabatan yang diikuti pemberian kapur 1 ton ha-', TSP 4 kuintal ha-' dan penanaman
Mucuna spsebagai pupuk hijau dapat meningkatkan hasiljagung dari 1,2 menjadi 3,5 ton ha-'. Mucuna sp dapat menekan biomasa alang-alang dari 20 menjadi 2,45 ton ha-'. Suwardjo et al: (1985)
juga melaporkan bahwa membuka lahan atang-alang dengan cara menyemprot
dengan bahan kimia, mulsa dan menggunakan sisa tanaman sebagai mulsa ternyata dapat menekan erosi dan meningkatkan hasil tanaman padi dan jagung. Hasil penelitian Ardjasa et
a/.(1984) di Batumarta Sumatera Selatan juga menunjukkan produktivitas tanah di lahan bekas alang-alang dapat ditingkatkan dengan mengatur pola tanarn yang cocok dengan kondisi setempat Beberapa penelitian cara reklarnasi lahan konservasi alang-alang lainnya, juga telah dilakukan oleh beberapa instansi yang terkait Namun penelitian yang mengintegrasikan cara reklamasi lahan alang-alang dan pola tanam dengan komoditi ternak serta tanaman tahunan untuk membentuk sistem pertanian terpadu yang lestari (berkelanjutan) masih jarang dilakukan di Indonesia. Menurut Sinukaban (1994) rnemasukkan komoditi temak dan tanaman tahunan di beberapa pertaniao lahan keringpun telah terbukti meningkatkan pendapatan petani. Untuk itu, dalam membangun suatu pertanian yang lestari di lahan alang-alang maka, perlu dilakukan penelitian yang terintegrasi untuk rnenentukan cara reklamasi lahan yang cocok, pola tanam yang tepat, komodili apa saja yang harus dingkatkan dan berapa luas lahan yang harus diusahakan sudah sangat perlu dilakukan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: (1) mempelajari pengaruh cara reklamasi lahan alangalang dan pola tanam terhadap sifat fisika, kimia dan biologi tanah, (2) mendapatkan cara reklamasi lahan alang-alang dan pola tanam yang dapat meningkatkan dan rnempertahankan produktivitas tanah, (3) menganalisis ekonomi dari beberapa cara reklamasi tahan alang-alang
dan pola tanam, (4) mencari luas lahan minimum alang-alang untuk sistim pertanian lestari (berkelanjutan).
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat (1) sebagai pedoman bagi petani untuk mernanfaatkan lahan alang-alang menjadi lahan pertanian produktif, (2) hasil penelitian ini dapat, sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijaksanaan dalam pemberdayaan petani di lahan alang-alang dan untuk meningkatkan produksi pangan nasional.
Hipotesis Hipotesis dari penelitian adalah: (1) reklamasi lahan alang-alang dan pola tanam dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah, (2) reklamasi lahan alang-alang dan pola tanarn dapat meningkatkan dan rnernpertahankan produktivitas tanah, (3) reklamasi lahan alang-alang dan pola tanam yang sesuai dapat meningkatkan pendapatan keluarga petani, (4) peningkatan pendapatan petani akan memperkecil luas lahan minimum alang-alang yang dibutuhkan.