ISSN 1410-1939
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG DENGAN PEMBERIAN KOMPOS ALANG-ALANG Gusniwati, Nyimas Mirna Elsya Fatia dan Riswan Arief Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi 36361 Telp./Fax: 0741-583051 Abstrak Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kompos alang-alang terhadap jagung dan mendapatkan dosis yang terbaik. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Mendalo dengan ketinggian tempat 35 m dpl. Percobaan dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2006. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu dosis kompos alang-alang yang terdiri atas 6 taraf : Tanpa pemberian, 5 ton ha-1, 10 ton ha-1, 15 ton ha-1, 20 ton ha-1 dan 25 ton ha-1. Variabel yang diamati terdiri atas jumlah daun, luas daun total, bobot kering pupus tanaman, bobot kering akar tanaman, jumlah baris per tongkol, jumlah biji per tongkol, bobot kering 100 biji per tanaman dan hasil per tanaman. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian kompos alang-alang memberikan pengaruh terhadap variabel jumlah daun, luas daun total, bobot kering pupus tanaman, bobot kering akar tanaman, jumlah biji per tongkol, hasil per tanaman. Pertumbuhan dan hasil tertinggi tercapai pada dosis 25 ton ha-1. Kata Kunci: Kompos alang-alang, tanaman jagung.
PENDAHULUAN Kebutuhan jagung sebagai bahan baku industri dan pakan ternak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dilain pihak produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut secara keseluruhan sehingga pemerintah tetap melakukan impor (Ridwan, 2000). Untuk mengatasi hal tersebut, upaya peningkatan produksi jagung melalui intensifikasi dan ekstensifikasi terus dilakukan. Provinsi Jambi sebagai salah satu daerah penghasil jagung di Indonesia mempunyai potensi untuk pengembangan komoditi tersebut. Sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisols) dengan luasnya sekitar 2.017.385 hektar atau 39,36 % dari 5.100.000 hektar luas wilayah Provinsi Jambi (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2004). Dilihat dari segi luasnya, tanah Ultisols sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi areal pertanian tanaman pangan, akan tetapi dalam pengelolaanya tanah Ultisols memiliki kendala yaitu kemasaman tanah tinggi, kapasitas tukar kation rendah (< 24 me.100g-1 tanah), kejenuhan basa rendah, kandungan Al–dd yang tinggi (Munir, 1996). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas tanah masam seperti ultisols adalah dengan pemupukan. Pemupukan merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kesuburan tanah
sehingga tanaman dapat memperoleh unsur hara bagi pertumbuhannya. Pemupukan dapat dilakukan dengan bahan anorganik maupun bahan organik. Umumnya petani menggunakan pupuk anorganik untuk meningkatkan produksi pertanian, namun penggunaan bahan-bahan anorganik dalam proses produksi pertanian secara terus menerus akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi kelestarian sumber daya pertanian dan aplikasi yang tidak seimbang dengan pupuk organik menyebabkan penurunan pH tanah (Rahayu, Aini dan Santoso, 2002). Pemberian pupuk organik sebagai alternatif untuk mengembalikan kesuburan tanah guna mempertahankan produktivitas lahan. Pupuk organik juga berperan terhadap perbaikan sifat fisik dan biologi tanah (Mahmud, Guritno dan Sudiarso, 2002). Salah satu sumber bahan organik yang jumlahnya cukup besar dan belum banyak dimanfaatkan adalah alang-alang. Alang-alang merupakan gulma yang mengandung sumber bahan organik yang potensial untuk dijadikan kompos. Menurut Rauf dan Ritonga (1998) komposisi alang-alang bagian atas adalah 0,71 % N; 0,67 % P; 1,07 % K; 0,76 % Ca; 0,55 % Mg; 5,32 % Si. Selanjutnya hasil analisa daun kering alang-alang menunjukkan bahwa daun kering alang-alang berkadar protein 6,5 %, lemak 29,4 %, serat kasar 37,57 %, Ca 0,38 %, abu 10,97 % dan
23
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 2, Juli - Desember 2008
fosfor 0,29 % (Burhanuddin, Zubaidah dan Tasim, 1999). Alang-alang merupakan tumbuhan yang mengandung sumber bahan organik yang cukup potensial untuk dijadikan kompos. Kompos alangalang dibuat dengan bantuan jamur Trichoderma sp yang dapat mempercepat proses dekomposisi alang-alang menjadi humus. Hasil penelitian Burhanudin et al. (1999) menunjukkan bahwa pemberian kompos alangalang 15 ton ha-1 dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Selanjutnya hasil penelitian Rainiyati, Henny dan Gusniwati (1998) menunjukkan bahwa pemberian kompos alang-alang 25 ton ha-1 memberikan pengaruh dalam meningkatkan produksi cabe. Dalam hal ini terlihat bahwa tinggi tanaman, jumlah cabang primer, berat brangkasan kering dan hasil buah segar nyata meningkat dengan pemberian kompos alang-alang. Menurut hasil penelitian Burhanudin, Zubaidah, Tasnim (1999) menunjukkan bahwa dengan pemberian kompos alang-alang pada dosis 15 ton ha-1 ke dalam tanah dapat meningkatkan nilai pH tanah dari 5,45 menjadi 5,73, meningkatkan C–organik tanah dari 2,82% menjadi 3,35%, meningkatkan N–total tanah dari 0,19% menjadi 0,25%, dan menurunkan kadar Al dari 1,35 me.100g-1 menjadi 0,70 me.100g-1. Hasil penelitian Rainiyati, dkk (1998) dengan pemberian kompos alang-alang dengan dosis 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 ton ha-1 pada tanaman cabe menunjukkan bahwa pemberian kompos alangalang sebanyak 25 ton ha-1 nyata meningkatkan pH tanah dari 4,8 menjadi 5,3; meningkatkan C– organik tanah dari 0,90% menjadi 0,10%; meningkatkan KTK tanah dari 11,30 me.100g-1 menjadi 15,33 me.100g-1, meningkatkan P– tersedia dari 46,4 ppm (mg.kg-1) menjadi 60,0 ppm (mg.kg-1) dan meningkatkan K–tersedia dari 64 ppm (mg.kg-1) menjadi 105 ppm (mg.kg-1) serta menurunkan kadar Al dari 0,53 me.100g-1 menjadi 0,21 me.100g-1. Penggunaan 15 sampai 25 ton ha-1 mulsa alangalang segar dapat meningkatkan kadar air, memperbaiki pertumbuhan dan meningkatkan hasil biji kering kedelai sebesar 30 sampai 60 % (Zaini dan Lamid, 1993). Hasil penelitian Rauf dan Ritonga (1998) menunjukkan bahwa pemberian kompos alangalang sebanyak 15 ton ha-1 nyata meningkatkan pH tanah dari 5,02 menjadi 6,27, meningkatkan KTK tanah dari 53,92 me.100g-1 menjadi -1 55,58 me.100g , meningkatkan C-organik tanah dari 0,49 % menjadi 0,60 %. Pemberian kompos
alang-alang selain dapat memperbaiki sifat-sifat tanah juga dapat meningkatkan produksi tanaman jagung. Kompos alang-alang dibuat dengan bantuan jamur Trichoderma sp yang dapat mempercepat proses dekomposisi alang-alang menjadi humus. Genus Trichoderma sp mempunyai potensi paling tinggi dalam perombakan bahan organik dibandingkan dengan jamur-jamur perombak selulosa lainnya (Rosales dan Mew, 1985).
BAHAN DAN METODA Benih jagung yang digunakan adalah varietas Bisma yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor , Trichoderma Sp untuk mempercepat pengomposan, alang-alang sebagai sumber kompos. Sebagai pupuk dasar diberikan pupuk Urea, SP-36 dan KCl masing-masing ½ dosis anjuran. Dosis pupuk Urea 150 kg ha-1, SP36 50 kg ha-1, dan KCl sebesar 37,5 kg ha-1. Pupuk Urea diberikan 2 kali yaitu 1/3 takaran pada saat tanam dan 2/3 takaran pada saat tanaman berumur 1 bulan Untuk pengendalian hama dan penyakit digunakan Decis 2.5 EC dan Dithane M - 45. Penelitian dilaksanakan dikebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi, dengan menggunakan rancangan acak kelompok.. Sebagai perlakuan adalah kompos alang-alang yang terdiri atas 5 taraf yaitu : 0, 5 ton ha1, 10 ton ha1, 15 ton ha1, 20 ton ha1, 25 ton ha1. Benih ditanam pada petak penelitian 4,5 x 2 m dengan jarak tanam 75 x 25 cm. Jenis tanah ultisol. Variabel yang diamati adalah : untuk pertumbuhan antara lain jumlah daun, luas daun total, bobot kering pupus, bobot kering akar, sedangkan Komponen Hasil dan Hasil yaitu Jumlah Baris Per Tongkol, Jumlah Biji Per Tongkol, Bobot Kering 100 Biji Per Tanaman, Hasil Per Tanaman. Kompos alang-alang diberikan pada masingmasing petakan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan dengan cara disebar secara merata dan diaduk sedalam mata cangkul (± 20 cm). Kemudian diinkubasi selama 2 hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan Tanaman Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian kompos alang-alang pada berbagai dosis berpengaruh terhadap variabel pertumbuhan tanaman yaitu jumlah daun, luas daun total, bobot
24
Gusniwati, Nyimas Mirna Elsya Fatia dan Riswan Arief: Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung dengan Pemberian Kompos Alang-Alang
kering pupus tanaman dan bobot kering akar tanaman sepert ditunjukkan oleh Tabel 1. Dimana dengan meningkatnya pemberian kompos alang-
alang, meningkat pula nilai variabel pertumbuhan yang diukur jika dibandingkan tanpa pemberian kompos alang-alang.
Tabel 1. Rata-rata jumlah daun ,luas daun total, bobot kering pupus dan bobot kering akar tanaman jagung terhadap pemberian kompos alang-alang berbagai dosis. Dosis kompos (ton ha-1) 0 5 10 15 20 25
Rata-rata jumlah daun (helai)
Rata-rata luas daun total (cm2)
9,00 c 10,00 bc 10,00 bc 10,37 abc 11,25 ab 12,13 a
2479,75 c 4339,58 b 3959,32 b 4522,60 b 4981,96 b 6389,23 a
Dosis kompos alang-alang 25 ton ha-1 menunjukkan hasil tertinggi pada setiap variabel pertumbuhan. Hal ini disebabkan oleh bahan organik dari kompos. Pemberian kompos alangalang pada dosis 25 ton ha-1 menyediakan unsur hara secara optimum khususnya unsur nitrogen, dimana unsur nitrogen berperan esensial di dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sesuai dengan Sutedjo (1999) yang menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman, seperti daun, batang dan akar. Ditambahkan oleh Rinsema (1983), nitrogen di dalam tanaman merupakan unsur sangat penting untuk pembentukan protein, daun-daunan dan berbagai persenyawaan organik lainnya. Ditambahkan pula oleh Sutanto (2006), pengaruh bahan organik berperan dalam mempengaruhi sifat fisik tanah, kimia tanah dan biologi tanah. Dalam hal ini bahan organik mempunyai fungsi nutrisional, dimana bahan organik sebagai salah satu sumber hara bagi tanaman seperti N, P, K dan S; fungsi biologis dalam memacu aktivitas organisme tanah; dan fungsi fisika yaitu membentuk struktur yang baik sehingga memperbaiki aerase dan drainase tanah. Bobot kering pupus tanaman merupakan ukuran yang paling representatif untuk menggambarkan dan menentukan pertumbuhan tanaman. Ini didasarkan atas kenyataan bahwa taksiran bobot kering pupus tanaman relatif mudah diukur dan merupakan integrasi dari hampir semua peristiwa yang dialami di dalam tubuh tanaman. Peningkatan bobot kering pupus tanaman akibat terjadi peningkatan luas daun tanaman karena pemberian kompos alang-alang. Hal ini
Rata-rata bobot kering pupus tanaman (g) 49,93 c 80,47 b 79,25 bc 85,49 b 102,65 ab 129,71 a
Rata-rata bobot kering akar tanaman (g) 2,57 c 3,58 bc 4,27 b 3,87 bc 4,04bc 5,80 a
diduga erat kaitannya dengan fotosintat yang dihasilkan. Semakin meningkat luas daun maka semakin luas bidang penerimaan cahaya. Dengan demikian fotosintat yang dihasilkan dari proses fotosintesis akan semakin besar. Besarnya fotosintat yang dihasilkan tidak terlepas dari kandungan unsur hara yang tersedia. Adanya unsur nitrogen dan fosfor yang mendukung proses fotosintetis sehingga fotosintat yang dihasilkan semakin banyak, kemudian fotosintat tersebut akan ditranslokasikan ke bagian vegetatif tanaman untuk digunakan membentuk batang dan daun sehingga dapat meningkatkan bobot kering pupus tanaman secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan Gardner, Pierce dan Mitchell (1991), bahan berat kering tanaman merupakan cerminan dari efisiensi penyerapan unsur hara dari pemanfaatan radiasi matahari yang tersedia sepanjang musim pertumbuhan oleh tajuk tanaman, dan daun merupakan organ utama penyerapan radiasi matahari tersebut. Meningkatnya luas daun total, meningkat pula bobot kering akar. Peningkatan ini diduga karena adanya kontribusi unsur fosfor (P) yang terkandung di dalam kompos alang-alang. Bagi tanaman, fosfor berguna untuk membentuk akar (Parnata, 2002). Ditambahkan Rinsema (1983), fosfor mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan akar tanaman. Selain fosfor, unsur nitrogen juga berperan di dalam perkembangan akar tanaman. Gardner et al. (1991) mengemukakan bahwa pemupukan N meningkatkan berat kering total akar. Jagung yang dipupuk dengan nitrogen ternyata mempunyai perkembangan akar yang lebih besar dan lebih banyak menggunakan air dalam kondisi kekeringan. Pemupukan N menggiatkan perakaran
25
Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 2, Juli - Desember 2008
yang lebih dalam dan lebih banyak pada awal musim, mungkin karena adanya peningkatan luas daun dan lebih banyak hasil asimilasi untuk pertumbuhan akar.
Komponen Hasil dan Hasil Pemberian kompos alang-alang pada berbagai dosis juga berpengaruh terhadap variabel jumlah biji per tongkol dan hasil per tanaman, namun tidak menunjukkan perbedaan terhadap jumlah baris per tongkol dan bobot kering 100 biji per tanaman (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata jumlah baris pertongkol,jumlah biji per tongkol, bobot kering 100 biji pertanaman dan hasil tanaman jagung terhadap pemberian kompos alang-alang berbagai dosis. Dosis kompos (ton ha-1) 0 5 10 15 20 25
Jumlah baris per tongkol (baris)
Jumlah biji per tongkol (biji)
Bobot kering 100 biji per tanaman (g)
Hasil per tanaman
14,06 ab 13,38 b 14,50 ab 14,06 ab 14,25 ab 15,31 a
398,44 c 429,43 bc 486,81 abc 529,31 ab 561,81 a 566,25 a
13,13 a 13,13 a 13,87 a 15,69 a 14,16 a 17,04 a
45,88 b 57,40 ab 57,61 ab 65,91 ab 58,03 ab 72,74 a
Dosis kompos alang-alang 25 ton ha-1 menunjukkan hasil tertinggi pada variabel jumlah biji per tongkol dan hasil per tanaman. Hal ini disebabkan oleh besarnya alokasi fotosintat yang diberikan ke bagian generatif. Laju fotosintesis yang tinggi akan menyebabkan hasil panen yang tinggi pula. Menurut Gardner et al. (1991), hasil jagung sangat ditentukan oleh fotosintesis yang terjadi pada daun. Semakin luas daun memungkinkan jumlah cahaya yang diserap daun menjadi semaksimal mungkin per satuan volume. Sedangkan Goldsworthy dan Fisher (1992), menyatakan bahwa jumlah cahaya yang ditangkap oleh suatu tanaman selama pembungaan merupakan faktor utama menentukan jumlah biji. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian kompos alang-alang pada berbagai dosis tidak berpengaruh terhadap variabel jumlah baris per tongkol dan bobot kering 100 biji per tanaman. Hal ini diduga adanya pengaruh faktor genetik dari tanaman itu sendiri. Menurut Gardner et al. (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yang secara luas dapat dikategorikan sebagai faktor eksternal (lingkungan) dan faktor internal (genetik). Salah satu faktor internal yaitu pengaruh langsung gen, dimana dalam hal ini jumlah baris tanaman jagung. Ditambahkan pula oleh Goldsworthy dan Fisher (1992), ukuran suatu organ reproduktif mempunyai batasan genetik dalam ukuran maksimalnya, jadi tidak mungkin pertumbuhan organ tersebut dapat ditingkatkan dengan meningkatnya ketersediaan hasil fotosintat
secara berlebihan. Akhirnya tanaman tidak mampu mencapai kuantitas dan kualitas yang maksimum.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan mengenai pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.) dengan pemberian kompos alang-alang berbagai dosis maka dapat disimpulkan : Pemberian kompos alang-alang berbagai dosis pada tanaman jagung (Zea mays L.) memberikan perbedaan terhadap variabel jumlah daun, luas daun total, bobot kering pupus tanaman, bobot kering akar tanaman, jumlah biji per tongkol dan hasil per tanaman. Sedangkan terhadap variabel jumlah baris per tanaman dan bobot kering 100 biji per tanaman tidak menunjukkan perbedaan.Dosis kompos alang-alang 25 ton ha-1 memberikan hasil yang tertinggi terhadap variabel pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman jagung (Zea mays L).
DAFTAR PUSTAKA Badan Bimas Ketahanan Pangan Propinsi Jambi. 2004. Statistik pertanian tahun 2001-2003, Jambi. Burhanudin. Y, Zubaidah, A. Tasnim. 1999. Pemakaian kompos alang-alang (Imperata cylindrica (L) Beauv) pada tanah ultisol dan pengaruhnya terhadap ketersediaan P dan produksi kedelai. Stigma Vol. VII No.3 : 35-38. Padang.
26
Gusniwati, Nyimas Mirna Elsya Fatia dan Riswan Arief: Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung dengan Pemberian Kompos Alang-Alang
Chung, Y.R. dan H.A. Hoitink. 1990. Interaction between termophilic fungi and trichoderma hamatun in suppression of rhizoctonia damping off in a barkcompost amended container medium. J. Phytopatologi. 80 : 73-77. Gardner, F. P, R. Brent Pierce, Roger L. Mitchell. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. Terjemahan H. Susilo. Universitas Indonesia Press, Jakarta. 428 Hal. Goldsworthy, P, R and Fisher. 1992. Fisiologi tanaman budidaya tropik. Terjemahan Ir. Tohari, MSc, PhD. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.874 Hal. Jalid, N dan Z. Kari. 1994. Pengaruh sisa mulsa terhadap pertumbuhan gulma dan hasil kedelai pada tanah latosol tonggar pasanan. Dalam Prosiding Konferensi HGI 11-13 Juli 1994. Padang. Mahmud, A.B. Guritno dan Sudiarso. 2002. Pengaruh pupuk organik kascing dan tingkat pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Agrivita. 24 (1) : Hal 37-43. Munir, M. 1996. Tanah - tanah di Indonesia, karakteristik, klasifikasi dan pemanfaatannya. Pustaka Jaya, Jakarta. Parnata, A.S. 2002. Pupuk organik cair. Agromedia pustaka, Jakarta.110 Hal. Rahman, A dan Erfis. 1994. Pengaruh takaran mulsa alang-alang terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung. Dalam Prosiding Konferensi HGI 11-13 Juli 1994 Padang Hal 255-263.
Rainiyati, Henny. H dan Gusniwati. 1998. Pengujian kualitas kompos alang-alang dan pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah ultisol dan hasil tanaman cabe. Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Jambi. Rauf, A dan Ritonga, M.D. 1998. Pengaruh kompos alang-alang (Imperata cylindrica (L) Beauv) pada sifat fisik, kimia tanah ultisol dan tanaman jagung. Kultum No. 146/147 September/Desember 1993 tahun ke-XXIX. Ridwan. 2000. Pengaruh bahan organik pada tanaman jagung di lahan alang-alang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sukarami, Jawa Barat. Rinsema, W. P. 1983. Pupuk dan pemupukan. Bharata K, Jakarta. 209 Hal. Sutejo, M.M. 1999. Pupuk dan cara pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta. Warisno.1998. Budidaya jagung hibrida. Kanisius, Yogyakarta. Zaini dan Lamid. Z. 1993. Alternatif teknik dan rehabilitasi lahan alang-alang. Dalam Prosiding Pemanfaatan Lahan Alang-alang Untuk Usaha Tani Yang Berkelanjutan. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Hal 29 - 49.
27