AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Efektivitas Penetrasi Herbisida Glysofat Terhadap Alang-Alang (Imperata clyindrica. L) Oleh: Firnawati Sakalena Abstract Coarse grass (Imperata Cylindrica. L) or Cogon Grass in the USA is a prime weed to cultivated plants both seasonal and yearly plant. It is hard to imagine that coarse grass, a beautiful plant with white flower, is categorized as weed plant. Coarse grass grows aggresively and molest other plant and surrounding ecosystem. Its ability to grow in fertile, infertile, humid and hot land make it easily found almost in all over Indonesia. Key words: Coarse grass, weed, cultivation, grass
PENDAHULUAN Penyebaran alang-alang di Indonesia bisa mencapai luasan 16 juta ha dengan penambahan luasan sebesar 150.000 ha setiap tahunnya. Bisa kita bayangkan bagaimana bila tanaman tersebut tidak dibasmi, mungkin dalam waktu yang tidak lama sebagian lahan kita sudah menjadi padang rumput. Namun, tentu saja penyebaran yang tinggi tersebut bukan tanpa alasan. Tingginya luasan ilalang di Indonesia tidak terlepas dari cara bercocok tanam sistem ladang berpindah yang masih dianut oleh sebagian kecil petani kita, belum lagi kesalahan manajemen perusahaan perkebunana besar dalam meng-eksploitasi lahan yang menyisakan lahan-lahan kosong. Lahan kosong yang ditinggalkan tersebut tentu saja menjadi tidak subur, dan tanaman lain kesulitan untuk bisa beradapasi di lahan bekas eksploitasi hutan tersebut memberikan kesempatan pada ilalang untuk menempatinya dan tumbuh subur. Selama ini ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengendalikan ilalang tersebut, baik secara mekanis maupun kimia. Secara mekanis, untuk areal yang relatif sempit sangat memungkinkan bagi kita mengendalikannya dengan bantuan alat pertanian seperti sabit atau tangan sendiri dengan mencabut hingga ke akarnya. Namun bila pengendalian dilakukan pada areal yang lebih luas, rasanya penggunaan roda penggiling merupakan cara yang paling tepat. Rumput ilalang yang ada digilas sedemikian rupa hingga rata dengan tanah , hal ini bisa mencegah ilalang tumbuh kembali. Sedangkan secara kimia penggunaan herbisida bahan aktif Glyfosat sangat dianjurkan karena terbukti sangat efektif dalam memberantas rumput ilalang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan lembaga pertanian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa dosis 1,8 kg a.e/ha sangat efektif membasmi Imperata cylindrica dalam waktu 2 – 4 minggu. Adanya pertumbuhan kembali dari gulma tersebut memang tidak bisa dihindari sehingga harus dilakukan aplikasi secara parsial khusus pada gulma yang menunjukan pertumbuhan kembali.USDA merekomendasikan penggunaan Glyfosat yang baik
Dosen Tetap Prodi Agronomi FP UNBARA
Firnawati Sakalena, Hal; 12 – 18
12
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
adalah antara 20 l/ha (bila menggunakan sprayer piringan berputar) hingga 600 l/m (bila menggunakan sprayer hidrolik yang digerakkan dengan tangan). Aplikasi akan sangat baik bila dilakukan 6 – 8 jam sebelum hujan. Meskipun herbisida bahan aktif glyfosat efektif dalam memberantas ilalang, namun dalam aplikasinya sering ditemui kendala dilapangan terutama saat hujan turun deras. Biasanya, siraman hujan yang lebat bisa menurunkan efektifitas dan efisiensi pengendalian herbisida ini. Karena langsung maupun tidak, tetesan air hujan yang jatuh pada daun ilalang ternyata bisa melunturkan bahan aktif yang ada. Artinya bahan aktif yang sudah disemprotkan tersebut bisa hilang secara perlahan dengan adanya siraman air hujan. Untuk mengatasi hal ini, upaya yang dapat dilakukan dalam mempertahankan dan mempertinggi ketahanan daya aktif Glifosat dari air hujan adalah dengan menambahkan perlakukan surfaktan seperti Besmor guna menghilangkan pengaruh siraman air hujan. Upaya pendekatan ini dengan memanfaatkan hukum aliran massa, dimana aliran massa bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Karena alang-lang mempunyai sistem konsentrasi rendah (nol) maka dengan menmbahkan surfaktan pada larutan Glifosate dapat membuat herbisia melekat kuat pada bagian ilalang yang terkena semprot. Dengan demikian, walaupun terjadi hujan setelah dilakukan penyempotan, tidak akan berpengaruh secara nyata. Hal ini terjadi karena konsentrasi cairan (herbisida) masih lebih tinggi dibandingkan sistem daun alang-alang, sehingga peluang herbisida melakukan penetrasi pada sel-sel daun ilalang pun lebih besar dan tidak mengalami hambatan. Dengan menambahkan surfaktan, maka kekhawaritan menurunnya efektivitas dan efisiensi glifosat yang diaplikasikan pada lalang-alang saat musim hujan tidak perlu Tujuan Penelitian Untuk mengetahui efektivitas penetrasi herbisida glifosat pada alang alang dalam aflikasi molekul daun dengan kondisi tajuk secara proporsional. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2008 bertempat di rumah kaca Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Gambar 1. Lokasi Penelitian
Firnawati Sakalena, Hal; 12 – 18
13
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
B. Bahan dan Alat Bahan tanam berupa rhizoma alang-alang yang telah berkecambah pada media tumbuh campuran tanah dan pupuk kandang serta herbisida Supermol . Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pot plastik berdiameter 30 cm sebanyak 45 buah, cangkul, sekop semen, neraca analitis, gunting, oven pengering, dan kantong kertas. C. Metode Penelitian Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial 2 faktor: 1. Faktor Proporsi tajuk (T) T1 = Tajuk hijau 0% T2 = Tajuk hijau 25% T3 = Tajuk hijau 50% T4 = Tajuk hijau 75% T5 = Tajuk hijau 100% 2. Dosis Herbisida Supermol (S) S1 = 0 kg b.a/ha S2 = 1 kg b.a/ha S3 = 2 kg b.a/ha Jumlah kombinasi keseluruhan 15 kombinasi perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdapat 3 ulangan. Total tanaman seluruhnya 45 tanaman. D. Cara Kerja Persiapan media Di lokasi penelitian, tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2:1 dan selanjutnya campuran media tersebut diinkubasikan selama 7 hari. Setelah itu campuran media dimasukkan dalam pot plastik sampai volume mencapai tiga perempat dari tinggi pot plastik. Penanaman Penanaman alang-alang dilakukan pada pot-pot yang berisi campuran tanah dan pupuk kandang (2:1). Masing-masing pot ditanam 8 rhizoma yang telah berkecambah. Setelah tumbuh dipelihara 2-3 bulan, sehingga mempunyai tajuk hijau cukup banyak. Gambar 4. Penyemprotan alang-alang
Firnawati Sakalena, Hal; 12 – 18
14
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Selanjutnya dilakukan pemotongan tajuk dan kemudian penyemprotan herbisida sesuai dengan perlakuan. 15 hari setelah penyemprotan herbisida, dilakukan pemangkasan total sebatas permukaan tanah terhadap semua tajuk pada masing-masing pot. Selanjutnya pertumbuhan kembali (regrowth) pada satu bulan setelah pemangkasan (45 hari setelah penyemprotan). Pemanenan Pemanenan Alang-alang (Imperata cylindrica) dipanen ketika berumur 45 hari setelah penyemprotan dengan cara bagian tumbuhan diatas tanah digunting, kemudian secara terpisah dimasukkan ke kantong kertas dan diberi label. Kemudian, Alang-alang dikeringkan dalam oven pengering sampai menunjukkan angka konstan pada suhu 80°C selama 48 jam. E. Peubah yang Diamati Peubah pertumbuhan Alang-alang (Eleusene indica) yang diamati hanya berat kering Alang-alang. F. Analisis Data Data hasil penelitian untuk setiap peubah disajikan dalam bentuk tabulasi silang (cross tabs) antara perlakuan dan ulangan. Selanjutnya dilakukan analisis statistik berupa: 1. Analisis Varian (ANOVA) menurut Rancangan Acak Lengkap untuk melihat pengaruh pemberian herbisida r terhadap keragaman setiap peubah yang diamati. 2. Uji rerata pengaruh perlakuan, dengan jenis uji yang dipilih akan ditentukan setelah keragaman data diperoleh. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Dari hasil penelitian proporsi tajuk dan dosis herbisida glifosat berpengaruh terhadap berat kering akar. Bobot kering akar alang alang dari tiap kombinasi perlakuan disajikan pada tabel 1 dan garafik 1. Tabel 1. Bobot Berat Kering Akar (g/pot) Setelah 15 Hari Setelah Aplikasi Herbisida Gloposat Kombinasi Perlakuan 1 T1S1 T1S2 T1S3 T2S1 T2S2 T2S3 T3S1
0.76 0.4 0.32 0.47 0.34 0.65 0.39
ULANGAN 2 0.46 0.51 0.48 0.29 0.83 0.25 0.42
TOTAL
RATAAN
3
Firnawati Sakalena, Hal; 12 – 18
0.65 0.43 0.32 0.22 0.93 0.8 0.9
1.87 1.34 1.12 0.98 2.1 1.7 1.71
0.623333 0.446667 0.373333 0.326667 0.7 0.566667 0.57
15
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
T3S2 T3S3 T4S1 T4S2 T4S3 T5S1 T5S2 T5S3
ISSN: 1979 – 8245X
0.36 0.32 0.18 1.39 1.11 1.12 0.82 1.25 10.88
Total
0.42 0.54 0.82 1.44 0.99 2.6 0.8 12.85 23.7
0.4 0.94 1.61 0.93 0.78 1.53 2.3 0.85 16.59
1.18 1.8 2.61 3.76 2.88 5.25 3.92 14.95 47.17
0.393333 0.6 0.87 1.253333 0.96 1.75 1.306667 4.983333 1.048222
Grafik 1. Bobot Berat Kering Akar Alang-Alang
14 12 10 Series1
8
Series2
6
Series3
4 2
2
1
3
2
3 T5 S
T5 S
T5 S
T4 S
3
2
1
1
T4 S
T4 S
T3 S
T3 S
2
1
3
3
T3 S
T2 S
T2 S
T2 S
T1 S
T1 S
T1 S
2
0
1
Bobot Berat Kering Akar (gr)
Kombinasi berat kering akar Tanaman
Dosis Supermol (lt/ha)
B. Pembahasan Data bobot kering akar alang alang ternyata pada perlakuan T2 Dari hasil pengamatan dilapangan dapat dilihat pada grafik bahwa bobot berat kering terendah ada pada perlakuan T2S2, (25%/l ltr/ha). Ini menunjukkan bahwa pada kerapatan tajuk yang rendah terjadi kompetisi dalam penyerapan cahaya hal ini disebabkan masih rendahnya dosis yang diberikan sehingga pengaruh toksiknya belum begitu nampak terhadap bobot berat kering. Herbisida sebagai sarana pengendali gulma akan efektif pada dosis tertentu Mercado, 1979: Asthon dan Crafts 1983). Proporsi tajuk baru nampak nyata pengaruhnya pada dosis glifosat 1,08. Kg b.a/ha . Pada dosis ini pengaruh gliosat mampu menekan pertumbuhan kembali alang-alang secara total seperti terlihat pada T2S1, T2S3, T2S2. sehingga pada perlakuan tersebut menunjukan bobot kering terendah. Hal ini tidak berbeda nyata dengan T1S1, T2S2, T1S3 Tetapi berbeda nyata dengan T3S1, T3S2, T3S3 dan T4S1, T4S2, T4S3 dan Berbeda sangat nyata pada T5S1,T5S2, T5S3. Tiadak ada perbedaan antara T2 dan T3 karena tajuk kering tidak berpengaruh terhadap penetrasi herbisida glifosat. Tajuk kering umumnya merupakan daun daun yang telah tua sehingga mengandung kutikula yang tebal merupakan jaringan yang sudah mati dan karena itu bukan merupakan areal yang efektif bagi penetrasi molekul herbisida glifosat. Di samping itu T2 tidak berbeda nyata T3 hal ini menunjukan pengkasan tajuk 25% dan 50% tidak berpengaruh terhadap penetrasi molekul herbisidaglifosat pada alang alang. Di samping itu T2 dan T1 tidak berbeda nyata hal ini juga menunjukan pemangkasan dengan
Firnawati Sakalena, Hal; 12 – 18
16
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
25% dan tanpa dipangkas menunjukan tidak ada perbedaan nyata hal ini disebabkan herbisida gliposat merupakan herbisida non polar yang mudah diserap melalui daun khususnya daun daun muda karena daun daun yang masih muda kutikulanya masih relatif tipis. (Akubundu, 1987), sehingga keberadaan tajuk 25 % dan 50 % masih cukup efektif yang lainnya untuk mendapatkan ketersediaan sumber daya yang ada, terutama hara, air dan cahaya. Dengan demikian semakin banyak pemanfaatan sumberdaya yang akan memacu penetrasi pertumbuhan alang alang telah tercapai. sama juga terjadi, terutama pada kepadatan yang lebih tinggi. Efek berbahaya dari mampu untuk pertumbuhan kembali. Karena Glifosat ini merupakan herbisida sistemik yang sebagian besar diserap melalui daun, sehingga dengan pemangkasan tajuk berarti penghilangan areal efektif bagi penetrasi molekulnya. Sedangkan Molekul herbisida glifosat yang jatuh ke tanah akan tidak efektif karena mengalami Degradasi mikrobial oleh karena itu luas permukaan hijau tajuk sebagi areal efektif sangat menentukan bagi penetrasi molekulnya dan aktifitas dalam menekan pertumbuhan kembali alang alang ( Fhetcher dan Kirkwood, 1982: Asthton dan Crafts, 1983). KESIMPULAN Proporsi tajuk hijau sebagai Areal efektif bagi penetrasi molekul herbisida sangat menentukan aktivitasnya didalam menekan pertumbuhan kembali alang alang. Keberadaan tajuk hijau sebanyak 5% dan 25% masih cukup efektif bagi penetrasi molekul glifosat dengan daya tekan terhadap pertumbuhan kembali alang alang yang cukup baik. Pengaruh Faktor faktor lingkungan dan waktu aplikasi pemberian herbisida dalam kaitannya dengan transfirasi dan resfirasi dalam penerimaan cahaya dan air serta unsur hara dilapangan perlu diteliti serta komposisi dalam beberapa dosis sehingga dapat menetukan dosis yang tepat. .
DAFTAR PUSTAKA Bagnall - Oakeley H, Conroy C, Faiz A, Gunawan A, Gouyon A, Penot E, Liangsutthissagon S, Nguyen HD and C Anwar. 1997. Imperata managementstrategies used in smallholder rubber-based f system. Agroforestry System 36:83-104 Garrity DP et al. 1997. The Imperata grasslands of tripocal Asia: area, distribution and typology. Agroforestry Systems 36: 3-29. Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestry. Lecture Note 5. ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea). Kang BT. 1989. Nutrient management for sustained crop production in the humid and subhumid tropic. In Van der Heide (ed) Proc. Int. Symp. Nutrient management for food crop production in tropical farming system. IB-DLO and Unibraw :3-28. Tjitrosemito S and M Soerjani. 1991. Alang-alang grassland and land management aspects. In M. Sambas Sabarnurdin et al. (ed). Forestation of alang-alang (Imperata cylindrica Beauv. var Koenigii Benth) grassland : lesson from South Kalimantan. p. 10-36.
Firnawati Sakalena, Hal; 12 – 18
17
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009
ISSN: 1979 – 8245X
Purnomosidhi P, van Noordwijk M and S Rahayu. 1998. Shade-based Imperata control in the establishment of agroforestry system (field survey report).98 Van Noordwijk M. 1997. Agroforesty as reclamation pathway for imperata grassland use by Smallholders. In Proc. Panel Discussion on Management of Imperata Control and Transfer of Technology for Smallholder Rubber Farming System. Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet Indonesia. pp 2-10. Van Noordwijk M and Rudjiman. 1997. Peltophorum dasyrhachis (Miquel) Kurz. In Faridah Hanum I & van der Maesen LJG (Eds.): Plant Resources of South-East Asia No. 11. Auxiliary Plants. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 207-209. (http://www.icraf.cgiar.org).
Firnawati Sakalena, Hal; 12 – 18
18