ANALISIS DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING TUNA OLAHAN INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
WIJI LESTARI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul : Analisis dan Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional, merupakan hasil karya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.
Bogor, Maret 2012
Wiji Lestari P054090035
RINGKASAN WIJI LESTARI. Analisis dan Strategi Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh Rizal Syarief sebagai Ketua dan Komar Sumantadinata sebagai Anggota. Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sumberdaya perikanan yang melimpah dengan jenis species yang beragam. Indonesia menjadi salah satu negara produsen dan eksportir produk perikanan ke beberapa negara. Peran pemasaran menjadi sangat penting karena pemasaran dapat menghela pembangunan perikanan. Pemasaran dapat mendorong peningkatan produksi, peningkatan investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, Peluang pemasaran produk perikanan Indonesia cukup besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri karena konsumsi ikan masyarakat dunia semakin meningkat. Namun demikian, globalisasi yang terjadi juga merupakan tantangan dalam memasarkan produk perikanan Indonesia. Oleh karena itu, produk perikanan Indonesia juga harus mampu memiliki daya saing yang tinggi untuk dapat diterima di negara-negara pengimpor. Tuna merupakan salah satu komoditas perikanan yang merupakan penghasil devisa nomor dua sesudah udang. Hampir 60% ekspor ikan tuna Indonesia dalam bentuk ikan segar dan beku. Ikan tuna olahan Indonesia diekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Yordania, Lybia dan Thailand. Negara pesaing Indonesia adalah Thailand, Philipina, Mauritus, Italia, Spanyol, Equador, Belanda dan China Mengingat, ekspor tuna olahan akan memberikan nilai tambah dan mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan di dalam negeri maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekspor ikan tuna olahan dan perlu dilakukan analisis daya saing tuna olahan. Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui daya saing produk tuna olahan dan segar dibandingkan dengan negara pesaing; 2) mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor kekuatan bersaing industri pengolahan ikan tuna; 3) merumuskan alternatif-alternatif strategi pengembangan industri tuna Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk membandingkan daya saing ikan olahan tuna dan tuna segar dengan negara pesaing. Analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan daya saing dilakukan dengan analisis Matriks Profil Kompetitif. Data yang diperlukan adalah 1) data volume dan nilai ekspor tuna olahan dan segar Indonesia dan negaranegara pesaing berdasarkan kode HS yang dikumpulkan dari Uncomtrade dan BPS; 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia yaitu faktor produksi dan pemasaran serta faktor manusia dan kelembagaan yang ditentukan bobot dan ratingnya oleh para pakar Pada tahun 2006 – 2010, ikan tuna segar Indonesia memiliki indeks RCA antara 4,56 – 8,18. Hal tersebut berarti tuna segar Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat baik. Namun demikian apabila dibandingkan dengan negara pesaing, keunggulan komparatif ikan tuna segar Indonesia masih sangat rendah. Indonesia hanya mampu menduduki posisi ke Nilai indeks RCA untuk tuna beku Indonesia adalah sebesar 0,49 – 1,43. Artinya Indonesia belum memiliki daya saing yang cukup baik di pasar
internasional. Indonesia hanya menduduki posisi ke 9. Tuna olahan, Indonesia telah memiliki daya saing cukup baik yang ditandai dengan nilai RCA pada periode 2006 – 2010 berkisar antara 1,25 – 2,68. Namun demikian dibandingkan dengan negara-negara pesaing, keunggulan komparatif tuna olahan Indonesia masih jauh lebih rendah dan Indonesia hanya mampu menduduki posisi ke 7. Indeks RCA untuk ikan tuna beku berdasarkan urutan paling besar adalah Mauritius (14,25 – 17,20), El Salvador (16,47 – 26,07), Thailand (5,63 – 9,12) dan Philiphina (4,94 – 14,30). Berdasarkan analisis profil kompetitif, 3 faktor produksi dan pemasaran yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot adalah sebagai berikut 1) Mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan bobot sebesar 0,143. 2) hambatan tarif dan non tarif bobot sebesar 0,114. Dan 3) Pengembangan market intellegence dan Promosi dengan besar bobot 0,110. Sedangkan secara keseluruhan faktor-faktor produksi dan pemasaran yang mempengaruhi daya saing ikan tuna olahan, Indonesia memperoleh angka yang paling kecil dibandingkan negara pengekspor lainnya yaitu sebesar 2,218 dan menduduki urutan keenam. Ranking pertama diduduki oleh Thailand dengan angka sebesar 2,899. Analisis terhadap faktor manusia dan kelembagaan, faktor-faktor yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan daya saing adalah 1) Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna dengan bobot sebesar 0,147. 2) Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu dengan bobot terbesar nomor 2 yaitu 0,135 dan 3) Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan penanganan illegal fishing denga bobot sebesar 0,130. Ketiga faktor ini menjadi faktor-faktor yang sangat penting dalam peningkatan daya saing tuna olahan Indonesia. Berdasarkan analisis analisis RCA dan Analisis matriks kompetitif maka alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia adalah sebagai berikut 1) Meningkatkan mutu tuna olahan Indonesia; 2) Mendorong mengatasi hambatan tarif dan non tarif; 3) Meningkatkan pengembangan market intellegence dan promosi; 4) Meningkatkan Peran Pemerintah dalam pengembangan industri olahan tuna; 5) Meningkatan kapassitas SDM yang mampu dalam penanganan mutu 6) Pemberantasan dan pengawasan illegal fishing Dalam usaha untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional maka pemerintah perlu menerapkan regulasi yang melindungi dan mendukung industri pengolahan ikan tuna seperti menjamin ketersediaan bahan baku, melakukan penindakkan yang tegas terhadap pelaku illegal fishing, meningkatkan lobi-lobi dengan negara-negaa pengekspor, meningkatkan kerjasama bilateral dan multilateral untuk mengatasi hambatan tarif dan non tarif serta mengembangkan market intellegence dan meningkatkan promosi produk. Disamping itu, pelaku usaha pengolahan ikan tuna harus meningkatkan dan menjaga mutu produknya sehingga dapat bersaing dengan negara-negara pengekspor. Para pelaku usaha bersama-sama dengan pemerintah meningkatkan kapasitas SDM dalam penanganan mutu tuna olahan
ABSTRACT WIJI LESTARI. Competitiveness Analysis and Strategy of Indonesia Processed Tuna in the International Market. Supervised by Rizal Syarief as a committee chairman and Komar Sumantadinata as a member. Tuna Indonesia mostly exported in fresh and frozen (55%), and 45% in processed tuna. It is therefore necessary to study the competitiveness of processed tuna and tuna preparations Indonesia's development strategy is competitive. Research objectives are 1) knowing the competitiveness of processed and fresh tuna products compared to competing countries, 2) identify and analyze the factors of competing strength of the tuna processing industry, 3) formulate strategic priorities Indonesia tuna industry development. The method used is the Revealed Comparative Advantage (RCA) and the analysis of the Competitive Profile Matrix Analysis, In the year 2006 to 2010, Indonesia has a fresh tuna RCA index between 4.56 to 8.18, tuna frozen at 0.49 to 1, 43 and processed tuna fish ranged from 1.25 to 2.68. This means that fresh tuna and tuna preparations Indonesia has a comparative advantage very well. However, when compared to competing countries, the comparative advantage of fresh tuna Indonesia is still very low. Frozen tuna Indonesia has a comparative advantage and yet still very inferior to competitor countries. Based on the analysis of the competitive profile, three factors of production and marketing of highly influential on the competitiveness of tuna fish are 1) the quality of the resulting processed tuna fish with a weight of 0.143. 2) tariff and non tariff barriers with a weight of 0.114. And 3) Development and Promotion Intellegence market with the weight of 0.110. As for the human and institutional factors, factors which have an important role in increasing competitiveness is 1) The Role of Government in the development of the tuna processing industry with a weight of 0.147. 2) Availability of human resources capable of handling quality with weights 0.135 and 3) the role of government in the prevention and handling of illegal fishing by weight of 0.130. Based on the analysis of RCA analysis and matrix analysis of the competitive profiles of priority strategies that can be done to improve the competitiveness of Indonesia's processed tuna to the factors of production and marketing are as follows 1) Improve the quality of processed tuna Indonesia; 2) Encourage overcome tariff and non tariff barriers; 3) enhance market development and promotion Intellegence, The strategic priorities for the human and institutional factors are 1) Increase the Role of Government in the development of the tuna processing industry, 2) Improving kapassitas human resources capable of handling quality 3) Eradication and control of illegal fishing
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. - Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; - Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING TUNA OLAHAN INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
WIJI LESTARI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Tugas Akhir
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok
: :
Analisis dan Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar OInternasional Wiji Lestari P054090035
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. H. Rizal Syarief, DESS Ketua
Prof. Dr.Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc Anggota
Diketahui Ketua ProgramStudi Industri Kecil Menengah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. H.Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal ujian : 5 Maret 2012
Tanggal lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Prof . Dr. Ir. Fransiska R, Zakaria, M.Sc
PRAKATA Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis dan Startegi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah Dengan selesainya penulisan Tugas Akhir, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Prof. Dr.Ir. H. Rizal Syarief, DESS dan Prof. Dr.Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc, selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, saran-saran dan dorongan semangat yang sangat bermanfaat dalam penulisan Tugas Akhir ini. 2. Prof. Dr. Ir. H.Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA, Ketua Program Studi Industri Kecil dan Menengah, yang telah memberikan bantuan dan dukungan. 3. Seluruh Dosen, Staf dan Rekan-rekan Angkatan 12 pada Program Studi Industri Kecil Menengah Institut Pertanian Bogor (PS MPI-IPB) yang telah memberikan bantuan, dukungan dan dorongan semangat tak henti-henti 4. Orang tua tercinta, Hadi Supono dan Bapak Ibu Mertua tersayang, yang telah memberikan doa yang tulus iklas 5. Almarhum Suami tercinta dan anak-anak tersayang Ian, Elin dan Della yang dengan sabar dan iklas memberikan bantuan dan membangun semangat penulis 6. Ir. Sadullah Muhdi, MBA, Direktur Pemasaran Dalam Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan semangat dan dukungan. 7. Ir. Artati Widiarti, MA, yang tak henti-hentinya memberikan bantuan, dorongan semangat, saran dan dukungan kepada penulis Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga sumbang saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaikinya. Akhr kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat Bogor, Maret 2012 Penulis
i
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 10 Mei 1967 sebagai anak pertama dari Bapak Hadi Supono dan ibu Amirah (Alm). Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB). Penulis memulai karier sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian sejak tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis bergabung dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, saat ini bekerja di Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Penulis menikah pada tahun 1991 dengan Sri Widodo (alm), dan dikaruniai tiga orang putra dan putri, yaitu Ian Rahmat Widi Perdana, Elin Indah Permata dan Della Anggita Meilina.
ii
DAFTAR ISI Hal PRAKATA .............. ........................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .........................................................................
6
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................
7
1.4. Manfaat ............................................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
8
2.1. Kerangka Teoritis ...........................................................................
8
2.1.1. Ikan Tuna ..............................................................................
8
2.1.2. Teori Perdagangan Internasional ..........................................
8
2.1.3. Teori Daya Saing ...................................................................
9
II.
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu .............................................................
14
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................
18
3.1. Lokasi dan waktu Penelitian.......................................................
18
3.2. Kerangka Pemikiran .........................................................................
18
3.3. Jenis Data dan Sumber Data.............................................................
21
3.3.1. Informasi Yang Dikumpulkan ...............................................
21
3.3.2. Sumber Data ..........................................................................
21
3.4. Teknik Pengambilan Contoh ............................................................
22
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data................................................ 23 3.5.1. Revealed Comparative Advantage (RCA) .............................. 23 3.5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing ...................
23
3.5.3. Matriks Profil Kompetitif ......................................................
24
iii
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
27
4.1. Pengukuran Keunggulan Daya Saing ..............................................
27
4.2. Kategori Ikan Tuna ..................................................................... 4.3. Revealed Comparatif Advantages (RCA) ......................................
27 28
4.4. Analisis Profil Kompetitif ...............................................................
35
4.5. Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan Tuna Olahan Indonesia ........................................................................................
50
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
55
A
Kesimpulan
.............................................................................................
55
B
Saran
................................ .....................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
57
iv
DAFTAR TABEL
No.
Hal
1
Volume Ekspor Tuna Indonesia Tahun 2006 – 2010 (Ton) .....................
5
2
Nilai Ekspor Tuna Indonesia Tahun 2006 – 2010 (000) ..........................
5
3
Penilaian Bobot Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing........................
24
4
Matrik Profil Kompetitif ............................................................................ 26
5
Kategori Ikan Tuna Yang Termasuk Perhitungan .....................................
27
6
Indeks RCA Ikan Tuna Segar Indonesia dan Negara Pesaing ..................
29
7
Indeks RCA Ikan Tuna Beku Indonesia dan Negara Pesaing ...................
31
8
Indeks RCA Ikan Tuna Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ................
33
9
Indeks RCA Tuna Segar, Tuna Beku dan Tuna Olahan Indonesia ...........
35
10
Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Produksi dan Pemasaran ......
41
11
Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Manusia dan Kelembagaan ..
47
12
Matriks Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan Tuna Olahan Indonesia ..................................................................................................
v
51
DAFTAR GAMBAR
No. 1
Hal Konsumsi Protein Hewani per Kapita Dunia (dalam kg berat hidup dan berat karkas.................................................................................
1
2
Faktor-faktor Yang Menentukan Keunggulan Suatu Bangsa ........
9
3
Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................................
vi
20
DAFTAR LAMPIRAN Hal 1.
Kuesioner Penentuan Bobot dan Rating Faktor-Faktor Yang
59
Mempengaruhi Daya Saing Tuna Olahan Indonesia ................... 2.
Penghitungan RCA untuk Tuna Segar ………....……………………
65
3.
Penghitungan RCA untuk Tuna Beku ....... …………………………
70
4.
Penghitungan RCA untuk Tuna Olahan .............................................
75
5.
Penghitungan Bobot Faktor Produksi dan Pemasaran .......................
77
6.
Penghitungan Bobot Faktor Manusia dan Kelembagaan .............
81
7.
Penghitungan Rating Faktor Produksi dan Pemasaran .................
84
8.
Penghitungan Rating Faktor Manusia dan Kelembagaan ............
98
9.
Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif Untuk Faktor Produksi dan Pemasaran ..........................................................................
10.
104
Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif untuk Faktor Manusia dan Kelembagaan ............................................................................
vii
105
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sumberdaya perikanan yang melimpah dengan jenis species yang beragam. Indonesia menjadi salah satu negara produsen dan eksportir produk perikanan ke beberapa negara. Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015 dan misi yang diemban adalah menyejahterakan masyarakat Kelautan dan Perikanan. Dengan visi dan misi tersebut, pemasaran
menjadi
sangat
penting karena
pemasaran
dapat
peran
menghela
pengembangan perikanan. Pemasaran dapat mendorong peningkatan produksi, peningkatan investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, Peluang pemasaran produk perikanan Indonesia cukup besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang salah satunya disebabkan karena semakin meningkatnya konsumsi ikan masyarakat. Peningkatan konsumsi ikan dunia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 1. Total fish Pigmeat Poultry Meat Bovine Meat Mutton & Goat Meat Meat, Other
18 16 14 12 10 8 6 4
20 01
19 99
19 97
19 95
19 93
19 91
19 89
19 87
19 85
19 83
19 81
19 79
19 77
19 75
19 73
19 71
19 69
19 67
19 65
19 63
19 61
2
Gambar 1 Konsumsi Protein Hewani per Kapita Dunia (dalam kg berat hidup dan berat karkas Sumber : FAO, 2002, diolah
2 Dalam gambar tersebut dapat diketahui bahwa konsumsi ikan dunia hmapir selalu mengalami peningkatan dan berada di urutan pertama dibanding konsumsi protein hewani lainnya. Peningkatan konsumsi ikan dunia ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1.
Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya kesehatan sehingga menyebabkan beralihnya pola konsumsi masyarakat dunia dari red meat ke white meat.
2.
Berkembangnya isu beberapa penyakit yang menyerang hewan sebagai sumber protein yang dapat menular ke manusia seperti sapi gila, anthrax, penyakit mulut dan kuku. Hal ini menyebabkan masyarakat dunia mengalihkan konsumsi ke sumber protein yang berasal dari ikan.
3.
Meningkatnya jumlah penduduk dunia dan meningkatnya pendapatan penduduk dunia sehingga menyebabkan meningkatnya kebutuhan bahan makanan. Namun demikian, globalisasi yang terjadi juga merupakan tantangan dalam
memasarkan produk perikanan Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial bagi negara produsen perikanan. Negaranegara produsen menjadikan Indonesia sebagai target pasar sasaran untuk mengekspor produknya. Oleh karena itu, agar produk perikanan Indonesia dapat bersaing dengan produk-produk impor, produk perikanan Indonesia harus memiliki keunggulan. Di pasar internasional, produk perikanan Indonesia juga harus mampu memiliki daya saing yang tinggi untuk dapat diterima di negaranegara tujuan ekspor. Tuna merupakan salah satu komoditas perikanan yang banyak dihasilkan di Indonesia. Ikan tuna merupakan jenis ikan ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penghasil devisa negara nomor dua untuk komoditas perikanan sesudah udang. Pada tahun 2009, produksi ikan tuna (cakalang, albacore, mandidihang, tuna sirip biru selatan, tuna mata besar) sebesar 541.303 ton. Ekspor tuna pada tahun 2009 sebesar 352.300 ton atau 65% dari total produksi.
3 Sebagian besar produksi ikan tuna Indonesia di ekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Uni Eropa dan Amerika. Permintaan tuna di Jepang dan Amerika Serikat dari tahun ke tahun tidak pernah mengalami penurunan. Pasar Jepang lebih memilih fresh tuna karena cocok untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan sashimi yang digemari oleh konsumen Jepang. Sementara itu, konsumen tuna di Amerika Serikat lebih suka makan sandwich sehingga pasar tuna Amerika lebih banyak mengimpor tuna frozen. Jenis-jenis barang yang diekspor biasanya menggunakan kode HS (Harmonized System). Kode HS ini digunakan sebagai salah satu instrumen yang paling utama khususnya di dalam pengelompokkan statistik perdagangan internasional dan klasisfiskasi dalam pembebanan Tarif Bea Masuk atas barang impor. Kode HS juga digunakan untuk keperluan klasifikasi barang ekspor, pungutan yang berkaitan dengan ekspor dan keperluan lainnya yang terkait dengan
perdagangan
internasional.
Jenis-jenis
tuna
Indonesia
yang
diperdagangkan di pasar internasional adalah ikan tuna segar, tuna beku dan tuna olahan. Untuk ikan tuna segar meliputi beberapa kode HS yaitu : 030231 : Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas 030232 : Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas 020233 : Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe bellied bonito) 030234 : Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas 030235 : Ikan tuna bersirip biru (Thunnus Thynnus) Bluefin tunas 030236 : Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii / shouthern bluefin tunas) 030239 : Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore Sedangkan ikan tuna beku yang diperdagangkan di pasar internasional meliputi beberapa kode HS yaitu : 030341 : Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas
4 030342 : Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas 030343 : Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe bellied bonito) 030344 : Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas 030345 : Ikan tuna bersirip biru (Thunnus Thynnus) Bluefin tunas 030346 : Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii / shouthern bluefin tunas) 030349 : Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore Sementara itu, ikan tuna olahan yang diperdagangkan di pasar internasional hanya mempunyai kode HS 160414 : ikan diolah atau diawetkan dari ikan tuna skipjack dan bonito dalam kemasan kedap udara atau kemasan lainnya (BTBMI, 2008). Tuna olahan yang diekspor terdiri dari ikan tuna fillet, tuna loin, tuna kaleng, tuna asap, katsuobushi dan steak tuna. Volume ekspor tuna Indonesia periode tahun 2006 – 2009 mengalami peningkatan, namun demikian pada tahun 2010 volume ekspor tuna Indonesia mengalami penurunan sekitar 7%. Hampir 60% ekspor ikan tuna Indonesia dalam bentuk ikan segar dan beku. Negara tujuan ekspor tuna segar adalah Jepang yang mencapai hampir 80% dari total ekspor tuna segar, kemudian disusul Amerika Serikat, Belanda dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna segar adalah Kroasia, Malta, Tunisia, Turki, Australia, Spanyol, Jepang USA dan Equador (Uncomtrade, 2011, diolah) Sementara itu, ikan tuna beku sebagian besar diekspor ke Jepang, Amerika Serikat, Thailand, Singapura, Meksiko dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna beku adalah Kolombia, Philippina, Korea, Spanyol, Perancis, Jepang, Australia, Mexico dan China. Ikan tuna olahan Indonesia diekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Yordania, Lybia, Thailand, Inggris dan Yemen. Negara pesaing produk olahan tuna Indonesia adalah Thailand, Philipina, Italia, Spanyol, Mauritus, Equador, Belanda, China dan El Salvador. Komposisi volume ekspor tuna segar, beku dan olahan dapat dilihat pada Tabel 1.
5 Tabel 1 Volume Ekspor Tuna Indonesia Tahun 2006 – 2010 (Ton) Kode HS
2006
Tuna Segar
2007
2008
2009
2010
24.070
28.460
37.062
26.674
17.949
030231
62
14
80
316
3
030232
9.698
10.521
10.496
7.479
6.077
030233
1.698
3.395
4.264
461
26
030239
12.647
14.530
22.223
18.418
11.843
Tuna Beku
20.660
40.426
46.144
49.682
49.734
030341
832
830
1.838
3.367
3.012
030342
4.635
4.185
3.991
8.059
11.316
030343
7.572
17.264
21.886
24.700
28.045
030349
7.621
18.174
18.429
13.557
7.360
Tuna Olahan
47.092
52.430
46.850
55.193
54.767
160414
47.092
52.430
46.850
55.193
54.767
Total Tuna
91.822
121.316
130.056
131.550
122.450
Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah Berdasarkan nilai ekspor, komposisi ekspor ikan tuna segar, beku dan olahan hampir tidak ada pergeseran yang berarti. Nilai ekspor ikan tuna segar, beku dan olahan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Nilai ekspor ikan tuna Indonesia tahun 2006 2010 (000 $) Kode HS Tuna Segar
2006
2007
2008
2009
2010
89.271
90.525
100.646
95.710
110.575
030231
204
8
55
154
25
030232
29.918
36.186
34.725
30.925
38.104
030233
1.426
2.248
3.774
283
33
030239
57.723
52.084
62.092
64.348
72.413
Tuna Beku
31.505
61.881
72.201
66.418
86.478
030341
2.516
2.977
3.252
4.507
4.897
030342
12.543
19.563
17.353
19.602
31.509
030343
6.452
18.235
29.398
20.893
32.507
6 030349
9.994
21.106
22.199
21.416
17.565
Tuna Segar
120.776
152.406
172.849
162.128
197.052
160414
129.790
151.942
174.341
190.173
186.178
Total Tuna
250.567
304.348
347.190
352.300
383.230
Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah Ekspor tuna olahan akan memberikan nilai tambah dan mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan di dalam negeri maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekspor ikan tuna. Dukungan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri pengolahan tuna ini sangat diperlukan, sehingga ekspor tuna olahan akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan devisa negera. Nilai ekspor ikan tuna tersebut masih dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan daya saing produk tuna Indonesia khususnya tuna olahan. Untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar dunia maka perlu political will pemerintah untuk mendukung industrialisasi tuna sehingga daya saing tuna dapat ditingkatkan. Mengingat permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menjawab bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar dunia dan bagaimana strategi pengembangan industri tuna Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah ekspor tuna olahan. Guna memberikan gambaran bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional dibandingkan dengan negara-negara pesaing Indonesia dan bagaiamana strategi peningkatan daya saing tuna Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional bila dibandingkan dengan tuna segar dan beku di pasar internasional dan dibandingkan dengan negara-negara pesaing
7 2.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional.
3.
Bagaimana strategi pengembangan industri tuna Indonesia dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.
Mengetahui daya saing produk ikan tuna olahan dibandingkan dengan ikan tuna segar dan beku di pasar internasional dan dibandingkan dengan negaranegara pesaing.
2.
Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing industri pengolahan ikan tuna
3.
Merumuskan prioritas strategi pengembangan industri tuna Indonesia untuk menngkatkan daya saing tuna olahan di pasar Internasional.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain : 1.
Memberikan informasi bagi stakeholders sebagai acuan dalam menetapkan kebijakan pengembangan industri tuna Indonesia agar daya saingnya meningkat.
2.
Bagi pelaku indutri, hasil penelitian ini dapat diterapkan prioritas strategi pengembangan industri tuna untuk peningkatan daya saing tuna olahan Indonesia.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga scombroidae yang tergolong ikan perenang cepat, bertubuh seperti cerutu dengan kondisi badan yang kuat dan kekar. Memiliki dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang, pada bagian punggung berwarna biru kehitaman dan berwarna keputih-putihan pada bagian perut. Ikan ini juga termasuk ke dalam kelompok ikan pelagis besar dan sebagian besar memiliki jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang punggung dan dubur berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh hipural. Sirip-sirip punggung, dubur, perut dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh (DKP,2009).
2.1.2. Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasioal membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antar beberapa negara serta efeknya terhadap struktur perdagangan suatu negara. Perdagangan dapat terjadi karena adanya spesifikasi di tiap-tiap daerah. Perdagangan internasional juga menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional (Salvatore, 1997). Kegiatan perdagangan yang terjadi antar negara menunjukkan bahwa negara-negara tersebut telah memiliki sistem perekonomian yang terbuka. Alasan terjadinya perdagangan internasional adalah : 1)
Adanya perbedaan dalam pemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya sehingga setiap negara akan memperoleh keuntungan melalui suatu pengaturan dengan cara yang berbada secara secara relatif terhadap perbedaan sumberdaya tersebut.
9 2)
Negara-negara yang melakukan perdagangan mempunyai tujuan untuk mencapai economic of scale dalam produksi, artinya suatu negara akan lebih efisien jika hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu tetapi dengan skala yang lebih besar dibandingkan dengan jika memproduksi berbagai jenis barang (Salvatore, 1997)
2.1.3. Teori Daya Saing Daya saing menurut Tyson (1992) adalah kemampuan suatu negara dalam menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi uji persaingan internasional sementara
para
warga
negara
tersebut
dapat
menikmati
standar
berkesinambungan. Berkaitan dengan teori daya saing, Porter mengemukakan empat kategori dari atribut nasional serta 2 kekuatan yang mempengaruhi keunggulan daya saing suatu bangsa yang digambarkan dalam suatu diamond penentu keunggulan bangsa seperti terlihat pada Gambar 2.
Peluang
Strategi, Struktur dan Pesaing Perusahaan
Kondisi Permintaa n
Kondisi Faktor
Industri yang Berkaitan dan Mendukung
Pemerintah
Sumber : Porter,1990 Gambar 2. Faktor–Faktor yang Menentukan Keunggulan Suatu Bangsa
10 Menurut Porter (1990), faktor – faktor penentu dalam persaingan tersebut adalah : 1.
Kondisi Faktor (Factor Conditions) Dalam bentuk sederhana, kondisi faktor mengacu kepada lahan, tenaga
kerja, sumberdaya alam, modal, dan infrastruktur yang ada di suatu negara. Dalam kondisi faktor ini terdapat lima kategori dari faktor–faktor tersebut, yaitu : Sumber daya manusia (human resources), sumber daya alam (psyical resources), sumber daya pengetahuan (knowledge resources), sumber daya modal (capital resources), dan prasarana (infrastructure resources). 2.
Kondisi Permintaan (Demand Conditions) Sifat dan kondisi permintaan di negara asal produk dan jasa perusahaan atau
industri sangat penting bagi keunggulan komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara, karena hal ini menentukan tingkat dan sifat perbaikan serta inovasi suatu perusahaan dalam negara tersebut. Hal ini merupakan faktor–faktor yang melatih perusahaan untuk bersaing di pasar global. Empat karakteristik dari permintaan yang penting bagi keunggulan kompetitif adalah : komposisi permintaan dalam negeri (composititon of human demand), ukuran dan pola pertumbuhan permintaan di negeri sendiri (size and pattern growth home demand), kecepatan pertumbuhan pasar dalam negeri (rapid home market growth), dan kecenderungan permintaaan internasional (trend of internasional demand). 3.
Industri Terkait dan Pendukung (Related and Supporting Industries) Kehadiran industri yang bersaing secara internasional dalam suatu negara
dalam bidang yang berkaitan dengan atau langsung mendukung industri lain dapat memberikan keunggulan kompetitif pada industri tadi. Industri pemasok secara internasional menyediakan input ke industri yang secara internasional juga akan menjadi bersaing dalam arti harga dan mutu. Industri hilir akan lebih mudah mengakses input dan teknologi untuk menghasilkannya, dan mengakses struktur manajerial serta rganisasi yang membuatnya menjadi bersaing. Akses merupakan suatu fungsi pendekatan dalam arti jarak dan kesamaan budaya. Bukan input itu sendiri yang memberikan keuntungan, melainkan kontak
11 dan koordinasi dengan pemasok, yang merupakan peluang untuk menyusun rantai nilai, sehingga hubungan dengan pemasok dioptimalkan. Peluang ini pada umumnya tidak tersedia bagi perusahaan asing. Keuntungan akan bertambah jika di negara tersebut terdapat industri yang saling berkaitan dan bersaing secara internasional. Karena kesempatan untuk koordinasi dan berbagai kegiatan dalam rantai nilai akan menjadi semakin terbuka. 4.
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan (Firm Strategy, Structure and Rivalry) Strategi perusahaan, stuktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi
persaingan di dalam negeri merupakan faktor–faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi keunggulan kompetitif perusahaan. Persaingan yang berat di dalam negeri biasanya akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas, serta peningkatan kualitas produk dan pelayanan. Jumlah pesaing domestik bukan hal yang penting, tetapi intensitas persaingan dan mutu dari pesaing yang menyebabkan perbedaaan. Perusahaan lama perlu menjaga untuk tetap nyaman dengan posisi, produk dan jasa yang dihasilkan, hal tersebut dikarenakan adanya pendatang baru yang biasanya membawa perspektif baru dan metode baru serta melayani dan menetapkan segmen pasar yang baru, yang tidak dikenali oleh perusahaan yang selama ini berdiri. Selain empat faktor yang telah disebutkan di atas, dua faktor tambahan dalam model Porter (Keegan, 1999) yang perlu ditambahkan dalam mengevaluasi keunggulan kompetitif suatu negara, adalah : 5.
Kesempatan (Chance) Kesempatan memainkan peranan dalam membentuk lingkungan yang
bersaing. Kesempatan adalah peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan, industri dan biasanya pemerintah, terobosan besar dalam teknologi, pergeseran tiba–tiba yang terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan dan sebagainya. Kesempatan ini penting karena membuat terputusnya teknologi yang membuat
12 negara dan perusahaan belum memiliki daya saing melakukan lompatan untuk melampaui pesaing lama untuk menjadi lebih kompetitif, bahkan menjadi pemimpin dalam industri yang sudah berubah. 6.
Pemerintah (Government) Pemerintah memiliki pengaruh yang penting terhadap faktor penentu
keunggulan kompetitif suatu bangsa. Pemerintah secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi permintaan melalui kebijakan moneter dan keuangan, maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Pemerintah mempengaruhi berbagai rintangan karena keterbatasan tenaga kerja atau persepsi dari para peserta industri. Menururt Porter (1990), konsep daya saing nasional yang paling berarti adalah produktivitas nasional. Keunggulan bersaing suatu bangsa tergantung pada kapasitas industrinya untuk berinovasi dan meningkatkan kemampuan pengusaha untuk mengatasi pesaing di dunia. Selanjutnya, tindakan inovasi yang terkiat dengan penguasaan dan pemanfaatan teknologi baru dapat dimanifestasikan dalam desain baru, proses produksi baru maupun pendekatan pemasaran yang baru dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif menurut Keegan (1999) adalah penawaran total, dihadapkan pada persaingan yang relevan sehingga menarik lebih banyak pelanggan, oleh karena itu keunggulan yang diciptakan harus melebihi pesaingpesaing yang relevan pada industri dan pasar yang sama. Selain keunggulan kompetitif, dalam memahami teori daya saing, teori keunggulan komparatif sering digunakan untuk menerangkan hubungan perdagangan antar negara. Teori keunggulan komparatif
adalah keunggulan yang diciptakan melalui efisiensi
biaya produksi sehingga negara tersebut dapat menerima manfaat pada saat produk yang dihasilkan diperdagangkan antar negara. Lebih jauh lagi, perekonomian suatu bangsa akan dianggap berdaya saing tinggi, jika mampu tumbuh tanpa terhambat oleh kesulitan neraca pembayaran, perekonomian dianggap baik jika tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Menurut Porter (1990), keunggulan kompetitif pada level nasional adalah produktifitas nasional, karena tujuan utama dari bangsa adalah untuk
13 menghasilkan dan meningkatkan standar kehidupan yang tinggi untuk warga negaranya. Kemampuan untuk meningkatkan dan mencapai tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja dan modal yang digunakan. Produktivitas sumber daya manusia ditunjukan oleh pengembalian keuntungan pemegang saham. Menurut Keegan (1999), berbagai kajian menunjukkan bahwa bagi negara berkembang, kunci utama untuk melakukan penetrasi pasar adalah daya saing harga. Hal ini merupakan kenyataan yang sulit dibantah, dan mungkin telah menjadi suatu “kebenaran”. Maka upaya nasional maupun internasional untuk meningkatkan daya saing, sedikitnya pada tahap permulaan hingga kehadiran di suatu pasar menjadi cukup mapan, adalah dengan mempertajam daya saing harga produk.
Negara-negara
ASEAN
bersepakat
untuk
membentuk
kawasan
perdagangan bebas, AFTA (ASEAN Free Trade Area), dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia. Langkah ini merupakan jawaban kawasan terhadap tantangan globalisasi. Sebagai bahan pangan, produk agro-industri diharuskan mempunyai persyaratan standard yang cukup ketat. Persyaratan standard tersebut bukan hanya terhadap mutu produknya, sehingga ada beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu 1) mutu produk, 2) keamanan pangan dan 3) ketertelusuran (traceability). Untuk itu peningkatan standar produk agro-industri pangan olahan sangat penting sebagai faktor penguat daya saing produk (Panjaitan, Syamsun, dan Kadarisman, 2011) Peningkatkan daya saing suatu bangsa juga memerlukan dua kebijakan publik utama yaitu kebijakan primer pemerintah yang mencakup investasi, strategi pembangunan industri dan perdagangan. Selanjutnya kebijakan pendukung pemerintah yang mencakup kebijakan makroekonomi, pembangunan infrastruktur bangsa dan pembangunan kerangka kelembagaan yang diperlukan agar kebijakan – kebijakan primer pemerintah dapat bekerja dengan efisien. Salah satu faktor daya peningkatan daya saing produk adalah dengan melakukan
promosi.
Dalam
pemasaran
diperlukan
promosi
untuk
14 memperkenalkan dan mengkomunikasikan produk, dengan harapan konsumen dapat membeli produk yang dipromosikan (Yulianti, Mudikdjo, dan Sarma, 2008) Metode yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu negara, pertama kali diperkenalkan oleh Balasa tahun 1989. Metode ini didasarkan pada konsep bahwa perdagangan antar negara sebenarnya menunjukan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. Dalam metode ini yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai tersebut dalam perdagangan dunia. Semakin tinggi nilai RCA suatu produk yang diekspor oleh suatu negara menunjukan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara tersebut semakin tinggi pula. Dapat juga dikatakan bahwa, negara yang memiliki nilai RCA suatu produk paling besar dibandingkan negara lain, maka negara terebut adalah spesialisasi pengekspor produk tersebut (Balasa, 1989). Menurut Asian Development Bank Institute (ADBI, 2002), indeks RCA digunakan untuk mengukur struktur ekspor suatu negara, di mana yang diperhitungkan adalah rasio dari dua macam rasio, yaitu rasio ekspor untuk setiap sektor ekonomi terhadap total ekspor suatu negara, yang relatif terhadap rasio dari ekspor dunia untuk setiap sektor yang berhubungan dengan total ekspor dunia.
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu Menurut Susilowati (2003), di antara negara-negara produsen lada dunia, Indonesia termasuk salah satu produsen utama dunia bersama-sama dengan India, Malaysia dan Brazil. Dengan meningkatnya kompetisi antara negara produsen, Indonesia dituntut untuk mampu mempertahankan daya saingnya di pasar internasional. Susilowati (2003) mengkaji posisi daya saing ekspor Indonesia relatif terhadap beberapa negara pesaingnya di pasar lada dunia dengan menggunakan alat analsis Constant Market Share (CMS). Data yang digunakan adalah data deret waktu periode 1985-2001 yang bersumber dari International Pepper Community Statistical Year Book. Dari hasil analisis dapat ditunjukkan bahwa untuk seluruh periode analisis, daya saing Indonesia mengalami peningkatan relatif terhadap tiga negara pesaingnya, kecuali pada periode awal
15 (1985-1996) di mana daya saing India dan Malaysia mengungguli Indonesia. Pengaruh distribusi pasar menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat, MEE dan Singapura merupakan pasar tujuan yang tepat bagi ekspor lada Indonesia. Dalam penelitian yang lain, Khair (2000) yang meneliti strategi peningkatan ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat, mengemukakan bahwa penggunaan alat analisis RCA memiliki beberapa kelemahan yaitu asumsi bahwa setiap negara mengekspor semua komoditas, kelemahan kedua adalah bahwa indeks RCA memang dapat menjelaskan pola perdagangan yang telah dan dapat berlangsung, namun tidak dapat menjelaskan apakah pola tersebut sudah optimal, selain itu juga tidak dapat mendeteksi atau memprediksi produk–produk yang berpotensi di masa mendatang. Kelemahan yang lain adalah, bahwa keunggulan komparatif yang tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi bukan merupakan keunggulan komparatif yang sesungguhnya, melainkan bisa saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti adanya proteksi ekspor, subsidi, nilai tukar yang dibuat under value, dan lain sebagainya. Penelitian
yang
lainnya
adalah
penelitian
Kang-Taeg
Lim
yang
menggunakan Revealed Comparative Advantages (RCA) untuk menganalisis perdagangan internasional Korea Utara (1997). Dalam hasil penelitiannnya, Korea Utara telah mencapai suatu keberhasilan yang cukup baik dalam proses peningkatan perekonomiannya. Kesuksesan tersebut dikarenakan keberhasilan dalam merubah sektor utama penggerak pereknomian dan industri, perubahan tersebut adalah pergeseran metode produksi dari padat sumberdaya alam tanpa sentuhan teknologi menjadi metode produksi yang menggunakan sentuhan sedikit teknologi dalam memproduksi barang dan jasa. Tetapi dari hasil prediksi masa yang akan datang, Korea Utara akan sulit bersaing di pasar global karena akan terjadi perubahan lagi. Perubahan tersebut adalah penguasaan teknologi dengan lebih baik, sehingga dengan kondisi saat ini Korea Utara akan sulit bersaing di pasar global jika tidak menguasai teknologi dengan baik. Utkulu dan Seymen (2004), menganalisis daya saing produk asal Turki di pasar Uni Eropa menggunakan metoda RCA. Hasil dari analisis daya saing produk asal Turki di pasar Uni Eropa mengemukakan bahwa pesaing utama Turki
16 di Uni Eropa adalah Cina dan India, dan daya saing Turki lebih rendah pada faktor tenaga kerja serta produk-produk yang dihasilkan masih kalah dalam biaya produksi. Dalam menganalisis daya saing Turki dan pesaing di pasar Uni Eropa, analisis ini menggunakan RCA yang diadaptasi dari model Balasa (1965) dan Vollrath (1991). McLeish (2006) dalam laporannya mengenai kemudahan memulai usaha baru menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat 135 dari 175 negara dalam hal kemudahan memulai usaha baru. Peringkat itu turun dari posisi 131 tahun lalu karena perbaikan tak sesignifikan negara lain. Penurunan peringkat tersebut bukan berarti negatif bagi Indonesia, tetapi perbaikan yang terjadi di negara-negara lain sangat signifikan dan lebih baik dari Indonesia. Singapura menempati posisi pertama negara yang paling mudah untuk memulai suatu usaha. Negara tersebut berhasil menyingkirkan posisi Selandia Baru ke peringkat kedua, yang tahun lalu menduduki posisi teratas. Indonesia sebenarnya telah mengalami reformasi dalam hal kemudahan memulai usaha. Waktu yang diperlukan tadinya sangat panjang, yakni 151 hari namun telah dipangkas menjadi 97 hari saat ini. Indonesia juga akan menerapkan pengarsipan secara elektronik untuk perpajakan. Ferto dan Hubbard (2002) menganalisis daya saing sektor pertanian Hungaria di pasar Uni Eropa, analisis tersebut menggunakan RCA sebagai alat untuk melihat posisi daya saing sektor pertanian dalam kurun waktu 1992 sampai 1998. Walaupun terdapat kelemahan dalam penerapan RCA pada analisis daya saing, tetapi hasil yang didapatkan memberikan gambaran posisi daya saing sektor pertanian Hungaria dan diharapkan dapat memberikan manfaat pada saat Hungaria masuk ke dalam Uni Eropa. Hasil akhir analisis memberikan gambaran bahwa Hungaria memiliki keunggulan komparatif pada produk yang berasal dari hewan, sehingga dapat dijadikan unggulan pada saat Hungaria diterima dalam keanggotaan Uni Eropa. Peningkatan daya saing dapat dilakukan oleh pemerintah dengan menjaga kestabilan makro ekonomi serta menjaga situasi politik dan keamanan. Hal tersebut akan memberikan dampak kepada peningkatan investasi yang berasal dari luar negeri.
17 Menurut Hadi dan Mardianto (2004) yang menganalisis daya saing produk ekspor pertanian antar negara ASEAN dalam era perdagangan bebas AFTA menggunakan analisis Constant Market Share (CMS). Hasilnya adalah pertumbuhan ekspor produk pertanian Indonesia ke kawasan ASEAN selama perode 1997-1999 adalah yang tertinggi diantara negara-negara ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 terjadi penurunan dan lebih rendah dibandingkan Thailand, Filipina dan dunia. Hadi dan Mardianto (2004), mengatakan bahwa daya saing ekspor Indonesia adalah yang terkuat pada periode 1997-1999 diantara negara-negara ASEAN, tetapi melemah dan kalah dibandingkan Filipina dan Thailand pada periode 19992001. Dalam penelitiannya disarankan Indonesia lebih memperhatikan lagi pemilihan yang lebih tepat mengenai komposisi produk dan negara tujuan ekspornya agar dapat lebih memenangkan persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara non ASEAN. Dalam penelitian analisis daya saing usaha tani kedelai di DAS Brantas oleh Siregar dan Sumaryanto (2003), memperlihatkan bahwa penerimaan bersih untuk pengelola adalah negatif, hal tersebut berarti komoditas kedelai tidak memiliki keunggulan komperatif. Melalui analisis titik impas diperoleh kesimpulan bahwa komoditas kedelai akan memperoleh daya saing finansial jika harga kedelai dunia naik paling sedikit 8,5 persen, atau nilai tukar dollar terhadap rupiah paling sedikit turun 9,2 persen, atau produktivitas kedelai naik paling sedikit 27,4 persen, ceteris paribus. Jadi harus ada upaya peningkatan efisiensi tanaman kedelai melalui peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih bermutu dan pupuk berimbang. Disamping itu, dukungan penelitian pengembangan kedelai harus diutamakan.
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Analisis dan Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional dilaksanakan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik (BPS) dan industri pengolahan tuna di Jakarta. Alasan pemilihan lokasi karena data dan kebijakan terkait daya saing tuna olahan terdapat di Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPS dan para eksportir dan pelaku industri tuna. Penelitian Analisis dan Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional akan dilakukan pada bulan Juli – Desember 2011.
3.2. Kerangka Pemikiran Suatu negara dapat melakukan ekspor suatu produk ke negara lain apabila negara yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi komoditas bersangkutan. Keunggulan komparatif tidak hanya bersumber dari faktor alamiah saja, tetapi dapat juga diciptakan. Selain itu, dinamika dari keberlimpahan dan pengelolaan sumberdaya, mengakibatkan keunggulan komparatif tidak hanya bersifat statis melainkan dinamis (Susilowati, 2003). Indonesia merupakan eksportir ikan tuna di pasar Jepang dan Pasar Amerika Serikat. Negara tujuan ekspor tuna segar adalah Jepang yang mencapai hampir 80% dari total ekspor tuna segar, kemudian disusul Amerika Serikat, Belanda dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna segar adalah Korea, Vietnam, Kanada, Brazil dan Australia. Sementara itu, ikan tuna beku sebagian besar diekspor ke Jepang, Amerika Serikat, Thailand, Singapura, Meksiko dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna beku adalah Philippina, Panama, Costa Rica, Vietnam, Fiji, Thailand dan Korea (BPS 2010). Ikan tuna olahan Indonesia diekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Yordania, Lybia, Thailand, Inggris dan Yemen. Negara pesaing produk olahan tuna Indonesia adalah Thailand, Philipina, Spanyol
19 dam Equador. Untuk membandingkan daya saing ikan olahan tuna di Indonesia maka perlu dilakukan analisis daya saing ekspor ikan tuna olahan Indonesia dibandingkan dengan negara pesaing Indonesia. Dalam analisis tersebut juga akan dibandingkan daya saing ikan tuna olahan dengan tuna segar. Guna meningkatkan daya saing perlu diteliti alternatif–alternatif strategi yang dihasilkan serta dianalisis kekuatan, kelemahan peluang dan tantangan bagi pengembangan industri ikan tuna Indonesia (BPS, 2010) Untuk mengetahui daya saing ikan tuna olahan dan segar Indonesia di pasar dunia dibandingkan dengan negara pesaing, telah dikembangkan berbagai model analisis daya saing, salah satunya analisis Revealed Comparative Advantages (RCA), di mana analisis ini akan menghitung perbandingan pangsa ekspor suatu komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Melalui analisis RCA, dapat diketahui kondisi daya saing ikan tuna olahan Indonesia dan tuna segar di Indonesia di dunia internasional serta pesaing–pesaing terdekat dalam industri ini. Hasil analisis RCA dapat digunakan untuk mengambil kebijakan setelah melihat posisi daya saing ikan tuna Indonesia. Di samping menggunakan analisis RCA, dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia dengan menggunakan Matiks Profil Kompetitif dibandingkan negara pesaing Indonesia. Setelah melakukan semua analisis diatas, maka akan dapat dirumuskan prioritas strategi yang harus dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dan peluang-peluang yang harus dimanfaatkan. Alternatif-alternatif strategi tersebut diharapkan akan meningkatkan daya saing ikan tuna olahan Indonesia di dunia. Selain itu, diharapkan dapat diimplikasikan bagi perusahaan pengolahan ikan tuna olahan Indonesia. Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
20 Industri Pengolahan tuna Indonesia
Potensi Produksi Tuna Indonesia
Perdagangan Internasional Tuna Olahan
Perdagangan Internasional Tuna Segar
RCA Tuna Olahan
RCA Tuna Segar
Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional
Implikasi Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Bagi Industri Pengolahan Tuna
Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing Faktor Produksi dan Pemasaran A. A. Sumber daya ikan tuna B. Mutu ikan tuna olahan C. Pemenuhan persyaratan di negara-negara tujuan ekspor D. Harga ikan segar dan bahan baku pendukung E. Harga Ikan Tuna di Negara-Negara Tujuan Ekspor F. Hambatan tarif dan non tarif G. Organisasi perdagangan dunia, regional dan bilateral H. Penyebaran Informasi prosedur ekspor dan persyaratan impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi Faktor Manusia dan Kelembagaan A. Tingkat upah minimum yang diberlakukan B. Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu C. Kemampuan menejerial D. Peran Pemerintah dalam pengembangan industri olehan tuna E. Peran Pemerintah dalam pengaturan regulasi ekspor dan impor F. Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan pemberantasan illegal fishing G. Peran pemerintah dalam pembinaan mutu H. Peran Pemerintah terhadap akses lembaga keuangan dan asuransi
21 3.3. Jenis Data dan Sumber Data 3.3.1. Informasi yang dikumpulkan Guna mencapai tujuan tersebut maka informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : 1.
Data nilai ekspor tuna segar, beku dan tuna olahan Indonesia dan negaranegara pesaing yang dikumpulkan dari Uncomtrade dan BPS
2.
Data nilai total ekspor produk
perikanan Indonesia dan negara-negara
pesaing dan data nilai ekspor total produk perikanan dunia 3.
Data faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia
3.3.2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. 1.
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan penyebaran kuesioner kepada responden stakeholders tuna (pelaku pengolah tuna, supplier, eksportir, serta pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang terdiri dari pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka (Lampiran 1). Pertanyaan tertutup berupa pertanyaan yang alternatif jawaban sudah tersedia, sehingga responden hanya memilih satu dari alternatif jawaban yang sudah ada. Pertanyaan terbuka adalah jenis pertanyaan memberikan pilihan dan juga menyediakan tempat untuk menjawab berdasarkan pendapat responden atau bersifat bebas jika terdapat jawaban responden di luar alternatif pilihan yang tersedia. Disamping itu, data ekspor dan impor tuna diperoleh dari data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 dan Uncomtrade, 2011.
2.
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber literatur, seperti laporan penelitian terdahulu, buku-buku, jurnal, dan dari instansi pemerintah terkait. Sebelum dilakukan analisa, data yang sudah dikumpulkan perlu dilakukan
uji coba terlebih dahulu terhadap kuisioner. Hal ini bertujuan untuk mengetahui
22 tingkat validasi dan ralibilitas kuesioner. Uji validasi ini menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur hal yang diinginkan dan realibiltas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Basuki A, Sarma M, dan Purwanto B, 2008).
3.4. Teknik Pengambilan Contoh Pada penelitian ini, pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Dalam penelitian ini diambil responden sebanyak sembilan orang responden pakar komoditas ikan tuna Indonesia yang terdiri dari pelaku indutri pengolahan tuna, asosiasi, eksportir dan pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.
3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1. Revealed Comparative Advantage (RCA) Daya saing di antara negara negara-negara eksportir dapat dihitung dengan menggunakan Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage). Indeks ini menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor suatu komoditas dari suatu negara. RCA adalah perbandingan pangsa ekspor suatu komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Metode ini juga mengukur sukses dalam pasar ekspor hubungannya dengan kinerja ekspor secara keseluruhan. Keuntungannya adalah bahwa secara umum data tersedia secara rinci dan dikalkulasi secara tahunan. Persamaan rumus metode ini adalah: RCAjit = [Xijt / Xpjt] / [Wit / Wpt] Di mana : RCAijt
= Indeks daya saing ekspor komoditas i dari negara j pada tahun ke t
Xijt
= Nilai ekspor komoditas i dari negara j pada tahun ke t
Xpjt
= Nilai ekspor total produk perikanan (p) dari negara j pada tahun ke t
23 Wit
= Nilai ekspor ikan tuna di dunia pada tahun ke t
Wpt
= Nilai ekspor total produk perikanan (p) dunia pada tahun ke t Dengan dasar penilaian tersebut, maka pemahaman hasil setiap kriteria
adalah sebagai berikut : RCA > 1
berarti ikan tuna Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk diekspor
RCA < 1
berarti ikan tuna Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif untuk diekspor
RCA = 1
berarti netral
Melalui persamaan di atas, maka dapat diartikan bahwa total ekspor ikan tuna Indonesia akan dibandingkan dengan total ekspor perikanan dunia. Di mana ekspor perikanan dunia berarti seluruh data ekspor komoditas perikanan dunia, seperti ikan hidup, segar, olahan maupun beku. Indeks RCA yang akan dinilai adalah RCA ikan tuna segar dan tuna olahan Indonesia dan beberapa negara pesaing/eksportir tuna dunia seperti Thailand.
3.5.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Faktor ini digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ikan tuna Indonesia di pasar internasioal. Berbeda dengan analisis RCA, dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing maka nilainilai dari faktor dari negara–negara yang berada pada level yang sama dan memiliki persaingan dengan Indonesia pada industri ikan tuna akan dapat diketahui. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing yang akan dianalisis adalah faktor sumber daya, faktor mutu, faktor harga, faktor sumberdaya manusia, regulasi / kebijakan pemerintah, faktor hambatan perdagangan dan faktor pengembangan informasi dan promosi.
24 3.5.2. Matriks Profil Kompetitif Matriks ini digunakan untuk mengetahui posisi daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara pesaing utama dan berada dalam level yang sama dalam kinerja ekspor ikan tuna. Kerangka dari matriks ini adalah faktorfaktor yang mempengaruhi daya saing yang berperan dalam kinerja ekspor ikan tuna. Tahapan yang akan dilakukan adalah : a.
Penentuan Bobot Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan faktor-faktor kekuatan
bersaing kepada pakar yang telah dipilih menjadi responden, pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode ”Paired Comparison”. Pembobotan ini akan memberikan gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang dianalisis, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan alternatif strategi penigkatan daya saing industri ikan tuna. Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor. Pemberian bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3, dengan ketentuan sebagai berikut : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Penilaian Bobot Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Faktor Kekuatan Bersaing A B C ..... Total Sumber : Umar (2005)
A
B
C
...
25 Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus : xi α1 = n ∑xi i=1 Dimana :
b.
α1
= bobot variabel ke – i
xi
= nilai variabel ke – i
i
= 1, 2, 3, ... , n
N
= Jumlah variabel
Penentuan Rangking Tiap-tiap faktor untuk masing-masing negara diberikan nilai rating yang
mempunyai skala antara 1 (poor) untuk negara yang sangat lemah posisinya untuk faktor tertentu dibandingkan negara lain, dan diberi nilai rating 4 (outstanding) untuk negara yang sangat baik posisinya untuk faktor tersebut dibandingkan dengan negara lain. c.
Penentuan Nilai Selanjutnya nilai bobot dikalikan dengan nilai rating untuk masing-masing
negara dan menghasilkan nilai bobot skor. Negara yang mempunyai total bobot skor paling tinggi mempunyai daya saing lebih tinggi secara keseluruhan dibandingkan dengan negara-negara lainnya (Tabel 4).
26 Tabel 4 Matriks Profil Kompetitif Faktor-faktor yang Bo-
Indonesia
Mempengaruhi
Rating
Daya Saing A B C . . TOTAL Sumber : Umar (2005)
bot
Negara A Bobot Skor
Rating
Negara B Bobot Skor
Rating
dst Bobot Skor
27
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Keunggulan Daya Saing Daya saing produk suatu negara di pasar internasional dapat diukur dari beberapa macam cara. Salah satu cara tersebut adalah dengan melihat indeks Revealed Comparatif Advantages (RCA). Indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan membandingkan nilai ekspor komoditas suatu negara terhadap nilai ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi daya saing dilakukan dengan analisis profil kompetitif .
4.2
Kategori Ikan Tuna Data yang digunakan untuk pengukuran indeks RCA komoditas tuna adalah
data time series nilai ekspor tuna negara yang dianalisis, nilai ekspor tuna dunia, serta nilai ekspor produk perikanan negara yang dianalisis dan nilai ekspor produk perikanan dunia yang berasal dari un-comtrade dari tahun 2006 – 2010. Data yang dianalisis adalah data time series nilai ekspor ikan tuna yang berasal dari uncomtrade, sedangkan untuk data total perikanan meliputi semua komoditas perikanan yang diperdagangkan baik itu hidup, segar, beku, maupun olahan. Rincian katagori jenis ikan yang akan dihitung indeks RCA nya adalah ikan tuna segar, ikan tuna beku dan ikan tuna olahan dengan
rincian kategori seperti
tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Kategori Ikan Tuna Yang Termasuk Perhitungan No.
Kode HS
I
Jenis Ikan Tuna Ikan Tuna Segar
1.
030231
2.
030232
Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas
28 Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe
3.
020233
4
030234
Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas
5
030235
Ikan tuna bersirip biru (Thunnus Thynnus) Bluefin tunas
030236
Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii (shouthern
6
bellied bonito)
bluefin tunas
7
030239
II
Ikan Tuna Beku
1
030341
2
030342
3
030343
4
030344
Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas
5
030345
Ikan tuna bersirip biru (Thunnus thynnus) Bluefin tunas
6
030346
7
030349
III 1
Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore
Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe bellied bonito)
Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii /shouthern bluefin tunas) Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore
Ikan Tuna Olahan 160414
ikan diolah atau diawetkan dari ikan tuna skipjack dan bonito dalam kemasan kedap udara atau kemasan lainnya.
Sumber : BTBMI, 2008 Pengukuran indeks RCA untuk komoditas ikan tuna dalam penelitian ini dilakukan terhadap ikan tuna segar, tuna beku dan tuna olahan Indonesia dan negara-negara pesaing.
4.3. Revealed Comparatif Advantages (RCA). Indeks RCA dihitung berdasarkan rumus total ekspor ikan tuna kode HS tertentu suatu negara pada tahun ke-t dibandingkan dengan total ekspor seluruh komoditas perkanan negara tersebut pada tahun yang sama, lalu langkah
29 terakhirnya adalah membandingkan nilai tersebut dengan nilai total ekspor ikan tuna kode HS tertentu di dunia yang dibandingkan dengan total ekspor perikanan dunia pada tahun tersebut. Indeks RCA suatu komoditas dapat menggambarkan keunggulan komparatif komoditas di suatu negara di pasar internasional. Indeks RCA yang nilainya lebih dari satu, menunjukkan bahwa komoditas tuna dari negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang tinggi.
Jika indeks RCA sama
dengan 1 (satu), berarti daya saing komoditas tersebut sama dengan negara lain, sedangkan komoditas yang mempunyai indeks RCA kurang dari satu berarti komoditas tersebut tidak mempunyai daya saing di pasar internasional dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Nilai indeks RCA sepuluh negara pengekspor ikan tuna segar terbesar dapat dilihat pada Tabel 6 dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 6. Indeks RCA Ikan Tuna Segar Indonesia dan Negara Pesaing NO.
NEGARA
INDEKS RCA 2006
2007
2008
2009
2010
1.
Kroasia
48,46
38,55
50,25
72,85
44,66
2.
Malta
40,79
68,36
66,50
109,90
115,35
3.
Tunisia
23,85
21,99
35,55
48,08
19,96
4.
Turki
17,01
13,05
32,45
38,79
16,03
5.
Indonesia
4,56
4,61
5,13
8,18
5,65
6.
Australia
3,85
3,89
4,02
11,41
4,88
7.
Spanyol
3,78
4,20
4,71
3,40
2,68
8.
Jepang
1,80
1,34
1,54
2,76
1,40
9.
USA
0,59
0,62
0,52
0,75
0,63
10.
Equador
0,02
0,04
0,09
0,23
0,13
Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah Pada tahun 2006 – 2010 tuna segar Indonesia Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat baik dengan indeks RCA sebesar 4,56 – 8,18. Namun demikian, bila dibandingkan dengan negara pesaing seperti Kroasia,
30 Malta, Tunisia dan Turki daya saing produk ikan tuna segar Indonesia masih lebih rendah dan Indonesia hanya mampu menduduki posisi kelima. Daya saing ikan tuna segar Indonesia sangat tinggi
khususnya untuk jenis ikan tuna bersirip
kuning atau yellowfin tunas (HS 030232), tuna skipjack atau stripe-bellied bonito (HS 030233) dan ikan tuna lainnya seperti cakalang, sirip kuning, albacore (HS 030239). Indonesia tidak mengekspor ikan tuna segar dari jenis ikan tuna bermata besar, ikan tuna bersirip biru dan ikan tuna bersirip biru selatan. Sementara itu, tuna segar Kroasia memiliki keunggulan komparatif yang lebih baik dibandingkan dengan negara pengekspor tuna segar lainnya dengan indeks RCA antara 38,55 – 72,85. Jenis tuna yang memiliki daya saing cukup tinggi di Kroasia adalah jenis ikan tuna bermata besar (HS 030235) dan untuk jenis ini ekspor dari negara pesaing sangat kecil. Pesaing Kroasia untuk jenis ini adalah Malta, Tunisia dan Turki. Tingginya daya saing tuna segar Kroasia juga disebabkan karena tuna merupakan komoditas utama perikanan yang diekspor dan nilai ekspor komoditas tuna segar mencapai 31% dari total ekspor perikanan Kroasia. Selain mengekspor tuna bermata besar, Kroasia juga mengekspor tuna untuk jenis tuna albacore atau tuna bersirip biru panjang (HS 030231) dan ikan tuna segar lainnya seperti cakalang (HS 030239). Seperti halnya Kroasia, pada tahun 2006 – 2010, ikan tuna segar Malta, Tunisia dan Turki memiliki keunggulan komparatif yang sangat baik dengan indeks RCA berturut-turut berkisar antara 40,79 – 115,35 (Malta), 19,96 – 48,08 (Tunisia) dan 13,05 – 38,79 (Turki). Jenis tuna dari ketiga negara tersebut yang memiliki keunggulan komparatif sangat tinggi adalah untuk jenis ikan tuna bermata besar (030235). Besar kecilnya indeks RCA suatu komoditas juga dipengauhi oleh besarnya nilai ekspor komoditas perikanan suatu negara. Semakin besar nilai ekspor komoditas perikanan suatu negara menyebabkan semakin kecilnya nilai indeks RCA suatu komoditas. Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat pangsa pasar suatu negara untuk melihat besarnya daya saing negara tersebut kuat atau lemah. Dilihat dari pangsa pasar ikan tuna segar di pasar internasional, Indonesia menduduki peringkat I dengan pangsa pasar sebesar 16,86% dari total
31 ekspor dunia. Sementara itu, Malta, Spanyol, Kroasia dan Turki menduduki posisi ke 2, 3, 4, dn 5 dengan pangsa pasar berturut-turut 15,28%, 9,60%, 6,52% dan 6,25%. Nilai indeks RCA sepuluh negara pengekspor Ikan Tuna Beku dapat dilihat pada Tabel 7 dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 7. Indeks RCA Ikan Tuna Beku Indonesia dan Negara Pesaing NO.
NEGARA
INDEKS RCA 2006
2007
2008
2009
2010
1.
Kolombia
8,83
11,36
10,37
21,14
10,82
2.
Rep. Korea
6,65
6,93
4,99
9,94
6,16
3.
Philipina
2,68
4,40
3,78
5,88
4,32
4.
Spanyol
2,02
2,17
2,28
4,11
2,19
5.
Perancis
2,85
2,09
3,42
3,97
2,18
6.
Jepang
1,47
2,30
1,85
2,28
1,52
7.
Australia
1,18
1,23
1,14
3,28
1,27
8.
Mexico
0,19
1,34
1,29
1,10
2,25
9.
Indonesia
0,49
0,89
0,73
1,43
0,93
10.
China
0,03
0,07
0,05
0,15
0,22
Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah Pada tahun 2005 – 2010, nilai indeks RCA untuk tuna beku Indonesia adalah sebesar 0,49 – 1,43, sehingga untuk produk tuna beku Indonesia belum mempunyai keungulan komparatif dibandingkan negara pengekspor lainnya, kecuali untuk tahun 2009. Pada tahun 2009, indeks RCA untuk tuna beku Indonesia mengalami peningkatan menjadi 1,43. Indonesia hanya menduduki peringkat ke-9 untuk indeks RCA di antara negara pengekspor. Pada tahun 2010, nilai ekspor tuna beku Indonesia masih lebih besar dibandingkan dengan Australia dan Kolumbia, yaitu mencapai 86.478 US$ atau hanya sebesar 3,11% dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia sebesar 2.778.800 US$. Rendahnya indeks RCA ikan tuna beku Indonesia menujukkan bahwa Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif untuk tuna beku sehingga daya
32 saingnya rendah. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya nilai ekspor ikan tuna beku karena untuk jenis-jenis ikan tuna tertentu seperti tuna bersirip kuning atau yellowfin tunas, tuna skipjack atau stripe-bellied bonito dan ikan tuna lainnya seperti cakalang, sirip kuning, albacore yang lebih banyak diekspor dalam bentuk segar. Rendahnya daya saing tuna beku Indonesia juga dapat dilihat dari rendahnya penguasaan pangsa pasar di pasar internasional. Indonesia hanya menduduki posisi ke 8 dengan pangsa pasar sebesar 5,21% dari total ekspor ikan tuna beku dunia. Seperti halnya dengan ikan tuna segar, jenis ikan tuna beku Indonesia yang diekspor adalah dari jenis tuna bersirip kuning atau yellowfin tunas (HS 030232), tuna skipjack atau stripe-bellied bonito (HS 030233) dan ikan tuna lainnya seperti cakalang, sirip kuning, albacore (HS 030239). Indonesia tidak mengekspor ikan tuna beku dari jenis ikan tuna bermata besar, ikan tuna bersirip biru dan ikan tuna bersirip biru selatan. Kolombia dan Philipina, memiliki daya saing yang cukup baik dengan indeks RCA pada tahun 2006 -2010 sebesar masing-masing antara 8,83 – 21,14 dan 2,68 – 5,88. Namun demikian, untuk pangsa pasar kedua negara tersebut hanya menduduki peringkat 7 dan 10 dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 5,80% dan 3,78% dari total ekspor ikan tuna beku dunia. Hal ini disebabkan karena ekspor tuna beku Kolombia dan Philipina memberikan kontibusi yang besar terhadap total ekspor produk perikanan di kedua negara tersebut. Pada tahun 2010, ekspor tuna beku Kolumbia sebesar 62.657 US$ atau sebesar 34,77% dari total nilai ekspor produk perikanan negara tersebut sebesar 180.193 US$. Sedangkan, nilai ekspor tuna beku Philipina sebesar 96.221 US$ atau sebesar 13,87% dari nilai total ekspor produk perikanan negara tersebut sebesar 693.602 US$. Pada tahun 2006 – 2010, nilai indeks RCA ikan tuna beku untuk negara Spanyol 2,02 – 4,11 atau berada diurutan ke 4 di antara negara-negara pengekspor tuna beku. Namun demikian, Spanyol merupakan negara pengekspor ikan tuna beku nomor satu di dunia dengan pangsa pasar sebesar 14,18%. Nilai RCA yang lebih rendah dibandingkan dengan kolombia, Rep. Korea dan Philiphina
33 disebabkan karena nilai total ekspor produk perikanan Spanyol cukup besar. Nilai ekspor produk tuna beku Spanyol pada tahun 2010 sebesar 235.193 US$ atau sebesar 7,05 % dari nilai total ekspor produk perikanan negara tersebut sebesar 3.337.172 US$. Ekspor ikan tuna beku Republik Korea menduduki peringkat ke 2 dilihat dari indeks RCA maupun dari pangsa pasarnya. Pada tahun 2010, pangsa pasar ikan tuna beku Korea mencapai 20,47% dari total ekspor dunia. Dalam perdagangan internasional, ikan tuna olahan hanya dikategorikan dalam satu jenis yaitu ikan diolah atau diawetkan dari ikan tuna skipjack dan bonito dalam kemasan kedap udara atau kemasan lainnya dengan kode HS 160414. Nilai indeks RCA sepuluh negara pengekspor Ikan Tuna Olahan terbesar dapat dilihat pada Tabel 8 dan contoh perhitungan pada Lampiran 4. Tabel 8. Indeks RCA Ikan Tuna Olahan Indonesia dan Negara Pesaing NO.
NEGARA
INDEKS RCA 2006
2007
2008
2009
2010
1.
Mauritius
16,64
17,20
14,25
24,75
16,02
2.
El Salvador
16,28
18,56
16,47
26,07
17,94
3.
Thailand
5,90
5,64
5,63
9,12
5,77
4.
Philipina
4,94
5,60
7,64
14,30
7,34
5.
Italia
3,15
3,44
3,03
5,82
3,21
6.
Spanyol
2,66
2,50
2,44
4,19
2,66
7.
Indonesia
1,52
1,59
1,25
2,68
1,48
8.
Ekuador
0,54
0,55
0,53
0,70
0,39
9.
Belanda
0,17
0,18
0,31
1,44
0,61
10.
China
0,10
0,15
0,19
0,27
0,20
Sumber : Uncomtrade, 2011 diolah Indeks RCA untuk tuna olahan Indonesia dari tahun 2006 – 2010 berkisar antara 1,25 – 2,68, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan tuna olahan Indonesia memiliki daya saing yang cukup baik. Namun demikian, bila dibandingkan dengan negara-negara pesaing, keunggulan komparatif tuna olahan Indonesia masih jauh lebih rendah. Indonesia hanya menduduki peringkat ke 7 dilihat dari
34 indeks RCA tuna olahan. Dari sisi penguasaan pasar dan dilihat dari besarnya nilai ekspor tuna olahan, Indonesia menduduki peringkat ke 6 dengan pangsa pasar sebesar 4,63%. Meskipun Mauritius memiliki indeks RCA paling tinggi dibanding negara pengekspor lainnya, namun dari sisi penguasaan pasar Mauritius hanya mampu menduduki posisi ke 4. Nilai RCA yang tinggi disebabkan total nilai ekspor produk perikanan Mauritius sangat kecil atau dapat dikatakan bahwa ekspor produk perikanan Mauritius sebagian berasal dari tuna olahan. Nilai ekspor tuna olahan Mauritius sebesar 203 ribu US$ atau sebesar 74,76% dari total ekspor perikanan Mauritius sebesar 334 ribu US$. Seperti halnya Mauritus, indeks RCA untuk tuna olahan El Salvador berkisar antara 16,28 – 26,07 sehingga dapat dikatakan bahwa tuna olahan El Salvador memiliki keunggulan comparatif yang sangat tinggi. Namun demikian, sebenarnya dari sisi penguasaan pasar El Salvador hanya mampu menduduki posisi ke 10 dengan pangsa pasar hanya sebesar 1,62. Tingginya indeks RCA tuna olahan El Salvador disebabkan oleh rendahnya total nilai ekspor perikanan negara tersebut, atau dapat dikatakan tuna olahan merupakan komoditas yang mempunyai sumbangan yang besar terhadap nilai ekspor perikanan El Salvador atau sebesar 81,47% dari total ekspor produk perikanan El Salvador. Meskipun Indeks RCA tuna olahan Thailand lebih kecil dari Mauritius dan El Savador, namun dalam hal penguasaan pasar Thailand adalah merupakan negara pengekspor tuna olahan terkuat di dunia. Thailand mampu menguasai pasar dunia dengan pangsa pasar sebesar 46,75% . Strategi Thailand untuk menjadi penguasa nomor satu di dunia sangat bagus dan Thailand dengan prinsipnya sebagai kitchen of the world. Pangsa pasar terbesar kedua setelah Thailand adalah Spanyol dengan pangsa pasar sebesar 10,01%, kemudian diikuti oleh Equador, Mauritius dan Philiphina dengan pangsa pasar masing masing 8,03%, 6,04 % dan 5,75%. Rendahnya indeks RCA tuna olahan Indonesia dibandingkan dengan negara pengekspor ikan tuna olahan yang disebabkan oleh rendahnya nilai ekspor tuna olahan. Rend9ahnya nilai RCA Indonesia disebabkan karena sebagian tuna tersebut diekspor dalam bentuk segar dan beku. Jaminan bahan baku terrrhadap
35 industri pengolahan tuna, juga merupakan salah satu kendala ekspor tuna olahan. Berdasarkan penghitungan RCA tuna segar, tuna beku dan tuna olahan, ternyata daya saing tuna segar Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan dengan tuna beku dan tuna olahan. Hal ini disebabkan oleh besarnya nilai ekspor tuna segar dibandingkan dengan tuna beku dan olahan. Hal tersebut berarti Indonesia masih lebih banyak mengekspor tuna segar. Perbandingan RCA untuk tuna segar, beku dan olahan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Indeks RCA Tuna Segar, Tuna Beku dan Tuna Olahan Indonesia NO.
NEGARA
INDEKS RCA 2006
2007
2008
2009
2010
1.
Tuna Segar
4,56
4,61
5,13
8,18
5,65
2.
Tuna Beku
0,49
0,89
0,73
1,43
0,93
3.
Tuna Olahan
1,52
1,59
1,25
2,68
1,48
Sementara untuk produk tuna beku, meskipun masih memiliki indeks RCA lebih dari satu yang artinya Indonesia mempunyai daya komparatif yang cukup baik, namun dibanding negara-negara pesaing keunggulan komparatif tuna beku Indonesia masih jaug berada di bawah. Ketersedian dan keterjaminan bahan baku untuk pengolahan tuna juga menjadi salah satu kendala dalam peningkatan ekspor ikan tuna olahan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia perlu dilakukan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tuna olahan di pasar internasional dan dibandingkan dengan negara-negara pesaing.
4.4. Analisis Profil Kompetitif Analisis ini digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ikan tuna Indonesia di pasar internasional. Berbeda dengan analisis RCA yang menganalisis daya saing berdasarkan nilai ekspor, maka analisis profil kompetitif menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing. Analisis profil kompetitif dilakukan terhadap ikan tuna olahan dan menganalisis faktor-
36 faktor yang mempengaruhi daya saing negara Indonesia dan negara-negara pesaing Indonesia. Faktor-faktor yang dianalisis adalah sebagai berikut : 1)
Faktor Produksi dan Pemasaran
A.
Sumberdaya ikan tuna Potensi lestari atau MSY akan sangat mempengaruhi volume produksi ikan tuna suatu negara. Semakin besar potensinya maka semakin besar kemungkinan negara tersebut meningkatkan produksi. Secara umum dan mengabaikan
faktor
lainnya,
besarnya
produksi
ikan
tuna
akan
mempengaruhi besarnya nilai ekspor tuna olahan karena adanya keterjaminan bahan baku. Urutan hasil tangkapan yang terbesar di dunia berdasarkan jenis adalah skipjack, yeloowfin, bigeye, albacore dan bluefin.Urutan negara menurut jumlah tangkapannya adalah Jepang, Taiwan, Indonesia, Spanyol, Philipina dan Korea Selatan.
B.
Mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan Mutu produk yang dihasilkan akan mempengaruhi harga jual dan besarnya permintaan akan produk tersebut. Semakin baik mutu suatu produk yang dihasilkan suatu negara akan semakin mudah produk tersebut menembus pasar internasional karena dapat lolos dari persyaratan yang ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor.
C.
Persyaratan impor di negara-negara tujuan ekspor Negara-negara tujuan ekspor ikan tuna mempunyai persyaratan impor yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, dalam memproduksi produk perlu direncanakan dulu produk dimaksud akan menembus pasar negara mana., sehingga pada saat memproduksi produk perlu diusahakan produk yang memenuhi persyaratan di negara yang akan dituju. Sebagai contoh negara-negara Timur Tengah mensyaratkan adanya sertifikasi halal. Persyaratan ini langsung dipenuhi oleh Thailand, Meskipun Thailand bukan negara yang mayoritas islam, untuk produk olahan, Thailand telah menjadi produsen produk pangan halal terbesar sehingga dapat menguasai pangsa pasar di kawasan Timur Tengah.
37 D.
Harga ikan tuna segar dan harga bahan baku pendukung Harga ikan tuna segar sebagai bahan baku tuna olahan akan mempengaruhi biaya total produksi. Semakin tinggi harga bahan baku maka semakin tinggi biaya produksi, dan akibatnya harga produk olahan tidak dapat bersaing di pasar internasional. Komponen harga bahan pendukung untuk tuna olahan diantaranya adalah kaleng. Apabila asal bahan baku dan bahan baku pendukung diperoleh dari impor maka pada umumnya harga bahan baku menjadi lebih tinggi dan ini akan mempertinggi biaya produksi. Dengan kata lain negara yang mempunyai sumberdaya tinggi dalam hal ini ikan tuna dan bahan baku pendukung mampu diproduksi dalam negeri secara logika akan menyebabkan rendahnya biaya produksi sehingga produk yang dihasilkan menjadi efisien dan mampu bersaing dengan harga di pasar internasional.
E.
Harga ikan tuna olahan di negara-negara tujuan ekspor Harga ikan tuna di negara-negara tujuan ekspor akan mempengaruhi besarnya nilai ekspor ikan tuna, Harga di pasar luar negeri akan berkaitan dengan mutu produk yang diekspor dan juga dipengaruhi oleh kemampuan suatu negara mengatasi hambatan-hambatan di pasar tujuan ekspor. Semakin tinggi mutu ikan tuna olahan yang dijual maka akan semakin tinggi harganya. Harga ikan tuna olahan Thailand nilainya dua kali lipat daripada harga bahan baku tuna mentahnya karena produk olahan tuna Thailand memiliki mutu yang sangat baik.
F.
Hambatan tarif dan non tarif Negara pengimpor suatu produk akan melindungi negaranya dari serbuan barang impor dan melindungi keamanan pangan khususnya untuk impor produk pangan. Untuk itu, negara-negara tujuan ekspor tersebut menerapkan penetapan tarif bea masuk. Semakin besar bea masuk yang diterapkan akan menyebabkan kenaikan biaya bagi negara produsen. Hubungan bilateral yang baik ataupun menjadi anggota organisasi internasional dapat dilakukan untuk menurunkan hambatan tarif ini. Sebagai contoh negara-negara yang
38 tergabung dalam kelompok ACP (African, Caribbean and Pacific) memperoleh fasilitas penurunan tarif yang berlaku di EU. Hambatan non tarif menyangkut tentang isu mutu, sanitasi, keamanan pangan, kesehatan, terorisme, isu lingkungan dan hambatan adminstratif.
G.
Organisasi perdagangan dunia, regional dan bilateral Keikutsertaan dalam organisasi dunia, regional dan bilateral sangat mendukung kinerja ekspor suatu produk. Sebagai contoh untuk ikan tuna adalah organisasi Commission for conservation of Southtern Bluefin Tuna (CCSBT). CCSBT mempunyai wewenang untuk mengatur pemberlakuan quota ekspor khususnya untuk tuna siirip biru selatan. Anggota CCSBT adalah Austalia, Selandia Bau, Korea Selatan, Jepang dan Taiwan. Beberapa organisasi lain yang mengatur konservasi, menajemen penangkaan dan perdagangan tuna yaitu Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), International Convention on Conservation of Atlantic Tuna (ICCAT) dan Western and Central Pasific Fisheries Commission WCPFC). Anggota IOTC adalah China, Comoros, Komisi Eropa, Eriteria, Perancis, Guinea, India, Iran, Jepang, Kenya, Korea Selatan, Thailand, Vanuatu, United Kingdom dan Malaysia. Indonesia belum masuk menjadi anggota IOTC, yang mengakibatkan nelayan Indonesia tidak dapat menangkap tuna di Samudera Hindia dan Pasifik. Padahal jarak nelayan Indonesia ke fishing ground ini relatif dekat dibanding beberapa negara lain.
H.
Penyebaran informasi prosedur ekspor dan persyaratan impor yang berlaku di negara-negara tujuan ekspor Pemerintah perlu menyebarkan informasi terkait prosedur ekspor dan persyaratannya sehingga para eksportir ikan tuna olahan mempunyai pedoman dan pengetahuan yang jelas terkait prosedur ekspor. Penyebaran informasi terkait persyaratan impor dari negara-negara tujuan ekspor juga perlu disosialisasikan kepada para pengusaha (eksportir maupun pengolah). Dengan pengetahuan tersebut maka pengolah dapat memproduksi tna olahan sesuai dengan apa yang diminta pasar.
39 I.
Pengembangan market intellegence dan Promosi Market intellegence adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi pasar internasional terkait apa produk yang diminta, berapa volume permintaan, persyaratan produk yang diinginkan pasar, kapan pasar tersebut membutuhkan produk dan informsi lainnya terkait kebutuhan pasar untuk produk tuna di negara-negara tujuan ekspor maupun penjajagan negaranegara lain yang mungkin sebenarnya potensial tetapi belum terindentifikasi
2)
Faktor Manusia dan Kelembagaan
A.
Tingkat Upah Minimum yang diberlakukan Upah tenaga kerja juga sangat mempengaruhi biaya produksi. Dilihat dari ketersediaan SDM maka Indonesia memiliki keunggulan karena penduduk Indonesia yang besar. Upah tenaga kerja di Indonesia yang masih relatif rendah juga sangat mendukung pengembangan industri pengolahan ikan tuna. Untuk mengehemat tenaga kerja, kalangan industri Thailand melakukan mekanisasi
B.
Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu Dalam mengembangan industri olahan tuna yang berdaya saing maka ketersediaan SDM yang mampu menangani mutu sangat diperlukan, sehingga pabrik pengolahan dapat menghasilkan produk yang bernutu. SDM yang mampu dalam penanganan mutu ini juga diperlukan dalam pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan. Penanganan mutu untuk olahan tuna dilakukan mulai dari saat penangkapan sampai dengan saat pemasaran.
C.
Kemampuan manajerial Kemampuan menejerial juga sangat diperlukan dalam mengelola suatu industri pengolahan. Kemampuan menejerial ini juga menyangkut manajemen produksi, termasuk bagaimana mengatur ketersediaan bahan baku, mengatur berapa produksi harus dihasilkan pada periode tertentu
40 sehingga kontinuitas ketersediaan produk terjamin, bagaimana mengatur manajemen terkait profit dan keberlangsungan perusahaan
D.
Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna Pengembangan industri olahan tuna sangat memerlukan dukungan penuh dari pemerintah. Dukungan tersebut baik berupa keterjaminan bahan baku, dukungan terhadap bahan baku pendukung lainnya seperti fasilitasi impor terhadap kaleng dll.
E.
Peran Pemerintah dalam regulasi pengaturan ekspor dan persyaratan impor Regulasi pengaturan ekspor dan impor sangat mempengauhi daya saing produk suatu negara. Sebagai contoh Indonesia mempunyai sumberdaya alam khususnya ikan tuna yang cukup baik. Namun demikian, regulasi ekspor yang masih dalam penataan meyebabkan Indonesia masih mengekspor tuna segar kepada Thailand. Thailand mendapat pasokan bahan baku ikan tuna segar dari Indonesia dan kemudian mengolah dan akhirnya Thailand menguasai pasar tuna kaleng dunia.
F.
Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan penanganan illegal fishing Illegal fishing merupakan masalah krusial yang perlu penanganan khusus karena akibat illegal fishing ini negara mengalami kerugian yang cukup besar. Ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan juga sangat dipengaruhi oleh adanya illegal fishing. Illegal fishing yang dilakukan nelayan asing di wilayah Indonesia dengan sasaran penangkapan tuna sangat marak.
G.
Peran Pemerintah dalam pembinaan mutu olahan tuna Pembinaan
Pemerintah
sangat
diperlukan
untuk
peningkatan
dan
pengawasan mutu produk olahan tuna terutama terhadap pengusaha skala menengah ke bawah yang biasanya kurang pengetahuan terhadap penanganan mutu produk.
41 H.
Peran Pemerintah terhadap peningkatan akses terhadap lembaga keuangan dan asuransi Peran pemerintah dalam peningkatan akses terhadap lembaga permodalan dan asuransi sangat diperlukan khususnya bagi para pengolah tingkat menengah ke bawah
Melalui analisis matriks kompetitif dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang paling penting dalam mengembangkan industri pengolahan tuna yang berdaya saing. Faktor-faktor tersebut tentunya harus mendapat perhatian ekstra dari seluruh stakeholders agar daya saing ikan tuna olahan Indonesia dapat lebih ditingkatkan. Bedasarkan hasil analisis matriks profil kompetitif terhadap faktor produksi dan pemasaran diperoleh hasil 3 faktor yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot yaitu 1) mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan, 2) hambatan tarif dan non tarif, dan 3) pengembangan market intellegence dan promosi. Bobot dari masing-masing faktor produksi dan pemasaran dan besarnya skor dari masing-masing negara pengekspor dapat dilihat pada Tabel 10 dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5, Lampiran 7 dan Lampiran 9. Tabel 10. Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Produksi dan Pemasaran Faktor Strategis
Bobot
Skor Mauri
El Sal-
Thai-
Phili-
-tius
vador
land
phina
Italia
Spa-
Indo-
Equa-
nyol
nesia
dor
Faktor Fisik
1,000
2,271
1,911
2,899
2,241
2,142
2,743
2,218
2,409
A
Sumberdaya ikan tuna
0,105
0,233
0,222
0,327
0,222
0,210
0,257
0,338
0,280
B
Mutu Ikan Tuna Olahan di
0,143
0,349
0,269
0,460
0,349
0,333
0,396
0,317
0,412
di
0,098
0,272
0,185
0,294
0,229
0,218
0,272
0,207
0,272
Harga Ikan Tuna segar dan
0,107
0,273
0,214
0,285
0,226
0,202
0,238
0,273
0,214
Pasar Internasional C
Pemenuhan
persyaratan
negara-negara tujuan ekspor D
bahan baku pendukung
42 E
Harga Ikan Tuna olahan di
0,109
0,230
0,218
0,339
0,254
0,218
0,303
0,242
0,230
pasar internasional F
Hambatan tarif dan Non Tariff
0,114
0,253
0,215
0,316
0,240
0,228
0,316
0,215
0,316
G
Organisasi Perdagangan dunia,
0,107
0238
0,238
0,285
0,238
0,226
0,321
0,190
0,261
108
0,216
0,168
0,288
0,240
0,240
0,336
0,216
0,204
0,110
0,208
0,183
0,305
0,244
0,289
0,305
0,220
0,220
regional dan multilateral H
Penyebaran informasi prosedur ekspor dan persyaratan impor yang berlaku di negara-negara tujuan ekspor
I
Pengembangan
Market
intellegence dan Promosi
Hasil analisis profil kompetitif tersebut maka 3 faktor produksi dan pemasran yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot adalah sebagai berikut : 1.
Mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan Mutu produk yang dihasilkan juga akan mempengaruhi harga jual dan
besarnya permintaan akan produk tersebut di pasar internasional. Semakin baik mutu suatu produk akan semakin mudah produk tersebut menembus pasar internasional karena dapat lolos dari persyaratan. Mutu pangan dapat didefinisikan melalui dua pendekatan yang saling berkaitan, yaitu pendekatan karakter pangan dan kepuasan konsumen. Ditinjau dari pendekatan karakteristik pangan, mutu pangan adalah nilai pangan yang ditentukan atas dasar aspek keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.
Berdasarkan
pendekatan ini mutu dikategorikan atas dua hal: a)
Mutu eksternal adalah kriteria mutu pangan yang dapat dilihat dan diraba tanpa harus dicicip konsumen
b)
Mutu internal adalah kriteria mutu pangan yang dapat dideteksi dengan pencicipan atau melakukan pengukuran atau analisis terhadap produk
43 pangan tersebut, yang mencakup aspek rasa, kandungan, protein, kadar air dan sebagainya. Ditinjau dari penerimaan pasar (kepuasan konsumen), mutu pangan adalah hal-hal tertentu yang membedakan antara produk yang satu dengan yang lainnya, terutama yang berhubungan dengan daya terima dan kepuasan konsumen. Perusahan yang mengembangkan mutu produk dengan berorientasi kepada daya terima dan kepuasan konsumen adalah perusahan yang telah berwawasan strategi pemasaran bagi produk yang diproduksinya. Perusahaan yang demikian telah mengembangkan produk berdasarkan penentuan keistimewaan produk (product feature) serta pemrosesan produk yang bebas dari defisiensi (freedom from deficiency). Tuna olahan merupakan salah satu jenis bahan pangan yang banyak mengandung omega-3 dan protein yang berperan dalam peningkatan kecerdasan, menurunkan kolesterol dan menghambat terjadinya proses arteriklerosis (penyumbatan pembukuh darah). Tuna juga mengandung seleniumyang berfungsi dalam mengaktifkan enzim antioksidan glutathionineperoxidase yaitu enzim yang berperan dalam melindungi tubuh terhadap serangan radikal bebas. Tuna juga mengandung kalium yang mencegah penyakit gondok dan meningkatkan kecerdasan anak,Tuna juga sangat baik untuk mengurangi risiko penyakit jantung karena kandungan kalium dan natrium. Dari hasil analisis matriks kompetitif nilai bobot untuk faktor mutu adalah sebesar 0,143. Hal tersebut dapat diartikan bahwa mutu produk tuna olahan mempunyai peranan yang sangat penting dalam peningkatan daya saing tuna olahan. Persyaratan terhadap impor barang khususnya bahan pangan yang sangat ketat diterapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. Masing-masing negara pengimpor mempunyai persyaratan khusus untuk memasukkan bahan pangan ke negara tersebut. Oleh karena itu, produk yang bermutu akan lebih mudah menembus persyaratan ekspor tuna olahan di negara-negara konsumen. Keberhasilan Thailand dan Spanyol dalam menguasai pasar diantaranya adalah karena kedua negara tersebut menghasilkan tuna olahan yang sangat baik, sehingga dapat diterima di pasar. Thailand dengan motto sebagai “kitchen of the
44 world” industri pengolahan tuna bersedia menjadi taylor made yaitu mengerjakan sesuai dengan pesanan dan mampu memenuhi aneka dan keragaman permintaan. Produk olahan tuna Thailand tersedia dalam berbagai bentuk dengan bumbu dan rasa menyesuaikan dengan terget pasar yang dituju. Thailand juga melakukan penghematan pengemasan dengan menghilangkan surplus serta menurunkan spec namun kualitas produk tetap dijaga.
2.
Hambatan tarif dan non tarif Negara pengimpor suatu produk akan melindungi negaranya dari serbuan
barang impor dan melindungi keamanan pangan khususnya untuk imporproduk pangan. Untuk itu, negara-negara tersebut menerapkan berbagai peraturan baik yang berkaitan dengan tarif maupun hambatan non tarif. Dari hail analisis profil kompetitif, kemampuan negara untuk dapat menembus hambatan tarif dan non tarif mendapat bobot nomor 2 terbesar dengan besar bobot sebesar
0,114. Ini
berarti hambatan tarif dan non tarif ini perlu mendapat perhatian serius dalam peningkatan daya saing tuna olahan. Negara Eropa menerapkan fasilitas GSP-Plus artinya negara-negara yang telah memenuhi persyaratan seperti telah meratifikasi persetujuan di sektor publik dan perjanjian tenaga kerja dengan International Labor Organization (ILO) akan diberikan fasilitas bebas membayar tarif bea masuk. Strategi Spanyol dalam hal tarif adalah dengan membangun industri pengolahan tuna kaleng dna tuna loin di Amerika Tengah dan Andean Community untuk memenuhi pasar spanyol dengan tarif bea masuk nol. Dalam hal mengatasi hambatan tarif, Thailand menempuh perundinganperundingan melalui pembahasan Free Trade Agreement (FTA) dengan negaranegara tujuan ekspor. Hal ini dilakukan karena mekanisme penurunan tarif melalui World Trade Organization (WTO) memerlukan waktu yang lebih panjang. Hambatan non tarif dapat berupa larangan kandungan zat tertentu yang membahayakan kesehatan manusia, persyaratan eco label, isu sustainable dan lain-lain. Negara Jepang menerapkan skim informasi ketertelusuran serta kewajiban pelabelan yang mencakup pencantuman nama species dan asal-usul
45 ikan pada penjualan eceran di Jepang. Pencantuman ecolabel juga disyaratkan beberapa negara importir. Metode penangkapan dengan menggunakan long line dengan kedalaman 50-60 meter di bawah permukaan air laut sehingga mengurangi hasil tangkapan yang tidak perlu (bycacth) dan meminimumkan gangguan ekologis atau disebut Eco-Friendly and Enviromentally Sustainable Catching Method. Dengan metode ini diharapkan isu atau hambatan Tuna dolphin save juga dapat terpenuhi. Persyaratan keamanan pangan seperti larangan terhadap kandungan methil mercury dan kandungan histamin juga menjadi persyaratan beberapa negara tujuan ekspor. Penggunaan karbon monoksida (CO) juga dilarang dibeberapa negara seperti Jepang dan Uni Eropa. Alasan larangan penggunaan CO karena penggunaan CO dapat memperbaiki penampilan menjadi terlihat lebih segar, sehingga dianggap menyembunyikan mutu yang sebenarnya dan dianggap sebagai tindakan kriminal. Penambahan hydroprotein di dalam tuna kaleng juga dilarang di pasar UE dan penggunaan bahan tambahan seperti minyak nabati dalam tuna kaleng atau dalam pouch yang berasal dari bahan tanaman hasil rekayasa genetika juga dilarang di Uni Eropa.
3.
Pengembangan market intellegence dan Promosi Market intellegence adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
kondisi pasar internasional terkait apa produk yang diminta, permintaan,
berapa volume
persyaratan produk yang diinginkan pasar, kapan pasar tersebut
membutuhkan produk dan informsi lainnya terkait kebutuhan pasar untuk produk tuna di negara-negaa tujuan ekspor maupun penjajagan negara-negara lain yang mungkin sebenarnya potensial tetapi belum terindentifikasi. Pengembangan market intellegence dan promosi perlu mendapatkan perhatian ekstra karena faktor ini menjadi urutan ketiga faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dengan besar bobot 0,110.
Secara keseluruhan faktor-faktor
produksi dan pemasaran
yang
mempengaruhi daya saing ikan tuna olahan, Indonesia memperoleh angka yang paling kecil dibandingkan negara pengekspor lainnya yaitu sebesar 2,218 dan
46 menduduki urutan keenam. Ranking pertama diduduki oleh Thailand dengan angka sebesar 2,899 dan selanjutnya berturut-turut adalah negara Spanyol dengan angka 2,743, Equador (2,409), Mauritius (2,271) dan Philipina (2,241). Hal ini menggambarkan bahwa daya saing ikan tuna olahan Indonesia masih jauh di bawah negara-negara tersebut berdasarkan faktor produksi dan pemasaran yang dianalisis. Oleh karena itu untuk mengembangan tuna olahan yang berdaya saing, Indonesia harus memperhatikan 3 faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna. Para pelaku industri pengolahan tuna harus terus meningkatkan mutu tuna olahan dengan selalu melakukan quality controll terhadap produknya. Pemerintah juga harus lebih aktif berperan dalam melakukan pembinaan kepada para pelaku pengolahan ikan tuna. Dari sisi hambatan tarif, Indonesia harus lebih aktif untuk mengikuti atau menjadi anggota organisasi bilateral maupun multilateral dengan negara-negara tujuan ekspor dan mengadakan lobi-lobi untuk penurunan tarif bea masuk. Sedangkan dari sisi hambatan non tarif, disamping melakukan negoisasi bilateral untuk hambatan yang bersifat administratif tetapi juga harus membenahi produksi di dalam negeri, agar produksi dalam negeri mampu menembus hambatanhambatan yang diterapkan oleh negara pengekspor. Pengembangan market intelegence dan promosi produk juga perlu dilakukan, sehingga para stakeholders mengetahui jenis-jenis tuna apa yang dikehendaki pasar, berapa kebutuhannya, kapan dibutuhkan, berapa harga jual produk tersebut di pasar internasional. Hasil dari market intellegence tersebut dapat dijadikan pedoman bagi para pelaku usaha dalam menghasilkan produknya. Sedangkan promosi perlu juga dilakukan untuk lebih mengenalkan produk-produk ikan tuna yang dihasilkan Indonesia. Untuk faktor manusia dan kelembagaan, hasil analisis matriks profil kompetitif terdapat 3 faktor manusia dan kelembagaan yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot yaitu 1) peran pemerintah dalam pengembangan industri tuna olahan, 2) Ketersediaan SDM yang mampu dalam penangnan mutu dan 3) peran pemerintah dalam penanggulangan illegal fishing. Bobot dari masing-masing faktor manusia dan kelembagaan dan besarnya skor dari masing-masing negara pengekspor dapat
47 dilihat pada Tabel 11 dan contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, Lampiran 8 dan Lampiran 10. Tabel 11. Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Manusia dan Kelembagaan Faktor Strategis
Bobot
Skor Mauri
El Sal-
Thai-
Phili-
-tius
vador
land
phina
Italia
Spa-
Indo-
Equa-
nyol
nesia
dor
Faktor Manusia dan kelembagaan
1,000
2,320
1,824
2,747
2,296
1,892
2,486
2,208
2,372
A
pada
0,115
0,372
0,244
0,321
0,282
0,167
0,231
0,359
0,346
yang
0,135
0,301
0,211
0,376
0,286
0,256
0,301
0,301
0,316
0,123
0,288
0,233
0315
0,274
0,261
0,329
0,247
0,288
0,147
0,360
0,229
0,540
0,376
0,278
0,393
0,344
0,409
0,114
0,254
0,203
0,318
0,280
0,216
0,305
0,267
0,280
0,130
0,290
0,275
0,304
0,304
0,246
0,304
0,174
0,304
0,122
0,245
0,231
0,313
0,258
0,258
0,326
0,245
0,231
0,111
0,211
0,198
0,260
0,235
0,211
0,297
0,272
0,198
Upah
Tenaga
Kerja
industri pengolahan B
Ketersediaan mampu
SDM
dalam
penanganan
mutu C
Kemampuan menejerial
D
Peran
Pemerintah
dalam
Pengembangan Industri Tuna Olahan E
Peran
Pemerintah
dalam
pengaturan regulasi ekspor dan impor F
Peran
Pemerintah
dalam
penanggulangan illegal fishing G
Peran
Pemerintah
dalam
Pembinaan Mutu Ikan Tuna Olahan H
Peran
Pemerintah
peningkatan
akses
terhadap terhadap
lembaga keuangan dan asuransi
Secara rinci ketiga faktor utama yang mempengauhi daya saing adalah sebagai berikut :
48 I.
Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna Pengembangan industri olahan tuna sangat memerlukan dukungan penuh
dari pemerintah. Dukungan tersebut baik berupa keterjaminan bahan baku, dukungan terhadap bahan baku pendukung lainnya seperti fasilitasi impor terhadap kaleng dll, dukungan disisi hulu khususnya dalam penangkapan tuna maupun dukungan fasilitas/sarana dan prasarana pengembangan industri tuna. Peran pemerintah dalam pengembangan industri tuna mendapat bobot paling tinggi dibandingkan dengan faktor yang lain dengan bobot sebesar 0,147. Hal ini berarti, faktor peran pemerintah dalam pengembangan industri olahan tuna ini menjadi faktor sangat penting dalam meningkatkan daya saing ikan tuna. Dukungan yang juga amat penting adalah mempermudah proses birokrasi dan tatalaksana ekspor, mendorong maskapai penerbangan untuk memberikan pelayanan khusus serta menjaga kestabilan kondisi ekonomi dan keamanan. Penerapan regulasi yang mendukung industri pengolahan tuna juga sangat diperlukan. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia telah memberikan dukungan yang penuh dengan adanya amanat UU Nomor 45 / 2009 tentang perubahan UU No. 31 /2004 tentang perikanan. Undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa pengeluaran hasil produksi usaha perikanan ke luar negeri dilakukan apabila produksi dan pasokan di dalam negeri telah mencukupi kebutuhan konsumsi nasional termasuk di dalamnya konsumsi untuk industri pengolahan. Thailand meskipun sudah menyandang gelar sebagai eksportir tuna olahan, pemerintahnya masih terus berusaha untuk menyediakan fasilitas pengembangan indusrtri tuna. Thailand membangun Phuket Fishing Port dengan investasi senesar US$ 7,5 juta. Thailand juga mempromosikan Phuket sebagai pusat pendaratan dan ekspor tuna regional serta membangun Pusat Pasar Ikan Seafood sebagai dukungan terhadap Phuket sebagai wilayah pariwisata. Vietnam juga membangun pelabuhan perikanan termodern di Provinsi Phu Yen yang merupakan sentra produksi tuna di Vietnam dengan nilai US$ 5 juta yang dilengkapi dengan dermaga yang lebih luas, ruang pengolahan, cold storage dan fasilitas lainnya untuk menunjang perdagangan tuna.
49 Dalam menghadapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak misalnya, kalangan industri Thailand menggunakan bahan bakar alternatif, memodifikasi sistem pengolahan serta melakukan konservasi energi.
2.
Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu Dalam mengembangan industri olahan tuna yang berdaya saing maka
ketersediaan SDM yang mampu menangani mutu sangat diperlukan, sehingga pabrik pengolahan dapat menghasilkan produk yang bernutu. SDM yang mampu dalam penanganan mutu ini juga diperlukan dalam pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh industri pengolahan. Faktor ini mendapatkan bobot terbesar nomor 2 yaitu 0,135, sehingga faktor ini menjadi faktor penting dalam peningkatan daya saing produk olahan tuna.
3.
Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan penanganan illegal fishing Illegal fishing merupakan masalah krusial yang perlu penanganan khusus
karena akibat illegal fishing ini negara mengalami kerugian yang cukup besar. Ketersediaan bahan baku untuk industri pengolahan juga sangat dipengaruhi oleh adanya illegal fishing. Penanggulangan illegal fishing juga termasuk faktor penting dalam peningkatan daya saing tuna olahan dengan bobot sebesar 0,130 sehingga faktor ini harus menjadi fokus dalam peningkatan daya saing tuna olahan. Dalam usaha untuk menanggulangi maraknya illegal fishing, perlu dilakukan lobi-lobi ke negara-negara tujuan ekspor agar menerapkan peraturan untuk mencegah masuknya produk hasil kegiatan IUU fishing. Indonesia juga mendukung diterapkan peraturan tersebut di Uni Eropa yang berlaku per 1 Januari 2010. Peraturan tersebut mensyaratkan bahwa impor produk perikanan yang berasal dari luar UE (kecuali produk air tawar dan budidaya serta beberapa jenis kekerangan) harus dilengkapi dengan dokumen penangkapan yang menjamin bahwa produk tersebut ditangkap sesuai dengan status bendera kapal penangkap. Negara berdasarkan bendera kapal penangkap berkewajiban untuk menyusun verifikasi sertifikat penangkapan dan memastikan bahwa kiriman tersebut dapat
50 ditelusuri dengan jelas baik asal kapalnya, tempat pemindahan muatan sampai kepada pengolahannya. Berdasarkan hasil analisis profil kompetitif,
dari faktor manusia dan
kelembagaan, Indonesia tetap memperoleh angka 2,208. Dengan angka tersbut Indonesia tetap menduduki ranking keenam setelah Thailand (2,747), Spanyol (2,486), Equador (2,372), Mauritus (2,320) dan Philipina (2,296). Angka tersebut menggambarkan bahwa berdasarkan faktor manusia dan kelembagaan, daya saing ikan tuna olahan Indonesia masih jauh di bawah negaranegara tersebut berdasarkan faktor fisik yang dianalisis. Oleh karena itu untuk mengembangan tuna olahan yang berdaya saing, Indonesia harus memperhatikan 3 faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna. Para pelaku usaha dan pemerintah secara bersinergi untuk meningkatkan kinerjanya pada ketiga faktor penting tersebut. Pemerintah harus memberikan dukungan regulasi yang memihak kepada para pelaku usaha pengolahan ikan tuna. Komitmen pemerintah terhadap penanggulangan illegal fishing tetap harus dipertegas lagi, Penindakkan tegas kepada para pelaku illegal fishing akan sangat membantu dalam peningkatan produksi dan produktivitas nelayan.
4.5. Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan Tuna Olahan Indonesia Berdasarkan analisis RCA dan matrik kompetitif diperoleh hasil gambaran daya saing tuna olahan di Indonesia dan teridentifikasi faktor-faktor penting yang mempengaruhi daya saing ikan tuna olahan Indonesia di pasar internasional. Berdasarkan kedua analisis tersebut, dapat dirumuskan alternatif-alternatif strategi dalam meningkatkan daya saing industri tuna olahan Indonesia. Strategi-strategi dimaksud dapat dilihat pada Tabel 12.
51 Tabel 12. Matriks Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan tuna Olahan Indonesia NO 1.
2. A.
B.
HASIL ANALISIS RCA Ikan Tuna Olahan Indonesia (2010) sebesar 1,48 Matriks Profil Kompetitif Faktor Produksi dan pemasaran Daya saing faktor produksi dan pemasaran Indonesia (2,218) lebih rendah dibandingkan negara Thailand (2,899), Spanyol (2,743) dan Equador (2,409). Mutu ikan Olahan (0,315). Hambatan tarif dan non tarif (0,215). Pengembangan Market intellegence dan Promosi (0,220).
Faktor Manusia dan kelembagaan Daya saing faktor manusia dan kelembagaan, Indonesia (2,208) lebih rendah dibandingkan negara Thailand (2747), Spanyol (2,486), Equador (2,372) dan Mauritius(2,320)
PRIORITAS STRATEGI
ALASAN
Meningkatkan mutu tuna olahan Indonesia.
Mutu tuna olahan Indonesia masih dapat ditingkatkan dengan menerapkan HACCP dan GMP
Mendorong mengatasi hambatan tarif dan non tariff
Ikan tuna Indonesia masih mengalami hambatanhambatan baik tariff maupun non tarif, sebagai contoh dengan tidak menjadi anggota CCSBT, menyebabkan Indonesia tidak mendapatka qouta ekspor.
Meningkatkan pengembangan market intellegence dan promosi
Kurangnya kegiatan market intellegence dan promosi sehingga ekspor ikan tuna olahan Indonesia diekspor ke negara-negara tertentu yang memang sudah menjadi negara tujuan ekspor sebelumnya
Meningkatkan Pemerintah dalam mengembangkan industri pengolahan.
Ketersedian bahan baku yang tidak kontinue menyebabkan kerugian dan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan
Peningkatan kapasitas SDM dalam penanganan
Peningkatan kapasitas SDM akan sangat mendukung peningkatan mutu produk yang dihasilkan.
52 Peran Pemerintah mutu ikan tuna dalam olahan. pengembangan industri tuna olahan Pemberantasan (0,147). dan pengawasan Ketersediaan SDM illegal fishing yang mampu dalam penanganan mutu (0,135). Peran Pemerintah dalam Penanganan Illegal fishing (0,130).
Illegal fishing menyebabkan kerugian negara yang sangat besar dan menyebabkan para pelaku industi kekurangan bahan baku.
Berdasarkan Tabel 12, maka prioritas strategi yang dapat dilakukan untuk peningkatkan daya saing ikan tuna olahan Indonesia adalah :
a.
Faktor Produksi dan Pemasaran
1.
Meningkatkan mutu tuna olahan Indonesia Strategi ini perlu segera dilakukan terutama oleh pelaku usaha pengolahan
tuna, karena mutu produk olahan tuna akan sangat menentukan penguasaan pasar internasional. Peningkatan mutu ini tentu saja perlu dilakukan dari sisi hulu sampai dengan hilir. Penanganan ikan tuna pada saat penangkapan, pasaca penangkapan, distribusi/selama transportasi dari pelabuhan ke tempat pengolahan sampai dengan penerapan GMP dan HACCP perlu dilakukan dengan baik. Thailand yang sudah mempelopri dan mengusai pasar internasional dapat dijadikan contoh bagaimana negara tersebut menghasilkan ikan tuna olahan yang bermutu, Padahal dilihat dari sumberdaya yang dimilki Indonesia memiliki keunggulan konparatif yang sangat baik.
2.
Mendorong mengatasi hambatan tarif dan non tarif Pemerintah dapat mendorong mengatasi hambatan tarif dan non tarif. Untuk
hambatan tarif dapat dilakukan dengan mengadakan lobi-lobi dengan negara eksportir maupun dengan terlibat dalam organisasi bilateral maupun multilateral. Sebagai contoh negara-negara yang tergabung dalam kelompok ACP dapat
53 fasilitas penurunan tarif yang berlaku di EU. Hambatan non tarif menyangkut tentang isu mutu, sanitasi, keamanan pangan, kesehatan, terorisme, isu lingkungan dan hambatan adminstratif. Sedangkan untuk mengatasi hambatan non tarif para pelaku juga harus meningkatkan mutu olahan tunanya sehingga dapat menembus pasar tujuan.
3.
Meningkatkan pengembangan market intellegence dan Promosi Market intellegence adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui
kondisi pasar internasional terkait apa produk yang diminta, berapa volume permintaan, persyaratan produk yang diinginkan pasar, kapan pasar tersebut membutuhkan produk dan informsi lainnya terkait kebutuhan pasar untuk produk tuna di negara-negara tujuan ekspor maupun penjajagan negara-negara lain yang mungkin sebenarnya potensial tetapi belum terindentifikasi. Hasil dari market intellegence tersebut dapat digunakan sebagai pedoman bagi pelaku untuk menghasilkan produk sesuai dengan keinginan pasar.
b.
Faktor Manusia dan Kelembagaan
1.
Meningkatkan Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna Pengembangan industri olahan tuna sangat memerlukan dukungan penuh
dari pemerintah. Dukungan tersebut baik berupa keterjaminan bahan baku, dukungan terhadap bahan baku pendukung lainnya seperti fasilitasi impor terhadap kaleng dll, maupun dukungan disisi hulu khususnya dalam penangkapan tuna. Dukungan yang juga amat penting adalah mempermudah proses birokrasi dan tatalaksana ekspor, mendorong maskapai penerbangan untuk memberikan pelayanan khusus serta menjaga kestabilan kondisi ekonomi dan keamanan.
2.
Peningkatan kapassitas SDM yang mampu dalam penanganan mutu Dalam mengembangan industri olahan tuna yang berdaya saing maka
ketersediaan SDM yang mampu menangani mutu sangat diperlukan, sehingga pabrik pengolahan dapat menghasilkan produk yang bernutu. SDM yang mampu dalam penanganan mutu ini juga diperlukan dalam pengawasan mutu produk yang
54 dihasilkan oleh industri pengolahan. Oleh karena itu peningkatan kapasitas SDM sangat diperlukan. Strategi ini dapat dilakukan dengan jalan mengadakan pelatihan HACCP, GMP dan lain lain.
3.
Pemberantasan dan pengawasan illegal fishing Perlu dilakukan pengawasan yang terus menerus terhadap perairan
Indonesia untuk menghindari adanya illwgal fishing. Penindakan yang tegas terhadap pelaku illegal fishng perlu dilakukan sehingga negara terselamatkan dari kerugian yang besar dan produksi tuna dapat ditingkatkan. Disamping itu, melakukan lobi-lobi dengan negara-negara tujuan ekspor untuk menerapkan peraturan untuk mencegah masuknya produk hasil kegiatan IUU fishing. Uni Eropa telah mensyaratkan bahwa impor produk perikanan yang berasal dari luar UE (kecuali produk air tawar dan budidaya serta beberapa jenis kekerangan) harus dilengkapi dengan dokumen penangkapan yang menjamin bahwa produk tersebut ditangkap sesuai dengan status bendera kapal penangkap. Negara berdasarkan bendera kapal penangkap berkewajiban untuk menyusun verifikasi sertifikat penangkapan dan memastikan bahwa kiriman tersebut dapat ditelusuri dengan jelas baik asal kapalnya, tempat pemindahan muatan sampai kepada pengolahannya.
55 KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
Tuna olahan Indonesia mempunyai daya saing yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan tuna beku, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan tuna segar. Namun demikian, bila dibandingkan dengan negara pesaing, tuna olahan Indonesia mempunyai daya saing yang lebih rendah dan hanya mampu menduduki posisi ke 7.
2.
Faktor produksi dan pemasaran yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna olahan adalah sebagai berikut : 1) Mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan; 2) Hambatan tarif dan non tarif dan 3) Pengembangan market intellegence dan Promosi. Sedangkan faktor manusia dan kelembagaan yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan daya saing adalah 1) Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna; 2) Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu; 3) Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan penanganan illegal fishing
3.
Prioritas strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia terkait faktor produksi dan pemasaran adalah 1) Meningkatkan mutu tuna olahan Indonesia, 2) Mendorong mengatasi hambatan tarif dan non tarif; 3) Meningkatkan pengembangan market intellegence dan Promosi. Sedangkan prioritas strategi terkait faktor manusia dan kelembagaan adalah sebagai berikut : 1) Meningkatkan Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna; 2) Meningkatan kapasitas SDM yang mampu dalam penanganan mutu
dan 3)
Pemberantasan dan pengawasan illegal fishing
B.
Saran
1.
Agar dapat menguasai pasar internasional, maka pemerintah dan para pelaku usaha harus bersinergi untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional.
56 2.
Metode RCA cukup baik untuk mengetahui daya saing suatu produk di pasar internasional, namun untuk mendapatkan gambaran yang maksimal perlu juga dibandingkan dengan pangsa pasar. Oleh karena itu, untuk membandingkan hasil indeks RCA, perlu dilakukan analisis daya saing dengan menggunakan metode lainnya seperti Constant Market Share (CMS).
57
DAFTAR PUSTAKA Asian Development Bank Institute. 2002. “Research Policy Brief No.1 : Assessing East – Asian Export Performance.” ADBI Publishing. Japan. Badan Pusat Statistik. 2010. Jakarta
Data Statistik Ekspor dan Impor Indonesia.
Balasa, B, 1965. Trade Libralisation and Reavealed Comparative Advantage. The Manchester School. Manchester Balasa, B. 1989. Comparative Advantage, Trade Policy and Economic Development, New York University Press. New York Basuki A, Sarma M, dan Purwanto B. 2008. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pengusaha Kecil Menengah untuk Menabung (Studi Kasus : BNI Cabang Cianjur, Jawa Barat). Jurnal MPI, Magister Profesional Industri Kecil Menengah Volume 3 No. 2 No. ISSN : 1907 - 3127 Cho, D.S. dan H.C. Moon. 1998. A. Nation’s International Competitiveness in Different Stages of Economic Development. Advances in Competitiveness Research. Cho, D.S. dan H.C. Moon. 2003. From Adam Smith to Michael Porter. Teori Evolusi Daya Saing. Salemba Empat. Jakarta. Daryanto, A. 2007. Klaster Menuju Peningkatn Daya Saing Industri Perikanan. Buletin Craby & Starky Edisi Januari 2007. Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. Kajian Daya Saing Produk Perikanan Indonesia di Pasar Internasional. Jakarta Departemen Kelautan dan Perikanan. 2009. Nama dan Species Ikan Indonesia. Jakarta Departemen Keuangan. Jakarta
2008.
Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI).
Food and Agriculture Organization. 2002. Fish Protein Worlrd Consumtion. Ferto, I dan L.J. Hubbard. 2002. Revealed Comparative Advantages and Competitiveness in Hungaria Agri-Food Sectors. Institute of EconomicsHungarian Academy of Science. Budapest. Hadi, P.U dan Mardianto, S. 2004. Analisis Komparasi Daya Saing Produk Ekspor Pertanian Antar Negara ASEAN Dalam Era Perdagangan Bebas AFTA. Jurnal Agro Ekonomi Volume 22 No.1 Mei 2004. Bogor Hitt, M.A, Ireland, R.D. dan R.E. Hoskisson, 1999. Manajemen Strategi-Daya Saing & Globalisasi. Diterjemahkan oleh Ahmad Hediyanto, Salemba Empat. Jakarta Keagan, W.J. 1999. Global Marketing Management. Prentice Hall. Inc. New York Khair, A.2000. Strategi Peningkatan Ekspor Alas Kaki Indonesia di Pasar Amerika Serikat. Thesis pada Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Indonesia.
58 Lim, K.T. 1997. Analysis of North Korea’s Foreign Trade by Reavealed Comparative Advantages Journal of Economic Development. Vol 22, No. 2. Desember 1997 McLeish, C. 2006. Kompas : Daya Saing Indonesia Melorot: Pesaing Baru India dan Bangladesh Mulai Mengancam. www.kcm.com/ Pangestu, M.E. 200. Tantangan Membangkitkan Daya Saing Indonesia dan Sektor Riel. Economic Reviev Journal No. 198. Jakarta Panjaitan LE, Syamsun M dan Kadarisman D. 2011. Kajian Tingkat Penerapan Manajemen Mutu Terhadap Kinerja UMKM Sektor Agro-Industri Pangan Olahan Nata de Coco di Kota Bogor. Jurnal MPI Volume 6 No. 2 No. ISSN 2085-8414. Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press a Division of MacMilan, New York. Salvatore, D. 2005. Introduction to International Economics. New York. Wiley Siregar, M dan Sumaryanto. 2003. Analisis Daya Saing Usaha Tani Kedelai di DAS Brantas. Jurnal Agro Economi Vol 21 No. 1 Mei 2003. Bogor. Susilowati, S.H. 2003. Analisis Daya Saing Lada Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi Vol 21 No 2. Oktober 2003. Bogor. Tyson, L.D. 1992. Who’s Bashing Whom : Trade Conflict in High Technology Industries. Institute of International Economic Washington. Umar, H. 2005. Strategic Management in Action. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta United Nation, 2010. www.uncomtrade.org
Commodity
Trade
Statistics
Database.
Utkulu, U dan D. Seymen. 2004. Revealed Comparative Advantages and Competitiveness: Evidence for Turkey vis-ά-vis the EU-15. Dokuz Eylűl University. Turkey. Vollrath, T.L. 1991. A Theoritical Evaluation of Alternative Trade Intensity Measured Revealed Comparative Advantages. Weltwirtschaftliches Archiv. Yulianti M, Mudikdjo K, dan Sarma M, 2008. Kajian Strategi dan Bauran Pemasaran Batik Garutan (Studi Kasus : Perusahaan Batik Tulis Garutan RM, Garut, Jawa Barat). Jurnal MPI Volume 3 No. 1. No. ISSN : 19073127.
59 Lampiram 1. Kuesioner Penentuan Bobot dan Rating Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Tuna Olahan Indonesia
KUESIONER
Penentuan keterkaitan bobot, rating faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dalam menentukan alternatif strategi peningkatan daya saing ikan tuna olahan Indonesia
ANALISIS DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING TUNA OLAHAN INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL
Tanggal Pengisian
:......................................................................
Nama Responden
:......................................................................
Jabatan Responden
:......................................................................
Instansi/Perusahaan
:......................................................................
Tanda Tangan
:......................................................................
Data ini digunakan sebagai bahan untuk keperluan penelitian dan penyusunan tesis oleh Wiji Lestari (P054090035) Mahasiswa Program Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah, Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
60
ATURAN PENGISIAN BOBOT PADA KUESIONER
A. Pendahuluan
Proses identifikasi faktor serta unsur-unsur yang terkait di dalamnya didapatkan melalui studi pustaka/literatur dan melalui wawancara mendalam kepada responden yang meliputi peneliti, praktisi, eksportir, pelaku industri dan pejabat pemerintah yang menangani kebijakan pengolahan dan pemasaran tuna dengan menggunakan kuesioner ini untuk mendapatkan faktor-faktor yang paling strategis dalam mendukung daya saing ikan tuna olahan
Indonesia di pasar
internasional. Faktor-faktor penentu keunggulan daya saing yang diidentifikasi dan dikelompokan pada tahap awal dan dapat ditambahkan bila menurut Bapak/Ibu diperlukan. Selanjutnya dimintakan pendapat dari Bapak/Ibu untuk memberikan bobot dari masing-masing faktor berdasarkan tingkat kepentingan dalam penentu daya saing tuna olahan Indonesia. Faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1.
Faktor Produksi dan Pemasaran
A.
Sumberdaya Ikan Tuna
B.
Mutu Ikan Tuna Olahan
C.
Pemenuhan Persyaratan di Negara-Negara Tujuan Ekspor
D.
Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung
E.
Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
F.
Hambatan Tarif dan Non Tarif
G.
Organisasi Perdagangan Dunia, Regional dan Bilateral
H.
Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Impor
I.
Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
61
2.
Faktor Manusia dan Kelembagaan
A.
Tingkat Upah Minimum yang diberlakukan
B.
Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu
C.
Kemampuan manajerial
D.
Peran Pemerintah dalam Pengembangan Industri olahan tuna
E.
Peran Pemerintah dalam Pengaturam regulasi pengaturan ekspor dan impor
F.
Peran Pemerintah dalam Penanggulangan dan Pemberantasan Illegal fishing
G.
Peran Pemerintah dalam Pembinaan terhadap peningkatan mutu
H.
Peran Pemerintah dalam Fasilitasi Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi
Pembobotan Faktor-Faktor Pemberian bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3, dengan ketentuan sebagai berikut : 1 =
Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 =
Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal
3 =
Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
Tentukan nilai bobot pada setiap variabel sesuai dengan ketentuan di atas.
Tabel 1. Penilaian Bobot Faktor Produksi dan Pemasaran A B C D E F G H I Total
A
B
C
D
E
F
G
H
I
62
Selanjutnya, tiap-tiap faktor untuk masing-masing negara diberikan nilai rating yang mempunyai skala antara 1 (poor) untuk negara yang sangat lemah posisinya untuk faktor tersebut dibandingkan negara lain, dan diberi nilai rating 4 (outstanding) untuk negara yang sangat baik posisinya untuk faktor tersebut dibandingkan dengan negara lain
Tabel 2 Penilaian Rating Faktor Strategis Mauri -tus
1. Faktor Produksi dan Pemasaran a. Sumberdaya Ikan Tuna b. Mutu tuna olahan c. Pemenuhan Persyaratan di negara-negara Tujuan Ekspor d. Harga Ikan Tuna Segar dan Bahan Baku Pendukung e. Harga Ikan Tuna olahan f. Hambatan Tarif dan Non Tarif g. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional dan Bilateral h. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor i. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi 3. Faktor Manusia dan Kelembagaan a. Tingkat Upah Minimum yang Diberlakukan b. Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu c. Kemampuan manajerial d. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Industri Olahan Tuna
El Salvador
Thailand
Rating Phili- Italia pina
Spanyol
Indonesia
Equador
63 e. Peran Pemerintah dalam Pengaturan Regulasi pengaturan ekspor dan impor f. Peran Pemerintah dalam Penanganan dan Pemberantasan Illegal Fishing g. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu h. Peran Pemerintah dalam Fasilitasi Akses lembaga keuangan dan asuransi Selanjutnya kami mintakan pendapat Bapak/Ibu tentang hal-hal khusus yang berkaitan dengan daya saing ikan tuna olahan, antara lain :
1
Bagaimana menurut Bapak/Ibu tentang kebijakan Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam peningkatan daya saing komoditas ikan tuna olahan Indonesia di Pasar Internasional:
........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ............................................................................................................................. ............................................................................................................................. ....................................................................................................................... 2
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang kebijakan pemerintah untuk mengatasi hambatan tarif dan non-tarif dalam rangka perdagangan bebas Internasional :
64 ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... 3
Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang kebijakan dan upaya pemerintah untuk membuka peluang atau akses pasar ikan tuna olahan Indonesia di dalam dan luar negeri :
........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... Atas partisipasi Bapak dan Ibu, saya ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya.
65 Lampiran 2. Penghitungan RCA Tuna Segar Nilai Ekspor Tuna Segar Dunia
Kode HS
2006 52.351 378.651 9.673 177.154 188.676 35.672 31.450 873.627
030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
2007 84.391 389.123 12.874 178.198 156.848 24.604 50.850 896.889
2008 54.285 380.394 8.243 199.885 109.540 29.035 28.809 810.191
2009 41.763 360.968 9.042 204.579 141.279 52.441 23.558 833.629
Total Nilai Ekspor Perikanan Dunia 2007 2008 2009
2006
2010
1.651.506
100.920.714
170.844.231
109.569.375
2006 2.054.902
Total Nilai Ekspor Perikanan Indonesia 2007 2008 2009 2.208.120 2.642.757 2.398.266
2010 2.778.800
Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
109.017.512
Nilai Ekspor Tuna Segar Indonesia 2006 2007 2008 2009 2010 204 8 55 154 25 29.918 36.186 34.725 30.925 38.104 1.426 2.248 3.774 283 33 57.723 52.084 62.092 64.348 72.413 89.271 90.525 100.646 95.710 110.575
2006 1.602
Total Nilai Ekspor Perikanan Malta 2007 2008 2009 45.207 39.025 20.730
2010 30.706 383.959 8.670 162.998 113.745 43.191 27.825 771.093
RCA Tuna Segar Indonesia 2006 2007 2008 2009 2010 0,17 0,00 0,04 0,26 0,03 3,52 4,25 3,77 6,10 3,91 6,58 7,98 18,89 2,23 0,15 81,86 46,81 88,91 194,58 102,62 4,56 4,61 5,12 8,18 5,65
2010 3.431
66 Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
Nilai Ekspor Tuna Segar Malta RCA Tuna Segar Malta 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 8 0,02 1 1,10 35.610 27.464 68.713 11.115 100.201 188,84 390,89 491,89 648,40 782,00 35.618 27.464 68.713 11.116 100.201 40,79 68,36 66,50 09,90 115,35 2006
2006 2.885.201
Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
Nilai Ekspor Tuna Segar Spanyol 2006 2007 2008 2009 2010 5.702 3.349 6.522 3.847 3.224 4.007 3.160 2.290 1.945 2.236 1.091 2.693 814 1.050 1.308 260 423 347 207 748 83.296 108.596 108.433 40.831 53.306 44 321 100 35 28 9.637 6.783 6.299 4.934 2.115 104.038 125.326 124.805 52.848 62.966
2006 161.812
Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
Total Nilai Ekspor Perikanan Spanyol 2007 2008 2009 3.356.774 3.568.912 3.182.169
Total Nilai Ekspor Perikanan Kroasia 2007 2008 2009 152.888 150.530 164.749
2010 3.337.172
RCA Tuna Segar Spanyol 2006 2007 2008 2009 2010 3,46 1,19 3,67 4,95 3,45 0,34 0,24 0,18 0,29 0,19 3,58 6,29 3,02 6,24 4,95 0,05 0,07 0,05 0,05 0,15 14,02 20,82 30,24 15,52 15,39 0,04 0,39 0,10 0,04 0,02 9,73 4,01 6,68 11,24 2,50 3,78 4,20 4,71 3,40 2,68
2010 136.117
Nilai Ekspor Tuna Segar Kroasia RCA Tuna Segar Kroasia 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 32.112 15.952 19.231 3.030 0 347,43 124,78 256,57 75,23 0,01 1 0,00 0 3 0,04 0,35 8.286 11.999 36.986 55.531 42.775 24,87 50,50 244,53 407,61 302,72 34.354 24.432 1 4 618,69 317,15 0,03 0,11 74.751 52.383 56.218 58.565 42.779 48,46 38,55 50,25 72,85 44,66
67
2006 263.572
Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
2010 361.911
Nilai Ekspor Tuna Segar Turki RCA Tuna Segar Turki 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 106 20 4 3 - 0,70 0,08 0,02 0,03 0 - 0,00 19 22 - 0,48 0,64 1 0,00 42.633 35.942 107.898 66.497 40.836 78,57 74,51 239,96 228,86 108,69 42.739 35.980 107.924 66.501 40.836 17,01 13,05 32,45 38,79 16,03
2006 1.231.474
Kode HS
Total Nilai Ekspor Perikanan Turki 2007 2008 2009 310.357 447.508 351.368
Total Nilai Ekspor Perikanan Australia 2007 2008 2009 1.196.904 1.241.106 1.103.939
2010 1.153.897
Nilai Ekspor Tuna Segar Australia RCA Tuna Segar 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2.396 3.687 1.264 1.718 940 3,41 3,68 2,05 8.359 2.503 4.013 3.489 5.051 1,64 0,54 0,93 1 2.697 5.285 6.108 4.727 4.772 1,13 2,50 2,68 20 125 10 102 41 0,01 0,07 0,01 1.158 28.670 24.459 50.305 27.939 65,00 98,25 74,00 522 1.123 1.271 1.125 863 1,23 1,86 3,87 45.150 41.393 37.125 61.466 39.606 3,85 3,89 4,02
2006 179.606
Total Nilai Ekspor Perikanan Tunisia 2007 2008 2009 195.259 221.023 157.548
2010 163.186
Australia 2009 2010 6,36 2,91 1,50 1,25 - 0,01 3,58 2,78 0,11 0,03 148,46 61,42 7,39 2,95 11,41 4,88
68 Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
Nilai Ekspor Tuna Segar Tunisia 2006 2007 2008 2009 2010 10 6 0 44 33.926 34.296 46.586 36.835 22.919 6.364 26 10.313 95 550 3.842 1.439 26 40.840 38.164 58.393 36.962 22.919
2006 1.731.292
Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
Nilai Ekspor Tuna Segar Jepang 2006 2007 2008 2009 2010 689 250 37 22 10.001 7.423 4.313 6.301 6.711 2 18.776 15.436 16.922 17.198 12.496 283 781 1.428 1.103 2.437 3 2 25 13 23 16 29.775 23.904 22.728 24.620 21.666
2006 4.525.077
Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
Total Nilai Ekspor Perikanan Jepang 2007 2008 2009 2.000.291 1.984.048 1.825.266
Total Nilai Ekspor Perikanan USA 2007 2008 2009 4.581.106 4.600.304 4.286.147
Nilai Ekspor Tuna Segar USA 2006 2007 2008 2009 2010 1.522 1.134 2.718 1.020 3.264 4.578 4.659 5.494 4.690 4.193 22 61 169 557 595 1.855 1.477 1.907 1.822 2.421 12.568 10.309 2.538 3.993 4.956 8 52 38 16 4.941 7.393 4.995 3.613 5.906 25.485 25.042 17.872 15.734 21.352
2006 91,76 91,03 8,92 23,85
RCA Tuna Segar 2007 2008 0,09 0,11 113,01 209,77 0,55 175,20 39,05 24,64 21,99 35,55
Tunisia 2009 2010 0,16 0,01 282,73 135,29 1,96 1,21 48,08 19,96
2010 2.205.505
RCA Tuna Segar Jepang 2006 2007 2008 2009 2010 0,70 0,15 0,04 0,04 1,40 0,96 0,62 1,63 0,87 - 0,02 5,61 4,37 4,65 7,87 3,81 0,08 0,25 0,72 0,73 1,06 - 0,00 0,00 0,04 0,01 0,04 0,06 1,80 1,34 1,54 2,76 1,40
2010 4.839.816
2006 0,59 0,24 0,05 0,21 1,35 3,18 0,59
RCA Tuna Segar USA 2007 2008 2009 2010 0,30 1,19 0,97 2,41 0,26 0,34 0,52 0,25 0,11 0,48 2,46 1,55 0,18 0,23 0,36 0,34 1,45 0,55 1,13 0,99 0,01 0,04 0,03 0,01 3,20 4,11 6,11 4,81 0,62 0,52 0,75 0,63
69
2006 1.338.288
Kode HS 030231 030232 030233 030234 030235 030236 030249 Total
Total Nilai Ekspor Perikanan Equador 2007 2008 2009 1.401.547 1.903.196 1.626.935
Nilai Ekspor Tuna Segar Equador 2006 2007 2008 2009 2010 2.743 4.558 10.417 16.008 13.851 272 473 834 530 1.058 19 5 87 178 443 421 549 7 14 41 87 421 918 681 3.168 5.314 12.115 17.876 16.139
2010 1.811.599
RCA Tuna Segar Equador 2006 2007 2008 2009 2010 3,59 3,89 10,99 40,25 27,28 0,05 0,09 0,13 0,15 0,17 0,13 0,03 0,03 0,07 0,13 0,22 0,20 0,00 0,01 0,09 0,12 0,84 4,09 1,48 0,25 0,43 0,86 2,25 1,27
70 Lampiran 3. Penghitungan RCA Tuna Beku Kode HS
2006 209.231 775.349 883.389 556.908 114.926 123.310 188.713 2.851.826
030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Nilai Ekspor Tuna Beku Dunia 2007 2008 2009 186.397 221.985 257.180 899.085 1.097.379 829.678 1.060.377 1.583.172 1.256.545 538.870 654.022 648.488 147.516 143.746 126.197 144.619 132.752 87.005 198.382 223.665 104.666 3.175.245 4.056.720 3.309.759
Total Nilai Ekspor Perikanan Dunia 2006 2007 2008 2009 91.651.506 100.920.714 109.017.512 170.844.231
2010 109.569.375
Total Nilai Ekspor Perikanan Spanyol 2007 2008 2009 3.356.774 3.568.912 3.182.169
2010 3.337.172
2006 2.885.201
Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Nilai Ekspor Tuna Beku Spanyol 2006 2007 2008 2009 2010 5.040 13.268 17.211 12.594 5.014 48.135 77.733 104.742 69.614 84.646 94.679 118.003 152.889 140.417 127.984 12.960 12.527 21.711 29.349 16.031 2.780 6.357 3.547 755 420 180 155 77 22 8.111 798 1.996 826 1.076 181.705 228.867 302.252 253.632 235.193
2006 1.050.900
Total Nilai Ekspor Perikanan Rep. Korea 2007 2008 2009 1.185.493 1.395.275 1.441.451
2010 319.569 904.710 1.308.153 733.581 51.811 119.539 83.575 3.520.937
RCA Tuna Beku Spanyol 2006 2007 2008 2009 2010 2,28 2,14 2,37 2,63 0,52 1,97 2,60 2,92 4,50 3,07 3,40 3,35 2,95 6,00 3,21 0,74 0,70 1,01 2,43 0,72 0,77 1,30 0,75 0,32 0,27 - 0,04 0,04 0,05 0,01 1,37 0,12 0,27 0,42 0,42 2,02 2,17 2,28 4,11 2,19
2010 1.716.220
71 Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Nilai Ekspor Tuna Beku Rep Korea 2006 2007 2008 2009 2010 5.458 3.659 5.161 6.984 6.107 58.418 74.687 73.207 55.166 108.987 40.984 60.371 92.971 116.840 112.589 95.351 94.837 64.249 85.718 102.820 739 1.317 5.087 2.283 662 302 219 10.009 7.048 4.822 16.057 23.374 8.463 3.408 3.572 217.308 258.462 259.146 277.448 339.560
2006 1.712.553
Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
2006 1.731.292
Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Total Nilai Ekspor Perikanan Perancis 2007 2008 2009 1.988.348 2.100.092 1.645.715
2010 1.667.953
Nilai Ekspor Tuna Beku Perancis 2006 2007 2008 2009 2010 8.633 1.470 3.686 1.352 712 89.793 77.118 168.308 67.746 75.432 47.094 44.413 83.419 50.462 35.090 4.818 6.425 10.661 6.888 5.402 102 144 68 39 65 8 3 1.490 1.422 807 168 151.930 130.990 266.949 126.495 116.872
Total Nilai Ekspor Perikanan Jepang 2007 2008 2009 2.000.291 1.984.048 1.825.266
2006 28.186 5.938 42.486 1.816 104 489 46 79.066
RCA Tuna Beku Rep. Korea 2006 2007 2008 2009 2010 2,27 1,67 1,82 3,22 1,22 6,57 7,07 5,21 7,88 7,69 4,05 4,85 4,59 11,02 5,49 14,93 14,98 7,68 15,67 8,95 0,56 0,76 2,77 2,14 0,82 0,21 0,13 5,89 9,60 2,58 7,42 10,03 2,96 3,86 2,73 6,65 6,93 4,99 9,94 6,16
RCA Tuna Beku Perancis 2006 2007 2008 2009 2010 2,21 0,40 0,86 0,55 0,15 6,20 4,35 7,96 8,48 5,48 2,85 2,13 2,74 4,17 1,76 0,46 0,61 0,85 1,10 0,48 0,05 0,05 0,02 0,03 0,08 - 0,01 0,00 0,42 0,36 0,19 - 0,13 2,85 2,09 3,42 3,97 2,18
2010 2.205.505
Nilai Ekspor Tuna Beku Jepang RCA Tuna Beku Jepang 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 61.234 22.502 40.556 17.125 7,13 16,57 5,57 14,76 2,66 11.513 11.674 7.594 7.987 0,41 0,65 0,58 0,86 0,44 68.166 94.427 22.824 79.811 2,55 3,24 3,28 1,70 3,03 3.255 5.446 2.925 2.156 0,17 0,30 0,46 0,42 0,15 182 935 326 218 0,05 0,06 0,36 0,24 0,21 251 7 23 309 0,21 0,09 0,00 0,02 0,13 428 1.946 6.538 189 0,01 0,11 0,48 5,85 0,11 145.029 136.937 80.786 107.794 1,47 2,30 1,85 2,28 1,52
72
2006 10.092.151
Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Nilai Ekspor Tuna Beku China 2006 2007 2008 2009 2010 - 1.765 338 4.141 3.561 980 1.503 1.589 3.665 15.003 5.980 17.210 12.258 14.099 30.851 663 2.433 3.493 5.431 39.439 131 484 334 814 2.425 691 2.632 6.566 11.665 10.049 23.734 20.793 34.235 101.334
2006 431.949
Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Total Nilai Ekspor Perikanan China 2007 2008 2009 10.602.110 11.502.935 11.554.153
Total Nilai Ekspor Perikanan Philipina 2007 2008 2009 517.174 683.541 597.994
Nilai Ekspor Tuna Beku Philipina 2006 2007 2008 2009 2010 31.076 67.064 91.836 62.751 92.961 4.931 4.568 4.209 4.147 3.260 - 1.226 36.007 71.632 96.045 68.124 96.221
2006 2.054.902
Total Nilai Ekspor Perikanan Indonesia 2007 2008 2009 2.208.120 2.642.757 2.398.266
2010 14.629.152
RCA Tuna Beku China 2006 2007 2008 2009 2010 - 0,09 0,01 0,24 0,08 0,01 0,02 0,01 0,07 0,12 0,06 0,15 0,07 0,17 0,18 0,01 0,04 0,05 0,12 0,40 - 0,01 0,03 0,04 0,12 0,12 0,03 0,11 0,93 1,05 0,03 0,07 0,05 0,15 0,22
2010 693.602
RCA Tuna Beku Philipina 2006 2007 2008 2009 2010 8,50 14,56 13,35 21,61 16,23 1,18 0,84 0,42 0,94 0,39 - 3,35 2,68 4,40 3,78 5,88 4,32
2010 2.778.800
73 Kode HS
2006 030341 2.516 030342 12.543 030343 6.452 030344 030345 030346 030349 9.994 Total 31.505
Total Nilai Ekspor Perikanan Australia 2007 2008 2009 1.196.904 1.241.106 1.103.939
2006 1.231.474 Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Nilai Ekspor Tuna Beku Indonesia 2007 2008 2009 2010 2.977 3.252 4.507 4.897 19.563 17.353 19.602 31.509 18.235 29.398 20.893 32.507 21.106 22.199 21.416 17.565 61.881 72.201 66.418 86.478
Nilai Ekspor Tuna Beku Australia 2006 2007 2.396 3.687 8.359 2.503 2.697 5.285 20 125 31.158 28.670 522 1.123 45.150 41.393
2006 166.466
2008 1.264 4.013 6.108 10 24.459 1.271 37.125
2009 2010 1.718 940 3.489 5.051 1 4.727 4.772 102 41 50.305 27.939 1.125 863 61.466 39.606
Total Nilai Ekspor Perikanan Kolombia 2007 2008 2009 190.166 241.732 209.309
2006 0,54 0,72 0,33 2,36 0,49
RCA Tuna Beku Indonesia 2007 2008 2009 2010 0,73 0,60 1,25 0,60 0,99 0,65 1,68 1,37 0,79 0,77 1,18 0,98 4,86 4,09 14,58 8,29 0,89 0,73 1,43 0,97
2010 1.153.897 RCA Tuna Beku Australia 2006 2007 2008 2009 2010 0,85 1,67 0,50 1,03 0,28 0,80 0,23 0,32 0,65 0,53 - 0,00 0,36 0,83 0,82 1,13 0,62 0,01 0,07 0,01 0,13 0,08 18,81 16,72 16,18 89,48 22,19 0,21 0,48 0,50 1,66 0,98 1,18 1,10 0,80 2,87 1,07
2010 180.193
030341 030342 030343 030344 030345 030346
Nilai Ekspor Tuna Beku Kolombia RCA Tuna Beku Kolombia 2006 2007 2008 2009 2010 2006 2007 2008 2009 2010 69 1.506 32 2 0,18 4,29 0,06 0,00 26.167 44.983 57.252 56.569 41.011 18,58 26,55 23,53 55,65 27,56 14.190 15.517 27.156 26.403 18.910 8,84 7,77 7,74 17,15 8,79 4.132 4.192 4.549 2.198 2.423 4,08 4,13 3,14 2,77 2,01 -
030349 Total
1.155 45.714
Kode HS
1.761 67.959
4.326 93.315
1.016 86.186
311 62.657
3,37 8,83
4,71 11,36
8,72 10,37
7,93 21,25
2,27 10,82
74
2006 711.335
Kode HS 030341 030342 030343 030344 030345 030346 030349 Total
Total Nilai Ekspor Perikanan Meksiko 2007 2008 2009 796.524 833.658 807.432
Nilai Ekspor Tuna Beku Meksiko 2006 2007 2008 2009 2010 1.050 26.735 25.176 8.217 45.095 537 1 292 52 2.353 6.824 14.374 7.604 10.317 349 108 314 1.374 683 4.290 33.668 40.156 17.194 56.147
2010 777.467
RCA Tuna Beku Meksiko 2006 2007 2008 2009 0,17 3,77 3,00 2,10 0,08 0,00 0,02 2,64 5,86 13,08 12,75 0,24 0,07 0,18 2,78 0,19 1,34 1,29 1,10
2010 7,02 0,01 28,06 1,15 2,25
75 Lampiran 4. Penghitungan RCA Tuna Olahan
Nilai Ekspor Tuna Olahan Dunia 2007 2008 2009 4.355.975 5.757.935 5.045.981
2010 4.974.909
Total Nilai Ekspor Perikanan Dunia 2006 2007 2008 2009 160414 91.651.506 100.920.714 109.017.512 170.844.231
2010 109.569.375
Kode HS
2006 160414 3.820.813
Kode HS
Negara Thailand Spanyol Equador Mauritus Philipina Indonesia China Italia Belanda El Salvador
Negara Thailand Spanyol Equador Mauritus Philipina Indonesia China Italia Belanda El Salvador
2006 1.297.249 320.176 303.399 156.936 88.987 129.790 42.246 102.464 17.812 49.215
2006 5.269.802 2.885.201 1.338.288 226.247 431.949 2.054.902 0.092.151 780.891 2.461.085 72.509
Nilai Ekspor Tuna Beku 2007 2008 2009 1.389.715 1.940.159 1.684.363 362.725 460.519 394.265 329.981 532.251 334.603 196.936 213.613 211.042 124.980 275.727 252.649 151.942 174.341 190.173 68.194 116.136 91.868 125.093 138.487 130.673 21.958 48.490 116.830 92.834 106.357 73.686
2010 1.879.316 402.547 322.811 242.905 231.030 186.178 133.574 108.647 79.116 65.022
Total Nilai Ekspor Perikanan 2007 2008 2009 5.710.384 6.527.786 6.249.774 3.356.774 3.568.912 3.182.169 1.401.547 1.903.196 1.626.935 265.225 283.916 288.678 517.174 683.541 597.994 2.208.120 2.642.757 2.398.266 10.602.110 11.502.935 11.554.153 843.686 864.224 759.901 2.812.618 2.998.097 2.741.803 115.874 122.280 95.685
2010 7.177.627 3.337.172 1.811.599 333.999 693.602 2.778.800 14.629.152 744.804 2.867.112 79.810
76
Negara Thailand Spanyol Equador Mauritus Philipina Indonesia China Italia Belanda El Salvador
2006 5,90 2,66 5,44 16,64 4,94 1,52 0,10 3,15 0,17 16,28
RCA Tuna Olahan 2007 2008 2009 5,64 5,63 9,12 2,50 2,44 4,19 5,45 5,29 6,96 17,20 14,25 24,75 5,60 7,64 14,30 1,59 1,25 2,68 0,15 0,19 0,27 3,44 3,03 5,82 0,18 0,31 1,44 18,56 16,47 26,07
2010 5,77 2,66 3,92 16,02 7,34 1,48 0,20 3,21 0,61 17,94
77 Lampiran 5. Penghitungan Bobot Faktor Produksi dan Pemasaran Faktor Produksi dan Pemasaran A. B. C. D. E. F. G. H. I.
Sumberdaya Ikan Tuna Mutu Ikan Tuna Olahan Pemenuhan Persyaratan di Negara-negara Tujuan Ekspor Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor Hambatan Tarif dan Non Tariff Organisasi Perdagangan Dunia, Regional dan Bilateral Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
Responden 1 : Birokrat Faktor Produksi dan Pemasaran A B C D E F G H I TOTAL Responden 2 : Birokrat Faktor Produksi dan Pemasaran A B C D E F G H I TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
H
I
1
2 2
2 2 2
3 1 2 3
2 1 3 2 2
1 1 2 2 2 1
3 2 2 1 3 2 2
3 1 2 2 2 2 2 3
3 2 2 1 2 3 1 1 15
2 2 3 3 3 2 3 19
2 2 1 2 2 2 15
1 2 2 3 2 16
2 2 1 2 16
3 2 2 17
2 2 13
1 16
17
A
B
C
D
E
F
G
H
I
3
2 1
2 3 2
2 2 1 3
3 1 2 2 2
1 1 1 2 3 2
2 1 2 2 3 2 2
2 2 2 1 2 2 1 3
1 2 2 2 1 3 2 2 15
3 1 2 3 3 3 2 20
2 3 2 3 2 2 17
1 2 2 2 3 17
2 1 1 2 14
2 2 2 16
2 3 15
1 15
15
78 Responden 3 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan A Pemasaran A B 1 C 2 D 2 E 2 F 2 G 1 H 1 I 2 TOTAL 13 Responden 4 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan A Pemasaran A B C D E F G H I TOTAL
1 2 2 2 2 2 2 2 15
Responden 5 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan A Pemasaran A B 1 C 1 D 2 E 2 F 2 G 1 H 1 I 2 TOTAL 12
B
C
D
E
F
G
H
I
3
2 1
2 1 3
2 1 3 3
2 1 3 2 2
3 2 2 3 2 3
3 2 2 2 3 2 2
2 1 3 2 2 1 2 2
3 3 3 3 2 2 3 22
1 1 1 2 2 1 11
1 2 1 2 2 14
2 2 1 2 16
1 2 3 16
2 2 19
2 18
15
B
C
D
E
F
G
H
I
3
2
2
2
2
2
2
2
2
1 3
1 3 2
1 3 2 2
1 2 3 3 1
2 2 1 3 1 2
1 3 2 2 1 3 1
2 3 3 3 3 2 3 22
1 1 1 2 2 1 12
2 2 1 3 2 16
2 1 1 2 14
3 3 3 19
2 1 15
3 16
15
B
C
D
E
F
G
H
I
3
3 1
2 2 2
2 1 3 2
2 2 2 3 1
3 1 2 2 2 2
3 2 2 3 2 2 2
2 1 2 2 3 2 3 2
3 2 3 2 3 2 3 21
2 1 2 2 2 2 15
2 1 2 1 2 14
3 2 2 1 18
2 2 2 16
2 1 15
2 18
17
79 Responden 6 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran A B C D E F G H I TOTAL Responden 7 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran A B C D E F G H I TOTAL Responden 8 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran A B C D E F G H I TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
H
I
3
2 1
2 3 2
2 2 1 3
3 1 2 2 2
1 1 1 2 3 2
2 1 2 2 3 2 2
2 2 2 1 2 2 1 3
1 2 2 2 1 3 2 2 15
3 1 2 3 3 3 2 20
2 3 2 3 2 2 17
1 2 2 2 3 17
2 1 1 2 14
2 2 2 16
2 3 15
1 15
15
A
B
C
D
E
F
G
H
I
3
1 1
1 1 3
2 1 3 2
2 1 2 3 2
2 2 3 2 2 1
1 2 2 1 1 1 2
1 2 2 2 2 2 3 2
1 3 3 2 2 2 3 3 19
3 3 3 3 2 2 2 21
1 1 2 1 2 2 11
2 1 2 3 2 15
2 2 3 2 17
3 3 2 18
2 1 15
2 12
16
A
B
C
D
E
F
G
H
I
3
3 2
1 1 1
2 1 1 2
1 2 2 1 1
1 3 2 2 2 2
1 2 2 1 2 2 2
3 1 3 1 2 2 2 2
1 1 3 2 3 3 3 1 17
2 3 3 2 1 2 3 19
3 3 2 2 2 1 18
2 3 2 3 3 16
3 2 2 2 15
2 2 2 13
2 2 16
2 14
16
80 Responden 9 : Asosiasi Faktor Produksi dan Pemasaran A B C D E F G H I TOTAL
A
1 2 2 2 1 3 2 2 15
B
C
D
E
F
G
H
I
3
2 1
2 2 3
2 2 3 3
3 1 2 2 2
1 1 3 3 2 1
2 1 2 2 3 2 2
2 2 3 3 2 2 1 2
3 2 2 3 3 3 2 22
1 1 2 1 2 1 12
1 2 1 2 1 16
2 2 1 2 14
3 2 2 19
2 3 15
2 16
15
Total Bobot Faktor Produksi dan Pemasaran Faktor Produksi dan Pemasaran Total Nilai Keseluruhan Rata-rata Total Nilai Rata-rata Bobot
A
B
C
D
E
F
G
H
I
136
185
127
134
141
148
139
140
143
15,11 144,22 0,105
20,56
14,11
15,44
15,67
16,44
15,44
15,56
15,89
0,143
0,098
0,107
0,109
0,114
0,107
0,108
0.110
81 Lampiran 6. Penghitungan Bobot Faktor Manusia dan Kelembagaan Faktor Manusia dan Kelembagaan A. Tingkat Upah Minimum yang Diberlakukan B. Ketersediaan SDM yang Mampu Dalam Penanganan Mutu C. Kemampuan Manejerial D. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Industri Olahan Tuna E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan Regulasi Ekspor dan Impor F. Peran Pemerintah dalam Penanggulangan dan Pemberantasan Illegal Fishing G. Peran Pemerintah Dalam Pembinaan Mutu H. Peran Pemerintah dalam Fasilitasi Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi Responden 1 : Birokrat Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL Responden 2 : Birokrat Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL Responden 3 : Pengolah Tuna Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL
A 2 2 1 1 2 2 2 12
A 1 2 1 2 2 2 2 12
A 1 1 2 2 2 2 2 12
B 2 3 3 3 2 2 2 17
B 3 2 2 2 2 2 2 15
B 3 2 2 2 2 2 2 15
C 2 1 1 2 2 2 1 11
C 2 2 1 2 3 2 2 14
C 3 2 2 3 2 2 2 16
D 3 1 3 3 2 2 3 17
D 3 2 3 3 2 3 3 19
D 2 2 2 2 2 1 1 12
E 3 1 2 1 3 2 2 14
E 2 2 2 1 3 2 2 14
E 2 2 1 2 2 2 2 13
F 2 2 2 2 1 3 3 15
F 2 2 1 2 1 2 3 13
F 2 2 2 2 2 1 2 13
G 2 2 2 2 2 1 1 12
G 2 2 2 1 2 2 2 13
G 2 2 2 3 2 3 2 16
H 2 2 3 1 2 1 3 14
H 2 2 2 1 2 1 2 12
H 2 2 2 3 2 2 2 15
82 Responden 4 : Pengolah Tuna Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL Responden 5 : Pengolah Tuna Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL Responden 6 : Eksportir Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL
A 2 1 1 2 2 2 2 12
A 1 1 3 2 3 3 3 16
A 1 1 1 2 2 2 2 11
B 2 2 2 1 2 2 2 13
B 3 2 2 2 2 2 2 15
B 3 2 2 3 2 2 2 16
C 3 2 2 3 2 2 3 17
C 3 2 1 2 2 2 1 13
C 3 2 1 3 2 2 2 15
D 3 2 2 3 2 3 3 18
D 1 2 3 3 1 3 2 15
D 3 2 3 3 2 3 3 19
E 2 3 1 1 1 1 2 11
E 2 2 2 1 2 3 2 14
E 2 1 1 1 2 2 3 12
F 2 2 2 2 3 3 2 16
F 1 2 2 2 2 2 3 15
F 2 2 2 2 2 3 3 16
G 2 2 2 1 3 1 2 13
G 1 2 2 1 1 2 2 11
G 2 2 2 1 2 1 2 12
H 2 2 1 1 2 2 2 12
H 1 2 1 2 2 1 2 11
H 2 2 2 1 1 1 2 11
83 Responden 7 : Eksportir Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL Responden 8 : Eksportir Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL Responden 9 : Asosiasi Faktor Manusia dan Kelembagaan A B C D E F G H TOTAL
A 1 2 3 2 3 1 1 13
A 1 2 3 2 3 2 3 16
A 1 1 3 2 3 1 1 12
Total Bobot Manusia dan Kelembagaan Faktor Manusia dan A B C Kelembagaan Total Nilai 116 136 124 Keseluruhan Rata-rata 12,89 15,11 13,78 Total Nilai Rata-rata 111,67 Bobot 0,115 0,135 0,123
B 3
C 2 2
2 2 2 2 1 2 14
B 3
2 2 1 2 2 13
C 2 1
3 2 3 2 1 2 16
B 3
3 2 2 1 2 13
C 3 1
3 1 2 3 1 2 15
1 2 1 2 2 12
D 1 2 2 2 2 3 3 15
D 1 2 1 3 3 2 3 15
D 1 3 3 3 3 2 3 18
E 2 2 2 2
F 1 2 3 2 3
1 2 2 13
2 2 15
E 2 1 2 1
F 1 2 2 1 2
2 2 2 12
3 2 13
E 2 2 2 1
F 1 1 3 1 3
1 2 2 12
3 3 15
G 3 3 2 1 2 2 2 15
G 2 3 3 2 2 1 2 15
G 3 3 2 2 2 1 3 16
H 3 2 2 1 2 2 2 14
H 1 2 2 1 2 2 2 12
H 3 1 2 1 2 1 1 11
D
E
F
G
H
148
115
131
123
112
16,44
12,78
14,56
13,67
12,44
0,147
0,114
0,130
0,122
0,111
Lampiran 7. Penghitungan Rating Faktor Produksi dan Pemasaran Responden 1. Birokrat Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
3
2
3
2
2
2
4
3
B. Ikan Tuna Olahan
2
2
4
3
3
2
2
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
3
2
4
3
3
2
2
3
2
1
3
2
2
2
3
3
3
1
4
2
2
3
2
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
3
2
3
2
2
3
1
3
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
3
3
4
2
2
4
1
2
2
2
3
3
2
4
2
2
2
2
4
2
3
3
2
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I.
Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
85 Responden 2 : Birokrat Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2
2
3
3
2
2
4
3
B. Ikan Tuna Olahan
2
2
4
2
2
4
2
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
3
2
4
2
2
3
2
3
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
2
2
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
3
2
4
3
2
3
2
2
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
3
2
4
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I.
Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
86 Responden 3 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2
2
3
2
2
3
3
3
B. Ikan Tuna Olahan
2
2
3
3
2
3
2
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
3
2
3
3
2
2
2
2
3
2
3
2
2
3
3
1
2
2
3
2
2
3
2
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2
2
3
2
2
3
2
3
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
2
2
3
2
2
3
1
3
2
1
3
2
2
3
2
2
2
1
3
2
2
3
1
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
87 Responden 4 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2
2
3
2
2
3
3
3
B. Ikan Tuna Olahan
2
2
3
2
3
3
2
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
3
2
3
2
2
3
2
3
3
2
3
2
2
3
2
2
2
3
3
2
2
4
3
3
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2
2
2
2
2
4
2
2
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
3
2
3
3
2
2
2
1
3
2
3
4
2
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
88 Responden 5 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2
2
3
2
2
2
4
2
B. Ikan Tuna Olahan
2
2
3
3
4
3
2
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
3
2
3
2
2
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
3
3
2
3
2
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2
2
2
2
2
2
2
3
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
3
3
3
2
2
3
2
3
2
2
2
3
2
3
2
2
2
2
4
3
2
3
2
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I.
Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
89 Responden 6 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
3
3
3
2
2
2
3
3
B. Ikan Tuna Olahan
3
2
4
3
2
3
2
2
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
2
2
2
3
2
2
2
3
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
4
3
2
3
2
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2
2
2
2
2
2
2
3
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
2
2
2
2
3
3
2
2
2
1
3
2
2
3
2
2
2
1
2
3
2
2
2
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
90 Responden 7 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2
2
3
2
3
3
3
2
B. Ikan Tuna Olahan
3
2
4
2
2
2
2
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
2
1
3
2
2
3
2
3
3
2
3
2
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2
2
3
2
2
2
2
3
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
2
2
2
3
2
2
2
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
3
3
3
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
91 Responden 8 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2
2
4
2
1
2
2
3
B. Ikan Tuna Olahan
3
1
2
2
2
2
3
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
3
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
2
2
2
3
2
2
2
4
2
2
2
3
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2
2
3
2
2
3
2
3
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
2
2
2
2
2
2
2
3
2
1
3
2
3
3
2
2
1
2
3
2
2
2
1
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
92 Responden 9 : Asosiasi Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2
2
3
2
2
3
3
2
B. Ikan Tuna Olahan
3
2
2
2
3
3
3
3
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
3
2
3
2
3
3
2
3
2
2
2
2
2
3
3
2
2
2
2
2
2
3
2
2
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2
1
3
2
2
3
2
3
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
1
2
2
3
2
3
2
3
2
1
3
2
2
3
2
1
2
2
2
2
3
2
3
2
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. 3Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
93 Total Rating Faktor Produksi dan Pemasaran
Mauritus
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
A. Sumberdaya Ikan Tuna
2,22
2,11
3,11
2,11
2,00
2,44
3,22
2,67
B. Ikan Tuna Olahan
2,44
1,89
3,22
2,44
2,33
2,78
2,22
2,89
C. Pemenuhan Persayratan di Negara-negara
2,78
1,89
3,00
2,33
2,22
2,78
2,11
2,78
2,56
2,00
2,67
2,11
1,89
2,22
2,56
2,00
2,11
2,00
3,11
2,33
2,00
2,78
2,22
2,11
F. Hambatan Tarif dan Non Tarif
2,22
1,89
2,78
2,11
2,00
2,78
1,89
2,78
G. Organisasi Perdagangan Dunia, Regional
2,22
2,22
2,67
2,22
2,11
3,00
1,78
2,44
2,00
1,56
2,67
2,22
2,22
3,11
2,00
1,89
1,89
1,67
2,78
2,22
2,44
2,78
2,00
2,00
Tujuan Ekspor D. Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung E. Harga Ikan Tuna Olahan di Negara-negara Tujuan Ekspor
dan Bilateral H. Penyebaran Informasi Prosedur Ekspor dan Persyaratan Impor I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi
94 Lampiran 8. Penghitungan Rating Faktor Manusia dan Kelembagaan
Responden 1 : Birokrat Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
3
2
2
3
1
2
2
2
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2
2
3
2
2
3
1
2
C. Kemampuan Menejerial
2
2
3
2
2
3
1
2
D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan
3
1
4
3
1
2
2
3
Pengaturan
2
2
4
3
2
2
2
2
F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan
2
2
2
3
2
2
1
3
G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu
3
2
3
2
2
2
2
2
H. Peran
2
1
3
2
2
2
2
2
Diberlakukan
Penanganan Mutu
Industri Tuna E. Peran
Pemerintah
Dalam
Regulasi Ekspor dan Impor
dan Pemberantasan Illegal Fishing
Pemerintah
Terhadap
Lembaga Keuangan dan Asuransi
Akses
95 Responden 2 : Birokrat Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
3
2
3
3
1
2
3
3
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2
1
2
2
2
2
2
2
C. Kemampuan Menejerial
3
2
3
3
2
2
2
2
D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan
3
1
4
3
2
3
2
3
Pengaturan
2
2
3
3
2
3
2
3
F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan
2
2
2
3
2
2
1
3
G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu
2
2
2
3
1
2
2
2
H. Peran
2
2
2
2
1
2
2
2
Diberlakukan
Penanganan Mutu
Industri Tuna E. Peran
Pemerintah
Dalam
Regulasi Ekspor dan Impor
dan Pemberantasan Illegal Fishing
Pemerintah
Terhadap
Lembaga Keuangan dan Asuransi
Akses
96 Responden 3 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
3
2
3
4
2
2
4
3
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
3
2
3
2
2
3
3
3
C. Kemampuan Menejerial
3
1
3
3
2
2
2
2
D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan
2
1
4
2
1
2
2
3
Pengaturan
2
2
2
2
2
3
2
2
F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan
2
2
3
2
2
3
1
2
G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu
2
1
2
2
3
3
2
2
H. Peran
1
1
2
3
2
3
2
2
Diberlakukan
Penanganan Mutu
Industri Tuna E. Peran
Pemerintah
Dalam
Regulasi Ekspor dan Impor
dan Pemberantasan Illegal Fishing
Pemerintah
Terhadap
Lembaga Keuangan dan Asuransi
Akses
97 Responden 4 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
3
2
2
2
1
2
3
3
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2
1
3
2
2
2
2
2
C. Kemampuan Menejerial
2
2
2
2
2
3
2
2
D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan
3
2
3
3
2
3
2
3
Pengaturan
2
2
2
3
1
3
2
3
F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan
2
1
2
2
1
3
1
2
G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu
2
2
2
2
2
3
2
2
H. Peran
2
2
2
2
2
3
2
2
Diberlakukan
Penanganan Mutu
Industri Tuna E. Peran
Pemerintah
Dalam
Regulasi Ekspor dan Impor
dan Pemberantasan Illegal Fishing
Pemerintah
Terhadap
Lembaga Keuangan dan Asuransi
Akses
98 Responden 5 : Pengolah Tuna Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
4
2
3
2
1
2
3
3
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2
2
3
3
1
2
2
2
C. Kemampuan Menejerial
2
2
2
2
2
3
2
3
D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan
1
2
3
2
2
3
2
3
Pengaturan
2
1
3
2
1
2
3
2
F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan
2
2
2
2
1
2
1
2
G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu
1
1
3
2
2
3
2
2
H. Peran
2
2
2
2
2
3
2
2
Diberlakukan
Penanganan Mutu
Industri Tuna E. Peran
Pemerintah
Dalam
Regulasi Ekspor dan Impor
dan Pemberantasan Illegal Fishing
Pemerintah
Terhadap
Lembaga Keuangan dan Asuransi
Akses
99 Responden 6 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina 2
Yang
3
2
4
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2
1
3
C. Kemampuan Menejerial
2
2
2
D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan
2
2
Pengaturan
1
F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
2
3
2
4
2
2
2
3
2
2
2
2
2
3
2
1
3
2
3
1
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu
2
2
2
2
2
3
2
2
H. Peran
1
2
3
2
2
3
3
1
Diberlakukan
Penanganan Mutu
Industri Tuna E. Peran
Pemerintah
Dalam
Regulasi Ekspor dan Impor
dan Pemberantasan Illegal Fishing
Pemerintah
Terhadap
Lembaga Keuangan dan Asuransi
Akses
100 Responden 7 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
3
2
2
2
1
2
3
3
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2
1
3
2
2
2
2
2
C. Kemampuan Menejerial
2
2
4
2
3
3
3
3
D. Peran Pemerintah Dalam engembangan
3
2
4
3
2
3
3
2
3
2
3
2
2
3
2
2
3
3
3
3
3
3
2
3
2
2
3
2
2
3
3
2
2
2
2
2
2
2
3
3
Diberlakukan
Penanganan Mutu
Industri Tuna E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan Regulasi Ekspor dan Impor F. Peran
Pemerintah
Dalam
Penanggulangan dan Pemberantasan Illegal Fishing G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu H. Peran Pemerintah Terhadap Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi
101 Responden 8 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
4
3
3
2
2
1
4
3
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2
2
3
2
2
2
3
3
3
2
2
2
2
3
2
3
Dalam
3
2
4
2
3
2
3
2
E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan
3
2
3
2
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
2
Diberlakukan
Penanganan Mutu C. Kemampuan Menejerial D. Peran
Pemerintah
Pengembangan Industri Tuna
Regulasi Ekspor dan Impor F. Peran
Pemerintah
Dalam
Penanggulangan dan Pemberantasan Illegal Fishing G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu H. Peran Pemerintah Terhadap Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi
102 Responden 9 : Eksportir Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
3
2
3
2
2
2
4
3
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
3
2
2
Dalam
2
1
4
3
3
3
3
3
E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan
3
2
3
3
3
3
3
2
2
3
3
2
2
2
1
2
2
3
3
2
3
3
1
1
3
2
3
2
2
3
3
1
Diberlakukan
Penanganan Mutu C. Kemampuan Menejerial D. Peran
Pemerintah
Pengembangan Industri Tuna
Regulasi Ekspor dan Impor F. Peran
Pemerintah
Dalam
Penanggulangan dan Pemberantasan Illegal Fishing G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu H. Peran Pemerintah Terhadap Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi
103 Total Rating Faktor Manusia dan Kelembagaan Faktor Produksi dan Pemasaran A. Tingkat
Upah
Mauritus
Minimum
El Salvador
Thailand
Philipina
Italia
Spanyol
Indonesia
Equador
Yang
3,22
2,11
2,78
2,44
1,44
2,00
3,11
3,00
B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam
2,22
1,56
2,78
2,11
1,89
2,22
2,22
2,33
2,33
1,89
2,56
2,22
2,11
2,67
2,00
2,33
Dalam
2,44
1,56
3,67
2,56
1,89
2,67
2,33
2,78
E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan
2,22
1,78
2,78
2,44
1,89
2,67
2,33
2,44
2,22
2,11
2,33
2,33
1,89
2,33
2,33
2,33
2,00
1,89
2,56
2,11
2,11
2,67
2,00
1,89
1,89
1,78
2,33
2,11
1,89
2,67
2,44
1,78
Diberlakukan
Penanganan Mutu C. Kemampuan Menejerial D. Peran
Pemerintah
Pengembangan Industri Tuna
Regulasi Ekspor dan Impor F. Peran
Pemerintah
Dalam
Penanggulangan dan Pemberantasan Illegal Fishing G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu H. Peran Pemerintah Terhadap Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi
104 Lampiran 9 Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif Untuk Faktor Produksi dan Pemasaran
FAKTOR STRATEGIS
Faktor Produksi dan Pemasaran Sumberdaya ikan A tuna B
C
D
E
F
G
H
I
Mutu ikan tuna olahan Pemenuhan persyaratan mutu di negara-negara Tujuan Ekspor Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung Harga Ikan Tuna olahan di negara tujuan Ekspor Hambatan tarif dan non tariff Organisasi perdagangan dunia, regional dan Bilateral Penyebaran informasi prosedur ekspor dan Persyaratan impor Pengembangan Market Intelegence dan Promosi
BOBOT
MAURITIUS
EL SALVADOR
THAILAND
PHILIPPINA
ITALIA
RATING
RATING
RATING
RATING
RATING
1,0000
BOBOT SKOR 2,2712
BOBOT SKOR 1,9114
BOBOT SKOR 2,8982
BOBOT SKOR 2,2406
BOBOT SKOR
SPANYOL
INDONESIA
EQUADOR
RATING
RATING
RATING
2,1422
BOBOT SKOR 2,7431
BOBOT SKOR 2,2178
BOBOT SKOR 2,4090
0,1048
2,2222
0,2328
2,1111
0,2212
3,1111
0,3260
2,1111
0,2212
2,0000
0,2096
2,4444
0,2561
3,2222
0,3376
2,6667
0,2794
0,1425
2,4444
0,3484
1,8889
0,2692
3,2222
0,4593
2,4444
0,3484
2,3333
0,3326
2,7778
0,3959
2,2222
0,3167
2,8889
0,4117
0,0978
2,7778
0,2718
1,8889
0,1848
3,0000
0,2935
2,3333
0,2283
2,2222
0,2174
2,7778
0,2718
2,1111
0,2066
2,7778
0,2718
0,1071
2,5556
0,2737
2,0000
0,2142
2,6667
0,2856
2,1111
0,2261
1,8889
0,2023
2,2222
0,2380
2,5556
0,2737
2,0000
0,2142
0,1086
2,1111
0,2293
2,0000
0,2173
3,1111
0,3380
2,3333
0,2535
2,0000
0,2173
2,7778
0,3017
2,2222
0,2414
2,1111
0,2293
0,1140
2,2222
0,2534
1,8889
0,2154
2,7778
0,3167
2,1111
0,2407
2,0000
0,2280
2,7778
0,3167
1,8889
0,2154
2,7778
0,3167
0,1071
2,2222
0,2380
2,2222
0,2380
2,6667
0,2856
2,2222
0,2380
2,1111
0,2261
3,0000
0,3213
1,7778
0,1904
2,4444
0,2618
0,1079
2,0000
0,2157
1,5556
0,1678
2,6667
0,2876
2,2222
0,2397
2,2222
0,2397
3,1111
0,3356
2,0000
0,2157
1,8889
0,2037
0,1102
1,8889
0,2081
1,6667
0,1836
2,7778
0,3060
2,2222
0,2448
2,4444
0,2693
2,7778
0,3060
2,0000
0,2203
2,0000
0,2203
105 Lampiran 10. Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif untuk Faktor Manusia dan Kelembagaan FAKTOR STRATEGIS
Faktor Manusia dan Kelembagaan Tingkat Upah A Minimum yang Diberlakukan Ketersediaan SDM B yang mampu dalam penanganan mutu kemampuan C manejerial Peran Pemerintah dalam D pengembangan industri olahan tuna Peran pemerintah dalam pengaturan E regulasi ekspor dan impor Peran pemerintah dalam F penanggulangan dan pemberantasan Illlegal fishing Peran Pemerintah G dalam pembinaan mutu PeranPemerintah terhadap H peningkatan akses lembaga keuangan dan asuransi
BOBOT
MAURITIUS
EL SALVADOR
THAILAND
PHILIPPINA
ITALIA
RATING
RATING
RATING
RATING
RATING
1,0000
BOBOT SKOR 2,3197
BOBOT SKOR 1,8242
BOBOT SKOR 2,7466
BOBOT SKOR 2,2959
BOBOT SKOR
SPANYOL
INDONESIA
EQUADOR
RATING
RATING
RATING
1,8922
BOBOT SKOR 2,4861
BOBOT SKOR 2,2082
BOBOT SKOR 2,3721
0,1154
3,2222
0,3719
2,1111
0,2437
2,7778
0,3206
2,4444
0,2821
1,4444
0,1667
2,0000
0,2308
3,1111
0,3591
3,0000
0,3463
0,1353
2,2222
0,3007
1,5556
0,2105
2,7778
0,3759
2,1111
0,2857
1,8889
0,2556
2,2222
0,3007
2,2222
0,3007
2,3333
0,3158
0,1234
2,3333
0,2879
1,8889
0,2331
2,5556
0,3153
2,2222
0,2742
2,1111
0,2605
2,6667
0,3290
2,0000
0,2468
2,3333
0,2879
0,1473
2,4444
0,3600
1,5556
0,2291
3,6667
0,5400
2,5556
0,3763
1,8889
0,2782
2,6667
0,3927
2,3333
0,3436
2,7778
0,4091
0,1144
2,2222
0,2543
1,7778
0,2034
2,7778
0,3179
2,4444
0,2797
1,8889
0,2161
2,6667
0,3051
2,3333
0,2670
2,4444
0,2797
0,1303
2,2222
0,2897
2,1111
0,2752
2,3333
0,3041
2,3333
0,3041
1,8889
0,2462
2,3333
0,3041
1,3333
0,1738
2,3333
0,3041
0,1224
2,0000
0,2448
1,8889
0,2312
2,5556
0,3128
2,1111
0,2584
2,1111
0,2584
2,6667
0,3264
2,0000
0,2448
1,8889
0,2312
0,1114
1,8889
0,2105
1,7778
0,1981
2,3333
0,2600
2,1111
0,2353
1,8889
0,2105
2,6667
0,2972
2,4444
0,2724
1,7778
0,1981