ANALISIS DAMPAK FLUKTUASI HARGA MINYAK DUNIA TERHADAP VARIABEL MAKROEKONOMI DAN KEBIJAKAN SUBSIDI DI INDONESIA (PERIODE 1980-2010)
OLEH FANNY APRILTA H14070110
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN FANNY APRILTA, Analisis Dampak Fluktuasi Harga Minyak terhadap Variabel Makroekonomi dan Kebijakan Subsidi di Indonesia : Periode 1980-2010 (dibimbing oleh TONNY IRAWAN dan TANTI NOVIANTI) Peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan maupun untuk konsumsi di tingkat rumah tangga. Sebagian besar negara di dunia sangat bergantung terhadap bahan bakar minyak untuk menggerakkan perekonomian. Indonesia merupakan salah satu dari negara di dunia yang tingkat kebergantungan terhadap minyak yang tinggi (Oil Highly Dependency). Data dari Bank Dunia menyatakan konsumsi minyak Indonesia mencapai 46 persen dari total konsumsi energi nasional pada tahun 1980 dan terus mengalami peningkatan sehingga pada tahun 2010 perbandingan konsumsi minyak menjadi 66 persen dari total konsumsi enegi nasional. Minyak merupakan salah satu komoditi yang penting dalam perekonomian ekonomi Indonesia. Peranannya sangat besar karena memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap penerimaan pemerintah. Minyak menjadi andalan Indonesia dalam kegiatan perdagangan internasional. Pada era 1980 hingga awal tahun 1990 pertumbuhan ekonomi Indonesia begitu pesat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya harga minyak dunia. Indonesia sangat diuntungkan pada masa itu karena merupakan salah satu pengekspor minyak terbesar di dunia. Kenyataan berubah sejak tahun 2004 Indonesia beralih menjadi net importir minyak dan terlepas dari keanggotaan OPEC sejak tahun 2009. Dalam beberapa dekade harga minyak memiliki trend yang berfluktuasi. Hal ini sangat berdampak dalam kegiatan perekonomian dunia. Fluktuasi harga minyak dunia akan memengaruhi perekonomian Indonesia sebagai negara dengan sistem ekonomi terbuka kecil (small-open economy). Pengaruh yang diterima oleh Indonesia tercermin dari variabel makroekonominya seperti tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan output nasional, nilai tukar mata uang, dan tingkat suku bunga. Selain variabel makroekonomi, fluktuasi harga minyak dunia juga mempengaruhi kebijakan subsidi pemerintah terhadap bahan bakar minyak premium, kerosin, dan solar sebagai produk turunan dari minyak itu sendiri. Variabel makroekonomi yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi dan pertumbuhan output nasional. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak fluktuasi harga minyak dunia terhadap tingkat inflasi, pertumbuhan output nasional, dan kebijakan subsidi bahan bakar minyak Indonesia pada periode tahun 1980-2010. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Vector Autoregressions (VAR) yang dilanjutkan dengan menggunakan metode Vector Error Correction Model (VECM) karena memiliki hubungan kointegrasi yang terkandung dalam model penelitian ini. Pengujian kestasioneran data yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada uji Augmented Dickey-Fuller (ADF test), uji penetapan lag optimal didasarkan pada uji Schwarz Information Criterion (SC) dan uji kointegrasinya berdasarkan pendekatan Johansen. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks Harga Konsume (INFLASI); Produk Domestik Bruto/ Output nasional (GDP); Tingkat suku bunga (SB); (HARGAMINYAK); Nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat (ER); Subsidi Bahan Bakar Minyak (SUBSIDI). Seluruh data yang dipergunakan dalam penelitian ini sejak kuartal pertama tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak dunia memberikan dampak bagi perekonomian Indonesia. Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak dunia tidak mempengaruhi pertumbuhan output nasional, tingkat inflasi, dan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) secara signifikan. Pada jangka panjang fluktuasi harga minyak secara signifikan mempengaruhi output nasional, tingkat inflasi, dan subsidi BBM. Selama periode tahun 1980-2010 fluktuasi harga minyak dunia mempengaruhi output nasional dan tingkat inflasi secara positif. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa peningkatan minyak sebagai sumber energi yang vital dalam kegiatan produksi akan meningkatkan tingkat harga (Cost-Push Inflation) secara umum. Hal inilah yang kemudian menyebabkan peningkatan tingkat inflasi dalam jangka panjang di Indonesia. Dalam penelitian ini juga terjadi hubungan yang positif antara fluktuasi harga minyak dunia dengan subsidi BBM yang diberikan oleh pemerintah. Artinya, apabila terjadi peningkatan harga minyak dunia maka pemerintah akan memberikan respon kebijakan berupa peningkatan besaran subsidi BBM kepada masyarakat. Pertumbuhan output nasional juga berhubungan positif terhadap fluktuasi harga minyak dunia dalam jangka panjang. Selama periode 1980-2004 Indonesia masih sebagai net eksportir minyak. Sehingga surplus dari kegiatan perdagangan internasional mendorong peningkatan pada output nasional Indonesia. Sementara dalam enam tahun terakhir ketika Indonesia beralih menjadi net importir minyak belum berpengaruh secara signifikan pada pertumbuhan output nasional Indonesia.
ANALISIS DAMPAK FLUKTUASI HARGA MINYAK DUNIA TERHADAP VARIABEL MAKROEKONOMI DAN KEBIJAKAN SUBSIDI DI INDONESIA (PERIODE 1980-2010)
Oleh FANNY APRILTA H14070110
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi
: ANALISIS DAMPAK FLUKTUASI HARGA MINYAK DUNIA TERHADAP VARIABEL MAKROEKONOMI DAN KEBIJAKAN SUBSIDI DI INDONESIA (PERIODE 1980-2010)
Nama
: Fanny Aprilta
NIM
: H14070110
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Tanti Novianti, M.Si NIP. 1972 1117 199802 2 005
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2011
Fanny Aprilta H14070110
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Fanny Aprilta lahir pada tanggal 1 April 1991 di Bandung. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Hajiro Sinaga dan Dormaully Sagala. Penulis menamatkan pendidikan sekolah dasar di SDN Pabuaran VII Cibinong, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Cibinong dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi ke Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama di IPB, penulis mengikuti lomba karya tulis mahasiswa tingkat nasional. Penulis meraih Juara II LKTI di Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta pada tahun 2009. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Komisi Pelayanan Siswa Unit Kegiatan Mahasiswa Persekutuan Mahasiswa Kristen Institut Pertanian Bogor (KPS UKM PMK IPB). Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitian Natal Civitas Akademika IPB tahun 2010 dan HIPOTEX-R pada tahun 2009.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis
Dampak
Fluktuasi
Harga
Minyak
Dunia
Terhadap
Variabel
Makroekonomi dan Kebijakan Subsidi di Indonesia”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada: 1)
Ibunda Dormaully Sagala dan Ayahanda Hajiro Sinaga yang telah memberikan doa, motivasi, pengorbanan, dan kasih sayang tidak terhingga kepada penulis. Adik - adik penulis Susi Deby Caroline dan Yosua Saurmatio yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Nenek penulis Sinta br. Limbong yang selalu mendukung penulis dalam doa.
2)
Tony Irawan M. App. Ec dan Tanti Novianti, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
3)
Dr. Alla Asmara selaku Dosen Penguji Utama yang telah banyak memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
4)
Dr. Muhammad Findi Alexandi selaku Dosen Penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan masukan dan saran dalamn penulisan skripsi ini.
5)
Damayanti, M.Ec dan Ginanjar S.E dari Kementerian Keuangan RI yang telah berkenan membantu penulis dalam pencarian data.
6)
Segenap dosen di Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah mengajar penulis selama masa perkuliahan yang begitu berkesan.
7)
Seluruh jajaran staf Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membentu segala proses administrasi yang terkait dalam penulisan skripsi ini.
8)
Keluarga besar Pomparan Op. Raja ni Alum Sinaga, atas doa, dukungan, serta motivasi yang diberikan kepada penulis.
9)
Teman-teman satu bimbingan, Rini Hindrasyah, Meditiari Wikan, dan Yesika Sihombing atas kritik, saran, dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
10)
Seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi 44, khususnya Marissa, Solihin, Nono, atas motivasi dan kebersamaannya selama perkuliahan di IPB.
11)
Segenap keluarga besar Komisi Pelayanan Siswa UKM PMK IPB, terkhusus Hadasa, Novrika, Satchie, Vera, Andreas, Motto, Elsye, Leo, Erti, atas doa, dukungan, kebersamaan, dan kasih persaudaraan dalam pelayanan yang penulis rasakan.
12)
Seluruh sahabat penulis sejak TPB Sella, Febri, Ayu, Merlinda, Priskila, Hana, Anti, Vita, Janet atas kebersamaan dan keceriaan yang diberikan selama masa studi penulis di IPB.
13)
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung.
Bogor, Agustus 2011
Fanny Aprilta H14070110
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ...............................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
xiv
I.
II.
III.
PENDAHULUAN............................................................... 1 1.1 Latar Belakang ...................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................
9
1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................
11
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................
12
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
13
2.1 Teori Inflasi .......................................................................
13
2.1.1 Definisi Inflasi .......................................................
13
2.1.2 Jenis Inflasi ...........................................................
15
2.1.3 Dampak Inflasi ......................................................
18
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi ............................................
19
2.2.1 Definisi Pertumbuhan Ekonomi ............................
19
2.2.2 Ringkasan Teori Pertumbuhan Ekonomi ...............
21
2.3 Teori Suku Bunga .............................................................
23
2.4 Teori Kebijakan Subsidi ....................................................
24
2.5 Pengantar Fluktuasi Ekonomi.............................................
26
2.6 Penelitian-Penelitian Terdahulu.........................................
28
2.7 Kerangka Pemikiran ..........................................................
33
METODE PENELITIAN .................................................
35
3.1 Jenis dan Sumber Data .......................................................
35
3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data................................
35
3.2.1 Metode Vector Autoregression (VAR) ...................
36
3.2.2 Metode Vector Error Correction Model (VECM) ...
40
3.2.3 Tahapan Pembentukan Sistem Persamaan .......... ........ 41 3.2.4 Impulse Response Function ......................................
44
3.2.5 Forecast Error Variance Decomposition ..................
44
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................
46
4.1 Hasil Uji Pra Estimasi ...........................................................
46
4.1.1 Uji Kestasioneritasan Data .....................................
46
4.1.2 Uji Lag Optimal ......................................................
47
4.1.3 Uji Stabilitas VAR ..................................................
49
4.1.4 Uji Kointegrasi .......................................................
49
4.1.5 Uji Kausalitas Granger ...........................................
51
4.2 Hasil Estimasi Vector Error Correction .................................
52
4.3 Analisis Impulse Respon Function .......................................
60
4.4 Analisis Forecast Error Variance Decomposition ...............
63
4.5 Respon Kebijakan Indonesia dan Beberapa Negara Terhadap
V.
Fluktuasi Harga Minyak Dunia ..................................................
69
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................
78
5.1 Kesimpulan ..........................................................................
78
5.2 Saran ....................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
80
LAMPIRAN ...........................................................................................
82
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data .....................................................
35
4.1 Hasil Uji Stasioneritas ........................................................................
47
4.2 Hasil Uji Lag Optimal ........................................................................
48
4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR .....................................................................
49
4.4 Hasil Uji Kointegrasi Johansen...........................................................
50
4.5 Hasil Uji Kausalitas Granger .............................................................
51
4.6 Hasil Estimasi VECM 1.......................................................................
53
4.7 Hasil Estimasi VECM 2.......................................................................
57
4.8 Hasil Estimasi VECM 3.......................................................................
58
4.9 Tipe Pemberian Subsidi ....................................................................... 74
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1 Indonesia Energy Statistic ................................................................... 2 1.2 Harga Minyak Dunia ...........................................................................
3
1.3 Rasio Subsidi Minyak terhadap Tahun 1980-2010 ............................
4
1.4 Realokasi APBN Bagi Kegiatan Sosial ..............................................
7
1.5 Persentase Rumah Tangga Pengguna BBM Bersubsidi .....................
8
2.1 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi Agregate Demand.....
26
2.2 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi Agregate Supply.......
27
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian .........................................................
34
4.1 Skema Pemberian Subsidi BBM ........................................................
60
4.2 Respon SUBSIDI, GDP, SB, INFLASI, ER Terhadap Guncangan dari HARGAMINYAK ............................................................................
63
4.3 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) GDP ...................
64
4.4 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) INFLASI ............. 65 4.5 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) ER ....................... 66 4.6 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) SUBSIDI ............. 67 4.7 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) HARGAMINYAK 67 4.8 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) SB ....................... 68 4.9 Tingkat Suku Bunga Indonesia............................................................. 71 4.10 Kebijakan Stabilisasi ........................................................................... 72 4.11 Daftar Negara Pemberi Subsidi pada Sumber Energi (Miliar Dollar).. 74
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil Uji Stasioneritas ...........................................................................
83
2. Hasil Uji Lag Optimal ......................................................................
87
3. Hasil Uji Kointegrasi ........................................................................
87
4. Hasil Uji Stabilitas VAR ..................................................................
88
5. Hasil Uji Kausalitas Granger ...........................................................
88
6. Hasil Estimasi VECM .....................................................................
89
7. Impulse Response Function .............................................................
93
8. Forecast Error Variance Decomposition ........................................
94
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar.
Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk konsumsi di tingkat rumah tangga. Sebagian besar negara di dunia sangat bergantung terhadap bahan bakar minyak untuk menggerakkan ekonominya. Bagi negara maju seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang yang unggul dalam industri dan manufaktur sangat memerlukan minyak sebagai input produksi. Sejak tahun 1970 Indonesia mulai diperhitungkan sebagai salah satu negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia. Minyak bumi menjadi komoditi penting dalam kegiatan perdagangan internasional. Di masa itu perekonomian Indonesia sangat bertumpu pada komoditas minyak. Sejak tahun 1980 hingga awal 1990 pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat pesat hingga mencapai level sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle economy karena pertumbuhan ekonomi yang begitu fantastis. Indonesia awalnya sebagai salah satu pengekspor minyak bumi terbesar dunia dan tergabung menjadi anggota OPEC. Namun sejak tahun 2004 hingga kini beralih menjadi net importir minyak untuk menutupi kebutuhan minyak di dalam negeri. Indonesia memiliki tingkat konsumsi yang tinggi akan bahan bakar minyak. Pada tahun 2009 Indonesia menempati peringkat ke-17 dunia dengan konsumsi minyak sebesar 1.115.000 barrel per hari. (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010)
Gambar 1.1 Indonesia Energy Statistic Gambar 1.1 menunjukkan bahwa penawaran minyak Indonesia memiliki trend yang menurun dalam periode 1999-2009. Pada awal tahun 1999 supply minyak Indonesia sebesar 1.600.000 barrel per hari, dan terus mengalami penurunan hingga pada tahun 2009 supply minyak menjadi hanya sebesar 1.000.000 barrel per hari. Pada Gambar 1.1 juga terlihat pola konsumsi minyak nasional dalam periode 1999-2009. Berbeda dengan penawaran minyak, konsumsi minyak justru selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 1999 konsumsi minyak nasional sebesar 1.000.000.000 barrel per hari. Konsumsi minyak nasional memiliki trend yang meningkat sehingga pada tahun 2009 konsumsi minyak nasional menjadi 1.200.000 barrel per hari. Pola konsumsi minyak yang terus mengalami peningkatan tidak mampu ditutupi oleh produksi minyak dari dalam negeri. Sejak tahun 2004 Indonesia sudah beralih menjadi net importir minyak, dan pada tahun 2009 Indonesia sudah secara resmi keluar dari keanggotaan OPEC. Dalam beberapa dekade harga minyak memiliki trend yang terus meningkat. Pada tahun 2005 terjadi fluktuasi yang signifikan dari harga minyak
dunia hingga 61,2 US$ per barrel yang sebelumnya hanya berkisar antara 25 sampai dengan 30 US$ per barrel. Sejak kuartal kedua tahun 2005 harga minyak dunia terus mengalami peningkatan. Harga minyak dunia mencapai nilai yang tertinngi di level 145,13 US$ per barrel di bulan Juli tahun 2008 (Energy International Administration, 2011). Krisis finansial global yang terjadi pada kuartal keempat tahun 2008 juga memberi dampak terhadap tingkat harga minyak dunia. Lesunya perekonomian dunia mengakibatkan penurunan terhadap permintaan minyak. Harga minyak dunia mengalami penurunan secara drastis hingga menyentuh level 38 US$ per barrel. Pasca krisis finansial global perekonomian dunia mengalami pemulihan secara perlahan. Pemulihan perekonomian ditandai dengan kembali berjalannya aktivitas perekonomian di setiap negara baik negara industri maupun negara berkembang (Energy International Administration, 2011).
Sumber : U. S Energy Information Administration (2011)
Gambar 1.2 Harga Minyak Dunia Roubini dan Setser (2004) menyatakan bahwa fluktuasi maupun peningkatan harga minyak dunia akan memberikan dampak bagi perekonomian setiap negara di dunia. Besarnya
pengaruh yang diberikan tergantung dari
beberapa hal seperti besarnya guncangan harga minyak, durasi atau lamanya guncangan tersebut berlangsung, dependensi dari negara tersebut dalam penggunaan minyak dalam kegiatan ekonomi, serta respon kebijakan yang dibuat oleh pemerintah di negara tersebut. Indonesia sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka kecil pasti terpengaruh dengan kondisi ekonomi dunia. Salah satunya adalah terlihat bagaimana harga minyak dunia mempengaruhi perekonomian dalam negeri. Harga minyak dunia yang berfluktuasi juga akan mempengaruhi harga dari produk turunan minyak yang biasa di konsumsi oleh masyarakat yakni bahan bakar minyak seperti premium, solar, kerosen, dan pertamax. Mengingat
pentingnya
keberadaan
bahan
bakar
minyak
dalam
perekonomian sehingga bahan bakar minyak memerlukan intervensi pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga bahan bakar minyak supaya dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Bentuk intervensi yang diberikan oleh pemerintah bagi penyediaan bahan bakar minyak saat ini berupa pemberian subsidi. Subsidi bagi bahan bakar minyak sudah dilakukan sejak pemerintahan orde baru. Hingga saat ini subsidi masih diberlakukan dan menjadi salah satu pengeluaran rutin dalam APBN. Untuk menjamin harga bahan bakar minyak disaat harga minyak dunia sedang melambung tinggi, pemerintah melakukan kebijakan pemberian subsidi. Dimulai sejak tahun 2005 APBN sangat terbebani dengan pemberian subsidi tersebut karena adanya fluktuasi harga minyak dunia berupa peningkatan yan sangat tinggi hingga menyentuh level 145 US$ per barrel di tahun 2008.
Gambar 1.4 menunjukkan rasio antara subsidi yang diberikan oleh pemerintah dan GDP. Nilai rasio subsidi dan GDP menjadi besar ketika sedang terjadi krisis perekonomian. Pada tahun 2000 rasio subsidi terhadap GDP yang tertinggi sebesar 0,11 persen. Hal ini disebabkan oleh perekonomian Indonesia yang melemah sebagai akibat dari krisis moneter.
Sumber : International Financial Statistic dan Kementerian Keuangan RI (2011)
Gambar 1.3 Rasio Subsidi Minyak terhadap GDP Tahun 1980-2010 (diolah) Harga dan kuantitas dari bahan bakar minyak yang beredar di masyarakat tidak ditentukan oleh kekuatan mekanisme pasar melainkan memerlukan intervensi dari pemerintah dalam penyediaanya. Harga minyak dunia terus mengalami trend peningkatan sejak tahun 2004 dan mencapai 136,32 US$/barrell di tahun 2005. Untuk merespon harga minyak yang semakin tinggi ini pemerintah mengambil kebijakan untuk meningkatkan harga jual bahan bakar minyak. Pada tahun 2002 pemerintah pernah mengizinkan bahan bakar minyak untuk mengikuti harga keseimbangan yang berasal dari harga minyak internasional. Kebijakan ini diikuti dengan meningkatkan harga bahan bakar minyak domestik agar bisa mengikuti harga minyak internasional dan tidak
memberatkan APBN karena
pemerintah harus memberikan subsidi lebih banyak. Namun kebijakan ini kurang
dikomunikasikan kepada publik sehingga banyak mengundang protes dari masyarakat dan terjadi ketidakstabilan keamanan dalam negeri. Untuk menjamin daya beli masyarakat pada saat harga minyak dunia sedang melambung tinggi, pemerintah tetap melakukan kebijakan pemberian subsidi. Beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah semakin besar ketika harga minyak terus meningkat. Peningkatan harga minyak di tahun 2004 pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikan harga jual bahan bakar minyak kepada masyarakat ke level Rp. 2400,00 per liter untuk premium. Pada tanggal 30 September 2005 pemerintah mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2005 Tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Dalam Negeri. Regulasi ini menjelaskan bahwa jenis bahan bakar yang akan diberikan subsidi adalah jenis bensin premium, kerosin, dan minyak solar. Regulasi ini menetapkan harga jual eceran minyak tanah bagi rumah tangga dan usaha kecil sebesar Rp.2000,00 per liter. Harga eceran bensin premium menjadi Rp. 4.500,00 per liter dan minyak solar menjadi Rp.4.300,00 per liter. Ketiga jenis bahan bakar minyak yang diberikan subsidi ini hanya diperuntukkan bagi usaha kecil, transportasi, dan pelayanan umum. Harga yang ditetapkan dalam regulasi ini tidak berlaku bagi industri (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010). Kebijakan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah pada awalnya ditujukan untuk menjaga kestabilan perekonomian. Namun dalam realitanya pengeluaran pemerintah untuk memberikan subsidi bagi energi dalam hal ini bahan bakar dan listrik jauh lebih besar dibandingkan belanja investasi modal dan pembiayaan untuk program sosial bagi masyarakat.
Sumber : Bulman et. al (2008)
Gambar 1.4 Realokasi APBN Bagi Kegiatan Sosial (Milliar US Dollar) Pada saat terjadi krisis keuangan global di tahun 2008 dan terjadi fluktuasi harga minyak dunia seperti yang nampak pada Gambar 1.4 menjelaskan perbandingan anggaran belanja negara didominasi oleh pengeluran untuk subsidi BBM sebesar 14 milliar US dollar, sedangkan untuk belanja investasi modal hanya sebesar 9,5 milliar US dollar. Alokasi pengeluaran pemerintah untuk kegiatan sosial lebih kecil lagi yakni sebesar 7,5 miliar US dollar. Karakteristik perekonomian Indonesia yang kesejahteraan masyarakatnya memiliki ketimpangan yang sangat jauh. Masyarakat di kota-kota besar relatif memiliki kesejahteraan yang lebih baik, ditandai dengan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan dan pendidikan. Sementara di bagian Indonesia yang lain tidak mendapatkan akses yang sama. Seharusnya anggaran APBN lebih difokuskan kepada peningkatan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat. Pada awal tahun 2011 tedapat wacana untuk membatasi kuantitas BBM bersubsidi karena semakin besarnya pengeluaran pemerintah terhadap subsidi. Sementara kebijakan kenaikan harga tidak mungkin diberlakukan karena dapat
menyebabkan respon anarkis dan ketidakstabilan keamanan dalam negeri. Pembatasan kuantitas BBM ini juga ditujukkan agar penyaluran BBM bersubsidi tepat bagi masyarakat yang tergolong kurang mampu. Sebab selama ini penggunaan BBM bersubsidi justru didominasi oleh masyarakat dengan pendapatan menengah keatas.
Sumber : Bulman et al (2008)
Gambar 1.5 Persentase Rumah Tangga Pengguna BBM Bersubsidi Banyak penelitian yang menjelaskan dampak dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi bagi negara importir minyak yang tergolong dalam kategori negara industri maju. Namun masih jarang penelitian yang mengangkat dampak dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi untuk kasus negara berkembang terkhusus bagi Indonesia yang baru sejak tahun 2004 menjadi importir minyak. Penelitian terdahulu banyak yang lebih berfokus kepada variabel moneter seperti nilai tukar, suku bunga, dan tingkat inflasi yang dipengaruhi oleh volatilitas harga minyak namun belum ada yang memasukan variabel subsidi dalam model penelitian yang terdahulu.
1.2
Perumusan Masalah Pada saat masih tergabung dalam OPEC, Indonesia sudah memberikan
subsidi bagi produk minyak bumi dalam negeri. Kebijakan pemberian subsidi minyak ini merupakan insentif untuk menumbuhkan dan mendorong kegiatan industrialisasi domestik. Pada masa itu perekonomian Indonesia sedang berorientasi pada industri subtitusi impor yakni mengupayakan kemandirian dalam penyediaan barang dan jasa untuk dihasilkan di dalam negeri dan mengurangi kegiatan impor dari luar negeri. Proses industrialisasi ini banyak membutuhkan bahan bakar minyak sebagai sumber energi dan faktor produksi penting dalam industri. Fluktuasi harga minyak ini sangat mempengaruhi perekonomian. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir harga minyak memiliki trend yang meningkat. Peningkatan harga minyak disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan keamanan di negara kawasan Timur-Tengah yang merupakan kawasan penghasil minyak terbesar di dunia. Trend peningkatan harga minyak dunia ini juga diakibatkan oleh tingginya permintaan akan minyak itu sendiri. Permintaan yang tinggi terhadap minyak dalam suatu negara mengindikasikan ketergantungannya terhadap ketersediaan minyak domestik dalam kegiatan perekonomiannya. Harga minyak yang terus meningkat ini memberikan dampak terhadap perekonomian secara mikro maupun makro di suatu negara. Secara mikro dengan meningkatkan ongkos produksi dalam kegiatan ekonomi berimbas pada naiknya harga jual produk. Peningkatan harga jual ini menurunkan tingkat permintaan konsumen sehingga perusahaan mengalami kerugian karena barang yang
diproduksi tidak mampu diserap sepenuhnya oleh pasar. Kerugian yang dialami oleh perusahaan disikapi dengan mengurangi kuantitas produksi. Hal ini mengakibatkan perusahaan harus mengambil tindakan efisiensi biaya produksi berupa pengurangan jumlah pekerja agar tetap memperoleh laba dari proses produksi. Pada saat itu akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada pekerja dan meningkatkan jumlah pengangguran. Secara makro perekonomian mengalami guncangan akibat peningkatan harga minyak secara terus-menerus. Hal yang terjadi di tingkat perusahaan diakumulasikan secara agregat dalam perekonomian berarti memicu terjadinya inflasi dalam perekonomian yang ditandai dengan menurunnya tingkat daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang terus menurun ini berdampak terhadap produk domestik dan pertumbuhan ekononomi yang berjalan sangat lambat. Sebab konsumsi masyarakat merupakan salah satu penyusun produk domestik. Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbuka kecil, segala guncangan yang terjadi dalam perekonomian dunia akan memberikan dampak kepada perekonomian Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti guncangan dari harga minyak dunia dalam periode lima tahun terakhir ini memberi dampak kepada perekonomian nasional Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kestabilan variabel ekonomi dalam negeri seperti tingkat inflasi dan pertumbuhan output nasional. Berdasarkan uraian diatas maka masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi yaitu tingkat inflasi, dan pertumbuhan output nasional di Indonesia? b. Bagaimanakah dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap kebijakan subsidi di Indonesia? c. Bagaimanakah respon kebijakan Indonesia serta perbandingan kebijakan dengan negara lain dalam merespon kenaikan harga minyak? 1.3
Tujuan Penulisan Penelitian ini bertujuan untuk : a. Menganalisis dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi yaitu tingkat inflasi, dan pertumbuhan output nasional di Indonesia b.
Menganalisis dampak jangka pendek dan jangka panjang dari fluktuasi harga minyak terhadap kebijakan subsidi di Indonesia
c. Membandingkan respon kebijakan Indonesia dan kebijakan dengan negara lain dalam merespon kenaikan harga minyak.
1.4
Manfaat Penulisan a. Penelitian ini bermanfaat bagi pemerintah menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan fiskal maupun moneter dalam merespon harga minyak yang berfluktuasi. b. Penelitian ini juga bermanfaat bagi kalangan akademisi sebagai bahan masukan, dan literatur bagi penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Teori Inflasi
2.1.1
Definisi Inflasi Inflasi merupakan kecenderungan meningkatnya tingkat harga secara
umum dan terus-menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian besar harga barang-barang lain. Menurut teori uang klasik, perubahan dalam tingkat harga keseluruhan adalah seperti perubahan dalam unit-unit ukuran. Karena sesungguhnya kesejahteraan ekonomi masyarakat bergantung pada harga relatif, bukan pada seluruh tingkat harga (Mankiw, 2007). Definisi lain dari inflasi adalah kenaikan rata-rata semua tingkat harga semua barang dan jasa dimana kenaikan harga-harga tersebut berlangsung dalam waktu yang berkepanjangan dan secara terus-menerus. Menurut Milton Friedman, inflasi merupakan sebuah fenomena moneter yang selalu terjadi dimanapun dan tidak dapat dihindari. Inflasi dikatakan sebagai fenomena moneter hanya jika terjadi peningkatan harga yang berlangsung secara cepat dan terus-menerus. pendapat ini disetujui oleh banyak ekonom dari aliran monetaris (Mishkin, 2004). Kenaikan harga secara terus-menerus yang menyebabkan inflasi dapat disebabkan oleh naiknya nilai tukar mata uang luar negeri secara signifikan terhadap mata uang dalam negeri. Inflasi menurut teori Keynes terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini menyoroti bagaimana perebutan sumber ekonomi antar golongan masyarakat bisa menimbulkan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang
tersedia. Dalam teori strukturalis inflasi berasal dari kekakuan struktur ekonomi khususnya supply bahan bakar minyak, dan bahan makanan yang mengakibatkan kenaikan harga pada barang lain. Menurut Samuelson (1989) tingkat inflasi dapat yang ditentukan dengan menghitung selisih tingkat harga tahun tertentu dengan tingkat harga tahun sebelumnya dan dibandingkan tengan tingkat harga tahun ini dan dikalikan dengan seratus persen.
Inflation (t )
price(t ) price(t 1) x100 price(t 1)
Perhitungan inflasi dilakukan melalui dua pendekatan yakni Indeks Harga Konsumen dan Indeks Harga Produsen (IHP). Indeks Harga Konsumen yang dikenal sebagai IHK atau CPI yang mengukur biaya dari pasar konsumsi barang dan jasa. Biasanya inflasi didasarkan kepada harga bahan pangan, pakaian, perumahan, bahan bakar minyak, transportasi, fasilitas kesehatan, pendidikan dan komoditi lainnya yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Sedangkan Indeks Harga Produsen atau yang biasa dikenal sebagai PPI merupakan pendekatan yang digunakan dalam mengukur tingkat inflasi berdasarkan biaya produksi yang dikeluarkan oleh produsen. Indeks ini berguna karena memberikan penjelasan yang lebih baik bagi dunia usaha (Samuelson, 1989) Lebih lanjut Samuelson (1989), menambahkan ada pendekatan lain yang dapat menjadi pendekatan lain dalam mengukur tingkat inflasi selain Indeks Harga Konsumen dan Indeks Harga Produsen yakni GNP Deflator. GNP Deflator
merupakan rasio GNP nominal dan GNP rill. GNP yang merupakan pendapatan nasional ini tersusun dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net ekspor suatu negara. Seringkali timbul kesalahpahaman mengenai konsep inflasi di tengah masyarakat. Kesalapahaman yang ada dimasyarakat seperti anggapan tingkat inflasi membuat harga barang semakin mahal, dan inflasi yang tinggi sebagai pertanda bahwa masyarakat menjadi semakin miskin. Samuelson (1989) menjelaskan bahwa sesungguhnya inflasi berarti rata-rata tingkat harga mengalami peningkatan. Inflasi juga tidak selalu membuat masyarakat menjadi miskin apabila diikuti oleh peningkatan pendapatan masyarakat selama masa terjadinya inflasi. Sehingga pendapatan rill untuk kebutuhan hidup sehari-hari mungkin saja meningkat atau menurun selama masa inflasi. 2.1.2 Jenis Inflasi Inflasi terbagi kedalam tiga jenis inflasi yakni : (1) Inflasi menurut tingkat keparahannya, yakni : Inflasi ringan (dibawah 10 persen setahun), inflasi sedang (antara 10-30 persen setahun), inflasi berat (antara 30-100 persen setahun), hiperinflasi (diatas 100 persen setahun). Sedangkan Samuelson (1989) mengklasifikasikan inflasi menurut tingkat keparahannya menjadi tiga jenis inflasi, yaitu: a. Moderate Inflation Jika inflasi ditandai dengan peningkatan harga secara perlahan. Relatif kecil dengan kenaikan satu digit persen tingkat inflasi per tahun. Ketika harga relatif stabil, masyarakat mempercai nilai uang dan mau
menyimpannya karena tidak akan berkurang nilainya secara cepat. Inflasi jenis ini mendorong masyarakat untuk melakukan investasi portofolio jangka panjang, karena percaya adanya peningkatan harga aset investasi di masa depan. b. Galloping Inflation Jika inflasi ditandai dengan peningkatan harga dua sampai tiga digit persen tingkat inflasi per tahun. Ketika inflasi meningkat mengakibatkan distorsi dalam ekonomi. Secara umum investasi akan beralih ke mata uang asing, karena mata uang dalam negeri mengalami penurunan yang sangat cepat dan ditandai dengan tingkat suku bunga yang menyentuh level minus. Namun dengan manajemen yang baik, inflasi jenis ini masih dapat dipulihkan seperti yang terjadi di Amerika Latin di tahun 1980an. c. Hyperinflation Merupakan tipe inflasi yang terparah seperti yang terjadi di Jerman pada tahun 1920-1923 dan yang terjadi di Cina dan Hungaria pasca perang dunia kedua. Tipe inflasi ini juga pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1963, sebagai akibat dari kebijakan pemerintah untuk mendanai “proyek mercusuar” dengan mencetak uang secara terus-menerus. Hal ini yang menyebabkan nilai uang menjadi sangat rendah. Tingkat inflasi pada masa itu mencapai 600 persen sehingga pada tanggal 13 Desember 1965 pemerintah melakukan pemotongan nilai Rupiah dari 1000 Rupiah menjadi 1 Rupiah. (2) Inflasi menurut penyebab terjadinya, yakni: a. Demand-Pull Inflation
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand), sedangkan produksi telah dalam keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir penuh. Jika kondisi kesempatan kerja penuh atau full employmentsudah terjadi, kenaikan permintaan total hanya akan meningkatkan harga di pasar. Inflasi jenis ini disebut sebagai inflasi murni. b. Cost-Push Inflation Inflasi yang terjadi disertai turunnya tingkat produksi. Jadi inflasi jenis ini diikuti resesi dalam perekonomian. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat dari kenaikan biaya produksi. (3) Inflasi menurut asalnya, yakni: a. Domestic Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri. Penyebab dari inflasi jenis ini misalnya dari defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan mengeluarkan kebijakan moneter menambah jumlah uang yang beredar berupa pencetakan uang baru, gagal panen dari bahan makannan pokok, dan sebagainya. b. Imported Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari luar negeri. Mengingat Indonesia merupakan negara dengan ekomomi terbuka kecil, sehingga sangat dipengaruhi oleh perekonomian global termasuk tingkat inflasi. Imported inflation juga dapat disebabkan karena peningkatan dari harga di luar negeri yang dialami oleh mitra dagang Indonesia. Kenaikan harga barang-barang impor yang masuk ke Indonesia akan mengakibatkan (1) kenaikan indeks harga konsumen karena sebagian dari
kebutuhan sehari-hari masyarakat berasal barang-barang impor tersebut, (2) secara tidak langsung menaikkan indeks harga produsen karena beberapa input produksi berasal dari barang-barang import, (3) secara tidak langsung menimbulkan kenaikan harga di dalam negeri karena kenaikan harga barang-barang impor mengakibatkan penurunan penerimaan pemerintah dari tarif impor yang dibebankan pada produk impor yang permintaannya mengalami penurunan. 2.1.3 Dampak Inflasi Selama periode inflasi terjadi, tingkat harga dan upah tidak bergerak dalam tingkatan yang sama, maka inflasi akan memberikan dampak redistribusi pendapatan dan kekayaan diantara golonag ekonomi dalam masyarakat. Serta menimbulkan terjadinya distorsi dalam harga relatif, output, dan kesempatan kerja, dan ekonomi secara keseluruhan (Samuelson,1989). Dampak inflasi terhadap kegiatan ekonomi masyarakat terbagi menjadi dua yakni dampak psitif dan dampak negatif. Dampak positif dari inflasi menyebabkan peredaran dan perputaran barang lebih cepat di masyarakat sehingga produksi barang-barang bertambah, dan keuntungan pengusaha bertambah. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi yang tercipta berarti membuka banyak lapangan kerja baru sehingga masalah pengangguran dapat berkurang. Ketika inflasinya terkendali dan diikuti dengan pendapatan nominal yang bertambah, maka pendapatan rill masyarakat meningkat. Inflasi pun memberikan dampak yang negatif terhadap perekonomian seperti kenaikan harga kebutuhan hidup, nilai dan kepercayaan terhadap uang
akan berkurang. Menimbulkan tindakan spekulasi terhadap investasi portofolio terutama portofolio asing yang paling diminati sehingga berdampak terhadap melemahnya nilai tukar mata uang domestik. Banyak proyek pembangunan macet atau terlantar karena tidak sanggup membayar input dalam proyek yang harganya mengalami peningkatan. Dengan terjadinya inflasi menjadikan minat menabung masyarakat berkurang sebagai akibat dari turunnya nilai mata uang jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan mematikan industri perbankan nasional. 2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi 2.3.1
Definisi Pertumbuhan Ekonomi Prof. Simon Kuznets memenangkan Hadiah Nobel di tahun 1971 atas
analisisnya mengenai batasan mengenai pertumbuhan ekonomi di suatu negara sebagai tumbuhnya kemampuan untuk meningkatkan penawaran berbagai bendabenda ekonomi dalam jangka waktu yang lama bagi penduduknya. Kenaikan itu sendiri beberapa faktor dalam negara itu sendiri seperti : (1) akumulasi kapital yang mencakup semua investasi baru berupa tanah dan sumberdaya manusia; (2) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja; dan (3) kemajuan teknologi (Todaro, 1985). Prof. Kuznets dalam Todaro (1985) menambahkan definisi pertumbuhan ekonomi memiliki 3 komponen pokok, yakni : meningkatnya output nasional secara terus-menerus, adanya perkembangan teknologi, dan padanya penyesuaian lembaga-lembaga dan inovasi di bidang sosial. Dalam analisanya Prof. Kuznets juga menjelaskan 6 karaktreistik mengenai gambaran atau proses pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh beberapa negara maju, yaitu:
a. Laju pertumbuhan output perkapita yang tinggi dan pertambahan penduduk. b. Produktivitas tenaga kerja yang meningkat dengan pesat. c. Transformasi struktural ekonomi yang tinggi. d. Transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. e. Kecenderungan negara maju untuk melakukan ekspansi ke belahan dunia yang lain untuk pemasaran output dan eksplorasi sumber bahan mentah. f. Terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya meliputi sepertiga penduduk dunia saja. Pertumbuhan ekonomi juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan output perkapita jangka panjang yang terjadi apabila ada kecenderungan output naik yang bersumber dari kekuatan yang berada dalam perekonomian itu sendiri, bukan berasal dari luar atau bersifat sementara. Sasaran pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan utama suatu negara dan merupakan suatu determinan penting dalam menilai kesejahteraan masyarakat di suatu negara. Perhitungan pertumbuhan ekonomi diperoleh dengan persamaan di bawah ini :
GDPgrowth
GDP(t ) GDP(t 1) GDP(t 1)
Dimana GDP merupakan akumulasi dari konsumsi masyarakat (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor netto yakni selisih dari ekspor dan impor (X-M). 2.3.2
Ringkasan Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori ekonomi klasik yang dipelopori oleh Adam Smith menyebutkan
bahwa pertumbuhan ekonomi akan terjadi apabila ada peningkatan jumlah kapital
dan spesialisasi kerja. Teori David Ricardo pada umumnya sama dengan teori Adam Smith secara garis besar tapi lebih menekankan faktor keterbatasan lahan dan pertumbuhan penduduk. Teori pertumbuhan ekonomi menurut Solow menunjukkan bagaimana persediaan modal (K), pertumbuhan angkatan kerja (L), dan kemajuan teknologi (E) berinteraksi dalam perekonomian. Tingkat kemajuan teknologi yang terlihat dari peningkatan keterampilan atau kemajuan teknik sehingga produktivitas perkapita meningkat. Fungsi produksi ditambahkan satu variabel E yakni teknologi sebagai faktor eksternal dalam teori Solow. Dengan adanya kemajuan teknologi, model Solow menjelaskan kenaikan yang berkelanjutan dalam standar hidup masyarakat dengan fungsi produksi sebagai berikut :
Y f ( K , L, E ) Teori pertumbuhan ekonomi menurut Harrod-Domar menyatakan setiap penambahan stok modal melalui investasi masyarakat akan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menghasilkan output. Sedangkan Rostow membagi tahapan pertumbuhan ekonomi kedalam lima tahapan yakni : a. Masyarakat tradisional, yakni masyarakat yang pola kehidupannya masih
menggunakan cara-cara
sangat
sederhana
dan tingkat
produktivitasnya sangat terbatas. b. Masyarakat prasyarat untuk lepas landas, yakni masyarakat yang mulai sadar akan pembangunan ekonomi, terdapat peranan ilmu pengetahuan yang aktif.
c. Masyarakat lepas landas, yakni perkembangan IPTEK digunakan dalam
menunjang
kegiatan
perekonomian.
Sudah
mulai
mengembangkan industri dan jasa yang diikuti dengan penggunaan sumberdaya secara optimal. d. Masyarakat tingkat kematangan, yakni sudah dapat mengatasi ketergantungan kepada negara lain. Kehidupan perekonomiann ditopang dengan penggunaan sumberdaya alam dan sumber daya alam yang matang. e. Masyarakat konsumsi tinggi, yakni masyarakat yang pendapatan perkapitanya sangat tinggi.
2.3
Teori Suku Bunga Suku bunga merupakan harga yang dibayar atas kepemilikan sejumlah
dana atau modal. Suku bunga menurut Irving Fisher membedakan suku bunga dalam dua jenis yakni suku bunga nominal (nominal interest rate) dan suku bunga rill (real interest rate). Suku bunga nominal adalah suku bunga yang masih mengandung faktor inflasi sedangkan suku bunga rill merupakan tingkat suku bunga yang didapat dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar keuangan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
i r dimana, i = suku bunga nominal,
r = suku bunga rill, π = tingkat inflasi. Untuk kasus di Indonesia yang memiliki sistem ekonomi terbuka kecil, yakni terbuka akan mobilisasi sumber kapital global walau peranannya kecil dalam perekonomian global, cenderung dipengaruhi oleh kondisi yang terjadi di negara ekonomi terbuka besar. Dalam sistem ekonomi terbuka kecil tingkat besaran suku bunga yang berlaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : a. Domestic money market Besaran suku bunga ditentukan dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran di pasar keuangan domestik. Pasar keuangan yang stabil akan mendorong terciptanya keseimbangan tingkat suku bunga. Dengan pasar uang yang stabil juga mendorong terjadinya efisiensi dalam pasar uang. b. Expected rate of devaluation Harapan akan menguatnya nilai uang di masa yang akan datang juga akan menentukan besaran suku bunga sebab ekspektasi terhadap nilai mata uang yang akan lebih besar di masa yang akan datang akan meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk memegang uang. Hal ini akan meningkatkan besaran suku bunga dengan asumsi jumlah uang yang beredar tetap, cateris paribus. c. Expected inflation Harapan akan meningkatnya tingkat harga ditandai dengan terjadinya infalasi di waktu yang akan datang, akan meningkatkan permintaan terhadap uang. Hal ini
akan meningkatkan besaran suku bunga dengan asumsi jumlah uang yang beredar tidak berubah, cateris paribus. d. Imported interest rate Mengingat Indonesia adalah negara dengan perekonomian terbuka kecil pasti akan ikut terpengaruhi oleh peerkonomian internasional. Termasuk variabel suku bunga yang akan ditetapkan sebagai suku bunga nasional. 2.4
Teori Kebijakan Subsidi Mahzab neoklasik ekonomi modern mendasarkan perekonomian seperti
pasar persaingan sempurna, yakni terjadi efisiensi paling optimal dalam perekonomian dengan efisiensi penggunaan sumberdaya dan terciptanaya harga dan kuantitas produksi dalam keseimbanagan sehingga intervensi pemerintah tidak diperlukan. Namun kenyataannya hal tersebut tidaklah terjadi, di belahan dunia manapun perekonomian tidak selalu dalam kondisi keseimbangan yang mengakibatkan terjadinya kegagalan pasar. Maka diperlukan intervensi dari pemerintah dalam menanggulangi kegagalan pasar tersebut (Amegashie, 2006) Lebih lanjut Amegashie (2006) menambahkan kegagalan pasar yang kerap terjadi di negara berkembang seperi distorsi pasar dimana pembeli tidak mendapatkan informasi yang sempurna, jumlah perusahan yang kecil, barang publik, lemahnya perlindungan terhadap hak cipta suatu barang dalam perekonimian. Untuk menanggulangi hal tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi untuk mereduksi inefisiensi di pasar. Dengan adanya subsidi akan meningkatkan permintaan terhadap barang tersebut dan kemudian direspon oleh perusahaan dengan meningkatkan produksinya.
Bentuk subsidi yang diberikan oleh pemerintah biasanya kepada barangbarang publik dimana pihak swasta tidak mau menyediakannya sementara daya beli masyarakat sangat rendah sehingga tidak mampu membeli barang-barang dengan harga pasar. Untuk itu pemerintah memberikan subsidi untuk menekan harga barang publik, sehingga harga barang menjadi lebih terjangkau oleh masyarakat. Contoh pemberian subsidi di Indonesia adalah subsidi pupuk bagi petani, subsidi pendidikan dan kesehatan, serta subsidi bahan bakar minyak bagi nelayan dan masyarakat.
2.5
Pengantar Fluktuasi Ekonomi Fluktuasi ekonomi menunjukkan masalah yang sedang terjadi bagi para
ekonom dan pembuat kebijakan. Secara rata-rata GDP Indonesia mengalami pertumbuhan sebesar 5 persen per tahun. Tapi rata-rata dalam jangka panjang menyembunyikan fakta bahwa terkadang output nasional tidak tumbuh dengan stabil. Terkadang tumbuh pesat dibeberapa tahun, terkadang pula tumbuh lambat di beberapa tahun yang lain. Ekonom menyebut fluktuasi jangka pendek pada output nasional dan pengangguran sebagai siklus bisnis (bussiness cycle). Fluktuasi dalam perekonomian mempengaruhi Aggregate Demand dan Agregate Supply baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Fluktuasi dalam perekonomian dapat menurukan dan menaikkan Aggregate Demand dan juga dapat menurunkan dan menaikkan Aggregate Supply.
(a)
(b)
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.1 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi Aggregate Demand Gambar 2.1 (a) menunjukkan adanya peningkatan aggregat demand dalam jangka panjang yang disebabkan oleh peningkatan jumlah uang yang beredar sehingga akan menghasilkan peningkatan harga. Kondisi tersebut terjadi karena dalam jangka panjang perekonomian sudah dalam kondisi full-employment sehingga upaya untuk meningkatkan aggregat demand hanya akan menghasilkan inflasi dan tidak menambah output. Gambar 2.1 (b) menunjukkan adanya peningkatan aggregat demand dalam jangka pendek sehingga menghasilkan peningkatan output sebesar
.
Kondisi tersebut terjadi karena dalam jangka pendek harga bersifat kaku dan perekonomian belum dalam kondisi full-employment sehingga peningkatan aggregat demand tidak menghasilkan inflasi.
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 2.2 Fluktuasi Perekonomian yang Mempengaruhi Aggregate Supply Gambar 2.2 menunjukkan bahwa fluktuasi ekonomi yang mengakibatkan penurunan
Aggregate
Supply
dalam
jangka
pendek
akan
menurunkan
keseimbangan dalam perekonomian yang semula di titik B menjadi turun ke titik A. Fluktuasi jenis ini contohnya terjadi karena ada peningkatan harga minyak yang merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam perekonomian. Peningkatan harga minyak dunia akan menurunkan penawaran secara agregat sehingga memberi dampak yang buruk bagi perekonomian yakni penurunan output nasional dan peningkatan harga. 2. 6
Penelitian-Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2005) tentang Analisis Pengaruh
Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia periode waktu penelitian antara tahun 1990 sampai dengan tahun 2004. Penelitian ini menggunakan metode regresi linear berganda yang diestmasi dengan metode ordinary least square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi dipengaruhi secara signifikan oleh uang kartal, nilai tukar rill, harga bahan bakar minyak, dan uang kartal
periode sebelumnya pada tingkat kepercayaan 95 persen. Hasil estimasi menunjukkan bahwa jiika ada peningkatan harga bahan bakar minyak sebesar satu persen akan menyebabkan inflasi meningkat sebesar 0,11 persen. Hal ini berarti selama periode tahun 1990 sampai 2004 harga bahan bakar minyak berkorelasi positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Yu Hsing pada tahun 2007 ini menjelaskan tentang peningkatan harga minyak dunia terhadap kondisi makroekonomi dan pertumbuhan output di Jerman sebagai salah satu negara industri terbesar di dunia yang tingkat ketergantungannya terhadap minyak sangat tinggi. Periode pengamatan Yu Hsing sejak triwulan ketiga tahun 1991 hingga triwulan keempat tahun 2006. Penelitian ini menggunakan metode Ordinary Least Square dalam selang kepercayaan 95 persen. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan harga minyak dunia tidak menyebabkan penurunan pertumbuhan output nasional di Jerman walaupun Jerman merupakan negara importir minyak yang besar. Penelitian ini pun mengungkapkan bahwa sesungguhnya perekonomian Jerman dapaat tumbuh dengan pesat bukan dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak dunia tetapi berasal dari tingginya harga saham, rendahnya tingkat suku bunga, dan rendahnya tingkat inflasi. Penelitian Farzanegan (2007) menjelaskan bahwa dengan adanya fluktuasi harga minyak akan meningkatkan tingkat inflasi dan juga peningkatan GDP. Namun dampak dari peningkatan GDP tidak dapat diidentifikasikan secara signifikan karena didorong oleh peningkatan pengeluaran pemerintah melalui
pemberian subsidi. Dalam pelaksanaannya kebijakan pemberian subsidi ini meningkatkan perilaku “rent-seeking” dari birokrat. Peningkatan pengeluaran pemerintah ini juga banyak yang dialokasikan pada aktivitas yang tidak produktif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terjadi penemuan yang menarik dari penelitian Farzanegan di Iran ini karena statusnya sebagai net importir minyak juga diikuti dengan meningkatnya volume impor masyarakat terhadap komoditi lain. Hal ini disebabkan oleh melemahnya nilai mata uang luar negeri terhadap nilai mata uang domestik. Dengan kata lain dengan adanya fluktuasi harga minyak mengakibatkan menguatnya niali mata uang domestik Iran. Penelitian yang dilakukan oleh Katsuya Ito (2008) mengenai keterkaitan fluktuasi harga minyak dunia terhadap perekonomian Russia sebagai negara eksportir minyak terbesar kedua setelah Arab Saudi. Periode penelitian ini dimulai sejak triwulan pertama tahun 1997 samap triwulan keempat tahun 2007. Penelitian ini menggunakan data deret waktu dengan metode Vector Error Correction Model (VECM) sehingga dapat meramalkan kondisi pada jangka panjang. Penelitian
Ito (2008) menunjukkan dampak dari harga minyak dan
guncangan moneter terhadap perekonomian Russia. Apabila terjadi perubahan harga minyak dunia sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan GDP Russia sebesar 0,25 persen dan peningkatan tingkat inflasi sebesar 0,36 persen pada dua belas triwulan berikutnya. Penelitian ini juga menegaskan guncangan
moneter melalui saluran suku bunga akan mempengaruhi tingkat inflasi dan GDP rill. Penelitian Ito (2008) terhadap Russia sebagai salah satu net eksportir minyak, berbeda dengan hasil temuan Jalil di tahun yang sama menyatakan bahwa Malaysia sebagai negara net eksportir untuk komoditi minyak memberikan subsidi untuk konsumsi minyak dalam negerinya. Pembiayaan subsidi diperoleh dari surplus perdagangan Malaysia atas komoditi minyak itu sendiri. Hal ini pun pernah berlaku di Indonesia sewaktu Indonesia menjadi salah satu anggota OPEC. Pemerintah Malaysia merasa perlu untuk mengintervensi minyak di dalam negeri mengingat minyak adalah sumber energi utama yang digunakan dalam kegiatan perekonomian di negara tersebut. Ketika terjadi kenaikan harga minyak akan diikuti dengan meningkatnya harga-harga barang. Lebih lanjut Jalil (2008) menjelaskan bahwa fluktuasi harga minyak di Malaysia lebih mempengaruhi perekonomian Malaysia. Hasil penelitian Jalil menemukan bahwa fluktuasi harga minyak lebih mempengaruhi pendapatan nasional (GNP) dan tingkat pengangguran dibandingkan kebijakan fiskal maupun kebijakan harga yang ditetapkan oleh pemerintahnya. Penelitian Aliyu (2008) bermaksud untuk mengetahui dampak bagi pertumbuhan ekonomi Nigeria yang disebabkan oleh guncangan harga minyak dan volatilitas nilai tukar mata uang di Nigeria sebagai salah satu negara net eksportir untuk komoditi minyak. Penelitian ini menggunakan data deret waktu dengan metode Vector Error Correction Model dalam estimasi agar diketahui
dampaknya dalam jangka panjang. Periode pengamatan dimulai dari triwulan pertama tahun 1986 hingga triwulan keempat tahun 2007. Hasil penelitian Aliyu (2008) menemukan bahwa untuk kasus Nigeria pertumbuhan GDP
lebih
dipengaruhi
oleh
peningkatan
harga
minyak
dibandingkan apresiasi nilai tukar mata uang di negara ini. Hasil estimasi dalam jangka panjang menunjukkan apabila harga minyak dunia meningkat sebesar 10 persen maka akan diikuti dengan peningkatan GDP rill Nigeria meningkat sebesar 7,73 persen. Sedangkan apabila nilai tukar mata uang meningkat sebesar 10 persen hanya akan meningkatkan GDP sebesar 0,35 persen. Christensson (2009) meneliti seberapa besar pengaruh guncangan harga minyak sebagai penyebab inflasi di Amerika Serikat. Penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang cakupan permasalahannya pada tingkat perekonomian nasional. Namun penelitian ini justru menganalisis pengaruh guncangan harga minyak bagi inflasi di tingkat regional di Amerika Serikat. Penelitian ini menemukan bahwa bagian barat Amerika memiliki pengaruh yang lebih rendah dari guncangan harga minyak terhadap inflasi dibandingkan dengan daerah lainnya di Amerika Serikat secara signifikan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan minyak yang efisien, rendahnya tingkat inflasi, dan nilai tukar yang lebih rendah di bagian Barat Amerika dibandingkan dengan daerah lainnya. Fayoumi (2009) meneliti hubungan antara volatilitas harga minyak dunia dengan tingkat pengembalian di pasar saham (stock market returns) yang terjadi di tiga negara kawasan Timur-Tengah yakni Turki, Tunisia, dan Yordania. Walaupun ketiga negara tersebut berada di kawasan Timur-Tengah namun ketiga
negara ini merupakan importir minyak. Penelitian ini menggunakan data bulanan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Periode pengamatan dimulai dari Desember tahun 1997 hingga Maret 2008. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fluktuasi harga minyak tidak secara langsung mempengaruhi pasar saham ketiga negara tersebut. Tingkat pengembalian di pasar saham lebih dipengaruhi oleh indikator makroekonomi domestik masing-masing negara dibandingkan oleh harga minyak. Indikator makroekonomi yang berpengaruh tersebut adalah tingkat suku bunga dan produktivitas industri. 2.7
Kerangka Pemikiran Penelitian ini menganalisis pengaruh fluktuasi harga minyak dunia
terhadap
perekonomian
Indonesia
yang
tercermin
dalam
variabel
makroekonominya seperti tingkat inflasi, GDP, nilai tukar, dan suku bunga. Fluktuasi harga minyak dunia juga mempengaruhi kebijakan fiskal berupa kebijakan subsidi pemerintah terhadap Bahan Bakar Minyak selama periode tahun 1980-2010. Fluktuasi harga minyak dunia mempengaruhi tingkat inflasi. Peningkatan maupun penurunan harga minyak dunia akan mempengaruhi tingkat harga barang dan jasa. Ketika harga minyak befluktuasi maka akan mempengaruhi fungsi produksi karena minyak merupakan sumber energi yang digunakan selama proses produksi. Pada saaat harga minyak meningkat, produsen akan meresponnya dengan mengurangi kuantitas produksinya. Jumlah supply output yang berkurang akan meningkatkan harga barang dan jasa di masyarakat.
Indonesia sebagai net importir memiliki ketergantungan yang besar terhadap penggunaan minyak dan produk turunannya. Penggunaan minyak yang besar tersebut dikarenakan tingginnya konsumsi masyarakat akan minyak. Penggunaan minyak besar sebagain sumber energi dan konsumsi langsung oleh masyarakat.Dampak yang di berikan oleh fluktuasi harga minyak dunia baik dalam
jangka
pendek
dan
jangka
panjang
terhadap
variabel-variabel
makroekonomi dan subsidi Bahan Bakar Minyak sanagt membutuhkan kebijakan pemerintah yang tepat untuk menghindari ketidakstabilan ekonomi dan sosial di masyarakat. Fluktuasi Harga Minyak
Variabel Makroekonomi mi GDP
Tingkat Inflasi
Kebijakan Fiskal
Nilai Tukar
Suku Bunga
Kebijakan Subsidi
Dampak pada Perekonomian VECM Jangka Panjang
Jangka Pendek
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
III. METODE PENELITIAN 3.1
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data kuartalan. Periode waktu penelitian ini dimulai dari kuartal pertama tahun 1980 hingga kuartal keempat tahun 2010. Tabel 3.1 Variabel, Notasi, dan Sumber Data Variabel Consumer Price Index Gross Domestic Bruto Interest Rate Crude Price Oil Exchange Rate Oil Subsidy
3.2
Notasi INFLASI
Satuan Indeks
Sumber Data International Financial Statistics IMF
GDP
Miliar Rupiah
International Financial Statistics IMF
SB
Persen per Tahun HARGAMINYAK Billion US. Dollars ER Rupiah/ US Dollar SUBSIDI Miliar Rupiah
International Financial Statistics IMF International Financial Statistics IMF International Financial Statistics IMF Kementerian Keuangan RI
Metode Analisis dan Pengolahan Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
Vector Autoregression (VAR) yang dilanjutkan dengan metode Vector Error Correction Model (VECM). Penggunaan persamaan VAR memudahkan pemecahan masalah dalam perekonomian karena kemampuannya dalam deskripsi data, peramalaan, infrensi struktural, dan analisis kebijakan. Spesifikasi dalam penggunaan metode VAR ini variabel yang akan diestimasi harus bersifat stasioner. Oleh karena itu diperlukan pengujian stasioneritas terhadap variabel
untuk menghindari masalah regresi palsu atau sporious regression ketika variabel yang bersifat tidak stasioner diregresikan. Penelitian ini menggunakan metode VAR untuk mengetahui pengaruh dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel-variabel makroekonomi seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, tukar mata uang serta mengetahui dampak fluktuasi harga minyak terhadap kebijakan fiskal berupa subsidi terhadap bahan bakar minyak di Indonesia. Disamping itu, metode VAR-VECM ini juga digunakan untuk menganalisi respon variabel-variabel tersebut terhadap harga minyak dalam jangka panjang. 3.2.1 Metode Vector Autoregression (VAR) Model VAR ini pertama kali dikembangkan oleh Sims (1980) yang kemudian menjadi dasar bagi munculnya metode kointegrasi Johansen (1989). Menurut Pasaribu (2005) metode VAR sangat berguna dalam menentukan tingkat eksogenitas suatu variabel ekonomi dalam sebuah sistem ekonomi di mana terjadi saling ketergantungan antar variabel dalam ekonomi. Metode ini sangat baik dalam menjelaskan perilaku variabel dalam perekonomian. Model VAR secara matematis dapat diwakili oleh:
(3.1) dimana Zt adalah vektor dari variabel-variabel yang dijelaskan sebanyak n, Xt adalah vektor dari variabel-variabel yang menjelaskan sebanyak n termasuk di
dalamnya konstanta (intercept).
A1, ... , An, dan B adalah matriks-matriks
koefisien yang akan diestimasi, dan t adalah vektor dari residual. Zt-1 merupakan vektor dari variabel yang eksogen pada periode sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa variabel endogen dipengaruhi oleh variabel itu sendiri dari periode waktu sebelumnya atau yang dikenal sebagai kondisi random walk. Selain spesifikasi metode VAR harus meliputi pemilihan variabel yang stasioner, model ini juga harus memiliki pemilihan selang yang optimal. Sesuai dengan metodologi Sims (1980) variabel yang digunakan dalam persamaan VAR dipilih berdasarkan model ekonomi yang relevan. Pemilihan selang optimal kemudian akan memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criteria (AIC), Schwarz Criteria (SC) yang paling minimum, serta informasi dari Hannan-Quinn Information (HQ) (Arsana, 2006) Menurut Amisano dan Gianini dalam Apriani (2007), menyebutkan bahwa metode VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan yaitu : a. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial. b. Struktur dinamis pada model sering kali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Gujarati (2003) menyatakan semua variabel dalam persamaan simultan harus diperlakukan sama sehingga tidak ada pembatasan antara variabel endogen maupun variabel eksogennya. Pada suatu model persamaan simultan terdapat
justifikasi terhadap variabel yang akan menjadi variabel endogen atau variabel eksogen berdasarkan pertimbangn dari peneliti, namun dengan pendekatan VAR berusaha membiarkan data tersebut berbicara (“let the data speak for themselves”) dengan membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen. Model VAR memiliki beberapa keunggulan yakni: (1) memiliki metode yang sederhana, karena tidak perlu menjustifikasi variabel yang menjadi variabel endogen atau variabel eksogennya. (2) estimasi yang sederhana karena metode OLS dapat diaplikasikan dalam persamaan. (3) Peramalan dengan menggunakan model VAR dibeberapa kasus lebih baik dibandingkan dengan persamaan simultan yang lebih kompleks (Gujarati, 2003) Selain memiliki beberapa keunggulan, Model VAR juga memiliki beberapa kelemahan (Gujarati, 2003) yakni: a. Tidak seperti persamaan simultan, metode VAR bersifat sangat teoritik karena sedikit informasi yang tersedia. b. Karena berfokus pada peramalan, sehingga metode VAR kurang cocok untuk menganalisis suatu kebijakan. c. Tantangan terbesar dalam metode VAR adalah menentukan panjang lag yang optimal. Proses estimasi untuk ukuran sampel yang besar akan mengurangi derajat bebasnya. d. Dalam kenyataannya data dalam level sering tidak stasioner, sehingga memiliki kesulitan dalam mentransformasi data. e. Koefisien
yang
diinterpretasikan.
diestimasi
dalam
VAR
terkadang
sulit
untuk
3.2.1.1 Model Penelitian Hsio dalam Apriani (2007) memberikan contoh gambaran definisi hubungan kausalitas antara tida contoh variabel (X,Y,Z). Berikut adalah susunan hubungan antar variabel yang dimasukkan dalam bentuk matriks untuk mempermudah analisis dan intrepretasi hubungan antar variabel yang akan diestimasi.
=
+
(3.2)
Dalam penelitian Hsio ini terdapat asumsi yang harus dipenui agar hubungan antar variabel dapat terdefinisi secara jelas, yakni : 1. Bila variabel X tidak mempengaruhi Z, syaratnya adalah 2. Bila variabel X mempengaruhi Z, syaratnya
= 0.
= 0.
3. Hubungan timbal balik antar variabel X dan Z, jika
dan
0.
4. Hubungan tidak langsung dari variabel X dan Z melalui Y, syaratnya =0;
0;
0.
5. Hubungan semu jenis I dari variabel X terhadap variabel Z jika dan hanya jika terdapat kondisi
=0;
0, untuk semua jenis lag.
6. Hubungan semu jenis II dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi : =0;
= 0, untuk semua panjang lag k dan
panjang lag k.
0 ;
0 untuk semua
Dalam penelitian ini bertujuan mengetahui dampak dari fluktuasi harga minyak dunia terhadap variabel makroekonomi seperti tingkat inflasi, tingkat pertumbuhan output nasional, tingkat suku bunga, nilai tukar rill mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, dan kebijakan subsidi Bahan Bakar Minyak di Indonesia selama periode 1980 hingga tahn 2010. Pembahasan dalam penelitian ini hanya melihat dampak dari fluktuasi harga minyak terhadap variabel makroekonomi dan bukan sebaliknya. Model yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: =
3.2.2
+
Metode Vector Error Correction Model (VECM) VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi maksudnya adalah
suatu persamaan yang bentuk datanya tidak stasioner, padahal dalam model ini data baru bisa diestimasi jika bersifat stasioner masih dapat diestimasi karena memiliki hubungan kointegrasi. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hibungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan data jangka pendeknya yang dinamis. 3.2.3
Tahapan Pembentukan Sistem Persamaan
1.
Uji Stasioneritas Data
Menurut Gujarati (2003), data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi disekitar nilai rata-ratanya. Data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan
nilai rata-rata serta variansnya berubah
sepanjang waktu. Nilai yang
mengandung unit root atau tidak stasioner, apabila dimasukan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spourious estimation. Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang di gunakan, dalam penelitian ini digunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Menurut Gujarati (2003), uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey-Fuller, dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama. Jika hasil pengujian menyatakan bahwa data bersifat stasioner, maka dapat langsung menggunakan metode VAR. Tetapi jika data ternyata tidak stasioner pada orde pertama maka data tersebut harus diubah dahulu kedalam berntuk diferensialnya atau menngunakan metode VECM karena adanya indikasi memiliki sifat kointegrasi dalam data yang tidak stasioner. 2.
Penentuan Lag Optimal Dalam menentukan lag optimal dapat dilakukan dengan 3 tahapan
pengujian yakni: a. Melihat lag maksimum dari sistem VAR yang membuat stabil saaat diestimasi. Stabilitasnya dapat dilihat dari nilai invers roots karakteristik AR polinominalnya. Suatu sistem VAR dikatakan stabil atau stasioner jika
seluruh rootsnya memiliki modulus yang lebih kecil dari satu dan semuanya terletak di dalam unit circle. b. Melihat panjang lag optimal dengan melihat kriteria informasi yang tersedia menurut Likelihood Ratio (LR), Final prediction Error (FPE), Akaikke Information Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ) c. Melihat panjang lag optimal dengan memperbandingkan nilai adjusted R square dari variabel-variabel penting dalam persamaan VAR tersebut. Lag optimal akan dipilih dari sistem VAR dengan lag tertentu yang menghasilkan nilai adjusted R square terbesar pada variabel-variabel penting dalam persamaan. 3.
Uji stabilitas model VAR Penilaian stabilitas model VAR dilihat dari nilai akar-akar dari
karakteristik AR polinomialnya atau yang dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya kurang dari 1 maka model VAR tersebut dianggap stabil sehingga analisis IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecast Error Variance Decomposition) dapat dilakukan selanjutnya. 4.
Pengujian Hubungan Kointegrasi Konsep kointegrasi pertama kali di kemukakan oleh Johansen pada tahun
1988. Konsep kointegrasi ini menjelaskan bahwa dari kombinasi linear dari beberapa variabel yang memiliki akar unit atau bersifat tidak stasioner akan menghasilkan variabel yang stasioner. Pengujian hubungan kointegrasi dilakukan
untuk mengetahui variabel yang tidak stasioner terkointegrasi dalam jangka panjang. Kombinasi linear ini dikenal dengan istilah persamaan kointegrasi dan dapat diinterpetasi sebagai hubungan keseimbangan jangka panjang diantara variabel. Persamaan matematis dari uji kointegrasi Johansen ini adalah:
(3.2) 5.
Uji Granger Kausalitas Uji Granger kausalitas berguna untuk mengetahui hubungan sebab akibat
diantara variabel yang digunakan dalam model yang akan diestimasi. Hubungan sebab akibat ini dapat dilihat dengan membandingkan probabilitas dengan nilai kritis yang digunakan. Pada penelitian ini probabilitas yang digunakan adalah lima persen untuk setiap variabel, sehingga hasil pengujian kausalitas Granger dengan nilai probabilitas kurang dari 0,05 dikatakan memiliki hubungan sebab akibat. 3.2.4 Impulse Response Function (IRF) Impulse Response Function menunjukkan bagaimana suatu variabel endogen bereaksi terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. IRF mengukur pengaruh dari guncangan pada waktu tersebut dan pengaruhnya di masa yang akan datang. 3.2.5 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Enders (2004) menyatakan bahwa forecast error variance decomposition mampu menjelaskan proporsi pergerakan dari suatu varibabel yang disebabkan
oleh guncangan dari variabel itu sendiri dan membandingkan dengan pergerakan yang dialami oleh variabel yang lain dalam suatu persamaan Berbeda dengan dengan Impulse Raspons Function, Forecast Error Variance Decomposition menunjukkan bagaiman perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh
perubahan error variance. Metode ini menunjukkan
struktur yang dinamis dalam model VAR. Dimana dalam metode ini dapat diketahui kelemahan dan kekuatan masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam persamaan untuk kurun waktu jangka panjang.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil Uji Pra Estimasi
4.1.1 Uji Kestasioneritasan Data Sebelum mengestimasi variabel dengan data time series dan menggunakan metode Vector Auto Regressive (VAR) perlu melakukan uji stasioneritas. Uji stasioneritas diperlukan untuk mengalisis ada atau tidaknya unit root yang terkandung dalam variabel yang akan diestimasi. Apabila variabel yang akan diestimasi memiliki unit root akan menghasilkan regresi palsu atau spurious regression. Spurious regression mengindikasikan persamaan seolah-olah variabel memiliki hubungan, tetapi sesungguhnya hubungan antar variabel bersifat tidak valid. Uji stasioneritas dilakukan kepada setiap variabel yang akan diestimasi hubungannya. Untuk melihat ada atau tidaknya unit root dapt menggunakan metode Augmented Dicky Fuller dan atau Philip Perron test. Ketasioneritasan suatu variabel dapat dilihat dengan membandingkan nilai stasistik Augmented Dicky Fuller dengan nilai kritis Mc Kinnon. Apabila nilai statistik Augmented Dicky Fuller lebih kecil daripada nilai kritis Mc Kinnon maka variabel tersebut dinyatakan stasioner. Dalam metode Augmented Dicky Fuller memiliki hipotesis: H0: µ=0 (data mengandung unit root sehingga tidak stasioner) H1: µ<0 (data tidak mengandung unit root sehingga stasioner)
Hasil pengujian akar unit seperti terlihat dalam Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa seluruh variabel yang akan diestimasi pada tingkat level yakni : nilai tukar, tingkat pertumbuhan output nasional atau GDP, suku bunga, harga minyak, subsidi minyak dan inflasi tidak stasioner. Seluruh variabel dinyatakan tidak stasioner pada level karena memiliki nilai statistik Augmented Dicky-Fuller yang lebih besar daripada nilai kritis Mc Kinnon. Sedangkan pengujian akar unit dalam tingkat first difference semua variabel yang akan diestimasi tidak mengandung akar unit sehingga bersifat stasioner. Seluruh variabel dinyatakan karena memiliki nilai statistik Augmented Dicky-Fuller yang lebih kecil daripada nilai kritis Mc Kinnon.
Variable ER GDP HARGAMINYAK INFLASI SB SUBSIDI
Tabel 4.1 Hasil Uji Stasioneritas Level First Difference Nilai ADF Keterangan Nilai ADF Keterangan -1.355636 Tidak -8.639760 Stasioner stasioner (0.0000) (0.6018) 1.489785 Tidak -3.403850 Stasioner (0.9992) stasioner (0.0127) -1.853835 Tidak -11.60624 Stasioner (0.3531) stasioner (0.0000) 2.570940 Tidak -5.798585 Stasioner (1.0000) stasioner (0.0000) -1.646230 Tidak -7.713688 Stasioner ( 0.4559) stasioner ( 0.0000) -1.036190 Tidak -7.997249 Stasioner ( 0.7385) stasioner (0.0000)
Sumber : Lampiran 1 Keterangan : Probabilitias : 5%
4.1.2
Uji Lag Optimal Setelah melakukan uji kestasioneritasan data tahapan selanjutnya adalah
menentukkan lag optimal yang akan digunakan dalam variabel yang akan dianalisis. Penentuan lag optimal dapat menggunakan informasi yang di sediakan
oleh Likelihood Ratio (LR), Final Prediction Error (FPE), Akaikke Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Jumlah lag yang optimal dalam penelitian ini didasarkan pada informasi dari Criterion (SC) dengan lag yang paling minimum sehingga lag optimal VAR untuk model dalam penelitian ini yaitu pada lag satu. Pemilihan lag satu sebagai lag optimum dalam penelitian ini bedasarkan perbandingan nilai adjusted R-square dari variabel-variabel yang diestimasi dalam persamaan yakni tingkat pertumbuhan output nasional, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar, harga minyak dunia, dan subsidi Bahan Bakar Minyak. Lag satu dipilih dari sistem VAR yang menghasilkan nilai adjusted R square terbesar pada variabel-variabel penting dalam persamaan yakni sebesar 99 persen. Artinya bahwa model mampu menjelaskan hubungan antar variabel dalam persamaan dengan tingkat kepercayaan sebesar 99 persen, sementara sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan.
Lag 0 1 2 3 4 5 6
Tabel 4.2 Hasil Uji Lag Optimal AIC SC 16.39984 0.856925 0.378093 0.379868 0.088145 0.177175 0.070226*
16.54226 1.853915* 2.229645 3.085982 3.648822 4.592415 5.340028
HQ 16.45766 1.261646 1.129718* 1.478395 1.533576 1.969510 2.209464
Sumber : Lampiran 2
4.1.3
Uji Stabilitas VAR Model VAR dinyatakan stabil apabalila dalam penentuan lag optimum
seluruh variabel memiliki nilai Modulus Roots of Characteristic Polynominal
yang lebih kecil dari satu. Setelah uji kestabilan VAR maka dapat dilakukan estimasi terhadap VECM. Dalam penelitian ini model VAR bersifat stabil seperti yang ditunjukan oleh Tabel 4.3 Tabel 4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR Root Modulus 0.999788 - 0.020314i 0.999994 0.999788 + 0.020314i 0.999994 0.930858 0.930858 0.779640 - 0.054971i 0.781576 0.779640 + 0.054971i 0.781576 -0.368652 0.368652 Sumber : Lampiran 3
4.1.4
Uji Kointegrasi Uji kointegrasi digunakan untuk mengetahui hubungan jangka panjang
antar variabel yang akan dianalisis. Syarat semua variabel agar diketahui hubungan jangka panjangnya adalah harus stasioner pada derajat yang sama. Dalam penelitian ini seluruh variabel sudah stasioner pada derajat first difference sehingga dapat diketahui hubungan jangka panjangnya. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan test Johansen’s Trace Statistic dengan panjang lag optimum satu.
Hypothesized No. Of CE (s)
Tabel 4.4 Hasil Uji Kointegrasi Johansen Eigenvalue Trace Statistic 0,05 Critical Value
Probability
None*
0,559827
200,2129
95,75366
0,0000
At most 1*
0,343122
100,1014
69,81889
0,0000
At most 2*
0,144932
48,82996
47,85613
0,0404
Sumber : Lampiran 4 Keterangan : Probabilitias : 5%
Uji kointegrasi dengan menggunakan Johansen Cointegration Test ini untuk mengetahui jumlah persamaan kointegrasi yang terdapat dalam sistem. Hipotesis dalam metode Johansen Cointegration Test adalah: H0 : sistem tidak memiliki persamaan kointegrasi H1: sistem memiliki persamaan kointegrasi Apabila Hasil Johansen Cointegration Test menunjukkan bahwa nilai Trace Statistic memiliki nilai yang lebih besar daripada Critical Valuenya maka H0 dapat ditolak yang berarti sistem memiliki persamaan kointegrasi. Menurut hasil estimasi pada Tabel 4.4 terdapat tiga persamaaan yang memiliki persamaan kointegrasi, sehingga terdapat tiga persamaan dalam sistem yang memiliki hubungan jangka panjang, dan berdasarkan ketiga persamaan inilah maka model Vector Error Cointegration Model (VECM) yang akan digunakan dalam penelitian ini. 4.1.5 Uji Kausalitas Granger Uji kausalitas Granger dilakukan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara variabel dalam model yang akan diestimasi. Uji kausalitas Granger memiliki hipotesis yakni : H0 adalah tidak adanya hubungan kausalitas H1 adalah adanya hubungan kausalitas. Apabila nilai probalitiasnya lebih kecil dari critical value maka H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan kausalitas antar variabel. Tetapi apabila nilai
probabilitasnya lebih besar dari critical value berarti tidak terdapat hubungan kausalitas antara variabel tersebut.
Variabel Subsidi GDP Harga Minyak Suku Bunga Inflasi Nilai Tukar
Tabel 4.5 Hasil Uji Kausalitas Granger Harga Suku Subsidi GDP Inflasi Minyak Bunga 0.5877** 0.8538** 0.2707** 4.E-11* 1.E-11* 0.1265** 0.1234** 0.0004 * 0.3400* 0.1190** 0.2037** 0.7533** *
Nilai Tukar 0.5060** 0.6020** 0.7233**
0.4159**
0.0337*
0.0348*
-
5.E-05*
0.6292**
4.E-11 *
0.0006*
0.0667**
0.0352 *
-
0,4898**
2.E-11*
0.0102 *
0.4016**
0.3288**
3.E-05*
-
Sumber : Lampiran 5 Keterangan : Probabilitias : 5% Catatan : * (memiliki hubungan kausalitas), **(tidak memiliki hubungan kausalitas)
Pada Tabel 4.5 terlihat beberapa variabel yang menyebabkan variabel yang lain. Variabel tersebut memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari Critical Value lima persen sehingga dinyatakan memiliki hubungan kausalitas. Dalam hasil pengujian diatas terdapat tujuh belas hubungan satu arah antara variabel dan juga terdapat tiga hubungan kausalitas dua arah antara variabel di dalam sistem yakin inflasi menyebabkan subsidi dan sebaliknya subsidi menyebabkan inflasi. Dilanjutkan dengan inflasi yang menyebabkan GDP dan begitu pula sebaliknya GDP menyebabkan inflasi. Kemudian inflasi yang menyebabkan suku bunga dan suku bunga juga menyebabkan inflasi. 4.2
Hasil Estimasi Vector Error Correction Setelah melakukan serangkaian uji terhadap variabel yang dimulai dengan
uji kestasioneritasan data, uji penentuan lag optimal, uji kointegrasi Johansen, dan uji kausalitas Granger. Tahapan selanjutnya adalah melihat hasil estimasi Vector
Error Correction
pada model mengingat hasil dari uji kointegrasi Johansen
menyatakan bahwa terdapat persamaan kointegrasi yang mengindikasikan adanya keseimbangan jangka panjang. VECM merupakan model yang mampu melihat keseimbangan jangka panjang dari sistem. Untuk model yang tidak terkointegrasi tidak dapat dilihat keseimbangan jangka panjang melainkan hanya mampu dilihat hubungan keseimbangan jangka pendek dengan menggunakan VAR pada tingkat first difference. 4.2.1
Estimasi Vector Error Correction untuk GDP Pada estimasi VECM yang pertama variabel GDP menjadi variabel yang
diamati sedangkan variabel yang lain sebagai variabel penjelasnya. Pada jangka pendek variabel subsidi mempengaruhi GDP secara signifikan. Terdapat hubungan positif antara variabel subsidi dan GDP dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek juga ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara GDP dengan inflasi dan subsidi secara signifikan.
Variabel INFLASI(-1) ER(-1) SUBSIDI(-1)
Tabel 4.6 Hasil Estimasi VECM 1 Koefisien T-statistik Jangka Panjang 0.005321 -1.36140 1.739774 -9.85368* -0.249067 12.3831*
HARGAMINYAK(-1) SB(-1) C CointEq D(GDP(-1)) D(INFLASI(-1)) D(ER(-1)) D(SUBSIDI(-1)) D(HARGAMINYAK(-1)) D(SB(-1)) C
1.220010 0.047280 10.32502 Jangka Pendek -0.026956 - 0.207702 0.005028 0.060654 0.004472 0.013054 -0.003385 0.030130
-6.82549* 0.28647 -3.91915* -1.99766* 2.26409* 1.90128 4.50322* 0.65539 -0.13720 6.75876*
Sumber : Lampiran 6 Keterangan : Probabilitias : 5%
Hal ini terlihat dari koefisien subsidi dalam estimasi sebesar 0,00472 persen. Artinya, apabila terjadi peningkatan subsidi sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan GDP sebesar 0,00472 persen. Hal ini terjadi ketika pemerintah menaikan subsidi bagi BBM akan meningkatkan pengeluaran pemerintah dalam jangka pendek yang merupakan salah satu komponen penyusun GDP. Dalam jangka pendek hubungan antara GDP dan inflasi bernilai positif secara signifikan sebesar nilai koefisien 0,005028. Artinya apabila terjadi peningkatan inflasi sebesar satu persen maka akan mengakibatkan peningkatan GDP sebesar 0,005028 persen. Dalam jangka panjang terdapat hubungan jangka panjang antara GDP dan nilai tukar. GDP dan nilai tukar memiliki hubungan yang positif secara signifikan dalam jangka panjang sebesar 1,739774. Artinya, ketika ada kenaikan nilai tukar sebesar satu persen akan meningkatkan GDP sebesar 1,739774 persen dalam jangka panjang. Sementara variabel harga minyak mempengaruhi GDP jangka panjang secara signifikan. Terdapat hubungan yang positif antara harga minyak dan GDP. Hal ini terlihat dari koefisien estimasi sebesar 1,220010 yangberarti bahwa setiap kenailan harga minyak sebesar satu persen akan direspon peningkatan GDP sebesar 1,220010 persen. Hasil temuan dalam penelitian ini berbeda dengan literatur yang menyebutkan bahwa dengan adanya fluktuasi atau guncangan harga minyak dunia justru berbanding terbalik dengan pertumbuhan output nasional. Secara teoritis dalam jangka pendek dimana harga bersifat kaku, maupun dalam jangka panjang
ketika
harga
bersifat
fleksibel,
guncangan harga
minyak dunia
akan
mempengaruhi fungsi produksi yang mengakibatkan berkurangnya supply. Ketika supply mengalami penurunan maka output nasional juga akan mengalami penurunan dan tidak berada posisi full-employment. Dalam penelitian ini terlihat bahwa fluktuasi harga minyak berbanding lurus dengan tingkat output nasional pada tahun 1980 hingga tahun 2010. Hal ini disebabkan oleh variabel penyusun GDP yang lain seperti konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, dan surplus perdagangan internasional Indonesia yang mengalami peningkatan. Hasil temuan dalam penelitian ini sesuai dengan penelitian Jalil (2008) yang menyatakan bahwa fluktuasi harga minyak dunia memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan output nasional di Malaysia. Peningkatan output nasional Malaysia ini juga didorong oleh adanya surplus perdagangan (net export) selama periode estimasi. 4.2.2
Estimasi Vector Error Correction untuk INFLASI Pada estimasi VECM yang kedua variabel inflasi menjadi variabel
dependen sedangkan variabel yang lain sebagai variabel indipendennya. Pada jangka pendek variabel nilai tukar memengaruhi inflasi secara signifikan. Terdapat hubungan positif antara variabel inflasi dan nilai tukar dalam jangka pendek. Hal ini terlihat dari koefisien nilai tukar dalam estimasi sebesar 4,914319 persen. Artinya apabila terjadi peningkatan nilai tukar sebesar satu persen akan menyebabkan peningkatan inflasi sebesar 4,914319 persen. Pada jangka panjang variabel GDP merupakan variabel yang signifikan dalam mempengaruhi tingkat inflasi. GDP memiliki hubungan negatif terhadap
tingkat inflasi dalam jangka panjang sebesar 187,9293. Artinya, apabila terjadi kenaikan GDP sebesar satu persen maka akan menurunkan tingkat inflasi sebesar 187,9293 persen pada jangka panjang. Sama seperti variabel GDP, variabel inflasi juga memiliki hubungan yang positif dengan variabel subsidi dan variabel harga minyak secara signifikan. Dari hasil estimasi ditemukan bahwa koefisien subsidi sebesar 46,80703. Hal ini menunjukkan apabila terjadi peningkatan inflasi sebesar satu persen maka akan subsidi memeberi respon berupa peningkatan sebesar sebesar 46,80703 persen. Hal ini sesusai dengan Variabel harga minyak juga merespon positif sebesar 229,2756 persen ketika ada peningkatan inflasi sebesar satu persen. Dalam penelitian ini dihasilkan suatu penemuan bahwa dalam jangka panjang nilai tukar berpengaruh negatif terhadap tingkat inflasi secara signifikan. Hal ini berkebalikan dengan yang terjadi pada jangka pendek. Hal ini ditandai dengan koefisien variabel nilai tukar sebesar -326,9546. Artinya apabila terjadi peningkatan inflasi sebesar satu persen maka akan menyebabkan penurunan nilai tukar sebesar 326,9546 persen dalam jangka panjang. Hubungan positif antara fluktuasi harga minyak dan inflasi dalam jangka panjang sesuai dengan literatur. Apabila terjadi peningkatan harga minyak dunia akan menurunkan fungsi produksi. Secara agregat penurunan produksi akan menurunkan penawaran dalam perekonomian sehingga pasar akan memberikan respon berupa peningkatan harga-harga barang (Mankiw, 2007). Hasil temuan dalam penelitian ini juga sesuai dengan penelitian dari Ito (2008) di Russia yang menyatakan bahwa apabila terjadi perubahan harga minyak
dunia sebesar satu persen akan meningkatkan pertumbuhan GDP Russia sebesar 0,25 persen dan peningkatan tingkat inflasi sebesar 0,36 persen pada dua belas triwulan berikutnya.
Variabel GDP(-1) ER(-1) SUBSIDI(-1)
Tabel 4.7 Hasil Estimasi VECM 2 Koefisien T-statistik Jangka Panjang 187.9293 -4.98659* -326.9546 6.40123* 46.80703 -11.7046*
HARGAMINYAK(-1) SB(-1) C CointEq D(INFLASI(-1)) D(GDP(-1)) D(ER(-1)) D(SUBSIDI(-1)) D(HARGAMINYAK(-1)) D(SB(-1)) C
229.2756 8.885362 -1940.375 Jangka Pendek 0.000176 0.533465 1.833357 4.914319 0.059243 0.596327 -0.018609 0.384372
5.96468* -0.29061 0.12647 6.32055* 0.46393 4.05292* 1.56962 0.78771 -0.01984 2.26850
Sumber : Lampiran 6 Keterangan : Probabilitias : 5%
4.2.3
Estimasi Vector Error Correction untuk SUBSIDI Variabel SUBSIDI adalah besaran subsidi yang dbayar oleh pemerintah.
Pembayaran subsidi oleh pemerintah kepada PERTAMINA sebagai badan usaha yang ditujuk dalam penyediaan dan distribusi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2005. Untuk estimasi VECM yang ketiga variabel subsidi menjadi variabel yang diamati sedangkan variabel yang lain sebagai variabel penjelasnya. Pada jangka pendek variabel GDP memengaruhi subsidi secara signifikan. Pada jangka pendek variabel GDP berbanding lurus dengan subsidi sebesar 31,44898. Artinya apabila
terjadi peningkatan GDP sebesar satu persen akan meningkatkan subsidi sebesar 31,44898 persen dalam jangka pendek. Dalam jangka pendek juga ditemukan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara variabel subsidi dan variabel inflasi secara signifikan. Dari hasil estimasi hubungan yang berbanding terbalik ini ditandai dengan koefisien variabel inflasi sebesar -0,718957. Hal ini berarti apabila variabel inflasi mengalami peningkatan sebesar satu persen maka akan diikuti dengan penurunan subsidi sebesar 0,718957 persen.
Variabel GDP(-1) INFLASI(-1) ER(-1)
Tabel 4.8 Hasil Estimasi VECM 3 Koefisien T-statistik Jangka Panjang -4.014981 3.74614* 0.021364 -0.96671 6.985161 -7.59483*
HARGAMINYAK(-1) SB(-1) C CointEq D(GDP(-1)) D(INFLASI(-1)) D(ER(-1)) D(SUBSIDI(-1)) D(HARGAMINYAK(-1)) D(SB(-1)) C
4.898316 -0.189830 41.45477 Jangka Pendek -1.243893 31.44898 -0.718957 -2.971579 -0.008756 -0.701262 2.128342 -0.000691
-6.95479* 0.28451 -7.72254* 3.21696* -3.44342* -0.99067 -0.09377 -0.37446 0.91750 -0.00165
Sumber : Lampiran 6 Keterangan : Probabilitias : 5%
Pada jangka pendek juga ditemukan bahwa variabel subsidi berbanding lurus dengan variabel GDP secara signifikan. Apabila variabel GDP mengalami peningkatan sebesar satu persen dalam jangka pendek maka akan meningkatkan subsidi sebesar 31,44898 persen.
Pada jangka panjang variabel nilai tukar, GDP, dan variabel harga minyak mempengaruhi besaran subsidi. Hubungan antara nilai tukar, GDP, dan harga minyak dan subsidi bersifat positif secara signifikan dalam jangka panjang. Jika ada peningkatan nilai tukar sebesar satu persen akan mengakikabatkan peningkatan subsidi sebesar 6,985161 persen. Peningkatan subsidi sebesar satu persen akan diikuti dengan peningkatan GDP sebesar 4,014981 persen. Dalam jangka panjang apabila harga minyak mengalami peningkatan sebesar satu persen maka akan meningkatkan subsidi sebesar 4,898316 persen. Fluktuasi harga minyak akan mempengaruhi kebijikan subsidi dalam jangka panjang. Kementerian Keuangan merupakan lembaga yang diberi wewenang dalam masalah penyaluran dana subsidi sedangkan Pertamina sebagai yang badan usaha yang ditujuk oleh pemerintah dalam penyediaan dan distribusi BBM bersubsidi. Kementerian keuangan akan membayarkan dana subsidi kepada Pertamina setelah konsumsi dilakukan. Artinya apabila BBM bersubsidi dikonsumsi saat ini, Kementerian Keuangan baru akan mengucurkan dana subsisi pada bulan berikutnya. Besarnya subsidi dipengaruhi oleh MPOS yang merupakan harga transaksi jual-beli pada bursa minyak di Singapura. Karena berpatokan dengan harga yang berlaku dari luar negeri sehingga besaran subsidi juga sangat dipengaruhi oleh nilai tukar pada jangka panjang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa nilai tukar memiliki hubungan positif dengan subsidi secara signifikan dalam jangka panjang. Hal ini berarti ketika nilai tukar meningkat menunjukkan melemahnya nilai mata uang domestik terhadap mata uang luar
negeri. Semakin tinggi nilai tukar maka beban subsidi yang harus dibayarkan oleh pemerintah semakin besar.
Subsidi = (π x Ω) – Pajak
Sumber : Kementerian Keuangan RI dan PP No 71 Tahun 2005 Keterangan : *Jika ada **MPOS (Mid Oil Plant’s Singapore)
Gambar 4.1 Skema Pemberian Subsidi BBM 4.3
Analisis Impulse Respon Function (IRF) Analisis Impulse Respon Function menjelaskan perbandingan respon pada
variabel subsidi, Gross Domestic Product (GDP), suku bunga, inflasi, dan nilai tukar apabila terjadi guncangan dari variabel harga minyak. Pada penelitian ini guncangan dilakukan pada harga minyak dan akan dianalisis pengaruhnya
terhadap variabel yang lain dalam enam puluh kuartal atau lima belas tahun yang akan datang. Response to Cholesky One S.D. Innovations Response of GDP to HARGAMINYAK
Response of INFLASI to HARGAMINYAK
.008
.12
.08
.006
.04 .004 .00 .002
-.04
.000
-.08 10
20
30
40
50
60
10
Response of ER to HARGAMINYAK
20
30
40
50
60
Response of SUBSIDI to HARGAMINYAK
.00
1.0
0.8
-.01
0.6 -.02 0.4 -.03
0.2
-.04
0.0 10
20
30
40
50
60
10
20
30
40
50
60
Response of SB to HARGAMINYAK -.010
-.015
-.020
-.025
-.030
-.035 10
20
30
40
50
60
Sumber : Lampiran 7
Gambar 4.2 Respon SUBSIDI, GDP, SB, INFLASI, ER Terhadap Guncangan dari HARGAMINYAK Pada Gambar 4.2 dapat dilihat pengaruh dari guncangan harga minyak terhadap GDP. Pada periode awal guncangan pada harga minyak akan mempengaruhi GDP. GDP akan stabil pada periode ke sembilan sebesar 0,0036. Artinya apa bila harga minyak berguncang sebesar satu standar deviasi maka akan menyebabkan GDP meningkat sebesar koefisien yang sama. Pada akhir periode guncangan harga minyak terhadap GDP tetap berpengaruh positif.
Guncangan harga minyak dunia mempengaruhi variabel inflasi. Respon inflasi bersifat positif pada empat kuartal awal atau satu tahun pertama terjadinya guncangan harga minyak. Setelah periode tersebut guncangan harga minyak justru akan memberikan dampak yang negatif terhadap inflasi. Respon permanen inflasi terhadap guncangan harga minyak baru terjadi sejak periode ke sebelas yakni sebesar -0,057. Maksudnya adalah apabila harga minyak berubah sebesar satu standar deviasi maka inflasi akan berkurang sebesar 0,057 standar deviasi sebagai respon dari guncangan harga minyak hingga akhir periode. Guncangan harga minyak dunia mempengaruhi variabel nilai tukar. Respon yang dialami oleh nilai tukar adalah bersifat negatif terhadap guncangan harga minyak. Respon permanen nilai tukar terhadap guncangan dari harga minyak pada periode ke enam adalah sebesar -0,032. Artinya, apabila ada guncangan terhadap harga minyak sebesar satu standar deviasi akan menyebabkan penurunan tingkat nilai tukar sebesar 0,032 standar deviasi sejak periode ke enam hingga akhir periode di tahun ke lima belas. Guncangan harga minyak dunia mempengaruhi variabel subsidi. Untuk setiap guncangan yang dialami oleh harga minyak akan direspon oleh subsidi berupa peningkatan secara stabil yang berada direspon yang bernilai permanen 0,508 pada periode ke dua belas atau tahun ke tiga. Artinya sejak tahun ketiga setiap guncangan harga minyak sebesar satu standar deviasi akan menyebabkan peningkatan harga minyak sebesar 0,508 standar deviasi hingga akhir periode di tahun ke lima belas. Guncangan harga minyak dunia mempengaruhi variabel subsidi. Nilai respon permanen dari suku bunga dalam meresponi guncangan harga minyak
sebesar 0,028 pada periode ke sembilan. Hal ini menandakan apabila terjadi guncangan harga minyak sebesar satu standar deviasi maka suku bunga akan mengalami peningkatan sebesar 0,028 standar deviasi sejak periode ke sembilan hingga periode ke enam puluh. Dari
hasil analisis impulse respon pada semua variabel terhadap
guncangan yang diberikan dari volatilitas harga minyak, terlihat bahwa variabel subsidi paling cepat mencapai kestabilan saat terjadi guncangan pada variabel harga minyak berupa respon yang bernilai positif secara stabil di enam puluh periode yang akan datang. Hal ini menyimpulkan bahwa variabel inflasi terpengaruh paling stabil dibandingkan dengan variabel lainnya ketika mendapat guncangan harga minyak dunia. 4.4
Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) Analisis FEVD berguna untuk mengetahui gambaran kontribusi pengaruh
variabel lain terhadap suatu variabel dalam sistem. a. Forecast Error Variance Decomposition dari GDP Pada periode pertama variabel GDP hanya dipengaruhi oleh variabel harga GDP itu sendiri sebesar 100 persen. Pada periode kedua paling dipengaruhi oleh GDP itu sendiri sebesar 92,90 persen. Pada periode akhir variabel GDP mempengaruhi variabel itu sendiri sebesar 79,98, persen. Variabel harga minyak hanya mempengaruhi GDP sebesar 2,06 persen pada periode ke dua, dan terus mengalami penurunan hingga periode ke lima puluh. Secara keseluruhan dalam jangka panjang yakni lima puluh periode yang akan datang variabel GDP dipengaruhi oleh variabel GDP, nilai tukar, subsidi, inflasi, suku bunga, dan harga minyak secara berurutan.
Gambar 4.3 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) GDP b. Forecast Error Variance Decomposition dari INFLASI Pada keseluruhan enam puluh periode estimasi peramalan variabel inflasi dipengaruhi oleh variabel subsidi itu sendiri sebesar 76,70 persen. Seiring periode mengalami penurunan hal ini dibuktikan dengan pengaruh dari inflasi terhadap dirinya sendiri pada periode ke enam puluh hanya sebesar 44,29 persen. Gambar 4.4 terlihat jelas bawa inflasi dipengaruhi oleh variabel inflasi itu sendiri, GDP, nilai tukar mata uang, tingkat suku bunga, subsidi, dan harga minyak secara berurutan. Variabel harga minyak mempengaruhi variabel inflasi sebesar 0,16 persen pada awal periode. Pada variabel ke enam puluh pengaruh variabel harga minyak terhadap inflasi mengalami penurunan menjadi sebesar 0,03 persen.
Gambar 4.4 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) INFLASI c. Forecast Error Variance Decomposition dari ER Pada periode pertama variabel nilai tukar paling dipengaruhi oleh variabel nilai tukar itu sendiri sebesar 92,80 persen. Terjadi penurunan pengaruh variabel inflasi terhadap dirinya sendiri di jangka panjang. Secara keseluruhan seperti Gambar 4.5 variabel nilai tukar paling dipengaruhi oleh variabel nilai tukar itu sendiri, inflasi, GDP, harga minyak, dan suku bunga secara berurutan. Tren pengaruh semua variabel terhadap variabel inflasi cenderung stabil kecuali inflasi yang memiliki tren peningkatan yang cukup signifikan hingga akhir periode. Harga minyak memiliki tren pengaruh yang meningkat, pada periode awal harga minyak mempengaruhi nilai tukar sebesar 3,64 persen. Pada periode ke enam puluh pengaruh harga minyak terhadap nilai tukar meningkat menjadi sebesar 5,92 persen.
Gambar 4.5 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) ER d. Forecast Error Variance Decomposition dari SUBSIDI Seperti yang terlihat pada gambar 4.6 secara keseluruhan variabel subsidi paling dipengaruhi oleh variabel subsidi itu sendiri sebesar 81,41 persen. Sementara pada periode pertama variabel harga minyak tidak mempengaruhi variabel subsidi. Pada periode ke enam puluh
variabel subsidi berkurang
pengaruhnya hingga mencapai 19,52 persen terhadap variabel subsidi itu sendiri. Pada jangka panjang variabel nilai tukar lebih berpengaruh terhadap variabel subsidi itu sendiri yakni sebesar 34,17 persen. Pada Gambar 4.6 nampak bahwa harga minyak memiliki pengaruh yang meningkat terhadap variabel subsidi, yakni hanya sebesar 30,06 persen pada periode ke enam puluh. Secara umum variabel nilai tukar dalam jangka panjang dipengaruhi oleh variabel nilai tukar itu sendiri, harga minyak, subsidi, inflasi, GDP, dan suku bunga. Variabel nilai tukar sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai subsidi Bahan Bakar Minyak karena minyak merupakan komoditi dalam perdagangan internasional.
Gambar 4.6 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) SUBSIDI
e. Forecast Error Variance Decomposition dari HARGAMINYAK Dalam jangka pendek yakni dalam periode pertama variabel harga minyak paling dipengaruhi oleh variabel harga minyak itu sendiri sebesar 89,96 persen. Pada periode pertama bahkan variabel suku bunga tidak berpengaruh terhadap variabel harga minyak.
Gambar 4.7 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) HARGAMINYAK
Pada jangka panjang yakni pada periode ke enam puluh terjadi penurunan pengaruh dari variabel harga minyak terhadap dirinya sendiri yakni menjadi sebesar 86,71 persen. Dari Gambar 4.7 juga dapat kita ketahui bahwa variabel harga minyak dipengaruhi oleh variabel harga minyak itu sendiri, subsidi, nilai tukar, GDP, suku bunga, dan inflasi secara berurutan. f.
Forecast Error Variance Decomposition dari SB Variabel yang paling memberi pengaruh pada variabel suku bunga adalah
variabel nilai suku bunga sendiri sebesar 72, 95 persen. Pada akhir periode variabel suku bunga mengalami tren penurunan di level 45,39 persen, namun masih tetap dominan jika dibandingkan dengan variabel yang lainnya.
Gambar 4.8 FEVD (Forecast Error Variance Decomposition ) SB Seperti yang nampak pada Gambar 4.8, variabel harga minyak mempengaruhi variabel suku bunga sebesar 0,67 persen pada awal periode. Dalam jangka panjang yakni pada periode ke enam puluh variabel harga minyak mengalami peningkatan pengaruh yakni menjadi sebesar 2,31 persen. Secara umum dalam jangka panjang variabel suku bunga dipengaruhi oleh variabel suku bunga itu sendiri, nilai tukar, GDP, harga minyak, inflasi, dan subsidi berurutan.
4.5
Respon Kebijakan Indonesia dan Beberapa Negara terhadap Fluktuasi Harga Minyak Dunia. Hingga saat ini kebijakan pemerintah Indonesia dalam meresponi
volatilitas harga minyak adalah dengan memberikan subsidi agar BBM dapat terjangkau oleh masyarakat. Kebijakan pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun ini adalah pengalihan dana subsidi ke program-program sosial seperi Bantuan Langsung Tunai (BLT), dana pendidikan yakni Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana kesehatan yakni Asuransi Kesehatan (AsKes) untuk rumah tangga miskin. Hal- hal tersebut diatas merupakan kebijakan yang bersifat jangka pendek. Pitter (2007) menyebutkan bahwa dalam penyusunan kebijakan jangka panjang beberapa hal perlu diperhatikan yakni : a. Kebijakan harus berupa strategi yang komprehensif b. Kebijakan harus memperhatikan penggunaan teknologi yang ramah terhadap lingkungan untuk meningkatkan supply energi, dan membangun penggunaan energi yang lebih bersih dan lebih efisien c. Kebijakan harus meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Untuk itu kebijakan energi, kebijakan lingkungan, kebijakan ekonomi harus saling terintegrasi. Dalam
jangka
panjang
pemerintah
akan
mengurangi
tingkat
ketergantungan perekonomian terhadapa penggunaan minyak dan beralih ke sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Hal ini mendorong upaya pemerintah dalam mengurangi subsidi secara perlahan-lahan agar masyarakat
mulai beralih kepada penggunaan sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Pemerintah sudah memformulasikan kebijakan dalam konservasi energi sejak tahun 1979. Sejumlah program implementasi sudah dirancang untuk mendukung kebijakan konservasi energi di Indonesia yang disebut sebagai National Energy Conservation Master Plan (NECMP) bahkan PP No 9 Tahun 1982 Tentang Tata Ruang dan Wilayah sudah menginstruksikan kepada agen pemerintah dalam hal ini kementerian terkait untuk upaya konservasi energi. Namun dalam kenyaataannya saat ini program tersebut tidak pernah direalisasikan sepenuhnya seperti yang diharapkan. Program yang dibuat oleh kementerian terkait selama ini seringkali tidak fokus sehingga efisiensi energi dan konservasi energi hanya baru sebatas norma dan wacana saja. Dalam merespon guncangan minyak yang mengakibatkan peningkatan inflasi dan penurunan GDP di negara-negara industri maju yang tergabung dalam G-7 menggunakan kebijakan moneternya dalam upaya mengurangi guncangan dalam perekonomian sebagai akibat dari guncangan harga minyak. Negara anggota G-7 memakai tidak menggunakan kebijakan fiskal dalam mengurangi dampak dari guncangan harga minyak. Sebab sistem perekonomiannya yang tidak dapat diintervensi oleh pemerintah. Negara anggota G-7 menganggap intervensi pemerintah dalam perekonomian melalui mekanisme kebijakan pasar justru akan mengganggu keseimbangan di pasar. Secara teoritis menurut Cologni dan Manera (2005) seharusnya diberlakukan kebijakan penurunan suku bunga dalam mengurangi dampak dari
guncangan. Dalam kenyataannya negara-negara industri maju anggota G-7 justru meningkatkan tingkat suku bunga dalam kebijakan moneternya. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia dalam meresponi guncangan harga minyak sekitar tahun 2004 hingga 2006, otoritas moneter pun melakukan peningkatan suku bunga dalam negeri. Ketika kuartal ketiga tahun 2004 suku bunga sebesar 7,39 persen dan mengalami peningkatan sebesar 5,36 persen pada lima kuartal berikutnya suku bunga naik menjadi 12,75 persen pada kuartal keempat di tahun 2005.
Sumber : International Financial Statistic 2011 (diolah)
Gambar 4.9 Tingkat Suku Bunga Indonesia Mankiw (2007) menyatakan bawa apabila terjadi guncangan dalam perkonomian yang membuat terjadinya penurunan penawaran harus dapat diatasi dengan suatu kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter yang menstabilisasi kembali perekonomian supaya kembali pada posisi full-empolyment.
Sumber : Mankiw (2007)
Gambar 4.10 Kebijakan Stabilisasi Ketika terjadi penurunan penawaran dari SRAS1 ke SRAS2, pemerintah harus melakukan kebijakan yang meningkatkan kembali Aggregate Demand agar perekonomian kembali ke posisi full-employment. Upaya peningkatan Aggregate Demand dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter. Dalam jangka pendek kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah adalah memberikan subsidi BBM untuk meningkatkan kembali Aggregate Demand . Kebijakan moneter Indonesia tidak sesuai dengan teori yakni peningkatan suku bunga ketika terjadi fluktuasi harga minyak dunia. Seharusnya untuk meningkatkan menurunkan
kembali tingkat
Aggregate suku
ketidakselarasan kebijakan.
bunga.
Demand Hal
ini
otoritas
moneter
sebaiknya
mengakibatkan
terjadinya
Pada bulan Juni di tahun 2008, lima negara konsumen minyak terbesar dunia yakni Amerika Serikat, Jepang, Cina, India, dan Korea Selatan menyerukan agar bahan bakar minyak diakhiri secara bertahap untuk menurunkan harga minyak. Sebab menurut mereka meyakini bahwa pemberian subsidi kepada minyak
sesungguhnya
membuat
masyarakat
tidak
mau
beralih
untuk
menggunakan sumber energi lain yang lebih bersih dan ramah lingkungan. Lebih lanjut mereka menambahkan bahwa dengan adanya subsidi terhadap minyak akan terus meningkatkan konsumsi minyak masyarakat dan melupakan efisiensi dalam penggunaan minyak. Padahal sesungguhnya minyak adalah sumber energi yang tidak terbarukan dan jumlahnya sangat terbatas.
Sumber : Mourougane (2010)
Gambar 4.11 Daftar Negara Pemberi Subsidi pada Sumber Energi (Miliar US Dollar) Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa negara yang masih tergolong negara sedang berkembanglah yang banyak memberi subsidi bagi sumber energinya seperti untuk minyak. Sementara negara maju tidak memberikan subsidi bagi minyak untuk mempertahankan perekonomiannya dengan mencapai keseimbangan melaui kekuatan pasar saja.
Negara-negara yang memberikan subsidi bagi minyak seperti yang tertera pada gambar diatas didominasi oleh negara-negara eksportir minyak terbesar dunia yang tergabung dalam OPEC seperti : Arab Saudi, Rusia, Iran, Uni Emirat Arab, Venezuela, Iraq, Algeria, Mexico, dan Kuwait. Negara-negara ini memberikan subsidi kepada sumber energinya menggunakan dana yang berasal dari surplus pedagangan minyak ke pasar internasional. Sementara pada tahun 1980 hingga awal tahun 1990 Indonesia juga memiliki karakteristik yang sama dengan negara-negara tersebut namun setelah menjadi net importir tetap memberikan subsidi hal ini yang kemudian sangat memberatkan APBN Indonesia. Sementara penelitian UNEP (United Nations Environment Programme) pada tahun 2010 menyebutkan dampak yang akan dialami beberapa negara apabila mengurangi atau bahkan menghapus kebijakan subsidi bagi sumber energinya termasuk minyak seperti yang terangkum pada Tabel 4.9.
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 4.9 Tipe Subsidi yang Diberikan Negara/ Kawasan Tipe Subsidi OECD Semua Tipe Republik Ceko dan Slovakia Minyak Russia Pemanas Wilayah India Listrik Indonesia Premium, Solar, Kerosin Korea Batubara, Gas, Listrik Iran Minyak Senegal LPG Chili Minyak dan Batu Bara
Sumber : UNEP (2010)
Hasil penelitian UNEP terhadap negara-negara anggota OECD mengenai penghapusan subsidi minyak akan meningkatkan perdagangan dan pertumbuhan ekonomi. Kawasan OECD yang beranggotakan negara maju ini menganggap dengan adanya pemeberian subsidi justru akan merusak keseimbanagan pasar.
Dampak lingkungan yang akan diterima oleh negara-negara maju ini adalah berupa pengurangan emisi CO2 dan gas beracun lainnya sebagai sisa pembakaran dari bahan bakar minyak dan sumber energi yang tidak ramah lingkungan. Secara sosial, pencabutan subsidi secara signifikan mempengaruhi kuantitas lapangan pekerjaan dan pengeluaran rumah tangga akan pembiayaan masyarakat dalam mengakses sumber energinya pada jangka pendek. Pencabutan subsidi penggunaan sumber energi termasuk minyak akan lebih efisien dan peningkatan masyarakat untuk beralih pada penggunaan sumber energi yang lebih ramah lingkungan. Pemberian subsidi minyak di Republik Ceko dan Slovakia akan meredam inovasi baru yang mendorong penciptaan sumber energi baru yang lebih ramah lingkungan. Subsidi yang selama ini dinikmati oleh masyarakat Republik Ceko dan Slovakia membuat peningkatan intensitas yang tinggi dalam menggunakan minyak dan rendahnya tingkat efisiensi penggunaan minyak yang membahayakan lingkungan karena polusi udara melalui emisi CO2 di tingkat lokal maupun regional di negara tersebut. Russia terletak di sekitar Kutub Utara memiliki iklim yang dingin sepanjang tahun, untuk itu pemanas wilayah merupakan pelayanan yang vital di negara tersebut. Pemberian subsidi bagi pemanas wilayah sepanjang tahun bagi masyarakat Russia membuat penggunaannya menjadi inefisien. Selain itu gas buangan yang dihasilkan dari pemanas wilayah tersebut berkontribusi kepada polusi udara dan emisi efek rumah kaca.
Menurut penelitian UNEP (2010) apabila subsidi ini dapat dikurangi atau apabila mungkin dihapuskan maka akan sangat menolong pemerintah untuk mengentaskan ketimpangan kesejahteraan di Russia. Russia dengan wilayah yang begitu luas juga mengalami ketimpangan kesejahteraan di masyarakatnya. Ketimpangan terjadi antara Russia bagian timur dengan Russia bagian timur dan selatan yang berbatasan dengan China. Hasil penelitian UNEP di Indonesia menunjukkan bahwa pemberian subsidi memberikan beban ekonomi yang sangat besar bagi pemerintah terutama pemberian subsidi bagi premium, kerosin, dan solar. Pengurangan atau penghapusan subsidi akan menghemat APBN, dan pengalihan realokasi dana pada proyek pemgembangan energi bersih yang ramah lingkungan dan pemberdayaan masyarakat
miskin
serta
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
secara
menyeluruh. Secara sosial penghapusan subsidi bagi sumber energi di Indonesia akan mengganggu stabilitas politik dan keamanan. Temuan UNEP di Iran juga mendapati bahwa subsidi yang dinikmati di Iran juga menyebabkan inefisiensi penggunaan sumber energi yang menyebabkan polusi lokal dan regional. Hal ini merupakan isu kesehatan yang penting di negara tersebut. Sama hal nya yang terjadi di Indonesia walau yang paling banyak menikmati subsidi adalah rumah tangga kaya, tetapi penghapusan subsidi juga akan memberatkan rumah tangga miskin. Senegal sudah lebih maju dalam kesadarannya memakai sumber energi, yakni dengan memberikan subsidi pada LPG sehingga memberikan dampak positif yang signifikan dalam perekonomian walau memberatkan APBN yakni
dengan adanya peningkatan masyarakat, keamanan, dan pendapatan rumah tangga. Pertumbuhan LPG menghemat penggunaan minyak dan batubara sehingga mengurangi emisi di negara tersebut. Pengalihan ke LPG juga memulihkan deforestasi di Senegal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan seperti berikut : 1. Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap GDP, tetapi dalam jangka panjang berpengaruh positif secara signifikan. 2. Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap INFLASI, tetapi dalam jangka panjang berpengaruh positif secara signifikan. 3. Dalam jangka pendek fluktuasi harga minyak tidak berpengaruh secara signifikan terhadap SUBSIDI, tetapi dalam jangka panjang berpengaruh positif secara signifikan. 4. Respon kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam merespon fluktuasi harga minyak dunia berupa pemberian subsidi Bahan Bakar Minyak dan peningkatan suku bunga.
5.2
Saran a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara fluktuasi atau guncangan harga minyak terhadap subsidi BBM. Respon kebijakan fiskal yang seharusnya diberikan oleh pemerintah adalah pengurangan
subsidi
terhadap
BBM
untuk
mereduksi
inefesinsi
penggunaan sumber energi dan pengembangan sumber energi yang lebih bersih. b. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menambah rentang waktu pengamatan dan menggunakan data tahunan untuk variabel subsidi pemerintah terhadap BBM, agar didapatkan hasil yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Fayoumi, A N. 2009. Oil Prices and Stock Market Returns in Oil Importing Countries: The Case of Turkey, Tunisia and Jordan. ISSN 1450-2275 Issue 16 EuroJournals, Inc. [15 Mei 2011]. http://www.eurojournals.com/ejefas_16_08.pdf Aliyu, SUR. 2008. Impact of Oil Price Shock and Exchange Rate Volatility on Economic Growth in Nigeria: An Empirical Investigation. EuroJournals, Inc. [3 April 2011]. http://www.eurojournals.com/rjis_11_01.pdf Apriani, Dian K. 2007. Analisis Dampak Guncangan Harga Minyak Dunia Terhadap Inflasi dan Output di Indonesia: Periode 1990-2006 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Bulman Tinm et. al. 2008. Indonesia’s Oil Subsidy Opportunity. Far Eastern Economic Review. Christensson, J. 2009. How Inflationary Oil Price Shocks? A Regional Analysis. 5th Annual GRASP Symposium [working paper], Wichita State University. [14 Mei 2011]. http://soar.wichita.edu/dspace/bitstream/handle/10057/2274/GRASP5_6.p df?sequence=1 Cologni, A and manera, M. 2005. Oil Price, Inflation and Interest Rates in a Structural Cointegrated VAR Model for G-7 Countries Working Paper. Italy : Departement of Statistics. University of Milan Bicocca Enders, W. 2004. Applied Econometric Time Series Second Edition. University of Alabama. Farzanegan. 2007. The Effect of Oil Price Shocks on Iranian Economy. Dresden University of Technology. [10 April 2011]. http://www.ecomod.org/files/papers/600.pdf Gujarati, Damonar N. 2003. Basic Econometrics 4th Edition. Singapore : McGraw-Hill Companies, Inc.
Hsing, Yu. 2007. Impacts of Higher Crude Oil Prices and Changing Macroeconomic Conditions on Output Growth in Germany. EuroJournal, Inc.[3 April 2011]. http://www.eurojournals.com/irjfe11%20yu.pdf Ito, Katsuya. 2008. Oil Price and the Russian Economy: A VEC Model Approach. EuroJournals, Inc.[3 April 2011]. http://www.eurojournals.com/Pages%20from%20irjfe17ito.pdf Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2011. Indonesia Energy Statistic 2010. Jalil Abdul et.al. 2008. Oil Prices and Malaysian Economy. Malaysia : Sultan Idris Education University. [15 Mei 2011]. http://.www.bizresearchpapers.com/20.%20Noras.pdf Mankiw, Gregory. 2005. Makroekonomi Edisi ke 6. Jakarta: Erlangga. Mourougane, A. 2010. Phasing Out Energy Subsidy in Indonesia [working paper]. OECD Economics Departement. Ningsih, Ratna. 2010. Analisis Keterkaitan Dinamis Inflasi di Negara-Negara ASEAN+6 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Nugroho, Cahyo W. 2005. Analisis Pengaruh Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Pitter, A. 2007. Impact and Polici Responses to Oil Shock in The SEACEN. Kuala Lumpur : The SouthEast Asian Central Banks Research and Training Centre. Putong, Iskandar. 2002. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro Jilid 2. Jakarta: Ghalia Indonesia Roubini N dan Setser Brad. 2004. The Effect of The Recent Oil Price Shock on the U.S and Global Economy. Oxford University. [15 Mei 2011]. http://people.stern.nyu.edu/nroubini/papers/Roubini-Setser-US-ExternalImbalances.pdf Samuelson, P and Nordhaus, W. 1989. Macroeconomic. USA : McGraw-Hill Companies, Inc. Todaro Michael. 1985. Ekonomi Dunia Ketiga Jilid I. Jakarta : Akademika Pressindo.
UNEP. 2010. Energy Subsidies : Lessons Learned in Assessing their Impact and Designing Policy Reforms. United Nations. [15 Mei 2011]. www.unep.ch/etb/publications/energySubsidies/Energysubreport.pdf
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Uji Stasioneritas
Null Hypothesis: ER has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.355636 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.6018
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(ER) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-8.639760 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: GDP has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12) t-Statistic
Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
1.489785 -3.486064 -2.885863 -2.579818
0.9992
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(GDP) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-3.403850 -3.486064 -2.885863 -2.579818
0.0127
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: HARGAMINYAK has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.853835 -3.484198 -2.885051 -2.579386
0.3531
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(HARGAMINYAK) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
t-Statistic
Prob.*
-11.60624 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.0000
Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
2.570940 -3.484653 -2.885249 -2.579491
1.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-5.798585 -3.484653 -2.885249 -2.579491
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 5 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.646230 -3.486551 -2.886074 -2.579931
0.4559
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SB) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 4 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic
t-Statistic
Prob.*
-7.713688
0.0000
Test critical values:
1% level 5% level 10% level
-3.486551 -2.886074 -2.579931
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SUBSIDI has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 8 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.036190 -3.488063 -2.886732 -2.580281
0.7385
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SUBSIDI) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 6 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-7.997249 -3.487550 -2.886509 -2.580163
0.0000
Lampiran 2. Hasil Uji Lag Optimal
VAR Lag Order Selection Criteria Endogenous variables: GDP SUBSIDI INFLASI ER SB HARGAMINYAK Exogenous variables: C Date: 05/14/11 Time: 16:23 Sample: 1980Q1 2010Q4 Included observations: 116 Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5 6 7 8
-945.1906 -7.701671 56.07060 91.96768 144.8876 175.7238 217.9269 249.9556 288.5112
NA 1761.833 113.2508 60.03478 83.02953 45.19104 57.48348* 40.31203 44.53834
0.533967 9.50e-08 5.91e-08 6.00e-08 4.58e-08* 5.21e-08 4.96e-08 5.78e-08 6.21e-08
16.39984 0.856925 0.378093 0.379868 0.088145 0.177175 0.070226* 0.138696 0.094634
16.54226 1.853915* 2.229645 3.085982 3.648822 4.592415 5.340028 6.263060 7.073561
16.45766 1.261646 1.129718* 1.478395 1.533576 1.969510 2.209464 2.624838 2.927680
* indicates lag order selected by the criterion LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level) FPE: Final prediction error AIC: Akaike information criterion SC: Schwarz information criterion HQ: Hannan-Quinn information criterion
Lampiran 3 Uji Kointegrasi Date: 05/14/11 Time: 16:24 Sample (adjusted): 1980Q3 2010Q4 Included observations: 122 after adjustments Trend assumption: Linear deterministic trend Series: GDP SUBSIDI INFLASI ER SB HARGAMINYAK Lags interval (in first differences): 1 to 1 Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized No. of CE(s) Eigenvalue None * At most 1 * At most 2 * At most 3 At most 4 At most 5
0.559827 0.343122 0.144932 0.119067 0.082652 0.030165
Trace Statistic
0.05 Critical Value
Prob.**
200.2129 100.1014 48.82996 29.72783 14.26140 3.736720
95.75366 69.81889 47.85613 29.79707 15.49471 3.841466
0.0000 0.0000 0.0404 0.0509 0.0760 0.0532
Trace test indicates 3 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level * denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level **MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
Lampiran 4. Hasil Uji Stabilitas VAR
Roots of Characteristic Polynomial Endogenous variables: GDP SUBSIDI INFLASI ER SB HARGAMINYAK Exogenous variables: C Lag specification: 1 1 Date: 05/14/11 Time: 16:29 Root 0.999788 - 0.020314i 0.999788 + 0.020314i 0.930858 0.779640 - 0.054971i 0.779640 + 0.054971i -0.368652
Modulus 0.999994 0.999994 0.930858 0.781576 0.781576 0.368652
No root lies outside the unit circle. VAR satisfies the stability condition. Lampiran 5. Hasil Uji Kausalitas Granger Pairwise Granger Causality Tests
Date: 05/15/11 Time: 05:45 Sample: 1980Q1 2010Q4 Lags: 1 Null Hypothesis:
Obs F-Statistic
SUBSIDI does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause SUBSIDI
123
0.29548 55.6587
0.5877 1.E-11
INFLASI does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause INFLASI
123
12.5078 13.4616
0.0006 0.0004
ER does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause ER
123
6.82256 0.27339
0.0102 0.6020
SB does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause SB
123
4.61678 2.40673
0.0337 0.1234
HARGAMINYAK does not Granger Cause GDP GDP does not Granger Cause HARGAMINYAK
123
1.63361 2.36812
0.2037 0.1265
INFLASI does not Granger Cause SUBSIDI SUBSIDI does not Granger Cause INFLASI
123
52.8159 6.45519
4.E-11 0.0123
ER does not Granger Cause SUBSIDI SUBSIDI does not Granger Cause ER
123
54.8760 0.44498
2.E-11 0.5060
SB does not Granger Cause SUBSIDI SUBSIDI does not Granger Cause SB
123
0.66643 1.22425
0.4159 0.2707
HARGAMINYAK does not Granger Cause SUBSIDI SUBSIDI does not Granger Cause HARGAMINYAK
123
2.46511 0.03408
0.1190 0.8538
ER does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause ER
123
18.6145 0.47984
3.E-05 0.4898
SB does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause SB
123
17.8368 4.53771
5.E-05 0.0352
HARGAMINYAK does not Granger Cause INFLASI INFLASI does not Granger Cause HARGAMINYAK
123
0.91767 3.42392
0.3400 0.0667
SB does not Granger Cause ER ER does not Granger Cause SB
123
0.23441 0.96135
0.6292 0.3288
HARGAMINYAK does not Granger Cause ER ER does not Granger Cause HARGAMINYAK
123
0.12597 0.70866
0.7233 0.4016
HARGAMINYAK does not Granger Cause SB SB does not Granger Cause HARGAMINYAK
123
0.09920 4.55575
0.7533 0.0348
Lampiran 6 Hasil Estimasi Vector Error Correction Estimates
Prob.
GDP sebagai variabel dependen
Vector Error Correction Estimates Date: 06/11/11 Time: 12:26 Sample (adjusted): 1980Q3 2010Q4 Included observations: 122 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
GDP(-1)
1.000000
INFLASI(-1)
-0.005321 (0.00391) [-1.36140]
ER(-1)
-1.739774 (0.17656) [-9.85368]
SUBSIDI(-1)
0.249067 (0.02011) [ 12.3831]
HARGAMINYAK(-1)
1.220010 (0.17874) [-6.82549]
SB(-1)
0.047280 (0.16504) [ 0.28647]
C
10.32502
Error Correction:
D(GDP)
D(INFLASI)
D(ER)
D(SUBSIDI)
D(HARGAMIN YAK)
D(SB)
CointEq1
-0.026956 (0.00688) [-3.91915]
-0.033063 (0.26142) [-0.12647]
0.008738 (0.02109) [ 0.41438]
-4.994205 (0.64671) [-7.72254]
-0.007054 (0.03347) [-0.21074]
0.013160 (0.02802) [ 0.46959]
D(GDP(-1))
-0.207702 (0.10397) [-1.99766]
1.833357 (3.95184) [ 0.46393]
0.851792 (0.31877) [ 2.67211]
31.44898 (9.77598) [ 3.21696]
-0.166007 (0.50598) [-0.32809]
0.253094 (0.42363) [ 0.59744]
D(INFLASI(-1))
0.005028 (0.00222) [ 2.26409]
0.533465 (0.08440) [ 6.32055]
-0.018370 (0.00681) [-2.69826]
-0.718957 (0.20879) [-3.44342]
0.000487 (0.01081) [ 0.04505]
-0.007451 (0.00905) [-0.82353]
D(ER(-1))
0.060654 (0.03190) [ 1.90128]
4.914319 (1.21254) [ 4.05292]
0.226615 (0.09781) [ 2.31693]
-2.971579 (2.99956) [-0.99067]
-0.075236 (0.15525) [-0.48461]
0.579994 (0.12998) [ 4.46212]
D(SUBSIDI(-1))
0.004472 (0.00099) [ 4.50322]
0.059243 (0.03774) [ 1.56962]
0.000872 (0.00304) [ 0.28641]
-0.008756 (0.09337) [-0.09377]
0.000794 (0.00483) [ 0.16438]
-0.001815 (0.00405) [-0.44855]
D(HARGAMINYAK(-1))
0.013054 (0.01992) [ 0.65539]
0.596327 (0.75703) [ 0.78771]
-0.204828 (0.06107) [-3.35423]
-0.701262 (1.87274) [-0.37446]
-0.071840 (0.09693) [-0.74117]
0.031351 (0.08115) [ 0.38632]
D(SB(-1))
-0.003385 (0.02467) [-0.13720]
-0.018609 (0.93773) [-0.01984]
-0.083246 (0.07564) [-1.10054]
2.128342 (2.31973) [ 0.91750]
-0.058659 (0.12006) [-0.48857]
0.102639 (0.10052) [ 1.02105]
C
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
0.030130 (0.00446) [ 6.75876]
0.384372 (0.16944) [ 2.26850]
0.011778 (0.01367) [ 0.86174]
-0.000691 (0.41916) [-0.00165]
0.008159 (0.02169) [ 0.37610]
-0.015081 (0.01816) [-0.83028]
0.250099 0.204052 0.133667 0.034242 5.431439 242.6916 -3.847404 -3.663533 0.031180 0.038381
0.462220 0.429199 193.1010 1.301487 13.99752 -201.1212 3.428217 3.612087 1.170074 1.722651
0.213390 0.165089 1.256448 0.104983 4.417957 106.0092 -1.606708 -1.422838 0.021850 0.114895
0.689896 0.670855 1181.699 3.219593 36.23123 -311.6224 5.239712 5.423582 0.075479 5.611863
0.012834 -0.047782 3.165542 0.166637 0.211722 49.64300 -0.682672 -0.498802 0.001979 0.162793
0.230134 0.182862 2.219002 0.139517 4.868253 71.31427 -1.037939 -0.854069 -0.003600 0.154340
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
4.66E-08 3.11E-08 15.87721 0.624964 1.866088
Inflasi sebagai variabel dependen
Vector Error Correction Estimates Date: 06/11/11 Time: 13:16 Sample (adjusted): 1980Q3 2010Q4 Included observations: 122 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
INFLASI(-1)
1.000000
GDP(-1)
-187.9293 (37.6870) [-4.98659]
ER(-1)
326.9546 (51.0769) [ 6.40123]
SUBSIDI(-1)
-46.80703 (3.99901) [-11.7046]
HARGAMINYAK(-1)
229.2756 (38.4389) [ 5.96468]
SB(-1)
-8.885362 (30.5748) [-0.29061]
C
-1940.375
Error Correction:
D(INFLASI)
D(GDP)
D(ER)
D(SUBSIDI)
D(HARGAMIN YAK)
D(SB)
CointEq1
0.000176 (0.00139) [ 0.12647]
0.000143 (3.7E-05) [ 3.91915]
-4.65E-05 (0.00011) [-0.41438]
0.026575 (0.00344) [ 7.72254]
3.75E-05 (0.00018) [ 0.21074]
-7.00E-05 (0.00015) [-0.46959]
D(INFLASI(-1))
0.533465 (0.08440) [ 6.32055]
0.005028 (0.00222) [ 2.26409]
-0.018370 (0.00681) [-2.69826]
-0.718957 (0.20879) [-3.44342]
0.000487 (0.01081) [ 0.04505]
-0.007451 (0.00905) [-0.82353]
D(GDP(-1))
1.833357 (3.95184) [ 0.46393]
-0.207702 (0.10397) [-1.99766]
0.851792 (0.31877) [ 2.67211]
31.44898 (9.77598) [ 3.21696]
-0.166007 (0.50598) [-0.32809]
0.253094 (0.42363) [ 0.59744]
D(ER(-1))
4.914319 (1.21254) [ 4.05292]
0.060654 (0.03190) [ 1.90128]
0.226615 (0.09781) [ 2.31693]
-2.971579 (2.99956) [-0.99067]
-0.075236 (0.15525) [-0.48461]
0.579994 (0.12998) [ 4.46212]
D(SUBSIDI(-1))
0.059243 (0.03774) [ 1.56962]
0.004472 (0.00099) [ 4.50322]
0.000872 (0.00304) [ 0.28641]
-0.008756 (0.09337) [-0.09377]
0.000794 (0.00483) [ 0.16438]
-0.001815 (0.00405) [-0.44855]
D(HARGAMINYAK(-1))
0.596327 (0.75703) [ 0.78771]
0.013054 (0.01992) [ 0.65539]
-0.204828 (0.06107) [-3.35423]
-0.701262 (1.87274) [-0.37446]
-0.071840 (0.09693) [-0.74117]
0.031351 (0.08115) [ 0.38632]
D(SB(-1))
-0.018609 (0.93773) [-0.01984]
-0.003385 (0.02467) [-0.13720]
-0.083246 (0.07564) [-1.10054]
2.128342 (2.31973) [ 0.91750]
-0.058659 (0.12006) [-0.48857]
0.102639 (0.10052) [ 1.02105]
C
0.384372 (0.16944) [ 2.26850]
0.030130 (0.00446) [ 6.75876]
0.011778 (0.01367) [ 0.86174]
-0.000691 (0.41916) [-0.00165]
0.008159 (0.02169) [ 0.37610]
-0.015081 (0.01816) [-0.83028]
0.462220 0.429199 193.1010 1.301487 13.99752 -201.1212 3.428217 3.612087 1.170074 1.722651
0.250099 0.204052 0.133667 0.034242 5.431439 242.6916 -3.847404 -3.663533 0.031180 0.038381
0.213390 0.165089 1.256448 0.104983 4.417957 106.0092 -1.606708 -1.422838 0.021850 0.114895
0.689896 0.670855 1181.699 3.219593 36.23123 -311.6224 5.239712 5.423582 0.075479 5.611863
0.012834 -0.047782 3.165542 0.166637 0.211722 49.64300 -0.682672 -0.498802 0.001979 0.162793
0.230134 0.182862 2.219002 0.139517 4.868253 71.31427 -1.037939 -0.854069 -0.003600 0.154340
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
4.66E-08 3.11E-08 15.87721 0.624964 1.866088
Subsidi sebagai variabel dependen
Vector Error Correction Estimates Date: 06/11/11 Time: 13:19 Sample (adjusted): 1980Q3 2010Q4 Included observations: 122 after adjustments Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ] Cointegrating Eq:
CointEq1
SUBSIDI(-1)
1.000000
GDP(-1)
4.014981 (1.07177) [ 3.74614]
INFLASI(-1)
-0.021364 (0.02210) [-0.96671]
ER(-1)
-6.985161 (0.91973) [-7.59483]
HARGAMINYAK(-1)
4.898316 (0.70431) [-6.95479]
SB(-1)
0.189830 (0.66721) [ 0.28451]
C
41.45477
Error Correction:
D(SUBSIDI)
D(GDP)
D(INFLASI)
D(ER)
D(HARGAMIN YAK)
D(SB)
CointEq1
-1.243893 (0.16107) [-7.72254]
-0.006714 (0.00171) [-3.91915]
-0.008235 (0.06511) [-0.12647]
0.002176 (0.00525) [ 0.41438]
-0.001757 (0.00834) [-0.21074]
0.003278 (0.00698) [ 0.46959]
D(SUBSIDI(-1))
-0.008756 (0.09337) [-0.09377]
0.004472 (0.00099) [ 4.50322]
0.059243 (0.03774) [ 1.56962]
0.000872 (0.00304) [ 0.28641]
0.000794 (0.00483) [ 0.16438]
-0.001815 (0.00405) [-0.44855]
D(GDP(-1))
31.44898 (9.77598) [ 3.21696]
-0.207702 (0.10397) [-1.99766]
1.833357 (3.95184) [ 0.46393]
0.851792 (0.31877) [ 2.67211]
-0.166007 (0.50598) [-0.32809]
0.253094 (0.42363) [ 0.59744]
D(INFLASI(-1))
-0.718957 (0.20879) [-3.44342]
0.005028 (0.00222) [ 2.26409]
0.533465 (0.08440) [ 6.32055]
-0.018370 (0.00681) [-2.69826]
0.000487 (0.01081) [ 0.04505]
-0.007451 (0.00905) [-0.82353]
D(ER(-1))
-2.971579 (2.99956) [-0.99067]
0.060654 (0.03190) [ 1.90128]
4.914319 (1.21254) [ 4.05292]
0.226615 (0.09781) [ 2.31693]
-0.075236 (0.15525) [-0.48461]
0.579994 (0.12998) [ 4.46212]
D(HARGAMINYAK(-1))
0.701262 (1.87274) [-0.37446]
0.013054 (0.01992) [ 0.65539]
0.596327 (0.75703) [ 0.78771]
-0.204828 (0.06107) [-3.35423]
-0.071840 (0.09693) [-0.74117]
0.031351 (0.08115) [ 0.38632]
D(SB(-1))
2.128342 (2.31973) [ 0.91750]
-0.003385 (0.02467) [-0.13720]
-0.018609 (0.93773) [-0.01984]
-0.083246 (0.07564) [-1.10054]
-0.058659 (0.12006) [-0.48857]
0.102639 (0.10052) [ 1.02105]
C
-0.000691 (0.41916) [-0.00165]
0.030130 (0.00446) [ 6.75876]
0.384372 (0.16944) [ 2.26850]
0.011778 (0.01367) [ 0.86174]
0.008159 (0.02169) [ 0.37610]
-0.015081 (0.01816) [-0.83028]
0.689896 0.670855 1181.699 3.219593 36.23123 -311.6224 5.239712 5.423582 0.075479 5.611863
0.250099 0.204052 0.133667 0.034242 5.431439 242.6916 -3.847404 -3.663533 0.031180 0.038381
0.462220 0.429199 193.1010 1.301487 13.99752 -201.1212 3.428217 3.612087 1.170074 1.722651
0.213390 0.165089 1.256448 0.104983 4.417957 106.0092 -1.606708 -1.422838 0.021850 0.114895
0.012834 -0.047782 3.165542 0.166637 0.211722 49.64300 -0.682672 -0.498802 0.001979 0.162793
0.230134 0.182862 2.219002 0.139517 4.868253 71.31427 -1.037939 -0.854069 -0.003600 0.154340
R-squared Adj. R-squared Sum sq. resids S.E. equation F-statistic Log likelihood Akaike AIC Schwarz SC Mean dependent S.D. dependent
Determinant resid covariance (dof adj.) Determinant resid covariance Log likelihood Akaike information criterion Schwarz criterion
4.66E-08 3.11E-08 15.87721 0.624964 1.866088
Lampiran 7 Impulse Response Function
Period
GDP
INFLASI
ER
SUBSIDI
SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
0.000000 0.007315 0.005476 0.003835 0.003670 0.003916 0.003728 0.003692 0.003674 0.003687 0.003674 0.003676 0.003673 0.003675 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674
0.000000 0.100859 0.046041 0.003472 -0.031433 -0.048401 -0.054797 -0.055747 -0.056567 -0.056871 -0.057141 -0.057202 -0.057284 -0.057299 -0.057317 -0.057317 -0.057322 -0.057322 -0.057323 -0.057323 -0.057324 -0.057323 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324
0.000000 -0.033108 -0.032923 -0.032130 -0.033102 -0.032774 -0.032113 -0.032008 -0.032045 -0.032048 -0.032033 -0.032034 -0.032034 -0.032033 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032
0.000000 0.830457 0.642408 0.397828 0.511011 0.522185 0.516822 0.503915 0.510429 0.508372 0.509065 0.508204 0.508776 0.508495 0.508628 0.508536 0.508592 0.508560 0.508577 0.508567 0.508573 0.508569 0.508571 0.508570 0.508571 0.508570 0.508571 0.508570 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571
-0.011484 -0.010252 -0.028852 -0.029818 -0.029447 -0.029924 -0.029550 -0.029093 -0.028981 -0.028997 -0.028990 -0.028982 -0.028981 -0.028981 -0.028980 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674 0.003674
-0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324 -0.057324
-0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032 -0.032032
0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571 0.508571
-0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979 -0.028979
Cholesky Ordering: GDP INFLASI ER SUBSIDI HARGAMINYAK SB
Lampiran 8 Forecast Error Decomposition Variance Variance Decomposition of GDP: Period
S.E.
GDP
INFLASI
ER
SUBSIDI
HARGAMINY AK
SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
0.034242 0.050842 0.069465 0.082859 0.095902 0.107249 0.117863 0.127491 0.136540 0.144995 0.153010 0.160614 0.167883 0.174845 0.181544 0.188002 0.194247 0.200297 0.206169 0.211879 0.217439 0.222860 0.228153 0.233325 0.238386 0.243341 0.248197 0.252960 0.257635 0.262226 0.266739 0.271176 0.275542 0.279840 0.284073 0.288244 0.292355 0.296409 0.300409 0.304356 0.308252
100.0000 92.90493 87.58667 85.41672 84.35128 83.45584 82.84128 82.38099 82.04506 81.77511 81.56217 81.38670 81.24169 81.11869 81.01374 80.92281 80.84345 80.77349 80.71142 80.65592 80.60604 80.56095 80.52000 80.48264 80.44841 80.41695 80.38792 80.36106 80.33613 80.31293 80.29129 80.27105 80.25209 80.23428 80.21753 80.20174 80.18683 80.17273 80.15937 80.14671 80.13468
0.000000 0.995885 1.101899 1.672324 1.844729 2.023786 2.113149 2.198757 2.253198 2.300583 2.335923 2.366224 2.390653 2.411685 2.429458 2.444952 2.458422 2.470325 2.480872 2.490308 2.498785 2.506451 2.513412 2.519764 2.525582 2.530930 2.535864 2.540430 2.544668 2.548612 2.552290 2.555730 2.558954 2.561981 2.564829 2.567514 2.570048 2.572445 2.574715 2.576868 2.578913
0.000000 3.293629 5.494022 7.049528 7.780435 8.413730 8.820813 9.142590 9.371506 9.557972 9.703437 9.824267 9.923653 10.00819 10.08019 10.14265 10.19711 10.24515 10.28776 10.32586 10.36010 10.39106 10.41917 10.44483 10.46832 10.48992 10.50985 10.52829 10.54541 10.56133 10.57619 10.59008 10.60310 10.61533 10.62683 10.63767 10.64791 10.65759 10.66676 10.67545 10.68371
0.000000 0.723789 3.947500 4.112470 4.419036 4.556225 4.725486 4.809900 4.889350 4.944461 4.992680 5.029695 5.061671 5.088070 5.110986 5.130624 5.147879 5.163028 5.176505 5.188533 5.199355 5.209133 5.218016 5.226119 5.233542 5.240366 5.246661 5.252487 5.257893 5.262925 5.267618 5.272007 5.276120 5.279983 5.283617 5.287042 5.290275 5.293333 5.296230 5.298976 5.301585
0.000000 2.069839 1.730165 1.430258 1.214088 1.104114 1.014241 0.950685 0.901254 0.863862 0.833381 0.808712 0.788083 0.770735 0.755856 0.743004 0.731768 0.721873 0.713087 0.705237 0.698178 0.691798 0.686003 0.680717 0.675874 0.671422 0.667315 0.663514 0.659987 0.656704 0.653642 0.650779 0.648095 0.645575 0.643205 0.640970 0.638861 0.636865 0.634976 0.633184 0.631482
0.000000 0.011927 0.139745 0.318701 0.390431 0.446310 0.485032 0.517078 0.539635 0.558008 0.572413 0.584400 0.594251 0.602633 0.609772 0.615967 0.621369 0.626133 0.630360 0.634139 0.637535 0.640605 0.643394 0.645938 0.648268 0.650411 0.652387 0.654216 0.655914 0.657494 0.658967 0.660345 0.661636 0.662849 0.663990 0.665065 0.666081 0.667041 0.667950 0.668812 0.669631
42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.312100 0.315901 0.319656 0.323368 0.327038 0.330668 0.334257 0.337809 0.341324 0.344803 0.348247 0.351657 0.355035 0.358381 0.361696 0.364981 0.368236 0.371463 0.374662
80.12324 80.11235 80.10196 80.09205 80.08258 80.07353 80.06486 80.05656 80.04860 80.04095 80.03361 80.02655 80.01976 80.01321 80.00691 80.00084 79.99498 79.98932 79.98385
2.580858 2.582709 2.584474 2.586159 2.587768 2.589307 2.590781 2.592192 2.593546 2.594845 2.596094 2.597294 2.598448 2.599560 2.600631 2.601664 2.602661 2.603623 2.604552
10.69156 10.69904 10.70617 10.71297 10.71947 10.72569 10.73164 10.73734 10.74281 10.74806 10.75310 10.75795 10.76261 10.76710 10.77142 10.77560 10.77962 10.78351 10.78726
5.304067 5.306429 5.308681 5.310830 5.312883 5.314847 5.316727 5.318528 5.320255 5.321913 5.323506 5.325037 5.326510 5.327929 5.329295 5.330613 5.331884 5.333112 5.334297
0.629863 0.628322 0.626853 0.625450 0.624111 0.622830 0.621603 0.620428 0.619301 0.618220 0.617181 0.616182 0.615221 0.614295 0.613404 0.612544 0.611715 0.610914 0.610140
0.670410 0.671152 0.671859 0.672534 0.673179 0.673795 0.674385 0.674951 0.675493 0.676013 0.676514 0.676994 0.677457 0.677902 0.678331 0.678745 0.679144 0.679529 0.679902
Variance Decomposition of INFLASI: Period
S.E.
GDP
INFLASI
ER
SUBSIDI
HARGAMINY AK
SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
1.301487 2.505272 3.639467 4.638720 5.516742 6.290432 6.987076 7.623080 8.211847 8.761755 9.279574 9.770102 10.23725 10.68400 11.11283 11.52572 11.92433 12.31003 12.68402 13.04728 13.40071 13.74505 14.08097 14.40906 14.72985 15.04380 15.35133 15.65281 15.94860 16.23900 16.52430 16.80476 17.08061 17.35208 17.61937 17.88266 18.14213 18.39794 18.65024 18.89918
23.29859 25.28818 30.26345 32.63638 34.16946 34.98434 35.54889 35.92055 36.20112 36.40978 36.57636 36.70929 36.81931 36.91098 36.98899 37.05592 37.11411 37.16510 37.21017 37.25029 37.28624 37.31862 37.34796 37.37465 37.39905 37.42142 37.44203 37.46106 37.47869 37.49507 37.51033 37.52458 37.53792 37.55043 37.56218 37.57325 37.58369 37.59355 37.60289 37.61173
76.70141 70.14059 61.36657 56.17037 52.82588 50.85471 49.53610 48.63617 47.96838 47.46317 47.06331 46.74194 46.47691 46.25547 46.06731 45.90571 45.76529 45.64221 45.53342 45.43658 45.34982 45.27165 45.20085 45.13642 45.07754 45.02353 44.97380 44.92786 44.88531 44.84577 44.80893 44.77454 44.74234 44.71215 44.68378 44.65706 44.63186 44.60806 44.58553 44.56418
0.000000 3.902460 7.991036 10.90544 12.68796 13.80063 14.51535 15.01516 15.38003 15.65953 15.87907 16.05642 16.20221 16.32429 16.42788 16.51692 16.59425 16.66206 16.72198 16.77532 16.82311 16.86617 16.90517 16.94066 16.97309 17.00284 17.03024 17.05554 17.07898 17.10076 17.12105 17.14000 17.15773 17.17436 17.18999 17.20470 17.21858 17.23170 17.24411 17.25587
0.000000 0.506601 0.269307 0.170123 0.164681 0.171468 0.182599 0.190246 0.197062 0.202058 0.206280 0.209638 0.212480 0.214838 0.216859 0.218589 0.220096 0.221416 0.222584 0.223623 0.224554 0.225393 0.226153 0.226845 0.227477 0.228056 0.228590 0.229083 0.229540 0.229964 0.230359 0.230729 0.231074 0.231398 0.231703 0.231989 0.232260 0.232515 0.232757 0.232986
0.000000 0.162077 0.092803 0.057183 0.043676 0.039513 0.038177 0.037420 0.036992 0.036707 0.036517 0.036370 0.036257 0.036165 0.036088 0.036022 0.035964 0.035914 0.035870 0.035831 0.035796 0.035764 0.035735 0.035709 0.035685 0.035663 0.035643 0.035624 0.035607 0.035591 0.035576 0.035562 0.035549 0.035537 0.035525 0.035514 0.035504 0.035495 0.035485 0.035477
0.000000 9.21E-05 0.016842 0.060501 0.108352 0.149345 0.178890 0.200451 0.216415 0.228754 0.238473 0.246347 0.252829 0.258263 0.262875 0.266841 0.270286 0.273306 0.275975 0.278351 0.280480 0.282398 0.284136 0.285717 0.287161 0.288487 0.289707 0.290834 0.291878 0.292849 0.293753 0.294597 0.295386 0.296127 0.296824 0.297479 0.298097 0.298682 0.299234 0.299758
41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
19.14488 19.38746 19.62705 19.86375 20.09766 20.32887 20.55749 20.78360 21.00727 21.22858 21.44761 21.66443 21.87909 22.09167 22.30223 22.51081 22.71749 22.92229 23.12529 23.32651
37.62012 37.62810 37.63569 37.64292 37.64981 37.65640 37.66269 37.66871 37.67447 37.68000 37.68530 37.69039 37.69528 37.69998 37.70451 37.70887 37.71307 37.71712 37.72103 37.72481
44.54392 44.52467 44.50635 44.48890 44.47226 44.45637 44.44119 44.42666 44.41275 44.39941 44.38661 44.37433 44.36253 44.35117 44.34025 44.32972 44.31958 44.30980 44.30036 44.29125
17.26703 17.27763 17.28772 17.29733 17.30650 17.31525 17.32361 17.33162 17.33928 17.34663 17.35368 17.36044 17.36694 17.37320 17.37922 17.38501 17.39060 17.39599 17.40119 17.40621
0.233204 0.233410 0.233607 0.233794 0.233973 0.234143 0.234306 0.234462 0.234612 0.234755 0.234892 0.235024 0.235151 0.235272 0.235390 0.235503 0.235611 0.235716 0.235818 0.235916
0.035468 0.035461 0.035453 0.035446 0.035439 0.035433 0.035427 0.035421 0.035415 0.035410 0.035405 0.035400 0.035395 0.035390 0.035386 0.035382 0.035377 0.035373 0.035370 0.035366
0.300255 0.300728 0.301177 0.301605 0.302014 0.302404 0.302776 0.303133 0.303474 0.303801 0.304115 0.304417 0.304706 0.304985 0.305253 0.305511 0.305760 0.306000 0.306232 0.306455
Variance Decomposition of ER: Period
S.E.
GDP
INFLASI
ER
SUBSIDI
HARGAMINY AK
SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
0.104983 0.173451 0.224115 0.263810 0.295857 0.323737 0.349123 0.372783 0.395007 0.416043 0.436059 0.455195 0.473555 0.491230 0.508290 0.524795 0.540797 0.556339 0.571458 0.586187 0.600556 0.614588 0.628307 0.641733 0.654884 0.667776 0.680423 0.692840 0.705038 0.717028 0.728822 0.740427 0.751854 0.763109 0.774201 0.785136 0.795921 0.806561 0.817063
7.195559 9.688085 10.02906 9.700770 9.205467 8.873115 8.623509 8.436662 8.285221 8.164947 8.065083 7.981838 7.910897 7.850096 7.797234 7.750951 7.710039 7.673646 7.641047 7.611686 7.585100 7.560915 7.538818 7.518552 7.499897 7.482668 7.466709 7.451884 7.438075 7.425183 7.413118 7.401804 7.391172 7.381163 7.371724 7.362806 7.354369 7.346374 7.338788
0.001660 1.748824 3.748041 5.157390 6.023317 6.640015 7.092013 7.438271 7.709229 7.929020 8.109789 8.261219 8.389625 8.499987 8.595774 8.679722 8.753877 8.819869 8.878967 8.932201 8.980401 9.024250 9.064311 9.101055 9.134876 9.166112 9.195046 9.221925 9.246959 9.270334 9.292207 9.312720 9.331995 9.350142 9.367256 9.383423 9.398720 9.413215 9.426970
92.80278 84.59282 81.15826 79.25520 78.34650 77.75542 77.37731 77.08931 76.86942 76.68924 76.54266 76.41943 76.31537 76.22579 76.14816 76.08009 76.01999 75.96649 75.91858 75.87543 75.83636 75.80082 75.76834 75.73856 75.71114 75.68582 75.66237 75.64058 75.62029 75.60134 75.58361 75.56698 75.55136 75.53665 75.52278 75.50967 75.49727 75.48552 75.47437
0.000000 0.003032 0.282432 0.729254 0.882241 0.936683 0.966123 0.990805 1.007744 1.021531 1.032674 1.042146 1.050038 1.056844 1.062726 1.067892 1.072446 1.076502 1.080133 1.083404 1.086365 1.089059 1.091520 1.093778 1.095856 1.097775 1.099553 1.101204 1.102742 1.104178 1.105522 1.106782 1.107967 1.109082 1.110133 1.111126 1.112066 1.112957 1.113802
0.000000 3.643384 4.340312 4.615695 4.921789 5.135442 5.261821 5.352312 5.425138 5.483751 5.531521 5.571474 5.605410 5.634538 5.659809 5.681953 5.701515 5.718921 5.734510 5.748551 5.761265 5.772831 5.783398 5.793090 5.802011 5.810249 5.817881 5.824971 5.831574 5.837740 5.843509 5.848920 5.854004 5.858791 5.863305 5.867569 5.871604 5.875427 5.879055
0.000000 0.323853 0.441897 0.541693 0.620684 0.659329 0.679225 0.692641 0.703244 0.711515 0.718268 0.723891 0.728665 0.732748 0.736292 0.739395 0.742137 0.744576 0.746760 0.748727 0.750509 0.752129 0.753610 0.754968 0.756217 0.757372 0.758441 0.759434 0.760360 0.761223 0.762032 0.762790 0.763502 0.764173 0.764805 0.765403 0.765968 0.766504 0.767012
40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
0.827432 0.837673 0.847789 0.857787 0.867669 0.877440 0.887104 0.896663 0.906121 0.915482 0.924748 0.933922 0.943006 0.952005 0.960918 0.969750 0.978502 0.987177 0.995776 1.004301 1.012755
7.331579 7.324721 7.318188 7.311958 7.306010 7.300325 7.294887 7.289680 7.284689 7.279900 7.275303 7.270886 7.266638 7.262550 7.258613 7.254818 7.251159 7.247628 7.244218 7.240924 7.237739
9.440039 9.452473 9.464318 9.475613 9.486396 9.496702 9.506562 9.516003 9.525052 9.533733 9.542068 9.550076 9.557778 9.565190 9.572328 9.579207 9.585841 9.592243 9.598425 9.604398 9.610172
75.46378 75.45370 75.44410 75.43494 75.42620 75.41785 75.40986 75.40220 75.39487 75.38783 75.38108 75.37458 75.36834 75.36233 75.35655 75.35097 75.34559 75.34040 75.33539 75.33055 75.32587
1.114605 1.115369 1.116096 1.116790 1.117453 1.118086 1.118692 1.119272 1.119828 1.120361 1.120873 1.121365 1.121839 1.122294 1.122733 1.123155 1.123563 1.123956 1.124336 1.124703 1.125058
5.882503 5.885782 5.888906 5.891886 5.894730 5.897449 5.900049 5.902539 5.904926 5.907216 5.909414 5.911527 5.913558 5.915513 5.917396 5.919211 5.920960 5.922649 5.924280 5.925855 5.927378
0.767495 0.767955 0.768392 0.768810 0.769208 0.769589 0.769953 0.770302 0.770637 0.770958 0.771266 0.771562 0.771846 0.772120 0.772384 0.772638 0.772883 0.773120 0.773348 0.773569 0.773782
Variance Decomposition of SUBSIDI: Period
S.E.
GDP
INFLASI
ER
SUBSIDI
HARGAMINY AK
SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
3.219593 3.647055 3.804979 3.878381 3.968419 4.051561 4.134972 4.213745 4.292587 4.369414 4.445222 4.519524 4.592767 4.664791 4.735759 4.805656 4.874564 4.942505 5.009528 5.075664 5.140951 5.205418 5.269097 5.332015 5.394199 5.455675 5.516465 5.576593 5.636080 5.694945 5.753208 5.810887 5.867999 5.924560 5.980587 6.036093 6.091094 6.145602
17.45122 21.28845 20.77521 20.16320 19.39090 18.66230 17.92251 17.27083 16.64244 16.06763 15.52573 15.02265 14.54937 14.10614 13.68869 13.29568 12.92455 12.57379 12.24161 11.92667 11.62761 11.34328 11.07261 10.81464 10.56850 10.33339 10.10858 9.893420 9.687294 9.489647 9.299966 9.117778 8.942648 8.774175 8.611985 8.455733 8.305099 8.159786
0.905307 5.697215 5.535381 6.163817 6.159072 6.424771 6.490347 6.637603 6.725191 6.833867 6.918849 7.007003 7.084528 7.160077 7.229514 7.295840 7.357929 7.416915 7.472600 7.525495 7.575666 7.623398 7.668819 7.712119 7.753428 7.792889 7.830618 7.866730 7.901324 7.934496 7.966331 7.996908 8.026301 8.054576 8.081797 8.108021 8.133303 8.157691
0.224331 2.206934 5.383702 6.730446 8.070943 9.447105 10.85922 12.13220 13.33731 14.45481 15.50318 16.47995 17.39686 18.25695 19.06640 19.82885 20.54866 21.22909 21.87339 22.48430 23.06440 23.61593 24.14096 24.64135 25.11880 25.57486 26.01092 26.42828 26.82811 27.21149 27.57943 27.93282 28.27253 28.59932 28.91393 29.21702 29.50921 29.79108
81.41914 65.24014 60.14281 57.88843 55.97411 53.75777 51.83312 50.03030 48.37653 46.81405 45.36957 44.01390 42.74696 41.55553 40.43617 39.38080 38.38504 37.44344 36.55202 35.70669 34.90406 34.14093 33.41447 32.72210 32.06147 31.43045 30.82709 30.24962 29.69639 29.16592 28.65683 28.16785 27.69782 27.24565 26.81035 26.39098 25.98669 25.59668
0.000000 5.185008 7.614007 8.380711 9.662891 10.93151 12.05713 13.04069 13.97999 14.84638 15.65580 16.40968 17.11763 17.78138 18.40596 18.99423 19.54960 20.07457 20.57168 21.04302 21.49058 21.91610 22.32118 22.70724 23.07561 23.42747 23.76391 24.08591 24.39439 24.69019 24.97406 25.24671 25.50881 25.76094 26.00367 26.23751 26.46294 26.68041
0.000000 0.382257 0.548888 0.673393 0.742085 0.776551 0.837674 0.888384 0.938543 0.983261 1.026874 1.066826 1.104649 1.139932 1.173270 1.204603 1.234221 1.262198 1.288702 1.313826 1.337686 1.360370 1.381964 1.402545 1.422182 1.440940 1.458875 1.476040 1.492485 1.508253 1.523386 1.537921 1.551893 1.565334 1.578273 1.590739 1.602757 1.614350
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
6.199631 6.253194 6.306301 6.358965 6.411196 6.463006 6.514403 6.565398 6.616000 6.666217 6.716060 6.765535 6.814651 6.863415 6.911836 6.959919 7.007673 7.055103 7.102217 7.149020 7.195519 7.241719
8.019517 7.884032 7.753093 7.626473 7.503963 7.385365 7.270495 7.159180 7.051258 6.946575 6.844989 6.746363 6.650570 6.557490 6.467009 6.379020 6.293421 6.210117 6.129015 6.050030 5.973081 5.898088
8.181233 8.203972 8.225948 8.247199 8.267760 8.287665 8.306944 8.325626 8.343739 8.361309 8.378358 8.394911 8.410988 8.426610 8.441796 8.456563 8.470930 8.484911 8.498523 8.511779 8.524694 8.537280
30.06317 30.32597 30.57996 30.82557 31.06321 31.29326 31.51607 31.73199 31.94134 32.14439 32.34144 32.53275 32.71857 32.89912 33.07463 33.24530 33.41134 33.57293 33.73025 33.88346 34.03272 34.17819
25.22021 24.85658 24.50515 24.16531 23.83650 23.51819 23.20989 22.91113 22.62148 22.34052 22.06787 21.80316 21.54606 21.29624 21.05340 20.81724 20.58750 20.36392 20.14625 19.93426 19.72773 19.52646
26.89034 27.09310 27.28906 27.47855 27.66190 27.83939 28.01130 28.17789 28.33940 28.49607 28.64810 28.79570 28.93906 29.07836 29.21377 29.34545 29.47356 29.59823 29.71960 29.83781 29.95297 30.06520
1.625541 1.636350 1.646796 1.656898 1.666672 1.676133 1.685298 1.694178 1.702789 1.711140 1.719245 1.727113 1.734755 1.742181 1.749400 1.756420 1.763249 1.769895 1.776365 1.782667 1.788806 1.794789
Variance Decomposition of HARGAMINYAK: Period
S.E.
GDP
INFLASI
ER
SUBSIDI
HARGAMINY AK
SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
0.166637 0.229870 0.280852 0.324853 0.363598 0.398592 0.430647 0.460452 0.488424 0.514881 0.540041 0.564080 0.587135 0.609319 0.630722 0.651423 0.671486 0.690966 0.709912 0.728366 0.746363 0.763937 0.781115 0.797924 0.814385 0.830521 0.846349 0.861886 0.877148 0.892149 0.906902 0.921419 0.935711 0.949787 0.963658 0.977332 0.990818
0.122486 0.422231 0.583797 0.710917 0.756364 0.781990 0.793432 0.802753 0.808917 0.814194 0.818253 0.821740 0.824611 0.827100 0.829237 0.831115 0.832766 0.834237 0.835551 0.836734 0.837804 0.838777 0.839666 0.840480 0.841229 0.841920 0.842560 0.843155 0.843708 0.844225 0.844708 0.845161 0.845586 0.845987 0.846364 0.846721 0.847058
0.002162 0.001618 0.003392 0.015974 0.026630 0.035213 0.041021 0.045579 0.049036 0.051867 0.054167 0.056103 0.057736 0.059140 0.060355 0.061419 0.062357 0.063192 0.063938 0.064610 0.065217 0.065770 0.066274 0.066736 0.067162 0.067554 0.067918 0.068255 0.068570 0.068863 0.069137 0.069394 0.069636 0.069863 0.070078 0.070280 0.070472
1.891280 2.838169 3.606646 4.047169 4.292935 4.428114 4.514859 4.576543 4.624442 4.662434 4.693549 4.719385 4.741248 4.759954 4.776167 4.790346 4.802857 4.813975 4.823922 4.832874 4.840973 4.848336 4.855057 4.861219 4.866887 4.872119 4.876963 4.881461 4.885649 4.889557 4.893214 4.896641 4.899861 4.902891 4.905749 4.908447 4.910999
8.019520 7.499532 7.177780 7.193680 7.222115 7.247864 7.252283 7.257091 7.258696 7.260596 7.261622 7.262741 7.263551 7.264308 7.264922 7.265479 7.265959 7.266391 7.266774 7.267121 7.267434 7.267719 7.267978 7.268216 7.268435 7.268638 7.268825 7.268999 7.269161 7.269312 7.269453 7.269586 7.269710 7.269827 7.269938 7.270042 7.270141
89.96455 89.14492 88.50621 87.90139 87.56934 87.37319 87.26360 87.18195 87.12174 87.07284 87.03361 87.00061 86.97291 86.94910 86.92853 86.91050 86.89462 86.88050 86.86787 86.85650 86.84621 86.83686 86.82832 86.82050 86.81330 86.80665 86.80050 86.79479 86.78947 86.78451 86.77986 86.77551 86.77142 86.76757 86.76394 86.76052 86.75727
0.000000 0.093527 0.122171 0.130871 0.132621 0.133631 0.134802 0.136086 0.137164 0.138064 0.138803 0.139425 0.139950 0.140402 0.140793 0.141136 0.141439 0.141708 0.141949 0.142165 0.142361 0.142539 0.142702 0.142851 0.142988 0.143115 0.143232 0.143341 0.143442 0.143537 0.143625 0.143708 0.143786 0.143859 0.143928 0.143994 0.144056
38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
1.004122 1.017252 1.030215 1.043017 1.055664 1.068161 1.080513 1.092726 1.104804 1.116751 1.128572 1.140270 1.151849 1.163313 1.174666 1.185909 1.197047 1.208082 1.219018 1.229856 1.240599 1.251251 1.261812
0.847378 0.847681 0.847969 0.848243 0.848504 0.848752 0.848990 0.849217 0.849434 0.849642 0.849841 0.850032 0.850215 0.850391 0.850561 0.850724 0.850880 0.851032 0.851178 0.851318 0.851454 0.851585 0.851712
0.070653 0.070825 0.070989 0.071144 0.071292 0.071434 0.071568 0.071697 0.071820 0.071938 0.072052 0.072160 0.072264 0.072364 0.072460 0.072553 0.072642 0.072728 0.072811 0.072891 0.072968 0.073042 0.073114
4.913417 4.915711 4.917891 4.919964 4.921938 4.923820 4.925617 4.927334 4.928976 4.930548 4.932055 4.933500 4.934888 4.936221 4.937503 4.938736 4.939924 4.941068 4.942172 4.943237 4.944265 4.945258 4.946218
7.270234 7.270323 7.270407 7.270487 7.270563 7.270636 7.270706 7.270772 7.270835 7.270896 7.270954 7.271010 7.271064 7.271115 7.271165 7.271213 7.271259 7.271303 7.271345 7.271387 7.271426 7.271465 7.271502
86.75420 86.75129 86.74852 86.74589 86.74338 86.74099 86.73871 86.73653 86.73444 86.73245 86.73053 86.72870 86.72694 86.72524 86.72361 86.72205 86.72054 86.71909 86.71768 86.71633 86.71503 86.71376 86.71255
0.144114 0.144170 0.144222 0.144272 0.144320 0.144366 0.144409 0.144451 0.144491 0.144529 0.144565 0.144600 0.144634 0.144666 0.144697 0.144727 0.144755 0.144783 0.144810 0.144836 0.144860 0.144884 0.144908
Variance Decomposition of SB: Period
S.E.
GDP
INFLASI
ER
SUBSIDI
HARGAMINY AK
SB
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.139517 0.233326 0.306241 0.364742 0.412974 0.454655 0.492294 0.527176 0.559868 0.590745 0.620079 0.648085 0.674928 0.700742 0.725638 0.749707 0.773027 0.795664 0.817675 0.839108 0.860007 0.880411 0.900352 0.919861 0.938965 0.957687 0.976051 0.994075 1.011779 1.029178 1.046287 1.063122 1.079694 1.096015 1.112097 1.127949
7.229158 9.067901 10.07438 10.50732 10.44301 10.26226 10.09171 9.957234 9.847785 9.759384 9.686483 9.625760 9.574219 9.530091 9.491861 9.458461 9.429017 9.402877 9.379511 9.358502 9.339510 9.322258 9.306517 9.292098 9.278840 9.266609 9.255289 9.244783 9.235006 9.225885 9.217355 9.209361 9.201855 9.194792 9.188134 9.181849
3.592205 2.080753 1.222129 0.913932 0.796492 0.731801 0.687977 0.656535 0.632542 0.613732 0.598548 0.586031 0.575486 0.566480 0.558691 0.551890 0.545897 0.540577 0.535822 0.531547 0.527683 0.524172 0.520969 0.518035 0.515338 0.512849 0.510546 0.508408 0.506419 0.504563 0.502827 0.501201 0.499673 0.498236 0.496882 0.495603
15.45160 30.54880 36.66054 39.12273 40.32074 40.91015 41.22477 41.42750 41.58096 41.70103 41.79792 41.87782 41.94514 42.00255 42.05216 42.09548 42.13364 42.16752 42.19780 42.22502 42.24963 42.27198 42.29238 42.31106 42.32824 42.34408 42.35875 42.37236 42.38503 42.39685 42.40790 42.41826 42.42798 42.43713 42.44576 42.45390
0.095896 0.034364 0.021925 0.056859 0.114395 0.136826 0.141442 0.143334 0.144427 0.145098 0.145529 0.145910 0.146216 0.146471 0.146685 0.146872 0.147036 0.147182 0.147312 0.147429 0.147534 0.147630 0.147718 0.147798 0.147871 0.147939 0.148002 0.148061 0.148115 0.148166 0.148213 0.148257 0.148299 0.148338 0.148375 0.148410
0.677488 0.435281 1.140311 1.472168 1.656795 1.800147 1.895695 1.957684 2.003690 2.040641 2.070715 2.095604 2.116607 2.134578 2.150116 2.163687 2.175644 2.186260 2.195748 2.204278 2.211990 2.218995 2.225386 2.231241 2.236624 2.241590 2.246186 2.250452 2.254422 2.258125 2.261589 2.264834 2.267882 2.270750 2.273453 2.276005
72.95365 57.83290 50.88072 47.92700 46.66856 46.15881 45.95840 45.85771 45.79060 45.74011 45.70080 45.66887 45.64233 45.61983 45.60048 45.58361 45.56876 45.55558 45.54381 45.53322 45.52366 45.51496 45.50703 45.49977 45.49309 45.48693 45.48123 45.47593 45.47101 45.46641 45.46212 45.45809 45.45431 45.45075 45.44740 45.44423
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
1.143582 1.159004 1.174224 1.189248 1.204085 1.218742 1.233224 1.247539 1.261691 1.275686 1.289529 1.303225 1.316778 1.330194 1.343475 1.356627 1.369652 1.382555 1.395338 1.408005 1.420559 1.433004 1.445341 1.457573
9.175904 9.170274 9.164934 9.159862 9.155039 9.150446 9.146068 9.141889 9.137897 9.134079 9.130424 9.126922 9.123564 9.120340 9.117243 9.114266 9.111401 9.108643 9.105985 9.103423 9.100950 9.098564 9.096258 9.094030
0.494393 0.493247 0.492161 0.491129 0.490147 0.489213 0.488322 0.487472 0.486660 0.485883 0.485139 0.484427 0.483743 0.483087 0.482457 0.481851 0.481268 0.480707 0.480166 0.479645 0.479142 0.478656 0.478187 0.477734
42.46161 42.46890 42.47582 42.48239 42.48864 42.49459 42.50026 42.50568 42.51085 42.51580 42.52053 42.52507 42.52942 42.53360 42.53761 42.54147 42.54518 42.54875 42.55220 42.55552 42.55872 42.56181 42.56480 42.56769
0.148443 0.148474 0.148504 0.148532 0.148559 0.148585 0.148609 0.148632 0.148654 0.148676 0.148696 0.148715 0.148734 0.148752 0.148769 0.148786 0.148802 0.148817 0.148832 0.148846 0.148860 0.148873 0.148886 0.148898
2.278419 2.280705 2.282873 2.284933 2.286891 2.288756 2.290534 2.292230 2.293851 2.295401 2.296885 2.298307 2.299671 2.300980 2.302237 2.303446 2.304609 2.305729 2.306808 2.307849 2.308853 2.309822 2.310758 2.311663
Cholesky Ordering: GDP INFLASI ER SUBSIDI HARGAMINYAK SB
45.44124 45.43840 45.43571 45.43315 45.43072 45.42841 45.42620 45.42410 45.42209 45.42016 45.41832 45.41656 45.41487 45.41324 45.41168 45.41018 45.40874 45.40735 45.40601 45.40472 45.40348 45.40227 45.40111 45.39999