ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN(IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2001-2011
SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ekonomi Pembangunan (S1) dan mencapai gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Van Bastian Simanjuntak NIM 060810101347
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS JEMBER 2013
i
ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN(IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2001-2011
Oleh Van Bastian Simanjuntak NIM 060810101347
Pembimbing Dosen Pembimbing I
: Dr. Zainuri, M.Si
Dosen Pembimbing II
: Dr. Lilis Yuliati SE, M.Si
ii
PERSEMBAHAN Skripsi ini Saya persembahkan untuk: 1. Kedua orang tuaku tercinta, yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan, doa serta pengorbanan yang tulus dan begitu besar selama ini; 2. Almamater Fakultas Ekonomi Universitas Jember.
iii
MOTTO “Jika salah, perbaiki Jika gagal, coba lagi Tapi jika kamu menyerah, semuanya selesai”. “NN” “Tuhan tidak akan mungkin membawaku sejauh ini, hanya untuk meninggalkanku” “D’Bijis”
“Jangan tetap tinggal dimasa lalu, atau bermimpi tentang masa depan, namun pusatkan perhatian anda pada masa sekarang” “Buddha”
iv
PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Van Bastian Simanjuntak
NIM
: 060810101347
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul:”Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 16 Juli 2013 Yang menyatakan,
Van Bastian Simanjuntak NIM 060810101347
v
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI Judul Skripsi
: Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan(Ihsg) Di Bursa Efek Indonesia Periode 2001-2011 Nama Mahasiswa : Van Bastian Simanjuntak NIM : 060810101347 Fakultas : Ekonomi Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Moneter Tanggal Persetujuan : 16 Juli 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Zainuri, M.Si NIP. 19640325 198902 1 001
Dr. Lilis Yuliati, SE, M.Si NIP. 19690718 199512 2 001
Mengetahui, Ketua Jurusan
Dr. I Wayan Subagiarta, SE., M.Si NIP. 19600412 198702 1 001
vi
PENGESAHAN Judul Skipsi ANALISIS PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA
Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Nama
: Van Bastian Simanjuntak
NIM
: 060810101347
Jurusan : Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan telah dipertahankan di depan panitia penguji pada tanggal: 16 Juli 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima sebagai kelengkapan guna memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Susunan Panitia Penguji 1. Ketua
: Dr. M. Fathorrazi, SE, M.Si NIP. 19630613 199002 1 001
(...................................)
2. Sekretaris : Dr. Regina Niken W., SE, M.Si NIP. 19740913 200112 2 001
(....................................)
3. Anggota
(....................................)
: Dr. Zainuri, M.Si NIP. 19640325 198902 1 001
Mengetahui/Menyetujui, Universitas Jember Fakultas Ekonomi Dekan,
Foto 4 X 6 warna
Dr. H. Moch Fathorrazi, M.Si NIP. 19630613 199002 1 001
vii
Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia Van Bastian Simanjuntak Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember ABSTRAK Pasar Modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara serta menunjang ekonomi negara yang bersangkutan. Kinerja pasar modal dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja ekonomi secara keseluruhan dan mencerminkan apa yang akan terjadi dalam perekonomian secara makro. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kurs rupiah, Suku bunga Bank Indonesia, jumlah uang beredar dan beberapa variabel ekonomi makro lainnya merupakan cermin wajah ekonomi suatu negara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimanakah pengaruh nilai tukar, jumlah uang beredar dan suku bunga bank indonesia terhadap IHSG dalam jangka pendek dan jangka panjang di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2011. Penelitian ini fokus pada dua analisis, yaitu deskriptif dan kausal analisis dengan metode Error Correction Model (ECM) Domowitz dan Elbadawi. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam jangka pendek jumlah uang beredar tidak berpengaruh terhadap IHSG, akan tetapi pada jangka panjang jumlah uang beredar, nilai tukar dan BIRate menunjukkan pengaruh yang signifikan. Kata Kunci: IHSG, Nilai Tukar (kurs), Jumlah Uang Beredar (M2), BIRate, error correction model.
viii
Analysis the Effect of Macroeconomic Variables to Composite Stock Price Index at the Indonesian Stock Exchange Van Bastian Simanjuntak Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember ABSTRACT Capital Markets is one of the (media) that provide investment opportunities for individual and institutional investors. The capital market is an indicator of a country's economic progress and to support the country's economy is concerned. Performance of the capital markets can be used as an indicator of overall economic performance and reflect what will happen in the macro economy. JCI, exchange rate, Bank Indonesia interest rates, money supply (M2) and some other macro-economic variables are mirror a nation's economy faces. The purpose of this study is to analyze how the effect of exchange rates, the money supply (M2) and the Indonesian bank interest rates on JCI in the short and long term at IDX in the year 2001 to 2011. This study focused on two analyzes, namely descriptive and causal analysis method Error Correction Model (ECM) Domowitz and Elbadawi. The analysis showed that in the short-term money supply do not affect the JCI, but in the long run the money supply, exchange rate and BIRate show any significant effect. Keywords: JCI, exchange rate, interest rate, money supply, error correction model.
ix
RINGKASAN Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia; Van Bastian Simanjuntak, 060810101347; 2013; Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Univesitas Jember. Pasar Modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti saham, obligasi, dan lainnya. Peran aktif lembaga pasar modal sangat diperlukan dalam membangun perekonomian suatu negara. Dalam hal ini pasar modal memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Secara umum pasar modal merupakan
tempat kegiatan perusahaan untuk mencari dana untuk mendanai
kegiatan usahanya. Selain itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan menanamkan ke dalam perusahaan yang sehat dan baik pengelolaannya. Kinerja pasar modal dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja ekonomi secara keseluruhan dan mencerminkan apa yang akan terjadi dalam perekonomian secara makro. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kurs rupiah, tingkat inflasi, Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar dan beberapa variabel ekonomi makro lainnya merupakan cermin wajah ekonomi suatu negara. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk
x
disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagagangkan di pasar modal. Menurut Elton dan Gerber (2007: 41), return saham akan dipengaruhi oleh indeks pasar dan faktor-faktor makro seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, serta pertumbuhan ekonomi, sehingga pemodal perlu melakukan penelitian terhadap kondisi perekonomian dan implikasinya terhadap pasar modal. Variabel ekonomi yang berpengaruh terhadap IHSG di Indonesia adalah tingkat suku bunga domestik, jumlah uang beredar, dan nilai tukar.
xi
PRAKATA
Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar
Sarjana
Ekonomi
Jurusan
Ilmu
Ekonomi
dan
Studi
Pembangunandi Fakultas Ekonomi Universitas Jember. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak baik itu berupa motivasi, nasehat, saran maupun kritik yang membangun. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Zainuri, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. Lilis Yuliati, SE, M.Si selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini; 2. Bapak Dr. M. Fathorrazi, SE, M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Jember; 3. Bapak Dr. I Wayan Subagiarta, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Jember; 4. Ibu Dr. Regina Niken W., SE, M.Si, terimakasih atas bantuan, dukungan, dan motivasinya selama ini sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini; 5. Bapak Adhitya Wardhono, S.E., M.Sc., Ph.D. terima kasih atas bantuan, dukungan, dan motivasinya selama ini sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini; 6. Seluruh Bapak dan Ibu dosen beserta staf karyawan di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Jember serta Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Perpustakaan Pusat. 7. Kedua orang tuaku tercinta, Bapaku (Marihot Simanjuntak) dan Mamaku (Entelina br. Manurung) terimakasih yang tak terhingga atas doa, dukungan,
xii
kasih sayang, kerja keras, kesabaran dan pengorbanannya dalam setiap langkah ku; 8. Adik-adik ku Ervin Manuel Simanjuntak, Desy Friska Simanjuntak, dan Afri Ayu Simanjuntak beserta seluruh keluarga besar ku terima kasih atas doa dan kasih sayang serta dukungan tanpa henti; 9. Marlina Arismayanti Sinaga, SE yang telah memberikan motivasi, support dan semangat selama ini. 10. Saudara-saudara di HORAS, Tohodo, Nanda, Asyer, Damos, Pramunt, Firman, Fredrik, Unok, Yani, Nelfa, Tike, Tide, Ester, Kardo, Cory, Angel, Bg Bandos, Bg Hardi, Bg Sahat terimakasih untuk semua cerita dan kenangan bersama, baik canda tawa maupun keluh kesah; 11. Saudara-saudara NHKBP, Sokem, Ance, Angel ujung, Rudi, Sahat, Elkristi, Kia, Cristina (itet), Eva, Borbut, Hanna, Bandau, Boris, Panjul, Elsa terimakasih untuk kebersamaan dan kekeluargaannya selama ber NHKBP. 12. Teman-teman di Kostan Elite Halmahera, Bareg, Yunus, Yudha, Ari, Adi, Rudi, Dodi. 13. Teman-teman IESP Yusman SE, Erik Vega, Fuad SE, Winda SE, Faiz SE; 14. Seluruh teman-teman di Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih semuanya. 15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Akhir kata tidak ada sesuatu yang sempurna didunia ini, penulis menyadari atas kekurangan dalam penyusunan skripsi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu pengetahuan bagi penulisan karya tulis selanjutnya. Jember, 2 Juli 2013 Penulis
xiii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL..........................................................................
i
HALAMAN JUDUL .............................................................................
ii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...........................................................
iii
HALAMAN MOTTO ...........................................................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN...............................................................
v
HALAMAN TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI .............................
vi
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................
vii
ABSTRAK ............................................................................................
viii
ABSTRACT ...........................................................................................
ix
RINGKASAN ........................................................................................
x
PRAKATA ............................................................................................
xii
DAFTAR ISI..........................................................................................
xiv
DAFTAR TABEL .................................................................................
xviii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................
xx
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xxi
BAB 1. PENDAHULUAN ....................................................................
1
1.1 Latar Belakang ....................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................
9
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................
9
1.4 Manfaat penelitian ..............................................................
9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................
11
2.1 Sejarah Pasar Modal ..........................................................
11
2.2 Teori Investasi .....................................................................
11
2.3 Teori Portofolio ...................................................................
12
2.4 Jenis Indeks Harga Saham.................................................
14
2.5 Nilai Tukar...........................................................................
15
xiv
2.6 Suku Bunga bank Indonesia ..............................................
18
2.7 Teori Jumlah Uang Beredar ..............................................
19
2.8 Penelitian Sebelumnya........................................................
20
2.9 Hubungan antar Variabel ..................................................
23
2.10 Kerangka Pemikiran.........................................................
25
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN .............................................
28
3.1 Jenis dan Sumber Data.......................................................
28
3.2 Spesifikasi Model Penelitian ..............................................
28
3.3 Metode Analisis Data ..........................................................
32
3.4 Uji Asumsi Klasik................................................................
33
3.4.1 Uji Linearitas................................................................
33
3.4.2 Uji Multikolinearitas ....................................................
33
3.4.3 Uji Autokolerasi ...........................................................
34
3.4.4 Uji Heterokedastisitas ..................................................
34
3.4.5 Uji Normalitas..............................................................
35
3.5 Error Correction Model (ECM) ..........................................
36
3.5.1 Uji Stationeritas............................................................
36
3.5.2 Uji Kointegrasi .............................................................
38
3.6 Besaran dan Simpangan Baku Koefisien Regresi Jangka Panjang ................................................................................
38
3.7 Definisi Operasional............................................................
40
BAB 4. PEMBAHASAN .......................................................................
41
4.1 Deskripsi Objek Penelitian.................................................
41
4.2 Deskripsi Variabel Penelitian ............................................
41
4.2.1 Perkembangan IHSG...................................................
42
4.2.2 Perkembangan Nilai Tukar..........................................
43
4.2.3 Perkembangan Suku Bunga ........................................
44
4.2.4 Perkembangan Jumlah Uang Beredar (M2) ................
45
4.3 Hasil Analisis Data ..............................................................
46
xv
4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif .........................................
46
4.3.2 Uji Error Correction Term ...........................................
47
4.3.3 Uji Stasioneritas Data...................................................
47
4.3.4 Uji Kointegrasi .............................................................
49
4.3.5 Hasil Model Dinamis Jangka Pendek ..........................
50
4.3.6 Hasil Estimasi Jangka Panjang ....................................
52
4.3.7 Hasil Uji Asumsi Klasik ..............................................
53
4.3.8 Pembahasan..................................................................
55
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................
59
5.1 Kesimpulan ..........................................................................
59
5.2 Saran ....................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
60
LAMPIRAN...........................................................................................
62
xvi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1
Perkembangan IHSG..........................................................
5
Tabel 1.2
Perkembangan kurs tengah Rupiah/US$............................
6
Tabel 1.3
Perkembangan JUB............................................................
7
Tabel 1.4
Perkembangan Suku Bunga ...............................................
8
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu ...........................................
26
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif .............................................................
49
Tabel 4.2
Uji akar-akar unit tingkat level ..........................................
51
Tabel 4.3
Uji akar-akar unit pada first difference ..............................
52
Tabel 4.4
Estimasi Stasioneritas Residual Model ..............................
53
Tabel 4.5
Hasil Estimasi Jangka Pendek............................................
54
Tabel 4.6
Hasil Estimasi Jangka Panjang...........................................
55
Tabel 4.7
Hasil Diagnosis asumsi klasik............................................
56
xvii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1 Hubungan antara Makroekonomi dengan pasar modal......
2
Gambar 2.1 Kerangka konseptual ..........................................................
30
Gambar 4.1 Perkembangan IHSG..........................................................
45
Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Tukar ................................................
46
Gambar 4.3 Perkembangan Suku Bunga Bank Indonesia .....................
47
Gambar 4.4 Perkembangan JUB (M2)...................................................
48
xviii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Statistik Deskriptif...........................................................
64
Lampiran 2
Data Penelitian ................................................................
65
Lampiran 3
Hasil Uji Stationeritas ....................................................
68
Lampiran 4
Hasil Uji Kointegrasi ......................................................
73
Lampiran 5
Hasil Estimasi ECM Jangka Pendek ...............................
74
Lampiran 6
Hasil Uji Asumsi Klasik dan Correlation Matrix ............
75
Lampiran 7
Hasil Estimasi ECM Jangka Panjang .............................
80
xix
1
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasar Modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Pasar modal bertindak sebagai penghubung antara para investor dengan perusahaan ataupun institusi pemerintah melalui perdagangan instrumen keuangan jangka panjang seperti saham, obligasi, dan lainnya. Pasar modal merupakan indikator kemajuan perekonomian suatu negara serta menunjang ekonomi negara yang bersangkutan. Pasar modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi yaitu, pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal atau investor. Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha,
ekspansi, penambahan
modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksadana, dan lain-lain (Husnan, 2004:24). Peran aktif lembaga pasar modal sangat diperlukan dalam membangun perekonomian suatu negara. Dalam hal ini pasar modal memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia. Secara umum pasar modal merupakan tempat kegiatan perusahaan untuk mencari dana untuk mendanai kegiatan usahanya. Selain itu, pasar modal juga merupakan suatu usaha penghimpunan dana masyarakat secara langsung dengan menanamkan ke dalam perusahaan yang sehat dan baik pengelolaannya. Fungsi utama pasar modal adalah sebagai sarana pembentukan modal dan akumulasi dana bagi pembiayaan suatu perusahaan atau emiten. Dengan demikian pasar modal merupakan salah satu sumber dana bagi pembiayaan pembangunan nasional pada umumnya dan emiten pada khususnya di luar sumber-sumber yang umum dikenal, seperti tabungan pemerintah, tabungan masyarakat, kredit perbankan dan bantuan luar negeri. Bagi kalangan masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan berminat untuk melakukan investasi, hadirnya lembaga pasar modal di Indonesia menambah
1
2
deretan alternatif untuk menanamkan dananya. Banyak jenis surat berharga (securities) yang dijual di pasar tersebut, salah satunya adalah saham. Saham perusahaan go public sebagai komoditi investasi tergolong beresiko tinggi karena sifatnya yang peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik oleh pengaruh yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Perubahan itu antara lain dibidang politik, ekonomi, moneter, undang-undang atau peraturan maupun perubahan yang terjadi dalam industri dan perusahaan yang mengeluarkan saham (emiten) itu sendiri. Kinerja pasar modal dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kinerja ekonomi secara keseluruhan dan mencerminkan apa yang akan terjadi dalam perekonomian secara makro. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), kurs rupiah, tingkat inflasi, Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), jumlah uang beredar dan beberapa variabel ekonomi makro lainnya merupakan cermin wajah ekonomi suatu negara. Hubungan antara kondisi makroekonomi dengan pasar modal oleh Hall dan Marc Lieberman (2005:518) terlihat dalam Gambar 1.1 berikut ini : Shock to Stock Market
Stock Market
Shock to Macroeconomy
Shock to Both Stock Market and Macroeconomy
Macroeconomy
Gambar 1.1 Hubungan antara Makroekonomi dengan Pasar Modal Sumber : Hall and Marc Lieberman (2005 : 518) Proses globalisasi akhir-akhir ini, menyebabkan sebagian besar negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal karena memiliki peran penting dan strategis bagi ketahanan ekonomi suatu negara. Pasar modal yang ada di Indonesia
3
merupakan pasar yang sedang berkembang (emerging market) yang dalam perkembangannya sangat rentan terhadap kondisi makroekonomi secara umum. IHSG merupakan salah satu indikator yang sering digunakan untuk melihat perkembangan pasar modal Indonesia, IHSG merupakan salah satu indeks pasar saham yang digunakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Indikator pasar modal ini dapat berfluktuasi seiring dengan perubahan indikator-indikator makro yang ada. Seiring dengan indikator pasar modal, indikator ekonomi makro juga bersifat fluktuatif. Adanya krisis ekonomi global memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi pasar modal Indonesia. Krisis ekonomi global yang lebih populer disebut krisis ekonomi keuangan yang terjadi di Amerika jelas-jelas memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi sebagian besar negara termasuk negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena sebagian besar tujuan ekspor Indonesia dilakukan di pasar Amerika dan tentu saja hal ini sangat mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia. Salah satu dampak yang paling berpengaruh dari krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika adalah nilai tukar rupiah yang semakin terdepresiasi terhadap dolar Amerika, IHSG yang semakin merosot, dan tentu saja kegiatan ekspor Indonesia yang terganjal dan terhambat akibat berkurangnya permintaan dari pasar Amerika itu sendiri. Selain itu penutupan selama beberapa hari serta penghentian sementara perdagangan saham di BEI merupakan salah satu dampak yang paling nyata dan pertama kalinya sepanjang sejarah, yang tentunya dapat merefleksikan betapa besar dampak dari permasalahan yang bersifat global ini (Mauliano, 2009: 2). Pasar modal merupakan salah satu alat penggerak perekonomian di suatu negara, karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Selain itu, pasar modal juga merupakan representasi untuk menilai kondisi perusahaan di suatu negara, karena hampir semua industri di suatu negara terwakili oleh pasar modal. Pasar modal yang mengalami peningkatan (bullish) atau mengalami penurunan (bearish) terlihat dari naik turunnya harga harga
4
saham yang tercatat yang tercermin melalui suatu pergerakan indeks atau lebih dikenal dengan IHSG. IHSG merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham (perusahaan/emiten) yang tercatat di BEI. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakat. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagagangkan di pasar modal. Banyak teori dan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa pergerakan IHSG dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti faktor yang berasal dari luar negeri (eksternal) dan faktor yang berasal dari dalam negeri (internal). Faktor yang berasal dari luar negeri tersebut bisa datang dari indeks bursa asing negara lain (Dow Jones, Hang Seng, Nikkei), tren perubahan harga minyak dunia, tren harga emas dunia, sentimen pasar luar negeri, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari dalam negeri bisa datang dari nilai tukar atau kurs di suatu negara terhadap negara lain, tingkat suku bunga dan inflasi yang terjadi di negara tersebut, kondisi sosial dan politik suatu negara, jumlah uang beredar dan lain sebagainya. Pada umumnya bursa memiliki pengaruh yang kuat terhadap kinerja bursa efek lainnya adalah bursa efek yang tergolong maju seperti bursa Amerika, Jepang, Inggris, dan sebagainya. Selain itu bursa efek yang berada dalam satu kawasan juga dapat mempengaruhi karena letak geografisnya yang saling berdekatan seperti, Indeks STI di Singapura, Nikkei di Jepang, Hang Seng di Hong Kong, Kospi di Korea Selatan, KLSE di Malaysia, dan lain sebagainya. Perkembangan nilai IHSG dapat dilihat pada Tabel 1.1
5
Tabel 1.1 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan tahun 2000-2010 No Tahun IHSG (dalam basis point) 1 2000 416,32 bp 2 2001 392,03 bp 3 2002 424,94 bp 4 2003 691,89 bp 5 2004 1.000,23 bp 6 2005 1.162,64 bp 7 2006 1.805,52 bp 8 2007 2.754,83 bp 9 2008 1.355,41 bp 10 2009 2.534,36 bp 11 2010 3.703,51 bp Sumber : Bursa Efek Indonesia, beberapa edisi Pada tahun 2001 IHSG mengalami penurunan kembali menjadi 392,03 bps. Penurunan IHSG tersebut terutama dipengaruhi oleh melemahnya nilai tukar Rupiah, naiknya tingkat suku bunga diskonto menjadi 17%, serta melemahnya kinerja bursa regional. (laporan BAPEPAM, 2001). Pada tahun 2004, indeks IHSG mengalami peningkatan sebesar 308,34 bps dibandingkan tahun sebelumnya dan untuk pertama kalinya menembus
level
1000 menjadi 1000,23 bps. Faktor yang mendukung bergairahnya pasar modal pada tahun 2004 adalah pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, laju inflasi yang terkendali serta tingkat suku bunga yang rendah karena keberhasilan melaksanakan pemilu yang aman dan tertib sehingga keadaan makroekonomi stabil. Krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat tahun 2008 menyebabkan keguncangan perekonomian global. Krisis yang ditandai dengan bangkrutnya perusahaan sekuritas Lehman Brothers menjadi pertanda ambruknya sistem ekonomi kapitalis Amerika Serikat Kolapsnya Lehman Brothers juga diikuti oleh rivalnya Merril Lynch yang harus rela diakuisisi oleh Bank of America. Begitu juga dengan kolapsnya beberapa bank dan perusahaan besar lainnya di Amerika Serikat dan diikuti oleh perusahaan sekuritas, penjamin kredit dan sejumlah bank investasi lainnya yang jatuh satu per satu. Peristiwa ini telah menyebabkan keguncangan yang luar biasa di lantai bursa Wallstreet. Jatuhnya pasar saham terbesar di dunia tersebut ikut mengguncang pasar saham di beberapa negara
6
lainnya termasuk di Indonesia. Indeks Dow Jones yang sebelum terjadinya krisis berada diatas level 13.000 bps sempat anjlok ke titik terendah 7.702 bps selama lima tahun terakhir. Kehancuran harga saham di Wallstreet segera menjalar ke bursa dunia lainnya. Indeks CAC Paris, DAX Frankfurt, Nikkei Tokyo, termasuk IHSG Jakarta, dan yang lainnya juga mengalami kemerosotan tajam. Keadaan ini menyebabkan IHSG terkoreksi cukup dalam, bahkan pada bulan november 2008 IHSG menyentuh level terendah 1.241,541 bps selama tiga tahun terakhir. Akibat terpuruknya harga saham, kerugian yang dialami investor di pasar modal sudah mencapai Rp. 364 triliun hanya dalam kurun waktu februari 2008 – agustus 2008 karena kapitalisasi pasar anjlok dari Rp. 2.009 triliun menjadi Rp.1.645 triliun. Dalam setahun (akhir 2008 dibandingkan dengan 2007) kerugian mencapai Rp. 911,83 triliun ( Kontan Edisi 13 agustus 2008). Pada akhir tahun 2008, gejala pemulihan kepercayaan masyarakat mulai tampak. Pada akhir 2008, jumlah emiten mencapai 485 perusahaan dengan nilai emisi mencapai 1.064 triliun Rupiah dan sampai desember 2009 telah mencapai 432 perusahaan dengan nilai emisi 1.467 triliun Rupiah. Hal ini tercermin dari IHSG yang mulai mengalami kenaikan (bullish), kenaikan IHSG ini belangsung selama tahun 2009 dan pada akhir tahun 2009 IHSG tercatat mencapi level 2.534,356 bps atau naik 86,98% dibandingkan eriode yang sama pada tahun 2008. Sepanjang periode di atas bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat membanggakan (Kontan Edisi juni 2009). Tabel 1.2 Kurs tengah Rp terhadap Dollar AS periode 2000-2010 No Tahun Kurs Tengah Rp terhadap US$ 1 2000 9.595 2 2001 10.400 3 2002 8.940 4 2003 8.465 5 2004 9.920 6 2005 9.830 7 2006 9.020 8 2007 9.376 9 2008 11.092 10 2009 10.398 11 2010 9.084 Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, beberapa edisi
7
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa kurs rupiah terhadap dolar mengalami fluktuasi dari Januari 2000 hingga Desember 2010. Tahun 2002 nilai rupiah menguat terhadap dolar dibanding tahun sebelumnya, namun pada tahun 2004 nilai rupiah melemah kembali menjadi Rp 9.920 per dolar. Sejak memasuki tahun 2002, kurs rupiah relatif stabil dengan mengarah penguatan. Sejalan dengan penguatan kurs rupiah kinerja pasar modal juga menunjukkan perbaikan dimana pada akhir 2003, IHSG di BEI mencapai 691,9 poin atau menguat 62,8% dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya. Tabel 1.3. Perkembangan Jumlah Uang Beredar Januari 2000 – Agustus 2010 Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010*
M1 (MiliarRupiah) 162.186 177.731 191.939 233.799 253.818 281.905 361.073 460.842 466.379 501.254 555.495
Jumlah Uang Beredar Pertumbuhan M2 % (Miliar Rupiah) 747.028 9,58 844.053 7,99 883.908 16,60 955.692 13,41 1.033.527 11,07 1.203.215 28,08 1.382.073 27,63 1.649.662 1,20 1.898.891 7,47 1.975.681 1,12 2.236.459
Pertumbuhan % 12,99 4,72 8,12 8,14 16,42 14,87 19,38 15,10 4,04 1,13
Keterangan* : Tahun 2010 sampai bulan Agustus
Sumber : Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, beberapa edisi Dari Tabel 1.3 jumlah uang beredar M1 (narrow money) maupun M2 (broad money) mengalami peningkatan jumlah dari Januari 2000 hingga Agustus 2010, dengan persentase pertumbuhan yang berfluktuasi. Penguatan nilai tukar rupiah yang disertai dengan terkendalinya pertumbuhan uang primer turut membantu pengendalian kenaikan harga rata-rata barang dan jasa. Pada tahun 2003, laju inflasi menurun menjadi sekitar 5,06%, jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2002 yang masih sekitar 10,00% dan inflasi tahun 2001 mencapai 12,55%.
8
Tabel 1.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga BI Januari 2000 – Juni 2010 No Tahun Tingkat Suku Bunga (%) 1 2000 14,53 2 2001 17,62 3 2002 12,93 4 2003 8,31 5 2004 7,43 6 2005 12,75 7 2006 9,75 8 2007 8,00 9 2008 10,83 10 2009 7,28 11 2010 6,31 Sumber : Bank Indonesia, beberapa edisi Terkendalinya laju inflasi memberi ruang gerak bagi penurunan suku bunga. Suku bunga rata-rata tertimbang SBI 1 bulan turun dari 13% pada bulan Desember 2002 menjadi 8,3% pada bulan Desember 2003. Makin rendah tingkat suku bunga SBI sampai batas tertentu maka orang akan cenderung mencari alternatif investasi lain yang dianggap menguntungkan. Salah satunya beralih investasi saham, sehingga kian rendah tingkat suku bunga SBI, IHSG sebagai pencerminan harga saham akan makin meningkat. Menurut Elton dan Gerber (2007: 41), return saham akan dipengaruhi oleh indeks pasar dan faktor-faktor makro seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, serta pertumbuhan ekonomi, sehingga pemodal perlu melakukan penelitian terhadap kondisi perekonomian dan implikasinya terhadap pasar modal. Variabel ekonomi yang berpengaruh terhadap IHSG di Indonesia adalah tingkat suku bunga domestik, jumlah uang beredar, dan nilai tukar.
9
1.2. Rumusan Masalah Fenomena pasar modal tidaklah terlepas dari perubahan-perubahan fenomena sektor rill dan sektor moneter. Sentimen pasar yang melanda pasar modal banyak ditentukan oleh perubahan-perubahan yang terjadi di sektor rill dan sektor moneter. Bahkan saat krisis ekonomi melanda Indonesia faktor yang memberikan dampak sangat dominan adalah faktor sosial dan politik dibandingkan dengan faktor ekonomi. Dari beberapa hasil kajian yang telah dilakukan, kinerja pasar saham ditentukan oleh variabel makroekonomi yang akan menentukan adanya perolehan capital gain dan pembagian dividen yang merupakan kinerja intern perusahaan. Ada pun variabel ekonomi makro yang diduga berpengaruh terhadap kinerja pasar saham, yang dilihat dari IHSG, antara lain inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar dan jumlah uang beredar. Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi, tulisan ini akan memfokuskan pembahasan masalah pada aspek perkembangan pasar modal di indonesia dan pengaruh faktor-faktor ekonomi yaitu suku bunga, nilai tukar, dan jumlah uang beredar (M2) terhadap fluktuasi IHSG di BEI. Secara sederhana pokok permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana dampak perubahan faktor makroekonomi terhadap perubahan IHSG di BEI. 1.3. Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah menganalisis pengaruh faktor makroekonomi, yaitu nilai tukar, suku bunga domestik, dan jumlah uang beredar terhadap IHSG. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pihak-pihak lainnya yang terkait dalam mengambil kebijakan yang akan ditempuh sehubungan dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia;
10
2. bagi peneliti selanjutnya, hasil dari penelitian ini bisa dijadikan dasar dan juga bisa dikembangkan secara luas lagi dengan mengambil faktor-faktor ekonomi yang lain, selain nilai tukar (kurs) dolar Amerika terhadap rupiah, tingkat suku bunga BI, dan jumlah uang beredar (M2).
11
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Pasar Modal Pasar modal di Indonesia pertama kali didirikan oleh pemeritah Belanda pada awal tahun 1880. Bursa yang didirikan berlokasi di Jakarta, Surabaya, dan Semarang. Namun bursa saham tersebut ditutup pada periode 1940-1952 karena timbulnya perag dunia II.Bursa kembali dibuka pada pertengahan tahun 1952, dimana efek yang diperdagangkan sebagian besar berasal dari efek yg dikeluarkan sebelum perang dunia ke II. Pemerintah RI kemudian melakukan nasionalisasi atas perusahaanperusahaan Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali pasar modal pada tahun 1977.Pemerintah mengaktifkan kembali pasar modal dengan tujuan untuk lebih memacu pertumbuhan ekonomi nasional sehingga dunia usaha dapat memperoleh sebagian atau seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan.Beberapa tahun kemudian pasar modal Indonesia mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah (www.bapepam.go.id). 2.2. Teori Investasi Sunariyah (2003: 4) mendefinisikan investasi sebagai suatu penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. Menurut Taswan dan Soliha (2002: 168), keputusan untuk melakukan investasi dapat dilakukan oleh individu maupun badan usaha (termasuk lembaga perbankan) yang memiliki kelebihan dana. Investasi dapat dilakukan baik di pasar uang maupun di pasar modal ataupun ditempatkan sebagai kredit pada masyarakat yang membutuhkan. Umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada finansial asset dan investasi pada real asset dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang dan lain sebagainya. Sedangkan investasi pada real asset diwujudkan dalam bentuk 11
12
pembelian
aset
produktif,
pendirian
pabrik,
pembukaan
pertambangan,
pembukaan perkebunan dan lainnya (Halim, 2003: 2). 2.3. Teori Portofolio Teori portofolio merupakan teori yang menganalisis bagaimana memilih kombinasi berbagai bentuk atau jenis kekayaan (asset) yang didasarkan pada resiko jenis kekayaan tersebut (surat berharga/kekayaan fisik) (Nopirin, 1997:111). Tujuan dari pembentukan suatu portofolio saham adalah bagaimana dengan resiko yang minimal mendapatkan keuntungan tertentu, atau dengan resiko tertenu untuk memperoleh keuntungan investasi yang maksimal. Pendekatan portofolio menekankan pada psikologi bursa dengan asumsi hipotesis mengenai bursa, yaitu hipotesis pasar efisien (Natarsyah, 2003: 300). Pasar efisien diartikan sebagai bahwa harga-harga saham akan merefleksikan secara menyeluruh semua informasi yang ada di bursa. Jogiyanto (2005: 5) berpendapat bahwa pasar bisa menjadi efisien karena adanya beberapa peristiwa, yaitu: 1.
Investor adalah penerima uang, yang berarti sebagi pelaku pasar, investasi seorang diri tidak dapat mempengaruhi sebagi suau sekuritas.
2.
Harga sekuritas tercipta karena ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran yang ditentukan oleh banyak investor.
3.
Informasi tersedia secara luas kepada semua pelaku pasar pada saat yang bersamaan dan harga untuk memperoleh informasi tersebut murah.
4.
Informasi dihasilkan secara acak, dan tiap-tiap pengumuman bersifat acak satu dengan lainnya sehingga investor tidak bisa memperkirakan kapan emiten akan mengumumkan informasi baru.
5.
Investor bereaksi dengan menggunakan informasi secara penuh dan cepat sehingga harga sekuritas berubah dengan semestinya. Frederic Mishkin (1995: 108-114) menyatakan bahwa sebelum mengambil
keputusan dalam membeli dan memiliki aset, investor akan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
13
1.
Kekayaan (Wealth) Kekayaan merupakan sumber daya yang tersedia dan dimiliki oleh seseorang.
Ketika tingkat kekayaan naik maka sumber daya yang tersedia untuk memiliki suatu jenis aset meningkat, dan menyebabkan permintaan aset akan meningkat. 2.
Tingkat keuntungan yang diharapkan (expected return) Dalam teori portofolio seseorang akan lebih menyukai expected return asset
yang tinggi. Jadi adanya peningkatan ini pada suatu jenis aset relatif terhadap aset lain, dengan asumsi ceteris paribus, maka akan menyebabkan jumlah permintaan terhadap aset tersebut meningkat. 3.
Tingkat resiko atau ketidakpastian (unexpected return) Tingkat ketidakpastian terhadap return suatu aset juga mempunyai efek
terhadap permintaan aset tersebut. Dengan menganggap faktor lain konstan, kenaikan resiko suatu aset relatif terhadap alternatif aset lain akan menyebabkan permintaan terhadap aset tersebut turun. 4.
Tingkat likuiditas Seberapa cepat aset tersebut bisa dijadikan dalam bentuk cash dengan tanpa
biaya besar, semakin cepat ast tersebut dirubah ke dalam bentuk cash maka semakin tinggi likuiditas aset tersebut. Pembentukan portofolio berangkat dari usaha diversifikasi investasi guna mengurangi resiko. Terbuki bahwa semakin banyak jenis efek yang dikumpulkan dalam keranjang portofolio, maka resiko kerugian saham yang satu dapat dinetralisir oleh keuntungan yang diperoleh dari saham lain. Tetapi diversifikasi ini bukanlah suatu jaminan dalam mengusahakan resiko yang minimum dengan keuntungan yang maksimum sekaligus (Sunariyah, 2003: 178). Dalam konteks portofolio pasar, terdapat beberapa resiko investasi yang perlu diperhatikan oleh investor. Resiko dalam melakukan investasi memiliki dua jenis karakteristik yaitu resiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi (diversified-risk) dan resiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi (undiversified-risk) (Tandelilin, 2001: 50-51).
14
2.4. Jenis Indeks Harga Saham Menurut Jogiyanto (2000: 27), di BEI terdapat 5 (lima) jenis indeks, sebagai berikut: 1. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEI diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang ditetapkan oleh BEI yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). 2. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut. 3. Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. 4. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JSI), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. 5. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masingmasing saham yang didasarkan pada harga dasarnya. 2.4.1. Indeks Harga Saham Gabungan Indeks harga saham gabungan (Composite Stock Price Indeks) merupakan suatu nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja saham yang tercatat di suatu bursa efek. Indeks harga saham gabungan ini ada yang dikeluarkan oleh bursa efek yang bersangkutan secara resmi dan ada yang dikeluarkan oleh instansi swasta tertentu seperti media massa keuangan dan institusi saham. Indeks harga saham gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta baik saham biasa maupun saham preferen. Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan IHSG sebagai obyek penelitian karena IHSG merupakan
15
proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Anoraga dan Piji (2006: 100-104) mengatakan, secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks harga saham membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu, sehingga akan terlihat apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan waktu berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar. Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2006: 102): Σ
= Σ Keterangan :
100..................................................................................(2.1)
Σ Ht
: Total harga semua saham pada waktu yang berlaku
Σ Ho
: Total harga semua saham pada waktu dasar
16
2.5. Nilai Tukar (exchange rate) Nilai tukar rupiah atau juga disebut juga kurs rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut dengan kurs aluta asing (Salvatore, 2008:45). Nilai tukar terbagi atas nilai tukar nominal dan nilai tukar rill. Nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain. Sedangkan nilai rill (real exchange rate) adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa dari suatu negara dengan barang dan jasa dari negara lain (Samuelson, 1992:193). Nilai tukar yang melonjak-lonjak secara drastis tak terkendali akan menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor, oleh karena itu pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro (Pohan, 2008:5). Besarnya jumlah mata uang tertentu yang diperlukan untuk memperoleh satu unit valuta asing disebut dengan kurs mata uang asing. Nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata uang terhadap mata uang negara lainnya. Apabila kondisi suatu negara mengalami perubahan, maka biasanya diikuti oleh perubahan nilai tukar secara substansional. Masalah mata uang muncul saat suatu negara mengadakan transaksi dengan negara lain, dimana masing-masing negara menggunakan mata uang yang berbeda. Jadi nilai tukar merupakan harga yang harus dibayar oleh mata uang suatu negara untuk memperoleh mata uang negara lainnya (Sukirno, 2006:58). Nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat suku bunga dalam negeri, tingkat inflasi, dan intervensi bank sentral terhadap pasar uang. Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil
17
diperlukan untuk tercapainya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan dunia usaha. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, bank sentral pada waktu-waktu tertentu melakukan intervensi di pasar-pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak yang berlebihan. Para ekonom membedakan kurs menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs rill. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika antara dolar Amerika Serikat dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka orang Amerika Serikat bisa menukar 1 dolar dengan 120 yen di pasar uang. Sebaliknya orang Jepang yang ingin memiliki dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibeli. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” diantara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal (Mankiw, 2006:87). Kurs rill (real exchange tate) adalah harga relatif dari barang-barang di antara dua negara. Kurs rill menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar (exchange rate) atau kurs adalah harga satu mata uang suatu negara terhadap mata uang Negara lain. nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw, 2006:70). Nilai tukar rill adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga diluar negeri. Nilai tukar dapat dihitung dengan menggunakan rumus dibawah ini : =
∗
.......................................................................................................(2.2)
Dimana Q adalah nilai tukar rill, S adalah nilai tukar nominal, P adalah tingkat harga domestic dan P* adalah tingkat harga diluar negeri. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs rupiah terhadap mata uang asing khususnya dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi di pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003:20). Turunnya kurs menurunkan kemampuan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing, salah satu dampaknya terhadap impor.
18
Bagi investor sendiri, depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat,sehingga dolar Amerika akan menguat dan akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI (Sunariyah, 2006). Investor tentunya akan menghindari resiko, sehingga investor akan cenderung melakukan aksi jual dan menunggu hingga situasi perekonomian dirasakan membaik. Aksi jual yang dilakukan investor ini akan mendorong penurunan indeks harga saham di BEI dan mengalihkan investasinya ke dolar Amerika (Jose Rizal, 2007). 2.6. Suku Bunga Bank Indonesia Sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal dan uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut. Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta
19
Intervensi Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System. SBI memiliki karakteristik sebagai berikut (www.bi.go.id): 1. Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1 dan 3 bulan. 2. Denominasi: dari yang terendah Rp 50 juta sampai dengan tertinggi Rp 100 miliar. 3. Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp 50 juta. 4. Pembelian SBI didasarkan pada nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true discount) yang diperoleh dari rumus berikut ini: =
...........................(2.3)
)]
[(
5. Pembeli SBI memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka. =
−
6. Pajak Penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15% 7. SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 8. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. 2.7. Teori Jumlah Uang Beredar (M2) Menurut Ana Octaviana (2007:27), jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yanng berada di tangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. 1=
+ ................................................................................................(2.4)
Keterangan : M1
= jumlah uang beredar dalam arti sempit
C
= uang Kartal (uang kertas + uang logam)
D
= uang giral atau cek
Uang beredar dalam arti luas (M2) adalah uang beredar dalam arti sempit (M1) ditambah deposito berjangka (time deposit), atau :
20
2=
1+
..........................................................................................(2.5)
Keterangan : M2
= jumlah uang beredar dalam arti luas
TD
= deposito berjangka
Secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar adalah uang yang benar-benar berada ditangan masyarakat. Uang yang berdar ditangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam (kuartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar. Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian tumbuh dan berkembang, jumlah uang beredar juga bertambah, sedang komposisinya berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal makin sedikit, digantikan uang giral atau near money. Biasanya juga bila perekonomian makin meningkat, komposisi M1 dalam peredaran uang semakin kecil, sebab porsi uang kuasi makin besar (Rahardja 1997 : 26). Teori kuantitas uang yang populer dikemukakan oleh Irving Fisher dalam buku The Purchasing Power of Money,New York (1991). Fisher mengemukakan bahwa untuk mengetahui hubungan antara jumlah uang beredar dengan tingkat harga umum yang berkaitan dengan daya beli uang, dapat dilihat dalam bentuk formula sebagai berikut: MVT = PT Keterangan: M = Money (Jumlah uang yang beredar) VT = Transaction Velocity of Circulation (kecepatan peredaran uang) P = Price (tingkat harga umum) T = Volume of Trade (volume perdagangan)
21
Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku pula untuk keseluruhan perekonomian. Dalam suatu periode tertentu nilai dari barang – barang/jasa – jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang – barang yang dijual. Nilai dari barang – barang yang dijual sama dengan volume perdagangan (T) dikalikan harga rata – rata dari barang tersebut (P). Di lain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus pula sama dengan jumlah uang yang ada di masyarakat (M) dikalikan dengan berapa kali rata – ratauang bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain, atau rata – rata perputaran uang dalam periode tersebut (VT). MVT = PT adalah suatu identitas dan bukan merupakan teori moneter. Identitas ini dikembangkan oleh Fisher menjadi suatu teori moneter. Identitas tersebut kemudian diberi nyawa dengan mentransformasikannya ke dalam bentuk Md = 1/ VT.PT Permintaan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu 1/ VT dari nilai transaksi (PT). VT dan T menunjukkan variabel yang dianggap konstan (tetap). Posisi keseimbangan moneter : Md = Ms, dimana Ms (penawaran uang) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Sehingga menghasilkan : Ms = 1/ VT. PT Berdasarkan formula Ms = 1/ VT. PT tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan sejumlah uang yang diedarkan oleh pemerintah. T ditentukan oleh tingkat output keseimbangan masyarakat, yang untuk fisher dan ahli ekonomi klasik lainnya selalu pada posisi Full Employement (kapasitas produksi sudah digunakan semua). Sedangkan besar kecilnya VT ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode. Sistem kelembagaan ini mencakup faktor – faktor misalnya pada masyarakat agraris tradisional memerluan uang yang lebih kecil untuk setiap volume
transaksi
daripada
masyarakat
industri/perdagangan,
kebiasaan
memberikan kredit perdagangan oleh penyalur kepada pembeli juga bisa mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang, perbaikan dalam komunikasi
22
(telepon, internet dll) dan jaringan perbankan yang sudah online sampai ke kecamatan memungkinkan dana bisa dikirim antar daerah secara cepat dan mengakibatkan kebutuhan uang menurun. Jadi faktor kelembagaan ini biasanya berubah dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek permintaan uang relatif terhadap volume transaksi bisa dianggap konstan. Demikian pula volume transaksi relatif terhadap pendapatan nasional bisa dianggap mempunyai proposi yang lebih kurang konstan dalam jangka pendek dan ditentukan oleh faktor – faktor kelembagaan. 2.8 Inflasi 2.8.1 Teori Kuantitas Teori kuantitas ini pada prinsipnya mengatakan bahwa timbulnya inflasi itu hanya disebabkan oleh bertambahnya jumlah uang yang beredar dan bukan disebabkan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan teori ini ada 2 faktor yang menyebabkan inflasi: 1) Jumlah uang yang beredar Semakin besar jumlah uang yang beredar dalam masyarakat maka inflasi juga akan meningkat. Oleh karena itu sebaiknya pemerintah harus memperhitungkan atau memperkirakan akan timbulnya inflasi yang bakal terjadi bila ingin mengadakan penambahan pencetakan uang baru, karena pencetakan uang baru yang terlalu besar akan mengakibatkan goncangnya perekonomian 2) Perkiraan/anggapan masyarakat bahwa harga-harga akan naik Jika masyarakat beranggapan harga-harga akan naik maka tidak ada kecenderungan untuk menyimpan uang tunai lagi, masyarakat akan menyimpan uang mereka dalam bentuk barang sehingga permintaan akan mengalami peningkatan. Hal ini mendorong naiknya harga secara terus-menerus. Cara mengatasi inflasi menurut teori kuantitas ini juga hanya ada satu jalan saja yang merupakan kunci untuk menghilangkan inflasi yaitu dengan mengurangi jumlah uang yang beredar. Maksudnya bahwa terjadinya inflasi entah faktor apapun yang menyebabkannya, asal jumlah uang yang beredar dikurangi maka
23
dengan sendirinya inflasi akan hilang dan harga akan kembali pada tingkat yang wajar. 2.8.2 Teori Keynes Menurut teori ini inflasi terjadi karena masyarakat memiliki permintaan melebihi jumlah uang yang tersedia. Dalam teorinya, Keynes menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup melebihi batas kemampuan ekonomisnya. Proses perebutan rezeki antargolongan masyarakat masih menimbulkan permintaan agregat (keseluruhan) yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia, mengakibatkan harga secara umum naik. Jika hal ini terus terjadi maka selama itu pula proses inflasi akan berlangsung. Yang dimaksud dengan golongan masyarakat di sini adalah : 1) Pemerintah, yang melakukan pencetakan uang baru untuk menutup defisit anggaran belanja dan belanja negara ; 2) Pengusaha swasta, yang menambah investasi baru dengan kredit yang mereka peroleh dari bank; 3) Pekerja/serikat buruh, yang menuntut kenaikan upah melebihi pertambahan produktivitas. Tidak semua golongan masyarakat berhasil memperoleh tambahan dana, karena penghasilan mereka rata-rata tetap dan tidak bisa mengikuti laju inflasi, misalnya pegawai negeri, pensiunan dan petani. 2.8.3 Teori Struktural Teori Strukturalis disebut juga dengan teori inflasi jangka panjang karena menyoroti sebab inflasi yang berasal dari struktur ekonomi, khususnya supply bahan makanan dan barang ekspor. Pertambahan produksi barang tidak sebanding dengan pertumbuhan kebutuhannya, akibatnya terjadi kenaikan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Selanjutnya adalah kenaikan harga barang yang merata sehingga terjadi inflasi. Inflasi semacam ini tidak bisa diatasi hanya dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, tetapi harus diatasi dengan peningkatan produktivitas dan pembangunan sektor bahan makanan dan barangbarang ekspor.
24
2.9. Penelitian Sebelumnya Kajian yang berhubungan dengan indeks harga saham sudah banyak diteliti oleh peneliti-peneliti terdahulu, antara lain : Hisar Sirait (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kointegrasi Variabel Ekonomi Makro dan Bursa Asing terhadap Indeks Saham BEJ”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kointegrasi faktor-faktor ekonomi, yaitu suku bunga domestik dan nilai tukar serta pengaruhnya terhadap IHSG. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa suku bunga akan berpengaruh negatif dan memiliki keseimbangan jangka panjang dengan IHSG, demikian juga dengan nilai tukar, dimana variabel nilai tukar ini berpengaruh positif dan memiliki hubungan jangka panjang dengan IHSG. Handayani (2007) dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh tingkat bunga SBI, kurs dolar AS, dan tingkat inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga SBI, nilai kurs dolar AS, dan tingkat inflasi terhadap naik turunnya indeks harga saham dan untuk mengetahui variabel yang dominan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tingkat bunga SBI, nilai kurs dolar AS, dan tingkat inflasi secara serentak berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Tingkat bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, sedangkan nilai kurs dolar AS dan tingkat inflasi berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Dari ketiga variabel independen, variabel tingkat suku bunga SBI adalah variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jatiningsih dan Musdholifah (2007) dalam penelitian yang berjudul “ Pengaruh variabel makroekonomi terhadap IHSG di Bursa Efek Jakarta”. Variabel yang digunakan adalah inflasi, tingkat suku bunga deposito, kurs dan jumlah uang beredar (M2), IHSG. Pengamatan dilakukan selama periode Januari 1999 sampai Desember 2000. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis regresi linear berganda. Hasil dari penelitian ini bahwa secara simultan variabel inflasi, tingkat suku bunga deposito, kurs, dan jumlah uang beredar (M2) berpengaruh
25
terhadap IHSG, tetapi secara parsial variabel – variabel eksplanatori yang digunakan tidak berpengaruh terhadap IHSG. Pratikno (2009) dalam penelitian yang berjudul “Analisis pengaruh Nilai tukar rupiah, inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan IHSG”. Variabel yang digunakan adalah nilai tukar, inflasi, SBI, Indeks Dow Jones, IHSG. Pengamatan dilakukan selama peride Januari 2004 sampai Februari 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah metode regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil. Hasil dari penelitian ini bahwa secara serempak (simultan) variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada α 5% terhadap IHSG. Dari koefisien masing-masing variabel, dapat disimpulakan bahwa tingkat pengaruh variabel kurs, SBI, dan inflasi sangat signifikan mempengaruhi IHSG. Witjaksono (2010) dengan judul penelitian “Analisis pengaruh tingkat suku bunga SBI, harga minyak dunia, harga emas dunia, kurs rupiah, indeks Nikkei 225, dan indeks Dow Jones terhadap IHSG”. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah SBI, minyak dunia, emas dunia, kurs rupiah, indeks Nikkei 225, Dow Jones, dan IHSG. Pengamatan dilakukan selama periode Januari 2000 hingga Desember 2009. Metode penelitian yang digunakan adalah metode regresi berganda dengan metode kuadrat terkecil. Hasil penilitian ini menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI, dan kurs rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG, sementara variabel harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks Nikkei 225 dan indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. Secara lebih jelas penelitian-penelitian yang disebutkan diatas dapat dilihat pada Tabel 2.1 penelitian dibawah ini.
26
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti Judul
Variabel Alat Penelitian Analisis Inflasi, suku OLS bunga, nilai tukar, foreign stock exchange.
Hasil/Temuan
1
Hisar Sirait (2004)
Analisis Kointegrasi Variabel Ekonomi Makro dan Bursa Asing terhadap Indeks Saham BEJ
2
Handayani (2007)
Pengaruh tingkat bunga SBI, kurs dolar AS, dan tingkat inflasi terhadap IHSG
SBI, Kurs Dolar AS, Inflasi, IHSG
OLS
3
Jatiningsih dan Musdholifah (2007)
Pengaruh variabel makroekonomi terhadap IHSG di Bursa Efek Jakarta
Inflasi, suku bunga deposito, kurs, JUB(M2), IHSG
OLS
4
Dedy Pratikno (2009)
Secara serempak variabel-variabel eksplanatori yang digunakan sangat signifikan pada α 5% terhadap IHSG
Ardian Agung Witjaksono (2010)
Nilai tukar, inflasi, SBI, indeks Dow Jones, IHSG SBI, minyak dunia, emas dunia, kurs rupiah, indeks Nikkei 225, indeks Dow Jones, dan IHSG
OLS
5
Analisis pengaruh Nilai tukar rupiah, inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan IHSG Analisis pengaruh tingkat suku bunga SBI, harga minyak dunia, harga emas dunia, kurs rupiah, indeks Nikkei 225, dan indeks Dow Jones terhadap IHSG
OLS
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI, dan kurs rupiah berpengaruh negatif terhadap IHSG, sementara variabel harga minyak dunia, harga emas dunia, indeks Nikkei 225 dan indeks dow jones berpengaruh positif terhadap IHSG
26
Nilai tukar berpengaruh positif dan memiliki hubungan jangka panjang terhadap IHSG, suku bunga berpengaruh negatif dan mempunyai hubungan jangka panjang terhadap IHSG Membuktikan bahwa tingkat suku bunga SBI, nilai kurs dolar AS, dan tingkat inflasi secara serentak berpengaruh terhadap IHSG secara simultan variabel inflasi, tingkat suku bunga deposito, kurs, dan jumlah uang beredar (M2) berpengaruh terhadap IHSG, tetapi secara parsial variabel – variabel eksplanatori yang digunakan tidak berpengaruh terhadap IHSG.
27
2.10. Hubungan antar Variabel 2.9.1. Hubungan Nilai Tukar (Kurs) Dolar Amerika/Rp terhadap IHSG Kurs atau nilai tukar valuta asing menurut Dahlan (2001) adalah harga suatu mata uang yang dinyatakan dalam harga mata uang lain. Misalnya kurs rupiah atas dolar AS menunjukkan nilai rupiah yang diperlukan untuk setiap dolar AS. Perubahan kurs rupiah atas dolar AS berdampak berbeda terhadap setiap jenis saham, artinya suatu saham terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Contoh kenaikan tajam kurs USD terhadap rupiah akan berdampak negatif terhadap emiten yang memiliki hutang dolar sementara produk emiten tersebut dijual lokalsedangkan emiten yang beror ientasi pada kegiatan ekspor akan menerima dampak positif darkenaikan kurs USD tersebut sehingga mengakibatkan kenaikan pada harga saham. Menurut Mohamad Samsul (2006: 202), perubahan satu variabel makro ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap harga saham, yaitu suatu saham dapat terkena dampak positif sedangkan saham lainnya terkena dampak negatif. Misalnya, perusahaan yang berorientasi impor, depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika yang tajam akan berdampak negatif terhadap harga saham perusahaan. Sementara itu, perusahaan yang berorientasi ekspor akan menerima dampak positif dari depresiasi kurs rupiah terhadap dolar Amerika. Ini berarti harga saham yang terkena dampak negatif akan mengalami penurunan di Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara perusahaan yang terkena dampak positif akan mengalami kenaikan harga sahamnya. Selanjutnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan terkena dampak negatif atau positif tergantung pada kelompok yang dominan dampaknya. Bagi investor sendiri, depresiasi rupiah terhadap dollar menandakan bahwa prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat, sehingga dolar Amerika akan menguat dan akan menurunkan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI (Sunariyah, 2006). Hal ini tentunya menambah resiko bagi investor apabila hendak berinvestasi di bursa saham Indonesia (Robert Ang, 27
28
1997). Investor tentunya akan menghindari resiko, sehingga investor akan cenderung melakukan aksi jual dan menunggu hingga situasi perekonomian dirasakan membaik. Aksi jual yang dilakukan investor ini akan mendorong penurunan indeks harga saham di BEI dan mengalihkan investasinya ke dolar Amerika (Jose Rizal, 2007). 2.9.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga BI terhadap IHSG Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Lee (1992: 23) maupun Sitinjak dan Kurniasari bahwa tingkat suku bunga berpengaruh negatif terhadap IHSG. Ketika inflasi mulai naik tidak terkendali, maka efeknya adalah biaya operasional para perusahaan yang terdaftar di BEI menjadi membengkak, karena naiknya harga bahan baku, gaji karyawan, dll. Akibatnya, laba bersih para emiten dikhawatirkan akan turun. Alhasil, harga sahamnya pun turun. Dan jika hal ini terjadi pada banyak saham, maka IHSG secara keseluruhan juga akan turun. Jadi ketika BIrate dinaikkan dan harapannya inflasi akan terkendali, maka IHSG juga bisa bangkit kembali. Namun, naiknya BIrate tidak akan serta merta menguatkan IHSG, karena yang jadi concern investor bukanlah BI rate-nya, melainkan tingkat inflasi. Dalam jangka pendek, naiknya BI rate bahkan justru berpotensi semakin melemahkan IHSG. Karena dengan naiknya BI rate, maka suku bunga di deposito, sukuk, dll juga akan naik. jadi, para investor di pasar modal kini punya alternatif investasi yang tidak kalah menguntungkan dibanding investasi saham. Tingkat pengembalian yang diharapkan investor pada investasi saham seringkali dipengaruhi oleh pendapatan yang diperoleh investor pada alternatif investasi lain. Weston dan Brigham (1990) berpendapat bahwa tingkat bunga mempengaruhi harga saham dengan 2 cara, yaitu:
29
1. Tingkat bunga mempengaruhi laba perusahaan karena tingkat bunga merupakan biaya. 2. Tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan investor menarik investasi sahamnya dan memindahkannya pada investasi lain yang menawarkan tingkat bunga yang lebih tinggi. 2.9.3. Hubungan Jumlah Uang Beredar (M2) terhadap IHSG Menurut Mohamad Samsul (2006: 210), jika jumlah uang beredar meningkat, maka tingkat bunga akan menurun dan IHSG akan naik sehingga pasar akan menjadi bullish. Jika jumlah uang beredar menurun, maka tingkat bunga akan naik dan IHSG akan turun sehingga pasar akan menjadi bearish. Teori kuanitas uang menyatakan bahwa bank sentral yang mengawasi penawaan uang, memiliki kendali tertinggi atas tingkat inflasi. Jika bank sentral mempertahankan penawaran uang tetap stabil, tingkat harga akan stabil. Jika bank sentral meningkatkan penawaran uang dengan cepat, tingkat harga akan meningkat dengan cepat (Mankiw, 2000: 153). 2.11. Kerangka Pemikiran Slifer dan Carnes (1995) mengungkapkan bahwa pergerakan di pasar saham sangat terkait dengan perkiraan keuntungan perusahaan (corporate profit). Jika corporate profit diperkirakan akan meningkat, maka harga saham juga akan meningkat. Kebijakan penurunan Fed Fund Rate (easing monetary policy) yang dilakukan secara agresif oleh bank sentral amerika, disatu sisi mengindikasikan bahwa perekonomian amerika mengalami pelemahan yang dapat berdampak pada turunnya ekspor Indonesia ke negara tersebut. Penurunan ekspor tersebut dapat berakibat pada turunnya profit perusahaan dan pada akhirnya berakibat pada turunnya harga saham perusahaan tersebut. Di sisi lain kenaikan fed fund rate dapat memicu kenaikan suku bunga global termasuk kenaikan suku bunga di indonesia , sehingga mengakibatkan penurunan harga saham di Indonesia.
30
Pelemahan nilai tukar atau depresiasi rupiah di satu sisi akan meningkatkan daya saing komoditi ekspor Indonesia, sehingga corporate profit akan meningkat dan pada akhirnya akan mendorong kenaikan harga saham perusahaan tersebut. Namun di sisi lain, depresiasi rupiah akan meningkatkan harga barang impor sehingga cost of production bagi perusahaan yang banyak menggunakan barang impor tersebut akan meningkat, sehingga dapat mengakibatkan turunnya corporate profit dan pada gilirannya akan mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut. Dengan demikian hubungan nilai tukar terhadap harga saham perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh jenis perusahaan tersebut, apakah lebih bersifat sebagai eksportir atau importir.
Nilai Tukar
Suku Bunga
Jumlah Uang Beredar
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Indeks Harga Saham Gabungan
31
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Menurut Kuncoro (2001), data diperoleh dengan mengukur nilai satu atau lebih variabel dalam sampel (populasi), semua data yang ada gilirannnya merupakan variabel yang kita ukur, dapat diklasifikasikan menjadi data kuantitatif dan data kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang diukur dalam suatu skala numerik (angka). Data kuatitatif disini berupa data runtut waktu (time series) yaitu data yang disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu. Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data serta di publikasikan pada masyarakat pengguna data. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil publikasi Bank Indonesia berupa laporan tahunan Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), hasil publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil dari Jakarta Stock Exchange (JSX) yaitu data Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), suku bunga Bank Indonesia, kurs dolar Amerika terhadap rupiah (US$/Rp) dengan menggunakan kurs tengah yang dihitung atas dasar kurs jual dan kurs beli yang ditetapkan Bank Indonesia, dan jumlah uang beredar (M2) yang berbentuk data bulanan periode 2001.1 - 2011.12. 3.2. Spesifikasi Model Penelitian Pemilihan model dinamis dalam analisis ekonometrik menjadi salah satu langkah penting. Kemampuan model untuk menggambarkan gabungan antara aspek realita dan konstruksi teoritis akan mempengaruhi hasil penelitian. Karena itu harus dipastikan bahwa model yang dibentuk dan digunakan dalam suatu penelitian mampu menjadi abstraksi antara keduanya. Dalam perkembangan suatu perekonomian selalu terjadi perubahan besaran dan kebijakan ekonomi di satu titik dan titik lainnya atau dikatakan bahwa seluruh komponen perekonomian tidak bersifat statis. Data menunjukkan bahwa sebagian besar perekonomian membentuk pola runtun/kelambanan (time series) dan
31
32
terdapat unsur tenggang waktu (lag). Spesifikasi model dinamis dipercaya mampu mengatasi analisis ekonomi yang berkaitan dengan data runtun waktu. Cakupan dalam spesifikasi model dinamis memasukkan deskripsi variabel endogen sebagai fungsi dari periode yang berlaku maupun yang berlalu (Insukindro, 2001; Wardhono, 2004), Menurut Gujarati (1995) dan Thomas (1997) dalam Insukindro (2001) dan Wardhono (2004), beberapa alasan mengapa model linear dinamis melibatkan variabel lag didalam analisisnya yaitu: 1. Alasan psikologis (psychological reason). Keberadaan faktor kebiassaan (inertia) dalam pola konsumsi individu menyebabkan individu bersangkutan tidak langsung mengubah pola konsumsinya ketika terjadi perubahan harga tetapi membutuhkan waktu. 2. Alasan teknologi (technological reason). Ketika harga modal relatif terhadap tenaga kerja mengalami penurunan maka substitusi modal untuk tenaga kerja merupakan suatu feasibilitas dalam ekonomi. Tetapi tambahan modal memerlukan waktu (the gestation period) untuk menjadi substitutor yang efektif dan efisien. 3. Alasan kelembagaan (institutional reason). Dalam kerjasama perekonomian biasanya digunakan kontrak yang akan mengikat pihak-pihak terkait untuk mencegah dilakukannya switching secara sepihak. Adanya kontrak ini merupakan salah satu bentuk kelambanan dalam perekonomian. Berdasarkan alasan diatas kelambanan memiliki peran penting dalam perekonomian. Hal ini dicerminkan secara jelas dalam metodologi perekonomian jangka panjang dan jangka pendek. Spesifikasi model linear dinamis pada dasarnya lebih ditekankan pada struktur dinamis hubungan jangka pendek antara variabel dependen dengan variabel independen. Penambahan diberikan oleh teori ekonomi yang tidak terlalu membahas perekonomian jangka pendek, tetapi lebih memusatkan pada variabel dalam keseimbangan jangka panjang (Insukindro, 2001). Hal ini karena perilaku jangka panjang suatu model menjadi penting jika melihat teori ekonomi dan hasil pengujian teori yang selalu fokus pada sifat jangka panjang perekonomian.
33
Error Correction Model (ECM) adalah salah satu bentuk model linear dinamis. Secara umum ECM dipandang sebagai model yang paling pas untuk penerapan studi empiris. Hal ini karena ECM mampu memasukkan variabel lebih banyak dalam menganalisis ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsisten atau tidaknya model empiris dengan teori ekonometrika. Kemampuan ECM memecahkan permasalahan ketidakstasioneritasan variabel yang akan menghasilkan spurious regression and correlation dalam analisis ekonometrika menambah nilai plus model ini (Enders, 1995; Widarjono, 2007; Summodiningrat, 2007). Penelitian ini menggunakan ECM untuk mengolah data dan memecahkan permasalahan yang tercantum dalam rumusan masalah, yaitu melihat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek Makroekonomi terhadap siklus IHSG. Klasifikasi ECM yang digunakan adalah model ECM yang dikembangkan oleh Domowitz dan Elbadawi (1987) yang didasarkan pada kenyataan bahwa perekonomian dalam kondisi ketidakseimbangan. Model ECM mengasumsikan bahwa para pelaku ekonomi akan selalu menemukan bahwa apa yang direncanakan tidak selalu sama dengan realita. Variabel ini kemungkinan terjadi karena adanya variabel shock. Suatu data yang menggambarkan perkembangan perekonomian sebagian besar bersifat time series. Kecenderungnan sifat data ini adalah tidak stasioner, sehingga menyebabkan tidak dapat dipercayanya hasil regresi atau menghasilkan spurious regression. Kondisi dimana hasil regresi menunjukkan koefisien regresi yang signifikan secara statistik dan nilai koefisien determinasi yang tinggi namun hubungan antara variabel di dalam model tidak saling berhubungan (Widarjono, 2009; Insukindro, 2001; Nelmida, tanpa tahun; Winarno, 2007). Data yang telah distasionerkan melalui uji derajat integrasi terkadang masih tetap belum stasioner meskipun menggunakan 2nd Difference. Untuk data yang seperti ini maka digunakan Error Correction Model (ECM) yang mampu menggambarkan perkembangan dinamis kondisi pereknomian. Karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series perekonomian yang dinamis dan berpotensi
34
tidak stasioner, maka digunakan metode ECM untuk menjawab pertanyaan empiris dalam rumusan masalah. Dengan mengadaptasi model yang digunakan oleh Julaihah dan Insukindro (2004), maka dibentuk model ekonomi dan ditransformasikan dalam bentuk model ekonometrik penelitian ini. Model tersebut dapat digambarkan dalam persamaan berikut. =
(
Keterangan:
,
=
,
+
2)
+
+
2 + .................(3.6)
IHSG
= Indeks Harga Saham Gabungan
KURS
= Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar AS (Rp/US$)
BIRate
= Suku Bunga Bank Indonesia
M2
= Jumlah Uang Beredar
e
= Error Term
Adapun spesifikasi model dinamis Domowitz dan Elbadawi secara umum dapat ditulis sebagai berikut: = Keterangan:
+
+
+
2+
+
2+
+
....................................(3.7)
DIHSG
= Indeks Harga Saham Gabungan dalam basis point
DKURS
= Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dalam Rp/USD
DBIRate
= suku bunga Bank Indonesia dalam persen
DM2
= Jumlah Uang Beredar
BKURS
= LKURSt-1
BBIRate
= BIRATEt-1
BM2
= LM2t-1
ECT
= Error Correction Model
35
ECM memiliki ciri khas dengan dimasukkannya unsur Error Correction Term (ECT) atau (KURS
+ BIRate
+ M2
− IHSG
) dalam model.
Apabila koefisien ECT signifikan secara statistik dan mempunyai tanda positif dan tidak lebih dari > 1, maka spesifikasi model yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sahih dan valid. 3.3. Metode Analisis Data Ada dua metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Tujuan penggunaan kedua metode analisis data tersebut adalah untuk saling mendukung hasil analisis. Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan obyek penelitian secara komprehensif, yang kemudian akan didukung dengan hasil analisis data yang diolah dengan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif merupakan prosedur pemecahan masalah dengan cara menggambarkan keadaan obyek penelitian secara kajian teoritis maupun fakta empiris. Metode analisis deskriptif didasarkan pada analisa variabel-variabel yang mendukung analisa tersebut, yang tidak dapat diukur secara nyata, tapi menggunakan analisa yang sifatnya menjelaskan secara uraian atau dalam bentuk kalimat. Uji pertama uji stasioneritas data melalui uji akar-akar unit, untuk melakukan uji ini harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel terkait dalam pendekatan ini mempunyai derajat integrasi yang sama atau tidak Gujarati (2006) dan Wardhono (2004). Selanjutnya dilakukan uji kointegrasi yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya keseimbangan dalam jangka panjang antar variabel dalam model. Dengan kata lain, apabila variabel dalam model tersebut terkointegrasi, maka terdapat hubungan dalam jangka panjang. Sedangkan metode ECM digunakan untuk mengkoreksi ketidakseimbangan dalam jangka pendek (yang mungkin terjadi) menuju keseimbangan jangka panjang. Model ECM mempunyai beberapa kegunaan yaitu untuk mengatasi permasalahan yang sering muncul pada data time series yang tidak stasioner yaitu masalah regresi lancung (spurious regression).
36
3.4. Uji Asumsi Klasik 3.4.1. Uji Linearitas Uji linearitas digunakan untuk menjelaskan tentang kesesuaian spesifikasi model yang digunakan dan dapat menguji variabel yang tepat untuk dimasukkan dalam model empiris, hal ini berakibat kesalahan spesifikasi model tidak akan terjadi. Untuk melakukan uji linearitas model agar tidak terjadi spesification error, maka dilakukan pengujian menggunakan uji Ramsey (Ramsey RESET Test) yang dikembangkan oleh Ramsey tahun 1969 Insukindro (2001:101), hipotesis Ramsey RESET test adalah:
Nilai F
statistik (
< nilai F-tabel atau nilai probabilitas F
> probabilitas
=1%, 5%, 10%), maka Ho dapat diterima artinya model
empiris yang digunakan mempunyai bentuk fungsi linear;
Nilai F
statistik (
> nilai F-tabel atau nilai probabilitas F
> probabilitas
=1%, 5%, 10%), maka Ha dapat diterima artinya model
empiris yang digunakan tidak mempunyai bentuk fungsi linear. 3.4.2. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji asumsi bahwa diantara variabel-variabel bebas dalam suatu model tidak saling berkorelasi satu dengan yang lain. Hal ini dapat menyebabkan model regresi yang diperoleh tidak valid untuk menaksir variabel independen. Untuk mengetahui adanya multikolinearitas di dalam model regresi dapat dilakukan dengan melihat beberapa indikasi, yaitu: a. Jika statistik F signifikan tetapi statistik t tidak ada yang signifikan; b. jika R relatif besar tetapi statistik t tidak ada yang signifikan. Menurut
Gujarati
(1995:166),
untuk
mengetahui
adanya
gejala
multikolinearitas dalam model regresi dapat dilakukan dengan melihat koefisien korelasi.
Koefisien
multikollinearitas,
korelasi gejala
yang
melebihi
multikolinearitas
0,80
juga
menunjukkan
dapat
dideteksi
adanya dengan
menggunakan nilai VIF (Variance Inflation Factor). Dalam VIF melihat R secara parsial jika nila R mendekati 1 maka nilai VIF tak terhingga.
37
3.4.3. Uji Autokerelasi Penggunaan data time series juga rentan terdapat masalah autokorelasi akibat observasi yang dilakukan telah diurutkan secara kronologis terutama untuk interval waktu pengamatan yang memiliki data sangat pendek, maka masalah autokorelasi ini rentan terjadi (Gujarati, 1995:401; Widarjono, 2009:144-146). Suatu asumsi penting dari model linier klasik adalah tidak ada autokorelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana disturbance term pada periode tertentu berkorelasi dengan disturbance term pada periode lain yang berurutan. Akibat adanya autokorelasi adalah parameter yang diamati menjadi bias dan variansnya tidak minimum. Dengan menggunakan lambang : E(u , u ) ≠0 i≠j.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam
model digunakan uji Breusch-Godfrey (Breusch-Godfrey Test) (Insukindro et al, 2001:91; Widarjono, 2009:147). Untuk menerapkan uji B-G, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu Gujarati (1995): a.
melakukan regresi atau estimasi dengan menggunakan model empiris yang sedang diestimasi, kemudian didapatkan nilai residual;
b.
melakukan uji hipotesis nol (Ho) :
=
=.....=
=0
Jika (n-p)* R = X -hitung melebihi nilai X -hitung, maka hipotesis nol ditolak, dan sebaliknya bila
X -hitung lebih kecil dibandingkan nilai X -
hitung maka hipotesis nol tidak dapat ditolak. 3.4.4. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi penting model regresi model linier klasik adalah tiap unsur ketidaksamaan varian dari faktor pengganggu (disturbance error), tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan adalah suatu angka konstan yang sama dengan
. Ini merupakan asumsi homoskedastisitas
atau varians yang sama Gujarati (2003). Heteroskedastisitas muncul apabila residual dari model yang diamati tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi yang lainnya. Artinya, setiap observasi mempunyai reliabilitas yang berbeda akibat perubahan dalam kondisi yang melatar belakangi tidak terangkum dalam spesifikasi model. heteroskedasitias digunakan untuk melihat apakah
38
kesalahan pengganggu mempunyai varians yang sama atau tidak. Hal tersebut dilambangkan sebagai berikut : E(
)=
..................................................................................................... (3.15)
Dimana : .
= varians
I = 1,2,3....N
Jika terjadi heteroskedastisitas maka walaupun penaksir tersebut tetap tidak bias dan konsisten baik dalam sampel besar maupun kecil. Dalam penelitian ini, untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan heteroskedastik pada model, peneliti menggunakan uji Park (Park test) menurut Gujarati (1995) langkahlangkah yang harus dilakukan : a.
Park menggunaan metode bahwa
merupakan fungsi dari variabel-variabel
bebas yang dinyatakan sebagai berikut : b.
= X
persamaan ini dijadikan linear dalam bentuk persamaan logaritma sehingga menjadi : Ln
c.
karena
=
+V
+
umumnya tidak diketahui, maka ini dapat ditaksir dengan
menggunakan
sebagai proksi sehingga : Ln
=
+
+V
Hasil: jika variabel bebas signifikan mempengaruhi variabel terikat, berarti ada heteroskedastisitas. 3.4.5. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk megetahui apakah faktor pengganggu telah berdistribusi normal atau tidak (Patnaik dan Vasudevan, 1998; Insukindro, 2001:99; Warjono, 2009:49). Salah satu uji normalitas yang dapat digunakan adalah uji Jarque-Bera (JB). Metode Jarque-Bera didasarkan pada sampel besar yang diasumsikan bersifat asymptotic. Uji statistik J-B ini menggunakan perhitngan skewness dan kurtosis. Adapun formula dari J-B adalah : JB = n Dimana
+
(
)
.............................................................................. (3.16)
S = koefisien skewness,
39
K = koefisien kurtosis Jika variabel didistribusikan secara normal maka nilai koefisien S=0 dan k=3. Oleh sebab itu jika koefisien didistribusikan secara normal maka diharapkan nilai statistik J-B =0. Nilai statistik J-B ini didasarkan pada distribusi Chi Square dengan degree of freedom (df) 2. Jika nilai probabilita dari statistik J-B besar dan nilai statistik dari J-B ini tidak signifikan maka hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal diterima, karena nilai statistik J-B mendekati nol. akan tetapi sebaliknya, jika nilai probabilitas dari statistik J-B kecil atau signifikan maka hipotesis residual berdistribusi normal ditolak, karena nilai statistik J-B tidak sama dengan nol. 3.5. Error Correction Model (ECM) ECM memiliki beberapa manfaat dalam sebuah penelitian, namun manfaat yang paling utama dari aplikasi ECM adalah memecahkan masalah non-stationary time series dan spurious regression Thomas (1997). Pendekatan error correction model (ECM) digunakan pada data time series dengan tujuan untuk dapat mengetahui pergerakan dinamis jangka pendek dan jangka panjang dan mengidentifikasi adanya hubungan jangka panjang antar variabel penjelas dan variabel terikat digunakan pendekatan kointegrasi. Disamping itu, model ECM digunakan karena memiliki kemampuan meliput lebih banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi dan mengkaji konsistensi model empirik dengan teori ekonomi Thomas (1997) dan Gujarati (1995). Signifikasi error correction terms (ECT) merupakan indikator bahwa variabel-variabel yang diamati berkointegrasi atau model yang digunakan sahih (valid) (Hossain et al.; 1998): -
Jika nilai koefisien ECT < (∝ = 5%), maka variabel-variabel yang diamati terjadi kointegrasi dalam jangka pendek;
-
Jika nilai koefisien ECT > (∝ = 5%), maka variabel-variabel yang diamati tidak terjadi kointegrasi dalam jangka pendek Gujarati (2003).
3.5.1 Uji Stasioneritas Uji stasioneritas perlu dilakukan untuk melihat bahwa data time series yang digunakan dalam keadaan stasioner. Paparan Kennedy (dalam Wardhono,
40
2004 : 62-63) menjelaskan bahwa salah satu prasyarat dalam mengestimasi model ekonomi pada data time series adalah dengan menguji kestasioneritasan data (stasionery stochastic process) pengertian stasioneritas disini adalah jika data time series memiliki rata-rata atau memiliki kecenderungan bergerak menuju rata-rata. Apabila data dalam keadaan tidak stasioner maka persamaan yang dihasilkan bersifat regresi lancung (spurious regression) Insukindro (1991). Tujuan uji ini adalah untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model autoregressive yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak, pada dasarnya uji stasioneritas dapat dilakukan dengan menggunakan dua uji, yakni : (i) Analisis grafik, (ii) Uji Korelogram dan Autocorrelation Function. Sedangkan dalam menggetahui suatu proses stochastic Gujarati (1995) dan Widarjono (2009:317) memiliki sifat stasioner adalah apabila nilai rata-rata dan variannya memiliki nilai konstan dan nilai kovarian antara dua periode tersebut dan bukan pada covariance yang dihitung pada periode tersebut. a. Uji Akar-akar Unit (Unit root test) Dickey-Fuller Salah satu konsep penting dalam teori ekonometrika adalah dengan adanya asumsi stasioneritas. Untuk menguji perilaku data pada penelitian dapat memakai uji Dickey-Fuller a. b.
Rumus Dickey-Fuller test (Gujarati, 2003) adalah sebagai berikut: DX = a + a BX + ∑ d B DX ..................................................... (3.10)
Rumus Augmented Dickey Fuller test (Gujarati, 2003) adalah sebagai berikut: DX = c + c T + c BX + ∑ d B DX .......................................... (3.11)
Dari persamaan 3.10 dan 3.11 kemudian dihitung nilai statistik DF (Dickey-Fuller) dan ADF (Augmented Dickey-Fuller). Nilai DF (ADF) untuk uji hipotesa
dan
= 0, yang ditunjukkan oleh nisbah t pada koefisien regresi BX
pada persamaan diatas. Kaedah keputusan dari kedua uji tersebut adalah bila nilai mutla dari AD (ADF)
< dari AD ADF
Sebaliknya bila nilai mutlak AD (ADF) tersebut stasioner.
, berarti data tidak stasioner. > dari AD ADF
, maka data
41
3.5.2. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi adalah uji yang digunakan untuk mengetahui ada tidaknya keseimbangan dalam jangka panjang antar variabel dalam model. Dengan kata lain, apabila variabel dalam model tersebut terkointegrasi, maka terdapat hubungan dalam jangka panjang (Gujarati, 2006 dan Wardhono, 2004). Cara pengujiannya adalah dengan menguji residualnya berintegrasi atau tidak. Apabila residualnya berintegrasi, berarti data tersebut sudah memenuhi prasyarat dalam pembentukan dan estimasi model dinamis. Terdapat berbagai cara untuk melakukan uji kointegrasi, yaitu uji kointegrasi Eangle-Granger test (EG), Augmented Eangle-Granger (AEG) test, uji Cointegrating Regression Durbin Watson (CDRW) serta uji Johansen. RDF =
+
KURS +
INF +
BIRate +
dalam hal ini dianggap bahwa Y, X , X , X , X
M2 + Ɛ ................... (3.12)
mempunyai derajat yang sama
misalnya 1. Kemudian regresi berikut ditaksir dengan OLS: =
................................................................................................... (3.13)
=
+∑
........................................................................ (3.14)
B
Penggunaan uji kointegrasi ini sangatlah perlu untuk meningkatkan akurasi estimasi dari suatu data. Dalam pandangan
Widarjono (2009) nilai
statistik Cointegrating Regression Durbin Watson (CRDW) ditunjukkan oleh nilai statistik Durbin Watson. 3.6 Besaran dan Simpangan Baku Koefisien Regresi Jangka Panjang Penekanan dalam analisis model linear dinamis lebih bersifat pada kajian jangka pendek, dari model linear dinamis tersebut dapat diperoleh besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang. Besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang dapat digunakan untuk mengamati hubungan jangka panjang antar vektor variabel ekonomi seperti yang dikehendaki teori ekonomi ( Gujarati, 2004). Dalam mengamati simpangan baku koefisien jangka panjang, penerapan ECM dapat diturunkan persamaan sebagai berikut: =
+
+
+
(
−
)....................................(3.8)
42
Dimana: DYt = (1 – B) Yt = Yt – Y(t-1) DXt = (1 – B)Xt Hubungan jangka panjang antara variabel Yt dan Xt yang diperoleh dari persamaan diatas dapat ditulis sebagai berikut: Dimana: =
=
(
=
.......................................................................................(3.9)
+ )
+
Selanjutnya dengan cara tersebut diatas, simpangan baku koefisien regresi jangka panjang untuk
dan
dapat dihitung persamaan sebagai berikut:
( )=
( ,
)
( )=
( ,
)
= [ = [
/
/
.
/
] = [1 /
−
.
/
] = [1 /
−
/ ] / ]
Dimana Var (f0) dan Var (f1) masing-masing penaksir varians f0 dan f2. Sedangkan V(e3,e0) dan V(e3,e2) adalah matriks varians-kovarians parameter yang sedang diamati. Kemudian untuk menentukan tingkat signifikansi dari masing-masing hasil estimasi maka digunakan t-statistik yang diperoleh dengan membagi koefisien jangka panjang dengan standard error masing-masing koefisien. Rentetan uraian dan persamaan diatas memperlihatkan bahwa simpangan baku koefisien regresi jangka panjang model koreksi kesalahan dapat dihitung jika penaksir besaran regresi dan matriks varians-kovarians diperoleh dari model ECM (Insukindro, 2001).
43
3.7. Definisi Operasional Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel indikator makroekonomi sebagai berikut: a.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) IHSG merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengetahui kinerja pasar modal di indonesia. Semakin tinggi IHSG, dapat diartikan bahwa kinerja pasar modal semakin membaik. Sebaliknya semakin rendahnya IHSG, berarti kinerja pasar modal semakin menurun. Pengukuran yang digunakan adalah dalam satuan poin.
b.
Kurs (Nilai Tukar) Nilai tukar adalah nilai dari satu unit mata uang domestik jika ditukarkan dengan sejumlah mata uang negara lain. Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang USD pada market rate, dengan alasan dominannya penggunaan USD dalam transaksi internasional. Yang dihitung berdasarkan kurs tengah antara kurs jual dan kurs beli yang diatur oleh bank Indonesia. Satuan yang digunakan Rp/US$.
c.
Tingkat suku bunga Bank Indonesia Suku bunga Bank Indonesia adalah tingkat suku bunga yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Suku bunga bank Indonesia yang digunakan adalah suku bunga Bank Indonesia bulanan. Pengukuran yang digunakan adalah satuan persen.
d.
Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) adalah penjumlahan dari M1 (uang kartal dan logam ditambah simpanan dalam bentuk rekening Koran atau demand deposit) yang memasukkan deposito-deposito berjangka dan tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik sebagai bagian dari penyedia uang atau uang kuasi (quasi money). Pengukuran yang digunakan dalam bentuk triliun rupiah.
44
BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi objek penelitian Bursa Efek merupakan lembaga yang menyelenggarakan kegiatan sekuritas di Indonesia. Dahulu terdapat dua bursa efek di Indonesia, yaitu Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Bursa Efek Jakarta didirikan oleh pemodal Belanda pada tanggal 14 Desember 1912 dengan nama Vereneging Voor de Effectenhandel dengan tujuan untuk menghimpun dana guna menunjang ekspansi usaha perkebunan milik orang-orang Belanda di Indonesia. Perkembangan pasar modal di Indonesia pada waktu itu cukup menggembirakan sehingga pemerintah Kolonial Belanda terdorong untuk membuka bursa efek di kota lain, yaitu di Surabaya pada tanggal 11 Januari 1925 dan di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Namun karena gejolak politik yang terjadi di negara-negara Eropa yang mempengaruhi perdagangan efek di Indonesia, bursa efek di Surabaya dan Semarang ditutup, dan perdagangan efek dipusatkan di Jakarta. Karena Perang Dunia II pada akhirnya Bursa Efek Jakarta ditutup pada tanggal 10 Mei 1940. Dengan penutupan ketiga bursa efek tersebut maka kegiatan perdagangan efek di Indonesia terhenti dan baru diaktifkan kembali pada tanggal 10 Agustus 1977. Sejak diaktifkannya kembal pasar modal pada tahun 1977, pemerintah melakukan serangkaian kebijakan dan deregulasi yang mendorong perkembangan pasar modal. Perkembangan pasar modal di Indonesia semakin pesat sejak diterapkannya Paket Desember 1987 (Pakdes '87) dan Paket Oktober 1988 (Pakto '88), yang tercermin dengan peningkatan gairah pelaku bisnis di pasar modal Indonesia. Secara umum isi Pakdes '87 dan Pakto '88 adalah : 1) dikenakannya pajak sebesar 15% atas bunga deposito dan 2) diijinkannya pemodal asing untuk membeli saham-saham yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Bursa Efek Indonesia merupakan penggabungan antara bursa efek Jakarta dengan bursa Efek Surabaya pada tanggal 1 Desember 2007. Penggabungan tersebut diikuti dengan kehadiran entitas baru yang mencerminkan kepentingan pasar modal secara nasional yaitu Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange). Bursa Efek Indonesia
memfasilitasi perdagangan saham (equity),
45
surat
utang
(fixed
income),
maupun
perdagangan
derivatif
(derivative
instruments). Hadirnya bursa tunggal ini diharapkan akan meningkatkan efisiensi industri pasar modal di Indonesia dan menambah daya tarik untuk berinvestasi. 4.2. Deskripsi Variabel Penelitian 4.2.1. Perkembangan IHSG IHSG adalah indeks rata-rata saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) berdasarkan bulan, yaitu IHSG data mulai januari 2001 sampai dengan desember 2001. Berikut data perkembangan IHSG:
2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 2010 2011 2011
4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 IHSG
Gambar 4.1 Perkembangan IHSG Januari 2001 – Desember 2011 Berdasarkan gambar 4.1 diketahui perkembangan IHSG yang terjadi dari januari 2001 sampai dengan Desember 2011, pada periode tersebut IHSG pada awal tahun 2001 sampai akhir tahun 2008 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kemudian setelah krisis Subprime Morgage terjadi menyebabkan indeks Hang Seng mengalami penurunan signifikan. Peningkatan IHSG pada tahun 2004 disebabkan kondisi ekonomi Amerika dan dunia yang membaik sedangkan penurunan IHSG terjadi karena kondisi krisis global yang menyebabkan krisis kepercayaan finansial di Amerika dan di dunia. Efek turunnya pasar keuangan dunia menyebabkan IHSG terus tertekan hingga level yang paling terendah mencapai dibawah 1200 yang sebelumnya pada level tertinggi yaitu pada awal tahun 2008 hingga tahun 2011 IHSG terus meningkat.
46
4.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Nilai tukar merupakan satuan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS yang berarti nilai yang mencerminkan harga mata uang Dollar AS dalam satuan Rupiah, data mulai Januari 2001 sampai dengan Desember 2011. Berikut penjelasan perkembangan nilai tukar: 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 2010 2011 2011
0 KURS
Gambar 4.3 Perkembangan KURS Januari 2001 – Desember 2011 Berdasarkan gambar 4.3 diatas diketahui bahwa perkembangan kurs dari Januari 2001 sampai dengan Desember 2011, nilai kurs yang paling tinggi terjadi pada bulan November tahun 2008 sebesar Rp 12.151 per dollar sedangkan nilai kurs yang paling rendah terjadi pada Mei 2006 yaitu Rp 8.220 per dollar. Peningkatan kurs terjadi karena adanya kapital inflow yang masuk ke Indonesia dan sebaliknya dan menguatnya kondisi makro ekonomi Indonesia dan pasca pemilu yang aman dan damai sehingga direspon oleh kalangan ekonomi dengan positif. Kuatnya fundamental ekonomi Indonesia mendorong masyarakat untuk memegang rupiah yang paling tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan awal 2009. Depresiasi tersebut terjadi akibat krisis keuangan global yang melanda Amerika Serikat dan dunia sehingga menurunkan berbagai indikator ekonomi Indonesia seperti pasar saham dan turunnya ekspor dan impor Indonesia. Banyak investor
47
yang menarik uangnya dari sektor keuangan ke sektor riil sehingga dapat menurunkan kurs rupiah sebagai salah satu sumber pasar keuangan. 4.2.3 Perkembangan Suku Bunga Suku Bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku Bunga dalam penelitian ini diukur dalam persen data mulai bulan Januari 2001 sampai dengan Desember 2011. Sektor perbankan telah mengidap berbagai kelemahan tercermin pada besarnya jumlah kredit macet pada sejumlah bank dengan terjadinya krisis yang telah mengakibatkan pemerintah mengambil kebijakan ketat. Berikut perkembangan Suku Bunga tahun 2001 – 2011: 0,2 0,15 0,1 0,05
2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 2010 2011 2011
0 SBI
Gambar 4.4 Perkembangan SBI Januari 2001 – Desember 2011 Berdasarkan gambar 4.4 diatas diketahui bahwa nilai Suku Bunga pada tahun 2004 merupakan titik terendah berada pada kisaran 7,5% sedangkan pada akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006 Suku Bunga mencapai level tertinggi mencapai diatas 12%, kemudian menurun kembali pada akhir tahun 2007 dan kembali meningkat di awal tahun 2008. Peningkatan Suku Bunga disebabkan pemerintah mengendalikan jumlah uang beredar dan inflasi yang terjadi. Dalam kondisi reses jumlah inflasi yang tinggi mendorong permintaan masyarakat akan uang semakin banyak, untuk itu perlu dilakukan peningkatan terhadap Suku Bunga sehingga jumlah uang beredar akan semakin menurun. Naiknya SukuBunga pada pertengahan tahun 2005 sampai awal tahun 2006 hingga diatas 12% disebabkan kondisi ekonomi yang terjadi inflasi. Penurunan SukuBunga
48
dimaksudkan untuk menumbuhkan sektor riil melalui pinjaman investasi dengan bunga yang rendah hal tersebut terjadi sepanjang tahun 2004 yang hanya dibawah 8%. Penurunan terhadap Suku Bunga mengakibatkan pulihnya kondisi makro ekonomi sehingga untuk mendukung pergerakan investasi diperlukan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah sehingga sektor riil dapat berjalan dengan baik. 4.2.4. Perkembangan M2 Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral. Jumlah uang beredar. Berikut perkembangan M2 tahun 2001 – 2011: 350000 300000 250000 200000 150000 100000 50000 2001 2001 2002 2002 2003 2003 2004 2004 2005 2005 2006 2006 2007 2007 2008 2008 2009 2009 2010 2010 2011 2011
0 M2
Gambar 4.5 Perkembangan M2 Januari 2001 – Desember 2011 Berdasarkan Tabel 4.5 dapat terlihat bahwa jumlah uang beredar dari tahun 2001 hingga tahun 2011terus meningkat. Jumlah uang beredar terendah terjadi diawal tahun 2001 yaitu 73.873 sedangkan jumlah uang beredar tertinggi terjadi diakhir tahun 201 yaitu 287.722. Perkembangan jumlah uang beredar yang terud meningkat dari tahun 2001 hingga 2011 mencerminkan atau seiring dengan perkembangan ekonomi Indonesia. Berkembanganya perekonomian Indonesia juga mengakibatkan jumlah uang beredar juga bertambah.
49
4.3. Hasil Analisis Data 4.3.1. Analisis Statistik Deskriptif Pembahasan dalam penelitian ini dimulai dengan penjabaran statistik deskriptif dari hasil estimasi. Penyajian statistik deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang lebih umum mengenai karakteristik data penelitian yang digunakan. Data yang digunakan adalah data bulanan (time series) dari tahun 2001-2011 dengan jumlah observasi berjumlah 132. Berikut disajikan tabel 4.1 sebagai gambaran umum data. Tabel 4.1 Statistik deskriptif masing-masing variabel IHSG
C
Mean 7.130052 1.000000 Maximum 8.326226 1.000000 Minimum 5.881203 1.000000 Std. Dev. 0.763003 0.000000 Observ 132 132 Sumber: lampiran B, diolah.
KURS
M2
BIRate
9.141670 9.405167 9.014325 0.077959 132
11.79560 12.56975 11.21010 0.395787 132
0.097682 0.176700 0.060000 0.033897 132
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa IHSG di Indonesia mempunyai nilai rata-rata Rp 7.130 dengan nilai terendah Rp 5.881 dan nilai tertinggi Rp 8.326, standart deviasi IHSG di Indonesia mempunyai nilai 0.763, hal ini menunjukkan fluktuasi IHSG cukup rendah di Indonesia. Variabel nilai tukar (KURS) mempunyai nilai rata-rata Rp 9.141 dengan nilai terendah Rp 9.014 dan nilai tertinggi Rp 9.405 sedangkan standart deviasinya mempunyai nilai 0.07795, sedangkan Jumlah uang beredar (M2) mempunyai nilai rata-rata Rp 11.795 triliun dengan nilai terendah Rp 11.210 triliun dan nilai tertinggi Rp 12.569 triliun sedangkan standar deviasinya mempunyai nilai 0.3957. sedangkan untuk suku bunga memiliki nilai rata-rata 0,9% dengan nilai terendah 0,6% dan nilai tertinggi 1,7% dengan standart deviasi sebesar 0.00338. Kemuadian setelah menjabarkan statistik deskriptif dari variabel yang diuji, kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji stasioneritas data dan uji kointegrasi.
50
4.3.2. Uji Statistik Penting Pada sub-bab 4.2 akan dijelaskan hasil analisis kuantitatif untuk menjawab pertanyaan empiris mengenai keterkaitan hubungan dinamis antara variabel IHSG dan kurs, jumlah uang beredar, suku bunga, serta inflasi baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang dengan menggunakan pendekatan Error Correction Model (ECM). Ada beberapa uji penting yang harus dilakukan dalam pendekatan ECM, antara lain : uji stationeritas data, uji derajat integrasi, dan uji kointegrasi. 4.3.3 Uji Stasioneritas Data Stasioneritas data dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan unit root test. Tujuan dari ujian stasioneritas adalah untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model autoregressive yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah data time series yang merupakan hasil dari peoses stochastic, sehingga memiliki kemungkinan tidak stasionernya data yang kemudian akan menghasilkan pola hubungan regresi yang lancung/palsu (spurious regression) (Wardhono, 2004; Widarjono, 2005; Gujarati, 2006). Regresi palsu adalah regresi yang menggambarkan signifikansi hubungan dua variabel atau lebih secara statistik. Namun pada kenyataannya, hubungan tersebut tidak se-signifikan yang dihasilkan estimasi regresi atau justru tidak signifikan sama sekali dan akan menyebabkan uji statistik yang baku (t-stats, Fstats, DW, dan R ) tidak akan mengacu pada distribusi yang baku jika beberapa
variabel dalam model mempunyai akar unit atau non-stasioner. Ilusi signifikansi ini membawa konsekuensi terjadinya misleading dalam penelitian terhadap suatu fenomena ekonomi yang sedang terjadi (Widarjono, 2007; Gujarati, 2006). Cara menghindari regresi palsu adalah dengan melakukan uji unit root pada tingkat first difference jika data belum stasioner pada tingkat level. Namun jika data masih belum stasioner pada tingkat first difference maka dilanjutkan dengan diuji kembali dengan menggunakan tingkat second difference. Pengujian unit root dilakukan dengan menggunakan metode Augmented Dickey-Fuller (ADF), yaitu dengan membandingkan nilai ADF statistik dengan McKinnon
51
critical value pada 1%, 5%, 10%. Berdasarkan hasil uji tersebut, jika nilai statistik ADF untuk masing-masing data lebih besar dari nilai kritis McKinnon, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut stasioner (Nelmida, Tanpa Tahun; Wardhono, 2004; Gujarati, 2006; Winarno, 2009). tabel 4.2 berikut menunjukkan hasil uji akar-akar unit pada tingkat level. Tabel 4.2 Hasil Uji Akar-Akar Unit pada tingkat level Uji Stasioneritas (Unit root test tingkat level) Variabel ADF statistik Nilai Kritis ADF Keterangan 1% 5% 10% IHSG -0.657959 -2.883753 -2.578694 tidak signifikan 3.481217 Signifikan KURS -2.911000** -2.883579 -2.578601 3.480818 M2 1.603697 -2.883579 -2.578601 tidak signifikan 3.480818 BIRATE -1.602326 -2.883753 -2.578694 tidak signifikan 3.481217 *) signifikan pada α=1% , **) signifikan pada α=5%, ***) signifikan pada α=10% Sumber: Lampiran 2, diolah Dari hasil uji tingkat level pada tabel 4.2 tersebut dapat diketahui bahwa 2 variabel telah stationer dan 3 variabel bersifat non stasioner yang ditunjukkan oleh nilai ADF statistik yang lebih besar daripada nilai kritis ADF (1% = -3.481217, 5% = - 2.883753, 10% = -2.578694), dikarenakan hasil uji stasioneritas pada tingkat level belum menunjukkan hasil yang signifikan maka dilanjutkan dengan uji ADF pada tingkat first difference. Ketidakseragaman stasioneritas antar variabel dapat diketahui melalui tabel 4.6 karena data belum memenuhi asumsi stasioneritas pada tingkat level atau derajat nol atau I(0), maka data kembali diuji dengan menggunakan tingkat derajat integrasi pertama atau first difference (I(I)). Pada uji ini, data dideferensiasikan pada derajat tertentu, sampai semua data menjadi stasioner pada derajat yang sama (Masyitoh, 2006). Hasil uji derajat integrasi pada diferensi pertama dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut:
52
Tabel 4.3 Hasil Uji Akar-Akar Unit pada first difference Uji Stasioneritas (Unit root test tingkat level) ADF Nilai Kritis ADF Keterangan statistik 1% 5% 10% IHSG -8.890805* -3.481217 -2.883753 -2.578694 Signifikan KURS -10.30670* -3.481217 -2.883753 -2.578694 Signifikan M2 -12.15069* -3.481217 -2.883753 -2.578694 Signifikan BIRATE -4.927336* -3.481217 -2.883753 -2.578694 Signifikan *) signifikan pada α=1% , **) signifikan pada α=5%, ***) signifikan pada α=10% Variabel
Sumber: Lampiran 2, diolah Berdasarkan uji akar-akar unit pada tabel 4.3 dengan menggunakan ADF statistik dapat dilihat pada tingkat first difference bahwa hampir semua variabel bersifat stasioner pada derajat kepercayaan 1%, 5% dan 10%. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini telah stasioner pada derajat integrasi yang sama. Implikasi yang penting dari uji stasioneritas adalah uji kointegrasi dapat dilakukan untuk melihat hubungan jangka panjang antar variabel. 4.3.4. Uji Kointegrasi Berdasarkan uji akar-akar unit yang telah diestimasi sebelumnya, dapat diketahui bahwa semua data tidak stasioneri pada level, namun dalam uji stasioneritas pada first difference semua data telah stasioner. Setelah diketahui bahwa data telah stasioner pada first difference, maka tahap selanjutnya adalah melihat ada tidaknya hubungan jangka panjang dari model analisis yang dapat diketahui melalui uji kointegritas. Uji kointegrasi hanya dapat dilakukan apabila variabel-variabel yang diestiamsi mempunyai derajat integrasi, maka regresi pada tingkat level tidak akan menghasilkan regresi lancung. Selain itu uji kointegrasi digunakan untuk melihat apakah residual stasioner atau tidak. Hasil estimasi regresi kointegrasi dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini:
53
Tabel 4.4 Estimasi Stasioneritas Residual Model Nilai Kritis ADF Variabel ADF Probabilitas 1% 5% 10% ET -3.481217 -2.883753 -2.578694 -10.46381 0,0000 Sumber: Lampiran 3, data diolah Diketahui bahwa nilai ADF lebih tinggi daripada nilai kritis Mackinnon dan didukung dengan signifikannya probabilitas ADF disemua derajat keyakinan yang ditunjukkan pada Tabel 4.4. Hal ini menunjukkan adanya kointegrasi diantara variabel-variabel dalam pengamatan dan dinyatakan pula ET(residual) stasioner. Dengan demikian variabel ET dapat digunakan dalam model jangka pendek ECM. Hasil tersebut secara keseluruhan juga dapat dikatakan bahwa terdapat adanya hubungan jangka panjang antar variabel dalam pengamatan. 4.3.5. Hasil Model Dinamis Error Correction Model (ECM) jangka pendek Metode estimasi ECM (Error Correction Model) merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara variabel dependent dan variabel independent. Dalam membaca hasil estimasi dari metode ECM akan dibandingkan nilai t-statistik dengan t-tabel dan akan dihubungkan dengan nilai koefisien masing-masing variabel independent terhadap variabel dependent. Dengan membaca hasil estimasi tersebut akan diketahui seberapa besar hubungan dan tingkat signifikasi masing-masing variabel independent dalam mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, hasil estimasi akan dibaca dengan melihat adjustment R-square, probabilitas F-statistik, dan nilai ET (error correction term). Hasil estimasi ECM dalam jangka pendek akan disajikan dalam tabel 4.5. Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG adalah variabel Nilai tukar, dan suku bunga bank Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai t-statistik variabel ukuran nilai tukar dan suku bunga bank Indonesia yang lebih besar daripada nilai t-tabel pada derajat keyakinan 5% (1.725), yaitu masing-masing sebesar |-5.876496| dan |3.470774|.
Signifikannya
variabel-variabel
tersebut
juga
didukung
oleh
signifikannya nilai probabilitas t-statistik yang nilainya lebih kecil dari derajat keyakinan yang digunakan. Sedangkan untuk variabel lainnya dalam model tidak
54
mempengaruhi variabel IHSG secara signifikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai t-statistik variabel yang lebih kecil daripada nilai t-tabelnya dan nilai probabilitas t-statistik yang lebih besar daripada derajat keyakinan yang digunakan. Tabel 4.5. Hasil Estimasi Jangka Pendek Variabel
Koefisien
C DKURS DM2 DBIRATE KURS(-1) M2(-1) BIRATE(-1) ET Adjusted R-
-1.148628 -0.881504 0.335284 -5.923451 0.194092 -0.046228 -0.731275 0.059841
t-statistik -1.667875** -5.876496* 0.937143 -3.470774* 2.483097* -2.304949** -3.031127* 2.491826*
Prob. 0.0979 0.0000 0.3505 0.0007 0.0144 0.0228 0.0030 0.0140 0.332277
squared Prob. F-statistik
0.000000
T-tabel: α* : 1% = 2.35631 ; α**: 5 % = 1.65704 ; α*** : 10% = 1.28831 Sumber: Lampiran 4 Koefisien ukuran nilai tukar yang bernilai negatif sebesar 0,88 menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan IHSG sebesar 1%, maka variabilitas nilai tukar akan mengalami penurunan sebesar 0,88%. Sedangkan jumlah uang beredar memiliki koefisien yang bernilai positif sebesar 0,33 yang menunjukkan apabila IHSG mengalami kenaikan sebesar 1%, maka variabilitas jumlah uang beredar juga akan mengalami kenaikan sebesar 0.33%, kemudian jika terjadi kenaikan IHSG sebesar 1% maka suku bunga bank Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 5,92%. Selain itu, secara umum variabel independen signifikan mempengaruhi variabel IHSG yang ditunjukkan oleh nilai probabilitas F-statistik yang lebih kecil daripada derajat keyakinannya α 5% (0.000000 < 0.5). Dapat pula disimpulkan model ini dapat dikatakan benar atau valid karena nilai koefisien ET yang positif dan tidak lebih dari satu.
55
4.3.6 Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) Jangka Panjang Pembentukan model dinamis memungkinkan untuk memperoleh besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang. Jangka panjang merupakan suatu periode waktu yang memungkinkan adanya penyesuaian penuh terhadap adanya perubahan yang terjadi. Besaran dan simpangan baku koefisien regresi jangka panjang dapat dihitung dari hasil estimasi model persamaan jangka pendeknya. Hasil estimasi ECM dalam jangka panjang akan disajikan dalam tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil estimasi model koreksi kesalahan jangka panjang Variabel Koefisien t-statistik C -19,1947 -11,51009533* KURS 2,243462 1,417900961*** M2 -1,77251 -9,355121631* BIRate -13,2203 -30,68717506* Sumber: Lampiran 6,diolah T-tabel: α* : 1% = 2.35631 ; α**: 5 % = 1.65704 ; α*** : 10% = 1.28831 Interpretasi dari hasil estimasi jangka panjang ECM adalah sebagai berikut: a.
pengaruh variabel KURS terhadap IHSG melalui uji t-statistik menunjukkan nilai yang signifikan secara statistik dan bersifat positif dengan koefisien sebesar 1,417900961 dan nilai t-statistik signifikan pada α = 10%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang variabel KURS mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian di Indonesia.
b.
pengaruh variabel M2 terhadap IHSG signifikan secara statistik dan bersifat negatif dengan koefisien sebesar 9,355121631 dan t-statistik -1,77215 dan signifikan pada α = 5%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang jumlah uang beredar mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG di Indonesia.
c.
pengaruh variabel BIRate terhadap IHSG signifikan secara statistik dan bersifat negatif dengan koefisien sebesar 30,6871 dan t-statistik -13,2203 dan signifikan pada α = 5%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang BIRate mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap IHSG di Indonesia.
56
4.3.7. Hasil Uji Asumsi Klasik Langkah selanjutnya untuk hasil estimasi model yang didapatkan dalam penelitian ini adalah uji diagnosis asumsi klasik untuk mengetahui terjadi atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik. Uji ini dilakukan untuk mendapatkan hasil estimasi regresi model terbaik yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Sifat linear dibutuhkan untuk mempermudah perhitungan dalam estimasi. Sedangkan sifat unbiased dikombinasikan dengan sifat best yang berarti bahwa model memiliki varian minimum. Hal ini berarti bahwa dalam seluruh kelas, semua penaksir model akan unbiased linear dan penaksir Ordinary Least Square (OLS) adalah yang terbaik, maksudnya adalah penaksir tersebut mempunyai varian yang minimun atau dapat dikatakan bahwa penaksir OLS efisien yang juga merupakan postulasi dari teorima Gauss-Markov (Insukindro et al., 2001; Wardhono, 2004). Setelah diperoleh model ekonometrika yang akan digunakan sebagai langkah estimasi, maka sebelumnya model tersebut akan diuji terlebih dahulu untuk mengetahui apakah model yang akan dipakai terdapat pelanggaran asumsi klasik atau tidak. Hasil uji asumsi klasik tersebut dapat disajikan pada Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.7 Hasil Diagnosis Asumsi Klasik Estimasi ECM Uji Diagnosis Linearitas Multikolinearitas Autokorelasi Heteroskedastisitas Normalitas
Tes
Output Probabilitas Hitung 8.677064 0.0039
Ramsey Reset Test Uji Korelasi Nilai koefisien Parsial korelasi < 0.80 Breusch 0.284641 0.8673 Godfrey Test Breusch8.914314 0.2589 Pagan-Godfrey Jarque-Berra 9,697290 0.007839
Sumber: Lampiran 5, Data diolah.
Kesimpulan Data tidak linear Tidak terdapat Multikolinearitas Tidak ada autokorelasi Tidak ada heteroskedastisitas Tidak terdistribusi normal
Pada Tabel 4.6, diketahui model ECM belum menunjukkan nilai yang signifikan. Meskipun pada uji autokorelasi telah menunjukkan nilai yang signifikan yaitu nilai probabilitas x2 hitung yang lebih besar dari α = 5% yaitu
57
0.8673 > α = 5%. Untuk uji heterokedastisitas model ECM nilai probabilitas x2 lebih besar dari nilai probabilitas α = 1% yaitu 25,89 > α = 5%. Pada Tabel 4.6 menunjukkan bahwa model mempunyai data yang tidak linier dan tidak berdistribusi normal, hal ini ditunjukkan dengan nilai F statistik yang lebih besar dibandingkan dengan nilai F tabel (8.677064 > 2,01), dan nilai uji normalitas yaitu JB yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai X2 tabel (9,697290 < 11,07050 ). Dalam penggunaan spesifikasi model penelitian untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel gangguan tertentu dengan variabel gangguan pada periode lain, maka salah satu syarat mengharuskan model tersebut bebas dari asumsi klasik atau model yang mengandung unsur asumsi klasik paling sedikit agar diperoleh model yang BLUE. Karena itu dilakukan uji diagnosis asumsi klasik yang meliputi lima uji. Pertama, adalah uji linearitas dengan menggunakan Ramsey Reset Test (Gujarati, 2004; Widarjono, 2005; Gujarati, 2006). Dalam uji linearitas yang ditunjukkan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa nilai F-hitung sebesar 8.677064 > F-tabel 2,01 yang menunjukan bahwa spesifikasi model yang digunakan tidak dalam bentuk linier (Insukindro, 2001:101). Kedua, adalah uji Multikolinearitas, hasil uji multikolinearitas memperlihatkan tidak terdapat masalah dari asumsi klasik multikolinearitas yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi dalam matrik korelasi yang tidak lebih dari < 0.80 (Widarjono, 2007). Ketiga, uji autokorelasi, uji autokorelasi untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel gangguan tertentu dengan variabel gangguan pada periode lain. Hasil uji autokorelasi menunjukkan bahwa model bebas dari asumsi tersebut, dibuktikan dengan nilai X² hitung (86,73) lebih besar dari nilai probabilitas α (5%) maka Ho tidak ditolak yang berarti tidak terdapat autokorelasi dalam model. Keempat, Model ini juga bebas dari asumsi klasik heteroskedastisitas karena memiliki nilai X² hitung (25.89) yang lebih besar dari nilai probabilitas (5%). Tabel 4.6 memperlihatkan pula bahwa model yang digunakan mempunyai data yang tidak terdistribusi secara normal.
58
4.3.8. Pembahasan Berdasarkan pembahasan secara deskriptif dalam mengetahui pengaruh makroekonomi terhadap IHSG dalam kurun waktu 2001-2011 diketahui bahwa Dari hasil estimasi dengan menggunakan metode Error Correction Model (ECM) yang telah dilakukan dalam penelitian ini, dapat diketahui hubungan dinamis antara Makroekonomi dan IHSG, baik dalam jangka pendek maunpun dalam jangka panjang. Variabel Makroekonomi dalam peneitian ini terdiri dari kurs, jumlah uang beredar, dan BIRate. Hasil estimasi menunjukkan bahwa IHSG dipengaruhi oleh variabel Makroekonomi. Dari tabel 4.5 dapat dilihat, hasil estimasi jangka pendek dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: IHSG = -1,148628 - 0,881504Kurs + 0,335284M2 – 5,923451BIRate + 0,059841ET Interpretasi dari jangka pendek tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Koefisien nilai tukar terhadap IHSG adalah negatif dengan nilai koefisien 0,881504. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai tukar sebesar 1% (Ceteris paribus), maka akan menyebabkan penurunan IHSG sebesar 0,881504%.
2.
Koefisien jumlah uang beredar (M2) terhadap IHSG adalah positif dengan nilai koefisien 0,335284. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1% (Ceteris paribus), maka akan menyebabkan kenaikan IHSG sebesar 0,335284%.
3.
Koefisien BIRate terhadap IHSG adalah negatif dengan nilai koefisien 5.923451. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan BIRate sebesar 1% (Ceteris paribus), maka akan menyebabkan penurunan IHSG sebesar 5,923451%. Dalam jangka pendek, IHSG signifikan dipengaruhi oleh Nilai tukar dan
tingkat suku bunga namun nilai tukar dan tingkat suku bunga ini bernilai negatif. Sedangkan jumlah uang beredar memiliki koefisien positif namun tidak signifikan terhadap IHSG. Selain itu, Nilai ET dari model ini bernilai positif dan tidak lebih
59
dari satu yang menunjukkan terjadinya keseimbangan dalam jangka panjang antara makroekonomi dan variabel IHSG. Dalam jangka pendek dapat disimpulkan bahwa IHSG dipengaruhi oleh nilai tukar dan tingkat suku bunga BI. Hal ini menunjukkan masih ada faktor lain selain makroekonomi yang dapat mempengaruhi IHSG di bursa efek indonesia. Dari tabel 4.6 dapat dilihat, hasil estimasi jangka panjang dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: IHSG= -19,1947 + 2,243462Kurs – 1,77251M2 – 13,2203BIRate Interpretasi dari hasil estimasi jangka panjang model ECM dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Koefisien nilai tukar terhadap IHSG adalah positif dengan nilai koefisien 2,243462. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan nilai tukar sebesar 1% (Ceteris paribus), maka akan menyebabkan peningkatan saham IHSG sebesar 2,243462%.
2.
Koefisien jumlah uang beredar (M2) terhadap IHSG adalah negatif dengan nilai koefisien -1,77251. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1% (Ceteris paribus), maka akan menyebabkan penurunan saham IHSG sebesar 1,77251%.
3.
Koefisien BIRate terhadap IHSG adalah negatif dengan nilai koefisien 13,2203. Hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan BIRate sebesar 1% (Ceteris paribus), maka akan menyebabkan penurunan saham IHSG sebesar 13,2203%. Dalam jangka panjang IHSG signifikan dipengaruhi oleh nilai tukar, jumlah
uang beredar dan tingkat suku bunga. Dalam jangka panjang nilai tukar bernilai positif sedangkan jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga bernilai negatif. Dalam jangka panjang dapat disimpulkan bahwa semua variabel signifikan dan berpengaruh. Nilai Tukar Sebagai salah satu variabel ekonomi makro yang mempengaruhi saham IHSG, memiliki pengaruh yang signifikan dalam jangka pendek dengan koefisien negatif, dan dalam jangka panjang mempunyai koefisien positif dan
60
berpengaruh signifikan. Adanya pengaruh kurs terhadap IHSG menandakan bahwa menguatnya nilai kurs dapat berakibat pada menurunnya nilai IHSG. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Sunariyah (2006) dan Witjaksono (2010) namun demikian kondisi ini berlawanan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Thobarry (2009). Terjadinya depresiasi rupiah terhadap US$ menunjukkan bahwa prospek perekonomian Indonesia suram. Sebab depresiasi Rupiah dapat terjadi apabila faktor fundamental perekonomian Indonesia tidaklah kuat, sehingga US$ akan menguat dan akan menurunkan IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saat ini porsi impor bahan baku mencapai 92 % dari total impor sehingga mengakibatkan ketergantungan industri nasional terhadap pasokan dari asing (www.bisnis.com). Ketika mata uang Rupiah terdepresiasi, hal ini akan mengakibatkan naiknya biaya bahan baku tersebut. Kenaikan biaya produksi akan mengurangi tingkat keuntungan perusahaan. Hal ini akan mendorong investor untuk melakukan aksi jual terhadap saham-saham yang dimilikinya. Apabila banyak investor yang melakukan hal tersebut, tentu akan mendorong penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG). Hasil yang signifikan dalam jangka pendek dan jangka panjang ditunjukkan oleh variabel bebas suku bunga SBI namun bersifat negatif. Adanya pengaruh suku bunga riil terhadap IHSG menandakan bahwa menguatnya nilai suku bunga riil dapat berakibat pada menurunnya nilai IHSG. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Jogiyanto (2010) dan Witjaksono (2010). Terjadinya peningkatan suku bunga tabungan atau deposito berakibat negatif terhadap pasar modal. Hal ini dapat terjadi karena investor tidak lagi tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal, sebab total return yang diterima investor lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan dari bunga tabungan atau deposito apabila mereka memindahkan dananya dari pasar modal ke bank. Akibat lebih lanjut, harga-harga saham di pasar modal mengalami penurunan yang drastis dan berdampak pada penurunan IHSG. Kenaikan jumlah uang beredar (M2) sebesar 1 persen akan menyebabkan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 1,77 persen dalam
61
jangka panjang. Hal ini dikarenakan ketika bank sentral dalam hal ini Bank Indonesia meningkatkan jumlah uang beredar, tingkat harga akan meningkat dengan cepat dan perusahaan akan memperoleh profitabilitas yang tinggi sehingga menyebabkan harga saham di perusahaan tersebut akan meningkat namun dalam jangka panjang akan mengakibatkan penurunan profitabilitas perusahaan karena adanya sistem kelembagaan yang mempengaruhi jumlah uang beredar seperti yang dikemukakan Irving Fisher. Sistem kelembagaan ini mencakup faktor – faktor misalnya pada masyarakat agraris tradisional memerluan uang yang lebih kecil untuk setiap volume transaksi daripada masyarakat industri/perdagangan, kebiasaan memberikan kredit perdagangan oleh penyalur kepada pembeli juga bisa mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang, perbaikan dalam komunikasi (telepon, internet dll) dan jaringan perbankan yang sudah online sampai ke kecamatan memungkinkan dana bisa dikirim antar daerah secara cepat dan mengakibatkan kebutuhan uang menurun, dan dengan sendirinya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan mengalami penurunan.
62
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diulas sesuai dengan studi teoritis maupun empiris tentang pengaruh makroekonomi terhadap IHSG tahun 20012011, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Nilai tukar dan tingkat suku bunga berpengaruh signifikan dalam jangka pendek, sedangkan jumlah uang beredar memiliki koefisien positif namun tidak signifikan terhadap IHSG, hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hisar Sirait yang mengatakan bahwa secara empiris temuan ini semakin memperkuat teori menguatnya kurs mata uang suatu negara memberikan sinyal positif bagi perekonomian negara tersebut, sehingga secara praktis hasil penelitian ini mengimplikasikan bahwa pemerintah harus selalu mengambil langkah-langkah strategis untuk memperkuat tingkat kurs mata uangnya.
2.
Nilai tukar, jumlah uang beredar dan tingkat suka bunga dalam jangka panjang sesuai dengan dugaan teoritis yang menyatakan bahwa nilai tukar akan bepengaruh positif dan memiliki kesimbangan jangka panjang dengan IHSG, berbeda dengan variabel jumlah uang beredar, dimana variabel ini berpengaruh negatif dan memiliki hubungan jangka panjang dengan IHSG, begitu juga dengan tingkat suku bunga, berpengaruh negatif dan memiliki hubungan jangka panjang dengan IHSG.
5.2. Saran Dari hasil penelitian ini kiranya peneliti dapat memberikan saran, diantaranya: 1. Sebaiknya
otoritas
moneter
dalam
mengendalikan
kestabilan
IHSG
memprioritaskan pada pergerakan nilai tukar, dimana pergerakan nilai tukar akan mempengaruhi pengendalian dan stabilitas pasar saham di bursa efek. 2. Pemerintah diharapkan dapat menciptakan iklim invetasi dalam negeri yang lebih kondusif agar menarik minat investor lokal untuk berinvestasi dipasar
63
modal. Hal ini dimaksudkan agar proporsi investor lokal dalam pasar modal meningkat supaya potensi capital outflow dapat dikurangi. 3. Penggunaan kebijakan pengendalian stabilitas IHSG ke arah peningkatan sebaiknya dilakukan dengan memprioritaskan kondisi ekonomi domestik dan aspek ekonomi asing.
60
DAFTAR PUSTAKA Ang Robert. 1997. Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia. First Edition Mediasoft Indonesia. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Moneter Indonesia. Berbagai edisi. Jakarta: Bank Indonesia Boediono. 2000. Ekonomi Moneter. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE UGM. Dedy Pratikno. 2009. Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah, Inflasi, SBI, dan Indeks Dow Jones terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia. Tesis Universitas Sumatera Utara, Medan. Domowitz, I and Elbadlawi, An Error Correction Approach to Money Demand: The Case of the Sudan. ”Journal of Development Economics, Vol. 26, 1987, pp27-175. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Gujarati, D. 1999. EkonometrikaDasar. Jakarta :Erlangga. Alih bahasa Sumarno Zain. .................., 2010. Dasar-Dasar ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat. Alih bahasa Eugenia Mardanugraha, Sita Wardhani, dan Carlos Mangunsong. Handayani. 2007. Pengaruh Tingka Bunga SBI, Nilai Kurs Dollar AS, dan Tingkat Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) (Studi di Bursa Efek Jakarta), Tahun XVIX No. 1, Januari-Juli 2008, Hal. 55-67. Hossain, Akhtar dan Chowdry, Anis (1998). “Open-Economy Macroeconomics for Developing Countries”, Cheltenham : Edward Elgar. Insukindro. 1991. Regresi Linier Lancung dalam Analisis Ekonomi : Suatu Tinjauan dengan Studi Kasus di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. VI, No. 6. Jatiningsih dan Musdholifah. 2007. “Pengaruh Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Jakarta.” Jurnal Aplikasi Manajemen, Volume 5, Nomor 1 , April 2007. Insukindro, Maryatmo dan Aliman. 2001. Ekonometrika Dasar dan Penyusunan Indikator Unggulan Ekonomi. Lokakarya (Workshop) Ekonometrika dalam rangka penjajakan Leading Indikator Export di KTI. Makasar.
61
Mankiw, Gregory N. 2006. Principles of Economics, pengantar Ekonomi Makro. Edisi Ketiga. Alih bahasa Chriswan Sungkono. Jakarta: Salemba Empat. Mohammad Samsul. 2008. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga. Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II. Edisi Pertama. Cetakan kesepuluh. Yogyakarta: BPFE UGM. Pasaribu, Pananda, Wilson L Tobing, Adler Haymans Manurung. 2008. Pengaruh Variabel Makroekonomi terhadap IHSG. Jurnal. Universitas Indonesia. Pohan, Aulia. 2008. Potret kebijakan Moneter Indonesi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT.Raja Grafindo. Sa’adah, Siti dan Yunia Panjaitan. 2006. Interaksi Dinamis antara Harga Saham dengan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. pp:46-62. Salvatore, Dominick. 2008. Theory and Problem of Micro Economic Theory, 3rd Edition. Alih Bahasa oleh Rudi Sitompul. Jakarta: Erlangga. Samuelson, Paul A. & William D. Nordhaus. 1992. Makro Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Santosa, Budi dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Yogyakarta : Andi. Sirait. 2004. Analisis Kointegrasi variabel Ekonomimakro dan Bursa Asing terhadap Indeks Harga Saham BEJ. Jurnal Ekonomi Perusahaan. Vol. 11 no. 3. Sitinjak, Elyzabeth Lucky Maretha dan Widuri Kurniasari. 2003. Indikatorindikator Pasar Saham dan Pasar Uang yang saling berkaitan ditinjau dari Pasar Saham sedang Bullish dan Bearish. Jurnal Riset Ekonomi dan Manajemen. Vol. 3 no. 3. Slifer, Stephen D. dan W. Stansbury Carnes. 1995. By The Numbers: A Survival Guide to Economic Indicators. Internasional Financial Press, Ltd. Suad Husnan. 2004. Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas di Pasar Modal, UPP-AMP YKPN : Yogyakarta. Sukirno, Sadono. 2002. Teori Makro Ekonomi. Cetakan Keempatbelas. Jakarta: Rajawali Press. Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Edisi Kelima. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
62
Universitas, Jember. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Jember: Badan Penerbit Universitas Jember Wardhono, A. 2004. Mengenal Ekonometrika: Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama. Jerman. Widarjono, Agus. 2009. “Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya”. Penerbit Ekonisia : Fakultas Ekonomi UII. Jogjakarta. Winarno, Wing Wahyu. 2009. “Analisis Ekonometrika dan Statitstika dengan Eviews”. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Witjaksono. 2010. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei, dan Indeks Dow Jones terhadap IHSG. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang. Wongswan, Jon. 2005. The Response of Global Equity Indexes to US Monetary Policy Announcement. Internasional Finance Discussion Paper No. 844. October. pp. 1-31. www.idx.co.id www.bi.go.id www.bps.go.id
64
Lampiran 1. Statistik Deskriptif
IHSG 7.130052 7.182834 8.326226 5.881203 0.763003 -0.158497 1.699941
C 1.000000 1.000000 1.000000 1.000000 0.000000 NA NA
KURS 9.141670 9.123311 9.405167 9.014325 0.077959 1.253396 4.593323
M2 11.79560 11.73687 12.56975 11.21010 0.395787 0.269596 1.709915
BIRATE 0.097682 0.084850 0.176700 0.060000 0.033897 1.010017 2.798158
Jarque-Bera Probability
9.848512 0.007268
NA NA
48.52477 0.000000
10.75276 0.004625
22.66700 0.000012
Sum Sum Sq. Dev.
941.1669 76.26465
132.0000 0.000000
1206.700 0.796167
1557.019 20.52083
12.89400 0.150524
Observations
132
132
132
132
132
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
65
Lampiran 2. Data Tahun 2001.1 2001.2 2001.3 2001.4 2001.5 2001.6 2001.7 2001.8 2001.9 2001.10 2001.11 2001.12 2002.1 2002.2 2002.3 2002.4 2002.5 2002.6 2002.7 2002.8 2002.9 2002.10 2002.11 2002.12 2003.1 2003.2 2003.3 2003.4 2003.5 2003.6 2003.7 2003.8 2003.9 2003.10 2003.11 2003.12 2004.1 2004.2 2004.3 2004.4 2004.5 2004.6
IHSG 425,61 428,3 381,65 358,24 405,86 437,62 444,08 435,55 392,48 383,74 380,31 392,04 451,64 453,25 481,78 543,06 530,79 505,01 463,67 443,67 419,31 369,04 390,43 424,95 388,44 399,22 390,08 450,86 494,78 505,5 507,99 529,68 597,65 625,55 617,08 691,9 752,93 761,08 735,68 783,41 732,52 732,4
M2 73873 75590 76681 79223 78032 79644 77114 77404 78310 80851 82169 84405 83602 83716 83141 82828 83308 83864 85272 85684 85971 86301 87005 88391 87368 88122 87778 88281 89303 89421 90139 90550 91122 92633 94465 95569 94728 93575 93525 93083 95296 97517
BI rate 0,1474 0,1479 0,1558 0,1609 0,1633 0,1665 0,1717 0,1767 0,1757 0,1758 0,176 0,1762 0,1693 0,1686 0,1676 0,1661 0,1551 0,1511 0,1493 0,1435 0,1322 0,131 0,1306 0,1293 0,1269 0,1224 0,114 0,1106 0,1044 0,0953 0,091 0,0891 0,0866 0,0848 0,0849 0,0831 0,0786 0,077 0,0742 0,0733 0,0732 0,0734
Kurs 9450 9835 10400 11625 11058 11440 9525 8865 9675 10435 10430 10400 10320 10189 9655 9316 8785 8730 9108 8867 9015 9233 8976 8940 8876 8905 8908 8675 8279 8285 8505 8535 8309 8495 8537 8465 8441 8447 8587 8661 9210 9415
66
2004.7 2004.8 2004.9 2004.10 2004.11 2004.12 2005.1 2005.2 2005.3 2005.4 2005.5 2005.6 2005.7 2005.8 2005.9 2005.10 2005.11 2005.12 2006.1 2006.2 2006.3 2006.4 2006.5 2006.6 2006.7 2006.8 2006.9 2006.10 2006.11 2006.12 2007.1 2007.2 2007.3 2007.4 2007.5 2007.6 2007.7 2007.8 2007.9 2007.10 2007.11 2007.12 2008.1 2008.2 2008.3
756,98 754,7 820,13 860,49 977,77 1000,2 1045,4 1073,8 1080,1 1029,6 1088,2 1122,4 1182,3 1050,1 1079,3 1060,2 1096,6 1162,6 1233,3 1230,7 1323 1464,4 1330 1310,3 1351,6 1431,3 1534,6 1582,6 1719 1805,5 1757,3 1741 1830,9 1999,2 2084,3 2139,3 2348,7 2194,3 2359,2 2643,5 2688,3 2745,8 2627,3 2721,9 2447,3
97509 98022 98681 99594 100034 103353 101587 101214 102069 104425 104619 107375 108838 111587 115045 116574 116827 120322 119083 119386 119507 119801 123750 125376 124824 127038 129140 132566 133856 138207 136795 136924 137923 138571 139606 145457 147476 149304 151688 153384 155956 164966 159656 160357 159438
0,0736 0,0737 0,0739 0,0741 0,0741 0,0743 0,0742 0,0743 0,0744 0,077 0,0779 0,0825 0,0849 0,0951 0,1 0,11 0,1225 0,1275 0,1275 0,1274 0,1273 0,1274 0,125 0,125 0,1225 0,1175 0,1125 0,1075 0,1025 0,0975 0,095 0,0925 0,09 0,09 0,0875 0,085 0,0825 0,0825 0,0825 0,0825 0,0825 0,08 0,08 0,08 0,08
9168 9328 9170 9090 9018 9290 9165 9260 9480 9570 9495 9713 9819 10240 10310 10090 10035 9830 9395 9230 9075 8775 8220 9300 9070 9100 9235 9110 9165 9020 9090 9160 9118 9083 8828 9054 9186 9410 9137 9103 9376 9419 9291 9051 9217
67
2008.4 2008.5 2008.6 2008.7 2008.8 2008.9 2008.10 2008.11 2008.12 2009.1 2009.2 2009.3 2009.4 2009.5 2009.6 2009.7 2009.8 2009.9 2009.10 2009.11 2009.12 2010.1 2010.2 2010.3 2010.4 2010.5 2010.6 2010.7 2010.8 2010.9 2010.10 2010.11 2010.12 2011.1 2011.2 2011.3 2011.4 2011.5 2011.6 2011.7 2011.8 2011.9 2011.10 2011.11 2011.12
2304,5 2444,4 2349,1 2304,5 2165,9 1832,5 1256,7 1241,5 1355,4 1332,7 1285,5 1434,1 1722,8 1916,8 2026,8 2323,2 2341,5 2467,6 2367,7 2415,8 2534,4 2610,8 2549 2777,3 2971,3 2797 2913,7 3069,3 3081,9 3501,3 3635,3 3531,2 3703,5 3409,2 3470,4 3678,7 3819,6 3837 3888,6 4130,8 3841,7 3549 3790,9 3715,1 3822
161169 164173 170338 168605 168281 177813 181249 185102 189583 187414 190020 191675 191262 192706 197753 196015 199529 201851 202151 206220 213050 207386 206648 211208 211602 214323 223114 221758 223645 227495 230817 234680 246939 243667 242019 245135 243447 247528 252278 256455 262134 264333 267778 272953 287722
0,08 0,0825 0,085 0,0875 0,09 0,0925 0,095 0,095 0,0925 0,0875 0,0825 0,0775 0,075 0,0725 0,07 0,0675 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,0675 0,0675 0,0675 0,0675 0,0675 0,0675 0,0675 0,0675 0,065 0,06 0,06
9234 9318 9225 9118 9153 9378 10995 12151 10950 11355 11980 11575 10713 10340 10225 9920 10060 9681 9545 9480 9400 9275 9348 9173 9027 9183 9148 9049 8972 8976 8928 8938 9023 9037 8913 8761 8651 8556 8564 8533 8532 8766 8895 9015 9088
68
Lampiran 3. Uji stasioneritas (akar-akar unit) 1. Varibel IHSG Uji stasioneritas level I(0) Null Hypothesis: IHSG has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-0.657959 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.8523
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Uji stationeritas pada first difference Null Hypothesis: D(IHSG) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-8.890805 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.0000
69
2.
Variabel Kurs
Uji stasioneritas level I(0) Null Hypothesis: KURS has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-2.911000 -3.480818 -2.883579 -2.578601
0.0468
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Uji stationeritas pada first difference Null Hypothesis: D(KURS) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-10.30670 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.0000
70
3. Variabel M2 Uji stasioneritas level I(0) Null Hypothesis: M2 has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
1.603697 -3.480818 -2.883579 -2.578601
0.9995
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Uji stationeritas pada first difference Null Hypothesis: D(M2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-12.15069 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.0000
71
4. Variabel BIRate Uji stasioneritas level I(0) Null Hypothesis: BIRATE has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-1.602326 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.4785
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Uji stationeritas pada first difference Null Hypothesis: D(BIRATE) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
t-Statistic
Prob.*
-4.927336 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.0001
72
Lampiran 4. Uji Kointegrasi
Null Hypothesis: D(ET) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=12)
Augmented Dickey-Fuller test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
t-Statistic
Prob.*
-10.46381 -3.481217 -2.883753 -2.578694
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(ET,2) Method: Least Squares Date: 06/27/13 Time: 23:50 Sample (adjusted): 2001M03 2011M12 Included observations: 130 after adjustments Variable
Coefficient
D(ET(-1)) C
-0.924052 -0.002358
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.461033 0.456822 0.066326 0.563084 169.2589 109.4912 0.000000
Std. Error
t-Statistic
0.088309 -10.46381 0.005820 -0.405147 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
Prob. 0.0000 0.6860 -0.000470 0.089993 -2.573214 -2.529098 -2.555288 1.991697
73
Lampiran 5. Hasil Estimasi ECM dalam Jangka Pendek
Dependent Variable: DIHSG Method: Least Squares Date: 06/27/13 Time: 08:37 Sample (adjusted): 2001M02 2011M12 Included observations: 131 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DKURS DM2 DBIRATE KURS(-1) M2(-1) BIRATE(-1) ET
-1.148628 -0.881504 0.335284 -5.923451 0.194092 -0.046228 -0.731275 0.059841
0.688677 0.150005 0.357773 1.706666 0.078165 0.020056 0.241255 0.024015
-1.667875 -5.876496 0.937143 -3.470774 2.483097 -2.304949 -3.031127 2.491826
0.0979 0.0000 0.3505 0.0007 0.0144 0.0228 0.0030 0.0140
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.368231 0.332277 0.060103 0.444319 186.5789 10.24165 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.016756 0.073552 -2.726396 -2.550811 -2.655048 1.946659
74
Lampiran 6. Uji Asumsi Klasik dan Koefisien Correlation Matrix 1.
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.131743 0.284641
Prob. F(2,121) Prob. Chi-Square(2)
0.8767 0.8673
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 06/27/13 Time: 23:20 Sample: 2001M02 2011M12 Included observations: 131 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DKURS DM2 DBIRATE KURS(-1) M2(-1) BIRATE(-1) ET RESID(-1) RESID(-2)
-0.076977 0.026215 -0.009489 0.026106 0.008532 -4.29E-05 -0.003884 -0.000283 0.029093 0.040047
0.710622 0.163276 0.361526 1.724953 0.080633 0.020217 0.243330 0.024195 0.098357 0.093634
-0.108324 0.160554 -0.026248 0.015135 0.105815 -0.002120 -0.015963 -0.011712 0.295792 0.427692
0.9139 0.8727 0.9791 0.9879 0.9159 0.9983 0.9873 0.9907 0.7679 0.6696
R-squared 0.002173 Adjusted R-squared -0.072046 S.E. of regression 0.060532 Sum squared resid 0.443353 Log likelihood 186.7214 F-statistic 0.029276 Prob(F-statistic) 0.999998 \
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-3.76E-17 0.058462 -2.698037 -2.478556 -2.608852 2.007633
75
2. Uji Normalitas 16
Series: Residuals Sample 2001M02 2011M12 Observations 131
14 12 10 8 6 4 2 0
-0.20
-0.15
-0.10
-0.05
0.00
0.05
0.10
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-3.76e-17 0.000560 0.120362 -0.207512 0.058462 -0.556864 3.666972
Jarque-Bera Probability
9.198616 0.010059
76
3. Uji Linearitas Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
8.677064 9.000758
Prob. F(1,122) Prob. Chi-Square(1)
0.0039 0.0027
Test Equation: Dependent Variable: DIHSG Method: Least Squares Date: 06/27/13 Time: 23:38 Sample: 2001M02 2011M12 Included observations: 131 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DKURS DM2 DBIRATE KURS(-1) M2(-1) BIRATE(-1) ET FITTED^2
-1.864252 -0.832080 0.315451 -6.029554 0.269844 -0.044118 -0.658626 0.055629 -3.872607
0.710938 0.146496 0.347170 1.656167 0.080076 0.019471 0.235357 0.023343 1.314671
-2.622242 -5.679880 0.908636 -3.640668 3.369847 -2.265818 -2.798413 2.383143 -2.945686
0.0098 0.0000 0.3653 0.0004 0.0010 0.0252 0.0060 0.0187 0.0039
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.410181 0.371505 0.058311 0.414816 191.0793 10.60541 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.016756 0.073552 -2.779837 -2.582304 -2.699571 1.968333
77
4. Uji Heterokedastisitas Heteroskedasticity Test: Harvey F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.305892 9.062297 10.16322
Prob. F(7,123) Prob. Chi-Square(7) Prob. Chi-Square(7)
0.2530 0.2482 0.1795
Test Equation: Dependent Variable: LRESID2 Method: Least Squares Date: 07/02/13 Time: 05:43 Sample: 2001M02 2011M12 Included observations: 131 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C DKURS DM2 DBIRATE KURS(-1) M2(-1) BIRATE(-1) ET
11.22973 -2.449429 -10.96116 70.31885 -4.114358 1.470300 22.08562 -1.565541
26.83915 5.846000 13.94314 66.51223 3.046257 0.781628 9.402199 0.935908
0.418408 -0.418992 -0.786133 1.057232 -1.350627 1.881074 2.348984 -1.672750
0.6764 0.6760 0.4333 0.2925 0.1793 0.0623 0.0204 0.0969
R-squared 0.069178 Adjusted R-squared 0.016204 S.E. of regression 2.342329 Sum squared resid 674.8399 Log likelihood -293.2537 F-statistic 1.305892 Prob(F-statistic) 0.253045
5.
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
-7.044719 2.361540 4.599293 4.774877 4.670640 2.274293
Uji Multikolinearitas M2 KURS BIRATE
M2 KURS BIRATE 1 -0.01875870111110263 -0.71294866292398 -0.01875870111110263 1 0.2649836613308565 -0.71294866292398 0.2649836613308565 1
78
6. Koefisien korelasi matrix
C DKURS DM2 DBIRATE KURS(-1) M2(-1) BIRATE(-1) ET
C 0,474276 -0,028622 0,008268 0,329367 -0,050344 -0,001332 0,018582 -0,001292
DKURS -0,028622 0,022502 -0,017037 -0,037740 0,003006 0,000115 -0,000598 0,000348
DM2 0,008268 -0,017037 0,128002 -0,048576 0,000136 -0,000901 -0,002682 -2,44E-05
DBIRATE 0,329367 -0,037740 -0,048576 2,912708 -0,041256 0,003654 0,072935 -0,013327
KURS(-1) -0,050344 0,003006 0,000136 -0,041256 0,006110 -0,000410 -0,007222 0,000135
M2(-1) BIRATE(-1) ET -0,001332 0,018582 -0,001292 0,000115 -0,000598 0,000348 -0,000901 -0,002682 -2,44E-05 0,003654 0,072935 -0,013327 -0,000410 -0,007222 0,000135 0,000402 0,003547 4,55E-06 0,003547 0,058204 -7,46E-06 4,55E-06 -7,46E-06 0,000577
79
Lampiran 7. Hasil Estimasi Jangka Panjang 1. Perhitungan Koefisien Jangka Panjang C
= -1,148628/0,059841
= -19,1947
Kurs
= (0,194092-0,059841)/0,059841
= 2,243462
M2
= (-0,046228-0,059841)/0,059841
= -1,77251
BIRate = (-0,731275-0,059841)/0,059841
= -13,2203
2. Matriks Turunan Parsial C
= [1/0,059841
-19,1947/0,059841]
= [16,71095
-320,761]
KURS = [1/0,059841
M2
(2,243462-1)/ 0,059841]
= [16,71095
20,7794]
= [1/0,059841
(-1,77251-1)/ 0,059841]
= [16,71095
-46,3312]
BIRate = [1/0,059841 = [16,71095
(-13,2203-1)/ 0,059841] -237,6347]
3. Varian Konstanta ECT,ECT ECT,C ECT,C C = 16,711
C,C -320,761 * 0,000577 -0,00129 * 16,711 -0,00129 0,474276
= 48811,14039
-320,761
KURS = 16,711 20,7794 * 0,000577 0,000348 * 16,711 0,000348 0,022502 M2
= 10,11880363
20,7794
= 16,711 -46,3312 * 0,000577 -2,44E-05 * 16,711 -2,44E-05 0,12800
-46,3312
= 274,9654586
80
BIRate = 16,711 -237,635 * 0,000577 -0,01333
-0,01333 * 16,711 = 164587,3577 2,912708 -237,635
4. Standart Deviasi C
= √42573,50081
= 220,932434
Kurs
= √10,11880363
= 3,1810067
M2
= √274,9654586
= 16,58208246
BIRate
= √164587,3577
= 405,6936747
5. t-statistik C
= 220,932434/-19,1947
= -11,51009533
Kurs
= 3,1810067/2,243462
= 1,417900961
M2
= 16,58208246/-1,77251
= -9,355121631
BIRate
= 405,6936747/-13,2203
= -30,68717506